analisis skenario 2 k3

Upload: ami-yuhuu

Post on 12-Jul-2015

425 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Analisis Skenario Kebakaran terjadi di salah satu pabrik bahan kimia milik perorangan yang sudah berdiri selama 25 tahun di sebuah kawasan industri. Kebakaran merupakan reaksi dari tiga unsur, yaitu bahan bakar, panas, dan oksigen. Reaksi tersebut adalah reaksi berantai yang berjalan dengan seimbang. Jika reaksi tersebut diganggu maka reaksi akan terhenti atau api akan padam. Kaitannya dengan skenario, upaya pencegahan dan penanganan kebakaran berdasarkan pada prinsip reaksi tersebut, seperti upaya penyimpanan B3. Dianalisis dari kebakaran yang terjadi merupakan kebakaran dengan klasifikasi keadaan sangat darurat, ditinjau dari keadaan yang memerlukan bantuan pihak luar untuk mengatasinya, seperti bantuan dari Dinas Pemadam Kebakaran. Sedangkan klasifikasi keadaan darurat ringan adalah keadaan yang masih dapat diatasi oleh karyawan di tempat kejadian dengan menggunakan peralatan yang tersedia seperti Alat Pemadam Api Ringan (APAR), sprinkler, dan sebagainya tanpa bantuan dari pihak luar. Kondisi pada skenario, meskipun pada awalnya peralatan yang tersedia seperti sprinkler telah digunakan tetapi kebakaran yang terjadi tidak dapat dikendalikan dan memerlukan waktu tiga jam untuk berhasil dipadamkan. Pabrik bahan kimia diklasifikasikian risiko berat untuk terjadinya kebakaran karena tempat kerja pada pabrik kimia mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi, salah satunya yaitu pada pabrik bahan kimia proses kerjanya menggunakan bahan mudah terbakar. Kebakaran dari bahan kimia merupakan jenis kebakaran kelas B, yaitu kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar, seperti minyak, alkohol, bensin, dan sebagainya. Dengan mengetahui jenis kebakaran, maka dapat ditentukan alat pemadam yang tepat. Hal ini dikarenakan kesalahan penggunaan alat pemadam dapat memperbesar api yang ditimbulkan. Misalnya bahan kimia tertentu yang mudah terbakar saat bereaksi dengan air atau bahan kimia tertentu dicegah air pemadam kebakaran memasuki air permukaan atau air tanah, jadi media pemadam yang cocok adalah CO2, foam, atau powder.

Kebakaran merupakan salah satu keadaan darurat di tempat kerja. Keadaan darurat memerlukan tindakan yang cepat untuk mengatasinya. Oleh karena itu, diperlukan adanya Emergency Response Prosedure (ERP) untuk penanggulangan secara terencana, sistematis, tepat, dan selamat. Aspek yang mempengaruhi keberhasilan penanggulangan keadaan darurat tersebut antara lain adanya tim tanggap darurat yang terampil dan terlatih, kelengkapan sarana dan prasarana yang baik, serta adanya sistem dan prosedur yang jelas. Langkah-langkah penyusunan ERP yaitu mitigasi, kesiapsiagaan, kesigapan, dan pemulihan. Mitigasi yaitu kajian awal untuk mengeliminasi atau menurunkan risiko. Kondisi yang ada pada skenario, upaya pencegahan yang dilakukan yaitu melakukan pengelolaan B3 sesuai dengan ketentuan. Sebuah tempat kerja dengan penggunaan B3 harus melakukan pengelolaan, baik itu kegiatan yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan, dan atau membuang B3. Penyimpanan B3 untuk bahan yang dapat terbakar harus terpisah dari bahan oksidator dan jauh dari sumber panas. Selain itu, diperlukan adanya MSDS yang harus disertakan pada setiap jenis B3 dan simbol tanda bahaya kebakaran dipasang di tempat penyimpanan B3. Upaya promosi seperti pemasangan poster terkait keselamatan kerja dapat dilakukan untuk mensosialisasikan budaya K3 di tempat kerja. Jika poster yang dipakai menunjukkan kesan humor dan menarik, serta diganti secara periodik, para pekerja akan tertarik untuk membacanya. Ketika seorang pekerja telah tertarik untuk membaca sebuah buletin pada papan pengumuman, maka ia akan membaca tulisan-tulisan ataupun poin-poin lain sehingga media promosi menjadi lebih efektif. Sebagai tambahan, peringatan dan instruksi dari pabrik sebaiknya menggunakan poster atau slogan yang bagus dan lebih strategis ditempatkan seperti lemari penyimpanan, di atas jam, ataupun tempat-tempat serupa. Selain itu, pabrik dapat memberikan pengarahan rutin pada karyawan disetiap unit berupa safety talk untuk memberikan himbauan agar karyawan mengutamakan keselamatan saat bekerja dengan memperhatikan prosedur kerja serta menggunakan alat pelindung diri dengan benar saat berada di lingkungang kerja.

Langkah yang kedua yaitu kesiapsiagaan, yaitu kegiatan yang dilakukan lebih lanjut berdasarkan hasil mitigasi, yang mencakup pengembangan kemampuan personil, penyiapan sarana, fasilitas dan sistem jika terjadi keadaan darurat. Upaya pengembangan kemampuan personil merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kegiatan tanggap darurat. Tim tanggap darurat perlu mendapatkan pelatihan baik teori maupun praktek dengan frekuensi menyesuaikan dengan risiko bahaya di tempat kerja, untuk tempat kerja pada skenario yaitu 6-8 kali pertahun. Pelatihan disertai simulasi yang perlu dilakukan yaitu pelatihan dan simulasi evakuasi tanggap darurat kebakaran, penggunaan alat pemadam kebakaran, pertolongan pertama, dan pelatihan pengelolaan B3. Selain itu, diperlukan simulasi pada karyawan untuk mensosialisasikan tindakan yang dilakukan saat evakuasi keadaan darurat. Dampak dari kurangnya pelatihan, baik pada tim maupun karyawan, yaitu terjadinya keterlambatan respon ketika terjadi keadaan darurat dan kepanikan pada karyawan sehingga dapat menimbulkan korban. Kondisi di skenario adanya korban dalam peristiwa kebakaran di pabrik dapat dipengaruhi oleh belum didapatnya pelatihan tentang mengatasi kondisi darurat. Oleh karena itu, terjadi kepanikan ketika berada dalam kondisi darurat. Jika diasumsikan korban adalah karyawan baru dan belum mendapat pelatihan, maka pabrik sebaiknya melakukan induksi untuk mensosialisasikan prosedur tanggap darurat yang ada, sehingga dapat meminimalisasi dampak yang terjadi. Sedangkan pada karyawan lama dapat diberikan induksi ulang untuk refresh terhadap prosedur evakuasi tanggap darurat. Penyiapan sarana penunjang yang diperlukan pada keadaan darurat seperti alarm, sprinkler, APAR, hydrant, listrik dan lampu, alat komunikasi, dan assembly point. Kondisi pada skenario sebagian besar sarana sudah tersedia, begitu juga dengan sistem tanggap darurat sudah terkonsep dengan baik. Permasalahan terjadi pada tahap kesigapan (response), yaitu adanya korban ketika terjadi proses evakuasi, meskipun hanya luka lecet dan tidak ada korban jiwa. Hal ini menggambarkan meskipun telah adanya tim tanggap darurat,

sarana, dan sistem prosedur yang baik, tetapi kepanikan yang terjadi tidak dapat dihindari akibat minimnya sosialisasi terutama pada korban. Penanganan korban dan materiil yang terbakar dilakukan pada tahap pemulihan, baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang hingga kegiatan kerja kembali secara normal. Adapun alur evakuasi kebakaran, seperti yang pada skenario dapat dilihat pada diagram berikut.

KebakaranKebakaran dapat dipadamkan?Tidak Ya

Ambil alat pemadam terdekat dan padamkan api

Aktifkan alarm kebakaran

Ikuti petunjuk menuju tempat kumpul melalui jalur evakuasi

Berdiri di tempat kumpul sampai ada perintah lanjutan dan menghitung jumlah orangTidak

Apakah semua terkontrol??Ya

Pelaksana melakukan tindakan darurat untuk mengamankan lokasi

Lokasi kerja aman untuk bekerja kembali

Gambar 2. Diagram Alir Evakuasi Kebakaran Kerugian akibat terjadinya kebakaran pada skenario berupa kerugian secara materiil dan nonmateriil. Kerugian secara materiil antara lain kerugian harta benda dan sarana di pabrik bahan kimia, sedangkan kerugian nonmaterial antara lain terganggunya struktur kegiatan rutin di pabrik bahan kimia dan prestige perusahaan. Ditinjau dari adanya korban, perusahaan harus memberikan kompensasi melalui badan asuransi kecelakaan kerja tertentu, baik PT Jamsostek

maupun badan lain yang dipercaya, sesuai dengan peraturan undang-undang ketenagakerjaan. Ditinjau dari program PT Jamsostek, kecelakaan kerja yang terjadi pada korban di skenario dengan luka lecet di mata kaki dan telapak kaki mendapatkan beberapa kompensasi dengan berbagai perhitungan premi. Perhitungan premi pada program jaminan kecelakaan kerja berdasarkan kelompok usaha, yang pada skenario yaitu kelompok III dengan premi 0,89% dari upah sebulan. Gaji karyawan pada skenario yaitu Rp 1.700.000 per bulan, sehingga premi yang harus dibayarkan oleh perusahaan yaitu Rp 15.130 per bulannya. Premi pada program jaminan kecelakaan kerja sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan tanpa ada pemotongan dari gaji karyawan. Kompensasi yang diterima karyawan pada skenario dengan luka yang dideritanya yaitu biaya transportasi untuk berobat pada jalur darat maksimal Rp 400.000 serta biaya pengobatan dan perawatan maksimal Rp 12.000.000. Biaya pengobatan yang dikeluarkan karyawan yaitu Rp 150.000, jadi seluruhnya akan dijamin oleh PT Jamsostek dengan prosedur klaim. Setelah terjadinya kecelakaan kerja, perusahaan wajib melaporkan kepada PT Jamsostek tidak lebih dari 2x24 jam sejak terjadinya kecelakaan dengan mengisi form tertentu. Setelah karyawan dinyatakan sembuh oleh dokter yang merawat, perusahaan kembali melaporkan kepada PT Jamsostek disertai fotokopi kartu peserta, surat keterangan dokter yang merawat, dan kuitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kuitansi pengangkutan. Setelah itu PT Jamsostek akan menghitung dan membayar ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga kerja.