tinjauan yuridis, egi anggiawati padli, fh ui,...
Post on 06-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
1
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Lembaga kenotariatan merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan
yang ada di Indonesia. Lembaga ini muncul akibat dari kebutuhan masyarakat
yang menghendaki adanya suatu alat bukti mengenai hubungan hukum
keperdataan yang ada dan akan terjadi diantara mereka. Mengingat semakin
meningkatnya kebutuhan masyarakat dan akan jasa Notaris maka dibentuklah
Notaris yang khusus melayani masyarakat dibidang keperdataan, khususnya
dalam membuat akta otentik seperti yang ternyata dalam pasal 1868 KUHPerdata
yaitu :
“Akta Otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-
undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk
itu di tempat dimana akta dibuatnya.”1
Indonesia sebagai negara hukum, seperti yang terdapat dalam Pasal 1 ayat
(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Maka seluruh sendi
kehidupan dalam bermasyarakat harus berdasar dan tidak boleh menyimpang dari
norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia. Terkait dengan lembaga
kenotariatan ini maka dalam hubungan keperdataan menyangkut dengan akta
otentik maka harus dibuat oleh Notaris.
Walaupun Notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kewenangan oleh
Negara untuk membuat akta otentik tidak menutup kemungkinan terjadinya
pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris itu sendiri, maka dari itu disusunlah
kode etik Notaris yang ditetapkan oleh Ikatan Notaris Indonesia. Tujuan
disusunnya kode etik Notaris tersebut adalah agar suatu profesi Notaris dapat
1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata[Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh Subekti
dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta:Pradnya Paramita, 1996), Ps. 1868.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
2
Universitas Indonesia
dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan
intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi
nilai-nilai moral. Akan tetapi pada saat sekarang ini banyak Notaris yang
mengabaikan hal-hal tersebut, sehingga tingkat pelanggaran terhadap kode etik
Notaris semakin meningkat. Pelanggaran kode etik tersebut meliputi pelanggaran-
pelanggaran terhadap norma-norma, baik itu norma agama, kesusilaan, kesopanan
maupun norma hukum.
Kode etik merupakan bagian dari hukum positif yang dibuat secara
tertulis, namun tidak mempunyai sanksi yang keras. Keberlakuan ini semata-mata
berdasarkan kesadaran moral, tidak seperti undang-undang yang sifatnya
memaksa. Alasan diabaikannya kode etik ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi,
sosial, politik, adat budaya, agama, teknologi, dan sebagainya. Semua unsur
tersebut berhubungan, saling mengikat dan saling mempengaruhi satu dengan
yang lain.
Seorang Notaris didalam melaksanakan jabatannya harus bersikap
profesional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa
melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik Profesinya
yaitu Kode Etik Notaris. Seorang Notaris diharapkan dapat bertindak jujur,
seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait
dalam kepentingan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat 1 a Undang-
Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Notaris harus dapat
mengikuti perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada
masyarakat, dalam membantu mengatasi dan memenuhi kebutuhan hukum yang
terus berkembang dapat memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum,
Oleh karena itu, Notaris dalam melaksanakan tugasnya harus tunduk dan terikat
dengan peraturan-peraturan yang ada, yaitu Undang-Undang Jabatan Notaris,,
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kode Etik Notaris dan Peraturan Hukum
lainnya.2
Jabatan yang diemban Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang
diamanatkan oleh Undang-Undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris
bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya
2 Putri A.R., Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris
yang Berimplikasi Perbuatan Pidana,PT. Sofmedia 2011, hlm 5.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
3
Universitas Indonesia
dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran
jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang Notaris maka akan
berbahaya bagi masyarakat umum yang dilayaninya. Dalam menjalanan
jabatannya Notaris harus mematuhi seluruh kaedah moral yang telah hidup dan
berkembang di masyarakat. Selain dari adanya tanggung jawab dari etika profesi,
adanya integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan penting yang harus
dimiliki oleh seorang Notaris. Moral adalah akhlak, budi pekerti yang berkaitan
dengan baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan
kewajiban.3
Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh pemerintah untuk
kepentingan masyarakat luas tanggung jawabnya berdasarkan undang-undang
nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang mengatur dengan jelas
kewajiban dan Larangan bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya.
Notaris sebagai Profesi dasar utamanya adalah kepercayaan dan Notaris
menanggung amanah yang berat atas kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat
berikan kepadanya. Nilai lebih dari suatu profesi adalah sejauh apakah seorang
professional mampu menahan godaan untuk menyelewengkan kepercayaan yang
diembankan kepada mereka, padahal godaan untuk menyelewengkan kepercayaan
begitu besar Landasan yang berbentuk Moralitas menjadi mutlak untuk dibangun
Notaris sebagai kelompok papan atas, memiliki andil yang besar bagi masyarakat
luas dalam membangun moralitas.4
Sangat disayangkan akhir-akhir ini banyak sekali kasus-kasus Notaris
yang melangggar moral dan etika, baik dalam menjalankan jabatannya sebagai
pejabat umum maupun sebagai pribadi. Pelanggaran martabat dan nama baik
seorang Notaris sampai pelanggaran kewajibannya sebagai Notaris sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-undang.
Di Negara kita, ada dua lembaga yang berwenang untuk melakukan
pengawasan terhadap Notaris, yaitu Majelis Pengawas Notaris yang dibentuk oleh
Menteri dan Dewan Kehormatan yang merupakan salah satu dari alat
3 Anke Dwi Saputro (ed), Jati Diri Notaris Indonesia dulu, sekarang dan masa mendatang
(Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2008), hlm.193.
4 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia (UII Press, Yogjakarta,
2009), hlm. 1
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
4
Universitas Indonesia
perlengkapan organisasi Notaris, dalam hal ini tentunya Ikatan Notaris Indonesia.
Kedua lembaga ini berwenang untuk mengawasi Notaris sampai dengan
menjatuhkan sanksi bagi Notaris yang dinyatakan melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku. Ada perbedaan kewenangan antara
kedua lembaga tersebut, dikarenakan keduanya dibentuk dari lembaga yang
berbeda.
Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), Pengawasan
tersebut tidak hanya baru dari segi pihak yang mengawasinya, yaitu dalam bentuk
Majelis Pengawas yang anggotanya tidak hanya dari para Notaris, tetapi juga dari
unsur pemerintah (Departemen Hukum dan HAM) dan akademisi bidang hukum.
Substansi pengawasan tersebut juga tidak hanya meliputi pelaksanaan jabatan
Notaris berdasarkan UUJN, kode etik jabatan (bukan kode etik profesi), dan
aturan hukum lainnya, tetapi juga meliputi perilaku Notaris5 (Pasal 67 ayat (5)
UUJN).6 Hal ini menyebabkan tumpang tindih kewenangannya dengan Dewan
Kehormatan INI, dimana dalam pasal 1 ayat 8 b dikatakan bahwa Dewan
Kehormatan salah satu kewenangannya adalah selain melakukan pembinaan,
bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik
tetapi juga memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran
ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak berkaitan dengan
masyarakat secara langsung, yang artinya mengenai Perilaku Notaris itu sendiri.7
5 Pieter Latumenten berpendapat : Perilaku Notaris terbagi dua, yang pertama perilaku
professional, yaitu perilaku yang berhubungan dengan pelaksanaan Jabatannya dan yang kedua
adalah perilaku pesonal atau pribadi Notaris yang tidak ada kaitannya dengan masyarakat
langsung. Sebagai jabatan kepercayaan masyarakat Notaris harus menjaga perilakunya baik
sebagai professional ataupun pribadi. Sebagaimana disampaikan dalam wawancara pada tanggal 4
Januari 20
6 Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan
Tentang Notaris dan PPAT), cet. Ke 1(Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2009),hlm .50
7Pieter Latumenten berpendapat Kewenangan Majelis Pengawas Notaris dan Dewan
Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia dalam pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris tidak
tumpang tindih dan saling melengkapi, dan hanya perlu dipertegas secara normatif dalam bentuk
Peraturan Menteri mengenai hubungan fungsional antara Dewan Kehormatan Notaris dan Majelis
Pengawas Notaris. Makalah Pieter Latumenten “Pertanggung Jawaban hukum Profesi Notaris”, disampaikan dalam Pelatihan Pemahaman Materi dan Teknis Pelaksanaan Operasionalisasi Sistem
Administrasi Badan Hukum dan Materi Lain yang terkait bagi Anggota Luar Biasa (Calon Notaris)
(Jakarta, 18 Januari 2010), hlm. 1-2
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
5
Universitas Indonesia
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dan menyusunnya dalam tesis dengan judul Tinjauan Yuridis Fungsi
Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia
terhadap Pelanggaran Perilaku Notaris.
1.2. POKOK PERMASALAHAN
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
penelitian, karena dengan perumusan masalah seorang peneliti telah
mengindentifikasikan Persoalan yang diteliti sehingga sasaran yang hendak
dicapai menjadi terarah.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, perlu dikaji lebih
jauh mengenai Fungsi dan kewenangan Majelis Pengawas Notaris dan dewan
kehormatan Ikatan INI, khususnya dalam studi kasus mengenai pelanggaran kode
Perilaku Notaris. Setelah mendapat data-data dari Majelis Pusat Notaris atas
putusan-putusan yang dikeluarkan selama 5 (lima) tahun terakhir dan berdasarkan
data-data yang didapat dari hasil wawancara dengan informan, maka Penulis
bermaksud menganalisa pelanggaran perilaku Notaris sebagaimana diuraikan
dalam salinan Putusan Majelis Pusat Notaris tanggal 5 Nopember 2009, Nomor
15/B/Mj.PPN/2009, Mengenai pemberhentian tidak hormat Notaris di Kabupaten
Klaten “LS” dari jabatannya sebagai Notaris dan pelanggaran Kode Etik yang
dilakukan oleh Notaris Kota Balikpapan “SH” sebagaimana ternyata dari
Keputusan Menteri Hukum dan hak Asasi Indonesia tanggal 1 Maret 2011 Nomor
AHU-10.AH.02.04.TAHUN 2011 juga Masalah yang terjadi di Majelis Pengawas
Daerah Jakarta Selatan periode tahun 2010-2011 serta pelanggaran yang
dilakukan oleh Notaris X atas pelanggaran perilakunya pada saat diadakan
Kongres Ikatan Notaris Indonesia ke 21, bulan Juli 2012 di Jakarta, yang
menggambarkan bagaimana Perilaku Anggota didalam tubuh Majelis Pengawas
Serta Ikatan Notaris Indonesia sendiri dilanggar oleh mereka.
Namun, mengingat luasnya permasalahan yang ada, dianggap perlu untuk
mengadakan pembatasan agar permasalahan pada tesis ini terfokus pada suatu
masalah pokok. Adapun pokok masalah dalam penelitian ini adalah:
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
6
Universitas Indonesia
1. Bagaimanakah fungsi dan kewenangan Majelis Pengawas Notaris dan
Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia dalam Pembinaan dan
Pengawasan terkait dengan Perilakunya?
2. Mengapa Notaris Perlu diadakan Pembinaan dan Pengawasan terkait
dengan perilakunya?
3. Bagaimana peran Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan
Ikatan Notaris Indonesia terhadap penyelesaian masalah pelanggaran
Perilaku Notaris?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui fungsi dan Kewenangan dari Majelis Pengawas Notaris
dan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia dalam menjalankan
kewajibannya melakukan Pembinaan dan Pengawasan terhadap perilaku
Notaris.
2. Agar mendapatkan jawaban mengapa perilaku Notaris perlu dibina dan
diawasi.
3. Untuk mengetahui peran Majelis Pengawas Notaris dan Dewan
Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia terhadap penyelesaian masalah
pelanggaran Perilaku Notaris.
I.4. METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan maupun teknologi.8 Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang
berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis,
sistematis dan konsisten.9 Oleh karena penelitan merupakan sarana (ilmiah) bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang
diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi
8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, ed 1, Cet. ke-13,( Jakarta:Raja Grafindo Persada,2011), hlm 1
9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke-3, UI Press, Jakarta,
1984, hlm. 42
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
7
Universitas Indonesia
induknya.10
Metodologi dalam suatu penelitian berfungsi untuk memberikan
pedoman bagi ilmuwan tentang tata cara mempelajari, menganalisis, dan
memahami lingkungan yang dihadapinya. Metodologi merupakan suatu unsur
mutlak yang harus ada dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.11
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris yaitu dengan melakukan
penelitian secara timbal balik antara hukum dengan lembaga non doktrinal yang
bersifat empiris dalam menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di
masyarakat, melalui wawancara dengan informan.
Dalam penelitian ini penulis menitik beratkan pada langkah-langkah
pengamatan dan analisa yang bersifat empiris. Pendekatan penelitian akan
dilakukan pada Putusan-putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Notaris
dimana hal ini sebagai bahan penelitian. Sedangkan dari segi yuridis ditekankan
pada doktrinal hukum, melalui peraturan-peraturan yang berlaku.
Dalam pengumpulan data ini, data yang digunakan adalah data primer dan
sekunder, yang akan diperoleh melalui studi lapangan dan studi kepustakaan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka metode pengumpulan data meliputi:
1. Studi Kepustakaan/ Data sekunder
1.1 Bahan Hukum Primer yaitu
1.1.1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
1.1.2 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
1.1.3 Keputusan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas
Notaris.
1.1.4 Keputusan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.02-PR.08.10 Tahun 2004
tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian
Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara
Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.
10
Soekanto dan Sri Mamudji, Ibid.
11
Soekanto, loc.Cit, hlm. 7
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
8
Universitas Indonesia
1.1.5 Kode Etik Notaris Indonesia yang dikeluarkan oleh Ikatan
Notaris Indonesia.
1.2 Bahan Hukum Sekunder
1.2.1 Literatur yang sesuai dengan masalah penelitian.
1.2.2 Hasil penelitian hukum yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.
1.2.3 Makalah atau artikel-artikel yang berkaitan dengan materi
penelitian.
1.3 Bahan Hukum Tersier
Yaitu kamus hukum, ensiklopedi, dan bahan-bahan lain yang dapat
memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan-bahan
hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
2. Studi lapangan/Data Primer
Dalam penelitan ini, cara yang digunakan dalam mengumpulkan
data/informasi adalah dengan melakukan wawancara. Wawancara
dilakukan secara langsung dan terarah dengan menggunakan pedoman
wawancara (interview guide) kepada narasumber dan/atau informan,
namun tidak menutup kemungkinan adanya pengembangan pertanyaan
lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil
wawancara tersebut diharapkan dapat memberikan kejelasan sejauh
manakah keefektifitasan dari Pengawasan serta Pembinaan yang
dilakukan Oleh Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan Ikatan
Notaris Indonesia terhadap pelanggaran perilaku Notaris.
Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, maka akan
diidentifikasikan dan digolongkan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Data
yang diperoleh kemudian disusun secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan
masalah yang dibahas.12
Dalam menganalisa data menggunakan metode kualitatif yaitu suatu tata
cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analistis, yaitu apa yang
12
Soekanto, loc.Cit,, hlm. 116
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
9
Universitas Indonesia
dinyatakan informan secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata,
yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.13
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN
Judul Tesis ini adalah Tinjauan Yuridis Fungsi Majelis Pengawas dan
Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia terhadap Pelanggaran Perilaku
Notaris.
Agar tesis ini lebih mudah untuk dibahas dan dipahami, sehingga pembaca
dapat mengambil kesimpulan dari apa yang diuraikan, maka penulis membagi
penelitian ini menjadi 3 (tiga) dan tiap-tiap bab terdiri dari bagian-bagian sebagai
berikut :
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam Bab ini penulis memaparkan mengenai latar
belakang dari apa yang akan penulis teliti, pokok
permasalahan yang akan diteliti, tujuan penelitian, dan
metode penelitian yang akan digunakan serta sistematika
penulisan.
BAB 2 ANALISIS TERHADAP TUGAS MAJELIS
PENGAWAS NOTARIS DAN DEWAN
KEHORMATAN IKATAN NOTARIS INDONESIA
Dalam Bab ini penulis akan menguraikan antara lain
mengenai Tinjauan Umum Mengenai Notaris, Tugas dan
Wewenang Notaris, Hak, kewajiban dan Larangan bagi
Notaris, Analisis terhadap Tugas Majelis Pengawas Notaris.
Analisis Terhadap Tugas Dewan Kehormatan Ikatan
Notaris Indonesia, Tinjauan Umum Mengenai Kode etik
Notaris yang terdiri dari Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Notaris, Tata Cara Pemeriksaan Perilaku Notaris, Serta
analisa kasus.
13
Soekanto, loc.Cit, hlm. 250
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
10
Universitas Indonesia
BAB 3 PENUTUP
Pada Bab terakhir ini penulis akan menyajikan suatu
kesimpulan dan saran dari segala penguraian dari seluruh
isi judul tersis tersebut.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
11
Universitas Indonesia
BAB 2
ANALISIS TERHADAP FUNGSI MAJELIS PENGAWAS NOTARIS
DAN DEWAN KEHORMATAN IKATAN NOTARIS INDONESIA
DALAM PELANGGARAN PERILAKU NOTARIS
2.1. Tinjauan Umum Mengenai Notaris
Notaris adalah pejabat umum14
yang berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-
undang.15
Perkataan Notaris berasal dari perkataan Notarius, untuk tunggal dan
Notaris untuk jamak. Notarius merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat
Romawi untuk menamai mereka yang melakukan pekerjaan menulis. Namun
Fungsi Notaris pada zaman tersebut berbeda dengan fungsi Notaris pada saat ini,
yang disebut dengan nama itu ialah mereka yang mengadakan pencatatan dengan
tulisan cepat.16
Lembaga Notariat berdiri di Indonesia sejak pada tahun 1860, sehingga
lembaga Notariat bukan lembaga yang baru di kalangan masyarakat Indonesia.
14 Istilah Pejabat Umum merupakan terjemahan dari istilah Openbare Amtbtenaren yang
terdapat dalam pasal 1 PJN, yang diterjemahkan oleh G.H.S. Lumban Tobing sebagaimana
tersebut dalam kata pengantar Buku Peraturan Jabatan Notaris, op cit hal. V.
15
Indonesia, Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004, LN No. 117,
Ps. 15.
16
Notodisoerjo, o.p. Cit, hlm, 13
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
12
Universitas Indonesia
Notaris berasal dari perkataan Notaris, ialah nama yang pada zaman Romawi,
diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Notarius
lambat laun mempunyai arti berbeda dengan semula, sehingga kira-kira pada abad
kedua sesudah Masehi yang disebut dengan nama itu ialah mereka yang
mengadakan pencatatan dengan tulisan cepat.17
Munculnya lembaga Notaris dilandasi kebutuhan akan suatu alat bukti
yang mengikat selain alat bukti saksi. Pertanyaan dari mana asalnya notariat
dahulu, hingga sekarang belum dapat terjawab baik oleh para ahli sejarah maupun
oleh para sarjana lainnya. Namun dalam banyak literatur sering kali dicatat,
bahwa ketika Kaisar Yustisianus (Romawi) berkuasa, mulai dipikirkan tentang
adanya alat bukti lain yang mengikat, mengingat alat bukti saksi kurang memadai
lagi sebab sesuai dengan perkembangan masyarakat, perjanjian-perjanjian yang
dilaksanakan anggota masyarakat semakin rumit dan kompleks. Bisa saja suatu
perjanjian dibuat dengan waktu yang sangat panjang dan melebihi umur pihak
(manusia) yang melakukan perjanjian. Untuk menutupi kelemahan alat bukti saksi
ini maka diadakan suatu alat bukti tertulis.18
Lembaga Notariat di Indonesia telah berumur ± 145 tahun sejak berdiri
pada tahun 1860, sehingga lembaga Notariat bukan lembaga yang baru dalam
kalangan masyarakat. Sejarah dari lembaga notariat yang dikenal sekarang ini
dimulai pada abad ke-11 atau ke-12 di daerah pusat perdagangan yang sangat
berkuasa pada zaman Italia Utara, Daerah inilah yang merupakan tempat asal dari
notariat yang dinamakan “Latijnsenotariaat” dan yang tanda-tandanya tercermin
dalam diri Notaris yang diangkat oleh penguasa umum untuk kepentingan
masyarakat umum dan menerima uang jasanya ( honorarium ) dari masyarakat
umum pula.19
Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan terhadap suatu pelayanan
public yang baik dan professional, baik terhadap kewenangan maupun tanggung
jawab dari jabatan Notaris semakin tinggi, maka untuk memenuhinya diperlukan
17
R. Sugondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1993), hal. 13.
18
H.S Lumban Tobing, Peraturan jabatan Notaris , cet.3,( Jakarta: Erlangga, 1983 ). hlm.
4.
19
Lumban Tobing, op cit, hlm 3-4
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
13
Universitas Indonesia
suatu undang-undang yang dapat mengaspirasikan kebutuhan Notaris dan
masyarakat yang dilayaninya, maka pada tanggal 6 Oktober 2004 dundangkan
dan disahkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Menurut Habib Adjie, sebagai pejabat umum Notaris mempunyai
karakteristik, yaitu:20
1. Sebagai jabatan
Undang-undang Jabatan Notaris merupakan unifikasi dibidang
pengaturan jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam
bentuk undang-undang yang mengatur jabatan Notaris di Indonesia,
sehingga segala hal yang berkaitan dengan Notaris di Indonesia harus
mengacu kepada Undang-undang Jabatan Notaris.
Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh
Negara. Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu
pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk
keperluan dan fungsi tertentu serta berkesinambungan sebagai suatu
lingkup pekerjaan tetap.
2. Notaris mempunyai kewenangan tertentu
Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan
hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik,
dan tidak berbenturan dengan wewenang jabatan lainnya. Jika
sesorang pejabat (Notaris) melakukan suatu tindakan diluar wewenang
yang terlah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan
melanggar wewenang.
3. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah
Pasal 2 Undang-undang Jabatan Notaris menentukan bahwa Notaris
diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, dalam hal ini menteri
yang membidangi kenotariatan (Pasal 1 ayat 4 angka 14 Undang-
Undang Jabatan Notaris)21
. Notaris meskipun secara administrative
20 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris, cet. 3, ( Bandung : PT Refika Aditama, 2008), hlm. 15-16
21
Mengenai karakter yuridis jabatan Notaris ini, Mahkamah Agung dengan Putusannya Nomor
1753 K/Pid/1990 telah mengkategorikan Notaris sebagai Pegawai Negeri. Dengan pertimbangan,
bahwa dalam arti hukum pidana dan yurisprudensi, maka Notaris termasuk dalam pengertian
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
14
Universitas Indonesia
diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Dengan demikian
Notaris dalam menjalankan jabatannya :
a. Bersifat mandiri (autonomous)
b. Tidak memihak siapapun (impartial),
c. Tidak tergantung pada siapapun (independent), yang berrati
dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh
pihak yang mengangkatnya atau oleh pihak lain.
4. Tidak menerima gaji atau pensiun dari pihak yang mengangkatnya
Notaris meskipun diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah tapi
tidak menerima gaji, pensiun dari pemerintah. Notaris hanya
menerima honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya atau
dapat member pelayanan Cuma-Cuma untuk mereka yang tidak
mampu.
5. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat
Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
memerlukan dokumen hukum (akta) otentik dalam bidang hukum
perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani
masyaraka, masyarakat dapat menggugat secara perdata Notaris, dan
menuntut biaya, ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat
dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal
ini merupakan bentuk akuntabilitas Notaris kepada masyarakat.
Notaris berperan melaksanakan sebagian tugas Negara dalam bidang
hukum keperdataan, dan kepada Notaris dikualifikasikan sebagai pejabat umum
yang berwenang membuat akta otentik, dan akta merupakan formulasi keinginan
atau kehendak (wilsvorming) para pihak yang dituangkan dalam akta Notaris yang
Pegawai Negeri, karena ia sebagai yang diangkat oleh pemerintah untuk melakukan tugas atas
permintaan mereka yang bersangkutan, akan tetapi, Notaris adalah pejabat pemerintah yang tidak
digaji, melainkan mendapat penghasilan dan imbalan jasa. Putusan Mahkamah Agung seperti ini
menimbulkan kerancuan, apakah Notaris diatur berdasarkan aturan hukum mengenai Pegawai
Negeri atau aturan hukum Jabatan Notaris? Dengan demikian berdasarkan karakteri yuridis
Jabatan Notaris tidak tepat Notaris dikategorikan sebagai pegawai negeri berdasarkan putusan
Mahkamah Agung tersebut dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 serta Undang-Undang
Nomor 43 tahun 1999.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
15
Universitas Indonesia
dibuat dihadapan atau oleh Notaris, dan kewenangan lainnya sebagaimana diatur
dalam UUJN.22
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat umum, Menurut Habib
Adjie, asas-asas yang harus dijadikan pedoman sebagai asas-asas pelaksanaan
tugas jabatan Notaris yang baik dengan substansi dan pengertian untuk
kepentingan Notaris, sebagai berikut:23
1. Asas Persamaan
Dalam Memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membeda-
bedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan keadaan social-
ekonomi atau alasan lainnya. Alasan-alasan seperti ini tidak
dibenarkan untuk dilakukan oleh Notaris dalam melayani masyarakat
hanya alasan hukum yang dapat dijadikan dasar bahwa Notaris dapat
tidak memberikan jasa kepada orang yang menghadap Notaris. Bahkan
dalam keadaan tertentu Notaris wajib memberikan jasa Hukum kepada
yang tidak mampu. (Pasal 37 UUJN).
2. Asas Kepercayaan
Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras
dengan mereka yang menjalankan tugas jabatan Notaris sebagai orang
yang dapat dipercaya. Notaris sebagai jabatan kepercayaan tidak
berarti apa-apa, jika ternyata mereka yang menjalankan tugas jabatan
sebagai Notaris sebagai orang yang tidak dipercaya, sehingga hal
tersebut, antara jabatan Notaris dan Pejabatnya (yang menjalankan
tugas Jabatan Notaris) harus sejalan bagaikan dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan.
Salah satu bentuk dari Notaris sebagai jabatan kepercayaan, maka
Notaris mempunyai kewajiban merahasiakan segala sesuatu mengenai
akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna
pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-
undang menentukan lain (pasal 16 ayat 1 huruf j UUJN). Berkaitan
dengan Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN merupakan kelengkapan
22 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, Op Cit., Ps. 15 ayat 1
23
Habib Adjie op cit, hlm.34
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
16
Universitas Indonesia
kepada Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai
kewajiban ingkar (Verschoningslicht) Notaris.24
3. Asas Kepastian Hukum
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara
normative kepada aturan hukum yang berkaitan dengan segala
tindakan yang diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta.
Bertindak berdasarkan hukum yang berlaku akan memberikan
kepastian kepada para pihak, bahwa akta yang dibuat dihadapan atau
oleh Notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga
jika terjadi permasalahan, akta Notaris dapat dijadikan pedoman para
pihak.
4. Asas Kecermatan
Notaris dalam mengambil suatu tindakan harus dipersiapkan dan
didasarkan pada aturan hukum yang berlaku. Meneliti semua bukti
yang diperlihatkan kepada Notaris dan mendengarkan keterangan atau
pernyataan para pihak wajib dilakukan sebagai bahan dasar untuk
dituangkan dalam akta. Asas kecermatan ini mempunyai penerapan
dari pasal 16 ayat (1) huruf a, antara lain dalam menjalankan tugas
jabatannya wajib bertindak seksama.
5. Larangan Pemberian Alasan
Setiap akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris harus mempunyai
alasan dan fakta yang mendukung untuk akta yang bersangkutan atau
ada pertimbangan hukum yang harus dijelaskan kepada
pihak/penghadap.
6. Larangan Penyalahgunaan Wewenang
Pasal 15 UUJN merupakan batas kewenangan Notaris dalam
menjalankan tugas jabatannya. Penyalahgunaan wewenang, yaitu suatu
tindakan yang dilakukan oleh Notaris di luar wewenang yang telah
ditentukan. Jika Notaris membuat suatu tindakan di luar wewenang
yang telah ditentukan, maka tindakan Notaris dapat disebut sebagai
tindakan penyalahgunaan wewenang. Jika tindakan seperti merugikan
24 Habib Adjie op cit, hlm.35 - 38
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
17
Universitas Indonesia
para pihak, maka para pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut
Notaris yang bersangkutan dengan kualifikasi sebagai suatu tindakan
hukum yang merugikan para pihak. Para pihak yang menderita
kerugian untuk menuntut penggantian biaya ganti rugi dan bunga
kepada Notaris.
7. Larangan Bertindak Sewenang-wenang
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dapat menentukan
tindakan para pihak dapat dituangkan dalam bentuk akta Notaris atau
tidak. Sebelum sampai pada keputusan seperti itu, Notaris harus
mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan
kepada Notaris. Dalam hal ini Notaris mempunyai peranan untuk
menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam suatu bentuk akta
atau tidak dan keputusan yang diambil harus didasarkan pada alasan
hukum yang harus dijelaskan kepada para Pihak.
8. Asas Proposionalitas
Dalam pasal 16 ayat (1) huruf a, Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya wajib bertindak menjaga kepentingan para pihak yang
terkait dalam perbuatan hukum atau dalam menjalankan tugas jabatan
Notaris, wajib mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban para pihak yang menghadap Notaris.
Notaris dituntut untuk senantiasa mendengan dan mempertimbangkan
keinginan para pihak agar tindakannya dituangkan dalam akta Notaris,
sehingga kepentingan para pihak terjaga secara proporsional yang
kemudian dituangkan dalam bentuk akta Notaris.
9. Asas Profesionalitas
Dalam pasal 16 ayat (1) huruf d, Notaris wajib memberikan pelayanan
sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk
menolaknya. Asas ini mengutamakan keahlian (keilmuan) Notaris
dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan UUJN dan Kode
Etik Jabatan Notaris. Tindakan professional Notaris dalam
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
18
Universitas Indonesia
menjalankan tugas jabatannya diwujudkan dalam melayani masyarakat
dan akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris.25
Dalam menjalankan profesinya, Notaris memberikan pelayanan hukum
kepada masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris yang diundangkan tanggal 6 Oktober 2004 dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117.
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris adalah sebagai berikut: 26
1. Warga Negara Indonesia;
2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. Berumur paling sedikit 27 (Dua puluh tujuh) tahun;
4. Sehat jasmani dan rohani;
5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut
pada Kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi
organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; dan
7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau
tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang
dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.
2.1.1.Tugas dan Wewenang Notaris
Dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 mengenai Jabatan Notaris
(UUJN), Notaris didefinisikan sebagai pejabat umum27
yang berwenang untuk
membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
UUJN.
Kewenangan Notaris, adalah membuat akta otentik mengenai perbuatan,
perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
25 Ibid.
26
Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, Op Cit., Ps. 3
27
Pengertian Notaris sebagai Pejabat umum lebih lengkap diuraikan dalam pasal 1 Peraturan
Jabatan Notaris (PJN) dimana diterangkan bahwa “Notaris itu pejabat umum, yang satu-satunya
berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang
diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar
dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan
daripada itu memberikan grosse, salinan dan kutipannya”
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
19
Universitas Indonesia
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau
orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.
Notaris memiliki wewenang pula untuk: 28
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus
2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
3. Membuat kopi dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
membuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan;
4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; dan
7. Membuat akta risalah lelang.
2.1.2. Hak, Kewajiban dan Larangan Notaris
Kewajiban menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai
sesuatu yang diwajibkan, sesuatu yang harus dilaksanakan atau dapat diartikan
juga sebagai suatu keharusan.29
Sehingga kewajiban Notaris adalah tugas yang
harus dilaksanakan oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya, karena sudah
menjadi suatu keharusan yang diwajibkan oleh undang-undang (UUJN).
Sebagai Jabatan dan Profesi yang terhormat Notaris mempunyai kewajiban-
kewajiban yang harus dilaksanakan baik berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang khusus mengatur mengenai Notaris, yaitu UUJN maupun
peraturan perundang-undangan lainnya yang harus ditaati oleh Notaris, misalnya
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Notaris
diangkat oleh penguasa untuk kepentingan publik. Wewenang dari Notaris
28
Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, Op Cit., Ps. 15 ayat 1 dan 2
29
http://kamusbahasaindonesia.org/kewajiban diunduh tanggal 23 September 2012.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
20
Universitas Indonesia
diberikan oleh undang-undang untuk kepentingan publik bukan untuk kepentingan
diri Notaris sendiri. Oleh karena itu kewajiban-kewajiban Notaris adalah
kewajiban jabatan. Notaris wajib melakukan perintah tugas jabatannya itu, sesuai
dengan isi sumpah pada waktu hendak memangku jabatan Notaris. Batasan
seorang Notaris dikatakan mengabaikan tugas atau kewajibannya jabatan, apabila
Notaris tidak melakukan perintah imperative Undang-Undang yang dibebankan
kepadanya.
Didalam melaksanakan tugasnya, Notaris mempunyai beberapa hak,
kewajiban serta Larangan. Hak dari seorang Notaris berupa:
1. Hak untuk cuti30
2. Hak untuk mendapatkan honorarium31
, dan
3. Hak Ingkar32
Sedangkan Kewajiban Notaris meliputi:
1. Mengucapkan sumpah/janji sebelum menjalankan jabatannya
2. Wajib menjalankan jabatan secara nyata, menyampaikan berita acara
sumpah/janji jabatan, alamat kantor, contoh tanda tangan dan paraf
serta teraan cap/stempel Jabatan Notaris
3. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;(pasal 16 ayat
1 huruf a), membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan
menyimpannya sebagai bagiandari Protokol Notaris; (pasal 16 ayat 1
huruf b), mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
berdasarkan Minuta Akta; memberikan pelayanan sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk
menolaknya; (pasal 16 ayat 1 huruf d), merahasiakan segala sesuatu
mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh
guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/ janji jabatan, kecuali
undang-undang menentukan lain; (pasal 16 ayat 1 huruf e), menjilid
akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat
30 Ibid., Ps. 25
31
Ibid., Ps . 36
32
Ibid., Ps. 4, jo Ps. 16 huruf e jo Ps 54
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
21
Universitas Indonesia
tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat
dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari
satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku; (pasal 16 ayat 1 huruf f),
membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga, (pasal 16 ayat 1 huruf g), membuat daftar
akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan
akta setiap bulan, mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud
dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke
Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu
pertama setiap bulan berikutnya; (pasal 16 ayat 1 huruf j), mempunyai
cap/stempel yang memuat lambing Negara Republik Indonesia dan
pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat
kedudukan yang bersangkutan (pasal 16 ayat 1 huruf k), membacakan
akta dihadapan penghadap (pasal 16 ayat 1 huruf l), menerima
magang calon Notaris (pasal 16 ayat 1 huruf m);
4. Berkantor di tempat kedududukan33
5. Wajib memberikan jasa hukum kepada orang yang tidak mampu.34
Adapun Larangan Notaris diatur dalam Pasal 17 UUJN, dimana Notaris
dilarang:35
1. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
3. Merangkap sebagai pegawai negeri;
4. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
5. Merangkap jabatan sebagai advokat;
6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau badan usaha swasta;
33 Ibid., Ps.19 (1)
34
Ibid., Ps.17
35
Ibid, Ps.17
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
22
Universitas Indonesia
7. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar
wilayah jabatan Notaris;
8. Menjadi Notaris pengganti;
9. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
jabatan Notaris.
Notaris sebagai anggota organisasi profesi Notaris memiliki kewajiban dan
larangan yang diatur dalam suatu kode etik36
dan memiliki sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan terhadapnya. Kewajiban Notaris diatur dalam Pasal
3 Kode Etik Notaris, yaitu:
Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib:
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik.
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan
Notari.
3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan.
4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab,
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan
Notaris.
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas
pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan
Negara;
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut
merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
36 Menurut Pieter Latumenten, diperlukan pedoman moral agar Notaris dalam menggunakan
keahliannya secara benar dan tepat serta tidak merugikan masyarakat. Manfaat perlunya standar
moral atau kode etik profesi yaitu : a) sebagai social control terhadap anggota profesi yang
bersangkutan agar menjalankan tugas dengan baik; b) untuk mencegah campur tangan masyarakat
atau pemerintah terhadap masalah-masalah dalam profesi; c) untuk melindungi anggota profesi
maupun masyarakat dari tindakan anggota profesi yang bail; d) untuk menetapkan standar sikap
dan tindakan anggota profesi. Sebagaimana disampaikannya dalam Makalah Pertanggung
Jawaban hukum Profesi Notaris”, Jakarta, 18 Januari 2010.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
23
Universitas Indonesia
9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan
kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60
cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat: a. Nama lengkap dan gelar
yang sah; b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang
terakhir sebagai Notaris; c. Tempat kedudukan; d. Alamat kantor dan
nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf
berwarna hitam dan tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah
dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan
untuk pemasangan papan nama dimaksud.
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang
diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi,
melaksanakan setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan.
11. Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib.
12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang
meninggal dunia.
13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium
ditetapkan Perkumpulan.
14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan
dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena
alasan-alasan yang sah.
15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam
melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling
memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling
menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin
komunikasi dan tali silaturahim.
16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak
membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya. Melakukan
perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban
untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada
ketentuan yang tercantum dalam:
a. UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
24
Universitas Indonesia
b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris;
c. Isi Sumpah Jabatan Notaris;
d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris
Indonesia.
Adapun selain kewajiban Notaris yang diatur dalam Kode Etik Notaris, ada
hal lain mengenai beberapa larangan bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya
yang disebutkan dalam pasal 4, yaitu:
Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dilarang:
1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun
perwakilan.
2. Memasang papan nama dan/tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor
Notaris” di luar lingkungan kantor.
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri, maupun secara
bersama-sama, degan mencantumkan nama dan jabatannya,
menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk:
a. Iklan;
b. Ucapan selamat;
c. Ucapan belasungkawa;
d. Ucapan terima kasih;
e. Kegiatan pemasaran;
f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun
olah raga.
4. Bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada
hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau
mendapatkan klien.
5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah
dipersiapkan oleh pihak lain.
6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani.
7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang
berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
25
Universitas Indonesia
langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui
perantaraan orang lain.
8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-
dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan
psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta
padanya.
9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang
menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan
sesama rekan Notaris.
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah
yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan
Perkumpulan.
11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan
kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang
bersangkutan.
12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang
dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau
menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata
di dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau
membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan
kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang
dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan
untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap
klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.
13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif
dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau
lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk
berpartisipasi.
14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
26
Universitas Indonesia
15. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut
sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun
tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap:
a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris;
b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris;
c. Isi sumpah jabatan Notaris;
d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga dan/atau Keputusan-keputusan lain yang telah
ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh
dilakukan oleh anggota.
Mengingat peranan kewenangan Notaris sangat penting bagi lalu lintas
kehidupan masyarakat, maka perilaku perbuatan Notaris dalam menjalankan
jabatan profesinya, rentan terhadap pengalahgunaan yang dapat merugikan
masyarakat, sehingga lembaga Pembina dan pengawasan terhadap Notaris perlu
diefektifkan. Pengawas terhadap Notaris juga harus diikuti dengan pembinaan dan
perlindungan, karena tanpa trilogy tersebut proses yang berjalan tidak akan
optimal. Fungsi pembinaan, perlindungan, dan pengawasan internal lebih condong
diemban oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI). Sementara fungsi pengawasan
eksternal dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan
Membentuk Majelis Pengawas. Ketentuan pasal 67 menjadi landasan yang
mengatur Majelis Pengawasan dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (UUJN), merupakan salah satu upaya mengantisipasi
kelemahan dan kekurangan dalam sistem pengawasan Notaris, sehingga
diharapkan dalam menjalankan jabatannya, Notaris dapat lebih meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat.37
37 Kementrian Hukum dan HAM, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawasan Notaris, Kepmen
No. M.39-PW.07.10 Tahun 2004, Pendahuluan
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
27
Universitas Indonesia
2.2. Analisis Terhadap Tugas Majelis Pengawas Notaris
Sebelum berlaku UUJN, pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi
terhadap Notaris dilakukan oelh Badan Peradilan yang ada pada waktu itu
sebagaimana pernah diatur dalam Pasal 140 Reglement op de Rechtelijke
Organisatie en Het Der Justitie (Stbl. 1847 No. 23), Pasal 96 Reglement
Buitengewesten, Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrinchtingen-
Lembaran Negara 1946 Nomor 135, dan Pasal 50 PJN, kemudian pengawasan
terhadap Notaris dilakukan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung sebagaimana
tersebut dalam pasal 32 dan 54 Undang-Undang nomor 13 tahun 1965 tentang
Peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung, Kemudian
dibuat pula Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 tahun
1984 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris, Keputusan Bersama Ketua
Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor KMA/006/SKB/VII/1987
tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris, dan
terakhir dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2004.38
Pengawasan dan Pembinaan terhadap perilaku Notaris yang diatur dalam
Kode Etik Profesi dan Pelaksanaan Jabatan Notaris yang diatur dalam UUJN
dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris Secara Berjenjang dari Mulai Majelis
Pengawas Daerah Notaris, Majelis Pengawas Wilayah Notaris, Majelis Pusat
Notaris.39
Majelis Pengawas Notaris diharapkan dapat memberikan pembinaan
dan pengawasan kepada Notaris dalam menjalankan jabatan profesinya sebagai
pejabat umum yang senantiasa meningkatkan profesionalisme dan kualitas
kerjanya sehingga dapat memberian jaminan kepastian dan perlindungan hukum
bagi penerima Jasa Notaris dan Masyarakat Luas.
Dalam prakteknya seringkali para anggota Majelis Pengawas tidak
memahami filosofi dan kedudukan profesi jabatan Notaris sehingga dalam proses
penyidikan para Notaris tidak mendapat perlakuan terhormat. Oleh karena itu,
Ikatan Notaris Indonesia perlu menjelaskan filosofi pengawasan yang benar untuk
Notaris sehingga terjadi hubungan saling menghargai antar lembaga Negara.
38 Habib Adjie, Majelis Pengawas Notaris, sebagai Pejabat Tata usaha Negara, cet.1 (PT
Refika Aditama, Bandung : 2011), hlm. 1
39
Indonesia, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, UU No, 30 tahun 2004, ps. 68
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
28
Universitas Indonesia
Dalam kaitan tersebut diatas, meskipun Notaris diangkat oleh Pemerintah
mengenai pengawasannya dilakukan oleh Badan Peradilan.40
Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan
kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.41
Pengawasan terhadap Notaris dimaksudkan agar Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya wajib berdasarkan dan mengikuti peraturan perundang-undangan yang
mengatur jabatan Notaris. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib
berpegang dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur
Jabatan Notaris secara melekat, artinya segala hal yang disebutkan dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur Jabatan Notaris wajib diikuti.
Pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri. Pasal 67 ayat (2)
UUJN menentukan bahwa dalam menjalankan pengawasan tersebut Menteri
membentuk Majelis Pengawas yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi
Notaris, dan ahli/akademis (Pasal 67 ayat (3) UUJN). Adanya anggota Majelis
Pengawas dari kalangan Notaris merupakan pengawasan internal, artinya
dilakukan oleh sesama Notaris yang memahami dunia Notaris luar-dalam. Unsur
lainnya merupakan unsur eksternal yang mewakili dunia akademik, pemerintah,
dan masyarakat. Perpaduan keanggotaan Majelis Pengawas diharapkan dapat
memberikan sinergi pengawasan dan pemeriksaan yang objektif, sehingga setiap
pengawasan dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan para Notaris
dalam menjalankan tugas jabatannya tidak menyimpangi dari UUJN karena
diawasi secara internal dan eksternal.
Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas termasuk perilaku
Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 9 huruf c UUJN dan penjelasannya
dalam penjelasannya diterangkan bahwa yang dimaksudkan dengan melakukan
perbuatan tercela adalah melakukan yang bertentangan sengan norma agama,
norma kesusilaan dan Norma adat. Dan dalam pasal 12 huruf c UUJN dikatakan
bahwa Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari Jabatannya oleh Menteri
atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila: c. melakukan perbuatan yang
40 Anke Dwi Saputro (ed), Jati Diri Notaris Indonesia dulu, sekarang dan masa mendatang
(Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2008), hlm.37.
41
Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, Op Cit., Ps.1 ayat 6
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
29
Universitas Indonesia
merendahkan kehormatan dan martabat Notaris dan dalam penjelasannya
dikatakan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang merendahkan
kehormatan dan martabat, misalnya berjudi, mabuk menyalahgunakan narkoba
dan berzina. Menurut Habib Adjie, dalam kategori pasal 9 huruf c dan pasal 12
huruf c UUJN, mungkin juga termasuk perselingkuhan dan atau untuk suami
beristri lebih dari satu tanpa meminta izin dari istri-istri yang lain.
Dengan demikian, mereka yang duduk sebagai anggota Majelis pengawas,
bukan hanya memenuhi syarat formal pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi manusia Republik Indonesia Nomor: M.02.PR.08.10 tahun 2004 tentang
Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, susunan organisasi,
Tata Cara Kerja, dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris,
melainkan juga:42
1. Harus mempunyai kemampuan keilmuan (hukum dan Notariat) yang
mumpuni.
2. Patuh/taat terhadap norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat.
3. Tidak pernah berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba, dan berzina,
selingkuh, atau untuk suami beristeri lebih dari satu tanpa meminta
izin dari istri (-istri) yang lainnya.
4. Mempunyai rumah tangga yang harmonis.
Majelis Pengawas terdiri dari Majelis Pengawas daerah, Pengawas
Wilayah dan majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas daerah dibentuk di
Kabupaten/Kota, Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan di ibukota
Provinsi, dan Majelis Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di Ibu kota
Negara. MajelisPengawas Wilayah dan majelis Pengawas Pusat terdiri dari 3
unsur yakni:
1. Unsur pemerintah sebanyak 3 orang;
2. Unsur organisasi Notaris sebanyak 3 orang; dan
3. Unsur ahli/akademisi sebanyak 3 orang.
Masa jabatan Majelis Pengawas tersebut adalah 3 tahun.43
42 Adjie, Op Cit, hlmn. 61
43
Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, Op Cit., ps. 68.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
30
Universitas Indonesia
2.2.1. Majelis Pengawas Daerah
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah diatur dalam Pasal 70 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yakni: 44
1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan
Notaris;
2. Melakukan pemeriksaan, terhadap Protokol Notaris secara berkala 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap
perlu;
3. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
4. Menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris
yang bersangkutan;
5. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat
serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun
atau lebih;
6. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara
Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara;
7. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam
Undang-Undang ini;
8. Membuat dan menyampaikan laporan kepada Majelis Pengawas
Wilayah.
Majelis Pengawas Daerah mempunyai kewajiban seperti yang tertera dalam
Pasal 71 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu:45
1. Mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris
dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan jumlah akta serta jumlah
surat di bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal
pemeriksaan terakhir;
2. Membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada
Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan kepada
44 ibid. Ps.70
45
ibid, Ps. 71
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
31
Universitas Indonesia
Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas
Pusat;
3. Merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan;
4. Menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain
dari Notaris dan merahasiakannya;
5. Memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan
hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang
melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan
Organisasi Notaris;
6. Menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan
cuti.
Dalam ketentuan pasal 66 UUJN diatur bahwa Majelis Pengawas Daerah
mempunyai kewenangan lain yang tidak diberikan kepada Majelis Pengawas
Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat, yaitu:
1. Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau
hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang
dilekatkan pada Minuta Akta atau protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris;
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada
dalam penyimpanan Notaris.
2. Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
2.2.2. Majelis Pengawas Wilayah
Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah diatur pada Pasal 73 ayat(1),
yakni:
1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan
atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas
Wilayah; memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
32
Universitas Indonesia
laporan; memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu)
tahun;
2. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang
menolak cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor;
3. Memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis; mengusulkan
pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa
pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan
atau pemberhentian dengan tidak hormat; membuat berita acara atas setiap
keputusan penjatuhan sanksi.46
Berdasarkan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris, Majelis Pengawas Wilayah berkewajiban:
1. Menyampaikan keputusan kepada Notaris yang bersangkutan dengan
tembusan kepada Majelis Pengawas Pusat dan Organisasi Notaris;
2. Menyampaikan pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis Pengawas
Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti.
2.2.3. Majelis Pengawas Pusat
Sesuai dengan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, Majelis Pengawas Pusat berwenang:47
1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil
keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan
penolakan cuti;
2. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan;
3. Menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian Sementara ;
4. Mengusulkan pemberian sanksi Pemberhentian dengan tidak hormat
kepada Menteri..
Kewajiban Majelis Pengawas Pusat diatur dalam Pasal 79 Undang-Undang
Nomor 30 tahun 2004, yang berbunyi:48
“Majelis Pengawas Pusat berkewajiban menyampaikan keputusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a kepada Menteri dan
Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas
46 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, Op Cit., Ps. 73 ayat 1
47
ibid Ps. 77
48
,ibid Ps. 79
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
33
Universitas Indonesia
Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah yang bersangkutan serta
Organisasi Notaris.”
2.3. Analisa terhadap Tugas Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia
Ikatan Notaris Indonesia adalah perkumpulan/organisasi bagi para Notaris,
berdiri sejak tanggal 1 Juli 1908, dan telah diakui sebagai badan hukum
(rechtpersoon) berdasarkan Gouverments Besluit (Penetapan Pemerintah tanggal 5
September 1908 Nomor 9 dan telah mendapat pengesahan dari pemerintah.49
Ikatan Notaris Indonesia sebagai organisasi pejabat umum yang
professional dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas, baik kualitas ilmu
maupun kualitas moralnya serta senantiasa menjunjung tinggi keluhuran martabat
Notaris, sehingga dalam memberikan pelayanannya kepada masyarakat senantiasa
berpedoman kepada Kode Etik profesi dan berdasarkan Undang-Undang tentang
Jabatan Notaris, yaitu Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004.50
Terwujudnya Organisasi Notaris yang solid, diharapkan mampu
membawa dan menjaga para anggotanya bersifat profesional dalam menjalankan
jabatannya. Sebagaimana fitrah organisasi profesi yang selau melekat dan menjadi
identitas utamanya yaitu selalu meningkatkan kemampuannya melauli
peningkatan kualitas, baik kualitas ilmu, maupun integritas moralnya, serta
senantiasa menjunjung tinggi keluhuran martabatnya berdasarkan Kode Etik
profesi.
Ikatan Notaris Indonesia merupakan organisasi Notaris sebagaimana yang
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 Jabatan Notaris yang
telah mengamanatkan agar diwujudkan satu wadah organisasi Notaris untuk
berhimpun bagi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) yang
menyatakan bahwa Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris.51
49 Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia op cit, Ps.1 ayat 1
50
Berita Negara Republik Indonesia tanggal 7 April 1995 Nomor 28
51
N.G. Yudara, Notaris dan Pemasalahannya “Pokok-pokok Pemikiran di Seputar Kedukan
dan Fungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut Sistem Hukum Indonesia” Makalah disampaikan
Ikatan Notaris Indonesia (Jakarta, januari 2005), hlm. 11
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
34
Universitas Indonesia
Sudah seharusnya dan sudah waktunya Ikatan Notaris Indonesia (INI)
sebagai kelompok profesi yang terinstitusi mampu secara lebih nyata memberikan
konstribusinya dalam upaya penegakkan hukum.52
Ikatan Notaris Indonesia sebagai wadah bagi Notaris diharapkan dapat
berperan aktif dan memberikan arah dan tuntunan bagi anggotanya dalam
menjalankan jabatannya sehingga para Notaris dapat memberikan jaminan
kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi penerima jasa Notaris dan
masyarakat luas.
Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran mertabat jabatan Notaris,
perkumpulan mempunyai Kode Etik Notaris yang ditetapkan oleh kongres dan
merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan.
Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang
terdiri dari beberapa orang anggota yang dipilih dari anggota biasa dan werda
Notaris, yang berdedikasi tinggi dan loyal terhadap perkumpulan, berkepribadian
baik, arif dan bijaksana, sehingga dapat menjadi panutan bagi anggota dan
diangkat oleh kongres untuk masa jabatan yang sama dengan masa jabatan
kepengurusan.
Dewan Kehormatan berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran
terhadap Kode Etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan
kewenangannya dan bertugas untuk:53
1. Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota
dalam menjunjung tinggi Kode Etik;
2. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran
ketentuan Kode Etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai
masyarakat secara langsung;
3. Memberikan saran dan pendapat kepada majelis pengawas atas
dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris.
Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
52 Ibid
53
Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia op cit, Ps.1 ayat 8a
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
35
Universitas Indonesia
1. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia
dan Dewan Kehormatan Daerah.
2. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia
dan Dewan Kehormatan Wilayah.
3. Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia
dan Dewan Kehormatan Pusat.
2.3.1. Dewan Kehormatan Daerah
Pada tingkat pertama Pengurus Daerah perkumpulan mempunyai Dewan
Kehormatan Daerah pada setiap kepengurusan Pengurus Daerah Ikatan Notaris
Indonesia.
Dewan Kehormatan Daerah terdiri dari 3 (tiga) orang anggota diantaranya,
seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, dan seorang Sekretaris. Yang dapat diangkat
menjadi anggota Dewan Kehormatan Daerah adalah anggota biasayang telah
menjabat sebagai Notarissekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan anggota luar
biasa (mantan Notaris), yang senantiasa mentaati peraturan perkumpulan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, berdedikasi tinggi, berjasa dan loyal
serta mempunyai rasa kepedulian yang tinggi kepada konferensi daerah dapat
menentukan lain, terutama mengenai komposisi Notaris dan mantan Notaris.
Masa jabatan Dewan Kehormatan Daerah adalah sama dengan masa
jabatan anggota Pengurus Daerah. Para anggota Dewan Kehormatan Daerah yang
masa jabatannya telah berakhir dapat dipilih kembali. Seorang anggota Dewan
Kehormatan Daerah tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus Pusat,
Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah, dan
Pengurus Daerah, jika selama masa jabatan karena suatu hal terjadi jumlah
anggota Dewan Kehormatan Daerah kurang dari jumlah yang ditetapkan maka
Dewan Kehormatan Daerah yang ada tetap sah walaupun jumlah anggotanya
berkurang.
Dewan Kehormatan Daerah merupakan badan yang bersifat otonom di
dalam mengambil keputusan yang mempunyai tugas dan kewajiban untuk
memberikan bimbingan dari melakukan pengawasan dalam pelaksanaan serta
pentaatan Kode Etik oleh para anggota perkumpulan di daerah masing-masing.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
36
Universitas Indonesia
Dalam rangka menjalankan tugas dan kewajibannya Dewan Kehormatan Daerah
berwenang untuk:
1. Memberikan dan menyampaikan usul dan saran yang ada
hubungannya dengan kode etik dan pembinaan rasa bersama profesi
(corpsgeest) kepada Pengurus Daerah;
2. Memberikan peringatan, baik secara tertulis maupun dengan lisan
secara langsung kepada para anggota di daerah masing-masing yang
melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan kode etik atau
bertentangan dengan rasa kebersamaan profesi;
3. Memberitahukan tentang pelanggaran tersebut kepada Pengurus
Daerah, Pengurus Wilayah, dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus
Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat;
4. Mengusulkan kepada Pengurus Pusat melalui Dewan Kehormatan
Wilayah dan Dewan Kehormatan Pusat untuk pemberhentian
sementara (scorsing) annggota perkumpulan yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etik. Dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya Dewan Kehormatan Daerah dapat mengadakan
pertemuan dengan Pengurus Daerah, Pengurus Wilayah, Pengurus
Pusat atau Dewan Kehormatan Pusat.
2.3.2. Dewan Kehormatan Wilayah
Pada tingkat banding perkumpulan mempunyai Dewan Kehormatan
Wilayah pada setiap kepengurusan Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia.
Dewan Kehormatan Wilayah terdiri dari 5 (lima) anggota diantaranya
seorang ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris. Yang dapat diangkat
menjadi anggota Dewan Kehormatan Wilayah adalah anggota biasa yang telah
menjabat sebagai Notaris sekurang-kurangnya tujuh tahun dan anggota luar biasa
(mantan Notaris), yang senantiasa mentaati peraturan perkumpulan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, berdedikasi tinggi, berjasa dan loyal serta
mempunyai rasa kepedulian yang tinggi kepada perkumpulan, kecuali untuk
wilayah-wilayah tertentu, konferensi wilayah dapat menentukan lain, terutama
mengenai komposisi Notaris dan mantan Notaris.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
37
Universitas Indonesia
Masa jabatan Dewan Kehormatan Wilayah adalah sama dengan masa
jabatan anggota Pengurus Wilayah. Para anggota Dewan Kehormatan Wilayah
yang masa jabatannya telah berakhir dapat dipilih kembali.
Seorang anggota Dewan Kehormatan Wilayah tidak boleh merangkap
sebagai anggota Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Wilayah,
Pengurus Daerah, Dewan Kehormatan Daerah, jika selama masa jabatan karena
sesuatu hal terjadi jumlah anggota Dewan Kehormatan Wilayah kurang dari
jumlah yang ditetapkan maka Dewan Kehormatan Wilayah yang ada tetap sah
walaupun jumlah anggotanya berkurang.
Dewan Kehormatan Wilayah merupakan badan yang bersifat otonom
didalam mengambil keputusan. Dewan Kehormatan Wilayah mempunyai tugas
dan kewajiban untuk memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan dalam
pelaksanaan serta pentaatan kode etik oleh para anggota perkumpulan di wilayah
masing-masing. Dalam rangka menjalankan kewajibannya Dewan Kehormatan
Wilayah berwenang untuk:
1. Memberikan dan menyampaikan usul dan saran yang ada
hubungannya dengan kode etik dan pembinaan rasa kebersamaan
profesi (corpsgeet) kepada Pengurus Wilayah;
2. Memberikan peringatan, baik secara tertulis maupun dengan lisan
secara langsung kepada para anggota di wilayah masing-masing yang
melakukan pelanggaran atau melakukan perbuatan yang tidak sesuai
dengan kode etik atau bertentangan dengan rasa kebersamaan profesi;
3. Memberitahukan tentang pelanggaran tersebut kepada Pengurus
Wilayah, Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat;
4. Mengusulkan kepada Pengurus Pusat melalui Dewan Kehormatan
Pusat untuk pemberhentain sementara (schorsing) dari anggota
perkumpulan yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik.
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya Dewan Kehormatan Wilayah
dapat mengadakan pertemuan dengan Pengurus Wilayah, Pengurus Pusat, Dewan
Kehormatan Pusat, Pengurus Daerah atau Dewan Kehormatan Daerah.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
38
Universitas Indonesia
2.3.3. Dewan Kehormatan Pusat
Pada tingkat terakhir kepengurusan perkumpulan mempunyai Dewan
Kehormatan Pusat pada tingkat Pusat Ikatan Notaris Indonesia. Dewan
Kehormatan Pusat terdiri dari 5 (lima) orang anggota, dengan susunan
kepengurusan sebagai berikut:
Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris.Yang dapat diangkat menjadi anggota
Dewan Kehormatan Pusat adalah anggota biasa yang telah menjabat sebagai
Notaris sekurang-kurangnya sepuluh tahun dan anggota luar biasa (mantan
Notaris), yang senantiasa mentaati peraturan perkumpulan atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku, berdedikasi tinggi, berjasa dan loyal serta
mempunyai rasa kepedulian yang tinggi kepada perkumpulan yang dipilih oleh
kongres.
Dewan Kehormatan Pusat bertanggung jawab pada kongres atas
pelaksanaan tugas dan kewajibannya, dengan masa jabatan yang sama dengan
masa jabatan Pengurus Pusat. Para anggota Dewan Kehormatan Pusat yang masa
jabatannya telah berakhir dapat dipilih kembali.
Seorang anggota Dewan Kehormatan Pusat tidak boleh merangkap
anggota Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan
Kehormatan Daerah, jika selama masa jabatan. Dewan Kehormatan Pusat karena
suatu hal terjadi jumlah anggota Dewan Kehormatan Pusat kurang dari jumlah
yang ditetapkan, Maka Dewan Kehormatan Pusat yang ada tetap sah walaupun
jumlah anggotanya berkurang.
Dewan Kehormatan Pusat mempunyai tugas dan kewajiban untuk
memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan dalam pelaksanaan serta
pentaatan kode etik oleh para anggota perkumpulan.
Dalam rangka menjalankan tugas dan kewajibannya Dewan Kehormatan
Pusat berwenang untuk:
1. Memberikan dan menyampaikan usul dan saran yang ada
hubungannya dengan kode etik dan pembinaan rasa kebersamaan
profesi (corpsgeest) kepada Pengurus Pusat;
2. Memberikan peringatan, baik secara tertulis maupun dengan lisan
secara langsung kepada para anggota di wilayah yang melakukan
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
39
Universitas Indonesia
pelanggaran atau melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan kode
etik atau bertentangan dengan rasa kebersamaan profesi;
3. Memberitahukan tentang pelanggaran tersebut kepada Pengurus Pusat.
Pengurus Wilayah, Pengurus daerah dan Dewan Kehormatan Daerah;
4. Mengusulkan kepada Pengurus Pusat untuk melakukan
pemberhentian sementara (schorsing) dari anggota perkumpulan yang
melakukan pelanggaran terhadap kode etik;
5. Menolak atau menerima pengaduan atas pelanggaran kode etik.
Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya Dewan Kehormatan Pusat
dapat mengadakan pertemuan dengan Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan
Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah atau Dewan Kehormatan Daerah.
2.4. Tinjauan Umum Mengenai Kode Etik Notaris
2.4.1. Etika dan Etika Profesi
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos dalam bentuk tunggal yang
berati adat kebiasaaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos
adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini terbentuklah istilah
Etika yang oleh filsuf Yunani Aristoteles (384-322 BC) sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Berdasarkan asal usul kata ini, maka Etika berarti
ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaaan.54
Menurut Bertens tiga arti Etika dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Etika dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Arti ini disebut juga sebagai “sistem nilai” dslsm hidup msnudis
perseorangan atau hidup bermasyarakat. Misalnya Etika orang Jawa,
Etika Agama Budha.
2. Etika dipakai dalam arti: kumpulan asas atau nilai morat. Yang
dimaksud disini adalah kode etik. Misalnya Kode Etik Advokat
Indonesia, Kode Etik Notaris Indonesia.
3. Etika dipakai dalam arti: ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti
Etika disini sama dengan filsafat moral.
54 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi hukum, cet. 3, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti,
2006), hlm. 13
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
40
Universitas Indonesia
Dihubungkan dengan Etika Profesi Hukum, Etika dalam arti pertama dan
kedua adalah relevan, karena kedua arti tersebut berkenaan dengan perilaku
seseorang atau kelompok profesi hukum. Dihubungkan dengan arti yang kedua,
Etika profesi hukum berarti kode Etik profesi hukum.
2.4.2. Perilaku
Ethics yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia menjadi etika,
yaitu ilmu tentang kebiasaan berbuat baik. Kebiasaan baik itu berupa perilaku,
yaitu terbiasa berbuat baik. Sebaliknya ada juga orang yang terbiasa berbuat buruk
atau jahat. Berdasasarkan arti tersebut, ada 3 hal yang pertu dicermati, yaitu
perilaku (perbuatan), acuan perilaku (norma, system nilai) dan bentuk
norma/Sitem nilai (kode etik/label).
Dengan demikian Etika dapat diklasifikasikan menjadi 3 arti, yaitu:55
1. Kebiasaan berbuat baik dan buruk
Kebiasaan berbuat baik, artinya terbiasa berbuat yang menyenangkan
serta bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain, disebut etis.
Kebiasaan berbuat buruk, artinya terbiasa berbuat tidak bermanfaat,
merugikan diri sendiri dan semua orang, disebut tidak etis.
2. Sistem Nilai Budaya Sebagai acuan Perilaku
Etika adalah nilai-nilai berupa norma-norma moral yang menjadi
pedoman hidup bagi seseorang atau kelompok orang dalam
berperilaku atau berbuat. Etika dalam arti ini disebut “system nilai
budaya”. Sistem nilai budaya merupakan gambaran perilaku yang
baik, benar dan bermanfaat yang terdapat dalam pikiran (akal sehat)
seseorang atau kelompoki orang. Sistem nilai budaya tersebut baru
dapat diketahui bentuknya apabila seseorang atau kelompok orang
berbuat sesuatu atau melakukan sesuatu.Perbuatannya dibenarkan,
diterima karena bermanfaat bagi semua orang.56
3. Kumpulan Asas atau Nilai Moral (ahlak)
55 Abdulkadir Muhammad, Ilmu Sosial Budaya dasar, Cet. Ke 3 (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2011), hlmn. 66
56
Addul Kadir Muhammad, op cit, hlm. 67
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
41
Universitas Indonesia
Etika dalam arti ini merupakan kumpulan asas atau nilai moral (ahlak)
yang menggambarkan perilaku baik, benar dan bermanfaat. Asas atau
nilai moral (ahlak) yang menggambarkan perilaku baik, benar dan
bermanfaat. Asas atau nilai moral tersebut biasanya dihimpun dalam
bentuk Kode Etik atau Label. Kode etik berisi gambaran perilaku57
bagaimana seharusnya seorang professional berbuat atau tidak
berbuat.
Undang-undang Jabatan Notaris dan, Kode Etik Profesi Notaris serta
Sumpah Jabatan Notaris, secara substantif, sebagian mengatur perilaku
profesionalitas dan sebagian mengatur perilaku pribadi atau norma-norma moral
atau etika,58
sehingga sejak Notaris mengucapkan sumpah jabatannya, maka setiap
Notaris wajib tunduk pada ketentuan UU Jabatan Notaris, Kode Etik Profesi
Notaris dan Sumpah Jabatan Notaris, dan terhadap pelanggarannya dapat
dikenakan sanksi hukum atau tindakan disiplinair. UU Jabatan Notaris telah
memasukkan norma moral atau etika profesi Notaris atau norma yang mengatur
57
Menurut Pieter Latumenten, perilaku Notaris dapat digolongkan kedalam 2 bagian yaitu: 1.
Perilaku Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dibidang hukum dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat atau Notaris sebagai profesi hukum, adalah orang yang
menjalankan pekerjaan berdasarkan “Keahlian” dalam melaksanakan tugas dan kewenangan yang
diatur dalam UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (disebut UU Jabatan Notaris) dan
Peraturan perundang-undangan lainnya(“Perilaku Profesionalitas”).2.Perilaku Notaris sebagai
manusia biasa, memiliki perilaku dalam kehidupan sehari-hari diluar jabatannya (“Perilaku
Pribadi”). Makalah Pieter Latumenten “Pertanggung Jawaban hukum Profesi Notaris”, Makalah disampaikan dalam Pelatihan Pemahaman Materi dan Teknis Pelaksanaan
Operasionalisasi Sistem Administrasi Badan Hukum dan Materi Lain yang terkait bagi Anggota
Luar Biasa (Calon Notaris) (Jakarta, 18 Januari 2010), hlm. 1-2
58 Menurut Winanto Wiryomartani perlu dilakukan pemisahan mengenai perilaku Notaris yang
diawasi oleh Majelis Pengawas Notaris, Majelis Pengawas lebih tepat untuk melakukan
Pengawasan terhadap perilaku Notaris, yang berdampak lansung terhadap akta yang dibuatnya
dalam menjalankan tugas jabatan Notaris, sesuai dengan UUJN. Hal ini penting melihat “memori
van toelichting“ atau sejarah terbentuknya suatu peraturan UUJN dibuat karena Undang-undang
lama tidak bisa mengakomodir kepentingan Notaris, salah satu pertimbangan Majelis Pengawas
dibentuk untuk mengawasi Notaris agar menjalankan kewajibannya sesuai yang diatur oleh
Undang-undang agar melindungi masyarakat pengguna jasa Notaris dalam perbuatan hukum di
bidang hukum Perdata. Pada saat pembahasan timbul diskusi dimana Ikatan Notaris Indonesia
meminta Notaris diawasi oleh Notaris yang mengerti dan memahami bidang Kenotariatan,
berhubung ilmu hukum merupakan ilmu sosial yang tidak bisa diukur secara pasti maka dengan
tujuan untuk mendapatkan pengawasan yang efektif dibentuklah Pasal 67 Undang-undang Nomor
30 Tahun 2004. Hasil Wawancara dengan Winanto Wiryomartani tanggal 31 Desember 2012 dan
4 Januari 2013
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
42
Universitas Indonesia
perilaku pribadi Notaris, yang wajib dipatuhi dan ditaati oleh setiap Notaris
yaitu:59
1. Notaris dapat diberhentikan sementara jika melakukan perbuatan
tercela yang meliputi perbuatan yang bertentangan dengan Norma
Agama, Norma Kesusilaan dan Norma Adat;
2. Notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat jika melakukan
perbuatan yang merendahkan kehormatan martabat jabatan Notaris
misalnya berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba dan berzina.
Ketatnya pengaturan terhadap perilaku Notaris, sehingga sebagian besar
kalangan Notaris menganggap menjadi Notaris harus menjadi manusia setengah
dewa atau manusia tanpa kesalahan. 60
Anggapan itu keliru, dimana Notaris adalah sosok yang memiliki keahlian
tertentu dan agar keahlian ini tidak disalahgunakan yang dapat merugikan
masyarakat dan profesi Notaris itu sendiri, maka penggunaan keahlian ini harus
dipagari dengan standar moral, sehingga Notaris selain memiliki keahlian tertentu
juga disertai dengan akhlak yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.61
Perbedaan essensi antara Profesi Notaris dan Profesi Hukum lainnya terletak
pada substansi pengaturannya dimana Perilaku Professionalitas dan Perilaku
Pribadi Notaris diatur dalam UU Jabatan Notaris, Kode Etik Profesi Notaris dan
Sumpah Jabatannya serta pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Notaris dapat
dikenakan sanksi hukum sedangkan profesi hukum lainnya, dalam peraturan
jabatannya secara substansi hanya mengatur perilaku profesionalitas dan
pelanggaran terhadap kode etik profesiya hanya dikenakan sanksi organisatoris.
Selain pertanggungjawaban berdasarkan tindakan organisatoris oleh Dewan
Kehormatan Notaris terhadap pelanggaran kode etik Notaris yang tidak berkaitan
langsung dengan masyarakat, tindakan disiplinair yang dijatuhkan oleh Majelis
Pengawas Notaris terhadap pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris dan Kode
Etik Notaris yang berkaitan langsung dengan masyarakat, maka Notaris juga
59 Pasal 9 ayat 1 huruf c jo penjelasannya dan Pasal 12 huruf c jo penjelasannya UU Jabatan
Notaris.
60
Peter latumenten, Ibid.
61
Ibid.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
43
Universitas Indonesia
dapat dimintakan pertanggungjawaban hukumnya atas perilaku profesionalitas
dan perilaku pribadi berdasarkan hukum pidana, jika tindakan hukum yang
dilakukan Notaris memenuhi unsur kesalahan dan unsur delik yang diatur dalam
KUH.Pidana dan UU Tindak Pidana lainnya dan berdasarkan Hukum Perdata
karena perbuatan melawan hukum yang dimaksud dalam Pasal 1365
KUH.Perdata, jika tindakan hukum atau perilaku Notaris memenuhi unsur-unsur
yang dimaksud dalam pasal 1365 KUH. perdata, dengan tidak menutup
kemungkinan akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dinyatakan Batal
demi hukum atau dibatalkan atau dinyatakan tidak mempunyai kekuatan bukti
otentik oleh Pengadilan berdasarkan Putusannya yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap. Kajian pertanggungjawaban profesi Notaris untuk mengetahui
bagaimana mekanisme penegakan hukum terhadap Notaris yang bersumber pada
hukum notariat, yang diatur dalam Kode Etik Profesi Notaris dan UU Jabatan
Notaris, Hukum Pidana dan Hukum Perdata, serta menjadi bahan evaluasi bagi
Notaris dalam menjalankan jabatannya atau diluar jabatannya, agar terhindar dari
sanksi hukum yang dapat dikenakan atas kesalahan yang berkaitan dengan
Perilaku Profesionalitas dan Perilaku Pribadi.62
2.4.3. Kode Etik
Kode Etik adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang wajib
diperhatikan dan dijalankan oleh profesional hukum. 63
Agar Kode Etik profesi
dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka paling tidak ada dua syarat yang
mesti dipenuhi. Pertama, Kode Etik itu harus dibuat oleh profesi itu sendiri, Kode
Etik tidak akan efektif, kalau diterima begitu saja dari atas, dari instansi
pemerintah atau instansi lain, karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-
nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Kedua, agar Kode Etik
berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya diawasi terus-menerus.64
62
Pieter Latumenten, “Pertanggung Jawaban hukum Profesi Notaris”,Makalah disampaikan
dalam Pelatihan Pemahaman Materi dan teknis Pelaksanaan Operasionalisasi Sistem Administrasi
Badan Hukum dan Materi Lain yang terkait bagi Anggota Luar Biasa (Calon Notaris) (Jakarta, 18
Januari 2010), hlm. 1-2
63
K. Bertens, Etika, (Jakarta :Gramedia Pustaka utama, 1997), hlm. 113
64
Ibid, hlm. 282-283
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
44
Universitas Indonesia
Kode Etik Notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh
perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut
“Perkumpulan” berdasarkan keputusan konggres perkumpulan dan/atau yang
ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang hal itu dari yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua
anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai
Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti
dan Notaris Pengganti Khusus
Etika profesi dalam pengertiannya yang longgar dengan demikian
merupakan etika preskriptif yang merupakan bagian sisi tertentu dari etika sebagai
ilmu. Pengertian yang luas dapat diberikan terhadap etika profesi yakni berangkat
dari pengertian etika sebagai ilmu pengetahuan tentang tingkah laku sengaja
manusia sepanjang berkaitan dengan norma. Pengertian etika dalam arti luas ini
berarti memberikan pemahaman bahwa etika profesi merupakan ilmu
pengetahuan tentang tingkah laku sengaja manusia yang berkaitan dengan norma
di dalam pergaulan hidup sebagai professional. Etika profesi tidak sekedar
membahas mengenai norma-norma preskriptf dalam suatu profesi tertentu (dalam
hal ini Notaris) namun menyelidiki keseluruhan tingkah laku dan norma para
professional notariat secara radikal.
Profesi hukum, termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu
profesi khusus di samping profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang
pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, dan pelayanan kerohaniawan.
Kekhususannya adalah bahwa pada hakikatnya profesi ini terjadi dalam suatu
pelayanan pada manusia atau masyarakat. Artinya meskipun orang yang
menjalankan profesi itu hidup dari profesi tersebut akan tetapi hakikat profesinya
menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang menjadi motivasiutamanya,
melainkan kesediaan untuk melayani sesama. Untuk melakukan profesi, mereka
yang berkecimpung di dalam profesi tersebut dituntut adanya budi luhur dan
ahklak yang tinggi.
2.4.4. Kode Etik Jabatan Notaris
Kode Etik dalam arti materiil adalah norma atau peraturan yang praktis
baik maupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
45
Universitas Indonesia
pengambilan putusan hal-hal fundamental dari nilai dan standar perilaku orang
yang dinilai baik atau buruk dalam menjalankan profesinya secara mandiri
dirumuskan, ditetapkan dan ditegakkan oleh organisasi profesi.
Kode Etik Notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut
“Perkumpulan” berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang
ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengarur
tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh semua anggota
Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris,
termasuk didalamnya Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris
Pengganti Khusus.65
Kaidah moral adalah tuntutan perilaku manusia yang ditaati karena
kesadaran yang bersumber pada hati dan nurani, yang bertujuan untuk mencapai
kebahagiaan. Kaidah moral umumnya tidak tertulis, namun jika dibuat tertulis
seperti Kode Etik Notaris ini maksudnya adalah untuk kejelasan informasi semata.
Kaidah moral diharapkan ditaati oleh kelompok masyarakat fungsional tertentu,
yakni Notaris dalam kehidupannya di organisasi Notaris. Ciri utama dari kaidah
moral ini adalah berlakunya yang tidak ditegakkan dengan sanksi yang tegas.
Meskipun demikian dalam pergaulan organisasi apabila ada Notaris yang
melanggar kode etika maka Notaris tersebut dapat dijatuhi sanksi oleh
organisasi. Dengan demikian organisasi Notaris mempunyai peran yang
signifikan. Oleh karena itulah pembangunan organisasi Notaris menjadi penting.
Kode Etik Notaris dilandasi oleh kenyataan bahwa Notaris sebagai
pengembangan profesi adalah orang yang memiliki keahlian dan keilmuan dalam
bidang kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang
memerlukan pelayanan dalam bidang kenotariatan. Secara pribadi Notaris
bertanggung jawab atas mutu pelayanan jasa yang diberikan. Dengan adanya
Kode Etik kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat, karena
setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin. Kode
Etik profesi juga penting sebagai sarana kontrol sosial. Kedudukan Notaris
sebagai pejabat umum adalah merupakan salah satu organ Negara yang mendapat
65 Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia (INI) Bab 1, ps.1, hlm. 1
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
46
Universitas Indonesia
amanat dari sebagian tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas,
kewajiban, wewenang dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat
umum di bidang Keperdataan.66
Jabatan yang diemban Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang
diamanatkan oleh Undang-Undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris
bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya
dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran
jabatannya, sebab apabila hal tersebut diabaikan oleh seorang Notaris maka akan
berbahaya bagi masyarakat umum yang dilayaninya. Dalam menjalanan
jabatannya Notaris harus mematuhi seluruh kaedah moral yang telah hidup dan
berkembang di masyarakat. Selain dari adanya tanggung jawab dari etika profesi,
adanya integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan penting yang harus
dimiliki oleh seorang Notaris.67
Oleh karena itu Notaris harus senantiasa menjalankan jabatannya menurut
Kode Etik Notaris yang ditetapkan dalam Kongres Ikatan Notaris Indonesia yang
telah mengatur mengenai kewajiban, dan larangan yang harus dipatuhi oleh
Notaris dalam menegakkan Kode Etik Notaris dan mematuhi Undang-Undang
yang mengatur tentang jabatan Notaris yaitu Undang-Undang Nomor 30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris.
UUJN telah menempatkan Notaris sebagai pejabat umum yang
menjalankan profesi hukum dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
dan Notaris telah diakui oleh UU Jabatan Notaris sebagai suatu Profesi Hukum.68
Ciri-ciri atau kriteria suatu Profesi yaitu:69
66 K Bertens op cit, hlm. 283
67
Ibid
68
Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, op cit,, konsideran menimbang huruf e mengatakan
bahwa Notaris mwerupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pleyanan hukum
kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi dicapainya kepastian
hukum.
69
Makalah Pertanggung Jawaban hukum Profesi Notaris, disampaikan Oleh Pieter
Latumenten, di Jakarta tanggal 18 Januari 2010
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
47
Universitas Indonesia
1. Adanya pengetahuan khusus atau keahlian tertentu yang dimiliki dan
yang diperoleh berdasarkan pendidikan formal, pelatihan dan
pengalaman bertahun-tahun;
2. Adanya standar moral atau akhlak, yang menjadi dasar bagi setiap
anggota profesi dalam berperilaku, yang dituangkan dalam Kode Etik
Profesi yang ditetapkan oleh Organisasi profesinya;
3. Adanya Organisasi Profesi yang menjadi wadah bagi setiap anggota
profesinya;
4. Setiap pelaksanaan profesi harus meletakkan kepentingan masyarakat
diatas kepentingan pribadinya;
5. Tugas dan kewenangan dalam menjalankan profesi diatur dalam
peraturan perundang-undangan;
6. Surat Keputusan pemberian izin atau pengangkatan untuk
menjalankan profesi dari instansi yang berwenang;
7. Adanya orang-orang yang ahli yang ditugasi untuk mengawasi setiap
anggota profesi dalam menggunakan atau mengelola keahliannya
dalam melaksanakan kewenangan yang diberikan, yang secara internal
dikenal dengan Dewan Kehormatan Profesi sebagai alat kelengkapan
organisasi profesi tersebut
Terhadap dua prinsip etika profesi pada umumnya yang berlaku bagi Notaris
sebagai professional yakni dalam menjalankan profesinya Notaris tersebut harus
bertanggung jawab dan tidak melanggar hak-hak pihak lain.70
1. Sikap bertanggung jawab
1.1. Notaris sebagai profesi diharapkan bertanggung jawab terhadap
pekerjaan yang dilakukan dan terhadap hasilnya.
1.2. Notaris harus bertanggung jawab terhadap dampak pekerjaan pada
kehidupan orang lain.
2. Hormat terhadap hak orang lain
Prinsip ini tidak lain adalah tuntutan keadilan. Keadilan menuntut
profesional memberikan kepada siapa saja yang menjadi haknya. Dalam kontek
profesi notaris tuntutan keadilan itu berarti didalam pelaksanaan jabatannya
70 Franz Magnis Suseno, et al, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Cet.1
(Yogjakarta: Knisius, 1991), hlm. 14
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
48
Universitas Indonesia
Notaris tidak boleh melanggar hak orang, atau lembaga lain ataupun hak negara.
Jadi jika pelaksanaan profesi melanggar suatu hak, maka professional sejati akan
menghentikan pekerjaannya. Tuntutan etika profesi dapat dirumuskan dalam
sebuah prinsip tangung jawab yakni dalam segala usaha bertindaklah sedemikan
rupa, sehingga akibat-akibat tindakan yang dilakukan tidak dapat merusak, bahkan
tidak dapat membahayakan atau mengurangi mutu kehidupan manusia dalam
lingkungannya, baik mereka yang hidup pada masa sekarang, maupun generasi-
generasi yang akan datang.71
Franz Magniz-Suseno dkk mengemukakan dua prinsip etika profesi luhur,
yakni mendahulukan kepentingan klien dan pengabdian pada tuntutan luhur
profesi. Tuntutan dasar etika profesi luhur yang pertama ialah agar profesi
tersebut dijalankan dengan tanpa pamrih. Kieser sebagaimana dikutip oleh Franz
Magnis-Suseno menyatakan bahwa seluruh ilmu dan usahanya hanya demi
kebaikan klien. Menurut keyakinan orang dan menurut aturan-aturan kelompok
(profesi luhur), para professional wajib membaktikan keahlian mereka semata-
mata pada kepentingan yang mereka layani, tanpa menghitungkan untung ruginya
sendiri. Sebaliknya, dalam semua etika profesi, cacat jiwa pokok dari seorang
professional adalah bahwa dia mengutamakan kepentingannya sendiri di atas
kepentingan klien. Apa yang dikatakan oleh Kieser tidak berarti seorang
professional tidak boleh meminta pembayaran dari kliennya. Seorang professional
berhak agar dapat hidup dari profesinya. Tetapi pembayaran tersebut tidak
menjadikan tujuan utama pelaksanaan profesi. Seorang professional diharapkan
dalam menjalankan profesi demi kebaikan klien dan terhadap kepentingan pribadi
bahkan kepentingan keluarga professional itu harus dikalahkan. Hal ini disebut
oleh Franz Magnis-Suseno sebagai bebas dan pamrih.72
Kedua, professional Notaris harus dijalankan sesuai dengan pengabdian
pada tuntutan luhur profesi. Tuntutan luhur profesi dalam bidang notariat adalah
membuat suatu akta yang didalamnya menentukan hak dan kewajiban tertentu.
Landasan utama dalam hal pengabdian terhadap tuntutan luhur profesi ini adalah
kebenaran. Kebenaran dalam arti benar ditinjau dari segi hakikat hukum dan fakta
71 Franz Magnis Suseno op cit, hlm 71
72
ibid, hlm 74
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
49
Universitas Indonesia
yang disajikan. Notaris dalam hal ini tidak akan membantu melakukan
penyelundup hukum dan memberikan hak serta kewajiban dengan cara yang tidak
fair kepada mereka yang seharusnya tidak berhak untuk itu.
2.5. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
2.5.1.Sanksi Pelanggaran Kode Etik Menurut I.N.I
Dalam menjaga kehormatan dan keluhuran martabat Notaris, kongres Ikatan
Notaris Indonesia menetapkan Kode Etik Notaris yang merupakan kaidah moral
yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan. Keberadaan Kode Etik
Notaris merupakan konsekuensi logis dari dan untuk suatu pekerjaan yang disebut
sebagai profesi. Bahkan ada yang pendapat yang menyatakan bahwa Notaris
sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan harus berpegang teguh tidak
hanya pada peraturan perundang-undangan semata, namun juga pada Kode Etik
profesinya, karena tanpa Kode Etik, harkat, martabat dan profesinya akan hilang.
Bagi Notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik, Dewan Kehormatan
berkoordinasi dengan Majelis Pengawas berwenang melakukan pemeriksaan atas
pelanggaran tersebut dan dapat menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya, sanksi
yang dikenakan terhadap anggota Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I), yang
melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa :73
1. Teguran;
2. Peringatan;
3. Skorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan;
4. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan;
5. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.
2.5.2. Sanksi Pelanggaran Kode Etik menurut UUJN
Notaris dalam melaksanakan tugas sehari-hari tidak hanya berpedoman
pada UUJN akan tetapi berpedoman pada Kode Etik Notaris yang merupakan
suatu peraturan yang dibentuk oleh Ikatan Notaris Indonesia yang mana
merupakan suatu organisasi yang dibentuk berdasarkan pasal 82 UUJN.
Profesi Notaris merupakan profesi yang berkaitan dengan individu,
organisasi profesi, masyarakat pada umumnya dan negara. Tindakan Notaris akan
berkaitan dengan elemen-elemen tersebut. Oleh karenanya, suatu tindakan yang
73 Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia op cit, Ps.6
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
50
Universitas Indonesia
keliru dari Notaris dalam menjalankan pekerjaannya tidak hanya akan merugikan
Notaris itu sendiri namun juga dapat merugikan organisasi profesi, masyarakat
dan negara.
Adanya hubungan antara Kode Etik dan UUJN memberikan arti terhadap
profesi Notaris itu sendiri. UUJN dan Kode Etik Notaris menghendaki agar
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum, selain harus
tunduk kepada UUJN juga harus taat kepada Kode Etik Profesi serta harus
bertanggungjawab kepada masyarakat yang dilayaninya, Organisasi profesi,
maupun negara. Dengan adanya hubungan ini maka terhadap Notaris yang
mengabaikan keluhuran dan martabat jabatannya selain dapat dikenal sebagai
sanksi moril, ditegur atau dipecat dari jabatannya sebagai Notaris
Kewajiban Notaris telah diatur secara khusus dan terperinci di dalam pasal
16 ayat 1 (satu) huruf a sampai dengan huruf m. Sedangkan ketentuan sanksi
dalam UUJN diatur dalam Pasal 84 dan 85. Mengenai sanksi yang dijatuhkan
kepada Notaris sebagai pribadi menurut pasal 85 UUJN dapat berupa:74
1. Teguran lisan;
2. Teguran tertentu;
3. Pemberhentian sementara;
4. Pemberhentian dengan hormat;
5. Pemberhentian dengan tidak hormat.
2.6 Tata Cara Pemeriksaan Pelanggaran Perilaku Notaris
2.6.1. Pemeriksaan oleh Majelis Pengawas Notaris
Majelis Pengawas diberi wewenang untuk menyelenggarakan sidang
adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris selain pelanggaran yang berkaitan
Jabatan Notaris (Pasal 70 huruf a, Pasal 73 ayat 1 huruf a dan b, dan Pasal 77
huruf a dan b UUJN).
Berdasarkan substansi pasal tersebut bahwa Majelis Pengawas Notaris
berwenang melakukan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran:
1. Kode Etik, dan
2. Pelaksanaan tugas jabatan Notaris
74 Undang-undang Nomor 30 tahun 2004, Op Cit., Ps.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
51
Universitas Indonesia
Kewenangan penjatuhan sanksi hanya diberikan kepada Majelis Pengawas
Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas Wilayah berwenang
memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis (Pasal 73 ayat (1) huruf f
UUJN) dan Majelis Pengawas Pusat berwenang menjatuhkan sanksi terhadap
Notaris, diatur dalam pasal 77 huruf c UUJN, yaitu :
1. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara
2. Mengusulkan pemberhentian tidak hormat pada Menteri.
Pemeriksaan atau sidang yang dilakukan oleh majelis pengawas Notaris
sebagai terlapor (ataupun Notaris sebagai pelapor yang melaporkan sesama
Notaris) majelis pengawas diberi wewenang untuk mendengarkan untuk
mendengarkan keterangan dan menerima tanggapan serta menerima bukti-bukti
dan Notaris sebagai terlapor (ataupun Notaris). Pasal 70 huruf a UUJN
memberikan wewenang kepada MPD menyelenggarakan sidang untuk memeriksa
adanya dugaan pelanggaran kode etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan
jabatan Notaris.
1. Pemeriksaan Oleh Majelis pengawas Daerah
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor MR.02.PR.08.10 Tahun 2004, mengatur mengenai pemeriksaan yang
dilakukan terhadap Notaris Oleh Majelis Pengawas daerah, yaitu:
1. Majelis Pengawas Daerah sebelum melakukan pemeriksaan berkala
atau pemeriksaan setiap waktu yang dianggap perlu, dengan terlebih
dahulu secara tertulis kepada Notaris yang bersangkutan paling lambat
7 (tujuh) hari kerja sebelum pemeriksaan dilakukan;
2. Pemeriksaan terhadap Notaris dilakukan Oleh Tim Pemeriksa:
3. Hasil Pemeriksaan Tim Pemeriksa sebagaimana tersebut wajib dibuat
Berita Acara dan dilaporkan kepada Majelis Pengawas Wilayah.
2. Pemeriksaan Oleh Majelis Pengawas Wilayah
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor MR.02.PR.08.10 Tahun 2004, mengatur mengenai pemeriksaan yang
dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah terhadap Notaris, yaitu:
1. Majelis Pemeriksa Wilayah memeriksa dan memutus hasil
pemeriksaan Majelis Pengawas Daerah;
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
52
Universitas Indonesia
2. Majelis Pemeriksa Wilayah mulai melakukan pemeriksaan terhadap
hasil pemeriksaam Majelis Pengawas Daerah dalam waktu 7 hari
kalender sejak berkas diterima ;
3. Majelis Pemeriksa Wilayah berwenang memanggil pelapor dan
terlapor untuk didengar keterangannya;
4. Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kalender
sejak berkas diterima.
3. Pemeriksaan Oleh Majelis Pengawas Pusat
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor MR.02.PR.08.10 Tahun 2004, mengatur mengenai pemeriksaan yang
dilakukan oleh Majelis Pengawas Pusat terhadap Notaris, yaitu:
1. Majelis Pemeriksa Pusat memeriksa permohonan banding atas putusan
Majelis Pemeriksa Wilayah;
2. Majelis Pemeriksa Pusat mulai melakukan pemeriksaan terhadap berkas
permohonan banding dalam jangka waktu paling lambat 7 hari kalender
sejak berkas diterima ;
3. Majelis Pemeriksa Pusat berwenang memanggil pelapor dan terlapor
untuk didengar keterangannya;
4. Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kalender
sejak berkas diterima.
5. Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat alas an dan
pertimbangan yang cukup, yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan
putusan;
6. Putusan Majelis Pemeriksa Pusat disampaikan kepada Menteri dan
salinannya disampaikan kepada Pelapor, Terlapor, Majelis Pengawas
Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Pengurus Pusat Ikatan notaris
Indonesia, dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kalender terhitung
sejak putusan diucapkan.
2.6.2.Pemeriksaan Oleh Dewan kehormatan Ikatan Notaris Indonesia
1. Pemeriksaan oleh Dewan kehormatan Daerah
Dewan kehormatan Daerah dapat mencari fakta pelanggaran
atas prakarsa sendiri atau setelah menerima pengaduan secara tertulis
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
53
Universitas Indonesia
dari seorang anggota perkumpulan atau orang lain dengan bukti-bukti
yang meyakinkan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap kode etik,
setelah menemukan fakta-fakta pelanggaran kode etik atau setelah
menerima pengaduan, wajib memanggil anggota yang bersangkutan
untuk memastikan apakah betul telah terjadi pelanggaran dan
memberikan kesempatan kepadanya untuk memmberikan penjelasan
dan pembelaan. Dari pertemuan tersebut dibuat risalah yang ditanda
tangani oleh anggota yang bersangkutan dan ketua serta seorang
anggota Dewan Kehormatan Daerah.
Dewan Kehormatan Daerah diwajibkan untuk memberikan
keputusan dalam waktu tiga puluh hari setelah pengaduan diajukan.
Terhadap keputusan Dewan Kehormatan Daerah dapat diadakan
banding ke Dewan Kehormatan Wilayah. Dewan Kehormatan Daerah
wajib memberitahukan tentang keputusannya itu kepada Pengurus
Daerah, Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan Pusat.
Dalam menangani atau menyelesaikan suatu kasus, anggota
Wilayah. Dewan Kehormatan Daerah harus:
a. Tetap menghormati dan menjunjung tinggi martabat anggota yang
bersangkutan;
b. Selalu menjaga suasana kekeluargaan;
c. Merahasiakan segala apa yang ditemukan.
Jika Keputusan Dewan Kehormatan Daerah ditolak oleh
Wilayah. Dewan Kehormatan Wilayah dan memberitahukannya
kepada anggota yang bersangkutan dan kepada Pengurus Daerah,
Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan Pusat.
2. Pemeriksaan oleh Dewan Kehormatan Wilayah.
Dewan Kehormatan Wilayah dapat mencari fakta pelanggaran
atas prakarsa sendiri atau setelah menerima pengaduan secara tertulis
dari seorang anggota perkumpulan atau orang lain dengan bukti-bukti
yang meyakinkan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik,
setelah menemukan fakta-fakta pelanggaran Kode Etik atau setelah
menerima pengaduan, wajib memanggil anggota yang bersangkutan
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
54
Universitas Indonesia
untuk memastikan apakah betul telah terjadi pelanggaran dan
memberikan kesempatan kepadanya untuk memberikan penjelasan
dan pembelaan. Dari pertemuan tersebut dibuat risalah yang
ditandatangani oleh anggota yang bersangkutan dan ketua serta
seorang anggota Dewan Kehormatan Wilayah. Dewan Kehormatan
Wilayah diwajibkan untuk memberikan keputusan dalam waktu 30
(tiga puluh) hari setelah pengaduan diajukan. Terhadap keputusan
Dewan Kehormatan Wilayah dapat diadakan banding ke Dewan
Kehormatan Pusat.
Dewan Kehormatan Wilayah wajib memberitahukan tentang
keputusannya itu kepada Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Pusat,
Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.
Dalam menangani atau menyelesaikan suatu kasus, anggota
Dewan kehormatan Wilayah harus:
a. Tetap menghormati dan menjunjung tinggi martabat anggota
yang bersangkutan;
b. Selalu menjaga suasana kekeluargaan;
c. Merahasiakan segala apa yang ditemukan.
Jika keputusan Dewan Kehormatan Wilayah ditolak oleh Dewan
Kehormatan Pusat, baik sebagian maupun seluruhnya maka Dewan
Kehormatan Wilayah diwajibkan untuk melaksanakan keputusan
Dewan Kehormatan Pusat dan memberitahukan kepada anggota yang
bersangkutan dan kepada Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Pusat,
Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.
Dewan Kehormatan Wilayah, Dewan Kehormatan Pusat, Dewan
Kehormatan Daerah mengadakan pertemuan berkala, sedikitnya enam
bulan sekali atau setiap kali dipandang perlu oleh Pengurus Pusat atau
Dewan Kehormatan Pusat atau atas permintaan 5 (lima) Pengurus
Daerah berikut Dewan Kehormatan Daerah.
3. Pemeriksaan oleh Dewan Kehormatan Pusat.
Dewan Kehormatan Pusat dapat mencari fakta pelanggaran atas
prakarsa sendiri atau setelah menerima pengaduan secara tertulis dari
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
55
Universitas Indonesia
seorang anggota perkumpulan atau orang lain dengan bukti-bukti yang
meyakinkan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik,
setelah menemukan fakta-fakta pelanggaran Kode Etik atau setelah
menerima pengaduan, wajib memanggil anggota yang bersangkutan
untuk memastikan apakah betul telah terjadi pelanggaran dan Dewan
Kehormatan Pusat diwajibkan untuk memberitahukan tentang adanya
pelanggaran tersebut kepada Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan
Wilayah, Pengurus Daerah dan dewan Kehormatan Daerah.
Dewan Kehormatan Pusat wajib memberikan keputusan dalam
tingkat banding atas keputusan Dewan Kehormatah Wilayah yang
diajukan banding kepadanya oleh anggota yang bersangkutan dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya berkas
permohonan banding. Keputusan Dewan Kehormatan Pusat dalam
tingkat banding tidak dapat diganggu gugat. Dalam menangani atau
menyelesaikan suatu kasus, anggota Dewan Kehormatan Pusat harus;
a. Tetap menghormati dan menjunjung tinggi martabat anggota
yang bersangkutan;
b. Selalu menjaga suasana kekeluargaan;
c. Merahasiakan segala apa yang ditemukan.
Dewan Kehormatan Pusat, Dewan Kehormatan Wilayah, Dewan
Kehormatan Daerah, Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, dan
Pengurus Daerah, mengadakan pertemuan berkala, sedikitnya enam
bulan sekali atau setiap kali dipandang perlu oleh Pengurus Pusat atau
Dewan Kehormatan Pusat atau atas permintaan 5 (lima) Pengurus
Daerah berikut Dewan Kehormatan Daerah.
2.6.3. Analisa Kasus
Ada 4 (empat) kasus yang akan dibahas, kasus pertama, mengenai kasus
Pelanggaran Perilaku Kode Etik dan Pelanggaran Perilaku Jabatan seorang
Notaris yang mana telah diputus di Majelis Pengawas Pusat Notaris dengan
putusan diberhentikan sementara selama 6 (enam) bulan. Kasus kedua mengenai
kasus pemberhentian tidak hormat seorang Notaris yang telah melanggar
perilakunya selama menjalankan jabatannya sebagai Notaris.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
56
Universitas Indonesia
Kasus yang ketiga dan keempat, adalah kasus yang menggambarkan
perilaku seorang anggota Majelis Pengawas Daerah dan Anggota Ikatan Notaris
Indonesia dalam tubuh intern organisasinya. Dari kasus tersebut terlihat
bagaimana seorang Majelis Pengawas atau Dewan Kehormatan Ikatan Notaris
Indonesia dapat menerapkan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris
sedangkan mereka sendiri tidak paham bagaimana menjaga perilakunya.
2.6.3.1. Kasus Pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris, oleh Notaris
Balik Papan “SRH”
Pelapor adalah NS, Melaporkan adanya perselingkuhan antara suami NS
/Pelapor yaitu RJ dengan Notaris SH/Terlapor dan telah menghasilkan seorang
anak perempuan, melalui surat tertanggal 19 Juni 2008 dan 14 Juli 2008 yang
ditunjukkan kepada Ikatan Notaris Indonesia Daerah Balikpapan dan Majeli
Pengawas Daerah Kota Balikpapan;
Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Balikpapan telah menyampaikan
usulan kepada Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Kalimantan Timur
melalu surat Nomor W13.MPDN-BPP.03.10-67 tanggal 2 Desember 2008 perihal
Usulan Pemberhentian Jabatan Notaris. Sehubungan dengan hasil pemeriksaan
terhadap Notaris SH tanggal 6 November 2008, dengan alasan sebagai berikut:
1. Notaris SH Notaris di Balikpapan telah melakukan Pernikahan dibawah
tangan dengan seorang laki-laki bernama RJ pada tanggal 14 Juanuari
2007 di Balikpapan;
2. Dari pernikahan dibawah tangan tersebut pasangan ini mendapatkan anak
perempuan yang diberi nama AJ, kemudian setelah diketahui oleh isteri
yang sah dari RJ, kemudian diganti menjadi AC yang lahir di Jakarta
tanggal 31 Juli 2007;
3. Notaris SH telah terbukti melanggar kode etik notaris yaitu Etika Susila
yang menjatuhkan martabat notaris, dan saudari SH telah melanggar
Jabatan Notaris yaitu membuat Akta yang mengakibatkan kerugian orang
lain;
Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Kalimantan Timur telah
melakukan permeriksaan pada tanggal 16 Maret 2009 yang dituangkan dalam
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
57
Universitas Indonesia
Berita Acara Pemeriksaan Majelis Wilayah Notaris Provinsi Kalimantan Timur
Nomor W13-MPWN.03.10-3; dan terhadap hasil pemeriksaan Majelis Pemeriksa
Wilayah Notaris Provinsi Kalimantan Timur, yang dituangkan dalam Berita Acara
Rapat Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi Kalimantan Timur W13-
MPWN.03.10-3 tanggal 16 Maret 2009, yang amar putusannya berbunyi
Memtuskan;
a. Menyatakan Notaris Terlapor melakukan pelanggaran terhadap
Sumpah/Janji Notaris, pasal 9 ayat (1) butir c, Pasal 12 butir C, Pasal 15 ayat
(1), Pasal 15 ayat (2) butir a jucto Pasal 1874 dan 1874 a Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Pasal 16 ayat (1) butir a dan Pasal 52 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
b. Membatalkan usulan pemberhentian terhadap Notaris Sri Hendrayanti, SH./
Terlapor yang diusulkan oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota
Balikpapan;
c. Mengusulkan kepada Majelis Pengawas Pusat Notaris untuk
memberhentikan sementara selama 6 (enam) bulan terhadap Notaris SH.
Majelis Pengawas Pusat Notaris melalui surat Keputusannya tanggal 1
Maret 2011, Nomor AHU-10.AH.02.04 TAHUN 2011 tentang Pemberhentian
Sementara SH Sebagai Notaris di Kota memutuskan Memberhentikan sementara
Notaris SH selama 6 (enam) bulan terhitung sejak serah terima Protokol di Kantor
Pengawasan daerah Notaris Balikpapan.
Notaris “SH” dalam kasus diatas terbukti telah melanggar wewenang serta
kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) butir a jucto Pasal 1874
dan 1874 a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 16 ayat (1) butir a dan
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juga
melakukan pelanggaran Kode Etik sebagaimana diatur dalam 9 ayat (1) butir c,
Pasal 12 butir C, karena telah melanggar kaidah moral dan kaidah agama. Notaris
“SH” telah melakukan pelanggaran perilaku professionalnya dan juga perilako
personalnya.
2.6.3.3. Kasus Pemberhentian dengan tidak Hormat dari Jabatan sebagai
Notaris kepada Notaris “LN” dari Klaten, Jawa Tengah.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
58
Universitas Indonesia
Pelapor adalah Nyonya MN (pelapor 1) yang melapor kepada Majelis
Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Jawa Tengah, sesuai dengan suratnya
tertanggal 28 September 2006 kepada Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi
Jawa Tengah, atas perbuatan tidak mendaftarkan kepada Badan Pertanahan
Nasional sejak awal Mei 2005, balik nama sebidang tanah sawah di desa
Temurieng, Duwet, Wonosari, Klaten dari atas nama SBG menjadi atas nama
MN/Pelapor. Selain surat tersebut Pelapor telah juga mengirim laporannya dengan
surat tanggal 29 Desember 2005 dan tanggal 4 April 2006, namun tidak
dilampirkan dalam berkas yang dikirimkan dengan surat Nomor: W9.MPW.03-
10-121 tanggal 9 Oktober 2006, surat Nomor W9.MPW.01.10-009 tanggal 28
Maret 2007 dan surat Nomor: W9.MPW.03.01-014 tanggal 21 Mei 2007 oleh
Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Jawa Tengah kepada Majelis
Pengawas Pusat Notaris; dan terhadap Terlapor telah dilakukan pemeriksaan oleh
Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi Jawa Tengah dan keputusannya
adalah mengusulkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia untuk memberhentikan dengan tidak hormat Notaris LS, Notaris
berkedudukan di Klaten, dengan alasan sebagai berikut:
1. Selama menjalankan praktek Terlapor telah pindah alamat selama 3 (tiga)
kali tanpa melapor pada pihak-pihak/instansi terkait
2. Terlapor telah merekayasa surat-surat sedemikian rupa sehingga seolah-
olah Terlapor telah mendaftarkan peralihan hak ke Kantor Pertanahan
setempat;
1. Terlapor telah mengakui melakukan pergeseran pada nomor dan tanggal
akta yang dibuatnya untuk Pelapor/YK;
2. Sejak pindah kantor dari Delangu, Terlapor aktif mengelola kantor setiap
hari, sejak kepindahannya dari Delanggu Terlapor tidak secara rutin ke
kantor, bahkan akhir-akhir ini tidak masuk kantor;
3. Selama pemeriksaan Terlapor telah membuat pernyataan kesanggupan
dengan pihak Pelapor untuk menjalankan tugas atau kewajiban, tetapi
sampai keputusan ini dibuat tidak pernah dilaksanakan;
4. Dalam sidang pemeriksaan terhadap Terlapor, Majelis Pemeriksa Wilayah
Notaris Provinsi Jawa Tengah telah cukup bukti, bahwa Terlapor
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
59
Universitas Indonesia
melakukan perbuatan tercela dan melakukan pelanggaran terhadap
kewajiban dan larangan yang ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1) a dan d,
Pasal 17 huruf b, Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris.
5. Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut, Majelis Pemeriksa Wilayah
Notaris Provinsi Jawa Tengah, memutuskan mengusulkan penjatuhan
sanksi pemerhentian dengan tidak hormat Notaris LS berkedudukan di
Klaten.
Atas putusan tersebut Terlapor memberikan tanggapan dengan surat
tanggal 13 Juni 2006 antara lain, sebagai berikut:
1. Bahwa Terlapor tidak menghadiri sidang Majelis Pemeriksa Wilayah
Notaris Provinsi Jawa Tengah tanggal 13 Juni 2006, Terlapor menjawab
melalui telepon langsung;
2. Bahwa Terlapor menolak penjatuhan sanksi dengan alasanmeminta untuk
diadakan peninjauan pada masa kerja Terlapor dari awal dingkat menjadi
penjabat, tidak semuanya melakukan perbuatan buruk, menurut Terlapor
dalam menjalankan jabatan sangat loyal pada masyarakat, dengan tampa
pamrih sering membantu orang-orang yang dating memohon bantuan
hukum;
3. Terlapor menjadi Notaris benar-benar menyukai ilmu dibidang
kenotariatan, sehingga sangat menyayangkan talenta yang dipunya;
4. Pokok permasalahan Terlapor sebenarnya tidak dibidang profesi Notaris,
melainkan hanya terjadi karena pada waktu itu Terlapor tidak bisa
menguasai masalah pribadi, di luar kemampuan Terlapor;
5. Pelapor memohon peninjauan ulang, dengan seksama karena Terlapor
dalam menghadapi masalah ini tidak pernah diadakan pembinaan dari
pengurus Ikatan Notaris Indonesia
Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Jawa Tengah dengan surat
Nomor: W9.MPW.03.10-114 tanggal 18 Juli 2006 telah memberitahukan kepada
Terlapor atas keberatannya terhadap putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris
Provinsi Jawa Tengah Nomor: W9.003.MPW.03.01 Tahun 2006 tanggal 25 April
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
60
Universitas Indonesia
2006, sebaiknya disampaikan kepada Majelis Pengawas Pusat Notaris dengan
surat Nomor: C-MPPn.03.10-50 tanggal 3 Mei 2007, dan surat Nomor: C-
MPPN.03.10-87 tanggal 30 Juli 2007 yang ditujukan kepada Majelis Pengawas
Wilayah Notaris Provinsi Jawa Tengah berkaitan dengan penjelasan pemeriksaan
atas Terlapor dan telah pula memperoleh penjelasan dengan surat Nomor:
W9.MPW.03.10.025 tanggal 30 Agustus 2007 sebagai berikut:
1. Berdasarkan Pasal 33 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indoensia Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang
Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majeli Pengawas
Notaris, dinyatakan bahwa Pelapor dan atau Terlapor yang merasa
keberatan atas putusan Majelis Pemeriksa Wilayah berhak mengajukan
upaya banding kepada Majelis Pengawasan Pusat;
2. Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) peraturan tersebut menyebutkan bahwa
dalam hal Pelapor dan atau Terlapor tidak hadir pada saat putusan
diucapkan, maka Pelapor dan atau Terlapor dapat menyatakan banding
dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak putusan diterima;
3. Bahwa atas surat keberatan Terlapor, Majelis Pengawas Wilayah pada
tanggal 18 Juli 2006 telah meberitahukan kepada yang bersangkutan untuk
mengajukan banding kepada majelis Pengawas Pusat, tetapi hal tersebut
tidak pernah dilakukaknnya;
4. Sebelum Majelis Pengawas Wilayah menjatuhkan putusannya, Majelis
Pengawas Wilayah sudah cukup toleran dan berusaha agar Terlapor segera
mengembalikan uang titipan pembayaran PPH dan BPTHB yang tidak
dibayarkan sebagaimana mestinya kepada Pelapor dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan, dan jangka waktu tersebut telah diperpanjang namun Terlapor
tidak melakukannya sebagaimana kesanggupan Terlapor;
5. Bahwa meskipun Majelis Pengawas Wilayah mengetahui dengan pasti
bahwa Terlapor telah terindikasi melakukan tindak pidana yang
seharusnya pada waktu itu langsung melaporkan kepada polisi, namun
sampai saat ini tidak atau belum dilaporkan kepada yang berwenang;
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
61
Universitas Indonesia
6. Yang menjadi korban atas tingkah laku Terlapor ternyata tidak hanya saksi
Pelapor tetapi masih banyak warga masyarakat yang dirugikannya, sampai
pada suatu saat terlapor dicari di rumahnya (Karena kantor telah lama
tutup) untuk dipaksa membukan kantornya dan diminta untuk
menyerahkan kembali berkas-berkas yang tidak pernah dijalankan
sebagaimana mestinya;
7. Bahwa guna menjaga harkat dan martabat jabatan Notaris agar masih tetap
mendapat kepercayaan dari masyarakat, perlu ada sikap tegas dari Majelis
Pengawas Notaris terhadap notaris-notaris yang jelas-jelas telah
melakukan tindakan-tindakan yang mengakibatkan jatuhnya harkat dan
matrabat jabatan;
Berdasarkan uraian tersebut Majelis Pengawas Wilayah merasa tidak perlu
memberitahukan lagi atas kesempatan banding tersebut kepada yang
bersangkutan, sebagaimana surat Majelis Pengawas Pusat, karena semua hukum
acara telah dipenuhi.
Terlapor telah menyampaikan memori banding Nomor: 03/NOT/IV/2008
tanggal 14 April 2008 yang disampaikan oleh majelis Pengawas Wilayah Notaris
Provinsi Jawa Tengah kepada Majelis Pengawas Pusat Notaris dengan surat
Nomor W9.MPW.03.10-127 tanggal 21 April 2008. Menimbang, bahwa untuk
mempersingkat uraian putusan ini, maka segala sesuatu yang di dalam sidang dan
dicatat dalam berita acara sidang, dianggap telah dimasukkan dalam putusan ini
serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari putusan ini.
Karena putusan diucapkan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris
Provinsi Jawa Tengah tanggal 25 April 2006, maka Pembanding/Terlapor diberi
hak untuk mengajukan upaya hukum banding dalam jangka waktu paling lambat 7
(tujuh) hari kalender terhitung sejak putusan diucapkan, yakni paling lambat
tanggal 01 Mei 2006, dan terhadap putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris
Provinsi Jawa Tengah tersebut Pembanding/Terlapor meberikan tanggapan
dengan suratnya tertanggal 13 Juni 2006 yang dijawab oleh Ketua Majelis
Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Jawa Tengah dengan surat Nomor:
W9.MPW.03.10-114 tanggal 18 Juni 2006, yaitu agar Pembanding/Terlapor
menyampaikan keberatan kepada Majelis Pengawas Pusat. Bahwa terhadap
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
62
Universitas Indonesia
keberatan Pembanding/Terlapor tersebut sebagaimana surat ketua Majelis
Pengawas Wilayah Notaris Jawa Tengah Nomor: W9.MPW.03.01-104 tertanggal
21 Mei 2007 menyatakan bahwa surat Pembanding/Terlapor tertanggal 13 Juni
2006 yang dikirim melalui faximili bukan merupakan surat resmi permohonan
banding seperti diatur dalam ketentuan upaya hukum banding sesuai Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Assai Manusia Republik Indonesia Nomor
MP.02.Pr.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja, dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris dan
Majelis Pengawas Pusat Notaris melalui surat Nomor: C-MPPN.03.10-27 tanggal
21 Maret 2007, surat Nomor: C-MPPN.03.10-87 tanggal 30 Juli 2007, dan surat
Nomor: C-MPPN.03.10-33 tanggal 2 April 2008 yang ditujukan kepada Majelis
Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Jawa Tengah yang pada pokoknya
memberitahukan agar kepada Pembanding/Terlapor, jika keberatan terhadap
Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Jawa Tengah Nomor:
W9.MPW.03.01 Tahun 2006 tanggal 25 April 2006, mengajukan upaya hukum
banding sesuai ketentuan tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.02.PR.08.10
Tahun 2004 dan ternyata Pembanding Terlapor baru menyampaikan memori
banding tanggal 14 April 2008 dalam surat Nomor: 03/NOT/IV/2008 yang
ditunjukkan kepada Majelis Pengawas Pusat Notaris yang disampikan mellaui
Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Jawa Tengah, dan selanjutnya
Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Jawa Tengah dengan surat Nomor:
W9.MPW.03.10-127 tanggal 21 April 2008, dengan demikian Majelis Pemeriksa
Pusat Notaris berpendapat, bahwa permohonan banding Pembanding/Terlapor
telah melampau batas tenggang waktu yang ditetapkan dalam pasal 33 ayat (2)
juncto Pasal 34 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara
Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja,
dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris, dan proses tata cara
pemeriksaan terhadap Pembanding/Terlapor yang dilakukan oleh Majelis
Pemeriksa Wilayah dan telah menjatuhkan Putusan Majelis Pengawas Wilayah
Notaris Provinsi Jawa Tengah Nomor W9.003.MPW.03.01 Tahun 2006 tanggal
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
63
Universitas Indonesia
25 April 2006 yang amarnya menyatakan mengusulkan kepada Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia agar Pembanding/Terlapor
diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya sebagai Notaris, karena telah
melanggar Pasal 16 ayat (1) a dan d, Pasal 17 huruf b, Pasal 48 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Majelis Pengawas Pusat Notaris menyatakan permohonan banding
Pembanding dahulu Terlapor, tidak dapat diterima dan Mengusulkan kepada
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk
memberhentikan dengan tidak hormat “LS” berkedudukan di Kabupaten Klaten,
Jawa Tengah, dalam jabatannya sebagai Notaris.
Dalam kasus ini Notaris “LS” dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap
kewajiban, larangan dan terhadap akta yang dibuatnya sehingga merugikan
masyarakat banyak, yang dilanggar oleh Notaris “LS” ini merupakan pelanggaran
perilaku professionalitasnya selaku Pejabat Umum.
2.6.3.3. Kasus Dugaan Pelanggaran Perilaku Notaris oleh anggota Majelis
Pengawas Daerah Jakarta Selatan.
Kasus ini terjadi di awal tahun 2010 dimana ada anggota masyarakat
melapor ke Kepolisian bahwa seorang Notaris yang berkedudukan di Jakarta
Selatan diduga membuat akta palsu. Kemudian Penyidik memohon kepada
majelis Pengawas daerah (MPD) untuk dapat memanggil Notaris tersebut agar
member1 keterangan. MPD mengizinkan Notaris tersebut diminta keterangan
dihadapan MPD sendiri, dan ternyata setelah dilakukan pemeriksaan dihadapan
MPD, pelaporan tersebut tidak terbukti, akhirnya MPD tidak memenuhi
permintaan penyidik untuk memanggil Notaris tersebut. 75
Penyidik beberapa waktu kemudian memberikan surat panggilan kembali
kepada Notaris tersebut dengan alasan menemukan bukti lain dimana Penyidik
mendapatkan data dari Imigrasi mengenai pelintasan orang asing dan ditemukan
bahwa salah satu pihak dalam suatu perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris
tersebut dianggap tidak hadir menandatangani akta itu. Pihak yang diduga tidak
75 Hasil wawancara dengan Bapak Aad Rusyad dan dan dengan Bapak Zulkifli Harahap
tanggal 8 januari 2013.
.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
64
Universitas Indonesia
hadir ini seorang Warga Negara Asing yang oleh pelapor telah dicek dalam
catatan imigrasi dan yang bersangkutan tidak pernah datang ke Indonesia, selama
kurun waktu tahun 2010.
Notaris X ketika diminta keterangan oleh MPD menyangkal pelaporan
masyarakat dan menyatakan bahwa orang asing tersebut hadir dan
menandatangani perjanjian dihadapan Notaris X, dan pada saat penandatangan
data pendukung seperti fotokopi passport serta foktokopi kedatangannya di
Indonesia ada diperlihatkan pada Notaris X tersebut.
MPD kemudian mengadakan Rapat internal untuk membahas kasus tersebut dan
terjadi perbedaan pendapat diantara anggota MPD, salah seorang anggota MPD
yang berasal dari profesi Notaris bersiteguh tidak setuju memberi izin kepada
penyidik untuk pemanggilan kepada Notaris X untuk diminta keterangan agar
mengklarifikasi masalah pelaporan masyarakat tersebut oleh penyidik. Ketentuan
huruf 1 b Pasal 66 UUJN tidak dilaksanakan oleh Anggota MPD Jakarta Selatan
dimana tidak mengizinkan Polisi (penyidik) untuk memanggil Notaris untuk
diminta keterangan.
Ketika Rapat Intern diselenggarakan dalam Rapat tersebut terjadi
perbedaan pendapat dan salah seorang anggota MPD marah-marah bersikeras
pada pendiriannya untuk tidak memberikan izin kepada Polisi guna memanggil
Notaris X, sampai melempar Hand phone serta kursi kepada salah seorang
anggota MPD yang hadir dalam rapat tersebut.
Anggota MPD yang lain merasa terganggu atas perilaku anggota MPD
tersebut dan meminta yang bersangkutan untuk mengundurkan diri dari
keanggotaan MPD Jakarta Selatan, dan yang bersangkutan menolak.
Kemudian MPD menulis surat kepada Kepala Kanwil kementrian Hukum dan
Hak Asasi Manusia atas tindakan anggotanya tersebut, dan meminta Kepala
Kanwil agar memberhentikan anggota MPD tersebut.
Anggota MPD yang dilaporkan memberikan sanggahan atas pelaporan itu
dan dengan dalih tidak aturan yang mengatur pengusulan pemberhentian dari
anggota Majelis Pengawas sesuai dengan masalahnya dan Pasal 9 ayat 1 dan 2
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
65
Universitas Indonesia
Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara
Pemeriksaan Majelis pengawas Notaris, berbunyi sebgai berikut:
1. Anggota Majelis Pengawas Notaris diberhentikan dengan hormat dari
Jabatannya karena:
a. Meninggal dunia;
b. Telah berakhir masa jabatannya;
c. Pindah Wilayah kerja
2. Anggota Majelis pengawas Notaris diberhentikan dengan tidak hormat
dari jabatannya karena :
a. Dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih;
b. Usul dari Majelis Pengawas Pusat kepada Menteri
Karena tidak ada pengaturan yang mengatur tentang pemberhentian anggota
Majelis Pengawas apabila melakukan perbuatan tercela, maka anggota MPD
tersebut tidak dapat dijatuhkan sanksi.
Karena keputusan tersebut maka anggota MPD lain yang berjumlah 8
orang yang terdiri dari 3 (tiga) orang dari unsur kalangan akademisi, 3 (tiga) orang
dari unsur pemerintah dan 2 (dua) orang dari profesi Notaris mengundurkan diri
dari jabatannya sebagai Majelis Pengawas Daerah.
Kasus yang bermula dari perbedaan pandangan antara anggota Majelis Pengawas
Daerah saying sekali harusberakhir dengan pelanggaran Kode Etik yang
dilakukan oleh Anggota Majelis pengawas itu sendiri. Dalam kasus ini terlihat
bahwa dianggota Majelis Pengawas sendiri tidak punya standar kode etik yang
seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang Notaris.76
76 Aad Rusyad Nurdin, berpendapat pengaturan mengenai tata Cara Pemberhentian Anggota
Majelis pengawas Notaris yang diaturr pasal 9 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, perlu dikaji lebih jauh lagi
mengingat kasus yang terjadi di MPD Jakarta Selatan, sehinggajangan sampai ada lagi anggota
Majelis Pengawas yang melakukan pelanggaranKode Etik tidak bisa diberhentikan hanya karena
dianggap tidak ada aturan hukum yang mengatur. Tugas MPD melakukan pengawasan dan
pembinaan terhadap Notaris baik dalam jabatan Notaris sebagaimana diatur dalam UUJN juga
terhadap perilaku Notaris sesuai Kode Etik INI. Berarti yang ditunjuk sebagai anggota Majelis
Pengawas betul-betul harus yang mengerti bidang kenotariatan dan mematuhi Kode Etik serta
mempunyai ahlak yang baik sehingga bisa menjaga martabat dan keluhuran budi pekertinya.
Disampaikan dalam wawancara di depok tanggal 9 januari 2013.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
66
Universitas Indonesia
2.6.3.4. Kasus Dugaan Pelanggaran Perilaku Notaris Pada Saat
diselenggarakan Kongres Ikatan Notaris Indonesia ke 21, bulan Juli di
Jakarta
Ketentuan pasal 1 angka 9 Kode Etik Notaris Indonesia menyebutkan
bahwa yang dimaksud pelanggaran adalah: sikap, perilaku, perbuatan atau
tindakan yang dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang
memangku dan menjalankan Notaris, dalam rangka menjaga dan memelihara citra
wibaya lembaga Notariat dan menjunjung tinggi keluhuran dan martabat Notaris.
Kemudian dalam Pasal 3 angka 1, 2, dan 3 selanjutnya berbunyi :
1. Memiliki moral, ahlak serta kepribadian yang baik
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Notaris
3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan
Ketentuan-ketentuan ini diabaikan oleh Notaris “Bekasi” dan dilakukannya justru
pada saat diselenggarakan Kongres INI ke 21 di Jakarta pada bulan Juli 2012
dimana dia pada saat diadakan kongres Notaris “Bekasi” terjadi perbedaan
pendapat Notaris Bekasi tersebut menduduki Presidium, yang mana kursi
presidium itu seharusnya hanya diduduki oleh ketua dan wakil ketua wilayah
kemudian Notaris Bekasi tersebut melakukan protes dengan nada yang tinggi
sambil minum tuak dan melempar2 barang-barang.
Laporan pelanggaran Perilaku Notaris “Bekasi“ tersebut sekarang sedang di
Proses di Majelis Pegawas Wilayah Jawa Barat dan pada saat tesis ini dibuat
belum diputus.
Melalui perbuatannya tersebut Notaris “Bekasi” diduga telah melanggar pasal 9
ayat 1 huruf c dan pasal 12 huruf c UUJN.
Pasal 9 ayat (1) huruf c UUJN berbunyi sbb :
(1) Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena :
c. Melakukan perbuatan tercela
Pasal 12 huruf c UUJN berbunyi :
Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul
Majelis Pengawas Notaris Pusat apabila :
c. melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan
Notaris ;
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
67
Universitas Indonesia
Penjelasan pasal 12 huruf c menerangkan sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan “perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat”
misalnya berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba dan berzina.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
68
Universitas Indonesia
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-
bab sebelumnya, maka dapat disampaikan bahwa:
1. Fungsi dan Kewenangan dari Majelis Pengawas Notaris dan Dewan
Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia dalam pembinaan dan Pengawasan
terkait dengan Perilaku Notaris adalah sebagai berikut :
Fungsi Majelis Pengawas adalah melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap Notaris agar semua ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris yang
mengatur pelaksanaan tugas jabatan Notaris dipatuhi oleh Notaris, dan jika
dilanggar, maka Majelis Pengawas dapat menjatuhkan sanksi kepada Notaris.
Majelis Pengawas juga diberi wewenang untuk menyelenggarakan sidang
adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris (pasal 70 huruf a UUJN).
Perilaku notaris yang harus diawasi oleh majelis pengawas, sesuai dengan
pasal 12 huruf c UU adalah melakukan perbuatan yang merendahkan
kehormatan dan martabat Notaris yang dalam penjelasannya diterangkan
bahawa yang dimaksud perbuatan yang merendahkan kehormatan dan
martabat misalnya berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba dan berzina
yaitu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, dan adat
Kewenangan Majelis Pengawas sebagaimana diamanatkan undang-undang
secara tidak langsung memberikan tugas dan tanggung jawab yang besar
kepada Majelis Pengawas Notaris untuk menjalankan amanat tersebut yaitu :
menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran
Kode Etik Notaris atau pelaksanaan pelanggaran Jabatan Notaris.
Sedangkan Fungsi dan Kewenangan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris
Indonesia dalam menjalankan kewajibannya melakukan Pembinaan dan
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
69
Universitas Indonesia
Pengawasan terhadap pelanggaran Kode Etik, yang merupakan nilai-nilai dan
norma-norma moral yang wajib ditaati oleh Notaris. Kode Etik Notaris
merupakan pengaturan yang berlaku untuk anggota organisasi Notaris, jika
terjadi pelanggaran atas Kode Etik Notaris tersebut, maka organisasi Notaris
melalui Dewan Kehormatan Notaris berkewajiban untuk memeriksa Notaris
dan menyelenggarakan sidang pemeriksaan atas pelanggaran tersebut, dan
jika terbukti, Dewan Kehormatan Notaris dapat memberikan sanksi atas
keanggotaan yang bersangkutan pada organisasi jabatan Notaris.
Pada dasarnya tugas utama Dewan Kehormatan Notaris adalah melakukan
pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap anggota organisasi
yang diduga melakukan pelanggaran kode etik profesi Notaris yang
dampaknya tidak berkaitan dengan masyarakat secara langsung atau tidak ada
orang-orang yang dirugikan dengan pelanggaran kode etik yang dilakukan
oleh Notaris.
Kewenangan-kewenangan yang diamanatkan oleh UUJN sudah dilaksanakan
oleh Majelis Pengawas Notaris, sedangkan Dewan Kehormatan Ikatan
Notaris Indonesia sekarang ini seakan-akan mati suri belum menjalankan
kewenangannya.
2. Notaris Perlu dibina dan diawasi karena peran dan kewenangan Notaris
sangat penting ditengah-tengah masyarakat kita. Notaris adalah pejabat
Umum yang diberi kepercayaan oleh Negara untuk membuat akta otentik
sehingga masyarakat percaya terhadap Notaris, dan Notaris dianggap selalu
berperilaku baik. Sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan
kepentingan masyarakat, Notaris perlu diawasi, karena perilaku dan
perbuatan Notaris dalam menjalankan jabatan profesinya rentan terhadap
penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat. Pembinaan dan
Pengawasan diperlukan agar dapat membantu meningkatkan kinerja Notaris
sekaligus memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap
masyarakat yang hendak memperoleh Jasa Notaris.
Jabatan yang diemban Notaris adalah suatu jabatan Kepercayaan yang
diamanatkan Undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris
dalam menjalankan jabatannya tetap berpegang teguh kepada Undang-
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
70
Universitas Indonesia
undang Jabatan Notaris dan mentaati Kode Etik yang telah di sepakati
bersama serta harus selalu menjaga perilakunya baik perilaku kehidupan
Notaris sebagai jabatan maupun perilaku Kehidupan Notaris.
Pengawasan dilakukan oleh Majelis Pengawas, yang diawasi oleh Majelis
Pengawas tidak hanya mengenai pelaksanaan tugas dan jabatan notaris, tapi
juga kode etik, tindak tanduk atau perilaku Notaris.
Majelis Pengawas apabila dapat benar-benar melaksanakan kewenangannya
diharapkan membantu menciptakan Notaris yang sepenuhnya dapat dipercaya
oleh masyarakat.
3. Peran Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris
Indonesia terhadap penyelesaian masalah pelanggaran Perilaku Notaris,
sebagai berikut :
a. Peran Majelis Pengawas Daerah adalah :
1) Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam
undang-undang ini;
2) Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan
Notaris;
3) Memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan
hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang
melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat,
dan Organisasi Notaris;
b. Peran Majelis Pengawas Wilayah adalah:
1) Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil
keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui
Majelis Pengawas Wilayah;
2) Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas
laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
3) Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah
dan memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis;
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
71
Universitas Indonesia
4) Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis
Pengawas Pusat berupa:
a) Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)
bulan, atau
b) Pemberhentian dengan tidak hormat.
5) Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf f;
c. Peran Majelis Pengawas Pusat
1) Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil
keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan
penolakan cuti;
2) Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan;
3) Menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian sementara
4) Mengusulkan pemberian sanksi Pemberhentian dengan tidak hormat
kepada Menteri.
d. Peran Dewan Kehormatan
1) Peran Dewan Kehormatan Daerah:
a. Memberikan dan menyampaikan usul dan saran yang ada
hubungannya dengan kode etik dan pembinaan rasa bersama
profesi (corpsgeest) kepada Pengurus Daerah;
b. Memberikan peringatan, baik secara tertulis maupun dengan lisan
secara langsung kepada para anggota di daerah masing-masing
yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan kode etik
atau bertentangan dengan rasa kebersamaan profesi;
c. Mengusulkan kepada Pengurus Pusat melalui Dewan Kehormatan
Wilayah dan Dewan Kehormatan Pusat untuk pemberhentian
sementara (scorsing) annggota perkumpulan yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etik. Dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya Dewan Kehormatan Daerah dapat mengadakan
pertemuan dengan Pengurus Daerah, Pengurus Wilayah, Pengurus
Pusat atau Dewan Kehormatan Pusat.
2) Peran Dewan Kehormatan Wilayah
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
72
Universitas Indonesia
a. Memberikan dan menyampaikan usul dan saran yang ada
hubungannya dengan kode etik dan pembinaan rasa kebersamaan
profesi (corpsgeet) kepada Pengurus Wilayah;
b. Memberikan peringatan, baik secara tertulis maupun dengan lisan
secara langsung kepada para anggota di wilayah masing-masing
yang melakukan pelanggaran atau melakukan perbuatan yang
tidak sesuai dengan kode etik atau bertentangan dengan rasa
kebersamaan profesi;
c. Memberitahukan tentang pelanggaran tersebut kepada Pengurus
Wilayah, Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat;
d. Mengusulkan kepada Pengurus Pusat melalui Dewan Kehormatan
Pusat untuk pemberhentain sementara (schorsing) dari anggota
perkumpulan yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik.
3) Dewan Kehormatan Pusat
a. Dewan Kehormatan Pusat dapat mencari fakta pelanggaran atas
prakarsa sendiri atau atas pengaduan secara tertulis dari anggota
perkumpulan atau orang lain, dengan bukti yang meyakinkan
bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik:
b. Dewan Kehormatan Pusat setelah menemukan fakta-fakta
pelanggaran atau setelah menerima pengaduan, wajib memanggil
anggota yang bersangkutan untuk memastikan apakah betul
terjadi pelanggaran.
c. Dewan Kehormatan Pusat diwajibkan untuk memberitahukan
tentang adanya pelanggaran tersebut kepada Pengurus Wilayah,
Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah, dan Dewan
Kehormatan Daerah secara tertulis. Dari pertemuan tersebut
dibuat risalah yang ditandatangani oleh anggota yang
bersangkutan dan Ketua serta seorang anggota Dewan
Kehormatan Pusat.
d. Dewan Kehormatan Pusat dapat menjatuhkan sanksi pemecatan
sementara (schorsing) atau pemecatan (onzrtting) dari
keanggotaan Perkumpulan.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
73
Universitas Indonesia
Peranan Majelis Pengawas Notaris serta Dewan Kehormatan Ikatan
Notaris Indonesia secara pengaturan sudah cukup baik walaupun
kewenangannya dalam mengawasi pelanggaran perilaku Notaris tumpang
tindih, perbedaan peranannya adalah dalam hal penjatuhan sanksi,. Sanksi
terhadap pelanggaran kode etik yang Dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan
Ikatan Notaris Indonesia adalah sanksi yang bersifat organisatoir, yaitu :
a. Teguran;
b. Peringatan;
c. Pemecatan sementara dari anggota perkumpulan
d. Pemecatan dari keanggotaan perkumpulan
Sedangkan sanksi terhadap pelanggaran UUJN dan Kode Etik yang dilakukan
oleh Majelis Pengawas Notaris yaitu :
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Pemberhentian sementara;
d. Pemberhentian dengan hormat; dan
e. Pemberhentian dengan tidak hormat.
Itulah yang membedakan Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia dengan
Kode Etik profesi lain, Profesi lain apabila anggotanya melanggar kode etik
dipecat dari anggota perkumpulan otomatis jabatannya di berhentikan juga.
Contohnya adalah Ikatan Dokter Indonesia. Demikian juga mekanisme
penjatuhan sanksi yang diatur dalam UUJN terhadap Notaris yang melakukan
pelanggaran terhadap pelaksanaan jabatan otaris dan kode etik wajib
melibatkan Majelis Pengawas Notaris. Hal ini menunjukkan bahwa UUJN
mengakui kemandirian dan ketidak berpihakan Notaris dalam menjalankan
kewajibannya, dengan pengecualian Menteri dapat langsung memberhentikan
Notaris dengan tidak hormat tanpa melibatkan Majelis Pengawas Notaris
dalam hal Notaris telah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan
tindak pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
74
Universitas Indonesia
3.2. Saran
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas jabatan Notaris dan pengawasan
Kode Etik berdasarkan Undang-Undang dilakukan oleh Majelis Pengawas,
Sedangkan Pembinaan dan Pengawasan terhadap Pelanggaran Kode Etik
secara Organisatoris dilaksanakan oleh Dewan kehormatan Ikatan notaris
Indonesia.
Untuk itu saran yang dapat diberikan penulis adalah :
1. Agar Pengaturan Pembinaan dan Pengawasan terhadap pelanggaran
perilaku Notaris tidak tumpang tindih antara kewenangan majelis
Pengawas dan dewan kehormatan Ikatan Notaris, maka perlu diatur
pemisahan kewenangannya secara jelas, dimana Majelis Pengawas
sebagai lembaga yang dibentuk Undang-Undang melakukan Pengawasan
dan Pembinaan terhadap perilaku Notaris yang secara langsung berkaitan
dengan Jabatannya serta akta yang dibuatnya dan perilaku atau tindak
tanduk Notaris yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan
Notaris sebagai mana diatur dalam pasal 9 ayat 1 huruf c juga pasal 12
huruf c UUJN. Sedangkan Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia
melakukan Pembinaan, pengawasan, serta penjatuhan sanksi
organisatior, dimana apabila Notaris melanggar kode etik Notaris
sanksinya adalah pemecatan sebagai anggota Organisasi. Kewenangan
Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan Notaris dalam
pengawasan dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran kode etik
Notaris tidak tumpang tindih tetapi saling melengkapi, maka hanya perlu
dipertegas secara normatif dalam bentuk Peraturan Menteri mengenai
hubungan fungsional antara Majelis Pengawas Notaris dan Dewan
Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia.
2. Tata Cara Pengangkatan Anggota Majelis Pengawas diharapkan ditinjau
lebih seksama dan selektif dilihat pemahamannya terhadap kenotariatan,
mengingat kewenangannya tidak hanya melakukan pemeriksaan dan
pengawasan terhadap Notaris tetapi juga menjatuhkan Sanksi tertentu
terhadap Notaris yang telah Terbukti melakukan pelanggarannya dalam
menjalankan tugas sebagai Notaris, sehingga harus menguasai Ilmu
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
75
Universitas Indonesia
kenotariatan, memiliki ahlak yang baik, patuh dan taat terhadap Norma
Agama, Norma Kesusilaan serta Norma Adat, menjunjung tinggi Etika,
martabat dan moral yang baik. Anggota Majelis Pengawas Notaris
diharapkan dapat menjalankan kewenangannya secara bertanggung
jawab, proporsional demikian juga dalam menanggapi setiap
permohonan persetujuan dari pihak penyidik, penuntut umum maupun
peradilan dengan mencermati setiap pemasalahan hukum yang berkaitan
dengan Notaris secara Netral.
3. Ikatan Notaris Indonesia agar lebih sering melakukan pembekalan dan
penyegaran pengetahuan serta semakin sering melakukan sosialisasi kode
etik, yang diharapkan agar Notaris semakin memahami perilaku yang
seharusnya dalam pelaksanaan jabatannya serta secara pribadi, sehingga
Notaris anggotanya bisa memiliki perilaku yang baik, yang selalu
menjunjung tinggi kehormatan martabat jabatan Notaris.
4. Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia sebagai alat perlengkapan
perkumpulan harus lebih aktif peranannya dalam melakukan tugasnya
melakukan pembinaan, pembimbingan dan pengawasan anggotanya
dalam menjunjung tinggi kode etik. Dan yang terakhir Dewan
Kehormatan harus dapat segera menetapkan Tafsiran Perilaku yang
dilarang oleh anggotanya.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
76
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, Habib, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara,
Bandung : PT. Refika Aditama, 2008.
_______, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Bandung : PT. Refika Aditama, 2008.
_______, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan
Tulisan Tentang Notaris dan PPAT), Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2009.
_______, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Telematik Terhadap UU No. 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris, Cet. 3, Bandung : PT. Refika Aditama,
2011.
_______, Bernas-Bernas Pemikiran di Bidang Notaris dan PPAT, Bandung, :CV.
Mandar Maju, 2012.
Adjie, Habib dan Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam
Pembuatan Akta, Bandung : CV. Mandar Maju, 2011.
Anke Dwi Saputro (ed.), Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan di Masa
Mendatang, Oleh Pengurus Ikatan Notaris Indonesia, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Andasasmita Komar, Notaris dengan Sejarah, Peranan, Tugas, Kewajiban,
Rahasia Jabatannya, Bandung,: Sumur Bandung, 1981.
________, Notaris I Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris/Notariat,
Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, 1991.
A.R. Putri, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris, Indikator Tugas-Tugas
Jabatan Notaris Yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, Jakarta : PT.
Sofmedia, 2011.
Budiono, Herlien, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,
Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2007.
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Undang-Undang Jabatan Notaris , UU No. 30 tahun 2004
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)
diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta: Pradnya
Paramita, 1996 .
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
77
Universitas Indonesia
Ghofur, Abdul, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika,
Yogyakarta : UII Press Yogyakarta, 2009
Koeswadji dalam Nico, Tanggung Jawab Notaris selaku Pejabat Umum,
Yogjakarta : Center of Documentation and Studies of Business Law,
2003.
Kohar, Abdul, Notaris Dalam Praktek Hukum, Bandung: Alumni Bandung, 1983.
________, Notaris Berkomunikasi, Bandung : Alumni Bandung, 1984.
Kusmawati Lanny, Tanggung Jawab Jabatan Notaris, Yogjakarta : LaksBang
Yogjakarta, 2005.
Latumenten Pieter, Pertanggung Jawaban Hukum Profesi Notaris, Makalah
disampaikan dalam Pelatihan Pemahaman Materi dan teknis Pelaksanaan
Operasionalisasi Sistem Administrasi Badan Hukum dan Materi Lain yang
terkait bagi Anggota Luar biasa (Notaris), Jakarta 18 Januari 2010
Lumban Tobing, G.H.S., Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : PT. Gelora Aksara
Pratama, 1983.
Muhammad, Abdulkadir, Etika Profesi Hukum, Cet.3, Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2006.
,Ilmu Sosial Budaya Dasar, Cet. 3 Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2011
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Keputusan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas
Majelis Pengawas Notaris, Nomor: M.39-PW.07.10 Tahun 2004.
_________________, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesua tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,
Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja Dan Tata Cara
Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris, Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun
2004
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 7. Jakarta : Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007.
Simatupang, Dian Puji N., Proposal Penelitian (Thesis) Bahan Kuliah Metod
Penelitian dan Penulisan Hukum, Magister Kenotariatan Universitas
Indonesia, Jakarta: 2011.
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
78
Universitas Indonesia
Sri Mamuji, et,al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukun, Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Sri Mamudji dan Hang Raharjo, Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, Bahan
Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Magister Kenotariatan
Universitas Indonesia, Jakarta: 2011.
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, Jakarta : PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007.
Yudara, NG, Notaris dan Permasalahannya, “Pokok-pokok Pemikiran di Seputar
Kedudukan dan Fungsi Notaris serta Akta Notaris Menurut Sistem Hukum
Indonesia,” Makalah disampaikan Ikatan Notaris Indonesia, (Jakarta,
Januari 2005).
Tinjauan yuridis..., Egi Anggiawati Padli, FH UI, 2013
top related