makalah farmakologi kel 3.docx
Post on 31-Jan-2016
387 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKALAH FARMAKOLOGI DASAR
ANSIOLITIK DAN HIPNOTIK
KELOMPOK III
ANGGOTA:
1. – RUSLIATI DAMU (O1A1 14 100)2. – EVA PUSPITA SARI PB (O1A1 14 110)3. – SITTI SUHARTIN (O1A1 14 168)4. – MEATY NAWANG WULAN (O1A1 14 122)5. – FEBRISA DINDA (O1A1 14 103)6. – EVI EFRIANI (F1F113110)7. –IKE DIAN NURHAYATI (F1F113106)8. –ENDANG TRI (F1F113102)9. –CHESTY NOVISTA S. (F1F113107)10. –JURNIANTI (F1F113103)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis. Fungsi utama SSP adalah
mengkoordinasi dan mengontrol sistem yang ada dalam tubuh. Neurotransmitter
(NT) dan hormon adalah 2 alat utama alat utama yang sangat penting bagi SSP
untuk mengkordinasi dan mengontrol fungsi-fungsi organ agar dapat berfungsi
sesuai kebutuhan. Fungsi utama SSP adalah untuk mengkoordinasi dan
mengontrol sistem yang ada dalam tubuh. Neurotransmitter (NT) dan hormon
adalah 2 alat utama yang sangat penting bagi SSP untuk mengkoordinasi dan
mengontrol fungsi-fungsi organ agar dapat berfungsi sesuai kebutuhan. Salah satu
neurotransmitter yang berpengaruh pada SSP adalah gama-aminobyric acid
(GABA). Beberapa gangguan mental dan kondisi sakit berhubungan erat dengan
adanya perubahan neurotransmitter tertentu, baik jumlah maupun aktivitasnya.
Untuk mengembalikan neurotransmitter ke keadaan semula dapat dilakukan
dengan intervensi menggunakan obat. Banyak sekali obat yang bekerja pada SSP
dengan mempengaruhi konsentrasi, jumlah dan aktivitas neurotransmitter tertentu.
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat
(SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan ,
hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan
mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas,
menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah
1. Bagaimana mekanisme kerja golongan obat ansiolitik?
2. Bagaimana mekanisme kerja golongan obat hipnotik?
C. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini yaitu.
1. Untuk mengetahui mekanisme kerja golongan obat ansiolitik.
2. Untuk mengetahui mekanisme kerja golongan obat hipnotik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi
diperuntukkan Meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau
menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat
ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan
menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002).
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat
(SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan ,
hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan
mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifita
s, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995).
Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor
kinetik berikut:
a) lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh,
b) pengaruhnya pada kegiatan esok hari,
c) kecepatan mulai bekerjanya,
d) bahaya timbulnya ketergantungan,
e) efek“rebound” insomnia,
f) pengaruhnya terhadap kualitas tidur,
g) interaksi dengan otot-otot lain,
h) toksisitas, terutama pada dosis berlebihan
(Tjay, 2002).
Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan
emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang
sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan
tonus otot (Djamhuri, 1995).
Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin,
contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya:
fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat,
etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alkohol (Ganiswarna dkk,
1995).
Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu:
a) depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada
flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat
dan paraldehida;
b) tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat;
c) sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat;
d) “hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan
ringan di kepala dan termangu.
Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½-nya
panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-
acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di
jaringan lemak (Tjay, 2002).
Pada umumnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki daya kerja yaitu
khasiat anksiolitis, sedatif hipnotis, antikonvulsif dan daya relaksasi otot.
Keuntungan obat ini dibandingkan dengan barbital dan obat 4 tidur lainnya adalah
tidak atau hampir tidak merintangi tidur. Dulu, obat ini diduga tidak menimbulkan
toleransi, tetapi ternyata bahwa efek hipnotisnya semakin berkurang setelah
pemakaian 1-2 minggu, seperti cepatnya menidurkan, serta memperpanjang dan
memperdalam tidur (Tjay, 2002).
Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat
dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma sampai
dengan kematian. Efek hipnotiknya dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit
dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis,tidak disertai mimpi
yang mengganggu. Fase tidur REM dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan
sikap masa bodoh terhadap rangsangan luar (Ganiswarna dkk, 1995). Barbiturat
tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian obat
barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20% ambang
nyeri, sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak
dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya
rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan
eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi
pusat penghambatan (Ganiswarna dkk, 1995).
Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi
diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermu dah atau
menyebabkan tidur. Umumnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bila zat-zat
ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan
menenangkan, maka dinamakan sedatif (Tjay, 2002).
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat
(SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan ,
hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan
mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifita
s, menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995).
Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor
kinetik berikut:
a) lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh,
b) pengaruhnya pada kegiatan esok hari,
c) kecepatan mulai bekerjanya,
d) bahaya timbulnya ketergantungan,
e) efek “rebound” insomnia,
f) pengaruhnya terhadap kualitas tidur,
g) interaksi dengan otot-otot lain,
h) toksisitas, terutama pada dosis berlebihan
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat
(SSP), mulai yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan,
hingga yang berat (kecuali benzodiazepine) yaitu hilangnya kesadaran, koma dan
mati bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedasi menekan aktifitas,
menurunkan respons terhadap rangsangan dan menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis (H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Saraf Pusat (SSP)
Sistem saraf dibagi menjadi 2, sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf
tepi (SST). SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis. SSP mempunyai 2 cabang,
sistem saraf omatik (SSP) dan sistem saraf otonom (SSO). SSP merupakan saraf
volunter karena mensarafi tot rangka yang dapat dikendalikan. Sedangkan SSO
bekerja pada otot polos dan dan kelenjar yang tidak dapat dikendalikan. Fungsi
SSO adalah mengendalikan dan mengatur organ-organ otonom , seperti jantung,
saluran gastrointestinal, mata, kandung kemih, pembuluh darah, kelenjar paru-
paru dan bronkus.
Fungsi utama SSP adalah untuk mengkoordinasi dan mengontrol sistem
yang ada dalam tubuh. Neurotransmitter (NT) dan hormon adalah 2 alat utama
yang sangat penting bagi SSP untuk mengkoordinasi dan mengontrol fungsi-
fungsi organ agar dapat berfungsi sesuai kebutuhan. Salah satu neurotransmitter
yang berpengaruh pada SSP adalah gama-aminobyric acid (GABA). Beberapa
gangguan mental dan kondisi sakit berhubungan erat dengan adanya perubahan
neurotransmitter tertentu, baik jumlah maupun aktivitasnya. Untuk
mengembalikan neurotransmitter ke keadaan semula dapat dilakukan dengan
intervensi menggunakan obat. Banyak sekali obat yang bekerja pada SSP dengan
mempengaruhi konsentrasi, jumlah dan aktivitas neurotransmitter tertentu.
Beberapa obat yang digunakan untuk terapi gangguan SSP yaitu ansiolitik,
sedatif-hipnotik, antidepresan, anastesi, dan antikonvulsan. Dan yang akan
dibahas lebih lanjut dalam makalah ini adalah ansiolitik/sedatif dan hipnotik. Obat
yang digolongkan sebagai ansiolitik dan hipnotik digunakan untuk berbagai
tujuan terapi, seperti untuk mengurangi kecemasan, terapi epilepsi, induksi tidur
(insomnia) dan anastesi.
B. Ansiolitik atau sedatif
Ansietas adalah suatu ketegangan yang tidak menyenangkan, rasa takut,
gelisah rasa takut yang mungkin timbul dari penyebab yang tidak diketahui.
Keadaan ansietas ini merupakan gangguan mental yang sering dijumpai. Gejala
ansietas berat serupa dengan takut(seperti takikardiak, berkeringat, gemetar,
palpitasi) dan aktivasi simpatik. Ansiolitik Benzodiazepin sebagai ansiolitik
efektif dalam menghilangkan ansietas yang paling banyak digunakan. Dipakai
untuk gejala-gejala yang berkaitan dengan stress, tidak bahagia atau penyakit fisik
minor. Obat-obat tersebut tidak boleh digunakan untuk mengobati depresi, kondisi
fobia, obsesi atau psikosis kronik. Pada anak-anak pengobatan ansiolitik hanya
boleh digunakan untuk menghilangkan ansietas akut (dan insomnia yang terkait)
yang disebabkan oleh rasa takut misalnya sebelum operasi. Pengobatan ansiolitik
dipakai dengan dosis serendah mungkin dan waktu sejangka pendek mungkin.
Ketergantunga terutama terjadi pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan
alkohol atau obat dan gangguan kepribadian yang jelas. Ansiolitk terutama
benzodiazepin juga dikenal sebagai trankuiliser minor. Istilah ini tidak tepat oleh
karena bukan hanya berbeda dngan obat antipsikotik (trankuiliser mayor) bahkan
penggunaanya pun sama sekali tidak berarti minor. Antipsikosis pada dosis
rendah kadang-kadang dipakai pada ansietas yang berat untuk kerja sedasinya
akan tetapi penggunaan jangka panjang harus dihindarkan utuk menghindari
resiko terjadinya tardive dyskinesia.
Indikasi obat golongan ansiolitik
1) Untuk gangguan ansietas digunakan diazepam, untuk pasien yang
memerlukan pengobatan lama. Alprazolam untuk pengobatan lama atau
pendek. Obat ini menimbulkan adiksi sehingga hanya untuk ansietas kronik.
2) Untuk gangguan otot digunakan diazepam, bisa juga digunakan untuk kaku
otot.
3) Untuk penanganan kejang dengan obat klonazepam untuk kejang karena
epilepsi. epilepsi Klorazepat, diazepam dan oksazepam untuk pengobatan
akut putus alkohol.
4) Untuk ga ngguan tidur, tidak semua benzodiazepam dapat digunakan sebagai
obat tidur, meskipun semua mempunyai efek sedatif dan penenang. Yang
digunakan untuk gangguan tidur (obat tidur) adalah Flurazepam, Temazepam,
Triazolam.
1. CARA KERJA
Pengikatan GABA (asam gama amino butirat) ke reseptornya pada
membran sel akan membuka saluran klorida, meningkatkan efek konduksi
klorida, meningkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang masuk
menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari
ambang letup dan meniadakan pembentukan kerja-potensial. Benzodiazepin
terikat pada sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari membran sel yang terpisah
tetapi dekat reseptor GABA reseptor benzodiazepin terdapat hanya pada SSP dan
lokasinya sejajar dengan neuron GABA. Pengikatan benzodiazepin memacu
afinitas reseptor GABA untuk neurotransmitteryang bersangkutan, sehingga
saluran klorida yang berikatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan
memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron. Efek klinis berbagai
benzodiazepin tergantung pada afinitas ikatan obat masing-maasing pada
kompleks saluran ion,yaitu kompleks GABA reseptor dan klorida.
2. EFEK
Benzodiazepin bukan antipsikotik atau tidak mempengarui SSA. Semua
benzodiazepin memperlihatkan efek berikut.
1. Menurunkan ansietas: pada dosis rendah benzodiazepin bersifat ansiolitik.
2. Bersifat sedatif dan hipnotik : semua benzodiazepinn yang digunakan
untuk mengobati ansietas juga mempunyai efek sedatif. Pada dosis yang
lebih tinggi, benzodiazepin tertentu menimbulkan hipnosis.
3. Antikonvulsan : beberapa benzodiazepin bersifat antikonvulsan dan
digunakan untuk pengobatan epilepsi dan gangguan kejang lainnya
4. Pelemas otot : benzodiazepin melemaskan otot skelet yang spastik,
barangkali dengan cara meningkatkan inhibisi presinaptik dalam sum-sum
tulang.
D. OBAT-OBAT ANSIOLITIK
1. Benzodiazepin
Benzodiazepin dipakai untuk pemakaian jangka pendek pada ansietas yang
berat. Kerja yang panjang dimiliki oleh : diazepam, alprazolam, bromazepam,
klordiazepoksid, klobazam dan klorazepat. Kerja jangka pendek dimiliki oleh:
lorazepam dan oksazepam dipakai pada pasien dengan gangguan hati tetapi
mempunyai resiko besar pada pemutusan obat. Diazepam dan lorazepam kadang-
kadang dipakai secara i.v. untuk mengendalikan panik. Pemakaian i.m. tidak lebih
menguntungkan dibandingkan pemakaian oral.
2. Diazepam
Indikasi : pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada
putus alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot. Peringatan :
dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau mengoperasikan mesin, hamil,
menyusui, bayi, usia lanjut, penyakit hati dan ginjal, penyakit pernapasan,
kelemahan otot, riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, kelainan kepribadian
yang nyata, kurangi dosis pada usia lanjut dan debil, hindari pemakaian jangka
panjang, peringatan khusus untuk injeksi i.v. porfiria. Kontraindikasi : depresi
pernapasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufisiensi pulmoner akut,
kondisi fobia dan obsesi, psikosis kronik, glaukoma sudut sempit akut, serangan
asma akut, trimester pertama kehamilan, bayi prematur; tidak boleh digunakan
sendirian pada depresi atau ansietas dengan depresi. Efek samping : mengantuk,
kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam agresi, gangguan mental,
amnesia, ketergantungan, depresi pernapasan, kepala terasa ringan hari
berikutnya, bingung. Kadng-kadang terjadi: nyeri kepala, vertigo, hipotensi,
perubahan salivasi, gangguan saluran cerna, ruam, gangguan penglihatan,
perubahan libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah dan sakit kuning,
pada injeksi i.v. terjadi : nyeri, tromboflebitis dan jarang apneu atau hipotensi.
Dosis oral : ansietas 2 mg 3 kali/hari, dinaikkan bila perlu sampai 15-30 mg/hari
dalam dosis terbagi. Untuk usia lanjut atau debil dosis setengahnya. Insomnia
yang disertai ansietas 5-15 mg sebelum tidur. Injeksi i.m. atau i.v. lambat
( kedalam vena yang besar dengan kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit) untuk
ansietas akut berat, pengendalian serangan panik akut, dan putus alkohol akut: 10
mg diulangi bila perlu setelah tidak kurang dri 4 jam. Dengan melalui rektal
sebagai larutan ansietas akut dan agitasi : 10 mg (usia lanjut 5 mg) diulang setelah
5 menit bila perlu. Untuk ansietas apabila pemberian oral tidak dapat dilakukan
obatdiberikan melalui rektum sebagai supositoria : 10-30 mg (dosis lebih tinggi
terbagi). Sediaan yang beredar : diazepam, lovium, mentalium, paralium, stesolid,
trankinon, valium, validex, valisanbe.
3. Alprazolam
Indikasi : ansietas. Peringatan, indikasi dan efek samping : lihat diazepam.
Dosis : 250-500 mcg 3 kali sehari (usia lanjut atau debil 250 mcg 2-3 kali sehari).
Naikkan bila perlu sampai total 3 mg/ hari. Untuk anak tidak dianjurkan. Sediaan
yang beredar : xanax. Obat –obat lain untuk ansietas : bromazepam,
klordiazepoksid, klobazam, kalium klorazepat, lorazepam, buspiron HCl,
meprobamat,.
4. Barbiturat
Barbiturat yang kerjanya sedang hanya digunakan pada pengobatan insomnia
yang sulit diobati dan berat, pada pasien-pasien yang sebelumnya telah mendapat
barbiturat. Obat golongan ini dihindari pada usia lanjut. Barbituran kerja lama
yaitu : fenobarbital dn metilfenobarbital, kadang-kadang masih bermanfaat pada
kasus epilepsi. Barbiturat yang kerjanya jangka pendek yakni metoheksiton dan
tiopenton, digunakan dalam anestesia. Indikasi : insomnia yang sulit diobati dan
berat pada pasien yang pernah mendapat barbiturat. Peringatan : hindari
penggunaan sedapat mungkin; ketergantungan dan toleransi mudah terjadi.
Pemutusan obat tiba-tiba dapat menimbulkan gejala putus serius ( sampai
menimbulkan kematian). Dosis ulangan dapat menimbulkan kumulasi dan dapat
menimbulkan sedsi berlebihan; perhatian juga pada penyakit pernapasan, penyakit
ginjal, gangguan hati. Kontraindikasi : insomnia yang disebabkan oleh nyeri,
porfiria, hamil, menyusui, hindari pada anak, dewasa muda, usia lanjut, pasien
debil, dan juga pasien dengan riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol.
Efek samping : hangover dengan mengantuk, pusing, ataksia, depresi pernapasan,
reaksi hipersensitivitas, nyeri kepala, terutama pada usia lanjut; eksitasi
paradoksikal dan bingung kadang-kadang terjadi mendahului tidurnya.
E. HIPNOTIK
Kebutuhan akan tidur dapat dianggap sebagai suatu perlindungan dari
organisme untuk menghindari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang
tidur. Tidur yang baik, cukup dalam dan lama, adalah mutlak untuk regenerasi sel-
sel tubuh dan memungkinkan pelaksanaan aktivitas pada siang hari dengan baik.
Efek terpenting yang memengaruhi kualitas tidur adalah penyingkatan waktu
menidurkan, perpanjangan masa tidur dan pengurangan jumlah periode terbangun.
Insomnia atau sukar tidur dapat diakibatkan oleh banyak gangguan fisik, misalnya
batuk, rasa nyeri, migrain atau sesak napas. Insomnia juga dapat disebabkan oleh
penggunaan alkohol berlebihan dan terutama kofein yang terdapat dalam kopi,
teh, coklat dan minuman kola. Juga beberapa jenis obat bisa mengganggu
fisiologis tidur mis. Analgetika ( yang mengandung kofein), anoreksansia,
glukokortikoida, agonis dopamin, beta-blockers dan beberapa obat psikotropik.
Upaya non obat perlu dicoba, dengan mengingat kemungkinan penyebabnya.
Kalau memang harus menggunakan obat, diusahakan pemakaiannya tidak terus-
menerus. Penggunaan berulangkali dapat menimbulkan toleransi dan
ketergantungan. Insomnia kronik dapat disebabkan oleh kelainan psikiatrik seperti
cemas, depresi, penyalahgunaan obat dan alkohol. Pengobatan kelainan psikiatrik
dengan menggunakan amitriptilin yang diberikan malam hari, sudah mampu
untuk mempermudah tidur. Penggunaan untuk pasien anak hanya kalau betul-
betul diperlukan. Penggunaan pada usia lanjut dihindari karena mempunyai resiko
ataksia dan bingung sehingga mudah terjatuh dan akan mencederai dirinya.
F. Penggolongan Obat
1. Benzodiazepin
Beberapa obat golongan benzodiazepin dipakai sebagai hipnotik. Obat-obat yang
bekerja lama ialah nitrazepam, flunitrazepam, dan flurazepam. Obat-obat tersebut
dapat mempunyai efek kumulatif. Obat-obat yang bekerja jangka pendek ialah :
loprazolam, lormetazepam, dan temazepam. Obat-obat tersebut lebih sering
menimbulkan gejala putus obat. Benzodiazepin ansiolitik seperti diazepam yang
diberikan malam hari dosis tunggal, dapat juga berperan sebagai hipnotik.
2. Nitrazepam
Indikasi : insomnia, gangguan tidur dengan berbagai sebab (penggunaan jangka
pendek). Peringatan : hamil, menyusui, penyakit pernapasan, kelemahan otot,
riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, kelainan kepribadian yang jelas,
gangguan faal hati dn ginjal, gangguan kemampuan mengemudi dan menjalankan
mesin. Kontra Indikasi : depresi pernapasan, miastenia gravis, kondisi fobi atau
obsesi, psikosis kronik, gangguan hati berat. Efek samping : ataksia dan bingung
terutama pada pasien usia lanjut, vertigo, amnesia, ketergantungan. Dosis : 5-10
mg sebelum tidur; usia lanjut 2,5-5 mg; anak tidak dianjurkan. Sediaan yang
beredar ( nitrazepam, dumolid, mogadon).
3. Kloralhidrat
Indikasi : insomnia (penggunaan jangka pendek). Peringatan : dapat menimbulkan
ketergantungan, penyakit pernapasan, riwayat penyalahgunaan obat dan alkohol,
gangguan kepribadian yang jelas, hamil, menyusui, pada kasus usia lanjut dan
debil dosis dikurangi, hindari pemakaian lama dan pemutusan obat mendadak,
hindari kontak dengan kulit dan selaput lendir. Kontaindikasi : penyakit jantung
berat, gangguan faal hati dan ginjal yang jelas, gastritis, hamil dan menyusui.
Efek samping : iritasi lambung, distensi abdominal dan flatulensi, ruam kulit,
kemudian nyeri kepala, ketonuria, eksitasi, delirium, ketergantungan pada
pemakaian jangka lama, gangguan ginjal dan hati, hipotensi. Dosis : insomnia 0,5
– 1 g ( maksimal 2 g) dengan minum banyak air pada waktu sebelum tidur. Anak
30-50 mg/kg sampai maksimal dosis tunggal 1 g. Sediaan yang beredar :
kloralhidrat.
BAB IVPENUTUP
A. KESIMPULAN
Perbedaan kadar dalam pengobatan, dalam hal ini hipnotik-sedativ,
mempengaruhi daya kerja obat. Namun demikian perlu diperhatikan juga tempat
pemberiannya, karena berbeda tempat pemberian obat, berbeda pula onset dan
durasi kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University Press, D.I Yogayakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi,IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Djamhuri, Agus., 1995, Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik dan Perawatan, Edisi 1, Cetakan Ketiga, Hipokrates, Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995, Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.
Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Langsam, Yedidyah. DIAZEPAM (VALIUM AND OTHERS). Brooklyn College (Eilat.sci.Brooklyn.CUNY.edu). Diterima 2006-03-23.
Riss, J.; Cloyd, J.; Gates, J.; Collins, S. (Aug 2008). Benzodiazepines in epilepsy: pharmacology and pharmacokinetics. (PDF). Acta Neurol Scand.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.
top related