analisis wacana ihsan dalam buku rahasia...
TRANSCRIPT
ANALISIS WACANA IHSAN DALAM BUKU
“RAHASIA SUKSES MEMBANGUN KECERDASAN EMOSI
DAN SPIRITUAL ESQ: EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT”
JILID 1
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi PersyaratanMemperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
oleh:
Muhamad Ilham Nugraha
NIM: 1111051000048
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
ANALISIS WACANA THSAI{ DALAM BUKU RAHASIASUKSES MEMBANGUN KECERI}ASAN BMOSI I}AN
SPIRITUAL ESQ JTLII} 1
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu KomunikasiUntuk Memenuhi Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Mulramad {Lham NusrahaNIM: I 11i051000048
Di bawah bimbingan:
Drs. Jumroni. M.Si}.rrP: 19630515 199203 1 006
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PEI\TYIARAI\ ISLAMFAKULTAS DAI(WAH DAN ILMU KOMLNIKASI
UNIVERSITAS ISLA&{ NEGERI SYARIF IITDAYATULLAHJAKARTA
1436 Hlz0ls M
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA I]JIAN
Skripsi berjudul ..ANALISIS WACANA IHSAN DALAM BUKU RAHASIASUKSES MEMBANGUN KECERDASAN EMOSI & SPIRITUAL ESQI. EMOTIONALSPIRITUAL SUOTIENT'JILD I oleh Muharnad Ilham Nugraha telah diujikan dalamsidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta pada 10 Juli 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran lslam.
Jakarta,l0 Juli 2015
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Kalsum Minangsih. MANIP: 19770424208710 2 002
Anggota,
Pembimbing,
Drs. Jumroni. M.SiNIP: 19630515 199283 t 006
19s80q10 1
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menayatakan bahwa:
1.
2.
3.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di LIIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juli 20
i
ABSTRAK
Muhamad Ilham Nugraha
Analisis Wacana Ihsan Dalam Buku “Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ Jilid 1
Buku yang diteliti dalam penelitian ini adalah buku Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ Jilid 1. Melalui buku ini Ary
Ginanjar berusaha menyampaikan penemuannya, yaitu konsep The ESQ Way 165
(Ihsan, Iman, Islam) yang berbasis nilai-nilai intelektual, emosional, dan spiritual
khususnya nilai-nilai Ihsan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan apa yang menjadi masalah
dalam pembahasan kali ini, yaitu bagaimana wacana Ihsan yang terkandung dalam
buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ” Jilid 1?
bagaimana Ihsan digambarkan dalam buku “Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ” Jilid 1?
Wacana Ihsan dalam buku Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
& Spiritual ESQ Jilid 1 dapat dilihat dari penggunaan kata atau bahasa dalam teks,
informasi yang dipakai oleh penulis dalam teks, serta konstruksi teks dari kognisi
sosial dan konteks sosial yang juga berperan penting dalam kontruksi teks
tersebut.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Wacana Model
Teun A. Van Dijk, yaitu meneliti analisis teks seperti; struktur makro,
superstruktur, struktur mikro. Kemudian dilakukan juga analisis kognisi sosial dan
analisis konteks sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode analisis wacana dengan pendekatan kualitatif. Proses
pengumpulan data dilakukan dengan observasi teks.
Generasi sekarang sedang menghadapi permasalahan kronis dan krisis
multidimensi yang saat ini sangatlah memprihatinkan. Dengan kondisi seperti ini,
diperlukan sebuah terobosan untuk menyelesaikan permasalah di atas salah
satunya melalui buku. Buku Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi &
Spiritual ESQ Jilid 1 merupakan konsep-konsep hasil pemikiran Ary Ginanjar
melalui proses yang panjang. Konsep-konsep tersebut dituangkan ke dalam tulisan
yang akhirnya menjadi sebuah buku pembentukan karakter dan pembangunan
SDM yang berbasis intelektual, emosional, dan spiritual yang ia kembangkan
sendiri dari sumber-sumber klasik dan kontemporer, yaitu Barat dan Timur juga
nilai-nilai pancasila yang memiliki nilai yang tinggi.
Wacana Ihsan pada teks dalam buku ini menjangkau jangkauan yang
sangat luas, bukan hanya sekedar pada lingkup agama dan sosial saja yang sudah
banyak dikaji dan dikembangkan oleh para pendahulunya, melainkan juga pada
lingkup psikologi, ekonomi, manajemen, dan bisnis. Semua itu bertujuan pada
pembentukan karakter dan pembangunan SDM yang kokoh dengan berlandaskan
pokok-pokok ajaran Islam khususnya Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan.
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, Dzat yang patut
untuk disembah oleh semua makhluk. Dzat yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, sehingga berkat izin-Nya penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna
baik dalam hal bentuk maupun isinya. Namun berkat bantuan serta dukungan dari
berbagai pihak, Alhamdulillah skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu,
sepatutnya diberikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi beserta Suparto, M. Ed. Ph.D selaku Wakil Dekan I
Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II
Bidang Administrasi, dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III
Bidang Kemahasiswaan.
2. Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
dan Fita Faturokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
3. Drs. Jumroni, M.Si, selaku dosen pembimbing yang dengan tulus
memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis serta nasihat-
nasihat luar biasa yang semoga bermanfaat bagi penulis.
iii
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sangat
berkontribusi dalam memberikan ilmu serta pengetahuan yang tiada
terkira kepada penulis selama menjalani studi di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Para dosen terbaik, Dr. Sunandar, M.Ag, Nasichah, M.Ag, Kalsum
Minangsih, MA, Ade Masturi, M.Ag, Rachmat Baihaky, M.A, Dr. Gun
Gun Heryanto, M.Si, Dr. Armawati Arbi, M.Ag, Drs. Helmi Hidayat, MA
6. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Perpustakaan Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
7. Orangtua penulis, yaitu ayahanda tercinta Drs. Ibtida Rahmat dan ibunda
tercinta Dra. Een Herlinda yang tak kenal lelah berjuang, membantu,
mendoakan, dan memberikan dukungan sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
8. Adik-adik terbaikku, Muhamad Reza Rahmanda dan Mutiara Hikmah.
Terima kasih atas bantuan, nasihat, dan dukungannya, sehingga penulis
dapat menyelesaikannya dengan baik.
9. Saudaraku sekalian baik dari pihak ayah maupun ibu, terima kasih untuk
dukungan dan doanya selama ini.
10. Betari Tyas Maharani yang telah membantu, mendoakan, mendukung,
memotivasi, dan berbagi keceriaan kepada penulis untuk bisa
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
11. Sahabat-sahabatku seperjuangan, khususnya teman-teman KPI B 2011,
teruntuk: Abu Rizal Hasan, Achmad Maulana Sirojjudin, M Reza Fansuri,
iv
Bustomi Arifin, Fazlurrahman, Setya Malik, Ricky, Umi Arifiyani, Nofia
Natasari, Wulan Purnamawati, Ratna Ayu, Siti Aisyah, Wahyu, dan lain-
lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas
kebersamaannya, atas sikap solidaritas dan kekeluargaan yang terbangun
selama ini. penulis bangga menjadi bagian dari kalian. Tetap semangat
dan berjuang untuk bersama-sama meraih kesuksesan.
12. Sahabat terbaik: Muhtar Lutfi, S.H.I, Kuntum Khairunnisa, S.Pd, Rina
Syafrianti, S.Hum, Riska Meylia, Ii Handayani, Ferry Setiawan, Lian
Firmana Malo, Ust. M Rizki Jamaluddin, Edvan M Kautsar, Ahmad
Zaini, Hilman Shodri, Abdurrahman, S.Kom.I, Wiza Walady, Ust Fauzan
Hidayatullah, Rahmat Hidayat, Naziah, S.Kom.I, Muhammad Imron,
S.Kom.I, M Naufal, Rifial Fachry, Fanny Siti Musyrifah, M Anharudin.
Terima kasih atas setiap dukungan, semangat, nasihat, kasih sayang dan
waktu kebersamaan yang menyenangkan.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. pada
intinya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa meridhai setiap langkah yang
penulis lakukan dan mudah-mudahan hasil karya penulis dalam skripsi ini dapat
bermanfaat dengan sebaik-baiknya. Amin yaa Robbal ‘Alamin.
Jakarta, 07 Juli 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Fokus Masalah dan Perumusan Masalah ....................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
E. Metodologi Penelitian .................................................................... 6
F. Kajian Pustaka ................................................................................ 9
G. Sistematika Penulisan .................................................................. 11
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Analisis Wacana ........................................................................... 13
1. Pengertian Analisis Wacana ................................................... 13
2. Analisis Wacana Model Teun A. Van Dijk ........................... 16
B. Ihsan Dalam Islam........................................................................ 24
C. Macam-macam Media Dakwah ................................................... 29
D. Buku Sebagai Media Komunikasi dan Dakwah........................... 32
BAB III GAMBARAN UMUM ARY GINANJAR AGUSTIAN
DAN BUKUNYA
A. Profil Ary Ginanjar Agustian ....................................................... 34
1. Riwayat Hidup Ary Ginanjar Agustian .................................. 34
2. Sejarah ESQ Leadership Center ............................................. 38
3. Visi dan Misi ESQ ................................................................. 40
4. ESQ Sebagai Solusi ............................................................... 41
vi
5. Karya-karya Ary Ginanjar Agustian ...................................... 42
B. Sekilas Tentang Buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi & Spiritual ESQ” Jilid 1 ................................................... 44
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Teks dalam Buku “Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ” Jilid 1 ................................ 49
1. Struktur Makro........................................................................ 50
2. Superstruktur........................................................................... 55
3. Struktur Mikro ........................................................................ 57
B. Konteks Sosial .............................................................................. 75
C. Kognisi Sosial .............................................................................. 80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 81
B. Saran ............................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 85
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Emotional Spiritual Quotient Generasi sekarang sedang
menghadapi permasalahan kronis, yaitu terjadinya Split Personality.
Kondisi dimana tidak terintegrasinya antara otak dan hati, sehingga
banyak terjadinya kriminalitas dan penyimpangan dalam kehidupan.
Begitupun dengan krisis multidimensional saat ini sangatlah
memprihatinkan, seperti krisis moral, akhlak, kejujuran, tanggung jawab,
kepedulian, dan kebersamaan.1
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut diatas, maka terjadilah
berbagai masalah sosial dan perilaku menyimpang yang pada umumnya
disebabkan oleh semakin terkikisnya nilai-nilai spiritual dalam kehidupan.
Sehingga ini semua menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai keislaman
maupun kearifan lokal. Dengan demikian, pentingnya perumusan sebuah
nilai-nilai yang memperkenalkan Islam (dakwah) secara komprehensif
sangatlah diperlukan. Terutama dalam menambah pengetahuan umat guna
pembebtukan karakter dan perbaikan akhlak (moral).
Optimisme untuk mengatasi masalah yang kompleks ini diperlukan
suatu metode pengembangan SQ (Kecerdasan Spiritual) yang tetap
berdasarkan nilai-nilai pokok Islam, yaitu Rukun Iman, Rukun Islam, dan
Ihsan, sehingga akan mengoptimalkan EQ (Kecerdasan Emosional) dan IQ
1Syafi'i Maarif, “Testimoni Pembaca” dalam Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient, (Jakarta: Arga
Publishing, 2001) Cet. Ke-51, h. Cover Belakang
2
(Kecerdasan Intelektual) secara terpadu ESQ (Emotional Spiritual
Quotient). Oleh karena itu kita semua harus bersama-sama berjuang
menghidupkan kembali dan menyebarluaskan nilai-nilai luhur spiritualisme
Islam salah satunya Ihsan dalam setiap denyut kehidupan dengan cara
berdakwah. Sebagaima yang dikatakan oleh Cak Nun:
“Ihsan adalah kebaikan yang lahir murni dari nurani manusia:
orang berbuat baik meskipun tidak disuruh, tidak diwajibkan, tidak diatur
oleh hukum atau etika.”2
Ihsan merupakan pondasi agama Islam yang kuat untuk bisa
dijadikan sebagai solusi bagi penyempurnaan nilai-nilai dakwah yang
selama ini kurang memperhatikan nilai-nilai luhur spiritulisme Islam yang
bersumber dari Ihsan. Ihsan berarti berbuat kebaikan dalam bentuk apapun
dan cara apapun tanpa motif, syarat dan paksaan yang bisa juga diartikan
beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak
melihat-Nya sesungguhnya Allah melihatmu. Maka dari itu, perlunya nilai-
nilai ihsan dalam berdakwah sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini dakwah
merupakan suatu proses upaya mengubah sesuatu situasi kepada situasi lain
yang lebih baik sesuai ajaran Islam, atau proses mengajak manusia ke jalan
Allah yaitu al-Islam...”3 Berdakwah pada hakikatnya merupakan
komunikasi dan berkomunikasi belum tentu merupakan dakwah.
Pada era globalisasi saat ini, informasi menjadi sangat penting
terutama untuk mentransformasikan nilai-nilai Islam dari satu generasi ke
generasi lainnya. Era informasi ditandai dengan maraknya berbagai macam
2 Emha Aninun Nadjib, Allah 2014, artikel ini diakses pada 02 April 2015 di
https://www.caknun.com/2012/allah-2014/ 3 Bachtiar, Wardi. Metodologi penelitian Ilmu Dakwah ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997) hal. 31
3
media massa sebagai sarana komunikasi dan alat pembentuk opini publik.
Maka sudah seharusnya umat Islam mampu memanfaatkan media massa
tersebut untuk mendakwahkan ajaran agama Islam.4
Pada prinsipnya, dakwah merupakan suatu komunikasi yang
merupakan proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu
penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.5
“...Segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
berkomunikasi disebut media komunikasi...”6 Dalam penelitian ini, peneliti
memfokuskan penelitiannya melalui salah satu media komunikasi, yaitu
buku. Dimana buku merupakan sumber informasi yang merupakan isi pesan
dalam proses komunikasi.
Buku sebagai media komunikasi merupakan sekumpulan kertas
bertulisan yang dijadikan satu. Kertas-kertas bertulisan itu mempunyai tema
bahasan yang sama dan disusun menurut kronologi tertentu, dari awal
bahasan sampai kesimpulan dan bahasan tersebut. Tujuan dari buku tidak
lain hanyalah untuk menyatukan ilmu pengetahuan tertentu agar terkumpul
dalam satu tempat sehingga mudah ditemukan dan dipelajari.
Dalam Penelitian kali ini peneliti mengangkat buku “Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ: Emotional Spiritual
Quotient” Jilid 1. Dengan alasan bahwa buku ini menjelaskan tentang
pengembangan tiga kecerdasan pada diri manusia yaitu IQ, EQ, dan SQ
yang berdasarkan nilai-nilai Rukun Iman, Rukun Islam dan Ihsan, sehingga
4 M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif, (Jakarta: CV Pedoman,1997), h..33
5 Dedy Mulyana , Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar , (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005), hal 62 6 Gozali BC.TT., Kamus Istilah Komunikasi, (Bandung: Djambatan, 1992), h.227
4
buku ini sangat layak untuk dibaca dan kemudian diterapkan oleh umat
Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Buku ini merupakan buku “Best Seller” internasional yang terbukti
dengan dicetaknya buku ini kedalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris hingga banyaknya cetakan ulang yang diterbitkan oleh
penerbit Arga Publishing baik itu sejak tahun 2001 dan sampai saat ini buku
tersebut masih dijual di pasaran. Tak hanya itu, buku ini merupakan cikal
bakalnya sebuah training ESQ berdiri yang sampai saat ini training ESQ
sudah diselenggarakan secara nasional maupun internasional. Buku ini
ditulis oleh seorang Ary Ginanjar Agustian atas hasil pemikirannya yang
panjang, ia merupakan pendiri ESQ Leadership Center dan telah
memperoleh gelar Doktor Honoris Causa (H.C.) dari UNY (Universitas
Negeri Yogyakarta) sebagai tokoh pendidikan karakter.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis bagaimana wacana
Ihsan dalam buku yang dituliskannya dalam pengertian modern secara luas.
Dimana dalam banyak pengertian klasik yang dikemukakan oleh sebagian
besar ulama selama ini pengertian Ihsan hanya sebatas pada lingkup ibadah,
sehingga akhirnya sulit untuk dipahami dan diterapkan dalam kehidupan
aktivitas modern. Hal ini mendorong peneliti untuk mengnalisis wacana
Ihsan dalam buku ESQ, yakni bagaimana Ihsan digambarkan dalam buku
ESQ melalui teksnya, sehingga bahasa dalam buku tersebut menjadi kunci
utama dalam pencarian wacana Ihsan yang ditawarkan Ary Ginanjar dalam
bukunya. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengambil judul
5
penelitian Analisis wacana Ihsan Dalam Buku “Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1.
B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya pada kajian Ihsan dalam buku
“Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ:
Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1. Dan fokus yang akan diteliti
adalah wacana Ihsan dalam buku ESQ pada bagian I Zero Mind Process
(ZMP): Proses Pembersihan Hati dan Pikiran yang didasari dengan
nilai-nilai Ihsan. Dimana peneliti memfokuskannya pada makna Ihsan
yang ditawarkan Ary Ginanjar.
2. Rumusan Masalah
Mengacu pada fokus masalah di atas, maka peneliti membuat
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana wacana Ihsan yang terkandung dalam buku “Rahasia
Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ:
Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1?
2. Bagaimana Ihsan digambarkan dalam buku “Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ: Emotional
Spiritual Quotient” Jilid 1?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah:
6
1. Untuk mengetahui wacana Ihsan dalam buku “Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ: Emotional
Spiritual Quotient” Jilid 1.
2. Untuk mengetahui bagaimana Ihsan digambarkan dalam buku
“Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ:
Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi
positif bagi khazanah keislaman, khususnya dalam lingkup dakwah
melalui media cetak yang menempatkan buku sebagai salah satu media
dakwah serta referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
komunikasi dan penyiaran Islam.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis diharapkan bahwa apa yang dianalisis dan ditelaah
dalam penilitian ini dapat berguna untuk kelanjutan eksistensi dakwah,
khususnya masukan dalam memperkaya khazanah keilmuan Islam.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menerapkan studi kepustakaan, yaitu penelitian yang
dilaksanakan dengan sumber utama berupa literatur (kepustakaan), baik
berupa buku, jurnal, artikel, penelitian terdahulu dan sumber-sumber
7
literatur yang menunjang penelitian ini.7 Dalam penelitian ini
menerapkan paradigma besar dalam penelitian komunikasi yakni
paradigma interpretatif. Pandangan dasar perspektif ini bahwa kebenaran
itu bukan realitas tunggal, melainkan jamak.
Metode yang digunakan dalam penelitian ialah metode analisis
wacana dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan model analisis wacana Van Dijk. “...Model analisis Van
Dijk akan mengelaborasikan elemen-elemen wacana sedemikian rupa
sehingga dapat digunakan secara lebih praktis dan dapat diterapkan pada
berbagai bentuk wacana...”8 Dalam model Van Dijk ini, analisis struktur
teks dalam tulisan dikategorisasikan menjadi tiga elemen. Pertama
struktur makro, kedua superstruktur, dan yang ketiga adalah struktur
mikro.
2. Subjek dan objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah buku yang berjudul “Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ: Emotional Spiritual
Quotient Jilid 1 karya Ary Ginanjar Agustian dan sebagai objek
penelitiannya adalah wacana Ihsan pada bagian I Zero Mind Process
(ZMP): Proses Pembersihan Hati dan Pikiran yang didasari dengan nilai-
nilai Ihsan yang terdapat dalam buku tersebut.
7 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2002), h. 11. 8 Alex Sobur, Analisis Teks Media. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 74
8
3. Teknik Pengumpulan Data
Pada teknik pengumpulan data, peneliti memerlukan sejumlah data
yang dapat mendukung dan memperkuat hasil penelitian. Peneliti
menggunakan dua macam teknik, yaitu:
a. Data Primer:
Data yang diperoleh secara langsung dari subjek yang diteliti yakni
membaca dan mengamati setiap paragraf dari buku “Rahasia
Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ:
Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1 karya Ary Ginanjar Agustian.
b. Data Sekunder:
Data yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan, pengumpulan
data melaui sumber-sumber bacaan dari berbagai literatur seperti
teks-teks, buku, artikel, majalah, internet, yang berkaitan dengan
penelitian serta mendukung proses penelitian ini.
Penelitian ini tidak memasukan teknik pengumpulan data melalui
metode wawancara, dikarenakan data-data yang dibutuhkan untuk
menganailisis teks dalam buku ini sudah cukup memadai dalam buku
tersebut dan buku ESQ lainnya yakni pada halaman pendahuluan dan
kata pengantar juga pada halaman utama dan profil dari website resmi
ESQ Leadership Center dan juga tulisan-tulisan dan artikel pada blog
resmi ESQ Leadership Center.
9
4. Teknik Analisis Data
a. Proses Penafsiran data
Penelitian analisis wacana merupakan penelitian kualitatif yang
lebih menekankan pada pemaknaan teks dari pada penjumlahan unit
kategori. Dasar dari analisis wacana ialah interpretasi, karena analisis
wacana merupakan bagian metode interpretatif yang mengandalkan
penafsiran peneliti. Proses penafsiran akan dilakukan peneliti dengan
melihat data-data yang menjadi bahan penelitian dalam hal ini ialah
teks-teks dalam buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi & Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient Jilid 1”,
kemudian akan ditafsirkan berdasarkan kerangka analisis wacana Van
Dijk.
b. Penyimpulan Hasil Penelitian
Makna Ihsan dan gambaran Ihsan dalam buku Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ: Emotional Spiritual
Quotient Jilid 1 setelah diamati akan disimpulkan oleh peneliti.
Kesimpulan yang diambil dalam penelitian ini merupakan jawaban
dari rumusan masalah.
5. Teknik Penulisan
Penelitian ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) oleh CeQda (Center for Quality
Develompent and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2007 dan juga pada buku Pedoman akademik
10
Program Strata 1 2010/2011 oleh Biro Administrasi dan Kemahasiswaan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2010.
F. Pedoman Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelusuran ke beberapa
Perpustakaan, yakni Perpustakan Utama dan Perpustakan Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berdasarkan
penelusuran tersebut, peneliti menemukan beberapa penelitian tentang
analisis wacana yang menjadi referensi untuk penelitian ini. Diantaranya
terdapat kaitan dengan skripsi yang penulis teliti, antara lain:
Skripsi „Muhammad Rico Zulkarnain‟ Rahmi tentang ANALISIS
WACANA PESAN DAKWAH DALAM BUKU RENUNGAN
TASAWUF KARYA HAMKA Fakultas Ilmu Dakwan dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta. Ia meniliti Isi Wacana Pesan
Dakwah pada buku tersebut. Dari hasil penelitian, ditemukan pesan dakwah
dalam setiap teksnya. Jika dilihat dari struktur tematik, maka pesan
dakwahnya antara lain yaitu pertama, pesan dakwah yang mengandung nilai
Muamalah. Yang kedua, pesan dakwah yang mengandung nilai Aqidah Dan
yang ketiga, pesan dakwah yang mengandung nilai Syariah.
Berikutnya adalah skripsi „Odih Fajar‟ tentang “ANALISIS
WACANA DAKWAH BUKU KUN FAYAKUN KARYA UST YUSUF
MASUR” Fakultas Dakwah & Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia meneliti bagaimana wacana dakwah dalam
buku Kun Fayakun dengan melihat dari bangunan wacana melalui teks,
11
kognisi sosial, dan konteks sosial. Terutama melihat bagaimana penulis
memanfaatkan buku sebagai media dakwah Islamiyah.
Dan terakhir adalah skripsi „Astri Putriyani‟ tentang "ANALISIS
WACANA RUBRIK "MEDIA DAN KITA" MAJALAH UMMI EDISI
JULI-OKTOBER 2009”. Fakultas Dakwan dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Jakarta. Ia meniliti Bagaimana Wacana Dalam
Rubrik Media dan Kita yang disampaikan kepada khlayak khususnya
kepada anak dalam Majalah Ummi tersebut dan bagaimana majalah Islam
Ummi menggambarkan media dan kita khususnya kepada anak-anak.
Hampir semua skripsi yang menjadi literatur penulis kali ini
berhubungan erat dengan analisis wacana yang akan penulis teliti. Buku
sebagai salah satu media dakwah keislaman dapat disebut karya sastra, akan
dimanfaatkan untuk menyampaikan nilai-nilai keislaman yang selama ini
menurut penulis belum banyak dikaji. Dan dari beberapa tinjauan terdahulu
berbeda dengan penelitian kali ini yang menggunakan buku “Rahasia sukses
membangun kecerdasan emosi & spiritual ESQ: Emotional Spiritual
Quotient” Jilid 1 dengan menganalisis wacana Ihsan dengan menggunakan
metode Analis Wacana Teun A. Van Dijk.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian dibagi dan dirinci hingga 5 (lima) bab, dengan sistematika
terdiri dari:
Bab 1, yaitu pendahuluan merupakan penjelasan dari latar belakang
permasalahan penelitian skripsi ini. Didalamnya juga dijelaskan fokus
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
12
penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan sistematika
penelitian.
Bab 2 berisi tentang Kajian Teori yang menguraikan tentang
Pengertian Analisis Wacana secara umum, Teori Analisis Wacana Teun A.
Van Dijk, Ihsan dalam Islam, Macam-macam Media Dakwah, dan Buku
sebagai Media Komunikasi dan Dakwah.
Bab 3 membahas Gambaran Umum yang menguraikan tentang
Biografi Ary Ginanjar Agustian; Riwayat Hidup Ary Ginanjar Agustian,
Sejarah ESQ Leadership Center, visi dan misi ESQ, ESQ sebagai solusi,
karya-karyanya yang berupa buku & metode training, pengharggaan yang
diterima.
Bab 4 Pembahasan dan Analisis Data. Pada bab ini terdiri
pembahasan analisis wacana Ihsan dalam buku “Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ: Emotional Spiritual
Quotient” Jilid 1.
Bab 5 kesimpulan dan saran akan menjadi butir-butir pada bab
kelima sebagai penutup pada skripsi ini.
13
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Analisis Wacana
1. Pengetian Analisis Wacana
Kata wacana banyak digunakan oleh berbagai bidang ilmu
pengetahuan mulai dari ilmu bahasa, psikologi, sosiologi, politik,
komunikasi, sastra, dan sebagaimanya. Namun demikian, secara
spesifik, pengertian, definisi, dan batasan istilah wacana sangat
beragam. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan lingkup dan disiplin
ilmu yang memakai istilah wacana tersebut.1
Secara etimologi istilah wacana dipakai sebagai terjemahan dari
perkataan bahasa Inggris discourse, dalam salah satu kamus bahasa
Inggris terkemuka, mengenai wacana atau discourse ini kita dapat
mengetahui beberapa keterangan. Kata discourse berasal dari bahasa
Latin discursus, dis: dari, dalam arah yang berbeda dan currere: lari,
sehingga berarti lari kian kemari. Salah satunya adalah komunikasi
pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan;
konversasi atau percakapan.2
Dalam entri kamus linguistik, wacana didefinisikan sebagai
“...satuan bahasa terlengkap; dalam hirarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan
dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb),
1Aris Badara, Analisis Wcana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana
Media, (Jakarta: Kencana, 2012) h. 16 2Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet Ke-3,
h. 9
14
paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap...”3
Sedangkan “...pengertian analisis wacana secara konseptual adalah
merujuk kepada upaya mengkaji pengaturan bahasa atas kalimat.
Mengkaji satuan kebahasaan yang lebih luas. Analisis wacana adalah
studi tentang struktur pesan dalam komunikasi...”4
Berikut ini beberapa pengertian wacana dari para pakar
komunikasi. Menurut Dedy Mulyana, “...secara etimologis wacana
berasal dari bahasa sansekerta wac atau wak atau vak yang memiliki arti
„berkata‟, „berucap‟. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan
menjadi wacana. Kata ana yang berada di belakang adalah bentuk
sufiks (akhiran) yang bermakna „membendakan‟ (nominalisasi).
Dengan demikian, kata wacana dapat dapat diartikan sebagai perkataan
atau tuturan...”5
Alex Sobur merangkum pengertian wacana dari berbagai
pendapat, ia memandang wacana sebagai “...rangkaian ujar atau
rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subyek) yang
disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren,
dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa...”6
“Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis
isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai.
Kalau analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan
apa (what), analisis wacana lebih melihat pada bagaimana (how)
dari pesan atau teks komunikasi. Lewat analisis wacana kita bukan
3 Herudjati Purwoko, Discourse Analysis, (Jakarta: Indeks, 2008) Cet ke-1, h. 4
4 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Wacana, (Bandung: Angkasa, 1993), h. 24
5Dedy Mulyana, kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi, Prinsip-prinsip Analisis
Wacana (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 3 6 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet Ke-3,
h. 11
15
hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana
pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora macam
apa suatu berita disampaikan. Dengan melihat bagaimana
bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa
melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks.”7
Analisis wacana juga merupakan salah satu cara mempelajari
makna pesan sebagai alternatif lain akibat keterbatasan dari analisis isi.
Pertama, analisis isi konvensional pada umumnya hanya dapat
digunakan untuk membedah muatan teks komunikasi yang bersifat
nyata (manifest), sedangkan analisis wacana justru berpretensi
memfokuskan pada pesan yang tersembunyi (laten). Namun yang
menjadi titik perhatian bukan pesan (message) tetapi juga makna.
Pretensi dari analisis wacana adalah muatan, nuansa, dan konstruksi
makna yang laten (tersembunyi) dalam teks komunikasi.8
Kedua, analisis isi hanya dapat mempertimbangkan apa yang
dikatakan seseorang (what) tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana
seseorang mengatakannya (how). Analisis ini memandang teks sebagai
suatu kesatuan isi. Dalam kenyataannya yang penting bukan apa yang
dikatakan oleh seseorang, tetapi bagaimana dan dengan cara apa
dikatakan. Dalam konteks ini, yang penting bukan hanya apa yang
diucapkan atau dianggap penting oleh komunikator, tetapi juga
bagaimana cara komunikator mengungkapkannya.9
7 Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKIS, 2006), Cet. Ke-5, h. xv
8 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualtitatif: Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), cet. Ke- 8 h. 163 9 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualtitatif: Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), cet. Ke- 8 h. 163
16
2. Analisis Wacana Model Teun A. Van Dijk
Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya
didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks merupakan hasil
dari suatu praktik produksi yang juga harus diamati. Di sini harus
dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita dapat
memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.10
“Wacana oleh Van Dijk digambarkan memiliki tiga
dimensi, yaitu: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Ketiga
bagian ini adalah bagian yang integral dalam kerangka teori Van
Dijk, untuk itulah Van Dijk menggabungkan ketiga dimensi
wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.”11
a. Teks
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur yang
masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam
tiga struktur. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna global dari
suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang
dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur, ini merupakan
struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks,
bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.
Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari
bagian kecil dari suatu teks yakni, kata, kalimat, proposisi, anak
kalimat, parafrase, dan gambar. Struktur teks Van Dijk dapat
digambarkan dan dijelaskan sebagai berikut:
10
Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKIS, 2006), Cet. Ke-5, h. 221 11
Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKIS, 2006), Cet. Ke-5, h. 224
17
Tabel 1. Skema dan Metode Penelitian Van Dijk
Struktur
Wacana Hal Yang Diamati Elemen
Struktur Makro TEMATIK
Tema/ topik yang
dikedepankan dalam suatu
berita.
Topik
Superstruktur SKEMATIK
Bagaimana bagian dan
urutan berita diskemakan
dalam teks berita utuh.
Skema
Struktur Mikro SEMANTIK
Makna yang ingin
ditekankan dalam teks berita
Latar, detil,
maksud
Struktur Mikro SINTAKSIS
Bagaimana kalimat (bentuk,
susunan) yang dipilih
Bentuk kalimat,
koherensi, kata
ganti
Struktur Mikro STILISTIK
Bagaimana pilihan kata yang
dipakai dalam teks
Leksikon
(style)
Struktur Mikro RETORIS
Bagaimana dan dengan cara
apa penekanan dilakukan
Grafis,
metafora,
ekspresi
1) Struktur Makro
Berdasarkan model analisis wacana Van Dijk, struktur makro
merupakan tema atau dikenal dengan istilah tematik. Elemen tematik
menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut
sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks.
Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan wartawan
(penulis) dalam pemberitaannya. Oleh karena itu ia sering disebut
sebagai tema atau topik.
18
2) Superstruktur
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari
pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana
bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga
membentuk kesatuan arti. Struktur skematik atau superstruktur
menggambarkan bentuk umum dari suatu teks. Bentuk teks
umumnya terdiri dari pendahuluan, isi dan penutup. Untuk melihat
bentuk teks itu seperti apa, dapat dibagi menjadi dua kategori besar
yaitu: Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua
elemen yakni judul dan lead (teras berita). Kedua, story yakni isi
berita secara keseluruhan.
3) Struktur Mikro
a) Semantik
Semantik merupakan salah satu kerangka analisis Van Dijk yang
melihat kepada satuan terkecil dari struktur kebahasaan berupa
kalimat, kata dan hubungan antar kalimat. Pada analisis semantik,
makna yang terkandung dalam kalimat diteliti baik yang eksplisit
(tertulis) maupun implisit (tersembunyi).
Latar
Latar dalam sebuah teks ialah suatu keadaan situasional saat
teks dibuat. Dalam sebuah teks, latar belakang sebuah
peristiwa dapat dicantumkan atau tidak, tergantung dari
kepentingan penulis. Latar digunakan untuk mengarahkan
makna dari suatu teks hendak dibawa kemana. Latar yang
19
ditampilkan dapat sesuai dengan kehendak penulis atau
bahkan bertentangan dengan pendapatnya.
Detil
Detil dalam kerangka analisis Van Dijk ialah berita mana
yang disampaikan secara mendetail dan berita mana yang
ditampilkan secukupnya saja. Detil lebih merupakan kepada
bentuk strategi penulis yang ingin mengekspresikan sikapnya
dengan cara sembunyi-sembunyi (implisit). Detil
berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan oleh
penulis.
Maksud
Maksud merupakan elemen yang melihat apakah teks atau
cerita yang dibuat oleh pengarang disampaikan secara
eksplisit atau implisit. Elemen maksud melihat informasi
yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara
eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan
akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi.
b) Sintaksis
Sintaksis adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan
seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, frase. Dalam hal ini
menerangkan tentang bagaimana pengarang menggunakan
kalimat hingga menjadi satu kesatuan. Elemen sintaksis
merupakan suatu metode analisis Van Dijk untuk melihat pilihan
20
kalimat apa yang disusun penulis dalam menampilkan diri sendiri
secara positif dan lawan secara negatif.
Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau
kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan
fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak
kohern. Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat
bagaimana seseorang (penulis) secara strategis menggunakan
wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa.
Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan
atau malah sebab akibat. Biasanya hubungan antar kalimat ini
dihubungkan dengan kata hubung dan, akibat, tetapi, lalu,
karena, meskipun.
Bentuk kalimat
Bentuk kalimat merupakan salah satu bagian dari analisis
teks sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis,
yaitu prinsip kausalitas. Prinsip kausalitas menjelaskan
tentang susunan kalimat yang terbentuk dari subyek, predikat
dan obyek. Bentuk kalimat yang dipilih merupakan kalimat
yang dianggap sangat layak untuk dianalisis terutama diambil
kalimat yang berhubungan dengan tema.
Kata ganti
Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator
untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana.
21
Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat
menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang
menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap
resmi komunikator semata-mata. Tetapi, ketika memakai kata
ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi
dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas
antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja
dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap
komunikator juga menjadi sikap komunitas secara
keseluruhan.
c) Stilistik
Elemen stilistik (leksikon) merupakan salah satu elemen wacana
Van Dijk yang menganalisis teks dengan cara melihat bentuk
pemakaian kata seperti apa yang dipakai dalam teks. Terdapat
kata yang mempunyai berbagai macam kesamaan. Dari kesamaan
kata-kata tersebut mana yang lebih dipakai dalam teks oleh
penulis. Misalnya kata ”meninggal”, mempunyai kata lain: mati,
tewas, gugur, terbunuh, menghembuskan nafas terakhir, dan
sebagainya. Di antara berbagai kata tersebut seseorang dapat
memilih di antara pilihan kata yang tersedia. Pemilihan kata
tertentu oleh penulis menunjukkan bagaimana pemaknaan
seseorang terhadap fakta atau realitas, selain itu pemilihan kata
tertentu juga mengisyaratkan penggambaran dari sikap penulis
22
yakni bagaimana pihak musuh digambarkan secara negatif
sedangkan pihak sendiri digambarkan secara positif.
d) Retoris
Salah satu model penelitian analisis teks ialah retoris. Retoris
merupakan gaya yang diungkapkan seseorang dalam berbicara
atau menulis. Adapun yang diteliti dalam analisis retoris ini ialah
grafis. Grafis merupakan ekspresi dari penulis yang ingin
menekankan bagian tertentu dalam teks, bentuk dari penekanan
tersebut dapat melalui pemakaian huruf tebal, huruf miring, garis
bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar,
maupun penggunaan gambar dan lainnya.
Setiap elemen struktur wacana dapat digunakan untuk
menganalisis segala bentuk teks. Walaupun struktur wacana terdiri dari
beberapa elemen, tetapi semua elemen itu merupakan satu kesatuan
yang saling berhubungan dan saling mendukung antara elemen satu
dengan elemen lainnya. Tetapi untuk kepentingan penenlitian tertentu,
tidak perlu semua elemen struktur wacana diamati, satu elemen saja
dari struktur wacana sudah dapat digunakan untuk menganalisis sebuah
teks, misalnya mengamati bidang semantik.12
b. Kognisi Sosial
Selain menjelaskan analisis teks, dalam analisis Van Dijk juga
dijelaskan konsep tentang kognisi sosial. Kognisi sosial merupakan
kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut. Dalam
12
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualtitatif: Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), cet. Ke- 8 h. 176
23
pandangan Van Dijk, untuk membongkar bagaimana makna
tersembunyi dari teks, dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks
sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak
mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa,
atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh
karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi dan
strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita, karena setiap teks
pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka,
atau pengetahuan tertentu atas suatu peristiwa.
c. Konteks Sosial
Van Dijk berupaya untuk merumuskan pengertian konteks sosial
atau analisis sosial sebagai suatu usaha menganalisis bagaimana wacana
berkembang dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi
seseorang atau peristiwa digambarkan. Wacana adalah bagian dari
wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti
teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana
wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam
masyarakat. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan
bagaimana makna yang dihayati bersama. Penelitian ini sangat efektif
dalam melihat sejauh mana peranan teks membangun pemahaman
bersama dalam masyarakat.
24
B. Pengertian Ihsan
Kita dapat menemukan sejumlah ayat tentang Ihsan atau akhlak
yang utama dalam Al-Qur‟an. Allah SWT berfirman dalam (Q.S. an-Nahl
[16]: 90) dan (Q.S. ar-Rahman [55]: 60):
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Artinya: “Tidak ada Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”
“...Begitu banyak ayat Alquran yang berbicara tentang Ihsan.
Disini, cukuplah ayat dalam Alquran itu sebagai bukti. Sebagaimana
didefinisikan oleh Nabi SAW, Ihsan adalah beribadah dengan penuh
kerendahan dan kehadiran hati (khudu dan khustuk), seolah-olah kita
melihat Allah dan sadar bahwa Dia melihat kita...”13
Al-Jurjani (w.816 H)
dalam Kitab al-Ta’rifat mengatakan:
“Ihsan adalah kata benda-verbal (mashdar) yang mengacu
kepada apa yang seharusnya dilakukan seseorang dengan cara yang
sebaik-baiknya. Dari tinjauan syariat, kata ini berarti beribadah
kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan apabila engkau
tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu. Inilah
pencapaian sejati ibadah seorang hamba yang didasarkan atas
penyaksian hakikat ketuhanan dengan cahaya penglihatan spiritual.
Jelasnya, penyaksian Allah sebagaimana Dia digambarkan dengan
sifat-sifat-Nya dan melalui sifat-sifat-Nya itulah seseorang
13
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ihsan: Antivirus Kebatilan
dan Kezaliman, (Jakarta: Serambi Ilmu, 2007), h.38
25
menyaksikan-Nya dengan keyakinan, bukan dengan pandangan
lahiriah. Karena itu Nabi Muhammad SAW bersabda, “seolah-olah
kau melihatnya,” karena seseorang menyaksikan-Nya dari balik
hijab sifat-sifat-Nya.” 14
Dalam Kitab Al-Wafi yang diambil dari hadits Shahih Muslim,
Kitabul Iman. Hadits nomor 8:
“Ia bertanya lagi, „Beritahu aku tentang Ihsan. „Nabi Menjawab,
„Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-
Nya, kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya dia melihatmu.”
Ihsan yang merupakan aspek ketiga dari agama dikenal sebagai
aspek rohani. Aspek ini dimaksudkan untuk menyadarkan manusia taktala
ia hendak mempertautkan aspek pertama dan kedua yaitu Iman dan Islam,
serta memperingatkan bahwa Allah selalu hadir dan mengawasi-nya. Ia
harus mempertimbangkan hal ini ketika berpikir dan bertindak. Apabila ia
tidak dapat melihat Allah karena tak seorang pun dapat melihat-Nya di
kehidupan ini, maka ia harus terus menjaga kesadaran dalam hatinya
bahwa Allah ada dan mengawasinya. Ia harus sadar bahwa Allah
mengetahui setiap saat dan hingga hal terkecil dari ibadah dan
keyakinannya. Dengan begitu ia akan mencapai keadaan sempurna, suatu
keadaan ketika ia merasakan kebahagian rohani dan cahaya pengetahuan
yang langsung diberikan Allah ke dalam hatinya.15
14
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ihsan: Antivirus Kebatilan dan
Kezaliman, (Jakarta: Serambi Ilmu, 2007), h.38 15
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ihsan, (Jakarta: Serambi Ilmu), h. 42
26
Islam menggambarkan perilaku seorang muslim, iman berkaitan
dengan kepercayaan dan akidahnya, dan Ihsan mengacu pada keadaaan
hati yang menentukan apakah keislaman dan keimanan seseorang itu akan
membuahkan hasil di kehidupan ini dan kehidupan akhirat atau tidak.
Inilah yang dimaksudkan dalam hadits riwayat Bukhari: “Sesungguhnya di
dalam tubuh terdapat segumpal daging; apabila ia baik, baiklah seluruh
tubuh dan apabila ia rusak, rusaklah seluruh tubuh. Itulah hati.”
“Ihsan adalah ikhlas dan penuh perhatian. Artinya, sepenuhnya
ikhlas untuk beribadah hanya kepada Allah dengan penuh perhatian
sehingga seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika tidak melihatnya, maka
ingatlah bahwa Allah senantiasa melihatmu dan mengetahui apapun yang
ada pada dirimu.”16
Ihsan merupakan rukun agama yang ketiga, yakni melaksanakan
ibadah dalam bentuknya yang diperintahkan Allah, antara lain khusyuk,
runduk, ikhlas, dan menghadirkan kalbu. Yang juga tercakup di dalam
Ihsan adalah menghadirkan keagungan dan kebesaran Allah, merasa
dilihat oleh Allah, baik ketika diam maupun bergerak. Seorang hamba
harus selalu merasa diawasi oleh Tuhannya dalam semua perbuatannya
dan mengetahui bahwa Dia memperhatikan dan melihat semua
perbuatannya. Dalam hal ini Ihsan juga dikatakan sebagai pengetahuan
tentang hal-hal yang diwajibkan kepada hamba dari sudut batinnya, dalam
bentuk akhlak dan kalbu, yang kemudian disebut tasawuf. Ia mencakup
tiga bidang masalah, yaitu menghindar dari dunia kebendaan, kembali ke
16
Dr. Musthafa Dieb Al-Bugha, Al-Wafi Menyelami Makna 40 Hadits Rasulullah,
(Jakarta: Al-Itisom, 2013), h.11
27
duania keabadian (darul khulud), dan bersiap menghadapi kematian
sebelum terjadi.17
Menurut kamus bahasa Arab, kata Ihsan dan kata-kata bentuknya
memiliki beberapa makna, diantaranya:18
Hasuna: “Menjadi atau tampak sempurna, indah, bagus”,
Ihsanan: “(Berbuat secara) sempurna”,
Ahsana: “Ia melakukan suatu kebaikan yang besar”,
Ihsan: “Kebaikan”,
Husna: “hadiah” atau “balasan baik”
Hasan: “sempurna, indah, bagus”, dan
Hisanun: “sesuatu yang indah sempurna”
“Menjadi indah” dalam makna yang pertama berarti menghiasi diri
dengan sifat-sifat baik, dan memperelok diri secara batin dan lahir.
Apabila dipergunakan sebagai kata sifat, kata ini berarti kebaikan sebagai
suatu ciri atau sikap batin dan juga kesabaran atau ketenangan.
Dalam kata pengantar buku ESQ Power HS. Habib Adnan
mengatakan bahwa Ihsan berarti berbuat kebajikan dengan cara yang
sebaik-baiknya. Ihsan memiliki tujuan agar manusia dalam bekerja dan
berkarya senantiasa meningkatkan kualitasnya. Kualitas yang tinggi atau
baik tersebut, tidak hanya terkait dalam aktivitas kehidupan duniawi,
namun juga menyangkut aktivitas kehidupan ukhrawi, karena memang
17
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Mengenal Mudah Rukun Islam Rukun Iman
Rukun Ihsan Secara Terpadu, (Bandung: Al Bayan, 1998), h.121 18
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ihsan, (Jakarta: Serambi Ilmu), h.39
28
Islam memandang dua kehidupan tersebut sebagai satu kesatuan dan
sistem kerja yang terintegrasi.19
Menurut Cak Nun, “Ihsan” itu kebaikan yang lahir murni dari
nurani manusia: orang berbuat baik meskipun tidak disuruh, tidak
diwajibkan, tidak diatur oleh hukum atau etika.20
Kata Rasulullah setelah
Iman itu Islam, kemudian Ihsan. Zakat itu Islam, maka kalau sodaqoh itu
Ihsan. Sebab sodaqoh lahir dari nuranimu diri sendiri. Kalau Anda
blusukan karena memang kebutuhanmu sendiri dan kebutuhan rakyatmu,
dan itu murni tidak dibiayai APBD dan APBN maka itu Ihsan. Jadi Iman,
Islam, Ihsan sangat jelas.21
Ihsan berarti yang terbaik. Rasulullah menegaskan agar kita
meneladani karakter Allah. Dan karakter tertinggi Allah diyakni adalah
Ihsan. Di dalam Alquran surat Ar-Rahman ayat 60 : “Tidak ada balasan
Ihsan kecuali Ihsan”. Kalau kita melakukan yang terbaik maka Allah pasti
akan memberikan yang terbaik. Hal ini bukan hanya untuk orang muslim
tapi untuk setiap manusia. Ketika Allah memberitakan mengenai
kematangan kebaikan, kebenaran, dan keindahan di Alquran selalu
memakai kata Ihsan. Semua yang sifatnya puncak kebaikan selalu Allah
menggunakan kata Ihsan. Ihsan adalah transform dari Iman menjadi Islam
19
H. S. Habib Adnan, “Pengantar dari Guru dan Sahabat”, dalam Ary Ginanjar Agustian,
ESQ Power: Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan, (Jakarta: Penerbit Arga, 2003), h. xiii 20
Emha Aninun Nadjib, Allah 2014, artikel ini diakses pada 02 April 2015 di
https://www.caknun.com/2012/allah-2014/ 21
Emha Aninun Nadjib, Allah 2014, artikel ini diakses pada 02 April 2015 di
https://www.caknun.com/2014/membangun-karakter-ihsan-dengan-al-quran/
29
kemudian Ihsan. Gampangnya iman adalah benihnya, islam adalah pohon
dan daun-daunnya, Ihsan adalah buahnya.22
Ada beberapa bagian Ihsan, termasuk semua sifat baik seorang
mukmin seperti takwa, warak, zuhud, khusyuk, khudu (rendah hati), sabar,
sidik (benar), tawakkal, adab (baik budi), tobat (kembali ke jalan yang
benar), in‟abah (berpaling kepada Allah), hilm (lembut), rahmah (kasih
sayang), dermawan, tawaduk (rendah hati), haya (sederhana), syajaa
(berani), dan lain-lain.23
Dengan demikian semakin jelaslah bahwa kedudukan Ihsan yang
disebutkan dalam Alquran merupakan maqam yang sangat tinggi.
Sebagaimana dikatakan oleh malaikat Jibril, dalam sebuah hadits terkenal
riwayat Bukhari & Muslim, Ihsan merupakan bagian hakiki dari agama. Ia
menempatkannya sejajar dengan Islam (Ketundukan) dan Iman
(Keyakinan). Agama terdiri atas tiga hal, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan,
yang masing-masing memiliki definisinya sendiri, karena itu banyak ayat
Alquran berbicara dengan Ihsan.24
C. Macam-macam Media Dakwah
Media dakwah dapat digolongkan menjadi 5 golongan besar, yaitu:
1. Lisan: termasuk dalam bentuk ini ialah khutbah, pidato, ceramah,
kuliah, diskusi, seminar, musyawarah, nasihat, ramah tamah, dalam
anjang sana, obrolan secara bebas setiap ada kesempatan, yang
kesemuanya dilakukan dengan lidah atau bersuara.
22
Emha Aninun Nadjib, Allah 2014, artikel ini diakses pada 02 April 2015 di
https://www.caknun.com/2014/membangun-karakter-ihsan-dengan-al-quran/ 23
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ihsan, (Jakarta: Serambi Ilmu), h.43 24
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ihsan, (Jakarta: Serambi Ilmu), h.38
30
2. Tulisan (media cetak): Dakwah yang dilakukan dengan perantara
tulisan seperti: Buku-buku, majalah, surat kabar, buletin, risalah,
kuliah-kuliah tertulis, pamflet, pengumuman-pengumuman tertulis,
spanduk dan lain sebagainya. Da‟i yang menguasai di bidang ini
adalah da‟i yang ahli dalam jurnalistik yakni keterampian mengarang
dan menulis.
3. Lukisan: yakni gambar-gambar hasil seni lukis, seperti foto dan lain
sebagainya, bentuk tertulis ini banyak menarik perhatian orang dan
banyak dipakai untuk menggambar suatu maksud ajaran yang ingin
disampaikan kepada orang lain, misalnya komik-komik bergambar
yang dewasa ini sangat disenangi anak-anak
4. Media Audio Visual: yaitu cara penyampaian yang sekaligus
merangsang penglihatan dan pendengaran, misalnya, televisi, televisi
dapat menyajikan sebuah gambar maupun sebuah suara, televisi dapat
menjangkau masyarakat luas, televisi dewasa ini amat digandrungi
oleh masyarakat pada umumnya, di zaman yang global ini tanpa
televisi dunia terasa hampa bagi penggemar informasi, dengan adanya
televisi dunia terasa sempit, kita dapat melihat kutub utara dengan
bantuan televisi tanpa harus pergi ke kutub utara dan melihat berbagai
penjuru dunia melalui media televisi ini, efektifitas sebuah televisi
untuk berdakwah pada zaman sekarang sangatlah tepat dikarenakan
dapat menjangkau umat yang berada di mana saja.
5. Internet: Internet adalah sejenis media massa yang agak baru, di
Indonesia internet baru dimanfaatkan pada tahun 1996. seseorang
31
yang mempunyai komputer dapat tersambung dan berkomunikasi
dengan jaringan computer lewat satelit. Penyiaran informasi melalui
media internet tidak hanya oleh suatu lembaga yang bergerak dalam
penyiaran informasi namun dapat dilakukan oleh perseorangan.
Informasi yang dibuat seseorang dapat diketahui orang banyak
sepanjang ia mempunyai jaringan.
6. Akhlak: Yaitu suatu cara penyampaian langsung ditunjukkan dalam
bentuk perbuatan yang nyata seperti perbuatan-perbuatan yang
terpuji.25
Dilihat dari segi sifatnya media dakwah dapat digolongkan menjadi 2
golongan, yaitu:
1. Media Tradisional, yaitu berbagai macam seni dan pertunjukan yang
secara tradisional dipentaskan di depan umum terutama sebagai
hiburan yang memiliki sifat komunikatif seperti ludruk, wayang kulit,
dan drama
2. Media Modern, yaitu media yang dihasilkan dari teknologi antara lain
televisi, radio, pers dan lain-lain.26
D. Buku Sebagai Media Komunikasi dan Dakwah
Secara istilah media merupakan jamak dari bahasa latin yaitu
“median”, yang berarti alat perantara. Sedangkan secara istilah media
berarti segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
tertentu. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa media dakwah berarti
25
Hamzah Yaqub, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung: CV
Diponegoro, 1992), Cet ke- 1, h. 47-48 26 Adi Sasono, et. al. Solusi Islam Atas Problematika Umat, (Ekonomi, (Pendidikan
dan Dakwah), (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet ke-1, h. 154
32
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dakwah yang
telah ditentukan.27
Ali Aziz mengatakan “...Media dakwah adalah sarana atau
perantara dalam menyampaikan pesan dakwah kepada khalayak. Media
dakwah atau dalam bahasa arab dikenal dengan istilah wasilah dakwah,
merupakan salah satu unsur dakwah di samping unsur lainnya seperti da‟i,
mad‟u (mitra dakwah), maddah (materi), thariqoh (metode dakwah), atsar
(efek)...”28
Beragam karya tulis, baik ilmiah, ilmiah populer, maupun fiktif
seperti buku, novel, cerpen, dan cerber, biasanya digunakan orang untuk
mengungkap pesan. Karya-karya tersebut merupakan salah satu
perwujudan media yang efektif dalam berdakwah, terutama ketika dakwah
ditujukan kepada mereka yang telah memiliki budaya baca melebihi
budaya tutur. Sebagai seorang sastrawan, Hamka juga dikenal pandai
memainkan keindahan bahasa yang dimilikinya untuk menyeru umat
manusia menuju jalan Allah. Semuanya dilakukan melalui media tulis,
yang tentu saja berbeda bila dibandingkan dengan media lainnya dalam
berdakwah.29
Apapun yang terjadi, buku memang telah mulai menjadi alternatif
rujukan umat. Sehingga menjadikan buku sebagai sarana dakwah,
taushiyah, maupun koreksi dan kritik terhadap sesama muslim, merupakan
jalan yang layak untuk ditempuh. Asalkan semuanya berangkat dari niat
27
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983),
h.163 28
M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet-1, h.121 29
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Dakwah; Teori Pendekan, dan Aplikasi, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2012), h. 36
33
yang mulia, dan untuk tujuan yang mulia pula, yaitu menuju pencerahan,
menggapai kebenaran, dan tentu saja menghindarkan umat dari
”penyimpangan dan kesesatan” sebagai inti dakwah.30
30 Badiatul Muchlisin Asti, Berdakwah dengan Menulis Buku, (Bandung: Media Qalbu,
2004), Cet ke-1, h. 41-44
34
BAB III
GAMBARAN UMUM ARY GINANJAR AGUSTIAN
DAN BUKUNYA
A. Profil Ary Ginanjar Agustian
1. Riwayat Hidup Ary Ginanjar Agustian
Di balik keberhasilan ESQ yang fenomenal, tentulah berdiri seorang tokoh
yang inovatif dan kreatif. Tokoh pencetus ide sekaligus pendiri ESQ Leadership
Center adalah Ary Ginanjar Agustian. Ary Ginanjar Agustian adalah seorang
profesional yang telah berkecimpung di dunia bisnis selama lebih dari 20 tahun.
Seorang pengusaha muda yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal
mengenai keagamaan atau psikologi. Ia mendalami bidang keagamaan dengan
mandiri melalui metode kemerdekaan berpikir. Melalui buku-buku yang dipelajari,
perenungan serta pengalamannya tersebut Ary Ginanjar menulis sebuah buku yang
sangat fenomenal “ESQ: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi &
Spiritual”. Di dalam buku tersebut ia menyampaikan gagasan bahwa untuk
mencapai keberhasilan, kecerdasan intelektual (IQ) saja tidak cukup. Diperlukan
kecerdasan emosional (EQ) yang akan memberikan keterampilan dalam
bersosialiasi dan berhubungan dengan orang lain, serta kecerdasan spiritual (SQ)
yang akan memberikan jawaban atas eksistensi diri. Untuk menggabungkan ketiga
kecerdasan tersebut, Ary Ginanjar merancang sebuah konsep yang disebutnya The
ESQ Way 165, yaitu sebuah konsep pembangunan karakter yang komprehensif dan
integratif berdasarkan satu nilai universal, enam prinsip pembanguan mental dan
lima langkah aksi.1
1 Artikel ini diakses pada Selasa, 31 Maret 2104 di http://www.esqway165.com/about-us/founder/
35
Ary Ginanjar Agustian mengawali Training ESQ Leadership Center dari
sebuah buku Best Seller ini yang di awali dari bedah buku dan seminar sehingga
menjadi sebuah Training Profesional yang terpadu dan terencana dengan baik.
untuk mencapai Indonesia Emas 2020 - 2030 - 2045.2 Untuk menyampaikan
konsep tersebut, Ary Ginanjar merancang metode training yang menggunakan
teknologi tinggi dan multimedia modern. Ia kemudian mendirikan lembaga training
pembangunan karakter yaitu ESQ Leadership Center. Sampai saat ini jumlah
trainer ESQ yang mendapatkan lisensi dari Ary Ginanjar sudah mencapai hampir
100 orang. Mereka telah mendapatkan pembinaan dan pendidikan secara sistematis
melalui rangkaian training dengan sistem mentoring, computer based training
(CBT), dan sebagainya.
Keberhasilannya dalam memberikan motivasi dan semangat perubahan
melalui buku serta training tersebut, membuat Ary Ginanjar terpilih sebagai salah
satu The Most Powerful People and Ideas in Business 2004 oleh Majalah
Swasembada. Ia juga terpilih menjadi Tokoh Perubahan 2005 oleh Koran
Republika serta didaulat menjadi Pengurus Dewan Pakar ICMI periode 2005–
2010.3
Pada Maret 2007, Ary Ginanjar juga telah berhasil memperkenalkan ESQ di
Oxford, Inggris. Dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan oleh The Oxford
Academy of Total Intelligence tersebut Ary Ginanjar telah memukau sejumlah
pakar Spiritual Quotient (SQ) dari berbagai negara seperti Amerika Serikat,
Australia, Denmark, Belanda, Nepal dan India.
Penghargaan serta pengakuan atas konsep The ESQ Way 165 sebagai
metode pembangunan karakter terus mengalir. Pada peringatan Sumpah Pemuda di
2 Artikel ini diakses pada Senin, 06 April 2015 di http://aryginanjar.com/
3 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Spiritual ESQ Jilid 1, (Jakarta:
Arga Tilanta, 2012), Edisi revisi, h. Tentang Penulis
36
tahun 2009, Ary Ginanjar menerima penghargaan dari Menteri Pemuda dan Olah
Raga (Menpora) yang bertajuk “ESQ Model sebagai Metode Pembangunan
Karakter”. Kemudian pada tahun yang sama Majalah Biografi Politik juga
menobatkan Ary Ginanjar sebagai Pemimpin Muda Berpengaruh 2009. Sebagai
penghargaan atas kontribusi ESQ dalam pembangunan karakter di lingkungan
Kepolisian RI maka di tahun 2010 Ary Ginanjar menerima pula penghargaan dari
Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Konsep The ESQ Way 165 sebagai metode pembangunan karakter juga
telah diakui secara akademis melalui penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa
oleh Universitas Negeri Yogyakarta kepada Ary Ginanjar pada Desember 2007.
Ary Ginanjar juga mendapat kepercayaan untuk mengajar mata kuliah “Strategi
Pendidikan Karakter” di program pascasarjana UNY.4
Kini, Ary Ginanjar yang lahir pada 24 Maret 1965, adalah Presiden
Direktur PT Arga Bangun Bangsa dan Pendiri ESQ Leadership Center, pusat
penyelenggaraan training ESQ. ESQ adalah sebuah ikon dan Ary Ginanjar telah
mengenalkan paradigma baru dalam bidang SDM yang menyinergikan science,
sufisme, psikologi, dan manajemen dalam satu kesatuan yang terintegrasi dan
transedental dalam konsep ESQ Way 165.
Berikut Data Pribadi Ary Ginanjar Agustian:5
Tempat & Tanggal Lahir
Bandung, 24 Maret 1965
Latar Belakang Pendidikan
4 Ary Ginanjar Agustian, Mengapa ESQ, (Jakarta: Arga Tilanta, 2011), Cet. Ke-3, h. Cover dalam
5 Data ini diakses pada 06 Juli 2015 dari https://pakarpembangunankarakter.wordpress.com/siapa-
ary-ginanjar/
37
1983-1986 Manajemen Pariwisata, Sekolah Tinggi Pariwisata-Bandung,
Indonesia
1986-1987 Manajemen Pariwisata, TAFE College – Adelaide, Australia
1988-1990 Sarjana Sains Terapan, Universitas Udayana – Denpasar,
Indonesia
2007 Doctor Honoris Causa (H.C.) di Bidang Pembangunan Karakter,
Universitas Negeri Yogyakarta – Indonesia
Penghargaan
2004: “The Most Powerful People and Ideas in Business” oleh Majalah
Swasembada
2005: Koran Sindo; Tokoh Perubahan
2005: “Agents of Change in 2005″ oleh Harian Republika Wakil Ketua
Dewan Ahli, Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI)
2008: “Hero of New Period” oleh Majalah Simpati Zone
2009: “One of The Most Powerful People” oleh majalah Biografi Politik
2009: “ESQ Model sebagai Metode Pembangunan Karakter” oleh
kementerian Pemuda dan Olahraga, Republik Indonesia.
2009: “Preaching Dedication” oleh Nahdlatul Ulama
2009: “Golden Honorary Police” oleh Kepala Kepolisian Wilayah Jawa
Barat”
2010: “Pembangunan Karakter Kepolisian RI atas Kontribusi ESQ” oleh
Kepolisisan RI
2011: “Anugerah Darjat Khalifah Kalam” oleh PIKUM, Malaysia
2012: “Pemilik HKI Sukses” oleh Wakil Presiden Republik Indonesia
2013: “Tokoh Inspiratif” oleh Balai Pustaka dan Majalah Horison
38
“Tokoh Integritas Nasional” oleh Komunitas Pengusaha Anti Suap
Indonesia “Sebagai Amirul Hajj” oleh Dirjen Haji dan Umroh,
Kementerian Agama RI dalam rangka Program Pembangunan Karakter
Bagi Para Petugas dan Jamaah Haji
Pembicara Di Seminar Internasional
2007: “SQ in Islam”. Oxford, United Kingdom
2008: “The Asia HRD Congress”, Jakarta – Indonesia
2009: “The Asia HRD Congress”, Kuala Lumpur – Malaysia
2010: “Program for Advanced Leadership and Management (PALM)”,
Madinah – Saudi Arabia
Kegiatan Sosial
2004: Pendiri Yayasan Wakaf Bangun Nurani Bangsa
2006: Pendidiri Yayasan Cahaya 165
2007: Pendiri Yayasan Ary Ginanjar Agustian
2. Sejarah ESQ Leadership Center
Sesuatu yang besar tentu bermula dari satu titik saja. Begitu pula dengan
keberadaan ESQ di Indonesia. Bermula dari sebuah buku yang diterbitkan dan
dipasarkan sendiri oleh penulisnya, ESQ kemudian bertransformasi menjadi sebuah
pelatihan sumber daya manusia. Menyadari bahwa proses sama pentingnya dengan
hasil akhir, ESQ terus bergerak berbenah dalam wadah ESQ Leadership Center,
maka sebuah gerakan pencerahan pun dimulai.6
ESQ Leadership Center adalah lembaga training sumber daya manusia yang
bertujuan membentuk karakter melalui penggabungan 3 potensi manusia yaitu
kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Selama ini, ketiga potensi tersebut
6 Artikel ini diakses pada Selasa, 31 Maret 2104 di http://www.esqway165.com/about-us/
39
terpisah dan tidak didayagunakan secara optimum untuk membangun sumber daya
manusia. Akibatnya, terjadi krisis moral dan split personality yang berdampak
pada turunnya kinerja. Lebih buruk lagi, mereka menjadi manusia yang kehilangan
makna hidup serta jati dirinya.
Training ESQ adalah solusi untuk menjawab permasalahan tersebut dengan
menggunakan metode spiritual engineering yang komprehensif serta berkelanjutan.
Melalui training ESQ, ketiga potensi manusia digabungkan dan dibangkitkan
sehingga terbentuk karakter yang tangguh, peningkatan produktivitas sekaligus
melahirkan kehidupan yang bahagia dan penuh makna .
Setelah 10 tahun berdiri, sejak 16 Mei 2000, ESQ telah menjadi salah satu
lembaga pelatihan sumber daya manusia terbesar di Indonesia. Setiap bulan
terselenggara rata-rata 100 even training di dalam maupun luar negeri, dan
menghasilkan alumni per bulan rata-rata 10.000-15.000 orang. Sampai dengan saat
ini, telah terselenggara lebih dari 5,000 training (data per November 2010) dengan
total alumni hampir 1 juta orang (data per Nopember 2010). Untuk melaksanakan
itu semua, ESQ Leadership Center saat ini didukung lebih dari 500 orang
karyawan.
Sejak tahun 2006, mulai diselenggarakan training di luar negeri seperti
Malaysia, Brunei, Singapura, Belanda, Amerika Serikat, dan Australia. Tahun
2009, beberapa negara lainnya seperti Jepang, Dubai, Mesir pun menunggu untuk
terselenggaranya training ESQ. Khusus di Malaysia, sejak bulan April 2007 secara
resmi dibuka cabang ESQ.
Training ESQ bukan hanya ditujukan bagi kalangan dewasa namun juga
bagi mahasiswa, remaja dan anak-anak, sebagai generasi penerus masa depan yang
harus diselamatkan. Menyadari akan tanggung jawab sosialnya, ESQ Ledership
40
Center bekerjasama dengan Forum Komunikasi Alumni ESQ telah melaksanakan
berbagai program bagi masyarakat dan salah satu diantaranya adalah training
cuma-cuma bagi lebih dari 100,000 (data per November 2010) guru di seluruh
Indonesia. Tujuannya, agar para guru memiliki kecerdasan emosional dan spiritual
di samping kecerdasan intelektual dan membangun ketiga kecerdasan tersebut pada
para siswa. Program tersebut akan terus digulirkan hingga target minimum 1 juta
orang guru tercapai pada tahun 2020.
3. Visi dan Misi ESQ
Visi
Terwujudnya peradaban emas dan kehidupan yang penuh arti bagi berjuta manusia
di dunia.7
Misi
Melakukan percepatan transformasi karakter dan budaya bangsa melalui The ESQ
Way 165.
Nilai
7 BUDI UTAMA:
1. Jujur
2. Tanggung jawab
3. Visioner
4. Disiplin
5. Kerjasama
6. Adil
7. Peduli
7 Artikel ini diakses pada Senin, 06 April 2015 di http://www.esqway165.com/about-us/vission-
and-mission/
41
4. ESQ Sebagai Solusi
Manusia memiliki tiga modal dalam bekerja yaitu modal materil atau fisik,
modal sosial, dan modal spiritual. Modal fisik (physical capital) berupa
keterampilan atau pengetahuan, modal sosial (social capital), yaitu rasa
kebersamaan serta keterikatan emosi, dan modal spiritual (spiritual capital), yaitu
kemampuan mengenal diri sebagai hamba Tuhan.
Untuk mengelola ketiga modal tadi, diperlukan tiga jenis kecerdasan.
Fungsi IQ adalah “What I think” (apa yang saya pikirkan) untuk mengelola
kekayaan fi sik atau materi; fungsi EQ adalah “What I feel” (apa yang saya
rasakan) untuk mengelola kekayaan sosial; dan fungsi SQ adalah “Who am I”
(siapa saya) untuk mengelola kekayaan spiritual. Agar dapat melahirkan manusia
yang memiliki motivasi total, maka tidak cukup hanya dengan mengasah potensi
kecerdasan intelektual (IQ), namun perlu dipertajam potensi emosi (EQ) dan juga
dilandasi potensi spiritual (SQ).
Training ESQ yang menggunakan konsep The ESQ Way 165 adalah sebuah
metode training yang mampu menggabungkan tiga potensi dasar manusia, yaitu
kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual
(SQ) sehingga memberikan motivasi intelektual, emosional, dan spiritual dalam
upaya meraih kebahagiaan hakiki.
Dalam kaitannya dengan upaya internalisasi misi,visi, dan nilai, ESQ
Training mampu menjadikan ketiga hal itu menjadi sebuah keyakinan pribadi
(personal beliefs). Dampak bagi individu adalah menemukan makna bekerja dan
termotivasi oleh sebuah alasan spiritual sedangkan bagi insitusi tempatnya bekerja
adalah meningkatkan produktivitas dan loyalitas pekerja.
42
5. Karya-karya Ary Ginanjar Agustian
a. Buku ESQ
1. Bangkit Dengan 7 Budi Utama (Revisi)
2. Building The Best Indonesian Bussiness Way
3. Cergam 7 Budi Utama for Kids (Adil)
4. Cergam 7 Budi Utama for Kids (Disiplin)
5. Cergam 7 Budi Utama for Kids (Nilai Kejujuran )
6. Cergam 7 Budi Utama for Kids (Nilai Kerjasama)
7. Cergam 7 Budi Utama for Kids (Nilai Tanggung Jawab )
8. Cergam 7 Budi Utama for Kids (Peduli)
9. Cergam 7 Budi Utama for Kids (Visioner)
10. Cergam Kedisiplinan Nabi (Bilingual)
11. Cergam Nabi Yang Jujur (Bilingual)
12. Cergam Nabi Yang Peduli (Bilingual)
13. Cergam Nabi Yang Visioner (Bilingual)
14. Cergam Tanggung Jawab Nabi (Bilingual)
15. Dialog Suara Hati
16. ESQ For Teens 1
17. ESQ For Teens 2
18. ESQ For Teens 3
19. ESQ Kurma
20. ESQ Kurma For Teens
21. ESQ Power
22. Komik esq For Kids 1-6
23. Komik Sang Pemenang
43
24. Munajat Suara Hati Dan Nasihat Asmaul Husna
25. Paket Buku ESQ Jilid HC - NEW
26. Paket Buku ESQ Teens - NEW
27. Rahasia Sukses Membangun ESQ Arabic Ver
28. Rahasia Sukses Membangun ESQ English Ver
29. Rahasia Sukses Membangun ESQ Jilid 1 (HC)
30. Rahasia Sukses Membangun ESQ Jilid 2 (HC)
31. Rahasia Sukses Membangun ESQ Jilid 2 (SC)
32. Spiritual Company
33. Spiritual Samurai HC
34. Why ESQ?8
b. Training ESQ
Training ESQ yang menggunakan konsep The ESQ Way 165 adalah
sebuah metode training yang mampu menggabungkan tiga potensi dasar
manusia, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan
kecerdasan spiritual (SQ) sehingga memberikan motivasi intelektual,
emosional, dan spiritual dalam upaya meraih kebahagiaan hakiki.
Dalam kaitannya dengan upaya internalisasi misi,visi, dan nilai, ESQ
Training mampu menjadikan ketiga hal itu menjadi sebuah keyakinan pribadi
(personal beliefs). Dampak bagi individu adalah menemukan makna bekerja
dan termotivasi oleh sebuah alasan spiritual sedangkan bagi insitusi tempatnya
bekerja adalah meningkatkan produktivitas dan loyalitas pekerja. Diantara
training ESQ ini yaitu:
Character Building Series
8 Data ini didapatkan melalui gmail email dari staff ESQ Store oleh Edie Purnomo Fariki pada
Rabu, 01 April 2014
44
1. ESQ Character Building 1:
Personal Transformation
2. ESQ Character Building 2:
Mission & Character Building
3. ESQ Character Building 3:
Self Control & Collaboration
4. ESQ Character Building 4:
Total Action
5. ESQ Character Building For Kids
6. ESQ Parenting
Heart Series
1. Service From Heart
2. Communication From Heart
3. Leadership From Heart
Dan beberapa kegiatan ESQ antara lain:
1. ESQ Bussines School
2. ESQ Tour
3. ESQ Haji Dan Umrah
4. ESQ Wakaf Dan Zakat
B. Sekilas Tentang Buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi &
Spiritual ESQ” Jilid 1
Dalam buku ini, Ary Ginanjar Agustian berusaha menggabungkan Emotional
Intelligence (EQ) yang didasari dengan hubungan antara manusia dengan Tuhannya
(SQ), sehingga menghasilkan ESQ: Emotional and Spiritual Quotient. Ary Ginanjar
memaparkan pemikirannya melalui sebuah ESQ Model, yang menggambarkan
45
seluruh pemahaman dan fenomena secara komprehensif. Bermula dari titik fitrah,
berlanjut kepada pembangunan prinsip hidup yang membangun mental, hingga
ketangguhan sosial yang dirangkumkan secara berintegrasi.
Sungguh sebuah fenomena mengharukan, bahwa selama ini kurang lebih 1400
tahun lamanya harta karun yang tak ternilai harganya itu, terpendam begitu saja tanpa
pernah dimaknai keberadaannya. Ia hanya terdapat di baris-baris paragraf dalam
buku-buku agama penghias rak pepustakaan. Sebuah harta karun yang nilai
intrinsiknya tak terukur tingginya, dialah Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan.
Peletakan nilai-nilai akidah yang telah dilakukan Rasulullah SAW berabad-abad
lampau yang mengantarkan Islam pada keagungan dan kejayaan, serta telah banyak
melahirkan generaswi-generasi peretas dunia, dari gelap gulita ke alam pencerahan
pikiran. Bahwasanya Ihsan, Rukun Iman, dan Rukun Islam bukan hanya sebuah
ajaran ritual semata, tetapi memiliki makna maha penting dalam pembangunan
kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) sebuah bangsa.9
Adapun Ihsan, Rukun Iman dan Rukun Islam, di samping sebagai petunjuk
bagi umat Islam; sejatinya pokok pikiran dalam Ihsan, Rukun Iman, dan Rukun Islam
tersebut juga merupakan pembimbing dalam mengenali ataupun memahami perasaan
kita sendiri; perasaan orang lain; memotivasi diri; serta mengelola emosi dalam
berhubungan dengan orang lain. Hal inilah yang mendasari pemikiran buku ini,
bahwa Rukun Iman dan Rukun Islam adalah sebuah metode pembangunan emotional
intelligence (EQ) yang didasari oleh hubungan antara manusia dengan Tuhannya
(SQ), sehingga dinamakan dengan Emotional and Spiritual Quotient (ESQ).
Selama ini, terjadi semacam stereotip bahwa Ihsan, Rukun Iman, dan Rukun
Islam adalah untuk keperluan akhirat, dan ajaran Barat untuk keberhasilan dunia.
9 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Spiritual ESQ, (Jakarta: Arga
Publishing, 2010), Cet. Ke-51, h. 379
46
Akibatnya, bagi orang yang cenderung pada kepentingan akhirat, mereka akan
bergeser ke arah kanan, tetapi terkadang terlalu ke kanan, yang kemudian
mengakibatkan lahirnya “kaum sekular kanan”. Mereka-merekalah yang kemudian
mengabaikan tugasnya semasa di dunia. Sebaliknya, kelompok yang terlalu
berorientasi pada dunia, berdeser ke arah kiri dan rentan untuk terlalu ke kiri.
Akibatnya terbentuklah “kelompok sekular kiri” yang mengesampingkan kepentingan
akhirat atau spiritual.10
Pemikiran dalam buku ini bertuajuan untuk menggeser mereka ke tengah.
Kelompok sekular kiri diharapkan bergerak ke kanan, dan kaum sekular kanan dapat
bergerak ke kiri, sehingga berada pada titik temu seimbang. Keberhasilan sejati baik
di dunia maupun akhirat serta kebahagiaan hakiki, baik lahiriah dan batiniah melalui
mekanisme Ihsan yang satu, Rukun Iman yang enam, dan Rukun Islam yang lima,
akan tercipta manusia unggul hasil celupan Allah. Inilah sejatinya The ESQ Way 165.
Buku ini terdiri dari empat bagian yang masing-masing memaparkan mengenai
unsur-unsur yang terdapat pada ESQ Model. Pada bagian satu (Zero Mind Process–
Penjernihan Emosi), penulis mengharapkan pembaca dapat berpikir secara jernih
terlepas dari belenggu pemikiran yang selama ini menghalangi kecerdasan emosi
manusia. Hasil dari penjernihan emosi ini dinamakan "God-Spot" atau fitrah. Pada
bagian dua (Mental Building), Ary Ginanjar menjelaskan tentang arti pentingnya alam
pikiran. Di tahap ini, penulis menjabarkan mengenai cara membangun alam berpikir
dan emosi secara sistematis berdasarkan Rukun Iman yang diperkenalkan dengan
istilah Enam Prinsip, yaitu:11
1. Star Principle – Prinsip Bintang (Iman kepada Allah)
10
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Spiritual ESQ, (Jakarta: Arga
Publishing, 2010), Cet. Ke-51, h. 382 11
Artikel ini diakses pada Senin, 06 April 2015 di http://www.bukuesq.wordpress.com/tag/resensi-
buku-esq/
47
2. Angel Principle – Prinsip Matahari (Iman kepada Malaikat)
3. Leadership Principle – Prinsip Kepemimpinan (Iman kepada Nabi dan
Rasul)
4. Learning Principle – Prinsip Pembelajaran (Iman kepada Al Qur’an)
5. Vision Principle – Prinsip Masa Depan (Iman kepada Hari Kemudian)
6. Well Organized Principle – Prinsip Keteraturan (Iman kepada Ketentuan
Allah)
Pada bagian tiga (Personal Strength–Ketangguhan Pribadi), berisi mengenai
penjabaran mengenai tiga langkah pengasahan hati yang dilaksanakan secara
berurutan dan sangat sistematis berdasarkan Rukun Islam. Langkah ini dimulai
dengan Mission Statement (Dua Kalimat Syahadat), dilanjutkan dengan Character
Building (Shalat 5 Waktu) dan diakhiri dengan Self Controlling (Puasa). Dengan
melakukan ketiga langkah ini, pembaca diharapkan dapat memiliki ketangguhan
pribadi. Menurut penulis, ketangguhan pribadi perlu diimbangi dengan ketangguhan
sosial yang dapat diwujudkan dengan pembentukan dan pelatihan untuk melakukan
sinergi dengan orang lain atau dengan lingkungan sosialnya. Pelatihan yang diberikan
dinamakan Strategic Collaboration atau Langkah Sinergi (Zakat) dan Total Action
atau Langkah Aplikasi Total (Haji).
Inti dari buku ini adalah untuk menjadi seorang yang sukses, tidak hanya
dibutuhkan intelegensi yang tinggi tapi juga kecerdasan emosi yang tidak hanya
berorientasi pada hubungan antar manusia semata tapi juga didasarkan pada hubungan
manusia dengan Tuhannya. Buku ini mensinergikan kebenaran ajaran Islam dengan
penemuan ilmiah dan teori-teori dari para pakar ilmu pengetahun di “Barat”,
khususnya ilmuwan di bidang EQ atau kecerdasan emosi.
48
Buku ini tidak mengangkat dimensi IQ yang sudah tuntas dibahas oleh para
ahli, namun bagaimana cara menyatukan tiga potensi dasar dalam satu kesatuan untuk
menciptakan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang tidak saja memiliki
intelektualitas namun juga memiliki kecerdasan emosi yang dituntun oleh kecerdasan
spiritual.12
Buku yang perlu dibaca, tidak hanya oleh kalangan agamawan atau ilmuwan
tetapi juga oleh masyarakat umum. Dan hendaknya dijadikan bahan acuan pemikiran
dan langkah bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat Islam khususnya
demi kemajuan bangsa dan negara secara keseluruhan.
12
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Spiritual ESQ, (Jakarta: Arga
Publishing, 2010), Cet. Ke-51, h. viii
49
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Berdasarkan data yang telah didapat yang bersumber dari data primer dan
sekunder, peneliti akan menguraikan teks-teks yang terdapat dalam Buku
“Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ: Emotional
Spiritual Quotient” Jilid 1 karya Ary Ginanjar Agustian, baik itu teks secara
umum dan teks wacana Ihsan secara khusus. Dalam penelitian ini, peneliti akan
memaparkan temuan-temuan data berdasarkan teks secara umum,
mewacanakannya, dan mendiskripsikan kalimat-kalimat yang memiliki muatan-
muatan sebagai wacana Ihsan.
A. Analisis Teks dalam Buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi & Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1
Pada bab ini pembahasan akan difokuskan pada analisis teks melalui
struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro, selain itu akan dibahas pula
analisis konteks sosial dan analisis kognisi sosial. Sebelum melakukan
pembahasan, terlebih dahulu akan dipaparkan sub bab bagian I Zero Mind
Process (ZMP) Proses Pembersihan Hati dan Pikiran yang akan diteliti dalam
buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ:
Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1 antara lain: Anggukan universal, Tujuh
belenggu; (Prasangka negatif, Prinsip hidup, Pengalaman, Kepentingan &
Prioritas, Sudut Pandang, Pembanding, Fanatisme), Lahirnya Kesadaran Diri,
Hasil ZMP, Sumber Suara Hati Fitrah, Hasil Akhir ZMP; Melahirkan suara
hati fitrah kembali (inner voice). Itulah bagian-bagian yang akan dianalisis
berdasarkan teks dan temuan data pada buku ini.
50
1. Struktur Makro (Tematik)
Berdasarkan model analisis wacana Van Dijk, struktur makro
merupakan tema atau dikenal dengan istilah tematik. Elemen tematik
menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut
sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik
menggambarkan apa yang ingin diungkapkan wartawan (penulis) dalam
pemberitaannya. Oleh karena itu ia sering disebut sebagai tema atau
topik. Dalam hal ini adalah apa yang diungkapkan oleh penulis buku ini.1
Analisis tematik dalam penelitian ini akan dijabarkan berdasarkan
data-data yang didapatkan dari seluruh bagian 1 dalam buku “Rahasia
Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual ESQ: Emotional
Spiritual Quotient” Jilid 1, yaitu Zero Mind Process (ZMP) Proses
Pembersihan Hati dan Pikiran. Ada pun tema dalam pembahasan kali ini
terdapat tiga bagian.
a. Membebaskan diri dari belenggu pikiran
Setiap manusia dikaruniai suara hati fitrah yang merupakan
sumber kebaikan seseorang, bahkan suara hati fitrah dapat
menuntun hidup seseorang ke arah yang lebih baik. Pada
hakikatnya suara hati fitrah berarti dorongan atau kehendak hati
yang sesuai dengan fitrah dan terbebas dari berbagai belenggu
pikiran. Adapun yang dimaksud belenggu pikiran disini ada tujuh
macam, yaitu: Prasangka, Prinsip Hidup, Pengalaman,
Kepentingan, Sudut Pandang, Pembanding, dan Fanatisme.
1 Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKIS, 2006), Cet. Ke-5, h. 229
51
Ketujuh belenggu inilah yang harus dibersihkan dalam diri
manusia, sehingga ia terbebas dari apa yang membelenggu
pikirannya, khususnya suara hati fitrahnya. Sebagaimana yang
diungkapkan dalam teks berikut:
“Kisah nyata itu, kiranya bisa menjelaskan bahwa sebuah
keterangan, sepotong kalimat atau suatu kejadian, mampu
membelenggu pikiran seseorang.”
Belenggu-belenggu tersebut mampu menghasilkan sebuah
sikap atau tindakan yang dapat merugikan dirinya bahkan
merugikan orang lain di sekitarnya. Berapa banyak orang terjebak
dalam sebuah situasi yang membelenggu pikirannya atau
membelenggu suara hati fitrahnya bahkan berakibat pada
hilangnya sebuah kesempatan dan peluang berharga yang baik
untuk dirinya. Maka dari itu, setiap manusia harus membebaskan
dirinya dari segala hal yang membelenggunya agar terhindar dari
hal-hal yang dapat merugikannya dan merugikan orang lain di
sekitarnya. Sebagimana diterangkan dalam hadis, Rasulullah
SAW bersabda:
Artinya: ” Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging,
jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak
maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal
daging itu adalah hati.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)2
2 Terjemah hadis ini diambil dari buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
& Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1 karya Ary Ginanjar Agustian hal. 3
52
Hadis ini begitu erat kaitannya dengan tema membebaskan
diri dari belenggu pikiran dimana hati merupakan komponen
utama akan kebaikan yang ada pada diri seseorang, oleh karena
itulah suara hati fitrah merupakan sumber kekuatan yang ada
dalam diri kita untuk membebaskan diri dari belenggu-belenggu
negatif yang akan selalu membawa dampak negatif dalam
kehidupan kita.
b. Bereaksi positif dalam segala hal
Seringkali seseorang tidak tepat dalam bereaksi dan bersikap
dalam menghadapi segala hal yang dihadapinya dalam sebuah
situasi. Untuk itu setiap orang diharuskan agar senantiasa
menggunakan suara hati fitrahnya dalam segala situasi agar dapat
menentukan pilihan terbaik yang seharusnya ia lakukan.
Sebagaimana yang diungkapkan dalam teks berikut:
“Setiap diri telah dikarunia oleh Tuhan sebuah jiwa, yang
dengan jiwa itu, ia bebas menentukan pilihan reaksi. Bereaksi
positif atau negatif, bereaksi berhenti atau melanjutkan, berekasi
marah atau sabar, bereaksi reaktif atau proaktif, berekasi baik atau
buruk.”
Hal ini berarti menandakan bahwa diperlukan jiwa yang
bersih berdasarkan suara hati fitrah agar bisa berekasi positif,
yaitu dengan cara membersihkan hati dan pikiran dari tujuh
belenggu yang dapat menghasilkan sikap dan tindakan yang dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain. Sebagaimana diterangkan
dalam firman Allah SWT:
53
Artinya: “Allah mengilhami (sukma) kejahatan dan
kebaikan. Sungguh, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu. Dan Sungguh merugilah orang yang mengotorinya.” (QS.
Asy-Syams 91: 8-10)3
Sebagaimana yang dikatakan Cak Nun, Ihsan berarti yang
terbaik. Kalau kita melakukan yang terbaik maka Allah pasti akan
memberikan yang terbaik. Ketika Allah memberitakan mengenai
kematangan kebaikan, kebenaran, dan keindahan di Alquran
selalu memakai kata Ihsan. Semua yang sifatnya puncak kebaikan
selalu Allah menggunakan kata Ihsan. Intinya tindakan yang baik
atau positif pasti akan berbuah baik dan positif juga, maka rekasi
atau tindakan positif berarti Ihsan.
c. Kemerdekaan berpikir
Ada saat dimana seseorang perlu mengesampingkan segala
sesuatu yang diketahui, diyakini, dan dirasakannya, sehingga
dapat terbebas dari belenggu pikiran yang dapat merusak banyak
hal. Mungkin kerusakan itu tidak instan, tetapi keruskan itu
datang perlahan-lahan hingga menimbulkan kerusakan besar. Hal
ini sangatlah penting agar seseorang dapat berpikir jernih
(merdeka) dan akhirnya menghasilkan output yang baik, bukan
hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk orang lain di sekitarnya.
Sebagaimana yang diungkapkan dalam teks berikut:
3 Terjemah ayat ini diambil dari buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
& Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient” karya Ary Ginanjar Agustian Jilid 1 hal. 39
54
...“Meski secara fisik terbelenggu, ia mampu berpikir
merdeka. Inilah kemerdekaan berpikir.”
Sungguh banyak keuntungan yang akan didapatkan
seseorang jika mampu berpikir jernih (merdeka) dalam segala hal,
bahkan sesuatu yang sejatinya akan berdampak negatif justru bisa
berbalik dan akhirnya dapat berdampak positif. Keadaan ini tidak
sedikit dialami oleh sedikit orang, melainkan banyak dialami oleh
orang yang mau melakukannya (berpikir jernih). Hal ini bisa
dilakukan sesorang dengan menggunkan suara hati fitrahnya yang
murni dalam segala situasi yang dihadapinya sebagai sumber
kebenaran dan penuntun hidupnya, sehingga output yang
dihasilakan selalu positif. Sebagimana diterangkan dalam
Alquran:
Artinya: “Sesungguh, kebenaran jelas(berbeda) dari
kesesatan. Maka barangsiapa ingkar kepada Thaghut (syaithan
dan sembahan selain Allah), dan ia beriman kepada Allah,
sungguh, ia berpegang pada tali yang kuat yang tidak akan
putus.” (QS. Al-Baqarah 2: 256)4
Ada beberapa bagian ihsan, termasuk semua sifat baik
seorang mukmin seperti takwa, warak, zuhud, khusyuk, khudu
(rendah hati), sabar, sidik (benar), tawakal, adab (baik budi), tobat
(kembali ke jalan yang benar), in’abah (berpaling kepada Allah),
4 Terjemah ayat ini diambil dari buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
& Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1 karya Ary Ginanjar Agustian hal. 41
55
hilm (lembut), rahmah (kasih sayang), dermawan, tawaduk
(rendah hati), haya (sederhana), syajaa (berani), dan lain-lain.
Walapun kemerdekaan berpikir (Berpikir Jernih) tidak disebutkan
disini, tentulah hal itu merupakan bagian dari sifat baik seorang
mukmin.
2. Superstruktur (Skematik)
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari
pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana
bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk
kesatuan arti. Struktur skematik atau superstruktur menggambarkan
bentuk umum dari suatu teks. Bentuk teks umumnya terdiri dari
pendahuluan, isi, dan penutup. Untuk melihat bentuk teks itu seperti apa,
dapat dibagi menjadi dua kategori besar yaitu: Pertama, summary; yang
umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead (teras berita).
Kedua, story; yakni isi berita secara keseluruhan.
Judul pada bagian satu buku ini adalah Zero Mind Process
(ZMP); Proses Pembersihan Hati dan Pikiran. Judul ini mengandung arti
bahwasanya sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa kita telah
dikarunia sebuah jiwa yang dengan jiwa itu kita bebas menentukan
sebuah pilihan, yakni bereaksi positif atau negatif. Oleh karena itu,
tentunya seseorang dapat memilih reaksi positif sebagai pilihan terbaik
dengan cara menggunakan suara hati fitrahnya yang murni, sehingga
seseorang itu dapat terbebas dari berbagai belenggu negatif akan hati dan
pikirannya yang pada akhirnya dapat membawa kepada kesucian hati
56
yang fitrah. Hal ini tentu sangat sesuai dengan kriteria Ihsan,
sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh Ali bin Muhammad Al-Jurjani
(w.816 H) dalam Kitab al-Ta’rifat: Ihsan adalah kata benda-verbal
(mashdar) yang mengacu kepada apa yang seharusnya dilakukan
seseorang dengan cara yang sebaik-baiknya. Begitupun dengan apa yang
dikatakan oleh Syeikh Muhammad Hisyam Al-Kabbani dalam bukunya
Tasawuf dan Ihsan: Ihsan adalah menghiasi diri dengan sifat-sifat baik,
dan memperelok diri secara batin dan lahir.
Lead atau teras berita yang terdapat dalam bagian ini adalah
“Sungguh, Allah tidak akan mengubah (nasib) satu kaum jika mereka
tidak mengubah keadaanya sendiri..” QS Ar-Ra’d (Gemuruh) 13:11.
Begitulah Ary Ginanjar Agustian menjadikan ayat suci Alquran, yaitu
surat Ar-Ra’d 13:11 sebagai lead atau teras berita dalam bagian satu ini.
Tentulah ayat ini memiliki makna yang berkaitan erat dengan judul
tersebut, yakni diri kita sendirilah sebenarnya penanggung jawab penuh
dari semua reaksi, sikap, dan juga keputusan. Diri sendirilah penanggung
jawab utama atas sikap yang diambil, bukan lingkungannya. Diri
sendirilah sesungguhnya penentu pilihan tersebut.
Inti dari semua isi teks pada bagian ini adalah semua manusia
sebenarnya memiliki suara hati fitrah yang sama, universal dan terekam
dalam God Spot (fitrah), dengan syarat hati manusia berada dalam
kondisi fitrah (suci). Oleh karena itu, untuk mencapai derajat Ihsan kita
harus dalam kondisi yang suci terlebih dahulu agar kita senantiasa dapat
menggunakan suara hati fitrah kita sebagai penuntun setiap tindakan dan
57
jalan hidup kita. Serta kita harus senantiasa memeliharanya dengan dzikir
Asmaul Husna yang merupakan sumber suara hati fitrah, yaitu dengan
melakukannya di setiap doa dan di akhir shalat. Dengan begitu perlahan-
lahan kita akan merasakan sebuah getaran di dasar hati dan sebuah
makna akan terpancar dari Asmaul Husna.
Orang yang merdeka adalah yang terbebas dari belenggu
prasangka negatif, prinsip-prinsip hidup yang salah, pengalaman yang
membelenggu pikiran, egoisme kepentingan, pembanding-pembanding
subjektif, dan belenggu fanatisme yang menyesatkan. Sehingga hasil
akhir yang diharapkan pada teks ini adalah lahirnya suara hati murni,
atau dianamakan fitrah (God Spot), yaitu kembali pada hati suci yang
fitrah dan terbebas dari berbagai belenggu pikiran negatif yang menutup
suara hati fitrah. Dengan kata lain suara hati futrah merupakan kunci bagi
pencapaian Ihsan itu sendiri.
3. Struktur Mikro
a. Semantik
Semantik merupakan salah satu kerangka analisis Van Dijk
yang melihat kepada satuan terkecil dari struktur kebahasaan berupa
kalimat, kata dan hubungan antar kalimat. Pada analisis semantik,
makna yang terkandung dalam kalimat diteliti baik yang eksplisit
(tertulis) maupun implisit (tersembunyi).
1) Latar
Latar dalam sebuah teks ialah suatu keadaan situasional saat
teks dibuat. Dalam sebuah teks, latar belakang sebuah peristiwa
58
dapat dicantumkan atau tidak, tergantung dari kepentingan penulis.
Latar digunakan untuk mengarahkan makna dari suatu teks hendak
dibawa kemana. Latar yang ditampilkan dapat sesuai dengan
kehendak penulis atau bahkan bertentangan dengan pendapatnya.
Latar dalam teks ini terdapat pada pendahuluan buku ini
dan kata pengantar dari sang penulis. Latar belakang dituliskannya
buku ini adalah dimotivasi oleh keadaan penulis yang mengalami
sebuah proses pencarian panjang akan jati diri dan makna hidupnya
hingga merasa tersiksa jiwanya, pencarian itu begitu
memporakporandakan hidupnya hingga akhirnya menghancurkan
semua yang ia miliki. Hal ini memunculkan keinginan kuat baginya
untuk menulis dan juga berbagi terutama kepada orang-orang yang
mengalami hal serupa juga kepada semua orang yang membaca
buku ini.
Dengan menulis itulah, perjalannan pencariannya semakin
intens dan fokus. Dalam tulisan tersebut penulis mencoba
mengaitkan intelektualitas, mentalitas, dan nilai spiritulitas agar
dapat menjadi satu kesatuan yang utuh. Penulis juga melakukan
studi literatur dan membaca berbagai buku bacaan sebagai
referensi. Hingga akhirnya jawaban atas pencarian (spiritual)
penulis dapatkan ketika tulisan tersebut usai. Dan dari situlah ia
memamhami, ternyata membangun karakter manusia yang utuh
tidak cukup hanya dengan mempergunakan akal semata, namun
dibutuhkan mentalitas atau kemampuan humanitas. Meski kedua
59
hal tersebut sudah cukup membuat sukses dalam ukuran materi dan
sosial (duniawi), ternyata manusia masih membutuhkan satu
dimensi lain, yaitu spiritualitas yang menjawab tentang makna
tertinggi kehidupan (ruhani).
Namun sayangnya, konsep-konsep berpikir yang sudah
berkembang saat ini lebih mengarah pada pemisahan kepentingan
duniawi dan kebahagiaan ruhani yang cendrung hanya kepada
aspek akhirat dan yang cenderung hanya ke aspek dunia saja. Ia
sangat mengkhawatirkan dikotomisasi aspek akhirat dan duniawi
yang saat ini semakin curam tak terkendali. Ia juga membayangkan
bagaimana jika dikotomisasi aspek akhirat dan duniawi ini menjadi
dua opsi yang harus ditentukan, bisa dipastikan erosi kehidupan
masyarakat kita akan terjadi. Hal ini secara nyata tercermin dalam
bentuk hilangnya Iman, juga hancurnya daya tarik spiritual. Latar
belakang ini jugalah yang membuat penulis ingin mengangkat
kembali Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan sebagai wujud
manifestasi nilai-nilai Ilahiah penuntun kehidupan manusia dalam
mencapai kesuksesan duniawi maupun kebahagiaan yang
sesungguhnya (ruhani).
2) Detil
Detil dalam kerangka analisis Van Dijk ialah berita mana
yang disampaikan secara mendetail dan berita mana yang
ditampilkan secukupnya saja. Detil lebih merupakan kepada bentuk
strategi penulis yang ingin mengekspresikan sikapnya dengan cara
60
sembunyi-sembunyi (implisit). Detil berhubungan dengan kontrol
informasi yang ditampilkan oleh penulis.
Dalam teks ini hal yang ingin ditekankan oleh Ary Ginanjar
adalah pemaknaan sebuah harta karun yang nilainya tak terukur
tingginya, dia-lah Rukun Iman, Rukun Islam, dan khusunya Ihsan.
Bahwasanya Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan bukan hanya
sebuah ajaran ritual semata, tetapi memiliki makna maha penting
dan maha dahsyat dalam pembangunan kecerdasan emosi dan
spiritual (ESQ) sebuah bangsa.
Adapun Ihsan, Rukun Iman, dan Rukun Islam di samping
sebagai petunjuk bagi umat Islam, sejatinya inti di dalamnya juga
merupakan pembimbing dalam mengenali ataupun memahami
perasaan kita sendiri, perasaan orang lain, memotivasi diri, serta
mengelola emosi dalam berhubungan dengan orang lain. Hal inilah
yang mendasari pemikiran penulis bahwa semua itu adalah sebuah
metode pembangunan emosional dan spiritual yang didasari oleh
hubungan antara manusia dengan Tuhannya, yakni hubungan
vertikal. Namun pada pembahasan kali ini hanya difokuskan pada
pembahasan mengenai Ihsan yang merupakan sumber suara hati
fitrah pada manusia. Sebagimana yang tertera dalam dalam teks
berikut:
Suara hati fitrah adalah kunci spiritual, karena ia adalah
fitrah. Keinginan diperlakukan adil, keinginan hidup sejahtera;
keinginan mengasihi dan dikasihi, adalah bukti adanya perjanjian
spiritual antara manusia dengan Tuhan. Bandingkan dengan
literatur-literatur Barat yang menjelaskan tentang kecerdasan emosi
61
dan spiritual, namun tak mampu mengidentifikasi dari mana
sumber suara hati fitrah tersebut.
Dari teks tersebut penulis menunjukkan secara implisit
betapa hebatnya sebuah konsep Islam atau literartur Islam yang ia
paparkan dalam buku ini mampu menjelaskan dari mana sumber
suara hati fitrah yang ada pada diri manusia berasal. Ia juga
menjelaskan suara hati fitrah merupakan kunci spiritual pada yang
ada pada diri manusia yang merupakan sumber kebenaran yang
hakiki dan merupakan bukti adanya perjanjian spiritual antara
manusia dengan Tuhannya. Berbeda halnya dengan konsep-konsep
Barat atau literatur-literatur Barat yang menjelaskan kecerdasan
emosi dan spiritual namun tidak mampu menjelaskan dari mana
sumber suara hati fitrah itu sesungguhnya berasal. Menurut Cak
Nun, “Ihsan” itu kebaikan yang lahir murni dari nurani manusia.
Jadi apa yang dikatakan Cak Nun tentang Ihsan adalah manifestasi
dari suara hati fitrah yang dikamsud oleh Ary Ginanjar Agustian.
3) Maksud
Maksud merupakan elemen yang melihat apakah teks atau
cerita yang dibuat oleh pengarang disampaikan secara eksplisit atau
implisit. Elemen maksud dalam buku ini banyak disampaikan
secara eksplisit atau terbuka. Salah satu teks yang terdapat dalam
cerita itu adalah mengenai penjelasan tentang pentingnya hati yang
murni (fitrah) dalam mencapai suatu kebenaran atau kebaikan.
“Dibutuhkan kejernihan hati sebelum mencari dan
menemukan kebenaran,” kebenaran yang sesuai dengan kehendak
Allah Sang Pencipta.
62
Apa yang dimaksud pada teks diatas sejalan dengan apa
yang diakatakan oleh Syeikh Muhammad Hisyam Al-Kabbani,
Ihsan yang merupakan aspek ketiga dari agama dikenal sebagai
aspek ruhani. Aspek ini dimaksudkan untuk menyadarkan manusia
taktala ia hendak mempertautkan aspek pertama dan kedua yaitu
Iman dan Islam, serta memperingatkan bahwa Allah selalu hadir
dan mengawasi-nya. Ia harus mempertimbangkan hal ini ketika
berpikir dan bertindak, maka ia harus terus menjaga kesadaran
dalam hatinya bahwa Allah ada dan mengawasinya. Ia harus sadar
bahwa Allah mengetahui setiap saat dan hingga hal terkecil.
Dengan begitu ia akan mencapai keadaan sempurna, suatu keadaan
ketika ia merasakan kebahagian ruhani dan cahaya pengetahuan
yang langsung diberikan Allah ke dalam hatinya.
Di sini sangat jelas bahwa informasi yang terdapat dalam
teks tersebut disajikan secara terbuka. Dengan begitu, para
pembaca dapat dengan mudah mengetahui maksud dari teks
tersebut tanpa harus mencari maksud lainnya.
b. Sintaksis
Sintaksis adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan
seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, frase. Dalam hal ini
menerangkan tentang bagaimana pengarang menggunakan kalimat
hingga menjadi satu kesatuan. Elemen sintaksis merupakan suatu
metode analisis Van Dijk untuk melihat pilihan kalimat apa yang
63
disusun penulis dalam menampilkan diri sendiri secara positif dan
lawan secara negatif.
1) Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau
kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta
yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak kohern.
Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana
seseorang (penulis) secara strategis menggunakan wacana untuk
menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu
dipandang saling terpisah, berhubungan atau malah sebab akibat.
Biasanya hubungan antar kalimat ini dihubungkan dengan kata
hubung dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun.
Dalam teks ini terdapat bentuk koherensi disaat
menjelaskan tentang perbandingan reaksi positif dan negatif yang
ditimbulkan dari seseorang. Koherensi dalam kalimat ditandai
dengan kata penghubung “atau” yang bermakna pilihan tindakan.
“Setiap diri telah dikarunia oleh Tuhan sebuah jiwa, yang
dengan jiwa itu, ia bebas menentukan pilihan reaksi. Bereaksi
positif atau negatif, bereaksi berhenti atau melanjutkan, berekasi
marah atau sabar, bereaksi reaktif atau proaktif, berekasi baik atau
buruk.”
Penggunaan kata hubung “atau” dalam teks di atas
berfungsi menghubungkan antar kalimat. Fungsi dari kata
penghubung “atau” ingin menjelaskan secara implisit
(tersembunyi) bahwa kita harus menentukan pilihan reaski yang
baik atau positif ketika kita mengalami berbagai masalah atau suatu
64
hal yang terjadi pada diri kita. Dengan begitu kita akan
mendapatkan manfaat yang dapat menguntungkan diri kita dan
orang lain. Demikian ini dikarenakan banyak orang yang tidak
cerdas dalam menentukan reakasi positif, hingga akhirnya reaksi
tersebut berbuah negatif dan dapat merugikan dirinya bahkan orang
lain.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Emha
Aninun Nadjib, yakni Ihsan berarti yang terbaik. Rasulullah
menegaskan agar kita meneladani karakter Allah. Dan karakter
tertinggi Allah diyakni adalah ihsan. Di dalam Alqur’an surat Ar-
Rahman ayat 60 : “Tidak ada balasan Ihsan kecuali Ihsan”. Kalau
kita melakukan yang terbaik maka Allah pasti akan memberikan
yang terbaik. Hal ini bukan hanya untuk orang muslim tapi untuk
setiap manusia.
2) Bentuk kalimat
Bentuk kalimat merupakan salah satu bagian dari analisis
teks sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu
prinsip kausalitas. Prinsip kausalitas menjelaskan tentang susunan
kalimat yang terbentuk dari subyek, predikat dan obyek. Bentuk
kalimat yang dipilih merupakan kalimat yang dianggap sangat
layak untuk dianalisis terutama diambil kalimat yang berhubungan
dengan tema.
Jernihkan hati, bebaskan fitrah dari belenggu, lontarkan 7
belenggu “batu jumrahmu”.
Dari keterangan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
65
Jernihkan hati, bebaskan fitrah dari belenggu,
P O P O K
lontarkan 7 belenggu batu jumrahmu
P O K
Dari teks di atas, betuk kalimat yang banyak digunakan oleh
penulis dalam buku ini menggunakan bentuk kalimat aktif, ini
ditandai dengan adanya penonjolan inti kalimat yang ditempatkan
di awal atau bagian muka dimana subjeknya tersembunyi di dalam
predikatnya, kemudian disusul dengan objek dan keterangan
tambahan (khusus) ditempatkan kemudian sebagai penjelasan dari
apa yang ditekankan. Hal ini ditandai dengan banyaknya
kesimpulan yang menggunakan kalimat aktif dalam sub bab pada
buku ini.
3) Kata Ganti
Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator
untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana.
Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan
kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap
tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Tetapi,
ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai
representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu.
Batas antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja
dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap
komunikator juga menjadi sikap komunitas secara keseluruhan.
Dalam bagian satu buku ini, banyak terdapat penggunaan
kata ganti “ia” dan “kita”. Penggunaan kata ganti ia di dalam teks
66
ini ialah merujuk pada beberapa contoh seseorang dalam berbagai
kisah kehidupan yang dituliskan penulis seperti dalam paragraf di
bawah ini:
“Ia bebas memilih prinsipnya, mempertahankan
keyakinannya, apa pun resikonya yang akan dihadapi. Ia mampu
memisahkan fisiknya yang terbelenggu dengan hatinya yang bebas
merdeka. Batu besar itu memang menghimpit tubuhnya, namun
tidak mampu membelenggu jiwanya. Bahkan, ia tidak pernah
mengizinkan pikurannya merasa terbelenggu. Inilah konsep ZMP.”
Dari teks di atas, penulis menggunakan kata ganti “Ia”,
Maksud dari kata ganti ia dalam teks di atas merujuk pada contoh
teladan dalam sebuah film layar lebar akan kepandaian seseorang
dalam menentukan reaksinya dan berpikir merdeka sekalipun
dalam keadaan terhimpit. Dimana teks di atas merujuk pada sebuah
contoh yang di ambil dari aktor utama dalam film “Life Is
Beautiful” peraih penghargaan piala oscar yang sarat akan makna
dan nilai kehidupan, khususnya kemerdekaan berpikir dalam segala
siatuasi yang sulit sekalipun.
Sedangkan penggunaan dengan kata ganti “kita”
menunjukkan sikap, tindakan, atau nilai sebagai nilai bersama,
artinya apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap
bersama secara keseluruhan. Dan kata ganti kita juga berarti
menunjukan tidak adanya batas antara penulis dan khalayak, karena
pendapat khalayak diwakilkan oleh penulis. Seperti pada contoh
berikut:
“Kita sesungguhnya memiliki kebebasan untuk memilih
reaksi terhadap segala sesuatu yang terjadi atas diri kita. Kitalah
penanggung jawab utama atas sikap yang kita ambil, bukan
67
lingkungan kita. Diri kita sendiri sesungguhnya penentu pilihan
tersebut.”
“Contoh-contoh di atas diungkapkan agar kita menyadari
bahwa manusia sebenarnya memiliki suara hati fitrah yang sama,
universal, da terekam dalam God Spot, dengan syarat hati manusia
berada dalam kondisi fitrah. Inilah yang disebut dalam kesadaran
spirutual.”
“Bukti suara hati murni fitrah juga bisa dirasakan misalnya
ketika kita menyaksikan tayangan film yang menonjolkan kasih
sayang atau makna kesetiaan.”
“Maka jelaslah, bisikan suara hati fitrah sesungguhnya
senantiasa meberi informasi, dan menjadi pengendali langkah serta
penentu prioritas dalam kehidupan kita sehari-hari.”
“Kita sering membandingkan sesuatu dengan pengalaman
sebelumnya dan konsep yang kita ciptakan sendiri. Saaat melihat
kotak-kotak itu, secara spontan dan tanpa disadari, kita akan
membandingkannya dengan yang ada di pikiran kita. Sementara,
orang lain juga melakukan hal yang sama berdasarkan pikiran
mereka sendiri. Itulah yang menyebabkan perdebatan alot terjadi.”
“Terhadap segala informasi yang masuk, kita sebaiknya
men-zero-kan hati kita dan selalu berpikir melingkar menggunakan
suara hati fitrah”
Kalimat-kalimat di atas menunjukkan banyaknya kata ganti
“kita” yang digunakan oleh penulis dalam buku ini. Hal ini
menandakan adanya kebersamaan nilai yang dianut oleh penulis
dengan apa yang dianut oleh khalayak. Dengan kata lain, penulis
mewakilkan apa yang seharusnya dilakukan oleh khalayak dengan
berbagai rekasi positif atau perbuatan yang terpuji, khusunya dalam
menggunakan suara hati fitrah dalam setiap keadaan yang dihadapi.
c. Stilistik
Elemen stilistik (leksikon) merupakan salah satu elemen
wacana Van Dijk yang menganalisis teks dengan cara melihat bentuk
pemakaian kata seperti apa yang dipakai dalam teks. Terdapat kata
yang mempunyai berbagai macam kesamaan. Dari kesamaan kata-kata
68
tersebut mana yang lebih dipakai dalam teks oleh penulis. Misalnya
kata ”meninggal”, mempunyai kata lain: mati, tewas, gugur, terbunuh,
menghembuskan nafas terakhir, dan sebagainya. Di antara berbagai
kata tersebut seseorang dapat memilih di antara pilihan kata yang
tersedia. Pemilihan kata tertentu oleh penulis menunjukkan bagaimana
pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas, selain itu pemilihan
kata tertentu juga mengisyaratkan penggambaran dari sikap penulis
yakni bagaimana pihak musuh digambarkan secara negatif sedangkan
pihak sendiri digambarkan secara positif.
Pada bagian satu teks buku ini yang membahas tentang proses
pembersihan hati dan pikiran, terdapat banyak sekali kata reaksi
(bereaksi). Kata ini bermakna suatu tindakan atau respon, baik itu
positif atau negatif akan suatu hal. Begitu juga kata “respon” yang
juga banyak dipakai dalam buku ini yang memiliki makna yang tidak
jauh berbeda; tanggapan, reaksi, dan jawaban. Kata-kata tersebut
terdapat pada teks berikut:
“Setiap diri telah dikarunia oleh Tuhan sebuah jiwa, yang
dengan jiwa itu, ia bebas menentukan pilihan reaksi. Bereaksi positif
atau negatif, bereaksi berhenti atau melanjutkan, berekasi marah atau
sabar, bereaksi reaktif atau proaktif, berekasi baik atau buruk.”
“Kita sesungguhnya memiliki kebebasan untuk memilih reaksi
terhadap segala sesuatu yang terjadi atas diri kita. Kitalah penanggung
jawab utama atas sikap yang kita ambil, bukan lingkungan kita. Diri
kita sendiri sesungguhnya penentu pilihan tersebut.”
“Orang yang memiliki suara hati merdeka, akan lebih mampu
melindungi pikirannya. Ia mampu memilih respon positif di tengah
lingkungan paling buruk sekalipun. Berprasangka baik pada orang lain
akan mendorong dan menciptakan kondisi untuk saling percaya,
saling mendukung, terbuka, dan kooperatif.”
69
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI ofline versi
1.1) kata rekasi berarti kegiatan (aksi, protes) yg timbul akibat suatu
gejala atau suatu peristiwa atau tanggapan (respons) terhadap suatu
aksi. Penggunaan kata reaksi pada kalimat di atas oleh penulis
dimaksudkan untuk memberikan makna yang luas akan berbagai
macam makna yang dapat dihasilkan dari kata reaksi tersebut, seperti
sebuah tindakan, perbuatan, respon, perasaan, pikiran, balasan, sikap,
aksi, dan sebagainya yang merujuk pada dua hal, yaitu hal positif atau
hal negatif. Pada bagian teks ini makna yang ingin disampaikan oleh
penulis dalam buku ini bahwasanya kita sebagai manusia sudah
sepatutnya kita memilih reaksi positif dalam berbagai situasi yang kita
hadapi, karena sesungguhnya hanya diri kitalah yang dapat
menentukan dan bertanggung jawab akan rekasi yang muncul dari diri
kita, bukan lingkungan kita dan sebagainya.
d. Retoris
Salah satu model penelitian analisis teks ialah retoris. Retoris
merupakan gaya yang diungkapkan seseorang dalam berbicara atau
menulis. Adapun yang diteliti dalam analisis retoris ini ialah grafis.
Grafis merupakan ekspresi dari penulis yang ingin menekankan
bagian tertentu dalam teks, bentuk dari penekanan tersebut dapat
melalui pemakaian huruf tebal, huruf miring, garis bawah, huruf yang
dibuat dengan ukuran yang lebih besar, maupun penggunaan gambar
dan lainnya.
70
Gaya retoris yang ditekankan oleh penulis pada teks dalam
bagian satu buku ini hampir semuanya dilakukan dengan menebalkan
beberapa tulisan yang menjadi point penting dalam buku ini dan
menempatkannya dalam sebuah kotak kalimat. Beberapa point yang
menjadi inti dalam buku ini adalah sebagai berikut:
Kalimat dalam kotak di atas menunjukan belenggu-belenggu
negatif yang akan membelenggu pikiran dan hati kita. Seringkali suara
hati fitrah dapat terbelenggu oleh ketujuh belenggu di atas yang
akhirnya mengakibatkan manusia terjerumus ke dalam kejahatan,
kecurangan, kekerasan, kerusakan, dan lainnya. Hal ini sering terjadi
akibat manusia lalai dan mengabaikan belenggu-belenggu tersebut,
sehingga belenggu-belenggu tersebut dapat mengendalikan seseorang
ke arah yang negatif. Maka dari itu diperlukan suara hati fitrah yang
dapat menuntun manusia ke arah yang benar dalam menentukan suatu
rekasi atau tindakan dalam segala situasi.
Tujuh Belenggu:
1. Prasangka
2. Prinsip-prinsip hidup
3. Pengalaman
4. Kepentingan
5. Sudut pandang
6. Pembanding
7. Fanatisme
71
Kalimat dalam kotak di atas menunjukan betapa pentingnya
suatu prasangka baik dalam kehidupan sosial. Tindakan seseorang
sangat bergantung pada pikirannya, orang yang memiliki suara hati
merdeka, akan lebih mampu melindungi pikirannya. Ia mampu
memilih respon positif di tengah lingkungan paling buruk sekalipun.
Berprasangka baik pada orang lain akan mendorong dan menciptakan
kondisi untuk saling percaya, saling mendukung, terbuka, dan
kooperatif. Sebaliknya, prasangka negatif akan mendorong dan
menciptakan kondisi tidak saling percaya, tidak saling mendukung,
tidak terbuka, dan tidak kooperatif yang justru akhirnya dapat
merugikan diri kita juga orang lain.
Kalimat dalam kotak di atas menunjukan betapa pentingnya
prinsip ilahiah yang harus selalu kita pegang. Prinsip-prinsip yang
tidak sesuai dengan suara hati fitrah akan berakhir dengan kegagalan,
baik fisik maupun non fisik. Hanya dengan berprinsip kuat pada
sesuatu yang abadi, manusia akan mampu menuju kebahagiaan dan
Zero Mind Process 2:
Berprinsiplah selalu kepada Allah Yang Maha Adil
Zero Mind Process 1:
Hindari berprasangka buruk, upayakan berprasangka baik
pada orang lain.
72
keamanan yang hakiki. Berprinsip dan berpegang pada sesuatu yang
labil, niscaya akan menghasilkan sesuatu yang menyengsarakan.
Kalimat dalam kotak di atas menunjukan bagaimana
pengalaman-pengalaman yang dimiliki seseorang tidak selamanya
berdampak positif, terkadang pengalaman-pengalaman tersebut dapat
berdampak negatif. Oleh karena itu kita harus melihat segala sesuatu
secara objektif dalam segala hal dan senantiasa berpikir merdeka.
Pengalaman hidup dan kejadian-kejadian yang dialami seseorang
berperan dalam menciptakan pemikiran atau paradigma dalam dirinya.
Sering kali, paradigma itu dijadikan kaca mata dan tolak ukur bagi
dirinya, juga dalam menilai lingkungan di sekitarnya. Hal tersebut
akan membatasi cakrawala berpikir seseorang karena ia akan menilai
segalanya berdasarkan frame berpikirnya sendiri, atau melihat
berdasarkan bayangan ciptaannya sendiri, bukan melihat sesuatu
secara riil dan objektif.
Zero Mind Process 4:
Dengarlah suara hati fitrah, peganglah prinsip “karena
Allah”, berpikirlah melingkar, sebelum menentukan
kepentingan dan prioritas.
Zero Mind Process 3:
Bebaskan diri Anda dari pengalaman-pengalaman yang
membelenggu pikiran, berpikirlah merdeka!
73
Kalimat dalam kotak di atas menunjukan sebuah kepentingan
dapat menutup suara hati fitrah pada diri manusia. Sebuah prinsip
akan melahirkan kepentingan, dan kepentingan akan menentukan
prioritas tindakan. Mereka yang berprinsip pada penghargaan pribadi,
akan memprioritaskan keputusan untuk mengangkat diri pribadi.
Intinya prinsip akan melahirkan prioritas.
Kalimat dalam kotak di atas menunjukan suatu sudut pandang
dapat mempengaruhi tindakan seseorang, oleh karena itu kita harus
benar-benar mampu melihat dari sudut pandang yang tepat agar kita
tidak salah mengambil langkah dengan cara melihat dari berbagai
sudut pandang terlebih dahulu kemudian kita tentukan mana yang
terbaik. Sudut pandang yang kita tentukan tentunya harus berdasarkan
pedoman, yaitu Asmaul Husna yang terdiri dari nama-nama Allah
SWT yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang tak ternilai
harganya.
Zero Mind Process 6:
Jernihkan pikiran Anda terlebih dahulu sebelum menilai
sesuatu. Jangan melihat sesuatu karena rekaan di pikiran
Anda, tetapi lihatlah sesuatu karena apa adanya.
Zero Mind Process 5:
Lihatlah semua sudut pandang secara bijaksana berdasarkan
semua suara hati yang bersumber dari Asmaul Husna (99
thinkinghat) melalui zikir amaliah Asmaul Husna.
74
Kalimat dalam kotak di atas menunjukan betapa rentannya
subjektivitas pada diri manusia. Kita sering membandingkan sesuatu
dengan pengalaman sebelumnnya dan konsep yang kita ciptakan
sendiri. Seringkali kita melihat sesuatu yang ada di depan kita dengan
apa yang ada dipikiran kita. Sementara orang lain juga melakukan hal
yang sama berdasarkan pada pikiran mereka sendiri. Itulah yang
seringkali menyebabkan perbedaan alot terjadi.
Kalimat dalam kotak di atas menunjukan sebuah fanatisme
dapat menutup sesuatu yang objektif. Oleh karena itu terhadap segala
informasi yang masuk dan kita dapatkan, sebaiknya kita men-zero-kan
hati kita dan selalu berpikir melingkar menggunakan suara hati fitrah
dalam mencerna berbagai propaganda atau informasi yang datang dari
berbagai sumber. Dengan begitu kita akan mampu menganalisa
informasi yang masuk dengan lebih proporsional dan tidak mudah
menjadi fanatik akan suatu pemikiran yang terkadang terdapat unsur
negatif di dalamnya.
Orang yang merdeka adalah yang terbebas dari belenggu
prasangka negatif, prinsip-prinsip hidup yang salah,
pengalaman yang membelenggu pikiran, egoisme kepentingan,
pembanding-pembanding subjektif, dan belenggu fanatisme
yang menyesatkan.
Zero Mind Process 7:
Janganlah terbelenggu oleh fanatisme, berzikir dan
berpikirlah melingkar dengan 99 zikir Asmaul Husna.
75
Kalimat dalam kotak di atas menunjukan keharusan bagi setiap
diri kita akan kemerdekaan berpikir dan terbebas dari berbagai
belenggu negatif yang dapat mempengaruhi segala tindakan dan rekasi
yang ditimbulkan oleh diri kita sendiri. Maka dari itu, dapat
disimpulkan bagaimana cara agar manusia terbebas dari ketujuh
belenngu yang dapat menutup suara hati fitrah, yaitu dengan
senantiasa menggunakan suara hati fitrah sebagai sumber informasi
akurat dan sebagai pengendali langkah kita dalam menentukan
prioritas, melalui berbagai rekasi positif yang kita pilih dalam segala
situsi yang kita dihadapi dalam kehidupan yang kompleks.
B. Konteks Sosial
Analisis wacana pada model Teun A. Van Dijk merupakan model
penelitian analisis wacana yang tidak hanya menekankan pada analisis teks
semata. Dalam proses analisisnya terdapat bentuk analisis yang dinamakan
konteks sosial. Analisis konteks sosial dapat dimaknakan sebagai bentuk
analisis untuk melihat konteks atau latar belakang terbentuknya teks tersebut.
Hal ini berkaitan pula dengan keadaan situasional yang terjadi pada saat
tulisan atau sebuah teks ditulis.
Dalam memahami konteks sosial dapat dikembangkan kepada analisis
keadaan masyarakat pada saat teks dibuat atau kepada pendekatan struktur
kebudayaan di mana tempat teks tersebut ditulis.
Dalam teks Zero Mind Process (ZMP) proses pembersihan hati dan
pikiran pada buku Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient Jilid 1 ini. Penulis (Ary Ginanjar
76
Agustian) menggambarkan suatu penemuannya yang ia cari selama bertahun-
tahun lamanya akan pentingnya suatu perubahan di dalam diri manusia pada
masyarakat luas yang mengacu pada sifat Ihsan yang merupakan unsur
spiritualitas selain Iman dan Islam.
Kita melihat begitu banyak persoalan dalam masyarakat kita sekarang
seperti kriminalitas, narkoba, kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan
menjadikan dunia sebagai pelarian sebagai suatu masalah besar yang kita
hadapi saat ini. Banyak manusia yang merasakan kegelisahan baik di dunia
usaha, politik, sosial, maupun pendidikan namun salah dalam bertindak yang
akhirnya bukannya menyelesaikan masalah justru malah menimbulkan
masalah baru dan lain sebagainya. Apa yang telah kita lihat saat ini
merupakan krisis multidimensi pada masyarakat kita sekarang yang belajar
agama secara ritual tanpa memahami maknanya. Hal ini merupakan bukti
dalam membangun masyarakat tidak cukup hanya dengan mempergunakan
akal semata, namun dibutuhkan mentalitas atau kemampuan humanitas.
Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan pertama kali diperkenalkan oleh
Nabi Muhammad SAW kira-kira pada 622-624 Masehi di hadapan para
sahabatnya di masjid Madinah (Yastrib). Rukun Iman, Rukun Islam, dan
Ihsan itu dinyatakan beliau sebagai intisari ajaran agama Islam yang
tercantum dalam Alquran yang selanjutnya dihayati dalam berbagai aspek
kehidupan para sahabat kala itu.
Akan tetapi, ketika ajaran Islam sampai di Indonesia dengan berbagai
pengaruh yang masuk ke dalamnya, Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan
hanya terfokus pada upaya mereflesikan pengabdian kepada Allah SWT
77
dalam arti keruhanian saja, sedangkan kegiatan yang bersifat duniawi
diterapkan oleh berbagai doktrin lainnya. Jarang sekali, kalau tidak dikatakan
tidak pernah. Rukun Islam, Rukun Iman, dan Ihsan itu dipandang sebagai
metode pendidikan, kemasyarakatan, ekonomi, program kehidupan, dan lain-
lain. Akibatnya, rukun Iamn, Rukun Islam dan Ihsan, sekan-akan dibelenggu
oleh wilayah yang sempit dan tidak dapat beroperasi membangun umatnya ke
daerah-daerah yang lebih luas.
Penulis ingin berkhidmat kepada umat manusia dengan
mengungkapkan Rukun Iman, Rukun Islam, dan Ihsan selain di wilayah
ibadah yang khas, juga di wilayah yang lebih luas seperti bisnis,
perindustrian, pergaulan, dan usaha-usaha kemajuan manusia lain. Ia
memandang bahwa agama tidak semata-mata berkomponen ritus, namun di
setiap jengkal persoalan umat seperti ekonomi, sosial, politik, dan
kebudayaan semua itu dituntun dalam ajaran agama Islam. Ide tersebut
merupakan langkah rintisan dalam bidang-bidang ini yang diharapkan akan
diikuti oleh langkah-langkah berikutnya demi kemajuan manusia pada
umumnya.
Namun sayangnya, konsep-konsep berpikir yang berkembang saat ini
agakanya mengarah pada pemisahan kepentingan duniawi dan kepentingan
ukhrawi. Dalam lemabaran sejarah silamnya banyak menunjukan bahwa
hampir seluruh lapisan peradaban manusia mengerucut menjadi dua
kelompok besar: yang cenderung hanya ke akhirat dan yang cenderung hanya
ke aspek dunia saja. Jika dikotomisasi aspek akhirat dan duniawi ini terus-
menerus menjadi dua opsi yang hatus ditentukan. Bisa dipastikan erosi
78
kehidupan masyarakat akan terjadi. Hal ini secara nyata tercermin dalam
bentuk hilangnya Iman, juga hancurnya daya tarik spiritual.
C. Kognisi Sosisal
Pada analisis kognisi sosial difokuskan bagaimana sebuah teks
diproduksi, dipahami dan ditafsirkan. Dalam buku analisis wacana karangan
Eriyanto dijelaskan bahwa pendekatan kognisi sosial didasarkan pada asumsi
bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai
bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi dan
strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita.
Pada penulisan buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi & Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1 penulis lebih
banyak menjelaskan tentang apa yang ia temukan selama pencarian makna
akan kehidupan yang sesungguhnya serta suasana perasaan dan pikiran
penulis kala itu, hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang ulama HS. Habib
Adnan yang mengajarkannya ilmu alquran dan hadis. Ia juga banyak belajar
dari referensi Barat yang membahas tentang pembangunan karakter modern,
nilai-nilai intelektual, dan emosional, namun ia merasa semua itu belum
cukup karena tidak adanya nilai-nilai yang dapat menyempurnakannya.
Entah apa yang terjadi saat dimana ia mengalami kegelisahan dalam
proses panjang pencariaannya tersebut, ia merasakan pikiran yang
berkecamuk dan dorongan yang kuat untuk menulis, hingga akhirnya ia pun
mulai menuliskan apa yang ia alami sedikit demi sedikit. Dalam tulisan
tersebut ia berusaha mengaitkan intelektualitas, mentalitas, dan nilai
79
spiritualitas. Saat itu ia juga melakukan studi literatur, membaca berbagai
buku dari leadership, bisnis, motivasi, juga mengkaji quran setiap hari.
Saat menulis itulah perjalanan percarian akan makna hidupnya
semakin intens dan fokus. Di dalam tulisan tersebut, secara alami terjadi
penggabungan antara pengalaman hidup, data, dan referensi baik berdasarkan
ilmu modern, psikologi maupun nilai-nilai quran. Dalam perjalanan
pencarian itulah ia berjumpa dengan seorang ulama bijak dan hafidz quran
bernama HS. Habib Adnan, beliau menuntunnya dengan ilmu Alquran.
Akhirnya jawaban atas pencarian (spiritual) ia dapatkan ketika tulisannya
selesai. Dengan proses menulis tersebut, ia menemukan bahwa sesungguhnya
perjalanan panjang yang ia alami adalah sebuah perjalanan tentang pencarian
jati diri, serta proses pembentukan dan pendidikan seorang manusia.
Ternyata, membangun manusia tidak cukup hanya dengan memepergunakan
akal semata, namun dibutuhkan mentalitas dan kemampuan humanitas. Meski
kedua hal tersebut cukup membuat orang sukses dalam ukuran materi dan
sosial, ternyata manusia masih membutuhkan satu dimensi lain yaitu
spoiritulitas yang mampu menjawab tentang makna tertinggi kehidupan.
Penulis juga mempelajari kisah-kisah di dalam quran dan sejarah
peradaban, ia melihat bahwa sesungguhnya pencarian itu juga dicontohkan
oleh tiga Nabi besar dunia. Para Nabi yang merupakan hamba pilihan Allah,
juga menjalani proses pencarian sebelum mendapatkan wahyu. Proses
pencarian itu dialami oleh Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, dan Nabi
Muhammad SAW. Menurutnya inilah perintah Tuhan agar manusia mencari
80
dan menyadari siapa dirinya dan dari aman ia berasal. Inilah makna
kehidupan yang sesungguhnya, sebagaimana diterangkan di dalam Alquran:
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.( Surah Al-Alaq: 1-5)5
5 Terjemah ayat ini diambil dari sofware Quran In Word karya Mohammad Taufiq
81
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan telaah dan analisis terhadap teks dalam buku
“Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ:
Emotional Spiritual Quotient” Jilid 1 khususnya pada bagian satu yang
membahas tentang nilai-nilai Ihsan, yaitu Zero Mind Process (Proses
Pembersihan Hati dan Pikiran). Dengan itu, maka peneliti menyimpulkan
penilitian ini sebagai berikut:
1. Kontruksi wacana Ihsan pada teks dalam buku ini menjangkau
jangkauan yang sangat luas, bukan hanya sekedar pada lingkup agama
dan sosial saja yang sudah banyak dikaji dan dikembangkan oleh para
pendahulunya, yakni para ahli, ulama, tokoh, dan akademisi melainkan
juga pada lingkup psikologi, ekonomi, manajemen, dan bisnis. Hal ini
terlihat pada beberapa contoh kisah yang ditampilkan dalam buku ini
yang kesemuanya itu bertujuan pada pembentukan karakter dan
pembangunan SDM yang kokoh dengan berlandaskan pokok-pokok
ajaran Islam khususnya. Dilihat dari konteks sosial, peneliti
berpendapat bahwasanya teks-teks dalam buku ini ditulis untuk
menambah pemahaman tentang nilai-nilai Ihsan secara luas dan untuk
berbagi bersama dengan masyarakat luas dari apa yang ia alami selama
proses pencarian jati diri dan makna kehidupan. Besar harapan dari
penulis semoga pemikirannya ini bisa memberikan sumbangsih bagi
perbaikan moral bangsa secara menyeluruh. Sedangkan dari kognisi
sosial penulis, yakni semuanya menunjukkan niatan yang tulus dan
82
harapan yang besar dalam diri penulis yang ingin sekali membangun
karakter dan budaya bangsa yang kokoh. Dengan nilai-nilai intelektual,
emosional, dan spiritual dalam satu kesatuan yang ia kembangkan
sendiri dari sumber-sumber klasik dan kotemporer, yaitu Barat dan
Timur juga nilai-nilai pancasila yang memiliki intrinsik nilai yang
tinggi.
2. Di satu sisi buku ini mempunyai kelebihan yang unik, yaitu dalam
menggambarkan konsep dan nilai-nilai Ihsan yang dituangkan dalam
bagian satu Zero Mind Process (Proses Pembersihatan Hati dan
Pikiran) dengan menyuguhkan beragam contoh kisah-kisah inspiratif
yang diambil dari kisah nyata bahkan sampai film layar lebar, sehingga
pembaca dapat lebih menikmati bacaan yang penuh hikmah dan lebih
mudah dalam memahami konsep dan teori dalam buku ini. Jadi tidak
melulu membahas konsep dan teori saja, bahkan contoh kisah-
kisahnya pun dipilih sedemikian rupa agar berhubungan dengan
konsep dan teorinya. Namun di sisi lain buku ini cukup berat dikaji
terutama oleh kalangan non akademis karena banyak menggunakan
bahasa ilmiah yang tidak semua orang mengetahuinya, sehingga
terkadang dapat menyulitkan pembaca dalam memahami buku ini
dengan baik.
B. Saran
1. Kepada civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tulisan Ary
Ginanjar Agustian dalam buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi dan Spiritual ESQ” jilid 1 merupakan tulisan yang sangat
83
berkualitas dan meiliki nilai, terutama dalam membangun masyarakat.
Semestinya tulisan-tulisan Ary Ginanjar ini dan karya-karya beliau yang
lainnya dapat dipublikasikan secara maksimal, misalnya dengan
diadakannya bedah buku, seminar, workshop, training dan juga akan
ketersediannya dalam rak-rak perpusatakaan di lingkungan kampus.
2. Kepada para ulama, da’i, tokoh, dan akademisi sebaiknya mencontoh apa
yang dilakukan Ary Ginanjar dalam menulis tulisan yang memiliki
intrinsik yang kuat berdasarkan nilai-nilai intelektual, emosional, dan
spiritual yang telah beliau kembangkan sendiri dari berbagai sumber
klasik dan kotemporer, yaitu Barat, dan Timur.. Hal ini demikian karena
saat ini banyak sekali para ulama, da’i, tokoh, dan akademisi ketika
menulis dan berkarya hanya dengan modal pemahaman ala kadarnya saja,
tanpa memaknainya dan menggalinya lebih dalam, sehingga yang terjadi
adalah pemahaman dan tulisan yang sepotong-potong atau tidak utuh,
bahkan tidak tuntas pembahasannya. Besar harapan hal yang seperti ini
dapat dihindari untuk perubahan yang lebih baik.
3. Kepada negara tercinta Indonesia, Setiap karya-karya Ary Ginanjar
selayaknya diberikan apresiasi yang lebih oleh negara karena Ary
Ginanjar saat ini juga merupakan tokoh besar yang juga telah meraih
berbagai penghargaan nasional dan internasional. Misalnya dengan
melibatkannya dalam berbagai agenda negara tertentu, khususnya dalam
bidang pembangunan karakter dan sumber daya manusia. Hal ini guna
memberikan pengenalan terhadap masyarakat luas akan sosoknya dan
karya-karya yang telah ia torehkan selama ini.
85
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar. ESQ Power: Sebuah Inner Journey Melalui Al-
Ihsan. Jakarta: Penerbit Arga. 2003
-----------------------------. Mengapa ESQ. Jakarta: Arga Tilanta. 2011
-----------------------------. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
& Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient Jilid 1. Jakarta:
Arga Publishing. 2010
Bugha, Musthafa Dieb. Al-Wafi Menyelami Makna 40 Hadits
Rasulullah. Jakarta: Al-Itisom. 2013
Aris Badara, Analisis Wcana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada
Wacana Media. Jakarta: Kencana. 2012
Asti, Badiatul Muchlisin. Berdakwah dengan Menulis Buku. Bandung:
Media Qalbu. 2004
Aziz, M. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana. 2004
Bachtiar, Wardi. Metodologi penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu. 1997
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualtitatif: Pemahaman Filosofis
dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta:
Rajawali Pers. 2012
Eriyanto. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKIS. 2006
Ghazali, M. Bahri. Dakwah Komunikatif. Jakarta: CV Pedoman. 1997
Gozali BC.TT. Kamus Istilah Komunikasi. Bandung: Djambatan. 1992.
Hasan, M. Iqbal. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002
86
Kabbani, Syekh Muhammad Hisyam. Tasawuf dan Ihsan: Antivirus
Kebatilan dan Kezaliman. Jakarta: Serambi Ilmu. 1998
Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Dakwah; Teori Pendekan, dan Aplikasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2012
Mulyana, Dedy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2005
-------------------. kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi, Prinsip-
prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2005
Purwoko, Herudjati. Discourse Analysis. Jakarta: Indeks. 2008
Sasono, Adi. Solusi Islam Atas Problematika Umat, (Ekonomi,
Pendidikan dan Dakwah. Jakarta: Gema Insani Press. 1998
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004
Syukir, Asmuni. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
1983
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa. 1993
Yaqub, Hamzah. Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership.
Bandung: CV Diponegoro. 1992
Zain, Habib bin Ibrahim bin Sumaith. Mengenal Mudah Rukun Islam Rukun
Iman Rukun Ihsan Secara Terpadu. Bandung: Al Bayan. 1998
Internet:
Emha Ainun Nadjib. Allah 2014. https://www.caknun.com/2012/allah-2014/
-------------------------. Membangun Karakter Ihsan Dengan Alquran.
https://www.caknun.com/2014/membangun-karakter-ihsan-
dengan-al-quran/
87
ESQ Leadership Center. About Us. http://www.esqway165.com/about-us/
-----------------------------. Founder. http://www.esqway165.com/about-
us/founder/
-----------------------------. Beranda. http://www.aryginanjar.com/
-----------------------------. Krisis Moral Bangsa. http://www.esq-
news.com/2009/06/12/173/krisis-moral-bangsa.htmls
-----------------------------. Resensi Buku ESQ.
http://www.bukuesq.wordpress.com/tag/resensi-buku-esq/
-----------------------------. Siapa Ary Ginanjar.
https://pakarpembangunankarakter.wordpress.com/siapa-ary-
ginanjar/
-----------------------------. Tentang Kami. http://www.esqway165.com/about-
us/vission-and-mission/
LAMPIRAN
.ll. Ir. H..luandaNo.95 CiputatWebsite: wrvl, lilk rriljakarta.4g!E-rnail
KEMENTERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU DAI(WAH DAN ILMU KOMUNIKASI15412 Indonesia Telepon/Fax (021) 7137728 / 71701580
www w
Nonror : Un.0 I /F5/PP.00 .O t.Qu/f-nOt S
Lamp :l(satu)bundelHal : Bimbingan Skripsi
Jakafta, ?4F ebruuri 20 1 5
Kepada Yth.Drs. Jumroni, M.Si.Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu KomunikasiUIN SyarifHidayatullah Jakarta
Ass alamu' alaikum Wr. Wb.
Bersama ini kami sampaikan outline dan naskah proposal skripsi yang diajukan olehmahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu l(omunikasi UIN Syarif Hidayatullah .lakarlasebagai berikut,
Nama : Muhamad Ilham NugrahaNomorPokok : 1111051000048Jurusan/Konsentrasi : I(omunikasi dan Penyiaran IslamSemester : VIII (Delapan)Telp. : 0858855 16683Judul Skripsi : Analisis Wacana Ihsan dalam Buku "Rahasia Sukses
Membangun I(ecerdasan Emosi & Spiritual ESQ" Jilid 1
I(ami mohon kesediaannya untuk membimbing mahasiswa tersebut dalampenyusunan dan penyelesaian skripsinya selama 6 (enam) bulan dari tanggal 18 Februari2015 s.d 18 Agustus 2015.
Demikian, atas perhatian dan kesediaannya kami sampaikan terima kasih.
Was salamu' alaikunt Wr. Wb.
an.Dekan"Wakil Dekan Bidang Akademik
trSu004
Tembusan :
l. Dekan2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
M.Ed, Ph.D 1t0330 i9980i 11NTP-
BUKU
RAHASIA SUKSES MEMBANGUN KECERDASAN EMOSI
DAN SPIRITUAL ESQ: EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT
JILID 1
Dr. (H.C.) Ary Ginanjar Agustian
Logo ESQ Leadership Center