makalah suspensi analgesik
DESCRIPTION
tatacara pembuatan suspensiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang
fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya
gangguan-gangguan dalam tubuh, seperti peradangan (rematik, encok), infeksi-
infeksi kuman atau kejang-kejang otot. Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-
rangsangan mekanis, fisik, atau kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri yang
letaknya pada ujung-ujung saraf bebas dikulit, selaput lendir, atau jaringan-jarigan
lain.
Nyeri perlu dihilangkan jika telah mengganggu aktifitas tubuh. Analgetik
merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Analgesik ialah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat
yang digunakan sebagai penahan sakit. Obat analgesik termasuk oban antiradang
non-steroid (NSAID). NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja
melegakan sakit, malah obat ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan.
Analgesik bersifat narkotik seperti opoid dan opidium bisa menekan sistem saraf
utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan (noisepsi). Obat jenis ini lebih
berkesan mengurangi rasa sakit dibandingkan NSAID.
Dalam bidang industri famasi, pekembangn tekhnologi farmasi sangat
berperan akif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini banyak
ditunjukkan dengan banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan
karakteristik dari zat aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan kualitas obat dengan
meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau mengganggu dari
efek farmakologis zat aktif.
1
Salah satunya penggunaan dalam bentuk sediaan suspensi, bila dibandingkan
dengan larutan sangatlah efisien sebab suspensi dapat mengurangi penguraian zat
aktif yang tidak stabil dalam air.
Dalam makalah ini, penulis ingin membuat suatu formulasi sediaan suspense
yang mana dapat membantu pasien ankak-anak untuk mempermudah dalam
pemberiaan obat.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini :
1) Untuk mengetahui sediaan suspense
2) Mengetahui proses pembuatan sediaan suspense
3) Mengetahui kestabilannya dalam sediaan suspense
1.3 MANFAAT
Adapun manfat dari pembuatan makalah ini :
1) Mengetahui kekurangan dan kelebihan ssediaan suspense
2) Memahami proses pembuatan golongan sediaan suspense
3) Mengetahui berbagai jenis suspense
4) Mengetahui bahan yang baik untuk sediaan suspense
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANALGESIK
2.1.1 PENGERTIAN ANALGESIK
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi
rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan perasaan sakit
terdiri dari dua proses, yakni penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan
reaksi-reaksi emosional dan individu terhadap perangsang ini. Obat penghalang nyeri
(analgetik) mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi ambang kesadaran
akan perasaan sakit, sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi psikis yang
diakibatkan oleh rangsangan sakit. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya
merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda
bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh,seperti peradangan
(rematik, encok), infeksi-infeksi kuman atau kejang-kejang otot.
2.1.2 JENIS ANALGESIK
Ada dua jenis analgetik, analgetik narkotik dan analgetik non narkotik. Selain
berdasarkan struktur kimianya, pembagian di atas juga didasarkan pada nyeri yang
dapat dihilangkan. Analgetik narkotik dapat menghilangkan nyei dari derajat sdang
sampai hebat (berat), seperti karena infark jantung, operasi (terpotong), viseral
(organ), dan nyeri karena kanker.
Analgetik non narkotik berasal dari golongan antiinflamasi non steroid
(AINS) yang menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Disebut AINS
3
karenakan selain sebagai analgetik, sebagian anggotanya mempunyai efek
antiinflamasi dan penurun panas (antipiretik), dan secara kimiawi bukan steroid.
Oleh karena itu, AINS sering disebut (analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi) atau
3A.
Minimal ada 4 perbedaan antara AINS dengan analgetik narkotik, yakni.
1. Struktur kimianya tidak mirip dengan morfin, bahkan masing-masing
golongan AINS juga tidak mirip.
2. Tidak efektif untuk nyeri hebat, nyeri viseral, dan nyeri terpotong.
3. Bekerja secara sentral (SSP) dan atau perifer.
4. Tidak menimbulkan toleransi dan addiksi (ketergantungan).
2.1.2.1 Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan
Papaver somniferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik ini digunakan untuk
meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ viseral.
Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan
ketergantungan. Toleransi ialah adanya penurunan efek, sehingga untuk
mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatan dosis. Karena dapat
menimbulkan ketergantungan, obat golongan ini penggunaannya diawasi secara ketat
dan hanya untuk nyeri yang tidak dapat diredakan oleh AINS.
Nyeri minimal disebabkan oleh 2 hal, yaitu iritasi lokal (menstimuli saraf
perifer) dan adanya persepsi (Pengenalan) nyeri oleh SSP. Pengenalan nyeri bersifat
psikologi terhadap adanya nyeri lokal yang disampaikan ke SSP. Analgetik narkotik
mengurangi nyeri dengan menurunkan persepsi nyeri atau menaikan nilai ambang
rasa sakit. Analgetik narkotik tidak mempengaruhi saraf perifer, nyeri tetap ada tetapi
dapat diabaikan atau pasien dapat mentolerirnya. Untuk mendapatkan efek yang
maksimal analgetik narkotik harus diberikan sebelum nyeri hebat datang, seperti
sebelum tindakan bedah.
4
Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri hebat, tetapi potensi, onzet,
dan efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitaif. Efek
samping yang paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan ngantuk. Dosis
yang besar dapat menyebabkan hipotensi serta depresi pernapafan.
Morfin dan peptidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak
dipakai untuk nyeri hebat walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di
Indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masih merupakan standar yang
digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotik lainnya. Selain
menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euforia dan gangguan mental.
Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang masih digunakan di
Indonesia :
Morfin HCl,
Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol),
Fentanil HCl,
Petidin,
Tramadol.
Khusus untuk tramadol secara kimiawi memang tergolong narkotika tetapi
menurut undang-undang tidak sebagai narkotik, karena kemungkinan menimbulkan
ketergantungan kecil.
2.1.2.2 Analgesik Non Narkotik
Berbagai salicylate dan agen-agen lain yang mirip yang dipakai untuk
mengobati penyakit reumatik sama-sama memiliki kemampuan untuk menekan
tanda-tanda dan gejala-gejala inflamasi. Obat-obat ini mempunyai efek antipiretik
dan analgesik, tetapi sifat-sifat anti inflamasi merekalah yang membuat mereka
paling baik dalam menangani gangguan-gangguan dengan rasa sakit yang
dihubungkan dengan intensitas proses inflamasi.
5
Meskipun semua NSAID tidak disetujui oleh FDA untuk semua rentang
penyakit reumatik, semuanya mungkin efektif pada atritis rheumatoid, berbagai
spondiloartropati seronegatif (misalnya atritis psoriatis dan atritis yang dikaitkan
dengan penyakit usus meradang), osteroartritis, muskuloskeletal terlokalisir
(misalnya terkilir dan sakit punggung bawah) dan pirai (kecuali tolmetin yang
nampaknya tidak efektif pada pirai). Karena aspirin, permulaan NSAID, mempunyai
beberapa efek yang merugikan, banyak NSAID lainnya telah dikembangkan dalam
usaha untuk memperbaiki efektifitas dan toksisitasnya.
2.1.3 PENYEBAB ANALGESIK
Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau
kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan
melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri yang letaknya pada
ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, atau jaringan- jaringan (organ-organ)
lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoris ke Sistem
Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dan kemudian ke
pusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan dirasakan sebagai nyeri.
Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah histamine, serotonin, plasmakinin-
plasmakinin, dan prostaglandin-prostagladin, serta ion-ion kalium.
Berdasarkan proses terjadinya nyeri, maka rasa nyeri dapat dilawan dengan
beberapa cara, yaitu :
1. Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri
perifer, oleh analgetika perifer atau anestetika lokal.
2. Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf-saraf sensoris,
misalnya denganan anestetika lokal
3. Blokade dari pusat nyeri dalam Sistem Saraf Pusat dengan analgetika
sentral (narkotika) atau anestetika umum.
6
4. Pada pengobatan rasa nyeri dengan analgetika, faktor-faktor psikis
turut berperan, misalnya kesabaran individu dan daya menerima nyeri
dari si pasien.
Obat analgesik yang termasuk golongan Non Steroidal Anti Inflamatory Drug
(NSAID) seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, obat
ini juga bisa mengurangi demam. Analgesik bersifat narkotik seperti opoid dan
opidium bisa menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan
(noisepsi). Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit dibandingkan NSAID.
Ibuprofen adalah turunan asam propionat yang dipatenkan pada tahun 1961.
Ibuprofen dikembangkan oleh Grup Boots di tahun 1960an. Ditemukan oleh Stewart
Adams (bersama dengan John Nicholson, Andrew RM Dunlop, Jeffrey Bruce Wilson
& Colin Burrows). Ibuprofen awalnya digunakan sebagai pengobatan untuk
rheumatoid arthritis di Inggris pada tahun 1969 dan Amerika Serikat pada tahun
1974.
2.1.4 STRUKTUR KIMIA
Dalam Ibuprofen terkandung tidak kurang dari 97% dan tidak lebih dari
103,0% C13H18O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Nama kimia ibuprofen adalah
asam 2-(4-isobutil-fenil)-propionat dengan berat molekul 206.29 g/mol dan rumus
molekul C13H18O2. Ibuprofen seperti turunan 2-arylprorionat lainnya (termasuk
ketoprofen, flurbiprofen, naproxen, dll), berisi stereosenter di posisi-α dari propionat.
Dengan demikian, ada dua kemungkinan enansiomer ibuprofen, dengan potensi efek
biologis yang berbeda dan metabolisme untuk masing-masing enantiomer. Memang
ditemukan bahwa S-ibuprofen dan dexibuprofen adalah bentuk aktif baik secara in
vitro dan in vivo. Ada potensi untuk meningkatkan selektivitas dan potensi formulasi
ibuprofen oleh pemasaran ibuprofen sebagai-enantiomer produk tunggal (seperti
yang terjadi dengan naproxen).
7
Gambar 1. Rumus kimia Ibuprofen
Ibuprofen berbentuk serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas
lemah. Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol,
dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat.
Ibuprofen hanya sangat sedikit larut dalam air. Kurang dari 1 mg ibuprofen larut
dalam 1 ml air namun, jauh lebih mudah larut dalam alkohol atau campuran air.
2.1.5 SIFAT KIMIA DAN FARMAKOKINETIK
NSAID dikelompokkan dalam berbagai kelompok kimiawi, beberapa di
antaranya (propionic acid deretivative, inodole derivative, oxicam, fenamate,dll.)
keanekaragaman kimiawi ini memberi sebuah rentang karakteristik farmakokinetik
yang luas. Sekalipun ada banyak perbedaan dalam kinetika NSAID , mereka
mempunyai beberapa karakteristik yang sama. Sebagian besar dari obat ini diserap
dengan baik, dan makanan tidak mempengruhi biovailabilitas mereka secara
substansial. Sebagian besar dari NSAID sangat di metabolism, beberapa oleh
mekanisme fase I dan fase II dan lainnya hanya oleh glukuronidasi langsung (fase
II). Metabolisme dari seberapa besar NSAID berlangsung sebagian melalui enzim
P450 kelompok CYP3A dan CYP2P dalam hati. Sekalipun ekskresi ginjal adalah
rute yang paling penting untuk eliminasi terakhir, hampir semuanya melalui berbagai
tingkat ekskresi empedu dan penyerapan kembali (sirkulasi enterohepatis).
Kenyataanya tingkat iritasi seluruh cerna bagian bawah berkolerasi dengan jumlah
sirkulasi enterohepatis. Sebagian besar dari NSAID berikatan protein tinggi ,
biasanya dengan albumin.
8
2.1.6 MEKANISME KERJA
Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakidonat menjadi terganggu. Ada dua jenis siklooksigenase, yang
dinamakan COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat pada pembuluh darah, lambung, dan
ginjal, sedangkan COX- 2 keberadaannya diinduksi oleh terjadinya inflamasi oleh
sitokin dan merupakan mediator inflamasi. Aktivitas antipiretik, analgesik, dan anti
inflamasi dari ibuprofen berhubungan dengan kemampuan inhibisi COX-2, ibuprofen
menghambat COX-1 dan COX-2 dan membatasi produksi prostaglandin yang
berhubungan dengan respon inflamasi. Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim
siklooksigenase (COX), yang mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin H2
(PGH2). Prostaglandin H2, pada gilirannya, diubah oleh enzim lain untuk
prostaglandin bentuk lain (sebagai mediator nyeri, peradangan, dan demam) dan
tromboksan A2 (yang merangsang agregasi platelet dan menyebabkan pembentukan
bekuan darah).
Gambar 2. Mekanisme kerja Ibuprofen
9
Seperti aspirin, indometasin, dan kebanyakan NSAID lainnya, ibuprofen
dianggap non-selektif COX inhibitor yang menghambat dua isoform siklooksigenase
yaitu COX-1 dan COX-2. Sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi, yang
dicapai terutama melalui penghambatan COX-2, sedangkan penghambatan COX-1
akan bertanggung jawab untuk efek yang tidak diinginkan pada agregasi platelet dan
saluran pencernaan. Namun, peran isoform COX untuk analgetik, anti inflamasi, dan
efek kerusakan lambung dari NSAID tidak pasti dan senyawa yang berbeda ini
menyebabkan perbedaan derajat analgesia dan kerusakan lambung. Dalam rangka
untuk mencapai efek menguntungkan pada ibuprofen dan NSAID lainnya tanpa
mengakibatkan gastrointestinal ulserasi dan perdarahan, selektif COX-2 inhibitor
dikembangkan untuk menghambat COX-2 isoform tanpa terjadi penghambatan
COX-1.
2.1.7 FARMAKODINAMIK
Aktivitas anti inflamasi dari NSAID terutama diperantari melalui hambatan
biosintesis prostaglandin. Berbagai NSAID mungkin memiliki mekanisme kerja
tambahan, termasuk hambatan komitaksis, regulasi rendah, produksi interleukin-1,
penurunan produksi redaikal bebas dan superoksida, dan campur tangan dengan
kejadian-kejadian intraseluler yang diperantari kalsium. Aspirin secara ireversibel
mengasetilasi dan menyekat platelet cyloxigenase., tetapi NSAID yang lain adalah
penghambat- penghambat yang reversible. Selektivitas COX-1 versus COX-2 dapat
bervariasi dan tidak lengkap bagi bahan-bahan yang lebih lama, tetapi penghambat-
penghambat COX-2 yang sangat selektif sekarang bisa di dapat. Dalam pengujian
dengan memakai darah utuh manusia, entah mengapa, aspirin, indomethacine,
pirixicam, dan sulindac lebih efektif dalam menghambat COX-1, ibuprofen dan
mectofenamate menghambat kedua isozim yang kurang lebih sama. Hambatan
sintesis lipoxigenase oleh NSAID yang lebih baru, suatu efek yang di inginkan untuk
obat anti inflamasi , adalah terbatas tetapi mungkin lebih besar daripada dengan
aspirin. Benoxaprofen, NSAID lain yang lebih baru, diperlihatkan menghambat
sintesisi leuxotriene dengan baik tetapi di tarik kembali karena sifat toksiknya. Dari
NSAID yang sekarang ini bisa didapat , indomethacine dan diclofanac telah
dilaporkan mengurangi sintesis prostaglandin dan leukotriene. Kepentingan klinis
10
dari selektivitas COX-2 sekarang ini sedang diselidiki. Keefektifan mungkin tidak
terpengruh tetapi keamanan gastrointestinal mungkin dapat di tingkatkan. Gunakan
NSAID secara hati-hati pada pasien – pasien dengan riwayat gangguan perdarahan /
perdarahan gastrointestinal, penyakit hati, ginjal , dan cardiofaskuler berat.
Sedangkan keamanan NSAID pada kehamilan belum di tetapkan.
Ibuprofen hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai
sedang, dan efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan
jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi
tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang
merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, ibuprofen bekerja pada hipotalamus,
menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah
sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.
Ibuprofen akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam.
Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu
pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap
bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus. Ibuprofen
menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun
respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali
“thermostat” di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan
vasodilatasi.
Sebagai antiinflamasi, efek inflamasi dari ibuprofen dicapai apabila
penggunaan pada dosis 1200-2400 mg sehari. Inflamasi adalah suatu respon jaringan
terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan
lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin
dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak,
dan disertai gangguan fungsi. Ibuprofen dapat dimanfaatkan pada pengobatan
muskuloskeletal seperti artritis rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.
Namun, ibuprofen hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan
dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau
mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal.
11
2.1.8 FARMAKOKINETIK
Absorbsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam
plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. 90 %
ibuprofen terikat pada protein plasma. Onset sekitar 30 menit. Durasi ibuprofen
berkisar antara 6-8 jam. Absorpsi jika diberikan secara oral mencapai 85%. Metabolit
utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi dimetabolisme dihati untuk dua
metabolit utama aktif yang dengan cepat dan lengkap dikeluarkan oleh ginjal.
Ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang
diabsorpsi akan diekskresi melalui urin sebagai metabolit atau konyugata (1%
sebagai obat bebas), beberapa juga diekskresi melalui feses. Ibuprofen masuk ke
ruang synovial dengan lambat. Konsentrasinya lebih tinggi di ruang synovial
dibandingkan diplasma.
2.1.9 INDIKASI
Efek analgesik dan antiinflamasi ibuprofen dapat digunakan untuk
meringankan gejala-gejala penyakit rematik tulang, sendi, gejala arthritis,
osteoarthritis, dan non-sendi. Juga dapat digunakan untuk meringankan gejala-gejala
akibat trauma otot dan tulang atau sendi (trauma muskuloskeletal). Meringankan
nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada dismenore primer (nyeri haid),
nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri setelah operasi dan sakit kepala.
Ibuprofen juga umumnya bertindak sebagai vasodilator, dapat melebarkan
arteri koroner dan beberapa pembuluh darah lainnya. Ibuprofen diketahui memiliki
efek antiplatelet, meskipun relatif lebih lemah bila dibandingkan dengan aspirin atau
obat lain yang lebih dikenal sebagai antiplatelet. Dapat digunakan pada neonatus
dengan paten duktus arteriosus, disfungsi ginjal, nekrotizing enterokolitis, perforasi
usus, dan perdarahan intraventrikular, efek protektif neuronal.
12
Ibuprofen lisin diindikasikan untuk penutupan duktus arteriosus paten pada
bayi prematur dengan berat antara 500 dan 1.500 gram, yang tidak lebih dari 32
minggu usia kehamilan saat restriksi cairan, diuretik, dukungan pernafasan tidak
efektif.
2.1.10 KONTRAINDIKASI
Ibuprofen tidak dianjurkan pada pasien dengan hipersensitif terhadap
Ibuprofen dan obat antiinflamasi non-steroid lain, penderita dengan ulkus peptikum
(tukak lambung dan duodenum) yang berat dan aktif. Penderita sindroma polip
hidung, asma, rhinitis angioedema dan penderita dimana bila menggunakan asetosal
atau obat antiinflamasi non-steroid lainnya akan timbul gejala asma,rinitis atau
urtikaria. kehamilan tiga bulan terakhir dan menyusui.
2.1.11 EFEK SAMPING
Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin terganggu. Prostaglandin terlibat
dalam pelepasan renin, vaskular lokal, sirkulasi regional, keseimbangan air, dan
keseimbangan natrium. Prostaglandin juga menstimulasi perbaikan sel epitelial
gastrointestinal dan menstimulasi sekresi bikarbonat dari sel epitelial. Hal ini
menyebabkan ibuprofen dapat menurunkan sekresi mukus yang berfungsi sebagai
pelindung dalam lambung dan usus kecil, dan juga dapat menyebabkan
vasokonstriksi pada mukosa lambung. Selain itu efek samping pada gastrointestinal
meliputi stress lambung, kehilangan darah tiba-tiba, diare, mual, muntah, heartburn,
dispepsia, anoreksia, konstipasi, distress atau karma atau nyeri abdominal, kembung,
kesukaran mencerna, dan rasa penuh pada perut juga dapat disebabkan oleh
penggunaan ibuprofen.
Efek samping pada sistem kardiovaskular antara lain edema perifer, retensi
air, dan perburukan CHF. Pada sistem saraf pusat antara lain dizzines, mengantuk,
13
vertigo, sakit kepala ringan, dan aseptik meningitis. Pada mata, telinga dan
nasofaring antara lain gangguan penglihatan, fotopobia, dan tinnitus. Pada
genitourinaria antara lain menometrorrhagia, hematuria, cistisis, acute renal
insufisiensi; interstitial nephritis; hiperkalemia; hiponatremia; nekrosis papillar renal.
Pada kulit antara lain rash, pruritus, dan eritema. Efek samping yang lain seperti
kram otot.
Hampir sama dengan jenis NSAID lain, ibuprofen juga dapat meningkatkan
risiko palpitasi, ventrikular aritmia dan infark miokard (serangan jantung), khususnya
di antara mereka yang menggunakan dosis tinggi dalam jangka waktu lama. Studi
pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kebiasaan menggunakan NSAID dikaitkan
dengan peningkatan gangguan pendengaran.
Penggunaan pada paten duktus arteriosus saat neonatal dengan masa gestasi
kurang dari 30 minggu dapat mengakibatkan peningkatan hiperbilirubinemia pada
neonatal, karena dapat menggeser kedudukan bilirubin dari albumin, sehingga dapat
mengakibatkan kerniikterus dan ensefalopati. Namun hal ini, dapat dikurangi dengan
cara pemberian bersama dengan indometasin.
Efek samping yang umum ditemukan antara lain sembelit, epistaksis, sakit
kepala, pusing, ruam, retensi garam dan cairan mual, kenaikkan enzim hati,dispepsia,
ulserasi gastrointestinal atau perdarahan, diare, dan hipertensi.25,26
Ibuprofen dapat menghambat aliran darah renal, GFR, dan transprtasi ion
tubular. Prostaglandin juga mengatur aliran darah ginjal sebagai fungsional dari
antagonis angiotensin II dan norepinefrin. Jika pengeluaran dua zat tersebut
meningkat (misalnya, dalam hipovolemia), inhibisi produksi PG mungkin
mengakibatkan berkurangnya aliran darah ginjal dan kerusakan ginjal. Namun, efek
samping yang terkait dengan ginjal jarang terjadi pada dosis ibuprofen yang
ditentukan. Waktu paruh yang pendek pada ibuprofen terkait dengan menurunnya
resiko efek ginjal daripada NSAID lain dengan waktu paruh yang panjang. Dari
penelitian-penelitian yang Penggunaan jangka pendek dari ibuprofen tidak signifikan
meningkatkan risiko kerusakan ginjal pada sukarelawan sehat atau pada anak
dengan penyakit demam. Pengobatan jangka panjang dengan ibuprofen dengan dosis
14
1200 mg / hari tidak meningkatkan risiko kerusakan ginjal pada orang lanjut
usia.27,28
Ibuprofen juga bisa mempengaruhi agregasi trombosit. Efek ini ditimbulkan
karena adanya penghambatan biosintesis tromboksan A2 (TXA2).
2.1.12 SEDIAAN DAN POSOLOGI
Bentuk sediaan generik yang tersedia yaitu berupa sediaan tablet 200 mg, 400
mg, 600 mg; tablet salut selaput 200 mg, 400 mg; kaptabs salut selaput 200 mg.
Bentuk sediaan paten yang tersedia yaitu berupa sediaan tablet 200 mg, 400 mg, 600
mg; tablet salut selaput 200 mg, 400 mg, 600 mg; kaptabs salut selaput 200 mg, 400
mg; suspensi 100 mg/5 mL, 200 mg/5 mL; tablet kunyah 100 mg ; suppositoria 125
mg.
Sediaan kombinasi yang tersedia yaitu berupa kombinasi ibuprofen dengan
parasetamol; ibuprofen dengan parasetamol dan kafein; dan ibuprofen dengan
Vitamin B6 B1 dan B12.
Gambar 3. Sediaan tablet Ibuprofen dan suspensi
Posologi : Ibuprofen dosis rendah (200 mg dan 400 mg) banyak tersedia.
Ibuprofen memiliki durasi tergantung dosis yaitu sekitar 4-8 jam, yang lebih lama
dari yang disarankan dari waktu paruh. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kgBB dengan
15
interval pemberian 4-6 jam, mereduksi demam 15% lebih cepat dibandingkan
parasetamol dosis 10-15 mg/kgBB. Dosis yang dianjurkan bervariasi tergantung
massa tubuh dan indikasi. Umumnya, dosis oral 200-400 mg (5-10 mg / kg BB pada
anak-anak) setiap 4-6 jam, dapat ditambahkan sampai dosis harian 800-1200 mg.
Jumlah maksimum ibuprofen untuk orang dewasa adalah 800 miligram per dosis atau
3200 mg per hari (4 dosis maksimum).
2.2 SUSPENSI
2.2.1 DEFINISI SUSPENSI
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi
merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase yaitu fase luar dan kontinue
umumnya merupakan cairan atau semi padat dan fase terdispersi atau fase dalam
terbuat dari partikel – partikel kecil yang pada dasarnya tidak larut tapi terdispersi
seluruhnya pada fase continue. Suspensi secara umum dapat didefinisikan sebagai
sediaan yang mengandung obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut terdispersi
dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat
mengendap dan bila dikocok perlahan – lahan endapan harus segera terdispersi
kembali.
Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa faktor anatara lain
sifat partikel terdispersi ( derajat pembasahan partikel ), Zat pembasah, Medium
pendispersi serta komponen – komponen formulasi seperti pewarna, pengaroma,
pemberi rasa dan pengawet yang digunakan. Suspensi harus dikemas dalam wadah
yang memadai di atas cairan sehigga dapat dikocok dan mudah dituang. Pada etiket
harus tertera “Kocok dahulu dan di simpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan
di tempat yang sejuk “.
2.2.2 MACAM-MACAM SUSPENSI
16
2.2.2.1 Berdasarkan Penggunaan Menurut FI Edisi IV :
1. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk
penggunaan oral.
2. Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.
3. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel
yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
2.2.2.2 Berdasarkan Istilah
1. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan
untuk pemakaian oral. (contoh : Susu Magnesia)
2. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat
padatnya mempunyai kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang
menghasilkan konsistensi seperti gel dan sifat reologi tiksotropik (contoh :
Magma Bentonit).
3. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada
kulit (contoh : Lotio Kalamin)
2.2.2.3 Suspensi Berdasarkan Sifat
2.2.2.3.1 Suspensi Deflokulasi
Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan
sedimentasi bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya akan
lambat. Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing
partikel menyelip diantara sesamanya pada waktu mengendap. Supernatan sistem
17
deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan sedimentasi partikel yang halus
sangat lambat. Contoh suspensi Obat Maag ( Mylanta )
Keunggulannya :
1. Sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen
pada waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.
Kekurangannya :
1. Apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena
terbentuk masa yang kompak.
Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi tidak
dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paronya.
2.2.2.3.2 Suspensi Flokulasi
Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat
terjadinya sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh
kelompok partikel sehingga ukurang agregat relatif besar. Cairan supernatan pada
sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan flokul-flokul yang terbentuk
cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-macam. Contoh : Suspensi
Antibiotik ( serbuk yang dilarutkan dengan penambahan air )
Keunggulannya :
Sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah
diredispersi.
Kekurangannya :
Dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan
sedimentasinya tinggi.
Flokulasi dapat dikendalikan dengan :
a. Kombinasi ukuran partikel
18
b. Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.
c. Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel
dalam suspensi.
2.2.2.4 Jenis Suspensi Lainnya
Suspensi terdiri dari beberapa jenis yaitu :
1. Suspensi Oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan
ditujukkan untuk penggunaan oral.
2. Suspensi Topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan pada
kulit.
3. Suspensi Optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk
penggunaan pada mata.
4. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel
halus yang ditujukkan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium
cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran
spinal.
6. Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai.
Ada pun keuntungan dan kekurangan Sediaan suspensi adalah sebagai
berikut :
Keuntungan :
19
1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul,
terutama anak-anak.
2. Homogenitas tinggi
3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan
kontak antara zat aktif dan saluran cerna meningkat).
4. Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat (dari larut / tidaknya)
5. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Kekurangan :
1. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal jika jenuh, degradasi, dll)
2. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga
homogenitasnya turun.
3. Alirannya menyebabkan sukar dituang.
4. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan.
5. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi
(cacking, flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan
temperatur.
6. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis
yang diinginkan.
Suspensi dalam farmasi digunakan dalam berbagai cara yaitu:
1. Intramuskular inject
2. Tetes mata
3. Peroral
4. Rektal
Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan
untuk penggunaan oral.
20
2.2.3 SYARAT SUSPENSI
a. FI IV, 1995, hal 18
1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal
2. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus
mengandung zat antimikroba.
3. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan
4. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
b. FI III, 1979, hal 32
1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
2. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali
3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi
4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok
dan dituang.
5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari
suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.(Ansel,
356)
c. Fornas Edisi 2, 1978, hal 333
Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan
jasad renik lainnya, dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama
untuk suspensi yang akan diwadahkan dalam wadah satuan ganda atau wadah
dosis ganda.
21
Syarat suspensi optalmik :
- Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak
menimbulkan iritasi dan atau goresan pada kornea.
- Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras
atau penggumpalan.
2.2.4 METODE PEMBUATAN SUSPENSI
Dalam pembuatan suspensi ada beberapa metode diantaranya metode dispersi
dan metode pengendapan.
2.2.4.1 Metoda Dispersi
Pembuatan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke dalam
muchilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Serbuk yang
sangat halus mudah kemasukan udara sehingga sukar dibasahi. Mudah dan
sukarnya serbuk terbasahi tergantung besarnya sudut kontak antara zat
terdispers dengan medium. Bila sudut kontak ± 90o serbuk akan mengambang
di atas cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob karena
serbuk tersebut sulit dibasahi oleh air. Sedangkan serbuk yang mengambang
di bawah cairan mempunyai sudut kontak yang lebih kecil dan bila
tenggelam, menunjukkan tidak adanya sudut kontak. (Farmasetika, 165)
2.2.4.2 Metode Pengendapan (Presipitasi)
Metode ini dibagi lagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Presipitasi dengan pelarut organik
Obat – obat yang tidak larut air dapat diendapkan dengan
melarutkannya dalam pelarut – pelarut organik yang bercampur
dengan air, dan kemudian menambahkan fase organik ke air
murni di bawah kondisi standar. Contoh pelarut yang digunakan
adalah etanol, metanol, propilen glikol, dan polietilen glikol serta
22
gliserin. Yang perlu dengan metode ini adalah kontrol ukuran
partikel, yaitu terjadinya bentuk polimorf atau hidrat dari kristal.
2. Presipitasi dengan perubahan pH dari media
Metode pengubahan pH medium bisa jadi lebih membantu dan
tidak menimbulkan kesulitan yang serupa dengan endapan pelarut
organik. Tetapi teknik ini hanya dapat diterapkan ke obat – obat
yang kelarutannya tergantung pada harga pH. Sebagai contoh,
suspensi estradiol dapat dibuat dengan mengubah pH larutan
airnya, estradiol lebih mudah larut dalam alkaki seperti larutan
kalium dan natrium hidroksida.
3. Presipitasi dengan dokomposisi (penguraian) rangkap
Melibatkan proses kimia yang sederhana, walaupun beberapa
faktor fisika yang disebutkan sebelumnya juga berperan.
(Farmasetika, 165)
Dalam pembuatan suatu suspensi, harus mengetahui dengan baik karakteristik
fase terdispersi dan medium dispersinya. Dalam beberapa hal fase terdispersi
mempunyai afinitas terhadap pembawa untuk digunakan dan dengan mudah
”dibasahi” oleh pembawa tersebut selama penambahannya.
Obat yang tidak dipenetrasi dengan mudah oleh pembawa tersebut dan
mempunyai kecenderungan untuk bergabung menjadi satu atau mengambang di atas
pembawa tersebut.
Dalam hal yang terakhir, serbuk mula-mula harus dibasahi dahulu dengan apa
yang disebut ”zat pembasah” agar serbuk tersebut lebih bisa dipenetrasi oleh medium
dispersi. Alkohol, gliserin, dan cairan higroskopis lainnya digunakan sebagai zat
pembasah bila suatu pembawa air akan digunakan sebagai fase dispersi. Bahan-
bahan tersebut berfungsi menggantikan udara dicelah-celah partikel, mendispersikan
partikel tersebut dan kemudian menyebabkan terjadinya penetrasi medium dispersi
ke dalam serbuk.
23
Dalam pembuatan suspensi skala besar, zat pembasah dicampur dengan
partikel-partikel menggunakan suatu alat seperti penggiling koloid (coloid mill),
pada skala kecil, bahan-bahan tersebut dicampur dengan mortar dan stamper. Begitu
serbuk dibasahi, medium dispersi (yang telah ditambah semua komponen-komponen
formulasi yang larut seperti pewarna, pemberi rasa, dan pengawet) ditambah
sebagian-sebagian ke serbuk tersebut, dan campuran itu dipadu secara merata
sebelum penambahan pembawa berikutnya.
Ciri-ciri suspensi :
1. Terbentuk dua fase yang heterogen
2. Berwarna keruh
3. Mempunyai diameter partikel : > 100 nm
4. Dapat disaring dengan kertas saring biasa
5. Akan memisah jika didiamkan
2.2.5 KOMPONEN SUSPENSI
a. Bahan Pensuspensi/ Suspending Agent
Fungsi : memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan
mencegah penurunan partikel, dan mencegah penggumpalan resin dan bahan
berlemak.
Cara kerja : meningkatkan kekentalan. Kekentalan yang berlebihan akan
mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan. Suspensi yang baik
mempunyai kekentalan yang sedang dan partikel yang terlindung dari
gumpalan/aglomersi. Hal ini dapat dicapai dengan mencegah muatan partikel,
biasanya muatan partikel ada pada media air atau sediaan hidrofil.
Faktor pemilihan suspending agent :
1) Penggunaan bahan ( oral/topikal)
2) Komposisi kimia
24
3) Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk ( shelf life )
4) Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent.
Penggolongaan suspending agent :
I. Golongan polisakarida
1. Gom Akasia
2. Tragakan
3. Na-alginant
4. Starch
5. Karagen
6. Xanthan Gum
II. Turunan selulosa
1. Metil Selulosa
2. CMC Na
3. Avicel
4. Hidroksi Etil Selulosa
III. Golongan clay
1. Bentonite
2. Aluminium – Magnesium Silikat
3. Hectocrite
IV. Polimer sintetik
Carbomer ( excipients, 89; Husa’s, 169 )
Penggunaan :
Emulsifying aget : 0,1 – 0,5 %
Gelling agent : 0,5 – 2 %
Suspending agent : 0,5 – 1
Tablet blinder : 5 – 10 %
pH : 1% dispersi cabomer dalam air memiliki pH kira-kira 3
Kelarutan : larut dalam air, alkohol, dan gliserin
25
Bahan yang dapat menetralisircarbomer : NaOH, KOH, NaCO3, boraks, asam amino,
asam organik,dan stearil amin yang digunakan sebagai bahan pembuat gel dalam
sistem non polar. Satu gram carbomer dinetralisasi oleh skitar 400 mg NaOH. Gel
carbomer yang telah dinetralisasi akan lebih viskous pada pH antara 6 – 11.
Viskositas akan berkurang pada pH < 3 atau > 12. Viskositas akan berkurang dengan
adanya elektrolit kuat. Gel akan hilang, viskositasnya dengan cepat bila terpapar oleh
sinar matahari, tetapi reaksi ini dapat diminimalkan dengan penambahan antioksidan.
Densitas bulk : 5 g/ cm3
b. Bahan Pembasah ( Wetting agent ) / Humektan
Dalam pembasahan suspensi penggunaan zat pembasah sangat berguna dalam
penurunan tegangan antar muka partikel padat dengan cairan pembawa
( Anief, 1994 ). Zat pembasah yang sering digunakan dalam pembuatan
suspensi adalah air, alkohol, gliserin ( Ansel, 1989 ).
Zat-zat hidrofilik ( sukar pelarut ) dapat dibasahi dengan mudah oleh air atau
cairan-cairan polar lainnya sehingga dapat meningkatkan viskositas suspensi-
suspensi air dengan besar. Sedangkan zat-zat hidrofobik ( tidak sukar larut )
menolak air, tetapi dapat dibasahi oleh cairan-ciran non polar. Zat pada
hidrofilik biasanya dapat digabungkan menjadi suspensi tanpa zat pembasah (
Patel dkk, 1994 ).
c. Bahan Pemanis
Fungsi : untuk memperbaiki rasa dari sediaan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pebaikan rasa obat adalah :
Usia dari pasien. Anak-anak lebih suka sirup dengan rasa buah-buahan, orang
dewasa lebih suka sirup dengan rasa asam, orang tua lebih suka sirup dengan
agak pahit seperti kopi, dsb. Keadaan kesehatan pasien, penerimaan orang
sakit tidak sama dengan orang sehat. Rasa yang dapat diterima untuk jangka
pendek mungkin saja jadi tidak bisa diterima untuk pengobatan jangka
panjang.
26
Rasa obat bisa berubah dengan jangka waktu penyimpanan. Pada saat baru
dibuat mungkinsediaan berasa enak, akan tetaapi sesudah penyimpanan
dalam jangka waktu tertentu kemungkinan dapat berubah. Zat pemanis yang
dapat menaikkan kadar gula darah ataupun yang memiliki nilai kalor tinggi
tidak dapat digunakan dalam formulasi sediaan untuk pengobatan penderita
diabetes.
Catatan :
1. Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol, sukrosa 20 – 25 %
2. Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5 % ; sakarin
0,05%
3. Kombinasi sorbitol : sirup simplex = 30% b/v : 10% b/v ad 20 – 25 %
b/v total
4. pH > 5 dipakai sorbitol, karena suktrosa pada pH ini akan teruarai dan
menyebabkan perubahan volume.
5. Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi.
d. Pewarna dan Pewangi
Ada beberapa alasan mengapa farmasi perlu penambahan zat pewarna yaitu
menutupi penampilan yang tidak enak dan untuk menambah daya tarik
pasien. Zatpewarna harus aman, tidak berbahaya dan tidak memiliki efek
farmakologi. Selain itu, tidak bereaksi dengan zat aktif dan dapat larut baik
dalam sediaan ( Ansel, 1989 ).
Pemilihan warna biasanya dibuat dibuat konsisten dengan rasa misalnya
merah untuk strawbedy dan warna kuning untuk rasa jeuk ( Ansel, 1989 ).
Beberapa conoh yang bisa digunakan yaitu, Tartazin ( kuning ), amaranth
( merah ), dan patent blue v ( biru ), klorofil ( hijau) ( Aulton, 1989 ).
e. Antioksidan
Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi, kecuali untuk zat aktif
yang mudah terurai karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif pada
27
konsentrasi rendah. Cara kerja dengan memblokir reaksi oksidatif yang
berantai pada tahap awal dengan memberikan atom hidrogen. Hal ini akan
merusak radikal bebas dan mencegah terbentuknya peroksida.
Beberapa antioksidan yang lazim digunakan :
1. Golongan kuinol (ex: hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman,
hidroksi kumeran, BHA, BHT).
2. Golongan katekhol (ex : katekhol, pirogalol, NDGA, asam galat)
3. Senyawa mengandung nitrogen (ex: ester alkanolamin turunan
amino dan hidroksi dari p-fenilamin diamin, difenilamin, kasein,
edestin)
4. Senyawa mengandung belerang (ex: sisteina hidroklorida)
5. Fenol monohidrat (ex: timol)
f. Pendapar
Fungsi :
1. Mengatur pH
2. Membesar potensial pengawet
3. Meningkatan kelarutan
Boylan ( 1994 ) untuk dapat menjaga kelarutan obat, maka suatu sistem harus
didapar secara memadai. Pemilihan suatu dapar harus kosisten dengan
kriteria sebagai berikut:
a) Dapar harus mempunyai kapasitas memadai dalam kisaran pH yang
diinginkan.
b) Dapar harus aman secara biologis untuk penggunaan yang dimaksud.
c) Dapar hanya mempunyai sedikit atau tidak mempunyai efek merusak
terhadap stabilitas produk akhir.
d) Dapar harus memberika rasa dan warna yang dapat diterima produk.
Jenis Dapar pKa Penggunaan
Dapar Fosfat pKa1 = 2.15 Sediaan oral, parenteral
pKa2 = 7.20 Dan optalmik
28
Dapar SitratpKa1 = 3.128 Sediaan oral. Parenteral
pKa2 = 4.761 Dan optalmik
Dapar Asetat pKa = 4.74 Sediaan oral
Dapar Karbonat pKa = 6.34 Sediaan oral
Dapar Borat pKa = 9.24 Sediaan optalmik
g. Acidifer
Fungsi :
1. Mengatur pH
2. Meningkatkan kestabilan suspensi
3. Memperbesar potensial pengawet
4. Meningkatkan kelarutan
Acidifer yang biasanya digunakan pada suspesnsi adalah asam sitrat.
h. Flocculating agent
Flocculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel
berhubungan secara bersama membentuk suatu aregat atau floc. Flocculating
agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat mengendap tetapi mudah
diredispersi kembali.
Flocculating agent dibagi menjadi empat kelompok, yaitu :
1. Surfaktan
Surfaktan ionik dan nonionik dapat digunakan sebagai floculating
agent. Konsentrasi yang digunakan berkisar 0,001 sampai 1% b/v.
Surfaktan ionik lebih disukai karena secara kimia lebih kompatibel
dengan bahan-bahan dalam formula yang lain. Konsentrasi yang
tinggi dan surfaktan dapat menghasilkan rasa yang buruk, busa dan
caking.
2. Polimer hidrofilik
29
Senyawa-senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi dengan rantai
karbon panjang termasuk beberapa bahan yang pada konsentrasi besar
berbeperan sebagai suspending agent. Hal ini disebabkan adanya
percabangan rantai polimer yang membentuk struktur seperti gel dalam
sistem dan dapat teradsorpsi pada permukaan partikel padat serta
mempertahankan kedudukan mereka dalam bentuk sistem flokulasi.
Polimer baru seperti xantin gumdigunakan sebagai flokulating agent
dalam pembuatan sulfaguanidin, bismut sub karbonat, serta obat lain.
Polimer hidrofilik yang berperan sebagai koloid hidrofil yang mencegah
caking dapat juga berfungsi untuk membentuk flok longgar (floculating
agent). Penggunaan tunggal surfaktan atau bersama koloid protektif dapat
membentuk suatu sistem flokulasi yang baik. Pada proses pembuatan
perlu diperhatikan bahwa pencampuran tidak boleh terlalu berlebihan
karena dapat menghambat pengikatan silang antara partikel dan
menyebabkan adsoprsi polimer pada permukaan satu partikel saja
kemudian akan terbentuk sistem deflokulasi.
3. Elektrolit
Penambahan elektrolit anorganik pada suspensi dapat menurunkan
potensial zeta partikel yang terdispersi dan menyebabkan flokulasi.
Pernyataan Schulzhardy menunjukkan bahwa kemampuan elektrolit
untuk memflokulasi partikel hidrofobik tergantung dari valensi
counter ionnya. Meskipun lebih efektif elektrolit dengan valensi tiga
lebih jarang digunakan dari mono. Di-valensi disebabkan adanya
masalah toksisitas. Penambahan elektrolit berlebihan atau muatan
yang berlawanan dapat menimbulkan partikel memisah masing-
masing dan terbentuk sistem flokulasi dan menurunkan kebutuhan
konsentrasi surfaktan. Penambahan NaCl dapat meningkatkan
flokulasi. Misalnya suspensi sulfamerazin diflokulasi dengan natrium
dodesil polioksi etilen sulfat, suspensi sulfaguanidin dibasahi oleh
30
surfaktan dan dibentuk sistem flokulasi oleh AlCl3. Elektrolit sebagai
flokulating agent jarang digunakan di indusri
4. Clay
Clay pada konsentrasi sama dengan atau lebih besar dari 0.1%
dilaporkan dapat berperan sebagai floculating agent pada pembuatan
obat yang disuspensikan dalam sorbitol atau basis sirup.
Bentonitedigunakan sebagai floculating agent pada pembuatan
suspensi bismut subnitrat pada konsentrasi 1.7%.
i. Bahan Pembasah
Berfungsi untuk membasahi partikel padat yang memiliki afinitas kecil
terhadap pembawa sehingga lebih muda untuk didispersikan. Contoh
pembasah adalah gliserin, propilenglikol, air
j. Pengawet
Berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroba dalam sediaan farmasi.
Bahan aktif yang ditambahkan tidak boleh mempengaruhi sifat fisika serta
farmakologi dari obat. Contoh pengawet adalah metil paraben, Na paraben,
asam benzoat
2.3 PRA FORMULASI
Deskripsi Beberapa Bahan baku untuk Sediaan Suspensi Analgesik diantaranya :
1. Ibuprofen
Berguna sebagai bahan pharmaceutical agent. Dikenal sebagai analgesiki.
Pemerian : Serbuk hablur, putih hingga hampir putih; berbau khas lemah
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol, dalam
methanol, dalam aseton, dan dalam kloroform; sukar larut dalam etil asetat
31
2. Asam Sitrat
Berguna sebagai acidiver
Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau sebuk hablur granul sampai
halus, putih; tidak berbau atau praktis tidak berba; rasa sangat asam. Bentuk
hidrat mekar dalam udara kering.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol; agak sukar
larut dalam eter.
3. Propilen Glikol (PEG)
Berguna sebagai pembasah.
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas; praktis tidak berbau;
menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton dan dengan kloroform;
larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial; tetapi tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak.
4. Nipagin
Berguna sebagai menahan laju pertumbuhan mikroba yang membuat makanan
cepat rusak. Penggunaan nipagin yang berlebih tidak memperpanjang daya
tahan makanan jika jumlah mikroba dalam makanan itu telah berlebih sejak
awal.
5. Nipasol
Berguna sebagai pengawet dan berbentuk serbuk putih.
6. Gula
Berguna sebagai pemanis dan berbentuk Kristal berwarna putih.
32
7. Aspartam
Berguna sebagai pemanis
8. Tween
Berguna sebagai surfaktan dan berbenttuk cair berwarna orange kekuning-
kuningan.
9. Orange Essencl
Sebagai pewangi berdasarkan rasa jeruk dan berbentuk serbuk.
10. Eurocert Orange Erthrocin
Sebagai warna sesuai dengan rasa. Berbentuk serbuk.
2.4 EVALUASI
2.4.1 Stabilitas Fisik Suspensi.
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah
cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel.
Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah :
1. Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut
serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel
merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas
penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin
besar ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya.
2. Kekentalan / Viskositas
33
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Hal ini
dapat dibuktikan dengan hukum ” STOKES”
3. Jumlah Partikel / Konsentrasi
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka
partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi
benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya
endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin
besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
4. Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang
sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat
alami, maka kita tidak dapat mempengruhi.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer,
homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan
tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan
pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).
5. Laju sedimentasi
Merupakan kecepatan pengendapan dari partikel-partikel suspense. Adapun
factor-faktor yang terlibat dalam laju dari kecepatan mengendap partikel-partikel
suspense tercakup dalam persamaan hokum srokes (Ansel, 1989:356,357)
Kecepatan sedimentasi berdasarkan hukum stokes di atas dipengaruhi :
a. Kerapatan fase terdispersi dan kerapatan fase pendispersi
Sifat yang diinginkan yaitu kerapatn partikel lebih besar daripada kerapatn
pembawa, karena bila partikel lebih ringan dari kerapatn pembawa maka partikel
akan mengambang dan sulit didistribusikan secara homogeny ke dalam pembawa.
34
b. Diameter ukuran partikel
Laju sedimentasi dapat diperlambat dengan mengurangi ukuran partikel dari
fase terdispersi karena semakin kecil ukuran partikel maka kecepatan jatuhnya lebih
kecil.
c. Viskositas medium pendispersi
Laju sedimentasi dapat berkurang dengan cara menaikkan viskositas medium
disperse, tetapi suatu produk yang mempunyai viskositas tinggi umumnya tidak
diinginkan karena sulit dituang, sebaiknya viskositas suspense dinaikkan sampai
viskositas sedang saja. (Ansel,1989:357)
6. Volume Sedimentasi
Volume sedimentasi (F) adalah perbadingan dari volume endapan yang
etrjadi (VU) terhadap volume awal dari suspense sebelum mengendap (V0) setelah
suspense didiamkan. (Anief, 1993:31)
Prosedur evaluasi volume sedimentasi adalah sebagai berikut:
1. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimen yang berkala
2. Volume yang diisikan merupakan volume awal
3. Setelah didiamkan beberapa waktu/ hari diamati volume akhir dengan terjadinya
sedimentasi volume akhir terhadap volume yang diukur ((VU)
4. Dihitung volume sedimentasi
2.4.2. EVALUASI SIFAT FISIKA SUSPENSI
1. Evaluasi Viskositas.
Viskositas atau kekentalan adalah sutau sifat cairan yang berhubungan erat
dengan hambatan untuk mengalir. Dalam suatu suspense viskositas dapat dinaikkan
dengan adanya sspending agent. Tetapi suatu produk yang mempunyai viskositas
tinggi umumnya tidak diinginkan karena sukar dituang dan juga sukar untuk
diratakan kembali. Karena itu bila viskositas suspense dinaikkan biasanya dilakukan
sedemikian rupa sehingga viskositas sedang saja untuk menghindari kesulitan-
kesulitan seperti yang diperlukan tadi. (Ansel,1989:357)
35
2. Evaluasi Bobot Jenis.
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25º C terhadap
bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis suatu zat adalah hasil
yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air dalam piknometer,
kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25º C [FI
IV hal 1030].
Alat yang digunakan untuk mengukur bobot jenis suatu antara lain :
piknometer (untuk zat padat & zat cair), aerometer (untuk zat cair), densimeter
(untuk menentukan bobot jenis zat cair secara langsung). Piknometer digunakan
untuk mengukur bobot jenis suatu zat cair dan zat padat. Kapasitas volumenya antara
10 ml-25 ml. Bagian tutup mempunyai lubang berbentuk saluran kecil.
Bobot jenis dapat digunakan untuk : mengetahui kepekaan suatu zat,
mengetahui kemurnian suatu zat, mengetahui jenis zat. bobot jenis = 1→ air, bobot
jenis < 1→ zat yang mudah menguap, bobot jenis > 1→ sirup – pulvis. Neraca Mohr
Westphal : untuk mengukur bobot jenis zat cair.
2.4.3 EVALUASI SEDIAAN
1. Metode reologi
Berhubungan dengan factor sedimentasi dan redispersibilitas membantu menentukan
prilaku pengendapan mengatur pembawa dan susunan partikel untuk perbandingan.
2. Perubahan ukuran partikel
Digunakan cara freeze-thow yaitu temperature diturunkan sampai titik beku, lalu
dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihat pertumbuhan
Kristal yang intinya menjaga agar tidak terjadi perubahan ukuran partikel dan sifat
Kristal. (lachman edisi 2 hal 10)
36
BAB III
PRINSIP PEMBUATAN DAN CONTOH FORMULA
1.1. PRINSIP PEMBUATAN
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair. (Farmakope Indonesia IV). Suspensi
oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditunjukkan
untuk penggunaan oral.
Komponen pembentuk suspensi terdiri dari zat aktif, basis dan
komponen tambahan seperti pengawet, pewangi, pembasah, pemanis dan
lain-lain. Basis terdiri basis air.
Pada formula suspensi analgesik ini dibuat dengan basis air.
Metode pembuatan suspensi analgesik dilakukan dengan metode
penggabungan cocok dengan pembawa liquid.
Prosedur :
1. Timbang sejumlah zat aktif dan eksipien bsesuai dengan yang
dibutuhkan.
2. Campuran I, masukkan Purified Water (Basis Zat) dicampur dengan
salah satu zat pembantu berupa pengawet dan pemanis dimixer,
kemudian dilanjutkan dengan pembahan sisa basis. Jika sudah homogeny
di mixer.
3. Campuran II, buat suatu larutan yang mengandung zat aktif (zat utama),
zat pemanis, zat pembasah dan pengikat (zat tambahan) dalam Purifie
Water, aduk hingga homogeny pada mixer.
4. Campurkan campuran ke-1 dan ke-2 bahan tersebut bersama-sama dalam
mixer.
5. Selanjutnya tambahkan larutan flavoring agent,pewangi dan pewarnaan,
aduk sampai homogen.
37
6. Suspensi yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi suspensi dan
diisikan ke dalam botol sebanyak yang dibutuhkan.
7. Ujung botol ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang
dilengkapi brosur dan etiket.
1.1. CONTOH FORMULA
Formula
Bentuk Fungsi KarakteristikKomponen
Nama
Bahan
Jumlah
(%)
Zat aktif
Ibuprofen 0.60 Padat pharmaceutical agent,
analgesik
serbuk putih
Larut dalam
air,
Zat
Tambahan
Gula 0.68 Padat Pemanis Kristal putih
dan dipakai
sebagai
pemanis.
Sangat larut
dalam air
Aspartam 34.08 Padat Pemanis serbuk putih
dan dipakai
sebagai
pemanis.
Sangat larut
dalam air
Nipagin 1.136 Padat Pengawet Serbuk putih,
dan non toxic
Nipasol 0.681 Padat Pengawet Serbuk putih,
dan non toxic
38
Asam
Sitrat
0.681 Padat Acidifer Acid
Tween 80 1.136 Cair Surfaktan Cairan
berwarna
kuning.
PEG 34.00 Padat Pembasah Serbuk padat
dan berwarna
putih
Orange
essencl
27.269 Padat Pewangi Serbuk warna
orange dan
memiliki rasa
larut dalam
pure water.
Eurocert
orange
0.17 Padat Pewarna serbuk orange
dan dipakai
sebagai
pewarna.
Larut dalam
air
BasisWater /
Aqua
ad 100.00 Cair pelarut Purified water
39
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada formula eurocert orange dan orange esssencl berfungsi sebagai humektan
yang mampu membentuk suspensi rasa jeruk. Tween dan PEG dipakai sebagai
pembentuk tekstur suspensi, Nipagin dan Nipasol dipakai sebagai antibakteri.
Ibuprofen berfungsi sebagai analgesik untuk menghilangkan rasa nyeri maupun sakit.
Untuk mencegah kerusakan karena bakteri dan jamur ditambahkan pengawet
Nipagin dan Nipasol. Aspartam dan gula memberikan rasa manis pada suspensi
analgesik. Sebagai penambah busa ditambahkan surfaktan Tween. Sebagai
Pengencer (Basis) ditambahkan Purified Water. Pada formula ini dibagi menjadi 2
proses. Pada campuran pertama masukkan Purified Water dan humektan (Nipagin
dan Nipasol) serta bahan-bahan yang larut dalam air ( Aspartam ) diaduk dalam
mixer homogenizer sampai homogeny. Selanjutnya pada campuran kedua, masukkan
Tween tambahkan ibuprofen, pengawet dan pembasah, aduk sampai homogen. Pada
formula ini akan menghasilkan spesifikasi suspense analgesik dengan warna orange
(karena ada penambahan Eurocert Orange), texture suspensi lembut, Viskositas yang
kental dan pH suspense anlgesik tersebut.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Karakteristik Sediaan suspensi yang baik secara umum yaitu mudah
dikeluarkan dari botol, cukup keras sehingga dapat mempertahankan bentuk
suspensi, kemampuan mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri, penampilan
dan rasa suspensi yang menarik, stabilitas dan keamanan yang memadai untuk
jangka waktu tertentu.
2. Komponen umum pembentuk sediaan suspense terdiri dari zat aktif, basis dan
komponen tambahan. Bahan yang biasa dipakai adalah bahan utama (zat aktif),
Air, humektan, pewarna, perasa, pengawet dan pharmaceutical agent
(analgesik). Metode pembuatan pasta gigi dilakukan dengan metode
penggabungan karena cocok dengan pembawa liquid (Basis air) dimana zat
yang tidak larut dicampur dengan basis yang akan dipakai atau dengan salah
satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis.
3. Karakteristik suapensi analgesic dalam paper ini akan menghasilkan spesifikasi
suspense analgesik dengan warna orange dengan rasa manis berbau rasa jeruk,
texture suspensi lembut, Viskositas yang kental.
B. SARAN
Perlu adanya pengembangan formula dan uji stabilitas terhadap formula
suspense analgesic ini untuk mendapat formula suspensi yang mampu dijual di
pasaran.
41
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. (1995) Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. Hal 18
Ansel,C H. ( 1989 ) Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah : Farida Ibrahim. Cetakan
I. Edisi IV. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hal 358
www.news-medical.net
www.jendelafarmasi.blogspot.com
( Diakses 1 Juni 2013 pukul 21.30 WIB )
42
BAB VII
KEMASAN DAN GAMBAR
Gambar . Kemasan Suspensi Analgesik
Merk “APROFEN”
Spesifikasi kemasan
Panjang Botol : 15 cm
Diameter lingkar : 6 cm
Diameter lingkar tutup Botol : 3 cm
Bahan : Plastik
43