anemia defisiensi besi (adb)

46
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. Pada anemia defisiensi besi terdapat gejala umum anemia, defisiensi Fe yang berat akan mengakibatkan perubahan kulit dan mukosa yang progresif, seperti konjungtiva pucat, lidah yang halus dll. Selain itu Anemia defisiensi besi juga ditandai oleh anemia hipokromik mikrositik dan hasil laboratorium yang menunjukan cadangan besi kosong, dan trombosit meningkat. Penyebab ADB antara lain, kehilangan darah, malabsorbsi dan asupan besi dari makanan yang buruk. Asupan besi makanan yang buruk merupakan penyebab yang paling berperan terutama pada anak- anak, dan perempuan ynag sedang menstruasi atau hamil. Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 g, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB pada Hematologi 1

Upload: red-ant

Post on 28-Apr-2015

175 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Review

TRANSCRIPT

Page 1: Anemia defisiensi besi (ADB)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahAnemia defisiensi besi (ADB) merupakan anemia yang timbul akibat

berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi

kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan

pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. Pada anemia defisiensi besi

terdapat gejala umum anemia, defisiensi Fe yang berat akan mengakibatkan

perubahan kulit dan mukosa yang progresif, seperti konjungtiva pucat, lidah

yang halus dll. Selain itu Anemia defisiensi besi juga ditandai oleh anemia

hipokromik mikrositik dan hasil laboratorium yang menunjukan cadangan

besi kosong, dan trombosit meningkat. Penyebab ADB antara lain,

kehilangan darah, malabsorbsi dan asupan besi dari makanan yang buruk.

Asupan besi makanan yang buruk merupakan penyebab yang paling berperan

terutama pada anak-anak, dan perempuan ynag sedang menstruasi atau hamil.

Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini

hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4

g, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB pada wanita. Anemia

defisiensi besi pada anak-anak paling sering disebabkan karena kekurangan

asupan makanan yang mengandung besi, sedangkan kebutuhan total besi

harian yang harus dicukupi pada anak-anak adalah sekitar 1,1 gram/hari.

Kandungan besi dan proporsi besi yang diabsorbsi berbeda antar makanan,

sumber besi (Fe) paling baik adalah yang berasal dari produk hewani (daging,

susu, hati) disbanding dari produk nabati (sayuran). Besi heme dalam produk

hewan lebih mudah diabsorbsi dari pada besi non-heme pada sayuran. Selain

itu vitamin C juga meningkatkan absorbs filtrate yang menghambat absorbsi

besi. Asupan besi dari makanan menggantikan kehilangan besi harian (sekitar

1 mg ) melalui rambut, kulit, dan darah menstruasi pada wanita. Pada anak-

anak memerlukan tambahan besi untuk meningkatkan masa sel darah

merahnya (Hb). Pencegahan terhadap anemia defisiensi besi pada anak-anak

Hematologi 1

Page 2: Anemia defisiensi besi (ADB)

dapat dilakukan dengan pemberian nutisi yang cukup terutama makanan yang

mengandung besi dan pemberian suplementasi besi. (Mehta, 2006)

B. Rumusan Masalah1. Apakah anemia defisiensi besi lebih sering menyerang anak-anak?

2. Bagaimana penyebab, perkembangan penyakit, dan pengaruhnya ke

sistem fisiologi tubuh?

3. Bagaimana pengaruh anemia defisiensi besi ini terhadap anak-anak?

4. Mengapa menyerang eritrosit?

5. Bagaimana proses pemeriksaannya?

C. TujuanAdapun tujuan penulisan laporan tutorial ini adalah :

1. Memahami tentang hematopesis.

2. Memahami penyakit hematologi yang disebabkan oleh berbagai kelainan.

3. Memahami manajemen penatalaksanaan Rehabilitasi Medik pada

penyakit-penyakit hematologi.

4. Memahami penyakit hematologi lainnnya.

D. Manfaat

1. Mahasiswa mampu dan mengenal dasar – dasar hemopoesis dalam

hematologi

2. Mahasiswa mampu menggali potensi dalam pemahaman kelainan

hematologi anemia defisiensi besi

3. Mahasiswa mampu dalam memahami gambaran umum dan pola

perawatan serta terapi anemia defisiensi besi

4. Mahasiswa mampu memahami pencegahan dan prognosis anemia

defisiensi besi

5. Menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca

6. Menunjang wawasan tentang anemia defisiensi besi

Hematologi 2

Page 3: Anemia defisiensi besi (ADB)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hematopoesis

(Pembentukan sel darah)

Sel stem sel hematopoetik pluripoten, penginduksi pertumbuhan, dan penginduksi

diferensiasi

Sel darah memulai kehidupannya di dalam sumsum tulang dari suatu tipe

sel yang disebut sel stem hematopoetik pluripoten yang merupakan asal dari

semua sel dalam darah sirkulasi. Sewaktu sel-sel darah ini bereproduksi, ada

sebaian kecil dari sel-sel ini yang bertahan seperti sel-sel pluripoten asalnya dan

disimpan dalam sumsum tulang guna mempertahankan suplai sel-sel darah

tersebut, walaupun jumlahnya berkurangnya seiring dengan pertambahan usia.

Sebagian besar sel-sel yang direproduksi akan berdiferensiasi untuk membentuk

sel-sel tipe lain. Berbagai commited stem cellI, bila ditumbuhkan dalam biakan

akan menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu commited stem cell

yang menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit.

Pertumbuhan dan reproduksi berbagai stem sel diatur oleh bermacam-

macam protein yang disebut penginduksi pertumbuhan. Penginduksi pertumbuhan

akan memicu pertumbuhan dan bukan memicu diferensiasi sel-sel. Diferensiasi

sel-sel adalah fungsi dari rangkaian protein lainnya yang disebut penginduksi

diferensiasi.

Tahap-tahap diferensiasi eritrosit

Sel pertama disebut proeritroblas. Begitu proeritoblas ini terbentuk, maka

ia akan membelah beberapa kali sampai akhirnya membentuk banyak eritrosit

matur. Sel-sel generasi pertama ini disebut basofil eritroblas. Pada generasi

berikutnya sel sudah dipenuhi oleh hemoglobin sampai konsentrasi sekitar 34%,

nukleus memadat menjadi kecil, dan sisa akhirnya diabsorbsi atau didorong keluar

dari sel. Pada saat yang sama retikulum endoplasma diabsorbsi, pada tahap ini

Hematologi 3

Page 4: Anemia defisiensi besi (ADB)

disebut retikulosit karena masih mengandung materi basofilik, yaitu terdiri dari

sisa-sisa aparatus golgi, mitokondria, dan sedikit organel sitoplasma (Guyton,

2008).

Klasifikasi anemia

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi maupun

fisiologinya. Cara pendekatan yang sering dipakai untuk  mengetahui penyebab

anemia ada dua hal, kedua penyebab dari gangguan fungsional adalah:

1. Produksi sel darah merah tidak efektif, bisa karena gangguan maturasi dari

eritrosit, kegagalan dari eritropoiesis, atau eritroblastopenia.

2. Gangguan dari kecepatan kerusakan eritrosit, atau kehilangan darah yang

berakibat terjadinya anemia.

Anemia juga dapat  diklasifikasikan  dengan   ukuran    eritrosit, klasifikasi

ini dikategorikan dalam anemia mikrositik, anemia normositik, dan anemia

makrositik.

Klasifikasi berdasarkan gangguan fisiologi dari anemia:

A. Gangguan pembentukan eritrosit

a. Kegagalan sumsum tulang :

- Anemia aplastik

- Pure Red Cell Aplasia

- Infiltrasi pada sumsum tulang

b. Kekurangan produksi  eritropoietin

- Penyakit ginjal kronis

- Hypothyroidism, hipopituitarism

- Peradangan kronik

- Protein malnutrisi

- Hemoglobin mutan dg berkurangnya afinitas terhadap oksigen

B. Gangguan maturasi dari eritrosit atau eritropoiesis inefektif

a. Maturitas dari sitoplasma yang abnormal

- Defisiensi  besi

- Thalassemia

Hematologi 4

Page 5: Anemia defisiensi besi (ADB)

- Anemia sideroblastik

- Keracunan timah

b. Maturasi inti yang abnormal

- Defisiensi vit B12

- Defisiensi asam folat

- Thiamin responsive anemia megaloblastik

- Kelainan herediter metabolism asam folat

C. Anemia Hemolitik

a. Defek hemoglobin

b. Defek membrane eritrosit

c. Defek metabolism eritrosit

d. Antibody mediated

e. Kerusakan karena mekanik pada eritrosit

f. Kerusakan karena suhu pada eritrosit

g. Oksidan yang menjadi pencetus kerusakan eritrosit

h. Agen infeksi yang menyebabkan kerusakan eritrosit

i. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

j. Plasma lipid yang menyebabkan membran sel eritrosit abnormal

Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel darah merah

A. Anemia mikrositik

a. Defisiensi besi ( nutrisi, kehilangan darah kronis)

b. Keracunan timah kronik 

c. Thalassemia

d. Anemia sideroblastik

e. Peradangan kronik

f. Kelainan kongenital anemia hemolitik dengan Hb tidak stabil

B. Makrositik Anemia

a. Dengan sumsum tulang megaloblastik

- Defisiensi vitamin B12

- Defisiensi asam folat

Hematologi 5

Page 6: Anemia defisiensi besi (ADB)

- Herediter orotic aciduria

- Anemia yang responsive thiamin

b. Tanpa megaloblastik pada sumsum tulang

- Anemia aplastik

- Diamond blackfan Syndrome

- Hypothiroidism

- Penyakit hati

- Anemia diseritropoietik

C. Normositik anemia

a. Anemia hemolitik kongenital

- Hb mutant

- Defek eritrosit

- Kerusakan  membran   eritrosit

b. Anemia hemolitik didapat

- Antibody mediated

- Anemia hemolitik mikroangiopati

- Sekunder karena infeksi akut

c. Kehilangan darah akut

d. Splenic pooling

e. Penyakit ginjal kronis

Hematologi 6

Page 7: Anemia defisiensi besi (ADB)

Anemia Defisiensi Besi

A. Definisi

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat

kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan

besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan

hemoglobin (Hb) berkurang. (Bakta, I.M., 2007)

—Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk

patofisiologi,  patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium,

diagnosis banding, penatalaksanaan dan terapi. Beberapa zat gizi diperlukan

dalam pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat besi,

vitamin B12 dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil

vitamin C, riboflavin dan tembaga serta keseimbangan hormone, terutama

eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormone tersebut, pembentukan sel darah

merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki

kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana

mestinya. (Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005)

B. Etiologi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan

besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat

berasal  dari :

a. Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker

kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

b. Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia

c. Saluran kemih : hematuria

d. Saluran napas : hemoptoe

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau

kualitas besi (bioavaibilitas) besi –yang tidak baik (makanan banyak

serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).

Hematologi 7

Page 8: Anemia defisiensi besi (ADB)

3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa

pertumbuhan dan kehamilan.

4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis

kronik.

—Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik

hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan

kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling

sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik

paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita

paling sering karena menormetrorhagia. (Bakta, I.M ., 2007)

Penyebab anemia gizi pada bayi dan anak :

1. Pengadaan zat besi yang tidak cukup

a. Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.

1) Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar

2) Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi

yang berat

3) Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum

persalinan seperti adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan

retroplasesta

b. Asupan zat besikurang cukup

2. Absorbsi kurang

a. Diare menahun

b. Sindrom malabsorbsi

c. Kelainan saluran pencernaan

3. Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada

lahir kurang bulan dan pada saat akil balik.

4. Kehilangan darah

a. Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada

poliposis rektum, divertkel Meckel.

b. Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.

Hematologi 8

Page 9: Anemia defisiensi besi (ADB)

C. Epidemiologi

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari

50% penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah,

ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama

selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di

Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekitar 30 – 40%,

pada anak sekolah 25 – 35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB

pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi

kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan

tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan

prestasi belajar di sekolah. (Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005)

D. Patofisiologi

Zat besidiperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga

diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang

terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom),

untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat

besitidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia

pada balita sukar untuk dideteksi.

Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan

zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besiyang digambarkan

dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih

lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan

transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme,

dan akan diikuti dengan menurunya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi

anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie,

186 :303)

Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan

mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat

menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan

demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut

Hematologi 9

Page 10: Anemia defisiensi besi (ADB)

dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang

perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu

menunjukkan status besidalam keadaan normal. Karena status besi yang

berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.

E. Patogenesis

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga

cadangan zat besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini

disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus

maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga

menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis

belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis.Selanjutnya

timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency

anemia. (Bakta, I.M ., 2007)

F. Gejala Klinis

Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang

tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi,

tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :

1. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap

karena papil lidah menghilang

2. Glositis : iritasi lidah

3. Keilosis : bibir pecah-pecah

4. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti

sendok. (Bakta, I.M ., 2007)

G. Diagnosis

Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis

dan pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang

tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi

dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :

Hematologi 10

Page 11: Anemia defisiensi besi (ADB)

1. Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber

perdarahan.

2. Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC

tinggi.

3. Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast)

4. Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.

(Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005)

H. Diagnosis Banding

Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik

lainnya, seperti :

1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor) : Hb A2 meningkat, Feritin

serum dan timbunan Fe tidak turun.

2. Anemia karena infeksi menahun : Biasanya anemia normokromik

normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik mikrositik.

Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun.

3. Keracunan timah hitam (Pb)

4. Anemia sideroblastik : terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan

sumsum tulang. (Bakta, I.M ., 2007)

I. Pemeriksaan Laboratorium

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat

dijumpai adalah :

1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom

mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan

sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya

didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW

(red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya

anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum

kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat

rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena

Hematologi 11

Page 12: Anemia defisiensi besi (ADB)

anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia

hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil,

kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis

berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia.

Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat

anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia. (Bakta,

I.M ., 2007)

2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-

kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-

kecil, sideroblast. (Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005)

3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity

(TIBC) meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.

4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum,

konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya

retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat

rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya

kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang

rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar

feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.

5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.

6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.

7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon

in loop, pemeriksaan ginekologi. (Bakta, I.M ., 2007)

Batasan nilai anemia

Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb)

di dalam darah lebih rendah daripada nili normal untuk kelompok orang

yang bersangkutan. Kelompok ditentukan menurut umur dan jenis kelamin,

seperti yang terlihat di dalam tabel di bawah ini.

Hematologi 12

Page 13: Anemia defisiensi besi (ADB)

Table 1. Kriteria WHO untuk kadar hemoglobin yang dikatakan anemia

Kelompok Umur Hemoglobin

Anak6 bulan s/d 6 tahun 116 tahun s/d 14 tahun 12

DewasaLaki-laki 13Wanita 12

Wanita hamil 11Dikutip dari WHO Nutritional anemia. World Health OrganTech Rep

Ser1972;503:1

Tabel 2. Nilai normal dan batas bawah nilai normal dari kadar Hb, Hct dan MCV

  Hb (g/dL)

Hematokrit% MCV (µ3)

Umur (tahun)

Rata-rata

Batas bawah

Rata-rata Batas bawah

Rata-rata

Batas bawah

0,5-1,9 12,5 11 37 33 77 702-4 12,5 11 38 34 79 735-7 13 11,5 39 35 81 758-11 13,5 12 40 36 83 7612-14            Wanita 13,5 12 41 36 85 78Laki-laki 14 12,5 43 37 84 7715-17            Wanita 14 12 41 36 87 79Laki-laki 15 13 46 38 86 7818-49            Wanita 14 12 42 37 90 80Laki-laki 16 14 47 40 90 80

Dikutip dari Nathan & Oski’ hematology of infancy and childhood, sixth ed p 410.

J. Penatalaksanaan

1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis

diberikan antelmintik yang sesuai.

2. Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi 

(ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg

BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan.

Hematologi 13

Page 14: Anemia defisiensi besi (ADB)

Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin

normal.

3. Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti

perdarahan karena diverticulum Meckel.

4. Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi

tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati

(bayam, kacang-kacangan).

(Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003)

K. Terapi

Setelah diagnosis ditegakan  maka dibuat rencana pemberian terapi,

terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :

1. Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing

tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal

harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :

a. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah,

dan aman.preparat yang tersedia, yaitu:

1) Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama

(murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.

2) Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan

ferrous succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek

samping hampir sama.

b. Besi parenteral

Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi,

yaitu :

1. Intoleransi oral berat

2. Kepatuhan berobat kurang

3. Kolitis ulserativa

4. Perlu peningkatan Hb secara cepat (hamil trimester akhir).

(Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003)

Hematologi 14

Page 15: Anemia defisiensi besi (ADB)

L. Pencegahan

1. Srategi Penanggulangan

Strategi penanggulangan anemia gizi secara tuntas hanya mungkin

kalu intervensi dilakukan terhadap sebab langsung, tidak langsung maupun

mendasar. Secara pokok strategi itu adalah sebagai berikut :

a. Terhadap penyebab langsung

Penanggulangan anemiagizi perlu diarahkan agar :

1) Keluarga dan anggota keluarga yang resiko menderita anemia

mendapat makanan yang cukup bergizi dengan biovailabilita yang

cukup.

2) Pengobatan penyakit infeksi yang memperbesar resiko

anemiaPenyediaan pelayanan yang mudah dijangkau oleh keluarga

yang memerlukan, dan tersedianya tablet tambah darah dalam

jumlah yang sesuai.

b. Terhadap penyebab tidak langsung

Perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan perhatian dan kasih sayang

di dalam keluarga terhadap wanita, terutama terhadap ibu yang

perhatian itu misalnya dapat tercermin dalam:

1) Penyediaan makanan yang sesuai dengan kebutuhanny terutama

bila hamil.

2) Mendahulukan ibu hamil pd waktu makan

3) Perhatian agar pekerjaan fisik disesuaikan dengan kondisi

wanita/ibu hamil

c. Terhadap penyebab mendasar :

Dalam jangka panjang, penanggulangan anemia gizi hanya dapat

berlangsung secara tuntas bila penyebab mendasar terjadinya anemia

juga ditanggulang, misalnya melalui:

1) Usaha untuk meningkatkan tingkat pendidikan, terutama

pendidikan wanita.

2) Usaha untuk memperbaiki upah, terutama karyawan rendah.

3) Usaha untuk meningkatkan status wanita di masyarakat

Hematologi 15

Page 16: Anemia defisiensi besi (ADB)

4) Usaha untuk memperbaiki lingkungan fisik dan biologis, sehingga

mendukung status kesehatan gizi masyarakat.

2. Pendidikan kesehatan:

a. Kesehatan lingkungan: pemakaian jamban, perbaikan lingkungan

kerja (pemakaian alas kaki sehingga mencegah penyakit cacing

tambang).

b. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang

membantu absorbsi besi

3. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan

kronik yang paling sering dijumpai di daerah tropik. Pengendalian

cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan

anthelmentik dan perbaikan sanitasi.

4. Suplemen besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk

yang rentan: ibu hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat

5. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada

bahan makanan. Di negara barat dilakuakan dengan mencampur tepung

untuk roti atau susu bubuk dengan besi (Made et al, 2007).

Hematologi 16

Page 17: Anemia defisiensi besi (ADB)

BAB III

PEMBAHASAN

Dalam skenario 1 “Sering mengantuk di kelas” ini dikatakan bahwa Anis

seorang anak laki-laki yang berusia 5 tahun, pagi itu dianatar ibunya ke dokter

karena akhir-ahir ini sering sakit. Hampir tiap bulan Anis pergi ke dokter untuk

berobat. Ia sering mengalami demam dan nafsu makan yang kurang. Dalam

menegakkan suatu diagnosis terlebih dahulu melakukan anamnesis, pemeriksaan

fisik serta pemeriksaan laboratorium. Anamnesis tentang riwayat penderita yaitu

Anis . Pemeriksaan fisik dilakukan pada tahap inspeksi terlihat atau tampak berat

badan menurun, tubuh menjadi lebih kurus, lemah,letih dan lesu. Pada hasil

palpasi, suhu badannya dan nadi normal dan hasil perkusi tidak terdapat

abnormalitas pada abdomen. Pada auskultasi didapatkan hasil respirasi yang

normal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium yang hasilnya

terdapat penurunan hemoglobin, hematokrit, MCV, MCH dan MCHC . Dari

pernyataan diatas dapat di diagnosis bahwa penyakit yang diderita Anis yaitu

anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong

yang pada akhirnya terjadi penurunan pembentukan hemoglobin. (Utama, 2004)

Di samping pada hemoglobin, besi juga menjadi komponen yang penting dari

mioglobin dan berbagai enzim yang dibutuhkan dalam penyediaan energy dan

transport elektron. Oleh karena itu defisiensi besi dapat menimbulkan penurunan

fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan

gangguan glikolisis yang berakibat penumpukan asam laktat sehingga mudah

lelah dan sakit. Sudah lama mengalami nafsu makan yang kurang dan sering

mengalami demam. Menurunnya selera makan atau nafsu makan tersebut terjadi

karena bahan pembentuk eritrosit yang bertugas beredar pada aliran darah

mengalami defisiensi besi sehingga menekan pusat rasa lapar di central pusat

limbik temporal. Selain itu juga sering mengalami demam yaitu merupakan

kompensasi terhadap kehilangan zat pembentuk eritrosit sehingga memicu

Hematologi 17

Page 18: Anemia defisiensi besi (ADB)

pirogen eksogen ke dalam jaringan disertai dengan mediator kimiawi sitokin

interleukin 1 dan interleukin 6 (pirogen endogen) dibawa ke hipotalamus

kemudian merangsang prostaglandin hipotalamus sehingga terjadi peningkatan

thermostat hipotalamus terjadi demam yaitu suhu Anis meningkat dimana

normalnya antara( 36,5 – 37,5)ºC. (Sheerwod, 2001). Skemanya yaitu Demam ini

mengakibatkan Anis nafsu makan ↓. Mekanisme demam sendiri dikarenakan

nafsu makan ↓ à kondisi tubuh ↓à imunitas ↓ à ada bakteri pirogen endogen

yang masuk à tubuh mengeluarkan respon imun untuk melawan, dan salah

satunya prostaglandin à demam.

Ibunya juga mengeluh bahwa Anis sering mengantuk apabila sedang

belajar di sekolah dan malas bermain dengan temannya. Badan lemah dikarenakan

pasokan O2 untuk respirasi sel menghasilkan energi berkurang. Mengantuk pada

anemia defisiensi besi disebabkan oleh menurunnya hemoglobin dalam eritrosit

sehingga ikatan aliran darah turun akibatnya perfusi darah ke otak menurun

menjadi kurangnya oksigenasi pada otak yaitu di pusat glandula pinealis

diensefalon dikarenakan oksigenasi lebih mengutamakn organ vital. Konjungtiva

pucat atau konjungiva anemis dan jaringan di bawah kuku dikarenakan kurangnya

suplai O2 yang dibawa oleh hemoglobin. Gejala umum pada anemia berupa pucat

yang disebabkan oleh kurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan

vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Gejala

khas pada anemia defisiensi besi diantaranya: koilonikia (kuku sendok) di mana

kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical, dan menjadi cekung. Koilonikia dan

disfagia disebabkan oleh kurangnya zat besi pada epitel yang juga menyebabkan

atrofi papil lidah (lidah licin dan mengkilap) serta stomatitis angularis

(keradangan pada sudut mulut, berwarna pucat keputihan). (Corwin, 2001)

Pola makan sejak kecil memang tidak suka daging dan susu karena

orangtuanya vegetarian. Besi terdapat dalam makanan sebagai ferri hidroksida,

kompleks ferri protein dan kompleks heme protein. Kandungna besi dan proporsi

besi yang diabsorbsi berbeda antar makanan. Secara umum, daging dan khususnya

hati adalah sumber besi yang lebih baik dibanding sayuran, telur, atau produk

Hematologi 18

Page 19: Anemia defisiensi besi (ADB)

susu. Pola makan seseorang rata-rata mengandung 10-15 mg besi dan hanya 5-10

% yang diabsorbsi pada keadaan normal. Besi yang diserap usus setiap hari

berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui

eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan

besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk

dapat memenuhi kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg per hari. Zat besi

berikatan dengan protophoryfirin IX membentuk heme, heme berikatan dengan

globin membentuk hemoglobin diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan

darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi

yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom),

untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Sehingga apabila terjadi

defisiensi besi maka terjadi pula penurunan hemoglobin yang mengandung zat

besi. (Sudoyo, 2006)

Anemia defisiensi zat besi terjadi karena ketidakseimbangan antara

eritropoesis dengan destruksi eritrosit yang paling sering menyerang anak-anak.

Bayi cukup bulan yang lahir dari ibu nonanemik dan bergizi baik, memiliki cukup

persediaan zat besi sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat umumnya

saat berusia 4-6 bulan. Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam makanan untuk

memenuhi kebutuhan anak. Jika asupan zat besi dari makanan tidak mencukupi

terjadi anemia defisiensi zat besi . Hal ini paling sering terjadi karena pengenalan

makanan padat yang terlalu dini ( sebelum usia 4-6 bulan) dihentikannya susu

formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1 tahun dan

minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi. Bayi yang

tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi dari ibu

yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki cadangan zat besi yang

adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi sebelum

berusia 6 bulan. (Hassan, 2007)

Tanda-tanda dari anemia defisiensi besi dimulai dengan menipisnya

simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan

dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut

Hematologi 19

Page 20: Anemia defisiensi besi (ADB)

berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin,

berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti

dengan menurunya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya

yang khas yaitu rendahnya kadar Hb. Bila sebagian dari feritin jaringan

meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar

feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan.

Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang

tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal

yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu

menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang

berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin. (Mansjoer, 2000)

Saat diperiksa oleh dokter dari pemerisaan fisik didapatkan : BB 12 kg,

konjungtiva pucat, tidak febris, nadi 80x/ menit, respirasi 20x/menit, tidak

terdapat abnormalitas pada abdomen. Selain itu dari hasil pengamatan (inspeksi)

konjungtiva penderita tampak pucat (anemis) dan pada pemeriksaan laboratorium

ada penurunan Hb 9,46 g/ dl. Hemoglobin merupakan protein pada sel darah

merah yang menurun akibat terjadi pengadaan zat besi yang tidak cukup misalnya

cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup, berat lahir rendah, lahir kurang

bulan, lahir kembar, ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat

besi yang berat , pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum

persalinan seperti adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan retroplasesta serta

asupan zat besi kurang cukup, absorbsi kurang karena kelainan saluran

pencernaan , kehilangan darah atau perdarahan yang bersifat akut maupun

menahun, serta infestasi parasit, misalnya cacing tambang. Akibat dari penurunan

hemoglobin sehingga konjungtiva anemis yang terdiri atas jaringan ikat kolagen

dan palpebra inferior terlihat berkantung akibat dari penurunan protein dalam

darah yang menyebabkan peningkatan hipoalbumin dan tekanan hidrostatik

sehingga terjadi penimbunan jaringan interstitial pada palpebra. (Sherwood, 2001)

Kemudian pada pemeriksaan palpasi oleh dokter, ternyata Anis tidak

mengalami febris atau demam, nadi nya normal dimana range nadi normal antara

Hematologi 20

Page 21: Anemia defisiensi besi (ADB)

(60 – 100)x/menit demikian pula respirasi Anis juga normal dimana respirasi

normal 16-24 x/menit. Dari hasil pemeriksaan fisik normal, sebab organ tubuh

pada sistem respirasi masih bisa mengkompensasi penurunan hemoglobin

sehingga defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik)

oleh karena itu anemia pada balita sukar untuk dideteksi. Apabila terjadi

penurunan pH darah yang akan merangsang frekuensi nafas lebih cepat terjadi

asidosis metabolik. Reaksi ini adalah usaha kompensasi badan untuk

mengeluarkan asam karbonat agar pH darah kembali normal. (Hassan, 2007)

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb: 9,46 g/dl ; eritrosit

4,65 x 106/ul ; hematokrit: 29, 3% ; MCV 63,0 Fl, MCH 20,4 pg, MCHC 32,3

g/dl, leukosit 8,73x10 3/ul, trombosit 320x10 3/mm3. Diagnosis anemia defisiensi

besi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit

(Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah

(MCH) dengan batasan terendah 95% acuan. Pasien menderita anemia

dikarenakan adanya penurunan indeks eritrosit, penurunan Hb, penurunan

hematokrit yang disertai tanda dan gejala anemia, diantaranya: konjungtiva

anemis (+), pucat, telapak tangan dan kaki pucat. Kemudian meningkatnya cairan

plasma membuat presentasi zat padat darah terhadap cairannya menurun

akibatnya hematokrit menurun kurang dari 3x hemoglobin. Hemoglobin normal

pada bayi umur 3-6 tahun yaitu 12-14 gr%. Jumlah eritrosit normal pada anak

laki-laki yaitu 4,5-6,5 juta/mm3. Penurunan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)

menunjukkan pasien anemia mikrositik hipokromik. (Baron, 2005)

Dimana nilai normal eritrosit rata-rata atau nilai indeks normal eritrosit

bertujuan untuk menegakkan diagnosa, memperkirakan eritrosit rata-rata dan

banyaknya hemoglobin tiap eritrosit meliputi MCV (Mean Corpusculer Volume)

adalah volume eritrosit rata-rata dalam satuan femtoliter dengan nilai normal 82 –

92 Fl, MCH (Mean Corpusculer Hemoglobin) adalah hemoglobin eritrosit rata-

rata atau banyaknya Hb per eritrosit dalam satuan pikogram dengan nilai normal

27-32 pikogram dan MCHC (Mean Corpusculer Hemoglobin Concentration)

adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata atau kadar hemoglobin yang di

Hematologi 21

Page 22: Anemia defisiensi besi (ADB)

dapat per eritrosit dengan nilai normal 32-37%. Kadar normal pada jumlah

leukosit dan trombosit menunjukkan bahwa tidak ada infeksi dan perdarahan yang

dapat menyebabkan anemia. Trombosit normal 200 x 10 3 – 400 x 10 3/mm3 dan

leukosit normal 4000-11.000/mm3. (Metha, 2006)

Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan

cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang

menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif. Cadangan besi

yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk pembentukan se

darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.

Mulai terjadi anemia. Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal,

tetapi jumlahnya lebih sedikit. Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.

Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan

mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran

yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat

besi. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan

timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia

semakin memburuk. (Bakta, 2007)

Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien didapatkan penurunan MCV

< 70 fl di mana hal tersebut hanya terdapat pada anemia defisiensi besi dan

thalassemia major. Peningkatan TIBC dan penurunan serum besi merupakan hasil

pemeriksaan yang khas untuk anemia defisiensi besi di mana hal tersebut tidak

terdapat pada anemia mikrositik hipokromik lainnya (anemia penyakit kronis,

anemia sideroblastik, dan thalassemia). Walaupun sebetulnya terdapat satu

pemeriksaan penunjang lagi yang dapat mengidentifikasikan anemia defisiensi

besi yaitu besi sumsum tulang. Pada anemia defisiensi besi, tidak terdapat besi

dalam sumsum tulang (hasil negatif) sedangkan pada anemia mikrositik

hipokromik lainnya besi sumsum tulang bisa meningkat atau normal. Berdasarkan

hal di atas, maka pasien tersebut mengalami anemia defisiensi besi. (Hoffbrand,

2005)

Hematologi 22

Page 23: Anemia defisiensi besi (ADB)

Adanya penyebab dari salah satu diatas menyebabkan cadangan besi

menurun yang ditandai dengan penurunan ferritin serum, peningkatan absorbsi

dalam usus, pengecatan sumsum tulang negatif sebagai kompensasi atau

mekanisme homeostatis. Apabila kekuragan besi ini berlanjut maka cadangan besi

menjadi kosong sama sekali sehingga menyebabkan berkurangnya besi untuk

eritropoesis dalam sumsum tulang sehingga menyebabkan gangguan pada bentuk

eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Pada keadaan ini terjadi

peningkatan protoporfirin bebas dikarenakan sintesis heme berkurang sehingga

produksi prekusor (protoporfirin) meningkat. Saturasi transferin menurun dan

TIBC meningkat. Apabila jumlah besi terus-menerus menurun sehingga

eritropoesis menurun yang menyebabkan kadar hemoglobin mulai menurun,

akibatnya timbul anemia mikrositik hipokromik khususnya anemia defisiensi besi.

(Metha, 2006)

Kemudian dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan darah tepi.

Ibu Anis menanyakan bagaimana hasil laboratorium dan apa yang harus ia

lakukan supaya Anis bisa sehat seperti teman-temannya? Hasil laboratorium

apusan darah tepi bertujuan untuk menegakkan diagnosis dengan menunjukan

gambaran anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilostosis, anulosit, sel

pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding

lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalasemia. Leukosit dan trombosit

normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. (Sudoyo, 2006)

Pada pemeriksaan laboratorium, anemia defisiensi besi bisa diidentifikasi

melalui penurunan kadar Hb, MCV <82 Fl) dan penurunan saturasi transferin (<

15%) merupakan hasil laboratorium khas pada anemia defisiensi besi yang dapat

membedakan dengan anemia lainnya. Peningkatan reseptor transferin dalam

serum dapat membedakan antara anemia defisiensi besi dengan anemia penyakit

kronik. Dan pemeriksaan laboratorium besi sumsum tulang merupakan pembeda

antara anemia defisiensi besi dengan anemia mikrositik hipokromik lainnya di

mana pada anemia defisiensi besi, besi sumsum tulang negatif (tidak terdapat besi

dalam sumsum tulang) sedangkan anemia mikrositik hipokromik lainnya

Hematologi 23

Page 24: Anemia defisiensi besi (ADB)

meningkat atau normal. Defisiensi besi meningkatkan kemampuan IRP (protein

pengatur besi) untuk berikatan dengan IRE (unsure respons besi) pada feritin.

Lokasi pengikatan IRP pada IRE di hulu (5’) atau di hilir (3’) pada gen pengode,

menentukan jumlah mRNA dan protein yang dihasilkan menurun. Peningkatan di

hulu mengurangi translasi sehingga jika besi plasma menurun maka terjadi

penurunan jumlah besi yang dipindahkan ke sel parenkim (misalnya sel parenkim

hati, organ endokrin, pankreas dan jantung). (Hoffbrand, 2005)

Hematologi 24

Page 25: Anemia defisiensi besi (ADB)

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Anemia defisiensi besi (Anemia Gizi) adalah suatu keadaan kadar

hemoglobin di dalam darah leih rendah daripada nilai normal. Untuk

balita kadar Hb Normal adalah 12 g/dl. Adapun kebutuhan zat besi pada

anak adalah sekitar 5 – 9 mmg/hari.

2. Penyebab anemia Gizi pada balita sangat banyak diantaranya:

Pengadaan zat besi yang tidak cukup seperti cadangan besi yang tidak

cukup. Selain itu absorbsi yang kurang karena diare ataupun infestasi

cacing yang memperberat anemia. Faktor-faktor lain turut pula

mempengaruhi seperti faktor sosial ekonomi, pendidikan, pola makan,

fasilitas kesehatan dan faktor budaya.

3. Pengaruh Anemia pada balita diantaranya adalah penurunan kekebalan

tubuh dimana terjadi penurunan kemampuan sel humural dan seluler di

dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan balita mudah terkena infeksi.

Terhadap fungsi kognitif terjadi pula penurunan sehingga kecerdasan

anak berkurang, kurang atensi (perhatian) dan prestasi belajar

terganggu. Hal ini akan melemahkan keadaan anak sebagai generasi

penerus.

4. Strategi penanggulangan anemia gizi meliputi strategi operasional KIE,

strategi operasioanl Suplementasi, Strategi penanggulangan anemia gizi

secara tuntas hanya mungkin kalau intervensi dilakukan terhadap sebab

langsung maupun sebab mendasar.

5. Mengingat balita adalah penentu dari tinggi rendahnya kualitas pemuda

dan bangsa kelak maka penanganan sedini mungkin sangatlah berarti

bagi kelangsungan pembangunan.

Hematologi 25

Page 26: Anemia defisiensi besi (ADB)

B. SARAN

1. Pola makan bergizi dengan menu seimbang dan hidup sehat sangat

berperan dalam pencegahan penyakit anemia defisiensi besi ini.

2. Diperlukan edukasi bagi wanita hamil, orang tua dan anak-anak yang

vegetarian karena dapat membahayakan keadaan janinnya bagi

kehamilan, imunitas tubuh bagi orang tua, dan mengganggu

pertumbuhan bagi anak-anak.

3. Makanlah makanan yang mengandung zat gizi yang cukup.

4. Kurangi konsumsi teh bagi penderita Anemia defisiensi besi, karena teh

mangandung tanin yang dapat mengganggu tubuh dalam mengabsorbsi

zat besi dari makanan yang dikonsumsi.

5. Sebaiknya pada waktu makan jangan minum susu, karena susu juga

dapat mengganggu absorbsi Fe, karena dalam metabolisme, Ca yang

terkandung dalam susu berkompetisi untuk masuk ke tubuh. Sehingga

kemungkinan besar Fe yang terserap oleh vili-vili di intestinum tenue

(usus halus) hanya 63%. Dan sebaiknya pada saat makan, menggunakan

air putih sebagai minumannya.

Hematologi 26

Page 27: Anemia defisiensi besi (ADB)

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made; Suega, Ketut; dan Tjokorda Gde Dharmayuda. 2007. Anemia

Defisiensi Besi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi IV.

Jakarta : Penerbit Buku Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.

Baron. 2005. Kapita selekta patologi klinik. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence,

significance, and causes in patients receiving palliative care.

Medlineplus.

Guyton, Arthur C., dan John E. Hall. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hassan, Rusepno. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi.

Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. FKUI.

Media Aesculapius

Mehta, Atul dan Victor Hoffbrand. 2007. At a Glance Hematologi edisi kedua.

Jakarta: Penerbit Erlangga

Metha, Atul B. 2006. Haematology At a Glance. Jakarta : Erlangga

Hematologi 27

Page 28: Anemia defisiensi besi (ADB)

Oski FA, Brugnara C, Nathan GD : A diagnostic approach to the anemic patient in

Nathan DG, Orkin SH, Ginsburg D, Look AT, ed Nathan and Oski’s

hematology of infancy and childhood, sixth ed, Saunders, Philadelphia,

2003

Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson

HB, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16.

Philadelphia ; Saunders, 2000.

Sherwood, Lauratte. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Utama, Hendra. 2004. Ilmu Penyakit Dalam jilid 1,edisi 7. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-

1023.

Hematologi 28

Page 29: Anemia defisiensi besi (ADB)

Oleh :

PRIAMBODO ILHAM A

J 5000 800 88

Tutor :

dr Sulistyani

Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Hematologi 29