identifikasi residu insektisida pada buah tomat...
Post on 18-Mar-2019
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI RESIDU INSEKTISIDA PADA BUAH TOMAT
TESIS
HELTI ANDRAINI 80823
Tesis ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan
dalam mendapatkan gelar Magister Sains
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
i
ABSTRACT
Helti Andraini. 2011. “Identification of Insecticide Residue on Tomato”. Thesis. Graduate Program. Padang State University.
Identification research of the impact of insecticide residue on tomato
plant (Lycopersicum commune) have been done at the center of vegetable plantation in Alahan Panjang village Solok District West Sumatra Province from May to September 2009..
The objective of this research were to identify the insecticide residue at tomato and to know the post harvest and farmer perception affect to insecticide residue rate at tomato.
Analysis of insecticide residue was conducted in a laboratory, while the method of taking sample implemented, was simple random sampling among the farmers who were planted tomato of that season. Identification of insecticide residue was done at the third of harvesting time that was decided as the peak of production. All samples were taken at the field was brought to the laboratory for the analysis of the insecticide residue based on the treatments such as: (1) without washing, (2) washing with only water, (3) washing with mama lemon detergent 0,2% and then washing with water, and (4) removing the inner skin of tomato. Every treatments was extracted and the residue of insecticide was identified. For the identification of the insecticide residue was used the Gas Chromatography and High Performance Liquid Chromatography (HPLC) method, Otherwise the farmer perception to the insecticide application was collected through the survey method among the farmers who planted the tomato. The insecticide residue data was analysis as described above, and data farmer perception was analysis with univariate analysis.
The result of this research show that: at production center of vegetable at Solok District from three locations of the experiment such as: Jorong Alahan Panjang, Taluak Dalam, and Taratak Galundi was found 5 (five) kinds of insecticide residue with active ingredient known as Diazinon, Permethrin, Delthamethrin and Profenofos with concentration below maximum residue limit (MRL), and Chlorantriniliprole with concentration higher than MLR. After washing of tomato that the amount of insecticide was found decreasing and when the inner skin of tomato was removed, there was no insecticide residue was found, but if the farmer applied high doses and frequency there were more residue investigated. It could be understood that less of knowledge of the farmer in the pesticide application was the main problem to be overcome, which are caused the negative impact. From the survey data was found that the frequency of insecticide application more than ten time for one planting season and application was done one or two days before harvesting the tomato.
ii
ABSTRAK
Helti Andraini. 2011. “Identifikasi Residu Insektisida Pada Buah Tomat”.Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Negeri Padang.
Peneltian identifikasi residu insektisida pada buah tomat (Lycopersicum
commune) telah dilakukan di sentra produksi sayuran Kabupaten Solok Sumatera Barat yaitu Nagari Alahan Panjang Kecamatan Lembah Gumanti dari bulan Mei hingga September 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis, kadar residu insektisida dan pengaruh perlakuan pasca panen serta dampak persepsi petani, terhadap kadar residu insektisida pada buah tomat.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis residu insektisida di laboratorium dan wawancara dengan petani setempat. Penentuan petani responden dilakukan dengan pengambilan contoh secara acak yang sedang menanam tomat, sedangkan pengambilan sampel di lapangan dilakukan secara acak pada panen ketiga (panen terbesar). Setelah pengambilan sampel dilapangan langsung dibawa ke laboratorium untuk di analisis sesuai dengan masing-masing perlakuan, yaitu: (1) tanpa dicuci, (2) dicuci dengan air saja, (3) dicuci dengan deterjen mama lemon 0,2% kemudian dicuci dengan air dan (4) dikupas kulit arinya. Masing-masing perlakuan diekstrak dan diidentifikasi kadar residunya. Untuk identifikasi residu insektisida digunakan metoda Kromatografi Gas dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC), sedangkan untuk mengetahui persepsi petani dilakukan dengan metoda survei dan wawancara dengan petani tomat. Data residu insektisida dideskripsikan, sedangkan data persepsi petani diolah secara analisis univariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di sentra produksi sayuran Kabupaten Solok, dari tiga lokasi yaitu: Jorong Alahan Panjang, Taluak Dalam, Taratak Galundi, ditemukan 5 jenis residu insektisida dengan bahan aktif Diazinon, Permetrin, Deltametrin, Profenofos dengan kosentrasi tidak melebihi BMR yang ditetapkan oleh pemerintah, dan Klorantriniliprol melebihi BMR. Setelah proses pencucian buah tomat terjadi penurunan pada residu insektisida dan pada tomat yang dibuang kulit arinya tidak dijumpai residu insektisida. Adanya residu insektisida pada tomat karena dosis dan frekuensi penyemprotan insektisida yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan petani tentang dampak negatif dari pemakaian pestisida. Dari hasil wawancara dengan petani frekuensi penyemprotan lebih dari sepuluh kali untuk satu musim tanam dan penyemprotan dilakukan satu sampai dua hari sebelum panen.
iii
Persetujuan Akhir Tesis
Nama Mahasiswa : Helti Andraini
NIM : 80823 N a m a Tanda Tangan Tanggal Prof. Dr.Ir. Fachri Ahmad, MSc Pembimbing I
Prof. Dr. Agus Irianto Pembimbing II
Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Universitas Negeri Padang Prof. Dr. Mukhaiyar Prof. Dr. Eri Barlian, MSi NIP. 19500612 17603 1 005 NIP. 19610724 198703 1 003
iv
Persetujuan Komisi
Ujian Tesis Magister Sains
No. N a m a Tanda Tangan
1.
Prof. Dr.Ir. Fachri Ahmad, MSc (Ketua)
2.
Prof. Dr. Agus Irianto (Sekretaris)
3.
Prof. Dr. Eri Barlian, MSi (Anggota)
4.
Drs. Ali Amran MPd, MA, PhD (Anggota)
5.
Dr. Abdul Razak SSi, MSi (Anggota)
Mahasiswa:
Nama : Helti Andraini NIM : 82803 Tanggal Ujian : 24 Januari 2011
v
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya Tulis saya berupa tesis dengan judul Identifikasi Residu
Insektisida Pada Buah Tomat adalah asli belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik baik di Universitas Negeri Padang
maupun di Perguruan Tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, pemikiran dan rumusan saya sendiri
tanpa bantuan dari pihak lain kecuali arahan dari pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat hasil karya atau pendapat yang telah
ditulis, dipublikasikan oleh orang lain kecuali kutipan secara tertulis
dengan jelas dan dicantumkan sebagai acuan dalam naskah saya
dengan disebutkan nama pengarangnya dan dicantumkan dalam daftar
pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila
dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dari
pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa
pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena Karya Tulis ini, serta
sangsi lainnya sesuai dengan norma dan ketentuan yang berlaku.
Padang, Januari 2011
Saya Yang Menyatakan,
HELTI ANDRAINI NIM: 80823
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan pada Allah SWT, dimana berkat
Rahmat dan KaruniaNYA penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dari
hasil penelitian dengan judul ”Identifikasi Residu Insektisida Pada Buah
Tomat”. Penelitian lapangan dilaksanakan di Nagari Alahan Panjang
Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok dan analisis residu insektisida
pada buah tomat dilaksanakan di UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat dan
Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang.
Dengan selesainya penulisan tesis ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof.Dr.Ir. H. Fachri Ahmad, MSc sebagai pembimbing pertama dan Prof.Dr. H. Agus Irianto sebagai
pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan
semangat serta penuh perhatian yang tidak henti-hentinya kepada penulis dari
awal sampai akhir penyelesaian tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan penghargaan dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof.Dr. Eri Barlian, MSi, selaku Ketua Program Ilmu Lingkungan
yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam penulisan tesis
ini.
2. Bapak Drs. Ali Amran, MPd, MA., PhD. dan Dr. Abdul Razak, SSi, MSi,
yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan dalam
penyempurnaan tesis ini.
3. Direktur Pascasarjana UNP, Staf Pengajar dan Staf Sekretariat PPs
Universitas Negeri Padang yang telah membantu dalam memberikan
kemudahan mulai dari proses perkuliahan sampai kepada proses
penyelesaian perkuliahan.
4. Rektor UMMY Solok yang memberikan izin kuliah dan BPPS Dikti
Kemendiknas yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan pada PPs
UNP.
vii
5. Kepala dan staf laboratorium UPTD BPTPH Provinsi Sumbar yang telah
memberikan fasilitas dalam pelaksanaan uji laboratorium insektisida pada
buah tomat.
6. Kepala dan Staf laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Padang yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan uji
laboratorium insektisida pada buah tomat.
7. Kepala UPTD dan PPL KCD Dinas Pertanian Kecamatan Lembah Gumanti
Kabupaten Solok yang telah mrembantu dalam pelaksanaan penelitian
lapangan di Nagari Alahan Panjang.
8. Khususnya kepada suami tercinta (Ir. H. Nusyirwan Hasan, MSc., PhD) dan
anak-anak.tercinta (Andri Rahman Nusyirwan, SE dan Ilham Rahman
Nusyirwan) yang tetap memberikan semangat dan dorongan serta doa
selama penulis mengikuti pendidikan.
9. Kepada rekan-rekan mahasiswa ilmu lingkungan yang telah memberikan
bantuan selama mengikuti pendidikan. Staf pustaka PPs UNP dan semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya penulis berharap kiranya tesis ini dapat berguna bagi semua
pihak yang memerlukan dan menambah wawasan dalam bidang Ilmu
Lingkungan.
Padang, Januari 2011
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK BAHASA INGGRIS i
ABSTRAK BAHASA INDONESIA ii
PERSETUJUAN AKHIR TESIS iii
PERSETUJUAN KOMISI UJIAN TESIS iv
SURAT PERNYATAAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Identifikasi Masalah 5
1.3. Pembatasan Masalah 5
1.4. Tujuan Penelitian 7
1.5. Manfaat Penelitian 7
BAB II. KAJIAN TEORI
2.1. Landasan Teori 9
2.1.1. Paparan Pestisida Terhadap Manusia 10
2.1.2. Pestisida 12
2.1.3. Penggolongan Pestisida 13
2.1.4. Pengaruh Pestisida Terhadap Lingkungan 15
2.1.5. Residu Pestisida 17
2.1.6. Toksisitas Pestisida Pada Manusia 18
2.1.7. Pengertian Deterjen dan Manfaatnya 19
ix
2.1.8. Dampak Negatif Deterjen 21
2.1.9. Cara Mengurangi Residu Pestisida 21
2.1.10. Tanaman Tomat (Lycopersicum commune) 22
2.2. Kerangka Pemikiran 27
2.3. Hipothesis 30
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian 31
3.2. Definisi Operasional 31
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian 33
3.4. Teknik Pengumpulan Data 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL 38
1. Analisis Residu Insektisida Pada Buah Tomat 38
2. Analisis Deskriptif (Univariat) 44
4.2. PEMBAHASAN 49
4.2.1. Analisis Residu Insektisida 49
4.2.2. Analisis Persepsi dan Tindakan Petani Tentang
Aplikasi Insektisida
57
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 61
5.2. Implikasi 62
5.3. Saran 63
DAFTAR PUSTAKA 65
DAFTAR RIWAYAT PENELITI 69
Lampiran 70
x
DAFTAR TABEL
1. Komposisi nilai gizi buah tomat segar per 100 gram buah tomat 26
2. Hasil analisis residu insektisida pada sayuran cabe dan kubis 29
3. Hasil análisis residu insektisida pada buah tomat di Jorong
Alahan Panjang (lokasi satu), 2009
38
4. Hasil análisis residu insektisida pada buah tomat di Jorong
Taluak Dalam (lokasi dua), 2009.
41
5. Hasil analisis residu insektisida pada buah tomat di Jorong
Taratak Galundi (lokasi tiga), 2009
43
6. Distribusi frekuensi pendidikan petani tomat di Nagari Alahan
Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, 2009
44
7. Distribusi frekuensi pengalaman petani tomat di Nagari Alahan
Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, 2009
45
8. Distribusi frekuensi pengetahuan petani terhadap tentang
pestisida terhadap lingkungan di Nagari Alahan Panjang,
Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, 2009
45
9. Distribusi frekuensi pengetahuan petani tentang dosis dan
cara mencampur pestisida oleh petani tomat di Nagari Alahan
Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, 2009
46
10. Distribusi pemakaian alat pelindung diri petani tomat di Nagari
Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten
Solok, 2009
47
11. Distribusi frekuensi alat pelindung diri oleh petani tomat di
Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti,
Kabupaten Solok, 2009.
47
xi
12. Distribusi penyemprotan pestisida oleh petani tomat di Nagari
Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten
Solok, 2009.
48
13. Distribusi frekuensi jarak waktu penyemprotan pestisida oleh
petani tomat di Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah
Gumanti, Kabupaten Solok, 2009
49
xii
DAFTAR GAMBAR
1. Rumus struktur kimia diazinon 50
2. Rumus struktur kimia permetrin 51
3. Rumus struktur kimia deltametrin 52
4. Rumus struktur kimia klorantriniliprol 53
5. Rumus struktur kimia profenofos 55
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1 BMR beberapa jenis pestisida pada buah tomat 70
2. Daftar pertanyaan 74
3. Chromatogram larutan standar 79
4. Deskripsi baku pembanding 84
5. Chromatogram larutan sampel 85
6. Surat Mohon Izin Penelitian dari Program Pasca Sarjana UNP 99
7. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari UPT Dinas
Pertanian Wilayah IV Alahan Panjang
100
8. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari BPTPH Sumbar
101
9. Dokumentasi rangkaian kegiatan penelitian 102
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan pertanian selama ini banyak didukung oleh
program pemerintah seperti penyediaan input produksi (bibit, pupuk dan obat-
obatan), dan kredit bersubsidi. Teknologi produksi sayuran mengalami
kemajuan antara lain diperolehnya produktivitas sayuran yang tinggi. Varietas
unggul baru yang dihasilkan umumnya sangat tanggap terhadap input pupuk
dan pestisida kimia. Hal ini memberikan dampak terhadap perilaku petani
dalam mengaplikasikan pupuk buatan (an-organik) dan pestisida kimia secara
berlebihan. Usaha untuk meningkatkan produksi sayuran dengan cara tersebut
dihadapkan pada kenyataan bahwa sesudah beberapa waktu terjadinya
penurunan produktivitas lahan sayuran dan tercemarnya produk sayuran yang
dihasilkan oleh bahan kimia berbahaya karena meningkatnya penggunaan
pestisida dan pupuk an-organik.
Melihat kecenderungan pemakaian pestisida sejalan dengan usaha
peningkatan produksi sayuran, satu hal yang perlu disadari adalah dampak
negatif yang tidak dikehendaki seperti timbulnya resistensi atau resurjensi
hama, berubahnya status serangga bukan hama menjadi hama penting,
terbunuhnya musuh alami hama, keracunan terhadap manusia dan ternak
serta bahaya residu pada hasil tanaman dan lingkungan. Beberapa jenis
insektisida bersifat persisten dalam lingkungan, namun insektisida ini
mempunyai efek toksik yang lebih akut dan berbahaya (Novizan, 2007).
Tanaman sayuran merupakan komoditas yang banyak diusahakan oleh
petani di Sumatera Barat. Komoditas sayuran yang dominan adalah: kubis,
2
tomat, kentang, bawang merah, dan cabe. Produksi sayuran dominan di
Sumatera Barat pada tahun 2007 adalah 18.170 ton bawang merah, 27.381
ton kentang, 85.712 ton kubis, 31.767 ton cabe, 25.578 ton tomat, 19.124 ton
terung, 14.671 ton buncis dan 16.906 ton mentimun. Untuk produksi tomat
(13.624 ton) dan kubis (66.247 ton) terbesar berasal dari Kabupaten Solok
(Bappeda Sumbar, 2008).
Usahatani tomat di Kabupaten Solok banyak dilakukan di daerah
dataran tinggi di Kecamatan Lembah Gumanti, Kecamatan Gunung Talang,
dan Kecamatan Danau Kembar. Di Kecamatan Lembah Gumanti tomat banyak
ditanam di Nagari Alahan Panjang, Sei Nanam, Air Dingin dan Salimpat. Nagari
terluas menanam tomat adalah Nagari Alahan Panjang pada tahun 2007
seluas 99 ha dengan produksi 3.298 ton (Nagari Alahan Panjang, 2008).
Dalam upaya peningkatan produksi tomat, serangan hama dan penyakit
merupakan kendala utama. Untuk mengatasi serangan hama, petani pada
umumnya menggunakan pestisida karena hasilnya dapat segera diketahui, dan
segera dapat dilaksanakan serta relatif lebih mudah dilakukan, terutama
apabila serangan hama meningkat. Harga pasaran komoditas tomat sering
tidak menentu dan kecenderungan sebagian konsumen yang menginginkan
produk tomat bebas dari serangan hama, maka keadaan ini mendorong petani
untuk meningkatkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida tersebut
masih sering diaplikasikan beberapa hari sebelum buah tomat dipanen dan
mungkin pula pada saat akan dipanen.
Kebijakan global pembatas penggunaan pestisida sintetik, dapat
menjadi kendala di dalam meningkatkan ekspor komoditi pertanian, disamping
juga ketatnya peraturan mengenai keamanan lingkungan serta banyaknya
3
kelemahan dalam pemakaian bahan kimia dan antibiotika untuk proteksi
pertanian (tanaman dan hewan) (Suwanto,1994).
Beberapa contoh produk pestisida masa depan yang ramah lingkungan
umumnya memperlihatkan sifat-sifat sebagai berikut: daya mobilitas di tanah
yang rendah, aktifitas unit yang tinggi, jangka waktu yang pendek, tidak
menguap, mudah didekomposisi oleh mikro organisme tanah, tingkat kadar
keracunan yang rendah pada hewan, biota perairan dan kehidupan
disekitarnya dan tingkat kerusakan produk yang rendah, yang tidak
membahayakan lingkungan. Penelitian pada pengendalian hama yang ramah
lingkungan yaitu melalui rekayasa genetik dengan membuat tanaman yang
resisten terhadap hama melalui pengetahuan bioteknologi. Penelitian juga
dilakukan pada perumusan bahan kimia yang ditujukan untuk memperbaiki
keamanan dan mengefektifkan kegunaan bahan kimia pertanian (Ton, 1991;
Uehara, 1993).
Menurut Sumarno (2006) deskripsi revolusi hijau tersebut secara
implisit menunjukkan seolah-olah terjadi tindakan eksploitatif terhadap
kemampuan lahan menyediakan hara tanaman, sehingga lahan menjadi cepat
kurus. Penggunaan pestisida secara bebas dikhawatirkan merusak ekologi
biota lahan, meracun hewan dan ternak, mencemari air, dan bahkan
peracunan lewat kontak per orang bagi petani.
Kekhawatiran terhadap dampak negatif revolusi hijau terhadap
kelestarian lingkungan, keselamatan petani, keamanan konsumsi pangan,
keberlanjutan sistem pertanian dan kelestarian keanekaragaman hayati telah
mendorong berbagai kalangan ilmuan, LSM, organisasi petani, kelompok
4
konsumen untuk menyatakan anti revolusi hijau karena dianggap tidak ramah
lingkungan (Pranaji et al., 2005).
Di Indonesia residu pestisida telah ditemukan pada air, tanah, padi,
sayuran, ikan, susu sapi, dan ASI (air susu ibu). Sebagai contoh, di beberapa
daerah perdesaan di Jawa Barat, residu pestisida klor-organik ditemukan pada
tanah, sayuran, susu sapi dan ASI. Adanya pestisida klor-organik pada ASI
dan air susu sapi dapat mempengaruhi kesehatan manusia (Juangsih, 1989).
Adanya residu pestisida dalam bahan sayuran yang melampaui batas
tertentu dapat membahayakan kesehatan konsumen, terutama yang
mengkonsumsi sayuran segar (mentah) tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Oleh karena itu untuk menghindari atau mengurangi efek samping yang
ditimbulkan akibat pemakaian pestisida, pemantauan secara rutin baik jenis,
kadar, formulasi, frekuensi, waktu dan cara aplikasi pestisida harus diketahui
dengan pasti.
Salah satu usaha dalam mengatasi limbah yang disebabkan
perkembangan teknologi dan peningkatan proses industrialisasi yaitu dengan
cara menerapkan teknologi yang sejalan dengan proses-proses alamiah
dengan adanya siklus-siklus tertutup tanpa membebani lingkungan.
Ekoteknologi merupakan salah satu cara untuk mengatasi problem lingkungan
yaitu teknologi yang memerlukan energi yang kecil dan menghasilkan buangan
sekecil mungkin (yang mampu diterima oleh lingkungan) atau bahkan tanpa
buangan sama sekali (Utami dan Rahayu,1996).
5
1.2. Identifikasi Masalah
Pertanian Indonesia sejak tahun 1970 menerapkan teknologi revolusi
hijau dengan komponen utamanya varietas unggul baru, pupuk dan pestisida
sintetis, serta didukung oleh ketersedian air irigasi yang cukup. Produksi beras
sejak 1970 naik secara linear sehingga mencapai 30 juta ton mulai tahun 1995,
dan masih terus meningkat (Sumarno, 2006).
Untuk menghindari serangan hama dan meningkatkan produksi sayuran,
petani pada umumnya menggunakan pestisida, karena hasilnya dapat segera
diketahui dan mudah dilaksanakan. Dari hasil survei pendahuluan diketahui
bahwa pemakaian pestisida melebihi dosis, dan frekuensi yang melebihi
aturannya. Akibatnya sayuran hasil panen petani tercemar residu pestisida,
yang membahayakan kesehatan dan menimbulkan berbagai penyakit, apalagi
sayuran yang dikonsumsi secara segar tanpa dimasak.
Oleh karena itu untuk menghindari atau mengurangi efek samping dari
pemakaian pestisida perlu pemantauan secara rutin terhadap residu pestisida
pada sayuran, disamping itu juga sebagai masukan bagi petugas yang
berwenang baik penyuluh atau tim pengawas pestisida untuk ditindak lanjuti.
1.3. Pembatasan Masalah
Salah satu dampak negatif penggunaan pestisida adalah tercemarnya
produk tanaman, air, tanah dan udara. Di beberapa daerah di Jawa, residu
pestisida pada beberapa produk pangan termasuk kedelai telah mendekati
Batas Maksimum Residu (BMR) terutama senyawa organofosfat, karbamat,
dan organokhlorin. Residu pestisida berdampak negatif pula terhadap
metabolisme steroid, fungsi tiroid dan spermatogenesis serta sistem reproduksi
6
manusia (Las, Subagyono dan Setiyanto, 2006). Residu insektisida dalam
sayuran dapat menimbulkan keracunan pada konsumen dan dapat
menghambat usaha pengembangan ekspor komoditas tersebut ke luar negeri,
karena negara-negara pengimpor khususnya negara-negara maju akan
menolak komoditas yang mengandung residu insektisida yang melewati nilai
ambang batas di negaranya.
Dari hasil pemeriksaan darah penduduk yang menjadi sampel di seluruh
Kecamatan di Kabupaten Solok oleh Dinas Kesehatan pada bulan Desember
tahun 2007, menunjukkan bahwa penduduk yang terbanyak terpapar
insektisida terdapat di Kecamatan Lembah Gumanti (±75%) dengan hasil
sebagai berikut: 30% dari penduduk dengan kadar enzim kholinesterase
sebesar 50%, dan 45% penduduk dengan kadar enzim kholinesterase sebesar
62%, sedangkan 25% penduduk dengan kadar enzim kholinesterase diatas
75%. Kadar enzim kholinesterase dianggap normal apabila kadungannya besar
dari 75%. Sedangkan pada Kecamatan lainnya penduduk yang terkontaminasi
insektisida kecil dari 41%. Bila darah keracunan insektisida kadar enzim
polinesterase darah akan turun (Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar, 2007).
Berdasarkan uraian dan permasalahan diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan dari penelitian ini adalah:
1. Insektisida jenis apa yang banyak digunakan petani untuk pengendalian
hama pada tomat, dan berapa dosis yang diaplikasikan petani untuk
sayuran tersebut.
2. Sejauh mana pengaruh perlakuan pasca panen terhadap kadar residu
insektisida pada tomat.
7
3. Apakah persepsi petani juga mempengaruhi tingkat residu insektisida pada
tomat.
Sampai saat ini belum banyak diketahui informasi tentang kadar residu
insektisida yang terkandung pada buah tomat di kawasan sentra produksi
sayuran di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok Provinsi Sumatera
Barat. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian identifikasi residu insektisida
pada tomat di lokasi tersebut, hal ini diperlukan untuk menjaga kesehatan
konsumen dan melengkapi informasi mengenai kandungan residu insektisida
pada tomat.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis, kadar residu insektisida
dan pengaruh perlakuan pasca panen serta dampak persepsi petani terhadap
kadar residu insektisida pada buah tomat.
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan diadakannya penelitian ini akan memberikan manfaat antara
lain:
1. Sebagai masukan bagi petani dan Pemerintah Daerah bahwa adanya
residu kimia pada tomat sebagai akibat penggunaan insektisida kimia.
2. Sebagai masukan bagi petani dan Pemerintah Daerah tentang
kandungan residu kimia pada buah tomat, walaupun kadarnya kecil dari
BMR bila dikonsumsi dalam jangka panjang dapat membahayakan
kesehatan konsumen.
8
3. Masukan bagi konsumen apablia mengkonsumsi tomat sebaiknya dicuci
dengan mama lemon 0,2% dan air atau dikupas kulit arinya untuk
mengurangi dan menghilangkan residu kimia yang terdapat pada tomat..
4. Masukan bagi para peneliti untuk mencari alternatif lain untuk pengganti
penggunaan insektisida kimia untuk tanaman tomat.
5. Menambah dan memperkaya literatur bagi Program Studi Ilmu
Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang.
BAB II KAJIAN TEORI
2.1. Landasan Teori
Zat kimia dapat menyebabkan kerusakan pada manusia dan makhluk
hidup lainnya melalui jalur pemaparannya. Menurut Widyastuti (2006) Badan
Kesehatan Dunia (WHO) selama 40 tahun telah melakukan evaluasi keamanan
terhadap berbagai zat tambahan makanan dan kontaminan makanan, obat-
obatan untuk hewan, dan residu pestisida dalam makanan. The Joint
FAO/WHO Expert Commetee on Food Additives (JECFA) menangani zat
tambahan makanan, dan kontaminan makanan serta obat-obatan untuk hewan.
Sedangkan the Joint FAO/WHO Meeting on Pesticides Residue (JMPR)
menangani residu pestisida dalam makanan. Kedua komite ahli tersebut
memberikan nilai taksiran asupan maksimum harian suatu substansi yang tidak
akan menimbulkan efek yang merugikan pada setiap tahapan apapun dalam
rentang kehidupan manusia yang disebut Asupan Harian yang dapat diterima
(Acceptable Daily Intake = ADI). ADI ini yang dipakai untuk menetapkan
tingkatan dosis yang aman dari substansi tersebut dalam makanan. Data yang
digunakan JECFA dan JMPR dalam pengkajian terhadap toksisitas zat kimia
dalam makanan, umumnya berasal dari serangkaian penelitian. Banyaknya zat
kimia yang dipakai dalam pertanian seperti pupuk mengandung nitrogen dan
sulfur, pestisida dan zat pengatur tumbuh, sehingga pertanian dapat sebagai
sumber zat kimia dilingkungan. Udara dapat tercemar pestisida saat
penyemprotan berlangsung. Penguatan droplet (tetesan kecil) selama
penyemprotan formula pestisida yang dapat terbawa oleh angin ketempat yang
10
jauh. Hal ini telah dibuktikan melalui penelitian yang memperlihatkan
kandungan pestisida dalam kabut di perkotaan.
Air dapat terkontaminasi akibat pembuangan sisa pestisida yang
berlebih setelah penyemprotan, tumpahan yang tidak sengaja atau akibat
pemakaian pestisida di sungai atau kolam untuk mengendalikan pertumbuhan
dan penyebaran gulma (Girsang, 2009).
2.1.1. Paparan Pestisida Terhadap Manusia
Bila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan
perawatan kesehatan, maka orang yang sering berhubungan dengan pestisida
secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni
manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan akan tetapi juga pada
saat mempersiapkan atau sesudah melakukan penyemprotan. Kecelakaan
akibat pestisida pada manusia terutama dialami oleh orang yang langsung
melaksanakan penyemprotan, mereka dapat mengalami pusing selama
penyemprotan atau sesudahnya, dapat pula mengalami muntah-muntah, mulas,
mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan pada keracunan berat terjadi kejang-
kejang, pingsan dan berakhir dengan kematian (Girsang, 2009).
Dibeberapa negara, hanya ada sedikit kontrol atau anjuran mengenai
waktu penggunaan pestisida, tidak jarang pestisida disemprotkan beberapa
jam atau hari sebelum hasil pertanian dipanen. Hasil pertanian seperti itu
mungkin mengandung residu yang dapat menyebabkan paparan tingkat tinggi
jika segera dikonsumsi setelah panen. Dibeberapa negara, kejadian ini menjadi
masalah utama karena kebanyakan sayuran ditanam diladang-ladang kecil
dekat daerah perkotaan dan hasil pertanian yang telah disemprot langsung
11
dipasarkan. Kadang-kadang pestisida sengaja disemprotkan saat hasil
pertanian sedang dipasarkan untuk mengendalikan lalat. Penggunaan
pestisida untuk mencegah kehilangan makanan selama penyimpanan atau
saat pendistribusiannya, juga dapat menimbulkan bahaya (hazard). Seperti
penyimpanan biji-bijian disemprotkan pestisida untuk mengendalikan hama
pengerat (Wydiastuti, 2006).
Selain kontaminasi langsung akibat penyemprotan terhadap makanan
hasil pertanian ada beberapa cara lain yang menyebabkan makanan
terkontaminasi pestisida. Contoh, daging mungkin mengandung pestisida
dalam kadar yang tinggi pada bagian atau pada jaringan tertentu setelah
desinfeksi ternak atau penanggulangan vektor. Contoh lain, ikan yang
ditangkap di sawah yang padinya disemprot pestisida (Girsang, 2009).
Sudah banyak negara yang memiliki peraturan, tentang kontaminasi
makanan sehingga makanan setempat dan makanan impor secara teratur di
analisis. Mayoritas kasus keracunan pestisida yang tidak disengaja terjadi
dikalangan petani dan keluarga mereka. Paparan terjadi terutama selama
pencampuran atau penyemprotan (Novizan, 2007).
Efek akut yang berkaitan dengan paparan okupational terhadap
pestisida akibat terkena pestisida seperti mata perih, kerusakan kulit, efek
neurologis, efek pada hati dan masalah reproduksi, serta beresiko terkena
kanker (Djojosumarto, 2008). Terpaparnya manusia oleh pestisida melalui
adsorbsi kulit (dermal), adsorbsi melalui paru-paru, adsorbsi melalui
pencernaan (termakan).
Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa
mempengaruhi kesehatan konsumen yang mengkonsumsi produk pertanian
12
yang mengandung residu pestisida. Dewasa ini residu pestisida dalam
makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia. Masalah residu ini,
terutama terdapat pada sayuran seperti kubis, tomat, petsay, bawang, cabe,
anggur dan buah-buahan lainnya. Sebab jenis bahan makanan diatas
umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi,
bisa sepuluh sampai limabelas kali dalam satu musim tanam, bahkan beberapa
hari sebelum panen masih dilakukan aplikasi pestisida (Girsang, 2009).
2.1.2. Pestisida
Pestisida merupakan semua bahan kimia, campuran zat kimia atau
bahan lain (ekstrak tumbuhan, mikroorganisme) bersifat racun yang digunakan
untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT). Dalam
menentukan jenis pestisida yang tepat, perlu diketahui karakteristik pestisida
yang meliputi efektifitas, selektifitas, fitotoksisitas dan residu (Novizan 2007).
Efektifitas merupakan daya bunuh pestisida terhadap OPT. Selektifitas
merupakan kemampuan pestisida membunuh OPT secara selektif, dimana
suatu pestisida lebih toksik terhadap sejumlah serangga tertentu dan tidak atau
kurang toksik terhadap sejumlah serangga lainnya. Selektifitas insektisida lebih
menekankan kemampuan insektisida untuk memilih OPT sasaran tanpa
merugikan organisme non-target, termasuk musuh alami dan serangga
berguna lainnya (Djojosumarto, 2008). Fitotoksisitas merupakan suatu sifat
yang menunjukkan potensi pestisida untuk menimbulkan efek keracunan bagi
tanaman yang ditandai dengan pertumbuhan abnormal setelah aplikasi. Residu
adalah racun yang tinggal pada tanaman setelah penyemprotan yang akan
bertahan sebagai racun sampai batas waktu tertentu (Novizan, 2007).
13
Namun dewasa ini penggunaan pestisida sering melampaui batas
ketentuan yang semestinya baik frekuensi maupun dosis, karena petani
beranggapan bahwa makin banyak menggunakan pestisida makin aman dari
OPT dan hasil panennya akan semakin baik. Cara-cara penggunaan pestisida
seperti tersebut di atas dapat memperbesar peluang meningkatnya kadar
residu pada sayur dan buah, dimana cara itu sampai sekarang masih dipakai.
Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan perlu diperhatikan tiga prinsip
sebagai berikut: (1) Digunakan secara legal, yaitu sesuai peraturan dan
perundang-undangan; (2) Digunakan sesuai petunjuk pemakaian, dan (3)
Digunakan secara bijak sesuai tujuan utama yaitu mengendalikan OPT (Balai
Proteksi Tanaman Pangan Sumbar, 2005).
2.1.3. Penggolongan Pestisida
Pestisida menurut Djojosumartono (2008) dapat diklasifikasikan
berdasarkan:
1. Struktur kimia yaitu berdasarkan gugus dalam senyawa, dibagi sebagai
berikut:
a. Yang memiliki gugus fosfat disebut kelompok organofosfat, banyak
digunakan untuk pengendalian hama. Golongan organofosfat ini
menghambat enzim kolinesterase. Kelompok organofosfat (fosfat organik)
lebih banyak dipakai karena sangat beracun dan ampuh terhadap hama
dengan melumpuhkan syaraf, dan mudah dikomposisi di alam. Produk dan
formulasi golongan organofosfat ini banyak diproduksi.
b. Golongan karbamat, juga merupakan racun syaraf pada hama dengan
menghambat enzim kolenesterase. Golongan karbamat juga
14
banyak formulasinya dan mudah diurai dilingkungan, sehingga banyak
digunakan.
c. Yang mempunyai gugus triazin dikelompokkan kedalam kelompok triazin.
d. Yang memiliki gugus urea dikelompokkan kedalam kelompok urea.
e. Hidrokarbon yang berklor seperti DDT, sangat berbahaya dan sukar
terdekomposisi, sekarang pemakaian sudah dilarang sebagai pestisida.
f. Golongan piretroid, merupakan insektisida sintetik yang bersifat sebagai
racun kontak. Golongan ini mempunyai spektrum luas terhadap banyak
spesies serangga dan mudah terurai oleh cahaya matahari.
Golongan organofosfat menghambat pseudokolinestrase dalam plasma
dan kolinesterase dalam sel darah. Penghambatan kerja enzim karena gugus
fosfat melakukan posporilasi enzim dalam bentuk komponen yang stabil yaitu
posporilatet kolinesterase sehingga acetilkolin meningkat dan melumpuhkan
syaraf.
Golongan karbamat mekanisme toksisitasnya hampir sama dengan
organofosfat dimana enzim kolinesterase dihambat dan mengalami karbamilasi
sehingga melumpuhkan syaraf.
Golongan organokhlorin menyebabkan gangguan neurotoksin pada otak
dan melumpuhkan syaraf otak yang disebabkan oleh gugus khlorin.
Sedangkan golongan anthranilic diamide cara kerjanya hampir sama dengan
organokhlorin, karena mengandung gugus aktif khlorin..
2. Berdasarkan Organisme Pengganggu Tanaman Sasaran.
Pestisida dikelompokkan menjadi: insektisida, akarisida, moluskasida,
rodentisida, nematisida, fungisida, bakterisida, herbisida, algisida, pikisida,
15
avisida, repellant (penolak), attraktant (penarik), dan plant aktivator
(Djojosumarto, 2008).
2.1.4. Pengaruh Pestisida Terhadap Lingkungan
Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dan tidak selektif berpotensi
menimbulkan dampak negatif bagi pengguna, konsumen, lingkungan serta
dampak sosial eknomi seperti: a) Dampak negatif bagi keselamatan pengguna
secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan, b) Dampak bagi
konsumen yang mengkonsumsi produk pertanian yang mengandung residu
pestisida dalam jumlah besar, c) Pencemaran lingkungan (air, tanah dan
udara), d) OPT menjadi kebal terhadap penggunaan pestisida (resistensi), e)
Meningkatnya populasi hama setelah penggunaan pestisida (resurjensi hama),
f) Timbulnya hama baru, g) Terbunuhnya musuh alami hama, dan h) Biaya
produksi menjadi lebih tinggi (Djojosumarto, 2008).
Tujuan penggunaan pestisida harus ditekankan untuk menurunkan
populasi hama dan menghentikan serangan penyakit dan keberadaannya tidak
menyebabkan kerugian ekonomis (Djojosumanto, 2008). Bahan aktif pestisida
sintetik bersifat toksik tidak hanya bagi organisme target yaitu hama tetapi juga
pada organisme lain termasuk manusia dan hewan. Bahan aktif bersifat
persisten pada bahan tanaman dan tanah. Pada bahan tanaman beresiko
tinggi karena dapat terkonsumsi oleh manusia, sedangkan pada tanah dapat
menyebabkan kematian organisme penghuni tanah termasuk mikro organisme.
Aplikasi pestisida secara umum menyebabkan efek samping
membunuh sejumlah besar serangga bermanfaat seperti predator dan
parasitoid termasuk menekan berbagai patogen serangga akibat berbagai jenis
16
fungisida. Pestisida telah merusak keseimbangan alami pada lahan pertanian
dan menyebabkan penurunan kelimpahan keanekaragaman hayati (Khan,
2003).
Munadir (1990) mengemukakan bahwa dengan semakin banyaknya
kandungan unsur-unsur toksik yang ada dalam tanah akibat pemberian
pestisida yang relatif tahan terhadap biodegradasi akan dapat merugikan
aktifitas mikroorganisme tanah dan kandungan biomassanya dapat
berpengaruh terhadap proses daur ulang unsur hara tanah. Selanjutnya
Novizan (2007), menyatakan persistensi pestisida dalam tanah sangat
bervariasi tergantung dari macam pestisida tersebut. Proses dekomposisi
pestisida oleh mikrobia dapat secara: a) degradasi, sehingga dapat
menyebabkan detoksitasi dan mineralisasi pestisida, b) aktivasi senyawa yang
awalnya bersifat non toksik menjadi toksik, dan c) transformasi senyawa yang
bersifat toksik menjadi produk yang berguna bagi mikroorganisme, tumbuhan
dan hewan.
Beberapa parameter yang dapat menjadi indikator pengaruh pestisida
terhadap mikroorganisme tanah adalah: 1) perubahan pH tanah sehingga
menghambat pertumbuhan dan aktifitas metabolik, 2) kadar C organik tanah, 3)
berkurang dan bahkan hilangnya keragaman mikroorganisme tanah, 4)
pengukuran biomassa, C, N dan P, dan 5) respirasi mikroorganisme tanah
(Goffman, Hanson, Kiviat dan Stevens, 1996).
Pencemaran perairan disekitar lahan pertanian dapat terjadi
disebabkan oleh terbawa angin diwaktu menyemprot dan dibawa aliran air
hujan terutama pestisida golongan organoklorin yang tidak dapat mengalami
biodegradasi, sedangkan organofosfat terurai setelah 10 hari (Sudarmo, 1991).
17
2.1.5. Residu Pestisida
Menurut Novizan (2007) residu pestisida adalah racun yang tinggal
pada tanaman setelah penyemprotan yang bertahan sebagai racun sampai
batas waktu tertentu. Jika residu pestisida terlalu lama bertahan pada bagian
tanaman yang disemprot, akan berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya, karena residu pestisida akan termakan oleh manusia saat
mengkonsumsi hasil pertanian. Residu pestisida dalam bahan makanan
khususnya sayuran, selain berasal dari pestisida yang langsung diaplikasikan
pada tanaman dapat juga karena kontaminasi atau karena tanaman ditanam
pada tanah yang mengandung residu pestisida yang persisten. Jumlah residu
pestisida yang tertinggal pada tanaman (bahan makanan), tergantung antara
lain pada cara, waktu dan banyaknya aplikasi serta dosis setiap aplikasi. Waktu
aplikasi terakhir sebelum panen sangat penting karena menentukan sekali
banyaknya residu yang ditemukan pada waktu hasil dipanen. Makin panjang
jarak waktu antara aplikasi dengan panen makin sedikit residu yang tersisa
pada hasil tanaman.
Menurut Djojosumanto (2008), beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kandungan kadar residu pestisida dalam tanaman, diantaranya
adalah:
1. Banyaknya jenis pestisida yang digunakan petani dengan bermacam-
macam bahan aktif dan konsentrasinya.
2. Jarak waktu antara panen dan aplikasi pestisida terakhir, juga dosis dan
frekuensi yang digunakan.
3. Perlakuan pasca panen seperti pencucian, perendaman, perebusan,
pendinginan dan lain-lain.
18
4. Cara aplikasi pestisida oleh petani
5. Tingkat curah hujan.
6. Tingkat penyerapan sisa pestisida dalam tanah.
Faktor lain yang cukup penting adalah tingkat ketelitian pelaksanaan
dan peralatan yang digunakan dalam analisis residu pestisida tersebut di
laboratorium. Untuk melindungi konsumen dari bahaya keracunan, maka
negara-negara tertentu telah menetapkan batas maksimum residu pestisida
Maximum Residue Limit (MRL) atau Batas Maksimum Residu (BMR), yang
boleh terkandung dalam komoditas pertanian. Untuk mengendalikannya perlu
dilakukan monitoring penggunaan pestisida secara berkala oleh Dinas terkait
dan analisis residu pestisida oleh BPTPH.
Untuk mengurangi residu pestisida pada komoditi hasil pertanian,
perlakuan pasca panen seperti pencucian dapat menurunkan residu pestisida
pada hasil pertanian. Pencucian ini lebih bersih bila menggunakan deterjen
seperti mama lemon yang bisa digunakan untuk sayur dan buah pada
konsentrasi tertentu sebelum dikonsumsi.
2.1.6. Toksisitas Pestisida pada Manusia
Toksisitas akut suatu senyawa digambarkan oleh Lethal Dosage (LD)
50-nya. Senyawa organofosfat dan karbamat pada umumnya mempunyai
harga LD 50 lebih tinggi dari senyawa organokhlor. Kasus keracunan akut
jarang dijumpai di masyarakat, sedangkan kasus keracunan kronis pada
umumnya dijumpai pada pelaksana pengendalian hama (petani) dan mereka
yang bekerja pada industri pestisida. Pada pestisida yang bersifat persisten
seperti insektisida organokhlor kemungkinan terjadi keracunan kronis lebih
19
besar dari pada pestisida yang tidak persisten. Hal ini terjadi karena adanya
bioakumulasi yaitu proses dinamika yang terjadi bila pemasukan lebih besar
dari pengeluaran. Karena sifatnya yang lipofilik senyawa organokhlor yang
masuk kedalam tubuh akan segera terdistribusi ke dalam jaringan dengan
kandungan lemak yang tinggi lalu tersimpan dalam lemaknya. Senyawa
organokhlor tersebut dapat diekresikan bersama dengan lemak melalui air
susu sehingga terjadi transfer residu insektisida yang telah terakumulasi dalam
tubuh ibu kepada anak yang disusuinya. Hal ini perlu mendapat perhatian
karena anak jauh lebih peka daripada orang dewasa (Nugrohati dan Untung,
1986).
Rendahnya kadar residu pestisida dalam makanan jelas tidak akan
menimbulkan gejala keracunan kronis maupun akut, tetapi dapat menimbulkan
efek subtil (subtle effect) yaitu efek lanjut jangka panjang yang terjadi pada
dosis rendah yang berkali-kali. Penelitian mengenai efek subtil pada manusia
tidak mungkin dilakukan, sehingga pengamatan pada hewan percobaan
merupakan indikasi utama pada manusia. Efek subtil dapat berupa perubahan
histologis dan patologis (penyakit) seperti: efek karsinogenik, tumorigenik,
mutagenik dan teratogenik (Djojosumanto, 2006).
2.1.7. Pengertian Deterjen dan Manfaatnya
Menurut Info POM (2003) Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia, deterjen merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari
bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun deterjen
mempunyai unggulan antara lain: daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air. Umumnya deterjen terdiri dari Surfaktan,
20
Builder, Filler dan Additives. Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang
mempunyai ujung berbeda yaitu suka air (hydrophile) dan suka lemak
(hydrophobe). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air
sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
Empat kategori surfaktan yaitu: anionik seperti ABS, LAS dan AOS, kationik
seperti garam ammonium, non ionik seperti NPE dan amphoterik seperti AEA.
Pembentuk (Builder) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan
dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Empat kategori
builder: phosphates seperti STPP, acetates seperti NTA dan EDTA, silicates
seperti zeolit dan citrates seperti citrate acid. Pengisi (filler) adalah bahan
tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya
cuci tetapi menambah kuantitas seperti sodium sulfate. Additives adalah bahan
tambahan untuk membuat produk lebih menarik misalnya pewangi, pelarut,
pemutih, pewarna untuk tujuan komersialisasi seperti enzym, borax, CMC dan
NaCl.
Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini
meluas dalam bentuk produk-produk seperti: (1) Personal cleaning product
yaitu produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci tangan dll, (2) Laundry,
sebagai pencuci pakaian, (3) Dishwashing product, sebagai pencuci alat-alat
rumah tangga, dan (4) Household cleaner, sebagai pembersih rumah tangga
seperti pembersih lantai. Kemampuan deterjen untuk menghilangkan kotoran
yang menempel pada kain dan objek lain disamping itu juga mengurangi
keberadaan kuman dan bakteri (BPOM RI, 2003).
21
2.1.8. Dampak Negatif Deterjen
Deterjen dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan
lingkungan. Surfaktan dapat menyebabkan iritasi pada tangan, permukaan kulit
kasar dan hilangnya kelembaban alami kulit. Hasil pengujian kulit hanya
memiiki toleransi kontak dengan kandungan 1% surfaktan LAS. Surfaktan
umumnya tidak ramah lingkungan ada yang tidak biodegradabel seperti ABS.
Builder fungsinya menurunkan tegangan permukaan air biasanya senyawa
fosfat untuk menghilangkan kesedahan air. Kelebihan senyawa fosfat (PO4)
menyebabkan eutrofikasi (pengayaan unsur hara yang berlebihan) di badan air.
Hal ini menyebabkan tumbuhnya algae dan fito plankton yang berelebihan
yang merupakan makanan bakteri, sehingga bakteri berlebihan, dan badan air
kekurangan oksigen sehingga membahayakan kehidupan makhluk air yang
lain. Maka sebaiknya dipakai builder yang lain seperti zeolit dan sitrate (BPOM
RI, 2003).
Sabun dibuat melalui proses saponifikasi, yang terbuat dari
pencampuran soda kaustik dengan minyak nabati ataupun minyak hewani
(Fessenden dan Fessenden, 1983). Sabun bersifat biodegradabel tapi daya
cucinya rendah dibanding deterjen. Sabun umumnya tidak menimbulkan iritasi
pada kulit.
2.1.9. Cara Mengurangi Residu Pestisida
Untuk masyarakat pada umumnya, pemasukan pestisida terutama
melalui makanan. Adanya efek lanjut jangka panjang karena dosis rendah yang
berulang-ulang mengharuskan usaha penurunan tingkat residu pestisida dalam
22
makanan sampai tingkat yang serendah-rendahnya. Usaha ini dapat dilakukan
dilapangan dan penanganan pasca panen.
Usaha mengurangi residu pestisida di lapangan dapat dilakukan dengan
berbagai cara (Nugrohati dan Untung, 1986) yaitu:
1. Pemilihan jenis insektisida yang efektif terhadap hama, aman bagi
manusia dan lingkungan serta memiliki persistensi yang rendah,
sehingga meninggalkan residu serendah mungkin.
2. Penggunaan dan pengembangan jenis-jenis insektisida yang baru, yang
lebih spesifik dan aman seperti insektisida biologis, Insect Growth
Regulator, atraktan dan lain-lain.
3. Penggunaan dosis dan cara aplikasi yang tepat sesuai dengan
rekomendasi.
4. Frekuensi penyemprotan pestisida dikurangi, hanya apabila perlu, yaitu
sewaktu jumlah populasi hama melebihi tingkatan yang merugikan
secara ekonomis.
2.1. 10. Tanaman Tomat (Lycopersicum commune)
Budidaya tomat dapat dilakukan pada daerah dengan ketinggian tempat
0–1.250 m dpl (diatas permukaan laut). Curah hujan sesuai dengan
pertumbuhannya adalah 750–1.250 mm/tahun. Di daerah beriklim basah tomat
mudah terserang penyakit layu Fusarium. Sesuai dengan jenis varietas yang
diusahakan pertumbuhan optimal dengan suhu siang hari 24oC dan malam
antara 15–20oC. Pada temperatur diatas 32oC warna buah tomat cenderung
kuning, dan didaerah bersuhu 24oC warna buah tomat bewarna merah, dan
suhu tidak stabil warna buah tomat tidak merata (Cahyono, 2008).
23
Pemeliharaan Tomat
Tanaman tomat memerlukan unsur hara makro: N, P, K, Ca dan Mg
serta unsur mikro Zn dan B. Untuk memperbaiki pertumbuhan dan posisi
tumbuhnya tegak dipasang turus (ajir) dan untuk meningkatkan hasil dilakukan
pemangkasan anak cabang. Penanaman sebaiknya memakai mulsa plastik
perak hitam untuk mengurangi gulma. Tanaman tomat memerlukan air yang
banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan dan sifat fisik buah tomat yang
dihasilkan (Wiryanta, 2008).
Hama dan Penyakit Utama Tomat
Hama utama sering ditemukan merusak tanaman tomat antara lain: Ulat
tanah (Agrotis ipsilon Hunt), ulat penggerek buah (Helicoverpa armigera Hubn),
kutu kebul (Bemisia tabaci Genn), ulat grayak (Spodoptera litura F.), dan ulat
jengkal (Plusia sp). Sedangkan penyakit utama yang ditemukan pada tanaman
tomat adalah sebagai berikut: layu bakteri (Ralstonia solanacearum), bercak
coklat (Alternaria solani). layu cendawan (Fusarium oxysporum), busuk daun
(Phytophtora infestans), mosaik virus disebabkan virus marmor tabaci holmes
(Cahyono, 2008).
Standar Operasional Penggunaan Pestisida
Sesuai dengan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang No.12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman, yang telah dijabarkan lebih lanjut dalam Peratuiran
Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman maupun
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/OT.210/9/97 Tentang Pedoman
Pengendalian OPT. Penggunaan pestisida dalam pengendalian OPT
24
merupakan alternatif terakhir. Pengertian alternatif terakhir adalah apabila
semua teknik/cara pengendalian yang lainnya (misalnya cara bercocok tanam,
secara biologis, fisik, mekanis, genetik, dan karantina) dinilai tidak memadai.
Pengendalian OPT bertujan untuk menekan serangan OPT guna
mempertahankan produksi dengan sistem PHT agar OPT terkendali tanpa
merusak tanaman dan lingkungan. Standar pengendalian OPT dilakukan
dengan pengamatan dan identifikasi OPT dilahan secara bekala. Tentukan
jenis tindakan yang akan dilakukan. Pengendalian OPT dilakukan bila
serangan mencapai ambang pengendalian sesuai dengan kondisi serangan
dan fase pertumbuhan tanaman sesuai dengan teknik yang dianjurkan seperti
pemakaian pestisida (Distan Sumbar, 2010)..
Untuk memperkecil dampak negatif penggunaan pestisida dalam hal ini
memperkecil residu pestisida pada hasil pertanian diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Pemilihan pestisida yang tepat jenis yaitu sesuai dengan OPT sasaran yang
dapat dibaca pada label kemasan.
2. Memilih pestisida yang mudah terurai, jadi yang tidak persisten. Berdasarkan
sifat fisiko kimianya pestisida ada yang mudah berubah menjadi senyawa
lain disebut non persisten, yang ditentukan oleh waktu paruh (Decomposition
Time 50=DT 50), makin pendek waktu paruhnya makin cepat terurai.
3. Cara aplikasi pestisida
a. Waktu aplikasi, aplikasi pestisida hanya dilakukan pada waktu intensitas
serangan OPT telah melampaui ambang ekonomi atau ambang
pengendalian. Waktu yang tepat untuk penyemprotan adalah pada pagi
25
hari setelah embun hilang sampai jam 10.00 atau sore hari sekitar antara
jam 15.00-17.00. Penyemprotan dilakukan sesuai dengan arah angin dan
tidak dilakukan penyemprotan kalau hari hujan.
b. Dosis aplikasi, yang digunakan adalah dosis dan konsentrasi minimum
yang efektif terhadap OPT sasaran seperti yang dicantumkan dalam
kemasan. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan pestisida tidak
berlebihan, karena dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
tingginya residu, mempercepat resistensi hama dan pencemaran
lingkungan.
c. Sasaran aplikasi perlu diupayakan semaksimal mungkin, aplikasi
pestisida harus pada sasaran yang tepat yaitu pada bagian tanaman
yang terserang atau bagian dimana adanya OPT.
d. Aplikasi pestisida yang terakhir diusahakan sejauh mungkin sebelum
panen. Hal ini dimaksudkan agar pada waktu hasil tanaman dipanen
sebagian besar pestisida sudah terurai, sehingga residunya hanya sedikit.
Jangan mengaplikasikan pestisida menjelang atau setelah panen,
kecuali pada kondisi tertentu yang memang memerlukan aplikasi.
e. Tidak menggunakan bahan perekat. Bahan perekat adalah bahan
tambahan (ajuvan) yang dijual secara terpisah dari pestisida yang
bertujuan supaya pestisida tidak tercuci oleh hujan.
f. Alat dan teknik aplikasi yang tepat. Alat aplikasi antara lain penyemprot
(sprayer), penghembus (duster) dan fogger disesuaikan dengan jenis
pestisida.
26
Nilai Gizi dan Manfaat Tomat
Menurut Musadad dan Hartuti (2002), buah tomat memiliki potensi
kegunaan yang banyak antara lain: bisa digunakan sebagai buah meja,
makanan, minuman, sayuran, bumbu masak, bahan pewarna, bahan kosmetik
dan obat-obatan. Akhir ini ditemukan bahwa buah tomat segar dapat
membangkitkan selera makan bagi penderita “aneroksia” (hilangnya nafsu
makan akibat stress) dan keroten yang terkandung didalamnya dapat
menghambat perkembangan sel kanker.
Tomat tergolong sayuran buah banyak digemari karena rasanya enak,
segar dan sedikit asam, serta mengandung zat gizi berguna bagi kesehatan.
Buah tomat mengandung vitamin A, C dan B, protein, lemak, karbohidrat, serta
mineral tertentu yang berguna bagi tubuh (Direktorat Gizi Depkes RI, 1990),
komposisi nilai gizi dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel 1. Komposisi nilai gizi buah tomat segar per 100 gram buah tomat.
Zat kimiawi yang terkandung Jumlah dalam tiap jenis
Tomat muda Tomat masak Air (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Mineral: Kalsium (mg) Fosfat (mg) Besi (mg) Vitamin : A (Si) B1 (mg) C (mg) Energi (kal)
93,00 2,00 0,70 2,30 5,00
27,00 0,50
320,00 0,70
30,00 23,00
94,00 1,00 0,30 4,20 5,00
27,00 0,50
500,0 0,06
40,00 20,00
Sumber: Direktorat Gizi Dept. Kesehatan RI (1990)
27
Seperti sayuran lain, komponen tertinggi dari buah tomat adalah: air
yaitu ±93%, umumnya mengakibatkan daya simpan yang rendah, dan mudah
busuk. Jadi perlu penanganan pasca panen.
Penanganan Pasca Panen Tomat
Penanganan pasca penen buah tomat menurut Musadad dan Hartuti
(2002) meliputi antara lain:
1. Meliputi sortasi, pencucian, pelilinan, pengemasan, pengangkutan dan
penyimpanan.
2. Pengolahan, dalam bentuk pasta, saus, manisan, dodol dan juice.
Panen
Kriteria masak petik optimal menurut Musadad dan Hartuti (2002)
ditentukan berdasarkan antara lain: (1) Visual (warna, bentuk, ukuran); (2) Fisik
(mudah dipetik); (3) Analisis kimia (kadar gula, asam dan pati); (4) Komputasi
(jumlah hari tanam atau setelah bunga mekar), (5) Fisiologis (jumlah rongga,
kekentalan cairannya).
Berdasarkan visual antara lain: (a) Tumbuhnya warna gading pada buku
buah tomat; (b) Jika buah di belah bijinya menyamping, dan (c) Di sekitar biji
terdapat lendir yang licin.
2.2. Kerangka Pemikiran
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973, yang
dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad
renik dan virus yang dipergunakan untuk: (1) Memberantas atau mencegah
hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil
pertanian; (2) Memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu (gulma);
28
(3) Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; (4)
Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman ataupun bagian-bagian
tanaman (tetapi tidak termasuk dalam golongan pupuk); (5) Memberantas atau
mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak; (6) Memberantas
hama-hama air; (7) Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan
jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat-alat
pegangkutan, dan (8) Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang
bisa menyebabkan penyakit pada manusia (Direktorat Sarana Produksi, 2006).
Menurut Direktorat Perlindungan Tanaman (2004), residu pestisida
adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian, bahan pangan,
atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari
penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup senyawa turunan pestisida, seperti
senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi dan zat pengotor yang
dapat memberikan pengaruh toksikologis.
Pengaruh negatif dari penggunaan pestisida pada tanaman terlihat antara
lain dari tingginya residu pestisida pada beberapa sayuran, tanaman pangan,
air sumur dan sawah serta dalam darah petani. Dilaporkan bahwa pada tanah,
air dan sayuran di daerah Jawa Tengah dan Bali ditemukan kandungan residu
insektisida organoklorin dan organofosfat dengan konsentrasi cukup tinggi.
Beberapa sayuran seperti tomat, kubis, dan wortel di Lembang, Pengalengan
dan Kertasari, Bandung juga mengandung residu pestisida profenofos,
deltametrin, klorpirifos, dan permetrin. Jika sayuran tersebut dikonsumsi secara
terus menerus tanpa memperhatikan cara pengolahan yang baik, kemungkinan
akan menyebabkan keracunan (Sutrisno, Setyanto dan Kurnia, 2009).
29
Tabel 2. Hasil analisis residu insektisida pada sayuran cabe dan kubis.
Lokasi Komoditi Golongan Jenis bahan
aktif Hasil
analisa BMR
Pariangan, Kabupaten Tanah Datar
Cabe Organokhlor Endosulfan DDT BHC
0,03 0,02 0,06
1,00 1,00 0,30
Organofosfat Profenofos Fentoat
0,02 0,02
0,05 1,00
Piretroid Sipermetrin 0,02 1,00
Karbamat Propineb Mankozeb
0,02 0,01
0,50 0,02
Lembang Jaya, Kabupaten Solok
Kubis Organokhlor Endosulfan BHC Heptakhlor
0,03 0,10 0,01
1,00 0,30 0,02
Organofosfat Prefonofos Diazinon
0,02 0,06
0,05 0,05
Piretroid Sipermetrin 0,13 0,50 Sumber: BPTPH II (Sumbar, Riau, dan Jambi, 1998).
Hasil observasi residu pestisida pada tanaman cabe dan kubis di
Provinsi Sumatera Barat (BPTPH II, Sumbar, Riau dan Jambi, 1998),
menunjukkan bahwa terdapat residu pestisida pada sayuran cabe dan kubis
tetapi residu insektisida masih berada dibawah nilai BMR. Kecuali pada
diazinon untuk kubis besar dari BMR yaitu 0,06 mg/kg. Hasil analisis residu
insektisida selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 di atas.
BMR beberapa jenis pestisida pada buah tomat menurut Direktorat
Pupuk dan Pestisida (2002) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tingkat keracunan pestisida dalam darah menunjukkan variasi pada
setiap individu, tetapi praktisnya tetap pada setiap orang, tingkat keracunan
pestisida normal pada manusia bervariasi antara 75–100 %. Pada
pemeriksaan kasus keracunan organofosfat dan karbamat tampak adanya
penurunan kadar kolinesterase yang aktif dalam darah. Enzim ini berada dalam
30
darah dan berfungsi mengatur kerja syaraf. Jika kadar enzim turun kira-kira
20% dari normal maka gejala keracunan akan tampak, pupil mata atau celah
iris menyempit sehingga penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut
berbusa, keringat banyak, mengeluarkan air liur yang banyak, mual, pusing,
kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, menceret, sesak
napas, otot tidak bisa digerakkan dan akhirnya pingsan. Jika otot pernapasan
mulai lumpuh, penderita segera mengalami kematian (Ganiswara, 1995).
2.3. Hipothesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah
dikemukakan di atas, maka hipothesis yang akan diuji:
1. Petani tomat di Alahan Panjang menggunakan beberapa jenis
insektisida dengan dosis yang berbeda dalam pengendalian hama
tanaman tomat.
2. Hasil panen tomat petani Alahan Panjang mengandung residu
insektisida.
3. Perlakuan pasca panen seperti pencucian dan pengelupasan kulit ari
tomat akan mengurangi dan menghilangkan residu kimia pada tomat.
4. Persepsi petani tentang insektisida mempengaruhi cara aplikasi
insektisida yang berdampak pada kadar residu pada buah tomat.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metoda survei dengan
responden petani tomat setempat dan analisis residu pestisida pada buah
tomat di laboratorium.
3.2. Definisi Operasional
1. Residu pestisida, adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil
pertanian bahan pangan atau pakan hewan baik sebagai akibat langsung
atau tidak langsung dari penggunaan pestisida (Direktorat Perlindungan
Tanaman, 2004).
2. Batas maksimum residu pestisida.
Konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara hukum diizinkan,
atau konsentrasi yang dapat diterima pada hasil pertanian yang
dinyatakan dalam mg/kg hasil ( Direktorat Perlindungan Tanaman, 2004).
3. Standar baku pembanding pestisida, merupakan standar baku aktif
pestisida yang diketahui konsentrasinya yang akan digunakan membuat
larutan baku pembanding primer dan larutan baku pembanding kerja
(Direktorat Perlindungan Tanaman, 2004).
4. Larutan baku pembanding primer, merupakan larutan baku
pembanding pestisida dengan konsentrasi bahan aktif tinggi yang akan
digunakan untuk membuat larutan baku pembanding kerja dengan
konsentrasi lebih rendah sesuai metode pengujian yang digunakan
(Direktorat Perlindungan Tanaman, 2004).
32
5. Analisis residu pestisida, suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mendapatkan informasi tentang komposisi kandungan residu pestisida
dalam suatu contoh bahan, sehingga dapat digunakan untuk
mengestimasi komposisi dan konsentrasi residu pestisida bahan tersebut
(Direktorat Perlindungan Tanaman, 2004).
6. Metode analisis multi residu pestisida, metode analisis yang
digunakan untuk mengetahui komponen beberapa residu pestisida dalam
suatu contoh bahan, caranya meliputi tahap ekstraksi, pembersihan,
penetapan dan evaluasi data (Direktorat Perlindungan Tanaman, 2004).
7. Bahan aktif, merupakan kandungan bahan kimia yang terdapat dalam
formulasi suatu pestisida. Dapat dibedakan dalam beberapa golongan
seperti: organokhlor, organofosfat, karbamat dan piretroid (Djojosumarto,
2006).
8. Kromatografi Gas, merupakan teknik pemisahan dengan menggunakan
fase diam dan fase gerak yang dapat digunakan untuk tujuan kualitatif
dan kuantitatif dimana sebagai fase geraknya berupa gas dan fase
diamnya berupa zat padat (KGP) (Rohman dan Gholib, 2007).
9. HPLC (High Performance Liquid Chromatography), merupakan suatu
metoda yang sensitif dan akurat untuk penentuan kuantitatif serta baik
untuk pemisahan senyawa yang tidak mudah menguap seperti: asam
amino, protein dan pestisida (Weiss, 1995).
10. Cara aplikasi pestisida yaitu cara pemakaian pestisida yang ditentukan
oleh jenis organism pengganggu tanaman (OPT), jenis tanaman, dan
jenis formulasi (Novizan, 2007).
33
11. Pengetahuan petani atau responden berdasarkan jawaban : 1) baik:
pertanyaan dijawab dengan benar oleh responden ≥75%, 2) tidak baik:
bila pertanyaan dengan benar dijawab responden ≤ 75%.
12. Frekuensi penyemprotan yaitu berapa kali dalam seminggu responden
melakukan penyemprotan: 1) memenuhi syarat ≤ 2 kali seminggu, 2)
tidak memenuhi syarat ≥ 2 kali seminggu.
13. Cara penyemprotan: 1) memenuhi syarat yaitu searah dengan arah
angin dan memakai Alat Pelindung Diri (APD), 2) tidak memenuhi syarat
yaitu berlawanan dengan arah angin dan tidak memakai APD.
14. Dosis adalah campuran dari pestisida yang digunakan untuk
penyemprotan tanaman: 1) sesuai aturan: sesuai dengan petunjuk pada
kemasan atau anjuran PPL, 2) tidak sesuai aturan: tidak mengikuti
petunjuk pada kemasan atau anjuran PPL.
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai September 2009.
Pelaksanaan survei pendahuluan dan pengumpulan data sekunder
dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2009. Pelaksanaan pengambilan
data primer dengan menggunakan kuesioner dilakukan pada bulan Juli 2009,
Pengambilan sampel buah tomat untuk di analisis dilaboratorium dilakukan
pada bulan Agustus 2009. Pelaksanaan analisis laboratorium dilaksanakan
pada tanggal 15 Agustus sampai dengan 15 September 2009.
Tempat penelitian lapangan dilaksanakan di Nagari Alahan Panjang,
Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok dengan ketinggian 1.500 m
diatas permukaan laut (dpl). Penelitian laboratorium dilaksanakan di
Laboratorium Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat
34
di Padang dan Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang
pada bulan September 2009.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
A. Analisis Residu Insektisida Secara Laboratorium
Parameter yang di analisis antara lain adalah:
1. Jenis residu pestisida
2. Kadar residu pestisida dengan alat Kromatografi Gas dan HPLC.
A.1. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tomat varietas Marta
yang umum ditanam petani di Nagari Alahan Panjang. Bahan pereaksi yang
digunakan adalah: aceton, diklorometan, petroleum eter, iso oktana, toluene,
gas pembawa pada alat Kromatografi Gas yaitu nitrogen dengan kecepatan alir
40 ml/menit, fase pembawa HPLC yaitu methanol for HPLC dan aquabidest
untuk pencuci kolom.
Alat yang digunakan adalah: pencincang, ultra turaks, Kromatografi Gas,
HPLC Shimadzu, alat sentrifus, labu ukur, pipet ukur mikro, dan syringe filter
Whatman.
A.2. Pengambilan Sampel Buah Tomat
Sampel buah tomat yang diambil adalah buah tomat pada panen ke tiga,
dari tiga lokasi kebun tomat yang diplih secara random. Lokasi tersebut adalah:
Lokasi satu pengambilan sampel buah tomat di Jorong Alahan Panjang, Lokasi
dua di Jorong Taluak Dalam, dan Lokasi ketiga di Jorong Taratak Galundi.
Sampel buah tomat diambil di beberapa titik dengan sistem diagonal pada
lahan petani tomat. Buah tomat tersebut dimasukkan kedalam plastik dan
35
disimpan dalam ice box untuk menjaga kesegaran buah tomat sampai di
laboratorium.
Pengambilan tanaman contoh (sampel) tomat dilakukan sebagai berikut:
a) Dipilih daerah yang merupakan daerah sentra tanaman tomat yang
frekuensi penyemprotannya tertinggi dan lahannya terluas (berdasarkan
data kuesioner).
b) Sampel buah tomat yang dijadikan sampel adalah buah tomat yang siap
untuk di panen ke tiga kali oleh petani, dipetik bagian atas dan bawah
tanaman.
c) Pengambilan sampel dari tiap petak contoh diambil dengan sistem
diagonal pada 9 (sembilan) titik pengambilan, kemudian sampel di
homogenkan ke 9 (sembilan) titik tersebut menjadi satu sampel komposit
dengan berat sampel 2 (dua) kg untuk empat perlakuan. Tanaman yang
berada di barisan pinggir lahan tidak diambil untuk menghindari efek
pinggir (border effect).
A.3. Prosedur Analisis
Buah tomat yang diambil sebagai sampel kemudian dilakukan analisis
residu pestisida dengan beberapa perlakuan antara lain:
(1) tanpa dicuci,
(2) dicuci dengan air.
(3) dicuci dengan mama lemon 0,2% lalu dicuci dengan air
(4) dikupas kulit ari buah tomat.
Masing-masing lokasi diambil sampel seberat dua kg buah tomat untuk
empat perlakuan. Buah tomat dicincang, masing-masing perlakuan diambil 15
gram, lalu dilumatkan dengan ultra turaks selama 30 detik.
36
Tambahkan pelarut lalu disentrifus, enap tuangkan, lalu di pipet 25 ml,
kemudian dipekatkan dalam rotavapor sampai kering. Larutkan residu dalam 5
ml campuran iso oktan dan toluene (90 : 10). Sampel siap untuk digunakan
setelah disaring terlebih dahulu kemudian diinjeksikan ke alat Kromatografi
Gas dan HPLC (Dirjen Perlintan, 2004).
Untuk Kromatografi Gas suhu kolom pada 2000C dan suhu injector
2300C, dan untuk HPLC suhu kolom pada suhu kamar (±300C). Untuk setiap
bahan aktif dibuatkan larutan standar.
Untuk perhitungan kadar residu dilakukan berdasarkan luas area sampel
dibandingkan dengan standar pembanding, sesuai dengan waktu retensinya
dengan rumus sbb:
Area contoh Kadar bahan aktif = ------------------------------- X kons pemb X Vol injek baku contoh Area baku pembanding Vol akhir contoh X ----------------------- X Faktor Pengali Vol injek contoh Sumber: Dirjen Perlintan, 2004
Pengujian sampel buah tomat dilakukan dua kali dan diambil rata-
ratanya. Residu insektisida pada sampel dibandingkan dengan nilai Batas
Maksimum Residu (BMR) untuk sayuran.
B. Tindakan dan Persepsi Petani Terhadap Pestisida
Penelitian dilaksanakan di Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah
Gumanti Kabupaten Solok. Pengumpulan data dilakukan dengan metoda
wawancara kepada 40 orang petani (responden).
37
B.1. Survei Lapangan
Jumlah petani sampel sebagai responden berdasarkan tabel Kregjie
dimana didapat jumlah sampel 40 orang dari 45 orang yang menjadi populasi.
Wawancara dilakukan dengan cara mendatangi petani tomat di lahan
atau di rumah. Materi kuesioner untuk wawancara meliputi: data diri petani,
pengalaman bertani, cara aplikasi pestisida, dan persepsi petani tentang
pestisida (kuesioner pada lampiran).
Hasil wawancara di analisis secara deskriptif kuantitatif masing-masing
variabel yang diteliti sesuai dengan proporsi masing-masing.
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner melalui wawancara dengan
responden. Yang menjadi populasi adalah petani tomat di Nagari Alahan
Panjang, dimana untuk menjadi responden adalah petani tomat yang diambil
secara acak.
Parameter yang diamati adalah:
1. Jenis pestisida yang dipakai
2. Dosis pestisida
3. Frekuensi pemakaian insektisida
4. Cara aplikasi pestisida
5. Tingkat pendidikan petani
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Hasil analisis residu insektisida pada buah tomat di tiga jorong pada
Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok adalah
sebagai berikut:
1. Analisis Residu Insektisida Pada Buah Tomat
Hasil analisis residu insektisida pada buah tomat di lokasi Jorong Alahan
Panjang (lokasi satu) dengan penggunaan alat Kromatografi Gas dan HPLC
sesuai dengan perlakuan buah tomat dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Hasil analisis residu insektisida pada buah tomat di Jorong Alahan
Panjang (lokasi satu), 2009.
Perlakuan/Jenis Bahan Aktif
Tanpa dicuci (mg/kg)
Dicuci dengan air (mg/kg)
Dicuci dengan mama lemon
dan air (mg/kg)
Di kupas kulit
arinya (mg/kg)
Diazinon 0,038 0,028 0,014 ttd
Permetrin 0,050 ttd ttd ttd
Deltametrin 0,030 ttd ttd ttd
Klorantriniliprol 3,820 ttd ttd ttd
Keterangan : ttd = tidak terdeteksi Sumber : Hasil analisis tahun 2009.
Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa di Jorong Alahan Panjang
ditemukan 4 (empat) jenis bahan aktif residu insektisida yaitu: diazinon,
permetrin, deltametrin dan klorantriniliprol. Untuk bahan aktif diazinon pada
perlakuan buah tomat tanpa dicuci dijumpai residu 0,038 mg/kg sampel, kadar
residu ini lebih kecil dari BMR diazinon yang ditetapkan pemerintah yaitu 0,05
mg/kg sampel. Sedangkan pada perlakuan buah tomat yang dicuci dengan air
39
dijumpai kadar residu 0,028 mg/kg dan pada perlakuan buah tomat yang dicuci
dengan mama lemon 0,2% kemudian dicuci dengan air masih ditemukan
residu diazinon dengan kadar 0,014 mg/kg sampel. Hasil ini menunjukkan
bahwa terjadi penurunan kandungan residu insektisida diazinon dengan
perlakuan buah tomat dengan mama lemon dan kemudian dicuci dengan air
menunjukkan kadar residu diazinon lebih rendah dari perlakuan buah tomat
lainnya. Pada perlakuan buah tomat yang dikupas kulit arinya menunjukkan
bahwa residu diazinon tidak ditemukan.
Dari perlakuan yang dilakukan terhadap buah tomat ternyata pencucian
buah tomat dengan air dapat menurunkan residu insektisida diazinon 26,3%
dan pencucian buah tomat dengan mama lemon dapat menurunkan residu
diazinon 63,15%. Hasil penelitian dari Atmawidjaja, Daryono dan Rudiyanto
(2004) dengan perlakuan pencucian tomat dengan air dan deterjen dapat
menurunkan kadar residu insektisida dengan bahan aktif metidation.
Pada perlakuan buah tomat yang dikupas kulit arinya, hasil analisis
menunjukkan tidak terdeteksi residu diazinon. Hal ini berarti bahwa residu
diazinon hanya menempel dan terikat pada kulit ari buah tomat dan tidak
sampai pada daging buah, hal ini disebabkan karena kulit ari buah tomat cukup
tebal dan agak keras dan permukaannya licin dan berlilin. Disamping itu
formulasi insektisida dengan bahan aktif diazinon dalam bentuk EC
(Emulsifiable Concentrate) yaitu larutan berbentuk pekatan (konsentrat)
dimana solvent bahan aktif berbasis minyak dan apabila dicampur dengan air
dalam bentuk emulsi (Djojosumarto, 2006). Hasil analisis residu diazinon
tersebut masih berada dibawah angka BMR (FAO, 2009).
40
Untuk residu insektisida dengan bahan aktif permetrin, untuk perlakuan
buah tomat yang tidak dicuci dijumpai kadar residu 0,050 mg/kg sampel,
sedangkan dengan mencuci buah tomat dengan air, atau dicuci dengan mama
lemon dan yang dikupas kulit arinya ternyata tidak dijumpai residu insektisida
permetrin. Hal ini disebabkan karena permetrin tidak terikat dan tidak
menempel kuat pada kulit buah tomat dimana apabila buah tomat dicuci
dengan air insektisida permetrin akan terlepas. Kadar residu insektisida
permetrin tersebut di atas tidak melewati angka BMR yaitu 0,1 mg/kg sampel
pada buah tomat (SK Mentan dan Menkes Nomor 881/Menkes/SKB/8/1996).
Dari hasil analisis untuk residu insektisida dengan bahan aktif
deltametrin, untuk perlakuan buah tomat yang tidak dicuci dijumpai kadar
residu 0,030 mg/kg sampel, sedangkan dengan perlakuan buah tomat yang
dicuci dengan air, perlakuan buah tomat yang dicuci dengan mama lemon dan
pada perlakuan buah tomat yang dikupas kulit arinya tidak dijumpai residu
insektisida deltametrin. Dari analisis residu menunjukkan bahwa insektisida
deltametrin mudah terlepas dari buah tomat apabila dicuci dengan air. Kadar
residu insektisida deltametrin tersebut di atas tidak melewati angka BMR yaitu
1,0 mg/kg sampel (SK Mentan dan Menkes Nomor 881/Menkes/ SKB/8/1996).
Ketiga bahan aktif residu insektisida di atas dianalisis dengan alat
Kromatografi Gas. Untuk insektisida dengan bahan aktif klorantriniliprol yang
diproduksi dengan merek dagang Prevathon dianalisis dengan alat HPLC
karena senyawa ini tidak tahan pada temperatur tinggi. Dari analisis residu
dengan perlakuan buah tomat tanpa dicuci dijumpai residu insektisida
klorantriniliprol dengan kadar 3,82 mg/kg sampel. Kadar residu ini lebih tinggi
dari BMR yang ditetapkan FAO dan WHO (2010) yaitu 0,30 mg/kg sampel,
41
sehingga bila dikonsumsi akan membahayakan kesehatan. Sedangkan pada
perlakuan buah tomat yang dicuci dengan air, dan perlakuan buah tomat
dengan mama lemon serta perlakuan buah tomat dengan mengupas kulit
arinya tidak dijumpai kadar residu insektisida klorantriniliprol. Hal ini
disebabkan karena insektisida klorantriniliprol mudah terlepas dari buah tomat,
karena pelarut insektisida ini dalam bentuk formulasi SC (Soluble
Concentration) yang merupakan formulasi dalam bentuk tepung yang mudah
larut dalam air.
Hasil analisis residu insektisida pada buah tomat di lokasi Jorong Teluk
Dalam (lokasi dua) dengan penggunaan alat Kromatografi Gas dan HPLC
sesuai dengan perlakuan buah tomat dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Hasil analisis residu insektisida pada buah tomat di Jorong Taluak
Dalam (lokasi dua), 2009.
Perlakuan/Jenis Bahan Aktif
Tanpa dicuci (mg/kg)
Dicuci dengan air (mg/kg)
Dicuci dengan mama lemon
dan air (mg/kg)
Di kupas kulit
arinya (mg/kg)
Permetrin 0,060 ttd ttd ttd
Profenofos 0,273 0,120 ttd ttd
Keterangan: ttd = tidak terdeteksi Sumber : Hasil analisis tahun 2009.
Dari hasil analisis residu insektisida dengan sampel buah tomat berasal
dari Jorong Taluak Dalam dengan menggunakan alat Kromatografi Gas
dijumpai residu insektisida dengan bahan aktif permetrin dan profenofos Untuk
residu permetrin dijumpai pada perlakuan buah tomat yang tidak dicuci sebesar
0,060 mg/kg. Angka ini lebih rendah dibanding BMR yang ditetapkan oleh
pemrintah yaitu 1,0 mg/kg sampel (SK Mentan dan Menkes Nomor
881/Menkes/SKB/8/1996). Sedangkan pada buah tomat dengan perlakuan
42
yang dicuci tidak ditemukan residu dari permetrin, hal yang sama dijumpai
pada perlakuan buah tomat yang dicuci dengan mama lemon dan perlakuan
yang dikupas kulit arinya. Dapat kita lihat bahwa residu permetrin mudah
terlepas dari buah tomat apabila dicuci dengan air, dicuci dengan mama lemon
ataupun dikupas kulit arinya.
Dari hasil analisis sampel buah tomat dengan menggunakan alat
Kromatografi Gas dijumpai residu profenofos pada perlakuan buah tomat tanpa
dicuci dijumpai sebanyak 0,273 mg/kg sampel. Kadar residu ini lebih rendah
dari BMR yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 2,0 mg/kg sampel. Pada
perlakuan buah yang dicuci dengan air dijumpai residu sebanyak 0,120 mg/kg,
sedangkan pada perlakuan buah tomat yang dicuci dengan mama lemon
maupun perlakuan buah tomat yang dikupas kulit arinya tidak ditemukan residu
insektisida. Dari hasil di atas dapat kita lihat bahwa residu insektisida
profenofos mudah terlepas dengan pencucian dengan mama lemon dan
dikupas kulit arinya. Pengelupasan kulit ari buah tomat dapat menghilangkan
residu insektisida pada buah tomat, tapi pengelupasan kulit ari buah tomat juga
menghilangkan sebagian nilai gizi tomat karena pada kulit ari tersebut juga
terdapat zat gizi likopen dan antioksidan.
Hasil analisis residu insektisida pada buah tomat di lokasi Jorong Taratak
Galundi (lokasi tiga) dengan penggunaan alat Kromatografi Gas dan HPLC
sesuai dengan perlakuan buah tomat dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Dari hasil analisis sampel buah tomat dengan menggunakan alat
Kromatografi Gas dijumpai residu permetrin pada perlakuan buah tomat tanpa
dicuci dijumpai sebanyak 0,060 mg/kg sampel. Angka ini lebih rendah
dibandingkan dengan BMR yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 1,0 mg/kg
43
sampel. Pada perlakuan buah tomat yang dicuci dengan air, dicuci dengan
mama lemon dan dikupas kulit arinya tidak dijumpai residu insektisida. Dari
hasil di atas dapat kita lihat bahwa residu insektisida permetrin mudah terlepas
dengan pencucian dengan air, begitu dengan perlakuan buah tomat yang
dicuci dengan mama lemon dan dikupas kulit arinya.
Tabel 5. Hasil analisis residu insektisida pada buah tomat di Jorong Taratak
Galundi (lokasi tiga), 2009.
Perlakuan/Jenis Bahan Aktif
Tanpa dicuci (mg/kg)
Dicuci dengan air (mg/kg)
Dicuci dengan mama lemon
dan air (mg/kg)
Di kupas kulit
arinya (mg/kg)
Permetrin 0,060 ttd ttd ttd
Klorantriniliprol 4,813 ttd ttd ttd
Keterangan: ttd = tidak terdeteksi Sumber : Hasil analisis tahun 2009.
Hasil analisis residu insektisida dengan alat HPLC dijumpai residu
insektisida dengan bahan aktif klorantriniliprol pada perlakuan buah tomat
tanpa dicuci dijumpai sebesar 4,813 mg/kg sampel. Angka ini lebih besar
dibandingkan dengan BMR yang ditetapkan oleh FAO/WHO yaitu 0,30 mg/kg
sampel (FAO and WHO, 2010). Sedangkan pada perlakuan buah tomat yang
dicuci dengan air, perlakuan yang dicuci dengan mama lemon dan perlakuan
yang dikupas kulit arinya tidak dijumpai residu insektisida klorantriniliprol. Dari
hasil di atas dapat dilihat bahwa residu klorantriniliprol mudah terlepas dari
buah tomat dengan pencucian dengan air begitu juga dengan perlakuan dicuci
dengan mama lemon dan dikupas kulit arinya sehingga residu insektisida tidak
terdeteksi.
44
2. Analisis Deskriptif (Univariat)
Dari hasil wawancara peneliti dengan petani tomat yang sedang
membudidayakan tomat di Nagari Alahan Panjang Kecamatan Lembah
Gumanti Kabupaten Solok sebagai berikut.
2.1. Pendidikan Petani
Distribusi pendidikan petani di Nagari Alahan Panjang, Kecamatan
Lembah Gumanti Kabupaten Solok dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Distribusi frekuensi pendidikan petani tomat di Nagari Alahan
Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok, 2009.
Tingkat Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)
Tamat SD 18 45
Tamat SMP 16 40
Tamat SLTA 6 15
Jumlah 40 100,0
Dari distribusi tingkat pendidikan petani tomat dapat dilihat pada tabel
di atas. Umumnya petani berpendidikan SD dan SMP, hanya 15% yang
berpendidikan SLTA.
2.2. Frekuensi Distribusi Pengalaman Petani
Distribusi frekuensi pengalaman petani tomat di Nagari Alahan Panjang,
Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
45
Tabel 7. Distribusi frekuensi pengalaman petani tomat di Nagari Alahan
Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok, 2009.
Lama Bertani Frekuensi (n) Persentase (%)
Pengalaman < 5 tahun 2 5
Pengalaman > 5 tahun 38 95
Jumlah 40 100
Dari tabel pengalaman petani memperlihatkan bahwa 95% petani tomat
telah mempunyai pengalaman bertani lebih dari 5 tahun.
2.3 .Tingkat Pengetahuan Tentang Pestisida
Distribusi tingkat pengetahuan petani tentang pestisida di Nagari Alahan
Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 8. Distribusi frekuensi pengetahuan petani terhadap tentang dampak
pestisida terhadap lingkungan di Nagari Alahan Panjang,
Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok, 2009.
Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 14 35
Tidak Baik 26 65
Jumlah 40 100,0
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan petani
terhadap dampak pestisida terhadap lingkungan menunjukkan bahwa 35 %
dikategorikan baik, sedangkan 65% dikategorikan tidak baik. Sebagian besar
46
dari petani yang mempunyai pengetahuan kurang baik tentang dampak
pestisida terhadap lingkungan adalah yang berpendidikan SD.
2.4. Distribusi Pengetahuan Petani Tentang Dosis dan Cara Mencampur Pestisida
Distribusi pengetahuan petani tentang dosis dan cara mencampur
pestisida di Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten
Solok dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 9. Distribusi frekuensi pengetahuan petani tentang dosis dan cara
mencampur pestisida oleh petani tomat di Nagari Alahan Panjang,
Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok, 2009.
Pengetahuan Petani Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 36 90
Tidak baik 4 10
Jumlah 40 100,0
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa masih ada sebagian kecil petani
tomat (10%) tidak menggunakan pestisida sesuai dengan dosis anjuran, tapi
sesuai dengan kebutuhan untuk mengendalikan hama dan penyakit menurut
cara dan pengalamannya sendiri.
2.5. Distribusi Frekuensi Cara dan Waktu Menyemprot Pestisida
Distribusi frekuensi cara dan waktu menyemprot pestisida di Nagari
Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
47
Tabel 10. Distribusi frekuensi cara dan waktu menyemprot insektiisda oleh
petani tomat di Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah
Gumanti Kabupaten Solok, 2009.
Cara dan Waktu Menyemprot Frekuensi (n) Persentase (%)
Memenuhi Syarat 39 97,5
Tidak Memenuhi Syarat 1 2,5
Jumlah 40 100,0
Dari hasil wawancara dengan petani umumnya (97,5 %) cara
menyemprot dan waktu menyemprot yang dilaksanakan petani sudah
memenuhi syarat.
2.6. Frekuensi Distribusi Alat Pelindung Diri
Frekuensi distribusi alat pelindung diri oleh petani tomat di Nagari
Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 11. Distribusi frekuensi alat pelindung diri oleh petani tomat di Nagari
Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok,
2009.
Alat Pelindung Diri Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 25 62,5
Kurang Baik 15 37,5
Jumlah 40 100,0
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani (62,5%)
telah menggunakan alat pelindung diri yang baik selama melakukan
penyemprotan.
48
2.7. Distribusi Frekuensi Penyemprotan Pestisida
Distribusi frekuensi penyemprotan pestisida di Nagari Alahan Panjang,
Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 12. Distribusi frekuensi penyemprotan pestisida oleh petani tomat di
Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten
Solok, 2009.
Frekuensi Penyemprotan Frekuensi (n) Persentase (%)
Memenuhi syarat 10 25
Tidak memenuhi syarat 30 75
Jumlah 40 100,0
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa`mayoritas petani tomat (75%)
melakukan penyemprotan dengan frekuensi tinggi yaitu melakukan frekuensi
penyemprotan lebih dari 10 kali dalam satu musim.
2.8. Jarak Waktu Penyemprotan Pestisida Dengan Waktu Panen
Distribusi jarak waktu penyemprotan pestisida dengan waktu panen di
Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 13. Distribusi frekuensi jarak waktu penyemprotan pestisida oleh petani
tomat di Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti
Kabupaten Solok, 2009.
Jarak Waktu Frekuensi (n) Persentase (%)
1-4 hari sebelum panen 32 80
5-8 hari sebelum panen 8 20
Jumlah 40 100,0
49
Dari tabel 13 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani
menyemprot tanaman tomat 1-4 hari sebelum panen.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Analisis Residu Insektisida
Dari Tabel 3 hasil analisis residu insektisida pada buah tomat di lokasi
satu di Jorong Alahan Panjang. Untuk bahan aktif diazinon dijumpai kadar
residu 0,038 mg/kg sampel pada perlakuan buah tomat yang tidak dicuci, pada
perlakuan buah tomat yang dicuci dengan air ditemukan residu diazinon
dengan kadar 0,028 mg/kg sampel, terjadi penurunan kadar residu 26,3% dan
pencucian buah tomat dengan mama lemon dapat menurunkan residu diazinon
63,15%. Kadar residu diazinon di atas lebih rendah dibandingkan BMR nya
yaitu 0,5 mg/kg sampel (FAO, 2009).
Dari analisis residu pada pelakuan buah tomat yang dikupas kulit arinya
dari hasil analisis tidak terdeteksi residu diazinon, hal ini karena residu diazinon
hanya menempel pada kulit ari buah tomat dan tidak sampai ke dalam daging
buah. Hal ini disebabkan kulit ari tomat yang cukup tebal agak keras dan
permukaan yang licin dan berlilin.
Mendukung hasil penelitian di atas, hasil penelitian Atmawijaya,
Daryono dan Rudianto, 2004) menunjukkan bahwa hasil proses pencucian
dapat menurunkan residu metidation pada buah tomat. Hasil penelitian
Syahbirin, Purnama, dan Prijono (2001) diemukan tiga jenis residu insektisida
diazinon, dimetoat, dan klorpirifos yang terdeteksi keberadaannya pada buah
apel, buah anggur dan pear impor.
50
Diazinon EC (Emulsifier Concentrate) adalah insektisida golongan
organofosfat. Diazinon adalah senyawa turunan heterocyclic (Djojosumanto,
2006), dengan rumus struktur kimia seperti Gambar 1 di bawah ini:
Gambar 1. Rumus struktur kimia diazinon
disamping itu diazinon mempunyai kelarutan kecil dalam air ± 40 ppm dan
mempunyai daya larut yang tinggi dalam minyak petrol. Diazinon digunakan
untuk membasmi serangga di daun dan dalam tanah seperti penggerek batang,
ganjur dan wereng coklat. Diazinon juga bisa digunakan untuk pengendalian
hama pada tanaman kelapa, padi, kedelai, dan tanaman hortikultura
(Sastroutomo, 1992).
Untuk residu insektisida permetrin, perlakuan buah tomat yang tidak
dicuci dijumpai kadar residu 0,050 mg/kg sampel, kadar residu ini lebih rendah
dari BMR (0,10 mg/kg). Sedangkan pada analisis residu pada perlakuan buah
tomat yang dicuci dengan air dan yang dicuci dengan mama lemon dan air
begitu pula perlakuan buah tomat yang dikupas kulit arinya tidak dijumpai
residu permetrin. Hal ini disebabkan karena bahan aktif permetrin tidak terikat
dan menempel kuat pada kulit buah tomat, jadi apabila dicuci dengan air
segera residu tersebut terlepas dari buah tomat. Dapat disimpulkan bahwa
dengan pencucian buah tomat dapat menghilangkan residu bahan aktif
permetrin.
51
Permetrin EC (Emulsifiable Concentrate) adalah insektisida yang
merupakan turunan dari golongan piretroid. Permetrin adalah senyawa
golongan piretroid sintetis dengan rumus struktur kimia seperti pada Gambar 2
di bawah ini (Djojosumanto, 2006):
Gambar 2. Rumus struktur kimia permetrin
Senyawa ini stabil terhadap cahaya dan tidak mengalami fotolisis. Permetrin
merupakan jenis piretroid yang terbaru yang merupakan generasi ke empat
dengan dosis bahan aktif 0,2 sampai 0,1 x senyawa generasi sebelumnya
(Sostroutomo, 1993). Residu permetrin ini stabil dan bertahan selama 10 hari
pada kondisi optimum. Permetrin digunakan untuk pengendalian kumbang
ombrosia pada kayu, hama penggerek buah dan pucuk. Disamping itu
permetrin juga merupakan insektisida non sistemik untuk tikus dengan LD50
yaitu sekitar 6.000 mg/kg berat badan dengan ADI 0,05 mg/kg berat badan
(Djojosumanto, 2006).
Deltametrin dijumpai dari hasil analisis pada perlakuan buah tomat yang
tidak dicuci dengan kadar 0,030 mg/kg sampel. Dengan perlakuan pencucian
dengan air, dengan mama lemon, dan dikupas kulit arinya dari hasil analisis
tidak ditemukan residu deltametrin. Hasil ini menunjukkan bahwa residu
deltametrin merupakan insektisida yang hanya menempel pada permukaan
buah tomat. Disamping itu jumlah residu deltametrin yang ditemukan lebih
52
rendah dari BMR nya yaitu 1,0 mg/kg sampel (Menkes, 2003). Deltametrin
merupakan insektisida non sistemik yang sangat kuat memiliki efek knockdown
yang sangat baik serta bekerja sebagai racun kontak dan racun perut.
Deltametrin merupakan racun syaraf yang bekerja menghalangi kerja saluran
natrium pada syarat sehingga impuls syarat tidak bekerja. Insektisida bahan
aktif ini digunakan untuk pengendalian hama dari Ordo Coleoptera,
Heteroptera, Homoptera, Lepidoptera dan Thysanoptera serta beberapa jenis
hama dari Ordo Orthoptera. LD pada tikus untuk jenis insektisida ini adalah
135-5.000 mg/kg berat badan. Dengan ADI 0,01 mg/kg berat badan,
deltametrin bersifat non-mutagenik dan teratogenik (Dojosumanto, 2006).
Ketiga bahan aktif di atas dianalisis dengan alat Kromotografi Gas. Deltametrin
adalah senyawa golongan piretroid sintetis dengan rumus struktur kimia seperti
Gambar 3 di bawah ini (Djojosumanto, 2006):
Gambar 3. Rumus struktur kimia deltametrin
Hasil analisis dengan alat HPLC ditemukan residu insektisida
klorantriniliprol dengan kadar 3,820 mg/kg sampel pada perlakuan buah tomat
yang tidak dicuci, hasil kadar residu ini lebih tinggi dari BMR (0,30 mg/kg).
Sedangkan pada perlakuan lain yaitu: dicuci dengan air, dicuci dengan mama
lemon, dan dikupas kulit arinya tidak ditemukan residu klorantriniliprol. Hal ini
disebabkan karena klorantriniliprol merupakan insektisida yang menempel
53
pada permukaan kulit buah tomat dan mudah lepas dan larut dalam air karena
formulasinya adalah SC (Soluble Concentrate) yang merupakan insektisida
yang mudah larut dalam air. Klorantriniliprol merupakan insektisida dengan
formulasi baru termasuk golongan antranilic diamide dikenal dengan nama
dagang Prevathon 50 SC yang baru dipasarkan di Indonesia pada akhir 2007
oleh PT. Dupont. Insektisida ini digunakan untuk komoditi buah-buahan dan
sayuran. Bahan aktif klorantriniliprol merupakan insektisida ramah lingkungan
(Medan Waspada Online). Rumus struktur kimia dari klorantriniliprol dapat
dilihat pada Gambar 4 di bawah ini (FAO dan WHO, 2010):
Gambar 4. Rumus struktur kimia klorantriniliprol
Ternyata klorantriniliprol merupakan residu insektisida yang mudah lepas atau
hilang dari buah tomat apabila diperlakukan pencucian, sehingga residu
insektisida tersebut tidak ikut terkonsumsi oleh manusia. Insektisida seperti ini
lebih aman karena umumnya orang selalu mencuci buah dan sayur sebelum
dikonsumsi.
Hasil analisis residu insektisida pada lokasi Jorong Taluak Dalam (lokasi
dua) ditemukan residu insektisida profenofos pada perlakuan buah tomat tanpa
dicuci dengan kadar 0,273 mg/kg sampel dengan alat Kromatografi Gas. Kadar
54
residu ini lebih rendah dari BMR yaitu 10,0 mg/kg sampel (FAO/WHO, 2009).
Pada perlakuan buah tomat yang dicuci dengan air dijumpai residu dengan
kadar 0,120 mg/kg sampel, perlakuan ini terjadi penurunan kadar residu
profenofos sebesar 56%. Ini berarti perlakuan pencucian buah tomat dengan
air dapat mengurangi residu profenofos sebesar 56%. Sedangkan pada
perlakuan buah tomat yang dicuci dengan mama lemon dan perlakuan dikupas
kulit arinya tidak ditemukan adanya residu insektisida profenofos. Hasil
penelitian Atmawijaya, Daryono dan Rudianto (2004) menyatakan bahwa
proses pencucian dapat menurunkan residu insektisida metidation pada tomat.
Kemudian hasil penelitian Sutrisno, Setiyanto, dan Kurnia (2008) melaporkan
bahwa beberapa sayuran seperti tomat, kubis, dan wortel di Lembang dan
Kertasari Bandung ditemukan mengandung residu pestisida profenofos,
deltametrin, klorpirifos dan permetrin.
Perlakuan pencucian buah tomat dengan mama lemon dan air dapat
menghilangkan residu profenofos dari buah tomat, hal ini disebabkan karena
profenofos dalam bentuk EC (Emulsifiable Concentrate), dimana senyawa ini
mudah larut dalam minyak petrol yang diemulsikan dengan pelarut air oleh zat
pengemulsi. Pencucian buah tomat dengan penggunaan mama lemon dapat
menghilangkan residu profenofos dari buah tomat karena bahan deterjen yang
terkandung dalam mama lemon akan melarutkan pelarut minyak petrol.
Profenofos merupakan insektisida dari golongan Organofosfat dari
turunan fenil dengan rumus struktur kimia seperti Gambar 5 di bawah ini
(Djojosumanto, 2006):
55
Gambar 5. Rumus struktur kimia profenofos
Profenofos digunakan untuk mengendalikan serangga dalam tanah, ulat akar,
larva kumbang dan jengkrik, dan senyawa ini tidak toksik bagi cacing tanah.
Profenofos sangat beracun dan residunya dapat bertahan dalam tanah hingga
dua bulan dengan ADI 0,01 mg/kg berat badan. Untuk tikus dengan LD50 nya
358 mg/kg berat badan (Dojosumanto, 2006).
Disamping residu profenofos juga ditemui permetrin pada perlakuan
buah tomat tanpa dicuci dengan kadar 0,060 mg/kg sampel, sedangkan pada
perlakuan yang lain yaitu dicuci dengan air, dicuci dengan mama lemon dan air,
serta perlakuan dikupas kulit arinya tidak ditemukan residu permetrin, karena
permetrin mudah larut dalam air. Hasil analisis residu insektisida ini lebih kecil
dari kadar BMR nya yaitu: 10,0 mg/kg sampel, sehingga belum
membahayakan konsumen.
Dari hasil analisis di Jorong Taratak Galundi (lokasi tiga) dijumpai residu
insektisida pada buah tomat pada panen ketiga yang merupakan puncak
panen terbanyak dijumpai residu insektisida permetrin sebanyak 0.060 mg/kg
sampel dari hasil analisis dengan alat Kromatografi Gas, kadar ini lebih rendah
dari BMR yaitu 0,1 mg/kg sampel. Residu permetrin ini dijumpai pada
perlakuan buah tomat yang tidak di cuci, sedangkan pada perlakuan lain yaitu
56
yang dicuci dengan air, dicuci dengan mama lemon dan air maupun yang
dikupas kulit arinya tidak dijumpai residu permetrin, karena permetrin mudah
larut dalam air, sehingga bila di cuci akan segera terlepas dari buah tomat.
Kadar residu permetrin yang dijumpai ini lebih kecil dari BMR nya yaitu
0,1mg/kg sampel. Dari data ini dapat dikatakan bahwa residu permetrin pada
buah tomat tidak membahayakan konsumen karena pada umumnya konsumen
selalu mencuci sayur dan buah tomat sebelum dikonsumsi.
Pada lokasi tiga ini, dari hasil analisis dengan alat HPLC juga dijumpai
residu insektisida klorantriniliprol dengan kadar 4,813 mg/kg sampel pada
perlakuan buah tomat yang tidak dicuci. Kadar residu ini lebih tinggi dari BMR
yang ditetapkan FAO dan WHO (2010) yaitu 0,30 mg/kg sampel, sehingga bila
dikonsumsi akan membahayakan kesehatan. Sedangkan pada perlakuan lain
yaitu tomat yang dicuci dengan air, dicuci dengan mama lemon dan air dan
dengan perlakuan yang dikupas kulit arinya tidak dijumpai residu insektisida
klorantriniliprol. Hal ini disebabkan karena bahan aktif residu ini juga mudah
larut dalam air, dan bersifat menempel pada kulit buah tomat. Pemakaian
insektisida ini cukup aman bagi konsumen karena mudah terlepas dari buah
tomat melalui proses pencucian sehingga residu tidak terkonsumsi.
Insektisida klorantriniliprol digunakan untuk komoditi holtikultura dan
sayuran. Bahan aktif klorantriniliprol adalah insektisida ramah lingkungan
dengan formulasi yang berbentuk powder dengan nama dagang Prevathon SC,
adalah formulasi soluble consentrate yaitu senyawa yang mudah larut dalam
air secara homogen. Bahan aktif ini bersifat non sistemik dan merupakan racun
syaraf perut, sehingga serangga tidak bisa makan dan mati (Medan Waspada
Online).
57
Menurut Tarumingkeng (1977) residu permukaan yang tertinggal pada
tanaman pada saat disemprot dapat hilang karena pencucian atau pembilasan.
Pencucian bukan hanya dilakukan terhadap pestisida yang larut dalam air akan
tetapi juga terhadap pestisida yang lipofilik.
Dilaporkan bahwa 17 jenis pestisida yang beredar di Indonesia yang
residunya bila dikonsumsi terus menerus dapat menimbulkan endokrin
disrupting activities (EDs) yaitu gangguan sistem endokrin (hormon reproduksi)
pada manusia. Dilaporkan bahwa 17 jenis pestisida tersebut beredar di
Indonesia dan digunakan oleh petani dengan bahan aktif: 2.4 D alakhlor,
benomil, karbaril, sypermethrin, dikofol, endosulfan, enseklerat, etil parathion,
fenvelerat, malathion, mankozeb, metomil, metiram, metribenzen, triflularin,
dan vinkozolin (Sutrisno, Setiyanto dan Kurnia, 2008).
4.2.2. Analisis Persepsi dan Tindakan Petani Tentang Aplikasi Insektisida
Dari hasil wawancara peneliti dengan petani yang sedang
membudidayakan tanaman tomat di Nagari Alahan Panjang, Kecamatan
Lembah Gumanti.
1. Distribusi Frekuensi Pendidikan.
Hasil wawancara distribusi frekuensi pendidikan petani tomat di Nagari
Alahan Panjang ternyata 85% petani tomat berpendidikan SD dan SMP,
sedangkan 15% petani berpendidikan SLTA. Hasil ini menunjukkan bahwa
pendidikan formal sudah memadai.
58
2. Distribusi Frekuensi Pengalaman Petani
Dari hasil wawancara ternyata 95% petani tomat sudah punya
pengalaman bertani lebih dari 5 tahun, hanya 5% dari petani tomat yang punya
pengalaman kecil dari 5 tahun. Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa petani
tomat umumnya sudah berpengalaman cukup lama dalam bertani.
3. Distribusi Pengetahuan Petani Tentang Dampak Pestisida Terhadap
Lingkungan
Dari hasil wawancara peneliti dengan petani tomat ditemukan hanya
35% dari petani yang mengetahui dampak negatif pestisida terhadap
lingkungan, sedangkan 65% dari petani tidak mengetahui. Hal ini
menunjukkan bahwa penyuluh pertanian lebih menitik beratkan penyuluhan
kepada cara aplikasi pestisida, frekuensi penyemprotan, dan kesesuaian jenis
pestisida dengan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Hal ini dapat
dilihat dilapangan dimana kemasan pestisida dibuang dipinggir kebun.
Umumnya petani mencampur pestisida dikebun dan mencuci tangan serta
peralatan diselokan dekat kebun.
4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Petani Tentang Dosis dan Cara
Mencampur Pestisida
Dari hasil wawancara peneliti dengan petani tomat menunjukkan bahwa
90% dari petani sudah melaksanakan cara mencampur dan takaran (dosis)
pestisida sudah sesuai petunjuk pada kemasan atau sesuai anjuran PPL,
hanya 10% dari petani yang melakukan penyemprotan tidak menurut petunjuk
diatas tetapi sesuai kebutuhan untuk pengendalian hama dan penyakit menurut
cara dan pengalaman mereka sendiri.
59
5. Distribusi, Cara dan Waktu Menyemprot Pestisida
Dari hasil wawancara peneliti dengan petani tomat menunjukkan bahwa
95% petani sudah melaksanakan cara menyemprot dan waktu penyemprotan
sudah sesuai dengan petunjuk (SOP) dan anjuran PPL, yaitu memakai alat
penyemprot dan dilaksanakan menurut arah angin yang dilaksanakan pada
pagi hari.
6. Distribusi Frekuensi Pemakaian Alat Pelindung Diri Oleh Petani
Dari hasil wawancara dengan petani tomat didapatkan hanya 62,5% dari
petani yang sudah memakai alat pelindung diri (APD) yang baik sewaktu
melaksanakan penyemprotan. Alat pelindung diri yang baik dimaksud adalah
memakai baju panjang lengan, sepatu boat, topi dan masker penutup hidung
dan mulut dan memakai sarung tangan karet. Sekitar 37,5% dari petani
memakai alat pelindung diri yang kurang baik, maksudnya adalah APD yang
dipakai tidak lengkap, hanya memakai baju panjang lengan, sepatu boat, dan
kain penutup hidung dan mulut. Secara umum petani sudah tahu perlunya
memakai APD dalam aplikasi pestisida.
7. Distribusi Frekuensi Penyemprotan Pestisida Oleh Petani
Hasil wawancara dengan petani tomat dapat dilihat bahwa tingginya
frekuensi penyemprotan hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan
petani tentang bahaya residu yang tertinggal pada produk pertanian yang
terkomsumsi oleh konsumen. Yang dimaksud dengan memenuhi syarat pada
Tabel 4.2.7. yaitu penyemprotan yang dilakukan bila ada serangan hama,
sehingga dalam satu musim tanam frekuensi penyemprotan kecil dari 10 kali.
Dari hasil wawancara hanya 25% yang memenuhi syarat, sedangkan yang
60
75% petani melakukan penyemprotan untuk tujuan membunuh hama dan juga
sebagai preventif atau pencegahan yang menyebabkan penyemprotan
pestisida rutin dilakukan sehingga dalam satu musim tanam frekuensi
penyemprotan besar dari 10 kali. Hal ini bertentangan dengan prinsip
pengendalian hama terpadu (PHT) dan SOP pengendalian OPT.
8. Jarak Waktu Penyemprotan Pestisida Dengan Waktu Panen
Dari hasil wawancara dengan petani tomat ternyata sebagian besar
petani yaitu 80% melakukan penyemprotan satu sampai empat hari sebelum
panen atau tidak sesuai dengan SOP pengendalian OPT, hanya 20% petani
yang melakukan penyemprotan lima sampai delapan hari sebelum panen.
Dekatnya jarak waktu penyemprotan dengan waktu panen karena petani kuatir
buah tomat akan terserang hama dan penyakit.
Dari hasil pengamatan penulis dilapangan dan wawancara dengan
petani tomat umumnya petani menggunakan benih yang bersertifikat yaitu
varietas Marta dan sebagian kecil menggunakan varietas Maharani. Dari cara
bercocok tanam tomat yang dilaksanakan oleh petani telah sesuai dengan
SOP Tomat. Terjadi penyimpangan dari SOP Tomat yang dilaksanakan petani
yaitu dalam hal pengendalian OPT, dimana frekuensi penyemprotan pestisida
lebih tinggi dari SOP dan tidak mengikuti sistem pengendalian hama terpadu
(PHT). Dalam memilih insektisida yang digunakan petani telah sesuai dengan
SOP Tomat, yaitu penggunaan insektisida disesuaikan dengan jenis hama
yang menyerang tanaman tomat.
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari 3 lokasi, yaitu Jorong Alahan Panjang, Taluak Dalam, Taratak Galundi
ditemukan residu insektisida pada buah tomat.
2. Pada Jorong Alahan Panjang, dari hasil analisis ditemukan 4 jenis
insektisida, 3 diantaranya yaitu: Diazinon, Permetrin, Deltametrin, pada buah
tomat yang belum dicuci dengan kadar residu 0,038 mg/kg, 0,050 mg/kg,
0,030 mg/kg, kadar residu dari ketiga bahan aktif lebih rendah dari BMR
yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga aman untuk dikonsumsi.
Insektisida lainnya adalah Klorantriniliprol dijumpai sebagai residu pada
buah tomat yang belum dicuci dengan kadar 3,820 mg/kg, Angka ini
menunjukkan lebih tinggi dari BMR yang ditetapkan oleh FAO/WHO,
sehingga tidak aman untuk dikonsumsi bila tidak dicuci terlebih dahulu.
3. Pada Jorong Taluak Dalam, dari hasil analisis ditemukan 2 jenis insektisida
yaitu Permetrin dan Profenofos pada buah tomat dengan kadar 0,060 mg/kg,
0,273 mg/kg, kadar residu dari kedua bahan aktif lebih rendah dari BMR
yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga aman untuk dikonsumsi.
4. Pada Jorong Taratak Galundi, dari hasil analisis ditemukan 2 jenis
insektisida yaitu Permetrin dan Klorantriniliprol dengan kadar residu masing-
masing 0,060 mg/kg, dan 4,18 mg/kg. Angka ini menunjukkan lebih tinggi
dari BMR yang ditetapkan oleh FAO/WHO, sehingga tidak aman untuk
dikonsumsi bila tidak dicuci terlebih dahulu.
62
5. Proses penanganan pasca panen seperti: pencucian dan pengelupasan kulit
ari dapat menurunkan dan menghilangkan kadar residu insektisida pada
buah tomat. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis dengan alat Kromatografi
Gas dan HPLC.
6. Tidak terlihat adanya perbedaan tingkat pendidikan petani tomat dalam
penggunaan pestisida pada pengendalian hama dan penyakit yang
menyerang tanaman tomat, karena mereka mengikuti petunjuk dari
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan petunjuk pada kemasan pestisida.
7. Sebesar 74% petani tomat melakukan pengendalian hama dengan
penyemprotan insektisida sebanyak 10 kali sampai tanaman tomat dipanen,
sedangkan sisanya dengan intensitas antara 5 sampai 10 kali selama satu
musim tanam. Hal ini berdampak ditemukannya residu insektisida pada
buah tomat hasil panen petani. Untuk jarak waktu penyemprotan insektisida
terakhir dengan waktu panen, 80% responden melakukan satu sampai
empat hari sebelum panen dan sisanya melakukan penyemprotan tanaman
tomat 4 sampai 8 hari sebelum panen. Hal ini tidak sesuai dengan SOP
pengendalian hama pada tomat.
5.2. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka dapat
dilakukan implikasi sebagai berikut:
a. Dengan adanya pengujian residu insektisida pada hasil pertanian seperti
tomat dan lainnya dapat diketahui dan dipantau apakah kadar residu akibat
penggunaan insektisida sudah melebihi batas atau dibawah batas residu
maksimum. Bila kadar residu insektisida melebihi BMR ini berarti tidak aman
63
dikonsumsi oleh manusia. Untuk insektisida yang residunya tidak hilang bila
dicuci dengan air dianjurkan untuk tidak digunakan seperti insektisida
Diazinon.
b. Dengan adanya penelitian tentang pengaruh pencucian pada buah tomat
ternyata dapat mengurangi kadar residu insektisida, maka hal ini perlu
disosialisasikan kepada masyarakat untuk meminimalkan residu insektisida
pada buah tomat sebelum dikonsumsi oleh masyarakat harus dicuci dengan
air terlebih dahulu.
c. Dengan adanya pemantauan dan analisis residu insektisida pada buah
tomat dapat diketahui apakah petani masih ada yang menggunakan
insektisida yang berbahaya yang sudah dilarang oleh pemerintah seperti
DDT.
5.3. Saran
a. Perlu dilakukan pemantauan kadar residu insektisida pada buah tomat
secara berkala oleh Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura
(BPTPH).
b. Perlu dilakukan sosialisasi ke petani tentang jenis pestisida yang berbahaya
dan dilarang penggunaannya pada tanaman tomat oleh PPL.
c. Disarankan kepada petani supaya mencuci hasil panen tomat sebelum
dipasarkan.
d. Perlu dilakukan sosialisasi ke petani tentang bahaya dan dampak negatif
dari pemakaian pestisida baik dampak terhadap manusia dan terhadap
lingkungan oleh Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan.
64
e. Perlu diintensifkan penyuluhan ke petani oleh PPL tentang cara aplikasi
pestisida yang benar, pemakaian alat pelindung diri yang benar, dosis dan
frekuensi penyemprotan insektisida yang sesuai dengan aturan.
65
DAFTAR PUSTAKA
Agro Media. 2007. Panduan Lengkap Budidaya Tomat. Jakarta: Agro Media.. Atmawidjaja, S., D.H. Tjahjono, dan Rudiyanto. 2004. Pengaruh Perlakuan
Terhadap Kadar Residu Pestisida Metidation pada Tomat. Jakarta: Jurnal Acta Pharmaceutica Indonesia Vp. XXIX, No. 2, hal 72-82.
Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat. 1998.
Laporan Pelaksanaan Kegiatan Observasi Residu Pestisida pada Tanaman Sayuran Kubis dan Cabe di Provinsi Sumatera Barat, Padang. BPTP Hortikultura II Padang.
Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat. 2005.
Laporan Survei Peredaran, Penggunaan dan Efek Samping Pestisida di Kecamatan Lembah Gumanti. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat. Padang, 11 hal.
Bappeda dan BPS Sumbar. 2008 Sumatera Barat Dalam Angka 2007/2008.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. 635 hal.
BPOM RI. 2003. Info POM. Volume IV Edisi 9: September 2003 hal 1-4. Cahyono, B. 2008. Tomat, Usahatani dan Penanganan Pascapanen. Edisi
Revisi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 136 hal. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat. 2010. SOP Tomat.
Padang: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat. 46 hal. Direktorat Gizi Depkes RI. 1990. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhatara
Karya Aksara. Jakarta. Direktorat Perlindungan Tanaman. 2004. Pedoman Pengujian Residu Pestisida
Dalam Hasil Pertanian. Direktorat Perlindungan Tanaman, Jakarta: Dirjend Bina Produksi Tanaman Pangan. 283 hal.
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2002. Peraturan-Peraturan Tentang Pestisida,
Jakarta: Departemen Pertanian. 189 hal. Direktorat Sarana Produksi. 2006. Pedoman Pembinaan Penggunaan
Pestisida. Direktorat Sarana Produksi, Jakarta: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 48 hal.
66
Djojosumanto, P. 2006. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agromedia Pustaka. 340 hal.
FAO. 1999. Organic Farming Offers New Opportunities for Farmers World
Wide-Market, Access Should be Improved for Developing Countries. Press release http/www.fao.org/waicentois/press NE/Presseng/1999/ pren 9903 htm.
FAO and WHO. 2010. Pesticide Residues in Food and Feed. FAO and WHO. Fessenden, RJ. dan JS Fessenden. 1983. Kimia Organik. Jakarta: Penerbit
Erlangga. Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ghimire, A and B.P. Khatiwada. 2001. Use of Pesticides in Commercial
Vegetable Cultivation in Tandi, Eastern Chitwan, Nepal During 2001. Girsang, W. 2009. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida. http://usitani
wordpress.com/2009/02/26. Goffman, Hanson, Kiviat, and Stevens. 1996. Variation in Microbial Biomass
and Activity in Four Different Wetland Types. Amerika: Soil Sci. Soc. Am. J. 60. 622-629.
Irianto, A. 2006. Statistik, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana
Prenada Media. 296 hal. Juangsih. 1989. The Impact of Environmental Pollution on Rural Development
in Indonesia. The fourth SUAN Regional Symposium on Agro Ecosystem Research. Khan Kaen-Thailand: Khan Kaen University.
Kemas A.H. 2004. Dasar-dasar Statistik Bidang Ilmu Pertanian dan Hayati.
Jakarta: Raja Garfindo Persada. Las, I., K. Subagyono dan AP. Setiyanto. 2006. Isu dan Pengelolaan
Lingkungan dalam Revitalisasi Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian, 25(3), hal 106-114.
Musaddad, D., dan Nur Hartuti. 2002. Penanganan Pascapanen dan
Pengolahan Tomat. Jakarta: PT Penerbit Swadaya. 38 hal.
67
Nagari Alahan Panjang, 2008. Monografi Nagari Alahan Panjang tahun 2007. Nagari Alahan Panjang Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. 542 hal. Novizan, 2007. Petunjuk Pemakaian Pestisida. Jakarta: Agro Media Pustaka.
124 hal. Nugrohati, S. dan K. Untung. 1986. Pestisida dalam Sayuran. Prosiding
Seminar Keamanan Pangan dalam Pengolahan dan Penyajian, PAU Pangan dan Gizi, UGM, 1-3 September 1986.
Reflinaldon. 2009. Penggunaan Pestisida dan Dampaknya Terhadap
Keanekaragaman Hayati di Kawasan Sentra Sayuran Kecamatan Lembah Gumanti, Sumbar. Laporan Penelitian Program Hibah Strategis Nasional Dikti.
Rohman A. Gholib. I., 2007. Metoda Chromatografi Untuk Analisis Makanan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sastroutomo, S.S. 1992. Pestisida, Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 185 hal. Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hal 15-33. Sugiono. 2002. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Penerbit CV Alfabeta. 306
hal. Suriatmadja. RE. dan Sastrosiswojo. S. 1988. Pemeriksaan Residu Insektisida
dalam Buah Tomat dan Tanaman Kubis di Kecamatan Lembang, Pengalengan dan Cisurupan. Media Penelitian Sukamandi. Badan Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi. hal 13-21.
Soekardi, M dan Made Sumatra. 1982. Masalah Residu Pestisida pada Produk
Hortikultura. Makalah pada Simposium Entomologi. Bandung, 25-27 Agustus 1982.
Sutrisno, N., P. Setyanto dan U. Kurnia. 2009. Perspektif dan Urgensi
Pengelolaan Lingkungan Pertanian yang Tepat. Jakarta: Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (4), hal. 286-291.
Suwanto, A. 1994. Mikroorganisme Untuk Biokontrol: Strategi Penelitian dan
Penerapannya dalam Bioteknologi Pertanian. Bogor: Agrotek, Vol. 2(1) IPB, hal 40-46.
68
Syahbirin, G., H. Purnama dan D. Prijono. 2001. Residu Pestisida pada Tiga Jenis Buah Impor. Buletin Kimia 2001, Vol 1, hal. 113-118.
Tarumingkeng, R.C. 1992. Insektisida: Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak
Penggunaannya. Jakarta: Universitas Kristen Krida Wacana. Thapa, R.B. 1997. An Overview of Pesticide Pollution in Nepal. Nepalese
Horticulture. Nepal Horticulture Society, Vol. 1. Ton, S.W. 1991. Environmental Considerations with Use of Pesticides in
Agriculture. Paper pada Lustrum ke VIII Fakultas Pertanian USU, Medan: Universitas Sumatera Utara.
Utami, A dan B. Rahayu 1996. Eko-Teknologi Sebagai Jalan Keluar Untuk
Mengatasi Problem Lingkungan. Jakarta: Alami, Vol. 1(2). BPPT, hal 54-57.
Uehara, K. 1996. The Present State of Plant Protection in Japan-Safety
Countenmeasures for Agricultural Chemicals. Japan Pesticide Information, No. 61. Japan. Tokyo: Japan Plant Protection Association, p. 3-6.
Widyastuti, P. 2006. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan
Lingkungan (Hazards Chemicals ini Human and Environmental Health). Editor Edisi Bahasa Indonesia: Monica Ester. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 154 hal.
Wiryanta, B.T. Wahyu. 2008. Bertanam Tomat. Penyunting, Marianto, Lukito
Adi.Jakarta: Agro Media Pustaka, 102 hal.
70
Lampiran 1. BMR beberapa jenis pestisida pada buah tomat.
No. Jenis Bahan Aktif Pestisida BMR (mg/kg)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36..
Aldikarb Almitraz Acephate Benalaksil Benomil Bromide anorganik Dilubenzuron Diklofuanid Dikloran Dikofol Dimetoat Ditiokarbamat Etefon Etion Etoprofos Etrimfos Fenamifos Fenbutalin oksida Fenitrotion Fensulfotion Fenvalerat Flusitrinat Folpet Phorate Fosalon Fosfamidon Heptaclor Iprodion Kaptafol Kaptan Karbaril Karbofenothion Karbofuran Khlordane Khlorfenvifos Khlorobenzilat
0,5 0,5 0,5 0,5 5,0 75,0 1,0 2,0 0,5 1,0 1,0 3,0 3,0 2,0 0,2 0,2 0,2 0,1 0,5 0,1 1,0 0,2 5,0 0,1 1,0 0,1 0.02 5,0 5,0 15,0 5,0 0,02 0,1 0,02 0,1 0,2
71
Lampiran 1. lanjutan .......
No. Jenis Bahan Aktif Pestisida BMR (mg/kg)
37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66.
Khlorotalonil Khlorfirifos metil Lindan Malathion Mefinfos Metalaksil Metamidofos Metidation Metiokarb Monokrotofos Oksamil Ometoat Paration metil Permetrin Pirimifos metil Pirimikarb Poksim Propamokarb Propargit Quintozin Sihektasin Sipermetrin Tiabendazol Tiodikarb Tiofanol metil Tiometon Triadimeton Triforin Triclorfon Vinklozolin
5,0 0,5 2,0 3,0 0,2 0,5 0,01 0,1 0,2 1,0 2,0 1,0 0,2 1,0 1,0 1,0 0,2 1,0 2,0 0,1 2,0 0,5 2,0 1,0 5,0 0,5 0,5 0,5 0,2 3,0
74
Lampiran 2. DAFTAR PERTANYAAN
(KUESIONER)
Hari/Tanggal wawancara : Petugas : Nomor Responden : N a m a : U m u r : Jenis Kelamin : Pekerjaan Pokok : Tingkat Pendidikan : Fomal : Non Formal : A l a m a t : Lokasi Kebun : Luas tanaman tomat : ...... Ha Pengalaman bertani : ….. Tahun Varietas tanaman tomat : Penelitian : Identifikasi Residu Insektisida Pada Buah Tomat O l e h : Helti Andraini Nomor Pokok : 80823
75
1. Apakah saudara melakukan pengendalian hama dan penyakit yang
menyerang tanaman tomat dengan menggunakan pestisida ?
2. Jenis pestisida apa yang saudara gunakan ?
a. Golongan organofosfat
b. Golongan karbamat
c. Lainnya
3. Dari mana saudara memperoleh atau membeli pestisida ?
a. Dari pemerintah c. Lainnya
b. Dari toko/kios
4. Apakah penyemprotan pestisida dilakukan oleh ?
a. Sendiri c. Lainnya
b. Berkelompok
5. Alat apa yang saudara pergunakan dalam pemakaian pestisida ?
a. Dengan alat penyemprot khusus
b. Tanpa alat penyemprot khusus
c. Lainnya
6. Alat takar apa yang saudara pergunakan dalam mengukur jumlah
pestisida yang dipakai ?
a. Dengan takaran khusus dari produsen
b. Tanpa takaran khusus
c. Lainnya
7. Apakah dosis/takaran yang digunakan sesuai petunjuk pada label
kemasan ? Ya/Tidak
8. Dalam memilih jenis pestisida yang dipakai apakah berdasarkan
kepada jenis OPT yang menyerang ? Ya/Tidak
9. Apakah saudara sebagai petani mengikuti anjuran Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL) dalam pemakaian dan cara mencampur pestisida ?
Ya/ Tidak
Bila Tidak, Mengapa ?
76
10. Bagaimana cara saudara melakukan penyemprotan terhadap tanaman
tomat ?
a. Mengikuti arah angin b. Sembarangan
c. Menentang arah angin
11. Kapan saudara melakukan penyemprotan terhadap tanaman tomat ?
a. Pagi hari, pukul c. Sore hari, pukul
b. Siang hari, pukul d. Lainnya
12. Setelah saudara melakukan penyemprotan, dimanakah saudara
mencuci alat yang dipergunakan ?
a. Alat penyemprot dicuci di : 1. Kebun
2. Sungai
b. Tangan dan badan dicuci di : 1. Kamar mandi
2. Sungai/selokan
13. Jenis wadah apakah yang saudara pergunakan sebagai tempat
penyimpanan pestisida ?
a. Botol bekas c. Kaleng bekas makanan
b. Kantong plastik d. Lainnya
14. Dalam bentuk apakah saudara menyimpan pestisida ?
a. Bentuk padat c. Bentuk padat dan cairan
b. Bentuk cairan d. Lainnya
15. Berapa kali saudara melakukan penyemprotan terhadap tanaman
tomat dalam satu musim tanam ?
a. < dari 5 kali c. > dari 10 kali
b. < dari 10 kali d. Lainnya
16. Apakah saudara menggunakan alat pelindung selama melakukan
penyemprotan ? Bila Ya, sebutkan alat tersebut.
17. Apakah saudara pernah mengalami keracunan pestisida ? Ya/Tidak.
18. Keluhan-keluhan apa yang saudara alami setelah melakukan
penyemprotan
77
a. Pusing c. Gatal-gatal
b. Muntah-muntah d. Mata pedih
e. Tidak ada keluhan
19. Penyemprotan dilakukan terhadap fase tanaman ?
a. Persemaian
b. Vegetatif/pertumbuhan
c. Generatif/pembuahan
20. Apakah alasan saudara menggunakan pestisida dalam pengendalian
hama dan penyakit ?
a. Sangat ampuh c. Lainnya
b. Relatif murah
21. Apakah saudara mengetahui dan menyadari adanya dampak negatif
pestisida bagi manusia dan hewan peliharaan ? Ya / Tidak
22. Apakah saudara setelah melakukan penyemprotan,
a. Membersihkan badan (mandi) : Ya / Tidak
b. Mengganti pakaian : Ya / Tidak
23. Apakah saudara mengetahui akibat lain dari pemakaian pestisida
terhadap hasil panen ?
Ya / Tidak
24. Dari mana saudara mengetahui adanya efek samping penggunaan
insektisida tersebut ?
a. PPL c. Mas Media
b. Tokoh masyarakat d. Lainnya
25. Dimanakah saudara menyimpan pestisida ?
a. Di rumah c. Di gudang
b. Diluar (tempat terbuka)
26. Kemana saudara membuang sisa pestisida yang tidak terpakai ?
a. Tidak ada sisa d. Kesungai
b. K esawah e. Lainnya
78
c. Kekebun
27. Apakah saudara menyadari bahwa membuang sisa pestisida dengan
sembarangan dapat membahayakan lingkungan ? Ya / Tidak
28. Pernahkah saudara membeli pestisida tanpa label ? Ya / Tidak
29. Kapan panen tomat dilakukan ?
a. 1 hari setelah penyemprotan
b. 4 hari setelah penyemprotan
c. 8 hari setelah penyemprotan
d. 11 hari setelah penyemprotan
e. Lainnya
30. Apakah hasil panen langsung dijual atau disimpan dulu ?
a. Langsung dijual
b. Disimpan dulu (lama penyimpanan ?)
31. Apakah terjadi penurunan hasil panen, apabila terlambat atau tidak
dilakukan penyemprotan pestisida ? Ya / Tidak
a. Bila ya, berapa persen penurunannya ?
b. Bila tidak, berarti terjadi kenaikan berapa persen ?
c. Tidak terjadi perubahan
32. Bagaimana pergiliran tanaman semusim pada lahan yang saudara
kerjakan ?
33. Jenis komoditi tanaman pertanian apa yang saudara tanam sebelum
ini ?
a. Kubis c. Kentang
b. Cabai d. Lainnya
34. Kemanakah hasil panen saudara jual ?
a. Kepasar setempat c. Ketengkulak
b. Pasar Kabupaten/Kota d. Lainnya
102
Lampiran 9. Dokumentasi rangkaian kegiatan penelitian
Foto keragaan tanaman tomat yang dilakukan penyemprotan secara kontinyu
Foto keragaan tanaman tomat yang tidak dilakukan penyemprotan secara kontinyu
103
Foto kegiatan persiapan dan pelaksanaan survei lapangan petani tanaman tomat di Alahan Panjang.
104
Foto rangkaian kegiatan persiapan sampel sampai analsis residu insektisida dengan menggunakan HPLC dan Gas Chromatograpi
69
RIWAYAT SINGKAT PENELITI
Nama Lengkap : Helti Andraini
Tempat/Tanggal Lahir : Bukittinggi/1 Desember 1956
Program Studi : Ilmu Lingkungan
Konsentrasi : -
Pekerjaan : PNSD pada Kopertis Wilayah X
Pendidikan Tahun Sekolah Dasar : 1963 sd 1969
Tahun SLTP : 1970 sd 1972
Tahun SLTA : 1973 sd 1975
Tahun Sarjana : 1976 sd 1983
Tahun Pasca Sarjana : 2006 sd 2010
Riwayat Pekerjaan Tahun : 1986 sd 1988, Dosen LB pada UMMY Solok
Tahun : 1988 sd 1990, Dosen Kopertis Wilayah I
dpk UMMY Solok
Tahun : 1990 sd sekarang, Dosen Kopertis Wilayah X
dpk UMMY Solok
Pengalaman Penelitian Tahun : 1995, Pestisida nabati sitronelal dan eugenol dari
minyak serai wangi untuk pengendalian Fusarium
oxyforum pada tanaman tomat
Tahun : 2002, Penentuan konsentrasi ZPT Paktobutrazol
pada pembibitan kentang.
Suami : Ir. H. Nusyirwan Hasan, MSc., PhD
Anak : Andri Rahman Nusyirwan, SE
Ilham Rahman Nusyirwan
top related