mini-research-filsafat sosial egi-revisi dan kesimpulan

29
Tinjauan Filosofis Kesenjangan Sosial di Indonesia berdasarkan Teori Sistem Sosial Talcott Parsons Disusun oleh : Egi Prasetyo (11/316266/FI/03575) Fathoni (11/316477/FI/03634) Wina T. Simanjuntak (11/316445/FI/03626) Miftahul Khoir (11/316417/FI/03617) Sri Hartini Puspita (11/316376/FI/03602) Sakti Puringga Putra (08/268441/FI/03427) Mata Kuliah : Filsafat Sosial

Upload: odentmuhammad

Post on 22-Nov-2015

35 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

baca saja

TRANSCRIPT

Tinjauan Filosofis Kesenjangan Sosial di Indonesia berdasarkan Teori Sistem Sosial Talcott Parsons

Disusun oleh :

Egi Prasetyo

(11/316266/FI/03575)

Fathoni

(11/316477/FI/03634)

Wina T. Simanjuntak

(11/316445/FI/03626)

Miftahul Khoir

(11/316417/FI/03617)

Sri Hartini Puspita

(11/316376/FI/03602)

Sakti Puringga Putra

(08/268441/FI/03427)

Mata Kuliah : Filsafat SosialDosen Pengampu : Dr. Supartiningsih

Fakultas Filsafat

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

2012BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia mempunyai cita-cita yang tersusun dalam pandangan hidup bangsa yakni Pancasila, sesuai sila Kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Akan tetapi, apakah cita-cita luhur tersebut telah terwujud?. Jawabannya, Belum. Banyak hal yang menjadi alasan penyebab belum terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia, seperti kondisi sosial-masyarakat Indonesia, apakah memang sudah dalam kondisi masyarakat yang adil?

Kesenjangan Sosial, sebuah kenyataan yang sedang dihadapi oleh banyak bangsa di dunia, tidak terkecuali bangsa Indonesia. Kesenjangan sosial menjadi sebuah topik yang selalu dibahas, karena kesenjangan sosial itu sendiri merupakan masalah yang berkepanjangan yang selalu menuntut penyelesaian. Kesenjangan Sosial akan dikaji secara filosofis melalui teori Sistem Sosial Talcott Parsons, untuk menghasilkan suatu analisis yang reflektif, sehingga dapat ditemukan solusi yang dapat ditawarkan untuk menghadapi permasalahan kesenjangan sosial.1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang pentingnya kesenjangan sosial untuk dikaji secara filosofis, maka dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:a. Apa yang dimaksud dengan kesenjangan sosial ?

b. Mengapa kesenjangan sosial terwujud ?

c. Apa kaitan antara teori sistem sosial Talcott Parsons dengan permasalahan kesenjangan sosial di Indonesia ?

d. Apa solusi yang dapat ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan kesenjangan sosial di Indoensia berdasarkan teori sistem sosial Talcott Parsons ?BAB II

PEMBAHASAN2.1 Kesenjangan Sosial di IndonesiaKesenjangan Sosial adalah keadaan sosial yang tidak seimbang, ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh adanya kesalahan fungsi dan kedudukan anggota sosial. Lingkungan sosial meliputi lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Biasanya kesenjangan sosial terjadi dalam lingkungan sosial masyarakat. Hal ini terlihat jelas dengan adanya jarak atau gap diantara golongan-golongan di masyarakat. Golongan-golongan masyarakat itu sendiri merupakan dampak dari stratifikasi sosial. Sebagai contoh, kondisi masyarakat pemulung dan tunawisma di kota-kota besar di Indonesia yang berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat elite yang hidup di kota yang sama.

Kesenjangan sosial di Indonesia bermula dari kesenjangan ekonomi, seperti dengan fakta paradoksal antara peluang Indonesia untuk menjadi negara dengan perekonomian besar tingkat dunia dengan kondisi masyarakat miskin di Indonesia yang masih nampak dengan jelas. Hal tersebut senada dengan pendapat ketua DPD RI yang diungkapkan terhadap AntaraNews, Irman Gusman menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia menghasilkan segelintir orang super kaya, tetapi justru membuat kesenjangan sosial-ekonomi di negeri ini semakin besar. Di Indonesia masih terjadi sentralisme ekonomi di mana konsentrasi investasi dan peredaran uang lebih banyak ada di Pulau Jawa. Di satu sisi, demokratisasi memberi kebebasan politik dan pers, namun di sisi lain belum sejalan dengan demokratisasi ekonomi. Hal ini juga membuktikan orientasi pertumbuhan makro ternyata belum menjamin terwujudnya keadilan dan pemerataan.

Kesenjangan sosial dapat juga menimbulkan konflik, karena dapat menyebabkan suatu kecemburuan dan anggapan diskriminasi atau pembatasan hak masyarakat untuk memperoleh kesejahteraan. Ketidakmerataan pembangunan infrastruktur telah membuat pembangunan ekonomi pun menjadi terhambat, mulai dari pengaruh terhadap usaha ekonomi masyarakat yang secara langsung mempengaruhi lapangan kerja, sehingga masyarakat di daerah yang mengalami ketertinggalan akan merasa termarginalkan. Kesenjangan sosial merupakan salah satu akar penyebab timbulnya kekerasan, kesalah-pahaman, dan kericuhan di Indonesia.2.2 Teori Sistem Sosial Talcott ParsonsTalcott Parsons adalah sosiolog modern yang lahir di Colorado Springs, Amerika Serikat. Ia belajar di Amherst College (1920-1924), London School of Economics (1924), Universitas Heidelberg (1925-1926). Mulai tahun 1927 ia menjadi dosen di Harvard University, mula-mula di fakultas ekonomi, kemudian pada tahun 1931 di fakultas sosial, di mana ia menjadi ketuanya pada tahun 1944. Parsons telah menghasilkan karya karangan dan buku, seperti : The Structure of Social Action (1983), The Social System (1951), Economy and Society (1956), dan lain sebagainya. Sejak permulaan karirnya sebagai sosiolog, Parsons dikesankan oleh keadaan teratur yang kita sebut masyarakat. Perpaduan masyarakat disebabkan oleh : adanya nilai-nilai budaya yang dibagi bersama, yang melembagakan menjadi norma-norma sosial, dan dibatinkan oleh individu-individu menjadi motivasi-motivasi.

Parsons sebelumnya memiliki konsep eksistensial yaitu satu-satunya realitas dalam kehidupan sosial adalah perilaku sosial individu, yang memberi motivasi dan memberi arti tertentu kepada kelakuannya, telah ditinggalkan. Sekarang situasi sosial si pelaku, yaitu variabel-variabel tak tergantung, seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, penghasilan, agama, nilai-nilai, dan sebagainya menjadi objek analisis, di mana peranan sosial (social role) menjadi satuannya paling kecil.

Konsep relasional, yaitu Sistem Sosial, mengganti konsep eksistensial, yaitu perilaku sosial. Sekarang si pelaku ditinjau dari segi struktur-struktur sosial yang merumuskan bagi siapa dia, dan mengenakan kepadanya hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat atau kelompok dari padanya. Parsons sebelumnya memakai konsep struktur sosial hanya demi kepentingan analisis abstrak. Sekarang konsep itu mewakili realitas sosial sendiri. Struktur-struktur sosial menentukan peranan dan pola-pola perilaku yang tetap. Ketunggalan individu melenyap di balik peranan-peranan yang telah dilembagakan oleh masyarakat. Pelembagaan itu diadakan demi suatu kesatupaduan (integrasi) dan orde masyarakat. Peranan-peranan resmi itu dipakai sebagai mekanisme yang mengintegrasikan orang ke dalam kesatuan sosial.

Peranan adalah konsep relasional, diandaikan dengan dua atau lebih pemain atau pelaku yang sedang terlibat dalam interaksi. Mereka entah menyesuaikan diri dengan suatu skrip yang telah disampaikan, atau mereka menyimpang atau menyeleweng. Namun mereka diharapkan agar memainkan perannya dengan baik, supaya kehidupan bersama menjadi tertib dan teratur. Setiap orang diandaikan tahu tentang apa yang diharapkan dari dia. Pengharapan-pengharapan dia adalah sedemikian rupa, hingga mereka saling melengkapi sampai batas tertentu. Apa yang telah ditetapkan sebagai haknya si A diakui oleh si B sebagai kewajibannya, dan apa yang telah ditetapkan sebagai haknya si B, diakui oleh si B sebagai kewajibannya. Misalnya, si pasien menuntut haknya atas pemeriksaan dan pengobatan dari dokter, sedangkan si dokter menganggap itu sebagai kewajibannya terhadap si pasien. Sebaliknya juga, dokter menuntut haknya atas honorarium yang oleh si pasien dianggap sebagai kewajibannya. Dengan demikian peranan-peranan sosial merupakan mekanisme utama dalam mengintregasikan masyarakat.

Kalau satuan realitas sosial yang paling kecil terdiri dari peranan-peranan sosial, yang untuk sebagian dilembagakan, maka masyarakat dan tiap-tiap kehidupan bersama akan dipikirkan sebagai jaringan relasi-relasi atau sistem sosial. Sistem cenderung untuk mempertahankan keseimbangannya ke dalam maupun ke luar. Keseimbangan dijaga dengan menetralisir setiap gangguan dengan mengerahkan daya-daya lawan. Sosiologi Parsons memiliki dua ciri khas yaitu : konsep fungsi yang dimengerti sebagai sumbangan kepada keselamatan dan ketahanan sistem sosial, dan konsep pemeliharaan keseimbangan, adalah ciri utama dari tiap-tiap sistem sosial. Bagian-bagian yang membentuk satu sistem saling bergantungan. Interdependensi menciri-khaskan tiap-tiap sistem. Di dalamnya tidak ada unsur yang sama sekali terpisah satu dari yang lain. Semua unsur saling mengandaikan dan saling membutuhkan, dan bersama-sama membangun suatu keseluruhan. Interdependensi mengarah kepada keseimbangan sebagai tujuannya, sedangkan keseimbangan itu cenderung untuk mempertahankan dirinya.

Ciri-ciri struktural sistem sosial oleh Parsons diistilahkan dalam bentuk lima pasang yang masing-masing terdiri dari dua alternatif yang saling bertentangan. Individu yang berinteraksi tidak perlu memutuskan alternatif mana yang akan dipakai. Masyarakatlah atau kebudayaan setempat telah memilih untuk dia dan telah melembagakan salah satu alternatif yang menentukan corak interaksi. Kelima pasang itu dinamakan oleh Parsons :a.) Perasaan (affectivity) atau netral perasaan (affective neutrality)Setiap pelaku dalam proses interaksi harus menentukan apakah ia harus bertindak atas cara yang impulsif yang langsung menyenangkan, atau atas cara menahan diri dan menuntut prinsip dengan tidak mengindahkan soal senang tidaknya, gampang tidaknya, dan sebagainya. Tiap situasi memberi kesempatan kepada orang untuk berkompromi dengan kewajibannya agar dapat menambah kenikmatan dan mengurangi bebannya. Namun, sistem sosial menentukan kapan dan dalam situasi manakah orang diperbolehkan mengikuti perasaan spontan mereka, dan kapan serta dalam situasi manakah perasaan itu perlu ditekan.b.) Arah diri (self-orientation) atau arah kolektivitas (collectivity-orientation)Si pelaku harus memilih antara bertindak demi kepentingan pribadi atau demi kepentingan umum. Kedua alternatif tidak sama dengan altruisme atau egoisme, yang bersifat psikologis. Dalam konteks sosiologi situasi sosial menentukan apakah seseorang dapat diandaikan bertindak demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan orang-orang lain. c.) Partikularisme atau universalisme

Menyangkut soal apakah sesorang harus bertindak atas dasar prinsip-prinsip umum yang selalu berlaku tanpa pilih kasih, atau atas dasar relasi-relasi khusus (partikuler) dengan beberapa orang tertentu. Kedua variabel ini mempertentangkan dua macam kesusilaan (moral), yaitu kesusilaan yang berpegang pada prinsip moral dan kesusilaan yang berpegang pada kesetiakawanan.

d.) Status bawaan (ascription) atau status perolehan sendiri (achievement)Kedua variabel tersebut penting dan perlu juga dalam menentukan corak relasi antara A dan B. Kebudayaan setempat menetapkan aspek-aspek manakah dalam diri orang lain, yang harus dipertimbangkan oleh si A sebelum bertindak. Apakah sikapnya harus ditentukan oleh ciri-ciri kualitas yang merupakan bawaan orang lain dan diakui resmi oleh masyarakat, ataukah oleh jasa-jasa, bakat, prestasi, pelayanan, dan sebagainya yang dapat diberi orang lain itu? Apakah orang lain dihormati, ditaati, dilayani karena statusnya, senioritasnya, jabatannya, ataukah karena dia orang berbakat? Orang mengatakan saya tidak memperdulikan siapa dia (ascribed status), tetapi saya pentingkan apa yang dapat dibuat olehnya untuk saya (achieved status).e.) Campur-baur (diffuseness) atau tertentu (specificity).Jika suatu relasi bersifat spesifik yang mengarah pada satu segi saja, maka hal-hal yang boleh diharapkan dari pihak lain telah dirumuskan dan diperinci oleh masyarakat. Misalnya, saya boleh mengharapkan dari pengantar pos bahwa ia akan mengantar surat ke rumah saya, tetapi saya tidak boleh mengharapkan hal-hal lain, seperti ia akan berbelanja untuk saya. Kewajibannya adalah terbatas dan terperinci. Ada situasi-situasi interaksi lain di mana orang yang berinteraksi mengarahkan diri satu kepada yang lain dengan tidak mempersempit atau membatasi arah relasi mereka. Kepribadian orang, bukan peranannya, merupakan sasaran yang didahulukan dan diutamakan. Misalnya, di antara sahabat-sahabat, orang yang terlibat akan dapat diminta apapun dan diharapkan berbuat apa pun.

Prasyarat fungsional sistem sosial yang harus dicukupi oleh setiap masyarakat, kelompok, atau organisasi. Jika tidak, sistem sosial itu akan tidak dapat bertahan dan mesti berakhir. Kata Parsons, Sesuai dengan teori umum, proses jalannya tiap-tiap sistem sosial tergantung dari empat imperatif atau masalah yang harus ditanggulangi secara memadai supaya keseimbangan dan keberadaan sistem itu dijamin. Keempat prasyarat itu adalah :

a.) Adaptasi

Dengan adaptasi, dimaksudkan bahwa para anggota mempunyai atau menghasilkan sarana-sarana yang dibutuhkan mereka supaya dapat hidup dan bergerak. Tanpa sarana materiil, gagasan atau cita-cita tidak akan dapat terwujud. Hanya dengan adanya sarana-sarana dan fasilitas-fasilitas suatu sistem dapat kurang lebih menguasai lingkungannya. Semua proses adaptasi dan penguasaan lingkungan ini disebut, ekonomi.

b.) Kemungkinan mencapai tujuannya

Pertama, harus ada suatu tujuan, dan kedua harus ada anggota atau tenaga untuk mencapai tujuan itu. Suatu sistem harus senantiasa menarik dan mengerahkan orang baru untuk menggantikan yang lama. Juga harus ada mekanisme-mekanisme kepemimpinan dan pengambilan keputusan dan penempatan tenaga. Ketiga, harus ada kewaspadaan, kepekaan, keterbukaan, dan kebijaksanaan berkenaan dengan kebutuhan sistem di satu pihak dan perubahan zaman dan kondisi-kondisi lingkungan di lain pihak.c.) Integrasi anggota-anggotanya

Integrasi berpautan dengan relasi-relasi antara satuan-satuannya. Satuan-satuan itu harus berintegrasi dalam arti bahwa mereka dilibatkan dan dikoordinir dalam keseluruhan sistem sesuai dengan posisi dan peranan masing-masing. Penyelewengan harus diberangus. Perpecahan harus dicegah. Dalam prakteknya, integrasi akan diusahakan melalui undang-undang, instruksi, kaidah-kaidah, dan lembaga-lembaga kemasyarakatan itu yang berwenang di bidang perumusan hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta pengamanan mereka.d.) Kemampuan mempertahankan identitasnya terhadap kegoncangan dan ketegangan yang timbul dari dalam.

Sistem sosial harus menemukan ways and means untuk mempertahankan identitasnya, yaitu nilai-nilai budaya yang bersifat mendasar. Parsons mengatakan setiap sistem sosial diciri-khaskan oleh suatu sistem nilai-nilai yang telah dilembagakan. Hal mempertahankan keutuhan sistem nilai itu dan pelembagaan merupakan keharusan fungsional yang utama. Sistem nilai-nilai budaya itu (misal : Pancasila) akan dipertahankan melalui proses-proses pendidikan, pemasyarakatan, pembudayaan, penataran, dan sebagainya. Juga agama, kesenian, adat-istiadat memainkan peranan yang penting. Jika dilihat dari segi anggota masyarakat, internalisasi (pembatinan) nilai-nilai budaya itu merupakan sarana untuk mengakhiri dan menyelesaikan ketegangan-ketegangan yang selalu timbul dalam setiap sistem sosial.

Aktivitas ekonomis adalah aktivitas sosial, dan bagian dari masyarakat sebagai sistem sosial. Suatu masyarakat menghadapi empat problem fungsional. Ekonomi adalah sub-sistem Adaptif, yang mengorganisir masyarakat untuk memperoleh penghidupan dalam lingkungannya; negara dikhususkan untuk Pencapaian-Tujuan, lewat pemerintahan publik maupun privat; sub-sistem Integratif akhirnya disebut sebagai komunitas sosial; sub-sistem Pelestarian-Pola-Laten akhirnya disebut sebagai sistem fidusier yang bertanggungjawab atas stabilisasi pola-pola nilai yang menciptakan karakter masyarakat.

2.3 Kesenjangan Sosial di Indonesia ditinjau dari teori Sistem Sosial Talcott ParsonsTeori Sistem Sosial Talcott Parsons dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan kesenjangan sosial yang ada di Indonesia. Isi teori sistem sosialnya yang universal, demikian juga permasalahan kesenjangan sosial di Indonesia yang juga dialami oleh bangsa lain, membuat teori Sistem Sosial Talcott Parsons ini dapat diterapkan sebagai sudut pandang analisis filosofis terhadap permasalahan tersebut.

Kesenjangan sosial merupakan sebuah permasalahan dalam sistem sosial yang terjadi di Indonesia. Kesenjangan sosial ditinjau dari teori Sistem Sosial Talcott Parsons adalah sebuah ketidaksesuaian antara realitas sosial di Indonesia dengan fungsional dalam sistem sosial yang dianggap sebagai sistem sosial yang baik menurut Talcott Parsons. Pada uraian tentang teori sosial sebelumnya, realitas sosial adalah konsep relasional. Hubungan sosial melalui peranan-peranan pelaku sosial, yang berdasarkan struktur sosial. Kesenjangan sosial dalam sistem sosial di Indonesia merupakan suatu kondisi yang bertentangan dengan penggambaran sistem sosial yang dipaparkan oleh Parsons, sistem sosial yang memiliki ciri konsep fungsi dan konsep pemeliharaan keseimbangan. Kesenjangan sosial mencuat bukan tanpa alasan, melainkan karena terdapat suatu kesalahan dalam sistem sosial, sehingga fungsi dan keseimbangan sistem menjadi terganggu. Hal ini merupakan dasar lahirnya kesenjangan sosial, apabila dilihat dari teori sistem sosial ideal menurut Parsons. Kesenjangan sosial di Indonesia mempunyai implikasi yang kompleks, karena aspek kesenjangan sosial senantiasa terkait dan saling berpengaruh. Untuk mempertahankan keseimbangan sistem sosial, maka prasyarat fungsional sistem sosial harus terpenuhi. Prasyarat tersebut adalah adaptasi, kemungkinan mencapai tujuannya, integrasi anggota-anggota, dan kemampuan mempertahankan identitasnya terhadap kegoncangan dan ketegangan yang timbul dari dalam. Adaptasi sebagai prasyarat fungsional dalam sistem sosial, dengan sub-sistemnya ekonomi. Ekonomi menjadi penting dalam peranan stabilitas sosial, karena awal mula dimulai dari kemampuan negara dalam hal mensejahterakan rakyatnya dengan kemapanan ekonomi, yang merupakan proses adaptasi dan penguasaan lingkungan. Negara diharapkan mampu membuat atau menciptakan sarana-sarana dan fasilitas-fasilitas untuk mendukung kehidupan rakyatnya. Akan tetapi, proses ekonomi sangat luas pembahasannya, masalah yang sedang di hadapi oleh hampir seluruh bangsa, termasuk Indonesia adalah berbaurnya sistem ekonomi kapitalis di era globalisasi yang telah memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah perkembangan ekonomi makro yang relatif cepat, karena pemerintah berusaha meningkatkan perekonomian salah satu nya dengan cara menjaring investor-investor dalam maupun luar negeri. Akan tetapi pada akhirnya kebijakan ekonomi demikian juga memiliki dampak negatif, yakni mencuatnya kesenjangan pendapatan ekonomi antara kaum kapitalis yang menguasai perekonomian dengan kaum pekerja. Kesenjangan pendapatan ekonomi, sebagai salah satu hal yang mempengaruhi timbulnya kemiskinan, membuat anggota masyarakat terstratifikasi menjadi kelas-kelas, kelas ekonomi bawah dikategorikan miskin, kelas ekonomi menegah, kelas ekonomi atas. Apabila perbedaan kelas tersebut terlalu mencolok dalam realitas sosial, maka disebutlah kesenjangan ekonomi dalam sistem ekonomi. Kesenjangan ekonomi ini berpengaruh dalam timbulnya kesenjangan sosial karena hak masyarakat sebagai warga negara tidak terpenuhi, seperti untuk memperoleh fasilitas dan sarana untuk menunjang kehidupan. Fasilitas kesehatan dan fasilitas perumahan serta pendidikan yang tidak dapat dinikmati oleh masyarakat kelas bawah, terlebih untuk menyamai fasilitas-fasilitas tersebut sama dengan masyarakat kelas menengah-atas. Adaptasi dalam permasalahan ketimpangan pendapatan ekonomi tersebut, menunjukkan suatu proses yang gagal, karena seharusnya dalam sistem sosial adaptasi berhasil diwujudkan dengan terpenuhinya sarana dan fasilitas yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan hidup anggota-anggota sosial. Oleh karena itu, apabila adaptasi tidak dapat dikatakan berhasil, maka sangat berpengaruh dalam keseimbangan sistem sosial, yakni timbullah kesenjangan sosial. Padahal, adaptasi merupakan dasar atau pondasi bagi anggota-anggota sosial (masyarakat) untuk melakukan aktivitas sosial. Kemungkinan mencapai tujuan, tujuan negara Indonesia salah satunya adalah kesejahteraan sosial yang berkeadilan. Keadilan sosial sebagaimana merupakan sila kelima Pancasila, merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan cita-cita bersama, kemudian diharapkan harus ada anggota-anggota sosial seperti rakyat, pemerintah dan anggota lainnya, yang harus berjuang bersama mewujudkan cita-cita atau tujuan bersama tersebut. Selain itu diperlukan juga kewaspadaan, keterbukaan, kepekaan dan kebijaksanaan berkenaan dengan kebutuhan sistem, dan perubahan zaman dan kondisi lingkungan juga harus diperhatikan .

Setelah ada tujuan, maka ada anggota sosial yang akan mencapai tujuan itu, yang kemudian dalam prosesnya diperlukan suatu pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan kebutuhan sistem maupun menyaring pengaruh dari luar sistem. Dalam kenyataannya, mekanisme kepemimpinan di Indonesia adalah banyak yang menghasilkan kebijakan yang ditentang oleh rakyatnya sendiri, hal ini membuktikan adanya ketidakselarasan antara rakyat dan pemerintah yang merupakan sama-sama anggota sistem sosial. Pemerintah membuat kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat, sehingga rakyat menentangnya. Keterbukaan atau transparansi dari pemerintah terhadap rakyat juga dinilai masih rendah, banyak hal yang menunjukkan bahwa pemerintah kurang terbuka terhadap rakyat, seperti publikasi hasil kerja pemerintah (eksekutif) dan legislatif. Kesenjangan sosial merupakan sebuah kondisi disintegrasi antar anggota dalam sistem sosial. Kondisi tidak berpautnya antar satuan-satuan dalam sistem sosial. Padahal, syarat sistem sosial ideal adanya integrasi antar satuan-satuannya. Disintegrasi tersebut terjadi karena tidak adanya koordinasi dan pelibatan anggota-anggota dalam satu sistem sosial. Anggota-anggota sosial mempunyai posisi dan fungsi masing-masing. Peranan dalam konsep relasional menggambarkan bahwa satuan-satuan dalam sistem sosial memiliki peranan, yang sudah disepakati bersama. Peranan yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, akan menyebabkan kesalahan fungsi, sehingga keseimbangan sistem akan terganggu, kemudian akan mempengaruhi integrasi dalam sistem sosial.Di Indonesia, integrasi belum sepenuhnya terwujud. Banyak satuan-satuan dalam sistem sosial yang belum menjalankan peranannya sebagaimana mestinya. Ada beberapa contoh, seperti wajib pajak membelot atau tidak membayar pajak dengan sengaja, kemudian pengusaha yang mengeksploitasi buruh. Pemerintah berperan menjamin kesejahteraan anak-anak telantar dan warga miskin. Itu merupakan sebuah kaidah yang telah menjadi kesepakatan bersama, tetapi pada kenyataannya, begitu kontras pemandangan anak-anak jalanan dan pengemis di berbagai kota dan daerah. Hal ini menunjukkan ketidakselarasan peranan dalam pemenuhan hak-hak dan kewajiban satuan-satuan anggota dalam sistem sosial. Posisi dan fungsi yang telah ditetapkan telah diindahkan, entah dengan sengaja atau tidak, hal tersebut menimbulkan suatu ketidakseimbangan sistem sosial. Ketidakpedulian terhadap sesama juga merupakan alasan mendasar tetap bertahannya kesenjangan sosial. Hal ini mengacu pada ciri-ciri sistem sosial yaitu oriantasi diri atau orientasi kolektivitas. Dengan menonjolkan orientasi diri dalam kehidupan sosial, akan mengakibatkan kesumbangan dalam peranannya. Orang yang berwenang membuat kebijakan (legislatif) apabila menggunakan prinsip orientasi diri, maka dianggap tidak tepat sama sekali karena hal tersebut bertentangan dengan hakikat peranannya, yaitu melayani rakyat, sehingga orientasi harus kolektivitas. Ketidakpedulian dilihat dari ciri yang lain, seperti bertindak atas dasar prinsip partikuler atau universal, yakni misalnya legislatif menggunakan prinsip partikuler dalam merumuskan kebijakan tentang perburuhan, maka akan berdampak tidak adil ketika kebijakan tersebut dalam kenyataannya merugikan buruh, dan sebaliknya menguntungkan pengusaha sebagai kapitalis. Kemudian, persoalan-persoalan sosial termasuk kesenjangan sosial dilihat dari prasyarat yang terakhir yakni kemampuan sistem sosial dalam mempertahankan identitasnya. Sistem sosial harus dapat mempertahankan identitasnya, sehinga mampu mengatasi gejolak dari dalam atau pun dari luar. Bangsa Indonesia harus senantiasa mempertahankan nilai-nilai Pancasila. Akan tetapi, pada realitasnya, banyak generasi muda yang belum sepenuhnya memahami nilai-nilai luhur Pancasila. Satuan-satuan dalam sistem sosial tidak menjalankan peranannya dengan beracuan pada nilai-nilai Pancasila, sehingga alih-alih mempertahankan identitasnya, malah berorientasi pada identias bangsa lain, seperti meniru budaya barat. Sistem ekonomi yang tidak berasaskan nilai-nilai Pancasila, dimungkinkan aka menimbulkan kesenjangan sosial. Sistem Budaya yang tidak lagi berbasis kerafifan lokal yang dijiwai nilai-nilai Pancasila. Hal ini sangat mempengaruhi nasionalisme, dan internalisasi nilai-nilai Pancasila setiap anggota sosial semakin jauh dari harapan bangsa sebagaimana terbentuk dalam rumusan pembukaan UUD 1945.2.4 Solusi Kesenjangan Sosial dalam Sistem Sosial di IndonesiaSolusi yang dapat ditawarkan secara garis besarnya, adalah kembalinya sistem sosial yang berasaskan nilai-nilai Pancasila. Kesenjangan sosial timbul, karena dalam sistem sosial mengalami sebuah pergolakan antar satuannya. Satuan sosial yang satu dengan lainnya tidak menjalankan peranan sesuai dengan yang seharusnya, untuk mewujudkan keadilan sosial diperlukan suatu upaya integrasi yang solid. Integrasi dapat diusahakan melalui undang-undang, kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh lembaga-lembaga yang berwenang.

Sedangkan solusi yang kami susun untuk mencoba menyelesaikan persolan kesenjangan sosial antara lain :

1. Satuan-satuan sosial harus mampu mengaktualisasikan peranan berdasarkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Seseorang mempunyai dua hal yang Misalnya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, mempunyai hak untuk mendapatkan apa yang seharusnya didapatkannya serta kewajiban dalam pekerjaannya sebagai wakil rakyat, salah satunya merumuskan kebijakan-kebijakan yang harus berpihak terhadap rakyat atau sesuai dengan prinsip universal dan orientasi kolektif. Demikian juga dengan Rakyat, harus memenuhi hak dan kewajibannya sesuai dengan peranannya dalam sistem sosial. Rakyat memiliki hak untuk hidup layak, seperti pemenuhan layanan kesehatan, tempat tinggal, dan pendidikan. Hal ini sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh rakyat. Akan tetapi, rakyat juga mempunyai kewajiban dalam mendukung kebijakan-kebijakan negara yang sudah seharusnya dijalankan, seperti pembayaran pajak, menaati hukum.

2. Solusi yang tidak kalah penting dan sangat fundamental untuk di setiap individu dalam sistem sosial Indonesia adalah internalisasi identitas bangsa. Nilai-nilai Pancasila masih belum membatin dalam jiwa sebagian bangsa Indonesia. Sebagaian bangsa Indonesia kurang peduli terhadap persoalan bangsa, seperti kesenjangan sosial dan korupsi. Padahal, dengan berangkat dari persatuan bangsa, akan sebagai langkah awal yang positif dalam upaya memecahkan persoalan yang merupakan tanggung-jawab bersama. Internalisasi nilai-nilai Pancasila dirasa sangat perlu dilakukan segera, karena untuk mewujudkan sebuah sistem sosial yang solid, bersatu. Internaslisai nilai-nilai Pancasila dapat dilakukan sejak dini dalam lingkungan sosial keluarga, yakni peranan anggota keluarga (orang-tua) sangat penting dalam membentuk karakter dasar anak, yang kemudian akan menginjak dewasa dalam lingkungan masayarakat atau lingkungan budaya. Lingkungan religi juga perlu menekankan pentingnya internalisasi nilai-nilai Pancasila, seperti agama. Selain itu peran negara dalam merumuskan pendidikan Pancasila juga harus mendasar dan mampu menyampaikan nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan formal dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dengan peran semua unsur atau satuan-satuan sosial, seperti keluarga, masyarakat, agama, dan negara, maka diharapkan setiap individu akan selalu menanamkan nilai-nilai Pancasila sebagai identitasnya dan akan konsisten dalam upaya mewujudkan cita-cita hidup bangsa.

BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dicapai untuk menjawab rumusan-rumusan masalah dalam makalah ini antara lain : 1. Kesenjangan sosial adalah persoalan sosial tentang kesenjangan antar satuan-satuan dalam sistem sosial. Kesenjangan tersebut dapat terjadi karena tidak terpenuhinya prasyarat fungsional sistem sosial seperti adaptasi, kemungkinan pencapaian tujuan, integrasi anggota-anggota, serta mempertahankan identitas.

2. Kesenjangan sosial terwujud ketika prasyarat-prasyarat dalam sistem sosial belum terpenuhi. Seperti contoh, jika prasyarat adaptasi tidak terpenuhi, dalam sub-sistemnya yakni ekonomi, akan menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi yang berupa ketimpangan pendapatan ekonomi anggota-anggotanya. Kemudian timbullah penggolongan masyarakat kelas bawah, masyarakat kelas menengah serta masyarakat kelas atas.

3. Kesenjangan sosial ditinjau dari teori Sistem Sosial Talcott Parsons adalah sebuah ketidaksesuaian antara realitas sosial di Indonesia dengan fungsional dalam sistem sosial yang dianggap sebagai sistem sosial yang baik menurut Talcott Parsons. Kesenjangan sosial dalam sistem sosial di Indonesia merupakan suatu kondisi yang bertentangan dengan penggambaran sistem sosial yang dipaparkan oleh Parsons, sistem sosial yang memiliki ciri konsep fungsi dan konsep pemeliharaan keseimbangan. Kesenjangan sosial mencuat bukan tanpa alasan, melainkan karena terdapat suatu kesalahan dalam sistem sosial, sehingga fungsi dan keseimbangan sistem menjadi terganggu. Kesenjangan sosial di Indonesia mempunyai implikasi yang kompleks, karena aspek kesenjangan sosial senantiasa terkait dan saling berpengaruh.

4. Solusi yang kami susun untuk mencoba menyelesaikan persolan kesenjangan sosial di Indonesia adalah kembalinya sistem sosial Indonesia yang berasaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Sistem sosial Indonesia yang berasaskan Pancasila dapat dilihat dari konsep relasional, yakni satuan-satuan sosial di Indonesia memahami peranan masing-masing untuk pencapaian tujuan sosial. Dalam kehidupan sosial, kesadaran individu sebagai satuan sosial sangat penting untuk mewujudkan kepaduan sistem yang seimbang dalam proses kehidupan.DAFTAR PUSTAKABeilharz, Peter. 2002. Teori-Teori Sosial (Observasi kritis terhadap para filosof terkemuka). Yogyakarta : Pustaka Pelajar Veeger, K.J.. 1985. Realitas Sosial (Refleksi Filsafat Sosial atas hubungan individu-masyarakat dalam cakrawala sejarah Sosiologi). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

http://www.antaranews.com/berita/338767/kesenjangan-sosial-ekonomi-indonesia-kian-menganga diakses tanggal 22 Oktober 2012 pada pukul 15.09 WIBhttp://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2308749-penyebab-kesenjangan-sosial/#ixzz2A2XZ8wGA diakses tanggal 22 Oktober 2012 pada pukul 15.42 WIBhttp://www.investor.co.id/tajuk/bahaya-kesenjangan-sosial/46806 diakses tanggal 22 Oktober 2012 pada pukul 15.52 WIB Suyanto. Kesenjangan Sosial-Ekonomi Indonesia semakin menganga, (Jakarta: Antara, 2012) HYPERLINK "http://www.antaranews.com/berita/338767/kesenjangan-sosial-ekonomi-indonesia-kian-menganga" http://www.antaranews.com/berita/338767/kesenjangan-sosial-ekonomi-indonesia-kian-menganga

K.J. Veeger. Realitas Sosial refleksi filsafat sosial atas hubungan individu-masyarakat dalam cakrawala sejarah sosiologi, (Jakarta: Gramedia, 1985) halm.199-200

Ibid, halm.201

Ibid, halm. 201

Ibid, halm. 201 - 202

Ibid, halm. 202

Ibid, halm. 203 - 206

Ibid, halm. 207 - 208

Peter Beilharz. Teori-Teori Sosial (Observasi kritis terhadap para filosof terkemuka), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), halm. 296

19