penafsiran al-qur‘an kh. ihsan jampes;studi

26
AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus 2015 55 PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES; STUDI INTERTEKSTUALITAS DALAM KITAB SIRĀJ AL-ṬĀLIBĪN Moch. Arifin STAI Al Anwar Gondanrojo Kalipang Sarang Rembang Email: [email protected] Moh. Asif STAI Al Anwar Gondanrojo Kalipang Sarang Rembang Email: [email protected] Abstrak Kiai Ihsan dikenal spesialis ulama di bidang tasawuf, namun selama ini tidak ada yang menyangka bahwa dirinya juga merupakan mufasir yang kompeten. Hal itu dapat dibuktikan dalam karya serialnya yang berjudul Sirāj al-Ṭālibīn, sebuah kitab tasawuf yang mengomentari kitab Minhāj al-‘Ābidīn karya al-Ghazālī. Penafsiran seringkali dilakukan oleh Kiai Ihsan melalui penggalan ayat-ayat al-Qur`an yang disitir dari Minhāj al-‘Ābidīn. Penggalan ayat-ayat itu secara keseluruhan berjumlah 259, dengan rincian 79 di jilid pertama, dan 180 di jilid kedua. Kemudian penggalan ayat-ayat al- Qur`an dari Minhāj al-‘Ābidīn ia tarik ke dalam Sirāj al-Ṭālibīn untuk ditafsirkan. Di dalam Sirāj al-Ṭālibīn banyak ditemukan penafsiran-penafsiran yang sangat khas. Tulisan ini akan berpijak pada pendekatan teori intertekstual yang biasa diterapkan dalam dunia sastra. Interteks dianggap menjadi landasan analisis yang tepat terhadap sebuah hasil penafsiran yang diklaim terpengaruh (baca: mengutip) oleh khazanah literatur ulama terdahulu. Berdasarkan temuan penulis ada sembilan belas sumber rujukan yang digunakan oleh kiai Ihsan dalam menafsirkan potongan ayat-ayat al- Qur`an di dalam Sirāj al-Ṭālibīn, yang terdiri dari 10 kitab tafsir, 3 kitab tasawuf, 2 mu’jam, 1 kitab Ulum al-Qur’an serta 3 kitab yang belum diketahui secara pasti. Tafsīr al-Khāzin menempati urutan terbanyak, dirujuk dirujuk 113 kali. Yang menarik, Tafsīr al-Jalālayn yang dianggap merupakan kitab tafsir paling populer di dunia pesantren justru menempati urutan ketiga. Key Words: Kiai Ihsan, Sumber-Sumber, Intertektualitas Penafsiran, dan Sirāj al- Ṭālibīn. A. Pendahuluan Geliat aktivitas penulisan tafsir di Indonesia sudah bergulir lama sejak ditemukannya naskah tafsir al-Qur`an Sūrah al-Kahfi pada abad ke-16 M. Masa selanjutnya, panggung penafsiran di Indonesia semakin berkembang pesat dengan ditandai beberapa hasil karya tafsir yang tercipta, yaitu di antaranya seperti Tarjumān al-Mustafīd karya ‘Abd al-Ra’ūf al-Sinkīlī, Kitāb Farāid al-Qur`an yang tidak diketahui penulisnya, Fayd al-Raḥman fī Tarjamah Tafsīr

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus 2015 55

PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES; STUDI INTERTEKSTUALITAS

DALAM KITAB SIRĀJ AL-ṬĀLIBĪN

Moch. Arifin

STAI Al Anwar

Gondanrojo Kalipang Sarang Rembang

Email: [email protected]

Moh. Asif

STAI Al Anwar

Gondanrojo Kalipang Sarang Rembang

Email: [email protected]

Abstrak

Kiai Ihsan dikenal spesialis ulama di bidang tasawuf, namun selama ini tidak ada yangmenyangka bahwa dirinya juga merupakan mufasir yang kompeten. Hal itu dapatdibuktikan dalam karya serialnya yang berjudul Sirāj al-Ṭālibīn, sebuah kitab tasawufyang mengomentari kitab Minhāj al-‘Ābidīn karya al-Ghazālī. Penafsiran seringkalidilakukan oleh Kiai Ihsan melalui penggalan ayat-ayat al-Qur`an yang disitir dariMinhāj al-‘Ābidīn. Penggalan ayat-ayat itu secara keseluruhan berjumlah 259, denganrincian 79 di jilid pertama, dan 180 di jilid kedua. Kemudian penggalan ayat-ayat al-Qur`an dari Minhāj al-‘Ābidīn ia tarik ke dalam Sirāj al-Ṭālibīn untuk ditafsirkan. Didalam Sirāj al-Ṭālibīn banyak ditemukan penafsiran-penafsiran yang sangat khas.Tulisan ini akan berpijak pada pendekatan teori intertekstual yang biasa diterapkandalam dunia sastra. Interteks dianggap menjadi landasan analisis yang tepat terhadapsebuah hasil penafsiran yang diklaim terpengaruh (baca: mengutip) oleh khazanahliteratur ulama terdahulu. Berdasarkan temuan penulis ada sembilan belas sumberrujukan yang digunakan oleh kiai Ihsan dalam menafsirkan potongan ayat-ayat al-Qur`an di dalam Sirāj al-Ṭālibīn, yang terdiri dari 10 kitab tafsir, 3 kitab tasawuf, 2mu’jam, 1 kitab Ulum al-Qur’an serta 3 kitab yang belum diketahui secara pasti. Tafsīral-Khāzin menempati urutan terbanyak, dirujuk dirujuk 113 kali. Yang menarik, Tafsīral-Jalālayn yang dianggap merupakan kitab tafsir paling populer di dunia pesantrenjustru menempati urutan ketiga.

Key Words: Kiai Ihsan, Sumber-Sumber, Intertektualitas Penafsiran, dan Sirāj al-Ṭālibīn.

A. Pendahuluan

Geliat aktivitas penulisan tafsir di Indonesia sudah bergulir lama sejak ditemukannya

naskah tafsir al-Qur`an Sūrah al-Kahfi pada abad ke-16 M. Masa selanjutnya, panggung

penafsiran di Indonesia semakin berkembang pesat dengan ditandai beberapa hasil karya tafsir

yang tercipta, yaitu di antaranya seperti Tarjumān al-Mustafīd karya ‘Abd al-Ra’ūf al-Sinkīlī,

Kitāb Farāid al-Qur`an yang tidak diketahui penulisnya, Fayd al-Raḥman fī Tarjamah Tafsīr

Page 2: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus56

Penafsiran al

Moch. Arifin

Kalām Mālik al-Dayyān karya

Toejoean dan Maksoednja karya H. Ilyas dan

memiliki karakteristik tersendiri sesu

penulisnya.

Pada dasawarsa 1930-an, muncul karya kitab yang berjudul

Ihsan, sebuah kitab tasawuf sebagai komentar terhadap kitab

Ghazālī. Tasawuf adalah topik utama yang diurai dalam kitab tersebut, namun aspek tafsir al

Qur`an juga tidak kalah menarik, karena ketika kiai Ihsan menjumpai ayat

yang terdapat dalam redaksi Minhāj al

penafsiran yang dilakukan oleh kiai Ihsan cenderung terkesan berbeda

berbentuk ringkas dan bahkan panjang

sumber penafsirannya dan bahkan tidak. Namun semua itu merupakan identitas yang melek

pada penafsiran kiai Ihsan di dalam

Perlu diketahui bahwa terminologi tafsir tidak selamanya mutlak diarahkan pada

sebuah kitab yang secara totalitas membahas tafsir al

adalah upaya mufassir untuk m

dalam teks al-Qur`an, meskipun mufa

dari surat al-Fātiḥah hingga surat al

berbentuk kitab tafsir dengan format khusus sebagaimana kitab tafsir pada umumnya, tetapi

bisa jadi berbentuk suatu komentar lepas yang dimuat dalam kitab

penafsiran-penafsiran yang terdapat dalam kitab

Jadi, meskipun tidak ditemukan secara langsung karya kiai Ihsan yang spesifik membahas

penafsiran al-Qur`an utuh 30 juz, namun semangatnya dalam menafsirkan dan mengapresiasi

ayat-ayat al-Qur`an di dalam Sirāj al

Berangkat dari deskripsi masalah di atas, maka artikel ini akan memfokuskan arah

kajiannya untuk mengungkap sumber

secara lebih sistematis dan komprehensif. Selain itu, data

dalam penelitian ini adalah

‘Ilmiyyah, terbitan tahun 2014 edisi ke

1 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer

2 Asep Nahrul Musadad, “Tafsir Sufistik dalam Tradisi Penafsiran alKonstruksi Hermeneutis”, dalam Jurnal Farabi

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

karya kiai Saleh Darat Semarang, dan Al qoerannoel Hakim Beserta

karya H. Ilyas dan Abdul Jalil. Semua karya tafsir

memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan tujuan awal yang telah digagas oleh para

an, muncul karya kitab yang berjudul Sirāj al

Ihsan, sebuah kitab tasawuf sebagai komentar terhadap kitab Minhāj al

ah topik utama yang diurai dalam kitab tersebut, namun aspek tafsir al

Qur`an juga tidak kalah menarik, karena ketika kiai Ihsan menjumpai ayat

Minhāj al-‘Ābidīn, ia sering kali menafsirkannya. Karakteristik

siran yang dilakukan oleh kiai Ihsan cenderung terkesan berbeda-

berbentuk ringkas dan bahkan panjang-lebar. Di sisi yang lain terkadang disebutkan asal

sumber penafsirannya dan bahkan tidak. Namun semua itu merupakan identitas yang melek

pada penafsiran kiai Ihsan di dalam Sirāj al-Ṭālibīn.

Perlu diketahui bahwa terminologi tafsir tidak selamanya mutlak diarahkan pada

sebuah kitab yang secara totalitas membahas tafsir al-Qur`an lengkap 30 juz, karena tafsir

sir untuk menjelaskan firman Allah Subḥānahu wa Ta’ālā

Qur`an, meskipun mufassir tersebut tidak menafsirkannya secara keseluruhan

ah hingga surat al-Nās.1 Bahkan tidak hanya itu, bahwa tafsir tidak melulu

berbentuk kitab tafsir dengan format khusus sebagaimana kitab tafsir pada umumnya, tetapi

bisa jadi berbentuk suatu komentar lepas yang dimuat dalam kitab-kitab non tafsir.

penafsiran yang terdapat dalam kitab Sirāj al-Ṭālibīn karya kiai Ihsan tersebut.

Jadi, meskipun tidak ditemukan secara langsung karya kiai Ihsan yang spesifik membahas

Qur`an utuh 30 juz, namun semangatnya dalam menafsirkan dan mengapresiasi

Sirāj al-Ṭālibīn tetap dinyatakan sebagai penafsiran yang sah.

Berangkat dari deskripsi masalah di atas, maka artikel ini akan memfokuskan arah

kajiannya untuk mengungkap sumber-sumber dan bentuk interteks penafsiran kiai Ihsan

secara lebih sistematis dan komprehensif. Selain itu, data primer yang akan dijadikan acuan

Sirāj al-Ṭālibīn yang dipublikasikan oleh Dār al

‘Ilmiyyah, terbitan tahun 2014 edisi ke-6.

Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: LKiS, 2010), 10-11.

Tafsir Sufistik dalam Tradisi Penafsiran al-Qur`an: Sejarah Perkembangan danJurnal Farabi, Vol. 12, No. 1, Juni 2015, 115.

qoerannoel Hakim Beserta

Abdul Jalil. Semua karya tafsir tersebut

ai dengan tujuan awal yang telah digagas oleh para

Sirāj al-Ṭālibīn karya kiai

Minhāj al-‘Ābidīn karya al-

ah topik utama yang diurai dalam kitab tersebut, namun aspek tafsir al-

Qur`an juga tidak kalah menarik, karena ketika kiai Ihsan menjumpai ayat-ayat al-Qur`an

, ia sering kali menafsirkannya. Karakteristik

-beda. Di satu sisi

lebar. Di sisi yang lain terkadang disebutkan asal

sumber penafsirannya dan bahkan tidak. Namun semua itu merupakan identitas yang melekat

Perlu diketahui bahwa terminologi tafsir tidak selamanya mutlak diarahkan pada

Qur`an lengkap 30 juz, karena tafsir

ānahu wa Ta’ālā yang termuat

sir tersebut tidak menafsirkannya secara keseluruhan

Bahkan tidak hanya itu, bahwa tafsir tidak melulu

berbentuk kitab tafsir dengan format khusus sebagaimana kitab tafsir pada umumnya, tetapi

kitab non tafsir.2 Semisal

kiai Ihsan tersebut.

Jadi, meskipun tidak ditemukan secara langsung karya kiai Ihsan yang spesifik membahas

Qur`an utuh 30 juz, namun semangatnya dalam menafsirkan dan mengapresiasi

kan sebagai penafsiran yang sah.

Berangkat dari deskripsi masalah di atas, maka artikel ini akan memfokuskan arah

sumber dan bentuk interteks penafsiran kiai Ihsan

primer yang akan dijadikan acuan

yang dipublikasikan oleh Dār al-Kutub al-

Qur`an: Sejarah Perkembangan dan

Page 3: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

B. Konteks Intelektual Kiai Ihsan

1. Potret Latar Belakang Kehidupan Kiai Ihsan

Pada tahun 1901 M./1320 H. pasangan KH. Muhammad Dahlan

Artimah4 sedang dianugerahi putra yang diberi nama Bakri

belakang keluarga yang sangat terpandang. Ayahnya adalah seorang kiai tersohor pada

masanya, dan juga perintis kembali berdirinya pondok pesantren Jampes pada tahun 1886 M.

yang sebelumnya pernah musnah akibat persengketaan tanah dengan warg

Tidak lama kemudian, p

harus kandas di tengah jalan, yaitu tepat

orang tuanya bercerai, Bakri kemudian diasuh oleh neneknya, nyai Isti’anah, me

posisi ibunya. Dan dari sinilah awal pergulatan jati diri Bakri sedang diuji dengan penuh

misteri. Aktivitas kesehariannya banyak dicurahkan pada hal

seperti hobi menonton pagelaran wayang yang berlebihan dan bermain

semuanya itu ia jalani dengan tujuan untuk memahami tabiat manusia yang diejawantahkan

oleh lakon wayang, dan juga untuk menjadikan jera bagi bandar judi, namun sebagai putra

sorang kiai, nyai Isti’anah tetap sangat cemas terhadap masa depan

dirinya untuk berkontemplasi di makam kakeknya, kiai Yahuda. Dalam kesempatan itu, nyai

Isti’anah menuturkan hajatnya sebagai berikut:

Wahai mbah Yahuda, kami datang kepadamu dengan membawa cucumu yangbernama Bakri ini untuk kamiCucumu ini sudah keterlaluan sekali kenakalannya, dan keluarga merasa dibuatmalu oleh perbuatannya. Apabila Bakri ini tidak dapat berhenti dan menghentikan

3 Menurut sumber yang ada nasab ayahnya jika ditelisik secara vertikal, maka akan berujung pada RadenRahmad, Sunan Ampel Surabaya. Lihat. Ali Murtadho dan Mahbub Dje, “1901-1952”, dalam Kitab Kopi dan Rokok

4 Nasab ibunya jika ditelusuri secara vertikal, maka akan bertemu pada Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung JatiCirebon. Lihat. Ibid,.

5 Bakri adalah nama yang disesuaikan dengan nama kiai ayahnya ketika masih mondok di pesantren MangunsariNganjuk. Kiai Dahlan (ayah Bakri) berharap agar anaknya kelak menjadi orang yang alim seperti halnyaBakri Mangunsari Nganjuk. Dan seiring dengan berjalannya waktu nama “Bakri” berubah menjadi “Ihsan”.Lihat, M. Solahudin, Napak Tilas Masyayikh:(Kediri: Nous Pustaka Utama, 2013), 98.

6 Jampes adalah sebuah nama desa yang terletak sekitar lima kilo meter sebelah utara kota Kediri. Konon Jampesbukanlah nama asli desa tersebut. Nama Jampes baru ditetapkan sebagai nama desa setelah KH. Dahlanmendirikan pesantren yang diberi nama “Akhirnya desa tersebut baru saja resmi menggunakan nama “Jampes” sebagai nama desa. Lihat. Tim SejarahBPK P2L Pondok Pesantren Lirboyo,

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Konteks Intelektual Kiai Ihsan

Potret Latar Belakang Kehidupan Kiai Ihsan

Pada tahun 1901 M./1320 H. pasangan KH. Muhammad Dahlan

sedang dianugerahi putra yang diberi nama Bakri5. Bakri lahir di Jampes

belakang keluarga yang sangat terpandang. Ayahnya adalah seorang kiai tersohor pada

masanya, dan juga perintis kembali berdirinya pondok pesantren Jampes pada tahun 1886 M.

yang sebelumnya pernah musnah akibat persengketaan tanah dengan warga setempat.

Tidak lama kemudian, pernikahan KH. Muhammad Dahlan dengan nyai Artimah

harus kandas di tengah jalan, yaitu tepat ketika Bakri baru memasuki usia enam tahun. Setelah

orang tuanya bercerai, Bakri kemudian diasuh oleh neneknya, nyai Isti’anah, me

posisi ibunya. Dan dari sinilah awal pergulatan jati diri Bakri sedang diuji dengan penuh

misteri. Aktivitas kesehariannya banyak dicurahkan pada hal-hal yang bernuansa negatif,

seperti hobi menonton pagelaran wayang yang berlebihan dan bermain

semuanya itu ia jalani dengan tujuan untuk memahami tabiat manusia yang diejawantahkan

oleh lakon wayang, dan juga untuk menjadikan jera bagi bandar judi, namun sebagai putra

sorang kiai, nyai Isti’anah tetap sangat cemas terhadap masa depan Bakri.

dirinya untuk berkontemplasi di makam kakeknya, kiai Yahuda. Dalam kesempatan itu, nyai

Isti’anah menuturkan hajatnya sebagai berikut:

Wahai mbah Yahuda, kami datang kepadamu dengan membawa cucumu yangBakri ini untuk kami serahkan kepada Allah melalui lantaran engkau.

Cucumu ini sudah keterlaluan sekali kenakalannya, dan keluarga merasa dibuatmalu oleh perbuatannya. Apabila Bakri ini tidak dapat berhenti dan menghentikan

asab ayahnya jika ditelisik secara vertikal, maka akan berujung pada RadenRahmad, Sunan Ampel Surabaya. Lihat. Ali Murtadho dan Mahbub Dje, “Sekilas Biografi Syaikh Ihsan J

Kitab Kopi dan Rokok, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2012), xvi.

jika ditelusuri secara vertikal, maka akan bertemu pada Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati

Bakri adalah nama yang disesuaikan dengan nama kiai ayahnya ketika masih mondok di pesantren MangunsariNganjuk. Kiai Dahlan (ayah Bakri) berharap agar anaknya kelak menjadi orang yang alim seperti halnyaBakri Mangunsari Nganjuk. Dan seiring dengan berjalannya waktu nama “Bakri” berubah menjadi “Ihsan”.

Napak Tilas Masyayikh: Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa(Kediri: Nous Pustaka Utama, 2013), 98.

Jampes adalah sebuah nama desa yang terletak sekitar lima kilo meter sebelah utara kota Kediri. Konon Jampesbukanlah nama asli desa tersebut. Nama Jampes baru ditetapkan sebagai nama desa setelah KH. Dahlan

diberi nama “Jam’iyyah Pesantren” atau di singkat dengan istilah “Jampes”.Akhirnya desa tersebut baru saja resmi menggunakan nama “Jampes” sebagai nama desa. Lihat. Tim SejarahBPK P2L Pondok Pesantren Lirboyo, 3 Tokoh Lirboyo, (Lirboyo: BPK P2L, 2011), 34.

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 57

Pada tahun 1901 M./1320 H. pasangan KH. Muhammad Dahlan3 dengan nyai

kri lahir di Jampes6 dari latar

belakang keluarga yang sangat terpandang. Ayahnya adalah seorang kiai tersohor pada

masanya, dan juga perintis kembali berdirinya pondok pesantren Jampes pada tahun 1886 M.

a setempat.

KH. Muhammad Dahlan dengan nyai Artimah

Bakri baru memasuki usia enam tahun. Setelah

orang tuanya bercerai, Bakri kemudian diasuh oleh neneknya, nyai Isti’anah, menggantikan

posisi ibunya. Dan dari sinilah awal pergulatan jati diri Bakri sedang diuji dengan penuh

hal yang bernuansa negatif,

seperti hobi menonton pagelaran wayang yang berlebihan dan bermain judi. Walaupun

semuanya itu ia jalani dengan tujuan untuk memahami tabiat manusia yang diejawantahkan

oleh lakon wayang, dan juga untuk menjadikan jera bagi bandar judi, namun sebagai putra

Hal ini mendorong

dirinya untuk berkontemplasi di makam kakeknya, kiai Yahuda. Dalam kesempatan itu, nyai

Wahai mbah Yahuda, kami datang kepadamu dengan membawa cucumu yangserahkan kepada Allah melalui lantaran engkau.

Cucumu ini sudah keterlaluan sekali kenakalannya, dan keluarga merasa dibuatmalu oleh perbuatannya. Apabila Bakri ini tidak dapat berhenti dan menghentikan

asab ayahnya jika ditelisik secara vertikal, maka akan berujung pada RadenSekilas Biografi Syaikh Ihsan Jampes:

jika ditelusuri secara vertikal, maka akan bertemu pada Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati

Bakri adalah nama yang disesuaikan dengan nama kiai ayahnya ketika masih mondok di pesantren MangunsariNganjuk. Kiai Dahlan (ayah Bakri) berharap agar anaknya kelak menjadi orang yang alim seperti halnya kiaiBakri Mangunsari Nganjuk. Dan seiring dengan berjalannya waktu nama “Bakri” berubah menjadi “Ihsan”.

Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa-Madura: Buku Kedua,

Jampes adalah sebuah nama desa yang terletak sekitar lima kilo meter sebelah utara kota Kediri. Konon Jampesbukanlah nama asli desa tersebut. Nama Jampes baru ditetapkan sebagai nama desa setelah KH. Dahlan

” atau di singkat dengan istilah “Jampes”.Akhirnya desa tersebut baru saja resmi menggunakan nama “Jampes” sebagai nama desa. Lihat. Tim Sejarah

Page 4: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus58

Penafsiran al

Moch. Arifin

segala kenakalannya, maka kami meminta kepada Allahmengambilnya dan jangan diberi ia umur panjang.

Beberapa hari setelah nyai Isti’

Bakri bermimpi didatangi sosok orang tua yang menjelma seperti kakeknya. Dalam mimpi

itu, kakek tersebut membawa sebongkah batu besar seraya meminta kepada Bakri untuk

menghentikan kebiasaan negatifnya. Bakr

kakek denganku?, mau berhenti atau tidak itu bukan urusan kakek!

tegas dengan mengutarakan sebuah pernyataan:

menghentikan kebiasaan burukmu itu, ma

ke kepalamu”. Bakri tetap bersikap apatis dan akhirnya batu besar itu melayang dan

memporak-porandakan kepala Bakri menjadi hancur berkeping

langsung terbangun dari tidurnya seraya be

mengulangi perbuatan negatifnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, Bakri akhirnya menunaikan ibadah haji. Dan dari

sinilah nama Bakri kemudian diganti menjadi Ihsan

meninggal dunia. Setelah kepergian ayahnya tersebut, kiai Ihsan bergegas mengakhiri masa

lajangnya dengan menikahi gadis asal desa Sumberejo Poncokusumo Malang. Riwayat

pernikahan kiai Ihsan tidak selalu bertahan lama, hingga ia menikah (berganti istri) sampai 5

kali, dan terakhir dengan Surati (nyai Zaenab).

Pernah suatu ketika istri kiai Ihsan merasa kurang mendapat perhatian kasih sayang,

hingga terjadi sebuah sandiw

memberitahukan kepada badal

luar, sehingga tidak bisa mengimami shalat berjamaah. Seketika itu shalat dimulai dengan

dipimpin oleh badal tersebut. Tidak lama kemudian, kiai Ihsan datang dan hendak

mengimami, namun rupanya shalat sudah berlangsung. Kiai Ihsan pun kemudian

berkesimpulan dan mengetahui bahwa sebenarnya

skenario yang dibuat-buat oleh istrin

7 Busrol Karim A. Mughni, Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri: Pengarang Sirāj alIhsan, 2012), 28-29.

8 Nadzirin, Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia

9 Nama “Ihsan/kiai Ihsan” akan digunakan dalam deskripsi teks selanjutnya.

10 Busrol Karim A. Mughni, Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes

11 Murtadho Hadi, Jejak Spiritual Kiai Jampes

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

segala kenakalannya, maka kami meminta kepada Allah untuk segeramengambilnya dan jangan diberi ia umur panjang.7

Beberapa hari setelah nyai Isti’anah pulang ziarah makam kakeknya, malam harinya

Bakri bermimpi didatangi sosok orang tua yang menjelma seperti kakeknya. Dalam mimpi

itu, kakek tersebut membawa sebongkah batu besar seraya meminta kepada Bakri untuk

menghentikan kebiasaan negatifnya. Bakri pun protes kepada kakek tersebut:

kakek denganku?, mau berhenti atau tidak itu bukan urusan kakek!. Kakek tersebut bersikap

tegas dengan mengutarakan sebuah pernyataan: “Wahai cucuku! Jika engkau tidak

menghentikan kebiasaan burukmu itu, maka aku akan segera menghantamkan batu besar ini

. Bakri tetap bersikap apatis dan akhirnya batu besar itu melayang dan

porandakan kepala Bakri menjadi hancur berkeping-keping. Seketika itu, ia

langsung terbangun dari tidurnya seraya beristighfār dengan penuh penyesalan dan tidak akan

mengulangi perbuatan negatifnya.8

Seiring dengan berjalannya waktu, Bakri akhirnya menunaikan ibadah haji. Dan dari

sinilah nama Bakri kemudian diganti menjadi Ihsan9. Jeda 2 tahun, ayahanda kiai Ihsan

ia. Setelah kepergian ayahnya tersebut, kiai Ihsan bergegas mengakhiri masa

lajangnya dengan menikahi gadis asal desa Sumberejo Poncokusumo Malang. Riwayat

pernikahan kiai Ihsan tidak selalu bertahan lama, hingga ia menikah (berganti istri) sampai 5

dan terakhir dengan Surati (nyai Zaenab).10

Pernah suatu ketika istri kiai Ihsan merasa kurang mendapat perhatian kasih sayang,

hingga terjadi sebuah sandiwara dimana istrinya mengutus salah satu santri untuk

badal (pengganti) kiai Ihsan bahwa kiai Ihsan sedang ada kegiatan di

luar, sehingga tidak bisa mengimami shalat berjamaah. Seketika itu shalat dimulai dengan

sebut. Tidak lama kemudian, kiai Ihsan datang dan hendak

mengimami, namun rupanya shalat sudah berlangsung. Kiai Ihsan pun kemudian

berkesimpulan dan mengetahui bahwa sebenarnya kejadian yang terjadi tersebut merupakan

buat oleh istrinya lantaran ingin mencari perhatian.11

Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri: Pengarang Sirāj al-Ṭ

Ulama Kitab Kuning Indonesia, (Kediri: Mitra Gayatri, t.th), 30-31.

Nama “Ihsan/kiai Ihsan” akan digunakan dalam deskripsi teks selanjutnya.

Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes (Kediri: Pengarang Sirāj al-Ṭ

Jejak Spiritual Kiai Jampes, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2008), 55.

untuk segera

anah pulang ziarah makam kakeknya, malam harinya

Bakri bermimpi didatangi sosok orang tua yang menjelma seperti kakeknya. Dalam mimpi

itu, kakek tersebut membawa sebongkah batu besar seraya meminta kepada Bakri untuk

i pun protes kepada kakek tersebut: “Apa hubungan

. Kakek tersebut bersikap

“Wahai cucuku! Jika engkau tidak

ka aku akan segera menghantamkan batu besar ini

. Bakri tetap bersikap apatis dan akhirnya batu besar itu melayang dan

keping. Seketika itu, ia

dengan penuh penyesalan dan tidak akan

Seiring dengan berjalannya waktu, Bakri akhirnya menunaikan ibadah haji. Dan dari

. Jeda 2 tahun, ayahanda kiai Ihsan

ia. Setelah kepergian ayahnya tersebut, kiai Ihsan bergegas mengakhiri masa

lajangnya dengan menikahi gadis asal desa Sumberejo Poncokusumo Malang. Riwayat

pernikahan kiai Ihsan tidak selalu bertahan lama, hingga ia menikah (berganti istri) sampai 5

Pernah suatu ketika istri kiai Ihsan merasa kurang mendapat perhatian kasih sayang,

ara dimana istrinya mengutus salah satu santri untuk

(pengganti) kiai Ihsan bahwa kiai Ihsan sedang ada kegiatan di

luar, sehingga tidak bisa mengimami shalat berjamaah. Seketika itu shalat dimulai dengan

sebut. Tidak lama kemudian, kiai Ihsan datang dan hendak

mengimami, namun rupanya shalat sudah berlangsung. Kiai Ihsan pun kemudian

yang terjadi tersebut merupakan

Ṭālibīn, (Jampes: PP. Al

Ṭālibīn), 39-40.

, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2008), 55.

Page 5: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

Tampaknya kiai Ihsan tidak begitu memprioritaskan masalah duniawi, termasuk

kaitannya dengan menjalin kasih sayang bersama istri.

bersifat sosial kemasyarakatan, seperti mengajar, dakwah untuk masyarakat, dan mengarang

kitab. Bahkan dengan tegas ia mengungkapkan dampak negatif yang ditimbulkan dalam

sebuah hubungan pernikahan. Ungkapan itu ia nukil

Dārānī sebagai berikut:

�� ������ �������� ������� �������� ��������� ������ ���������� ������� �� ���������� ���� �������� ��������� ����� �����������

Seorang hamba manakala menikah dan terselamat dari bencana, maka akanbanyak tuntutannya. Dan apabila telah hadir seorang anak, maka gejolakpermusuhan akan terealisasi dan arus bencana

2. Rihlah Pergulatan Intelektual Kiai Ihsan

Sejarah awal pembentukan intelektual kiai Ihsan di mulai dari pangkuan sang ayah dan

neneknya di pesantren Jampes. Kemudian ia mengembara ke beberapa pesantren yang ada di

Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk lebih intensif mendalami ilmu agama. Beberapa

pesantren yang pernah disinggahi Bakri di antaranya adalah pesantren milik pamannya (KH.

Khozin) yang berada di kawasan Bendo Pare Kediri; pesantren Jamsaren Solo; pesantren KH.

Dahlan Semarang; pesantren Mangkang Semarang; pesantren Punduh Magelang; pesantren

Gondanglegi Nganjuk; dan pesantren Bangkalan Madura.

Di dunia santri ketika

yang relevan untuk dijadikan landasan adalah kitab

terdapat sebuah syair mengenai fase rintangan yang harus ditempuh oleh para pencari ilmu.

Adapun bunyi syairnya adalah sebagai berikut:

���������� ������������ ��

������� �������� ����� ���� �����������١٤

Ketahuilah! Kalian tidak akan pernah memperoleh ilmu kecuali dengan melaluienam tahapan. Saya akan memberi wawasan kepadamu mengenai isi dari enamtahapan tersebut dengan penjelasan secara deskrip

12 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj al

13 M. Solahudin, 5 Ulama Internasional dari Pesantren

14 Burhanuddin al-Zarnūjī, Ta‘līm al

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

kiai Ihsan tidak begitu memprioritaskan masalah duniawi, termasuk

kaitannya dengan menjalin kasih sayang bersama istri. Ia lebih mementingkan hal

bersifat sosial kemasyarakatan, seperti mengajar, dakwah untuk masyarakat, dan mengarang

kitab. Bahkan dengan tegas ia mengungkapkan dampak negatif yang ditimbulkan dalam

sebuah hubungan pernikahan. Ungkapan itu ia nukil dari pendapatnya Abū Sulaymān al

�� ������ �������� ������� �������� ������� �� ������ ���������� ��������� ���������� ���� �������� ��������� ����� �����������

���������� ���� �� ������������ ��� ������ ����١٢

Seorang hamba manakala menikah dan terselamat dari bencana, maka akanbanyak tuntutannya. Dan apabila telah hadir seorang anak, maka gejolakpermusuhan akan terealisasi dan arus bencana akan semakin tumpang

Rihlah Pergulatan Intelektual Kiai Ihsan

Sejarah awal pembentukan intelektual kiai Ihsan di mulai dari pangkuan sang ayah dan

neneknya di pesantren Jampes. Kemudian ia mengembara ke beberapa pesantren yang ada di

dan Jawa Tengah untuk lebih intensif mendalami ilmu agama. Beberapa

pesantren yang pernah disinggahi Bakri di antaranya adalah pesantren milik pamannya (KH.

Khozin) yang berada di kawasan Bendo Pare Kediri; pesantren Jamsaren Solo; pesantren KH.

marang; pesantren Mangkang Semarang; pesantren Punduh Magelang; pesantren

Gondanglegi Nganjuk; dan pesantren Bangkalan Madura.13

membahas masalah etika mencari ilmu, maka literatur klasik

yang relevan untuk dijadikan landasan adalah kitab Ta‘līm al-Muta’allim. Di dalam kitab itu

terdapat sebuah syair mengenai fase rintangan yang harus ditempuh oleh para pencari ilmu.

airnya adalah sebagai berikut:

� �� ���� ���� ��������� ���������� ������������������ ��◌ �� ���������� ��� ���������� ������������ ��

����������� ������������ ���� ���� �������◌ ������� �������� ����� ���� �����������

Ketahuilah! Kalian tidak akan pernah memperoleh ilmu kecuali dengan melaluienam tahapan. Saya akan memberi wawasan kepadamu mengenai isi dari enamtahapan tersebut dengan penjelasan secara deskriptif: (1) Cerdas; (2) mempunyai

Sirāj al-Ṭālibīn, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2014), 2:35

5 Ulama Internasional dari Pesantren, (Kediri: Nous Pustaka Utama, 2014), 77.

Ta‘līm al-Muta’allim, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2012), 40

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 59

kiai Ihsan tidak begitu memprioritaskan masalah duniawi, termasuk

Ia lebih mementingkan hal-hal yang

bersifat sosial kemasyarakatan, seperti mengajar, dakwah untuk masyarakat, dan mengarang

kitab. Bahkan dengan tegas ia mengungkapkan dampak negatif yang ditimbulkan dalam

dari pendapatnya Abū Sulaymān al-

�� ������ �������� ������� �������� ������� �� ������ ���������� ��������� ���������� ���� �������� ��������� ����� �����������

���������� ���� �� ������������ ��� ������ ����

Seorang hamba manakala menikah dan terselamat dari bencana, maka akanbanyak tuntutannya. Dan apabila telah hadir seorang anak, maka gejolak

tumpang-tindih.

Sejarah awal pembentukan intelektual kiai Ihsan di mulai dari pangkuan sang ayah dan

neneknya di pesantren Jampes. Kemudian ia mengembara ke beberapa pesantren yang ada di

dan Jawa Tengah untuk lebih intensif mendalami ilmu agama. Beberapa

pesantren yang pernah disinggahi Bakri di antaranya adalah pesantren milik pamannya (KH.

Khozin) yang berada di kawasan Bendo Pare Kediri; pesantren Jamsaren Solo; pesantren KH.

marang; pesantren Mangkang Semarang; pesantren Punduh Magelang; pesantren

membahas masalah etika mencari ilmu, maka literatur klasik

. Di dalam kitab itu

terdapat sebuah syair mengenai fase rintangan yang harus ditempuh oleh para pencari ilmu.

����������� ������������ ���� ���� �������

Ketahuilah! Kalian tidak akan pernah memperoleh ilmu kecuali dengan melaluienam tahapan. Saya akan memberi wawasan kepadamu mengenai isi dari enam

tif: (1) Cerdas; (2) mempunyai

‘Ilmiyyah, 2014), 2:35-36.

, (Kediri: Nous Pustaka Utama, 2014), 77.

‘Ilmiyyah, 2012), 40-41.

Page 6: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus60

Penafsiran al

Moch. Arifin

ambisi yang kuat; (3) sabar dalam menjalaninya; (4) adanya bekal biaya yangmemadai; (5) penjelasan ilmu dari guru; (6) jangka waktu yang lama.

Poin ke enam dari syair di atas rupanya tidak berlaku bagi kiai Ihsan dalam

perjalanannya mencari ilmu. Selama di pesantren ia tidak pernah

paling lama hanya dua bulan atau bahkan kurang dari itu. Semisal, ketika mondok di

Bangkalan, Madura yang diasuh oleh KH. Kholil, maka kiai Ihsan mempelajari nahwu

(Alfiyyah Ibnu Mālik) hanya menghabiskan waktu selama dua bulan dan langsung

pesantren Jamsaren, Solo hanya singgah selama satu bulan.

pesantrennya KH. Dahlan Semarang hanya dua puluh hari. Namun, dalam jangka waktu yang

relatif singkat tersebut ia telah berhasil menguasai setiap disiplin ilmu yang dipelajarinya

dengan baik dan sempurna.15

Kiai Ihsan selama mondok di pesantren selalu bersikap rendah hati dan tidak pernah

memperlihatkan identitasnya sebagai putra dari keturunan orang

ketika ia belajar di pesantren Jamsaren Solo

alamat desa Putih. Tidak ada yang mengetahui kalau kiai Ihsan/Bakri yang sesungguhnya

adalah putra dari pasangan KH. Dahlan Jampes dengan nyai Artimah. Bahkan, ia kemudian

ikut pengasuh pesantren Jamsaren sebagai pelayan atau

Peristiwa yang hampir sama

Magelang, asuhan KH. Ma’shum. Di pesantren ini kiai Ihsan diperbudak menjadi obyek

suruhan bagi para santri seniornya. Per

tanpa menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Pada suatu kesempatan, saat KH. Ma’shum

hendak mengajar para santrinya

menunggu terlebih dahulu dan tid

santri kebingungan terhadap sikap gurunya tersebut. Dan di tempat

hanya kiai Ihsan (santri suruhan) yang belum kelihatan hadir. Tidak lama kemudian, tiba

kiai Ihsan datang dari arah samping dan duduk berbaur dengan santri yang telah lama

menanti. Saat itulah KH. Ma’shum segera memulai pengajiannya. Para santri akhirnya

berkesimpulan bahwa sikap aneh gurunya ternyata dipengaruhi oleh kiai Ihsan.

15 Nadzirin, Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia

16 M. Solahudin, 5 Ulama Internasional dari Pesantren

17 Busrol Karim A. Mughni, Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

ambisi yang kuat; (3) sabar dalam menjalaninya; (4) adanya bekal biaya yangmemadai; (5) penjelasan ilmu dari guru; (6) jangka waktu yang lama.

Poin ke enam dari syair di atas rupanya tidak berlaku bagi kiai Ihsan dalam

lanannya mencari ilmu. Selama di pesantren ia tidak pernah mulāzamah

paling lama hanya dua bulan atau bahkan kurang dari itu. Semisal, ketika mondok di

Madura yang diasuh oleh KH. Kholil, maka kiai Ihsan mempelajari nahwu

) hanya menghabiskan waktu selama dua bulan dan langsung

hanya singgah selama satu bulan. Ia mendalami ilmu astronomi di

pesantrennya KH. Dahlan Semarang hanya dua puluh hari. Namun, dalam jangka waktu yang

relatif singkat tersebut ia telah berhasil menguasai setiap disiplin ilmu yang dipelajarinya

Kiai Ihsan selama mondok di pesantren selalu bersikap rendah hati dan tidak pernah

memperlihatkan identitasnya sebagai putra dari keturunan orang-orang alim. Hal itu terbukti

ketika ia belajar di pesantren Jamsaren Solo ia menyebut dirinya dengan Bakri bin

alamat desa Putih. Tidak ada yang mengetahui kalau kiai Ihsan/Bakri yang sesungguhnya

adalah putra dari pasangan KH. Dahlan Jampes dengan nyai Artimah. Bahkan, ia kemudian

ikut pengasuh pesantren Jamsaren sebagai pelayan atau abdi ndalem.16

Peristiwa yang hampir sama terjadi pada saat Bakri mondok di pesantren Punduh

Magelang, asuhan KH. Ma’shum. Di pesantren ini kiai Ihsan diperbudak menjadi obyek

suruhan bagi para santri seniornya. Perlakuan seperti itu, ia jalani dengan sabar, ikhlas dan

tanpa menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Pada suatu kesempatan, saat KH. Ma’shum

hendak mengajar para santrinya berlaku tidak seperti biasanya, yaitu KH. Ma’shum

menunggu terlebih dahulu dan tidak langsung memulai pengajiannya. Hal ini membuat para

santri kebingungan terhadap sikap gurunya tersebut. Dan di tempat ḥalaqah

hanya kiai Ihsan (santri suruhan) yang belum kelihatan hadir. Tidak lama kemudian, tiba

g dari arah samping dan duduk berbaur dengan santri yang telah lama

menanti. Saat itulah KH. Ma’shum segera memulai pengajiannya. Para santri akhirnya

berkesimpulan bahwa sikap aneh gurunya ternyata dipengaruhi oleh kiai Ihsan.

Ulama Kitab Kuning Indonesia, 33.

5 Ulama Internasional dari Pesantren, 77-78.

ekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri, 35.

ambisi yang kuat; (3) sabar dalam menjalaninya; (4) adanya bekal biaya yangmemadai; (5) penjelasan ilmu dari guru; (6) jangka waktu yang lama.

Poin ke enam dari syair di atas rupanya tidak berlaku bagi kiai Ihsan dalam

mulāzamah (menetap) lama,

paling lama hanya dua bulan atau bahkan kurang dari itu. Semisal, ketika mondok di

Madura yang diasuh oleh KH. Kholil, maka kiai Ihsan mempelajari nahwu

) hanya menghabiskan waktu selama dua bulan dan langsung boyong. Di

mendalami ilmu astronomi di

pesantrennya KH. Dahlan Semarang hanya dua puluh hari. Namun, dalam jangka waktu yang

relatif singkat tersebut ia telah berhasil menguasai setiap disiplin ilmu yang dipelajarinya

Kiai Ihsan selama mondok di pesantren selalu bersikap rendah hati dan tidak pernah

orang alim. Hal itu terbukti

Bakri bin Abu Bakar

alamat desa Putih. Tidak ada yang mengetahui kalau kiai Ihsan/Bakri yang sesungguhnya

adalah putra dari pasangan KH. Dahlan Jampes dengan nyai Artimah. Bahkan, ia kemudian

terjadi pada saat Bakri mondok di pesantren Punduh

Magelang, asuhan KH. Ma’shum. Di pesantren ini kiai Ihsan diperbudak menjadi obyek

lakuan seperti itu, ia jalani dengan sabar, ikhlas dan

tanpa menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Pada suatu kesempatan, saat KH. Ma’shum

, yaitu KH. Ma’shum

ak langsung memulai pengajiannya. Hal ini membuat para

alaqah ilmiah itu tampak

hanya kiai Ihsan (santri suruhan) yang belum kelihatan hadir. Tidak lama kemudian, tiba-tiba

g dari arah samping dan duduk berbaur dengan santri yang telah lama

menanti. Saat itulah KH. Ma’shum segera memulai pengajiannya. Para santri akhirnya

berkesimpulan bahwa sikap aneh gurunya ternyata dipengaruhi oleh kiai Ihsan.17

Page 7: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

Hal yang sama juga terulang kembali ketika KH. Ma’shum hendak mengajar para

santrinya. Di tempat pengajian, kiai Ihsan belum terlihat hadir dan pengajiannya pun juga

belum dimulai. Setelah sekian lama KH. Ma’shum me

berujung tidak hadir, akhirnya pengajian terpaksa diliburkan. Para santri tersontak dengan

ihwal yang sedang dilakukan

memuncak. Tidak lama kemudian KH. Ma’shum angkat bi

santri yang bernama kiai Ihsan/Bakri itu hakikatnya adalah putra KH. Dahlan Jampes. Semua

santri tidak mengerti secara pasti, dari mana gurunya tersebut mengetahui identitas kiai

Ihsan/Bakri yang sebenarnya. Akhirnya, setelah

maka kiai Ihsan/Bakri segera meninggalkan pesantren Punduh Magelang.

Perjalanan intelektual kiai Ihsan

merendah, dan selalu meninggalkan pesantren, manak

para santri atau kiainya. Hal tersebut barangkali yang menjadi salah satu alasan di balik

singkatnya waktu belajar selama dirinya menetap di pesantren.

Kiai Ihsan meafat pada hari Ahad petang 24 Dzul Hijjah 1371 H./17 September 1952

M. Setelah berwudhu, tiba-tiba kiai Ihsan terjatuh hingga menderita sakit yang sangat

mencemaskan keluarga. Keesokan harinya, tepatnya hari Senin pukul 12.00 WIB, 25 Dzul

Hijjah 1371 H./16 September 1952 M. kiai Ihsan menghembuskan nafas terakhirnya di usia

51 tahun dengan di iringi deraian air mata dari keluarga dan sejumlah santri yang masih

sangat membutuhkan bimbingan spiritualnya. Kemudian pada sore hari jenazahnya langsung

disemayamkan berdampingan dengan makam ayah dan neneknya yang berada di belakang

mushola al-Sḥarīf, yaitu sebuah pemakaman khusus di desa Putih dengan jarak 1 KM dari

pesantren Jampes, Kediri.19

Kemudian setiap kali tanggal 25 Dzul Hijjah, maka ditetapkan sebagai hari haul kiai

Ihsan. Peringatan haul tersebut pertama kali dirintis oleh KH. Muhammad yang merupakan

anak ke tiga kiai Ihsan.

3. Karya-Karya Ilmiah Kiai Ihsan

Menurut berbagai sumber informasi yang ada deretan nama karya

adalah sebanyak lima kitab, yaitu:

18 Ibid, 36.

19 Busrol Karim A. Mughni, Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Hal yang sama juga terulang kembali ketika KH. Ma’shum hendak mengajar para

santrinya. Di tempat pengajian, kiai Ihsan belum terlihat hadir dan pengajiannya pun juga

belum dimulai. Setelah sekian lama KH. Ma’shum menunggu kedatangan kiai Ihsan yang

berujung tidak hadir, akhirnya pengajian terpaksa diliburkan. Para santri tersontak dengan

dilakukan gurunya itu, dan rasa penasaran pun menjadi semakin

memuncak. Tidak lama kemudian KH. Ma’shum angkat bicara kepada para santri, bahwa

santri yang bernama kiai Ihsan/Bakri itu hakikatnya adalah putra KH. Dahlan Jampes. Semua

santri tidak mengerti secara pasti, dari mana gurunya tersebut mengetahui identitas kiai

Ihsan/Bakri yang sebenarnya. Akhirnya, setelah identitasnya diketahui oleh teman

maka kiai Ihsan/Bakri segera meninggalkan pesantren Punduh Magelang.18

erjalanan intelektual kiai Ihsan banyak diwarnai dengan sikap tertutup atau

merendah, dan selalu meninggalkan pesantren, manakala identitasnya telah diketahui oleh

para santri atau kiainya. Hal tersebut barangkali yang menjadi salah satu alasan di balik

singkatnya waktu belajar selama dirinya menetap di pesantren.

ada hari Ahad petang 24 Dzul Hijjah 1371 H./17 September 1952

tiba kiai Ihsan terjatuh hingga menderita sakit yang sangat

mencemaskan keluarga. Keesokan harinya, tepatnya hari Senin pukul 12.00 WIB, 25 Dzul

mber 1952 M. kiai Ihsan menghembuskan nafas terakhirnya di usia

51 tahun dengan di iringi deraian air mata dari keluarga dan sejumlah santri yang masih

sangat membutuhkan bimbingan spiritualnya. Kemudian pada sore hari jenazahnya langsung

ampingan dengan makam ayah dan neneknya yang berada di belakang

yaitu sebuah pemakaman khusus di desa Putih dengan jarak 1 KM dari

setiap kali tanggal 25 Dzul Hijjah, maka ditetapkan sebagai hari haul kiai

Ihsan. Peringatan haul tersebut pertama kali dirintis oleh KH. Muhammad yang merupakan

Karya Ilmiah Kiai Ihsan

Menurut berbagai sumber informasi yang ada deretan nama karya

adalah sebanyak lima kitab, yaitu: Taṣrīḥ al-‘Ibārāt, Sirāj al-Ṭālibīn, Manāhīj al

Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri, 79-80.

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 61

Hal yang sama juga terulang kembali ketika KH. Ma’shum hendak mengajar para

santrinya. Di tempat pengajian, kiai Ihsan belum terlihat hadir dan pengajiannya pun juga

nunggu kedatangan kiai Ihsan yang

berujung tidak hadir, akhirnya pengajian terpaksa diliburkan. Para santri tersontak dengan

gurunya itu, dan rasa penasaran pun menjadi semakin

cara kepada para santri, bahwa

santri yang bernama kiai Ihsan/Bakri itu hakikatnya adalah putra KH. Dahlan Jampes. Semua

santri tidak mengerti secara pasti, dari mana gurunya tersebut mengetahui identitas kiai

identitasnya diketahui oleh teman-temannya,

18

diwarnai dengan sikap tertutup atau

ala identitasnya telah diketahui oleh

para santri atau kiainya. Hal tersebut barangkali yang menjadi salah satu alasan di balik

ada hari Ahad petang 24 Dzul Hijjah 1371 H./17 September 1952

tiba kiai Ihsan terjatuh hingga menderita sakit yang sangat

mencemaskan keluarga. Keesokan harinya, tepatnya hari Senin pukul 12.00 WIB, 25 Dzul

mber 1952 M. kiai Ihsan menghembuskan nafas terakhirnya di usia

51 tahun dengan di iringi deraian air mata dari keluarga dan sejumlah santri yang masih

sangat membutuhkan bimbingan spiritualnya. Kemudian pada sore hari jenazahnya langsung

ampingan dengan makam ayah dan neneknya yang berada di belakang

yaitu sebuah pemakaman khusus di desa Putih dengan jarak 1 KM dari

setiap kali tanggal 25 Dzul Hijjah, maka ditetapkan sebagai hari haul kiai

Ihsan. Peringatan haul tersebut pertama kali dirintis oleh KH. Muhammad yang merupakan

Menurut berbagai sumber informasi yang ada deretan nama karya-karya kiai Ihsan

Manāhīj al-Imdād,

Page 8: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus62

Penafsiran al

Moch. Arifin

Irshād al-Ikhwān fī Bayān Ḥ

Tafsīr al-Qur`an.21 Lima kitab ini merupakan kitab syarah dan seluruhnya ditulis dengan

menggunakan bahasa Arab yang fasih. Namun, kelima kitab itu yang berhasil terlacak dan

dapat dipelajari sampai sekarang ini adalah

Ikhwān fī Bayān Ḥukm Shurb al

Nūr al-Iḥsān fī Tafsīr al-Qur`an

Taṣrīḥ al-‘Ibārāt merupakan syarah terhadap

Dahlan Semarang yang membahas tentang ilmu falak (Astronomi). Konon, kitab ini pernah

diterbitkan oleh sebuah penerbit di Kudus dengan isi setebal 48 halaman.

kemudian hari penulis mencoba untuk memverifikasi informasi tersebut dengan mendatangi

sejumlah penerbit yang ada di Kudus, termasuk penerbit “Menara Kudus”. Namun sayang,

nama kitab itu tidak ditemukan dalam daftar penerbitan.

Sirāj al-Ṭālibīn adalah syarah

mengulas masalah sufisme. Melalui karya ini, nama kiai Ihsan menjadi populer. Kitab ini

telah banyak dipublikasikan oleh beberapa penerbit besar, di antaranya seperti Dār al

Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon

Irshād al-‘Ibād karya Zainuddin al

tergolong kitab yang sangat langka, karena hanya diterbitkan satu kali oleh pondok pesantren

“Al-Ihsan” sendiri dengan jumlah

ini di dalamnya juga terdapat celah penafsiran sebagaimana yang ada pada

Adapun Irshād al-Ikhwān fī Bayān

syarah terhadap bait-bait syair

Ikhwān fī Bayān al-Qahwah wa al

rokok. Ketebalan kitab ini sama seperti halnya kitab

oleh percetakan pondok pesant

Tafsīr al-Qur`an ini tidak diketahui secara pasti mengenai substansi dan bentuk fisiknya.

20 Lihat dalam buku sebagai berikut: Busrol Karim A. Mughni,Pengarang Sirāj al-Ṭālibīn, (Jampes: PP. Al Ihsan, 2012); Murtadho Hadi,(Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2008); Nadzirin,Gayatri, t.th); Ali Murtadho dan Mahbub Dje, “Sekilas Biografi Syaikh Ihsan Jampes: 1901Kopi dan Rokok, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2012);Penulis Pesantren Mulai Abad 14 hingga 21 Masehi

21 Muhammad Yasin bin Isa al-Fādānī,137.

22 Busrol Karim A. Mughni, Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Ḥukm Shurb al-Qahwah wa al-Dukhān,20 dan

Lima kitab ini merupakan kitab syarah dan seluruhnya ditulis dengan

menggunakan bahasa Arab yang fasih. Namun, kelima kitab itu yang berhasil terlacak dan

dapat dipelajari sampai sekarang ini adalah Sirāj al-Ṭālibīn, Manāhīj al-Imdād

ukm Shurb al-Qahwah wa al-Dukhān. Sedangkan Ta

Qur`an tidak diketahui keberadaannya.

merupakan syarah terhadap Natījah al-Mīqaāt

Semarang yang membahas tentang ilmu falak (Astronomi). Konon, kitab ini pernah

diterbitkan oleh sebuah penerbit di Kudus dengan isi setebal 48 halaman.

mencoba untuk memverifikasi informasi tersebut dengan mendatangi

sejumlah penerbit yang ada di Kudus, termasuk penerbit “Menara Kudus”. Namun sayang,

nama kitab itu tidak ditemukan dalam daftar penerbitan.

adalah syarah Minhāj al-‘Ābidīn karya terakhir al

mengulas masalah sufisme. Melalui karya ini, nama kiai Ihsan menjadi populer. Kitab ini

telah banyak dipublikasikan oleh beberapa penerbit besar, di antaranya seperti Dār al

‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon. Sedangkan Manāhīj al-Imdād

karya Zainuddin al-Malaybārī yang mengkaji tentang akhlak. Kitab ini

tergolong kitab yang sangat langka, karena hanya diterbitkan satu kali oleh pondok pesantren

Ihsan” sendiri dengan jumlah sangat terbatas. Kitab dengan ketebalan 1000 halaman lebih

ini di dalamnya juga terdapat celah penafsiran sebagaimana yang ada pada

Ikhwān fī Bayān Ḥukm Shurb al-Qahwah wa al

bait syair kiai Ahmad Dahlan Semarang dengan judul

Qahwah wa al-Dukhān yang membicarakan seputar hukum kopi dan

rokok. Ketebalan kitab ini sama seperti halnya kitab Taṣrīḥ al-‘Ibārāt dan hanya diterbitkan

oleh percetakan pondok pesantren “Al-Ihsan”. Sedangkan untuk kitab tafsir

ini tidak diketahui secara pasti mengenai substansi dan bentuk fisiknya.

berikut: Busrol Karim A. Mughni, Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri:, (Jampes: PP. Al Ihsan, 2012); Murtadho Hadi, Jejak Spiritual Kiai Jampes

(Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2008); Nadzirin, Ulama-Ulama Kitab Kuning IndonesiGayatri, t.th); Ali Murtadho dan Mahbub Dje, “Sekilas Biografi Syaikh Ihsan Jampes: 1901

, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2012); Ensiklopedi Penulis Pesantren: Biografi SingkatPenulis Pesantren Mulai Abad 14 hingga 21 Masehi, (Jombang: Pustaka Tebuireng, 2009).

Fādānī, al-‘Iqd al-Farīd min Jawāhir al-Asānid, (Surabaya: Dār al

Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri, 39-40.

dan Nūr al-Iḥsān fī

Lima kitab ini merupakan kitab syarah dan seluruhnya ditulis dengan

menggunakan bahasa Arab yang fasih. Namun, kelima kitab itu yang berhasil terlacak dan

Imdād, dan Irshād al-

Taṣrīḥ al-‘Ibārāt dan

karya KH. Ahmad

Semarang yang membahas tentang ilmu falak (Astronomi). Konon, kitab ini pernah

diterbitkan oleh sebuah penerbit di Kudus dengan isi setebal 48 halaman.22 Namun, di

mencoba untuk memverifikasi informasi tersebut dengan mendatangi

sejumlah penerbit yang ada di Kudus, termasuk penerbit “Menara Kudus”. Namun sayang,

karya terakhir al-Ghazālī yang

mengulas masalah sufisme. Melalui karya ini, nama kiai Ihsan menjadi populer. Kitab ini

telah banyak dipublikasikan oleh beberapa penerbit besar, di antaranya seperti Dār al-Fikr dan

Imdād merupakan syarah

Malaybārī yang mengkaji tentang akhlak. Kitab ini

tergolong kitab yang sangat langka, karena hanya diterbitkan satu kali oleh pondok pesantren

sangat terbatas. Kitab dengan ketebalan 1000 halaman lebih

Sirāj al-Ṭālibīn.

Qahwah wa al-Dukhān adalah

kiai Ahmad Dahlan Semarang dengan judul Tadhkīrah al-

yang membicarakan seputar hukum kopi dan

dan hanya diterbitkan

Ihsan”. Sedangkan untuk kitab tafsir Nūr al-Iḥsān fī

ini tidak diketahui secara pasti mengenai substansi dan bentuk fisiknya.

Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri:Jejak Spiritual Kiai Jampes,

Ulama Kitab Kuning Indonesia, (Kediri: MitraGayatri, t.th); Ali Murtadho dan Mahbub Dje, “Sekilas Biografi Syaikh Ihsan Jampes: 1901-1952”, dalam Kitab

Ensiklopedi Penulis Pesantren: Biografi Singkat, (Jombang: Pustaka Tebuireng, 2009).

ya: Dār al-Saqqāf, t.th),

Page 9: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

Penulis menemukan judul kitab ini sebagaimana yang di informasikan oleh syekh Yasin

ketika menyebutkan sanad Sirāj al

C. Teori Interteks: Suatu Pengenalan

Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks

lain yang memungkinkan seorang peneliti untuk menemukan

sendiri secara etimologis (textus

susunan, dan jalinan.24 Singkatnya, bahwa keterkaitan antara satu teks dengan teks lain

disebut sebagai intertekstualitas. Semua teks pada da

saling terkait dengan teks-teks yang lain. Ilustrasi sederhananya, seorang mufasir (

ketika menafsirkan suatu ayat, mungkin akan mengaitkan penafsirannya dengan konteks yang

sedang dihadapi, atau dengan t

juga bersifat dialogis. Ketika kita berbicara, apa yang kita katakan terikat pada sesuatu yang

pernah kita katakan sebelumnya, ucapan yang kita harapkan dan ucapan yang akan kita

katakan di masa mendatang.25

Teori interteks semula dikenal dengan istilah dialogis diperkenalkan oleh Mikhail

Bakhtin (1895-1975) pada tahun 1926, de

kesukaran karya sastra Rusia pada waktu itu. Dialogis mengilustrasikan bahwa semua karya

yang tercipta pada dasarnya merupakan dialog antara teks dengan teks lain.

kemudian dikembangkan lebih mendalam oleh Julia Kristeva (peneliti asal Prancis) dengan

mengganti istilah dialogis menjadi intert

mengusung teori ini, hingga pemikirannya menjadi kiblat dalam studi interteks.

Menurut Kristeva, setiap teks me

yang anonim, penulis hanya sekedar menyusun kembali. Kutipan yang dimaksudkan disini

semata-mata merupakan abstraksi, sebagai hasil kemampuan regulasi diri struktur karya

dalam menunjukkan semesta kebudaya

23 Lihat. Muhammad Yasin bin Isa al

24 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra173.

25 Eriyanto, Analisis Naratif: DasarKencana, 2015), 129.

26 Mohd Sholeh Sheh Yusuff dan Mohd Nizam Sahad,Iḥsān”, dalam Jurnal Usuluddin, Januari

27 Ibid,.

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Penulis menemukan judul kitab ini sebagaimana yang di informasikan oleh syekh Yasin

Sirāj al-Ṭālibīn23.

Teori Interteks: Suatu Pengenalan

Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks

lain yang memungkinkan seorang peneliti untuk menemukan hypogram

textus, bahasa Latin) berarti tenunan, anyaman, penggabunga

Singkatnya, bahwa keterkaitan antara satu teks dengan teks lain

disebut sebagai intertekstualitas. Semua teks pada dasarnya tidak berdiri sendiri, melainkan

teks yang lain. Ilustrasi sederhananya, seorang mufasir (

ketika menafsirkan suatu ayat, mungkin akan mengaitkan penafsirannya dengan konteks yang

sedang dihadapi, atau dengan teks-teks lain yang sudah ada sebelumnya. Teks pada dasarnya

juga bersifat dialogis. Ketika kita berbicara, apa yang kita katakan terikat pada sesuatu yang

pernah kita katakan sebelumnya, ucapan yang kita harapkan dan ucapan yang akan kita

Teori interteks semula dikenal dengan istilah dialogis diperkenalkan oleh Mikhail

1975) pada tahun 1926, dengan tujuan untuk mempermudah dalam memahami

kesukaran karya sastra Rusia pada waktu itu. Dialogis mengilustrasikan bahwa semua karya

yang tercipta pada dasarnya merupakan dialog antara teks dengan teks lain.

kemudian dikembangkan lebih mendalam oleh Julia Kristeva (peneliti asal Prancis) dengan

mengganti istilah dialogis menjadi interteks. Julia Kristeva adalah orang pertama yang

mengusung teori ini, hingga pemikirannya menjadi kiblat dalam studi interteks.

Menurut Kristeva, setiap teks merupakan mozaik kutipan yang berasal dari semestaan

yang anonim, penulis hanya sekedar menyusun kembali. Kutipan yang dimaksudkan disini

mata merupakan abstraksi, sebagai hasil kemampuan regulasi diri struktur karya

dalam menunjukkan semesta kebudayaan tertentu. Interteks yang demikian ini merupakan

Lihat. Muhammad Yasin bin Isa al-Fādānī, al-‘Iqd al-Farīd min Jawāhir al-Asānid, 137.

Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, t.th), 172

Analisis Naratif: Dasar-Dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media

Mohd Sholeh Sheh Yusuff dan Mohd Nizam Sahad, “Bacaan Intertekstual Teks Fadilat dalam, Januari-Juni 2013, 36.

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 63

Penulis menemukan judul kitab ini sebagaimana yang di informasikan oleh syekh Yasin

Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks

hypogram (teks asal). Teks

, bahasa Latin) berarti tenunan, anyaman, penggabungan,

Singkatnya, bahwa keterkaitan antara satu teks dengan teks lain

sarnya tidak berdiri sendiri, melainkan

teks yang lain. Ilustrasi sederhananya, seorang mufasir (interpreter)

ketika menafsirkan suatu ayat, mungkin akan mengaitkan penafsirannya dengan konteks yang

teks lain yang sudah ada sebelumnya. Teks pada dasarnya

juga bersifat dialogis. Ketika kita berbicara, apa yang kita katakan terikat pada sesuatu yang

pernah kita katakan sebelumnya, ucapan yang kita harapkan dan ucapan yang akan kita

Teori interteks semula dikenal dengan istilah dialogis diperkenalkan oleh Mikhail

ngan tujuan untuk mempermudah dalam memahami

kesukaran karya sastra Rusia pada waktu itu. Dialogis mengilustrasikan bahwa semua karya

yang tercipta pada dasarnya merupakan dialog antara teks dengan teks lain.26 Teori dialogis

kemudian dikembangkan lebih mendalam oleh Julia Kristeva (peneliti asal Prancis) dengan

eks. Julia Kristeva adalah orang pertama yang

mengusung teori ini, hingga pemikirannya menjadi kiblat dalam studi interteks.27

rupakan mozaik kutipan yang berasal dari semestaan

yang anonim, penulis hanya sekedar menyusun kembali. Kutipan yang dimaksudkan disini

mata merupakan abstraksi, sebagai hasil kemampuan regulasi diri struktur karya

an tertentu. Interteks yang demikian ini merupakan

, 137.

, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, t.th), 172-

Dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media, (Jakarta:

“Bacaan Intertekstual Teks Fadilat dalam Tafsīr Nūr al-

Page 10: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus64

Penafsiran al

Moch. Arifin

jumlah pengetahuan yang memungkinkan teks itu bermakna.

dibaca berdasarkan latar belakang teks

yang mandiri. Dengan kata lain,

adanya teks-teks lain sebagai contoh atau kerangka penulisan; tidak dalam arti bahwa teks

baru hanya meniru teks lain atau mengikuti kerangka yang telah ada; tetapi dalam arti bahwa

dalam penyimpangan dan transformasi pun model teks yang sudah ada memainkan peranan

yang begitu penting.29

Selain itu, secara definitif, pada dasarnya interteks mendekonstruksi dikotomi penanda

dan petanda semiotika konvensional, dimana karya dianggap berdiri sendiri secara otonom.

Sebuah karya ilmiah justru juga harus ditempatkan dalam kerangk

konkret, sehingga teks memiliki hubungan dengan teks

dan mozaik dari kutipan-kutipan terdahulu. Melalui antar hubungan tersebutlah teks saling

menetralisasikan satu dengan yang lain, sehingga

sesungguhnya.30

Menurut teori interteks, pembacaan yang berhasil justru manakala didasarkan atas

pemahaman terhadap karya-karya terdahulu. Dalam teo

teori-teori pascastrukturalis, pembaca bukan lagi sebagai konsumen, melainkan produsen.

Teks tidak dapat ditentukan secara pasti, sebab merupakan struktur dari struktur. Setiap teks

merujuk kembali secara berbeda

sebagai teks jamak. Oleh karena itu, secara praktis aktifitas interteks terjadi melalui dua opsi,

yaitu: (a) membaca dua teks atau lebih secara berdampingan pada saat yang sama; (b) hanya

membaca sebuah teks, tetapi dilatarbelakangi oleh teks

sebelumnya.31 Dan juga, produksi makna yang terjadi dalam interteks melalui tiga bentuk,

yaitu: oposisi, permutasi, dan

hubungan bermakna di antara dua makna atau lebih. Teks

28 Sebagaimana yang dikutip Nyoman Kutha Ratna,

29 A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra

30 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra

31 Ibid, 174.

32 Oposisi adalah pola produksi makna dengan cara mengutip pendapat yang berlawanan untuk dikritik,dianalisis, dan diberi masukan secara konstruktif.dalam urutan yang berbeda dari urutan semula. Sedangkanmana wujudnya merupakan sebuah terjemahan, salinan, penyederhanaan, alih bahasa, parafrase, ataupunadaptasi. Lihat. Akhmad Arif Junaidi,Ortodoksi, (Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2012), 24.

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

jumlah pengetahuan yang memungkinkan teks itu bermakna.28 Selain itu, setiap teks harus

tar belakang teks-teks lain, karena sesungguhnya tidak ada sebuah teks

yang mandiri. Dengan kata lain, penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan tanpa

teks lain sebagai contoh atau kerangka penulisan; tidak dalam arti bahwa teks

nya meniru teks lain atau mengikuti kerangka yang telah ada; tetapi dalam arti bahwa

dalam penyimpangan dan transformasi pun model teks yang sudah ada memainkan peranan

Selain itu, secara definitif, pada dasarnya interteks mendekonstruksi dikotomi penanda

dan petanda semiotika konvensional, dimana karya dianggap berdiri sendiri secara otonom.

Sebuah karya ilmiah justru juga harus ditempatkan dalam kerangka ruang dan waktu secara

konkret, sehingga teks memiliki hubungan dengan teks-teks yang lain, teks sebagai permainan

kutipan terdahulu. Melalui antar hubungan tersebutlah teks saling

menetralisasikan satu dengan yang lain, sehingga masing-masing menampilkan makna yang

Menurut teori interteks, pembacaan yang berhasil justru manakala didasarkan atas

karya terdahulu. Dalam teori interteks, sesuai dengan hakikat

teori pascastrukturalis, pembaca bukan lagi sebagai konsumen, melainkan produsen.

Teks tidak dapat ditentukan secara pasti, sebab merupakan struktur dari struktur. Setiap teks

merujuk kembali secara berbeda-beda kapada lautan karya yang telah ditulis dan tanpa batas,

sebagai teks jamak. Oleh karena itu, secara praktis aktifitas interteks terjadi melalui dua opsi,

yaitu: (a) membaca dua teks atau lebih secara berdampingan pada saat yang sama; (b) hanya

teks, tetapi dilatarbelakangi oleh teks-teks lain yang sudah pernah dibaca

Dan juga, produksi makna yang terjadi dalam interteks melalui tiga bentuk,

, dan transformasi32. Penelitian dilakukan dengan cara menemukan

hubungan bermakna di antara dua makna atau lebih. Teks-teks yang dikerangkakan sebagai

Sebagaimana yang dikutip Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra

Sastra dan Ilmu Sastra, (Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya, 2015), 113.

Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, 181.

adalah pola produksi makna dengan cara mengutip pendapat yang berlawanan untuk dikritik,dianalisis, dan diberi masukan secara konstruktif. Permutasi adalah penyusunan kembali suatu kumpulan obyekdalam urutan yang berbeda dari urutan semula. Sedangkan transformasi adalah perubahan bentuk teks, yangmana wujudnya merupakan sebuah terjemahan, salinan, penyederhanaan, alih bahasa, parafrase, ataupunadaptasi. Lihat. Akhmad Arif Junaidi, Penafsiran al-Qur`an Penghulu Kraton Surakarta: Interteks dan

(Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2012), 24.

Selain itu, setiap teks harus

teks lain, karena sesungguhnya tidak ada sebuah teks

penciptaan dan pembacaannya tidak dapat dilakukan tanpa

teks lain sebagai contoh atau kerangka penulisan; tidak dalam arti bahwa teks

nya meniru teks lain atau mengikuti kerangka yang telah ada; tetapi dalam arti bahwa

dalam penyimpangan dan transformasi pun model teks yang sudah ada memainkan peranan

Selain itu, secara definitif, pada dasarnya interteks mendekonstruksi dikotomi penanda

dan petanda semiotika konvensional, dimana karya dianggap berdiri sendiri secara otonom.

a ruang dan waktu secara

teks yang lain, teks sebagai permainan

kutipan terdahulu. Melalui antar hubungan tersebutlah teks saling

masing menampilkan makna yang

Menurut teori interteks, pembacaan yang berhasil justru manakala didasarkan atas

ri interteks, sesuai dengan hakikat

teori pascastrukturalis, pembaca bukan lagi sebagai konsumen, melainkan produsen.

Teks tidak dapat ditentukan secara pasti, sebab merupakan struktur dari struktur. Setiap teks

pada lautan karya yang telah ditulis dan tanpa batas,

sebagai teks jamak. Oleh karena itu, secara praktis aktifitas interteks terjadi melalui dua opsi,

yaitu: (a) membaca dua teks atau lebih secara berdampingan pada saat yang sama; (b) hanya

teks lain yang sudah pernah dibaca

Dan juga, produksi makna yang terjadi dalam interteks melalui tiga bentuk,

. Penelitian dilakukan dengan cara menemukan

teks yang dikerangkakan sebagai

Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, 178.

adalah pola produksi makna dengan cara mengutip pendapat yang berlawanan untuk dikritik,adalah penyusunan kembali suatu kumpulan obyek

adalah perubahan bentuk teks, yangmana wujudnya merupakan sebuah terjemahan, salinan, penyederhanaan, alih bahasa, parafrase, ataupun

Qur`an Penghulu Kraton Surakarta: Interteks dan

Page 11: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

interteks tidak terbatas sebagai persamaan

sebebas-bebasnya kepada peneliti untuk menemukan

antara kitab tafsir dengan kitab tasawuf, antara kitab tasawuf dengan kitab

seterusnya. Hubungan seperti ini tidak semata

sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai parodi maupun negasi.

D. Sumber-Sumber Penafsiran Kiai Ihsan

Seorang mufasir dalam menafsirkan al

atau berpijak pada literatur k

sesungguhnya ia tidak bisa hanya mengandalkan imajinasi pemikirannya yang terbatas secara

totalitas. Ada saatnya di sela-sela menafsirkan al

penafsiran ulama terdahulu, atau bahkan mengutip sama persis seperti redaksi aslinya. Hal ini

menunjukkan bahwa sebuah hasil penafsiran memiliki kesinambungan yang erat dengan

karya-karya tafsir sebelumnya.

Fenomena tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Mamat S. Bur

bahwa dalam sejarah penafsiran al

sedang melingkupi proses aktivitas interpretasi al

intelektual seorang mufasir masih didominasi oleh beberapa faktor yan

mempengaruhi hasil penafsirannya. Faktor tersebut diantaranya yaitu: (1) doktrin

mendominasi dunia pemikiran umat Islam dengan suatu pandangan bahwa tidak ada seorang

pun yang mampu berijtihad, sehingga doktrin ini menimbulkan

pemilik ilmu yang masih sangat kuat; (2) masih kuatnya keyakinan bahwa menerjemahkan al

Qur`an ke selain bahasa Arab diharamkan; (3) adanya ketergantungan karya

Indonesia terhadap sumber-sumber berbahasa Arab; (4

tokoh ulama terhadap ilmu tasawuf.

Faktor-faktor tersebut ru

dilakukan oleh kiai Ihsan. Di dalam kitab

penafsiran yang sumber referensinya juga banyak dipengaruhi oleh karya

sebelumya, baik karya dalam berntuk kitab tafsir maupun non

penulis ada sembilas belas sumber rujukan yang digunakan oleh kiai Ihsan dalam menafsirkan

33 Mamat S. Burhanuddin, Hermeneutika alKH. Nawawi Banten, (Yogyakarta: UII Press, 2006), 6

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

interteks tidak terbatas sebagai persamaan genre, interteks memberikan kemungkinan

bebasnya kepada peneliti untuk menemukan hypogram. Interteks dapat dilakukan

antara kitab tafsir dengan kitab tasawuf, antara kitab tasawuf dengan kitab

seterusnya. Hubungan seperti ini tidak semata-mata sebagai persamaan, melainkan juga

sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai parodi maupun negasi.

Sumber Penafsiran Kiai Ihsan

Seorang mufasir dalam menafsirkan al-Qur`an pasti sedikit banyak akan terpengaruh

atau berpijak pada literatur khazanah keilmuan yang pernah dibaca atau dihafal, karena

sesungguhnya ia tidak bisa hanya mengandalkan imajinasi pemikirannya yang terbatas secara

sela menafsirkan al-Qur`an ia mengutip atau memodifikasi hasil

a terdahulu, atau bahkan mengutip sama persis seperti redaksi aslinya. Hal ini

menunjukkan bahwa sebuah hasil penafsiran memiliki kesinambungan yang erat dengan

karya tafsir sebelumnya.

Fenomena tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Mamat S. Bur

bahwa dalam sejarah penafsiran al-Qur`an di Indonesia juga terdapat karakteristik yang

sedang melingkupi proses aktivitas interpretasi al-Qur`an. Sampai awal abad ke

intelektual seorang mufasir masih didominasi oleh beberapa faktor yan

mempengaruhi hasil penafsirannya. Faktor tersebut diantaranya yaitu: (1) doktrin

mendominasi dunia pemikiran umat Islam dengan suatu pandangan bahwa tidak ada seorang

pun yang mampu berijtihad, sehingga doktrin ini menimbulkan keyakinan adanya otoritas

pemilik ilmu yang masih sangat kuat; (2) masih kuatnya keyakinan bahwa menerjemahkan al

Qur`an ke selain bahasa Arab diharamkan; (3) adanya ketergantungan karya

sumber berbahasa Arab; (4) masih tingginya penghargaan para

tokoh ulama terhadap ilmu tasawuf.33

faktor tersebut rupanya juga dapat dirasakan dalam penafsiran

dilakukan oleh kiai Ihsan. Di dalam kitab Sirāj al-Ṭālibīn misalnya, di situ terdapat beberapa

penafsiran yang sumber referensinya juga banyak dipengaruhi oleh karya

rya dalam berntuk kitab tafsir maupun non-tafsir. Berdasarkan temuan

penulis ada sembilas belas sumber rujukan yang digunakan oleh kiai Ihsan dalam menafsirkan

Hermeneutika al-Qur‘an ala Pesantren: Analisis terhadap Tafsir Marā, (Yogyakarta: UII Press, 2006), 6-7.

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 65

, interteks memberikan kemungkinan

. Interteks dapat dilakukan

antara kitab tafsir dengan kitab tasawuf, antara kitab tasawuf dengan kitab tārikh, dan

ta sebagai persamaan, melainkan juga

Qur`an pasti sedikit banyak akan terpengaruh

hazanah keilmuan yang pernah dibaca atau dihafal, karena

sesungguhnya ia tidak bisa hanya mengandalkan imajinasi pemikirannya yang terbatas secara

Qur`an ia mengutip atau memodifikasi hasil

a terdahulu, atau bahkan mengutip sama persis seperti redaksi aslinya. Hal ini

menunjukkan bahwa sebuah hasil penafsiran memiliki kesinambungan yang erat dengan

Fenomena tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Mamat S. Burhanuddin

Qur`an di Indonesia juga terdapat karakteristik yang

Qur`an. Sampai awal abad ke-20 atmosfer

intelektual seorang mufasir masih didominasi oleh beberapa faktor yang sedikit banyak

mempengaruhi hasil penafsirannya. Faktor tersebut diantaranya yaitu: (1) doktrin taqlīd masih

mendominasi dunia pemikiran umat Islam dengan suatu pandangan bahwa tidak ada seorang

keyakinan adanya otoritas

pemilik ilmu yang masih sangat kuat; (2) masih kuatnya keyakinan bahwa menerjemahkan al-

Qur`an ke selain bahasa Arab diharamkan; (3) adanya ketergantungan karya-karya umat Islam

) masih tingginya penghargaan para

panya juga dapat dirasakan dalam penafsiran-penafsiran yang

misalnya, di situ terdapat beberapa

penafsiran yang sumber referensinya juga banyak dipengaruhi oleh karya-karya ulama

tafsir. Berdasarkan temuan

penulis ada sembilas belas sumber rujukan yang digunakan oleh kiai Ihsan dalam menafsirkan

Qur‘an ala Pesantren: Analisis terhadap Tafsir Marāḥ Labīd Karya

Page 12: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus66

Penafsiran al

Moch. Arifin

potongan ayat-ayat al-Qur`an di dalam

tersebut meliputi: 10 kitab tafsir (

al-Maḥallī dan Jalāluddin ‘Abdurra

al-Ta‘wīl karya ‘Abdullah bin ‘Umar bin Mu

al-Tanzīl karya ‘Alī bin Muḥammad bin Ibrāhīm al

Ta‘wīl karya ‘Abdullah bin A

‘Abbās karya Abī Ṭāhir bin Ya’qūb al

Ma’rifah Ba’ḍi Ma’ānī Kalāmi Rabbinā al

al-Khaṭīb al-Sharbīnī, Irshād al

Muḥammad bin Muḥammad al

Muḥammad bin Aḥmad al-Qur

al-Tamīmī al-Rāzī, dan al-Futū

Khafiyyah karya Sulaymān bin ‘Amr al

Asbāb al-Nuzūl (?) karya Jalāluddin ‘Abdurra

(Iḥyā‘ ‘Ulūm al-Dīn karya Mu

sayyid Muḥammad bin Muḥammad al

karya Abū al-Qāsim ‘Abdul Karīm bin Hawāzin

al-Munīr fī Gharīb al-Sharḥ al

Mukhtār al-Ṣiḥḥāḥ karya Mu

umum yang belum teridentifikasi identitasnya (

Muḥammad Sa’īd Bābaṣīl (?), dan

tabel:

Tabel 1: Sumber-Sumber Penafsiran Kiai Ihsan di dalam

Kategorisasi Judul Kitab

Kitab-kitabTafsir

Lubāb al-Ta‘wīl fī Ma’ānī alTanzīl (Tafsīr al

Anwār al-Tanzīl wa Asrār alTa‘wīl (Tafsīr al

Tafsīr al-Jalālayn

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Qur`an di dalam Sirāj al-Ṭālibīn. Sembilan belas sumber rujukan

eliputi: 10 kitab tafsir (Tafsīr al-Jalālayn karya Jalāluddin Muḥ

allī dan Jalāluddin ‘Abdurraḥman bin Abū Bakr al-Suyūṭī, Anwār al

karya ‘Abdullah bin ‘Umar bin Muḥammad al-Bayḍāwī, Lubāb al

ammad bin Ibrāhīm al-Khāzin, Madārik al-Tanzīl wa

karya ‘Abdullah bin Aḥmad bin Maḥmūd al-Nasafī, Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn

āhir bin Ya’qūb al-Fayrūz Ābādī, Sirāj al-Munīr fī al

i Ma’ānī Kalāmi Rabbinā al-Ḥakīm al-Khabīr karya Muḥammad bin A

Irshād al-‘Aql ilā Mazāyā al-Qur`an al-Karīm karya Abī al

ammad al-‘Īmādī, al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`an

Qurṭubī, Mafātīḥ al-Gayb karya Fakhruddin Mu

Futūḥāt al-Ilahiyyah bi Tawḍīḥ Tafsīr al-Jalālayn li al

Sulaymān bin ‘Amr al-‘Ujaylī); 1 kitab ‘Ulūm al-Qur`an

karya Jalāluddin ‘Abdurraḥman bin Abū Bakr al-Suyū

karya Muḥammad bin Muḥammad al-Ghazālī, Ittiḥ

ammad al-Ḥusaynī al-Zabīdī, dan al-Risālah al

Qāsim ‘Abdul Karīm bin Hawāzin al-Qushayrī); 2 kitab kamus Arab (

al-Kabīr karya Aḥmad bin Muḥammad bin ‘Alī al

karya Muḥammad bin Abī Bakr bin ‘Abd al-Qādir al

umum yang belum teridentifikasi identitasnya (‘Uyūn al-Majālis (?) karya al

(?), dan ‘Abdul Ḥaq (?). Berikut ini adalah ilustrasi dalam bentuk

Sumber Penafsiran Kiai Ihsan di dalam Sirāj al

Judul Kitab Pengarang

Ta‘wīl fī Ma’ānī al-Tafsīr al-Khāzin)

‘Alī bin Muḥammad binIbrāhīm al-Khāzin

Tanzīl wa Asrār al-Tafsīr al-Bayḍāwī)

‘Abdullah bin ‘Umar binMuḥammad al-Bayḍāwī

Jalālayn

Jalāluddin Muḥammad binAḥmad al-Maḥallī danJalāluddin ‘Abdurrabin Abū Bakr al-Suyū

. Sembilan belas sumber rujukan

ḥammad bin Aḥmad

Anwār al-Tanzīl wa Asrār

Lubāb al-Ta‘wīl fī Ma’ānī

Tanzīl wa Ḥaqāiq al-

Miqbās min Tafsīr Ibn

Munīr fī al-I’ānah ‘alā

ammad bin Aḥmad

karya Abī al-Su’ūd

Qur`an karya ‘Abdullah

karya Fakhruddin Muḥammad bin ‘Amr

Jalālayn li al-Daqāiq al-

(Lubāb al-Nuqūl fī

Suyūṭī); 3 kitab tasawuf

ḥāf al-Sādah karya

Risālah al-Qushayriyyah

); 2 kitab kamus Arab (Miṣbāḥ

ammad bin ‘Alī al-Fayyūmī dan

Qādir al-Rāzī); 3 literatur

(?) karya al-Ḥaddādī,

(?). Berikut ini adalah ilustrasi dalam bentuk

Sirāj al-Ṭālibīn

Jumlah

ammad bin

10

‘Abdullah bin ‘Umar bināwī

ammad binallī dan

Jalāluddin ‘AbdurraḥmanSuyūṭī

Page 13: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

Madārik al-Tanzīl waTa‘wīl (Tafsīr al

Tanwīr al-Miqbā‘Abbās

al-Futūḥāt alTafsīr al-Jalālayn li alKhafiyyah

Sirāj al-Munīr fī alMa’rifah Ba’Rabbinā al-Ḥ

al-Jāmi’ li Aḥ

Mafātīḥ al-Gayb

Irshād al-‘Aql ilā Mazāyā alQur`an al-Karīm

Kitab-kitabTasawuf

Ittiḥāf al-Sādah

Iḥyā‘ ‘Ulūm al

al-Risālah al

KamusArab

Miṣbāḥ al-Munīr

Mukhtār al-Ṣ

Kitab ‘Ulūmal-Qur`an

Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al(?)

(?)

(?)

(?)

‘Uyūn al-Majālis

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Tanzīl wa Ḥaqāiq al-Tafsīr al-Nasafī)

‘Abdullah bin Aḥmad binMaḥmūd al-Nasafī

Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abī Ṭāhir bin Ya’qūb alFayrūz Ābādī

āt al-Ilahiyyah bi TawḍīḥJalālayn li al-Daqāiq al-

Sulaymān bin ‘Amr al‘Ujaylī

Munīr fī al-I’ānah ‘alāMa’rifah Ba’ḍi Ma’ānī Kalāmi

Ḥakīm al-Khabīr

Muḥammad bin Aḥmad alKhaṭīb al-Sharbīnī

ḥkām al-Qur`an‘Abdullah Muḥammad binAḥmad al-Qurṭubī

GaybFakhruddin Muḥammad bin‘Amr al-Tamīmī al-Rāzī

‘Aql ilā Mazāyā al-Karīm

‘Abī al-Su’ūd Muḥbin Muḥammad al-‘Īmādī

SādahSayyid Muḥammad binMuḥammad al-Ḥusaynī alZabīdī

yā‘ ‘Ulūm al-DīnMuḥammad bin Muḥal-Ghazālī

Risālah al-QushayriyyahAbū al-Qāsim ‘AbdulKarīm bin HawāzinQushayrī

MunīrAḥmad bin Muḥammad bin‘Alī al-Fayyūmī

ṢiḥḥāḥMuḥammad bin Abī Bakrbin ‘Abd al-Qādir al-

Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl Jalāluddin ‘Abdurrabin Abū Bakr al-Suyū

Muḥammad Sa’īd Bāba

‘Abdul Ḥaq

Majālis (?) al-Ḥaddādī

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 67

mad bin

āhir bin Ya’qūb al-

Sulaymān bin ‘Amr al-

mad al-

ammad bin

ammad binRāzī

ḥammad‘Īmādī

ammad binusaynī al-

3ḥammad

Qāsim ‘AbdulKarīm bin Hawāzin al-

ammad bin

2ammad bin Abī Bakr

-Rāzī

Jalāluddin ‘AbdurraḥmanSuyūṭī

1

ammad Sa’īd Bābaṣīl

3

Page 14: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus68

Penafsiran al

Moch. Arifin

Sembilan belas sumber rujukan tersebut sangat membantu kinerja kiai Ihsan dalam

menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an yang disitir dari

sesuai dengan kebutuhan untuk menafsirkan ayat. Semisal

Tanzīl digunakan sampai 113 kali;

Jalālayn 32 kali; Madārik al

Tafsīr Ibn ‘Abbās 14 kali; al-

al-Khafiyyah 2 kali; Sirāj al-Munīr fī al

al-Ḥakīm al-Khabīr 2 kali; al

Irshād al-‘Aql ilā Mazāyā al-Qur`an al

Dīn 1 kali; al-Risālah al-Qushayriyyah

kali; Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al

Ḥaq (?) 1 kali; dan ‘Uyūn al-Majālis

Tabel 2: Penggunaan Sumber Penafsiran

Nama Sumber Penafsiran

Lubāb al-Ta‘wīl fī Ma’ānī alKhāzin)

Anwār al-Tanzīl wa Asrār alBayḍāwī)

Tafsīr al-Jalālayn

Madārik al-Tanzīl wa Ḥaqāiq alNasafī)

Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās

al-Futūḥāt al-Ilahiyyah bi TawJalālayn li al-Daqāiq al-Khafiyyah

Sirāj al-Munīr fī al-I’ānah ‘alā Ma’rifah Ba’Ma’ānī Kalāmi Rabbinā al-Ḥ

al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`an

Mafātīḥ al-Gayb

Irshād al-‘Aql ilā Mazāyā al

Ittiḥāf al-Sādah

Iḥyā‘ ‘Ulūm al-Dīn

al-Risālah al-Qushayriyyah

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Sembilan belas sumber rujukan tersebut sangat membantu kinerja kiai Ihsan dalam

Qur`an yang disitir dari Minhāj al-‘Ābidīn. Ia menggunakannya

sesuai dengan kebutuhan untuk menafsirkan ayat. Semisal Lubāb al-Ta‘wīl fī Ma’ānī al

digunakan sampai 113 kali; Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl

Madārik al-Tanzīl wa Ḥaqāiq al-Ta‘wīl 32 kali; Tanwīr al

-Futūḥāt al-Ilahiyyah bi Tawḍīḥ Tafsīr al-Jalālayn li al

Munīr fī al-I’ānah ‘alā Ma’rifah Ba’ḍi Ma’ānī Kalāmi Rabbinā

al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`an 2 kali; Mafātī

Qur`an al-Karīm 1 kali; Ittiḥāf al-Sādah 2 kali;

Qushayriyyah 1 kali; Miṣbāḥ al-Munīr 1 kali; Mukhtār al

Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl (?) 1 kali; Muḥammad Sa’īd Bābaṣīl (?) 1 kali; ‘Abdul

Majālis (?) 1 kali.

Tabel 2: Penggunaan Sumber Penafsiran

Nama Sumber Penafsiran

Sirāj al-Ṭālibīn

(jilid I)

(X)

nī al-Tanzīl (Tafsīr al-11

Tanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl (Tafsīr al-17

27

aqāiq al-Ta‘wīl (Tafsīr al-4

Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās 3

Ilahiyyah bi Tawḍīḥ Tafsīr al-Khafiyyah

2

I’ānah ‘alā Ma’rifah Ba’ḍiḤakīm al-Khabīr

1

Qur`an -

-

al-Qur`an al-Karīm 1

1

-

-

Sembilan belas sumber rujukan tersebut sangat membantu kinerja kiai Ihsan dalam

. Ia menggunakannya

Ta‘wīl fī Ma’ānī al-

72 kali; Tafsīr al-

Tanwīr al-Miqbās min

Jalālayn li al-Daqāiq

i Ma’ānī Kalāmi Rabbinā

Mafātīḥ al-Gayb 1 kali;

2 kali; Iḥyā‘ ‘Ulūm al-

Mukhtār al-Ṣiḥḥāḥ 1

ṣīl (?) 1 kali; ‘Abdul

Sirāj al-Ṭālibīn

(jilid II)

(X)

102

55

5

28

11

-

1

2

1

-

1

1

1

Page 15: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

Nama Sumber Penafsiran

Miṣbāḥ al-Munīr

Mukhtār al-Ṣiḥḥāḥ

Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl

Muḥammad Sa’īd Bābaṣīl (?)

‘Abdul Ḥaq (?)

‘Uyūn al-Majālis (?)

Uraian tabel di atas sebenarnya masih bersifat global, dan hanya bertujuan untuk

memberikan gambaran terkait jumlah penggunaan sumber penafsiran yang dirujuk oleh kiai

Ihsan. Adapun mengenai letak halaman

yang merujuk pada 19 sumber penafsiran tersebut secara lebih detail adalah sebagai berikut:

Tabel III: Kitab atau Mufasir Rujukan

No Kitab atau Mufasir yang Dirujuk

1 Tafsīr al-Jalālayn

2 Anwār al-Tanzīl wa Asrār al(Tafsīr al-Bayḍāwī)

3 Lubāb al-Ta‘wīl fī Ma’ānī al(Tafsīr al-Khāzin)

4 Madārik al-Tanzīl wa(Tafsīr al-Nasafī)

5 Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās

6 al-Futūḥāt al-Ilahiyyah

7 Sirāj al-Munīr

8 Irshād al-‘Aql ilā Mazāyā alKarīm

9 Ittiḥāf al-Sādah

10 ‘Abdul Ḥaq (?)

Tabel IV: Kitab atau Mufasir Rujukan

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Nama Sumber Penafsiran

Sirāj al-Ṭālibīn

(jilid I)

(X)

-

-

Nuzūl (?) -

īl (?) -

1

-

Uraian tabel di atas sebenarnya masih bersifat global, dan hanya bertujuan untuk

memberikan gambaran terkait jumlah penggunaan sumber penafsiran yang dirujuk oleh kiai

Ihsan. Adapun mengenai letak halaman Sirāj al-Ṭālibīn, baik di jilid I, maupun di jilid II,

yang merujuk pada 19 sumber penafsiran tersebut secara lebih detail adalah sebagai berikut:

Tabel III: Kitab atau Mufasir Rujukan Sirāj al-Ṭālibīn Jilid I

Kitab atau Mufasir yang Dirujuk Halaman yang Merujuk

174 (4X), 243, 253 (2X), 266, 268, 288(2X), 289 (5X), 291 (2X), 299 (2X), 302,345, 398, 404, 425 (2X), 445.

Tanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl 63, 72, 147, 157, 268, 299, 302, 311360 (3X), 380, 396, 398, 399, 435.

Ta‘wīl fī Ma’ānī al-Tanzīl 63, 64, 243, 289, 299, 311, 341, 360,397, 405, 460.

Tanzīl wa Ḥaqāiq al-Ta‘wīl 72, 405, 435, 461.

Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās 72, 315, 435.

Ilahiyyah 35, 243.

315.

‘Aql ilā Mazāyā al-Qur`an al- 72.

295.

315.

Tabel IV: Kitab atau Mufasir Rujukan Sirāj al-Ṭālibīn Jilid II

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 69

Sirāj al-Ṭālibīn

(jilid II)

(X)

1

1

1

1

-

1

Uraian tabel di atas sebenarnya masih bersifat global, dan hanya bertujuan untuk

memberikan gambaran terkait jumlah penggunaan sumber penafsiran yang dirujuk oleh kiai

, baik di jilid I, maupun di jilid II,

yang merujuk pada 19 sumber penafsiran tersebut secara lebih detail adalah sebagai berikut:

Jilid I

Halaman yang Merujuk

174 (4X), 243, 253 (2X), 266, 268, 288(2X), 289 (5X), 291 (2X), 299 (2X), 302,345, 398, 404, 425 (2X), 445.

57, 268, 299, 302, 311-312,360 (3X), 380, 396, 398, 399, 435.

63, 64, 243, 289, 299, 311, 341, 360,

Jilid II

Page 16: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus70

Penafsiran al

Moch. Arifin

No Kitab atau Mufasir yang Dirujuk

1Lubāb al-Ta‘wīl fī Ma’ānī al(Tafsīr al-Khāzin)

2Anwār al-Tanzīl wa Asrār al(Tafsīr al-Bayḍāwī)

3Madārik al-Tanzīl wa(Tafsīr al-Nasafī)

4 Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās

5 Tafsīr al-Jalālayn

6 al-Jāmi’ li Aḥkām al-Qur`an

7 Mafātīḥ al-Gayb

8 Sirāj al-Munīr

9 Ittiḥāf al-Sādah

10 Iḥyā‘ ‘Ulūm al-Dīn

11 al-Risālah al-Qushayriyyah

12 Miṣbāḥ al-Munīr

13 Mukhtār al-Ṣiḥḥāḥ

14 Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al

15 Muḥammad Sa’īd Bāba

16 ‘Uyūn al-Majālis (?)

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Kitab atau Mufasir yang Dirujuk Halaman yang Merujuk

Ta‘wīl fī Ma’ānī al-Tanzīl

8-9, 50, 68 (2X), 69, 74 (2X), 90, 94, 96,109, 111, 137, 139 (2X), 141 (2X), 142,144, 154, 16, 167, 169,186, 221, 223, 225, 225227 (3X), 228 (2X), 229 (4X), 230, 232,233 (2X), 234, 236, 241 (2X), 242, 244,246, 247, 248, 257 (3X), 265, 286, 288,300, 305, 324, 341, 374, 392, 393 (2X),410, 411, 417, 422-423, 427, 431, 432(2X), 433, 435, 436, 438, 442, 433 (2X),446, 446-447, 452, 457 (2X), 458, 459(3X), 461 (2X), 462, 463, 464 (2X), 465.

Tanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl

8-9, 13, 69, 74, 90, 97, 109, 111, 142(2X), 166, 170, 184, 219, 221, 223, 225,227 (4X), 230, 233, 236, 241 (2X), 242,268, 286, 288 (2X), 295, 324, 338, 343344, 345, 346, 347, 349, 391, 393, 398,410, 411 (2X), 417, 422432, 441, 443, 458, 463 (2X).

Tanzīl wa Ḥaqāiq al-Ta‘wīl8-9, 74, 83, 111, 141 (2X), 166, 219, 225(2X), 241 (2X), 265, 288, 300 (2X), 387(2X), 397, 411, 411-412, 430, 443, 458,459, 464 (2X), 465.

Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās68, 69, 90, 167, 221, 268, 300, 347, 430,442, 463.

94, 102, 229, 243, 244.

Qur`an 243.

244.

94-95.

391.

261.

Qushayriyyah 261.

94-95.

94-95.

Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl (?) 302-303.

ammad Sa’īd Bābaṣīl (?) 393.

393.

Halaman yang Merujuk

9, 50, 68 (2X), 69, 74 (2X), 90, 94, 96,109, 111, 137, 139 (2X), 141 (2X), 142,144, 154, 16, 167, 169, 170, 179, 184,186, 221, 223, 225, 225-226, 226 (3X),227 (3X), 228 (2X), 229 (4X), 230, 232,233 (2X), 234, 236, 241 (2X), 242, 244,

257 (3X), 265, 286, 288,300, 305, 324, 341, 374, 392, 393 (2X),

423, 427, 431, 432, 433, 435, 436, 438, 442, 433 (2X),

447, 452, 457 (2X), 458, 459(3X), 461 (2X), 462, 463, 464 (2X), 465.

9, 13, 69, 74, 90, 97, 109, 111, 142(2X), 166, 170, 184, 219, 221, 223, 225,227 (4X), 230, 233, 236, 241 (2X), 242,268, 286, 288 (2X), 295, 324, 338, 343-344, 345, 346, 347, 349, 391, 393, 398,410, 411 (2X), 417, 422-423, 427, 430,

, 463 (2X).

9, 74, 83, 111, 141 (2X), 166, 219, 225(2X), 241 (2X), 265, 288, 300 (2X), 387

412, 430, 443, 458,

68, 69, 90, 167, 221, 268, 300, 347, 430,

Page 17: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

Sumber-sumber penafsiran kiai Ihsan dari sembilan belas literatur tersebut (kecuali

Jalālayn dan Iḥyā‘ ‘Ulūm al-

dan juga tidak mudah didapatkan, akan tetapi pada waktu itu kiai Ihsan dapat memp

menggunakannya sebagai sumber referensi dalam penafsirannya di dalam kitab

Ṭālibīn.

E. Karakteristik Intertekstualitas Penafsiran Kiai Ihsan

Kerangka metodologis yang dibangun untuk mengidentifikasi penafsiran yang

dilakukan oleh seorang mufasir, tidak cukup hanya dipusatkan pada metode

muqārin, dan muwḍū’ī yang lazim diterapkan dalam menelaah kerangka berpikir seorang

mufasir dalam menafsirkan al

mengcover substansi metodologis dalam sebuah penafsiran itu sendiri. Tanpa

mengesampingkan keempat metode tersebut, metode interteks menjadi satu

analisis terhadap sebuah hasil penafsiran yang diklaim terpengaruh (baca: mengutip) oleh

khazanah literatur ulama terdahulu. Salah satu dari beberapa contoh yang ada misalnya kitab

tafsir lengkap 30 juz yang berjudul

1693 M), telah diklaim merupakan hasil terjemahan dari kitab tafsir

informasi tersebut, tafsir Tarjumān al

metodologis manakala ditelisik melalui perspektif empat metode tersebut. Oleh karena itu,

cara untuk dapat mengukur sekaligus membuktikan keterpengaruhan atau kutipan yan

terdapat dalam sebuah karya tafsir adalah melalui persepektif intertekstual. Dalam kasus

al-Ṭālibīn, tampaknya persepektif intertekstual

Hal tersebut sesuai pengakuan kiai Ihsan sendiri dalam mukadimah

sebagai berikut:

٣٤

“Sirāj al-Ṭālibīn ‘alā Minhāj albagiku dalam mewujudkan kompilasi ini kecuali berupa kutipan dan kumpulandari untaian kata para ulama yang ilmunya telah menyatu dalam hati, dan jugadari tokoh-tokoh normatif yang telah mencapai derajat makrifat.

34 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj al

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

sumber penafsiran kiai Ihsan dari sembilan belas literatur tersebut (kecuali

-Dīn) bisa dikatakan jarang beredar di semenanjung nusantara

dan juga tidak mudah didapatkan, akan tetapi pada waktu itu kiai Ihsan dapat memp

menggunakannya sebagai sumber referensi dalam penafsirannya di dalam kitab

Karakteristik Intertekstualitas Penafsiran Kiai Ihsan

Kerangka metodologis yang dibangun untuk mengidentifikasi penafsiran yang

g mufasir, tidak cukup hanya dipusatkan pada metode

yang lazim diterapkan dalam menelaah kerangka berpikir seorang

mufasir dalam menafsirkan al-Qur`an, karena metode tersebut pada dasarnya belum dapat

si metodologis dalam sebuah penafsiran itu sendiri. Tanpa

mengesampingkan keempat metode tersebut, metode interteks menjadi satu

analisis terhadap sebuah hasil penafsiran yang diklaim terpengaruh (baca: mengutip) oleh

ama terdahulu. Salah satu dari beberapa contoh yang ada misalnya kitab

tafsir lengkap 30 juz yang berjudul Tarjumān al-Mustafīd karya Abdurrauf al

1693 M), telah diklaim merupakan hasil terjemahan dari kitab tafsir al-Jalālayn

Tarjumān al-Mustafīd tidak akan ditemukan relevansinya secara

metodologis manakala ditelisik melalui perspektif empat metode tersebut. Oleh karena itu,

cara untuk dapat mengukur sekaligus membuktikan keterpengaruhan atau kutipan yan

terdapat dalam sebuah karya tafsir adalah melalui persepektif intertekstual. Dalam kasus

, tampaknya persepektif intertekstual menemukan relevansinya.

Hal tersebut sesuai pengakuan kiai Ihsan sendiri dalam mukadimah

������ �� ��� �� �������� ����� ��� ������� ���� ."

������� �������� ������� ��������� ��� �� ������ �����.٣٤

ālibīn ‘alā Minhāj al-‘Ābidīn ilā Jannah Rab al-‘Ālamīnbagiku dalam mewujudkan kompilasi ini kecuali berupa kutipan dan kumpulandari untaian kata para ulama yang ilmunya telah menyatu dalam hati, dan juga

tokoh normatif yang telah mencapai derajat makrifat.

Sirāj al-Ṭālibīn, 1:3.

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 71

sumber penafsiran kiai Ihsan dari sembilan belas literatur tersebut (kecuali al-

) bisa dikatakan jarang beredar di semenanjung nusantara

dan juga tidak mudah didapatkan, akan tetapi pada waktu itu kiai Ihsan dapat memperoleh dan

menggunakannya sebagai sumber referensi dalam penafsirannya di dalam kitab Sirāj al-

Kerangka metodologis yang dibangun untuk mengidentifikasi penafsiran yang

g mufasir, tidak cukup hanya dipusatkan pada metode taḥlīlī, ijmālī,

yang lazim diterapkan dalam menelaah kerangka berpikir seorang

Qur`an, karena metode tersebut pada dasarnya belum dapat

si metodologis dalam sebuah penafsiran itu sendiri. Tanpa

mengesampingkan keempat metode tersebut, metode interteks menjadi satu-satunya landasan

analisis terhadap sebuah hasil penafsiran yang diklaim terpengaruh (baca: mengutip) oleh

ama terdahulu. Salah satu dari beberapa contoh yang ada misalnya kitab

karya Abdurrauf al-Sinkīlī (1615-

Jalālayn. Atas dasar

tidak akan ditemukan relevansinya secara

metodologis manakala ditelisik melalui perspektif empat metode tersebut. Oleh karena itu,

cara untuk dapat mengukur sekaligus membuktikan keterpengaruhan atau kutipan yang

terdapat dalam sebuah karya tafsir adalah melalui persepektif intertekstual. Dalam kasus Sirāj

Hal tersebut sesuai pengakuan kiai Ihsan sendiri dalam mukadimah Sirāj al-Ṭālibīn

"������ �� ��� �� �������� ����� ��� ������� ����

������� �������� ������� ��������� ��� �� ������ �����

‘Ālamīn”. Tidak adabagiku dalam mewujudkan kompilasi ini kecuali berupa kutipan dan kumpulandari untaian kata para ulama yang ilmunya telah menyatu dalam hati, dan juga

Page 18: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus72

Penafsiran al

Moch. Arifin

Pernyataan eksplisit tersebut menunjukkan bahwa redaksi teks

tercipta merupakan hasil proses pengolahan dari beberapa data literatur klasik yang kemudian

ditempatkan pada porsinya masing

dipahami bahwa Sirāj al-Ṭālibīn

aspek lain juga terdapat hasil ijtihad kiai Ihsan yang turut ikut serta berbaur dengan kutipan

kutipan lain. Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi bentuk a

kutipan penafsiran ayat-ayat al

berdasarkan kaidah-kaidah yang terdapat dalam pendekatan intertekstual. Dan selanjutnya,

proses identifikasi produksi makna yang terja

ditinjau melalui tiga pola, yaitu:

Selain itu praktik aktivitas interteks juga terjadi melalui dua opsi, yaitu: (a) membaca

dua teks atau lebih secara berdampingan pada saa

teks, tetapi dilatarbelakangi oleh teks

karena itu, untuk mengkomparasikan bentuk atau model interteks penafsiran kiai Ihsan di

dalam Sirāj al-Ṭālibīn, maka disini ak

Sembilan belas sumber

direproduksi oleh kiai Ihsan dalam bentuk ragam pengutipan yang berbeda

yang berbentuk kutipan secara langsung (baik disebut

hasil modifikasi teks, kutipan ringkasan, hingga kutipan yang tidak sesuai teks

Berikut ini adalah eksposisi mengenai bentuk intertekstualitas penafsiran kiai Ihsan:

1. Kutipan Langsung Tanpa Menyebutkan Sumb

Bentuk kutipan penafsiran secara langsung dengan tanpa menyebutkan sumber

asalnya, seringkali dilakukan oleh kiai Ihsan dalam beberapa penafsirannya di dalam

Ṭālibīn. Baik dalam proses penafsiran ayat, ia merujuk satu sumber rujukan, ataupun le

Berikut adalah salah satu contoh model kutipan langsung dengan tanpa menyebutkan sumber

asalnya melalui dua sumber rujukan:

������ ����� ������ �� ���� ���� ��٣٥) �������� ������ ��������� (

.٣٧

35 Lihat. ‘Abdullah bin Aḥmad bin MaKalim al-Ṭayyib, 1998), 2:289.

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Pernyataan eksplisit tersebut menunjukkan bahwa redaksi teks Sirāj al

tercipta merupakan hasil proses pengolahan dari beberapa data literatur klasik yang kemudian

ditempatkan pada porsinya masing-masing sesuai kebutuhan. Namun hal itu tidak se

ālibīn adalah hasil karya kutipan 100 %, melainkan di sela

aspek lain juga terdapat hasil ijtihad kiai Ihsan yang turut ikut serta berbaur dengan kutipan

kutipan lain. Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi bentuk atau model kutipan maupun non

ayat al-Qur`an di dalam Sirāj al-Ṭālibīn, maka disini akan dianalisa

kaidah yang terdapat dalam pendekatan intertekstual. Dan selanjutnya,

proses identifikasi produksi makna yang terjadi dalam interteks penafsiran kiai Ihsan akan

ditinjau melalui tiga pola, yaitu: oposisi, permutasi, dan transformasi.

Selain itu praktik aktivitas interteks juga terjadi melalui dua opsi, yaitu: (a) membaca

dua teks atau lebih secara berdampingan pada saat yang sama; (b) hanya membaca sebuah

teks, tetapi dilatarbelakangi oleh teks-teks lain yang sudah pernah dibaca sebelumnya. Oleh

karena itu, untuk mengkomparasikan bentuk atau model interteks penafsiran kiai Ihsan di

, maka disini akan digunakan opsi yang pertama.

Sembilan belas sumber-sumber penafsiran yang terdapat dalam Sirāj al

direproduksi oleh kiai Ihsan dalam bentuk ragam pengutipan yang berbeda

yang berbentuk kutipan secara langsung (baik disebutkan sumber rujukannya ataupun tidak),

hasil modifikasi teks, kutipan ringkasan, hingga kutipan yang tidak sesuai teks

Berikut ini adalah eksposisi mengenai bentuk intertekstualitas penafsiran kiai Ihsan:

Kutipan Langsung Tanpa Menyebutkan Sumber

Bentuk kutipan penafsiran secara langsung dengan tanpa menyebutkan sumber

asalnya, seringkali dilakukan oleh kiai Ihsan dalam beberapa penafsirannya di dalam

. Baik dalam proses penafsiran ayat, ia merujuk satu sumber rujukan, ataupun le

Berikut adalah salah satu contoh model kutipan langsung dengan tanpa menyebutkan sumber

asalnya melalui dua sumber rujukan:

��������� ����� �������� (������ ����� ������ �� ���� ���� ��

��� ������� ��� ����� ���� ��) ���� �� ���� ���� (������� ���٣٦.

mad bin Maḥmūd al-Nasafī, Madārik al-Tanzīl Wa Ḥaqāiq al-

Sirāj al-Ṭālibīn yang

tercipta merupakan hasil proses pengolahan dari beberapa data literatur klasik yang kemudian

masing sesuai kebutuhan. Namun hal itu tidak serta-merta

adalah hasil karya kutipan 100 %, melainkan di sela-sela

aspek lain juga terdapat hasil ijtihad kiai Ihsan yang turut ikut serta berbaur dengan kutipan-

tau model kutipan maupun non

, maka disini akan dianalisa

kaidah yang terdapat dalam pendekatan intertekstual. Dan selanjutnya,

di dalam interteks penafsiran kiai Ihsan akan

Selain itu praktik aktivitas interteks juga terjadi melalui dua opsi, yaitu: (a) membaca

t yang sama; (b) hanya membaca sebuah

teks lain yang sudah pernah dibaca sebelumnya. Oleh

karena itu, untuk mengkomparasikan bentuk atau model interteks penafsiran kiai Ihsan di

Sirāj al-Ṭālibīn telah

direproduksi oleh kiai Ihsan dalam bentuk ragam pengutipan yang berbeda-beda, mulai dari

kan sumber rujukannya ataupun tidak),

hasil modifikasi teks, kutipan ringkasan, hingga kutipan yang tidak sesuai teks hypogram.

Berikut ini adalah eksposisi mengenai bentuk intertekstualitas penafsiran kiai Ihsan:

Bentuk kutipan penafsiran secara langsung dengan tanpa menyebutkan sumber

asalnya, seringkali dilakukan oleh kiai Ihsan dalam beberapa penafsirannya di dalam Sirāj al-

. Baik dalam proses penafsiran ayat, ia merujuk satu sumber rujukan, ataupun lebih.

Berikut adalah salah satu contoh model kutipan langsung dengan tanpa menyebutkan sumber

) ��������� ����� ��������

��� ������� ��� ����� ���� ��

-Ta‘wīl, (Beirut: Dār al-

Page 19: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

“����� ��� �����” (maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu): merekamenjadikan gua itu sebagai tempat berlindung. “akan melimpahkan sebagian rahmatmelimpahkan rizki-Nya untuk kalian semua. “dunia dan akhirat.

Pernafsiran terhadap potongan ayat QS. al

penafsiran yang diambil dari Madārik al

Asrār al-Ta‘wīl. Namun secara eksplisit t

2. Kutipan Langsung Disertai Penyebutan Sumber

Model kutipan ini sama halnya dengan model kutipan poin 1, yaitu sama

seringkali digunakan oleh kiai Ihsan pada penafsirannya di dalam

salah satu contoh dari beberapa contoh yang ada antara lain sebagai berikut:

٣٨.٣٩

“Sesungguhnya nafsu itu banyak menyerukan berbuat buruk”karakteristik nafsu itu cenderung menuruti keinginannya, maka bisa disangkabahwa nafsu adalah syahwat. Dan setiap waktu nafsu dapat mengerakkan energidan anggota tubuh dalam mengoptimalkan kinerjanya.

Penafsiran Kyai Ihsan terhadap QS.

ditafsirkan oleh al-Bayḍāwī, yaitu mengenai maksud dari “nafsu yang menyerukan untuk

berbuat negatif” adalah manakala nafsu dipandang dari aspek watak atau karakteristiknya

yang cenderung diperankan oleh syahw

tersebut telah disepakati oleh kiai Ihsan, hingga kemudian dikutip tanpa mengurangi bentuk

redaksi dan substansinya. Bahkan di akhir juga dicantumkan nama penafsir dari teks yang

dikutip (al-Bayḍāwī).

36 Lihat. ‘Abdullah bin ‘Umar bin MuIḥyā‘ al-Turāth al-‘Arabī, t.th), 3:275.

37 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj al

38 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj alBayḍāwī, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al

39 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj al

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

(maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu): merekamenjadikan gua itu sebagai tempat berlindung. “���� ��� ����” (niscaya Tuhanmuakan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu): maka Tuhan akan

Nya untuk kalian semua. “����� ��” (sebagian rahmat

Pernafsiran terhadap potongan ayat QS. al-Kahfi: 16 tersebut merupakan kombinasi

Madārik al-Tanzīl wa Ḥaqāiq al-Ta‘wīl dan Anwār al

. Namun secara eksplisit tidak disebutkan asal sumber pengambilannya.

Kutipan Langsung Disertai Penyebutan Sumber

Model kutipan ini sama halnya dengan model kutipan poin 1, yaitu sama

seringkali digunakan oleh kiai Ihsan pada penafsirannya di dalam Sirāj al

salah satu contoh dari beberapa contoh yang ada antara lain sebagai berikut:

��������� �������� �� ��������� ���� (

������ �� ������ � ������� ������ , ����������� ������٣٨

“Sesungguhnya nafsu itu banyak menyerukan berbuat buruk” karena secarakarakteristik nafsu itu cenderung menuruti keinginannya, maka bisa disangkabahwa nafsu adalah syahwat. Dan setiap waktu nafsu dapat mengerakkan energidan anggota tubuh dalam mengoptimalkan kinerjanya.

Ihsan terhadap QS. Yūsuf: 53 ini redaksinya sama persis seperti yang

āwī, yaitu mengenai maksud dari “nafsu yang menyerukan untuk

berbuat negatif” adalah manakala nafsu dipandang dari aspek watak atau karakteristiknya

yang cenderung diperankan oleh syahwat yang tidak terkendali. Penafsiran al

tersebut telah disepakati oleh kiai Ihsan, hingga kemudian dikutip tanpa mengurangi bentuk

redaksi dan substansinya. Bahkan di akhir juga dicantumkan nama penafsir dari teks yang

Lihat. ‘Abdullah bin ‘Umar bin Muḥammad al-Bayḍāwī, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al‘Arabī, t.th), 3:275.

Sirāj al-Ṭālibīn, (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2014), 2:

Sirāj al-Ṭālibīn, 2:13. Lihat juga, ‘Abdullah bin ‘Umar bin MuTanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl, ٣:١٧٦.

Sirāj al-Ṭālibīn, 2:13.

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 73

(maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu): mereka” (niscaya Tuhanmu

Nya kepadamu): maka Tuhan akansebagian rahmat-Nya): di

Kahfi: 16 tersebut merupakan kombinasi

Anwār al-Tanzīl wa

idak disebutkan asal sumber pengambilannya.

Model kutipan ini sama halnya dengan model kutipan poin 1, yaitu sama-sama

Sirāj al-Ṭālibīn. Adapun

salah satu contoh dari beberapa contoh yang ada antara lain sebagai berikut:

) ��������� �������� �� ��������� ����

������ �� ������ � ������� ������

karena secarakarakteristik nafsu itu cenderung menuruti keinginannya, maka bisa disangkabahwa nafsu adalah syahwat. Dan setiap waktu nafsu dapat mengerakkan energi

uf: 53 ini redaksinya sama persis seperti yang

āwī, yaitu mengenai maksud dari “nafsu yang menyerukan untuk

berbuat negatif” adalah manakala nafsu dipandang dari aspek watak atau karakteristiknya

at yang tidak terkendali. Penafsiran al-Bayḍāwī

tersebut telah disepakati oleh kiai Ihsan, hingga kemudian dikutip tanpa mengurangi bentuk

redaksi dan substansinya. Bahkan di akhir juga dicantumkan nama penafsir dari teks yang

Tanzīl wa Asrār al-Ta`wīl, (Beirut: Dār

‘Ilmiyyah, 2014), 2:٤٤٣.

Lihat juga, ‘Abdullah bin ‘Umar bin Muḥammad al-

Page 20: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus74

Penafsiran al

Moch. Arifin

3. Kutipan Ikhtisar

Mengenai pengaplikasian model ikhtisar ini, berikut penulis paparkan contoh eksplisit

konstruksi penafsirannya:

������ ���� ������ ������� ���� ����� (

��� ���� ��� ������� ������ ����� ����� ��

perumpamaan kesesatan orang :(demikianlah) ”كذلك“memperdebatkan ayat-ayat Allah. “”متكبر جبار (hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenangdengan membaca tanwin atau nonmaka orangnya juga ikut sombong, dan sebaliknya. Ini sebagaimana penafsiranoleh sebagian para mufasir.

Penafsiran terhadap QS.

Tafsīr al-Jalālayn, namun kiai Ihsan

Jalālayn, setelah kata وبالعكس

mempengaruhi pemaknaan atau pemahaman sebuah ayat. Di samping itu, kiai Ihsan tidak

secara eksplisit menyebutkan penafsirannya bersumber dari

mengekspresikan dengan pernyataan ”

sebagian ulama ahli tafsir).

Adapun redaksi secara lengkap pada penafsiran yang termaktub dalam

Jalālayn adalah sebagai berikut:

������ ���� ������ ������� ���� ����� (

������� ������ ����� ����� . �������� ��� ���

perumpamaan kesesatan orang :(demikianlah) ”كذلك“memperdebatkan ayat-ayat Allah. “”متكبر جبار (hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenangdengan membaca tanwin atau nonmaka orangnya juga ikut s

40 Ibid, 1:398.

41 Jalāluddīn al-Maḥallī dan Jalāluddīn al

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Mengenai pengaplikasian model ikhtisar ini, berikut penulis paparkan contoh eksplisit

����� ��� ��) �������� (���) ������ (������)������ ���� ������ ������� ���� �����

����� ��� ������ ,��� ��� ��� ���� ��� ������� ������ ����� ����� ��

” (demikianlah): perumpamaan kesesatan orang-orang yangayat Allah. “����” (Allah mengunci): mengecap. “

(hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenangdengan membaca tanwin atau non-tanwin lafal ,Manakala hati bersombong .قلبmaka orangnya juga ikut sombong, dan sebaliknya. Ini sebagaimana penafsiranoleh sebagian para mufasir.

adap QS. Ghāfir: 35 ini, redaksinya sama seperti yang terdapat dalam

, namun kiai Ihsan tampak meringkasnya. Sebenarnya di dalam

وبالعكس masih ada penjelasan mengenai varian qiraat yang dapat

pemaknaan atau pemahaman sebuah ayat. Di samping itu, kiai Ihsan tidak

secara eksplisit menyebutkan penafsirannya bersumber dari Tafsīr al-

mengekspresikan dengan pernyataan ”�������� ��� ���� ���” (seperti halnya penafsiran

Adapun redaksi secara lengkap pada penafsiran yang termaktub dalam

adalah sebagai berikut:

����� ��� ��) �������� (���) ������ (������)������ ���� ������ ������� ���� �����

����� ��� ������ ,����� ���������� ������ ����� �����

����� ������ � ������ ��� ����� �����.٤١

” (demikianlah): perumpamaan kesesatan orang-oranayat Allah. “����” (Allah mengunci): mengecap. “

(hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenangdengan membaca tanwin atau non-tanwin lafal ,Manakala hati bersombong .قلبmaka orangnya juga ikut sombong, dan sebaliknya. Lafal كل bisa dibaca dua versi

allī dan Jalāluddīn al-Suyūṭī, Tafsīr al-Jalālayn, 576.

Mengenai pengaplikasian model ikhtisar ini, berikut penulis paparkan contoh eksplisit

) �������� (����� ��� ��

����� ��� ������

�������.٤٠

orang yang” (Allah mengunci): mengecap. “ على كل

(hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenang-wenang):. Manakala hati bersombong,

maka orangnya juga ikut sombong, dan sebaliknya. Ini sebagaimana penafsiran

Ghāfir: 35 ini, redaksinya sama seperti yang terdapat dalam

meringkasnya. Sebenarnya di dalam Tafsīr al-

masih ada penjelasan mengenai varian qiraat yang dapat

pemaknaan atau pemahaman sebuah ayat. Di samping itu, kiai Ihsan tidak

-Jalālayn, tetapi ia

” (seperti halnya penafsiran

Adapun redaksi secara lengkap pada penafsiran yang termaktub dalam Tafsīr al-

) �������� (����� ��� ��

����� ��� ������

����� ������ � ������ ��� ����� �����

orang yang” (Allah mengunci): mengecap. “ على كل

(hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenang-wenang):. Manakala hati bersombong,

bisa dibaca dua versi

Page 21: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

bacaan (tanwin atau nonkesesatan itu tertuju pada semua hati, bukan pada semua hati itu mengandungkesesatan.

Redaksi yang bergaris bawah tersebut

bin Aḥmad al-Maḥallī yang tidak disebutkan oleh kiai Ihsan dalam penafsirannya di

Ṭālibīn.

4. Modifikasi Kutipan

a. Redaksi Sirāj al-Ṭālibīn

������ �� ������� ��

��� ������������ ������ ������

���� ���� ��� ��� ������ ����� ������ ����� �� ��� � �� ������ �

���� ����� �� �� ������� ���� ���� ������ ���� �� ������ �������

������ ���� ��� ���� �������� ,

���� :������ ���� ,

������� �����: “Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati mereka”: dari perkarahak yang tidak mereka pahami.tidak dapat melihat hingga dirinya tidak beriman kepada ayat�� ������ �� ���: “seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (alQur‘an)”: melalui ayat�������: “dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan”: melampaui batasdengan berbuat kekufuranKami beri petunjuk, atau terbiarkan dalam kondisi terombanghatinya tergugah dan penglihatannya dapat melihat, atau hatinya terguncangakibat terealisasinya sebuah keselamatan, takut binasa,dari berbagai arah, dan kemudian di datangkan buku catatan amalnya.Demikian penafsiran al

������-����- طغى . Kata “

42 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj albin ‘Umar bin Muḥammad al-Bayḍ‘Umar bin Muḥammad al-Bayḍāwī,

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

tanwin atau non-tanwin), sebab lafal كل menunjukkan makna kebanyakankesesatan itu tertuju pada semua hati, bukan pada semua hati itu mengandung

Redaksi yang bergaris bawah tersebut merupakan penafsiran Jalāluddin Mu

allī yang tidak disebutkan oleh kiai Ihsan dalam penafsirannya di

ālibīn

������� �������� ����������� (������� �� ��� ��) ��������������� ( ������ �� ������� ��

���� ���� �� ����� ���� ����� (����� �� ���� �� ��) ��� ������������ ������ ������

������ ��� ������ ��) ������������ (

���� ���� ��� ��� ������ ����� ������ ����� ��

���� ����� �� �� ������� ���� ���� ������ ���� �� ������ �������

,������������ ���� ,������ ���� ��� ���� ��������

����� ����� ����� ������� ,��� ��� ��� ��� ,��� ���� :����

����� ����� �������.٤٢

“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati mereka”: dari perkarahak yang tidak mereka pahami. ��������: “dan penglihatan mereka”: merekatidak dapat melihat hingga dirinya tidak beriman kepada ayat-ayat al

: “seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (alQur‘an)”: melalui ayat-ayat al-Qur`an yang telah diturunkan. �� ������ ��� ���

: “dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan”: melampaui batasdengan berbuat kekufuran, “������”: Kami biarkan mereka bingung, tidak akanKami beri petunjuk, atau terbiarkan dalam kondisi terombang-ambing hinggahatinya tergugah dan penglihatannya dapat melihat, atau hatinya terguncangakibat terealisasinya sebuah keselamatan, takut binasa, penglihatannya diambildari berbagai arah, dan kemudian di datangkan buku catatan amalnya.Demikian penafsiran al-Bayḍāwī. Kata “�����” merupakan masdar dari lafal

Kata “�����” dibaca kasrah dan ḍammah huruf ṭa`

Sirāj al-Ṭālibīn, 1:360-361. Kemudian lihat dan komparasikan dalam ‘Abdullahḍāwī, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl, 2:178, dan juga ‘Abdullah binAnwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl, 4:109.

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 75

menunjukkan makna kebanyakankesesatan itu tertuju pada semua hati, bukan pada semua hati itu mengandung

merupakan penafsiran Jalāluddin Muḥammad

allī yang tidak disebutkan oleh kiai Ihsan dalam penafsirannya di Sirāj al-

) ������� �������� �����������

������) ���� ���� �� ����� ���� �����

������������� (������ ��� ������ ��

���� ,���� ���� ��� ��� ������ ����� ������ ����� ��

���� , ���� ����� �� �� ������� ���� ���� ������ ���� �� ������ �������

����� ����� ����� �������

����� ����� ����

“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati mereka”: dari perkara“dan penglihatan mereka”: mereka

ayat al-Qur`an.: “seperti pertama kali mereka tidak beriman kepadanya (al-

�� ������ ��� ���: “dan Kami biarkan mereka bingung dalam kesesatan”: melampaui batas

”: Kami biarkan mereka bingung, tidak akanambing hingga

hatinya tergugah dan penglihatannya dapat melihat, atau hatinya terguncangpenglihatannya diambil

dari berbagai arah, dan kemudian di datangkan buku catatan amalnya.” merupakan masdar dari lafal

a`nya (ṭighyān

361. Kemudian lihat dan komparasikan dalam ‘Abdullah, 2:178, dan juga ‘Abdullah bin

Page 22: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus76

Penafsiran al

Moch. Arifin

dan ṭughyān). Dikatakan bahwa lamseperti contoh طغ��ت dan

b. Redaksi Anwār al-Tanzīl wa Asrār al

����� ��� ������ ���

) ���� �����

������������� ��� ������������ ������ ������ ( ��� ������ ��

, ����"����� " �

������ �� ������� ������� ������ ���.٤٣

�������� ������� �����:redaksi ayat ini menggikut pada lafal ayat sebelumnya, yaituartinya: dan apa yang kalianmereka dari perkara hak sehingga mereka tidak memahaminya,hatinya tidak dapat melihat (tidak peka) sehingga mereka tidak beriman.�� ������: seperti halnya mereka tidak beriman kepada ayattelah diturunkan. ������� �� ������ ��� ���beriman kepadanya (alyakni berbuat melampaui batas hingga pada level kufur.kebingungan”: Kami terlantarkan mereka dalam kondisi bingung, tidak akanKami beri petunjuk seperti halnya petunjuk bagiLafal ���� dan �����(subyeknya masih bersifat abstrak). Lafalmaf’ūl (subyeknya tidak diketahui), dan bersandar ke lafal

Komparasi terhadap penafsiran QS.

atas menunjukkan bahwa di sana terdapat unsur modifikasi teks yang

dilakukan oleh kiai Ihsan.

poin bawah ini:

1) Penafsiran frase

Tafsīr al-Jalālayn

2) Penafsiran “ ���� ���� �� ���� ���� � ��

yaitu ayat “ ���� ���� �� ���� ���� � �� ��

43 ‘Abdullah bin ‘Umar bin Muḥammad al

44 Lihat. Jalāluddīn al-Maḥallī dan Jalāluddīn al2011), 216.

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Dikatakan bahwa lam-nya lafal طغى adalah yā‘dan .Dan asal maknanya adalah melampaui batas .طغوت

Tanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl (Tafsīr al-Bayḍāwī

��������������� ��������������� ����������� (���� � ��� ����� �� :

,

������ �� ���� �� ��) ������������� ��� ������������ ������ ������

������������ (� ������ ������ ��

������ ���� , �"���� "������ �� ������� ������� ������ ���

“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati mereka”:redaksi ayat ini menggikut pada lafal ayat sebelumnya, yaitu ������ �artinya: dan apa yang kalian rasakan ketika Kami membolak-mereka dari perkara hak sehingga mereka tidak memahaminya,hatinya tidak dapat melihat (tidak peka) sehingga mereka tidak beriman.

: seperti halnya mereka tidak beriman kepada ayat-ayat al������� �� ������ ��� ���: “seperti pertama kali mereka tidak

kepadanya (al-Qur‘an) dan Kami biarkan mereka dalam kesesatan”:yakni berbuat melampaui batas hingga pada level kufur. ������

Kami terlantarkan mereka dalam kondisi bingung, tidak akanKami beri petunjuk seperti halnya petunjuk bagi orang-orang yang beriman.

����� dibaca dengan menggunakan konstruksi(subyeknya masih bersifat abstrak). Lafal تقلب tersusun dengan bentuk

(subyeknya tidak diketahui), dan bersandar ke lafal .أفئدة

terhadap penafsiran QS. al-An’ām: 110 dari dua contoh di

atas menunjukkan bahwa di sana terdapat unsur modifikasi teks yang

dilakukan oleh kiai Ihsan. Adapun uraian secara rincinya tertera pada poin

“ ������ ونقلب أفئد ” dan “ ���� ��� ������ ��”, cenderung seperti gaya penafsiran

Jalālayn, yaitu singkat dan padat;44

���� ���� ك �� ���� ���� � �� ” diambil sama persis dari redaksi

���� ���� �� ���� ���� � �� ��” ditafsirkan: ����� �� ���� ��� ��;

ammad al-Bayḍāwī, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl, 2:178.

allī dan Jalāluddīn al-Suyūṭī, Tafsīr al-Jalālayn, (Jakarta: Dār al

yā‘ atau wāwu,. Dan asal maknanya adalah melampaui batas.

āwī)

) ��������������� ��������������� �����������

���� ���� �� ����� (������ �� ���� �� ��

������) ������������

"����� "������ ����

Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati mereka”:������ �, yangbalikkan hati

mereka dari perkara hak sehingga mereka tidak memahaminya, dan matahatinya tidak dapat melihat (tidak peka) sehingga mereka tidak beriman. كما لم

ayat al-Qur`an yang: “seperti pertama kali mereka tidak

Qur‘an) dan Kami biarkan mereka dalam kesesatan”:������: “mereka

Kami terlantarkan mereka dalam kondisi bingung, tidak akanorang yang beriman.

dibaca dengan menggunakan konstruksi ghaybahtersusun dengan bentuk mabni

An’ām: 110 dari dua contoh di

atas menunjukkan bahwa di sana terdapat unsur modifikasi teks yang

Adapun uraian secara rincinya tertera pada poin-

”, cenderung seperti gaya penafsiran

Tafsīr al-Bayḍāwī,

, 2:178.

, (Jakarta: Dār al-Kutub al-Islāmiyyah,

Page 23: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

3) Penafsiran kata “

wajah yang berbeda

al-An’ām: 110 (

dimodifikasi oleh kiai Ihsan menjadi

lain diambil dari penafsira

أوتتقلب القلوب من توقع النجاة

������ ����� ��� ���� ����� �� �� ������� ����� ����

4) Kata “ ��������� ����” ditafsirkan oleh kiai Ihsan dari aspek sintaksis, yaitu

adalah masdar dari

huruf ṭa`nya (ṭighyān

jadi berupa yā`

pemaknaanya adalah melampaui batas.

c. Kutipan Tidak Sesuai Teks

Sumber penafsiran

analisis dari penulis yang didasarkan pada data di dalam

berupa teks yang tertuliskan

����� �� ������� ����. Data tersebut selanjutnya penulis eksplorasi dalam kitab

Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al

(mengkomparasikan antara redaksi yang ada di dalam

Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al

secara pasti penafsiran yang telah dituturkan oleh kiai Ihsan dalam sumber

kitab al-Lubāb karya

Penulis sebelumnya juga telah melacak daftar indeks karya

Suyūṭī yang berindikasi menggunakan kata kunci

ditemukan dua judul kitab, yaitu

Lubāb fī Taḥrīr al-Ansāb

memuat penjelasan mengenai sebab

Sedangkan nama yang kedua adalah ensiklopedia yang menghimpun tentang

telaah koreksi terhadap biografi

ditentukan bahwa yang paling mendekati dalam hal interpretasi al

adalah Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Penafsiran kata “ ����� �� ����” juga diambil dari Tafsīr al-Bayḍāwī

wajah yang berbeda, yaitu di satu sisi diambil dari penafsiran ayat “

An’ām: 110 (�������� ����� ������ � ������� ������). Redaksi

dimodifikasi oleh kiai Ihsan menjadi ����� ��. Adapun wajah berbeda di sisi yang

lain diambil dari penafsiran ayat “ ��� ����� ��� �� ���������� ����� ����������” QS.

أوتتقلب القلوب من توقع النجاة , ������� ����� ������ ���� ��� ���� ����� ������ �� �� ��� ����

������ ����� ��� ���� ����� �� �� ������� ����� ����).

ditafsirkan oleh kiai Ihsan dari aspek sintaksis, yaitu

adalah masdar dari � –طغى ◌ ������-������ ���� . Kata “�����” dibaca kasrah dan

ighyān dan ṭughyān). Sedangkan lam-nya (lam

` atau wāwu, seperti contoh طغ��ت dan

pemaknaanya adalah melampaui batas.

Tidak Sesuai Teks Hypogram

Sumber penafsiran Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl

yang didasarkan pada data di dalam Sirāj al-

berupa teks yang tertuliskan ������ �� ������� ����; ������ �� ���� ����

. Data tersebut selanjutnya penulis eksplorasi dalam kitab

Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl. Namun sejauh proses

rasikan antara redaksi yang ada di dalam Sirāj al-Ṭālibīn

Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl), penulis belum juga menemukan relevansi

secara pasti penafsiran yang telah dituturkan oleh kiai Ihsan dalam sumber

al-Suyūṭī tersebut.

sebelumnya juga telah melacak daftar indeks karya

ī yang berindikasi menggunakan kata kunci al-Lubāb, dan disitu hanya

ditemukan dua judul kitab, yaitu Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl

Ansāb. Nama yang pertama merupakan ensiklopedia yang

memuat penjelasan mengenai sebab-sebab diturunkannya ayat-ayat al

Sedangkan nama yang kedua adalah ensiklopedia yang menghimpun tentang

telaah koreksi terhadap biografi-biografi para ulama. Dari sini sudah dapat

entukan bahwa yang paling mendekati dalam hal interpretasi al

Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl.

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 77

āwī, namun dengan

, yaitu di satu sisi diambil dari penafsiran ayat “ ����� �� ����” QS.

). Redaksi �������� �����

. Adapun wajah berbeda di sisi yang

al-Nūr: 37 ( أو تتقلب

���� ��� �� �� ������ ����� ���� ��� ���� ������ ����� �������

ditafsirkan oleh kiai Ihsan dari aspek sintaksis, yaitu “ ��������� ����”

” dibaca kasrah dan ḍammah

nya (lam fi’il) lafal طغى bisa

Dan asal .طغوت

Nuzūl merupakan

-Ṭālibīn, yaitu

;كذا في اللباب ;���� ���� �� ������

. Data tersebut selanjutnya penulis eksplorasi dalam kitab

Namun sejauh proses muqābalah

ālibīn dengan

), penulis belum juga menemukan relevansi

secara pasti penafsiran yang telah dituturkan oleh kiai Ihsan dalam sumber

sebelumnya juga telah melacak daftar indeks karya-karya al-

, dan disitu hanya

Nuzūl dan Lub al-

tama merupakan ensiklopedia yang

ayat al-Qur`an.

Sedangkan nama yang kedua adalah ensiklopedia yang menghimpun tentang

biografi para ulama. Dari sini sudah dapat

entukan bahwa yang paling mendekati dalam hal interpretasi al-Qur`an

Page 24: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus78

Penafsiran al

Moch. Arifin

al-Lubāb hanya dirujuk satu kali oleh kiai Ihsan, yaitu untuk

mengungkap tabir dibalik redaksi

konkretnya:

����� ����� �������� � ���� ��� . ���� �� ��� ����

��� ��� ������� ��� �� ������ ����� �� ��� ���� ��� �� ��

�� ���� �� ��� ������" : �� ��

� ������ �� ������� ������ ���� �� ��� �� ������ ����� �� ����� ���� ���

"������ ������ � ���"menjelaskan keutamaanbersabda: “Tidaklah seorang hamba mengucapkanmenjadi hancur, sebagaimana hancurnya timah terhadap panasnya api”.ungkapan al-Suyūṭī di dalSallam bersabda: “Tidaklah seorang hamba mengucapkanAllah memerintahkan sekretaris malaikat untuk mencatat empat kebaikan didalam buku arsipnya”.

F. Kesimpulan

Berdasarkan ulasan pembahasan dan deskripsi data di atas, maka beberapa hal yang

dapat disimpulkan sebagaimana berikut:

1. Secara keseluruhan sumber penafsiran yang digunakan oleh kiai Ihsan di dalam

Ṭālibīn tercatat sebanyak 19 belas sumber penafsiran. 19 belas sumber rujukan ini

meliputi 10 kitab tafsir, 3 kitab tasawuf, 2 kamus Arab, 1 kitab

sumber penafsiran yang belum terungkap identitasnya. 19 belas sumber rujukan ini

hampir selalu digunakan sesuai kebutuhan kiai Ihsan untuk menafsirkan ayat

Qur`an yang disitir dari Minhāj al

sumber rujukan, yaitu Tafsīr al

Nasafī, Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās

Irshād al-‘Aql ilā Mazāyā al

Adapun yang paling mendominasi di

45 Ihsan Muhammad Dahlan, Sirāj al

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

hanya dirujuk satu kali oleh kiai Ihsan, yaitu untuk

mengungkap tabir dibalik redaksi basmalah. Berikut ini adalah cuplikan data

������ ������ �� ��� (����� ����� �������� � ���� ���

��� ��� ������� ��� �� ������ ����� �� ��� ���� ��� �� ��

����� ��� ������"������ � ������� ���� .�� ���� �� ��� ����

� ������ �� ������� ������ ���� �� ��� �� ������ ����� �� ����� ���� ���

���� ����� ������� "������ � ���� ����.٤٥

" telah banyak Hadis dan ungkapan ulama salaf yangmenjelaskan keutamaan basmalah. Nabi Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallambersabda: “Tidaklah seorang hamba mengucapkan basmalah kecuali setanmenjadi hancur, sebagaimana hancurnya timah terhadap panasnya api”.

ī di dalam kitab al-Lubāb. Nabi Ṣalla Allah ‘Alayhi wabersabda: “Tidaklah seorang hamba mengucapkan basmalah

Allah memerintahkan sekretaris malaikat untuk mencatat empat kebaikan didalam buku arsipnya”. Ini juga ungkapan al-Suyūṭī di dalam kitab

Berdasarkan ulasan pembahasan dan deskripsi data di atas, maka beberapa hal yang

dapat disimpulkan sebagaimana berikut:

Secara keseluruhan sumber penafsiran yang digunakan oleh kiai Ihsan di dalam

tercatat sebanyak 19 belas sumber penafsiran. 19 belas sumber rujukan ini

meliputi 10 kitab tafsir, 3 kitab tasawuf, 2 kamus Arab, 1 kitab ‘Ulūm al

sumber penafsiran yang belum terungkap identitasnya. 19 belas sumber rujukan ini

digunakan sesuai kebutuhan kiai Ihsan untuk menafsirkan ayat

Minhāj al-‘Ābidīn. Di jilid I Sirāj al-Ṭālibīn

Tafsīr al-Jalālayn, Tafsīr al-Bayḍāwī, Tafsīr al

Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās, al-Futūḥāt al-Ilahiyyah

‘Aql ilā Mazāyā al-Qur`an al-Karīm, Ittiḥāf al-Sādah, dan ‘Abdul

Adapun yang paling mendominasi di Sirāj al-Ṭālibīn jilid I ini adalah

Sirāj al-Ṭālibīn, ٢:302-303.

hanya dirujuk satu kali oleh kiai Ihsan, yaitu untuk

. Berikut ini adalah cuplikan data

)������ ������ �� ���

����" : ��� ��� ������� ��� �� ������ ����� �� ��� ���� ��� �� ��

����� ��� ������

� ������ �� ������� ������ ���� �� ��� �� ������ ����� �� ����� ���� ���

���� ����� �������

kapan ulama salaf yangalla Allah ‘Alayhi wa Sallam

kecuali setanmenjadi hancur, sebagaimana hancurnya timah terhadap panasnya api”. Ini

alla Allah ‘Alayhi wabasmalah kecuali

Allah memerintahkan sekretaris malaikat untuk mencatat empat kebaikan dial-Lubāb.

Berdasarkan ulasan pembahasan dan deskripsi data di atas, maka beberapa hal yang

Secara keseluruhan sumber penafsiran yang digunakan oleh kiai Ihsan di dalam Sirāj al-

tercatat sebanyak 19 belas sumber penafsiran. 19 belas sumber rujukan ini

‘Ulūm al-Qur`an, dan 3

sumber penafsiran yang belum terungkap identitasnya. 19 belas sumber rujukan ini

digunakan sesuai kebutuhan kiai Ihsan untuk menafsirkan ayat-ayat al-

telah ditemukan 10

Tafsīr al-Khāzin, Tafsīr al-

Ilahiyyah, Sirāj al-Munīr,

, dan ‘Abdul Ḥaq (?).

jilid I ini adalah Tafsīr al-Jalālayn,

Page 25: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

Penafsiran al

Moch. Arifin

yaitu dikutip sebanyak 27 kali. Sedangkan di

sumber rujukan, yaitu meliputi:

Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās

Qur`an, Mafātīḥ al-Gayb

Risālah al-Qushayriyyah,

al-Nuzūl (?),Muḥammad Sa’īd Bāba

dominan di jilid ke II ini adalah

2. Bentuk-bentuk intertekstualitas yang muncul dalam penafsiran kiai Ihsan di dalam

al-Ṭālibīn sangat beragam. Kiai Ihsan terkadang mengutip dengan cara sama persis

seperti teks hypogram; terkadang berbentuk ringkasan; dan terkadang pula berupa

modifikasi teks. Kiai Ihsan ketika mengutip sumber penafsiran, maka adakalanya ia

menyebutkan identitas su

pengarangnya. Dan adakalanya hanya dikutip dengan tidak menyertakan identitas sumber

yang dirujuk. Dengan demikian, pola produksi makna dalam studi intertekstual yang

teraplikasi pada penafsiran ki

permutasi. Sedangkan produksi makna melalui aspek

tertuang sama sekali dalam penafsirannya. Kutipan penafsiran kiai Ihsan yang paling

mendominasi adalah berupa kutipan langs

langsung). Oleh karena itu, hanya ditemukannya pola

Ihsan di dalam Sirāj al-Ṭālibīn

hal itu dapat mempersempit intertekstualitas dalam membangun pluralitas makna. Di

samping itu, perspektif yang dimunculkan juga bersifat tunggal dan hampir tidak ada

dialog atau komentar yang muncul dari dalam diri kiai Ihsan. Hal inilah yang

dapat mengakibatkan ranah penafsiran menjadi kurang maksimal dan berkembang.

Ali Murtadho dan Mahbub Dje. “Sekilas Biografi Syaikh Ihsan Jampes: 1901

Kitab Kopi dan Rokok. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2012

Bayḍāwī (al-), Abdullah bin ‘Umar bin Mu

Beirut: Dār Iḥyā‘ al-Turāth al

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2,

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

yaitu dikutip sebanyak 27 kali. Sedangkan di Sirāj al-Ṭālibīn jilid II ditemukan 16

sumber rujukan, yaitu meliputi: Tafsīr al-Khāzin, Tafsīr al-Bayḍāwī

Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās, Tafsīr al-Jalālayn, al-Jāmi’ li A

Gayb, Sirāj al-Munīr, Ittiḥāf al-Sādah, Iḥyā‘ ‘Ulūm al

, Miṣbāḥ al-Munīr, Mukhtār al-Ṣiḥḥāḥ, Lubāb al

ammad Sa’īd Bābaṣīl (?), dan ‘Uyūn al-Majālis (?). Namun, yang paling

n di jilid ke II ini adalah Tafsīr al-Khāzin, yaitu dengan dirujuk sebanyak 101 kali.

bentuk intertekstualitas yang muncul dalam penafsiran kiai Ihsan di dalam

sangat beragam. Kiai Ihsan terkadang mengutip dengan cara sama persis

; terkadang berbentuk ringkasan; dan terkadang pula berupa

modifikasi teks. Kiai Ihsan ketika mengutip sumber penafsiran, maka adakalanya ia

menyebutkan identitas sumber yang dikutip, baik menyebutkan nama kitabnya, ataupun

pengarangnya. Dan adakalanya hanya dikutip dengan tidak menyertakan identitas sumber

yang dirujuk. Dengan demikian, pola produksi makna dalam studi intertekstual yang

teraplikasi pada penafsiran kiai Ihsan hanya dapat teridentifikasi melalui bentuk

. Sedangkan produksi makna melalui aspek oposisi dan

tertuang sama sekali dalam penafsirannya. Kutipan penafsiran kiai Ihsan yang paling

mendominasi adalah berupa kutipan langsung yang sama seperti teks

langsung). Oleh karena itu, hanya ditemukannya pola permutasi pada penafsiran kiai

ālibīn membuat produksi makna menjadi sangat terb

hal itu dapat mempersempit intertekstualitas dalam membangun pluralitas makna. Di

samping itu, perspektif yang dimunculkan juga bersifat tunggal dan hampir tidak ada

dialog atau komentar yang muncul dari dalam diri kiai Ihsan. Hal inilah yang

dapat mengakibatkan ranah penafsiran menjadi kurang maksimal dan berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Murtadho dan Mahbub Dje. “Sekilas Biografi Syaikh Ihsan Jampes: 1901

. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2012

), Abdullah bin ‘Umar bin Muḥammad. Anwār al-Tanzīl wa Asrār al

Turāth al-‘Arabī. t.th

Volume 1, No. 2, Agustus 2015 79

jilid II ditemukan 16

āwī, Tafsīr al-Nasafī,

Jāmi’ li Aḥkām al-

yā‘ ‘Ulūm al-Dīn, al-

Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb

(?). Namun, yang paling

, yaitu dengan dirujuk sebanyak 101 kali.

bentuk intertekstualitas yang muncul dalam penafsiran kiai Ihsan di dalam Sirāj

sangat beragam. Kiai Ihsan terkadang mengutip dengan cara sama persis

; terkadang berbentuk ringkasan; dan terkadang pula berupa

modifikasi teks. Kiai Ihsan ketika mengutip sumber penafsiran, maka adakalanya ia

mber yang dikutip, baik menyebutkan nama kitabnya, ataupun

pengarangnya. Dan adakalanya hanya dikutip dengan tidak menyertakan identitas sumber

yang dirujuk. Dengan demikian, pola produksi makna dalam studi intertekstual yang

ai Ihsan hanya dapat teridentifikasi melalui bentuk

transformasi tidak

tertuang sama sekali dalam penafsirannya. Kutipan penafsiran kiai Ihsan yang paling

hypogram (kutipan

pada penafsiran kiai

membuat produksi makna menjadi sangat terbatas, karena

hal itu dapat mempersempit intertekstualitas dalam membangun pluralitas makna. Di

samping itu, perspektif yang dimunculkan juga bersifat tunggal dan hampir tidak ada

dialog atau komentar yang muncul dari dalam diri kiai Ihsan. Hal inilah yang nantinya

dapat mengakibatkan ranah penafsiran menjadi kurang maksimal dan berkembang.

Ali Murtadho dan Mahbub Dje. “Sekilas Biografi Syaikh Ihsan Jampes: 1901-1952”. dalam

Tanzīl wa Asrār al-Ta‘wīl.

Page 26: PENAFSIRAN AL-QUR‘AN KH. IHSAN JAMPES;STUDI

AL-ITQĀN, Volume 1, No. 2, Agustus80

Penafsiran al

Moch. Arifin

Burhanuddin, Mamat S.. Hermeneutika al

Marāḥ Labīd Karya KH. Nawawi Banten

Dahlan, Ihsan Muhammad. Sirāj al

Eriyanto. Analisis Naratif: Dasar

Media. Jakarta: Kencana. 2015

Fādānī (al-), Muhammad Yasin bin Isa.

Dār al-Saqqāf. t.th

Hadi, Murtadho. Jejak Spiritual Kiai Jampes

Junaidi, Akhmad Arif. Penafsiran al

Ortodoksi. Semarang: Program P

Mohd Sholeh Sheh Yusuff dan Mohd Nizam Sahad. “Bacaan Intertekstual Teks Fadilat dalam

Tafsīr Nūr al-Iḥsān”. dalam

Mughni, Busrol Karim A.. Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri:

Ṭālibīn. Jampes: PP. Al Ihsan. 2012

Musadad, Asep Nahrul. “Tafsir Sufistik dalam Tradisi Penafsiran al

Perkembangan dan Konstruksi Hermeneutis”. dalam

Juni 2015

Mustaqim, Abdul. Epistemologi

Nadzirin. Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia

Nasafī (al-), Abdullah bin A

Beirut: Dār al-Kalim al

Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra

Pelajar. t.th

Solahudin M.. Napak Tilas Masyayikh:

Buku Kedua. Kediri: Nous Pustaka Utama. 2013

_____________. 5 Ulama Internasional dari Pesantren

Suyūṭī (al-), Jalāluddīn al-Ma

al-Islāmiyyah. 2011

Teeuw, A.. Sastra dan Ilmu Sastra

Tim Sejarah BPK P2L Pondok Pesantren Lirboyo.

Zarnūjī (al-), Burhanuddin, Ta‘līm al

Agustus 2015

Penafsiran al-Qur`an KH. Ihsan Jampes ��

Moch. Arifin & Moh. Asif

Hermeneutika al-Qur`an ala Pesantren: Analisis terhadap Tafsir

Labīd Karya KH. Nawawi Banten. Yogyakarta: UII Press. 2006

Sirāj al-Ṭālibīn. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 2014

Analisis Naratif: Dasar-Dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita

. Jakarta: Kencana. 2015

), Muhammad Yasin bin Isa. al-‘Iqd al-Farīd min Jawāhir al

Jejak Spiritual Kiai Jampes. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2008

Penafsiran al-Qur`an Penghulu Kraton Surakarta: Interteks dan

. Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang. 2012

Mohd Sholeh Sheh Yusuff dan Mohd Nizam Sahad. “Bacaan Intertekstual Teks Fadilat dalam

”. dalam Jurnal Usuluddin. Januari-Juni 2013

Syekh Ihsan bin Dahlan Jampes Kediri: Pengarang Sirāj al

. Jampes: PP. Al Ihsan. 2012

Musadad, Asep Nahrul. “Tafsir Sufistik dalam Tradisi Penafsiran al

Perkembangan dan Konstruksi Hermeneutis”. dalam Jurnal Farabi

Epistemologi Tafsir Kontemporer. Yogyakarta: LKiS. 2010

Ulama Kitab Kuning Indonesia. Kediri: Mitra Gayatri. t.th

ḥmad bin Maḥmūd. Madārik al-Tanzīl Wa

Kalim al-Ṭayyib. 1998

Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Napak Tilas Masyayikh: Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa

. Kediri: Nous Pustaka Utama. 2013

5 Ulama Internasional dari Pesantren. Kediri: Nous Pustaka Utama. 2014

Maḥallī dan Jalāluddīn. Tafsīr al-Jalālayn. Jakarta: Dār al

Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya. 201

Tim Sejarah BPK P2L Pondok Pesantren Lirboyo. 3 Tokoh Lirboyo. Lirboyo: BPK P2L. 2011

Ta‘līm al-Muta’allim. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah. 2012

Qur`an ala Pesantren: Analisis terhadap Tafsir

Press. 2006

‘Ilmiyyah. 2014

Dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita

Farīd min Jawāhir al-Asānid. Surabaya:

. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2008

Qur`an Penghulu Kraton Surakarta: Interteks dan

ascasarjana IAIN Walisongo Semarang. 2012

Mohd Sholeh Sheh Yusuff dan Mohd Nizam Sahad. “Bacaan Intertekstual Teks Fadilat dalam

Pengarang Sirāj al-

Musadad, Asep Nahrul. “Tafsir Sufistik dalam Tradisi Penafsiran al-Qur`an: Sejarah

Jurnal Farabi. Vol. 12, No. 1,

. 2010

. Kediri: Mitra Gayatri. t.th

Ḥaqāiq al-Ta‘wīl.

. Yogyakarta: Pustaka

Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa-Madura:

. Kediri: Nous Pustaka Utama. 2014

. Jakarta: Dār al-Kutub

. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya. 2015

. Lirboyo: BPK P2L. 2011

‘Ilmiyyah. 2012