mini paper

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya bagi sebagian besar perusahaan yang ada, tujuan utama yang ingin dicapai adalah memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Hal ini yang mengakibatkan banyak perusahaan tidak mengindahkan berbagai tata kelola yang baik terhadap operasionalnya maupun melakukan eksploitasi yang berlebihan kepada lingkungan maupun masyarakat sekitar. Pengabaian terhadap tata kelola yang baik dan ekspoitasi yang berlebih ini semakin hari semakin besar dampaknya. Sebagai contoh, bisa kita lihat bagaimana perusahaan-perusahaan tidak peduli terhadap limbah beracun yang dihasilkan dari produksinya. Tanpa ada perasaan bersalah, perusahaan itu langsung membuang limbah beracun tersebut ke sungai tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Tentunya hal ini sangat berdampak terhadap terjadinya polusi, keracunan dan sangat merusak lingkungan sekitar yang dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar. 1

Upload: tjan-suryanto

Post on 24-Jun-2015

698 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mini Paper

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya bagi sebagian besar perusahaan yang ada, tujuan utama

yang ingin dicapai adalah memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Hal ini

yang mengakibatkan banyak perusahaan tidak mengindahkan berbagai tata

kelola yang baik terhadap operasionalnya maupun melakukan eksploitasi yang

berlebihan kepada lingkungan maupun masyarakat sekitar.

Pengabaian terhadap tata kelola yang baik dan ekspoitasi yang berlebih

ini semakin hari semakin besar dampaknya. Sebagai contoh, bisa kita lihat

bagaimana perusahaan-perusahaan tidak peduli terhadap limbah beracun yang

dihasilkan dari produksinya. Tanpa ada perasaan bersalah, perusahaan itu

langsung membuang limbah beracun tersebut ke sungai tanpa mengolahnya

terlebih dahulu. Tentunya hal ini sangat berdampak terhadap terjadinya polusi,

keracunan dan sangat merusak lingkungan sekitar yang dampaknya langsung

dirasakan oleh masyarakat sekitar.

Dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan di

luar perusahaan disebut sebagai eksternalitas. Dampak eksternalitas ini

semakin hari semakin besar. Berbagai kerusakan alam mulai dialami oleh

masyarakat. Besarnya dampak eksternalitas yang dihasilkan dan disertai

dengan semakin kritisnya masyarakat membuat masyarakat beserta dengan

lembaga swadaya masyarakat menuntut agar perusahaan dapat mengendalikan

dampak eksternalitas yang terjadi. Tuntutan ini semakin hari semakin kencang

berhembus.

Sebagai respon dari adanya tuntutan ini, maka akuntansi sebagai salah

satu bahasa bisnis yang dimiliki perusahaan diharapkan mampu untuk

memberikan informasi tidak hanya informasi mengenai hubungan dengan para

investor dan kreditor, tetapi juga informasi tentang hubungan perusahaan

1

Page 2: Mini Paper

dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Hubungan perusahaan dengan

lingkungan dan masyarakat sekitar ini memang bersifat non reciprocal, yaitu

transaksi ini tidak menimbulkan prestasi timbal balik dari pihak yang

berhubungan. Hal inilah yang kemudian melahirkan apa yang disebut dengan

Socio economic accounting (SEA). SEA ini pada dasarnya merupakan sebuah

fenomena baru dalam ilmu akuntansi, sehingga dalam paper ini penulis ingin

memaparkan lebih lanjut mengenai konsep SEA maupun perkembangan lebih

lanjut dari SEA di Indonesia.

1.2 Poin-poin pembahasan

Pada dasarnya paper ini akan membahas mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. Kontroversi mengenai peran tanggung jawab sosial dari perusahaan.

2. Pengukuran, pengungkapan dan pelaporan dalam sosio economic

accounting

3. Pengalaman sosio economic accounting di Indonesia.

1.3 Tujuan dari penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dari

perusahaan

2. Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai pengukuran, pengungkapan dan

pelaporan dalam sosio economic accounting.

3. Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai pengalaman sosio economic

accounting di Indonesia.

2

Page 3: Mini Paper

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kontroversi Mengenai Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Sebelum membahas mengenai kontroversi peran tanggung jawab sosial

perusahaan, ada baiknya bila kita mengetahui lebih dahulu mengenai definisi dari

socio economic accounting. Berikut ini dijelaskan mengenai definisi dari Socio

economic accounting Belkaoui dalam Harahap (2008) menyatakan sebagai berikut

“Socio economic accounting timbul dari penerapan akuntansi dalam ilmu

sosial, ini menyangkut pengaturan, pengukuran analisis, dan

pengungkapan pengaruh ekonomi dan sosial dari kegiatan pemerintah dan

perusahaan. Hal ini termasuk kegiatan yang bersifat mikro dan makro.

Pada tingkat makro bertujuan untuk mengukur dan mengungkapkan

kegiatan ekonomi dan sosial Negara mencakup social accounting dan

reporting peranan akuntansi dalam pembangunan ekonomi. Pada tingkat

mikro bertujuan untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan

perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup: Financial dan managerial

social accounting, social auditing,”

Kontroversi mengenai peran tanggung jawab sosial dari perusahaan sangat

terkait erat dengan keberadaan dari socio economic accounting. Tentunya bila

paham dan paradigma yang berkembang di dalam masyarakat menyatakan bahwa

perusahaan memiliki tanggung jawab sosial maka socio economic accounting

akan sangat diperlukan, namun bila paham dan paradigma yang ada di masyarakat

menyatakan bahwa perusahaan tidak memiliki tanggung jawab sosial maka socio

economic accounting menjadi tidak dibutuhkan. Sehingga eksistensi dari socio

economic accounting ini akan sangat dipengaruhi oleh paham tentang tanggung

jawab sosial perusahaan yang dianut oleh masyarkat.

3

Page 4: Mini Paper

Seperti dikutip dalam Harahap (2008), ada tiga pandangan atau model

yang menggambarkan tentang keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial.

Ketiga model tersebut adalah sebagai berikut:

1. Model klasik

Seorang fundamentalis di bidang ini, Milton Friedman menyatakan

bahwa ada satu dan hanya satu tanggung jawab perusahaan, yaitu

menggunakan kekayaan yang dimilikinya untuk meningkatkan laba

sepanjang sesuai dengan aturan main yang berlaku dalam suatu sistem

persaingan bebas tanpa penipuan dan kecurangan.

Sehingga menurut pendapat ini, perusahaan tidak perlu memikirkan

efek sosial yang ditimbulkannya dan tidak perlu memikirkan usaha

untuk memperbaiki penyakit sosial. Hal itu bukan urusan bisnis, tetapi

urusan pemerintah.

2. Model Manajemen

Menurut pendapat ini, perusahaan dianggap sebagai lembaga

permanen yang hidup dan mempunyai tujuan tersendiri. Manajer

sebagai orang yang dipercayai oleh pemilik modal menjalankan

perusahaan bukan hanya untuk kepentingan pemilik modal saja, tetapi

juga terlibat langsung dengan hidup matinya perusahaan, seperti

keterlibatan dengan karyawan, pelanggan, supplier, dan pihak lainnya

yang ada kaitannya dengan perusahaan yang tidak semata-mata

didasarkan atas adanya hubungan kontrak perjanjian (Frank X. Suttin

et. al. 1956).

Sehingga manajer sebagai tim yang bertanggung jawab atas

kelangsungan hidup perusahaan terpaksa memilih kebijakan yang

harus mempertimbangkan tanggung jawab sosial perusahaan

mengingat perusahaan memiliki ketergantungan pihak lain.

3. Model Lingkungan sosial

Model ini menekankan bahwa perusahaan menyakini bahwa kekuasaan

ekonomi dan politik yang dimilikinya mempunyai hubungan dengan

4

Page 5: Mini Paper

kepentingan dari lingkungan sosial dan bukan hanya semata dari pasar.

Sebagai akibatnya perusahaan harus berpartisipasi aktif dalam

menyelesaikan penyakit sosial yang berada di dalam lingkungannya

seperti sistem pendidikan yang tidak bermutu, pengangguran, polusi,

dan lain-lain. Jika model klasik memiliki tujuan utama untuk

menyejahterakan pemilik modal dan model manajemen

menyejahterakan manajemen, dalam model ini perusahaan harus

memperluas tujuan yang harus dicapainya yaitu yang menyangkut

kesejahteraan sosial secara umum (ahmed belkoui, 1980).

Lebih lanjut, seperti dikutip dalam Harahap (2008) mengemukakan alasan

dari para pendukung agar perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab sosial

sebagai berikut:

1. Keterlibatan sosial merupakan respon terhadap keinginan dan harapan

masyarakat terhadap peranan perusahaan. Dalam jangka panjang, hal

ini sangat menguntungkan perusahaan.

2. Keterlibatan sosial mungkin akan mempengaruhi perbaikan

lingkungan, masyarakat, yang mungkin akan menurunkan biaya

produksi.

3. Meningkatkan nama baik perusahaan, akan menimbulkan simpati

langganan, simpati karyawan, investor dan lain-lain.

4. Menghindari campur tangan pemerintah dalam melindungi

masyarakat. Campur tangan pemerintah cenderung membatasi peran

perusahaan, sehingga jika perusahaan memiliki tanggung jawab sosial

mungkin dapat menghindari pembatasan kegiatan perusahaan.

5. Dapat menunjukan respon positif perusahaan terhadap norma dan nilai

yang berlaku dalam masyarakat sehingga mendapat simpati

masyarakat.

6. Sesuai dengan keinginan para pemegang saham, dalam hal ini publik.

5

Page 6: Mini Paper

7. Mengurangi tensi kebencian masyarakat kepada perusahaan yang

kadang-kadang suatu kegiatan yang dibenci masyarakat tidak mungkin

dihindari.

8. Membantu kepentingan nasional, seperti konservasi alam,

pemeliharaan barang seni budaya, peningkatan, peningkatan

pendidikan rakyat, lapangan kerja dan lain-lain.

Di pihak lain, ada juga alasan para penantang yang tidak menyetujui

konsep tanggung jawab sosial perusahaan sebagai berikut:

1. Mengalihkan perhatian perusahaan dari tujuan utamanya dalam

mencari laba dan ini akan menimbulkan pemborosan.

2. Memungkinkan keterlibatan perusahaan terhadap permainan

kekuasaan atau politik secara berlebihan yang sebenarnya bukan

lapangannya.

3. Dapat menimbulkan lingkungan bisnis yang monolitik dan bukan yang

bersifat pluralistik.

4. Keterlibatan sosial memerlukan dana dan tenaga yang cukup besar

yang tidak dapat dipenuhi oleh dana perusahaan yang terbatas, yang

dapat menimbulkan kebangkrutan atau menurunkan tingkat

pertumbuhan perusahaan.

5. Keterlibatan pada kegiatan sosial yang demikian kompleks

memerlukan tenaga dan para ahli yang belum tentu dimiliki oleh

perusahaan (Ahmed Belkaoui, SEA 1984).

Belkaoui (2006) mengungkapkan berbagai argument yang digunakan

dalam pengukuran dan pengungkapan kinerja sosial sebagai berikut:

1. Argumentasi pertama adalah berkaitan dengan kontrak sosial. Secara

implisit diasumsikan bahwa organisasi seharusnya bertindak dalam cara

yang memaksimalkan kesejahteraan sosial, seolah-olah terdapat kontrak

sosial di antara organisasi dengan masyarakat. Meskipun kontrak sosial

tersebut dapat diasumsikan bersifat implisit, beragam undang-undang

6

Page 7: Mini Paper

sosial dapat membuat perjanjian-perjanjian tertentu yang di dalamnya

menjadi bersifat lebih eksplisit. Melalui undang-undang yang implisit dan

eksplisit ini, masyarakat menentukan aturan-aturan akuntabilitas untuk

organisasi. Akan tetapi Negara memainkan peranan utama dalam

pembuatan undang-undang dan spesifikasi dari aturan-aturan main.

Dengan adanya persyaratan SEC pada tahun 1989 yang mengharuskan

perusahaan mengungkapkan semua potensi kewajiban pembersihan

lingkungan yang mungkin mereka hadapi menurut undang-undang

superfund federal, laporan tahunan perusahaan untuk tahun 1990 mulai

mengawali proses pengungkapan tersebut. Industry baru ini memberikan

kita pandangan sekilas akan masa depan yang ditandai dengan sikap para

pemegang saham yang memiliki kekhawatiran terhadap kinerja sosial

perusahaan serta informasi yang lebih akurat dan terpecaya atas risiko-

risiko lingkungan hidup yang dihadapi perusahaan perusahaan AS.

2. Teori keadilan Rawls, seperti yang termuat dalam bukunya A theory of

Justice, teori hak kepemilikan dari Nozick seperti yang disajikan dalam

bukunya Anarchy State and Utopia, dan teori keadilan Gerwith seperti

yang disajikan dalam Reason and Morality, memuat prinsip-prinsip untuk

mengevaluasi hukum dan institusi dari sudut pandang moral. Baik model

Rawls maupun Gerwith memberikan opini mengenai konsep kewajaran

yang menguntungkan bagi akuntansi sosial.

3. Argumentasi ketiga berkaitan dengan kebutuhan para pengguna. Pada

dasarnya, pengguna laporan keuangan membutuhkan informasi sosial

untuk keputusan alokasi pendapatan mereka. Beberapa pemegang saham

yang konservatif dan hanya memikirkan dividen mungkin akan menentang

argumentasi ini. Bahkan pada kenyataannya, menurut survey yang baru

saja dilakukan terhadap para pemegang saham, mereka ingin agar

perusahaan mengarahkan sumber daya yang mereka miliki untuk

membersihkan pabrik mereka, menghentikan polusi lingkungan, dan

membuat produk-produk yang lebih aman.

7

Page 8: Mini Paper

4. Argumentasi keempat berkaitan dengan investasi sosial. Pada dasarnya,

diasumsikan bahwa saat ini suatu kelompok investor yang etis

mengandalkan informasi sosial yang disajikan dalam laporan tahunan

untuk membuat keputusan investasinya. Karenanya, pengungkapan

informasi sosial menjadi hal yang penting jika para investor akan benar-

benar mempertimbangkan dampak negatif dari pengeluaran-pengeluaran

untuk kesadaran sosial pada laba per saham, berikut dengan dampak-

dampak positif yang mengkompensasinya yang memperkecil risiko atau

menumbuhkan perhatian yang lebih besar dari pihak pelanggan investasi

tertentu. Beberapa orang berpendapat bahwa dampak-dampak yang

memperkecil risiko sudah memberikan hasil yang lebih dari cukup untuk

mengkompensasi pengeluaran-pengeluaran yang timbul akibat kesadaran

sosial. Sedangkan yang lainnya percaya bahwa para investor yang etis

akan membentuk kumpulan pelanggan yang memberikan respon atas

pendemontrasian kepentingan sosial perusahaan. Investor dengan jenis ini

cenderung menghindari investasi-investasi tertentu hanya karena alasan-

alasan etis dan lebih memilih perusahaan-perusahaan yang memiliki

tanggung jawab sosial dalam portofolio mereka. Dalam kaitannya dengan

akuntabilitas, para investor sosial, yang meskipun memiliki kepentingan

dengan pengelolaan laba dan sumber daya yang langka, juga memiliki

ketertarikan dengan akuntabilitas perusahaan kepada para pemangku

kepentingan yang lain dalam lingkungan hidup di samping para pemegang

saham.

Seiring dengan berjalannya waktu, maka masyarakat mulai menyadari

pentingnya tanggung jawab sosial dari perusahaan. Hal senada diungkapkan oleh

Heard dan Bolce dalam Sueb (2001) berpendapat bahwa, sebelumnya masyarakat

memandang perusahaan hanya bertanggung jawab dalam penyediaan barang dan

jasa, lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun

tuntutan masyarakat telah berubah drastis, ketika lingkungan hidup semakin rusak

dan tidak sehat, sumber-sumber alam semakin menipis, bumi semakin panas dan

8

Page 9: Mini Paper

padat, serta pembagian pendapatan yang semakin timpang. Pada saat ini,

masyarakat menuntut masalah kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh

perusahaan harus menjadi tanggung jawab perusahaan dan bukan tanggung jawab

masyarkat sehingga harus dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan.

Polusi udara dan air, kebisingan suara, kemacetan lalu lintas, limbah

kimia, hujan asam, radiasi sampah nuklir, dan masih banyak petaka lain yang

menyebabkan stress mental maupun fisik, telah lama menjadi bagian dari

kehidupan kita sehari-hari. Dan hal ini dituduhkan kepada perusahaan sebagai

penyebab utama apa yang sekarang disebut kesalahan alokasi sumber daya

manusia dan alam seperti diungkapkan oleh Capra dalam Sueb (2001).

Selain itu, saat ini perusahaan juga sudah mulai merasakan arti penting

dari tanggung jawab sosial yang dilakukannya terhadap masyarakat dan

lingkungan sekitar. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adam

et. al (1997) dalam Maksum dan Kholis (2003) pada enam Negara eropa, yaitu

Jerman, Prancis, Swiss, Inggris, dan Belanda menunjukkan bahwa praktik

pengungkapan sosial merupakan hal yang lazim dalam laporan tahunan

perusahaan. Beberapa penelitian telah menguji bahwa kepedulian perusahaan

terhadap masyarkatnya pada dasarnya dapat berdampak pada kemajuan dari

perusahaan itu sendiri. Hal ini seperti diungkapkan oleh Watts & Zimmer-man

dalam Sueb (2001) bahwa perusahaan melaksanakan aktivitas

pertanggungjawaban sosial untuk mengurangi resiko dari peraturan pemerintah

yang dapat memberikan dampak merugikan kepada nilai perusahaan.

Lebih lanjut, Abbot & Monsen dalam Sueb (2001) berpendapat bahwa

dampak laporan pertanggungjawaban sosial ini dapat berpengaruh terhadap laba

perusahaan. Kemudian Chugh et al (1978), Trotman & Bradley (1981) dan

Mahapatra (1984) dan sueb (2001) menyatakan adanya hubungan yang signifikan

antara tingkat aktvitas pertanggungjawaban sosial dengan kinerja di pasar saham.

Hal senada juga disampaikan oleh Spicer (1978), Anderson & Frankle (1980),

Shane & Spicer (1983) dalam Sueb (2001) juga menyatakan bahwa aktivitas

9

Page 10: Mini Paper

pertanggungjawaban sosial dari perusahaan berpengaruh terhadap kinerja

keuangan di bursa saham.

Seperti dikutip dalam Harahap (2008), pelaksanaan dari sosio economic

accounting akan semakin cepat oleh beberapa tekanan atau faktor antara lain:

1. Adanya peraturan pemerintah atau UU yang diberlakukan

2. Ditetapkannya standar akuntasi yang mengharuskan pengungkapan

tanggung jawab sosial

3. Adanya tekanan dari pressure group, seperti Greenpeace, Trade Union,

PBB, dan lain sebagainya

4. Kesadaran perusahaan.

Bila kita melihat dari keempat hal di atas, maka yang perlu disikapi adalah

peran penting dari pressure group sangat diperlukan di dalam mendorong

pelaksanaan dari socio economic accounting. Kita semua bisa melihat dari kasus

baru-baru ini dimana Unilever dan juga Nestle akhirnya memutus kontrak CPO

dari PT Smart, Tbk yang disinyalir melakukan perusakan hutan di dalam aktivitas

usahanya. Pemutusan kontrak ini dilakukan menyusul protes dari para aktivis

Greenpeace. (sumber detik.com).

Selain itu, Henrique dan Sadosrky (1999) dalam Maksum dan Kholis

(2003) juga telah menguji bahwa variable regulasi pemerintah (government

regulation), tekanan masyarakat (community pressure), tekanan media massa

(mass media pressure) dan tekanan organisasi lingkungan (environmental

organization pressure) pada 750 perusahaan di kanada mempengaruhi pentingnya

tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan persepsi manajemen perusahaan

dengan berlandaskan pada kerangka pemikiran konsep stakeholder. Sementara itu

penelitian dari Stead (1996) dalam Maksum dan Kholis (2003) menambahkan

variable tekanan pelanggan (customer pressure) sebagai variable yang

mempengaruhi pentingnya peran tanggung jawab sosial perusahaan.

Lebih lanjut, hal senada juga ditegaskan oleh penelitian yang dilakukan

oleh Maksum dan Kholis (2003) yang melakukan penelitian pada perusahaan di

10

Page 11: Mini Paper

kota medan menggungkapkan bahwa variable regulasi pemerintah, tekanan

masyarakat, tekanan organisasi lingkungan, dan tekanan media masa baik secara

individu maupun simultan berpengaruh signifikan terhadap pentingnya tanggung

jawab sosial perusahaan. Penelitian ini juga mengungkapkan hasil bahwa ada

hubungan yang positif antara tanggung jawab sosial perusahaan dengan

pentingnya akuntansi sosial perusahaan.

Namun di luar pentingnya kehadiran socio economic accounting dewasa

ini, ternyata ada juga yang mengkritik terhadap keberadaan dari socio economic

accounting ini, seperti dikutip dalam Harahap (2008), yaitu sebagai berikut:

1. Informasi pertanggungjawaban sosial itu hanya menambah biaya saja dan

tidak dibutuhkan oleh pemegang saham atau investor lainnya.

2. Ukuran dampak sosial perusahaan dalam satuan moneter secara teknis

tidak dapat dilakukan karena sangat kompleks dan merupakan estimasi

saja.

3. Faktor-faktor di luar perusahaan bukan merupakan tanggung jawab

perusahaan dan ia tidak dapat mengendalikannya.

4. Belum ada kesepakatan umum tentang konsep, tujuan, pengukuran,

maupun pelaporannya.

5. Informasi tentang akuntansi pertanggungjawaban sosial ini akan dapat

mengalihkan perhatian pada idikator bisnis intinya sehingga dapat

menyulitkan para pengambil keputusan.

6. Hal ini mengaburkan posisi perusahaan dan pemerintah dalam

melaksanakan tugas masing-masing yang saling berbeda. Jadi jangan

dibebaskan tugas pemerintahan kepada perusahaan.

2.2 Pengukuran, Pengungkapan dan Pelaporan dalam Socio Economic Accounting

2.2.1. Pengukuran dalam Socio Economic Accounting

11

Page 12: Mini Paper

Untuk masalah pengukuran di dalam socio economic accounting adalah

masalah yang paling rumit, hal ini disebabkan karena apa yang diukur di dalam

socio economic accounting ini bukanlah transaksi biasa yang kita catat dan ukur

di dalam akuntansi konvensional. Di dalam akuntansi konvensional sangat jelas

bahwa transaksi yang telah terjadi dan mempengaruhi posisi laporan keuangan

perusahaan barulah dicatat dan alat ukurnya pun sangat jelas. Namun di dalam

socio economic accounting yang diukur adalah hal yang cukup sulit. Hal senada

seperti dikutip dalam Harahap (2008) menyatakan bahwa dalam socio economic

accounting, kita harus mengukur dampak positif dan dampak negatif yang

ditimbulkan oleh kegiatan perusahaan. Biasanya dampak positif dan negatif ini

belum dapat dihitung karena memang transaksinya bersifat uncomplete cycles,

non reciprocal, dan belum mempengaruhi posisi keuangan perusahaan.

Hal yang sama juga dinyatakan oleh A.W. Clausen, mantan direktur

World Bank sebagai berikut:

“Saya sampaikan bahwa salah satu alasan yang paling kuat atas ketiadaan

respon, kita terhadap isu penyakit sosial itu dan penyebab kebingungan kita

terhadap penyelesaiannya adalah ketidakadaan ukuran kualitas. Belkaoui (SEA,

hlm, 3.) dalam Harahap (2008).

Biasanya tidak semua dampak positif maupun dampak negatif dapat

dihitung dan belum ada pembahasan lengkap dalam literatur tentang pengukuran

untuk semua jenis externalities ini. Biasanya yang telah dibuat pedoman

pengukurannya adalah seperti kerusakan lingkungan, polusi udara, polusi air. Itu

pun baru dalam tahap formula pengukuran dengan menggunakan taksiran. Dalam

mengukur semua kerugian ini, semua sumber dan objek kerugian dihitung.

Kerugian ini bisa berupa kerugian finansial atau kerugian umum. Kerugian

keuangan misalnya kerugian produksi akibat kerusakan lingkungan. Kerugian

umum misalnya penderitaan jiwa yang dialami masyarakat, individu, dan

keluarga, Harahap (2008).

12

Page 13: Mini Paper

Harahap (2008), sebagai informasi yang akan dilaporkan dalam socio

economic reporting dibuat berbagai metode pengukuran misalnya sebagai berikut:

1. Menggunakan penilaian dengan menghitung opportunity cost

approach. Misalnya dalam menghitung social cost dari pembuangan,

maka dihitung berapa kerugian manusia dalam hidupnya; berapa

berkurang kekayaannya; berapa kerusakan wilayah rekreasi; dam lain

sebagainya akibat pembuangan limbah. Total kerugian itulah yang

menjadi social cost perusahaan (Belkaouli, 1985 p.195).

2. Menggunakan daftar kuesioner, survei, lelang, di mana mereka yang

merasa dirugikan ditanyai berapa besar jumlah kerugian yang

ditimbulkannya atau berapa biaya yang harus dibayar kepada mereka

sebagai kompensasi kerugian yang dideritanya.

3. Menggunakan hubungan antara kerugian massal dengan permintaan

untuk barang perorangan dalam menghitung jumlah kerugian

masyarakat.

4. Menggunakan reaksi pasar dalam menentukan harga. Misalnya vonis

hakim akibat pengaduan masyarakat akan kerusakan lingkungan dapat

juga dianggap sebagai dasar perhitungan.

Di pihak lain, Estes (1976) dalam Harahap (2008) mengusulkan beberapa

teknik pengukuran sebagai berikut:

1. Penilaian Pengganti

2. Teknik Survei

3. Biaya Perbaikan dan Pencegahan

4. Penilaian oleh Tim Independen

5. Putusan Pengadilan

6. Analisis

7. Biaya Pengeluaran

Dengan adanya kesulitan di dalam melakukan pengukuran, maka socio

economic accounting ini baru menjadi semacam wacana. Belum ada standar

13

Page 14: Mini Paper

akuntansi yang mewajibkan pelaporan Socio economic accounting ini.

Kedepannya diharapkan socio economic accounting ini dapat terealisasikan. Saat

ini yang baru muncul baru sebatas corporate social responsibility reporting yang

merupakan bentuk disclosure dari perusahaan tentang peran sosial yang dilakukan

olehnya.

2.2.2. Pengungkapan dan Pelaporan dalam Socio Economic Accounting

Seperti dikutip dalam Harahap (2008), untuk melaporkan aspek sosial

ekonomi yang diakibatkan perusahaan, ada beberapa teknik pelaporan social

economic accounting, misalnya seperti diungkap oleh Diller (1970)

mengungkapkan tekniknya sebagai berikut:

1. Pengungkapan dalam surat kepada pemegang saham baik dalam laporan

tahunan atau bentuk laporan lainnya.

2. Pengungkapan dalam catatan laporan keuangan.

3. Dibuat dalam perkiraan tambahan misalnya melalui adanya perkiraan

(akun) penyisihan kerusakan lokasi, biaya pemeliharaan lingkungan, dan

sebagainya.

Harahap (2008) mengungkapkan bentuk pelaporan dalam socio economic

accounting berarti memuat informasi yang menyangkut dampak positif dan

dampak negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan. Laporan socio economic

accounting ini adalah laporan yang terpisah dari laporan laba rugi, neraca,

maupun laporan arus kas.

Berikut ini adalah contoh pelaporan socio economic accounting seperti di

kutip dari buku socio economic accounting, Ahmed Belkaoui, 1985 dalam

Harahap (2008):

PT Ezly Bazliyah

14

Page 15: Mini Paper

Socio Economic Operating Report

31 Desember 2005

(dalam ribuan)

I Kaitan dengan masyarakat:

A. Perbaikan:1. Pelatihan orang cacat Rp 20.0002. Sumbangan pada lembaga pendidikan Rp 8.0003. Biaya extra karena merekrut minoritas Rp 10.0004. Biaya penitipan bayi Rp 22.000

Total perbaikan Rp 60.000

B. Kerusakan:1. Penundaan pemasangan alat pengaman Rp 28.000

Perbaikan (bersih) untuk masyarakat (I) Rp 32.000

II Kaitan dengan lingkungan:

A. Perbaikan:1. Reklamasi lahan dan pembuatan taman Rp 140.0002. Biaya pemasangan kontrol polusi Rp 8.0003. Biaya pematian racun limbah Rp 18.000

Total perbaikan Rp 166.000

B. Kerusakan:1. Biaya yang akan dikeluarkan untuk reklamasi tambang Rp 160.0002. Taksiran biaya pemasangan penetralan racun cair Rp 200.000

Total kerusakan Rp 360.000

Defisit (bersih) untuk lingkungan (II) (Rp 194.000)

III Kaitan dengan produk:

A. Perbaikan:1. Gaji eksekutif melayani komisi pengamanan produk Rp 50.0002. Biaya pengganti cat beracun Rp 18.000

Total perbaikan Rp 68.000

B. Kerusakan:1. Pemasangan alat pengaman produksi Rp 44.000

Perbaikan (bersih) untuk produk (III) Rp 24.000

Total Socio Economic Defisit 2005 ( I + II + III ) (Rp 138.000)

Saldo kumulatif net perbaikan 1.01.2005 Rp 498.000

Saldo kumulatif net perbaikan 31.12.2005 Rp 360.000

15

Page 16: Mini Paper

Harahap (2008) mengungkapkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh

kantor akuntan Earnst & Earnst di USA sejak tahun 1971 tentang keterlibatan

sosial perusahaan yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Beberapa

hal yang diungkapkan adalah sebagai berikut:

Lingkungan: tentang polusi, pencegahan kerusakan lingkungan, konservasi

sumber-sumber alam dan lain-lain.

Energi: konservasi energi, penghematan, dan lain-lain.

Praktik usaha yang fair: merekrut pegawai dari minoritas dan peningkatan

kemampuannya, penggunaan tenaga wanita sebagai karyawan, pembukaan

unit usaha di luar negeri, dan lain-lain.

Sumber tenaga manusia: kesehatan, keamanan pegawai, training, dan lain-

lain

Keterlibatan terhadap masyarakat: kegiatan masyarakat sekitar, bantuan

kesehatan, pendidikan, seni, dan lain-lain.

Produksi: keamanan produksi, mengurangi polusi, keracunan, dan lain-

lain.

3.1 Pengalaman Socio Economic Accounting di Indonesia

Di Negara Indonesia, socio economic reporting juga masih berupa wacana

dan belum ada standar yang mengaturnya. Praktek yang ada barulah sebatas

masalah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat

dalam bentuk Socio Corporate Responsibility Reporting. Standar akuntansi yang

ada untuk mengatur masalah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan

pun masih terbilang minim, yaitu barulah berupa standar yang masih bersifat

implisit (standar yang ditetapkan oleh IAI), berupa PSAK 01 (revisi 1998) tentang

pengungkapan kebijakan akuntasi paragraf 9 sebagai berikut:

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan

mengenai lingkungan hidup, dan laporan nilai tambah (Value added

statement), khususnya bagi industri di mana faktor-faktor lingkungan hidup

16

Page 17: Mini Paper

memegang peranan penting dan bagi industri yang menanggap pegawai

sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.

Di Indonesia saat ini kesadaraan akan tanggung jawab sosial bagi perusahaan

mulai tumbuh walaupun masih terbatas pada perusahan-perusahaan yang

tergolong dalam perusahaan high profile. Menurut Zuhroh dan Sukmawati (2003),

perusahaan- perusahaan high profile pada umumnya merupakan perusahaan yang

memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi

untuk bersinggungan dengan kepentingan luas. Masyarakat umumnya lebih

sensitif terhadap tipe industri ini karena kelalaian perusahaan dalam pengamanan

proses produksi dan hasil produksi dapat membawa akibat yang fatal bagi

masyarakat. Perusahaan high profile juga lebih sensitif terhadap keinginan

konsumen atau pihak lain yang berkepentingan terhadap produknya. Adapun

perusahaan yang tergolong dalam perusahaan high profile pada umumnya

memiliki sifat: memiliki jumlah tenaga kerja yang besar, dalam proses

produksinya mengeluarkan residu. Sementara perusahaan yang low profile

merupakan perusahaan yang tidak terlalu memperoleh sorotan luas dari

masyarakat manakala operasi yang mereka lakukan mengalami kegagalan atau

kesalahan pada aspek tertentu dalam proses atau hasil produksinya.

Menurut Utomo (2000) dalam Zuhroh dan Sukmawati (2003)

memperlihatkan bahwa pengungkapan sosial di Indonesia relatif rendah, namun

perusahaan high profile ternyata melakukan pengungkapan yang lebih baik

dibandingkan dengan perusahaan low profile. Sementara menurut Indah (2001)

dalam Zuhroh dan Sukmawati (2003) memperoleh kesimpulan bahwa tidak ada

hubungan (korelasi) yang signifikan antara pengungkapan sosial dengan volume

perdagangan saham seputar publikasi laporan tahunan. Tetapi jika dilihat dari

angka korelasi yang bernilai positif, maka informasi sosial yang disajikan

perusahaan pada laporan tahunan sudah direspon baik oleh para investor.

17

Page 18: Mini Paper

Lebih lanjut, penelitian Zuhroh dan Sukmawati (2003) menemukan bahwa

pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan yang go public telah

terbukti berpengaruh terhadap volume perdagangan saham bagi perusahaan yang

masuk kategori high profile. Hal senada juga diungkapkan dalam penelitian

Utomo (2000) yang menunjukkan bahwa pengungkapan sosial yang dilakukan

oleh perusahaan-perusahaan dalam industry high profile lebih tinggi daripada

pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam industri

low profile.

Sehingga kita bisa menarik suatu benang merah, yaitu suatu pengungkapan

pertanggungjawaban sosial dari perusahaan sangat terkait erat untuk memperoleh

citra yang positif dari masyarakat dan pelanggan. Sehingga pengungkapan

pertanggungjawaban sosial perusahaan lebih banyak dilakukan oleh perusahaan

yang memang tergolong high profile agar masyarakat dan pelanggan akan menilai

baik perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan produk dari

perusahaan yang bersangkutan.

Hasil penelitian Zuhroh dan Sukmawati (2003) juga mengungkapkan tentang

tema pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang dilakukan oleh perusahaan-

perusahaan yang menjadi sampel penelitiannya. Secara umum, yang paling

banyak diungkapkan oleh perusahaan adalah tema konsumen dan

ketenagakerjaan. Penjabaran lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1. Tema konsumen, item yang paling banyak diungkapkan adalah item

produk dan penghargaan kualitas.

2. Tema ketenagakerjaan, item yang banyak diungkapkan oleh perusahaan

adalah pada item gaji/upah, pendidikan, latihan karyawan, dan pension.

3. Tema kemasyarakatan juga mendapatkan perhatian yang cukup oleh

perusahaan, yaitu pada item dukungan pada kegiatan olahraga dan

dukungan ke lembaga pendidikan melalui beasiswa, pendirian gedung

sekolah, kerja sama perusahaan dengan perguruan tinggi dan lembaga

pendidikan lain.

18

Page 19: Mini Paper

4. Sedangkan pada tema lingkungan hidup, yang paling banyak

diungkapkan oleh perusahaan adalah item kebijakan lingkungan,

pencegahan dan pengolahan polusi serta dukungan pada konservasi

lingkungan.

Sueb (2001) mengungkapkan cara pengungkapan tanggung jawab sosial

perusahaan khususnya perusahaan terbuka di Indonesia menggunakan media yang

berbeda-beda. Kelompok biaya sosial dan media pengungkapan yang paling

banyak dipilih oleh perusahaan adalah:

1. Penyajian biaya pengelolaan lingkungan di dalam prospektus sebanyak

21%

2. Biaya kesejahteraan pegawai yang disajikan di dalam catatan atas laporan

keuangan sebanyak 36,1%

3. Biaya untuk masyarakat di sekitar perusahaan yang disajikan di dalam

laporan tahunan sebanyak 15%

4. Biaya pemantauan produk yang disajikan di dalam catatan atas laporan

keuangan sebanyak 3.8%

Sementara menurut Utomo (2000) mengungkapkan bahwa tema yang paling

banyak diungkap oleh banyak perusahaan adalah tema ketenagakerjaan dan tema

ini paling banyak disampaikan dalam catatan atas laporan keuangan dan juga surat

dari dewan direksi. Selain tema ketenagakerjaan, terdapat juga tema

kemasyarakatan dan juga tema produk dan konsumen berturut-turut menyusul di

belakang tema ketenagakerjaan sebagai tema yang paling banyak diungkapkan

oleh perusahaan.

Urutan dari tema-tema ini merupakan perwujudan dari respon perusahaan

terhadap tekanan-tekanan yang ada, baik tekanan dari pemerintah maupun dari

pelanggan dan masyarakat. Bila dilihat dari beberapa hasil temuan yang

diungkapkan sebelumnya selalu menempatkan tema ketenagakerjaan menjadi

tema yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan. Untuk tema

ketenagakerjaan ini sendiri memang menjadi prioritas karena besarnya tekanan

19

Page 20: Mini Paper

dari pemerintah dengan undang-undang ketenagakerjaan yang ada, maupun

dengan serikat buruh yang ada. Derasnya tekanan tersebut, membuat perusahaan

menempatkan tema ketenagakerjaan ini diurutan yang teratas sebagai wujud

pertanggungjawaban sosial dari perusahaan.

Selain dari tema-tema yang diungkapkan, hal yang menarik untuk disikapi

adalah mengenai media atau lokasi dari pengungkapan tersebut dilakukan. Ada

cukup banyak lokasi atau media yang digunakan, seperti dalam prospektus, dalam

catatan laporan keuangan, dalam laporan tahunan, dalam surat direksi dan lain

sebagainya. Banyaknya keberagaman media yang digunakan ini pada dasarnya

disebabkan karena memang belum adanya aturan yang jelas mengenai

bagaimanakah seharusnya pertanggungjawaban sosial dari perusahaan seharusnya

diungkapkan. Dengan belum adanya aturan yang jelas, maka perusahaan

kebanyakan hanya di dasarkan pada kelaziman yang ada dan disesuiakan dengan

kebutuhan dari perusahaan.

Bahkan fenomena yang berkembang saat ini, pengungkapan

pertanggungjawban sosial ini sudah sedemikian meluasnya, kebanyakan dari

perusahaan terutama yang tergolong high profile cukup intense untuk

mengungkapkan kepedulian terhadap tanggung jawab sosial yang telah

dilakukannya. Pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan sudah

banyak yang dimuat di dalam website-website perusahaan bersangkutan. Tentunya

pengungkapan semacam ini untuk menjangkau kalangan secara lebih luas, yaitu

terutama ditujukan kepada masyarakat.

Dengan pengungkapan pada website ini menandakan bahwa tanggung jawab

sosial ini sudah mulai banyak diperhatikan oleh perusahaan. Penggungkapan

melalui website ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan seperti Indosat,

Goodyear, Indosat, Bank Negara Indonesia, Bank Centra Asia, dan lain

sebagainya. Bahkan Unilever memiliki laporan Corporate Social Responsibility

tersendiri. Hal ini merupakan sebuah kemajuan yang pesat mengenai kesadaran

dari perusahaan akan tanggung jawab sosial yang dimilikinya. Dengan sendirinya

20

Page 21: Mini Paper

maka hal ini juga akan berkontribusi baik terhadap berkembangnya socio

economic accounting itu sendiri.

Namun yang menjadi paradox di sini adalah pengakuan akan pentingnya

tanggung jawab sosial perusahaan tidak terdistribusi secara merata ke seluruh

perusahaan yang ada di Indonesia. Kebanyakan perusahaan yang mengakui

pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan adalah perusahaan yang termasuk

dalam high profile dan juga perusahaan besar dan juga perusahaan publik.

Sementara untuk perusahaan-perusahaan kecil dan menengah pengakuan akan

pentingnya tanggung jawab sosial dirasakan masih cukup rendah. Hal ini dapat

terlihat dari banyaknya pemberitaan tentang pencemaran dan pembuangan limbah

yang seenaknya dan juga pembalakan hutan secara liar.

Terlepas dari semua hal di atas, yang perlu disikapi adalah besarnya animo

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan masih belum diimbangi dengan

infrasruktur aturan dan standar akuntansi yang dapat mengakomodir kebutuhan

akan hal tersebut. Hal inilah yang kemudian membuat perusahaan melakukan

pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang beragam dan pada media atau

lokasi yang beragam juga. Lebih lanjut, hal yang diungkapkan kebanyakan adalah

berbentuk kualitatif naratif. Sementara untuk pengungkapan berupa kuantitatif

moneter masih sangat terbatas dan bahkan hanya terbatas pada pengungkapan

tema ketenagakerjaan saja.

21

Page 22: Mini Paper

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pada dasarnya keberadaan dari socio economic accounting sangat

tergantung pada kesadaran mengenai penting atau tidaknya tanggung jawab sosial

perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi.

Berbagai konsep dan paradigm terus berkembang mengenai hal ini. Namun yang

patut disadari di sini adalah kesadaran akan tanggung jawab sosial perusahaan

mulai tumbuh walaupun masih terbatas pada perusahaan yang tergolong high

profile dan juga perusahaan besar dan publik.

Kesadaran akan pentingnya tanggung jawab sosial dari perusahaan yang

ada masih belum diimbangi dengan perangkat aturan ataupun standar yang

mengaturnya. Sampai saat ini socio economic accounting masih menjadi sebuah

wacana dan belum ada standar yang mengatur. Ketiadaan standar ini disinyalir

sebagai akibat dari sulitnya pengukuran yang harus dilakukan karena transaksi

yang diukur di dalam socio economic accounting ini memang transaksi yang

bersifat uncomplete cycles, non-resiplocal, dan belum mempengaruhi posisi

keuangan perusahaan.

Untuk di Indonesia sendiri standar yang ada baru berupa masalah

pengungkapan sosial (berupa PSAK 01 (revisi 1998) tentang pengungkapan

kebijakan akuntasi paragraf 9) dan itupun masih bersifat implisit dan sangat

minim. Sementara dari sisi praktek yang ada dan berkembang baru sebatas

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat berupa

corporate socio responsibility reporting. Hal-hal yang diungkapkan masih sebatas

deskripsi kualitatif. Pengungkapannya pun dilakukan pada lokasi dan media yang

berlainan karena memang belum ada standar baku yang mengaturnya.

22

Page 23: Mini Paper

3.2 Saran

Bertolak dari pembahasan di atas, maka dapat disarankan hal-hal sebagai

berikut:

1. Bagi pemerintah diperlukannya suatu regulasi yang lebih tegas perihal

tanggung jawab sosial dari perusahaan, sehingga hal ini akan semakin

mendorong perkembangan penerapan socio economic accounting di

Indonesia.

2. Pemerintah dan juga pihak-pihak yang terkait harus menyokong dan

mendorong baik secara material maupun spiritual kepada badan yang

berwenang di dalam penyusunan standar akuntansi di Indonesia untuk

menyusun mengenai aturan dan standar yang jelas bagi pengukuran

dan juga pengungkapan socio economic accounting di Indonesia.

23