referat anemia defisiensi besi
Post on 07-Aug-2015
463 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu simptom penyakit yang memerlukan
penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan etiologinya.
Anemia adalah kekurangan sel darah merah, kuantitas hemoglobin, volume pada sel darah
merah (hematokrit) dalam jumlah tertentu per 100 ml darah. Cara untuk menentukan anemia
diuraikan oleh anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti dan didukung oleh pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan biasanya dengan mengukur Hemoglobin
(Hb) dan Hematokrit (Ht). Hasil pemeriksaan tersebut hati-hati dikelirukan pada pasien dehidrasi
dan masa kehamilan.
Dalam keadaan normal jumlah sel darah merah pada rata-rata orang dewasa kira-kira 5 juta
permilimeter kubik. Eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi di dalam sumsum tulang
melalui stadium pematangan. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial yang
kemudian berdiferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial dengan
rangsangan hromon eritropoetin menjadi sel pronormoblas. Sel pronormoblas ini akan membentuk
deoxyribonucleic acid (DNA) yang diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali fase mitosis.
Dari tiap sel pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit. Sel-sel yang sedang berada dalam fase
diferensiasi dari pronormoblas sampai dengan eritrosit dapat dikenal dari morfologinya, sehingga
dapat dikenal 5 stadium pematangan. Proses diferensiasi dari pronormoblas sampai eritrosit
memakan waktu + 72 jam. Sel eritrosit normal berumur 120 hari.
1
Anemia dapat diklasifikasi menurut morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya. Pada
klasifikasi ini mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah, sedangkan kromik
menunjukkan warnanya.
1. Anemia normositik normokrom
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam
jumlah normal.
MCV = 84-96 fL dan MCHC = 32-36%
Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada :
Perdarahan akut
Penyakit kronik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik
2. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena
konsentrasi Hb-nya normal.
MCV meningkat dan MCHC normal
Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam nukleat DNA seperti yang
ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat.
Contoh anemia jenis ini :
Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 atau asam folat.
2
3. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal dan hipokrom karena Hb
dalam jumlah kurang dari normal.
MCV kurang dan MCHC kurang
Contoh anemia jenis ini yaitu :
Anemia defisiensi besi
Anemia penyakit kronik
Talasemia
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Ini umumnya
diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk
memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit,
suhu dan distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks
pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta
konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi seperti defisiensi Fe,
asam folat dan vitamin B12. Dalam referat ini dibahas lebih lanjut mengenai anemia defisiensi Fe.
1.2 Batasan masalah
Referat ini membahas mengenai anemia defisiensi fe
1.3 Tujuan penulisan
3
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis anemia defisiensi fe dan
penatalaksanaannya sertasebagai syarat menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUP.Dr.M.Djamil padang.
1.4 Metode penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk kepada
berbagai literatur.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Anemia defisiensi fe adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Ditandai dengan anemia hipokromik
mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Menurut WHO
dikatakan anemia bila :Pada orang dewasa Hb < 12,5 g/dl
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg
yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 gram. Kira-kira 50 mg/Kgbb pada pria dan
35 mg/Kgbb pada wanita.
2.2 Epidemiologi
Anemia defisiensi fe merupakan anemia yang paling sering dijumpai baik diklinik maupun
masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan, didapatkan gambaran revalensi anemia
defisiensi fe seperti pada tabel
afrika Amerika latin indonesia
Laki laki dewasa 6% 3% 16-50%
Wanita tidak hamil 20% 17-21% 25-48%
Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%
Tabel 1. Epidemiologi Anemia defisiensi besi
5
2.3 Etiologi
Perdarahan kronik misalnya riwayat perdarahan saluran cerna sebelumnya.
Di Indonesia paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis).
Gejala yang timbul biasanya ada kemerahan dan gatal (ground itch) pada kulit tempat larva
menembus. Migrasi larva yang banyak melalui paru-paru dapat menimbulkan gangguan
seperti di atas yang dinamakan Loeffler’s Syndrome. Pada fase akut cacing tambang dewasa
dapat menimbulkan nyeri kolik ulu hati, anoreksia, diare dan penurunan berat badan. Infeksi
yang kronis dapat menimbulkan anemia defisiensi besi dan hiponatremia, sehingga
menyebabkan pucat, sesak nafas dan lemas.
Diet yang tidak mencukupi
Pada wanita karena perdarahan menstruasi dan kehamilan
Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan, laktasi
Absorpsi yang menurun
Hemoglobinuria
Penyimpanan besi yang berkurang seperti pada hemosiderosis paru
2.4 Metabolisme Fe
Terdapatnya zat besi (Fe) dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh Lemeryh dan
Goeffy (1713). Akan tetapi, sebenarnya berabad-abad sebelum Masehi, bangsa Yunani dan India
telah menggunakan bahan-bahan yang mengandung Fe untuk mendapatkan tentara yang kuat.
Bangsa Yunani merendam pedang-pedang tua meminum airnya.
Tubuh manusia sehat mengandung + 3,5 g Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan
kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan nonion dan
6
lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi
atau reduksi. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau
esensial, dan 30% merupakan Fe yang non esensial.
Fe esensial ini terdapat pada :
1. Hemoglobin + 66%
2. Mioglobin 3%
3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya sitokromoksidase, suksinil
dehidrogenase dan zantin oksidase sebanyak 0,5%
4. Transferin 0,1%
5.
Fe non esensial terdapat sebagai :
1. cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%
2. pada parenkim jaringan kira-kira 5%.
Cadangan Fe
Pada wanita hanya 200-400 mg
Pada pria kira-kira 1 gram
Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum, makin ke distal
absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi dalam bentuk fero. Transportnya
melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan diubah
menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan
perantara transferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus.
Secara umum :
7
Bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah maka lebih banyak
Fe diubah menjadi feritin
Bila cadangan dalam tubuh rendah atau kebutuhan akan zat besii meningkat maka Fe yang
baru diserap akan segera diangkut dari sell mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis.
Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia.
Jumlah Fe yang diabsorpsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah absolutnya serta
adanya zat-zat lain.
Makanan yang mengandung + 6 mg Fe/1000 kilokalori akan diabsorpsi 5-10% pada orang
normal.
Absorpsi dapat ditingkatkan oleh :
Kobal
Inosin
Metionin
Vitamin C
HCI
Suksinat
Senyawa asam lain
Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya kompleks Fe
dengan makanan yang tidak larut.
Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat :
Fosfat
Antasida misalnya :
8
- kalsium karbonat
- aluminium hidroksida
- magnesium hidroksida
Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya diabsorpsi rata-rata dua kali lebih banyak
dibandingkan dengan makanan nabati.
Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe.
Absorpsi ini meningkat pada keadaan :
Defisiensi Fe
Berkurangnya depot Fe
Meningkatnya eritropoesis
Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan
dapat mempengaruhi absorpsinya.
Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu beta 1-
globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang
dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah
total transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas
pengikatan total Fe ini. Selain transferin, sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk
keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.
Kalau tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam
bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati,
limpa, dan sumsum tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam
proses eritropoesis; 10% diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan
9
untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang
terdapat di dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.
Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin)
dan disimpan terutama di dalam hati, sedangkan setelah pemberi per oral terutama akan disimpan
di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati
dan limpa.
Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat :
Tranfusi darah yang berulang-ulang
Akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorpsi yang
berlebihan pula
Jumlah Fe yang dieksresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari.
Eksresi terutama berlangsung melalui :
Sel epitel kulit
Saluran cerna yang terkelupas
Selain itu juga melalui :
- keringat
- Urin
- Feses
- Kuku dan rambut yang dipotong
Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat bersama dengan
sel yang mengelupas
10
2.5 Patofisiologi Anemia
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh
berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk
mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase).
Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada
balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan
zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya
kapasitas pengikatan besi.
Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan
transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti
dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu
rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186:303) Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan
mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan
keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah
akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12
ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu
menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu
baru diikuti dengan kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb,
hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH)
dengan batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990)
11
2.6 Sumber Alami Fe
Makanan yang mengandung Fe :
1. Dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah :
hati
jantung
kuning telur
ragi
kerang
kacang-kacangan
buah-buahan kering tertentu
2. Dalam jumlah sedang (1-5 mg/100 g) diantaranya :
daging
ikan
unggas
sayuran yang berwarna hijau
biji-bijian
3. Dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g), antara lain :
susu dan produknya
sayuran yang kurang hijau
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala anemia defisiensi pada umumnya adalah :
cepat lelah
12
jantung berdebar-debar
takikardi
sakit kepala
mata berkunang-kunang
letih
lesu
Manifestasi yang paling menonjol pada anemia defisiensi besi adalah :
pucat
glossitis (lidah tampak pucat, licin, mengkilap, atrofi papil lidah)
stomatitis dan keilitis angular
koilonikia (kuku menjadi cekung ke dalam seperti sendok), ditemukan pada 18% anemia
defisiensi besi
perdarahan dan eksudat pada retina bisa terlihat pada anemia berat (Hb 5 gram% atau kurang)
Gejala Plummer-Vinson yaitu sukar menelan (disfagia) merupakan gejala yang khas pada
anemia defisiensi besi menahun.
2.8 Diagnosis
1. Anamnesis
1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang cepat,
menstruasi, dan infeksi kronis
b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat malabsorpsi besi
13
c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis
ulserativa)
2). Pucat, lemah, lesu, gejala pika
2. Pemeriksaan fisis
a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung
3. Pemeriksaan penunjang
a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
e. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat
Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)
Anak-anak 6 – 59 bulan 11
5 – 11 tahun 11,5
12 – 14 tahun 12
Dewasa Wanita > 15 tahun 12
Wanita hamil 11
14
Laki-laki > 15 tahun 13
Tabel 2. Parameter untuk menentukan status besi
Pada defisiensi besi dini apusan biasanya normal. Sulit untuk mencari perubahan dini yang
samar-samar dalam ukuran sel pada defisiensi besi dini dan pada stadium ini nilai MCV lebih
mendorong daripada apusan darah tepi. Pada anemia defisiensi besi berat terjadi poikilositasis
yang nyata dan hipokrom tanpa noda berupa titik-titik. Umum terdapat sel-sel elips (berbentuk
sigaret). Beberapa sel muda yang terlihat pada sediaan apus seringkali muncul sebagai sel-sel
target polikromatofilik.
Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb agar hasil lebih tepat
untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk menentukan anemia gizi besi yaitu :
a. Serum Ferritin (SF)
Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF < 12 mg/dl maka orang
tersebut menderita anemia gizi besi.
b. Transferin Saturation (ST)
15
Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum merupakan salah satu
menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi menurun dan meningkat,
rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka orang tersebut defisiensi zat besi.
c. Free Erythocyte Protophorph
Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah meningkat. Kadar
normal FEB 35-50 mg/dl RBC. Secara ringkas untuk menentukan keadaan anemia seseorang
dapat dilihat pada tabel 2.
2.9 Pencegahan dan Pengobatan Anemia Defisiensi Besi
Jika anemia defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus dilakukan sambil mencari
dan menghilangkan penyebabnya. Tetapi tidak perlu menunda pengobatan sampai penyebabnya
dihilangkan. Besi yang diberikan terdapat dalam beberapa bentuk melalui oral, parenteral maupun
tranfusi darah dengan keuntungan dan kerugian masing-masing pemberian.
a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan
Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya cukup tinggi
sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk
mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling
melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C.
Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan
penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C,
namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan
yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin.
16
b. Suplementasi zat besi
Tabel 3. Persentase dan jumlah zat besi di dalam tablet FE yang lazim digunakan
Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin.
Efek samping dari pemberian besi feroral tergantung dosis yang diberikan dan dapat diatasi
dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera setelah makan atau bersamaan dengan
makanan.
Gejala yang timbul dapat berupa :
• mual dan nyeri lambung (+ 7-20%)
• konsipasi (+ 10%)
• diare (+ 5%)
• kolik
17
Preparat
Senyawa
(mg) per
tablet
Fe elemental (mg)
per tablet% Fe
Fero Famarat 200 66 33
Fero glukonat 300 36 12
Fero sulfat (7H2O) 300 60 20
Fero sulfat . anhidrosida 200 74 37
Fero sulfat (dikeringan) 200 60 30
Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan
pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat berkurang. Perlu
diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada penderita.
Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada anak
akibat menelan terlalu banyak table FeSO4 yang mirip gula-gula. Intoksikasi akut ini dapat
terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 g.
Kelainan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai terjadi
nekrosis.
Gejala yang timbul pada Intoksikasi Fe seringkali berupa :
• Mual
• Muntah
• Diare
• Hematemesis
• Feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna
• Syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian
Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut
berlebihan di kemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam waktu 30
menit atau setelah beberapa jam meminum obat.
c. Fortifikasi zat besi
18
Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk
meningkatkan kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi adalah sifat zat besi yang
reaktif dan cenderung mengubah penampilanm bahan yang di fortifikasi. Sebaliknya
fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa, warna, penampakan dan daya simpan bahan pangan.
Selain itu pangan yang difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung
gandum untuk pembuatan roti.
d. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit
Penyakt infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi. Dengan
menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan bisa meningkatkan
status besi tubuh.
e. Obat-obatan lain
• Riboflavin
Riboflavin (vitamin B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan falavin-adenin
dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavo-protein dalam
pernapasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat memperbaiki anemia
normokromik normositik (pure red-cell aplasia). Anemia defisiensi riboflavin banyak terdapat
pada malnutirisi protein kalori, dimana ternyata faktor derisiensi Fe dan penyakit infeksi
memegang peranan pula.
Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.
• Piridoksin
19
Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan heme.
Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Pada sebagian besar
penderita akan terjadi anemia normoblastik sideroakrestik dengan jumlah Fe non hemoglobin
yang banyak dalam prekursor eritrosit, dan pada beberapa penderita terdapat anemia
megaloblastik. Pada keadaan ini absorpsi Fe meningkat, Fe-binding protein menjadi jenuh dan
terjadi hiperferemia, sedangkan daya regenerasi darah menurun. Akhirnya akan didapatkan
gejala hemosiderosis.
• Kobal
Defisiensi kobal sebelum pernah dilaporkan pada manusia. Kobal dapat meningkatkan
jumlah hematokrit, hemoglobin dan dapat meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan
eritrosit pada beberapa penderita dengan anemia refrakter, seperti yang terdapat pada penderita
talasemia, infeksi kronik atau penyakit ginjal, tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui.
Kobal merangsag pembentukan eritropeoitin yang berguna untuk meningkatkan ambilan Fe
oleh sumsum tulang, tetapi ternyata pada penderita anemia refrakter biasanya kadar
eritropoietin sudah tinggi. Penyelidikan lain mendapatkan bahwa kobal menyebabkan
eritropoietin sudah tinggi. Penyelidikan lain mendapatkan bahwa kobal menyebabkan hipoksia
intrasel sehingga dapat merangsang pembentukan eritrosit. Kobal sering terdapat dalam
campuran sediaan Fe, karena ternyata kobal dapat menigkatkan absorpsi Fe melalui usus.
Akan tetapi, harus diingat bahwa kobal dapat menimbulkan efek toksik berupa :
- erupsi kulit
- struma
- angina
20
- tinnitus
- tuli
- payah jantung
- sianosis
- koma
- malaise
- anoreksia
- mual
- muntah
• Tembaga
Seperti telah diketahui kedua unsur ini terdapat dalam sitokrom oksidase, maka ada sangkut
paut metabolisme tembaga (Cu) dan Fe. Hingga sekarang belum ada kenyataan yang menunjukkan
pentingnya penambahan Cu baik dalam makanan ataupun sebagai obat, dan defisiensi Cu pada
manusia sangat jarang terjadi. Pada hewan percobaan, pengobatan anemia defisiensi Fe yang
disertai hipokupremia dengan sediaan Fe, bersama atau tanpa Cu, memberikan hasil yang sama.
Sebaliknya, pada anemia dengan defisiensi Cu (yang sukar dibedakan dari defisiensi Fe)
diperlukan kedua unsur tersebut karena pada hewan dengan defisiensi Cu absorpsi Fe akan
berkurang.
2. 10 Pemantauan Terapi
a. Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu
b. Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
21
c.Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastrointestinal
misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat
berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.
Tumbuh Kembang
a. Penimbangan berat badan setiap bulan
b. Perubahan tingkah laku
c. Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan konsultasi ke ahli
psikologi
d. Aktifitas motorik
22
BAB III
PENUTUP
Anemia dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan gejala-gejala anemia pada umumnya seperti lemah, lesu,
lelah, pusing, sakit kepala, sulit tidur, gelisah, kurang konsentrasi dan ada riwayat perdarahan,
trauma atau penyakit kronik. Pada pemeriksaan fisik didpaat pucat pada konjungtiva mata.
Pemeriksaan laboratorium didapat nilai Hb dan Ht yang kurang dari normal. Pemeriksaan
penunjang dapat membantu kita untuk membedakan jenis anemia. Gambaran darah tepi pada
anemia defisiensi besi menunjukkan mikrositik hipokrom.
Terapi anemia sebaiknya dilakukan dengan cepat dan tepat. Secara umum kita mengobati
penyebab anemianya. Tetapi pada keadaan tertentu kita harus mengobati anemianya walapun
penyebabnya belum diketahui. Tidak setiap anemia harus ditransfusi, oleh karena bahaya tranfusi
cukup banyak. Tetapi pada pasien-pasien yang terancam jiwanya transfusi harus dilakukan secepat
mungkin untuk mencegah terjadinya gagal jantung yang mengancam.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrison’s; Anemia; Principles of Internal Medicine, 16 th edition; International edition; 1998;
page 335-339.
2. Soeparman, Sarwono Waspadji; Ilmu Penyakit Dlaam Jilid II, Balai Penerbit FKUI Jakarta;
1990; hal. 393-441.
3. Prie S.A, dkk. Hematologi. Patofisiologi buku 2 Konsep Klinis Proses Proses Penyakit .
jakarta : EGC 195. Cetakan I.
4. Masrizal; Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, II (1)
24
top related