tugas dr bima_2
Post on 11-Nov-2015
100 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
I. Etika kedokteran dalam anestesia dan terapi intensif
1. Etika kedokteran dalam anestesia dan terapi intensif
A. Informed consent
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di
Rumah Sakit, penyuluhan dan upaya mendapatkan persetujuan pasien atas tindakan
medik dilakukan pada waktu kunjungan pra-bedah. Syarat-syarat hukum dan
administratif harus dipenuhi dan dicatat dalam lembar catatan medik. Formulir
persetujuan tindakan medik (informed consent) ditandatangani oleh :
1) Pasien dan atau keluarga sesuai persyaratan hukum dan administrasi yang berlaku
2) Dokter atau perawat yang diberi pelimpahan wewenang untuk itu
3) Seorang saksi, sebaiknya petugas rumah sakit
B. Proses kematian dan mati batang otak
a) Penentuan mati
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2014 Tentang Penentuan Kematian Dan Pemanfaatan Organ Donor, Penentuan Mati
Batang Otak :
Pasal 9
(1) Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter yang
terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten.
(2) Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melibatkan dokter
spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf.
(3) Dalam hal penentuan mati batang otak dilakukan pada calon donor organ, maka
tim dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan dokter yang
terlibat dalam tindakan transplantasi.
(4) Masing-masing anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan
pemeriksaan secara mandiri dan terpisah.
(5) Diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif (Intensive Care
Unit).
Pasal 10
-
(1) Pemeriksaan seseorang mati batang otak dilakukan pada pasien dengan keadaan
sebagai berikut:
a) koma unresponsive/GCS 3 atau Four Score 0;
b) tidak adanya sikap tubuh yang abnormal (seperti dekortikasi, atau
deserebrasi); dan
c) tidak adanya gerakan yang tidak terkoordinasi atau sentakan epileptik.
(2) Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan pemeriksaan mati batang otak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a) terdapat prakondisi berupa koma dan apnea yang disebabkan oleh kerusakan
otak struktural ireversibel akibat gangguan yang berpotensi menyebabkan mati
batang otak; dan
b) tidak ada penyebab koma dan henti nafas yang reversibel antara lain karena
obat-obatan, intoksikasi, gangguan metabolik dan hipotermia.
Pasal 11
Prosedur pemeriksaan mati batang otak dilakukan sebagai berikut:
a. memastikan arefleksia batang otak yang meliputi:
1. tidak adanya respons terhadap cahaya;
2. tidak adanya refleks kornea;
3. tidak adanya refleks vestibulo-okular;
4. tidak adanya respons motorik dalam distribusi saraf kranial terhadap rangsang
adekuat pada area somatik; dan
5. tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk terhadap rangsang
oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakea.
b. memastikan keadaan henti nafas yang menetap dengan cara:
1. pre oksigenisasi dengan O2 100% selama 10 menit;
2. memastikan pCO2 awal testing dalam batas 40-60 mmHg dengan memakai
kapnograf dan atau analisis gas darah (AGD);
3. melepaskan pasien dari ventilator, insuflasi trakea dengan O2 100%, 6
L/menit melalui kateter intra trakeal melewati karina;
4. observasi selama 10 menit, bila pasien tetap tidak bernapas, tes dinyatakan
positif atau berarti henti napas telah menetap.
-
c. bila tes arefleksia batang otak dan tes henti napas sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b dinyatakan positif, tes harus diulang sekali lagi dengan interval
waktu 25 menit sampai 24 jam.
d. bila tes ulangan sebagaimana dimaksud pada huruf c tetap positif, pasien
dinyatakan mati batang otak, walaupun jantung masih berdenyut.
e. bila pada tes henti napas timbul aritmia jantung yang mengancam nyawa maka
ventilator harus dipasang kembali sehingga tidak dapat dibuat diagnosis mati batang
otak.
Pasal 12
Penetapan waktu kematian pasien adalah pada saat dinyatakan mati batang
otak, bukan saat ventilator dilepas dari mayat atau jantung berhenti berdenyut.
Pasal 13
(1) Setelah seseorang ditetapkan mati batang otak, maka semua terapi bantuan hidup
harus segera dihentikan.
(2) Dalam hal pasien merupakan donor organ, terapi bantuan hidup diteruskan sampai
organ yang dibutuhkan diambil.
(3) Pembiayaan tindakan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan
kepada penerima donor organ.
b) Withdrawal dan witholding terapi di ICU
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
519/Menkes/Per/Iii/2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Anestesiologi Dan Terapi Intensif Di Rumah Sakit,
Penghentian terapi bantuan hidup (with-drawing life supports) adalah
menghentikan sebagian atau semua terapi bantuan hidup yang sudah diberikan pada
pasien. Penundaan terapi bantuan hidup (with-holding life supports) adalah menunda
pemberian terapi bantuan hidup baru atau lanjutan tanpa menghentikan terapi bantuan
hidup yang sedang berjalan.
Pengelolaan Akhir Kehidupan
1. Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing
life support) dan penundaan bantuan hidup (withholding life support).
-
2. Keputusan withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang
rawat intensif (ICU dan HCU). Keputusan penghentian atau penundaan bantuan
hidup adalah keputusan medis dan etis.
3. Keputusan untuk penghentian atau penundaan bantuan hidup dilakukan oleh 3
(tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi dan 2 (dua) orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah
sakit.
4. Prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan
klasifikasi setiap pasien di ICU atau HCU, yaitu:
a. Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan
tetap dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap. Walaupun sistem
organ vital juga terpengaruh, tetapi kerusakannya masih reversibel. Semua
usaha yang memungkinkan harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas.
b. Semua bantuan kecuali RJP (DNAR = Do Not Attempt Resuscitation),
dilakukan pada pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau dengan
harapan pemulihan otak, tetapi mengalami kegagalan jantung, paru atau organ
yang lain, atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika
diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang
kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan
bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan
tindakan terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
d. Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi batang
otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang ada
terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua
terapi dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru
pasien diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil. Keputusan
penentuan MBO dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis
anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf
dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.
-
II. Bantuan hidup dasar dan lanjut
(1)
(2) Obat-obatan yang digunakan untuk resusitasi :
Obat-obatan penyelamat hidup
1. Adrenalin/ Epinefrin
Epinefrin ini merupakan hormon yang sebenarnya uda disintesis sendiri oleh tubuh
yaitu oleh kelenjar suprarenalis bagian medula, akan tetapi pada keadaan2 tertentu
membutuhkan epinefrin sintesis.
Kemasannya adalah ampul 1mg/cc. Adrenalin sangat berguna pada pasien dengan
syok anafilaktik yang ditandai bronkospasme atau eksaserbasi asma yang hebat;
-
dengan dosis 0,3-0,5mg = 0,3-0,5 ml adrenalin 1:1000; pada anak-anak dosisnya
0,01mg/kgBB. Di evaluasi tiap 5 menit, pemberian epinefrin dapat diulangi 3 kali.
Kemudian jika sudah diulang 3 kali tapi tidak ada respon/ asistole maka lihat pupil,
jika sudah dilatasi maksimal maka usaha dihentikan. Tapi jika miosis maka lanjutkan
dengan VTP dan RJP, jika sudah muncul tensi tapi masih rendah maka dapat
dilanjutkan dengan obat-obatan inotropik lain.
Pada RJP diharapkan merangsang reseptor alfa agar terjadi vasokonstriksi perifer dan
merangsang reseptor beta di jantung agar pembuluh darah koroner dilatasi hingga
aliran darah ke myokard jadi lebih baik.
Adrenalin mengubah Fine Ventricular Fibrillationmenjadi Coarse Ventricular
Fibrillation yang lebih mudah disembuhkan dengan DC Shock (defibrilasi) dosis
anjuran 0,5 - 1 mg dalam larutan 1 : 10.000 (1mg dilarutkan menjadi 10 cc) kalau
perlu diulang tiap 5 menit karena masa kerjanya pendek.
Suntikan intra kardial tidak dianjurkan karena menyebabkan pneumothorak,
kerusakan koronaria atau nekrosis miocard.
2. Efedrin
Kemasannya adalah ampul 50mg/cc, digunakan dalam bentuk larutan 1%. Fungsinya
adalah untuk meningkatkan tensi pada hipotensi yang tidak disebabkan oleh karena
kekurangan volume intravaskuler.
Obat simpatomimetik .
Kerja ganda : secara langsung pada reseptor adrenergik dan secara tidak langsung
dengan merangsang pengeluaran katekolamin.
Efeknya sama dengan adrenalin potensinya lebih lemah tapi masa kerjanya 7 - 10 kali
lebih panjang. Selama anestesi untuk mengatasi hipotensi akibat blok spinal atau
depresi Halothan. Dosis 10 - 50 mg IM atau 10 - 20 mg IV.
3. Sulfas Atropin.
Kemasannya adalah 0,25 mg/cc. Digunakan untuk bradikardi yanv disebabkan oleh
karena stimulas vagal, misalnya pada rangsang omentum, operasi urogenital.
Obat parasimpatolitik.Bekerja menghambat pengaruh Nervus Vagus pada SA Node
(Vagolytic). Dapat meningkatkan denyut nadi pada pasien sinus bradicardi atau blok
AV derajat 1 atau derajat 2. Dosis dewasa 0,5 mg IV dapat diulang sampai 2 mg.
Dosis bayi 0,01 mg/kg BB tanda overdosis atropin pada bayi kenaikan suhu tubuh
(hipertermia).
4. Aminofilin
Obat-obatan anastesi seperti Pentotal, pRopofol, muscle relaksan, dapat menginduksi
asma attack. Hal ini yang paling ditakutkan pada tindakan anastesi, karena pada asma
-
attack yang terganggu adalah fase ekspirasinya, sedangkan pada intubasi yang dibantu
adalah inspirasinya sedangkan untuk ekspirasi menggunakan spontanitas dari pasien.
Sehingga aminofilin sangat dibutuhkan pada keadaan ini.
5. Antihistamin
6. Steroid
Dexamethasone : Obat golongan glukokortikoid yang memiliki efek anti inflamasi
dan anti edema yang sangat kuat .Digunakan untuk mengurangi edema otak pasca
trauma dan pasca RJP (pada fase dini) dan untuk mengatasi edema laring pasca
intubasi. Dosis 0,2 mg / kg BB IV dapat diulangi tiap 6 jam.
7. Furosemid
Pada tindakan anastesi furosemid sangat dibutuhkan pada keadaan dimana pasien
banyak sekali kehilangan darah dan darah belum tersedia, sehingga kita menggantinya
dengan menggunakan cairan dahulu, kemudian pada saat darah sudah tersedia maka
kita mencegah terjadinya overload cairan yang sudah masuk.
Diuretik yang bekerja cepat dalam waktu 2 - 10 menit setelah pemberian IV. Dosis IV
0,5 - 2 mg / kg BB.Untuk payah jantung kongestif dan edema paru akut. Pada edema
serebri pasca trauma untuk menurunkan tekanan intrakranial dan menyebabkan
berkurangnya prooduksi CSF.
8. Diazepam/ Midazolam
9. Natrium Bicarbonat, digunakan pada saat pasien dengan asidosis metabolik' yang
harus diperhatikan pada injeksi natrium bicarbonat adalah aliran darahnya lancar,
karena jika terjadi ekstravasasi maka akan menyebabkan nekrosis jaringan. Hati-hati
juga pemberian natrium bicarbonat karena akan menarik kalium dari dalam vaskuler
yang akan menyebabkan hipokalemia.
10. Antispasmodic
Sangat berguna pasien dengan kolik, baik kolik karena urolitiasis, kolelitiasis
11. Dopamine
Obat precursor katekolamin.Dosis 2 - 5 mikrogram / kg BB / menit.
Khasiat inotropik menaikkan curah jantung disertai sedikit kenaikan tekanan darah
dan deenyut nadi.Dosis lebih tinggi 5 - 10 mikrogram/kg BB menyebabkan takhicardi
dan mungkin aritmia. Jika lebih dari 10 mikrogram / kg BB / menit efek yang
menonjol adalah vasokonstriksi perifer.
Dipakai untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi pada syok septik, syok
kardiogenik dan pasca resusitasi jantung.
12. Lidokain
Obat pilihan untuk aritmia ventrikuler .Efek segera dan masa kerjanya pendek. IV
bolus memberi kadar puncak dalam 10 detik dan berlangsung sampai 30 menit.
-
Dosis IV 1 - 1,5 mg / kgbb. Dosis pemeliharaan dalam tetesan infus 15 - 50
mikrogram / kg BB.
Gejala intoksikasi pada SSP berupa penurunan kesadaran (somnolen), gangguan
bicara sampai konvulsi.
Gejala intoksikasi pada sirkulasi berupa depresi myokard, penurunan curah jantung
tan tekanan darah.
13. NATRIUM BICARBONAT (Na. Bic).
Untuk koreksi asidosis metabolik, potensi anestetik lokal, terapi tambahan
hiponatremia simptomatik akutdan alkalinisasi urine. Dosis pada henti jantung 1 mEq
/ kg BB IV, maintenance 0,5 mEq / kg BB tiap 10 menit setelah henti jantung.Dosis
pada asidosis: BB(kg) x Defisit basa (mEq/l) x 0,3 (pd bayi 0,4) pemberian Bic
separuhnya. Dosis maksimum 8 mEq / kg / hari.Dosis hiponatremia simptomatik akut
1 mEq / kg BB IV lamban.
Obat kardiovaskuler, 9 sub kelas :
1. Obat inotropik positif 2. Obat anti-aritmia 3. Obat antihipertensi 4. Obat anti-angina 5. Diuretik 6. Obat sistem koagulasi darah 7. Obat hipolipidemik 8. Obat untuk syok dan hipotensi 9. Obat untuk gangguan sirkulasi darah.
1.Obat inotropik positif (anti gagal jantung )
Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot
jantung(miokardium).
Indikasi : gagal jantung, keadaan jantung gagal untuk memompa darah dalam volume
yang dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut terjadi karena jantung bekerja terlalu berat
(kebocoran katup jantung, kekakuan katub, atau kelainan sejak lahir di mana sekat
jantung tidak terbentuk dengan sempurna ) atau karena suatu hal otot jantung menjadi
lemah.
Ada 2 jenis obat inotropik positif, yaitu :
Glikosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis purpureayang
kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin.
Penghambat fosfodiesterase merupakan penghambat enzim fosfodiesterase
yang selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan
kadar siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium
intrasel.
-
Contoh : Milrinon , Aminiron
2. Obat-obat antiaritmia
Obat-obat antiaritmia dapat dibagi berdasar penggunaan kliniknya untuk :
aritmia supraventrikel misal : adenosin, verapamil, digoxin
aritmia supraventrikel dan aritmia ventrikel misal : disopiramid, beta bloker
aritmia ventrikel misal : lidokain, meksiletin
3. Obat antihipertensi
Sering digunakan obat yang melebarkan pembuluh darah (vasodilator), yang bisa
melebarkan arteri, vena atau keduanya.
Pelebar arteri akan melebarkan arteri dan menurunkan tekanan
darahsehingga mengurangi beban kerja jantung.
Pelebar vena akan melebarkan vena dan menyediakan ruang yang lebih untuk darah
yang telah terkumpul dan tidak mampu memasuki bagian kanan jantung sehingga
mengurangi penyumbatan dan mengurangi beban jantung
Contoh vasodilator :
Paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme
inhibitor). Efek pada pembuluh darah :
ACE-inhibitor : melebarkan arteri & vena
Nitroglycerin : hanya melebarkan vena
Hydralazine : hanya melebarkan arteri
4. Obat-obat antiangina
Sebagian besar pasien angina pektoris ( nyeri dada ) diobati dengan beta-bloker atau
antagonis kalsium.
Meskipun demikian, senyawa nitrat kerja singkat, masih berperan penting untuk
tindakan profilaksis sebelum kerja fisik dan untuk nyeri dada yang terjadi sewaktu
istirahat.
a. Golongan nitrat
merelaksasi otot polos pembuluh vena, menyebabkan alir balik vena berkurang
sehingga mengurangi beban hulu jantung.
merupakan vasodilator koroner yang poten
contoh : ISDN ( Isosorbid dinitrat )
b. Golongan antagonis kalsium
Antagonis kalsium bekerja dengan cara menghambat influks ion kalsium
transmembran, yaitu mengurangi masuknya ion kalsium melalui kanal kalsium lambat
ke dalam sel otot polos, otot jantung dan saraf.
-
Berkurangnya kadar kalsium bebas di dalam sel-sel tersebut menyebabkan
berkurangnya kontraksi otot polos pembuluh darah (vasodilatasi), kontraksi otot
jantung (inotropik negatif), serta pembentukan dan konduksi impuls dalam jantung
(kronotropik dan dromotropik negatif).
Contoh : Diltiazem , Nifedipin
c. Golongan beta-bloker
Menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung, pembuluh darah perifer,
bronkus, pankreas & hati.
Beta-bloker dapat mencetuskan asma dan efek ini berbahaya. Karena itu, harus
dihindarkan pada pasien dengan riwayat asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
Contoh : Propranolol
5. Diuretik
Sering sebagai kombinasi obat jantung
Fungsi : mengurangi penimbunan cairan, menambah pembentukan air kemih,
membuang natrium dan air dari tubuh melalui ginjal.
Contoh : Hidroclortiazide (HCT) & Furosemide
Mengurangi cairan akan menurunkan jumlah darah yang masuk ke jantung
sehingga mengurangi beban kerja jantung.
Pemberian diuretik sering disertai dengan pemberian tambahan Kalium, karena
diuretik tertentu menyebabkan hilangnya Kalium
6. Obat yang mempengaruhi sistem koagulasi darah
Pembentukan trombus berlangsung melalui 3 tahap, yaitu :
1. pemaparan darah pada suatu permukaan trombogenik vaskuler yang rusak. 2. suatu rangkaian peristiwa terkait dengan trombosit. 3. pengaktifan mekanisme pembekuan melalui peran penting trombin dalam
pembentukan fibrin. Trombin sendiri merupakan suatu perangsang agregasi dan
adhesi platelet yang sangat kuat.
Macam obat sistem koagulasi darah
a. Antikoagulan,
dibagi menjadi 2 yaitu : antikoagulan parenteral, contoh : Heparin dan antikoagulan
oral, contoh : Warfarin
Antikoagulan oral mengantagonisasi efek vitamin K
Efek samping utama semua antikoagulan oral adalah pendarahan
b. Antiplatelet (antitrombosit)
bekerja dengan cara mengurangi agregasi (perlekatan ) platelet, sehingga dapat
menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, di mana trombi terbentuk
melalui agregasi platelet dan antikoagulan menunjukkan efek yang kecil.
Contoh : Asetosal, Dipiridamol
-
c. Fibrinolitik
bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan plasminogen untuk membentuk
plasmin, yang lebih lanjut mendegradasi fibrin dan dengan demikian memecah
trombus.
Contoh : streptokinase, urokinase, alteplase.
Anti agregasi platelet
d. Hemostatik dan antifibrinolitik
Defisiensi faktor pembekuan darah dapat menyebabkan pendarahan.
Pendarahan spontan timbul apabila aktivitas faktor pembekuan kurang dari 5%
normal. Contoh obat : Asam traneksamat
Obat vasoaktif dan inotropik
Pemilihan obat-obat vasoaktif tergantung pada pengertian mengenai mekanisme kerja
dan keterbatasan penggunaannya. Sebagian besar obat vasoaktif adalah katekolamin yang
pengaruhnya tergantung pada interaksinya dengan reseptor a dan b adrenergik.
Efek stimulasi reseptor :
- a1 dan a2 : peningkatan resistensi sistemik (SVR) dan pulmonal.
Reseptor a1 jantung : meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan HR
- b1 : meningkatkan kontraktilitas (inotropik), HR (kronotropik), dan konduksi
(dromotropik)
- b2 : menyebabkan vasodilatasi perifer dan bronkodilatasi
Dopamin
Indikasi :
- terapi syok kardiogenik
- terapi syok anafilaktik yang disertai hipotensi berat
- pasca operasi
Efeknya tergantung dosis yang digunakan.
Dosis : 2-3 mg/kg/menit, mempunyai efek stimulasi b2.
Dosis : >3-8 mg/kg/menit, mempunyai efek inotropik b1 yang kuat.
Dosis : >8 mg/kg/menit, mempunyai efek :
- Meningkatkan efek inotropik b1
- Juga efek stimulasi reseptor a yang dapat meningkatkan systemic vascular
resistance, meningkatkan tekanan darah, meningkatkan filling pressure,
meningkatkan konsumsi oksigen miokard, dan memperburuk fungsi ventrikel
kiri; hal ini dapat dicegah dengan pemberian vasodilator seperti nitroprusid,
sehingga cardiac output dapat meningkat.
Kontra indikasi : - Feokromositoma
-
- Takikardi
- Fibrilasi ventrikel
- Tirotoksikosis
- Adenoma prostat
- Penderita dengan hipoksemia dan hipovolemi
- Glaukoma sudut sempit
Efek samping : - Denyut jantung ektopik
- Takikardi
- Angina
- Palpitasi
- Vasokonstriksi
- Hipotensi
- Dispneu
- Gangguan gastrointestinal
- Sakit kepala
Dobutamin
Indikasi :
Terapi decompensatio cordis ataupun operasi jantung (terapi inotropik penunjang untuk
jangka pendek)
Dosis : 2-20 mg/kg/menit per infus
Mempunyai efek inotropik melalui stimulasi b1 yang kuat, efek b2 ringan, dan a1 sangat
minimal.
Seperti dopamine, dobutamin juga meningkatkan konsumsi oksigen miokard, namun
dobutamin mampu menyeimbangkan dengan cara meningkatkan aliran darah miokard. Dari
beberapa penelitian, dobutamin terbukti lebih baik daripada dopamine.
Dobutamin juga mengurangi left ventricle wall stress melalui penurunan preload dan
afterload. Perubahan ini dapat memperbaiki keseimbangan oksigen miokard, sehingga
selanjutnya akan memperbaiki fungsi miokard.
Kontraindikasi dobutamin : - stenosis subaorta
- hipertrofi idiopatik
- Hipoksemia yang disertai hipovolemia
Norepinefrin
Dosis : 4 mg/4cc dalam 1000 cc dextrose 5% (per infus)
Indikasi :
- Hipotensi akut seperti pada : feokromositomektomi, simpatektomi, poliomyelitis,
anestesi spinal, infark miokard, septikemi, transfusi darah, reaksi antigen-antibodi
- Terapi tambahan pada cardiac arrest.
Kontra indikasi:
- Hipotensi akibat defisit volume darah, kecuali keadaan emergensi untuk menjaga
perfusi arteri serebral dan koroner sampai cairan terganti
- Trombosis pembuluh darah perifer/mesenterik
- Anestesi halotan dan siklopropan
-
Perbandingan efek obat-obat vasoaktif
HR SVR PCWP CI MAP Mv O2
Dopamin
Dobutamin
Norepinefrin
Catatan :
HR = heart rate
SVR = systemic vascular resistance
PCWP = pulmonary capillary wedge pressure
CI = cardiac index
MAP = mean arterial pressure
= meningkatkan
= menurunkan
= tidak berubah
Inotropik adalah agen obat yang berperan dalam kontraksi otot jantung (miokardium).
Inotropik dibagi dalam dua agen yaitu :
1. Agen inotropik positif : agen yang meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
digunakan untuk mendukung fungsi jantung dalam kondisi seperti gagal jantung, syok
kardiogenik, syok septic, kardiomiopati.
Contoh agen inotropik positif meliputi : Berberine, Omecamtiv, Dopamin,
Epinefrin (adrenalin), isoprenalin (isoproterenol), Digoxin, Digitalis, Amrinon,
Teofilin
2. Agen inotropik negative : agen menurunkan kontraktilitas miokard, dan
digunakan untuk mengurangi beban kerja jantung.
Contoh agen inotropik negative meliputi : Carvedilol, Bisoprolol, metoprolol,
Diltiazem, Verapamil, Clevidipine, Quinidin.
Kronotropik adalah agen obat yang berperan dalam denyut jantung. Kronotropik dibagi
dalam dua agen yaitu :
1. Agen kronotropik positif : agen yang meningkatkan denyut jantung dengan
mempengaruhi saraf mengendalikan hati, atau dengan mengubah irama yang
dihasilakan oleh node sinoatrial
Contoh agen kronotropik positif meliputi : sebagian Adrenergic agonic, Antropin,
Dopamin, Epinefrin, Isoproterenol.
2. Agen kronotropik negative : agen yang menurunkan denyut jantung dengan
cara mempengaruhi saraf mengendalikan hati, atau dengan carah mengubah irama
yang dihasilakn oleh node sinoatrial.
Contoh agen kronotropik negative meliputi : Metoprolol. Asetilkolin, Digoxin,
Diltiazem dan Verapamil.
-
1. Obat inotropik positif
Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot jantung
(miokardium) dan digunakan untuk gagal jantung, yakni keadaan dimana jantung
gagal untuk memompa darah dalam volume yang dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut
terjadi karena jantung bekerja terlalu berat atau karena suatu hal otot jantung menjadi
lemah. Beban yang berat dapat disebabkan oleh kebocoran katup jantung, kekakuan
katub, atau kelainan sejak lahir dimana sekat jantung tidak terbentuk dengan
sempurna.
Ada 2 jenis obat inotropik positif, yaitu
a. Glikosida jantung
Glkosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis purpurea yang
kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai
inotropik positif pada gagal jantung.
Digoksin,
Digitoksin,
b. Penghambat fosfodiesterase
Obat-obat dalam golongan ini merupakan penghambat enzim fosfodiesterase yang
selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan kadar
siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium
intrasel.
Milrinon
Aminiron
Obat antiaritmia
-
Klasifikasi Obat Antiaritmia
Obat yang memiliki aktivitas antiaritmia
dengan cara merubah konduksi secara
langsung melalui beberapa jalan. Obat
tersebut dapat menekan impuls otomatis
dari sel pacu jantung abnormal dengan
menurunkan kemiringan fase 4 depolarisasi
dan/atau meningkatkan potensi aksi. Obat
ini dapat merubah karakteristik konduksi
dari jalur masuk reentrant.
Sitem klasifikasi yang sering digunakan
adalah yang diusulkan oleh Vaughan
Williams. obat tipe Ia menurunkan
kecepatan konduksi, memperlambat
refraktori dan menurunkan impuls otomatis
dari jaringan konduksi yang tergantung
natrium (normal atau sakit). Tipe Ia ini
merupakan antiaritmia dengan spektrum
yang luas. Efektif untuk supraventrikular
dan aritmia ventrikular.
Walaupun dikategorikan terpisah obat tipe
Ib ini kemungkinan berlaku seperti tipe Ia,
kecuali pada tipe Ib lebih efektif pada
aritmia ventrikular dari pada
supraventrikular.
Tipe Ic dapat memperlambat kecepatan
konduksi tapi tidak berpengaruh pada sifat
refraktorinya. Walaupun tipe ini efektif
untuk aritmia ventrikular dan
supraventrikular. Penggunanan untuk
artimia ventrikular diibatasi karena dapat
mengakibatkan proaritmia.
Pada umumnya obat tipe I dapat dakatakan
sebagai blocker saluran natrium. Prinsip
reseptor antiaritmia saluran natrium
merupakan kombinasi obat aditif (contoh :
quinidin dan mexiletin) dan antagonis
(contoh : flekainidin dan lidokain), sama
potensialnya dengan antidot untuk blokade
-
saluran natrium (contoh natrium bikarbonst,
propanolol).
Obat yang termasuk tipe II adalah
antagonis b-adrenergik; mekanisme yang
relefan secara klinis berasal dari kerja
antiadrenerjiknya. B-blocker sangat berguna
untuk takikardia yang jaringan nodusnya
otomatis abnormal atau merupakan bagian
dari suatu loop reentrant. Obat ini dapat
membantu memperlambat respon
ventrikular pada takikardia atrium (contoh,
fibrilasi atrium) melalui efek di nodus AV.
Obat tipe III secara spesifik memperlambat
refraktori pada serabut atrium dan
ventrikular, ke dalam golongan ini termasuk
obat ini sangat berbeda yang juga memiliki
effek umum yaitu menunda repolarisasi
dengan memblok saluran kalium.
Bretylium memperlambat repolarisasi
melalui penghambatan konduktasi kalium
yang tidak bergantung pada sistem syaraf
simpatetik, meningkatkan ambang VF dan
tampaknya memiliki efek antifibrilasi selektif
tapi tidak takikardi. Bretylium efektif pada
VF tetapi umumnya menjadi tidak efektif
pada VT.
Sebaiknya, amiodaron dan sotalol efektif
pada kebanyakan takikardia. Amiodaron
menunjukan karakteristik elektrofisiologi
yang konsisten dengan masing-masing tipe
obat antiaritmia. Tipe obat tersebut adalah
penghambatan saluran natrium yang
memiliki kinetik on-off kinetics relatif cepat,
memiliki kerja pemblokan-b non selektif,
blokade saluran kalium dan mempunyai
aktivitas antagonis kalsium rendah. Efek
yang mengesankan dan redahnya potensial
proaritmia dari amiodaron telah menantang
anggapan bahwa blokade saluran ion
selektif lebih disukao. Sotalol merupakan
inhibitor yang potensi pergerakan keluarnya
kalium selama repolarisasi dan juga
-
memiliki kerja pemblokan-b ibutilid dan
dofetilid memblok komponen cepat dari
delayed potassium rectifier current.
Obat tipe IV menginhibisi masuknya kalsium
ke dalam sel yang dapat memperlambat
konduksi, memperlambat refaktori dan
menurunkan otomatisitas nodus SA dan AV.
Antagonis saluran kalsium efektif untuk
takikardia otomatis atau reetrant yang
berasal dari atau menggunakan nodus SA
atau AV.
Dosis umum antiaritmia intravena (iv)
dan efek samping umum ditampilkan
pada tabel 7.2
Tabel 3.1 klasifikasi obat antiaritmia
Tipe Obat Kemampuan
konduksi
Periode
refraktori
Otomatisasi Blokade ion
Ia Quiidine
prokainamid
Disopiramid
Natrium
(pertengahan
kalium)
Ib Lidokain
Mexiletine
Tokainid 0/
Natrium (on/off
cepat)
Ic Flekain
Propafenon
Moricizine
Natrium (on/off
lambat) kalium
Iib Beta Blockers Kalsium (tidak
langsung)
III Aminodaron
Bretylium
Dofetilide
0 0 Klasium
-
Sotalol
Ibutilide
IV Vetapamil
Diltiazem
Kalsium
Tabel 3. 2 Efek Samping Obat Antiaritmia
Amiodaron Ssp, mata kabur, neuropati/neurotis optik, GI, ventrikular aritmia,
torsade de pointes, bradikardia atau AV blok, trombositopenia,
fibriosis pulmonar, hepatitis, hipotiroid, fotosensitivitas, warna kulit
biru abu-abu, miopati, hipotensi, flebitis(IV)
Bretylium Hipotensi, GI
Disopiramid Gejala antikoligenik, GI, torsade de pointers, gagal jantung,
ventrikular aitmia, hipoglikemia, kolestatis hepatik
Flecainid
Propafenon
Mata kabur, pusing, sakit kepala, GI, bronkospasmus, gagal jantung
bertambah parah, gangguan konduksi atau aritmia ventrikular
Ibutilid torsade de pointers, hipotensi
Lidokain SSP, seizures, psikosis, sinus arrest
Mexilietine SSP, psikosis, GI aritmia ventrikular
Morocizine Pusing, sakit kepala, GI, ventrikular aritmia
prokainamid Lupus Erithematosus sistemik, GI, torsade de pointers, gagal
jantung, artimia ventrikular, agranulositosis
-
Quinidine Chinchonism, diare, GI, hipotensi, torsade de pointers, gagal jantung,
ventrikular aritmia, hepatitis, trombositoponia, anemia hemopolitik
Sotalol Lelah, GI, depresi, torsade de pointers, bronkospasmus, gagal
jantung, aritmia ventrikular
Tokainamid SSP, psikosis, Gi, aritmia ventrikular, ruam/nyeri sendi, infiltrasi
pulmonar, agranulositosis, trombosistipenia
Dofetilid torsade de pointers
GI : muntah, anoreksia; SSP : bingung, parestesia, tremor, ataksia
Tabel 3.3 Dosis Antiaritmia Intravena
Obat Situasi klinik Dosis
Amiodaron Recurrent VT/VF
Cardiac arrest
150mg/10menit push IV
1mg/menit selama 6 jam, lalu 0,5mg/menit infus
300mg push IV
Bretylium VF akut 5mg/min push iv (dapat diulang sampai total dosis
300mg/kg) 1-2mg/min infus jika diperlukan
Diltiazem PSTV ; rate control
AF 5-15 mg/jam
infuse
0,25mg/kg push iv (dapat diulang dengan
0,35mg/kg)
Ibutilid Terminasi AF 1mg/10 menit push IV (dapat diulang jika
diperlukan)
Lidokain VT/VF 100mg push iv (dapat diulang sampai total dosis
300mg) (limit total sampai 200mg jika muncul
gejala CHF) 2-4mg/menit infus (1-2mg/min jika
gangguan hati atau CHF)
-
Prokainamid AF, VT 15-18mmg/kg pada 20-50mg/mencit loading 1-
6mg/menit infus
Verapamil PSTV ; rate control
AF
5mg push in(dapat diulang sampai 20mg) 5-
15mg/jam infus
ANTIARITMIA KELAS IA
1. 1. Kinidin
Farmakokinetik:
Kuota absorbsi : 80-20%
Ikatan protein plasma : 80%
T : 6-7 jam pada sirosis hati diperpanjang sampai 50 hari
Metabolisme : Penguraian di hati secara hidroksilasi
Eliminasi : renal (sampai kl 20% sebagai obat dalam keadaan tidak
Berubah
Indikasi : ekstradiol, supraventrikular dan ventrikular, takikardia
Supraventrikular (flutter atrium dan fibrilasi atrium) juga takikardi ventrikular
(kecuali takiaritmia yang disebabkan digitalis) profilaksis residif setelah regularisasi
Perhatian : kinidin merupakan isomer stereo dari kinin dan seperti
obat ini juga mempunyai efek antimalaria dan kontaindikasi pada uterus. Selain itu ES
seperti kinin (reaksi alergis dari cinchonism)
Kontraindikasi : hipersensitifitas, blokade AV tingkat 2 dan 3, blokade pada
paha, bradikardi, insufiensi jantung dengan dekompensasi, intoksikasi digitalis,
hiperkalemia
Interaksi : meningkatkan digoksin plasma
Sediaan beredar : kinidin sulfat (generik)
1. 2. Prokaiamid
-
Farmakokinetik :
Dosis : 1000-1500mg setiap 8 jam (sebagai tablet retard)
Konsentrasi plasma : 3-14ug/ml
Kuota absorbsi : 80-100%
Ikatan protein plasma : 20%
T : 3 jam
Metabolisme : di hati asetilasi menjadi N-asetilprokainamid
Eliminasi : terutama renal (sampai 60% sebagai obat dalam keadaan tidak
Berubah)
Indikasi : mirip kinidin, profilaksis dan pengobatan awal ekstradiol
Supraventrikular dan ventrikular serta takiaritmia (kecuali t
Takiaritmia yang disebabkan digitalis)
Perhatian : prokainamid (suatu amida asam) ada analogi struktur
anestetik
Lokal prokain (ester), namun berlawanan dengan hanya
Mempunyai sedikit efek anestetik lokal
Kontraindikasi : hipersentivitas; blokade AV tingkat 2 dan 3; blokade pada
Paha; bradikardi, insufisensi jantung dengan dekompensasi,
Intoksikasi digitalis, myasthenia gravis
Sediaan beredar : procainamide HCL (generik)
3. Disopiramid
Farmakokinetik
-
Dosis : dosis penjenuhan 4 x 0.1 0.2 g p.o dalam 24 jam: dosis
pemeliharaan: 2-4 x 0.1-0.2g p.o dalam 24 jam
Konsentrasi plasma : 2 5 g/ml
Kuota absorpsi : 70 90%
Ikatan protein plasma : 30 40%
T : 5-7 jam
Metabolism : dihati terutama N-desalkilasi
Eliminasi : terutama renal (sampai kalo 50 % sebagai obta dalam
keadaan tidak berubah)
Indikasi : Mirip kinidin, profilaksis dan pengobatan ekstrasistol
sipraventrikuler dan ventrikuler serta takiaritmia ( kecuali takiaritmia yang disebabkan
digitalis ), sindrom wolf-parkinson-white
Kontraindikasi : Infusiensi jantung dengan dekompensasi : bradikardia: sick-
sinus-sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3; blockade pada paha; intoksikasi digitalis;
glaucoma sudut sempit; hipertrofi prostat
Sediaan beredar : disopyramide, norpace, rytmacor, rytmilen
ANTIARITMIA KELAS IB
1. 1. Lidokain
Farmokokinetik :
Dosis : Sebagai antiaritmia : mula-mula 100mg i.v, setelah itu
dengan infuse jangka panjang 4mg/menit selama 3 jam. Setelah itu pengurangannya
sampai separonya ( sambil dikontrol EKG terus menerus )
Konsentrasi plasma : 2-6 g/ml
Bioavabilitas oral : hanya 30% (first past effect yang tinggi )
-
Ikatan protein plasma : 50 %
T1/2 : 1-2 jam; pada insufisiensi hati pada pemberian dengan infuse
jangka panjang lebih lama (>12 jam)
Metabolise : penguraian cepat di hati secara deetilasi oksidatif dan
pemecahan ikatan amida
Eliminasi : terutama renal, hanya kI 2% sebagai obat dalam keadaan
tidak berubah
Indikasi : Takikardia ventrikuler dan ekstrasistol (terutama sebagai
akibat infark miokad, setelah tindakan bedah pada jantung serta akibat dari intoksikasi
glikosid jantung ). Tidak efektif pada gangguan irama atrium
Perhatian : Lidokain hanya digunakan parenteral karena bioavabilitasnya
sangat kecil. dalam bentuk infuse i.v mudah dikendalikan karena t1/2 yang pendek
Kontraindikasi : Infusiensi jantun dengan dekompensasi: bradikardi; sick-sinus-
sindrom; blockade AV total ; blockade pada paha; infusiensi hati
Sediaan beredar : Lidocaine
1. 2. Meksiletin
farmakokinetik
Dosis : sebagai antiaritmia : oral 3 x 200mg, i.v.: pada awal
250mg/10 menit, 250mg pada jam berikut, setelah itu 0.5-1mg/menit sebagai infuse
jangka panjang
Konsentrasi plasma : 0.5-2 g/ml
Bioavabilitas oral : 80-100%
Ikatan protein plasma: 55-70 %
T : 10-20 jam
Metabolisme : Dalam jumlah besar
-
Eliminasi : Renal, sampai < 10% sebagai obat dalam keadaan tidak
berubah
Indikasi : Mirip lidokain. Takikardi ventrikuler dan ekstrasistol. Secara
umum tidak efektif pada gangguan aritmia
Perhatian : Ada kasamaan struktur kimiawi dengan lidokain dan denagn
demikian juga mempunyai efek local anastesi berbeda dengan lidokain yang cocok untuk
pengobatan jangka panjang
Kontraindikasi :Infusiensi jantun dengan dekompensasi: bradikardi; sick-sinus-
sindrom;blockade AV total ; blockade pada paha; infusiensi hati
Sediaan beredar : Mexitec
ANTIARITMIA KELAS IC
1. 1. Propafenon
farmakokinetik
Dosis : sebagai antiaritmia : oral 3 x 200mg, i.v.: pada awal
250mg/10menit, 250mg pada jam berikut, setelah itu 0.5-1mg/menit sebagai infuse
jangka panjang
Lama efek : umumnya 4-8 jam
Konsentrasi plasma : 0.2-2 g/ml
Bioavabilitas oral : kl 50% (karena first pass effect)
Ikatan protein plasma : 90 %
T : 3-6jam; pada yang metabolisnya lambat > 12 jam
(polimorfisme genetic)
Metabolisme : Hampir lengkap di hati (hidroksilasi dan konjugasi fase II)
menjadi metabolit yang tidak aktif
-
Eliminasi : Renal, sampai < 1% sebagai obat dalam keaddan tidak
berubah
Indikasi : Ekstrasistol supraventrikular dan takiaritmia; fibrilasi atrium
paroksismal; sindrom wolf-parkinson-white; takiardia ventriculer.
Kontra indikasi : infusiensi jantung yang ; bradikardi; sick-sinus-
sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha; hipotensi yang menonjol.
1. 2. Flekainid
farmakokinetik
Dosis : 1 mg/kg/BB i.v atau 2x 100-150 mg p.o/hari
Lama efek : 95%
Konsentrasi plasma : 245-980 ng/ml
Bioavabilitas oral : kl 40%
Ikatan protein plasma : 90 %
T : 14-20jam
Metabolisme : sebagian besar di hati
Eliminasi : renal, sampai kl 25% sebagai obat dalam keaddan tidak
berubah
Indikasi : Hanya pada ventrikuler yang istemewa berat dan pada aritmia
ventrikuler yang bertahan dan mengancam jiwa
Kontraindikasi : Infusiensi jantung yang serius ; bradikardi; sick-sinus-
sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha; hipotensi yang menonjol
Efek samping :
- Bahaya ES kardiostotik pada lebar terapeutik yang sempit: bradikardia yang
menonjol, blockade AV atau blockade intraventrikuler, takiaritmia ventrikuler : fibrilasi
ventrikel.
-
- Gangguan SSP: diplopia, vertigo, nyeri kepala.
ANTIARITMIA KELAS II
Bloker reseptor (simpatolitik )
K-chennels bockers: amiodaron, sotalol, dan brethylium (bretylate). Akibat blokade
saluran kalium, masa refrakter dan lamanya aksipotensial diperpanjang. Amiodaron
efektif terhadap aritmia serambi dan bilik, sotalol terutama terhadap aritmia bilik.
ANTIARITMIA KELAS III
1. Amiodaron
farmakokinetik
Dosis : dosis penjenuhan: 8-10 hari, 600mg/hari; dosis
pemeliharaan: 200mg/hari dengan istirahat pada akhir pekan
Konsentrasi plasma : 0.9-5.3 g/ml
Absorpsi oral : sangat lambat (lebih dari 5-10 jam)
Bioavabilitas oral : kl 50% (variasi individual sangat besar)
Ikatan protein plasma : 99-100 %
T : 1-2 bulan, maka sulit dikendalikan
Metabolisme : mis deetilasi di hati; banyak penimbunan di berbagai jaringan
Eliminasi : didalam urin tidak ditemukan amiodaron yang tidak berubah
Indikasi : sebagai antiaritmia cadangan, jika antiaritmia lain secara
medis tidak dapt digunakan; takiaritmia supraventrikuler dan ventrikulert takikardi pad
sindrom wolf-parkinson-white.
Perhatian : sebagai antiaritmia cadangan berhubng efeksampingnya yang
berat
-
Sifat-sifat zat : derivate benzofuran yang ada kemiripan structural tertentu
dengan tiroksin (cincin fenol teryodasi)
Kontraindikasi : Infusiensi jantung yang ; bradikardi; sick-sinus-
sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha; hipotensi yang menonjol
Interaksi : Amiodaron menyebabkan peningkatan konsentrasi digoksin
plasma: pendesakan keluar jaringan. Amiodaron memperkuet efek penghambat
pembekuan dari derivate kumarin
Sediaan beredar : corbionax , cordanon, tiaryl
1. 2. Sotalol
farmakokinetik
Dosis : sebagai antiaritmia mula-mula 100mg/hari, jiak perlu dapat
dinaikkan menjadi 340-480mg/hari (sambil frekuensi jantung diawasi)
Konsentrasi plasma : 1-3 g/ml
Bioavabilitas oral : 90-100%
Ikatan protein plasma : tidak ada
T : 10-15 jam
Metabolisme : tidak ada
Eliminasi : praktis lengkap renal obat dalam keadaan tidak berubah
Indikasi :Takiaritmia supraventrikular dan ventricular; perlindungan
terhadap pengaruh adnergik pada hipertiroidisme; sindrom jantung hiperkinetis; angina
pectoris; tekanan darah tinggi
Perhatian : Sotalol termasuk reseptor bloker (antiaritmia kelas II).
Mengenai efek antiaritmia pada jantung sifat-sifat kelas III lebih menonjol sehingga
sotalol digolongkan disini
Kontraindikasi : Infusiensi jantung yang ; bradikardi; sick-sinus-
sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha; hipotensi yang menonjol.
-
ANTIARITMIA KELAS IV
1. 1. Veravamil
farmakokinetik
Dosis : untuk awal terapi: 240-480 mg, pengobatan jangka panjang:
80-240mg setiap 6-8 jam
Konsentrasi plasma :60-100 g/ml
Bioavabilitas oral : hanya 10-20% walaupun terabsorpsi sampai 90% (firstpass
effect tinngi) ; pada sirosis hati bioavabilitas dapat naik sampai 80%
Ikatan protein plasma : 90 %
T : 3-7 jam
Metabolisme : hampir lengkap di hati dengan N- atau O- demetilasi dan
konjigasi peruraian
Eliminasi : sampai 70% renal sisanya biliar
Indikasi : Takikardia supraventrikuler; ekstrasistol atrium; flutter dan
fibrilasi atrium disertai takiaritmia; semua bentuk angina pectoris; hopertensi
Perhatian : Verapamil termasuk zat penghambat kalnal kalsium seperti
juga nifedipin dan diltiazem. Dari sudut struktur kimia termasuk suatu derivate
fenilasetonitril atau derivate fenilalkilamin maka berbeda dari nifedipin yang merupakan
derivate dihidropiridin dan diltiazem suatu deruvat benzotiazepin. Walaupun verapamil
seperti juaga nifedipin, berefek vasodilatasi pada pembuluh darah resistensi dan
pembuluh darah koroner, namun efek antagonis Ca 2+ terhadap jantung lebih lama
Kontraindikasi : Infusiensi jantung dengan dekompensasi ; infark miokarrd
yang baru; AV; hipotensi ; blockade reseptor
Interaksi : Hati-hati pada kombinasi dengan bloker : saling
menguatkan efek kardiodepresif
Sediaan beredar : verapamil (generic), cardiover, isoptin, isoptin sr, vemil
-
1. 2. Diltiazem
farmakokinetik
Dosis : 180-360 mg/hari
Konsentrasi plasma : 100-300 mg/ml
Bioavabilitas oral : kl 44% walaupun absorpsi hamper lengkap (first pass effect
tinggi). Pada terapi jangka panjang bioavabilitas naik sampai 90% mungkin disebabkan
penjenuhan enzim.
Ikatan protein plasma : kl 90 %
T : desasetilasi baik O- maupun N-demetilasi oksidatif dan
selanjutnya konjugasi.
Metabolisme : hampir lengkap di hati dengan N- oksidatif atau dan
selanjutnya konjugasi peruraian
Eliminasi : terutama renal setelah metabolisme lengkap
Indikasi : Semua bentuk angina pectoris ; hipertensi, takikardia
supraventrikuler, ekstrasistol atrium, flutter, dan fibrilasi atrium atau disebut takiaritmia
(kecuali pada sindrom-wolf-parkinson-white).
Perhatian : Diltiazem suatu deruvat benzotiazepin termasuk zat
penghambat kalnal kalsium seperti juga nifedioin dan verpamil. Seperti juga pad
verpamil digunakan sebagai efek antagonis Ca 2+ langsung terhadap jantung kekuatan
efek berdasar pada efek vasodilatasi pada pembuluh darah resistensi arterial dan
koroner, posisinya diantara verapamil dan nifedipin
Efek samping , KI, interaksi : seperti pada verapamil.
C. Evaluasi hasil terapi
Parameter pengawasan yang paling utama adalah
1. Mortalitas (total dan karena kematian
aritmia)
2. Terjafinya aritmia kembali (durasi frekuensi,
gejala)
-
3. Konsekuensi hemodinamik (laju, tekanan
darah, gejala)
4. Komplikasi penanganan (kebutuhan akan
tambahan atau alternative obat, alat atau
pembedahaan )
III. Mengetahui tanda dan terapi gawat darurat / dengan kegawatan
kardiorespirasi
(1) Terapi oksigen dan ventilasi mekanik
TERAPI OKSIGEN
Fisiologi oksigen dalam tubuh
Dalam udara bebas terdapat beberapa macam gas, antara lain oksigen (O2), gas asam
arang (CO2), gas nitrogen (N2) dan uap air (H2O). Kadar gas oksigen di dalam udara kamar
dimana manusia menghirup/bernafas setiap hari adalah 21% dengan tekanan parsial sekitar
159 mmHg (159torr). Gas oksigen yang dihirup tersebut akan sampai di alveoli dan
mempunyai tekanan parsiel sebesar 104 mmHg. Selanjutnya gas oksigen dalam alveoli
tersebut akan berdifusi ke kapiler darah yang menempel di dinding alveoli dan seterusnya
ikut aliran darah ke seluruh tubuh untuk dibagikan pada sel-sel. Dalam keadaan normal
oksigen yang ada di dalam darah ini mempunyai tekanan parsiel (PaO2 = tekanan parsiel
oksigen dalam darah arteri) sebesar 100 mmHg.
Oksigen yang ada di dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu :
1. Larut dalam plasma darah.
Banyaknya oksigen yang terlarut dalam plasma darah tergantung dengan tekanan parsial
oksigen. Dalam 100 cc darah maka yang terlarutadalah sebesar 0,003 ml per 1 mmHg
tekanan parsial oksigen.
2. Terikat dengan hemoglobin (Hb)
Hemoglobin yang mengikat oksigen disebut oksihemoglobin (HbO2). Kemampuan Hb
mengikat O2 ditunjukkan sebagai derajat kejenuhan (saturasi = SaO2). Saturasi yang paling
tinggi (jenuh) adalah 100%, artinya seluruh tangan Hb mengikat 02.Sebaliknya saturasi
-
yang paling rendah adalah 0%, artinya tidak ada oksigen sedikitpun yang terikat oleh Hb.
Dan Hb yang tidak berikatan dengan 02 disebut reduced Hb. Bila kadar reduced Hb 5 gr%
akan terlihat sebagai
sianosis. Bila saturasi Hb adalah jenuh, maka dalam 100 cc darah tiap gram Hb dapat
mengikat 1,34 ml 02.
Kurva disosiasi oksihemoglobin
Bila hubungan antara saturasi Hb (S02) dan tekanan parsiel 02 dalam darah arteri (Pa02) kita
buat grafik dimana SO2 sebagai ordinat dan Pa02 sebagai absis maka akan terbentuklah suatu
grafik seperti huruf S yang disebut sebagai kurva disosiasi koksihemoglobin
Dalam kurva disosiasi oksihemoglobin yang normal akan terlihat bahwa :
pada PaO2 100 torr maka SO2 adalah 97%
pada PaO2 27 torr maka SO2 adalah 50%
PaO2 dimana SaO2 sebesar 50% disebut P50 artinya tekanan parsiel oksigen dalam darah
sehingga saturasi Hb sebesar 50 %. Dalam keadaan normal maka P50 adalah 27 torr. Bila
P50 lebih besar dari 27 torr, kurva disosiasi oksihemoglobin disebut bergeser ke kanan.
Berarti agar Hb dapat mengikat 02 lebih banyak perlu Pa02 yang lebih tinggi dari biasanya.
Dengan perkataan lain pada keadaan dimana kurva bergeser ke kanan maka Hb lebih sulit
mengikat 02. Bila P50 lebih kecil dari 27 torr maka kurva disosiasi oksihemoglobin disebut
bergeser ke kiri. Berarti Hb lebih mudah mengikat 02 tetapi agak sukar melepaskan ke
jaringan/sel.
Hal-hal yang mempengaruhi kurva disosiasi oksishemoglobin :
Yang menyebabkan kurva bergeser ke kanan
a. Asidosis (yaitu pH tubuh < 7,4)
b. Hipertemia
c. Kadar 2,3 DPG (2,3 diphosphoglycerate) yang tinggi
Yang menyebabkan kurva bergeser ke kiri
a. Alkalosis (yaitu pH tubuh > 7,4)
b. Hipotermia
c. Kadar 2,3 DPG yang rendah
-
Hipoksia
Hipoksia adalah suatu keadaan dimana sel/jaringan tubuh kekurangan oksigen. Penyebab
dari hipoksia :
1. Berkurangnya 02 yang dilepaskan ke jaringan
a. Hipoksia yang menyeluruh (global hipoxia)
Hipoksia arterial
Kadar 02 dalam udara yang rendah
Terganggunya oksigenasi dalam paru
Shunting darah vena ke arteri
Hipoksia anemia
Kadar Hb yang rendah
Gangguan pada Hb
Hipoksia sirkulasi
Hipoksia pada organ/daerah tertentu (regional hipoxia)
2. Kebutuhan 02 yang meningkat
a. Tiroktoksikosis
b. Latihan yang berlebihan
3. Gangguan pada penggunaan 02 oleh jaringan/sel
Secara praktis hipoksia dengan berbagai penyebab tersebut dapat digolongkan menjadi 4
macam yaitu :
a) Hipoksia hipoksemia
Pada keadaan ini hipoksia yang terjadi pada jaringan adalah akibat dari berkurangnya
kandungan 02 dalam darah (hipoksemia) sehingga tidak cukup 02 yang dapat
dilepaskan ke jaringan/sel/organ. Berkurangnya kandungan 02 dalam darah adalah
sebagai akibat dari kurang cukupnya oksigenasi darah oleh paru.
b) Hipoksia anemia
Pada keadaan ini oksigenasi darah cukup baik tetapi zat pembawa 02 dalam darah
(yaitu Hb) kurang jumlahnya.
c) Hipoksia stagnasi
Pada keadaan ini oksigenasi dan pembawa 02 tidak banyak terganggu, tetapi aliran
darah dimana Hb berada di dalamnya mengalami kelambatan.
d) Hipoksia histotoksik
-
Pada keadaan ini gangguan terletak di jaringan/sel itu sendiri, dimana jaringan/sel
mengalami kerusakan sehingga tidak dapat mengambil 02 yang disediakan oleh
Hb/darah.
Berdasarkan gradasinya hipoksia terbagi menjadi :
1. Derajat ringan
Mungkin terbatas setempat saja sehingga gejala sistemik tidak nampak jelas. Kalau
disebabkan hippoksemia maka Pa02 biasanya kurang dari 80 torr.
2. Derajat sedang
Pada keadaan ini sudah terjadi kompensasi dari sistem aliran darah dan jantung (nadi cepat)
dan sistem pernafasan (nafas yang cepat dan terengah-engah) dan gejala sistemik (cepat capai
dan lemah, kurang konsentrasi, kurang koordinasi dalam gerakan, lamban). Dan bila akibat
hipoksemia maka Pa02 kurang dari 60 torr.
3. Derajat berat
Gejala yang timbul lebih jelas dan yang mencolok adalah terganggunya kesadaran akibat
berkurangnya 02 dalam susunan saraf. Dan bila terjadi hipoksemia maka Pa02 kurang dari 40
torr.
Tujuan Terapi Oksigen
Secara klinis tujuan utama pemberian O2
:
(1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah
Mengatasi hipoksia atau mencegah agar tidak terjadi hipoksia dengan jalan mencukupi
kandungan 02 dalam darah dengan harapan agar 02 yang dilepaskan ke sel/jaringan cukup.
Tidak semua hipoksia dapat diatasi atau dicegah hanya dengan memberikan O2, sebab tidak
semua hipoksia selalu hipoksemia. Pemberian O2 akan mencapai sasaran kalau disertai
dengan menangani penyebab hipoksia.
(2) untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.
Syarat agar sel/jaringan mendapatkan 02 dengan cukup ialah :
1. Kadar 02 yang dihirup (Fi02 = fraksi inspirasi 02) cukup
2. Fungsi respirasi adekuat
Jalan nafas lancar/bebas
Volume tidal cukup
-
Frekuensi nafas cukup (sesuai dengan umur)
Irama nafas teratur
Alveoli yang baik
3. Pengangkut 02 yang baik
Kadar Hb cukup
Bentuk dan sifat Hb yang baik
Suasana dimana Hb berfungsi baik
4. Fungsi sirkulasi adekuat
Volume cairan intra vaskuler cukup (preload).
Kontraktilitas otot jantung baik
Keadaan pembuluh darah baik (afterload)
Frekuensi dan irama denyut jantung baik
5. Sel/jaringan masih baik
Dalam pemberian terapi O2
perlu diperhatikan Humidification. Hal ini penting
diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi sedangkan
O2
yang diperoleh dari sumber O2
(Tabung) merupakan udara kering yang belum
terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
Indikasi Terapi Oksigen
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2
yang telah disebutkan, maka adapun indikasi
utama pemberian O2
ini adalah sebagai berikut :
a) Pasien dengan kadar O2
arteri rendah dari hasil analisa gas darah
b) Pasien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan
hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja
otot-otot tambahan pernafasan
c) Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi
gangguan O2
melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2
dindikasikan kepada klien
dengan gejala :
1) sianosis
-
2) hipovolemi
3) perdarahan
4) anemia berat
5) keracunan CO
6) asidosis
7) selama dan sesudah pembedahan
8) klien dengan keadaan tidak sadar.
Salah satunya terapi oksigen juga diberikan pada kasus gagal nafas. Dimana terjadi kegagalan
sistem respirasi dalam pertukaran gas O2, dan CO2, dengan PaO2 < 60 mmHg atau PaCO2 >
50 mmHg. Gagal nafas akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu, gagal nafas akut
hipoksemia ( tipe I) dan gagal nafas akut hiperkapnia ( tipe II).
Gagal nafas tipe I (hipoksemia) dimana PaO2 kurang dari atau sama dengan 60 mmHg, SaO2
rendah < 90% namun PaCO2 dapat normal 45 mmHg atau kurang. Jadi, mekanisme primer
pada tipe kegagalan ini adalah mekanisme oksigenasi yang tidak adekuat atau hipoksemia.
Gagal nafas tipe 2 menunjukkan abnormalitas oksigenasi darah dan ketidakmampuan sistem
pernapasan untuk mengeliminasi karbondioksida. Pada tipe ini, PaO2 60 mmHg atu kurang,
sedangkan PaCO2 dapat naik lebih dari 45 mmHg. Jadi, kegagalan tipe 2 ini merupakan
kombinasi retensi CO2 (hiperkapnea) dengan oksigenasi yang tidak adekuat (hipoksemia) .
I. Teknik dan Cara Pemberian Oksigen
Dapat dibagi menjadi 2, yaitu Sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi. Sistem aliran
rendah diberikan untuk menambah konsenstrasi uadara ruangan, bekerja dengan memberikan
oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari
udara ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan, maka FiO2 aktual yang
diberikan pada pasien tidak diketahui, sehingga menghasilkan FiO2 yang bervariasi
tergantung pada tipe pernapasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen aliran
rendah ini cocok dengan pasien stabil dengan pola napas, frekuensi, volume ventilasi normal,
misalnya pasien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16-20 x/menit.
Contohnya, kateter nasal, kanul nasal, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan
kantong Rebreathing, dan sungkup muka dengan kantong NonRebreathing.
Sedangkan sistem aliran tinggi adalah teknik memberikan aliran dengan frekuensi cukup
tinggi untuk memberikan 2 atau 3 kali volume isnpirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien
dengan pola nafas pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena
-
ventilator. Contoh sistem aliran tinggi dalah sungkup muka dengan venturi/ Masker Venturi,
Bag and mask, sungkup terbuka, dan collar trakeostomi.
A. Nasal kanula
Biasanya tidak memerlukan humidifikasi pada gas 02 yang dialirkan, sebab humidifikasi dari
nasopharing masih cukup baik (tidak terganggu). Kejelekannya adalah apabila aliran gas
lebih dari 3 L/mnt akan mengakibatkan iritasi selaput lendir daerah hidung.
B. Nasal kateter
Yaitu dengan menggunakan kateter hidung yang dipasang sampai daerah pharing. Biasanya
digunakan untuk penderita yang gelisah sehingga tidak bisa dipasang nasal kanula atau
masker.
Perlu disertai dengan humidifikasi dan juga sering menyebabkan iritasi selaput lendir
pharing.
C. Masker sederhana
Konsentrasi 02 yang terhirup tergantung dengan pola pernafasan dan aliran gas 02.
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Ini adalah teknik oksigen
jangka pendek, kontinyu, atau selang-seling. Sungkup muka sederhana ini memiliki aliran 5-8
Liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40-60%. Masker ini kontraindikasi dengan retensi
karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boeh kurang dari 5
L/menit untuk mendorong CO2 keluar dari masker.
D. Masker dengan kantong simpan
Seperti masker sederhana hanya ditambahkan kantong yang bisa menampung aliran gas baik
dari sumber gas atau yang dari udara kamar dan udara nafas.
Ada dua macam yaitu :
Yang tanpa disertai katup ekspirasi, jadi terjadi rebreathing
Teknik pemberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35-60% dengan aliran
6-15 L/menit. Serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi sebagian
tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat
ekspirasi dan hampir menutup waktu saat inspirasi. Keuntungan dari sungkup muka
ini adalah dengan konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana,
tidak mengeringkan selaput lendir. Kerugiannya adalah kantong oksigen ini bisa
-
telipat atau terputar atau mengempes ,apabila hal ini terjadi akan menyebabkan
pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida.
Yang disertai katup ekspirasi sehingga tidak terjadi rebreathing -- non rebreathing
Teknik ini memberikan oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai
90% dengan aliran 6-15 L/menit. Pada prinsipnya udara inspirasi todak bercampur
dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu
atau lebih katup, sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi.
E. Masker venturi
Dengan alat ini maka konsentrasi gas 02 yang dihirup dapat diatur sesuai dengan kehendak
kita dan sesuai dengan kebutuhan penderita. Teknik ini juga mrupakan metode yang paing
akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi yang tepat melalui cara non invasif. Meetode
ini juga memungkinkan konsentrasi Oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak
tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernapasan. Teknik ini diberikanpada pasien
hyperkarbia kronik seperti PPOK , pasien hipoksemia sedang sampai berat.
F. Tenda oksigen
Semacam tenda kecil yang melingkup bagian wajah penderita sehingga penderita dapat
bernafas dari udara yang berada dalam tenda tersebut. Konsentrasi 40% dengan aliran 10-15
L/mnt. Digunakan untuk memberikan pelembapan pada pasien di ruang pemulihan atau
setelah ekstubasi. Kentungannya adalah lebih nyaman untuk anak, namun FiO2 sulit untuk
dikontrol.
G. Alat bantu nafas
Selain memberikan 02, dengan alat ini sekaligus mengatasi persoalan yang mengganggu
ventilasi paru. Apapun teknik dan cara yang kita gunakan yang mutlak harus diperhatikan
adalah kita harus mengetahui dan mengerti berapa persen konsentrasi 02 yang terhirup pasien
dengan cara tersebut (Fi02). Jadi bukan secara otomatis biasanya begitu. Oleh karena itu
untuk menentukan berapa Fi02 yang harus diberikan adalah dengan memantau apakah
target/sasaran terapi 02 tercapai atau belum yaitu dengan oksimeter (Sa02) atau dengan
menganalisa gas darah secara terus menerus.
Untuk itu dapat dipergunakan tabel seperti di bawah ini :
-
Cara Aliran 02 (L/mnt) Konsentrasi
(Fi02)%
Nasal kateter
1 2
3 4
5 - 6
24 28
30 35
38 44
Masker sederhana 5 6
6 7
7 - 8
40
50
60
Masker dengan
kantong simpan
6
7
8
9 - 10
60
70
80
90 99
Masker venturi Aliran tetap 24 35
Tenda oksigen 8 - 10 40
Alat bantu nafas
(ventilator)
Sesuai dengan
aturan alat
0 100
Bahaya dan Efek Samping Terapi Oksigen
1) Hipoksia
Hal ini dapat terjadi bila pemberian 02 secara mendadak dengan tekanan yang tinggi.
Dapat dihindari dengan jalan memberikan secara bertahap.
2) Hipoventilasi
Hal ini sering terjadi pada penderita dengan kelainan paru yaitu penyakit paru
obstruksi menahun (PPOM). Pada penderita demikian pengendalian pusat nafas disebabkan
oleh kadar 02 dalam darah yang rendah (hipoksemia). Sehingga apabila keadaan hipoksemia
dihilangkan maka pusat nafas tidak ada yang merangsang yang akan berakibat hipoventilasi
bahkan sampai henti nafas (apneu). Oleh karena itu pemberian 02 pada penderita demikian
harus hati-hati yaitu dengan memberikan secara bertahap. Mulai dari konsentrasi rendah yang
dinaikkan secara pelan dan bertahap sambil memantau keadaan penderita dengan pegangan
bahwa keadaan umum penderita membaik tetapi masih tetap bernafas seperti biasanya.
3) Atelektasis paru
Hal ini terjadi apabila konsentrasi 02 yang diberikan sangat tinggi (hampir 100%)
dalam jangka waktu yang lama. Akibatnya gas N2 akan terusir dari alveoli sehingga dinding
-
alveoli tidak dapat teregang lagi dan akhirnya kolap. Pencegahannya ialah jangan
memberikan 02 dengan konsentrasi 100% lebih dari 24 jam.
4) Keracunan oksigen
Ada dua macam yaitu :
Keracunan yang menyeluruh
Yaitu disebabkan karena Pa02 yang lebih dari 100 torr dalam jangka waktu yang lama
(bervariasi untuk tiap individu). Pada yang akut bisa terjadi kejang-kejang. Pada yang kronis
gejalanya berupa nyeri dibelakang tulang dada, nyeri sendi, kesemutan, mual muntah, nafsu
makan menurun. Pada bayi prematur dapat terjadi kebutaan yang disebut retrolental
fibroplasia, yaitu terjadi penyempitan pembuluh darah di retina mata sehingga retina
mengalami fibrosis.
Keracunan setempat
Sel epitel kapiler paru akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan gangguan difusi gas.
Oleh sebab itu, pemberian oksigen harus diperhatikan dengan baik, dengan memonitoring
tanda-tanda klinis seperti TTV, Saturasi oksigen, kerja nafas , apakah ada nafas cuping
hidung, sianosis, butuh bantuan otot pernapasan, serta Analisa Gas darah dan jangan
memberikan O2 dengan konsentrasi > 50% lebih dari 48 jam.
VENTILASI MEKANIK
Suatu alat yang mampu membantu (sebagian) atau mengambil alih (seluruh) fungsi
pertukaran gas paru untuk mempertahankan hidup.
Brunner dan Suddarth, 1996:Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif
atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang
lama.
American College of Chest Physicians, 1999: Ventilasi mekanik adalah suatu metode
dengan menggunakan mesin-mesin untuk membantu pasien bernafas saat mereka tidak
mampu bernafas adekuat dengan pernafasan mereka sendiri.
Klasifikasi :
Ventilator Tekanan Negatif
-
Mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan
intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru
sehingga memenuhi volumenya.
Digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi
neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan
miastenia gravis.
Ventilator Tekanan Positif
Menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas
dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer.
Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus
dan volume bersiklus
Ventilator Tekanan Positif
Ventilator Tekanan bersiklus
Adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset
telah tercapai
Siklus ventilator hidup mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah
ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian siklus mati.
Hanya untuk jangka waktu pendek di ruang pemulihan.
Ventilator waktu bersiklus
Adalah ventilator mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan.
Volume udara yang diterima klien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi
aliran udara.
Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi.
Ventilator volume bersiklus
yaitu ventilator yang mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang telah
ditentukan.
Jika volume preset telah dikirimkan pada klien , siklus ventilator mati dan ekshalasi
terjadi secara pasif.
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan positif yang paling
banyak digunakan.
Indikasi untuk dipasang ventilasi mekanis :
Jika pasien mengalami penurunan kontiniu oksigenisasi (PaO2) PaO2 60 mmHg
Peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2)
Asidosis persisten (penurunan pH) atau PaO2 > 50 mmHg dengan pH < 7,25
Kapasitas vital < 2 kali volume tidal
Dorongan inspirasi negatif < 25 cm H2O
Frekwensi pernafasan > 35/mnt
-
Indikasi Klinik
Kegagalan ventilasi
Neuromuskular disease
Central Nervous Sistem Disease
Depresi System Saraf Pusat
Musculo sceletal disease
Ketidakmampuan toraks untuk ventilasi
Kegagalan pertukaran gas
Gagal nafas akut
Gagal nafas kronik
Gagal jantung kiri
Penyakit paru gangguan difusi
Penyakit paru ventilasi/perfusi mesmatch
Frekuensi Pernapasan Permenit
Tiap individu memiliki RR yang berbeda sesuai dengan kondisi klinisnya masing-
masingSecara umum rentang RR berkisar antara 10-20x permenit. Harus diset dengan
mempertimbangkan juga tidal volume yang tercapai untuk menghasilkan ventilasi semenit
yang cukup.
Pada pasien dewasa ARDS, karena penggunaan TV yang rendah harus diimbangi dengan RR
hingga 35x/menit untuk mempertahankan ventilasi semenit yang adekuat
Volume Tidal
8-10 cc/kg berat badan ideal
Pada pasien dengan paru-paru normal yang terintubasi karena alasan tertentu, volume tidak
yang digunakan sampai 12 cc/kg berat badan ideal
Konsentrasi oksigen (fiO2)
ngan ventilator untuk
pertama kali
Ketika penempatan ETT sudah ditetapkan dan pasien telah distabilisasi FiO2 harus
diturunkan sampai konsentrasi terendah yang masih dapat mempertahankan saturasi oksigen
hemoglobin, karena konsentrasi oksigen yang tinggi dapat menyebabkan toksisitas pulmonal
Tujuan utama mempertahankan nilai saturasi lebih dari 90%
-
Positive end expiratory pressure
Berfungsi untuk mempertahankan tekanan positif jalan napas pada tingkatan tertentu selama
fase ekspirasi
Meningkatkan volume residual dan volume total paru
5 cm H2O : nilai fisiologis
Nilai yang tinggi
paru
Peak Flow
Kecepatan penghantaran volume tidal
Biasa di preset pada 60 L/min
Modus Operasional Ventilasi Mekanik :
Controlled Ventilation
Ventilator mengontrol volume dan frekwensi pernafasan.
Indikasi untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea.
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian O2 dalam waktu yang lama.
Ventilator tipe ini meningkatkan kerja pernafasan pasien
Assist/Control
Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal, dan kecepatan.
Bila pasien gagal untuk ventilasi, maka ventilator secara otomatis
menggantikan.
Ventilator ini diatur berdasarkan atas frekwensi pernafasan yang spontan dari
klien, biasanya digunakan pada tahap pertama pemakaian ventilator.
Intermitten Mandatory Ventilation
Model ini digunakan pada pernafasan asinkron dalam penggunaan model
kontrol, pasien dengan hiperventilasi. Pasien yang bernafas spontan yang
dilengkapi dengan mesin dan waktu diambil alih oleh ventilator
-
Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV)
SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot
tidak begitu lelah dan efek baro trauma minimal.
Pemberian gas melalui nafas spontan biasanya tergantung pada aktivitasi
pasien.
Indikasi pada pernafasan spontan tapi tidal volumen dan/atau frekwensi nafas
kurang adekuat
Positive end Expiratory Pressure
Modus yang digunakan dengan menahan tekanan akhir ekspirasi positif
dengan tujuan untuk mencegah atelektasis.
Dengan terbukanya jalan nafas oleh karena tekanan yang tinggi, atelektasis
akan dapat dihindari
. Indikasi pada klien yang menderita ARDS dan gagal jantung kongestix yang
mossif dan pneumonia difus.
Efek samping dapat menyebabkan vensus return menurun, barotrauma dan
penurunan curah jantung
Continious Positive Airway Pressure (CPAP)
Ventilator ini berkemampuan untuk meningkatkan FRC.
Biasanya digunakan untuk penyapihan ventilator
Komplikasi
Obstruksi jalan nafas
Hipertensi
Tension pneumotoraks
Atelektase
Infeksi pulmonal
Kelainan fungsi gastrointestiral : dilatasi lambung, pendarahan GI
Kelainan fungsi ginjal
Kelainan fungsi susunan saraf pusat
(2) kegawatan kardiovaskular
a. syok
-
SYOK
A. Definisi
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yanga dekuat organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul
akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti, perdarahan yang
massif, trauma atau luka bakar berat (syok hipovolemik), infark miokard luas
atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol
(syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau
akibat respon imun (syok anafilaktik).
B. Etiologi dan klasifikasi
Syok secara umum dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Syok hipovolemik, syok yang disebabkan karena tubuh :
- Kehilangan darah/syok hemoragik
Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks
- Kehilangan plasma : luka bakar
- Kehilangan cairan dan elektrolit
Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih
Internal : asites, obstruksi usus
2. Syok kardiogenik, kegagalan kerja jantung. Gangguan perfusi jaringan yang
disebabkan karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard
Akut).
3. Syok septik, terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya
didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi.
4. Syok neurogenik, terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkn karena
disfungsi sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi. Misalnya : trauma
pada tulang belakang, spinal syok.
5. Syok anafilaktik, gangguan perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen
antibodi yang mengeluarkan histamine dengan akibat peningkatan
permeabilitas membran kapiler dan terjadi dilates arteriola sehingga venous
-
return menurun. Misalnya: reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular
berbisa.
C. Patofisiologi
Syok menunjukkan perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya
berupa lemahnya aliran darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun
ada bermacam-macam penyebab. Syok dihasilkan oleh disfungsi empat system
yang terpisah namun saling berkaitan yaitu: jantung, volume darah, resistensi
arteriol (beban akhir), dan kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini
bermasalah dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan
terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri mungkin normal sebagai kompensasi
peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung
menurun dan vasokontriksi perifer meningkat.
Gambar 1. Patofisiologi Syok
-
Gambar 2. Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan
perkembangan syok.
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu:
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan
penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral
dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah
dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya
penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini
terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk
menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi ginjal
mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler.
Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.
2. Fase Progresif
-
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah
jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh
tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun,
hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding
pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga
terjadi bendungan vena, venous return menurun. Relaksasi sfinkter
prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis luas (DIC =
Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak
menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini
menambah hipoksia jaringan.Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bridikinin) yang ikut
memperburuk syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia
dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus pelepasan
toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan
fungsi detoksifikasi hepar memperburuk keadaan. Timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas system retikuloendotelial rusak, integritas
mikrosirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis
metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.
3. Fase Irrevesibel/Refrakter
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya irreversibilitas
syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa
darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya
respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
Patogenesis dan Patofisiologi Syok Hipovolemik
-
Penyebab syok hipovolemik yang paling umum adalah perdarahan mukosa
saluran cerna dan trauma berat. Penyebab perdarahan terselubung adalah antara
lain trauma abdomen dengan ruptur aneurisma aorta, ruptur limpa atau ileus
obstruksi, dan peritonitis. Secara klinis syok hipovolemik ditandai oleh volume
cairan intravaskuler yang berkurang bersama-sama penurunan tekanan vena
sentral, hipotensi arterial, dan peningkatan tahanan vaskular sistemik. Respon
jantung yang umum adalah berupa takikardia, Respon ini dapat minimal pada
orang tua atau karena pengaruh obat-obatan. Gejala yang ditimbulkan bergantung
pada tingkat kegawatan syok.
Patogenesis dan Patofisiologi Syok Kardiogenik
Patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas
miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah jantung, tekanan
darah rendah,insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas
dan curah jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan gangguan fungsi ventrikel
kiri, yang mengakibatkan gangguan berat pada pefusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan. Yang khas pada syok kardiogenik oleh infark miokardium akut
adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri. Selain dari
kehilangan masif jaringan otot ventrikel kiri juga ditemukan daerah-daerah
nekrosis fokal diseluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga merupakan kibat dari
ketidak seimbangan yang terus-menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen
miokardium. Pembuluh koroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan
alira darah secara memadai sebagai respon terhadap peningkatan beban kerja dan
kebutuhan oksigen jantung oleh aktivitas respon kompensatorik seperti
perangsangan simpatik. Sebagai akibat dari proses infark, kontraktilitas ventrikel
kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu.
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan
curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Maka
dimulailah siklus berulang. Siklus dimulai dengan terjadinya infark yang berlanjut
dengan gangguan fungsi miokardium. Gangguan fungsi miokardium yang berat akan
menyebabkan menurunnya curah jantung dan hipotensi arteria. Akibatnya
terjadinya asidosis metabolik dan menurunnya perfusi koroner, yang lebih lanjut
mengganggu fungsi ventrikel dan menyebabkan terjadinya aritmia.
-
Patogenesis Syok Septik
Pada umumnya penyebab syok septik adalah infeksi kuman gram negatif
yang berada dalam darah/endotoksin. Jamur dan jenis bakteri juga dapat menjadi
penyebab septicemia. Syok septik sering diikuti dengan hipovolemia dan hipotensi.
Hal ini dapat disebabkan karena penimbunan cairan disirkulasi mikro,
pembentukan pintasan arteriovenus dan penurunan tahanan vaskuler sistemik,
kebocoran kapiler menyeluruh, depresi fungsi miokardium. Beberapa faktor
predisposisi syok septic adalah trauma, diabetes, leukemia, granulositopenia
berat, penyakit saluran kemih, terapi kortikosteroid jangka panjang,
imunosupresan atau radiasi. Syok septik sering terjadi pada bayi baru lahir, usia di
atas 50 tahun, dan penderita gangguan sistem kekebalan.
Patogenesis Syok Neurogenik
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif. Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh darah pada capacitance
vessels. Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan
oleh cidera pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal atau anestesi
umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut sinkop.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga
aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing
dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan
berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma kepaa yang terisolasi tidak
akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab
yang lain. Trauma pada medulla spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat
hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi
tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
Patogenesis Syok Anafilaktik
-
Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas
tipe 1 atau Immediate type reaction. Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase
:
- Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
- Fase Aktivasi, yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen
yang sama.
- Fase Efektor, yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik
pada organ organ tertentu.
D. Stadium-Stadium Syok
Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi
atau irreversibel sebagaimana dilukiskan dalam gambar berikut:
Stadium 1: anticipation stage
Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih
dalam batas normal. Biasanya masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan
mengatasi kondisi dasar.
Stadium 2. pre-shock slide
-
Gangguan sudah bersifat sistemik. Parameter mulai bergerak dan mendekati
batas atas atau batas bawah kisaran normal.
Sadium 3. compensated shock
Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal
rendah, suatu kondisi yang disebut normotensive, cryptic shock. Banyak
klinisi gagal mengenali bagian dini dari stadium syok ini. Compensated shock
memilik
top related