referat anemia defisiensi besi

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu simptom penyakit yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan etiologinya. Anemia adalah kekurangan sel darah merah, kuantitas hemoglobin, volume pada sel darah merah (hematokrit) dalam jumlah tertentu per 100 ml darah. Cara untuk menentukan anemia diuraikan oleh anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan biasanya dengan mengukur Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht). Hasil pemeriksaan tersebut hati-hati dikelirukan pada pasien dehidrasi dan masa kehamilan. Dalam keadaan normal jumlah sel darah merah pada rata-rata orang dewasa kira-kira 5 juta permilimeter kubik. Eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi di dalam sumsum tulang melalui stadium pematangan. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk 1

Upload: erni-yessyca-simamora

Post on 07-Aug-2015

463 views

Category:

Documents


44 download

DESCRIPTION

anemia

TRANSCRIPT

Page 1: Referat anemia defisiensi besi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu simptom penyakit yang memerlukan

penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan etiologinya.

Anemia adalah kekurangan sel darah merah, kuantitas hemoglobin, volume pada sel darah

merah (hematokrit) dalam jumlah tertentu per 100 ml darah. Cara untuk menentukan anemia

diuraikan oleh anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti dan didukung oleh pemeriksaan

laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan biasanya dengan mengukur Hemoglobin

(Hb) dan Hematokrit (Ht). Hasil pemeriksaan tersebut hati-hati dikelirukan pada pasien dehidrasi

dan masa kehamilan.

Dalam keadaan normal jumlah sel darah merah pada rata-rata orang dewasa kira-kira 5 juta

permilimeter kubik. Eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi di dalam sumsum tulang

melalui stadium pematangan. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial yang

kemudian berdiferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial dengan

rangsangan hromon eritropoetin menjadi sel pronormoblas. Sel pronormoblas ini akan membentuk

deoxyribonucleic acid (DNA) yang diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali fase mitosis.

Dari tiap sel pronormoblas akan terbentuk 16 eritrosit. Sel-sel yang sedang berada dalam fase

diferensiasi dari pronormoblas sampai dengan eritrosit dapat dikenal dari morfologinya, sehingga

dapat dikenal 5 stadium pematangan. Proses diferensiasi dari pronormoblas sampai eritrosit

memakan waktu + 72 jam. Sel eritrosit normal berumur 120 hari.

1

Page 2: Referat anemia defisiensi besi

Anemia dapat diklasifikasi menurut morfologi sel darah merah dan indeks-indeksnya. Pada

klasifikasi ini mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah, sedangkan kromik

menunjukkan warnanya.

1. Anemia normositik normokrom

Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam

jumlah normal.

MCV = 84-96 fL dan MCHC = 32-36%

Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada :

Perdarahan akut

Penyakit kronik

Anemia hemolitik

Anemia aplastik

2. Anemia makrositik normokrom

Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena

konsentrasi Hb-nya normal.

MCV meningkat dan MCHC normal

Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam nukleat DNA seperti yang

ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat.

Contoh anemia jenis ini :

Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 atau asam folat.

2

Page 3: Referat anemia defisiensi besi

3. Anemia mikrositik hipokrom

Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal dan hipokrom karena Hb

dalam jumlah kurang dari normal.

MCV kurang dan MCHC kurang

Contoh anemia jenis ini yaitu :

Anemia defisiensi besi

Anemia penyakit kronik

Talasemia

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Ini umumnya

diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk

memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit,

suhu dan distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks

pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta

konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.

Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi seperti defisiensi Fe,

asam folat dan vitamin B12. Dalam referat ini dibahas lebih lanjut mengenai anemia defisiensi Fe.

1.2 Batasan masalah

Referat ini membahas mengenai anemia defisiensi fe

1.3 Tujuan penulisan

3

Page 4: Referat anemia defisiensi besi

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis anemia defisiensi fe dan

penatalaksanaannya sertasebagai syarat menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit

Dalam RSUP.Dr.M.Djamil padang.

1.4 Metode penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk kepada

berbagai literatur.

4

Page 5: Referat anemia defisiensi besi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Anemia defisiensi fe adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi

untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya

mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Ditandai dengan anemia hipokromik

mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Menurut WHO

dikatakan anemia bila :Pada orang dewasa Hb < 12,5 g/dl

Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya kira-kira 2 mg

yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 gram. Kira-kira 50 mg/Kgbb pada pria dan

35 mg/Kgbb pada wanita.

2.2 Epidemiologi

Anemia defisiensi fe merupakan anemia yang paling sering dijumpai baik diklinik maupun

masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan, didapatkan gambaran revalensi anemia

defisiensi fe seperti pada tabel

afrika Amerika latin indonesia

Laki laki dewasa 6% 3% 16-50%

Wanita tidak hamil 20% 17-21% 25-48%

Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%

Tabel 1. Epidemiologi Anemia defisiensi besi

5

Page 6: Referat anemia defisiensi besi

2.3 Etiologi

Perdarahan kronik misalnya riwayat perdarahan saluran cerna sebelumnya.

Di Indonesia paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis).

Gejala yang timbul biasanya ada kemerahan dan gatal (ground itch) pada kulit tempat larva

menembus. Migrasi larva yang banyak melalui paru-paru dapat menimbulkan gangguan

seperti di atas yang dinamakan Loeffler’s Syndrome. Pada fase akut cacing tambang dewasa

dapat menimbulkan nyeri kolik ulu hati, anoreksia, diare dan penurunan berat badan. Infeksi

yang kronis dapat menimbulkan anemia defisiensi besi dan hiponatremia, sehingga

menyebabkan pucat, sesak nafas dan lemas.

Diet yang tidak mencukupi

Pada wanita karena perdarahan menstruasi dan kehamilan

Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan, laktasi

Absorpsi yang menurun

Hemoglobinuria

Penyimpanan besi yang berkurang seperti pada hemosiderosis paru

2.4 Metabolisme Fe

Terdapatnya zat besi (Fe) dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh Lemeryh dan

Goeffy (1713). Akan tetapi, sebenarnya berabad-abad sebelum Masehi, bangsa Yunani dan India

telah menggunakan bahan-bahan yang mengandung Fe untuk mendapatkan tentara yang kuat.

Bangsa Yunani merendam pedang-pedang tua meminum airnya.

Tubuh manusia sehat mengandung + 3,5 g Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan

kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan nonion dan

6

Page 7: Referat anemia defisiensi besi

lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi

atau reduksi. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau

esensial, dan 30% merupakan Fe yang non esensial.

Fe esensial ini terdapat pada :

1. Hemoglobin + 66%

2. Mioglobin 3%

3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya sitokromoksidase, suksinil

dehidrogenase dan zantin oksidase sebanyak 0,5%

4. Transferin 0,1%

5.

Fe non esensial terdapat sebagai :

1. cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%

2. pada parenkim jaringan kira-kira 5%.

Cadangan Fe

Pada wanita hanya 200-400 mg

Pada pria kira-kira 1 gram

Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum, makin ke distal

absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi dalam bentuk fero. Transportnya

melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan diubah

menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan

perantara transferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus.

Secara umum :

7

Page 8: Referat anemia defisiensi besi

Bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah maka lebih banyak

Fe diubah menjadi feritin

Bila cadangan dalam tubuh rendah atau kebutuhan akan zat besii meningkat maka Fe yang

baru diserap akan segera diangkut dari sell mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis.

Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia.

Jumlah Fe yang diabsorpsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah absolutnya serta

adanya zat-zat lain.

Makanan yang mengandung + 6 mg Fe/1000 kilokalori akan diabsorpsi 5-10% pada orang

normal.

Absorpsi dapat ditingkatkan oleh :

Kobal

Inosin

Metionin

Vitamin C

HCI

Suksinat

Senyawa asam lain

Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya kompleks Fe

dengan makanan yang tidak larut.

Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat :

Fosfat

Antasida misalnya :

8

Page 9: Referat anemia defisiensi besi

- kalsium karbonat

- aluminium hidroksida

- magnesium hidroksida

Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya diabsorpsi rata-rata dua kali lebih banyak

dibandingkan dengan makanan nabati.

Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe.

Absorpsi ini meningkat pada keadaan :

Defisiensi Fe

Berkurangnya depot Fe

Meningkatnya eritropoesis

Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan

dapat mempengaruhi absorpsinya.

Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu beta 1-

globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang

dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah

total transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas

pengikatan total Fe ini. Selain transferin, sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk

keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.

Kalau tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam

bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati,

limpa, dan sumsum tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam

proses eritropoesis; 10% diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan

9

Page 10: Referat anemia defisiensi besi

untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang

terdapat di dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.

Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin)

dan disimpan terutama di dalam hati, sedangkan setelah pemberi per oral terutama akan disimpan

di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati

dan limpa.

Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat :

Tranfusi darah yang berulang-ulang

Akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorpsi yang

berlebihan pula

Jumlah Fe yang dieksresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1 mg sehari.

Eksresi terutama berlangsung melalui :

Sel epitel kulit

Saluran cerna yang terkelupas

Selain itu juga melalui :

- keringat

- Urin

- Feses

- Kuku dan rambut yang dipotong

Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat bersama dengan

sel yang mengelupas

10

Page 11: Referat anemia defisiensi besi

2.5 Patofisiologi Anemia

Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh

berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk

mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase).

Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada

balita sukar untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan

zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya

kapasitas pengikatan besi.

Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan

transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti

dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu

rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186:303) Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan

mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan

keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah

akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12

ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu

menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu

baru diikuti dengan kadar feritin.

Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb,

hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH)

dengan batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990)

11

Page 12: Referat anemia defisiensi besi

2.6 Sumber Alami Fe

Makanan yang mengandung Fe :

1. Dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah :

hati

jantung

kuning telur

ragi

kerang

kacang-kacangan

buah-buahan kering tertentu

2. Dalam jumlah sedang (1-5 mg/100 g) diantaranya :

daging

ikan

unggas

sayuran yang berwarna hijau

biji-bijian

3. Dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g), antara lain :

susu dan produknya

sayuran yang kurang hijau

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala anemia defisiensi pada umumnya adalah :

cepat lelah

12

Page 13: Referat anemia defisiensi besi

jantung berdebar-debar

takikardi

sakit kepala

mata berkunang-kunang

letih

lesu

Manifestasi yang paling menonjol pada anemia defisiensi besi adalah :

pucat

glossitis (lidah tampak pucat, licin, mengkilap, atrofi papil lidah)

stomatitis dan keilitis angular

koilonikia (kuku menjadi cekung ke dalam seperti sendok), ditemukan pada 18% anemia

defisiensi besi

perdarahan dan eksudat pada retina bisa terlihat pada anemia berat (Hb 5 gram% atau kurang)

Gejala Plummer-Vinson yaitu sukar menelan (disfagia) merupakan gejala yang khas pada

anemia defisiensi besi menahun.

2.8 Diagnosis

1. Anamnesis

1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :

a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang cepat,

menstruasi, dan infeksi kronis

b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat malabsorpsi besi

13

Page 14: Referat anemia defisiensi besi

c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis

ulserativa)

2). Pucat, lemah, lesu, gejala pika

2. Pemeriksaan fisis

a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati

b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah

c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

3. Pemeriksaan penunjang

a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun

b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik

c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun

d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat

e. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat

Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)

Anak-anak 6 – 59 bulan 11

5 – 11 tahun 11,5

12 – 14 tahun 12

Dewasa Wanita > 15 tahun 12

Wanita hamil 11

14

Page 15: Referat anemia defisiensi besi

Laki-laki > 15 tahun 13

Tabel 2. Parameter untuk menentukan status besi

Pada defisiensi besi dini apusan biasanya normal. Sulit untuk mencari perubahan dini yang

samar-samar dalam ukuran sel pada defisiensi besi dini dan pada stadium ini nilai MCV lebih

mendorong daripada apusan darah tepi. Pada anemia defisiensi besi berat terjadi poikilositasis

yang nyata dan hipokrom tanpa noda berupa titik-titik. Umum terdapat sel-sel elips (berbentuk

sigaret). Beberapa sel muda yang terlihat pada sediaan apus seringkali muncul sebagai sel-sel

target polikromatofilik.

Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb agar hasil lebih tepat

untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk menentukan anemia gizi besi yaitu :

a. Serum Ferritin (SF)

Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF < 12 mg/dl maka orang

tersebut menderita anemia gizi besi.

b. Transferin Saturation (ST)

15

Page 16: Referat anemia defisiensi besi

Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum merupakan salah satu

menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi menurun dan meningkat,

rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka orang tersebut defisiensi zat besi.

c. Free Erythocyte Protophorph

Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah meningkat. Kadar

normal FEB 35-50 mg/dl RBC. Secara ringkas untuk menentukan keadaan anemia seseorang

dapat dilihat pada tabel 2.

2.9 Pencegahan dan Pengobatan Anemia Defisiensi Besi

Jika anemia defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus dilakukan sambil mencari

dan menghilangkan penyebabnya. Tetapi tidak perlu menunda pengobatan sampai penyebabnya

dihilangkan. Besi yang diberikan terdapat dalam beberapa bentuk melalui oral, parenteral maupun

tranfusi darah dengan keuntungan dan kerugian masing-masing pemberian.

a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan

Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya cukup tinggi

sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk

mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling

melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C.

Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan

penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C,

namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan

yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin.

16

Page 17: Referat anemia defisiensi besi

b. Suplementasi zat besi

Tabel 3. Persentase dan jumlah zat besi di dalam tablet FE yang lazim digunakan

Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin.

Efek samping dari pemberian besi feroral tergantung dosis yang diberikan dan dapat diatasi

dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera setelah makan atau bersamaan dengan

makanan.

Gejala yang timbul dapat berupa :

• mual dan nyeri lambung (+ 7-20%)

• konsipasi (+ 10%)

• diare (+ 5%)

• kolik

17

Preparat

Senyawa

(mg) per

tablet

Fe elemental (mg)

per tablet% Fe

Fero Famarat 200 66 33

Fero glukonat 300 36 12

Fero sulfat (7H2O) 300 60 20

Fero sulfat . anhidrosida 200 74 37

Fero sulfat (dikeringan) 200 60 30

Page 18: Referat anemia defisiensi besi

Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau dengan

pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat berkurang. Perlu

diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam kepada penderita.

Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada anak

akibat menelan terlalu banyak table FeSO4 yang mirip gula-gula. Intoksikasi akut ini dapat

terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 g.

Kelainan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai terjadi

nekrosis.

Gejala yang timbul pada Intoksikasi Fe seringkali berupa :

• Mual

• Muntah

• Diare

• Hematemesis

• Feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna

• Syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian

Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut

berlebihan di kemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam waktu 30

menit atau setelah beberapa jam meminum obat.

c. Fortifikasi zat besi

18

Page 19: Referat anemia defisiensi besi

Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk

meningkatkan kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi adalah sifat zat besi yang

reaktif dan cenderung mengubah penampilanm bahan yang di fortifikasi. Sebaliknya

fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa, warna, penampakan dan daya simpan bahan pangan.

Selain itu pangan yang difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung

gandum untuk pembuatan roti.

d. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit

Penyakt infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi. Dengan

menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan bisa meningkatkan

status besi tubuh.

e. Obat-obatan lain

• Riboflavin

Riboflavin (vitamin B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan falavin-adenin

dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavo-protein dalam

pernapasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat memperbaiki anemia

normokromik normositik (pure red-cell aplasia). Anemia defisiensi riboflavin banyak terdapat

pada malnutirisi protein kalori, dimana ternyata faktor derisiensi Fe dan penyakit infeksi

memegang peranan pula.

Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.

• Piridoksin

19

Page 20: Referat anemia defisiensi besi

Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan heme.

Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Pada sebagian besar

penderita akan terjadi anemia normoblastik sideroakrestik dengan jumlah Fe non hemoglobin

yang banyak dalam prekursor eritrosit, dan pada beberapa penderita terdapat anemia

megaloblastik. Pada keadaan ini absorpsi Fe meningkat, Fe-binding protein menjadi jenuh dan

terjadi hiperferemia, sedangkan daya regenerasi darah menurun. Akhirnya akan didapatkan

gejala hemosiderosis.

• Kobal

Defisiensi kobal sebelum pernah dilaporkan pada manusia. Kobal dapat meningkatkan

jumlah hematokrit, hemoglobin dan dapat meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan

eritrosit pada beberapa penderita dengan anemia refrakter, seperti yang terdapat pada penderita

talasemia, infeksi kronik atau penyakit ginjal, tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui.

Kobal merangsag pembentukan eritropeoitin yang berguna untuk meningkatkan ambilan Fe

oleh sumsum tulang, tetapi ternyata pada penderita anemia refrakter biasanya kadar

eritropoietin sudah tinggi. Penyelidikan lain mendapatkan bahwa kobal menyebabkan

eritropoietin sudah tinggi. Penyelidikan lain mendapatkan bahwa kobal menyebabkan hipoksia

intrasel sehingga dapat merangsang pembentukan eritrosit. Kobal sering terdapat dalam

campuran sediaan Fe, karena ternyata kobal dapat menigkatkan absorpsi Fe melalui usus.

Akan tetapi, harus diingat bahwa kobal dapat menimbulkan efek toksik berupa :

- erupsi kulit

- struma

- angina

20

Page 21: Referat anemia defisiensi besi

- tinnitus

- tuli

- payah jantung

- sianosis

- koma

- malaise

- anoreksia

- mual

- muntah

• Tembaga

Seperti telah diketahui kedua unsur ini terdapat dalam sitokrom oksidase, maka ada sangkut

paut metabolisme tembaga (Cu) dan Fe. Hingga sekarang belum ada kenyataan yang menunjukkan

pentingnya penambahan Cu baik dalam makanan ataupun sebagai obat, dan defisiensi Cu pada

manusia sangat jarang terjadi. Pada hewan percobaan, pengobatan anemia defisiensi Fe yang

disertai hipokupremia dengan sediaan Fe, bersama atau tanpa Cu, memberikan hasil yang sama.

Sebaliknya, pada anemia dengan defisiensi Cu (yang sukar dibedakan dari defisiensi Fe)

diperlukan kedua unsur tersebut karena pada hewan dengan defisiensi Cu absorpsi Fe akan

berkurang.

2. 10 Pemantauan Terapi

a. Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu

b. Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat

21

Page 22: Referat anemia defisiensi besi

c.Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastrointestinal

misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat

berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.

Tumbuh Kembang

a. Penimbangan berat badan setiap bulan

b. Perubahan tingkah laku

c. Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan konsultasi ke ahli

psikologi

d. Aktifitas motorik

22

Page 23: Referat anemia defisiensi besi

BAB III

PENUTUP

Anemia dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis didapatkan gejala-gejala anemia pada umumnya seperti lemah, lesu,

lelah, pusing, sakit kepala, sulit tidur, gelisah, kurang konsentrasi dan ada riwayat perdarahan,

trauma atau penyakit kronik. Pada pemeriksaan fisik didpaat pucat pada konjungtiva mata.

Pemeriksaan laboratorium didapat nilai Hb dan Ht yang kurang dari normal. Pemeriksaan

penunjang dapat membantu kita untuk membedakan jenis anemia. Gambaran darah tepi pada

anemia defisiensi besi menunjukkan mikrositik hipokrom.

Terapi anemia sebaiknya dilakukan dengan cepat dan tepat. Secara umum kita mengobati

penyebab anemianya. Tetapi pada keadaan tertentu kita harus mengobati anemianya walapun

penyebabnya belum diketahui. Tidak setiap anemia harus ditransfusi, oleh karena bahaya tranfusi

cukup banyak. Tetapi pada pasien-pasien yang terancam jiwanya transfusi harus dilakukan secepat

mungkin untuk mencegah terjadinya gagal jantung yang mengancam.

23

Page 24: Referat anemia defisiensi besi

DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison’s; Anemia; Principles of Internal Medicine, 16 th edition; International edition; 1998;

page 335-339.

2. Soeparman, Sarwono Waspadji; Ilmu Penyakit Dlaam Jilid II, Balai Penerbit FKUI Jakarta;

1990; hal. 393-441.

3. Prie S.A, dkk. Hematologi. Patofisiologi buku 2 Konsep Klinis Proses Proses Penyakit .

jakarta : EGC 195. Cetakan I.

4. Masrizal; Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, II (1)

24