analisa marketing politik

35
STRATEGI MARKETING POLITIK ADANG DARADJATUN – DANI ANWAR PADA PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA 2007 MENGGUNAKAN ANALISIS MARKETING ORIENTED PARTY MODEL LEES MARSHMENT (2005) DANY

Upload: dany-jakarta

Post on 01-Jul-2015

482 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisa Marketing Politik

STRATEGI MARKETING POLITIK ADANG DARADJATUN – DANI ANWAR

PADA PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA 2007 MENGGUNAKAN ANALISIS

MARKETING ORIENTED PARTY MODEL LEES MARSHMENT (2005)

DANY

Page 2: Analisa Marketing Politik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

DKI Jakarta adalah ibu kota, pusat pemerintahan, serta pusat perekonomian

Republik Indonesia, maka kesuksesan Pilkada di Jakarta tentu juga mencerminkan situasi

demokrasi Indonesia. Jakarta juga kota megapolitan dengan segudang persoalan, siapapun

yang mencoba memimpin Jakarta akan menghadapi banyak persoalan bila berhasil keluar

sebagai pemenang pilkada. Sebagai pusat pemerintahan dan sekaligus juga pusat bisnis,

Jakarta dianalogikan sebagai magnet karena dapat menarik banyak individu-individu di

daerah untuk mengadu nasibnya. Masalah-masalah Jakarta, baik sebagai ibukota negara

maupun sebagai pusat bisnis Indonesia, menurut Bianpoen, pengamat masalah perkotaan

dari Program Studi Lingkungan Pascasarjana Universitas Indonesia, masalah di DKI

Jakarta dapat diklasifikasikan menjadi lima masalah besar, yaitu: 1) kemiskinan, 2)

kesenjangan sosial, 3) kemacetan lalu lintas, 4) sampah, dan 5) banjir (Kompas, 2007).

Semua masalah ini sangat mendesak untuk segera diselesaikan. Siapapun yang menjadi

gubernur Jakarta harus menyelesaikan kelima permasalahan ini, kampanye harus dapat

meyakinkan kepada penduduk Jakarta bahwa pasangan calon yang maju dalam kampanye

pilkada Jakarta akan mengatasi masalah-masalah tersebut.

Menurut catatan Kompas (2007), meskipun pada saat pilkada pasangan Adang-Dani

kalah, namun pasangan ini lebih mampu merebut dukungan dari massa partai-partai lain di

bandingkan dengan pasangan Fauzi-Prijanto. PKS juga tercatat sebagai partai paling solid

dalam pilkada Jakarta 2007. Bila dilihat dari hasil pemilu 2004 di Ibu Kota, PKS kala itu

hanya meraih sekitar 23,3 % suara, PKS juga tercatat sebagai partai paling solid dalam

pilkada Jakarta 2007. Menurut penghitungan resmi dari KPUD Jakarta, tanggal 16 Agustus

2007, Fauzi Bowo - Prijanto meraih 57,87% suara sedangkan rivalnya pasangan Adang

Daradjatun – Dani Anwar meraih sisanya, 42,13% dari jumlah suara keseluruhan sebesar

3.645.066 suara sah, yang tersebar di 11.202 TPS. Pasangan calon yang diusung PKS

memperoleh suara lebih dari 40%. Ini menunjukkan bahwa kerja “mesin politik” PKS

cukup bagus dalam meraih simpati untuk pasangan calon yang diusungnya, dan kondisi ini

1

Page 3: Analisa Marketing Politik

berbeda dengan pasangan Fauzi Bowo - Prijanto yang meskipun didukung oleh 20 parpol,

hanya meraih suara dibawah 60%.

Terjadinya kenaikan yang signifikan atas pemilih non PKS yang memberikan suara

mereka kepada pasangan calon usungan PKS, menunjukkan bahwa model marketing politik

yang digunakan oleh Adang – Dani lebih kepada strategi pemasaran yang berorientasi

kepada pasar. Karena bila memasarkan calon tersebut hanya kepada pemilih yang memilih

PKS sebagai partai pilihan Pemilu, maka tentu suara yang didapatkan hanya berkisar

sekitar 23,3 %.

1.2 Rumusan Masalah

Aristoteles mengatakan, setiap negara atau kota dibentuk oleh sekumpulan

masyarakat, dengan tujuan untuk mencapai sesuatu yang dianggap baik oleh semua.

Kepentingan yang sama ini kemudian menjadi dasar suatu masyarakat politik, yaitu

masyarakat yang menginginkan terwujudnya harapan yang terbaik dan yang ideal bagi

kehidupan mereka (Aristoteles; 2007). Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam

suatu sistem politik (negara atau kota) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan

dan melaksanakan tujuan (Budiardjo; 1993). Nilai utama politik adalah membuka ruang

partisipasi masyarakat dalam menentukan arah dan masa depan mereka, maka untuk

mencapai arah yang ideal dan masa depan yang baik adalah keikutsertaan masyarakat untuk

mengikuti kegiatan politik, dimana salah satu kegiatan politik yang menjadi pilar bagi

berjalannya suatu sistem demokrasi adalah Pemilu dan Pilkada (Golder, 2005).

Untuk melaksanakan tujuan-tujuan bersama, perlu ditentukan kebijakan-kebijakan

umum (public policies), dan agar seseorang individu atau satu kelompok tertentu dapat

melaksanakan kebijakan-kebijakannya, maka diperlukan kekuasaan (power) dan

kewenangan (authority). Suatu cara yang konstitusional untuk meraih kekuasaan dan

kewenangan adalah melalui pemilu. Harus diakui, dunia politik di Indonesia saat ini jauh

lebih terbuka dan transparan bila dibanding rezim Orde Baru. Tidak jarang saat rezim orba,

pemilu hanyalah sebuah formalitas. Pemenangnya dapat diprediksi jauh hari, tidak ada

persaingan terbuka, bebas, dan transparan. Sebelumnya, kepala daerah dan wakil kepala

daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar hukum

penyelenggaraan pilkada adalah UU Nomor 22 / 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan

2

Page 4: Analisa Marketing Politik

Umum. Dengan dasar hukum ini, maka secara resmi Pemilihan Umum Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah atau lebih dikenal dengan Pilkada diberlakukan di seluruh wilayah

NKRI. Pilkada DKI Jakarta yang diselenggarakan pada tanggal 8 Agustus 2007 adalah

pilkada pertama yang diselenggarakan berdasarkan UU Nomor 22 / 2007. Pilkada DKI

Jakarta juga merupakan awal dimulainya penggunaan strategi – strategi marketing politik,

khususnya pada tingkat Pemilihan Kepala Daerah. Karena itu, jika ingin menelusuri

penggunaan model marketing politik dalam Pilkada, maka akan lebih tepat jika dimulai dari

pertama kalinya Pilkada dilaksanakan di Indonesia.

1.3 Tinjauan Pustaka

Market-oriented party

Model MOP menurut Lees-Marshment (2005) adalah model marketing politik,

dimana untuk memenangkan suatu pemilihan umum, suatu partai/seorang kandidat harus

terlebih dahulu mengidentifikasi dan memahami selera pasar sebelum merancang sebuah

produk. MOP tidak berusaha untuk menguubah apa yang orang pikirkan, tetapi untuk

menyampaikan apa yang orang inginkan. Model ini digunakan bukan untuk menyampaikan

ideologi, tetapi lebih kepada suatu keinginan untuk mengembangkan dan menyampaikan

berbagai kebijakan dan struktur yang akan memenuhi kebutuhan pasarnya. Asumsi model

ini adalah, tidak lagi mementingkan ideologi suatu partai atau ideologi perseorangan,

namun lebih mementingkan kepada selera pasar atau market oriented.

MOP berlangsung melalui delapan tahap untuk mengembangkan sebuah produk

yang akan memenuhi tuntutan pemilih, didukung dan diimplementasikan oleh organisasi

internal dan dapat disampaikan dalam roda pemerintahan. Tahap pertama dari model MOP

adalah Intelijen pasar (tahap 1). Tahap ini berupaya mencari tahu perilaku, kebutuhan,

kehendak dan prioritas pemilih. Data yang berasal dari berbagai sumber dikumpulkan

dengan menggunakan berbagai metode (termasuk polling, focus group, konsultasi publik

dan pertemuan, dan diskusi internal dalam seluruh tingkatan) untuk mendapatkan informasi

mengenai seluruh aspek dari produk tersebut. Pengumpulan intelijen tidak harus selalu

melihat pemilihan secara seragam, tetapi hal ini harus melibatkan segmentasi strategis yang

akan memungkinkan produk dan komunikasinya dirancang untuk kelompok-kelompok

spesifik. Data akan dikumpulkan secara profesional untuk menghindari bias politik, tetapi

3

Page 5: Analisa Marketing Politik

harus disosialisasikan ke seluruh anggota untuk meningkatkan peluang seluruh anggota

partai, akan menerima perubahan yang berorientasi pasar dalam perilaku.

Kemudian, partai/kandidat akan merancang produk (tahap 2) berdasarkan pada

data intelijen yang telah didapatkan. Dari data yang telah didapatkan, jika diperlukan, partai

bisa melakukan perubahan atas ideologi, transformasi besar atas citra dan perilaku

partai/kandidat, yang efeknya dapat bersifat dramatis. Atau perubahan ini bisa diaplikasikan

pada satu bidang tertentu (misalnya, terhadap pemimpin partai). Apapun bentuk perubahan

yang dilakukan, tentu dapat menghasilkan oposisi internal dan kecil kemungkinan dapat

berhasil dilaksanakan, bila tidak dilakukan penyesuaian dan kehati-hatian dalam segi

manajemen informasi.

Design product (tahap 3) atau bentuk kemasan produk disesuaikan menurut empat

faktor: achievability, reaksi internal, analisis kompetisi dan analisis dukungan.

Achievability: partai politik seharusnya tidak

mempromosikan apa yang tidak dapat disampaikan ketika menjalankan roda

pemerintahan. Janji untuk mengurangi pajak dan kemudian gagal untuk

melaksanakan, misalnya, hanya menyebabkan ketidakpuasan pemilih.

Reaksi internal: analisis berkaitan dengan reaksi yang terjadi

antara tuntutan dan prioritas pasar yang digunakan sebagai dasar perubahan produk

partai dengan tuntutan dan prioritas anggota partai di akar rumput. Partai-partai

politik pada umumnya bergantung pada anggota dalam pendanaan, dukungan dan

kampanye. Karena anggota partai acapkali dimotivasi secara ideologis, perubahan

harus sesuai dengan ideologi dan sejarah partai; dan juga dengan gagasan pasar

yang mengisyaratkan bahwa sebuah MOP harus bertindak secara seimbang antara

tuntutan eksternal (pemilih) dan dukungan (anggota) internal. Kegiatan ini dapat

difasilitasi melalui komunikasi ekstensif yang dalam hal ini anggota partai harus

diizinkan untuk menyampaikan pendapatnya.

Analisis kompetisi: kekuatan dan kelemahan partai-partai

oposisi diperhitungkan dan respons atas partai-partai itu dibuat dalam product

4

Page 6: Analisa Marketing Politik

design tersebut. Hal ini memungkinkan untuk produk itu bersifat dan mengisi

ketimpangan di pasar tersebut. Diferensiasi akan terjadi ketika partai menyesuaikan

perilakunya sesuai dengan dukungan internalnya karena setiap partai besar

mempunyai latar belakang sejarah dan ideologinya sendiri-sendiri. Kemudian, partai

politik dapat menyoroti atau mengabaikan perbedaan ideologis tertentu berkenaan

dengan kompetisi ini bergantung pada kekuatan atau kelemahan apa yang terkait.

Sebuah partai yang hanya menjiplak sebuah partai yang berhasil dalam suatu

pemilihan umum, tidak akan menggunakan pemasaran politik dengan benar.

Analisis dukungan: tahap akhir dari penyesuaian mencakup

mengidentiifkasi kelompok utama di dalam pemilihan yang dukungannya

dibutuhkan agar menjamin proses pemilihan umum. Kelompok-kelompok atau

segmen-segmen ini kemudian dibuat target berdasarkan pada product adjustment

berikutnya dan melalui proses komunikasi.

Implementasi (tahap 4) berkaitan dengan menyatukan partai politik di sekitar

produk yang diusulkan. Hanya ketika mayoritas anggota dan kandidat secara keseluruhan

menerima logika market-oriented product, maka pemilih akan diyakinkan tentang

kredibilitas apa yang akan ditawarkan. Hal ini harus secara hati-hati dikelola secara internal

untuk meminimalkan konflik yang dapat “mengkontaminasi brand tersebut.” Tahap ini

agaknya merupakan tahap yang paling sulit walaupun paling penting; implementasi yang

kurang berhasil guna dapat mendapatkan tujuan jangka pendek tetapi akan menghambat

penyampaian (delivery) dan keberhasilan pemilihan dalam jangka panjang. Ketika produk

itu diimplementasikan di seluruh partai, maka produk itu harus disampaikan ke pemilih

dengan menggunakan teknik komunikasi yang paling sesuai dan berhasil. Komunikasi

(tahap 5) adalah sebuah proses terus menerus yang memungiinkan proses interaksi dengan

pendukung internal dan eksternal, dan dilakukan dalam cara koheren di tingkat nasional

oleh anggota-anggota partai dari seluruh tingkatan.

Kampanye resmi (tahap 6) akan menegaskan kembali aspek-aspek yang lebih

penting dari produk itu untuk mengingatkan para pemilih apa yang ditawarkan dan akan

menggunakan praktek-praktek yang lebih inovatif tentang komunikasi pemasaran. Apabila

5

Page 7: Analisa Marketing Politik

produk ini berhasil dikomunikasikan dan partai/kandidat diterima menjalankan roda

pemerintahan, maka akan dipilih (tahap 7) dan akan mendapatkan dukungan dari pemilih

yang mendukung dan member assessment dari produk partai tersebut. Tahap 8 dan terakhir

adalah menyampaikan produk yang dijanjikan dalam pelaksanaan roda

pemerintahan. Apabila partai/kandidat tetap menggunakan model market oriented saat

berada dalam pemerintahan, maka partai/kandidat tersebut harus melakukan market

inteligence secara terus menerus dan menyesuaikan produk politiknya saat tuntutan

masyarakat/pemilih berubah.

1.4. Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk menganalisa strategi marketing politik yang

digunakan oleh pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Adang Daradjatun - Dani

Anwar pada pilkada DKI Jakarta tahun 2007, menggunakan analisis MOP Lees Marshment

(2005). Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk menguraikan teori-teori yang digunakan

dalam model MOP Adang Daradjatun – Dani Anwar, baik konsep/teori marketing,

konsep/teori politik, maupun konsep/teori komunikasi sendiri. Sehingga diharapkan dapat

membantu peneliti lain, dalam menganalisa model marketing politik yang digunakan oleh

kandidat calon lainnya, baik untuk tingkat pemilihan kepala daerah, maupun untuk tingkat

nasional.

BAB II

METODE PENELITIAN

6

Page 8: Analisa Marketing Politik

2.1 Analisis Isi Media

Metode yang digunakan oleh penulis untuk mengetahui strategi marketing politik

pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Adang Daradjatun – Dani Anwar adalah

metode konten analisis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa isi media.

Media yang digunakan adalah buku Jakarta Memilih: Pilkada dan Pembelajaran

Demokrasi, terbitan Kompas, November 2007, serta menggunakan data sekunder yang

diperoleh melalui buku, jurnal, disertasi, internet serta tulisan-tulisan lain yang

berhubungan dengan penelitian ini.

2.2 Analisa Model Marketing Oriented Party Lees-Marshment (2007)

Metode yang digunakan untuk menganalisa strategi marketing politik pasangan

calon Gubernur dan Wakil Gubernur Adang Daradjatun – Dani Anwar menggunakan

metode analisis Market Oriented Party (MOP) model Lees-Marshment (2005). Model ini

sebelumnya telah digunakan oleh Lees Marshment dalam bukunya Political Marketing: A

Comparative Perspective, terbitan Manchester University Press, tahun 2005, untuk

menganalisa dua pemilihan umum yang diadakan di UK, dan Amerika Serikat.

Penelitian Marshment di UK menyoroti pertarungan antara dua kubu partai yang

berhadapan, yaitu, partai Konservatif (Conservative Party) yang diketuai oleh Michael

Howard dan partai Buruh (Labour Party) yang diketuai oleh Tony Blair. Sedangkan untuk

pemilu di Amerika, Marsment lebih menyoroti kepada model marketing oriented party

yang digunakan oleh partai Republik (Republican Party) dan calon presiden dari partai

tersebut, George W. Bush.

BAB III

PEMBAHASAN

7

Page 9: Analisa Marketing Politik

3.1 Tahap 1. Market Intelligence

Proses Pemasaran yang berhasil, terdiri dari serangkaian langkah yang

berkesinambungan yang menurut Philip Kottler (1980, dalam Morissan, 2010, hal.56)

terdiri atas tiga tahap, yaitu segmentasi, targeting, dan positioning. Segmentasi dasar pada

dasarnya adalah suatu strategi untuk memahami struktur konsumen. Targeting adalah

menentukan target pasar dengan cara memilih, menyeleksi, dan menjangkau konsumen.

Setelah pasar dipilih, maka proses selanjutnya adalah positioning, suatu strategi untuk

memasuki pemikiran konsumen. Positioning sendiri, penulis anggap akan lebih tepat bila

dibahas dalam tahap 2 dan 3 dalam model Lees Marshment, yaitu tahap design produk.

Dalam segmentasi, masyarakat akan diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan

karakteristik tertentu. Kompleksitas dan kerumitan struktur masyarakat dicoba

disederhanakan melalui identifikasi setiap kelompok yang menjadi penyusun utama suatu

masyarakat. Organisasi harus memahami dengan siapa mereka berkomunikasi,

ketidaksesuaian antara metode komunikasi dengan gaya berkomunikasi akan membuat

pesan yang disampaikan terhambat, atau bahkan tidak dapat dikomunikasikan sama sekali.

Metode segmentasi berangkat dari suatu premis bahwa setiap individu cenderung untuk

berinteraksi dan berhubungan dengan orang-orang yang berbagi karakteristik sama.

Kebersamaaan orang-orang yang berbagi karakteristik sama inilah yang membentuk suatu

kelompok masyarakat.

Metode Segmentasi Pasar Organisasi Sosial Politik

DASAR SEGMENTASI DETIL PENJELASAN

Geografi Masyarakat disegmentasi melalui geografis dan kerapatan populasi. Ideologi yang ditawarkan akan diterima secara berbeda oleh masyarakat perkotaan dan pedesaan.

Demografi Konsumen dapat dibedakan berdasarkan umur, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, pekerjaan dan kelas sosial. Masing-masing kategori memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang suatu ideologi.

Psikografi Memberikan tambahan metode segmentasi berdasarkan geografi. Segmentasi dilakukan berdasarkan kebiasaan, life style,

8

Page 10: Analisa Marketing Politik

dan perilaku yang terkait dengan suatu ideologi.

Perilaku Masyarakat dapat dikelompokkan dan dibedakan berdasarkan ketertarikan dan keterlibatan dalam politik, serta perhatian terhadap permasalahan politik.

Sosial-Budaya Pengelompokkan masyarakat melalui karakteristik sosial dan budaya. Klasifikasi budaya, suku, dan etnik seringkali membedakan intensitas, kepentingan dan perilaku terhadap permasalahan politik.

Diadopsi dari: Firmanzah (2008).

Dari hasil analisis media Kompas, maka segmentasi terakhir yang didapat adalah

sebagai berikut.

Pemilih Fauzi Bowo-Prijanto lebih banyak disumbangkan oleh pemilih berusia muda

(17-25 Tahun), dan usia matang hingga tua (46 tahun keatas)

Pemilih Adang Daradjatun-Dani Anwar, lebih banyak disumbang oleh pemilih

berumur 26-45 tahun. Rentan orang-orang dalam usia ini adalah yang menginginkan

perubahan.

Ada kecenderungan, pemilih yang tidak bekerja (pengangguran) lebih memilih Adang

daripada Fauzi.

Pasangan Fauzi-Prijanto lebih besar mendapat dukungan dari warga etnis Betawi dan

kelompok Etnis Batak dan Tionghoa.

Pasangan Adang-Dani lebih besar mendapatkan dukungan dari etnis Sunda, Melayu,

dan Minangkabau.

Pemilih dari etnis Jawa dan campuran terdistribusi cukup merata.

Adang-Dani didukung oleh kelompok Islam Muhammadiyah.

Fauzi-Prijanto didukung oleh kelompok Islam Nahdlatul Ulama, juga cenderung

didukung oleh yang beragama Kristen, Katolik, dan lainnya.

3.2 Tahap 2. Product Design

Positioning dalam perspektif Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC) adalah strategi

komunikasi yang berhubungan dengan bagaimana konsumen menempatkan suatu produk,

9

Page 11: Analisa Marketing Politik

merek, atau perusahaan di dalam otaknya, di dalam khayalnya, sehingga konsumen

memiliki peranan tertentu. (Morissan, 2010). Dalam positioning, atribut produk dan jasa

yang dihasilkan akan direkam dalam bentuk image yang terdapat dalam sistem kognitif

konsumen. Semakin tinggi atribut produk, dan bila produk tersebut mempunyai

differensiasi dengan produk lainnya, maka konsumen akan lebih cepat menanam image

produk tersebut di kepala mereka. Sedangkan positioning dalam perspektif Marketing

Politik juga mengadopsi sistem ini, kandidat atau parpol harus mampu menempatkan

produk politik dan image politik dalam benak masyarakat, dan melakukan sesuatu yang

berbeda dalam meraih positioning politik. (Firmanzah, 2008). Strategi positioning politik

Adang Daradjatun-Dani Anwar, akan penulis analisa melalui petikan wawancara Kompas

dengan Adang Daradjatun, dari petikan wawancara tesebut akan penulis tentukan produk

politik apa yang mereka tawarkan dan bagaimana persepsi target konsumen mereka saat

menerima ide tersebut. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau

hubungan-hubungan dengan menyimpulkan informasi dan mEnafsirkan pesan (Komala,

2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya adalah gerakan, intensitas

stimuli, kebaruan, dan perulangan. Gerakan adalah secara visual tertarik pada objek-objek

yang bergerak; Intensitas Stimuli adalah rangsangan yang lebih menonjol, lebih terlihat

daripada rangsangan lainnya; Kebaruan hal-hal yang baru, luar biasa dan berbeda, dan;

Perulangan hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan sedikit variasi, akan

menarik perhatian. Dari petikan percakapan Kompas dengan Adang Daradajatun pada buku

Jakarta Memilih: Pilkada dan Pembelajaran Demokrasi halaman 149, penulis persepsikan

seperti di bawah ini.

1. Produk politik Adang-Dani diarahkan atau ditujukan kepada kaum terpelajar

dan memiliki visi ke depan, seperti kata-katanya berikut ini ”Jakarta sebaiknya

diarahkan menjadi pusat ekonomi-bisnis, sedangkan pusat pemerintahan dialihkan

ke daerah lain. Kedudukan Jakarta sebagai Ibu Kota sebaiknya diakhiri karena

dalm jangka panjang tidak produktif”. Bila ide ini dikonsumsi oleh kaum terpelajar,

maka muncul dari persepsi mereka adalah sesuatu yang bersifat kebaruan (novelty)

bagi mereka. Dan kelompok terpelajar, adalah kelompok yang siap untuk menerima

perubahan yang radikal. Faktor kebaruan sangat terasa pada petikan wawancara ini,

10

Page 12: Analisa Marketing Politik

sesuatu hal yang melawan status quo, melawan pakem yang ada yaitu bila terpilih,

maka Adang-Dani akan mewujudkan pindahnya Ibu Kota ke daerah lain.

2. Penulis perhatikan terdapat pola pengulangan, yang isinya menegaskan

bahwa produk politik pasangan kandidat yang diusung PKS ini ditujukan kepada

kelompok yang ingin mengadakan perubahan, dalam retorika oral Adang

Daradjatun. Misalkan dalam petikan wawancara berikut ini (Kompas, 2007, hal.

117). Sepanjang hidupnya, Adang mengaku dia tak pernah lepas dari idealisme dan

pembaharuan. ”Kalau ada orang yang tak punya idealisme dan tak mau berubah,

orang itu sudah lama mati. Hidup ini harus punya nilai tambah,” ungkap ayah dari

empat anak ini. Adang dalam wawancaranya ini juga menunjukkan bahwa produk

politiknya adalah untuk yang ingin melakukan perubahan. Dan seringkali kelompok

atau orang yang mengadakan perubahan ini harus terbentur dengan tradisionalisme.

Kaum atau kelompok yang menganut tradisionalisme menganggap tradisi mereka

bersifat tetap, tak berubah dan mereka memaksakan kepada orang lain agar

melakukan seperti yang ia lakukan sebelumnya (Werner, 1967 dalam Nurudin,

2005). Dalam bukunya, Sistem Komunikasi Indonesia, Nurudin mengatakan bahwa

ada semacam kontradiksi dan pertarungan antar kelompok yang ingin maupun yang

tidak ingin mempertahankan tradisi sebagai kerangka (acuan) dasar.

Untuk mengetahui pembentukan image seperti apa yang dilakukan oleh Adang

Daradjatun akan penulis coba analisis dengan analisis retorika yang akan penulis dapatkan

dari segi etos sang pembicara, dan metode penelitiannya menggunakan analisis isi

kualitatif. Metode ini dilakukan melalui telaah dokumen tertulis dalam internet maupun

buku yang mendukung. Retorika oral Adang Daradjatun menurut penulis adalah merupakan

bentuk retorika politik. Retorika politik sendiri menurut Aristoteles dalam bukunya The Art

Of Rethoric, adalah retorika yang berisi ajakan atau desakan untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu yang berkaitan dengan berbagai masalah, pembentukan opini dan

pencitraan dari sesuatu yang diperjuangkan dengan tujuan agar khalayak memilih atau tidak

memilih (Zen, 2010). Menurut Aristoteles (1991), terdapat tiga unsur pokok dalam retorika,

yaitu etos untuk mengetahui kredibilitas sumber, logos untuk merujuk bagaimana

11

Page 13: Analisa Marketing Politik

membangun argumen dan penalaran, dan pathos untuk mengetahui bagaimana orator

memainkan emosi khalayaknya.

Dari segi etos; seperti yang tercantum dalam website resminya

http://www.bangadang.com/profil, menunjukkan image Adang Daradjatun sebagai

seseorang atau sosok yang:

Sehat, aktif dan dinamis. Terlihat dari paragraf pertama ”Terlahir dari keluarga

yang berkecukupan, entah dari mana sebuah cita-cita untuk menjadi polisi itu

muncul. Dalam usianya yang ke lima puluh tujuh, postur tubuhnya tegap dan

perutnya datar, wajahnya pun nyaris tanpa kerutan. Tentu semua ini tidak datang

tiba-tiba, melainkan hasil olah tubuh sejak remaja.”

Disiplin, terencana, dan punya kemauan yang kuat, seperti yang diampilkan dalam

paragraf kedua berikut ini ”Disiplin adalah kata kunci yang sudah melekat pada

Adang Daradjatun. Hati dan pikirannya sudah bulat. Dia harus bisa

membuktikan impiannya sejak remaja untuk masuk dan menyelesaikan pendidikan

di AKABRI, agar nantinya bisa menjadi seorang perwira, dan bukan sekedar

impian kosong.”

Sosok yang berani menentang status quo, pantang menyerah untuk mencapai

kesuksesan, sederhana, dan sosok yang visioner. Terlihat dalam paragraf ketiga

berikut ini. ”Langkah yang membawanya menjadi Wakapolri saat ini bukanlah

tanpa beban. Sejak awal ayahnya menentang cita-citanya tersebut, sehingga

beliau sempat harus meminta bantuan ibunda demi izin ayahnya. Sempitnya asrama

polisi yang harus menampung istri serta seorang anaknya dalam membangun

pendewasaan jiwanya, jarak yang membentang saat harus berdinas jauh dari

keluarga, desas desus yang membanding-bandingkan serta mengaitkan karier sang

istri dengan beliau, sampai "penghuni istana"-nya yang kerap kali merasa tidak

puas karena tidak pernah diperkenankan mencicipi fasilitas yang bisa diperoleh

dari kedudukannya, semua dilaluinya dengan keteguhan hati, ketegaran sikap, visi

ke depan, yang diyakininya akan mengantarnya pada kesuksesan.”

Pembentukan Image Adang pun juga terjadi dalam setiap wawancaranya, seperti

yang ada pada halaman 117, dalam buku terbitan Kompas. Berikut petikan-

petikannya. 1) ”Sebetulnya ini alasan sentimentil. Saya sudah 58 tahun hidup di

12

Page 14: Analisa Marketing Politik

Jakarta. Saya ingin berbuat lebih banyak lagi untuk bangsa ini”. 2) ”Kalau ada

orang yang tak punya idealisme dan tak mau berubah, orang itu sudah lama

mati. Hidup ini harus punya nilai tambah”. 3) ”Saya tak akan membawa Jakarta ke

arah ekstrem. NKRI dan Pancasila adalah harga mati”. 4) ”Saya lihat PKS ini

anak-anak muda yang berpendidikan tinggi”. 5) ”Sejak bertugas sebagai perwira

Polri, saya selalu mengingatkan banyak pihak bahwa NKRI adalah harga mati.

Jakarta adalah kota internasional, kota dengan keberagaman, kota tempat

perwakilan luar negeri bermukim. Semua warga Jakarta harus maju, termasuk non-

Muslim dan orang Tionghoa punya hak yang sama”. Image yang dapat penarik

ambil adalah sosok yang rela berkorban, punya keteguhan hati, mengakui

keberagaman, serta loyal kepada organisasinya.

Jadi kesimpulan untuk rancangan produk politik pada tahap kedua ini melalui

analisa segmentasi pasar, target konsumen dan pembentukan image untuk meraih

positioning adalah sebagai berikut;

o Produk: Lebih ditujukan kepada kelompok muda yang menginginkan

perubahan, namun harus memiliki intelektualitas yang tinggi, karena gaya

berkomunikasi Adang cenderung masih untuk konsumsi kelas menengah ke atas.

o Differensiasi: Bukan merupakan sisa pemerintahan lama, sehingga bukan

perpanjangan dari status quo. Menawarkan perubahan, meski sedikit dianggap

ekstrem oleh kaum Tradisionalis.

o Image: Sosok yang menawarkan sutu sistem baru dan fresh, atau

menawarkan perubahan melalui proses, tidak secara tiba-tiba. Meski kata-kata

perubahan itu dinterpretasi berbeda oleh kelompok tradisionalis, dianggap bahwa

perubahan yang terjadi adalah perubahan yang ekstrem.

3.3 Tahap 3. Desain Produk

13

Page 15: Analisa Marketing Politik

Produk pada dasarnya adalah segala hal yang dapat dipasarkan yang dapat

memuaskan konsumennya ketika dipakai atau digunakan. (Morissan, 2010). Suatu produk

menjadi suatu simbol atau disebut juga dengan simbol produk (product symbolism), yaitu

arti atau makna dari suatu produk bagi konsumen dan apa yang mereka alami ketika

membeli dan menggunakan produk bersangkutan. (Irwin, 1987). Perencanaan produk

melibatkan berbagai keputusan, konsumen tidak saja melihat produk dari fisiknya semata

namun juga hal-hal yang berada diluar itu. Sebagaimana dikemukakan oleh Belch& Belch

bahwa: consumers look beyond the reality of the product and its ingredients.

Sedangkan produk yang ditawarkan institusi politik merupakan sesuatu yang

kompleks, di mana pemilih akan menikmatinya setelah sebuah partai atau seorang kandidat

terpilih (Niffenegger, 1989). Niffenegger (1989) membagi produk politik menjadi tiga

kategori, 1) party platform (platform partai), 2) past record (catatan tentang hal-hal yang

dilakukan di masa lampau), 3) personal characteristic (ciri pribadi). Seorang kandidat

politik adalah identitas dari sebuah institusi politik yang ditawarkan kepada pemilih.Butler

dan Collins (1994) menyatakan adanya tiga dimensi penting yang mesti dipahami dari

sebuah produk politik, 1) person/party/ideology (pribadi/partai/ideologi), 2) loyalty

(kesetiaan), dan 3) mutability (bisa berubah-ubah).

Dari kedua pendapat diatas , maka penulis akan coba menganalisa produk politik

apakah yang ditawarkan oleh pasangan calon Adang-Dani.

1. Program Prioritas Adang-Dani bila terpilih menjadi Gubernur dan Wakil

Gubernur DKI Jakarta adalah pembangunan/pembenahan infra struktur lalu lintas

dan alat transportasi angkutan umum, serta ketersedian lapangan kerja. (Kompas,

2007, halaman. 149). Citra PKS sebagai partai yang bersih juga platform PKS

sebagai partai da’wah juga ikut membantu terbentuknya image pasangan calon

tersebut.

2. Dimensi kedua dari produk politik Adang Daradjatun-Dani Anwar adalah

past record. Adang memiliki integritas moral yang tinggi untuk mewujudkan sistem

dan birokrasi yang bersih dan efisien. Idealisme dan kemampuan yang dimiliki

menjadikannnya dikenal sebagai sosok yang mempelopori reformasi di tubuh Polri.

Adang dengan reformasi Polri-nya sukses menyipilkan Polri. (Kompas, 2007, hal.

160). Dani Anwar sendiri adalah putra asli betawi, ia adalah salah satu kader terbaik

14

Page 16: Analisa Marketing Politik

PKS di parlemen DKI Jakarta dan dikenal akan ketegasannya. Sikap dan

keteguhannya membuat forum wartawan Ibu Kota memilihnya sebagai anggota

dewan favorit karena kevokalannya dalam berbagai isu.. Wakil rakyat dari PKS

dinilai bersih dan mengakar ke rakyat, Dani juga terbiasa berinteraksi dan mengakar

ke rakyat. Pngalaman hidup yang berliku dan dihabiskan di lingkungan rakyat kecil

menjadikan Dani memiliki komitmen untuk mendengarkan aspirasi rakyat.

(Kompas, 2007, halaman. 161).

3. Aspek dari Adang Daradjatun yang menonjol menurut Niniek L. Karim

(Kompas, 2007, halaman. 129) adalah: 1) mampu menyelesaikan masalah secara

konkret, 2) mampu menjaga harmoni antara dirinya dengan orang-orang yang

dipimpinnya, juga di antara para bawahannya, 3) mau dan mampu mencapai tujuan

yang sudah ditentukan, teratur dalam bekerja, dna bertanggung jawab atas apa yang

sudah direncanakan. Sedangkan untuk aspek yang menonjol dari Dani Anwar,

adalah: 1) Suka bekerja keras dan dapat diandalkan, 2) mampu menganalisa secara

cepat dan mampu membuat keputusan yang tegas, 3) setia dan taat kepada prinsip-

prinsip yang dianggap benar, mampu bertahan dari berbagai godaan, dan 4) mampu

mengontrol emosi.

Jadi kesimpulan untuk tahap ketiga ini dapat penulis ambil kesimpulan, sebagai

berikut:

o Achievability:

- Jakarta akan difokuskan sebagai pusat ekonomi-bisnis, yang gunanya untuk menarik

tenaga kerja. Namun tetap akan dibangun sesuai dengan ekonomi kerakyatan

- Meningkatkan daya saing pasar tradisional, sektor informal potensial harus

dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembangunan Jakarta.

- Revitalisasi Balai Latihan Kerja

- Infrastruktur transportasi kota difokuskan pada mass rapid transportation (MRT)

berbasis jalan raya (busway) dan berbasis rel (KRL).

- Percepatan pembangunan Banir Kanal Timur serta normalisasi daerah aliran sungai

dan ruang terbuka hijau.

15

Page 17: Analisa Marketing Politik

- Perombakan personalia birokrasi untuk melakukan pembenahan dan percepatan

pembangunan.

- Profesionalisme menjadi syarat untuk penempatan di pos tertentu, bukan karena

dekat dengan salah satu partai. (Kompas, 2007, hal 150-158)

o Analisis kompetisi:

- Garis besar program Fauzi Bowo - Prijanto tak jauh berbeda dari program Adang

Daradjatun – Dani Anwar, kecuali bahwa pasangan Adang-Dani memberikan

perhatian yang lebih spesifik pada pengembangan ekonomi rakyat dan reformasi

birokrasi. Bila tak ada differensiasi produk, maka program pasanagan yang diusung

PKS akan dianggap mengikuti lawan politiknya.

- Lima tahun terakhir Fauzi Bowo mendampingi Gubernur DKI Jakarta sebelumnya

Sutiyoso, sebagai wakil gubernur. Latar belakang dan pengalamannya menjadi

kelebihan tersendiri dalam mengurus Jakarta beserta seluruh aspek

pemerintahannya.

- 20 Partai Politik di Jakarta bermufakat mendukung pasangan Fauzi Bowo –

Prijanto,

- Pasangan Fauzi Bowo – Prijanto dinilai lebih potensial dalam menghasilkan

efektivitas kerja yang tinggi bagi Jakarta. Keduanya dinilai sama-sama punya sifat

optimis dan punya pemahaman tentang Jakarta di bidang masing-masing. (Kompas,

2007, hal 194).

o Analisis Dukungan:

- Petikan wawancara dari Wakil Ketua Tim Kampanye Adang-Dani, M. Cholid,

kepada media Kompas (Kompas, 2007, hal. 88); ”dukungan tim sukses tidak hanya

dari PKS, tetapi juga dari komunitas Polri karena Adang sebelumnya adalah Wakil

Kepala Polri”.

- Petikan wawancara, M. Cholid, kepada media Kompas (Kompas, 2007, hal. 89),

tentang elemen simpatisan Adang yang membentuk Relawan Oranye. ”Mereka

umumnya keluarga yang peduli kepada Adang untuk menjelaskan visi dan misinya”.

16

Page 18: Analisa Marketing Politik

- Jaringan Informasi Kota, jaringan pendukung Sarwono Kusumaatmadja mendirikan

sekitar 900 posko. Forum Betawi Rembug (FBR) membangun 186 posko.

Kerukunan Warga Jakarta (KWJ) menggalang dukungan keluarga anggota Polri.

(Kompas, 2007, hal. 89)

Tahap 4 dan 5. Implementasi dan Komunikasi.

Ketika produk itu diimplementasikan, maka produk itu harus disampaikan ke

pemilih dengan menggunakan teknik komunikasi yang paling sesuai dan tepat guna. PKS

yang mengususng Adang-Dani memasang iklan di media massa untuk mencari sumbangan

dana kampanye. Petikan wawancara Ketua Adang-Dani Center, Hartono, kepada media

Kompas. (Kompas, 2007, hal. 76). ”Kami punya Galibu, gerakan lima ribu, lima puluh

ribu, lima ratus ribu. Setiap kader dan simpatisan PKS dapat menyumbang Rp. 5000, Rp.

50.000, Rp. 500.000, dan lebih untuk kampanye Pilkada DKI”. Tindakan implementasi ini

sesuai dengan Teori Komunikasi-Kewenangan Chester Barnard (1983). Barnard

menyatakan ada empat premis yang harus dipenuhi sebelum seseorang menerima suatu

pesan yang bersifat otoritatif.

1. Orang tersebut harus memahami pesan yang dimaksud

2. Orang tersebut percaya bahwa pesan tersebut tidak bertentangan dengan

tujuan organisasi

3. Orang tersebut percaya, pada saat ia memutuskan untuk bekerja sama,

bahwa pesan yang dimaksud sesuai dengan minatnya.

4. Orang tersebut memiliki kemampuan fisik dan mental untuk melaksanakan

pesan.

(Pace dan Faules, Komunikasi Organisasi: Strategi Menigkatkan Kinerja Perusahaan,

2006, hal. 57)

Kewenangan yang berasal dari tingkat atas organisasi sebenarnya merupakan

kewenangan nominal. Kewenangan ini menjadi nyata apabila diterima. Dengan

pengumpulan dana yang berasal dari kader PKS sendiri, maka ini tidak akan bertentangan

dengan tujuan PKS, sebagai partai da’wah dan citra PKS sebagai partai yang bersih. Dalam

da’wah juga dibutuhkan kerjasama antar anggota, kerjasama ini terlihat jelas dengan sistem

17

Page 19: Analisa Marketing Politik

patungan yang dilancarkan oleh PKS. Kader PKS lebih cepat memahami maksud patungan

dana ini, disebabkan PKS dikenal sebagai partai dengan dukungan kader yang solid dan

militan (Kompas, 2007, hal. 217). Satu perintah dari otorisasi atas partai, atau pihak yang

berwenang, yaitu ketua Tim Kampanye, akan lebih cepat didengarkan oleh kelompok

dibawahnya.

Tahap 6. Kampanye

Kampanye Adang Daradjatun – Dani Anwar, memakai media massa, membuat

spanduk, poster, dan buku. Tim sukses juga menjadi petugas public relations dan menjalin

komunikasi dengan jurnalis. Salah satu petikan wawancara dari Wakil Ketua Tm

Kampanye Adang-Dani, M. Cholis, kepada Kompas, menunjukkan bahwa dalam

kampanyenya isu-isu politik juga diangkat untuk memberikan alasan mengapa harus

memilih Adang-Dani. ”Isu pembaruan dan perubahan lebih mengena kepada kaum muda.

Mereka lebih well-informed, menerima informasi dan fakta tentang Jakarta”. (Kompas,

2007, hal. 89). Salah satu media cetak yang digunakan untuk kampanye adalah harian

Warta Kota, yang oplahnya hampir 200.000 eksemplar, tersebar di wilayah Jakarta, Bogor,

Depok, Tanggerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Agaknya tim kampanye Adang Daradjatun

– Dani Anwar lebih mengincar surat kabar yang beroplah besar di Jabodetabek. (Kompas,

2007, hal. 77). Maksud kampanyenya adalah untuk mengajak masyarakat bersama-sama

membenahi kota guna mewujudkan Jakarta yang modern, aman, dan sejahtera (Kompas,

2007, hal. 83). Spanduk-spanduk yang dipasang dimaksudkan untuk menggugah kesadaran

warga Jakarta pada berbagai masalah di kotanya, kesadaran ini diharapkan menjadi langkah

awal untuk mengajak masyarakat melihat Adang-Dani sebagai pasangan yang dapat

memimpin dan menyelesaikan berbagai persoalan tersebut (Kompas, 2007, hal. 84).

Iklan politik khususnya iklan audio-visual, menurut Falkowski, Cwalan, dan Kaid

(dalam Efriza, Pasyah, dan Pito, 2006, Mengenal Teori-Teori Politik: Dari Sistem Politik

Sampai Korupsi, hal. 221), memainkan peranan strategis dalam political marketing, dalam

hal ini iklan berguna untuk beberapa hal, yaitu:

1. Membentuk citra kandidat dan sikap emosional terhadap kandidat.

18

Page 20: Analisa Marketing Politik

2. Membantu para pemilih untuk terlepas dari ketidakpastian pilihan karena

mempunyai kecenderungan untuk memilih kontestan tertentu.

3. Alat untuk melakukan re-konfigurasi citra konsumen.

4. Mengarahkan minat untuk memilih kandidat tertentu.

5. Mempengaruhi opini publik tentang isu-isu nasional.

6. Memberi pengaruh terhadap evaluasi dan interpretasi para pemilih terhadap

kandidat dan even-even politik.

Hubungannnya dengan even kampanye, terlihat jelas bahwa tipe propaganda

maupun persuasi sangat mendominasi iklan-iklan kampanye suatu partai/kandidat. Untuk

itu penulis menggunakan Teori Peluru (the bullet theory) dikenal pula sebagai Teori Jarum

Suntik (the hypodermic needle theory) dan Melvin De Fleur (1982) menyebutnya sebagai

teori mekanistik stimulus respons. Yang tujuan penggunaan teori ini adalah untuk

menyatakan bahwa (meminjam istilah Lily dan Lily) kekuatan media sangat fantastis dalam

merubah opini publik. Terlihat dari peningkatan jumlah pemilih Adang Daradjatun – Dani

Anwar, yang justru jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah pemilih PKS sendiri pada pemilu

2004 untuk area DKI Jakarta.

Tahap 7. Pemilihan

Hampir semua penghitungan cepat yang dilakukan sejumlah lembaga dalam Pilkada

Jakarta 2007 menunjukkan Adang Daradjatun – dani Anwar yang diusung sendirian oleh

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memeperoleh suara lebih dari 40 %. Peraihan suara yang

relatif besar menunjukkan bekerjanya “mesin politik” PKS untuk meningkatkan simpatoi

pada calonnya. Kondisi berbeda terjadi pada pasangan Fauzi Bowo – Prijanto yang

didukung 20 Parpol, tetapi hanya meraih kurang dari 60 persen suara. (Kompas, 2007, hal.

251-252). Dukungan untuk Adang Daradjatun paling tinggi diperoleh dari kelompok

ekonomi menegah. Kelompok dengan pengeluaran perbulan Rp. 1 juta-Rp. 1,5 juta adalah

pendukung terbesar (22,9 %) (Kompas, 2007, hal. 256). Rentang perolehan suara yang tak

terlalu besar berdasar pada quick count lembaga-lembaga survei menunjukkan sebagian

besar pemilih (77,8%) di DKI Jakarta ternyata sudah menentukan siapa calon yang akan

dipilih jauh hari sebelumnya.

19

Page 21: Analisa Marketing Politik

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kampanye yang dilancarkan oleh kedua belah pihak adalah bentuk kampanye saling

sindir, namun menurut peneliti CSIS, Indra Jaya Piliang, tidak banyak manfaat yang dapat

dipetik dari pemasangan berbagai spanduk. Spanduk-spanduk hanya berisi slogan-slogan

yang tidak jelas, namun tidak menjawab masalah rakyat. Seharusnya spanduk-spanduk itu

berisi kalimat-kalimat konkret yang dapat menjawab permasalahan rakyat. Hal senada juga

disampaikan pakar Komunikasi Politik, Effendi Ghazali, penduduk Jakarta adalah

masyarakat yang paling melek politik dan informasi dibandingkan masyarakat kota lain di

ibukota. Dengan demikian, mereka lebih membutuhkan janji atau program yang kongkret

dari masing-masing calon dan tak hanya saling menyindir.

Bagi pemilih rasional, kedua program Calon Gubernur dan Wakil Gubernur ini,

tidak menyentuh akar permasalahan warga Jakarta. Tidak adanya program nyata untuk

mengatasi kemacetan yang ditawarkan, hanya sekedar membangun busway, subway, jalur

khusus pejalan kaki, tidak menyentuh esensi dari masalah kemacetan di Jakarta. Ada

beberapa hal yang seharusnya diperhatikan oleh kedua pasangan tersebut, misalkan seperti

pembeberan APBD Jakarta untuk mengatasi kemacetan. Calon dapat menunjukkan bahwa

APBD Jakarta masih lemah dalam mengatasi masalah kemacetan, sehingga dapat

menjajnjikan jika terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubrnur, dapat menaikkan APBD

atau menganggarkan APBD untuk mengatasi kemacetan. Atau misalkan membeberkan

kelemahan perundang-undangan dalam sistem tata kota yang terkait dengan masalah halte

pinggir jalan. Janji yang dapat diutarakan adalah, diharuskannya setiap angkutan umum

untuk menurunkan dan menaikkan penumpang di halte yang akan dibangun di jalan-jalan

yanh terbukti rawan kemacetan. Tentu saja peraturan ini harus ditegakkan oleh pihak yang

berwajib seperti Kepolisisan. Untuk masalah PKL, calon dapat menjanjikan pembangunan

20

Page 22: Analisa Marketing Politik

pasar dengan pajak yang murah dengan fasilitas layaknya Mal untuk menampung PKL

yang berjualan di pinggir jalan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Aristoteles. 2007. Politik (La Politica). Jakarta: Visimedia.

Ardial. 2010. Komunikasi Politik. Jakarta: Indeks.

Budiardjo, Miriam.1977. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Firmanzah. 2008. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

________. 2008. Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Hargens, Boni. 2008. Trilogi Dosa Politik: Memahami Dosa-dosa Politik Pemerintahan

Susilo Bambang Yuhoyono-Jusuf Kalla Dan Pengkianatan Kaum Intelektual. Jakarta:

Parrhesia Institute.

Kompas. 2007. Jakarta Memilih: Pilkada dan Pembelajaran Demokrasi. Jakarta: Penerbit

Buku Kompas.

21

Page 23: Analisa Marketing Politik

M.A, Morissan. 2010. Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Nurudin. 2005. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Perkasa.

Nursal, Adman. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama

Pace, Wayne R dan Faules, Don. 2006. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan

Kinerja Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Pito, Andrianus Toni et al. 2006. Mengenal Teori-teori Politik: Dari Sistem Politik Sampai

Korupsi. Bandung: Nuansa Cendekia.

Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori Dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta:

Media Pressindo.

DISERTASI

Zen, Fathurin. 2010. Radikalisme Islam Dalam Retorika Politik Indonesia (Analisis

Retorika Para Elt Partai Politik Islam Tentang Radikalisme Islam Pada Era Konsolidasi

Demokrasi Indonesia). Jakarta: Universitas Indonesia.

SITUS

http://www. bangadang.com/profil

www.bps.go.id

www.jakarta.go.id

22