analgesik edit
TRANSCRIPT
LAPORAN RESMI
PRATIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI
PERCOBAAN III
ANALGETIKA
Disusun Oleh:
1. Dimas Pangesti ( 1041111036 )
2. Dyah Aprilia Sari. ( 1041111041)
3. Eni Kristiyani ( 1041111046)
4. Fadilla Kurniasari ( 1041111048 )
5. Gina An’noor ( 1041111058 )
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
“YAYASAN PHARMASI”
SEMARANG
2012/2013
PERCOBAAN III
ANALGETIKA
I. Tujuan
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek
analgesik suatu obat.
2. Memahami dasar- dasar perbedaan dalam daya analgesik berbagai
analgetika.
3. Mampu memberikan pandangan yang kritis mengenai kesesuaian
khasiat yang dianjurkan untuk sediaan – sedian farmasi analgetika.
II. Dasar Teori
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan
anastetika umum).
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan
dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri,
misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi
dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu
perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap
orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan.
Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis
(kalor,listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut
memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri, a.l. histamine,
bradikin, leukotrien dan prostaglandin.
Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-
ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan
antara lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh
jaringan dan organ tubuh, terkecuali di ssp. Dari tempat ini rangsangan diteruskan
ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak
sinapsis via sumsum-belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus
impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, di mana impuls dirasakan
sebagai nyeri.
Mediator nyeri penting adalah amin histamin yang bertanggungjawab untuk
kebanyakan reaksi alergi (bronchokonstriksi, pengembangan mukosa, pruritus) dan
nyeri. Bradykinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari
protein plasma. Prostaglandin mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk
dari asam arachidonat. Menurut perkiran zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung
saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat-
zat ini nerkhasiat vasodilatasi kuat dan meningkatkan permeabilitas kapiler yang
mengakibatkan radang dan udema. Mungkin sekali zat-zat inijuga bekerja sebagai
mediator demam.
(Tjay,Tan Hoan.2002 )
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara,
yakni dengan :
a. Analgetik perifer, yang merintangi terbentuknya ransangan pada reseptor
nyeri perifer.
b.Anestetika lokal, yang meringtangi penyaluran rasangan di saraf – saraf sensoris.
c. Analgetika sentral (narkotika), yang memblokir pusat nyeri di SSP
dengan anestesi umum.
d. Antidepresiva trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf,
mekanisme kerjanya belum diketahui, misal amitrptilin.
e.Antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pada
nyeri, misal pregabalin. Juga si karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin,
valproat, dll.
(Tjay,Tan Hoan.2002 )
Ada dua jenis analgetik, analgetik narkotik dan analgetik non narkotik.
Selain berdasarkan struktur kimianya, pembagian di atas juga didasarkan pada nyeri
yang dapat dihilangkan. Analgetik narkotik dapat menghilangkan nyeri dari derajat
sedang sampai hebat, seperti secara infark jantung, operasi, viseral, dan nyeri
karena kanker.
Analgetik non narkotik berasal dari golongan antiinflamasi non steroid (AINS)
yang menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Disebut AINS karena selain
sebagai analgetik, sebagian anggotanya mempunyai efek antiinflamasi dan
penurunan panas, dan secara kimiawi bukan steroid. Oleh karena itu, AINS sering
disebut (analgetik, antipiretik dan antiinflamasi) atau 3A. (Priyanto, 2008)
A. Analgetika Narkotik
Meupakan senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara
selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat,
seperti rasa sakit yang disebabkan penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah
operasi dan kolik usus atau ginjal. Analgetika narkotik sering pula digunakan untuk
pramedikasi anestesi, bersama – sama dengan atropin, untuk mengontrol sekresi.
Aktivitas analgetik narkotik jauh lebih besar dibanding golongan analgetika
non narkotik, sehingga disebut pula analgetika kuat. Golongan ini pada umumnya
menimbulkan euforia sehingga banyak disalahguankan.
Pemberian obat secara terus menerus menimbulkan ketergantungan fisik
dan mental atau kecanduan, dan efek ini terjadi secara cepat. Penghentian
pemberian obat secara tiba – tiba menyebabkan sindrom abstinence atau gejala
withdrawal. Kelebihan dosis dapat menyebabkan kematian karena terjadi depresi
pernafasan.
Mekanisme Kerja Analgetika Narkotik
Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikat obat dengan sisi
reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor juga
menimbulkan efek euforia dan rasa mengantuk.
B. Analgetika Non Narkotik
Analgetik non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan
sampai moderat, sehingga sering disebut analgetika ringan, juga untuk menurunkan
suhu badan pada keadaan panas yang tinggi dan sebagai antiradang untuk
pengobatan rematik. Analgetika nonnarkotik bekerja pada perifer dan sentral
sistemsaraf pusat. Obat golongan ini mengadakan potensiasi dengan obat – obat
penekan sistem saraf pusat.
Mekanisme Kerja Analgesik Non Narkotik
1. Analgesik
Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat
secara langsung dan selektif enzim – enzim pada SSP yang mengkatalisis
biosintesis PG, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa
sakit oleh mediator – mediator rasa sakit, seperti histamin, serotonin, ion – ion
hidrogen dan kalium yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau
kimiawi.
2. Antipiretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan menungkatkan
elliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara
menimbulkan dilatasi buluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi
pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Pengaruh obat pada suhu badan
normal relatif kecil. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada SSP yang
melibatkan pusat kontrol suhu di hipotalamus.
3. Antiradang
Peradangan timbul karena pengaktifan fosfolipase A2, enzim yang menyebabkan
pelepasan asam arakidonat, yang kemudian diubah menjadi prostaglandin oleh
prostagladin sintetase. Analgetika non narkotik menimbulkan efek antiradang
melalui beberapa kemungkinan, antara lain adalah menghambat biosintesis dan
melalui beberapa kemungkinan, antara lain adalah menghambat biosintesis dan
pengeluaran prostagladin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim
siklooksigenase sehingga menurunkan gejala peradangan. Mekanisme antiradang
yang lebih lengkap dapat dilihat pada bab hormon steroid. Mekanisme yang lebih
lengkap dapat dilihat pada bab hormon steroid. Mekanisme yang lain adalah
menghambat enzim – enzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan
glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringan kolagen dengna memperbaiki
jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim – enzim lisosom melalui
stabilisasi membran yang terkena radang. Analgesik non narkotik efektif untuk
mengurangi peradangan tetapi tidak dapat mencegahkerusakan jaringan pada
penderita artritis.
(Siswandono,2008)
NSAID biasanya digolongkan sebagai analgetsik ringan,tetapi penggolongan ini
tidak seluruhnya benar. Pertimbangan jenis dan juga intensitas nyeri penting dalam
penilaian efikasi analgesik. Pada beberapa bentuk nyeri pasca operasi, misalnya
NSAID dapat mengungguli analgesik opioid. Lebih lagi, obat ini sangat efektif
pada keadaan radang yang menyebabkan sensitasi reseptor nyeri terhadap rangsang
mekanik atau kimiawi yang normalnya tidak menyebabkan nyeri. Nyeri yang
menyertai radang dan cedera jaringan mungkin disebabkan oleh stimulasi setempat
serabut nyeri dan peningkatan kepekaan terhadap nyeri (hiperalgesia) yang
sebagian akibat meningkatnya eksitabilitas neutron pusat di spinalis kordata
(”sensitasi pusat”) tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang disebabkan
oleh kerja langsung prostaglandin, sesuai dengan konsep bahwa efek analgetik obat
ini disebabkan oleh penghambatan sintesis prostaglandin. Namun, beberapa data
menunjukkan bahwa peredaan nyeri oleh senyawa ini dapat terjadi melalui
mekanisme lain selain penghambatan sintesis prostaglandin, termasuk efek anti
nosiseptif pada neuron perifer atau pusat.
( Goodman and Gilman.2006)
Karakteristik Bahan Obat
Parasetamol ( N-asetil-p-aminofenol )
Merupakan metabolit aktif fenasetin, yang disebut analgesik coal tar.
Asetaminofen merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat
analgesik-antipiretik; namun, tidak seperti aspirin, aktivitas antiradangnya lemah
sehingga bukan merupakan obat yang berguna untuk menangani kondisi radang.
Karena asetaminofen ditoleransi dengan baik, banyak efek samping aspirin tidak
dimiliki asetaminofen, dan dapat diperoleh tanpa resep. Namun, overdosis akut
menyebabkan kerusakan hati yang fatal.
Asetaminofen hanya merupakan inhibitor siklooksigenase yang lemah
dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi radang,
karena itu efek anti radang asetaminofen lemah. Efek antipiretiknya dapat
dijelaskan dengan kemampuannya menghambat siklooksigenase di otak, yang
tonus peroksidanya lemah. Selain itu, asetaminofen tidak menghambat aktivasi
neutrofil, sedangkan NSAID lain menghambat aktivasi tersebut. Konsentrasi
asetaminofen dalam plasma mencapai puncak dalam 30 sampai 60 menit, waktu
paruh dalam plasma sekitar 2 jam setelah dosis terapeutik.
Ibuprofen
Untuk nyeri yang ringan sampai sedang, terutama nyeri dismonorea primer.
Obat ini dapat diberikan dengan susu atau makanan untuk meminimalkan efek
samping saluran cerna.
Zat ini merupakan campuran rasemis, dengan bentuk-dextro yang aktif.
Ibuprofen diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral, dan konsentrasi puncak
dalam plasma teramati setelah 15 sampai 30 menit. Waktu paruh dalam plasma
sekitar 2 jam. Ibuprofen banyak (99%) terikat pada protein plasma, tetapi obat ini
hanya menduduki sebagian dari seluruh tempat ikatan obat pada konsentrasi biasa.
Ibuprofen melintas dengan lambat ke dalam ruang sinovial dan mungkin tetap
berada pada konsentrasi yang lebih tinggi jika konsentrasi dalam plasma menurun.
( Goodman and Gilman.2006)
Asam Mefenamat
Derivat/anthranilat (= o-amino benzoate) ini (1956) memiliki daya antiradang
sedang, kira-kira 50% dari khasiat fenilbutazon. Plasma-T1/2nya 2-4 jam. Banyak
sekali digunakan sebagai obat antinyeri dan anti rema, walaupun dapat
menimbulkan gangguan lambung usus, terutama dyspepsia dan diare pada orang-
orang yang sensitive. Tidak dianjurkan pada anak-anak.
Dosis: pada nyeri akut, permula 500mg d.c/p.c kemudian 3-4 d.d 250mg selama
maksimal 7 hari.
Diklofenak
Derivat-fenilasetat ini (1974) termasuk NSAID yang terkuat daya antiradangnya
dengan efek samping yang kurang kuat dibandingkan dengan obat lainnya
(indometasin, piroxicam). Obat ini sering digunakan untuk segala macam nyeri,
juga pada migraine dan encok. Lagipula secara parenteral sangat efektif untuk
menanggulangi nyeri kolik hebat (kandung kemih dan kandung empedu).
Kerusakan hati fatal telah dilaporkan.
Resopsinya dari usus cepat dan lengkap, tetapi BA nya rata-rata 55% akibat FPE
besar.
Efek analgetisnya dimulai setelah 1 jam, secara rectal dan intra muscular lebih
cepat, masing-masing setelah 30 dan 15 menit. Penyerapan garam-K(cataflam)
lebih pesat daripada garam-Na. PP-nya diatas 99% plasma t1/2-nya k.l. 1 jam.
Ekskresi melalui kemih berlangsung untuk 60% sebagai metabolit dan untuk 20%
dengan empedu dan tinja.
Dosis: oral 3d.d 25-50mg garam-Na/K d.c/p.c .,rectal 1d.d 50-100mg, i.m. Pada
nyeri kolik dan serangan encok: 1-2 d.d 75mg selama 1-3 hari. Pra-dan pasca bedah
(“staraa”,bular-mata) dalam tetes mata 0,1
%:3-5x 1 tetes, juga dalam krem/gel 1%.
Metil prednisolon
Metil prednisolon merupakan suatu glukokortioid alamiah (memiliki sifat menahan
garam salt retaining properties. Di gunakan sebagai terapi pengganti pada
defisiensi adrenokortikal. Analog sintesisnya terutama digunakan sebagai anti-
inflamasi pada system organ yang mengalami gangguan. Glukortiroid
menimbulkan efekmetabolisme yang besar dan bervariasi. Glukortiroid merubah
respon respon kekebalan tubuh terhadap berbagai rangsangan.
(www.Hexparmjaya.com/page/methylprednisolon/ diakses pada tanggal 14 April)
III. Alat dan Bahan
Alat :
Spuit injeksi ( 0,1-1 ml )
Jarum oral ( ujung tumpul )
Bekker glass
Stopwatch
Penangas air
Holder tikus
Neraca ohaus
Bahan :
Larutan CMC Na 0,5%
Suspensi ibuprofen dalam CMC Na 0,5%
Suspensi parasetamol dalam CMC Na 0,5%
Suspensi asam mefenamat dalam CMC Na 0,5%
Suspensi methyl prednisolon dalam CMC Na 0,5 %
Suspense natrium diklofenak dalam CMC Na 0,5%
IV. Skema Kerja
Ditimbang 18 ekor tikus yang telah dipuasakan sebelumnya.
Dicari dosis tikus terbesar untuk menghitung konsentrasi larutan stok, dosis serta volume pemberian obat untuk masing- masing tikus.
di catat waktu yang di perlukan oleh tikus untuk menjentikkan ekor nya keluar dari penangas air suhu 40°C. (sebelum pemberian obat)
Dibagi tikus menjadi 6 kelompok. Masing masing mendapatkan 3 ekor tikus. Satu kelompok merupakan kontrol dengan pemberian CMC Na sebanyak 2,5ml.
Di buat kurva pengamatan dari pengaruh seluruh obat terhadap efek analgesik.
Klp 2 = ibuprofen
Diberikan susp. p.o ibuprofen dg dosis 200mg/50kgBB manusia
Klp 3 = Na diklofenak
Diberikan susp. p.o dg dosis 50mg/50kgBB manusia
Klp 4 = methyl prednisolon
Diberikan p.o dengan dosis 8mg/50kgBB manusia
Klp 5 = As.mefenamat
Diberikan susp. p.o dg dosis 500mg/kgBB manusia
Klp 6 = Paracetamol
Diberikan susp. p.o 500mg/50kgBB manusia
Setelah didiamkan selama 10 menit. Di lakukan uji jentik ekor kembali. Dimana bila dalam 10 detik, tikus tidak menjentikkan ekor maka di anggap tidak menyadari stimulus nyeri. Ekor tikus tidak boleh melampui 10 detik di dalam penangas air.
Di beri selang waktu dua menit pada masing- masing tikus selama perlakuan. Dicatat waktu yang diperlukan tikus untuk menjentikkan ekornya pada selang waktu 20’,30’,60’,90’,120’,150’,180’.
V. Data Pengamatan dan Data Perhitungan
Perhitungan penimbangan konsentrasi larutan stok obat Asam mefenamat
Asam Mefenamat = 500 mg/50 kgBB manusia
Dosis manusia 70 kg = 70 kg50 kg
× 500 mg = 700mg
Dosis tikus 200 g = 700 mg × 0,018 = 12,6 mg/200 gram tikus
Dosis tikus terbesar =175,4 /200 × 12.6mg = 11,0502mg
Larutan stock = 11,0502 ,12
x 5,0 ml = 4,4201 mg/ml
Berat zat aktif = 4.4201 mg/ml × 25ml = 110,5025 mg
Zat aktif per tablet = 500mg/tab
Berat rata rata tablet = 583,14mg = 0,5831g
Berat serbuk =11,0502mg
500 mg × 0,5831 g = 0,1289g =128,9mg
Penimbangan
Berat zat + kertas = 0.6435 g
Berat zat + sisa = 0,5082 g
Zat = 0.1353 g
Koreksi kadar = 0,1353 gram
0,5831 gram / tab × 500mg/tab = 116,0178 mg
Konsentrasi larutan stock = 116,0178 mg/ 25ml = 4,647mg/ml
Perhitungan dosis dan volume pemberian (vp)
Dosis tikus I = 144,3 gram200 gram
x 12,6mg = 9,0909mg
Vp tikus I = dosis
C . larutanstok =
9,0909 mg4,647mg /ml
= 1,9563 ml ~ 2,0ml
Dosis tikus II = 151,4 mg200 mg
x 12,6mg = 9,5382 mg
Vp tikus II = dosis
C . larutanstok =
9,5382 mg4,647mg /ml
= 2,0525 ml ~ 2,1 ml
Dosis tikus III = 142,8 gram200 gram
x 12,6mg = 8,9964 mg
Vp tikus III = dosis
C . larutanstok= 8,9964 mg
4,647 mg /ml = 1,9359 ml ~ 1,9ml
Tabel Pengamatan
Perlakuan TikusWaktu
pemberian
Respon
awal
Waktu
t20 t30 t60 t90 t120 t150 t180
Kontrol
1 13.02 5,23 5,97 7,63 2,85 3,17 5,77 8,29 4,12
2 8.55 5,17 41,3 13,16 2,74 4,68 3,15 2,35 3,23
3 4,15 2,83 2,72 1,7 2,04 2,08 3,09 4,03
rata- rata 4,85 16,7 7,83 2,43 3,3 3,67 4,57 3,8
Methyl
prednisolon
1 13.05 1,39 7,61 3,37 2,28 10,46 6 2,85 3,09
2 13.09 4,09 20,16 5,44 5,6 7,38 5,21 7,06 10,87
3 13.13 3,53 2,61 4,81 2,81 10,04 6,66 5,73 1,97
rata- rata 3 10,13 4,54 3,56 9,29 5,96 5,21 5,31
ibuprofen
1 08.50 4,79 4,94 5,42 7,42 7,54 4,3 4,75 3,55
2 9.00 4,53 5,14 5,37 8,56 7,89 5,45 4,95 3,98
3 8.55 2,26 5,1 6,13 7,4 7,75 5,3 5,2 4,65
rata- rata 3,86 5,06 5,64 7,79 7,73 5,02 4,97 4,06
Asam
mefenamat
1 4,8 5,365 5,95 4,41 3,34 6,1 2,3 2,85
2 4,13 5,615 7,51 3,02 1,97 1,97 2,2 3,42
3 3,565 5,48 7,89 7,04 2,96 7,1 4,36 3,5
rata- rata 4,17 5,49 7,12 4,82 2,76 5,06 2,95 3,26
Na.
diklofenak
1 4,03 4,83 4,23 7 7 7,5 10,48 4,65
2 3,09 4,55 4,55 5,47 6,5 6,6 5,94 3,99
3 7,15 4,26 5,18 5,9 5,1 8,8 4,36 3,84
rata-rata 4,76 4,55 4,65 6,12 6,2 7,63 6,93 4,16
Paracetamol
1 08.39 4,57 2,89 5,3 4,61 4,71 4,51 4,71 4,15
2 08.41 4,15 3,26 6,23 3,31 3,52 4,06 3,5 3,01
3 08.44 3,69 2,23 2,65 1,96 2,42 2,76 2,51 3,12
rata-rata 4,14 2,79 4,73 3,29 3,55 3,78 3,57 3,43
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini di lakukan pengujian secara farmakologi terhadap
beberapa obat yang di duga memiliki kemampuan pengobatan secara analgesik.
Analgesik adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Nyeri sendiri di sebabkan oleh stimulasi setempat
serabut nyeri dan peningkatan kepekaan terhadap nyeri (hiperalgesia) yang
sebagian akibat meningkatnya eksitabilitas neutron pusat di spinalis kordata
(”sensitasi pusat”) tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang disebabkan
oleh kerja langsung prostaglandin, sesuai dengan konsep bahwa efek analgetik
obat ini disebabkan oleh penghambatan sintesis prostaglandin.
Mekanisme kerja dari obat anlgesik dengan cara menghambat secara
langsung dan selektif enzim – enzim pada SSP yang mengkatalisis biosintesis PG,
seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh
mediator – mediator rasa sakit, seperti histamin, serotonin, ion – ion hidrogen dan
kalium yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
Pada percobaan pengujian efek analgesik pada suatu obat, kami
menggunakan 5 jenis macam obat yaitu Asam mefenamat, Ibuprofen, Natrium
diklofenak, Paracetamol, Methyl prednisolon. Hewan uji yang sebelum nya telah di
puasakan sehari kemudian di timbang. Penimbangan ini bertujuan untuk
mengetahui konsengtrasi larutan stok yang diambil dari berat badan hewan uji yang
terbesar. Selain itu, penimbangan ini bertujuan untuk menentukan dosis serta
volume pemberian pada masing- masing hewan uji.
Metode rangsang nyeri yang di berikan pada percobaan kali ini adalah
metode jentik ekor (tail flick). Metode ini di lakukan dengan cara ekor tikus
dimasukkan dalam air panas dengan suhu 40° yang dijaga konstan. Nyeri di tandai
dengan cara tikus menjentikkan ekornya keluar dari air panas tersebut dan di catat
waktu yang di perlukan untuk tikus dari awal di celupkan nya ekor sampai di
jentikkan ekornya keluar dalam air panas tersebut. Setelah dilakukan perlakuan
awal metode jentik ekor, kemudian hewan uuji di berikan obat- obat yang telah di
sebutkan di atas secara per oral. Lalu, di beri perlakuan kembali dengan metode
jentik ekor, dan di catat waktu yang di butuhkan hewan uji untuk menjentikkan
ekor nya keluar. Kemudian di buat grafik hubungan antara respon yang di wakili
oleh waktu terhadap menit – menit perlakuan selam 20’,30’60’,90’120’,150’
sampai 180’.
Secara teori apabila di urutkan dari bahan uji obat di praktikum kali ini dari
yang analgesik kuat sampai lemah ialah Natrium diklofenak – ibuprofen – asam
mefenamat – paracetamol. Methyl prednisolon tidak di masukkan ke dalam obat
analgetik dikarenakan obat ini merupakan kortikosteroid yang termasuk dalam
kategori adrenokortikoid, anti inflamasi dan imunosupresan ,secara tidak langsung
obat tersebut tidak memiliki efek analgesik. Natrium diklofenak secara teoritis di
posisikan pertama di karenakan aktivitas nya sebagai analgesik dan NSAID (non
steroid Anti Inflammatory). Aktifitas nya sebagai analgesik telah terbukti khasiat
nya sama atau lebih baik di banding analgesik opioid. Pada urutan kedua terdapat I
Ibuprofen merupakan kelompok propionat dari obat non steroid anti inflamasi,
merupakan campuran rasemis dengan bentuk dextro yang aktif. Daya analgesik
dan daya anti radang cukup baik. Ibuprofen banyak (99%) terikat pada protein
plasma, tetapi obat ini hanya menduduki sebagian dari seluruh tempat ikatan obat
pada konsentrasi biasa. Resorpsinya di usus cepat dan baik, resopsi rektal lebih
lambat. Pada urutan ketiga terdapat asam mefenamat, merupakan analgesik yang
masuk kedalam NSAID. Potensi menghasilkan efek analgesik nya dalam kategori
sedang serta tidak boleh untuk penggunaan pada pasien yang memiliki riwayat
tukak lambung. Pada urutan terakhir terdapat paracetamol. Paracetamol merupakan
jenis obat analgesik – antipiretik, memiliki efek analgesik ringan. Resorpsi dari
usus cepat dan praktis, secara rektal lebih lambat. Dalam hati zat ini diuraikan
menjadi metabolit-metabolit toksik yang di eksresikan melalui urine sebagai
konjugat glukoronida dan sulfatnya.
Namun, dari hasil pengujian yang di lakukan di dapatkan hasil berikut yang
di tampilkan menggunakan kurva :
respon awal
t20 t30 t60 t90 t120 t150 t1800
2
4
6
8
10
12
14
16
18
kontrolmethyl prednisolonibuprofenasam mefenamatna.diklofenakparacetamol
pada pengujian di dapatkan hasil bahwa efek analgetik obat dari yang terkuat sampai yang
terlemah di dapatkan urutan sebagai berikut : Metil prednisolon >> Ibuprofen >> Natrium
diklofenak >> Asam mefenamat >> Paracetamol. Dari hasil tersebut terdapat perbedaan
hasil dengan teori yang ada. Seharus nya metil prednisolon tidak masuk dalam obat
analgesik karena ia merupakan anti inflamasi, dan seharusnya yang menduduki peringkat
pertama ialah natrium diklofenak di karenankan efek analgesik nya sama atau lebih baik
dari analgesik opioid. Selain itu terdapat kejanggalan pada kontrol yang diberikan CMC
Na 0,5% memberikan efek analgesik kuat pada waktu 20 menit. Ketidak samaan antara
pengujian dan teori dapat di debabkan oleh beberapa faktor, antara lain air yang di gunakan
pada metode jentik ekor tidak konstan sehingga terjadi ketidaktepatan suhu. Seharusnya
suhu di buat konstan sebesar 40°C, namun pada pengujian bisa jadi lebih atau bahkan
kurang. Tidak konstannya suhu menyebabkan hewan uji (tikus) dapat lebih cepat ataupun
lebih lambat dalam penerimaan respon nyeri. Lalu, dapat juga di karenakan pemegangan
hewan uji oleh praktikan yang tidak nyaman, sehingga menyebabkan hewan uji lebih cepat
menggerakan atau menjentikkan ekornya keluar. Selain itu dapat juga di karenakan dari
pengambilan dosis larutan yang tidak tepat. Ketidaktepatan yang di maksud ialah dalam
hal pembacaan skala pada alat spuite yang di gunakan. Ketidaktepatan ini menyebabkan
perbedaan pada efek analgesik yang di hasilkan sehingga menyebabkan ketidaksesuaian
antara teori dengan pengujian.
VII. Kesimpulan
Dari data pengamatan pada praktikum kali ini, dapat disimpulkan bahwa :
Methyl prednisolon memiliki daya analgesik yang paling kuat di bandingkan obat
– obat yang di ujikan pada praktikum kali ini.
Seharusnya urutan yang pertama pada pengujian analgesik kali ini adalah natrium
diklofenak. Karena merupakan analgesik dari NSAID yang efek kerja analgesik
nya sama atau lebih di bandingkan analgetik opioid.
Paracetamol merupakan analgetik yang paling ringan efek analgesik nya.
Urutan efek analgesik yang terkuat hingga terlemah berdasarkan percobaan adalah
methyl prednisolon >> ibuprofen >> natrium diklofenak >> asam mefenamat >>
paracetamol. Sedangkan berdasarkan teoritis adalah natrium diklofenak >>
ibuprofen >> asam mefenamat >> paracetamol. Sedangkan methyl prednisolon
tidak dicantumkan, di karenakan ia bekerja sebagai anti inflamasi.
Terdapat beberapa faktor kesalahan antara lain, tidak konstan nya suhu penangas
air dan pemeberian dosis yang tidak teliti dalam pembacaan skala pada spuite
yang digunakan.
VIII. Daftar Pustaka
Goodman and Gilman.2006.dasar Farmakologi Terapi.volume 1.Jakarta : EGC
Penerbit Buku Kedokteran.
Priyanto.2008 Farmakologi Dasar. Depok, Jawa Barat : LESKONFI.
Tjay,Tan Hoan,Drs.,2007. Obat – Obat Penting. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo.
Siswandono.2008. Kimia Medisinal I. Surabaya: Airlangga University Press.
Tim S1 Farmasi.2013.Petunjuk Praktikum Farmakologi – Toksikologi.Semarang :
STIFAR Yayasan Pharmasi.
www.Hexparmjaya.com/page/methylprednisolon/ diakses pada tanggal 14 April
Mengetahui, Semarang,14April 2013
Dosen Pengampu Praktikan
Anastasia Setyopuspito P,S.Farm.,Apt. Dimas pangesti (1041111036)
Dwi Hadi Setya Palupi.,S.Farm.,Apt
Dyah Aprilia Sari. P (1041111041)
Eni Kristiani (1041111046)
Fadilla Kurniasari (1041111048)
Gina An’Noor (1041111058)
Berikut kurva hubungan masing – masing obat dengan kontrol :
1. Methyl prednisolon
re-spon
awal
t20 t30 t60 t90 t120 t150 t1800
2
4
6
8
10
12
14
16
18
kontrolmethyl prednisolon
2. Paracetamol
re-spon awal
t20 t30 t60 t90 t120 t150 t1800
2
4
6
8
10
12
14
16
18
kontrolparacetamol
3. Ibuprofen
re-spon awal
t20 t30 t60 t90 t120 t150 t1800
2
4
6
8
10
12
14
16
18
kontrolibuprofen
4. Asam mefenamat
respon aw
al t20 t30 t60 t90t120
t150t180
02468
1012141618
kontrolasam mefenamat
5. Natrium diklofenak
re-spon
awal
t20 t30 t60 t90 t120 t150 t18002468
1012141618
kontrolna.diklofenak