bab iv hasil penelitian dan...
Post on 02-Mar-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Profil Centro de Formação da Polícia
Setelah Timor Leste secara dejure berpisah dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia, melalui referendum pada tahun 1999. Setelah itu perpolisian Timor Leste
sepenuhnya dijalankan oleh United Nation Police (UNPOL). Pada tahun 2000
UNPOL mulai melakukan perekrutan bagi para putra-putri Timor Leste, termasuk
mantan Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang mengambil keputusan menetap di
Timor Leste untuk dilatih menjadi Timor Leste Police Services (TLPS). Gelombang
atau angkatan pertama dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan oleh UNPOL
tersebut dilantik menjadi anggota polisi pada tanggal 27 Maret 2000, sehingga
tanggal tersebut dijadikan sebagai hari jadinya institusi PNTL hingga saat ini.
Berdasarkan Decreto Lei nomor 8/2004 tentang Lei Organica da PNTL, pasal
6, kepala Pusat Pedidikan dan Pelatihan/Centro de Formação da Polícia merupakan
merupakan pejabat dalam intitusi PNTL, namun lembaga pendidikan yang secara
fungsional bertanggungjawab langsung kepada Sekretariat Negara Urusan
Keamanan, walaupun secara struktural berada di bawah Komando institusi PNTL.
Namun setelah krisis politik pada tahun 2006, Decreto Lei nomor 8/2004 tersebut
direvisi dan digantikan dengan Decreto Lei nomor 9/2009. Dalam Decreto Lei nomor
58
9/2009 tersebut CFP secara struktural dan fungsional bertanggungjawab kepada
MABES/Quartel Geral da PNTL.
Centro de Formação da Polícia, terletak di jalan Martires da Patria Comoro-
Dili-Timor Leste. Lembaga ini didirikan pada tahun 2000 oleh pemerintah transisi
PBB di Timor Leste (UNTAET) dengan nama East Timor Police Training Centre.
Tujuan didirikannya lembaga tersebut adalah untuk melatih dan membina putra/putri
Timor Leste menjadi anggota East Timor Police Services (ETPS).
Lahir, tumbuh dan berkembangnya Centro de Formação da Polícia tidak
terlepas dari kehadiran misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Leste. Setelah
referendum pada tahun 1999, dan Timor-Timur terlepas dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia, keberadaan Timor Leste menuntut suatu upaya untuk
membentuk sendiri suatu institusi kepolisian untuk menyelenggarakan sistem
pengamanan di Timor Leste. Dalam perkembangannya lembaga ini telah beberapa
kali mengganti pimpinannya, sesuai dengan misi PBB di Timor Leste hingga
pendelegasian wewenang dan tanggungjawab kepada institusi PNTL. Para pimpinan
lembaga tersebut adalah sebagai berikut.
59
Tabel 4.1. Pergantian Pimpinan East Timor Police Training Centre - CFP
No. Nama Negara Asal Tahun
1 Luis Carilho Portugal 2000 - 2001
2 Andrzej Szydlik Norwegia 2001
3 Paulo de Fatima
Martins
Timor Leste (PNTL) 2001 - 2004
4 Julio da Costa Hornai Timor Leste (PNTL) 2004 - 2008
5 Carlor A. Jeronimo Timor Leste (PNTL) 2008 - sekarang
Sumber data: CFP 2013
Lembaga ini kemudian pada tahun 2004 berdasarkan Decreto Lei nomor
8/2004 tentang Lei Organika da PNTL (Undang-Undang tetap) berubah namanya
menjadi Centro de Formação da Polícia Nacional de Timor Leste (CFP), seiring
dengan pendelegasian tugas dan wewenang dari UNPOL kepada PNTL. Decreto Lei
nomor 8/2004 tersebut di atas kemudian direvisi, dan digantikan dengan decreto lei
baru yaitu nomor 9/2009, dimana artikel 39 mengatur tentang Centro de Formação
da Polícia. Berdasarkan artikel 39 tersebut dikembangkan sebuah peraturan internal
(Regimento Interno) CFP untuk dijadikan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan
segala aktivitas di CFP.
60
4.1.2. Visi, misi dan kompetensi
Dalam Regimento Interno Centro de Formação da Polícia, yang
dikembangkan dari Decreto Lei nomor 9/2009 bagian VI, pasal 39, dijelaskan bahwa
visi dari CFP adalah menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan yang mampu
menciptakan dan mengembangkan sumberdaya Polícia yang professional. Berlandas
pada visi tersebut dijabarkan beberapa misi dan kompetensi CFP untuk mencapai apa
yang menjadi tujuan dan sasaran dalam visi CFP. Misi dan kompetensi daripada CFP
sebagai berikut;
1) Centro de Formação da Polícia merupakan pusat pendidikan dan pelatihan
yang memiliki kapasitas, khusus untuk menyelenggarakan diklat sehubungan
dengan moral, kultural, fisik dan teknik professional kepada perwira, sarsan dan
agent, untuk mengaktualisasi spesialisasi dalam melaksanakan tugas, serta
menghargai kemampuan yang mereka miliki;
2) Melalui disposisi Comandante Geral/komandan umum PNTL, menunjuk
seorang perwira berpangkat superintendente Xefe untuk mengepalai CFP;
3) CFP bertanggungjawab merancang konsep sistem diklat; termasuk diklat
umum, latihan-latihan khusus, Diklat aktualisasi, dan kursus promosi
kepangkatan untuk semua kategori;
4) CFP bertanggungjawab mengorganisir untuk menyelenggarakan diklat
sebagaimana pada poit 3 di atas, dan mengembangkan kurikulum untuk masing-
masing program;
5) CFP bertanggungjawab merancang rencana tahunan bagi CFP dengan tujuan
dan kepentingan-kepentingan umum dan khusus bagi setiap unit di CFP;
61
6) CFP berkordinasi dengan kementian kehakiman, kejaksaan untuk
menyelenggarakan Diklat yang berhubungan dengan penyelidikan
kejahatan/criminal investigation; dan
7) CFP akan membuat aturan tersendiri yang disahkan oleh dewan
mentri/concelho ministro, untuk menetapkan status instruktur, kurikulum,
sertifikasi Diklat, evaluasi dan validitas Diklat, dan juga berkordinasi dengan
kementrian pendidikaan dan kemetrian urusan dalam negeri sehubungan dengan
dengan program-program yang berhubungan dengan pengetahuan umum.
Berdasarkan visi, misi, dan kompetensi, serta tujuan penyelenggaraan
kegiatan di Centro de Formação da Polícia, maka dikembangkan sebuah struktur
organisasi untuk memberikan kompetensi dan sertifikasi bagi para staf dan instruktur
CFP untuk menduduki jabatan-jabatan di CFP, baik jabatan struktural maupun
jabatan fungsional.
4.1.3. Statuta
Dengan mempertimbangkan independennya dalam penyelenggaraan Diklat,
Centro de Formação da Polícia pada awal berdirinya, secara fungsional
bertanggungjawab secara langsung kepada Kementrian urusan dalam
Negeri/Ministério do Interior, (sekarang Sekretaris Negara Urusan
Keamanan/Secretario do Estado de Segurança). Statuta ini hanya berlaku sampai
dengan tahun 2009, ketika pada tahun 2006 terjadi krisis politik di Timor Leste yang
membawa keterpurukan bagi keberadaan institusi PNTL, statuta ini menjadi berubah
sesuai dengan revisi yang dilakukan terhadap Lei Organika da PNTL. Decreto Lei
62
nomor 8/2004 tentang Lei Organika da PNTL, di revisi dan digantikan dengan
decreto Lei nomor 9/2009. Revisi terhadap decreto lei nomor 8/2004 tersebut
dilakukan oleh dewan meteri dan disetujui oleh parlamen serta disahkan oleh
Presiden. Dalam Lei Organika baru tersebut CFP tidak lagi bertanggungjawab secara
langsung kepada Sekretiaris Negara Urusan Keamanan, melainkan baik secara
struktural dan fungsional bertanggungjawab kepada MABES/Quartel geral PNTL,
dalam hal ini bertanggungjawab kepada Comandante Geral da PNTL.
4.1.4. Struktur Organisasi
Berdasarkan pasal 39 Dekreto Lei nomor 9/2009 tentang Lei Organika da
PNTL dan Regimento Interno CFP, maka dikembangkan sebuah struktur organisasi
untuk memberikan kompetensi dan sertifikasi bagi para staf dan instruktur CFP untuk
menduduki jabatan-jabatan di CFP, baik jabatan struktural maupun jabatan
fungsional. Struktur organisasi CFP tersebut sebagai berikut;
64
4.1.5. Daftar Pejabat
Sesuai struktur organisasi di atas, terdapat pejabat-pejabat yang menduduki
jabatan-jabatan struktur dan jabatan-jabatan fungsional dalam menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan Diklat. Jabatan-jabatan tersebut sebagai berikut;
Tabel 4. 2 Daftar jabatan CFP
No Jabatan Pangkat
1 Kepala CFP
(Comandante CFP)
Superintendente Xefe
2 Wakil Kepala CFP
(20
Comandante CFP)
Superintendente Assisten
3 Kepala Bagian Administrasi
(Xefe Departamento Administração)
Superintendente Assisten
4 Kepala Bagian Ke-Diklat-an
(Xefe Departamento Formação)
Inspector Xefe
5 Kepala Bagian Kemahasiswaan
(Corpu de Alumnos)
Inspector Xefe
6 Kepala Bagian Pendukung
(Pelatão de Apoio e Servicos)
Inspector Xefe
7 Kepala-Kepala Seksi, meliputi;
8 seksi pada Bagian Administrasi
13 seksi pada Bagian Diklat
2 seksi pada Bagian Kesiswaan
1 seksi pada Bagian Pendukung
Sargento - Inspector Xefe
Sumber Data : HRD CFP 2013
65
4.1.6. Program Pendidikan dan kurikulum
Program-program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh CFP,
antara lain;
1) Program pendidikan dasar dan pelatihan bagi masayarakat umum yang
diseleksi menjadi calon anggota PNTL;
2) Program-program pengembangan, kerjasama CFP dengan institusi relevan
lainnya;
3) Program-program pengembangan instruktur CFP, baik di dalam negeri
maupun luar negeri;
4) Program re-training seluruh anggota PNTL setelah krisis politik tahun 2006;
5) Program-program pengembangan anggota PNTL melalui kerjasama bilateral
dengan Indonesia, Filipina, Thailand, Australia, New Zeland, Portugal, dan
yang lainnya.
Sedangkan kurikulum yang telah diterapkan dan dikembangkan oleh CFP
meliputi; kurikulum diklat dasar, re-training, pelatihan-pelatihan khusus bagi unit-
unit khusus dalam PNTL, kurikulum untuk promosi kepangkatan, kategori sargento/
sersan dan ofisial/perwira.
4.1.7. Instruktur dan Staf Pendukung
Untuk menyelenggarakan proses pendidikan dan pelatihan serta program-
program lain di CFP, maka beberapa anggota PNTL ditempatkan di CFP, baik
sebagai tenaga pengajar/instruktur maupun sebagai staf administrasi. Jumlah anggota
PNTL yang bertugas sebagai instruktur dan staff di CFP pada tahun 2013 adalah 80
personil. Dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh setiap personil
66
PNTL, meraka telah mampu menyelenggarakan CFP selama kurang lebih sepuluh
(10) tahun. Kelemahan dan kelebihan tersebut dapat dilihat dari komposisi anggota
PNTL yang ditempatkan di CFP dalam tabel berikut.
Tabel 4.3. Personil PNTL di CFP
No.
Tingkat
Pendidikan
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentasi (%) Laki-Laki Perempuan
1 SMP 3 1 4 5
2 SMU 47 5 52 65
3 S1 19 3 22 27.4
4 S2 2 - 2 2.5
Total 80 100
Sumber Data : HRD CFP 2013
Personil PNTL yang bertugas di CFP mempunyai tugas sebagai instruktur,
sebagian sekaligus sebagai staf administrasi. Tenaga administrasi/staf di CFP terdiri
dari 2 jenis tenaga administrasi, yaitu anggota PNTL sendiri dan yang direkrut dari
sipil. Anggota PNTL yang bekerja sebagai tenaga administrasi ditempatkan sesuai
dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Sedangkan tenaga
administrasi sipil dipekerjakan pada hal-hal teknis administrasi taua perkantoran.
67
4.1.8. Kerjasama pendidikan
Sejak berdirinya institusi Kepolisian de Timor Leste, institusi tersebut telah
membangun dan mengembangkan kerjasama pendidikan dengan instansi-instansi
terkait, baik di dalam maupun luar negeri. Kerjasama pendidikan di dalam negeri
tersebut, baik dengan instansi-instansi pemerintah maupun non-pemerintah (NGO).
Instansi/lembaga pemerintah yang dimaksud antara lain; parlamen nacional,
kementrian pendidikan, kementrian kehakiman, kementrian kesehatan, kejaksanaan,
Comição Anti Corupção (CAC), Provedoria dos Direitos Homanus e Justiça (PDHJ),
Institusi Nasional Administrasi Publik (INAP), dan yang lainnya. Sedangkan instansi-
instransi non-pemerintah meliputi; LELI (kursus bahasa Ingris), Institusi Camões
(kursus bahasa Portugûes, East Timor Development Agency (ETDA), dan lain-
lainnya. Selain kerjasama dengan isntansi-instansi dalam negeri, CFP juga menjalin
kerjasama dengan Polisi Republik Indonesia (POLRI), Guarda Nacional Repúblicana
(GNR) Portugal, Timor Leste Police Development Program (TLPDP), Justice
Department of USA, Pilipina, ILEA Bangkok, YODO Jepang, Police Diraja
Malaysia, dan lain-lainnya.
4.1.9. Pengembangan
Untuk pengembangan sumberdaya manusia yang ada di CFP, telah dilakukan
beberapa kegiatan pengembangan baik untuk tenaga pengajar/istruktur dan tenaga
administrasi CFP. Kegiatan pengembangan tersebut baik yang diselenggarakan oleh
68
CFP sendiri maupun yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga mitra kerja.
Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.4. Kegiatan Pemberdayaan di CFP
No. Jenis Kegiatan Partisipan Tahun & organisasi
Penyelenggara
1 TOT 82
94
-2004 oleh TLPDP
-2007 oleh GNR
2 Computer Course 2000 – 2013 oleh CFP dan
instansi lainnya
3 Ingris dan Portuguêse
Course
-82 oleh INAP
500 oleh LELI
Training specials Trainers 82 2004-2005 oleh TLPDP
4 Re-training 3294 2007-2009 oleh CFP
Sumber data: CFP 2013
Hal ini menunjukan bahwa setiap tahunnya mulai dari tahun 2002 keadaan
sumberdaya manusia (tenaga pengajar dan tenaga administrasi) setiap tahunnya
mengalami peningkatan baik kuantitas dan kualitas. Akan tetapi dilain sisi sebagian
tenaga-tenaga yang telah dipersiapkan untuk kegiatan-kegiatan pendidikan dan
pelatihan di CFP ditransfer ke bagian/unit lain sesuai kebutuhan institusi PNTL.
69
4.2. Pembahasan
Keberhasilan penyelenggaraan diklat akan ditentukan oleh faktor-faktor yaitu
meliputi; analisis stratejik, penetapan kompetensi yang dibutuhkan, pengukuran
kompetensi yang dimiliki, menganalisis kebutuhan diklat, merancang diklat,
menyelenggarakan diklat, dan melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat
dan evaluasi hasil diklat. Faktor-faktor tersebut apabila berada dalam suatu kerangka
proses, akan menunjang berhasilnya penyelenggaraan diklat. Dengan kata lain bahwa
faktor yang menentukan keberhasilan diklat adalah sebuah proses penyelenggaraan
diklat yang dilakukan secara terintegrasi, mulai dari analisis stratejik sampai kepada
evaluasi hasil diklat.
Dalam proses penyelenggaraannya agar diklat menghasilkan oucomes yang
berkompeten dan profesional sesuai tujuan dan harapan, maka syarat utama yang
harus dipenuhi adalah adanya manajemen penyelenggaraan diklat yang baik dan
berwawasan futuristik. Dalam manajemen penyelenggaraan diklat yang baik dan
berwawasan futuristik tersebut setidaknya ada tiga aspek yang perlu diperhatikan,
yaitu; aspek standar kualitas, aspek jaminan kualitas, dan aspek kualitas
pengawasan/pengendalian.
Standar kualitas (quality standard) diklat dibuktikan dengan diciptakannya
pedoman-pedoman diklat dan panduan teknis/Standart Operation Procedure (SOP)
yang dijadikan tolak ukur bagi lembaga penyelenggara diklat untuk
menyelenggarakan diklat. Penetapan standar kualitas melalui pedoman-pedoman
70
harus terus ditingkatkan kualitasnya sehingga tetap sejalan dengan perkembangan
lingkungan strategis tempat penyelenggaraan diklat. Pedoman-pedoman dan atau
SOP tersebut hendaknya disepakati bersama dengan unit-unit kerja yang relevan
dalam organiasasi, baik horizontal mau vertikal, sehingga pedoman-pedoman
tersebut ditetapkan sebagai acuan dalam penyelenggaraan diklat oleh semua unit-unit
kerja organisasi.
Jaminan kualitas (quality assurance) diperlukan sebagai suatu upaya untuk
menjamin kualitas penyelenggaraan dan hasil diklat. Institusi penyelenggara diklat
bertanggung jawab memotret kapasitas semua lembaga penyelenggara diklat melalui
kegiatan akreditasi dan sertifikasi, dengan menekankan beberapa hal sebagai
indikator yang perlu diperhatikan, yaitu; kelembagaan, design program dan
kurikulum (sasaran, tujuan, metode pembelajaran), sumberdaya manusia
penyelenggara (peserta dan tenaga pendidik dan pelatih) serta sarana prasarana diklat.
Tenaga pendidik dan pelatih/instruktur hendaknya diseleksi dengan ketat oleh pihak
yang berwenang, dengan syarat utama bahwa para instruktur harus menguasai disiplin
ilmu tertentu serta memiliki kemampuan dalam melakukan proses pembelajaran, baik
di kelas maupun di luar kelas.
Pengendalian/Pengawasan kualitas (quality control) diwujudkan dalam bentuk
pelaporan penyelenggaraan diklat sebelum dan sesudah diklat diselenggarakan
melalui suatu evaluasi terhadap proses penyelenggaraan diklat. Di samping itu juga
harus mengajukan regristrasi dan pengesahan ijazah atau sertifikat tanda tamat
71
pendidikan atau pelatihan. Selanjutnya lembaga penyelenggara diklat harus
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat dan hasil diklat.
Lembaga penyelenggara diklat maupun lembaga-lembaga kemitraan harus melakukan
kerjasama dalam pengawasan guna menjamin mutu pelaksanaan diklat untuk
mencapai tujuan dan sasaran diklat.
Untuk mencapai sebuah penyelenggaraan diklat yang berhasil dan dapat
mencapai tujuan yang ditargetkan maka harus diawali dengan sebuah proses
persiapan yang matang, mulai dari melakukan analisis stratejik sampai kepada
meakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat dan evaluasi hasil diklat.
4.2.1. Melakukan Analisis Stratejik.
Diselenggarakannya diklat, ditujukan untuk menciptakan dan
mengembangkan sumberdaya manusia yang lebih berwawasan luas dan mampu
menyelenggarakan pelayanan publik yang profesional. Mengingat pentingnya diklat
yang diberikan untuk pengembangan sumberdaya manusia dalam suatu organisasi
maka berbagai persiapan yang berkaitan dengan keberhasilan dalam penyelenggaraan
diklat sangat dibutuhkan.
Dalam tahap awal proses penyelenggaraan diklat dilakukan identifikasi
terhadap faktor-faktor internal maupun faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
eksistensi lembaga penyelenggara diklat. Faktor-faktor internal meliputi kelebihan
72
dan kelemahan lembaga penyeleggara diklat, sedangkan faktor-faktor stratejik
eksternal berupa kesempatan dan tantangan yang dihadapi, termasuk peraturan-
peraturan atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan sehubungan
dengan proses penyelenggaraan diklat. Berdasarkan analisis stratejik yang dibuat,
ditetapkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam penyelenggaraan diklat.
Analisis stratejik diklat harus dibuat secara periodik dalam kurun waktu tertentu
dengan mempetimbangkan dan memperhatikan rencana stratejik yang telah ada,
memperhatikan keterkaitan tugas, mempertimbangkan kompleksitas dan tantangan
tugas, kapasitas lembaga dan tenaga ke-diklat-an, kebutuhan peserta dan hasil
evaluasi sebelumnya.
Pada dasarnya analisis stratejik organisasi merupakan suatu proses untuk
mengumpulkan dan menganalisa berbagai informasi untuk mengidentifikasi hal-hal
yang dimiliki dan diperlukan organisasi dalam penyelenggaraan diklat. Sebab
bagaimanapun lengkapnya sarana-prasarana, lingkungan pembelajaran, diklat tidak
akan mencapai hasil yang diharapkan oleh organisasi, apabila tidak disertai dengan
suatu analisis terhadap lingkungan internal dan lingkungan eksternal organisasi.
Dengan analisis yang dilakukan sebelum penyelenggaraan diklat akan membantu
memperlancar penyelenggaraan diklat, sebab berbagai kebutuhan penyelenggaraan
diklat akan diketahui, dipenuhi sebelum penyelenggaraan diklat dimulai.
Tujuan dilaksanakannya analisis stratejik organisasi adalah untuk
mengidentifikasi kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan serta peluang dan
73
hambatan atau tuntutan-tuntutan kinerja yang diharapkan oleh organisasi sebagai
pedoman untuk menentukan langkah-langkah berikutnya dalam penyelenggaraan
diklat, meliputi tingkat organisasi, tingkat individu, dan tingkat tugas/pekerjaan.
Sebab jika analisis stratejik diklat tidak dilakukan dengan baik, maka akan
berdampak pada kualitas penyelenggaraan diklat, serta program-program yang
dirancang dalam diklat tidak sesuai dengan eksistensi organisasi penyelenggara dan
peserta diklat. Selain itu dengan melakukan analisis stratejik terhadap kelemahan dan
kelebihan serta peluang dan hambatan organisasi, hasilnya akan memberikan solusi
bagaimana cara mengantisipasi dan menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi
tanggungjawab organisasi. Untuk mencapai harapan tersebut di atas maka hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan analisis stratejik organisasi adalah;
1) Menganalisis faktor-faktor lingkungan internal organisasi yang semakin
kompleks, meliputi; aspek organisasi antara lain jaringan komunikasi, hierarkhi,
struktur organisasi, prosedur-prosedur, dan kemampuan tim, aspek personil
organisasi, aspek keuangan organisasi, sarana-prasarana, dan lainnya dalam
organisasi; dan
2) Faktor-faktor lingkungan eksternal, meliputi kekuatan-kekuatan politik dari
pemerintah untuk mengintervensi penyelenggaraan diklat, kekuatan-kekuatan
sosiokultural yang memuat nilai-nilai sosial dalam masyarakat, dukungan
finansial dari pemerintah dan lembaga donatur/mitra kerja, dan lain-lain dari
luar organisasi.
74
Menurut informasi yang penulis peroleh selama melakukan penelitian,
pimpinan Centro de Formação da Polícia, mengatakan bahwa;
“Salah satu tujuan dan sasaran penyelenggaraan diklat di CFP adalah untuk
merespon kebijakan pemerintah Timor Leste yang memberi target bahwa tahun
2016 personil institusi PNTL harus mencapai jumlah sebanyak 5000 personil.
Oleh karena itu mulai tahun 2011- 2016 CFP harus mampu mencetak personil
muda PNTL kurang lebih 1500 personil sebab institusi PNTL kini telah memiliki
3361 personil”.
Untuk mencapai target pemerintah tersebut, dan sesuai dengan perubahan
yang terjadi pada Lei Organika da PNTL, tentang karakter pelatihan, kedisiplinan dan
status personal PNTL yang bersifat militer, serta dengan mempertimbangakan tenaga
pengajar di CFP, pemerintah telah mengambil sebuah keputusan untuk bekerjasama
dengan GNR Portugal untuk membantu menyelenggarakan pendidikan dasar dan
pelatihan bagi siswa baru/kadets PNTL. Akan tetapi keputusan tersebut belum
mampu menjawab persoalan dasar penyelenggaraan diklat di CFP.
Seorang staf di Centro de Formação da Polícia mengatakan bahwa;
“Proses penyelenggaraan diklat tidak diawali dengan analisis stratejik yang
matang terhadap eksistensi institusi PNTL terlebih CFP. Terkesan kegiatan
penyelenggaraan diklat lebih mementingkan unsur-unsur atau kepentingan-
kepentingan politik, sehingga persiapan-persiapan yang telah dilakukan oleh CFP
bersama para mitra kerja sebelumnya tidak dimanfaatkan dengan baik.
Sejalan dengan pendapat instruktur di atas seorang instruktur lain mengatakan bahwa;
“Kehadiran para mitra kerja menjadi kontradiksi antara yang satu dengan yang
lainnya, misalnya antara Timor Leste Police Development Program (TLPDP)
dengan Guarda Nacional Repúblicana (GNR) Portugal, sehingga persiapan-
persiapan atau uapaya-upaya yang telah dilakukan bersama dengan TLPDP
75
seolah kurang dimanfaatkan. Proses penyelenggaraan diklat hanya sebuah
pekerjaan bongkar pasang, karena tidak melakukan suatu rencana stratejik yang
kontinuitas”.
Akan tetapi ketika peneliti mengkonfirmasikan informasi tersebut kepada salah
seorang pimpinan CFP, ia menjelaskan bahwa;
“stratejik yang dibuat oleh CFP dalam melakukan kerjasama dengan para mitra
dibedakan dalam kategori-kategori tertentu. Kerjasama dengan TLPDP adalah
untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan khusus dan diklat untuk kategori
sarsan dan perwira. Sedangkan kerjasama dengan GNR Portugal adalah untuk
menyelenggarakan pendidikan dasar dan pelatihan bagi siswa baru/kadetes,
sambil membekali instruktur PNTL dengan pelatihan, kedisiplinan dan status
personal yang bersifat militer, sebab GNR Portugal merupakan lembaga yang
latarbelakang pelatihannya bersifat militer. Setelah itu kompetensi sepenuhnya
akan diberikan kepada instruktur PNTL. Menurut rencana konpetensi itu akan
diberikan pada penyelenggaraan diklat pada fase berikutnya”.
Mencermati informasi yang diperoleh melalui wawancara dan hasil observasi
peneliti di lapangan (CFP), menunjukan bahwa dalam proses persiapan atau analisis
stratejik penyelenggaraan pendidikan dasar dan pelatihan setelah terjadi krisis politik
pada tahun 2006, tampaknya belum mengarah kepada manajemen stratejik yang baik
sesuai tuntutan lingkungan internal CFP maupun tuntutan kebutuhan pelayanan
anggota PNTL di lapangan. Oleh karena adanya intervensi dari pemerintah melalui
kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengharuskan untuk merubah prinsip dasar
pelatihan, kedisiplinan, dan status personal PNTL dari sipil menjadi militer, dengan
mendatangkan personil-personil GNR Portugal untuk membantu menyelenggarakan
proses diklat. Sementara di lain pihak akibat dari kebijakan tersebut instruktur
76
lokal/instruktur PNTL yang merasa diri telah siap untuk menyelenggarakan diklat
menjadi pasif dalam proses penyelenggaraan diklat.
Stratejik yang dilakukan untuk memperoleh dukungan dari luar dilakukan
dengan kurang memperhatikan kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang
telah dimiliki oleh CFP. Serta kurang adanya komunikasi internal CFP baik secara
struktural maupun secara fungsional, sehingga mengakibatkan adanya perbedaan-
perbedaan persepsi dalam proses penyelenggaraan diklat. Dalam analisis stratejik
seharusnya dilakukan prioritas-prioritas program, menyeleksi kebutuhan-kebutuhan
stratejik yang mempunyai dampak bagi internal organisasi maupun eksternal
organisasi, seperti para mitra kerja dan mayarakat umum sebagai pengguna atau
penerima pelayanan PNTL.
Kebijakan untuk menghadirkan personil GNR Portugal setelah krisis 2006,
untuk membantu CFP menyelenggarakan pendidikan dasar dan pelatihan memberi
kesan yang kurang baik terhadap hubungan kerjasama yang telah dibangun
sebelumnya bersama Timor Leste Police Development Programm (TLPDP) dan juga
terhadap semangat kerja para staf dan instruktur CFP, sebab program-program
pendidikan dasar dan pelatihan yang telah dirilis oleh UNPOL dan TLPDP
sebelumnya, yaitu dengan mempersiapkan instruktur-instruktur PNTL melalui
beberapa kali melakukan Training of Trainers/TOT bagi instruktur CFP, terkesan
tidak dimanfaatkan.
77
Kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki oleh CFP seperti sarana-
prasarana yang banyak disuport oleh TLPDP, persiapan-persiapan instruktur yang
telah dilakukan sampai kepada sertifikat 4 oleh TLPDP, serta TOT yang telah
dilakukan oleh GNR Portugal kepada para instruktur CFP setelah krisis 2006,
seharusnya dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk menyelenggarakan diklat.
Sehingga CFP dipandang sebagai lembaga penyelenggara diklat yang memiliki
kemampuan dan mampu menyelenggarakan diklat yang bermutu, serta tidak
membutuhkan intervensi dari pihak luar yang berlebihan.
4.2.2. Menetapkan Kompetensi Yang Dibutuhkan.
Penyelenggaraan diklat yang profesional dan mencapai tujuan dan sasaran,
membutuhkan kompetensi-kompetensi yang cukup bagi penyelenggara diklat
sehingga dalam penyelenggaraan diklat, memungkinkan para penyelenggara mampu
menerapkan kemampuan yang dimiliki. Setiap pejabat dalam organisasi
penyelenggara diklat membutuhkan kompetensi untuk melakukan apa yang menjadi
tugas dan tanggungjawab yang diberikan dalam menyelenggarakan diklat.
Kompetensi yang diberikan kepada Centro de Formação da Polícia
sebagaimana tercantum dalam pasal 39 Decreto Lei nomor 9/2009, tentang Lei
Organika da PNTL, yaitu bahwa
1. Centro de Formação da Polícia merupakan pusat pendidikan dan pelatihan
yang memiliki kapasitas, khusus untuk menyelenggarakan diklat sehubungan
dengan moral, kultural, fisik dan teknik professional kepada perwira, sarsan
78
dan agent, untuk mengaktualisasi spesialisasi dalam melaksanakan tugas, serta
menghargai kemampuan yang mereka miliki;
2. Melalui disposisi Comandante Geral/komandan umum PNTL, menunjuk
seorang perwira berpangkat superintendente Xefe untuk mengepalai CFP;
3. CFP bertanggungjawab merancang konsep sistem diklat; termasuk diklat
umum, latihan-latihan khusus, diklat aktualisasi, dan kursus promosi
kepangkatan untuk semua kategori;
4. CFP bertanggungjawab mengorganisir untuk menyelenggarakan diklat
sebagaimana pada poit 3 di atas, dan mengembangkan kurikulum untuk
masing-masing program;
5. CFP bertanggungjawab merancang rencana tahunan bagi CFP dengan tujuan
dan kepentingan-kepentingan umum dan khusus bagi setiap unit di CFP;
6. CFP berkordinasi dengan kementrian kehakiman, kejaksaan untuk
menyelenggarakan diklat yang berhubungan dengan penyelidikan
kejahatan/criminal investigation; dan
7. CFP akan membuat aturan tersendiri yang disahkan oleh dewan
mentri/concelho ministro, untuk menetapkan status instruktur, kurikulum,
sertifikasi diklat, evaluasi dan validitas diklat, dan juga berkordinasi dengan
kementrian pendidikaan dan kemetrian urusan dalam negeri sehubungan
dengan dengan program-program yang berhubungan dengan pengetahuan
umum.
Sehubungan dengan kompetensi yang telah diberikan kepada CFP dalam
menyelenggarakan diklat kepolisian, CFP tentu saja perlu menetapkan dan
mendistribusikan kompetensi-kompetensi tersebut kepada unit-unit kerja yang
relevan dalam organisasi agar unit-unit tersebut memiliki kompetensi kerja dalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan, sesuai dengan struktur
79
organisasi yang ada. Kompetensi kerja merupakan kemampuan kerja setiap individu
dalam organisasi, yang mencakup aspek pengetahuan, aspek ketrampilan, dan aspek
sikap, sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan bagi setiap unit kerja
melalui pembagian kerja (deskrisaun de servisu). Menurut informasi yang diperoleh
dari kepala bagian Ke-diklat-an CFP mengatakan bahwa;
“Kita sudah memiliki sumberdaya manusia yang cukup, tetapi dalam dunia
global, kita membutuhkan kerjasama dengan negera-negara lain yang mau
berkontribusi dalam pengembangan semberdaya manusia, dalam hal ini diklat.
Instruktur PNTL hanya menguasai dua bahasa yaitu bahasa Tetum dan bahasa
Indonesia. Hanya sedikit saja yang menguasai bahasa Português, sementara
konstitusi RDTL mencantumkan juga bahasa Português sebagai bahasa resmi
negara. Jadi instruktur CFP juga harus menguasai bahasa Português untuk lebih
mengembangkan mutu dari penyelenggaraan diklat”.
Sehubungan dengan kompetensi yang dibutuhkan, seorang instruktur menjelaskan
bahwa;
“Kami membutuhkan para pengurus CFP yang mampu mengambil kebijakan-
kebijakan dengan memperhatikan kondisi ril CFP dengan memikirkan bagaimana
ke depannya CFP, sebab kita sudah merdeka dan menjadi negara sendiri, tidak
perlu terus tergantung kepada orang lain. Tapi ini bukan berarti tidak
membutuhkan kerjasama dengan pihak lain”.
Menurut pengamatan peneliti dilapangan, menunjukan bahwa para instruktur
CFP membutuhkan adanya ketegasan-ketegasan dalam pengambilan keputusan oleh
pimpinan CFP dalam proses penyelenggaraan diklat. Kemampuan-kemampuan yang
telah mereka miliki perlu diperhatikan dan dipakai selama proses diklat, di samping
adanya dukungan dari pihak lain seperti dari TLPDP dan personil GNR Portugal.
Akan tetapi sikap dan tuntutan mereka tidak disertai dengan tindakan nyata di
80
lapangan, justru banyak staf dan instruktur lebih banyak menuntut daripada
melakukan aksi nyata yang dapat memberi kontribusi nyata dalam rangka proses
penyelenggaraan diklat. Situasi ini dapat dikatakan sebagai akibat dari kurangnya
manajemen yang baik dalam lingkungan organisasi.
Manajemen yang baik dalam organisasi adalah manajemen yang
memperhatikan semua aspek dalam organiasi, teristimewa aspek sumberdaya
manusia organisasi. Manajemen yang baik membutuhkan loyalitas di antara semua
kepentingan dalam organisasi. Seorang bawahan harus loyal kepada atasannya,
demikianpun sebaliknya seorang pimpinan harus memahami kebutuhan-kebutuhan
bawahan dengan melakukan komunikasi dua arah, sehingga dengan demikian
kebijakan-kebijakan yang diambiil merupakan kebijakan atas informasi-informasi
yang diperoleh dari internal organisasi.
4.2.3. Mengukur Kompetensi Yang dimiliki
Proses penyelenggaraan diklat sangat erat hubungannya dengan apa yang
menjadi kompetensi, kewajiban dan tanggungjawab yang telah diberikan kepada
sebuah organisasi, serta kualitas kemampuan yang dimiliki oleh organisasi tersebut
dalam menyelenggarakan diklat. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan
sumberdaya manusia yang meliputi aspek pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
Kompetensi tersebut baik dimiliki oleh para penyelenggara organisasi maupun
kompetensi yang dimiliki oleh instruktur-instruktur dalam menyelenggarakan diklat.
81
Para penyelenggara organisasi dituntut untuk memiliki kemampuan dalam
menganalisis dan membuat konsep-konsep tentang proses penyelenggaraan diklat,
serta mampu mengkomunikasikan berbagai kepentingan dalam organisasi dengan
semua pihak, baik dalam internal oranisasi maupun dengan organisasi lain yang
relevan.
Pimpinan Centro de Formação da Polícia mengatakan bahwa;
“Sumberdaya manusia/instruktur Centro Formação da Polícia tidak menjadi
masalah, tetapi ada beberapa kendala yang dihadapi, yaitu masalah
tanggungjawab (responsabilidade). Mereka kurang bertanggungjawab dalam
menjalankan tugas yang diberikan, oleh karena itu maka perlu adanya pelatihan-
pelatihan dan pendampingan bagi mereka”.
Sejalan dengan pendapat di atas, kepala bagian ke-diklat-an Centro de Formação da
Polícia, menjelaskan bahwa;
“menurut saya kita sudah memiliki sumberdaya manusia yang cukup, tetapi ada
satu hal yang harus kita perhatikan, yaitu masalah penggunaan bahasa, sebab
apabila kita telah mengadopsi bahasa Português sebagai bahasa resmi dan kita
merupakan bagian dari Persekutuan Negara-Negara Berbahasa Português
(CPLP)”
Seorang instruktur di Centro Formação da Polícia mengatakan bahwa;
“Kita sudah memiliki kemampuan sendiri untuk menyelenggarakan diklat, akan
tetapi membutuhkan sebuah manajemen yang baik dalam memanfaatkan
semberdaya yang ada. Jangan sampai seorang instruktur hanya dijadikan sebagai
asisisten instruktur dan akhirnya mematikan semangat mereka”.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dan pengamatan yang peneliti lakukan
selama melakukan penelitian di Centro de Formação da Polícia, dapat dikatakan
82
bahwa CFP telah memilki kompetensi yang cukup ditambah dengan kerjasama yang
telah dibangun dengan organisasi-organisasi relevan lainnya baik di dalam negeri
maupun dari luar negeri. Akan tetapi belum didukung dengan adanya kerjasama dan
komunikasi yang baik yang dibangun baik di tingkat kepengurusan CFP maupun para
staf dan instruktur di CFP. Hal ini mengakibatkan sebagian tugas dan tanggungjawab
terabaikan, sehingga diambilalih oleh personil GNR Potugal. Oleh karena demikian
maka muncul persepsi bahwa pimpinan CFP lebih memberikan kepercayaan kepada
personil GNR daripada staf dan intruktur PNTL. Seorang pimpinan perlu
mengkomunikasikan dan mendelegasikan setiap tugas dan tanggungjawab kepada
unit-unit kerja dalam struktur organisasi dan selanjutnya untuk didelegasikan kepada
para instruktur. Selanjutnya para instruktur harus menerima delegasi tugas dan
tanggungjawab tersebut dengan mengadakan kerjasama dengan orang lain dalam
pencapaian tujuan diklat.
4.2.4. Melakukan Analisis Kebutuhan Diklat
Setelah menetapkan kompetensi yang dibutuhkan, dan mengukur kompetensi
yang telah dimiliki saat ini, selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap
kebutuhan-kebutuhan diklat, yaitu dengan membandingkan kompetensi yang
dibutuhkan dengan kompetensi yang telah dimiliki. Tujuannya adalah untuk
mengumpulkan dan menganalisa informasi-informasi atau data-data yang dibutuhkan
untuk menentukan hal-hal yang diperlukan dalam merancang diklat. Informasi-
83
informasi atau data-data yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan kebutuhan
peserta diklat, dan kebutuhan-kebutuhan organisasi penyelenggara, sehingga dapat
menyelenggarakan diklat dengan berhasil.
Kebutuhan-kebutuhan diklat yang dimaksud meliputi;
1) Tenaga pengajar/instruktur sesuai dengan tujuan dan sasaran diklat;
2) Sarana-prasarana, dan alat bantu penyelenggaraan diklat;
3) Jumlah ruangan kelas penyelenggaraan diklat dengan memperhatikan
ketentuan jumlah peserta;
4) Jumlah tenaga administrasi yang mempunyai kompetensi untuk mengelola
program-program diklat;
5) Berapa banyak biaya yang diperlukan dalam penyelenggaraan diklat;
6) Hal-hal lain yang diperlukan untuk mengantisipasi jika penyelenggaraan
diklat tersebut ternyata tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan
sebelumnya.
Analisis kebutuhan diklat dilakukan untuk membantu penyelengaraan diklat,
sebab kebutuhan-kebutuhan diklat harus dipenuhi sebelum diklat diselenggarakan.
Selain itu analisis kebutuhan diklat juga akan membantu memberikan solusi-solusi
bagaimana mengantisipasi masalah-masalah yang akan muncul dalam organisasi
selama penyelenggaraan diklat. Sebab penyelenggaraan diklat tidak selamanya
berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan, bahkan kondisi di lapangan bisa
berubah, misalnya banyak pihak yang justru memberi respon negatif terhadap
penyelenggaraan diklat, baik dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi.
Selain itu materi yang tidak relevan, manajemen yang kurang baik, pengajar yang
84
tidak berkualitas dan lain-lainnya akan turut mempengaruhi proses penyelenggaraan
diklat dan hasil diklat. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut harus menjadi perhatian
utama dalam melakukan analisis kebutuhan diklat.
Menurut informasi yang peneliti peroleh di lapangan, yaitu dari pimpinan
CFP mengatakan bahwa;
“CFP membutuhkan sumberdaya manusia dan sumberdaya materil baik yang
bergerak maupun tidak bergerak, termasuk sarana-prasarana, sebab setiap tahun
diklat CFP harus mencetak 250 personil baru PNTL”
Sehubungan dengan tenaga pengajar dalam penyelenggaraan diklat, pimpinan CFP
menjelaskan bahwa;
“Para instruktur CFP sudah memiliki kemapuan, tetapi perlu mendapatkan
training agar mereka mempunyai tangungjawab dalam menyelenggarakan
diklat”
Lebih lanjut seorang instruktur CFP mengatakan bahwa;
“Kita sudah memiliki kemampuan, yang kita butuhkan adalah sebuah
manajemen yang baik dari pimpinan-pimpinan CFP agar dapat memanfaatkan
semberdaya-sumberdaya yang ada dengan baik”
Sejalan dengan pendapat instruktur di atas, seorang instruktur lain menjelaskan
bahwa;
“Kita membutuhkan instruktur yang memenuhi syarat, sebagaimana dijelaskan
dalam pasal 42 Decreto Lei tentang promosi kepangkatan, dimana instruktur
CFP harus berpangkat inspector. Kita juga membutuhkan seorang pimpinan
yang memiliki konsep yang benar, dan mempunyai pendirian dalam menerima
pendapat dari para mitra kerja, serta mampu mengarahkan proses diklat dengan
benar dan baik”.
85
Menurut pengamatan peneliti di lapangan, CFP telah memiliki sumberdaya
manusia dan sumberdaya materil yang memadai dalam penyelenggaraan diklat, yaitu
para instruktur yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh TLPDP, serta fasilitas-
fasilitas berupa gedung-gedung dan perlengkapan lainnya yang telah tersedia. Akan
tetapi membutuhkan sebuah manajemen yang baik dan kontinyu terhadap
sumberdaya yang ada, serta membutuhkan pendelegasian wewenang dari pimpinan
CFP kepada subordinasi-subordinasi dalam struktur organiasi. Pendelegasian
wewenang tersebut perlu dituangkan melalui perincian pekerjaan/deskrisaun de
servisu untuk setiap unitnya, serta diperlukan juga petunjuk-petunjuk pelaksanaan
tugas, baik petunjuk-petunjuk operasional, petunjuk-petunjuk teknis, maupun
petunjuk-petunjuk administrasi untuk mengelola CFP.
Selain kebutuhan-kebutuhan semberdaya manusia dan sumberdaya materil,
diperlukan juga keuangan yang cukup untuk menyelenggarakan diklat. Seorang
pimpinan di Quartel Geral da PNTL menjelaskan bahwa;
“CFP perlu mempersiapkan proposal untuk mendukung proses
penyelenggaraan diklat dengan lebih baik, daripada hanya memanfaatkan
personil GNR Portugal yang begitu mahal”.
Analisis kebutuhan diklat adalah sebuah kegiatan yang harus dilakukan, dan
menjadi pertimbangan untuk membuat keputusan, apakah diklat itu perlu
diselenggarakan dan apa saja yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan diklat
tersebut. Sehubungan dengan itu setidaknya terdapat beberapa cakupan dalam analisis
kebutuhan diklat. Cakupan tersebut yaitu kebutuhan-kebutuhan CFP dalam
86
mengembangkan dan menyelenggarakan diklat, kebutuhan-kebutuhan pegetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang diperlukan dalam penyelenggaraan diklat, kebutuhan-
kebutuhan instruktur dan staf CFP yang berkaitan dengan motivasi dan kinerja kerja,
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk masa depan organisasi, dan kebutuhan-
kebutuhan antisipatif untuk mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi.
Hasil yang diharapkan dari analisis kebutuhan diklat adalah mendapatkan
gambaran yang jelas terhadap tingkat kebutuhan penyelenggaraan diklat,
pengalokasian waktu, biaya, dan tenaga pengajar yang tepat, serta materi dan
pengajian yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan peserta diklat, segingga
menjawab apa yang menjadi tujuan dan sasaran penyelenggaraan diklat.
4.2.5. Penyusunan Rancangan Diklat
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan diklat disusun rancangan diklat, yang
memuat tentang tujuan diklat, manfaat diklat, program-program diklat, syarat dan
kriteria peserta diklat, syarat dan kriteria pendidik dan pelatih (instruktur), kegiatan
dan jadwal, serta teknik evaluasi yang akan digunakan. Dalam merancang suatu
program diklat harus mengunakan cara dan strategi yang tepat agar pencapaian tujuan
diklat bisa maksimal dan berhasil, dengan tidak mengenyampingkan aspek kognitif
(ranah yang mencakup kegiatan mental), afektif (ranah yang berkaitan dengan sikap
dan nilai), dan psikomotorik (ranah yang berkaitan dengan ketrampilan), yang ada
dalam ranah diklat itu sendiri. Adapun diklat itu sendiri adalah program yang
87
bertujuan membentuk suatu keahlian atau profesionalisme dalam bidang garapan
tertentu, dan mempunyai sebuah tujuan yang diharapkan bisa diterapkan dan
dijalankan setelah selesai diklat.
Dalam perancangan diklat perlu dipahami ruang lingkup dari perbedaan antara
pendidikan dan pelatihan. Karena itu kombinasi dari pendidikan dan pelatihan
haruslah mampu menjadi suatu kesatuan yang utuh. Dalam merancang suatu program
diklat, terlebih dahulu kita perlu mengetahui apa yang menjadi tujuan dari
penyelenggaraan diklat tersebut, sebab inti dari penyelenggaraan diklat ada pada
tujuannya. Tujuan tersebut dikembangkan atau dirancang dalam jangka panjang,
jangka menengah, maupun jangka pendek sebagai lanjutan dari program-program
diklat. Dalam rancangan diklat tersebut hal penting yang perlu diingat adalah bahwa
peserta diklat mampu menyerap materi yang yang diberikan dan dapat
mengimplementasikannya setelah selesai mengikuti diklat. Oleh karena itu maka
prosedur perancangan diklat perlu disesuaikan dengan fakta yang ada dalam
lingkungan pelayanan lembaga penyelenggara diklat. Dan juga perlu melakukan
evaluasi sebagai penilaian bagi kepentingan organisasi, sehingga diklat tersebut bisa
semakin bermanfaat.
Dalam rancangan diklat, langkah awal yang harus dilakukan adalah
melakukan analisis kebutuhan diklat. Analisis kebutuhan diklat mempunyai
hubungan erat dengan rancangan diklat, sebab dengan melakukan analisis kebutuhan
diklat akan memberikan informasi-informasi dan data-data yang dibutuhkan oleh
88
organisasi, sehingga dapat merancang dan mewujudkan diklat yang tepat sasaran,
tepat isi kurikulumnya, serta tepat strategi dan tujuan yang hendak dicapai. Setiap
kegiatan yang dirancang dalam diklat harus mencerminkan dan mewujudkan
kebutuhan organisasi, sehingga hasil rancangan tersebut menunjukan hubungan yang
erat antara tujuan penyelenggaraan diklat dengan apa yang menjadi harapan dari para
peserta diklat. Penyusunan rancangan diklat dapat dilakukan oleh orang-orang yang
berkompetensi dan dipercayakan dalam struktur organisasi. Akan tetapi dapat juga
dilakukan oleh sebuah team kerjasama yang dibentuk oleh organisasi penyelenggara
bersama mitra kerja, serta dapat juga dilakukan oleh mitra kerja atas permintaan
organisasi penyelenggara diklat.
Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh dari pimpinan Centro de
Formação da Polícia, mengatakan bahwa;
“Rancangan diklat CFP dilakukan oleh Dewan Akademik/Concelho Academia,
yang diketuai oleh kepala bagian ke-diklat-an, dan diikuti oleh kepala bagian
adminitrasi, representasi dari setiap area/jurusan pendidikan, dan dibahas
bersama dengan instruktur dari personil GNR Portugal. Pada fase/tahap pertama,
materi pembelajaran disiapkan oleh instruktur dari personil GNR Portugal, sebab
mereka-lah yang menjadi instruktur utama dalam proses pembelajaran.
Sedangkan selanjutnya akan dilakukan oleh instruktur PNTL dan didampingi
oleh instruktur dari personil GNR Portugal”.
Namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari unit Analisis dan
Perencanaan/Secção Estudos e Planeamento mengatakan bahwa;
“rancangan pendidikan dasar dan pelatihan di Centro de Formação da Polícia,
dilakukan baik oleh bagian/staf yang telah ditempatkan dalam struktur organisasi
89
maupun oleh lembaga mitra kerja yang telah dibangun sebelumnya, secara
terpisah. Unit penelitian dan perencanaan (Seksaun Estudus e planeamento) CFP
berusaha mengembangkan kurikulum pendidikan dasar dan pelatihan
sebelumnya menjadi kurikulum yang dapat disesuaikan dengan perkembangan
institusi PNTL. Namun di lain pihak mitra kerja, dalam hal ini personil GNR
yang diperbantukan juga mempersiapkan sebuah kurikulum berdasarkan
kurikulum re-training bagi seluruh anggota PNTL setelah terjadi krisi politik
pada tahun 2006”.
Tentu saja situasi ini akan menghasil dua rancangan diklat yang berbeda untuk
menyelenggarakan diklat yang sama. Kedua pihak tersebut belum memiliki visi dan
misi yang sama, sebab satu pihak merancang diklat dengan materi-materi dasar,
sedangkan pihak yang lain menggunakan materi/kurikulum pelatihan bagi re-training
anggota PNTL setelah krisis 2006. Kepala Seksi Analisis dan Perencanaan CFP
menjelaskan bahwa;
“Kedua rancangan tersebut diajukan kepada pimpinan CFP untuk selanjutnya
meminta persetujuan pimpinan institusi PNTL dan SES. Dengan
mempertimbangkan kesederhanaan dan kerumitan kedua kurikulum tersebut,
pimpinan CFP mengambil keputusan untuk menindaklanjuti rancangan yang
disiapkan oleh mitra kerja (GNR Portugal) untuk disampaikan dan diminta
persetujuan dari pimpinan institusi PNTL dan SES untuk disahkan”.
Lebih lanjut kepala bagian Ke-diklat-an mengatakan bahwa;
“menurut informasi yang saya dengar, rancangan diklat yang dipersiapkan oleh
seksi penelitian dan perencanaan terlambat diajukan, sehingga pimpinan CFP
mengambil keputusan hanya mengajukan satu rancangan diklat, yaitu yang
dipersiapkan oleh personil GNR Portugal”.
90
Pimpinan CFP mengatakan bahwa;
“Keputusan ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa personil GNR-lah yang
akan menjadi instruktur utama dalam proses belajar-mengajar, baik di kelas
maupun pelatihan-pelatihan fisik di luar kelas”.
Namun pembuatan keputusan tentang penyelenggaran diklat yang bermutu
menganjurkan agar dalam pengambilan keputusan didasarkan atas fakta, yaitu
berdasarkan fakta-fakta yang terjadi sesungguhnya dalam konteks pelayanan publik
institusi PNTL, bukan hanya sekedar atas dasar data, sebab data yang ada belum tentu
mencerminkan fakta sebenarnya. Managemen penyelenggaraan diklat yang baik dan
bermutu mensyaratkan akan adanya hubungan yang baik dengan semua pihak yang
berkepentingan serta sekaligus menguntungkan pihak-pihat yang terlibat dalam
proses penyelenggaraan diklat. Hubungan baik dan saling menguntungkan itu perlu
dikembangkan dan dipelihara untuk jangka waktu yang tertentu, baik jangka pendek,
menengah, dan jangka panjang. Sebab dengan adanya hubungan/komunikasi yang
baik secara struktural maupun fungsional, serta horizontal dan vertikal, maka akan
menjamin saling pengertian dan adanya kesepahaman dan kesepakatan untuk
mengembangkan apa yang telah dirancang sebelumnya, dan bukan selalu mengawali
dari sesuatu yang baru dengan orang atau mitra kerja yang baru.
91
4.2.6. Penyelenggaraan Diklat
Dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia suatu organisasi,
maka salah satu upaya penting yang harus dilakukan adalah melalui penyelenggaraan
diklat. Managemen penyelenggaraan diklat yang berkualitas, melibatkan semua unsur
yang berkepentingan dalam organisasi, baik secara intelektual maupun secara
emosional, bahkan baik secara vertikal maupun horizontal dalam struktur organisasi.
Dengan demikian akan membentuk hubungan dan interaksi antar bagian, dan
membentuk suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat mempermudahkan
penyelenggaraan diklat, serta semua orang yang terlibat dalam proses tersebut akan
mendapatkan kepuasan. Penyelenggaraan diklat juga akan berjalan sesuai yang
direncanakan apabila didukung dengan sarana-prasarana yang memadai seperti;
lingkungan pembelajaran, rungan kelas, trasportasi, keperluan-keperluan pendidikan
dan pelatihan baik di dalam maupun di luar kelas, serta dukungan finansial yang
memadai
Penyelenggaraan diklat seyogyanya dilakukan sesuai dengan kegiatan analisis
stratejik diklat yang telah dilakukan, serta analisis yang terlah dilakukan terhadap
kebutuhan-kebutuhan diklat, yaitu dengan membandingkan kompetensi yang
dibutuhkan dengan kompetensi yang telah dimiliki. Dalam penyelenggara diklat juga
perlu memahami dengan baik siapa saja yang menjadi target dan sasaran
penyelenggaraan diklat. Kejelasan dari tugas dan tanggungjawab setiap orang dalam
unit-unit penyelenggaraan diklat sangat penting untuk memperjelas apa yang menjadi
92
tugas dan tanggungjawab masing-masing agar tidak menjadi terbengkalai.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dimulai dari proses perekrutan calon
peserta diklat, proses seleksi calon peserta, proses pendidikan dan pelatihan
(pembelajaran), sampai kepada selesainya diklat.
Sehubungan dengan penyelenggaraan diklat, pimpinan Centro de Formação da
Polícia menjelaskan bahwa;
“Penyelenggaaraan pendidikan dasar dan pelatihan CFP pada bulan Oktober
2011, memakai kurikulum dengan lama diklat sembilan bulan, dan dibagi
dalam tiga blok, yaitu; pertama, setelah para siswa diterima, mereka akan
mengikuti pelatihan dasar selama tiga bulan. Dalam pelatihan dasar ini lebih
menekankan pada pelatihan fisik dan mental untuk merubah dan membentuk
mental para siswa sesuai prinsip dasar pelatihan, kedisiplinan dan status
personal anggota PNTL yaitu militer. Kedua, pendidikan teori kepolisian
selama enam bulan. Blok ini dibagi dalam teori-teori kepolisian, peraturan-
peraturan, dan ceramah-ceramah atau kuliah tamu Para sisiwa akan kembali ke
CFP di Comoro Dili, untuk melanjukan pendidikan di kelas selama enam bulan,
untuk mempelajari konsep-konsep dan teori-teori yang berhubungan dengan
tugas kepolisian. Ketiga, pada blok ini dimana para siswa diterjunkan ke
lapangan, yaitu dibagi ke distrik-distrik dan unit-unit dalam institusi PNTL.
Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk mengenal tugas dan tanggungjawab
praktis anggota PNTL untuk dibandingkan dengan konsep-konsep dan teori-
teori yang telah mereka diperoleh sebelumnya. Selanjutnya para siswa kembali
ke CFP untuk bersama-sama melakukan perbandingan-perbandingan terhadap
kenyataan-kenyataan yang dihadapi di lapangan dengan apa yang telah mereka
mempelajari sebelumnya. Pada tahap ini juga dilakukan pemantapan-
pemantapan serta persiapan-persiapan untuk pelantikan menjadi anggota PNTL.
Setelah di lantik, mereka diserahkan kepada departamento dos Recurso
Humanos di Quarter Geral PNTL untuk ditempatkan”.
93
Berkaitan dengan penempatan instruktur CFP dalam proses pembelajaran, pimpinan
CFP menjelaskan bahwa;
“Penempatan instruktur dalam proses pembelajaran berdasarkan hasil
pertemuan dewan akademik (Concelho Academia), yaitu siapa mengajar apa
dan bekerjasama dengan lembaga-lembaga relevan”.
Namun kepala Seksi Penelitian dan Perencanaan mengatakan bahwa;
“Dalam proses pembelajaran dibentuk tim pengajar. Akan tetapi bentukan tim
tersebut bukan berdasarkan topik materi yang diajarkan, melainkan berdasarkan
kelas. Seorang perwira menengah, sarjan dan agent sebagai pembantu untuk
semua materi. Sebenarnya saya tidak setuju dengan metode ini, sebab
sebenarnya ilmu kepolisian/formasaun eskolar harus dibagi dalam tim sesuai
dengan kemampuan dan skill yang dimiliki setiap instruktur”.
Akan tetapi ketika dikonfirmasikan kepada seorang mantan Comandante CFP, ia
mengatakan bahwa;
“Itu tergantung kepada Comandante CFP, yaitu bahwa personil GNR dapat
menyelenggarakan semua fase yang ada, tetapi instruktur PNTL harus menjadi
assisten instruktur, supaya mereka mempersiapkan instruktur kita. Artinya
bahwa bulan pertama instruktur PNTL hanya sebagai assisten, bulan kedua
instruktur PNTL dipercayakan juga untuk bertindak sebagai instruktur, dan
bulan ketiga instruktur PNTL yang mengajar, sedangkan mereka hanya
memberi arahan. Akan tetapi dalam kenyataan tidak seperti itu, akibatnya
mematikan semangat instruktur PNTL, apalagi dengan pemberian perdiam yang
jauh berbeda antara instruktur dari luar dan instruktur PNTL. Efektivitas yang
diperoleh selama proses diklat menjadi dipertanyakan, sebab membutuhkan
waktu dan tenaga penterjemah serta dana khusus untuk membayar sang
penterjemah”.
94
Berdasarkan informasi dan hasil observasi peneliti di lapangan menunjukan
bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar dan pelatihan di CFP pada fase pertama,
proses pembelajaran diklat didominasi oleh instruktur GNR. Proses pembelajaran
tidak berjalan efektif, sebab dalam proses tersebut kurang komunikatif. Hal ini
disebabkan oleh penggunaan bahasa selama proses pembelajaran. Selama proses
pembelajaran memakai bahasa Portugûes, sementara para siswa tidak dapat memahmi
bahasa Portugûes dengan baik, sehingga membutuhkan penterjemah, yang juga
belum tentu dapat memahami konteks dan konten, sehingga hasil yang diharapkan
untuk diperoleh para siswa tidak maksimal.
Penyelenggraan diklat membutuhkan ketersediaan sumberdaya manusia yang
professional, baik sumberdaya manusia internal organisasi penyelenggara diklat
maupun sumberdaya manusia eksternal yang dibutuhkan. Penyelenggraan diklat juga
membutuhkan sebuah kerjasama dan komunikasi yang baik, mulai dari layanan
teknis, koordinasi, pengarahan peserta, instruktur, sampai kepada tenaga-tenaga
administratif. Selain itu penyelenggaraan diklat juga membutuhkan adanya prosedur-
prosedur administrasi yang menjadi petunjuk pelaksanaan teknis diklat.
Penyelenggaraan diklat hendaknya dibagi dalam tim penyelenggara agar dapat
mengkordinasikan dan menyelenggarakan diklat dengan baik. Tim penyelenggara
diberi kompetensi untuk mengatur dan memfasilitasi seluruh rangkaian kegiatan yang
berhubungan dengan penyelenggaraan diklat. Tugas tim tersebut harus direncanakan
95
dengan baik dan didelegasikan pengoperasiannya kepada unit-unit kerja atau
kelompok-kelompok kerja sesuai tugas profesinya.
Peserta diklat dan organisasi penyelenggara mengharapkan adanya
penyelenggaraan diklat yang berkualitas, baik dari segi proses diklat sampai kepada
produk/hasil diklat itu sendiri. Peserta diklat setelah mengikuti diklat diharapkan
dapat membekali diri dengan informasi-informasi dan teknik-teknik yang memadai,
sehingga membantu meningkatkan kemampuan dan ketrampilan serta kompetensinya
dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawab organisasi secara professional. Oleh
karena itu maka penyelenggaraan diklat perlu dikelola dengan baik agar mampu
memberikan sesuatu yang berkualitas, dan akhirnya akan menghasilkan peserta diklat
yang berkualitas pula. Untuk mencapai harapan tersebut penyelenggaraan diklat harus
memenuhi standart kriteria minimal. Kriteria minimal yang dimaksud yaitu standart
yang dibuat oleh International Organization for Standarization (ISO) yaitu menjamin
tata kelola secara keseluruhan dengan memperoleh pengakuan identitas di kancah
persaingan global.
4.3.7. Evaluasi
Managemen penyelenggaran diklat yang bermutu, menganjurkan agar selalu
mengadakan perbaikan dari waktu ke waktu. Perbaikan yang terus-menerus, akan
berdampak pada pencapaian hasil diklat yang baik. Kegiatan yang sangat penting
dilaksanakan pasca diklat adalah evaluasi, yaitu untuk menilai penyelenggaraan diklat
96
dan mengukur keberhadilan diklat. Hal tersebut berfungsi untuk perbaikan
penyelenggaraan diklat berikutnya. Pada umunya permasalahan yang sering
dikemukakan dalam evaluasi adalah proses seleksi peserta diklat yang belum
terkordinir dengan baik dan belum berbasis administrasi penyelenggaraan diklat,
materi yang disampaikan dalam diklat, program-program diklat yang belum berbasis
analisis stratejik dan kebutuhan-kebutuhan organisasi, instruktur yang kurang
berkompeten, kebutuhan diklat belum tersedia sesuai kebutuhan, dan lain-lainnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti di lapangan ditemukan bahwa
setelah selesai menyelenggarakan diklat, CFP belum melakukan evaluasi yang
mendalam. Evaluasi hanya dilakukan terhadap para sisiwa untuk mengukur apakah
mereka dapat menerima dan memahami materi yang telah disampaikan selama proses
pembelajaran. Pimpinan Centro de Formação da Polícia mengatakan bahwa;
“Evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat dilakukan untuk mengetahui
bagaimana kadet menyerap materi yang diberikan. Evaluasi dilakukan
berdasarkan formulir yang telah disiapkan, yaitu mengukur kemampuan kadet.
Fungsinya adalah untuk mengupdate personal database PNTL. Evaluasi juga
dilakukan oleh kadet terhadap instruktur. Setiap blok akan dilakukan evaluasi.
Evaluasi hasil diklat, belum dilakukan, tetapi telah melakukan persiapan-
persiapan, bekerja sama dengan departamento dos Recursos Humanos di
Quartel Geral da PNTL”.
Lebih lanjut kepala bagian Ke-diklat-an mengatakan bahwa;
“Di akhir proses penyelenggaraan diklat, kami selalu membuat evaluasi, baik
terhadap para kadets untuk mengukur kemampuan mereka sampai dimana,
maupun evaluasi terhadap para instruktur. Para instruktur diukur
keberhasilannya melalui nilai-nilai tes yang diperoleh para peserta diklat. Kalau
mayoritas kadets mendapat nilai yang baik itu menunjukan proses pembelajaran
97
yang dilakukan oleh instruktur berjalan dengan baik. Kalau sedikit dari kadets
mendapatkan nilai yang buruk, itu menunjukan kadets tidak dapat mengikuti
proses pembelajaran dengan baik. Kami mengambil kesimpulan dari hasil ters
terhadap para kadets. Formulir khusus untuk melakukan evaluasi, pada tahap
ini belum dipersiapkan”.
Akan tetapi kepala seksi Penelitian dan Perencanaan menjelaskan bahwa;
“Mereka hanya melakukan test akhir untuk mengukur kemampuan para siswa.
Menurut saya evaluasi penting untuk mengukur proses dan hasil yang dicapai.
Mengukur kemampuan siswa dan mengukur keberhasilan instruktur dari siswa.
Selain itu setiap instruktur juga harus membuat laporan mengenai materi yang
diajarkan. Untuk mengetahui kendala dan keberhasilan yang dicapainya serta
untuk mengatehui sejauhmana siswa dapat menerima materi yang dipersiapkan
dan diajarkan”.
Hal serupa diungkapkan oleh seorang instruktur CFP bahwa;
“Evaluasi dilakukan di akhir setiap fase, akan tetapi hasilnya tidak dipakai
bahan untuk pelaksanaan berikutnya. Jadi evaluasinya hanya formalitas”.
Seorang staf yang bekerja dibagian administrasi CFP mengatakan bahwa;
“Eavaluasi selama ini tidak dilaksanakan sehingga tidak mengetahui siapa dan
materi tidak dapat diketahui dengan baik. Evaluasi dilakukan hanya melalui test
akhir”.
Berkaitan dengan hasil atau kualitas kadets yang ditamatkan dari CFP, seorang
Comandante distrito (KAPOLRES) mengatakan bahwa;
“Selama bertugas di lapangan, dapat dinilai bahwa polisi yang ditamatkan oleh
CFP setelah krisis 2006 (2011), mempunyai disiplin yang baik, namun
pengetahuan kepolisian yang mereka miliki masih kurang. Hal ini dapat dilihat
dari aktualisasi pekerjaan praktis di lapangan, seperti penangganan lalulintas,
menerima laporan, komunikasi melalui radio komunikasi, dan pekerjaan praktis
lainnya.Oleh karena itu perlu adanya pendampingan di lapangan oleh para
mentor agar dapat membimbing mereka selama masa field training untuk
memmahmi pekerjaan-pekerjaan dasar kepolisian”.
98
Berdasarkan informasi yang diperoleh di lokasi penelitian, dapat dipahami
bahwa setelah menyelenggarakan diklat setelah krisis 2006, CFP belum
menyelenggarakan evaluasi yang baik terhadap proses peenyelenggaraan diklat,
sebab CFP hanya mengukur keberhasilan dan kegagalan proses penyelenggaraan
diklat melalui test akhir bagi para kadets. Evaluasi terhadap penyelenggaraan diklat
dan hasil diklat merupakan suatu kegiatan untuk mengumpulkan informasi secara
deskriptif dan penilaian-penilaian yang diperlukan dalam membuat keputusan untuk
keperluan diklat berikutnya. Informasi-informasi deskriptif yang dimaksud adalah
untuk memberikan gambaran tentang apa yang sedang terjadi, sedangkan penilaian-
penilaian dilakukan untuk mengumpulkan pendapat-pendapat tentang apa yang telah
terjadi. Jadi manfaat evaluasi diklat adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas
tentang penyelenggaraan program-program diklat dan kendala-kendala yang
dihadapi, evaluasi program diklat, serta kegiatan-kegiatan pasca diklat, sebagai bahan
masukan dalam kegiatan penilaian/ evaluasi diklat serta sebagai bahan koreksi untuk
kegiatan selanjutnya, dan mengetahui manfaat diklat dalam pengembangan
sumberdaya manusia. Hal ini menunjukan betapa pentingnya melakukan evaluasi di
akhir penyelenggaraan diklat dan setelah para peserta diklat terjun ke lapangan.
Namun dalam praktek banyak organisasi tidak melakukan evaluasi atau penilaian
terhadap program-program penyelenggaraan diklat dan hasil diklat. Hal ini
disebabkan oleh tidak adanya stratejik evaluasi yang dirumuskan dengan baik, atau
evaluasi dianggap sebagai kegiatan yang kompleks dan kurang penting.
99
Pada umumnya evaluasi dilakukan dengan menyediakan lembaran kuesioner
yang memuat tentang tanggapan terhadap instruktur, materi diklat, akomodasi, dan
lain-lain. Dan seharusnya evaluasi dilakukan dalam berbagai tingkat, yaitu pada
tingkat reaktif, yaitu untuk mengukur dan menilai reaksi dari peserta diklat, tingkat
pembelajaran, untuk mengukur seberapa jauh perubahan yang dialami oleh peserta
diklat setelah selesai diklat, tingkat perilaku, yaitu pengaruh diklat terhadap
pelaksanaan tugas di lapangan, dan tingkat hasil yaitu untuk mengukur seberapa jauh
kinerja kerja yang dicapai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki setelah
mengikuti diklat.
Evaluasi penyelenggaraan diklat di centro de Formação da Polícia perlu
dilaksanakan dengan memperhatikan aspek penyelenggaraan diklat yaitu kinerja
penyelenggaraan secara umum meliputi kesesuaian diklat, ketersediaan sarana-
prasarana di kelas maupun di luar kelas, manajemen pelayanan, manajemen
administrasi, ketersediaan waktu, tenaga dan biaya, serta ketuntasan dalam
melaksanakan program-program yang telah direncanakan. Selain aspek kinerja
penyelenggaraan, evaluasi juga dilakukan untuk menilai instruktur yang merupakan
fasilitator dalam mendukung tercapainya tujuan diklat. Peninilaian ini dilakukan oleh
kadets dengan mempersiapkan formulir khusus bagi peserta diklat. Selain itu
penilaian juga dilakukan oleh organisasi penyelenggara untuk menilai persiapan
sebelum menjagar, ketepatan waktu, kerjasama dengan sesama pengajar dan
pimpinan CFP, dan keinginan-keinginan dalam pengembangan diklat.
100
Sedangkan evaluasi terhadap hasil diklat dilakukan setelah para kadets
ditempatkan di lapangan dan telah melakukan tugas-tugas kepolisian selama kurang
lebih enam bulan. Penilaian ini dilakukan berkenaan dengan penerapan materi-materi
yang telah diperoleh selama mengikuti diklat di CFP, serta keseriusan dan kerjasama
dengan personil PNTL yang lain. Diharapkan bahwa dari evaluasi-evaluasi yang
dilakukan dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik dalam menyususun program-
program diklat berikutnya.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat dijelaskan bahwa
proses penyelenggaraan diklat di Centro de Formação da Polícia memerlukan suatu
perencanaan yang sistematis dan terintegrasi, untuk menentukan arah atau sasaran
serta tujuan diklat. Sehingga rencana tersebut dipakai sebagai acuan dalam
merancang isi dari program-program diklat yang akan dilaksanakan sesuai tuntutan
lingkungan pelayanan Polícia Nacional de Timor Leste. Tujuan diklat yang jelas akan
mempermudah dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan diklat, termasuk
menentukan siapa peserta diklat, siapa instruktur dalam diklat, materi-materi diklat,
tempat pelaksanaan diklat, waktu diklat, biaya-biaya yang dibutuhkan selama proses
diklat, metode diklat, serta evaluasi diklat.
Dalam proses penyelenggaraan diklat harus melibatkan unit-unit kerja yang
berkompetensi sesuai dengan struktur organisasi yang telah ditetapkan. Seluruh unit-
unit kerja di CFP harus selalu berkordinasi untuk menentukan langkah-langkah
penyelenggaraan diklat di CFP. Unit-unit kerja tersebut berkewajiban melakukan
101
pemetaan terhadap kebutuhan-kebutuhan diklat, dengan mengidentifikasi atau
membandingkan kompetensi yang dibutuhkan dengan kompetensi yang telah dimiliki
oleh unit kerjanya, sehingga mereka dapat membantu para pimpinan organisasi untuk
merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat menjawab permasalahan ril di CFP.
Demikian juga sebaliknya para pimpinan CFP harus memberikan kompetensi dan
kepercayaan, serta arahan-arahan kepada setiap unit kerja agar mereka mampu
melakukan tugas-tugas dan tanggungjawab, dan dapat mempertanggungjawabkannya
kepada pimpinan CFP.
Menurut observasi penulis di lapangan, secara umum penyelenggaraan diklat
di CFP berjalan dengan baik, namun pada fase diklat pertama para instruktur dan staf
CFP tidak berpartisipasi secara maksimal. Akan tetapi pada fase diklat kedua,
penyelenggaraan diklat telah melibatkan instruktur-instruktur CFP dalam proses
pelatihan dan pembelajaran, namun penentuan dan penempatan para instruktur dalam
tim pengajar belum ditetapkan sesuai kemampuan dan skil masing-masing.
Materi yang telah dipersiapkan untuk mendidik dan melatih para kadets, juga masih
memakai materi yang dipersiapkan oleh personil GNR Portugal sebelumnya, dimana
materi-materi tersebut dikembangkan dari kurikulum re-training terhadap anggota
PNTL setelah krisis 2006. Materi-materi tersebut dipandang belum cocok untuk
diberikan kepada kadets, sebab mereka belum memiliki dasar-dasar ilmu kepolisian.
Oleh karena itu perlu dilakukan revisi-revisi terhadap materi-materi yang telah
dipersiapkan agar sejalan dengan kemampuan yang dimiliki oleh kadets.
102
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses penyelenggaraan diklat adalah
kerjasama yang komunikatif antara para pimpinan CFP dengan staf dan instruktur
CFP agar dapat menyamakan persepsi dalam penyelenggaraan diklat dalam rangka
pencapaian tujuan diklat, yaitu mencetak personil-personil muda PNTL yang mampu
melaksanakan tugas pelayanan PNTL sebagaimana telah diamanatkan dalam pasal
147 konstitusi RDTL.
top related