program profesi universitas indonesia depok, juli...

86
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS DI RUANG IPD, LANTAI 7 ZONA A, RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO KARYA ILMIAH AKHIR NERS ISMAIL FAHMI, S.Kep 1006823330 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013 Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Upload: others

Post on 25-Dec-2019

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN

MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES

MELLITUS DI RUANG IPD, LANTAI 7 ZONA A,

RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ISMAIL FAHMI, S.Kep

1006823330

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, JULI 2013

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 2: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

i

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KESEHATAN

MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES

MELLITUS DI RUANG IPD, LANTAI 7 ZONA A,

RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada

program profesi Ners Ilmu Keperawatan

ISMAIL FAHMI, S.Kep.

1006823330

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, JULI 2013

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 3: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

ii

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 4: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

iii

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 5: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-

Nya, Penulis dapat menyelasaikan karya ilmiah akhir Ners ini yang berjudul

“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada

Pasien dengan Diabetes Mellitus di Ruang IPD, Lantai 7 Zona A, RSUP Cipto

Mangunkusumo”.

KIAN ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners di

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa profesi sampai pada

penyusunan KIAN ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan

rancangan KIAN ini. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih pada:

1. Ibu Dewi Irawaty, M. A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia

2. Ibu Kuntarti, SKp.,M.Biomed. sebagai ketua program studi Ners Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

3. Ibu Yulia, SKp., MN.,Ph.D. sebagai pembimbing penyusunan KIAN yang

telah banyak memberikan dukungan, waktu, bimbingan, dan pemahaman

selama proses penyusunan KIAN ini

4. Ns. Yeane A., S.Kep. selaku kepala ruangan lantai 7 ruang IPD zona RSCM

dan penguji KIAN ini.

5. Terima kasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada kedua orang tua

dan mertuaku yang senantiasa mendoakan demi kelancaran penyelesaian

Penulisan ini, permaisuriku tercinta Yuyun Peni Astri dan generasi hebatku

(Nafeeza Dhia Syafarana dan Naysila Dhia Syafarana) dengan segala cinta

dan pengorbanan, cinta kasih yang tiada henti kepada Penulis.

6. Teman-teman Ekstensi angkatan 2010 yang bersama-sama saling membantu

menyelesaikan KIAN ini.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 6: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

v

Semoga Allah memberikan rahmat dan berkat-Nya kepada semua yang telah

membantu Penulis dalam mewujudkan KIAN ini. Penulis menyadari dalam

penyusunan KIAN ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala pendapat

saran dan kritikan yang sifatnya membangun sangat Penulis harapkan.

Depok, 12 Juli 2013

Penulis

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 7: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, Saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Ismail Fahmi, S.Kep.

NPM : 1006823330

Program Studi : Profesi Ners Ilmu Keperawatan

Fakultas : Ilmu Keperawatan

Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-xclusive Royalty –

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan

Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus di Ruang IPD,

Lantai 7 Zona A, RSUP Cipto Mangunkusumo.

beserta perangkat yang ada jika (diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Nonekslusif Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,

mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada Tanggal : 12 Juli 2013

Yang menyatakan

(Ismail Fahmi, S.Kep.)

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 8: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

vii Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Ismail Fahmi, S.Kep.

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan

Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus

di Ruang IPD, Lantai 7 zona A, RSUP Cipto Mangunkusumo.

Diabetes melitus merupakan kelompok penyakit yang disebabkan oleh gangguan

sekresi insulin atau kerja insulin. Masalah psikososial seperti stres dan

kecemasan pada klien dengan yang mengalami diabetes melitus sangat

mempengaruhi status kesehatan dan perkembangan kesembuhan klien karena

mempengaruhi kadar gula darah. Karya ilmiah akhir ners ini dilakukan untuk

menganalisis implementasi asuhan keperawatan relaksasi otot progresif

berdasarkan evidence based practice dalam mengatasi ketidakstabilan kadar gula

darah pada klien dengan masalah diabetes melitus di ruang IPD lantai 7 zona A

RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik relaksasi

otot progresif dapat menurunkan tingkat stres pada klien diabetes sehingga

mampu menurunkan kadar gula darah.

Kata Kunci: relaksasi otot progresif, kadar gula darah.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 9: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

viii Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Ismail Fahmi, S.Kep.

Study Program : Nursing

Judul : Analysis of Urban Health Clinical Nursing Practice in

Patient with Diabetes Mellitus in Internal Medicine

Room Care, 7th Floor Zone A, Cipto Mangunkusumo

Hospital

Diabetes mellitus is caused by secretory the impairment of insulin or function of

insulin. Psychological problems such as stress and anxiety in patients with

diabetes mellitus might influence health status and healing process due to high

blood glucose. This final clinical nursing paper aimed to analyze nursing care

intervention of progressive muscle relaxation based on evidence based practice to

overcome instability of blood glucose level in patient with diabetes mellitus at

medical ward, 7th Floor Zone A, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Results

shown that Progressive Muscle Relaxation can reduce stress in patient with

diabetes mellitus and high blood glucose level.

Keywords : progressive muscle relaxation, blood glucose level

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 10: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

ix Universitas Indonesia

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................................................ vii

ABSTRACT ......................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ xiii

1. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ..................................................................................... ........1

1.2.Rumusan Masalah.........................................................................................5

1.3.Tujuan .................................................................................................. ........6

1.4.Manfaat ............................................................................................... ........6

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus ................................................................. ........7

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus .................................................. ........7

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus........................................................... 7

2.2 Diabetes Melitus Tipe 2............................................................................8

2.2.1 Penyebab dan Faktor Risiko .................................................. ........8

2.2.2 Patofisiologi DM Tipe 2 ....................................................... .......11

2.2.3 Manifestasi Klinis...........................................................................11

2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik......................................................... .......12

2.2.5 Penatalaksanaan..............................................................................12

2.2.6 Komplikasi .....................................................................................14

2.3 Stres dan Diabetes Melitus.......................................................................16

2.4 PMR.........................................................................................................20

2.5 Pengkajian Keperawatan Diabetes Melitus..............................................22

2.6 Diagnosa Keperawatan Diabetes Melitus................................................23

3 TINJAUAN KASUS

3.1 Analisis Kasus...........................................................................................24

3.1.1 Pengkajian................................................................................ .....24

3.1.2 Diagnosa ....................................................................................... 31

3.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan................................................ ......32

4 ANALISA SITUASI

4.1 Profil RSCM .............................................................................. .......36

4.2 Analisa Kasus.....................................................................................38

4.2.1 Penetapan Masalah Keperawatan..............................................41

4.3 Analisis Intervensi Keperawatan. .............................................. .......45

4.3.1 Hasil Jurnal Reading............................................................ 45

4.3.2 Aplikasi Klinik................................................................. .... 46

4.4 Aplikasi Pemecahan Masalah .................................................... .. .....49

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 11: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

x Universitas Indonesia

5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ................................................................................... .......51

5.2 Saran ......................................................................................... .......51

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 12: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

xi Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Hal

1. Tabel 3.1 Pengakajian faktor risiko kaki diabetes mellitus........................... 27

2. Tabel 3.2 Klasifikasi ulkus diabetik menurut Wagner ................................. 28

3. Tabel 3.3 Penilaian Kemampuan Aktivitas berdasarkan Bartel Index ......... 29

4. Tabel 3.4 Analisa Data .................................................................................. 31

5. Table 3.5 Rencana asuhan keperawatan ........................................................ 34

6. Tabel 4.1 Hasil Rata-rata Kadar Glukosa Darah sebelum dan sesudah

dilakukan PMR ....................................................................... 48

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 13: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

xii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Gambar 2.1 Epinephrine merangsang mobilisasi energy ............................... 18

2. Gambar 2.2 Kontrol pengeluaran kortisol ...................................................... 19

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 14: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

xiii Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Format Pengkajian

Lampiran 2 : Langkah-langkah PMR

Lampiran 3 : Biodata Penulis

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 15: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

1 Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan penulisan dan manfaat bagi

pelayanan keperawatan, perkembangan ilmu dan pendidikan keperawatan

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan

terjadinya hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan atau

kerja insulin, sehingga terjadi abormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein (American Diabetes Association,2013). Diabetes Mellitus (DM) sering

juga disebut penyakit pembunuh dimana angka kejadiannya didunia terus

mengalami peningkatan. Tahun 2000 ada 171 juta orang menderita diabetes

didunia dan ini diramalkan n meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030 (WHO,

2006), angka kejadian DM diseluruh dunia mencapai 335 juta jiwa pada tahun

2010 dan di tahun 2025 menjadi 500 juta jiwa diseluruh dunia jika tidak ada

usaha pencegahan yang dilakukan (Aguilar, Teran dan de la Pena, 2011).

Kejadian diabetes ini juga meningkat cukup signifikan di Indonesia, data yang

diterbitkan oleh PP-PL Kemenkes RI (2011) Indonesia sendiri diperkirakan oleh

akan terjadi peningkatan angka Diabetesi dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi

21,3 juta pada tahun 2030, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia

tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun

sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban

dan 7,2%, pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat

sejumlah 8,2 jutapenyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural.

Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun

2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan

asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan

terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.

(Perkeni, 2011).

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 16: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

2

Universiitas Indonesia

Peningkatan angka penderita diabetes berpengaruh bagi status kesehatan

masyarakat secara menyeluruh karena akan menyandang diabetesi seumur hidup.

; American Diabetes Association,(2013) mengklasifikasikan DM berdasarkan

etiologi menjadi : DM tipe I, DM tipe II, DM tipe lain, dan DM gestasional. Di

Indonesia DM tipe 2 menjadi kejadiaan tertinggi dan meningkat pada daerah

perkotaan dari pada rural. Penelitian epidemiologi menunjukkan adanya

kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai

penjuru dunia (PERKENI, 2006). Pusat data dan informasi Persatuan rumah sakit

Indonesia [PD-Persi] (2011) mengemukakan bahwa diperkirakan 85% sampai

95% dari semua kasus diabetes dinegara maju adalah DM tipe 2 dan

menyumbang persentase bahkan lebih tinggi dinegara berkembang. Kejadian

diabetes tipe 2 ditemukan pada klien yang berusia > 40 tahun dan prevalensinya

akan terus meningkat dengan bertambahnya umur (Medicastore, 2007; Rochman

dalam Sudoyo, 2006).

Derektorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular RI pada tahun 2008

mengemukakan bahwa 90% dari keseluruhan penderita DM di Indonesia adalah

DM tipe 2, tingginya kejadian DM tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-

faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan.Lingkungan yang

diperkirakan dapat meningkatkan risiko DM tipe 2 adalah perpindahan dari

pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi yang kemudian menyebabkan perubahan

gaya hidup seseorang. DM tipe 2 sering tidak menunjukan gejala yang khas pada

awalanya, sehingga diagnosis baru ditegakkan ketika pasien berobat atau keluhan

penyakit lain yang sebenarnya merupakan komplikasi dari diabetes tersebut.

Setiap tahun 3,2 juta orang meninggal akibat DM dan atau komplikasinya. Data

yang dikeluarkan oleh United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)

melaporkan bahwa pasien yang baru didiagosis diabetes 12% mengalami

komplikasi dari mikrovaskuler berupa neuropati (Akca dan Cinar, 2006).

Penelitian yang dilakukan Frykberg, Zgonis, Armstrong, Driver, Guirini et al

(2006) menyatakan neuropati merupakan salah satu komplikasi pada pasien

diabetes, 15 % neuropati pada ekstremitas bawah akan berkembang

menyebabkan ulkus diabetik.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 17: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

3

Universiitas Indonesia

Prevalensi pasien ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi

30%, angka mortalitas 32% dan ulkus kaki diabetik merupakan sebab perawatan

rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM. Dari beberapa pusat

penelitian di Indonesia rerata lama perawatan ulkus/ gangrene diabetes adalah 28-

40 hari. Dampak dari ulkus kaki diabetik akan menyebabkan tingginya biaya

perawatan, menurunkan produktifitas pasien, gangguan konsep diri dan bahkan

dapat menurunkan kualitas hidup (Hastuti, 2008), penelitian yang dilakukan oleh

Mason (2009) terhadap penderita ulkus kaki diabetik, hasil penelitian

menunjukkan bahwa pasien yang mengalami stres dan kecemasan tinggi akan

mengalami perlambatan dalam penyembuhan luka, dan lebih lanjut Mason (2009)

mengemukakan bahwa 27% klien mengalami depresi dan 26% mengalami

kecemasan yang diakibatkan oleh nyeri dan bau pada luka.

Stres yang menetap menimbulkan respon stres berupa aktivitas saraf simpatis dan

peningkatan kortisol yang selanjutnya akan meningkatkan konversi asam,amino,

laktat, piruvat dihati menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis, dengan

demikian akan meningkatkan kadar glukosa darah. Di lain pihak kehidupan yang

penuh stres telah dikaitkan dengan perawatan diri yang buruk pada diabetesi

(Smeletzer & Bare,2008).

Mekanisme dasar DM tipe 2 adalah faktor genetik, resistensi insulin maka cara

yang digunakan untuk memperbaiki kelaianan tersebut harus tergambar dalam

program pengelolaan. Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Kesehatan RI

(2008) mencanangkan program yang berfokus pada upaya preventif dan

promotif terhadap faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya diabetes secara

terintegrasi melibatkan unsur swasta. Hal itu tercermin dalam 5 (lima) pilar

pengendalian DM, meliputi: edukasi kesehatan, terapi gizi, latihan jasmani,

pengontrolan kadar gula darah dan terapi farmakologi (PERKENI, 2006).

Keperawatan merupakaan ilmu terapan yang memadukan sintesa dan penerapan

ilmu biofisik, perilaku, dan humanistik disertai ilmu tentang hubungan antara

perawat, klien dan lingkungan dalam konteks kesehatan. Keperawatan berfokus

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 18: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

4

Universiitas Indonesia

pada pelayanan asuhan individu, kelompok atau masyarakat yang sehat dan

sakit. Asuhan keperawatan berorientasi dalam melindungi, mempromosikan, dan

mengoptimalisasi kesehatan pasien, mencegah penyakit dan cedera, meringankan

penderitaan melalui diagnosis dan penanganan respons manusia, serta mendukung

pelayanan terhadap pasien (American Nurses Association, 2004).

Perawatan mandiri merupakan kontribusi berkelanjutan bagi klien untuk

meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir

ini pemberian intervensi keperawatan pasien DM tipe 2 lebih menekankan

konteks kolaborasi , perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan

mampu menerapkan intervensi keperawatan mandiri dalam pengelolaan klien

dengan diabetes. Salah satu tindakan dalam perawatan mandiri yang dapat

dilakukan oleh pasien adalah dengan melakukan teknik relaksasi. Teknik relaksasi

dapat digunakan dalam pengendalaian kadar gula darah pada penderita (Smeletzer

& Bare,2008).

Relaksasi merupakan salah satu tehnik pengelolaan diri yang didasarkaan pada

cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis, terapi otot progresif merupakan

salah satu tehnik relasasi yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan.

Richard S, et,al (2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa manajemen

stres salah satunya terapi otot progresif dapat menurunkan kadar HBA1c pada

penderita DM tipe 2. Penelitian tentang pengaruh terapi otot progresif terhadap

penurunan kadar gula darah pada DM tipe 2 tahun 2011 dilakukan oleh Mashudi

di RSUD Raden Mattaher Jambi menunjukan adanya pengaruh terapi otot

progresif secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.

Penelitian yang dilakukan oleh Monica, M (2011) yang berjudul Mind-Body

Therapies in Diabetes Managemen tentang penerapan managemen stres terapi

otot progresif, terjadi penurunan 0,5% pada A1C pada kelompok kontrol,

sedangkan kelompok perlakuan memiliki pengurangan ≥ 1% pada A1C .

Penurunan A1C sesedikit 0,6% telah dikaitkan dengan penurunan secara

signifikan risiko komplikasi pada tipe 2 diabetes.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 19: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

5

Universiitas Indonesia

Berdasarkan hal tersebut, pada tulisan ini dipaparkan analisis praktek profesi

keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada Pasien gangguan sistem

endokrin Diabetes mellitus dengan menerapan manajemen stres pada pasien DM

yang dirawat di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Peningkatan angka penderita diabetes militus diperkirakan akan terus bertambah

secara signifikan pada negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia

dengan 15% penderita DM tipe 2 adalah masyarakat perkotaan. Diabetes mellitus

merupakan penyakit kronis yang banyak menimbulkan komplikasi salah satunyya

adalah ulkus diabetikum .Hal ini membuat beban psikologis klien dan selanjutnya

dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah, PERKENI telah menetapkan

sandart pengelolaan diabetes, perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan

diharapkan mampu menerapkan intervensi keperawatan mandiri dalam konteks

nonfarmakologis dalam mengelola klien dengan diabetes salah satunya relaksasi

untuk mengatasi stresnya. Berbagai studi melaporkan bahwa intervensi berbasis

relaksasi mampu mengatasi kecemasan. Terapi otot progresif merupakan salah

satu intervensi nonfarrmakologis yang mampu menurunkan respon stres dan

selanjutnya dapat menurunkan risiko peningkatan kadar gula darah. Dengan

demikian masalah yang demikian masalah karya ilmiah ini adalah Berdasarkan

hal tersebut, penulis memaparkan analisis praktek profesi keperawatan kesehatan

masyarakat perkotaan pada pasien gangguan sistem endokrin diabetes

mellitusdengan menerapan manajemen stres di RSUP Cipto Mangunkusumo

Jakarta.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 20: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

6

Universiitas Indonesia

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum.

Menganalisis kegiatan dalam menjalankan peran selama praktik profesi praktek

profesi keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada Pasien gangguan

sistem endokrin Diabetes mellitus dengan menerapan manajemen stres sebagai

salah satu intervensi keperawatan pada pasien DM, intervensi ini dianalisis

dengan pendekatan proses penemuan evidence based nursing di RSUP Cipto

Mangunkusumo Jakarta.

1.3.2 Tujuan Khusus

Melakukan analisis kegiatan praktek profesi praktek profesi keperawatan

kesehatan masyarakat perkotaan berdasarkan peran praktikan yang meliputi :

a. Pemberi asuhan keperawatan pada pasien endokrin khususnya pasien

diabetes mellitus dengan pendekatan teori dan jurnal keperawatan.

b. Inovator intervensi pada area keperawatan pada pasien endokrin

khususnya pasien Diabetes mellitus berdasarkan evidence based practice..

1.4 Manfaat penulisan

1.4.1 Untuk pelayanan keperawatan

Memberi masukan pada pelayanan kesehatan untuk mengunakan stres

manajemen salah satunya latihan terapi otot progresif sebagai intevensi

keperawatan dalam menurunkan kadar glukosa darah pasien diabetess melitus

1.4.2 Untuk perkembangan ilmu keperawatan

Mengembangkan kajian penggunaan stres manajemen salah satunya terapi

otot progresif sebagai terapi komplementer untuk menurunkan glukosa darah

pada pasien diabetes melitus.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 21: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

7 Universitas Inddnesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab 2 ini dijelaskan tentang konsep penyakit DM yang mencakup

pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnostik, penatalaksanaan

dan komplikasi. Selain itu dijelaskan juga teori konsep stres terkait DM.

2.1 Diabetes Mellitus

2.1.1 Pengertian

Diabetes mellitus (DM) merupakan sindrome yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara suplay insullin dan kebutuhan, yang dikarakteristikan

dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, lemak

dan protein Hiperglikemia dan gangguan terkait lainnya dalam metabolisme tubuh

dapat menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf

dan pembuluh darah American Diabetes Association (2013) . Smeltzer & Bare,

2008 mendefinisikan DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik lainnya

akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan

system vaskular.

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut ADA (2013) diabetes mellitus diklasifikasikan sebagai berikut : (1)

Diabetes mellitus tipe 1, meliputi autoimun dan idiopatik, (2) Diabetes mellitus

tipe 2, (3) Diabetes kehamilan (Gestasional Diabetes Mellitus / GDM), (4)

Diabetes mellitus tipe lain, meliputi defek genetik fungsi sel beta, defek genetik

kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik),

endokrinopati (akromegali, sindroma cushing), karena obat / zat kimia, infeksi

(rubella congenital, CMV), sindroma genetik lain (sindrom down, sindrom

klinefelter, Sindrom Turner)..

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 22: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

8

Universitas Indonesia

2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2

DM tipe 2 adalah kelainan yang heterogen dengan kejadian yang bervariasi

diantara kelompok etnis. Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan

insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin

akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut terjadi serangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai

dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif

untuk menstimulasi pengambilan glukosa jaringan. (Suyono, 2011).

2.2.1 Penyebab dan faktor resiko diabetes tipe 2

Tingginya prevalensi DM yang sebagian besar tergolong dalam DM tipe 2

disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan

terhadap lingkungan.Lingkungan yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko

DM tipe 2 adalah perpindahan dari pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi yang

kemudian menyebabkan perubahan gaya hidup seseorang. Di antaranya adalah

kebiasaan makan yang tidak seimbang akan menyebabkan obesitas. Kondisi

obesitas tersebut akan memicu timbulnya DM tipe 2. Pada orang dewasa, obesitas

akan memiliki risiko timbulnya DM tipe 2 , 4 kali lebih besar dibandingkan

dengan orang dengan status gizi normal., sedangkan menurut Inzucchi, Porte,

Sherwin dan Baron (2005) beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan

kadar gula darah dan terjadinya DM diantaranya:

2..2.1.1 Usia

DM tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 – 45 tahun, selanjutnya terus

meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi

glukosa mencapai 50-92. Sekitar 6% individu berusia 45-64 tahun dan 11%

individu diatas usia 65 tahun menderita DM tipe II (Ignativicius & Workman,

2006). Goldberg dan Coon dalam sudoyo (2006) menyatakan bahwa umur

memiliki keterkaitan yang erat dengan terjadinya kenaikan kadar hiperlikemia,

semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 23: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

9

Universitas Indonesia

semakin tinggi. Proses perubahan anatomis memilki peranan yang kuat dimana

usia 40 tahun menurunkan fungsi organ sebessar 10%. Pada saat menua sel beta

pankreas mengalami perubahan dalam menghasilkan hormon insulin, sehingga

terjadi penurunan sekresi insulin normal (Ebersole, et al, 2005). .

2.2.1.2 Jenis Kelamin

Jenis kelamin menjadi salah satu faktor risiko diabetes mellitus. Insiden diabetes

adalah 1,1 per 1.000 orang/tahun pada wanita dan 1,2 per 1.000 orang/tahun pada

laki-laki. Para ilmuwan dari University of Glasgow, Skotlandia mengungkap hal

itu setelah mengamati 51.920 laki-laki dan 43.137 perempuan. Seluruhnya

merupakan pengidap diabetes tipe II dan umumnya memiliki indeks massa tubuh

(IMT) di atas batas kegemukan atau overweight. Laki-laki terkena diabetes pada

IMT rata-rata 31,83 kg/m2 sedangkan perempuan baru mengalaminya pada IMT

33,69 kg/m2 (Sudoyo, 2006).

Perbedaan risiko ini dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh. Pada laki-laki,

penumpukan lemak terkonsentrasi di sekitar perut sehingga memicu obesitas

sentral yang lebih berisiko memicu gangguan metabolisme (Creatore, et al, 2010).

Berdasarkan karakteristik masalah obesitas cenderung lebih tinggi pada penduduk

yang tinggal di perkotaan, berpendidikan lebih tinggi dan pada kelompok status

ekonomi yang tertinggi pula (RISKESDAS,2010). Menurut karakteristik,

penduduk mulai umur 19 tahun mengkonsumsi energi dari karbohidrat lebih dari

anjuran PUGS. Penduduk laki-laki mengkonsumsi energi dari karbohidrat lebih

banyak dari penduduk perempuan dan lebih dari anjuran PUGS. Demikian juga

penduduk di perdesaan mengkonsumsi energi dari karbohidrat lebih besar dari

penduduk di perkotaan dan lebih dari anjuran PUGS. Pada penduduk yang

keadaan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran rumah tangga)

baik, maka kontribusi energi dari konsumsi karbohidrat lebih rendah dari

penduduk yang keadaan sosial ekonominya kurang baik ( RISKESDAS, 2010 )

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 24: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

10

Universitas Indonesia

2.2.1.3 Kurangnya berolahraga atau beraktivitas

Aktivitas fisik juga merupakan faktor risiko mayor dalam memicu terjadinya DM.

Latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan kualitas pembuluh darah dan

memperbaiki semua aspek metabolik, termasuk meningkatkan kepekaan insulin

serta memperbaiki toleransi glukosa. Hasil penelitian di Indian Pima, orang-orang

yang aktivitas fisiknya rendah 2,5 kali lebih berisiko mengalami DM

dibandingkan dengan orang-orang yang 3 kali lebih aktif. Olahraga dapat

dilakukan 3-5 kali seminggu, kurang berolahraga dapat menurunkan sensitifitas

sel terhadap insulin dapat menurun sehingga dapat mengakibatkan penumpukan

lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan Diabetes Mellitus (Waspadji, 2009).

2.2.1.4 Tingkat pendidikan

Selain faktor jenis kelamin dan usia, pendidikan rendah 40% menjadi penyebab

kematian dibanding dengan subjek berpendidikan tinggi. Selanjutnya, orang

diabetes dengan tingkat pendidikan yang rendah, memiliki kerentanan mortalitas

yang lebih tinggi (Nillson, Johansson, & Sundquist J., 1998). Hal ini dikaitkan

dengan kemampuan pemahaman terhadap diabetes mellitus serta pengelolaan dan

pencarian informasi terhadap terapi yang dibutuhkan.

2.2.1.5 Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg

atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai

penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan

penglihatan. Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan

merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi,

mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih

belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab

utama peningkatan kadar glukosa. Dampak dari tidak terkontrolnya gula darah

adalah komplikasi baik mikrovaskuler ataupun makrovaskuler. Komplikasi kronik

DM adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang ditemui pada pasien DM

(Waspadji, 2009).

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 25: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

11

Universitas Indonesia

2.2.2 Patofisiologi DM Tipe 2

Patogenesis diabetes tipe 2 belum ada pembuktian terkait dengan mekanisme

autoimun. Pada tipe ini, faktor genetik lebih berperan sebagai pencetus dan gaya

hidup. Penelitian epidemologik menunjukan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya

terjadi akibat sejumlah defek, masing-masing memberi kontribusi pada risiko, dan

masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan (Robin, Cotran, & Kumar,

2007).Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat

dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin

dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme

glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan

penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.Untuk mengatasi resistensi

insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat

peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa

terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar

glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.

Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan

insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. (Robin,

Cotran, & Kumar, 2007).

2.2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari Diabetes Mellitus terjadi karena kondisi hiperglikemi.

Price dan Wilson (2006) mengemukakan manifestasi klinis DM dikaitkan dengan

konsekuensi metabolik defisiensi insulin: pasien yang mengalami defiensi insulin

tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau

toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat. Hiperglikemia parah menyebabkan

diuresis osmotik hal ini menyebabkan peningkatan pengeluaran kemih (poliuria)

dan rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama kemih menyebabkan

keseimbangan kalori negatif dan berat badan menurun yang berdampak pada

semakin besarnya rasa makan (polifagia), dan pasien mengeluh lelah dan

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 26: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

12

Universitas Indonesia

mengantuk karena kurangnya energi (astenia) karena hilangnya protein tubuh dan

berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. (Price & Wilson, 2006).

2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut konsensus PERKENI ( 2011)Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui

tiga cara:

a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma

sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan

klasik

c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Mengukur kadar glukosa plasma

setelah klien berpuasa minimal 8 jam dan 2 jam setelah klien meminum

minuman yang mengandung glukosa. Tes ini digunakan untuk mengetahui

diabetes dan prediabetes. Penelitian telah menunjukkan bahwa OGTT

lebih sensitif dibandingkan dengan pengujian Fasting Plasma Glucose

(FPG) untuk mendiagnosis prediabetes, tetapi kurang nyaman untuk

dijalankan. OGTT memerlukan puasa minimal 8 jam sebelum tes. Tingkat

glukosa plasma diukur segera sebelum dan 2 jam setelah seseorang minum

cairan yang mengandung 75 gram glukosa dilarutkan dalam air. Jika

tingkat glukosa darah adalah antara 140 dan 199 mg/dL 2 jam setelah

minum glukosa, orang tersebut memiliki pradiabetes disebut toleransi

glukosa terganggu atau Impaired Glocose Tolerance (IGT). Memiliki IGT

dapat juga seperti memiliki IFG, berarti orang memiliki peningkatan

risiko diabetes tipe 2. Bila glukosa plasma 2 jam setelah meminum

glukosa adalah 200 mg/dL atau lebih, dan harus dikonfirmasi dengan

mengulangi tes pada hari lain, berarti seseorang memiliki diabetes

2.2.5 Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes adalah dengan menormalkan aktivitas insulin dan

kadar gula darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler

serta neuropatik. Merujuk pada hasil konsensus PERKENI tahun 20011

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 27: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

13

Universitas Indonesia

menyebutkan 4 pilar manajemen DM tipe 2, meliputi 1) manajemen diet 2)

Latihan jasmani 3) Obat berkhasiat hipoglikemik dan 4) Edukasi. Manajemen diet

pada pasien diabetes mellitus diharapkan untuk mengatur jumlah kalori yang

masuk dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang

disarankan bervariasi tergantung kepada kebutuhan. Nilai gizi yang di anjurkan

yaitu Karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, lemak 20-25% dengan jumlah kalori

di hitung dari berat badan idaman {(TB- 100)-10%)} dikali kalori basal 30kkal/

kgbb untuk laki-laki, 25 kkal/kgbb untuk wanita dan ditambah kalori untuk

aktivitas lalu dibagi 3 porsi besar makan pagi 20%, makan siang 30%, sore 25%.

dan 2-3 porsi makan ringan 10- 15%. Jumlah kandungan serat 25 g/ har

(Waspadji, 2009).

Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2

(PERKENI, 2011) berguna mempermudah transpor glukosa ke dalam sel-sel dan

meningkatkan kepekaan terhadap insulin (Price & Wilson, 2006). Dianjurkan

latihan teratur 3-4x/ minggu selama 30 menit, bersifat CRIPE (Continuous,

Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance training), sedapat mungkin

mencapai sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur). Hati-hati pada

diabetes tidak terkendali (gula darah >250 mg/dL) karena olahraga dapat

meningkatkan kadar glukosa darah dan benda keton yangdapat berakibat fatal.

Kadar Gula Darah (KGD) sebaiknya diperiksa sebelum dan setelah berolahraga

pada setiap 20-30 menit jika olahraga berlangsung lama. Jika sebelum olahraga

KGD di bawah 100 mg berarti KGD rendah (hipoglikemi). Oleh karena itu,

penderita DM dianjurkan untuk makan makanan ringan yang mengandung 15-30

gram karbohidrat. Namun, bila penderita DM tipe 2 dengan KGD di atas 250 mg

atau penderita DM tipe 1 dengan KGD di atas 200 mg sebaiknya olahraga ditunda

dulu.

Penggunaan farmakologi dalam diabetes dapat berupa obat hipoglikemik oral

yang memicu sekresi insulin seperti sulfonilurea dan glinid, dapat juga obat

penambah sensitivitas terhadap insulin seperti biguanid dan tiazolidion,

penghambat glukosidase alfa dan incretin mimetic yang merupakan penghambat

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 28: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

14

Universitas Indonesia

DPP-4. Untuk kondisi dimana obat oral tidak memungkinkan lagi untuk

digunakan maka penggunaan insulin dapat menjadi pilihan (Waspadji, 2009).

Penggunaan obat hipoglikemi oral diberikan berdasarkan interaksi obat dalam

tubuh. Metformin diberikan 500 hingga 1700mg/hari. Metformin menurunkan

produksi glukosa hepatik, menurunkan absorbsi glukosa usus dan meningkatkan

kepekaan insulin khususnya dihati. Metformin tidak menyebabkan peningkatan

berat badan dapat dipakai oleh pasien obesitas. Tiazolidinedion meningkatkan

kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi glukosa hati. Dosisnya 4

hingga 8 mg/hari. Bila kadar gula darah tidak dapat dikontrol dengan cara-cara

diatas maka pasien diabetes tipe 2 yang sel beta masih berfungsi maka dapat

menggunakan sulfonylurea. Obat-obat ini merangsang fungsi sel beta dan

meningkatkan produksi insulin. Dosisnya adalah glipizid 2,5 sampai 40 mg/hari

dan gliburid 2,5 hingga 25 mg/hari. Gabungan sulfonurea dan pensensitif insulin

adalah terapi yang sering digunakan untuk pasien dengan diabetes tipe 2 (Price &

Wilson, 2006).

Pilar terakhir dari penatalaksanaan Diabates Mellitus adala edukasi, untuk

mendapatkan hasil yang maksimal dalam penatalaksanaan pasien diabetes

sangatlah penting dilakukan edukasi pada penyandang diabetes. Edukasi bertujuan

dapat merubah perilaku pasien diabetes sehingga akan meningkatkan

pemahaman pasien akan penyakitnya (Waspadji, 2006).

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada pasien DM adalah komplikasi

mikrovaskuler dan komplikasi makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler salah

satunya adalah neurophati diabetic. Neuropati merupakan komplikasi yag umum

terjadi pada pasien diabetes dengan prevalensi antara 25% sampai 50%. Dinegara

berkembang neuropati diabetes mencapai 50% sampai 75% terjadinya amputasi

nontraumatik. Mekanismen terjadinya disfungsi vascular dan sel saraf pada

kondisi hiperglikemi tidak diketahui dengan pasti. Beberapa mekanisme biokimia

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 29: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

15

Universitas Indonesia

mungkin menjadi pemicu hiperglikemia yang mengaktifkan jalur heksosamin

yang diperantarai enzim fruktosa 6 fosfat, yang merupakan substrat glikosilasi dan

pembentukan proteoglikan. Jalur heksosamin mengubah fungsi glikosilasi enzim

seperti endotelial nitric oxide syntase dan mengganggu ekspresi gen untuk

transforming growth factor a (TGF-a) dan plasminogen activator inhibitor-1

(PAI-1).10,11 Growth factor memegang peranan penting dalam terjadinya

komplikasi diabetes dan pada penderita DM produksinya meningkat. Saat ini telah

dibuktikan terdapatnya hubungan peningkatan beberapa growth factor dengan

terjadinya komplikasi DM, seperti platelet derived growth factor, epidermal

growth factor, insulin like growth factor- 1, growth hormon dan fibrolast growth

factor. Semua growth factor tersebut terbentuk melalui 4 teori terjadinya

komplikasi DM yaitu jalur AGEs, sorbitol, diasilgliserol dan heksosamin.

Sebagian besar penderita ulkus kaki diabetes datang dengan kategori ulkus derajat

3 yaitu infeksi telah mengenai jaringan subkutis, otot dan dapat lebih dalam

sampai ke tulang, dengan tanda-tanda infeksi lokal yang jelas serta eritema

dengan ukuran lebih dari 2 cm. Ulkus diabetik dapat dibagi pada 3 kategori besar,

yaitu tipe iskemik, neuro-iskemik dan neuropati. Sebagian besar ulkus diabetik

adalah tipe neuropati, namun pasien dengan ulkus diabetik harus dilakukan

penilaian secara objektif untuk menilai status vaskularnya, yaitu dengan riwayat

klaudikasio, denyut nadi tungkai dan angka brachial index (ABI), untuk

menetapkan rencana penatalaksanaan lebih lanjut. (Unger, 2007)..

Fain (2009) mengatakan risiko komplikasi makrovaskular lebih tinggi terjadi pada

diabetes tipe 1 dibandingkan dengan diabetes tipe 2 komplikasi makrovaskuler

dapat menyebabkan terjadinya pada Penyakit jaantung koroner stroke, dan PAD.

Penyakit Makrovaskuler merupakan akibat lanjut dari arterisklerosis yang di

akibatkan oleh tertimbunnya di lemak dilapisan endotel pembuluh darah.

Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi dari DM. Prevalensi pasien

ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka

mortalitas 32% dan ulkus kaki diabetik merupakan sebab perawatan rumah sakit

yang terbanyak sebesar 80% untuk Diperkirakan pada tahun 2020 akan ada tujuh

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 30: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

16

Universitas Indonesia

juta pasien DM yang harus dikelola di seluruh Indonesia. Antisipasi ke arah

tersebut harus dimulai dari saat ini, karena kalau tidak dikerjakan dengan baik

penyulit kronik akibat DM akan merupakan beban yang sangat berat untuk

ditanggulangi. Dari beberapa pusat penelitian di Indonesia rerata lama perawatan

ulkus/ gangrene diabetes adalah 28-40 hari.. Dampak dari ulkus kaki diabetik

akan menyebabkan tingginya biaya perawatan, menurunkan produktifitas pasien,

gangguan konsep diri dan bahkan dapat menurunkan kualitas hidup Beberapa

pusat penelitian di Indonesia mendapatkan angka kematian ulkus/ gangrene

diabetes berkisar antara 17-32% sedangkan laju amputasi antara 15-30%. Nasib

pasien pasca amputasi juga tidak menggembirakan. Dalam satu tahun pasca

amputasi 14,8% meninggal, meningkatkan menjadi 37% dalam pengamatan

selama tiga tahun. Rerata umur pasien hanya 23.8 bulan pasca amputasi. (Hastuti,

2008).

2.3 Stres dan Diabetes Melitus

Stress merupakan pengalaman individu yang disembunyikan melalui suatu

rangsangan atau stressor. Stressor adalah dorongan yang mengganggu yang ada

dalam berbagai sitem (Newman dan Fawcett yang dikutip dari Perry dan Potter,

2009). Bila ditinjau dari penyebab stres, dapat digolongkan sebagai berikut 1)

Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang selalu tinggi atau rendah,

suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.2) Stres

kimiawi, disebabkan oleh asa-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormon, atau

gas.3) Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang

menimbulkan penyakit. 4) Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur,

fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak

normal.5) Stres psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan

interpersonal, soail, budaya, atau keagamaan.

Stres fisiologi seperti infeksi dan pembedahan mempermudah terjainya

hiperglikemi dan mencetuskan terjainyya ketoasidosis diabetikum. Stres

emosional yaang terjadi akibat tingginya kadarr glukosa darahh bisa berdampak

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 31: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

17

Universitas Indonesia

negatif pada klien (Smeltzer & Bare, 2008). Selama stres respon umum / general

adaptation syndrome dikendalikan oleh hipotalamus, hipotalamus menerima

masukan mengenai stresor fisik dan psikologis dari hampir semua daerah di otak

dan dari banyak reseptor di seluruh tubuh. Sebagai respon hipotalamus secara

langsung mengaktifkan sistem saraf simpatis. Mengeluarkan CRH untuk

merangsang sekresi ACTH dan kortisol, dan memicu pengeluaran Vasopresin.

Stimulasi simpatis pada gilirannya menyebabkan sekresi epinephrine, dimana

keduanya memiliki efek sekresi terhadap insulin dan glucagon oleh pancreas.

Selain itu vasokonstriksi arteriole di ginjal oleh katekolamin secara tidak langsung

memicu sekresi rennin dengan menurunkan aliran darah ke ginjal. Renin

kemudian mengaktifkan mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron. Dengan cara

ini, selama stres, hipotalamus mengintegrasikan berbagai respon baik dari sistem

saraf simpatis maupun sistem endokrin(Sherwood. 2000).

Stres yang dialami oleh pasien DM yang telah mengalami ulkus diabetik yaitu

terkait dengan nyeri pada saat terjadinya pergantian balutan sehingga memberi

dampak terhadap proses penyembuhan luka . Penelitian yang dilakukan Vileikyte

(2007) menyimpulkan bahwa kecemasan dan depresi yang diakibat oleh stres

yang dipicu karena adanya ulkus dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Efek

buruk lain darri stres yaitu stres dan emosi negatif dapat meyebabkan perubahan

prilaku yang memberikan efek pada sistem imun tubuh. Fisher., Mullan., Skaff.,

Glasgow., Arean., Hessler. (2008) menunjukan bahwa pada 506 pasien diabetes

selama 18 bulan mengakibatkan terjadinya gangguan psikososial dan depresi serta

diabetes distress dari waktu ke waktu.

2.3.1 Perubahan hormon pada keadaan stres.

2.3.1.1 Katekolamin

Respon saraf utama terhadap rangsangan stres adalah pengkatifan menyeluruh

sistem saraf simpatis. Hipotalamus akan menolong untuk mempersiapkan tubuh

untuk fight to fight akibat rangsangan stres. Hal ini menyebabkan : peningkatan

tekanan arteri,, Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot, bersamaan

dengan penurunan aliran darah ke organ-organ yang tidak diperlukan untuk

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 32: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

18

Universitas Indonesia

aktivitas motorik yang cepat., peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh

tubuh., peningkatan konsentrasi glukosa darah, peningkatan proses glikolisis di

hati dan otot, peningkatan kekuatan otot, peningkatan aktivitas mental,

peningkatan kecepatan koagulasi darah. Seluruh efek tersebut menyebabkan orang

tersebut dapat melaksanakan aktivitas fisik yang jauh lebih besar daripada bila

tidak ada efek di atas. (Sherwood. 2000, Guyton. 2000)

Perangsangan saraf simpatis yang menuju medulla adrenalis menyebabkan

pelepasan sejumlah besar epinephrine dan norepinephrine ke dalam darah

sirkulasi, dan kedua hormon ini kemudian dibawa dalam darah ke semua jaringan

tubuh. Secara simultan, sistem simpatis memanggil kekuatan-kekuatan hormonal

dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinephrine dari medulla adrenal.

Epinephrine memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-tempat yang tidak

dicapai oleh sistem simpatis untuk melaksanakan fungsi tambahan, misalnya

memobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak. (Guyton. 2000, Sherwood,,2000)

Gbr.1

Epinephrine

merangsang

mobilisasi energi (Baron. 2003)

2.3.1.2 Kortisol

Peran kortisol dalam membantu tubuh mengatasi stress, diperkirakan berkaitan

dengan efek metabolik nya. Kortisol mempunyai efek metabolik yaitu

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 33: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

19

Universitas Indonesia

meningkatkan konsentrasi glukosa darah dengan menggunakan simpanan protein

dan lemak. Suatu anggapan yang logis adalah bahwa peningkatan simpanan

glukosa, asam amino, dan asam lemak tersedia untuk digunakan bila diperlukan,

misalnya dalam keadaan stress. (Guyton. 2000)

Gbr.2. Kontrol pengeluaran kortisol (Silverthorne. 2001).

2.3.1.3 Insulin dan glukagon

Respon-respon hormonal lain di luar kortisol juga berperan dalam keseluruhan

respon metabolik terhadap stres. Sistem saraf simpatis dan epinephrine yang

dikeluarkan menyebabkan hambatan pada insulin dan merangsang Glukagon.

Perubahan-perubahan hormonal ini bekerja sama untuk meningkatkan kadar

glukosa dan asam lemak darah. Epinephrine dan Glukagon, yang kadarnya

meningkat selama stres, meningkatkan glycogenolysis dan (bersama kortisol)

glukoneogenesis di hati. Namun insulin yang sekresi nya tertekan selama stres

mempunyai efek yang berlawanan terhadap glycogenolysis di hati Stimulus utama

untuk sekresi insulin adalah peningkatan glukosa darah, sebaliknya efek utama

insulin adalah menurunkan kadar glukosa darah. Apabila insulin tidak dengan

sengaja dihambat selama respon stres, hiperglikemia yang ditimbulkan oleh stres

akan merangsang sekresi insulin untuk menurunkan kadar glukosa. Akibatnya

peningkatan kadar glukosa darah tidak dapat dipertahankan. Respon-respon

hormonal yang berkaitan dengan stres juga mendorong pengeluaran asam-asam

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 34: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

20

Universitas Indonesia

lemak dari simpanan lemak, karena epinephrine glucagon dan kortisol

meningkatkan lipolisis, sedangkan insulin menghambat nya.(Sherwood, 2000)

2.4 Progressive Muscle Relaxation

2.4.1 Definisi

PMR adalah gerakan mengencangkan dan melemaskan otot pada suatu bagian

tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan

mengencangkan dan melemaskan otot secara progresif ini dilakukan secara

berturut-turut (Lindquist,2002).

2.4.2 Indikasi

PMR merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dapat diberikan kepada

pasien DM untuk meningkatkan relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri.

Latihan ini membantu mengurangi ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan

darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan

imunitas, sehingga status fungsional dan kualitas hidup meningkat (Smeletzer

Bare, 2002).

PMR memberikan manfaat dalam mengurangi stres dan ansietas. Richard S, et,al

(2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa manajemen stres salah

satunya terapi otot progresif dapat menurunkan kadar HBA1c pada penderita

DM tipe 2. Penelitian tentang pengaruh terapi otot progresif terhadap penurunan

kadar gula darah pada DM tipe 2 pada tahun 2011 dilakukan oleh Mashudi di

RSUD Raden Mattaher Jambi menunjukan adanya pengaruh terapi otot progresif

secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.

Penelitian yang dilakukan oleh Monica M. (2011) yang berjudul Mind-Body

Therapies in Diabetes Managemen tentang penerapan managemen stres terapi

otot progresif, terjadi penurunan 0,5% pada A1C pada kelompok kontrol,

sedangkan kelompok perlakuan memiliki pengurangan ≥ 1% pada A1C .

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 35: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

21

Universitas Indonesia

Penurunan A1C sesedikit 0,6% telah dikaitkan dengan penurunan secara

signifikan risiko komplikasi pada tipe 2 diabetes.

2.4.3 Manfaat PMR

Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara

kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatetis ini. Teknik relaksasi semakin

sering dilakukan karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan.

Stres mencetuskan beberapa sensasi daan perubahan fisik, meliputi peningkatan

aliran darah menuju otot, ketegangan otot, mempercepat atau memperlambat

pernafasan, meningkatkan denyut jantung dan menurukan fungsi digestiv.

Lindquist, 2002 menyebutkan bahwa respon stres adalah bagian dari jalur umpan

balik yang tertutup antara otot dan fikiran. Penilaian terhadap stresor

mengakibatkan ketegangan otot yang mengirimkan stimulus ke otak dan membuat

jalur umpan balik. Relaksasi PMR akan menghambat jalur tesebut dengan cara

mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis.

2.4.4 Kontra Indikasi

Kontraindikasi latihan PMR antara lain adalah cidera akut atau muskulo skletal,

dan penyakit jantung akut ataupun berat (Lindquist, 2002). Latihan PMR dapat

mengaktivasi saraf parasimpatis sehingga meningkatkan kondisi rileks yang dapat

menyebabkan hipotensi, sehinga perlunya dilakukan pengukuran tekanan darah.

2.4.5 Prosedur PMR

Jadwal latihan digunakan dalam aktu 1 minggu, PMR dilakukan 2 kali sehari

selama 30 menit. Latihan dilakukan pagi dan sore dan dilakukan setelah makan.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 36: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

22

Universitas Indonesia

2.5 Pengkajian Keperawatan Diabetes Mellitus

Penkajian berfokus pada riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik disertai

pemantauan glukosa kapiler. Pasien diminta untuk menjelaskan gejala yang

dialaminya seperti poliuri, polidipsi, polifagi, kulit kering, penglihatan kabur,

penurunan berat badan, perasaan gatal-gatal pada vagina dan ulkus yang lama

sembuh. Kaji kadar gula darah, kadar keton dalam urin, dan kaji terhadap adanya

tanda-tanda ketoasidosis diabetik yang mencakup pernafasan kussmaull, hipotensi

ortostatik, mual, muntah, nyeri abdomen dan letargi. Pantau hasil laboratorium

untuk mengenali tanda-tanda asidosis metabolik seperti penurunan nilai pH serta

kadar bikarbonat dan untuk mendeteksi tanda-tanda gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit. Selain itu kondisi luka yang terlihat pada kulit juga menjadi

fokus perhatian. Pengkajian kulit yang cermat khususnya pada daerah yang

menonjol dan ekstremitas bawah terhadap resiko terjadinya neuropati, kaji

terhadap adanya perasaan kesemutan, rasa nyeri yang terus menerus pada

ekstremitas bawah (Smeltzer & Bare, 2008).

Selain pengkajian terhadap perubahan fisik pasien pengkajian psikososial pasien

juga harus dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi terapi DM seperti keterbatasan sumber financial dan ada tidaknya

dukungan keluarga. Status emosional pasien dikaji dengan mengamati sikap dan

tingkah laku yang tampak serta bahasa tubuh seperti sikap menarik diri, cemas,

menghindari kontak mata. Tanyakan pada pasien tentang kekhawatiran yang

utama dan ketakutan terhadap penyakit diabetes. Kaji terhadap kemampuan

menghadapi berbagai situasi sulit dimasa lampau untuk menilai koping pasien

(Smeltzer & Bare, 2008).

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 37: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

23

Universitas Indonesia

2.6 Diagnosa Keperawatan Diabetes Mellitus

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Diabetes Mellitus

menurut Nanda (2012-2014); Lewis (2011), dan Smeltzer & Bare (2002),. Yaitu

1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakseimbangan asupan makanan; kurang pengetahuan;koping individu tidak

efektif 2) Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) berhubungan dengan

hambatan sirkulasi perifer 3) Kurang pengetahuan tentang manajemen diabetes

berhubungan dengan kurang terpapar dengan sumber informasi tentang penyakit,

diet, latihan, obat, kontrol berat badan dan perawatan kaki 4) Risiko kerusakan

integritas kulit berhubungan penurunan sirkulasi; peningkatan kadar glukosa

darah; penurunan mobilitas; penurunan sensasi 5) Risiko infeksi berhubungan

dengan peningkatan kadar glukosa darah; penurunan perfusi jaringan; tidak

adekuatnya mekanisme pertahanan primer; efek dari penyakit kronik 6)

Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan ketidakadekuatan menajemen

terapi, hipermetabolismee, proses infeksi, dan perubahan status kesehatan 7)

Kecemasan berhubungan dengan diagnosa diabetes; potensial komplikasi

diabetes; regimen perawatan mandiri 8) Ketidakefektifan manajemen kesehatan

diri (manajemen diabetes) berhubungan dengan kompleksitas regimen terapeutik,

kurang pengetahuan, ketidakcukupan petunjuk untuk bertindak, kurang dukungan

sosial. 9) Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan

insufisiensi pengetahuan tentang diet, kontrol berat badan, keuntungan dan risiko

latihan, monitor gula darah mandiri, medikasi, perawatan kaki, hipoglikemi dan

sumber yang tersedia.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 38: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

24 Universitas Inddnesia

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Bab ini menguraikan tentang asuhan keperawatan dan analisis yang meliputi

gambaran penkajian pada pasien DM tipe 2 dan ulkus pedis dextra post amputasi.

3.1 Analisis Kasus

3.1.1 Pengkajian

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. U

Umur : 58 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Buruh

Suku / Bangsa : Jawa/Indonesia

Status perkawinan : Menikah

Alamat : Jaticempaka RT.02 RW.07 Jaticempaka

Pondok Gede Bekasi

Tanggal masuk RS : 13 April 2013

No. RM : 384 – 33 - 16

Diagnosa Medis : DM Tipe 2 post Amputasi Digiti 4 etc ulkus

diabetikum; Hipertensi Stage II CKD Stage

II

B. Riwayat Kesehatan

Dua bulan SMRS, klien tersandung batu yang menyebabkan kaki klien luka. Luka

tersebut tidak kunjung sembuh dan luka menjadi semakin bengkak, merah, dan

terasa nyeri. Dua minggu SMRS, luka klien menjadi lebih dalam dan

mengeluarkan cairan dan berbau. Klien lalu berobat ke RS Bekasi karena luka

meluas ke jempol kaki kanan dan klien demam. Tanggal 13 april 2013 klien lalu

dirujuk ke RSCM karena luka tidak kunjung sembuh kemudian taanggal 14 Mei

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 39: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

25

Universitas Indonesia

2013 klien telah dilakukan debridement pada daerah plantar dekstra karena ulkus

DM dan amputasi pada digiti 4 dextra.. Klien didiagnosis DM tipe 2 post

amputasi digiti 4 etc ulkus diabetikum ; Hipertensi stage 2 ; CKD stage II.

C. Riwayat penyakit terdahulu

Klien telah menderita DM sejak 18 tahun yang lalu dan Hipertensi sejak dua

tahun yang lalu. Gejala awal yang klien rasakan adalah sering pipis pada siang

dan malam hari, sering merasa haus, dan lapar serta badan sering terasa lemas.

Klien mengatakan bahwa semenjak tahu bahwa gula darah klien 250 mg/dl, klien

selalu berobat ke klinik dan mendapatkan obat DM dan hipertensi, klien

mengkonsumsi metformin dan glibenclamide tetapi klien tiddak pernah

mengontrol kesehatannya di pelayanan kesehatan.. selama ini kklien

mengaataakan tidak mempunyai keluhan terhadap ginjalnya, buang air kecil

lancar. Klien mengatakan bahwa klien suka makan makanan yang manis-manis

dan jarang berolahraga.

D. Pengkajian Kebutuhan Dasar

Pasien mempunyai riwayat dibetes miletus (DM) sejak 18 tahun yang lalu dan

tidak pernah memeriksakan diri kepelayanan kessehaatan serta minum obat yang

dibeli sendiri diapotik. Pasien sudah pernah di rawat selam 6 kali karena penyakit

DM di Rumah Sakit Daerah Bekasi., Pasien juga mempunyai riwayat dislipidemia

sejak kurang lebih 5 tahun yang lalu. , Tidak terdapat riwayat alergi obat dan

makanan , Pasien Suku Jawa dengan pekerjaan sebagai buruh ,pasien tinggal di

perkampungan yang sudah padat dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik

karea banyak yang membuang sampah di jalan dan selokan juga banyak

digunakan untuk membuang limbah rumah tangga, Pasien seorang buruh untuk

berobat mengandalkan jamkesda dan patungan dari anak-anknya dan selama ini

cukup untuk berobat. Anak-anak pasien selalu memberikan dukungan pasien

untuk dapat mencapai kesehatan yang lebih baik dengan cara mengantar berobat

rutin, mengatur pola makan sesuai anjuran rumah sakit sebelumnya (di Bekasi).

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 40: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

26

Universitas Indonesia

Pada saat pengkajian Pasien terlihat rileks tidak ada keluhan sesak nafas baik

saat berbaring dan saat aktifitas dan pada malam hari. RR saat berbaring 20

x/menit, suara paru vesikuler tidak terdengar ronkhi ataupun whezing . Kulit

pasien tidak terlihat pucat, akral teraba hangat pada kedua tangan, pada kaki

kanan teraba dingin , CRT 3 detik. Saturasi oksigen 100%. Konjungtiva tidak

anemis. Tekanan darah 140/90 mmHg terapi Amlodipine 10 mg, Valsartan 80

mg , nadi 88x/menit. Gambaran EKG sinus rhytme, rate 86x/menit, interval PR

0,016, QRS 0,08, axis jantung normal, poor R V1-V3, T inverted di V4-V6.

Adanya ulkus dan post debridemen dan amputasi digiti 4 jumlah eksudat sedikit

ukuran luka > 10,1 cm2

(10x5x0,5 cm), kedalaman luka parsial, jaringan nekrotik

lengket, warna kuning lunak, slough kuning, tipe jaringan granulasi merah ,

eritema +, kultur mikroba: ada kolonisasi e. Coli, ABI kanan : 0,8, ABI kiri : 0,96,

Luka bau.

Pemeriksaan dopler 3 mei 2013 kesan soft plak pada CFA dextra,

MONOFILAMEN test adanya neuropati pada ektremitas dextra hasil

pemeriksaan laboratorium leukosit : 7,84 10` 3/ul, LED : 125 mm, Trombosit ;

413 10`` gr/ul, Eusonofil 4,2%, Neutrofil 68,6%, Limfosit 13,3%, Monosit 13,8%.

Terapi Simvatatin 1 x 10 mg, Ampicilin sulbactam 2 x 1.5 gr

Tabel 3.1

Pengakajian faktor risiko kaki diabetes melitus

Faktor resiko kaki diabet:

Deformitas struktural : ( ) 2

Hilang sensasi protektif : (√) 3

Penyakit vaskular perifer : ( ) 1

Penyakit ulserasi/amputasi : ( v ) 3

Mendereita DM> 10 tahun : (√) 2

Nefropati/ retinopati : ( v ) 1

Penyakit jantung/merokok : (v ) 1

Score : 10 (resiko tinggi)

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 41: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

27

Universitas Indonesia

Tabel 3.2

Klasifikasi ulkus

Kedua tungkai bawah edema (dalam 2 mm), abdomen terlihat buncit, terdapat

stiffing dullness abdomen pada auskultasi lingkar perut 98 cm. Suara jantung S1

dan S2, tidak terdapat bunyi jantung tambahan (gallop, S3 dan S4, mur-mur).

Tekanan JVP 5- 2 cm H20, tidak distensi vena jugularis, foto thorak (tanggal 14

April 2013) tidak tampak kardiomegali, CTR 70 %, tidak terdapat infiltrate dan

elongasi. Kedua tungkai edema derajat 1. Hasil USG abdomen kanan ukuran

ginjal 9.3 x 4.7 cm dengan tebal korteks 1.14 cm. Ginjal kiri 8.8 x 4.6 cm tebal

korteks 1.6 cm Nilai elektrolit darah : natrium darah tanggal 5 mei 2013 136

mmol/L (normal 135-147), klorida 103.4 mmol/L (normal 95-108), magnesium

1,8 mg/dL (1,6-2,6), kalium 3,8 mmol/L (3,5-5,5), kalsium 2,04 mmol/L. BUN

22 mg/dL (6-20), kreatinin 3.4 mg/dL (0,72-1,25), ureum 143 mg/dL (17-46).

Catatan balance cairan selama 24 jam minum 600 cc, urine 1200 cc dengan

pembeiaan lasik 40 grm (total ± 800 ml). Pasien mematuhi anjuran untuk tidak

minum banyak supaya cairan didalam tubuh tidak bertambah banyak dan makan

sesuai anjuran rumah sakit.

Pasien makan setiap habis 1/2 porsi klien mengeluh mual saat makan, jenis diet

DM dan rendah garam 2100 kkal (protein 60grm, lemak,,58grm,karbohidrat 336

gram). Berat badan terakhir (menurut pasien) 70 kg, TB 160 cm, IMT 27,34 kg

kesan pasien gemuk. Pasien tidak nafsu makan. Kadar Hb 10,6 gr/dL (normal 13-

Selulitas/ulserasi/gangren

K.kanan K. kiri

Tidak ada ulkus ( ) 0 ( ) 0

Deformitas ( ) 0 ( ) 0

Edema ( ) 0 ( ) 0

Selulitas ( ) 0 ( ) 0

Ulkus superficial ( ) 1 ( ) 1

Ulkus dasar tendon/kapsul ( v ) 2 ( ) 2

Ulkus dasar tulang ( ) 2 ( ) 2

Abses ( ) 3 ( ) 3

Osteomielitis ( ) 3 ( ) 3

Sepsis sendi ( ) 3 ( ) 3

Gangren ( ) 4 ( ) 4

Gangren diseluruh kaki ( ) 5 ( ) 5

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 42: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

28

Universitas Indonesia

16), hematokrit 32 % (36-47). HbA1c 9,2, GDS tgl 5/5/13 185 mg/dL, tgl 6/5/13 :

201 mg dl (normal <100), albumin 3.24 g/dl, terapi yang diberikan Humalog 12

unit 3 x 1 (subcutan), Domperidon 3x10 mg, Omeprazole 2x20 mg, Asam folat 1

x 15 mg.

Pasien beraktivitas ditempat tidur karena keterbatasan gerak, keadaan umum

lemah, keterbatasan gerak pada ekstremitas kanan bawah. Kemampuan ambulasi

dengan duduk di tempat tidur. diSemua fungsi dilakukan diatas tempat tidur

pasien dengan dibantu oleh keluarga pasien. Frekuensi tidur malam dan siang

pasien 10 jam/hari dan tidak ada keluhan istirahat dan tidur. Pasien mempunyai

keinginan untuk dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan mandiri. Penilaian

kemampuan aktivitas berdasarkan bartel index secara rinci dapat dilihat pada

tabel 3.3.

Tabel 3.3

Penilaian Kemampuan Aktivitas berdasarkan Bartel Index

Aktivitas Skor Aktivitas Skor

Makan

0 = tidak mampu

5 = dibantu dengan dipotong-potong,

dihaluskan, dimodifikasi

10 = mandiri

10 Berpakaian

0 = dibantu

5 = dibantu, tapi sebagian dapat

dilakukan secara mandiri

10 = mandiri

5

Mandi

0 = tidak mampu

5 = mandiri

5 Toileting

0 = dibantu

5 = dibantu, tapi sebagian mandiri

10 = mandiri

5

Berdandan

0 = dibantu

5 = mandiri (cuci muka, gosok gigi,

keramas)

0 Tangga

0 = tidak mampu

5 = butuh bantuan

10 = mandiri

0

Bowels

0 = inkontinensia

5 = tidak mampu mengontrol

10 = mampu mengontrol

10 Bladder

0 = inkontinensia

5 = tidak mampu mengontrol

10 = mampu mengontrol

10

Mobilisasi

0 = tidak mampu mobilisasi atau

mobilisasi <50 yard

5 = menggunakan kursi roda <50 yard

10 = berjalan dengan bantuan 1 orang

atau instruksi <50 yard

15 = mandiri tetapi dapat juga

menggunakan alat bantu <50 yard

10 Berpindah

0 = tidak mampu, tidak memiliki

keseimbangan untuk duduk

5 = membutuhkan bantuan 1-2 orang

10 = membutuhkan bantuan berupa

instruksi

15 = mandiri

10

Nilai Total 65

Kriteria : 1 – 20 (dependen total), 21 – 40 (dependent berat), 41 – 60 (dependent

sedang), 61 – 90 (dependent ringan), 91 – 100 ( independent/mandiri).

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 43: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

29

Universitas Indonesia

Pasien berusaha adaptasi dengan lingkungan di rumah sakit supaya dapat tetap

beristirahat. Pengkajian konsep diri terhadap perubahan status kesehatan berupa

pasien kepikiran dengan penyakitnya meskipun sudah diberobatkan dan dibawa

ke rumah sakit berulang-ulang tapi penyakitnya tidak sembuh malahan timbul

komplikasi hingga akhirnya di amputasi . Pasien merasakan obat-obatan yang

diminum hanya bekerja sementara saja kalau belum minum obat kembali gula

darahya naik.

Keluarga yang tinggal serumah anak yang belum menikah. Perawatan di rumah

dibantu oleh anak. Sumber pelayanan kesehatan komunitas yang digunakan

RSUD Bekasi. Layanan Pra rs dengan Puskesmas terdekat. Keluarga tidak

memahami perawatan di rumah. Layanan. Klien Makanan makan yang selalu

disediakan oleh anak selama di RS klien makan yang disediakan RS. Pasien dapat

berinteraksi baik dengan lingkungan yaitu dengan keluarga, pasien satu ruangan,

keluarga pasien satu ruangan, perawat, dokter dan anggota keluarga yang

berkunjung. Pasien menggunakan jamkesda kebutuhan pengajaran sebelum

pulang yaitu pengaturan diet, perawatan DM, dan manajemen stres.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 44: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

30

Universitas Indonesia

E. Analisa data

Tabel 3.4

Analisa data

No Hari/Tgl/ Symptom Etiologi Problem

1

Jumat ,

09/5/2013

DS: klien mengeluh nafsu

makan nya turun, klien

mengatakan makan hanya habis

½ porsi yang disediakan

DO : klien tampak pucat,

anemis, nafsu makan menurun,

Berat badan terakhir (menurut

pasien) 70 kg, TB 160 cm, IMT

27,34 kg kesan gemuk. Pasien

tidak nafsu makan. Kadar Hb

10,6 gr/dL (normal 13-16),

hematokrit 32 % (36-47). GDS

tgl 5/5/13 185 mg/dL, tgl 6/5/13

: 201 mg dl (normal <100),

albumin 3.24 g/dl

Defisiensi insulin

(penurunan pengambilan

dan penggunaan glukosa

oleh jaringan yang

berakibat pada

peningkatan

metabolisme protein dan

lemak)

ketidakseimban

gan nutrisi ;

kurang dari

kebutuhan

tubuh

2 Jumat ,

09/5/2013

DS :

Pasien mengeluh nyeri pada

luka

DS :

- ulkus DM pedis dextra

- eksudat serosa

- jumlah eksudat sedikit ukuran

luka > 10,1 cm2 (10x5x0,5 cm)

- kedalaman luka parsial

- jaringan nekrotik lengket,

warna kuning lunak

- slough kuning

- tipe jaringan granulasi merah

- eritema +

- kultur mikroba: ada kolonisasi

e. coli

- ABI kanan : 0,8

- ABI kiri : 0,96

- Luka bau

Ulkus diabetikum akibat

dari infeksi dan

penurunan sirkulasi

perifer.

Kerusakan

integritas kulit

3 Jumat ,

09/5/2013

DS :

Klien mengatakan menderita

DM sejak 18 tahun yang lalu.

DO :

HbA1c 9,2, GDS tgl 5/5/13 185

mg/dL, tgl 6/5/13 : 201 mg dl

Adanya ulkus diabetikum di

kaki.

Penurunan pengambilan

dan penggunaan glukosa

oleh jaringan yang

berakibat pada

peningkatan

metabolisme protein dan

lemak.

ketidakstabilan

kadar gula

darah

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 45: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

31

Universitas Indonesia

No Hari/Tgl/ Symptom Etiologi Problem

4 Jumat ,

09/5/2013

DO :

Klien mengeluh sesak bila

berbaring datar ditempat tidur.

DS :

Kedua tungkai bawah edema

(dalam 2 mm), abdomen

terlihat buncit, terdapat stiffing

dullness abdomen pada

auskultasi lingkar perut 98 cm.

Tekanan JVP 5- 2 cm H20,.

Kedua tungkai edema derajat 1.

Hasil USG abdomen kanan

ukuran ginjal 9.3 x 4.7 cm

dengan tebal korteks 1.14 cm.

Ginjal kiri 8.8 x 4.6 cm tebal

korteks 1.6 BUN 22 mg/dL (6-

20), kreatinin 3.4 mg/dL (0,72-

1,25), ureum 143 mg/dL (17-

46). Catatan balance cairan

selama 24 jam minum 600 cc,

urine 1200 cc dengan

pembeiaan lasik 40 grm (total ±

800 ml).

Penurunan filtrasi

glomerulus dan

penurunan tekanan

onkotik

Kelebihan

Volume cairan

tubuh

3.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas masalah :

a. Kelebihan Volume cairan tubuh berhubungan dengan Penurunan filtrasi

glomerulus dan penurunan tekanan onkotik.

b. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan Defisiensi insulin (penurunan pengambilan dan penggunaan

glukosa oleh jaringan yang berakibat pada peningkatan metabolisme

protein dan lemak).

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Ulkus diabetikum akibat

dari infeksi dan penurunan sirkulasi perifer

d. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan penurunan

pengambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan yang berakibat pada

peningkatan metabolisme protein dan lemak.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 46: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

32

Universitas Indonesia

3.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan

Tabel 3.5

Rencana Asuhan Keperawatan

Nama Pasien : Tn. U

Umur : 58 tahun

No. Rekam Medis : 384 – 33 – 16

Diagnosa Medis :DM Tipe 2 post Amputasi Digiti 4 etc ulkus diabetikum; Hipertensi Stage II CKD Stage II

No Data Design and Plan Regulate and Control

Diagnosa

Keperawatan

Nursing Outcome

(NOC)

Nursing Intervention

1. Data subjektif :

klien mengeluh nafsu

makan nya turun, klien

mengatakan makan

hanya habis ½ porsi

yang disediakan

Data Objektif :

klien tampak pucat,

anemis, nafsu makan

menurun, Berat badan

terakhir (menurut

pasien) 70 kg, TB 165

cm, IMT 23,87 kg kesan

gemuk. Pasien tidak

nafsu makan. Kadar Hb

10,6 gr/dL (normal 13-

16), hematokrit 32 %

(36-47). GDS tgl 5/5/13

185 mg/dL, tgl 6/5/13 :

201 mg dl (normal

Nutrisi kurang

dari kebutuhan

tubuh

(Partly

compensatory)

Kebutuhan nutrisi

terpenuhi :

- Pasien

mengungkapkan

tidak ada mual

dan nafsu makan

baik

- Intake makan

sesuai kebutuhan

tubuh

- Berat badan

dalam rentang

ideal

- Tidak ada tanda-

tanda malnutrisi

- Nilai Hb dalam

batas normal

- Kadar glukosa

tubuh dalam

rentang normal

Method of helping guidance :

- Kaji status nutrisi pasien

- Identifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi status nutrisi pasien

- Kaji pola makan dan aktifitas pasien

- Kaji pengetahuan pasien dan keluarga

tentang diet diabetik.

- Monitoring nilai laboratorium yang terkait

status nutrisi seperti albumin, Hb, transfusi

darah, elektrolit.

- Monitor kadar serum lipid seperti

kolesterol total, LDL, HDL dan trigliserida

- Monitoring kadar glukosa darah tiap 6 jam

Support :

- Libatkan pasien dan keluarga dalam

merencanakan kebutuhan nutrisi

- Berikan dukungan positif jika pasien

mampu melaksanakan program nutrisi

dengan benar.

Setelah pasien menjalani 7 hari

perawatan ditemukan

perkembangan :

S :

- Pasien mengatakan tidak ada

mual.

O :

- diet nasi biasa 2100 kkal

- porsi makan yang disajikan

dihabiskan.

- konjungtiva tidak anemis,

- HB 11,2 grm/dl

A : masalah teratasi

P :

- Kaji pola makan pasien

- Monitoring nilai laboratorium

yang terkait status nutrisi

- Berikan dukungan positif jika

pasien mampu melaksanakan

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 47: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

33

Universitas Indonesia

<100), albumin 3.24

g/dl

Teaching :

- Berikan pendidikan kesehatan tentang diet

DM, obat-obatan dan resiko tidak mentaati

program terapi

Kolaborasi :

- Laksanakan program terapi pemberian anti

diabetik

- Konsultasikan dengan ahli gizi untuk

mengidentifikasi dan merencanakan

kebutuhan nutrisi pasien

- Kolaborasi dengan tim medis dalam

pemberian nutrisi intravena

program nutrisi dengan benar

- Berian terapi

Asam folat 1 x 15 mg.

2. Data Subjektif :

Pasien mengeluh nyeri

pada luka

Data objektif :

- ulkus DM pedis dextra

- eksudat serosa

- jumlah eksudat sedikit

ukuran luka > 10,1

cm2 (10x5x0,5 cm)

- kedalaman luka

parsial

- jaringan nekrotik

lengket, warna kuning

lunak

- slough kuning

- tipe jaringan granulasi

merah

- eritema +

- kultur mikroba: ada

Kerusakan

integritas kulit

(Wholly

compensatory)

Pasien dapat

mempertahankan

integritas kulit

- Jaringan kulit

utuh

- Vaskularisasi

perifer baik

- Luka bersih

- Granulasi baik

- Epitelialisasi

baik

Method of helping guidance :

- Monitor integritas kulit, catat warna,

vaskularisasi, granulasi dan epitelialisasi

luka

- Monitor tanda-tanda infeksi

- Bersihkan luka dengan normal saline

dengan teknik steril

- Hindari penekanan pada luka

- Kaji keadaan dan bentuk kaki, adanya kalus

- Kaji status sirkulasi vaskuler kaki dengan

palpasi, pulsasi

- Kaji adanya edema

- Kaji sensasi kaki

Support : - Anjurkan pasien menjaga kebersihan kaki

- Anjurkan pasien menjaga kelembapan kaki

- Anjurkan pasien melakikan latihan senam

kaki

Setelah 12 hari perawatan,

perkembangan pasien :

S : -

O :

- Setelah dilakukan heacting

sekunder pada luka post

amputasi dan ebridemen

luka klien baik, kering, tidak

adanya serosa pada luka.

- ABI kanan : 0,8

- ABI kiri : 0,92

- leukosit : 6,84 10` 3/ul, LED : 40 mm, Trombosit ;

155 10`` gr/ul,

A : masalah teratasi.

P :

- Hindari penekanan pada luka

- Kaji status sirkulasi vaskuler

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 48: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

34

Universitas Indonesia

kolonisasi e. coli

- ABI kanan : 0,8

- ABI kiri : 0,96

- Luka bau

- Anjurkan pasien selalu menggunakan alas

kaki

- Instruksikan pasien untuk menghindari

trauma.

Directing :

- Berikan pemberian antibiotik sesuai

program

kaki dengan palpasi, pulsasi

- Kaji sensasi kaki

- Anjurkan pasien menjaga

kebersihan kaki

3. Data Subjektif :

- Pasien menderita DM

sejak 18 tahun yang

lalu

Data objektif :

HbA1c 9,2, GDS tgl

5/5/13 185 mg/dL, tgl

6/5/13 : 201 mg dl

Adanya ulkus

diabetikum di kaki.

Ketidakstabila

n gula darah

(Wholly

compensatory)

- Kadar glukosa

darah normal

- Glukosa urine

negatif

- Keton urine

negatif

Manajemen hiperglikemia

Method of helping guidance :

- Monitor kadar glukosa darah

- Monitor tanda dan gejala hiperglikemia

- Monitor keton urin

- Monitor gas darah arteri, dan elektrolit

- Monitor intake dan output cairan

Support : - Anjurkan pasien mematuhi manajemen

penatalaksanaan diabetes.

Teaching :

- Ajarkan pasien dan keluarga tentang

pengontrolan gula darah sendiri dan

manajemen hiperglikemia

- Ajarkan klien manajemen stres PMR

Directing :

- Berikan cairan peroral

- Batasi aktifitas ketika gula darah > 250

mg/dl, terutama jika keton urin positif

Setelah 7 hari perawatan,

perkembangan pasien :

S : -

O :

- KGDH 123/125/130 mg/dl

A : Masalah teratasi

P :

- Monitor kadar glukosa darah

- Monitor tanda dan gejala

hiperglikemia

- Berikan cairan peroral

- Monitor intake dan output

cairan

- Berikan cairan intravena

- Program fix dose

Humalog 3 x 12 unit

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 49: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

35

Universitas Indonesia

Kolaborasi :

- Berikan insulin sesuai program

4. Data Subjektif :

Klien mengeluh sesak

bila berbaring datar

ditempat tidur

Data Objektif :

Kedua tungkai bawah

edema (dalam 2 mm),

abdomen terlihat

buncit, terdapat stiffing

dullness abdomen pada

auskultasi lingkar perut

98 cm. Tekanan JVP 5-

2 cm H20,. Kedua

tungkai edema derajat

1. Hasil USG abdomen

kanan ukuran ginjal 9.3

x 4.7 cm dengan tebal

korteks 1.14 cm. Ginjal

kiri 8.8 x 4.6 cm tebal

korteks 1.6 BUN 22

mg/dL (6-20), kreatinin

3.4 mg/dL (0,72-1,25),

ureum 143 mg/dL (17-

46). Catatan balance

cairan selama 24 jam

minum 600 cc, urine

1200 cc dengan

pembeiaan lasik 40 grm

(total ± 800 ml).

Kelebihan

volume cairan

(Wholly

compensatory)

Tiddak terjadi

kelebihan volume

cairan

- Terbebas dari

edema, efusi,

anasarka

- Bunyi napas

bersih, tidak ada

dyspneu/

orthopneu

- Terbebas dari

distensi vena

jugularis

- TTV dalam

batas normal

- Terbebas dari

kelelahan,

kecemasan dan

kebingungan

Managemen cairan

Method of helping guidance :

- Tentukan kemungkinan faktor resiko dari

ketidakseimbangan cairan (hiponatremi,

terapi diuretik, kelainan renal, gagal

jantung, diaporesis, disfungsi hati dll)

- Kaji lokasi dan luas edema

-

Support :

- Monitor BB

- Monitor hasil Iab yang sesuai dengan

retensi ciran (BUN, Ht, osmolaritas urin)

- Monitor status hemodinamik termasuk,

MAP,

- Monitor TTV

- Monitor indikasi retensi atau kelebihan

volume cairan (crackel, edema, asites)

-

Teaching :

- Ajarkan klien dalam menghitung intake

dan output

Tindakan kolaborasi :

- Pemberian diuretik

- Batasi masukan cairan pada keadaan

hiponatremi dilusi dengan serum Na

<130 mEq

Setelah 12 hari perawatan,

perkembangan pasien :

S :

Pasien melaporkan bengkak

dikakinya berkurang

O :

Kedua tungkai bawah edema

(dalam 2 mm), lingkar perut 88

cm. Tekanan JVP 5- 1 cm H20,.

Kedua tungkai edema derajat 1.

1.6 BUN 18 mg/dL (6-20),

kreatinin 1.7 mg/dL (0,72-1,25),

ureum 83 mg/dL (17-46).

A: kelebihan volume cairan

tidak teratasi.

P :

- Monitor BB

- Monitor hasil Iab yang

sesuai dengan retensi ciran

(BUN, Ht, osmolaritas urin)

- Monitor status hemodinamik

termasuk, MAP,

- Monitor TTV

- Monitor indikasi retensi atau

kelebihan volume cairan

(crackel, edema, asites)

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 50: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

36 Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISA SITUASI

Bab ini menguraikan tentang asuhan keperawatan dan analisis yang meliputi

pengkajian, masalah keperawatan intervensi terkait masalah.

4.1 Profil RSCM

Dalam upaya mendukung peningkatan mutu rumah sakit, pemerintah telah

membuat kebijakan yang dituangkan dalam UU No. 44 tahun 2009 tentang

Rumah Sakit, Peraturan Menteri Kesehatan No. 659 tahun 2009 tentang Rumah

Sakit Indonesia Kelas Dunia dan SK Menteri Kesehatan No. 1195 Tahun 2010

tentang Lembaga Akreditasi Rumah Sakit Bertaraf Internasional. RSUPN Dr.

Cipto Mangukusumo merupakan salah satu RS yang sedang berproses menuju

akreditasi internasional ISO 9001:2008 dan Joint Comission International (JCI).

Bidang Keperawatan yang merupakan pelaksana teknis dari Direktorat Medik dan

Keperawatan untuk mewujudkan misi dan visi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

mulai menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 yaitu sistem

manajemen yang memberikan jaminan, proses-proses di dalamnya memenuhi

kriteria mutu yang ditetapkan dan selalu melakukan tindakan perbaikan yang

berkesinambungan untuk lebih fokus kepada kepuasan pelanggan.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, Bidang Keperawatan berupaya untuk selalu

meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pelanggannya agar tercapai manajemen

mutu yg akuntabel, transparan, berkeadilan, dan memenuhi harapan pelanggan.

Hal ini kami tuangkan dalam rencana strategis tahun 2011-2015, Pedoman Mutu

dan Rencana Kerja Tahunan. Pedoman Mutu Bidang keperawatan mempunyai

visi untuk memberikan Pelayanan Keperawatan Paripurna yang bermutu dan

Profesional dalam rangka menuju pelayanan keperawatan terkemuka di Asia

Pasifik tahun 2014.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 51: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

37

Universitas Indonesia

Misi bidang keperawatan meliputi

a. Memberikan pelayanan keperawatan yang profesional, bermutu dan nyaman

pada semua lapisan masyarakat.

b. Mewujudkan tenaga keperawatan yang memiliki kompetensi komprehensif

melalui pendidikan berkelanjutan.

c. Menjadi pusat wahana pendidikan, pelatihan dan riset keperawatan bagi

tenaga keperawatan maupun peserta didik keperawatan.

d. Mewujudkan sistem manajemen pelayanan keperawatan yang dinamis,

akuntabel dan transparan.

e. Mewujudkan lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi tenaga

keperawatan.

Yang menjadi falsafah keperawatan dalam menjalankan tugasnya yaitu

a. Setiap manusia telah diberi rahmat oleh Tuhan yang Maha Esa kehidupan dan

kematian yang baik serta mulia

b. Setiap pasien sebagai individu harus dihargai tanpa membeda-bedakan suku,

agama, warna kulit dan status sosial.

c. Asuhan Keperawatan diberikan berdasarkan kebutuhan pasien yang

dilaksanakan secara komprehensif dan profesional sesuai dengan situasi dan

kondisi.

d. Asuhan Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan

secara menyeluruh, direncanakan serta diberikan secara bekerja sama dengan

Tim Kesehatan lain, pasien dan keluarganya.

e. Pendidikan Keperawatan berkelanjutan sangat diperlukan untuk menunjang

pelayanan keperawatan profesional dan merupakan tanggung jawab bersama

antara Perawat dan Rumah Sakit.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 52: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

38

Universitas Indonesia

4.2 Analisa Kasus

Hasil pengkajian mengambarkan klien Tn. U usia 58 tahun menderita Diabetes

melitus tipe 2 sejak 18 tahun yang lalu , orang tua klien sebelumnya juga

menderita diabetes melitus. Menurut American Diabetes Association (2013) DM

adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-

duanya. Secara teori DM tipe 2 adalah kelainan yang heterogen dengan adanya

resistensi insulin perifer dan karena kondisi ini maka sel beta pankreas akan terus

menerus memproduksi insulin sebagai kompensasi dari resistensi insulin dan

untuk menjaga agar gula darah tetap normal. Tn U menderita DM tipe 2 yang

diturunkan secara genetik hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan

Ignatavicius (2006) dimana pada DM tipe 2 kerusakan progresif di pankreas

membuat insulin menurun setiap waktu penurunan kemampuan hampir sebagian

besar sel dalam merespon insulin. Resistensi insulin dan kegagalan sel beta

pankreas disebabkan oleh genetik

Selain faktor genetik, faktor non genetik berperan paling besar dalam

meningkatkan terjadinya Diabetes tipe 2, faktor yang bisa meenjadi pemicu

terjadinya keadaan tersebut menurut Inzucchi, Porte, Sherwin dan Baron (2005)

diantaranya:usia, jenis kelamin,hipertensi, tingkat pendidikan dan faktor aktivitas.

Tn U berusia 58 tahun dan sudah 18 tahun menderita Dm, Goldberg dan Coon

dalam sudoyo (2006) menyatakan bahwa umur memiliki keterkaitan yang erat

dengan terjadinya kenaikan kadar hiperlikemia, semakin meningkat usia maka

prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Proses

perubahan anatomis memilki peranan yang kuat dimana usia 40 tahun

menurunkan fungsi organ sebessar 10%. Pada saat menua sel beta pankreas

mengalami perubahan dalam menghasilkan hormon insulin, sehingga terjadi

penurunan sekresi insulin normal (Ebersole, et al, 2005). Hasil penelitian sekitar

6% individu berusia 45-64 tahun dan 11% individu diatas usia 65 tahun menderita

DM tipe II (Ignativicius & Workman, 2006).

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 53: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

39

Universitas Indonesia

Klien Tn. U berjenis kelamin laki-laki dimana itu merupakan faktor risiko

terjadinya penyakit diabetes melitus meskipun belum diketahui secara pasti

pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian DM tipe 2 dan peningkatan kadar gula

darah. Para ilmuwan dari University of Glasgow, Skotlandia mengungkapkan

bahwa 51.920 laki-laki sseluruhnya merupakan pengidap diabetes tipe II dan

umumnya memiliki indeks massa tubuh (IMT) di atas batas kegemukan atau

overweight. Berdasarkan penelitian tersebut penulis menggambarkan bahwa

faktor yang berperan dalam terjadinya diabetes melitus adalah indeks massa tubuh

dimana laki-laki terkena diabetes pada IMT rata-rata 31,83 kg/m2, berdasarkan

pengukuran antopometri IMT Tn. U 27.34 Kg dengan lingkarr perut 98 cm secara

teori keadaan ini berbanding terbalik dengan keadaan klien, tapi yang terjadi

pada Tn. U. dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh. Pada laki-laki, penumpukan

lemak terkonsentrasi di sekitar perut sehingga memicu obesitas sentral yang lebih

berisiko memicu gangguan metabolisme (Creatore, et al, 2010).

Tn. U yang seorang buruh dan status ekonomi kurang memiliki karakteristik

penggunaan energi dari karbohidrat yang lebih dari anjuran penggunaan yaitu

60%, hal tersebut sesuai dengan survey yang dilakukan RISKESDAS pada tahun

2010 dimana berdasarkan karakteristik, obesitas cenderung lebih tinggi pada

penduduk yang tinggal di perkotaan. Dan penduduk laki-laki mengkonsumsi

energi dari karbohidrat lebih banyak dari penduduk perempuan dan lebih dari

anjuran 60% kebutuhan energi, hal ini disebabkan karena tingginya tingkat

aktivitas yang banyak mengeluarkan energi dimana Tn. U sehari bekerja selama

10 jam. Status ekonomi juga mempengaruhi hal tersebut pada penduduk yang

keadaan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran rumah tangga)

baik, maka kontribusi energi dari konsumsi karbohidrat lebih rendah dari

penduduk yang keadaan sosial ekonominya kurang baik ( RISKESDAS, 2010 ).

Selain faktor jenis kelamin dan usia, pendidikan rendah 40% menjadi penyebab

kematian dan peningkatan komplikasi diabetes dibanding dengan subjek

berpendidikan tinggi (Nillson, Johansson, & Sundquist J., 1998) hal ini sesuai

dengan tinggkat pendidikan klien Tn. U yang hanya berpendidikan SLTP. Faktor

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 54: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

40

Universitas Indonesia

tingkat pendidikan menjadi perhatian pada penderita diabetes, dikaitkan dengan

kemampuan pemahaman terhadap diabetes mellitus serta pegelolaan dan

pencarian informasi terhadap terapi yang dibutuhkan Pilar terakhir dari

penatalaksanaan Diabates Mellitus adala edukasi, untuk mendapatkan hasil yang

maksimal dalam penatalaksanaan pasien diabetes sangatlah penting dilakukan

edukasi pada penyandang diabetes. Edukasi ini dilakukan dengan tujuan

menunjang perubahan perilaku pasien diabetes untuk meningkatkan pemahaman

pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal

dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.

Tn. U terdiagnosis menderita DM tipe 2 sejak 18 tahun yang lalu saat ini

terdiagnosis ulkus diabetikum, hipertensi stage 2 dan CKD stage 2. Ulkus

diabetik yang terjadi pada klien Tn. U merupakan efek lanjut dari neuropati

sehingga klien mengalami amputasi , klien datang ke RSCM dengan kategori

ulkus derajat 3 yaitu infeksi telah mengenai jaringan subkutis, otot dan dapat lebih

dalam sampai ke tulang, dengan tanda-tanda infeksi lokal yang jelas serta eritema

dengan ukuran lebih dari 2 cm. Neuropati merupakan komplikasi yang umum

terjadi pada pasien diabetes dengan prevalensi antara 25% sampai 50%. Dinegara

berkembang neuropati diabetes mencapai 50% sampai 75% terjadinya amputasi

nontraumatik. Mekanisme terjadinya disfungsi vaskuler dan sel saraf pada

kondisi hiperglikemi tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa mekanisme

biokimia mungkin menjadi pemicu termasuk glikosilasi nonenzimatic.

Hiperglikemia diduga dapat meningkatkan pembentukan diasilgliserol yang

selanjutnya mengaktifkan protein kinase C (PKC). Diasilgliserol menimbulkan

perubahan pada tingkat molekuler berupa gangguan pada proses transkripsi gen

yang berfungsi untuk sintesis fibronektin, kalogen tipe IV, protein kontraktil, dan

protein matrik ekstraseluler di sel endotel dan neuron (Fain, 2009).

Prevalensi pasien ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi

30%, angka mortalitas 32% dan ulkus kaki diabetik merupakan sebab perawatan

rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM. Dari beberapa pusat

penelitian di Indonesia rerata lama perawatan ulkus/ gangrene diabetes adalah 28-

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 55: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

41

Universitas Indonesia

40 hari. Dampak dari ulkus kaki diabetik akan menyebabkan tingginya biaya

perawatan, menurunkan produktifitas pasien, gangguan konsep diri dan bahkan

dapat menurunkan kualitas hidup (Hastuti, 2008)

Tn. U mengeluhkan keadaannya sekarang,klien jugga mengatakan sakit yna

dieritanya tidak bisa sembuh, hal itu akan mempengaruhi tingkat kesembuhan

klien dan klien menatakan nyeri saat pergantian balutan . Stres yang dialami oleh

Tn. U memberi dampak terhadap proses penyembuhan luka . Penelitian yang

dilakukan Vileikyte (2007) menyimpulkan bahwa kecemasan dan depresi yang

diakibat oleh stres yang dipicu karena adanya ulkus dapat mempengaruhi

penyembuhan luka. Efek buruk lain dari stres yaitu stres dan emosi negatif dapat

meyebabkan perubahan prilaku yang memberikan efek pada sistem imun tubuh.

Fisher., Mullan., Skaff., Glasgow., Arean., Hessler. (2008) menunjukan bahwa

pada 506 pasien diabetes selama 18 bulan mengakibatkan terjadinya gangguan

psikososial dan depresi serta diabetes distress dari waktu ke waktu.

.

Akibat lanjut dari stres yang terjaddi pada Tn. U akan menyebabkan peningkatan

viskositas pembuluh darah dalam mekanisme hemodinamik sehingga

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan penurunan elastisitas kapiler 2)

Nefrophaty diabetic sehingga saat ini klien menderita CKD stage 2.

4.2.1 Penetapan Masalah Keperawatan

Pada bagian ini penulis memaparkan analisis penerapan teori keperawatan pada

kasus kelolaan. Secara rinci kasus gangguan system endokrin yang dilakukan

asuhan keperawatan pada saat profesi adalah diabetes mellitus tipe 2 dengan,

komplikasi CKD, ulkus kaki diabetes dan gangrene. Analisis penerapan teori

keperawatan dilakukan berdasarkan masalah keperawatan pasien. Hasil analisis

diperoleh bahwa diagnosa yang ditemukan pada kasus kelolaan pada pasien

gangguan system endokrin adalah kelebihan volume cairan, nutrisi kurang/lebih

dari kebutuhan tubuh, ketidakstabilan glukosa darah, kerusakan integritas kulit.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 56: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

42

Universitas Indonesia

Terjadinya kelebihan volume cairan terkait pasien mengalami penurunan kadar

albumin darah yang disebabkan kurangnya asupan protein, pengeluaran protein

melalui ulkus kaki diabetes dan kebocoran filtrassi pada keadaan gangguan

fungsi renal . Hal ini terlihat dari gambaran pasien yang mengalami kelebihan

volume cairan yaitu hasil USG abdomen kanan ukuran ginjal 9.3 x 4.7 cm

dengan tebal korteks 1.14 cm. Ginjal kiri 8.8 x 4.6 cm tebal korteks 1.6 cm

kreatinin 3.4 mg/dL (0,72-1,25), ureum 143 mg/dL (17-46). Pada keadaaan

tersebut terlihat terjadinya penebalan pada nefron ginjal yang disebabkan oleh

nefropaty sehingga akan menurunkkan filtrasi glomerulus, dan selanjutnya akan

menyebabkan peningkatan akumulasi cairan, hal terrsebut diperparah dengan

terjadinya hipoalbumin yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik

selanjutnya akan terjadi perpindahan ECF ke interestisial salah satunya ke ruang

peritonium.

Data mengindikasikan pasien mengalami masalah nutrisi yang kurang dari

kebutuhan tubuh. Pasien mendapatkan diet DM 2100 kkal. Perhitungan Diet DM

berdasarkan BB 70 Kg dan TB 160 cm, diperoleh BB ideal berdasarkan

perhitungan (160 - 100) – 6 adalah 54 Kg. Status gizi pasien dengan berat badan

lebih yang mengalami infeksi, hipoalbumin (albumin 3,24 g/dl) dan terdapat luka

ulkus pedis dextra yang luas mengindikasikan pasien harus mendapatkan asupan

makanan yang memadai.

Pemenuhan asupan nutrisi yang adekuat sangat mendukung proses penyembuhan

pasien. Akan tetapi ditemukan pasien tidak dapat menghabiskan porsi makan yang

disajikan sesuai program diet yang telah ditentukan. Pasien mengeluh mual dan

muntah setiap makan nasi, ditemukan juga tanda klinis kurangnya asupan nutrisi

berupa konjungtiva anemis, pucat, dan pasien mengeluh lemas( kadar Hb 10,6

gr/dL) . Perawat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk mengganti bentuk penyajian

makanan pasien dalam bentuk yang lebih lembut agar mudah diasup,

mengidentifikasi dan merencanakan bersama pasien dan keluarga tentang

kebutuhan nutrisi Tn. U. Kadar Hb merupakan dasar perawat melakukan

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 57: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

43

Universitas Indonesia

kolaborasi dalam pemberian Asam folat, asam folat sebagai salah satu komponen

pembentukan sel darah merah.

Terapi gizi adalah salah satu pilar utama DM yang direkomendasikan untuk

mengatasi masalah nutrisi pada klien DM. Terapi gizi merupakan terapi non

farmakologis yang berupa kegiatan pengaturan pola makan berdasarkan status gizi

pasien DM dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Manfaat yang diharapkan

dari pengaturan diit ini adalah mengontrol gula darah pada batas normal,

memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki sistim koagulasi darah

(Sugondo dkk, 2009).

Terdapatnya ulkus DM pedis dextra post amputasi digiti 4 dengan ukuran yang

luas (10x5x0,5 cm). Berdasarkan data yang ditemukan tersebut, perlu dirumuskan

masalah keperawatan kerusakan integritas kulit. Akibat yang ditimbulkan dari

masalah ini sangat luas diantarnya nyeri yang timbulkan saat pengggantian

balutan luka selanjutnya dapat mamicu terjadinya Stres fisiologi yang dialami

oleh pasien hal ini akan berdampak terhadap penyembuhan luka seperti penelitian

yang dilakukan Vileikyte (2007) didapatkan data bahwa efek kecemasan dan

depresi yang diakibat oleh stres yang dipicu karena adanya ulkus menunjukkan

secara signifikan berpengaruh terhadap penyembuhan luka. Penelitian yang

dilakukan oleh Nurachmah 2011 menggambarkan terjainya peningkatan jumlah

rata-rata TGF β1 dan kadar kortisol antara tindakan perawatan luka secara modern

dan konvensional sehingga akan memicu terjadinya pemecahan protein dan

lemak. Oleh sebab itu intervensi yang dapat dilakukan pada klien untuk

menurunkan reaksi stres yaitu dengan melakukan managemen stres, Relaksasi

merupakan salah satu tehnik managemen stres yang didasarkaan pada cara kerja

sistem saraf simpatis dan parasimpatis, terapi otot progresif (PMR) merupakan

salah satu tehnik relasasi yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan.

Richard S, et,al (2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa manajemen

stres dan PMR dapat menurunkan kadar HBA1c pada penderita DM tipe 2.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 58: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

44

Universitas Indonesia

Pada Tn. U ditemui kadar albumin darah yang rendah. Penurunan albumin dalam

darah merupakan salah satu faktor penghambat proses penyembuah luka.

Peningkatan pemberian protein pada kondisi Tn. U perlu dipertimbangkan

dengan fungsi ginjal yang menurun. Protein yang diberikan pada Tn. U adalah 1

gr/Kg BB/hari dengan pertimbangan untuk meningkatkan proses penyembuhan

luka. Sumber protein yang diberikan 50 % berasal dari sumber hewani dan 50 %

berasal dari sumber nabati.

Masalah keperawatan berupa ketidakstabilan glukosa darah terjadi terkait dengan

manajemen kesehatan diri pasien dalam menjalani terapi dan perawatan diabetes.

Manajemen kesehatan diri yang tidak efektif didefinisikan sebagai pola

pengaturan dan pengintegrasian ke dalam kebiasaan terapeutik kehidupan sehari-

hari untuk pengobatan penyakit dan gejala yang ditimbulkan yang tidak

memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan.

Perilaku ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan terapi ditunjukkan dengan diit

yang dilakukan dengan tidak benar dan pasien tidak pernah kontrol walaupun

telah mengetahui terdeteksi diabetes sejak 18 tahun yang lalu. Untuk itu pasien

perlu dilakukan discharge planning yang diprogramkan sejak pasien masuk

rumah sakit. Pemberian Discharge Planning dapat mengurangi hari rawatan

pasien, mencegah kekambuhan, meningkatkan perkembangan kondisi kesehatan

pasien dan menurunkan beban perawatan pada keluarga dapat dilakukan melalui

Discharge Planning ( Naylor, 1990 ). Dan menurut Mamon et al (1992),

pemberian discharge planning dapat meningkatkan kemajuan pasien, membantu

pasien untuk mencapai kualitas hidup optimum disebelum dipulangkan, beberapa

penelitian bahkan menyatakan bahwa discharge planning memberikan efek yang

penting dalam menurunkan komplikasi penyakit, pencegahan kekambuhan dan

menurunkan angka mortalitas dan morbiditas (Leimnetzer et al,1993: Hester,

1996).

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 59: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

45

Universitas Indonesia

4.3 Analisis Intervensi Keperawatan.

DM merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat

dikontrol dengan manajemen terapi yang menjadi bagian hidup pasien DM. Hal

ini berakibat terjadinya tuntutan terhadap perubahan gaya hidup pasien DM.

Berbagai respon yang terjadi akibat dari perubahan gaya hidup tersebut. Salah

satunya terjadinya gangguan psikososial pada pasien Dm. Berdasarkan pada

pembuktian, dimana pasien diabetes rentan mengalami masalah psikososial yang

dapat berpengaruhi terhadap terkontrolnya kadar gula darah. Dari beberapa pusat

penelitian di Indonesia rerata lama perawatan DM dengan ulkus/ gangrene adalah

28-40 hari. Penerapan manajemen diabetes dan dampak dari ulkus kaki diabetik

akan menyebabkan tingginya biaya perawatan, menurunkan produktifitas pasien,

gangguan konsep diri dan bahkan dapat menurunkan kualitas hidup dalam

kehidupan sehari-hari dapat menjadi beban bagi pasien, sehingga dapat

menimbulkan stress, perasaan frustrasi, marah, kewalahan, dan putus asa (Fisher,

Glasgow, & Stryker, 2010).

Relaksasi merupakan salah satu tehnik pengelolaan diri yang didasarkaan pada

cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis, terapi otot progresif (PMR)

merupakan salah satu tehnik relasasi yang dapat digunakan untuk menurunkan

kecemasan. Richard S, et,al (2002) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa

manajemen stres dan PMR dapat menurunkan kadar HBA1c pada penderita DM

tipe 2.

Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk menerapkan managemen

stres terapi otot progresif sebagai bagian dari perawatan ulkus kaki diabetik.

Penerapan managemen stres terapi otot progresif dilakukan berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Monica M. DiNardo, MSN, CRNP, CDE (2011)

yang berjudul Mind-Body Therapies in Diabetes Managemen.

4.3.1 Hasil Jurnal Reading (Critical Review)

Praktek berdasarkan pembuktian dilakukan dengan dimulai dari penelusuran

literature melalui EBSCO data bases, CINAHL, Proquest, dan MEDLINE. Kata

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 60: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

46

Universitas Indonesia

kunci yang digunakan yaitu: Diabetes stress Management, muscle proogressive

sehingga didapatkan jurnal dengan judul Mind-Body Therapies in Diabetes

Management Selanjutnya dilakukan review kritis pada literature yang

mendukung.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas dari meditative

therapies for glycemic control dengan nonmeditative therapies for glycemic

contro. Desain penelitian ini menggunakan Randomised Controlled Clinical Trial

(RCT). Subyek penelitian adalah laki-laki dan perempuan yang berusia lebih dari

18 tahun yang mengalami diabetes tipe 2, dan satu penelitian dilakukan pada

orang dewasa dengan diabetes tipe 1.

Subyek penelitian terdiri dari 2 kelompok pasien yaitu kelompok intervensi dan

kontrol. Studi teknik relaksasi dengan dan biofeedback dengan diabetes tipe 2

selama 1 tahun setelah intervensi kelompok lima sesi terapi relaksasi dan edukasi

diabetes terjadi penurunan 0,5% pada A1C pada kelompok kontrol, sedangkan

kelompok perlakuan memiliki pengurangan ≥ 1% pada A1C . Penurunan A1C

sesedikit 0,6% telah dikaitkan dengan penurunan secara signifikan risiko

komplikasi pada tipe 2 diabetes.

4.3.2 Aplikasi klinik

Penerapan praktek berdasarkan pembuktian ini dilaksanakan dengan

menggunakan hasil penelitian Randomized Controlled Trial (RCT) dari Monica

M. DiNardo, MSN, CRNP, CDE (2011) yang berjudul Mind-Body Therapies in.

Proses pelaksanaan diawali dengan perizinan dari kepala ruangan ruang IPD lantai

7 RSCM. Tahapan selanjutnya dilaksanakan presentasi tentang rencana

pelaksanaan praktek berdasarkan pembuktian yang akan diterapkan. Presentasi

dilakukan di depan tim perawat kamar 702 terkait dalam upaya sosialisasi dan

memperoleh dukungan agar PMR dapat diterapkan secara berkelanjutan dan

menjadi bagian dari standar prosedur operasional dalam pengendalian kadar gula

darah klien DM.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 61: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

47

Universitas Indonesia

Penerapan praktek berdasarkan pembuktian diawali dengan mengidentifikasi

pasien kelolaan yang dirawat berupa pengkajian tingkat stress, nyeri dan

psikososial klien. Hasil pengkajian klien teridentiikasi mengalami stres ringan

Kemudian pasien yang memenuhi kriteria, dijadikan passien kelolaan. Klien

diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat dan prosedur tindakan PMR (Lampiran

2).

Penerapan praktek berdasarkan pembuktian ini mulai dilakukan pada tanggal 11

18 Mei 2013. Intervensi dilakukan di ruangan pasien yang disessuaikan dengan

jadwal praktik penulis durasi dilakukan selama 15 menit. Penilaian

perkembangan kondisi klinis dan kadar gula darah menggunakan glocometer

ruangan dan dilakukan setiap latihan PMR. Penerapan intervensi PMR

dilaksanakan selama 7 hari sesuai dengan prosedur yang ditetapkan . Hasil yang

diperoleh dari penerapan praktek berdasarkan pembuktian ini adalah sebagai

berikut :

Tabel 4.1

Hasil Rata-rata Kadar Glukosa Darah sebelum dan sesudah dilakukan PMR

Waktu KGDH sebelum PMR KGDH sesudah PMR

Tanggal 11/5/2013

Jam 09.00

198mg/dl

194 mg/dl

Tanggal 13 /5/2013

Jam 09.00

188 mg/dl

188 mg/dl

Tanggal 14/5/2013

Jam 17.00

198 mg/dl

172 mg/dl

Tanggal 15/5/2013

Jam 17.00

168 mg/dl

148 mg/dl

Tanggal 16/5/2013

Jam 09.00

155 m/dl 123 mg/dl

Tanggal 17/5/2013

Jam 17.00

147 mg/dl 125 mg/dl

Tanggal 18/5/2013

Jam 09.00

146 mg/dl 130 mg/dl

MEAN

171, 42 mg/dl 154, 28 mg/dl

Berdasarkan tabel diatas bahwa rata- rata kadar gula darah sebelum intervensi

adalah 171,42 m/dl dan rata- rata kadar gula darah setelah intervensi adalah

154,8 mg/dl.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 62: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

48

Universitas Indonesia

Hasil intervensi menunjukan bahwa Tn. U setelah dilakukan PMR selama 7 hari

memperlihatkan adanya penurunan kadar gula darah, penulis meyakinin PMR

memberikan pengaruh menurunkan kadar gula darah pasien DM tipe 2.

Mekanisme PMR menurunkan kadar gula darah pada passien DM tipe 2

dihubungkan dengan stres dimana selama stres respon umum / general adaptation

syndrome dikendalikan oleh hipotalamus, hipotalamus menerima masukan

mengenai stresor fisik dan psikologis dari hampir semua daerah di otak dan dari

banyak reseptor di seluruh tubuh. Sebagai respon hipotalamus secara langsung

mengaktifkan sistem saraf simpatis. Perangsangan saraf simpatis yang menuju

medulla adrenalis menyebabkan pelepasan sejumlah besar epinephrine dan

norepinephrine ke dalam darah sirkulasi, dan kedua hormon ini kemudian dibawa

dalam darah ke semua jaringan tubuh. Secara simultan, sistem simpatis

memanggil kekuatan-kekuatan hormonal dalam bentuk pengeluaran besar-besaran

epinephrine dari medulla adrenal. Epinephrine memperkuat respon simpatis dan

mencapai tempat-tempat yang tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk

melaksanakan fungsi tambahan, misalnya memobilisasi simpanan karbohidrat

dan lemak. (Guyton. 2000, Sherwood,,2000). Hasil intervensi ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Mashudi (20 11)di RSUD Raden Mattaher Jambi

menunjukan adanya pengaruh terapi otot progresif secara signifikan menurunkan

kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.

Penerapan stes managemen dalam asuhan keperawatan pasien diabetes tidak

dapat terwujud hanya dengan mempersiapkan keterampilan perawat dalam

melakukan intervensi , namun juga dibutuhkan dukungan dari pihak manajemen

berupa adanya komitmen dan kebijakan dan keterlibaatan langsung klien sebagai

penerima intervensi . Manajer sebagai pemimpin diharapkan dapat memberikan

kebijakan, motivasi dan monitoring dalam keberlangsungan dan keberhasilan dari

sebuah kegiatan dan klien diharapkan peran aktifnya dalam menerapkan intervensi

yang telah diajarkan. Hambatan yang dialami dalam penerapan intervensi ini

adalah manajemen pemberian asuhan keperawatan terkait dengan ketenagaan

dimana terjadi ketidaseimbaangan tenaga perawat dengan klien yang di rawat dan

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 63: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

49

Universitas Indonesia

belum optimalnya pelaksanaan pengkajian psikososial pada klien dengan

diabetes, sertakemandirian klien dalam melaksanakan intervensi secara mandiri.

4.4 Aplikasi Pemecahan Masalah

Berdasarkan pengalaman praktek profesi dalam mengelola pasien, klasifikasi

sistem keperawatan dapat berbeda walaupun pasien memiliki masalah

keperawatan yang sama. Ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi status

sistem keperawatan pasien yaitu pengetahuan dan persepsi pasien tentang

manajemen DM, kondisi penyakit, pengalaman sakit pasien, tingkat stres dan

pengelolaan diri, spiritual, interaksi pasien dan tim kesehatan yang merawat

pasien, interaksi sesama pasien yang dirawat, budaya, support system, edukasi dan

tatanan ruangan perawatan.

Konsep praktek keperawataan menekankan pada aspek partisipasi pasien dalam

penerapan intervensi keperawatan sehingga mampu meningkatkan kemampuan

diri klien . Kemampuan perawatan diri pasien menentukan hubungan yang dibina

antara klien dan perawat. Ide utamanya adalah pasien dapat mengambil manfaat

dari kualitas dan kemampuan perawat membantu pasien dalam memaksimalkan

perawatan diri yang dapat teridentifikasi dalam sistem keperawatan. Asuhan

keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem endokrin memandang pasien

adalah individu yang dapat meningkatkan kompetensi dirinya yang dibutuhkan

untuk perawatan diri saat sakit. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang diperlukan dalam membantu

pasien meningkatkan kemampuan perawatan diri pasien.

Pelaksanaan intervensi keperawatan PMR dapat dilakukan dengan melakukan

focus group dengan meningkatkan kemandirian klien dan peran serta klien.

Berdasarkan pengalaman praktik profesi dalam mengelola pasien ditemukan

peningkatan aktualisasi diri pasien dan keluarga seiring dengan keberhasilan

pasien melakukan peningkatan kemampuan perawatan dirinya. Ruangan rawat

inap yang mempunyai kapasitas lebih dari 1 tempat tidur yaitu 6 tempat tidur pada

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 64: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

50

Universitas Indonesia

ruang rawat biasa membantu mempercepat terjadinya peningkatan kemandirian

pasien dalam perawatan diri. Interaksi antar pasien yang dirawat dapat

menumbuhkan motivasi dan membantu meningkatkan self efficacy pasien

terhadap manajemen DM yang harus dipatuhi.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 65: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

51 Universitas Indonesia

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan simpulan dan saran mengenai analisis praktek profesi

keperawatan medikal bedah pada pasien dengan gangguan sistem endokrin.

5.1 Simpulan

5.1.1 Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem endokrin perlu

dilakukkan secara komprehensif, dalam upaya memenuhi kebutuhan perawatan

diri pasien secara bertahap. Masalah psikososial pada klien dengaan gangguan

sisstem endokrin khusus nya masalah diabetes melitus sangat mempengaruhi

status kesehatan dan perkembangan kesembuhan klien. Dalam melaksanakan

implementasi keperawatan pada kasus gangguan sistem endokrin kemandirian

pasien untuk memanajemen stres dan terapi penyakitnya dengan baik. sebagian

besar membutuhkan modifikasi gaya dan manajemen stres yang baik.

5.1.2 Berdasarkan pembuktian ilmiah diperoleh bahwa penerapan manajemen stres

dengan tehnik relaksasi otot progresif dapat menurunkan tingkat stres pada klien

dengan ulkus kaki diabetes sehingga dapat menekan aktivasi hormonal yang

mampu meningkatkan kadar gula darah klien.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan

Peningkatan pengetahuan perawat secara berkala tentang asuhan keperawatan

pada pasien yang mengalami gangguan sistem endokrin dengan dasar

pengambilan keputusan klinik berdasarkan pembuktian (evidence based) perlu

dilakukan sehinggga kualitas asuhan keperawatan dapat meningkat dan akhirnya

mampu mempercepat masa rawat klien.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 66: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

52

Universitas Indonesia

5.2.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Intervensi keperawatan berdasarkan evidence based penting dijadikan dasar

dalam standart operasional prosedur tindakan keperawatan sehingga

meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien khususnya dengan

gangguan pada sistem endokrin.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 67: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

53 Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Aguilar, F., Teran, J.M., De La Pena, J.E. (2011). “The Pathogenesis of the

Diabetic Foot Ulcer: Prevention and Management” Global Perspective on

Diabetic Foot Ulcerations: 156-182

Akca, A.T., Cinar, S. (2006). Comparison of psychosocial adjustment in people

with diabetes with and without diabetic foot ulcerationAustralian Journal

Of Advanced Nursing, 25(4): 87-96.

American Diabetes Association. (2013). Diagnosis and Classification of DM.

Diabetes care.Jan 2013.Vol 36.S67-S74

____________. (2004). Nursing : Scope and Standards of Practice. Silver Spring,

Md: The Association.

Baron W.F., Boulpep E.L. 2003. Medical Physiology. Philadelphia. Sounders.

Cole-King, A., Garding, K.G. (2001) Psychological Factors and Delayed Healing

in Chronic Wounds. Psychosomatic Medicine 63:216–220.

Fain, J.A. (2009). Management of client with diabetes mellitus dalam Black, J.M

& Hawk, J.H. Medical surgical nursing: clinical management for positive

outcome (8th

ed.). Singapore: Sauders Elsevier.

Fisher, L., Glasgow., Russel., Mullan, J., Skaff, M., & Polonsky, W. (2008)

Development of a Brief Diabetes Distress Screening Instrument. Annals

Family Medicine. 6(3). 1-7

Frykberg. G. R et al .(2006). Diabetes Foot Disorder:a Clinical Practice

Guideline. The Journal of Foot & Angle Surgery

Guyton A.C. 2000. Text Book of Medical Physiology, 10th

. Ed. USA. W.B.

Saunders Co.

Harper E.A. (1998). Discharge planning: An interdisciplinary method. Silverberg

Press: Chicago, IL.

Hastuti,T.R. (2008). Faktor – Factor Resiko Ulkus Diabetik pada Penderita

Diabetes Mellitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta). Tesis

Program Studi Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro Semarang.

Ignatavicius, D.D. & Workman, M.L. (2006). Medical Surgical Nursing; critical

thinking for collaborative care (5th

ed.). St Louis Missouri: Saunders

Elsevier.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 68: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

54

Universitas Indonesia

International Diabetes Federation. (2005). IDF Clinical guidelines task force :

Global guideline for Type 2 diabetes. Brussels: International Diabetes

Federation.

Inzucchi, S., Porte, Sherwin, Baron (2005). The Diabetes Mellitus Manual: a

primary care companion to Ellenberg and Rifkin’s (6th

eds). Singapore.

McGrawHill.

Kumar, Cotran, & Robbin. (2007). Robbin basic pathology. (7th

Ed) (Brahm U.,

Penerjemah). Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.

Litbangkes, RI. (2010). Laporan hasil riset kesehatan dasar nasional.

http://www.litbang.depkes.go.id/laporan RKD/

Mason, V. (2009). Psychological and physiological factors influencing chronic

wound healing: the role of stress and pain. The Mölnlycke Health Care

Symposium booklet. 2: 1-2.

Mashudi (2011) Pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) Terhadap Kadar

Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 DiRumah Sakit

Umum Raden Mattaher Jambi.

Monica M. (2011) Mind-Body Therapies in Diabetes Managemen.

NANDA International.(2012). Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications

2012-2014. St. Louis: Mosby.

Nilsson, Johansson, Sundquist, J. (1998). Low educational status is a risk factor

for mortality among diabetic people. Sweden: Department of Community

Health Sciences, University of Lund. Diabet Med. Mar;15(3):213-9.

PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di

Indonesia. PB PERKENI

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.(2006). Petunjuk praktis pengelolaan

diabetes melitus tipe 2. (Editor: S. Soegondo, P.Soewondo, I. Subekti

dkk.). Jakarta : PB. PERKENI.

Potter, P.A., Perry, A.N. (2009). Fundamental of nursing (6th

ed.). ST Louis

Missouri: Mosby.

PP-PL Kemenkes RI (2011). World Diabetes Day 14 November 2011

http://www.pppl.depkes.go.id/index.php?c=berita&m=fullview&id=374

Price, S.A., Willson, L.M. (2005) Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit (Edisi 6). Jakarta: EGC.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 69: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

55

Universitas Indonesia

Pusat Data dan Informasi Persatuan Rumah sakit Indonesia. (2011) Neuropati

Diabetik Menyerang Lebih Dari 50% Penderita

Diabeteshttp://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&catid=23

&nid=612 diperoleh pada tanggal 04 Juni 2013.

Laporan Riset Kesehatan Dasar (2010). Departemen Kesehan RI.

Robbins, N.C., Shaw, CA., dan Lewis, S.L. (2007). Nursing Management

Diabetes Mellitus dalam S.L., Lewis. M.M., Heitkamper, S.R., Dirksen,

P.G., O’Brien, dan L. Bucher. Medical Surgical Nursin; Assesment and

management of clinical problems, (7 th Edition) Elseiver Mosby.

Sherwood, Lauralel .(2001).Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC

Silverthorne. 2001. Human Physiology an Inntegrated Approach, 2th. Ed. San

Francisco. Pearson Education, Inc.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2008). Medical Surgical Nursing Brunner &

Suddarth.. Philadelphia: Lippincott

(2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth, (Edisi 8) Jakarta : EGC.

Sudoyo A.W. dkk (2009). Buku ajar Ilmu penyakit dalam edisi IV. Pusat

Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI. Internal Publishing Jakarta

Suyono, S. (2011). Patofisiologi Diabetes Mellitus dalam dalam Soegondo, S.,

Soewondo, P., Subekti, I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu .

Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Taylor, C., Lillis, C., & Lemone, P. (1997). Fundamental of nursing the art and

the science of nursing care. Philadelphia : Lippincott.

Unger, J. (2007). Diabetes management in primary care. Philadelphia: Wolters

Kluwer Lippincott Williams & Wilkins Vileikyte, L. (2007). Stress and wound healing. Clinics in Dermatology 25(1): 49-

55.

Waspadji, S. (2009). Diabetes mellitus: Mekanisme dasar dan pengelolaannya

yang rasional, dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I. Subekti (Eds).

Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu (hlm 31-45). Jakarta : FKUI.

WHO (2006) Definition And Diagnosis Of Diabetes Mellitus And Intermediate

Hyperglycemia. Report of a WHo/IDf ConsultatIon: the WHO Document

Production Services. Geneva: Switzerland.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 70: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Lampiran 1

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

DATA DEMOGRAFI

Nama : Tanggal masuk RS :

JK : Masuk dari :

Umur : No. RM :

Agama : Ruang/Kelas :

Status :

Pendidikan :

RIWAYAT KEPERAWATAN

Tanggal Pengkajian : / / Jam Pengkajian :

Datang ke Unit dengan :

Keluhan utama /Alasan Masuk RS:

_______________________________________________________________________

Riwayat Penyakit Sekarang :

_________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

Riwayat Penyakit Dahulu : ______________________________________________

Riwayat bedah terdahulu :

Amputasi : lokasi…………………… lain-lain,………………….

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 71: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Ulserasi kaki Bedah vaskuler Bedah kaki Tidak pernah

Riwayat Rawat Inap :

Riwayat Penyakit Keluarga :

Transfusi darah : Pernah Tidak pernah

Alat bantu yang digunakan : ada,………… Tidak ada

TB/BB : cm/ Kg

Orientasi :

VITAL SIGN

Suhu : 0 C Nadi : x/ mnt

RR : x/mnt TD : / mmHg

Riwayat alergi :

Obat-obatan :

Jenis Obat Dosis Obat Frekuensi Obat terakhir yang

dikonsumsi

Pengomsumsian :

PENYIMPANGAN KESEHATAN

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 72: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Tembakau Jumlah : Lama:

Alkohol Jumlah : Lama:

Obat yang tak terkendali Jumlah : Lama:

PERNAPASAN DAN SIRKULASI

Nyeri dada : ada/ tidak Gambaran : _________________________________

Palpitasi : ada/ tidak

Sesak napas : ada/ tidak Jelaskan :.___________________________________

Edema : ada/ tidak Lokasi :

Vertigo : ada/ tidak

Lain – lain :

_________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________

KESEIMBANGAN NUTRISI DAN CAIRAN

Diet RS :

Perhitungan Diet

BB Kg dan TB cm

BB ideal = ( - 100) – = Kg

IMT = ( )

KEBUTUHAN PERAWATAN DIRI UNIVERSAL

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 73: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Kebutuhan kalori basal = Kg x 25% =

Koreksi dari Usia dan aktivitas =

Balans cairan : cc/hari

Minum (oral) : cc/hari Urine : cc/hari

Parenteral : cc/hari IWL : cc/hari

Muntah : cc/hari

Fluktuasi BB 6 bulan terakhir :

Mulut/gigi :

Saluran cerna :

Lain –lain : -

_________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________

ELIMINASI

Pola Defekasi :

Perubahan terbaru : ada / tidak

Pola Berkemih :

Perubahan terbaru : ada / tidak

Lain-lain :

_________________________________________________________________________

_________________________________________________________________________

KONDISI NORMAL

Mengerti bahasa Indonesia :

Penurunan Memori :

Pendengaran :

Kognisi :

Lain-lain :

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 74: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

REPRODUKSI

Wanita – Periode menstruasi terakhir :

Pemeriksaan pap terakhir :

Rabas vagina/perdarahan :

Kontrasepsi :

Hamil :

Pria – Masalahprostat :

Hernia :

PSIKOSOSIAL/SPIRITUAL

Cara mengatasi stress :

Masalah khusus terkait rawat inap :

Perubahan hidup yang dialami pada tahun lalu :

PERLINDUNGAN DAN KENYAMANAN

Ketidaknyamanan/nyeri :

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

None Mild Moderate severe

*numerical rating pain scale berdasarkan Visual Assesment Scale (VAS)

Cara mengatasi nyeri :

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 75: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Kerusakan kulit :

Indikator penilaian klinis kulit berdasarkan Leg UlcerMeasurement Tool (LUMT)

No Domain penilaian klinis Kategori respon Skor

1 Tipe eksudat Tidak ada (0), serosanginosa (1), serosa (2),

seropurulen (3), purulenta (4).

2 Jumlah eksudat Tidak ada (0), sedikit sekali/hampir tidak ada (1),

sedikit (2), sedang (3), banyak sekali (4)

3 Ukuran panjang x lebar

(dari bagian pinggir

perbatasan epithelium)

Sembuh (0), < 2,5 cm2

(1),

2,5 – 5,0 cm2 (2), 5,1 – 10,0 cm

2 (3),

10,1 cm2 atau lebih (4)

4 Kedalaman Sembuh (0), Kehilangan kulit ketebalan (1),

parsial (2), ketebalan penuh (3), tendon/tampak

kapsul sendi sampai tulang (4)

5 Undermining

(terbesar pada posisi jam…)

0 cm (0), >0-0,4 cm (1), > 0,4-0,9 cm (2), >0,9-

1,4 cm (3), > 1,5 (4)

6 Tipe jaringan nekrotik Tidak ada (0), slough putih (1), mudah lepas (2),

slough putih sampai kuning (3), lengket atau

fibrin, eskar warna abu-abu sampai hitam lunak,

eskar hitam kering keras (4)

7 Jumlah jaringan nekrotik

menutupi dasar luka

Tidak tampak (0), 1-25% (1), 26-50% (2), 51-

75% (3), 76 – 100% (4)

8 Tipe jaringan granulasi Sembuh (0), merah terang (1), merah muda agak

kehitaman (2), pucat (3), tidak ada (4)

9 Jumlah jaringan granulasi

menutupi dasar luka

Sembuh (0), 76-100% (1), 51-75% (2), 26-

50% (3), 1-25% (4)

10 Tepian luka (kemajuan

perbatasan)

Sembuh (0), > 50 % (1), epithelium tidak jelas

(2), <50% (3), epithelium melekat, tidak ada

kemajuan (4)

11 Viabilitas kulit peri ulkus

- Kallus - eritema

- Dermatitis - ungu pucat

- Maserasi

- Indurasi (pengerasan)

- Ungu tidak pucat

0 tidak ada

1 hanya satu

2 dua atau tiga

3 empat atau lima

4 enam atau lebih

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 76: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

- Kulit dehidrasi

12 Edema kaki Tidak ada (0), non pitting (1), pitting (2), fibrosis

(3), lipodermatosklerosis mengeras

13 Lokasi edema kaki Tidak ada (0), di lokasi periulcer (1), kaki,

meliputi ankle (2), sampai pertengahan betis (3),

sampai ke lutut (4)

14 Pengkajian bioburden Sembuh (0), kolonisasi ringan (1), kolonisasi berat

(2), infeksi lokal (3), infeksi sistemik (4)

Keluhan kaki : Rasa tebal/pegal Rasa terbakar/teriris

Keluhan lain, sebutkan………………………….

Pemeriksaan kaki : ABI kanan / kiri : /

Kulit Kaki Kuku Kaki Disfungsi Biomekanis

Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri

Perabaan dingin - - Penebalan - - Kalus - -

Kulit berkilap - Infeksi jamur - - Corns - -

Atrofi lemak

subkutan

- - Tumbuh

kedalam

- - Hammer

Toes

- -

Robor - - Filling time jari < 3 - Bunion - -

Pucat pada elevasi - - Charcot √ √

Tidak ada rambut

kaki

- -

Denyut Dorsalis Pedis Tibialis Posterior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Kuat √ √ √ √

Lemah - - - -

Hilang - - - -

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 77: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Resiko jatuh (berdasarkan Morse Scale) :

N

o

Risiko

Skala

Skor hari rawat ke

2 3 4 5 6

1 Mempunyai riwayat jatuh, baru atau dalam 3 bulan terakhir

a. tidak

b. ya

0

25

2 Diagnosis sekunder >1

a. tidak

b. ya

0

25

3 Ambulasi berjalan

a. bedrest/dibantu perawat

b. penyangga/tongkat/walker/threepot/kursi roda

c. mencengkram furniture

0

15

30

4 Terpasang IV line/pemberian antikoagulan (heparin)/obat

lain yang berefek samping jatuh

a. tidak

b. ya

0

20

5 Cara berjalan/berpindah

a. normal/bedrest/immobilisasi

b. kelelahan dan lemah

c. keterbatasan/terganggu

0

10

20

6 Status mental

a. normal/sesuai kemampuan diri

b. lupa keterbatasan diri/penurunan kesadaran

0

15

TOTAL SKOR

Ket : Skor 0 – 24 : tidak beresiko untuk jatuh

Skor 25-50 : resiko rendah, lakukan intervensi standar jatuh

Skor > 51 : resiko tinggi, lakukan intervensi jatuh resiko tinggi

Lain-lain :

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 78: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Tingkat energi :

Semua fungsi mandiri :

Aktivitas Skor

Makan/minum Keterangan :

0 = Mandiri,

1 = Memerlukan alat bantu,

2 = Memerlukan bantuan dari orang lain

3 = Memerlukan bantuandari orang lain dan alat

bantu

4 = Tergantung/tidak mampu

Tidur

Mandi

Ke toilet

Berpakaian

Oral hygiene

Hair care

Nail care

Foot care

Perineal care

Prosthesis care

Bed mobility

Berpindah

Ambulasi

olahraga

Keterbatasan aktivitas/gerak :

Frekuensi tidur :

Lain-lain :

AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 79: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Keluarga yang tinggal serumah :

Perawatan di rumah dibantu oleh :

Pemanfaatan sumber komunitas :

Layanan Pra RS :

Perawatan di Rumah :

Layanan Makanan :

Lingkungan :

Hambatan Tata Ruang Rumah :

Tangga di Rumah : ada / tidak

Transportasi :

Keuangan :

Kebutuhan pengajaran sebelum pulang :

Hambatan pengajaran :

Fasilitas perawatan lanjut :

Rujukan yang direkomendasikan :

Lain-lain :

Keterangan :

PENGKAJIAN PERENCANAAN PULANG

RENCANA PEMULANGAN

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 80: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Lampiran 2

LANGKAH- LANGKAH RELAKSASI

PROGRESSIV MUSCLE RELAXATION

Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara

menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien diminta membuat kepalan

ini semakin kuat (gambar 2), sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat

kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan pada

tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara

ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada

tangan kanan.

Gerakan pertama

Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan ini

dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga

otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke

langit-langit

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 81: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Gerakan kedua

Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah otot besar yang

terdapat di bagian atas pangkal lengan (lihat gambar 3). Gerakan ini diawali dengan

menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan

ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi tegang.

Gerakaan ketiga

Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk mengendurkan

bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-

tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian

gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher.

Gerakan keempat

Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk

melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata,

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 82: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan

alis sampai ototototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang ditujukan untuk

mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat

dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata

(gambar 5).

Gerakaan kelima Gerakan keenam

Gerakan kedelapan Gerakan ketujuh

Gerakan ketujuh bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot

rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga

ketegangan di sekitar otot-otot rahang.

Gerakan kedelapan ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut.

Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 83: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Gerakan kesembilan (gambar 7) dan gerakan kesepuluh (gambar 7) ditujukan untuk

merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan diawali dengan otot

leher bagian belakang baru kemudian otot leher bagian depan. Klien dipandu meletakkan

kepala sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada

permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga klien dapat merasakan ketegangan di

bagian belakang leher dan punggung atas.

Gerakan kesembilan

Sedangkan gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan (lihat gambar

7). Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian klien diminta

untuk membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah

leher bagian muka.

Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat dilakukan

dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung dilengkungkan, lalu

busungkan dada sehingga tampak seperti pada gambar 6. Kondisi tegang dipertahankan

selama 10 detik, kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil

membiarkan otot-otot menjadi lemas.

Gerakan Kesebelas

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 84: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Gerakan keduabelas, dilakukan untuk melemaskan otototot dada. Pada gerakan ini, klien

diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-

banyaknya. Posisi ini ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian

dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat bernafas normal

dengan lega. Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi

sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan rileks.

Gerakan keduabelas

Gerakan ketigabelas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan

cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang

dank eras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan awal

untuk perut ini. Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini

dilakukan secara berurutan.

Gerakan ketigabelas

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 85: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Gerakan keempat belas bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara

meluruskan kedua belah telapak kaki (lihat gambar delapan) sehingga otot paha terasa

tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut (lihat gambar delapan), sedemikian

sehingga ketegangan pidah ke otot-otot betis. Sebagaimana prosedur relaksasi otot, klien

harus menahan posisi tegang selama 10 detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan

dilakukan masing-masing dua kali.

Gerakan keempat belas

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013

Page 86: PROGRAM PROFESI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JULI 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351459-PR-Ismail Fahmi.pdf · RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta Evaluasi tindakan diperoleh tehnik

Universitas Indonesia

Lampiran 3

BIODATA PENULIS

Nama : Ismail Fahmi

Tempat Tangggal Lahir : Jambi, 27 Juni 1984

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS POLTEKKES KEMENKES JAMBI

Orang Tua : Agus Salim

Siti Asiah

Istri dan Anak : Yuyun Peni Astri

Nafeeza Dhia Syafarana

Naysila Dhia Syafarana

Alamat Rumah : Jln. H.Badar RT.23 No.73 Kel. Pasir Putih Kec.

Jambi Selatan Kota Jambi 36139

Alamat Institusi : Jl. Dr. Tazar No. 05 Kel. Buluran Kenali Kec.

Telanaipura Jambi.

Email : [email protected]

No Telp : 0812-8116-9571

Riwayat Pendidikaan : SD Negeri No. 89/IV Kota Jambi (1990-1996)

SMP Negeri 6 Kota Jambi (1996-1999)

SMA Negeri 2 Kota Jambi (1999-2002)

Poltekkes Jambi Jur Keperawatan (2004-2007)

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

(2010 – 2013)

Analisis praktik ..., Ismail Fahmi, FIK UI, 2013