bab ii tinjuan pustaka 2.1 hipertensi 2.1.1 definisieprints.umm.ac.id/48941/3/bab ii-.pdf ·...
Post on 09-Nov-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah yaitu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih besar atau sama
dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih besar atau sama dengan
90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam
keadaan cukup istirahat atau tenang (Smeltzer & Bare, 2008).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik dan diastolik secara intermiten atau terus menerus. Umumnya,
tekanan darah sistolik yaitu 139 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik
yaitu 89 mmHg atau lebih menunjukkan hipertensi (Djuantoro, 2014).
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai macam faktor resiko yang dimilki seseorang. Faktor pemicu
hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol yaitu seperti riwayat
keluarga, jenis kelamin, umur, RAS. Dan berbagai faktor yang dapat dikontrol
seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi
makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh, dan stres (Yonata,
2016).
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu
lama (persisiten) dapat menimbulkan kerusakan ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner), dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak
11
dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Penyakit
hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Hipertensi mencetuskan
timbulnya plak aterosklerotik diarteri serebral dan arteriol, yang menyebabkan
oklusi arteri, cidera isekemik, dan stroke sebagai komplikasi yang panjang
(Yonata, 2016).
2.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian hipertensi didunia masih sangat tinggi.Menurut Word
Health Organization (WHO) tahun 2016 bahwa terdapat 600 juta penderita
hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap
tahunnya. Di seluruh dunia, hipertensi mengakibatkan kurang lebih 7,5 juta
kematian dari 12,8% total kematian secara keseluruhan. Data dari WHO
menyebutkan bahwa kejadian hipertensi terbanyak ditemukan di Afrika,
dengan persentase sebanyak 46% dari jumlah keseluruhan kasus dunia, baik
pada laki-laki maupun perempuan (WHO, 2016).
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan data didapatkan hasil
sebesar 25,8%. Provinsi Kalimantan Selatan merupakan daerah dengan
jumlah penderita hipertensi tertinggi yaitu sekitar 44,1%, kemudian diikuti
dengan Provinsi Kalimantan Barat yaitu 41,8%, selanjutnya di Provinsi
Kalimantan Timur yaitu 40,6%, dan disusul oleh Provinsi Jawa Barat 38,5%
(Riskesdas, 2018). Hipertensi Provinsi Jawa Timur, persentase hipertensi
sebesar 13,47% atau sekitar 935.736 penduduk, dengan proporsi laki-laki
sebesar 13,78% (387.913 penduduk) dan perempuan sebesar 13.25% (547.823
penduduk) (Dinkes Jatim, 2017).
12
2.1.4 Klasifikasi
a. Menurut Nasional Institute of Health, sebuah lembaga kesehatan nasional di
Amerika Serikat mengklasifikasikan tekanan darah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut Nasional Institute of
Health
Kategori Sistolik Diastolik
Normal ≤119 ≤79
Pra hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100
Sumber : NHI (2014)
Pada tabel 2.1 menjelaskan bahwa klasifikasi tekanan darah menurut
Nasional Institute of Health yaitu dikatakan tekanan darah normal jika tekanan
darah sistolik ≤119 dan diastolik ≤79, dan dikatakan tekanan darah diatas
batas normal atau pra hipertensi yaitu tekanan darah sistolik 120-139 dan
diastolik 80-89, dan dikatakan hipertensi derajat 1 jika tekanan sistolik 140-
159 dan diastolik 90-99, serta dikatakan hipertensi derajat 2 jika tekanan darah
sistolik ≥160 dan diastolik ≥100.
b. Klasifikasi menurut JNC (Joint National Comitte on Prevention, Detection,
Evaluatin, and Treatment of Hight Blood Pressure) yaitu:
Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa menurut JNC
Kategori Sistolik Dan/Atau Diastole
Normal <120 Dan <80 Pra- hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥160 Atau ≥100
Sumber : Chobanian et al JNC 2013
Pada tabel 2.2 menjelaskan bahwa Klasifikasi menurut JNC yaitu
dikatakan tekanan darah normal jika tekanan darah sistolik <120 dan diastolik
<80, dan dikatakan tekanan darah diatas batas normal atau pra hipertensi
13
yaitu tekanan darah sistolik 120-139 dan diastolik 80-89, dan dikatakan
hipertensi derajat 1 jika tekanan sistolik 140-159 dan diastolik 90-99, serta
dikatakan hipertensi derajat 2 jika tekanan darah sistolik ≥160 dan diastolik
≥100.
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang
sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan
resiko komplikasi kardiovaskuler. Data ini menunjukkan pembuatan
klasifikasi baru yang disebut pra hipertensi.
c. Klasifikasi menurut WHO (Word Health Organization)
Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut WHO
Kategori Sistolik (mmHg) Dan/Atau Diastole (mmHg)
Optimal ≤120 Dan ≤180
Normal 120-129 Dan/Atau 80-84
Normal-tinggi 130-139 Dan/Atau 85-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 Dan/Atau 90-99
Hipertensi tingkat 2 160-179 Dan/Atau 100-109
Hipertensi tingkat 3 ≥180 Dan/Atau ≥110
Hipertensi sistol terisolasi
≥140 Atau <90
Sumber: ESC ESH Guidline 2013
Pada tabel 2.3 menjelaskan bahwa Klasifikasi menurut WHO yaitu
dapat dikatakan tekanan darah optimal jika tekanan darah sistolik ≤120 dan
diastolik ≤180, dapat dikatakan tekanan darah normal jika tekanan darah
sistolik 120-129 dan diastolik 80-84, dapat dikatakan normal tinggi jika
tekanan sistolik 130-139 dan diastolik 85-89, dapat dikatakan Hipertensi
tingkat 1 jika tekanan sistolik 140-159 dan diastolik 90-99, dapat dikatakan
hipertensi tingkat 2 jika tekanan sistolik 160-179 dan diastolik 100-109, dapat
dikatakan hipertensi tingkat 3 jika tekanan sistolik ≥180 dan diastolik ≥110,
14
serta dapat dikatakan hipertensi sistol terisolasi jika tekanan darah sistolik
≥140 dan diastolik <90.
2.1.5 Etiologi
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer.
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak
diketahui penyebabnya, walaupun dikaitkan dengan berbagai faktor gaya
hidup yang kurang sehat (Sari, 2017).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebabnya
diketahui, umumnya disebabkan oleh penyakit lain atau kerusakan organ
yang berhubungan dengan cairan tubuh, misalnya ginjal yang tidak
berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan
hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah. Dapat
disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, dan penyakit jantung
(Widjadja, 2009).
2.1.6 Faktor resiko
A. Faktor resiko yang tidak bisa dirubah yaitu:
1) Genetik: faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap
angka kejadian pada hipertensi. Penderita hipertensi esensial yaitu
sekitar 70-80% lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel
telur) dari pada heterozigot (beda sel telur). Riwayat keluarga yang
menderita hipertensi juga menjadi suatu pemicu seseorang
menderita hipertensi, oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit
turunan (Triyanto, 2014).
15
2) Ras: orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar untuk
menderita hipertensi primer yaitu ketika predisposisi kadar renin
plasma yang rendah sehingga mengurangi kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan kadar natrium yang berlebih (Kowalak, Weish, &
Mayer, 2011).
3) Usia: usia merupakan salah satu faktor terjadinya hipertensi,
semakin bertambahnya usia semakin besar pula resiko terjadinya
hipertensi. Hal ini disebabkan karena perubahan sturuktur pada
pembuluh darah seperti terjadi penyempitan lumen, serta dinding
pembuluh darah menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang
sehingga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Menurut beberapa penelitian, terdapat kecenderungan bahwa pria
dengan usia 45 tahun lebih rentan mengalami peningkatan tekanan
darah, sedangkan pada wanita yaitu berumur diatas 55 tahun
(Widjaja, 2009).
4) Jenis kelamin: dalam hal ini, pria lebih cenderung menderita
hipertensi dibandingkan wanita. Hal tersebut terjadi karena adanya
dugaan bahwa pria memiliki gaya hidup yang kurang baik
dibandingkan dengan wanita. Akan tetapi terjadi peningkatan
hipertensi pada wanita setelah memasuki usia monoupose. Hal
tersebut disebabkan karena adanya perubahan hormonal yang
dialami wanita yang telah monoupose (Corwin, 2009).
B. Faktor resiko yang dapat dirubah yaitu:
1) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa
16
dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya
karena dengan mengkonsumsi banyak garam dapat meningkatkan
tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya
dengan penderita hipertensi, diabetes, serta orang dengan usia
yang tua karena jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal
yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih
banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya
cairan yang tertahan mengakibatkan peningkatan pada volume
darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh darah membawa
lebih banyak cairan. Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh
darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra
yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding
pembuluh darah (Sari, 2017).
2) Pekerjaan: Resiko hipertensi meningkat seiring dengan kurangnya
aktivitas. Kurangnya aktivitas menyebabkan aliran darah tidak
lancar, dan oksigen serta nutrisi ke sel tubuh tidak adekuat
sehingga jantung harus bekerja lebih keras. Hal ini dikarenakan
otot jantung tidak bekerja secara efisien dan perlu bekerja lebih
keras untuk memompa darah (Kowalski, 2010).
3) Berat badan: faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga
berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25%
diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan
tekanan darah atau hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari
populasi penederita hipertensi. Curah jantun dan sirkulasi volume
darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tingi dari pada
17
penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas, tahanan
perifer pembuluh darah berkurang atau normal, sedangkan
aktivitas pada saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin
plasma yang rendah. Walaupun belum diketahui secara pasti
hubungan antara hipertensi dengan obesitas, terbukti bahwa daya
pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas
dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi
dengan berat badan normal (Widjaja, 2009).
4) Rokok: kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulus
pelepasan pada katekolamin. Katekolamin yang mangalami
peningkatan menyebabkan peningkatan denyut jantung,
iritabilitas miokardial serta terjadi vasikontriksi yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Katekolamin yaitu sekelompok
hormon yang memiliki gugus katekol yang di keluarkan oleh
kelenjar adrenal dalam menanggapi stres (Ardiansyah, 2012).
5) Kopi: substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein.
Kafein sebagai anti-adenosime (adenosime berperan untuk
mengurangi kontraksi otot jantung dan relaksasi pembuluh
darah, sehingga menyebabkan tekanan darah turun dan dapat
memberikan efek rileks) menghambat reseptor untuk saling
berikatan dengan adenosine sehingga menstimulus sistem saraf
simpatis dan menyebabkan pembuluh darah mengalami
konstriksi disusul dengan terjadinya peningkatan tekanan darah
(Adiba, 2009).
18
6) Pengaruh stres: stres juga dapat meningkatkan aktivitas pada saraf
simpatis, peningkatan ini mempengaruhi meningkatnya tekanan
darah secara bertahap. Apabila terjadi stres berkepanjangan,
tekanan darah akan tetap tinggi. Stres adalah rasa takut dan cemas
dari perasaan dan tubuh kita terhadap perubahan lingkungan.
Secara fisiologis, bila ada sesuatu yang mengancam, kelenjar
pituitary otak mengirimkan “alarm” dan hormon ke kelenjar
endokrin, yang kemudian mengalirkan ke hormon adrenalin dan
hidrokortison ke dalam darah. Hasilnya, tubuh menjadi siap
untuk menyesuaikan diri terhadap suatu perubahan yang muncul.
Secara ilmiah, yang kita rasakan adalah degup jantung yang
berpacu lebih cepat dan keringat dingin yang biasanya mengalir di
tengkuk (Sari, 2017).
Dalam kondisi stres, tubuh langsung menyesuaikan diri
terhadap tekanan yang datang. Inilah sebabnya, banyak dikatakan
bahwa stres melebihi daya tahan atau kemampuan tubuh
biasanya. Akan tetapi, penyesuaian tubuh ini dapat menyebabkan
gangguan, baik fisik maupun psikis. Adanya hormon adrenalin
dan hidrokortison yang dihasilkan sebagai reaksi tubuh terhadap
stres, bila berlebihan dan berlangsung dalam jangka waktu lama,
dapat menyebabkan rangkaian reaksi dari organ tubuh lain (Sari,
2017).
2.1.7 Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah dengan melalui terbentuknya
angiotensin II dan angiotensin I oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE
19
memegang peran fisiologi yang penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh
hormon renin akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di
paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah
yang memiliki peranan kunci dalam menaikan tekanan darah melalui dua aksi
utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)
dan rasa haus. ADH di produksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitasdan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang disekresikan keluar tubuh (antidiuresis),
sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya,
volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dan
bagian intraseluler. Akibatnya volume darah meningkat yang pada akhirnya
akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi
aldosteron dan korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang
meiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan voume cairan ekstraseluler yang
pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah
(Muhammadun, 2010).
2.1.8 Manifestasi klinis
Tahap awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan
simtomatik adalah keadaan dimana pasien biasanya mengalami peningkatan
tekanan darah disertai jantung yang berdebar-debar, rasa melayang (dizzy)
dan impoten. Hipertensi vaskuler terasa tubuh cepat untuk merasakan capek,
20
sesak nafas, sakit pada bagian dada, bengkak pada kedua kaki atau perut
(setiati et al., 2014). Gejala yang sering muncul yaitu: sakit kepala, pendarahan
pada hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan (Irianto, 2014).
Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan mengakibatkan
penderita tersebut mengalami kelemahan otot pada aldosteronisme primer,
mengalami peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada sindrom
cushing, polidipsia, poliuria, feokromositoma dapat muncul dengan keluhan sakit
kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy)
(Setiati et al., 2014).
Hipertensi berat biasanya juga disertai dengan beberapa gejala lain
seperti gangguan pengelihatan, gangguan saraf, gangguan jantung, gangguan
fungsi ginjal, gangguan serebral (Otak). Gangguan pada serebral ini juga dapat
mengakibatkan kejang, pendarahan pada pembuluh darah otak, kelumpuhan,
gangguan kesadaran serta koma (Sari, 2017).
2.1.9 Komplikasi
Hipertensi dalam jangka waktu yang sangat lama akan merusak
endothel arteri dan mempercepat atherosclerosis. Komplikasi dari hipertensi
termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan
pembuluh darah besar. Hipertensi merupakan faktor resiko utama penyakit
serebrovaskuler yaitu stroke, transient ischemik attack, penyakit arteri koroner
yaitu infark miokard angina, penyakit gagal ginjal, demensia, dan atrial
fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor resiko kardiovaskuler yang
lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan mobiditas akibat gangguan
kardiovaskuler tersebut (Murwani, 2011).
21
Komplikasi yang terjadi pada penderita hipertensi menurut (Corwin,
2009 dan Shanty, 2011) yang menyerang organ-organ vital antara lain yaitu:
1. Penyakit Jantung
Peningkatan tekanan secara sistemik dapat meningkatkan resistensi
terhadap pemompaan dari ventrikel kiri sehinga beban jantung bertambah.
Sebagai akibatnya, terjadi hipertrofi pada ventrikel kiri untuk
meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding
yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung.
Akan tetapi, kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung
dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadinya dilatasi
dan “payah jantung”. Jantung semakin terancam seiringnya parahnya
aterosklerosis koroner. Angina pektoris juga dapat terjadi karena gabungan
penyakit penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen
miokard yang bertambah akibat penambahan massa miokard.
2. Stroke
Salah satu komplikasi darah tinggi adalah stroke. Stroke adalah
kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena berkurangannya atau
berhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Karena berkurang atau
berhentinya suplai darah ke otak inilah, sehingga jaringan otak yang
mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Stroke
terkadang disebut dengan CVA (Cerebrovaskular accident).
3. Penyakit Arteri Koronaria
Hipertensi umumnya diakui sebagai faktor resiko utama penyakit
arteri koronaria, bersamaan dengan diabetes melitus. Plak terbentuk pada
percabangan arteri yang kearah arteri koronaria kiri, arteri koronaria kanan,
22
dan agak jarang pada arteri sirromfleks. Aliran darah ke distal dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi secara permanen maupun sementara
yang disebabkan oleh akumulasi plak atau penggumpalan. Sirkulasi
kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat
pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral
untuk menyediakan suplai oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat
terjadinya penyakit arteri koronaria.
4. Aneurisma
Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang terpisah
sehingga ada ruangan yang memungkinkan darah masuk. Pelebaran
pembuluh darah bisa timbul karena dinding pembuluh darah aorta terpisah
atau disebut aorta disekans. Hal ini dapat menimbulkan penyakit
aneurisma. Gejalannya adalah sakit kepala yang hebat serta sakit perut
sampai ke pinggang belakang dan di ginjal. Mekanismenya terjadi
pelebaran pembuluh darah aorta (pembuluh darah besar yang membawa
darah keseluruh tubuh). Aneurisma pada perut dan dada penyebab
utamanya yaitu pergeseran dinding pembuluh darah karena adanya proses
penuaan (aterosklerosis) dan tekanan darah tinggi memicu timbulnya
aneurisma.
5. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis yaitu terjadinya
kerusakan ginjal yang progresif dan tidak dapat diperbaiki dari berbagai
penyebab. Salah satunya yaitu pada bagian yang menuju ke kardiovaskular.
Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal ginjal kronis karena
23
penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiotensin aldosteron
(RAA).
6. Ensefalopati Hipertensi
Ensefalopati Hipertensi merupakan suatu keadaan peningkatan parah
tekanan arteri yang disertai dengan mual, muntah, dan nyeri kepala yang
berlanjut ke koma dan disertai tanda klinik defisit neurologi. Jika penyakit
ini tidak diterapi secara dini, sindrom ini akan berlanjut menjadi stroke,
ensefalopati menahun, atau hipertensi maligna. Kemudian, sifat
reversibilitas jauh lebih lambat dan jauh lebih meragukan.
2.1.10 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan pada hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji dengan
menggunakan elektrokardiografi, protein dalam urine dapat dideteksi dengan
urinalisa. Dapat terjadi ketidakmampuan untuk mengonsentrasi urine dan
peningkatan nitrogen urea darah. Pemeriksaan khusus seperti renogram,
pielogram intravena, arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah,
dan penentuan kadar urine dapat juga dilakukan untuk mengidentifikasi klien
dengan penyakit renovaskuler. Serta adanya faktor resiko lainnya juga harus
dikaji dan dievaluasi (Mutaqqin, 2014:117).
2.1.11 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi menurut (Kemenkes RI, 2014) yaitu dapat
dilakukan dengan menggunakan terapi farmakologi ataupun dengan terapi
nonfarmakalogi denan cara memodifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup
dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari ¼ - ½
sendok teh (6 gram/hari), menurunkan berat badan, menghindari minuman
berkafein, rokok dan beralkohol. Setelah umur 30 tahun, periksan tekanan
24
darah anda setiap tahun, terutama bagi seseorang dengan riwayat keluarga
hipertensi. Olahraga juga diajurkan bagi pendererita hipertensi, dapat berupa
jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5x
dalam seminggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan
mengendalikan stres.
2.1.11.1 Terapi nonfarmakologis
Adapun penatalaksanaan nonfarmakologis pada penderita
hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan cara
memodifikasi faktor resiko yaitu:
1. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index dengan
rentang 18,5-24,9 km/m2. BMI dapat diketahui dengan rumus membagi
berat badan dengan tinggi badan yang telah dikaudratkan dalam satuan
meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet rendah
kolestrol kaya protein dan serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5-5 kg
dapat menurunkan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha,
2008).
2. Mengurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet
rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl
atau 2,4 gr gram/hari), atau dengan mengurangi konsumsi garam sampai
dengan 2300 mg setara dengan satu sendok teh setiap harinya.
Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan cara yaitu
25
mengurangi asupan garam menjadi 1/2 sendok teh/hari (Dalimartha,
2008).
3. Batasi konsumsi alkohol
Mengkonsumsi alkohol lebih daari 2 gelas perhari pada pria atau
lebih dari 1 gelas perhari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah,
sehingga membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat
membantu dalam penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).
4. Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah yaitu dengan cara
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersamaan dengan urin.
Konsumsi buah-buahan setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat
membuat asupan potasium menjadi cukup. Cara mempertahankan
asupan diet potasium (>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan
mengkonsumsi diet tinggi buah dan sayur (PERKI, 2015)
5. Menghindari merokok
Merokok dapat meningkatkan resiko komplikasi pada penderita
hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok
adalah tembakau, didalam tembakau terdapat nikotin yang dapat
membuat jantung bekerja lebih keras karena mempersempit pembuluh
darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah
(Dalimartha, 2008).
6. Penurunan stress
Stress yang terlalu lama mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan darah sementara. Adapun cara menghindari stress pada
penderita hipertensi yaitu dapat dilakukan dengan cara relakasasi otot,
26
yoga atau dengan meditasi, mendengarkan musik klasik, dan menghirup
essential aromaterapi lavender yang dapat mengontrol sistem saraf
sehingga menurunkan tekanan darah yang tinggi (Hartono, 2007).
7. Aromaterapi (relaksasi)
Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan alternatif yang
menggunakan minyak esensial untuk memberikan kesehatan dan
kenyamanan emosional, setelah aromaterapi tersebut digunakan akan
membantu kita untuk rileks sehingga menurunkan aktifasi vasokontriksi
pembuluh darah, aliran darah menjadi lancar dan menurunkan tekanan
darah (Sharma, 2009).
2.1.11.2 Terapi farmakologis
Obat-obatan antihipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal
atau dicampur denan obat lain, obat-obatan ini diklasifikasikan menjadi
lima kategori menurut (Mutaqqin, 2014 dan Sari, 2017).
1. Diuretik
Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering diresepkan
untuk mengobati hipertensi ringan. Obat anthipertensi diuretik
digunakan untuk membantu ginjal mengeluarkan cairan dan garam yang
berlebih dari dalam tubuh melalui urine. Beberapa contoh obat
anthipertensi diuretik antara lain yaitu Chlortalidone dan
Hydrochlorothiazide.
2. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor ini digunakan
untuk mencegah produksi hormon angiotensin II dalam tubuh.
Hormon inilah yang dapat menyebabkan terjadinya penyempitan
27
pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Beberapa
contoh obat anthipertensi ACE inhibitor antara lain Ramipril dan
Captopril.
3. Beta Blocker
Beta Blocker digunakan untuk memperlambat detak jantung
menurunkan kekuatan kontraksi jantung sehingga aliran darah yang
terpompa lebih sedikit dan tekanan darah berkurang. Selain itu, beta
blocker juga berperan dalam menurunkan pelepasan renin di plasma.
Beberapa contoh obat antihipertensi beta blocker antara lain Timolol,
Atenolol, dan Bisoprolol.
4. Calsium Chanel Blocker (CCB)
Calsium Chanel Blocker (CCB) atau dikenal dengan bloker kanal
kalsium digunakan untuk memperlambat laju kalsium yang melalui otot
jantung dan yang masuk kedalam pembuluh darah. Dengan demikian,
pembuluh darah dapat rileks dan membuat aliran darah lancar.
Beberapa obat antihipertensi CCB antara lain Felodipine dan
Nifedipine.
5. Vasodilator
Vasodilator digunakan untuk menimbulkan relaksasi otot
pembuluh darah sehingga tidak terjadi penyempitan pembuluh darah
dan tekanan darahpun berkurang. Dengan terjadinya vasodilatasi,
tekanan darah akan turun dan natrium serta air tertahan, sehingga
terjadi edema perifer. Diuretik dapat diberikan bersama-sama dengan
vasodilator yang bekerja secara langsung untuk mengurangi edema.
Refleks takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan menurunnya
28
tekanan darah tersebut. Beberapa obat antihipertensi vasodilator antara
lain Prazosin dan Hidralazin.
2.2 Musik klasik
2.2.1 Definisi Musik Klasik
Jamulus berpendapat bahwa musik adalah suatu hasil karya seni
dalam bentuk lagu atau komposisi musik mengungkapkan pikiran dan persaan
penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk
dan struktur lagu dan ekspresi sebagai satu kesatuan. Sama halnya dengan
Rina berpendapat bahwa musik merupakan salah satu cabang kesenian yang
pengungkapannya dilakukan melalui suara atau bunyi-bunyian (Mutaqqin,
2014). Banyak jenis terapi musik yang dapat digunakan untuk terapi yaitu
musik klasik, instrumental, jazz, dandut, pop rock dan keroncong. Salah satu
diantaranya yaitu musik klasik yang bermanfaat menjadikan badan, pikiran,
dan mental menjadi lebih sehat (Aditia, 2012:4). Studi kesehatan jiwa, telah
menunjukkan terapi musik sangat efektif dalam meredakan kegelisahan dan
stres, mendorong perasaan rileks serta meredakan depresi. Terapi musik
klasik membantu orang yang memiliki masalah emosional dalam
mengeluarkan perasaan, sehingga membuat perubahan positif dengan suasana
hati, memantau memecahkan masalah dan memperbaiki masalah. Terapi
musik klasik juga termasuk salah satu penanganan dalam menangani stres dan
kecemasan serta dapat menurunkan tekanan darah (Aizid, 2011:6).
Musik klasik dapat diartikan sebagai berikut: musik yang berasal dari
masa lalu, namun tetap disukai hingga kini. musik yang berasal dari masa
sekitar abad ke 18, semasa hidup kompanis Hayden dan Mozart, yang jadi
dikenal sebagai periode klasik, musik yang perbuatan dan penyajiannya
29
memakai bentuk, sifat dan gaya dari musik yang berasal dimasa lalu
(Yuhana, 2010: 51).
Menurut Yuhana (2010: 56) musik klasik adalah jenis musik yang
menggunakan tangga nada diatonis, yakni sebuah tangga nada yang
menggunakan aturan dasar teori pembanding serta musik klasik telah
mengenal harmoni yaitu hubungan nada-nada dibunyikan serempak dalam
akord-akord serta menciptakan struktur musik yang tidak hanya berdasar
pada pola-pola ritme dan melodi.
2.2.2 Aplikasi Terapi Musik Klasik Dalam Bidang Kesehatan
Terapi musik merupakan metode penyembuhan dengan musik yaitu
melalui energi yang dihasilkan oleh musik itu sendiri (Natalina, 2013). Jenis
musik yang seringkali menjadi acuan adalah musik klasik karena memiliki
rentang nada yang luas dan tempo yang dinamis. Tidak hanya musik klasik,
semua jenis musik sebenarnya dapat digunakan sebagai terapi musik seperti
lagu-lagu relaksasi maupun popular. Namun yang perlu diperhatikan adalah
memilih lagu dengan tempo sekitar 60 ketuka/menit yang bersifat rileks,
karena bila terlalu cepat maka stimulus yang masuk akan membuat kita
mengikuti irama tersebut sehingga keadaan istirahat yang optimal tidak
tercapai. Dengan mendengarkan musik klasik, sistem limbic teraktivasi dan
individu menjadi rileks sehingga tekanan darah menurun. Selain itu alunan
musik dapat menstimulus tubuh memproduksi molekul Nitrat Oksida (NO),
molekul ini bekerja pada tonus pembuluh darah sehingga dapat mengurangi
tekanan darah (Nurrahmani, 2012).
Musik klasik adalah musik yang mempunyai efek penyelaras (seirama
dengan jantung) sehingga mempengaruhi penurunan pelepasan katekolamin
30
plasma dalam pembuluh darah yang dapat merangsang saraf simpatoadenerik
sehingga akan mempengaruhi hormon stress-released yang menyebabkan
terjadinya relaksasi sehingga denyut jantung berkurang dan tekanan darah
menurun (Komala, 2011).
2.2.3 Fisiologi Terapi Musik Klasik Dalam Menurunkan Tekanan
Darah
Ketika musik klasik didengarkan akan menghasilkan stimulus yang
dikirim dari akson-akson serabut asendes ke neuron-neuron dari reticular
activiting system (RAS), Stimulus kemudian ditransmisikan oleh nukleus spesifik
dari thalamus melewati area korteks adrenal, sistem limbik dan corpus
collusumdan melewati area pada sistem saraf otonom dan sistem neuron
endokrin (Kwoalski, 2010).
Sistem limbik bertanggung jawab dalam mengontrol emosi dan juga
mempunyai peran dalam belajar dan mengingat. Lokasi yang berbatasan
dengan korteks cerebral dan batang otak yaitu sistem limbik, dibentuk oleh
cincin yang dihubungkan cigulate gyrus, hipokampus, fornik, badan – badan
mammilary, hypotalamus, traktus mammilathalamic, thalamus anterior, dan bulbs
olfatorius. Ketika musik dimainkan semua bagian dihubungkan dengan sistem
limbik terstimulasi sehingga menghasilkan perasaan dan ekspresi (Kwoalski,
2010). Sistem syaraf otonom kemudian akan mengurangi pelepasan
katekolamin dan plasma menjadi rendah dan juga menyebabkan terjadinya
pelepasan stress-released hormon. Hal ini mengakibatkan tubuh mengalami
relaksasi, denyut jantung berkurang dan terjadi penurunan tekanan darah
(Samola, 2007).
31
Intervensi menggunakan terapi musik dapat mengubah ambang otak
yang dalam keadaan stres menjadi lebih adaptif secara fisiologis dan efektif.
Musik tidak membutuhkan otak untuk berfikir maupun menginterpretasi,
tidak pula dibatasi oleh fungsi intelektual maupun pikiran mental. Musik tidak
memiliki batasan–batasan sehingga begitu mudah diterima oleh organ
pendengaran. Musik diterima melalui saraf pendengaran kemudian diartikan
oleh otak atau sistem limbik. Musik dapat pula beresonasi dan bersifat
naluriah sehingga dapat langsung masuk otak tanpa melalui jalur kognitif
(Kushariyadi, 2011).
Efek musik pada neuron endokrin menurut Komala (2011) adalah
memelihara keseimbangan tubuh melalui sekresi hormon – hormon dan zat
kimia kedalam darah. Efek musik ini terjadi dengan cara:
1. Musik merangsang pengeluaran endofrin yang merupakan opiat tubuh
secara alami dihasilkan gland pituitary yang berguna dalam mengurangi
nyeri, mempengaruhi mood dan memori.
2. Mengurangi pengeluaran katekolamin seperti epineprin dan norepineprin
dari medulla adrenal. Pengurangan pada katekolamin dapat mengurangi
frekuensi nadi, tekanan darah, asam lemak bebas dan pengurangan
konsumsi oksigen.
3. Mengurangi kadar glukortikoid, CRH, ACTH yang dihasilkan selama
stres.
Dalam terapi musik dikenal dengan istilah entraiment. Entraiment
(penyelaras) merupakan suatu proses adanya dua objek yang bergetar pada
frekuensi yang sama akan cenderung untuk menghasilkan resonan simpatis
yang sangat menguntungkan. Tempo musik dapat digunakan unruk keadaan
32
fisiologis, merubah irama didalam tubuh (irama jantung atau pola nafas)
yang disebabkan oleh getaran musik. Musik memiliki potensi untuk
menyelaras denyut jantung melalui impuls atau tempo untuk menyelaras
pernapasan melalui iramanya (Komala, 2011).
Prinsip kerja dari terapi ini yaitu responden diminta dalam posisi
tenang, kemudian nyalakan musik klasik bethoven symphony no.5 pada
handphone dan sambungkan ke speaker (earphone), pastikan volume musik
sesuai dan tidak terlalu keras. Kemudian responden diminta untuk
mendengarkan musik tersebut selama 15 menit. Pengukuran tekanan darah
dilakukan sebelum dan 10 menit sesudah dilakukan intervensi (Hidayah,
Danamik & Elita, 2015).
2.3 Aromaterapi Lavender
2.3.1 Definisi Aromaterapi
Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau wangi,
dan therapy yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan dan penyembuhan.
Sehingga aromateapi adalah suatu cara perawatan tubuh yang atau
penyembuhan penyakit dengan minyak esensial (essential oil) (Jailani, 2009).
Menurut Muchtaridi & Moeloyo (2015) aromaterapi didefinisikan dalam dua
kata yaitu aroma yang berarti wangi-wangian (Fragrance) dan therapy yang
berarti perlakuan pengobatan. Secara ilmiah diartikan sebagai wangi-wangian
yang memiliki pengaruh terhadap fisiologi manusia.
Aromaterapi merupakan terapi modalitas dan pengobatan alternatif
dengan menggunakan sari tumbuhan aromatik murni berupa bahan cairan
tanaman yang mudah menguap dan senyawa aromatik lain dari tumbuhan.
Cairan tersebut diperoleh melalui berbagai macam cara pengobatan yang
33
dikenal sebagai minyak esensial. Aromaterapi merupakan terapi tambahan
yang dilakukan disamping terapi konvensional (Kushariyadi, 2011).
2.3.2 Definisi Lavender
Lavender memiliki nama latin Lavandul afficinalis syn. L. Angustifolia.
Tumbuhan yang termasuk dalam suku Lamiaciae ini memiliki 25-30 spesies.
Kini lavender berkembang diseluruh Eropa selatan, Australia, dan Amerika
Serikat. Lavender adalah tumbuhan pendek bercabang yang tumbuh hingga
ketinggian sekitar 60 cm. Minyak lavender dari bunga yang berwarna ungu
memberikan aroma yang harum dan menenangkan (Hartanto, 2010).
Minyak lavender memiliki banyak potensi karena terdiri dari beberapa
kandungan yaitu, menurut penelitian, dalam 100 gram minyak lavender
tersusun atas beberapa kandungan, seperti: minyak esensial (13%), alpha-
pinene (0,22%), camphene (0,06%), beta-myrcene (5,33%), p-cymene (0,3%),
limonene (1,06%), cineol (0,51%), linalool (26,12%), borneol (1,21%), terpinen-4-o1
(4,64%), linail acetate (26,32%), geranyl acetate (2,14%), dan caryophyllene
(7,55%). Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa kandungan
utama dari bunga lavender adalah linail asetat dan linalool (C10H8O) (McLain
DE, 2009). Kandungan linalool asetat tersebut mampu mengendorkan dan
melemaskan sistem kerja urat-urat syaraf dan otot-otot yang tegang (Andria,
2014).
2.3.3 Fisiologi Aromaterapi Lavender Dalam Menurunkan Tekanan
Darah
Aromaterapi lavender memiliki kandungan utama yaitu linalool asetat
yang ketika dihirup akan di intrepretasikan oleh sel neuron dan akan
dihantarkan ke sistem limbik dan hipotalamus untuk diolah menjadi implus
34
listrik. Pesan yang telah dihantarkan ke seluruh tubuh dapat memicu
pelepasan substansi neurokimia otak (Ridho, 2015).
Aroma atau bau yang wangi dan menyenangkan akan menstimulasi
thalamus untuk mengeluarkan enkefalin yang merupakan hormon yang
dapat menghilangkan rasa sakit alami dan memberikan efek relaksasi atau
perasaan tenang. Bahan-bahan dari aromatik seperti aromaterapi lavender
tersebut akan merangsang sistem saraf otonom, sistem ini akan mengontrol
gerakan involunter pada sistem pernafasan dan tekanan darah. Sirkulasi
sistem saraf otonom dapat menyebabkan dilatasi arteriol sehingga dapat
melancarkan sirkulasi peredaran darah. Sistem saraf otonom berperan
penting dalam mempertahankan tekanan darah agar tetap normal, dimana
sistem ini berinteraksi dengan sistem renin dan angiotensin yang dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi. Aromaterapi juga dapat memberikan
perasaan tenang dan rileks pada jasmani, rohani, dan pikiran (Astuti &
Nugrahwati, 2018). Manfaat lain dari aromaterapi lavender yaitu anti radang,
menghilangkan bengkak, dan dapat menetralisirkan racun (Ridho, 2015).
Prinsip kerja dari terapi ini yaitu responden diminta dalam posisi
tenang, kemudian teteskan essential lavender pada kapas sebanyak 3 tetes,
dan responden diminta untuk menghirup 2-3 kali tarikan nafas dalam secara
teratur selama 10 menit. Pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum dan
10 menit sesudah dilakukan intervensi (Suviani, Artana & Putra, 2014).
top related