laporan tutorial 2 final
Post on 09-Feb-2016
140 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan karunia-Nya,
sehingga kami dapat merampungkan penyusunan laporan tutorial ini tepat pada waktunya.
Pada skenario pertama yang berjudul “Muntah lagi…muntah lagi…” ini, kami membahas dan
mendiskusikan tentang Teori-teori Hiperensi pada Kehamilan, Hipertensi Kronik, Preeklampsia,
Eklampsia, Hipertensi Kronis dengan Superimposed Preeklampsia, dll.
Terima kasih secara khusus kami ucapkan pada tutor kami untuk skenario ini, yaitu dr.
Lina Nurbaiti atas segala arahan dan bimbingan beliau sehingga proses tutorial kelompok kami
berjalan lebih lancar dan dinamis. Tidak lupa juga kami haturkan terima kasih pada semua pihak
yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan laporan tutorial ini.
Akhir kata, kami menyadari bahwa laporan yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih menyimpan berbagai kekurangan, baik dari segi materi maupun
penyampaian. Sehingga kami selaku penyusun memohon kritik dan saran yang membangun
agar tercapai hal-hal yang lebih baik untuk kita bersama di hari-hari selanjutanya.
Mataram, Maret 2010
Penyusun
i
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
Skenario 2 ........................................................................................................................ 1
Learning objective ............................................................................................................ 2
Patofisiologi Hipertensi pada Kehamilan .......................................................................... 3
Hipertensi Kronik .............................................................................................................. 9
Preeklampsia .................................................................................................................... 11
Eklampsia ........................................................................................................................ 22
Hipertensi dengan Superimposed Preeklampsia............................................................... 31
Hipertensi Gestasional ..................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 37
ii
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Skenario 2“ Muntah lagi…muntah lagi…”
Ny . Susi, 29 tahun, G2P1A0, umur kehamilan 30 minggu, datang ke Poli Kandungan
RSU Provinsi NTB dengan keluhan pusing dan muntah-muntah sejak 2 hari yang lalu. Dari
buku ANC yang dibawanya, tampak bahwa Ny. Susi pernah sekali memeriksakan
kehamilannya di puskesmas, yaitu saat umur kehamilannya 8 minggu. HPHT 15-9-2009. TP:
22-6-2010. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 180/110 mmHg. RR : 20 x/menit. nadi :
104x/menit, teratur. Suhu axiller : 37 drjt C. Abd : Fundus uteri teraba 3 jari atas pusat, nyeri
tekan (-). Didapatkan edema pada kedua kaki. Riwayat hipertensi tidak diketahui. Anak pertama
lahir normal dan hampir tidak ada keluhan selama kehamilan terdahulu. Oleh dokter IGD, Ny.
Susi diharuskan rawat inap dan dikonsulkan ke dokter spesialis kandungan.
Learning objective1
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Berikut adalah learning Objective yang kami bahas:
Patofisiologi Hipertensi pada Kehamilan Hipertensi Kronik Preeklampsia Eklampsia Hipertensi dengan superimposed Preeklampsia Hipertensi Gestasional
2
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Patofisiologi Hipertensi pada Kehamilan
Penyebab Hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum banak diketahui dengan jelas.
Banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Teori-
teori yang sekarang banyak dianut adalah :
1. Teori Kelainan Vaskularisasi plasenta
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas,dan disfungsi endotel
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskularori genetic
5. Teori Genetik
6. Teori defisiensi gizi
7. Teori Stimulus Inflamasi
Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arterispiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunantekanan
darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
3
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak trjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dank eras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling
arteri spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat
meningkatkab 10 kali aliran darah ke utero plasenta.
Teori iskemia plasenta, radikal bebas,dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofobls, pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia.
Plasenta yang iskemia ini akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan
merupakan senyawa penerima electron atau atom/molekul yeng mempunyai electron yang
tidak berpasangan yang dalam keadaan normal dibutuhkan untuk perlindungan tubuh.
4
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Salah satu oksidan yang dihasilkan plasenta iskemia aalah radikal hidroksil yang sangat
toksik, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang banyak mengandung asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel,
juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel.
b. Perooksida lemak sebagai oksidan pada hpertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan seperti vitamin E pada hypertensi
dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang
relative tinggi. Membrane sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida
lemak, karena letaknya lansung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh.
c. Disfungsi sel endotel
Akibat selendotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane sel
endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel
endotel, maka akan terjadi:
Gangguan metabolisme prostaglandin
5
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan untuk
menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu fasokonstriktor kuat. Pada keadaan
preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga tejadi
fasokonstriksi dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus
Peningkatan permeabilitas kapiler
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopreson. Kadar NO (vasodilator) menurun,
sedangkan endotelin (vasokonstiktor) meningkat.
Peningkatan factor koabulasi
Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat
asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan
penting dalam modulasi respon imun, sehinga Ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta).
Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblast janin dari lisis oleh sel natural killer
(NK) Ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasi sel trofoblast kedalam jarinagn desidua Ibu.
Pada plasenta hypertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G sehingga HLA-G
pada desidua Ibu mengahambat invasi trofoblast kedalam desidua. Invasi trofoblast sangat
penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya
dilatasi spiralis.
6
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Teori adaptasi kardiovaskularori genetic
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap ransanga vasopresor, atau dibutuhkan
kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada hypertensi
dalam kehamilan akan terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan
ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor.
Teori Genetik
Ada factor keturunan dan familiar dengan model gen tunggal. Genotype Ibu lebih menentukan
terjadinya hypertensi dalam kehamilan secara familiar jika dibandingkandengan genotype janin.
Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hypertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa minyak
ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan menegah vasokonstriksi pembuluh darah,
sehingga akan mengurangi risiko preeklampsia. Beberapa peneliti menganggap bahwa
7
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia
atau eklampsia.
Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblast didalam sirkulasi darah
merupakan ransangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga
melepaskan debris trofoblast sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrosis trofoblast akibat
reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian meransang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamlian normal, jumlah debris trofoblast masih dalam
batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses
apoptosis dalam preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif,
sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotif trofoblast juga meningkat. Makin banyak sel
trofoblast plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress
oksidatif akan sangat meningkat, keadaan ini menimbulkan beban reaksi inlamasi dalam darah
Ibu menjadi jauh lebih besar, dibandingkan dengan reaksi inflamasi pada kehamilan normal.
Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-selmakroak, granulosit, yang lebih
besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada Ibu.
8
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
HIPERTENSI KRONIK
Definisi
Adalah hipertensi dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang telah didiagnosis sebelum
kehamilan atau didiagnosis sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak berhubungan dengan
gestasional tropoblastic disease.
Diagnosis
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
Hipertensi telah didiagnosis sebelum kehamilan atau hipertensi terdeteksi sebelum usia
kehamilan 20 minggu.
Hipertensi persisten setelah 12 minggu postpartum
Terapi
Dianjurkan melakukan pemeriksaan ANC yang teratur. Bila diperlukan konsultasi pada
spesialis.
Dianjurkan cukup istirahat, menjauhi emosi dan dilarang melakukan pekerjaan berat.
Dicegah penambahan berat badan yang berlebihan. Dianjurkan untuk diet tinggi
protein, rendah lemak dan rendah garam.
Pengawasan ketat terhadap janin. Dilakukan monitoring dengan elektrokardiografi fetal,
fetal heart monitoring, ukuran biparietal (USG), penentuan kadar estriol, amnioskopi,
pH darah janin.
Medikamentosa
- Obat antihipertensi : metildopa
- Obat penenang : fenobarbital, valium, frisium ativan.
9
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Dapat dipertimbangkan pengakhiran kehamilan bila terjadi hipertensi yang berat (TD ≥
200/120) atau pre-eklamsia berat atau janin meninggal dalam kandungan.
Prognosis
Prognosis bagi ibu
Prognosis untuk ibu kurang baik. Angka kematian ibu sekitar 1-2 %. Dapat disebabkan
oleh perdarahan otak, payah jantung, dan uremia.
Prognosis bagi janin
Prognosis bagi janin juga kurang baik karena bisa terjadi insufisiensi plasenta, solusio
plasenta, prematuritas dan dismaturitas. Angka kematian bayi 20 %.
10
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
PREEKLAMPSIA
Definisi
Sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan
aktivasi endotel.
Faktor Risiko
Usia remaja < 20 tahun atau > 35 tahun
Mempunyai riwayat hipertensi kronis sebelumnya
Mempunyai riwayat preeklamsia sebelumnya
Terdapat riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan
Primigravida, terutama primigravida muda
DM, kelainan ginjal, lupus, rheumatoid arthritis
Mola hidatidosa
Penyakit tiroid
Penyakit ginjal
Penyakit vascular kolagen
Sindrom antifosfolipid
Kehamilan ganda
Hidrops fetalis
Obesitas
11
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Patofisiologi
Etiologi dan patogenesis preeclampsia masih belum banyak diketahui. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa preeclampsia diinduksi oleh gangguan pada endothelium, yang
dikarakteristikkan dengan tampakan anemia hemolitik mikroangiopati. Penelitian terhadap
manusia menunjukkan bahwa terdapat peningkatan fibronektin selular yang bersirkulasi dan
antigen factor VIII, dimana kedua marker ini merupakan tanda cedera sel endotel, pada wanita
dengan preeklampsia sebelum akhirnya berubah menjadi simtomatik. Penurunan produksi
factor endothelial yang menginduksi relaksasi (seperti nitrit oxide dan prostasiklin) dan
peningkatan produksi endoltelin dan tromboksan pada wanita dengan preeclampsia juga
menyebabkanabnormalitas fungsi endotel. Model preeclampsia ini juga menunjukkan adanya
proteinuria dan hipertensi.
12
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
a. Kardiovaskular
Keadaan hipertensi pada preeklampsia berkontribusi dalam vasokonstriksi dengan
spasme segmental yang terjadi terutama pada arteriol dan hal inlah yang mengakibatkan
peningkatan reaktivitas vascular. Mekanisme tersebut bertanggung jawab pada
peningkatan reaktivitas vascular pada interaksi normal terhadap agen vasodilator
(protasiklin dan nitrit oksida) dan agen vasokonstriksi (TXA2, endotelin). Perubahan inilah
yang menyebabkan peningkatan tekanan arterial (afterload). Tanda lain preeklampsia
adalah hemokonsentrasi. Pasien dengan preeklampsia memiliki volume vascular yang renah
dan toleransi terhadap hilangnya darah jelek. Hal ini disebabkan oleh kerusakan endotel
yang mengakibatkan kelemahan cairan intravascular dan protein ke ruang interstisial,
mengakibatkan penurunan volume intravascular. Jantung pada wanita normal dengan
preeklampsia masih dalam batas kontraktilitas dan fungsi yang normal.
b. Hematologik
Beberapa abnormalitas hematologic bisa terjadi. Hal yang paling umum terjadi pada
preeklampsia adalah trombositopenia (platelet <100,000/mm3). Hal ini juga disebabkan
oleh kerusakan endotel vascular atau aktivasi dan kadar TXA2 yang tinggi. Hal lainnya
disebabkan oleh anemia hemolitik mikroangiopati, seperti yang terlihat dalam sindrom
HELLP dan bisa didiagnosis dengan adanya skistosit pada apus darah perifer dan
peningkatan kadar laktata dehidrogenase.
c. Renal
Vasospasme pada preeklampsia menimbulkan gejala penurunan perfusi ke ginjal dan
mengakibatkan penurunan GFR. Oleh karena itu, kada serum kreatinin pasien preeclampsia
jarang meningkat diatas kadar normal wanita hamil (0.8 mg/dL). Monitoring ketat terhadap
urin pada pasien sangat diperlukan sebab adanya oligouria (<500 cc dalam 24 jam) bisa
terjadi akibat insufisiensi renal. Hal yang lebih jarang, biasanya ginjal akan mengalami
nekrosis tubular akut. Hal yang patognomonik pada lesi ginjal preeclampsia disebut
13
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
endoteliosis kapiler glomerular, dimana terjadi pembengkakan kapiler glomerular dan sel-
sel mesangial.
d. Hepatik
Kerusakan hepar disebabkan oleh peningkatan level serum enzim hepar yang
menyebabkan hemtom subkapsular dan rupture hepar yang kemudian akan disebut
sindrom HELLP. Sekitar 20% mortalitas maternal pada preeklampia terkait dengan
komplikasi hepar. Lesi patologik hepat terlihat pada hemoragi periportal, nekrosis
hepatoseluler, lesi iskemik, perubahan lemak intraseluler, dan deposit fibrin.
e. Sistem saraf pusat
Konvulsi preeklamptik bisa menghasilkan suatu manifestasi preeklamptik dan
menjadi momok mortalitas maternal di dunia. Etiologi jelas pada preeclampsia belum begitu
jelas, namun diduga terkait dengan koagulopati, deposit fibrin, dan vasospasme. Hal yang
tersering adalah terjadinya edema serebral yang terkait dengan disfungsi autoregulasi
vascular. Studi radiologic menunjukkan bahwa edema serebral dan lesi hemoragik,
terutama pada hemisfer posterior, menjelaskan mengapa terdapat gangguan penglihatan
pada preeclampsia. Abnormalitas CNS lainnya termasuk sakit kepala dan gangguan visual
seperti skotomata, penglihatan kabur, dan kadang kebutaan sementara.
Tanda dan Gejala
Gangguan penglihatan (berkaitan dengan vasospasme serebral).
Nyeri epigastrik (berkaitan dengan pembengkakan hepar dan inflamasi).
Pada wanita hamil yang normal umum terjadi edema ekstremitas bawah yang ringan,
namun pada wanita preeklampsia terjadi progress yang cepat dari edema dependent atau
terjadi edema non dependent (di area wajah dan tangan).
Peningkatan berat badan secara cepat (merupakan hasil dari edema akibat kebocoran
kapiler --> retensi cairan dan sodium).
14
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Nyeri abdomen kuadran kanan atas (akibat pembengkakan hepar tersebut).
Edema retinal (mencerminkan preeklampsia yang sudah berat).
Diagnosis
Diagnosis diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, kemudian ditambah dengan
temuan dari pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Tanyakan gejala preeklamsia seperti yang telah terbahas sebelumnya, diantaranya :
Berat badan meningkat drastic, biasanya akibat penumpukan cairan
Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas
Sakit kepala berat
Perubahan pada reflex hiperrefleksia
Menurunnya produksi urin, bahkan anuria
Mual muntah berlebihan
b. Pemeriksaan Fisik
Diawali dengan mengamati keadaan umum
Pemeriksaan tanda vital, pada pemeriksaan tekanan darah, yang lebih menjadi patokan
adalah diastolik. Karena merupakan hasil pengukuran tekanan perifer dan tidak
berhubungan dengan emosi.
Kemudian mulai menilai status generalis dan lokalis dan dikaitkan dengan gejala dan
tanda pada preeklamsia
15
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : tes fungsi hati ginjal dan darah
Kriteria Diagnosis
Terdapat dua criteria dalam mendiagnosis preeklamsia menurut the National High Blood
Pressure Education Program (NHBPEP) :
Kriteria minimal
o Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu
o Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 pada dipstik
Peningkatan kepastian preeklamsia
o Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
o Proteinuria 2 gr/24 jam atau ≥ 2+ dipstick
o Serum kreatinin > 1,2 mg/dL kecuali jika telah diketahui sebelumnya telah meningkat
o Platelet < 100.000/mm3
o Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH)
o Peningkatan ALT atau AST
o Sakit kepala yang persisten, atau gangguan serebral dan vsual yang lain
o Nyeri epigastrium persisten
16
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Preeklamsia juga dapat diklasifikasikan menjadi ringan dan berat seperti pada table berikut :
Table 19–4. Classification of Preeclampsia.
Mild Preeclampsia Severe Preeclampsia
Blood pressure 140/90 mm Hg but
< 160/110 mm Hg on two occasions at least
6 hours apart while the patient is on bed
rest
Blood pressure 160 mm Hg systolic or
110 mm Hg diastolic on two occasions at
least 6 hours apart while the patient is on bed
rest
Proteinuria 300 mg/24 h but < 5
g/24 h
Proteinuria of 5 g or higher in 24-hour urine
specimen or 3+ or greater on two random urine
samples collected at least 4 hours apart
Asymptomatic Oliguria < 500 mL in 24 hours
Cerebral or visual disturbances
Pulmonary edema or cyanosis
Epigastrica or right upper quadrant pain
Impaired liver function
Thrombocytopenia
Fetal growth restriction
17
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Terapi
Untuk hipertensi yang tidak berat (TD 140-159/90-109 mmHg)
1. Terapi antihipertensi harus bisa menurunkan SBP sampai 130-155 mmHg dan DBP pada
80-105 mmHg)
2. Terapi inisial bisa dengan salah satu dari agen antihipertensi seperti : methyldopa,
labetalol, beta blockers (metoprolol, pindolol, propanolol) dan calcium channel blocker
(nifedipine).
3. Sebaiknya ACE inhibitor dan ARB (angiotensin receptor blocker) tidak digunakan.
4. Atenolol dan prazosin tidak direkomendasikan.
Untuk hipertensi berat (SBP > 160 mmHg atau DBP > 110 mmHg)
1. TD harus diturunkan sampai SBP < 160 mmhg dan DBP < 110 mmHg)
2. Terapi inisial dengan antihipertensi seperti labetalol, nifedipine capsule, nifedipine PA
tablet atau hydralazine.
3. MgSO4 tidak direkomendasikan sebagai anti hipertensi.
Komplikasi
Pengaruh dan komplikasi preeklamsia antara lain :
a. Ibu
Ginjal
o Spasme arteri
18
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
o Aliran darah ginjal dan GFR menurun karena penebalan lempeng glomerulus yang
mengandung deposit protein pada membrane basalis menurunnya produksi urin dan
proteinuria
Otak
o Spasme arteri gejala sakit kepala hebat
Hati
o Nekrosis, iskemia, edema hepatoseluler
o Peningkatan enzim hati
b. Janin
Kerusakan pembuluh darah system vaskularisasi rusak terganggunya pertukaran
oksigen dan nutrisi melalui plasenta prematuritas plasenta pertumbuhan janin
terhambat, BBLR, membahayakan ginjal janin
Kelahiran premature diikuti oleh akibat dari kelahiran premature tersebut :
keterlambatan belajar, epilepsy, serebral palsy, masalah pada pendengaran dan
penglihatan
Menurunnya produksi urin janin sebelum lahir sehingga terjadi
oligohydromnion (sedikitnya jumlah air ketuban)
Abortus
Bayi meninggal
Prognosis
b. Maternal
19
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Pada keadaan yang tidak berkembang menjadi eklampsia, angka mortalitas rendah,
tetapi harus diingat bahwa preeclampsia merupakan salah satu factor yang menyebabkan
kematian maternal.biasanya terjadi karena manajemen cairan yang buruk. Jika Morbiditas
maternal In the absence of eclampsia, maternal mortality should be low, but it must be
rememberedwanita bisa ditolong dalam 48 jam setelah di rumah sakit dan tanpa cedera
yang serius, indikasi vaskular yang menyertai preeklampsia.
Prognosis maternal dan neonatal pada preeklampsia ditentukan oleh faktor-faktor
berikut : usia gestasi saat mengalami penyakit, tingkat keparahan penyakit, kualitas
manajemen dan, adanya penyakit berat sebelumnya. Mortalitas perinatal meningkat pada
kehanilan <34 minggu. Risiko ibu bisa menjadi signifikan dan bisa berkembang menjadi
penyakit koagulopati (DIC), hemoragi intrakranial, gagal ginjal, gangguan retinal, edema
paru, ruptur hepar, abrupsio plasenta dan kematian.
c. Fetal
Angka kematian perinatal (PNMR) meningkat seiring dengan keparahan penyakit
tetapi dapat disimpulkan bahwa :
• Ringan : tak berpengaruh terhadap PNMR.
• Sedang: meningkat perlahan tergantung kehamilan dan persalinannya
• Berat: PNMR meningkat dua kali lipat .
• Preeklampsia berat disertai dengan kehamilan : hampir pasti PNMR.
Morbiditas bayi sulit ditentukan bergantung pada gestasi awal dan ukuran bayi.
Pencegahan
Beberapa percobaan telah dilakukan seperti memberikan diet rendah garam, diuretic,
tirah baring, zink, magnesium, minyak ikan, dan suplementasi vitamin C dan E serta heparin
untuk mencegan kejadian preeclampsia pada wanita, tetapi hal ini ternyata tidak memeberikan
hasil. Belakangan, dua percobaan klinis (RCT) dengan menggunakan vitamin C dan E pada wnita
20
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
yang sehat dan wanita yang memiliki risiko tinggi menunjukkan tidak ada penurunan pada risiko
preeclampsia, intrauterine growth restriction (IUGR), atau risiko kematian atau output yang
serius pada janinnya. Penelitian menunjukkan bahwa 1.5 g dosis kalsium per harinya tidak
mencegah angka kejadian preeclampsia, tetapi bisa menurunkan progresivitasnya kearah yang
lebih parah, morbiditas maternal, dan mortalitas neonatal.
Sejauh ini, pencegahan yang bisa dilakukan hanyalah tirah baring bagi wanita yang
menderita preeclampsia walaupun mungkin hal ini belum pasti bisa mencegah angka
kejadiannya. Pengaturan diet tetap diberikan seperti pemberian minyak ikan, antioksidan
(vitamin C, E, beta karoten, N-asetilsistein, asam lipoik, zink, magnesium, dan kalsium.
21
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
22
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
EKLAMPSIA
Definisi
Eklampsia ialah kondisi dimana terjadi kejang dan atau koma pada pasien pre-
eklampsia. Eklampsia dapat terjadi walaupun tanpa hipertensi (16%) atau proteinuria (14%).
Epidemiologi
Frekuensi eklampsia bervariasi antar satu negara dengan negara yang lain. Kejadiannya lebih
tinggi di negara berkembang daripada negara maju. Eklampsia terjadi pada kira-kira 1 persen
pasien pre-eklampsia.
Faktor Resiko
1. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita
hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih
dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten.
2. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih
tinggi untuk pre-eklampsia berat
3. Ras / golongan etnik
Bias (mungkin ada perbedaan perlakuan / akses terhadap berbagai etnikdi banyak
negara)
4. Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko
meningkat sampai 25%.
23
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
5. Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin
6. Diet / gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/ pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain:
kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga
lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/ overweight
7. Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
8. Tingkah laku / sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama
hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih
tinggi.
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi
kemungkinan / insidens hipertensi dalam kehamilan.
9. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik
lebih tinggi daripada monozigotik.
Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan pre-
eklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal / vaskular primer akibat
diabetesnya.
Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan pre-
eklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini / pada usia
kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan
pada pre-eklampsia.
24
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Gejala dan Tanda
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal. gangguan penglihatan, mual keras, nyeri
di epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera di obati akan
timbul kejang, terutama pada persalinan bahaya ini besar.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkatan, yaitu:
1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita
terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala
diputar ke kiri dan ke kanan.
2. Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam
tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan mengenggam
dan kaki membengkok ke dalam. Pernafasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik,
lidah dapat tergigit.
3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkatan kejang klonik yang berlangsung antara 1-2
menit. Spasme tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam
tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola
mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti
dan sianosis. Penderita menjadi tidak sadar. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya,
sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejang berhenti dan
penderita menarik nafas secara mendengkur.
4. Tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan
penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul
serangan baru dan yang berulang sehingga tetap dalam koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu meningkat sampai 40
derajat Celsius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-komplikasi seperti:
lidah tergigit, perlukaan dan fraktur
25
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
gangguan pernafasan
solusio plasenta
perdarahan otak
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama beberapa detik
penderita sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian penderita bernafas
panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan
baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang – kejang berikutnya yang bervariasi dari
kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya
koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita
biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun pada kasus – kasus yang
berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa
sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun
dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat mencapai 50
kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat, tergantung derajat
hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan
keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan
pada susunan saraf pusat.
Diagnosis
Diagnosis eklampsia cenderung sama seperti diagnosis preeclampsia, karena dari
pengertiannya eklampsia adalah preeclampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau
koma.
Adapun criteria diagnosisnya adalah:
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg.
26
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Proteinuria = 5 atau (3+) pada tes celup strip.
Oliguria, diuresis < 400 ml dalam 24 jam
Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen atau ada ikterus
Edema paru atau sianosis
Trombositopenia
Pertumbuhan janin yang terhambat
Kejang dan/atau koma.
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada kecurigaan eklampsia sebaiknya diperiksa
juga :
pemeriksaan darah rutin serta kimia darah : ureum-kreatinin, SGOT, LD, bilirubin
pemeriksaan urine : protein, reduksi, bilirubin, sedimen
kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat, konfirmasi USG bila ada.
nilai kesejahteraan janin (kardiotokografi).
Terapi
Tatalaksana eklampsia butuh penanganan segera. Tujuan dari terapi ini ialah:
mengontrol kejang
mencegah trauma maternal
koreksi hipoksia dan asidosis
kontrol hipertensi berat
terminasi kehamilan
27
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Metode terapi
1. Mengontrol kejang
Magnesium sulfat diberikan secara parenteral. Ini merupakan terapi pilihan untuk
mengatasi kejang. Terapi alternatifnya adalah phenytoin.
Durasi terapi adalah 24 jam untuk post partum atau 24 jam setelah kejang
postpartum
Loading dose MgSO4 adalah 6 gr selama 15-20 menit secara IV. Jika pasien
mengalamai kejang setelah pemberian loading dose, dapat diberikan MgSO4 secara
bolus 2 gr.
Jika kejang terjadi selama pasien menerima profilaksis MgSO4 , dapat ditambahkan
2 gr MgSO4 yang diberikan secara perlahan-lahan, dengan kecepatan tidak lebih dari
1 gr/menit.
Phenytoin secara IV digunakan untuk mengobati kejang yang refrakter terhadap
MgSO4.
Syarat pemberian Magnesium Sulfat:
Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas 10%, diberikan
iv secara perlahan, apabila terdapat tanda – tanda intoksikasi MgSO4.
Refleks patella (+)
Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.
Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ). Pemberian
Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan diuresis.
2. Proteksi pasien dari trauma selama kejang untuk mencegah laserasi oral
3. Mengontrol jalan nafas dan ventilasi
Pulse oximetri harus digunakan atau dinilai level arterial blood gas. Pasien
membutuhkan oksigen melalui masker atau endotracheal tube. Kesulitan dalam
28
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
oksigenasi pasien dengan kejang berulang membutuhkan pemeriksaan radiografi dada
untuk menyingkirkan pneumonia aspirasi.
4. Terapi hipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Dapat diberikan
nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat
diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral dengan interval 1 jam, 2 jam
atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu agresif.
Tekanan darah diastolik jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan darah
maksimal 30%. Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah,
mudah didapat dan mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
5. Batasi cairan, kecuali pada kasus kehilangan cairan berlebihan.
Auskultasi paru secara rutin untuk menyingkirkan edema pulmo, penting dilakukan
sama seperti monitoring output urine dengan kateter Foley. Infus Ringer Asetat atau
Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000 ml, berpedoman kepada
diuresis, insensible water loss dan CVP .
6. Terminasi kehamilan
Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin. Terminasi kehamilan dilakukan bila sudah stabilisasi
(pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau
lebih keadaan dibawah ini :
Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
Setelah kejang terakhir.
Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
Terminasi kehamilan dapat dilakukan dengan cara seksio cesarea ataupun per
vaginam asalkan tidak ada komplikasi maternal atau fetal. Setelah episode akut
29
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
eklampsia, terjadi bradikardi pada fetal dan membaik spontan setelah 3-5 menit.
Terminasi kehamilan segera tidak perlu dilakukan saat terjadi bradikardi fetal, tapi jika
bradikardi bertahan lebih dari 10 menit maka perlu curiga abruptio plasenta.
Perawatan Pasca Persalinan
Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana
lazimnya. Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam persalinan. Biasanya
perbaikan segera terjadi setelah 24 - 48 jam pasca persalinan.
Komplikasi
Adapun komplikasi dari eklampsia adalah:
ablatio retinae
DIC
gagal ginjal
perdarahan otak
gagal jantung
edema paru
Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam diberikan obat, maka gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah kehamilan diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir, perubahan
fisiologis akan segera mengalami perbaikan. Dieresis terjadi 12 jam setelah persalinan.
Keadaaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama
penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang
sudah memiliki hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong
30
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
buruk. Seringkali janin mati intrauterine atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi
bayi sudah sangat inferior.
31
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
Definisi
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik yang di
tandai dengan tanda-tanda preeklamsia yang di sertai dengan proteinuria dan terjadi pada
kehamilan < 20 minggu.
Tanda dan gejala
- tekanan darah diastolik 90 – 110 mmHg
- proteinuria ≥ 3 gram / 24 jam
- tekanan darah sistolik > 200 mmHg.
- gejala neurologik
- nyeri kepala hebat
- gangguan visus
- edema patologik yang menyeluruh ( anasarka )
- oliguria
- edema paru
- ↑ serum kreatinin
- Trombositopenia
- ↑ transaminase serum hepar
32
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Diagnosis
Pada wanita hamil dengan hipertensi dan proteinuria , diagnosis hipertensi kronis superimposed
preeklampsia ditegakkan hanya bila tekanan darah semakin meningkat dan proteinuria semakin berat
secara mendadak atau bila disertai dengan salah satu atau beberapa tanda yang menunjukkan kriteria di
atas.
Terapi
Pegobatan hipertensi kronik superinposed preeklamsia sama dengan pengobatan pada
preeklamsia dan eklamsia :
Penatalaksanaan Pemberian Anti Hipertensi
Jika tekanan darah diastolik 110 mmhg atau lebih, berikan obat anti hipertensi. Tujuan
pemberian anti hipertensi adalah mempertahankan tekanan darah diastolik diantara 90-100 mmhg dan
mencegah perdarahan serebral. Obat pilihan adalah hidralazin.
Hidralazine lebih sering digunakan oleh karena memiliki beberapa keunggulan tertentu dalam
kehamilan oleh karena :
1. Vasodilator langsung
2. Tidak menyebabkan spasme bronchus
3. Bukan kontra indikasi pada penderita penyakit jantung
Berikan hidralazin 5 mg I.V pelan-pelan setiap 5 menit sampai tekanan darah turun. Ulang setiap
jam jika perlu atau berikan hidralazin 12,5 mg I.M. setiap 2 jam Jika hidralazin tidak tersedia, berikan:
- Labeltolol 10 mg I.V. : jika respon tidak baik (tekanan diastole tetap > 110 mmhg) berikan labeltolol
20 mg I.V. Naikkan dosis sampai 40 mg dan 80 mg jika respons tidak baik sesudah 10 menit
- Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam, jika respons tidak
membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin sublingual.
- Metildopa 3x 250-500 mg/hr
33
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Terapi cairan :
- dekstrosa 5%
- infus 6 gram dalam larutan RL / 6 jam,atau di berikan 4atau 5 gram i.m tiap 4-6 jam.
Perawatan edema paru
Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita di rawat di ICU karena membutuhkan perawatan
animasi dengan respirator.
Persalinan
Sikap terhadap persalinan di tentukan oleh derajat tekanan darah dan perjalanan klinik :
- bila tekanan darah terkendali, perjalanan kehamilan normal ,pertumbuhan janin normal dan
volume amnion normal , maka dapat di teruskan sampai aterm
- bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah buruk ,maka segera di terminasi dengan
induksi persalinan, tanpa memandang umur kehamilan. Secara umum persalinan di arahkan
pervaginam.
Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan tampak
jelas setelah kehamilannya di akhiri.
34
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
HIPERTENSI GESTASIONAL
Definisi
Hipertensi gestasional (pregnancy-induced hypertension atau transient hypertension)
adalah berkembangnya hipertensi selama kehamilan atau dalam 24 jam pertama postpartum
pada seorang wanita yang sebelumnya normotensi. Tidak ada petunjuk-petunjuk lain dari pre-
eklampsia atau penyakit vaskuler hipertensi. Tekanan darah biasanya kembali ke batas normal
dalam 10 hari setelah persalinan. Hipertensi gestasional berat diartikan sebagai tekanan darah
sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah sistolik > 110 mmHg yang bertahan selama > 6 jam.
Sebagian besar hipertensi gestasional dianggap sebagai hipertensi kronik yang tidak
terdiagnosis atau tahap awal pre-eklampsia.
Epidemiologi
a. Insidensi. Hipertensi gestasional merupakan penyebab hipertensi pada kehamilan yang
paling umum, sekitar 6%-7% pada primipara dan 2%-4% pada wanita multipara. Insidensinya
meningkat pada keadaan multipel gestasi dan pada pasien dengan riwayat pre-eklapsia
sebelumnya.
b. Progresivitas. Semakin awal seseorang didiagnosis hipertensi gestasional, maka semakin
cepat kemungkinan untuk berkembang menjadi pre-eklampsia (mencapai 50% jika diketahui
sebelum minggu ke-30).
Diagnosis
Diagnosis hipertensi gestasional dibuat jika terjadi hipertensi pertama kali tampak
setelah usia kehamilan > 20 minggu atau selama 48 sampai 72 jam post-partum dan
menghilang pada 12 minggu post-partum, tanpa disertai proteinuria. Sangat sulit untuk
membedakan kondisi ini dengan tahap awal dari pre-eklampsia. sebagian pasien dengan
hipertensi gestasional yang nyata akan berkembang mengalami proteinuria dan sindrom
preeklampsia pada tahap kehamilan selanjutnya. Diagnosis hipertensi gestasional hanya bisa
35
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
dilakukan secara retrospektif, yaitu pada saat kehamilanya sudah selesai tanpa disertai
timbulnya proteinuria dan saat tekanan darahnya kembali ke normal tepat sebelum 12
minggu post-partum.
Tatalaksana
Secara umum, pengobatan tidak diperlukan karena sebagian besar pasien mengalami
hipertensi ringan. Akan tetapi karena sekitar 50% pasien akan berkembang menjadi pre-
eklampsia maka diperlukan tatalaksana sebagai berikut :
a) Hipertensi gestasional ringan < 37 minggu. Tujuannya adalah untuk mencegah progresivitas
menjadi hipertensi berat dan pre-eklampsia atau pertumbuhan janin yang terganggu. Pada
saat hipertensi gestasionalnya diketahui, jika kehamilannya masih jauh dari term, pasien
ditatalaksana sesuai dengan pasien dengan pre-eklampsia.
b) Hipertensi gestasional ringan > 37 minggu. Pasien tersebut harus melakukan persalinan jika
serviksnya sudah memadai. Penatalaksanaannya sama dengan pasien pre-eklampsia ringan
dengan usia kehamilan > 37 minggu.
c) Hipertensi gestasional berat
Jika tekanan darahnya dalam rentang yang dikategorikan berat, terapi antihipertensi
sangat penting. Tujuan terapinya adalah untuk menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolik secara bertahap sehingga berada dalam rentang hipertensi ringan untuk
mempertahankan perfusi uteroplasenta
Jika responnya terhadap terapi medis tidak adekuat, pasien harus dimasukkan ke
ruangan antepartum untuk dimonitoring secara ketat. Tatalaksananya sama dengan
pasien dengan pre-eklampsia.
36
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
Outcome
c. Hipertensi gestasional ringan. Jika peningkatannya terjadi sebelum minggu ke-37,
outcome kehamilannya sama atau lebih baik dibandingkan pasien yang normotensi.
Meskipun demikian, tetap terjadi peningkatan insiden induksi kehamilan dan seksio
sesarean.
d. Hipertensi gestasional berat. Pasien memiliki angka morbiditas yang lebih tinggi,
dibandingkan dengan pasien pre-eklampsia ringan. Hal-hal tersebut antara lain abrupsio
plasenta dan kehamilan preterm.
37
Laporan Tutorial Skenario 2 kelompok 3
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.G., Maldo Hald, Gant, N. F. Obstetri Williams vol 1 (penerjemah : Joko Suyono
dan Andi Hartono), edisi ke-21, EGC, Jakarta, 2005
DeCherney, Alan H. et all. 2007. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology,
Tenth Edition. The McGraw-Hill Companies
Fortner, Kimberly B., et al, 2007. The Johns Hopkins Manual Of Gynecology And Obstetrics, 3rd
Editon. Lippincott Williams & Wilkins : Philadelphia
Gibbs, Ronald S, et al, 2008. Danforth's obstetrics and gynecology, 10th edition. Lippincott
Williams & Wilkins : Philadelphia
Hacker et al, 2007. ESSENTIAL OF OBSTETRICS AND GYNECOLOGY. Elsevier : New York
Rowe, Timothy et al. Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of
Pregnancy. Kanada, 2008
Taber, B., 1994, Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri Dan Ginekologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta
38
top related