01 cover sidang revisix -...
Post on 13-Apr-2018
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
STUDI DESKRIPTIF FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENYESUAIAN PERNIKAHAN PADA WANITA KELOMPOK ARISAN
DI KOTA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Melengkapi Salah Satu Persyaratan Menempuh Ujian Sidang
Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung
Oleh :
Deary Tachira Gladiani
NPM : 10050006009
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
FAKULTAS PSIKOLOGI
2013
LEMBAR PENGESAHAN
STUDI DESKRIPTIF FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENYESUAIAN PERNIKAHAN SEBELUM USIA 23 TAHUN
PADA WANITA ANGGOTA SITUS BELANJA ONLINE X DI KOTA BANDUNG
NAMA : DEARY TACHIRA GLADIANI
NPM : 10050006009
Bandung, Januari 2013
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG FAKULTAS PSIKOLOGI
Menyetujui,
Drs. H. Agus Sofyandi Kahfi, M.Si. Fanni Putri, M.Psi. Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. H. Umar Yusuf, M.Si., Psikolog Dekan Fakultas Psikologi
iii
ABSTRAK Deary T Gladiani 10050006009. Studi Deskriptif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Pada Wanita Kelompok Arisan di Bandung. Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah terdapat suatu perkumpulan arisan yang merupakan anggota dari suatu situs belanja online x yang sering melakukan kegiatan temu sapa diluar kegiatan jual beli pada situs tersebut. Seringnya bertemu sapa tersebut menyebabkan para wanita tersebut mengabaikan tugas dan kewajibannya sebagai seorang istri dan seorang ibu. Perilaku yang ditunjukkan seperti mengabaikan kebutuhan gizi anak, mengabaikan keamanan anak, sering menitipkan anak pada orang tua ataupun baby sitter, tidak mematuhi aturan suami, melakukan perselingkuhan, sering pergi hingga larut malam tanpa kehadiran suami, kerap kali mengajukan cerai setiap kali menghadapi masalah dalam rumah tangga, dan mengabaikan tugas-tugas di rumah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang faktor-faktor apa saja yang memberikan kontribusi tinggi pada penyesuaian pernikahan yang dimiliki para wanita kelompok arisan di kota Bandung sehingga perilaku-perilaku tersebut tampak pada kehidupan para wanita tersebut. Metoda yang digunakan adalah metoda deskriptif. Populasi dari penelitian ini terdiri dari 80 orang wanita yang menjadi anggota suatu situs belanja online X di Bandung, sampel yang diambil menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian dan yang menjadi sampel dari penelitian adalah sebanyak 37 orang wanita dengan karakteristik menikah sebelum usia 23 tahun, ibu rumah tangga dan telah memiliki anak. Alat ukur yang disusun peneliti berdasarkan teori penyesuaian pernikahan yang dikembangkan oleh Hurlock (2002) berbentuk kuesioner yang disusun berdasarkan teknik skala, terdiri dari 136 item. Hasil dari kuesioner responden diolah menggunakan teknik validitas konstruk dan didapatkan item yang valid memiliki validitas minimum -0,061 dan validitas maksimum 0,792. Perhitungan reliabilitas menggunakan teknik split half dan didapatkan reliabilitas 0,981 sehingga dapat diartikan alat ukur yang digunakan memiliki reliabilitas tinggi.
Berdasarkan pengolahan data secara statistik, didapat responden dengan penyesuaian pernikahan yang buruk sebanyak 23 orang (62,16%) dan responden dengan penyesuaian pernikahan yang baik sebanyak 14 orang (37,84%). Pada responden yang memiliki penyesuaian pernikahan yang baik, faktor-faktor dengan kontribusi tinggi adalah Kemampuan untuk beradaptasi dengan latar belakang, minat, dan kepentingan yang berbeda, dorongan seksual dan sikap terhadap kehamilan. Pada responden yang memiliki penyesuaian pernikahan yang buruk, faktor-faktor dengan kontribusi tinggi adalah kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi, sikap terhadap seks, konsep mengenai peran seksual, dan keterlibatan dengan anggota keluarga pasangan.
Keyword : faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya yang tiada
henti kepada penulis, sehingga penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan
skripsi ini. Tak lupa rahmat dan salam tercurah kepada rasul kita Nabi
Muhammad SAW.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi tugas akhir sebagai salah satu syarat
kelulusanSarjana Fakultas Psikologu Universitas Islam Bandung dengan judul :
“Studi Deskripstif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan
Pada Wanita Kelompok Arisan di Kota Bandung”.
Penulis menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan dan tidak luput dari kesalahan-kesalahan, hal ini disebabkan oleh
kekurangan-kekurangan yang ada pada diri penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan masukan dari berbagai pihak guna menyempurnakan
skripsi ini.
Bandung, Januari 2013
Penulis
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung, serta
dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
:
1. Allah SWT, yang telah memberikan kenikmatan, keimanan, ketangguhan,
kesehatan dan kesabaran yang luar biasa kepada penulis.
2. Mom dan Beb, Siti Rokhani, Amd dan Wawan Softan Tanoepradja (Alm)
yang selalu menyayangi, mendoakan, dan memberikan dukungan baik
secara moril maupun materil yang tak terhingga nilainya sehingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikan hingga jenjang Strata 1
3. Drs. H. Agus Sofyandi Kahfi, M. Si, Selaku pembimbing 1 yang selalu
meluangkan waktu di sela kesibukannya dan kesabarannya dalam
membimbing serta mengarahkan penulis hingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT menjadikan semua
kebaikan dan kesabaran Bapak sebagai amal jariyah yang pahalanya tidak
pernah terputus. Amin.
4. Fanni Putri, S. Psi, M. Psi, selaku pembimbing 2 yang selalu
memberikan ilmu, masukan, dukungan serta semangat kepada penulis agar
tidak menyerah selama proses penulisan skripsi ini.
5. Drs. Alfin Ruzhendi, M. Si (Alm), Selaku dosen wali yang selama masa
hidupnya tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan kuliah. Semoga amal ibadah beliau di
terima di sisi Allah SWT. Amin.
vi
6. Dr. H. Umar Yusuf, M.si, Psikolog, selaku dekan fakultas psikologi
Universitas Islam Bandung
7. Para wanita perkumpulan situs belanja online X bandung, selaku sampel
dari penelitian ini yang telah berbaik hati memberikan kesempatan, waktu
serta ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian sampai pada proses
pengambilan data.
8. Seluruh Dosen yang telah memberikan ilmu yang berharga kepada penulis
selama penulis melakukan perkuliahan, serta karyawan Fakultas Psikologi
Universitas Islam Bandung yang telah membantu dalam penyelenggaraan
perkuliahan selama ini.
9. Handy Hertandy Hidayat, S.E., terima kasih atas segala dukungan,
nasihat, waktu, kesabaran dan kasih sayangnya kepada penulis hingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat tercinta: Deoy, Nty, Leka, Delia, Echa, Boof, Eva, Yaya,
Baby, dan Gishy atas seluruh dukungan, semangat, doa, serta waktu yang
diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman angkatan 2006 yang tidak dapat penulis tuliskan satu per
satu, terima kasih atas segala kebersamaannya sejak awal kuliah hingga
kelulusan.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Bandung, Januari 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI Abstrak ...........................................................................................................iii Kata Pengantar ................................................................................................ v Ucapan Terima Kasih .................................................................................... vii Daftar Isi ....................................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................. 9 1.3 Tujuan Penelitian ….......……….. ..................................................... 12 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 12
A. Manfaat Teoritis .............................................................................. 12 B. Manfaat Praktis .............................................................................. 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan .................................................................................... 14
2.1.1 Pengertian perkembangan.......................................................... 14 2.1.2 Tugas-tugas Perkembangan ........................................................ 15 2.1.3 Ciri Kematangan Dewasa Awal ................................................. 17
A. Ciri Perkembangan Dewasa Awal ......................................... 18 B. Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Awal ............................ 21
2.2 Pernikahan ........................................................................................... 23 2.2.1 Pengertian Pernikahan ............................................................... 23 2.2.2 Pernikahan di Indonesia .............................................................. 24 2.2.3 Faktor-faktor yang Memotivasi Pernikahan ............................... 26 2.2.4 Penyesuaian Pernikahan ............................................................. 27 2.2.4.1 Karakteristik Penyesuaian Pernikahan ........................... 30 2.2.4.2 Aspek-aspek Penyesuaian Pernikahan............................ 32
2.3 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 38 Skema Kerangka Pemikiran ...................................................................... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian .......................................................................... 45 3.2 Identifikasi Vaiabel .............................................................................. 46 3.2.1 Definisi Konseptual Variabel ..................................................... 46 3.2.2 Definisi Operasional Variabel .................................................... 53 3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................ 59 3.4 Instrument Penelitian ........................................................................... 60 3.5 Kisi-kisi Alat Ukur .............................................................................. 62 3.6 Metode Pengambilan Data................................................................... 65 3.7 Uji Coba Alat Ukur.............................................................................. 65 3.7.1 Validitas ...................................................................................... 65 3.7.1 Reliabilitas .................................................................................. 67
3.8 Teknik Analisis Data ........................................................................... 68 3.8.1 Reliabilitas .................................................................................. 70
3.9 Prosedur Penelitian .............................................................................. 71
viii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil…… ............................................................................................. 73 4.1.1 Gambaran Penyesuaian Pernikahan ............................................ 73
4.1.2 Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan yang Buruk ............................................................. 75
4.1.3 Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan yang Baik ................................................................ 77
4.2 Pembahasan ........................................................................................ 79 4.2.1 Pembahasan Penyesuaian Pernikahan ....................................... 79
4.2.2 Pembahasan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan yang Buruk ............................................................. 81
4.2.3 Pembahasan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan yang Baik ................................................................ 87
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ......................................................................................... 90 5.2 Saran ................................................................................................... 91 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ix LAMPIRAN .................................................................................................... xi
Bab I Pendahuluan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam setiap aspek kehidupannya, individu akan mengalami
perkembangan dengan tahap yang memiliki karakteristik-karakteristik tertentu.
Karakteristik ini meliputi ciri-ciri fisik, psikis dan sosial dengan tugas-tugas
perkembangan yang spesifik yang harus ditempuh agar suatu tahap perkembangan
dapat dipenuhi dengan baik. Masa dewasa awal adalah masa dimana terdapat
motivasi yang sangat tinggi untuk meraih sesuatu dan didukung oleh kekuatan
fisik yang prima. Optimalisasi perkembangan dewasa awal mengacu pada tugas-
tugas perkembangan dewasa awal. Tugas perkembangan menurut Robert J.
Havighurst adalah sebagian tugas yang muncul pada suatu periode tertentu dalam
kehidupan individu, yang merupakan keberhasilan yang dapat memberikan
kebahagian serta memberi jalan bagi tugas-tugas berikutnya. Menurut Havighurst
(dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal
adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga,
mendidik atau mengasuh anak, memikul tanggung jawab sebagai warga negara,
membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu
pekerjaan.
Dalam kehidupan manusia, pernikahan pada umumnya dilakukan oleh
orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa,
tingkat ekonomi maupun tempat tinggal. Dalam kehidupan manusia pernikahan
Bab I Pendahuluan
2
bukanlah bersifat sementara tetapi untuk seumur hidup. Sayangnya tidak semua
orang bisa memahami hakekat dan tujuan dari pernikahan yang seutuhnya yaitu
mendapatkan kebahagiaan yang sejati dalam berumah-tangga. Batas usia dalam
melangsungkan pernikahan adalah penting karena di dalam pernikahan tidak
hanya menuntut kematangan fisik biologis tetapi juga menuntut kematangan fisik
psikologis.
Berdasarkan data statistik Indonesia (2007), di tahun 1970 pada umumnya
pasangan yang berasal dari pedesaan hingga kota-kota kecil di Indonesia menikah
di usia antara 17-23 tahun. Wanita pada umumnya menikah di usia antara 17-20
tahun dan pria menikah antara usia 19-23 tahun. Penduduk kota-kota besar pada
dasarnya menikah pada usia sekitar 19-23 tahun untuk wanita dan 21-25 tahun
untuk pria. Setelah memasuki tahun 2000, penduduk desa dan kota-kota kecil
semakin banyak berpindah ke kota-kota besar, sehingga usia menikah pun
semakin mundur. Berdasarkan data statistik Indonesia pada tahun 2000, usia
umum pernikahan terjadi pada wanita sekitar usia 23-27 tahun dan pada pria
pernikahan terjadi pada usia sekitar 25-30 tahun (www.bps.go.id / di akses pada
25 November 2011).
Dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 7, mensyaratkan bahwa
pernikahan dapat dilakukan jika seseorang telah berusia 21 tahun dan telah
memiliki kematangan psikologis. Pernikahan dibawah usia 21 tahun memang di
ijinkan tetapi jika mendapatkan ijin dari orang tua atau walinya. Motif Pernikahan
yang dilakukan sebelum usia 22-23 tahun, biasanya didasari oleh faktor
kebudayaan dan tradisi yang berlaku di suatu daerah tertentu. Hal ini biasanya
Bab I Pendahuluan
3
didasari oleh adanya kebanggaan dalam mendekatkan hubungan keluarga, faktor
pendidikan yang rendah, faktor pengaruh tradisi serta adat kebiasaan, faktor
kurangnya pengetahuan serta kesadaran masyarakat, faktor keadaan ekonomi dan
faktor perbuatan nekat sehingga terjadi hamil di luar nikah.( Maryani, 2002).
Dari hasil survey awal, peneliti dapatkan suatu perkumpulan arisan yang
terdiri dari 86 wanita anggota premium X Bandung yang sering melakukan acara
temu sapa secara rutin diluar dunia maya sebagai penjual atau pembeli pada situs
belanja online x tersebut. Pertemuan tersebut pada awalnya diadakan satu bulan
sekali untuk melaksanakan kegiatan arisan, sampai pada akhirnya pertemuan
tersebut menjadi semakin sering yaitu setiap hari sabtu atau hingga tiga kali dalam
seminggu. Situs belanja online x adalah salah satu situs belanja online terbesar di
Indonesia yang menawarkan kegiatan jual beli secara online. Kepada seluruh
masyarakat Indonesia. Situs belanja online x ini pada dasarnya dibuat murni untuk
melakukan kegiatan jual beli secara maya. Temu sapa antara penjual dan pembeli
tidak disyaratkan oleh pembuat situs dan sepenuhnya menjadi pilihan para
pengguna situs. Dalam situs ini tiap anggota bisa saling mengirim pesan atau
komentar pada profil produk yang ditawarkan penjual. Kontak secara lebih
mendalam adalah melalui SMS ataupun telepon antara masing-masing anggota
apabila penjual mencantumkan nomor telepon pada profil penjualan. Pada
awalnya mereka berkomunikasi melalui pesan dan komentar profil saja sampai
akhirnya pertemanan mereka kerap kali menjadi ajang bercerita masalah-masalah
pribadi satu sama lain, dan pertemanan kian meluas antar sesama anggota di
Bandung yang di anggap memiliki minat serta lifestyle yang sama, hal ini
Bab I Pendahuluan
4
membuat mereka memiliki ide untuk melakukan acara pertemuan rutin. Dari 80
orang anggota, 37 orang di antaranya telah menikah sebelum usia 23 tahun. Kini
mereka telah memiliki anak dengan usia anak antara 7 bulan hingga 3 tahun.
Beberapa anggota lainnya ada yang bercerai sebelum memasuki usia 30 tahun dan
sebagian besar dari wanita pada perkumpulan ini adalah homoseksual (lesbian)
atau biseksual atau pernah menjadi salah satu keduanya. Seluruh anggota dari
perkumpulan ini berada pada kelas ekonomi menengah ke atas dan sangat aktif
dalam komunikasi dunia maya. Hal tersebut ditunjang dengan peralatan
komunikasi yang canggih seperti Blackberry, iPhone, iPad, Tablet, Android dan
Laptop. Mereka mengatakan bahwa internet lah yang mempertemukan sebagian
besar dari mereka. Sebelum perkumpulan ini terbentuk dan mereka bertemu
secara langsung diluar dunia maya, mereka mengaku bahwa kegiatan mereka
cenderung monoton dan waktu yang mereka habiskan di dunia maya khususnya
pada situs X itu sendiri tidak intens.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan 37 orang wanita dari kelompok
arisan yang menikah sebelum usia 23 tahun, sebanyak 20 orang wanita sama
sekali tidak memberikan asupan ASI kepada anaknya dengan alasan ingin
langsung mengkonsumsi obat pelangsing badan.Empat belas orang wanita
memberikan ASI pada beberapa bulan awal usia anak, kemudian melanjutkan
dengan susu formula. Tiga wanita lainnya menggunakan ibu lain untuk menyusui
anaknya, akan tetapi tidak sampai anak mencapai usia 2 tahun. Sebagian besar
dari wanita pada kelompok ini mengatakan bahwa keputusan untuk menikah
sebelum usia 23 tahun diantaranya untuk menghalalkan hubungan dengan lawan
Bab I Pendahuluan
5
jenis, beberapa karena merasa telah siap secara mental untuk menikah, beberapa
karena kecocokkan dengan pasangannya. Tiga orang mengaku sengaja melakukan
hubungan suami istri tanpa perlindungan agar mereka bisa hamil yang pada
akhirnya pernikahan harus dilaksanakan. Secara garis besar, keputusan menikah
pada para wanita perkumpulan ini adalah murni keinginan diri sendiri tanpa
adanya desakan orang tua ataupun pihak-pihak lain.
Seluruh anggota dalam perkumpulan ini adalah ibu rumah tangga.
Sebagian besar wanita pada kelompok ini sering melakukan suatu kegiatan
pertemuan dengan teman-teman sesama anggota dari perkumpulan tersebut
hingga larut malam. Anak mereka diasuh oleh baby sitter ataupun dititipkan
kepada orang tuanya. Seringnya pertemuan dilakuan pada hari sabtu. Kegiatannya
adalah arisan dengan sesama anggota dari perkumpulan atau sekedar merokok
sambil melakukan kegiatan makan bersama. Apabila mendapat kabar bahwa
anaknya sulit tidur ataupun sedang sakit, para ibu muda ini hanya menghubungi
anaknya melalui telepon, kemudian melanjutkan aktivitas berkumpul seperti
biasa. Apabila mereka mengadakan acara liburan bersama seluruh anggota
perkumpulan, anak tidak pernah turut disertakan, melainkan dititipkan kepada
orang tuanya, bahkan pada beberapa kesempatan suami tidak ikut serta. Beberapa
orang di antaranya bahkan sempat membicarakan untuk memberikan anak mereka
obat tidur agar tidak rewel, sehingga para wanita tersebut dapat menjalankan
aktivitas rumah tangga dengan tenang dan tentram.
Berdasarkan wawancara dari beberapa wanita tersebut, mereka mengaku
enggan untuk mengurus anaknya apabila sedang terjadi perselisihan dengan
Bab I Pendahuluan
6
suami. Mereka lebih memilih menyerahkan anaknya sementara kepada orang
tuanya. Salah satu dari mereka pernah pergi dari rumah selama beberapa hari
tanpa sepengetahuan suami saat sedang berselisih dan meninggalkan anak dengan
sang suami. Mereka mengaku bahwa hal-hal tersebut mereka lakukan karena
sebelumnya mereka mendengar atau mendapatkan masukan dari sesama anggota
perkumpulan tersebut. Beberapa orang mengakui bahwa mereka pernah
membiarkan anak saat anak mengalami kecelakaan kecil seperti terjatuh dari
kasur ataupun kepalanya terbentur perabotan rumah. Alasannya, mereka sedang
sibuk dengan handphone atau laptop yang digunakan untuk melansir situs belanja
dan melihat perkembangan profil keanggotaan mereka pada situs tersebut atau
sekedar berbelanja secara online. Para wanita ini kerap berbelanja untuk
perlengkapan anaknya bersama teman-teman anggota, memasang foto anaknya
pada profil blackberry messenger, dengan tujuan ingin menunjukkan suatu
perilaku bahwa mereka sangat memperhatikan dan menyayangi anaknya,
meskipun tidak benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila suami sedang dinas keluar kota atau keluar negeri, para wanita ini
kerap kali bertemu dengan teman pria yang mereka kenal dari sesama anggota
ataupun melakukan hal-hal tanpa memberitahu suami mereka karena dipengaruhi
oleh godaan dari teman-teman sesama anggota. Beberapa mengaku melakukan
perselingkuhan dengan pria yang sebelumnya mereka kenal sebagai anggota
penjual dan pembeli dari situs X, akibat kekecewaan terhadap suami mereka dan
terkadang mereka mengajak pria selingkuhannya tersebut saat berkumpul dengan
para anggota perkumpulan ini. Mereka mengaku perselingkuhan itu bisa terjadi
Bab I Pendahuluan
7
setelah mereka melakukan transaksi pembelian secara langsung (Cash On
Demand) dengan pria-pria tersebut.
Sebagian besar wanita pada kelompok ini melakukan aktivitas rumah
tangga seperti memasakkan makanan untuk suami, membersihkan & merawat
rumah, memcucikan pakaian dan lain sebagainya. Sebagian dari ke-37 wanita ini
adalah perokok aktif, namun beberapa orang mengaku sudah berhenti. Wanita
yang aktif merokok mengakui, bahwa mereka merokok hanya jika sedang tidak
bersama suami atau saat suami sedang tidak ada di rumah, dan terkadang mereka
selalu mengadakan pertemuan di luar hari Sabtu hanya agar mereka dapat
merokok. Wanita yang memiliki pembantu rumah tangga enggan untuk
melakukan kegiatan rumah tangga terutama merawat rumah. Para wanita ini
mengaku sebagai wanita emansipasi yang tidak ingin diperintah ataupun
diperbudak oleh suami. Hal tersebut menyebabkan mereka merasa harus
memegang kendali dalam rumah tangga. Mereka merasa perlu membuat suami
mereka tunduk kepada mereka dan lebih memilih sang suami untuk merujuk
kepada mereka setiap kali terjadi pertengkaran atau salah paham. Mereka
senantiasa ingin dimanjakan oleh suami mereka. Mereka mengatakan dengan
tetap terlihat menarik dan bisa memuaskan kebutuhan seksual suami, suami
mereka tidak akan keberatan atas apapun yang para wanita ini lakukan. Mereka
pun mengaku dengan seringnya mendengar cerita dari sesama anggota mengenai
kehidupan rumah tangga mereka membuat mereka kian kali merasa perlu turut
campur dalam urusan rumah tangga mereka. Hampir seluruh anggota dalam
perkumpulan ini mengatakan bahwa mereka tidak mendapat bimbingan ataupun
Bab I Pendahuluan
8
ketegasan mengenai kehidupan beragama dari suami mereka sehingga mereka
menganggap bahwa rumah tangga mereka belum cukup religius.
Penyesuaian pernikahan khususnya penyesuaian menjadi peran sebagai ibu
ditunjukkan dengan : 1) merawat suami sesuai kewajiban-kewajibannya seperti
mendampingi suami dalam keadaan sehat maupun sakit, mematuhi perintah
suami, memberi dukungan moril kepada suami, memenuhi kebutuhan suami
terutama secara batin. 2) membina dan menjaga keharmonisan hubungan rumah
tangga seperti menjaga komunikasi dengan suami dan anak, mencari solusi yang
baik terhadap masalah rumah tangga yang dialami, menjaga perasaan suami dan
anak, menyayangi suami dan anak. 3) menjadi orang tua yang baik seperi
memenuhi hal-hal yang dibutuhkan oleh anak terutama pada lima tahun pertama
usia anak seperti gizi, perhatian & kasih sayang, serta perlakuan yang layak
didapatkan seorang anak serta menjaga keselamatan anak selama masa belajar dan
eksplorasi, mendidik anak dengan baik, dan memberikan dukungan kepada anak.
Berdasarkan data yang didapat dari hasil interview pada para wanita muda yang
tergabung dalam perkumpulan, pada dasarnya mereka menikah atas keinginan
sendiri.Peneliti mendapatkan bahwa perilaku yang ditujukkan oleh para wanita
usia ini muda ini, tidak sejalan dengan apa yang dituntut dari masyarakat sebagai
tugas seorang istri dan ibu rumah tangga.
Berdasarkan fenomena yang didapat, peneliti berasumsi bahwa terdapat
suatu permasalahan dalam penyesuaian pernikahan para wanita kelompok arisan
ini sehingga mereka sering melakukan berbagai aktivitas berkumpul dengan
sesama kelompok arisan di luar rumah yang mengakibatkan terabaikannya tugas-
Bab I Pendahuluan
9
tugas dan kewajiban-kewajiban mereka sebagai seorang istri dan ibu dan untuk
mengetahui permasalahn tersebut perlu digali secara mendalam mengenai
penyesuaian pernikahan pada para wanita kelompok arisan ini sehingga peneliti
tertarik untuk melakukan penelititan yang berjudul “Studi Deskriptif Mengenai
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Pada Wanita
Kelompok Arisan di Kota Bandung”
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Pernikahan membutuhkan suatu penyesuaian tersendiri yang dapat
membantu kelancaran serta kerharmonisan baik hubungan antara pasangan suami
dengan istri, maupun orang tua dengan anak. Konsep penyesuaian pernikahan
menurut Hurlock (1991) adalah proses adaptasi antara suami dan istri, dimana
suami dan istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikan
konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri. Jadi yang dimaksud dengan
penyesuaian pernikahan dalam penelitian ini adalah; kemampuan untuk menjalani
tuntutan sehari-hari, dan tanggung jawab dalam pernikahan dengan apapun derajat
efisiensi emosi yang dibutuhkan pada saat itu. Hal tersebut termasuk beradaptasi
dan menikmati adanya pasangan, partisipasi dalam berbagai minat dan aktivitas
pada kelompok keluarga, menerima berbagai tanggung jawab lain yang bertambah
selama pernikahan terjadi, dan merubah gaya hidup yang sesuai dengan
perubahan hidup berkeluarga.
Bab I Pendahuluan
10
Dengan adanya penyesuaian pernikahan pada pasangan maka perceraian
pun dapat dihindari. Penyesuaian pernikahan sangat dibutuhkan oleh setiap
pasangan yang telah menikah, terlebih pada pasangan yang menikah di usia awal
dewasa awal yang belum memiliki banyak pengetahuan mengenai peran-peran
sebagai suami/istri ataupun sebagai ayah/ibu sehingga perlu adanya saling
pengertian antar pasangannya. Maraknya fenomena pasangan menikah karena
kehamilan dan perjodohan dewasa ini memunculkan suatu persepsi bahwa
penyesuaian pernikahan hanya dibutuhkan bagi pasangan-pasangan yang menikah
karena alasan-alasan tersebut. Pasangan yang menikah atas pertimbangan
kesiapan dan keinginan pun tetap harus menyesuaikan diri dengan kehidupan
pernikahan, karena pernikahan bukan sebuah titik akhir, tetapi sebuah perjalanan
panjang untuk mencapai tujuan yang disepakati berdua.
Penyesuaian pernikahan memiliki lima aspek penting yang dapat
mempengaruhi berhasil atau tidaknya pasangan dalam mencapai penyesuaian
pernikahan yang baik. Aspek yang pertama adalah penyesuaian dengan pasangan.
faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pasangan diantaranya
kemampuan dan kemauan untuk menunjukkan afeksi, kemampuan dan kemauan
untuk berkomunikasi, konsep pasangan ideal, kesamaan latar belakang, minat dan
kepentingan, serta konsep peran yang dimiliki. Aspek kedua adalah penyesuaian
Seksual. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian seksual diantaranya sikap
terhadap seks, konsep mengenai peran seksual, dorongan seksual, dan sikap
terhadap penggunaan alat kontrasepsi. Aspek ketiga adalah penyesuaian
Keuangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian keuangan diantaranya
Bab I Pendahuluan
11
pengelolaan uang dan keterbukaan pasangan mengenai masalah keuangan. Aspek
keempat adalah penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan yaitu sikap terhadap
keluarga yang lebih tua, keinginan pasangan untuk mandiri, kerlibatan dengan
anggota keluarga pasangan. Aspek yang terakhir yaitu Penyesuaian Terhadap
Peran Sebagai Orang tua. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
terhadap peran sebagai orang tua diantaranya sikap terhadap kehamilan, sikap
terhadap peran sebagai orang tua, harapan orang tua terhadap anak, perasaan
keseimbangan tugas orang tua, dansikap terhadap perubahan peran.
Di suatu situs belanja online terdapat 37 wanita muda yang menjadi
anggota premium dan merupakan kelompok arisan rutin. Dari 37 anggota yang
menikah sebelum usia 23 tahun atas dasar keinginan sendiri, menunjukkan
perilaku yang tidak sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan sebagai seorang
istri/ibu. Perilaku-perilaku yang tidak sesuai itu di antaranya seringnya mereka
menelantarkan dan mengabaikan pengurusan anak demi mempertahankan
kehidupan sosial mereka, mengabaikan suami dan cenderung berbohong atau
melakukan hal tanpa ijin dari suami, kurang tampaknya kepedulian mereka dalam
menjaga keharmonisan rumah tangga mereka, seringnya mengabaikan tugas-tugas
rumah tangga bukan karena karir tapi karena mampu secara ekonomi untuk
memperkerjakan pembantu rumah tangga, kurangnya kesadaran diri dalam
mengatur prioritas peran diri.
Bab I Pendahuluan
12
Dari pernyataan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
”Faktor-faktor apa yang bisa mempengaruhi penyesuaian pernikahan yang
terbentuk pada wanita kelompok arisan di kota Bandung?”
1.3 TUJUAN PENELITIAN.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan pada wanita
kelompok arisan di kota Bandung.
1.4 MANFAAT PENELITIAN.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun
secara praktis
a. Manfaat Teoritis :
Memberikan informasi terhadap kajian mengenai penyesuaian pernikahan,
khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan bagi
bidang ilmu psikologi perkembangan.
b. Manfaat Praktis :
1. Wanita Kelompok Arisan yang Menjadi Anggota situs belanja
Online X di Bandung
Memberikan informasi dan gambaran mengenai faktor-faktor yang
diperlukan untuk mempertahankan rumah tangga yang harmonis
Bab I Pendahuluan
13
serta hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha untuk menjadi
istri serta ibu yang baik
2. Masyarakat
Memberikan informasi dan gambaran mengenai hal-hal yang
penting dalam pernikahan kepada wanita yang berniat untuk
melakukan pernikahan agar dapat lebih memantapkan kesiapan
untuk menikah serta dapat belajar mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian pernikahan sehingga mampu
menciptakan kehidupan rumah tangga yang harmonis.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Seperti yang sudah diuraikan dalam bab sebelumnya, tujuan dari penelitian
ini adalah memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesuaian pernikahan pada wanita arisan di Kota Bandung. Untuk itu agar lebih
memahami konstruk penelitian ini, dalam bab ini akan disampaikan mengenai
penjelasan tentang teori perkembangan, konsep pernikahan, teori penyesuaian
sosial dalam penelitian ini terfokus pada teori penyesuaian pernikahan.
2.1 PERKEMBANGAN
2.1.1. Pengertian Perkembangan
• Santrok Yussen (1992)
Perkembangan merupakan pola perkembangan individu yang berawal
pada konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat dan bersifat involusi.
Dengan demikian perkembangan berlangsung dari proses terbentuknya
individu dari proses bertemunya sperma dengan sel telur dan berlangsung
sampai ahir hayat yang bersifaf timbulnya adanya perubahan dalam diri
individu.
• E.B. Harlock (1990 : 8)
Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman dan terdiri atas
serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
15
Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan proses perubahan individu
yang terjadi dari kematangan (kemampuan seseorang sesuai usia normal)
dan pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitar yang menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif
( dapat diukur) yang menyebabkan perubahan pada diri individu tersebut.
• Kasiram (1983 : 23)
Perkembangan mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat yang
baru, yang berbeda dari sebelumnya ( Kasiram, 1983 : 23), menandung arti
bahwa perkembangan merupakan peubahan sifat indiviu menuju
kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan dari sifat-sifat
sebelumnya.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
perkembangan yaitu perubahan individu ke arah yang lebih sempurna yang terjadi
dari proses terbentuknya individu sampai ahir hayat dan berlangsung secara terus
menerus.
2.1.2. Tugas-Tugas Perkembangan
Salah satu prinsip perkembangan bahwa setiap individu akan mengalami fase
perkembangan tertentu, yang merentang sepanjang hidupnya. Pada setiap fase
perkembangan ditandai dengan adanya sejumlah tugas-tugas perkembangan
tertentu yang seyogyanya dapat dituntaskan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
16
Tugas–tugas perkembangan ini berkenaan dengan sikap, perilaku dan
keterampilan yang seyogyanya dikuasai sesuai dengan usia atau fase
perkembangannya. Abin Syamsuddin Makmun, (2009 : 24) memberikan
pengertian tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada jangka waktu
tertentu dalam kehidupan seorang individu, pencapaian yang sukses ditandai
dengan kebahagiaan individu dan keberhasilan tugas-tugas perkembangan setelah
itu, sedangkan kegagalan ditandai dengan kesedihan dalam diri individu,
penolakan sosial, dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangan
berikutnya.
Menurut Arnold Gessel (2000 : 36) tugas perkembangan adalah tugas dari
suatu aspek perubahan yang dialami oleh individu dan bersifat kualitatif menurut
peredaran masa. Dan menurut Havighurst (1961 : 36), tugas perkembangan
adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode
kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia,
tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau
masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.
Sedangkan Hurlock (1981) menyebut tugas – tugas perkembangan ini
sebagai social expectations yang artinya setiap kelompok budaya mengharapkan
anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola
perilaku yang disetujui oleh berbagai usia sepanjang rentang kehidupan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
17
2.1.3. Ciri Kematangan Dewasa Awal
Dewasa awal adalah masa kematangan fisik dan psikologis. Menurut
Anderson (dalam Mappiare : 17) terdapat 7 ciri kematangan psikologi,
ringkasnya sebagai berikut:
i. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego; minat orang matang
berorientasi pada tugas-tugas yang dikerjakannya,dan tidak condong pada
perasaan-perasaan diri sendri atau untuk kepentingan pribadi.
ii. Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efesien;
seseorang yang matang melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya secara
jelas dan tujuan-tujuan itu dapat didefenisikannya secara cermat dan tahu
mana pantas dan tidak serta bekerja secara terbimbing menuju arahnya.
iii. Mengendalikan perasaan pribadi; seseorang yang matang dapat menyetir
perasaan-perasaan sendiri dan tidak dikuasai oleh perasaan-perasaannya
dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain. Dia tidak
mementingkan dirinya sendiri, tetapi mempertimbangkan pula perasaan-
perasaan orang lain.
iv. Keobjektifan; orang matang memiliki sikap objektif yaitu berusaha
mencapai keputusan dalam keadaan yang bersesuaian dengan kenyataan.
v. Menerima kritik dan saran; orang matang memiliki kemauan yang
realistis, paham bahwa dirinya tidak selalu benar, sehingga terbuka
terhadap kritik-kritik dan saran-saran orang lain demi peningkatan dirinya
vi. Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi; orang yang matang
mau memberi kesempatan pada orang lain membantu usahan-usahanya
Bab 2 Tinjauan Pustaka
18
untuk mencapai tujuan. Secara realistis diakuinya bahwa beberapa hal
tentang usahanya tidak selalu dapat dinilainya secara sungguh-sunguh,
sehingga untuk itu dia bantuan orang lain, tetapi tetap dia
brtanggungjawab secara pribadi terhadap usaha-usahanya.
vii. Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru; orang matang
memiliki cirri fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataan-
kenyataan yang dihadapinya dengan situasi-situasi baru.
a. Ciri Perkembangan Dewasa Awal
Dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian terhadap pola-pola
kehidupan yang baru, dan harapan-harapan sosial yang baru. Masa dewasa
awal adalah kelanjutan dari masa remaja. Sebagai kelanjutan masa remaja,
sehingga ciri-ciri masa remaja tidak jauh berbeda dengan perkembangan
remaja. Menurut Hurlock (2002), ciri-ciri perkembangan dewasa awal
adalah:
i. Usia reproduktif (Reproductive Age)
Masa dewasa adalah masa usia reproduktif. Masa ini ditandai dengan
membentuk rumah tangga.Tetapi masa ini bisa ditunda dengan beberapa
alasan. Ada beberapa orang dewasa belum membentuk keluarga sampai
mereka menyelesaikan dan memulai karir mereka dalam suatu lapangan
tertentu.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
19
ii. Usia memantapkan letak kedudukan (Setting down age)
Dengan pemantapan kedudukan (settle down), seseorang berkembangan
pola hidupnya secara individual, yang mana dapat menjadi ciri khas
seseorang sampai akhir hayat. Situasi yang lain membutuhkan perubahan-
perubahan dalam pola hidup tersebut, dalam masa setengah baya atau
masa tua, yang dapat menimbulkan kesukaran dan gangguan-gangguan
emosi bagi orang-orang yang bersangkutan. Ini adalah masa dimana
seseorang mengatur hidup dan bertanggungjawab dengan kehidupannya.
Pria mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai
karirnya, sedangkan wanita muda diharapkan mulai menerima
tanggungjawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.
iii. Usia Banyak Masalah (Problem age)
Masa ini adalah masa yang penuh dengan masalah. Jika seseorang tidak
siap memasuki tahap ini, dia akan kesulitan dalam menyelesaikan tahap
perkembangannya. Persoalan yang dihadapi seperti persoalan
pekerjaan/jabatan, persoalan teman hidup maupun persoalan keuangan,
semuanya memerlukan penyesuaian di dalamnya.
iv. Usia tegang dalam hal emosi (emostional tension
Banyak orang dewasa muda mengalami kegagalan emosi yang
berhubungan dengan persoalan-persoalan yang dialaminya seperti
persoalan jabatan, pernikahan, keuangan dan sebagainya. Ketegangan
emosional seringkali dinampakkan dalam ketakutan-ketakutan atau
kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan atau kekhawatiran yang timbul ini
Bab 2 Tinjauan Pustaka
20
pada umumnya bergantung pada ketercapainya penyesuaian terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapi pada suatu saat tertentu, atau sejauh
mana sukses atau kegagalan yang dialami dalam pergumulan persoalan.
v. Masa keterasingan sosial
Dengan berakhirnya pendidikan formal dan terjunnya seseorang ke dalam
pola kehidupan orang dewasa, yaitu karir, pernikahan dan rumah tangga,
hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya semakin menjadi
renggang, dan berbarengan dengan itu keterlibatan dalam kegiatan
kelompok diluar rumah akan terus berkurang. Sebai akibatnya, untuk
pertama kali sejak bayi semua orang muda, bahkan yang populerpun, akan
mengalami keterpencilan sosial atau apa yang disebut krisis ketersingan
(Erikson:34).
vi. Masa komitmen
Bardwick (dalam Hurlock:250) mengatakan hamper tidak mungkin orang
mengadakan komitmen untuk selama-lamanya. Hal ini akan menjadi suatu
tanggungajwab yang terlalu berat untuk dipikul. Namun banyak komitmen
yang mempunyai sifat demikian: Jika anda menjadi orangtua, anda
menjadi orang tua untuk selamanya; jika anda menjadi dokter gigi, dapat
dipastikan bahwa pekerjaan anda akan terkait dengan mulut orang untuk
selamanya; jika anda mencapai gelar doctor, karena ada prestasi baik
disekolah sewaktu anda masih muda, besar kemungkinan anda sampai
akhir hidup anda akan berkarier sebagai guru besar.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
21
vii. Masa Ketergantungan
Masa dewasa awal ini adalah masa dimana ketergantungan pada masa
dewasa biasanya berlanjut. Ketergantungan ini mungkin pada orangtua,
lembaga pendidikan yang memberikan beasiswa sebagian atau sepenuh
atau pada pemerintah karena mereka memperoleh pinjaman untuk
membiayai pendidikan mereka.
viii. Masa perubahan nilai
Beberapa alasan terjadinya perubahan nilai pada orang dewasa adalah
karena ingin diterima pada kelompok orang dewasa, kelompok-kelompok
sosial dan ekonomi orang dewasa.
ix. Masa Kreatif
Bentuk kreativitas yang akan terlihat sesudah orang dewasa akan
tergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk
mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan
sebesar-besarnya. Ada yang menyalurkan kreativitasnya ini melalui hobi,
ada yang menyalurkannya melalui pekerjaan yang memungkinkan
ekspresi kreativitas.
b. Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Awal
Mengenai tugas Masa Dewasa Awal, menurut Havighurst (1961, 42) adalah
sebagai berikut :
• Mulai bekerja
• Memilih pasangan hidup
Bab 2 Tinjauan Pustaka
22
• Belajar hidup dengan suami/istri
• Mulai membentuk keluarga
• Mengasuh anak
• Mengelola/mengemudikan rumah tangga
• Menerima/mengambil tanggung jawab warga Negara
• Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan
Dan menurut Farida Harahap (2009 : 36), tugas Masa Dewasa Awal adalah
sebagai berikut :
• Memilih pasangan hidup
• Belajar hidup bersama sebagai pasangan suami isteri
• Hidup dalam satu keluarga, pasangan dan anak
• Belajar mengasuh anak
• Mengelola rumah tangga
• Bekerja dan membangun karir
• Bertangung jawab sebagaiwarga Negara
• Bergabung dengan suatu aktivitas atau perkumpulan sosial
Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa tugas
perkembangan dewasa awal pada individu diantaranya adalah hidup dalam satu
keluarga, mengelola keluarga, dan belajar mengasuh anak. Dengan demikian,
kehidupan pernikahan yang dilakukan seorang wanita di bawah usia 23 tahun
termasuk ke dalam tugas perkembangan dewasa awal.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
23
2.2 PERNIKAHAN
2.2.1. Pengertian Pernikahan
Duvall dan Miller (1985) mengatakan bahwa pernikahan adalah
monogamous, hubungan berpasangan antara satu wanita dan satu pria. Sehingga
bisa didefinisikan sebagai suatu kesatuan hubungan suami istri dengan harapan
bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai
pasangan yang telah menikah, dimana didalamnya terdapat hubungan seksual,
keinginan mempunyai anak dan menetapkan pembagian tugas antara suami istri.
Dyer (1983) menyatakan bahwa pernikahan adalah bagaimana hubungan
dibentuk dan dipertahankan, dan bagaimana hubungan ini kemungkinan akan
diakhiri. Dyer mengatakan bahwa warga Amerika pada umumnya berpikir bahwa
perniakahan adalah hubungan dua orang dewasa dengan jenis kelamin yang
berbeda menetapkan komitmen untuk hidup bersama sebagai suami istri.
Menurut Azar (dalam Walgito, 1984) pernikahan atau nikah artinya
melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang
lakilaki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua
belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk
mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang
dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhai Allah.
Pernikahan bukan sematamata untuk memenuhi kebutuhan biologis,
melainkan untuk memenuhi kebutuhan afeksional, yaitu kebutuhan mencintai dan
dicintai, rasa kasih sayang, rasa aman dan terlindungi, dihargai dan diperhatikan
oleh pasangannya. Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan
Bab 2 Tinjauan Pustaka
24
wanita yang didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan,
kasih sayang, pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang (Papalia &
Olds, 1998).
Beberapa definisi lain dari pernikahan yang dipandang dari sisi psikologi,
diantaranya sebagai berikut : Pernikahan merupakan sebuah ikatan suci yang
bertujuan membentuk keluarga dan meneruskan generasi. (Akbar, dalam Medyasti
2005). Pernikahan merupakan tugas perkembangan orang yang memasuki tahap
dewasa atau perkembangan sosio-emosional pada masa dewasa awal, seperti yang
diungkapkan oleh Santrock (2002) ialah tergabung menjadi keluarga melalui
pernikahan. Sedangkan masa untuk melakukan pernikahan saat usia dewasa awal
yaitu 20 - 40 tahun (Papalia, 1998) atau pada usia 18 - 40 tahun ( Hurlock ,1980).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan penyatuan hubungan
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga secara sah dimana didalamnya terdapat pemenuhan
kebutuhan biologis, kebutuhan afeksional dan adanya pembagian peran sebagai
pasangan yang telah menikahi.
2.2.2. Pernikahan di Indonesia
Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah manusia agar seorang muslim
dapat memikul amanat tanggung jawabnya yang paling besar dalam dirinya
terhadap orang yang paling berhak mendapat pendidikan dan pemeliharaan.
Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-
Bab 2 Tinjauan Pustaka
25
kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu adalah memelihara
kelangsungan jenis manusia, memelihara keturunan, menjaga keselamatan
masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan
manusia serta menjaga ketenteraman jiwa.
Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu
keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal
ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 pasal 1 bahwa: "Pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin antara
seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa."
Sesuai dengan rumusan itu, pernikahan tidak cukup dengan ikatan lahir
atau batin saja tetapi harus kedua-duanya. Dengan adanya ikatan lahir dan batin
inilah pernikahan merupakan satu perbuatan hukum di samping perbuatan
keagamaan. Sebagai perbuatan hukum karena perbuatan itu menimbulkan akibat-
akibat hukum baik berupa hak atau kewajiban bagi keduanya, sedangkan sebagai
akibat perbuatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan
dengan ajaran-ajaran dari masing-masing agama dan kepercayaan yang sejak
dahulu sudah memberi aturan-aturan bagaimana pernikahan itu harus
dilaksanakan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
26
2.2.3. Faktor-Faktor Yang Memotivasi Pernikahan
Setiap individu mungkin mempunyai pertimbangan yang berbeda ketika
hendak melakukan pernikahan. Secara umum hal tersebut dapat dikategorikan ke
dalam dua faktor utama, push factors, yaitu faktor-faktor yang mendorong
seseorang untuk segera melakukan pernikahan; dan pull factors, yaitu faktor-
faktor daya tarik yang menetralisir kekhawatiran individu untuk terikat dalam
pernikahan (Turner & Helms, dalam Domikus, 1999).
Adapun yang termasuk push factors, antara lain:
a. Konformitas. Orang memutuskan untuk menikah karena menikah dilakukan
oleh mayoritas masyarakat. Konformitas menjadi hal utama dalam struktur
kebudaya di seluruh dunia.
b. Cinta. Cinta merupakan komitmen emosional manusia yang perlu
diterjemahkan ke dalam suatu bentuk yang lebih nyata dan permanen, yaitu
pernikahan.
c. Legitimasi seks dan anak. Secara tradisional, masyarakat memberikan
dukungan terhadap hubungan seksual hanya kepada mereka yang telah
menyatakan komitmennya secara legal atau sah. Sedangkan lahirnya anak-anak
yang tidak berasal dari pernikahan yang sah akan menimbulkan persepsi atau
pandangan sosial yang buruk, baik terhadap pasangan maupun terhadap anak.
Sementara yang termasuk dalam pull factors, antara lain:
a. Persahabatan. Salah satu harapan terhadap pernikahan adalah terjadinya
persahabatan yang terus-menerus. Banyak pasangan menyatakan bahwa hal
terpenting dalam pernikahan sesungguhnya adalah terjalinnya suatu persahabatan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
27
b. Berbagi. Berbagi gaya hidup, pikiran-pikiran dan juga berbagi penghasilan
(income) dianggap sebagai daya tarik seseorang untuk memasuki pernikahan.
c. Komunikasi. Pasangan suami istri perlu terlibat dalam komunikasi yang akrab
dan bermakna. Pasangan yang bahagia adalah mereka yang dapat berkomunikasi
dengan baik secara verbal maupun nonverbal dan peka terhadap kebutuhan
masing-masing.
2.2.4. Penyesuaian Pernikahan
Hurlock (1991) mendefinisikan penyesuaian perkawinan sebagai proses
adaptasi antara suami dan istri, dimana suami dan istri tersebut dapat mencegah
terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses
penyesuaian diri.
Lasswell dan Lasswell (1987) mengatakan bahwa konsep dari
penyesuaian perkawinan adalah bahwa dua individu belajar untuk saling
mengakomodasikan kebutuhan, keinginan, dan harapan.
Dyer (1983) menyatakan penyesuaian perkawinan adalah adanya
bermacam-macam proses dan penyesuaian didalam hubungan perkawinan antar
pasangan, dimana adanya proses untuk mengakomodasikan situasi sehari-hari,
menyeimbangkan kebutuhan masing-masing, ketertarikan, role-expectation, dan
pandangan, dan beradaptasi untuk perubahan kondisi perkawinan dan kehidupan
keluarga.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
28
Menurut LeMasters (dalam Dyer, 1983) penyesuaian perkawinan bisa
dikonseptualisasikan sebagai kapasitas penyesuaian atau adaptasi, sebagai
kemampuan untuk memecahkan masalah daripada kemangkiran dari masalah.
Schneiders (1964) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaian
perkawinan adalah suatu seni kehidupan dan bermanfaat dalam kerangka
tanggung jawab, hubungan, dan pengharapan yang merupakan hal mendasar
dalam pernikahan.
Duvall dan Miller (1985) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu
adalah proses membiasakan diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai hubungan
suami istri dengan harapan bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan
memainkan peran sebagai suami istri. Penyesuaian perkawinan ini juga dianggap
sebagai persoalan utama dalam hubungan sebagai suami istri.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan
adalah suatu tahap dimana dua orang memasuki tahap perkawinan dan mulai
membiasakan diri dengan situasi baru sebagai suami istri yang saling
menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan, kehidupan keluarga, dan saling
mengakomodasikan kebutuhan, keinginan dan harapan.
Orang menikah bukan hanya mempersatukan diri, tetapi seluruh keluarga
besarnya juga ikut. Wismanto (2005) menyatakan bahwa proses pengenalan antar
pasangan itu berlangsung hingga salah satu pasangan mati, dan dalam pernikahan
terjadi proses pengembangan yang didasari oleh LOVE yaitu Listen, Observe,
Value dan Emphaty.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
29
Peran penting dalam pernikahan dimainkan oleh hubungan interpersonal
yang tentunya jauh lebih rumit bila dibandingkan dengan hubungan persahabatan
atau bisnis. Makin banyak pengalaman dalam hubungan interpersonal antara pria
dan wanita yang dimiliki individu, makin besar pengertian wawasan sosial yang
telah mereka kembangkan, dan semakin besar kemauan mereka untuk bekerja
sama dengan sesamanya, serta semakin baik mereka menyesuaikan diri satu sama
lain dalam pernikahan.
Tantangan di periode awal pernikahan adalah masa-masa perjuangan
untuk memperoleh kebahagiaan dan kemapanan hidup. Antara suami dan istri
sama-sama bekerja keras untuk bisa memenuhi tuntutan hidup. Ini sangat bisa
mengurangi kualitas kebersamaan sehingga akhirnya salah satu pihak merasa
terabaikan (Hassan, 2004). Ketika suami dan istri berikrar untuk menikah, berarti
masing-masing ‘mengikatkan diri’ pada pasangan hidup. Kebebasan sebagai
individu ‘dikorbankan’.
Pernikahan bukan sebuah titik akhir, tetapi sebuah perjalanan panjang
untuk mencapai tujuan yang disepakati berdua. Tiap pasangan harus terus belajar
mengenai kehidupan bersama. Tiap pasangan juga harus kian menyiapkan mental
untuk menerima kelebihan sekaligus kekurangan pasangannya dengan kontrol diri
yang baik. Pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab sebagai suami atau istri
dalam sebuah pernikahan akan berdampak pada keberhasilan hidup berumah
tangga. Keberhasilan dalam hal ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
adanya kepuasan hidup pernikahan, mencegah kekecewaan dan perasaan-perasaan
bingung, sehingga memudahkan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam
Bab 2 Tinjauan Pustaka
30
kedudukannya sebagai suami atau istri dan kehidupan lain di luar rumah tangga
(Hurlock, 2002).
Tahun-tahun pertama pernikahan merupakan masa rawan, bahkan dapat
disebut sebagai era kritis karena pengalaman bersama belum banyak. Menurut
Clinebell & Clinebell (2005), periode awal pernikahan merupakan masa
penyesuaian diri, dan krisis muncul saat pertama kali memasuki jenjang
pernikahan. Pasangan suami istri harus banyak belajar tentang pasangan masing-
masing dan diri sendiri yang mulai dihadapkan dengan berbagai masalah. Dua
kepribadian (suami maupun istri) saling menempa untuk dapat sesuai satu sama
lain, dapat memberi dan menerima.
2.2.4.1. Karakteristik Penyesuaian Pernikahan Menurut Hurlock
(1980)
1) Kebahagiaan suami dan istri
Suami dan istri yang bahagia memperoleh kepuasan dari peran-peran yang
mereka jalankan. Mereka juga memiliki cinta yang matang dan stabil,
mempunyai penyesuaian seksual yang baik dan menerima peran sebagai
orangtua.
2) Hubungan yang baik antara orangtua dan anak
Bagi yang sudah mempunyai anak maka hubungan yang baik antara
orangtua dengan anak menunjukkan penyesuaian yang baik. Bila
hubungan antara orangtua dan anak tidak baik maka suasana rumah akan
ditandai dengan adanya friksi.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
31
3) Penyesuaian yang baik pada anak
Pada anak keberhasilan mereka menyesuaiakan diri dengan teman-
temannya, sekolahnya, akan menunjukkan keberhasilan penyesuaian
pernikahan orangtuanya.
4) Mampu menghadapi perbedaan pendapat dengan baik
Perbedaan pendapat di dalam keluarga merupakan hal yang tidak dapat
dihindari. Penyesuaian pernikahan yang baik ditandai dengan adanya
kemampuan dari anggota keluarga untuk memahami pandangan yang
berbeda dari anggota keluarganya. Penyesuaian yang baik akan tercapai
dengan cara demikian dibandingkan bila ada salah satu anggota keluarga
yang harus mengalah atau perbedaan pendapat didiamkan saja.
5) Kebersamaan
Dalam penyesuaian pernikahan yang baik, masing-masing anggota akan
menikmati saat-saat kebersamaan mereka.
6) Penyesuaian keuangan yang baik
Pada umumnya, masalah keuangan merupakan masalah yang sering
menimbulkan masalah. Terlepas dari besarnya penghasilan, hal terpenting
yang harus dilakukan suatu keluarga adalah mengatur pemasukan dan
pengeluaran rumah tangga, sehingga keluarga terhindar utang.
7) Penyesuaian dengan keluarga pasangan yang baik
Penyesuaian yang baik dengan keluarga pasangan akan menghindari
konflik di dalam kehidupan rumah tangga.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
32
2.2.4.2. Aspek-Aspek Penyesuaian Pernikahan
Menurut Hurlock (2002 : 290), terdapat lima aspek dalam penyesuaian
pernikahan beserta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aspek-aspek
tersebut
1) Penyesuaian dengan pasangan. Masalah penyesuaian paling pokok
yang pertama kalidihadapi oleh keluarga baru adalah penyesuaian
terhadap pasangannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuain
dengan pasangan yaitu :
a. Kemampuan dan kemauan untuk menunjukkan afeksi.
kesanggupan untuk membentuk hubungan yang mesra dan saling
memberi serta menerima cinta masing-masing sehingga mereka
tidak mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang
hangat dan intim.
b. Kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi. Kemampuan
pasangan untuk saling mengkomunikasikan kebutuhan, minat dan
harapan-harapan sehingga mereka dapat menghindari kesalah
pahaman dalam hubungan rumah tangga.
c. Kemampuan dan kemauan untuk menyesuaikan antara konsep
pasangan ideal dengan keadaan. Kemampuan pasangan untuk
menyesuaikan antara konsep pasangan ideal yang dimiliki dirinya
dengan kondisi pasangan yang ada. Dalam memilih pasangan, baik
pria maupun wanita dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang
dibentuk selama masa dewasa.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
33
d. Kemampuan untuk beradaptasi dengan latar belakang, minat, dan
kepentingan yang berbeda. Setiap Pasangan memiliki
kecenderungan latar belakang budaya, agama dan pola asuh, selain
itu berbeda juga dalam hal minat dan kepentingan yang dimiliki
oleh kedua pasangan. Oleh karena itu, setiap pasangan dituntut
untuk bisa menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan
tersebut.
e. Konsep peran. Setiap pasangan memiliki harapan dan konsep
mengenai peran suami atau istri. Dalam hal ini, bagaimana
kemampuan pasangannya untuk memainkan peran sesuai dengan
harapan dan konsep yang dimiliki pasangannya. Jika harapan
terhadap peran tidak terpenuhi, akan mengakibatkan konflik dan
penyesuaian yang buruk.
2) Penyesuaian Seksual. Masalah ini merupakan salah satu masalah yang
paling sulit dalam pernikahan dan salah satu penyebab yang
mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan dalam pernikahan
apabila penyesuaian ini tidak dicapai dengan memuaskan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi penyesuaian seksual yaitu :
a. sikap terhadap seks. Hal ini sangat dipengaruhi oleh cara pria dan
wanita dalam menerima informasi mengenai seksual selama masa
anak dan remaja. Dalam hal ini, bagaimana pasangan bisa memiliki
sikap menyenangkan dalam pnyesuaian seksual dengan
pasangannya.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
34
b. Konsep mengenai peran seksual. Hal ini mencangkup peran yang
dimainkan oleh pasangan dalam pernikahan. Dalam hal ini
bagaimana pasangan bisa membuat kesepakatan mengenai
harapan-harapan peran seksual yang dimainkan dalam rumah
tangga. Peran tersebut terdiri dari konsep tradisional dimana
terdapat perbedaan hak antara wanita dengan pria, serta konsep
egalitarian dimana terdapat persamaan hak antara pria dan wanita.
c. Dorongan seksual. Variasi dalam minat dan kenikmatan dalam
hubungan seksual dapat mempengaruhi penyesuaian seksual.
Dalam hal ini kesepakatan pasangan dalam hal, variasi, minat, dan
bagaimana kemampuan pasangan mengendalikan emosi ketika
mencari kenikmatan dalam hubungan seksual.
d. Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi. Kesepakatan
pasangan mengenai alat kontrasepsi dapat mengurangi konflik dan
ketegangan dalam penyesuaian seksual, terutama apabila keduanya
mempunyai perasaan yang sama tentang sarana tersebut.
3) Penyesuaian Keuangan. Masalah keuangan mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap penyesuaian diri orang dewasa dengan pernikahan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian keuangan yaitu ;
a. Pengelolaan uang. Kemampuan pasangan untuk mengelola
keuangan, baik itu pemasukan yang digabungkan maupun
pengeluaran yang berubah sebelum pasangan menikah. Baik pada
Bab 2 Tinjauan Pustaka
35
pasangan yang keduanya bekerja maupun pada pasangan dengan
hanya suami yang bekerja.
b. Keterbukaan pasangan mengenai masalah keuangan. Kemampuan
pasangan untuk saling terbuka mengenai masalah-masalah
keuangan seperti harapan-harapan pasangan dalam pemenuhan
kebutuhan, bagaimana pasangan menggunakan penghasilan yang
ada, penggabungan pendapatan pasangan dan lain sebagainya.
4) Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan. Pernikahan menyatukan
tidak hanya dua individu tetapi juga dua keluarga. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan yaitu :
a. Sikap terhadap keluarga yang lebih tua. Kemampuan pasangan
untuk menunjukkan sikap yang positif terhadap mertua dan pihak
keluarga lain yang memiliki usia lebih tua.
b. Keinginan pasangan untuk mandiri. Kemampuan pasnagan untuk
mandiri dalam mengatur kehidupan rumah tangga dan menolak
dengan cara baik terhadap campur tangan keluarga dalam urusan
rumah tangga. Pasangan yang menikah muda cenderung menolak
berbagai saran dan masukan dari orang tua mereka, khususnya
mereka menolak campur tangan dari keluarga pasangan.
c. Kerlibatan dengan anggota keluarga pasangan. Kesediaan
pasangan untuk merawat anggota keluarga pasangan dan mengatur
pemberian bantuan keuangan kepada anggota keluarga pasangan.
Pasangan yang harus merawat anggota keluarga pasangan dan
Bab 2 Tinjauan Pustaka
36
memberikan bantuan keuangan kepada anggota keluarga pasangan
akan menghadapi banyak kesulitan dan ketegangan dalam
mencapai penyesuaian yang baik terhadap pihak keluarga
pasangan.
5) Penyesuaian terhadap peran sebagai orang tua. Dengan lahirnya
seorang anak, keluarga terkadang bingung dan mengalami stres dengan
tingkat yang berbeda-beda terutama saat kehadiran anak pertama
karena hal tersebut mengubah hubungan kelurga yang dwitunggal
menjadi tritunggal. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
terhadap peran sebagai orang tua yaitu :
a. Sikap terhadap kehamilan. Kemampuan pasangan untuk
memberntuk sikap positif terhadap kehamilan. Sikap wanita
terhadap peran sebagai orang tua diwarnai dengan kondisi fisik dan
emosional terutama selama mengandung. Apabila sikap yang
terbentuk tidak menyenangkan akan terlihat setelah anak lahir.
b. Sikap terhadap peran sebagai orang tua. Kemampuan pasangan
untuk menunjukkan kesadaran bahwa anak merupakan unsur
penting yang akn membentuk kebahagiaan suatu pernikahan.
c. Harapan orang tua terhadap anak. Kemampuan pasangan untuk
menerima anak yang kurang sesuai dengan harapan. Misalnya,
jenis kelamin, jumlah anak, dan lain sebagainya.
d. Perasaan keseimbangan tugas orang tua. Kemampuan pasangan
untuk mengasuh dan membesarkan anak. Konflik tentang
Bab 2 Tinjauan Pustaka
37
bagaimana mengasuh dan membesarkan anak dapat menimbulkan
masalah dan rasa cemas yang dapat mempengaruhi penyesuaian
terhadap peran sebagai orang tua.
e. Sikap terhadap perubahan peran. Kemampuan pasangan untuk
belajar memainkan peran yang lebih berorietasi kepada keluarga
daripada pasangan.
Penyesuaian dalam pernikahan akan berjalan terus sejalan dengan
perubahan yang terjadi, baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan. Oleh
karena itu, perlu usaha untuk mengabadikan pernikahan terutama dalam
pembinaan keluarga sehat. Keluarga yang sehat akan mampu menghadapi
tantangan yang tidak ada hentinya, baik tantangan positif maupun negatif. Upaya
mengabadikan pernikahan ini bisa berkembang dengan baik jika diikuti dengan
kemampuan komunikasi yang sehat dalam keluarga, baik antara suami-istri,
maupun anak-anak.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
38
2.3. KERANGKA PEMIKIRAN
Pernikahan merupakan tugas perkembangan individu yang memasuki
tahap dewasa atau perkembangan sosio-emosional pada masa dewasa awal,
seperti yang diungkapkan oleh Santrock (2002), ialah tergabung menjadi keluarga
melalui pernikahan. Pernikahan merupakan sebuah ikatan suci yang bertujuan
membentuk keluarga dan meneruskan generasi (Akbar, dalam Medyasti 2005).
Pernikahan sebagai salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa awal terjadi
pada usia 20 - 40 tahun (Papalia, 1998) atau pada usia 18 - 40 tahun ( Hurlock
,1980). Pernikahan tidak hanya menuntut kematangan fisik biologis tetapi juga
menuntut kematangan psikologis, karena pernikahan bukan sebuah titik akhir
tetapi sebuah perjalanan panjang untuk mencapai tujuan yang disepakati oleh
kedua belah pihak. Oleh karena itu, individu yang melakukan pernikahan di
anggap telah memiliki kemampuan baik secara fisik maupun psikologis untuk
menjalani kehidupan berumah tangga.
Dalam kehidupan rumah tangga, tiap pasangan harus terus belajar
mengenai kehidupan bersama. Tiap pasangan juga harus kian menyiapkan mental
untuk menerima kelebihan sekaligus kekurangan pasangannya dengan kontrol diri
yang baik. Sehingga penyesuaian dalam pernikahan atau kehidupan berumah
tangga sangat penting. Pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab sebagai
suami atau istri dalam sebuah pernikahan akan berdampak pada keberhasilan
hidup berumah tangga. Keberhasilan dalam hal ini mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap adanya kepuasan hidup pernikahan, mencegah kekecewaan dan
perasaan-perasaan bingung, sehingga memudahkan seseorang untuk
Bab 2 Tinjauan Pustaka
39
menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai suami atau istri dan kehidupan
lain di luar rumah tangga (Hurlock, 2002).
Penyesuaian dalam pernikahan atau penyesuaian pernikahan adalah suatu
bentuk penyesuaian yang akan di alami oleh setiap pasangan suami istri dalam
kehidupan berumah tangga sejak hari pertama mereka sah menjadi sepasang
suami istri. Dyer (1983) menyatakan penyesuaian pernikahan adalah adanya
bermacam-macam proses dan penyesuaian didalam hubungan pernikahan antar
pasangan, dimana adanya proses untuk mengakomodasikan situasi sehari-hari,
menyeimbangkan kebutuhan masing-masing, ketertarikan, role-expectation, dan
pandangan, dan beradaptasi untuk perubahan kondisi pernikahan dan kehidupan
keluarga. Hurlock (1991) mendefinisikan penyesuaian perkawinan sebagai proses
adaptasi antara suami dan istri, dimana suami dan istri tersebut dapat mencegah
terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses
penyesuaian diri. Dari definisi tersebut jelas bahwa penyesuaian dalam pernikahan
adalah penting dan sangat diperlukan agar dapat membentuk pernikahan dan
rumah tangga yang harmonis dan ideal.
Penyesuaian pernikahan memiliki lima aspek yang ditunjang dengan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasian terhadap masing-masing dari
ke lima aspek tersebut. Aspek pertama adalah penyesuaian dengan pasangan,
menunjukkan bagaimana masing-masing pihak saling menyesuaikan diri satu
sama lain selama pernikahan berlangsung. Hal tersebut seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya, termasuk bagaimana masing-masing individu menerima
kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam upaya membentuk dan
Bab 2 Tinjauan Pustaka
40
mempertahankan hubungan yang mesra dan intim. Pada penelitian ini, terdapat 37
orang wanita yang sebelum menikah telah merasa cocok dengan pasangannya
yang menjadikan hal tersebut sebagai dasar kesiapan mereka dalam memutuskan
untuk melakukan pernikahan. Namun demikian, mereka kerap kali mengajukan
cerai apabila bertengkar dengan suami, memutuskan untuk pergi dari rumah
selama beberapa hari, dan kerap kali tidak mematuhi aturan dari suami. Aspek
kedua adalah penyesuaian seksual. Pada aspek ini, pasangan yang berhasil akan
menghasilkan pengalaman seksual yang memuaskan dan menyenangkan dengan
pasangan dan cenderung akan mempertahankan perasaan itu. Perasaan
memuaskan dan menyenangkan itu pada akhirnya dapat menghindari berbagai
macam penyimpangan seperti perselingkuhan. Setiap wanita pada anggota ini
merasa bahwa mereka dapat memenuhi kebutuhan seksual suami, namun sebagian
besar dari mereka pernah melakukan perselingkuhan.
Aspek ketiga adalah penyesuaian keuangan. Aspek ini menekankan
penyesuaian dengan kondisi ekonomi pasangan dalam kehidupan rumah tangga.
Bagaimana suami menyikapi istri yang bekerja, bagaimana istri menyesuaikan
kebutuhan pribadi dengan penghasilan suami. Pada fenomena ini, 37 orang wanita
ini tidak bekerja secara formal melainkan menjalankan bisnis kecil yang dianggap
dapat memenuhi kebutuhan tersier mereka dan sekaligus sebagai sarana aktivitas
sosial yang dapat menghilangkan kejenuhan dalam kegiatan sebagai ibu rumah
tangga. Secara finansial mereka tidak mengalami kesulitan yang menyebabkan
konflik, namun kegiatan tambahan mereka dalam bisnis kecil ini lah awal mula
mereka melakukan perselingkuhan dan pengabaian tugas utama mereka sebagai
Bab 2 Tinjauan Pustaka
41
ibu rumah tangga. Aspek keempat yaitu penyesuaian dengan pihak keluarga
pasangan. Setiap pasangan harus bisa beradaptasi dengan pihak keluarga
pasangan. Pasangan yang berhasil beradaptasi dengan baik dapat membentuk
hubungan yang harmonis, akrab dan saling mengerti dengan setiap anggota
keluarga pasangan. Hal tersebut pada akhirnya membantu menghindari masalah
atau konflik yang mungkin muncul dan dapat mempengaruhi keharmonisan
rumah tangga pasangan apabila tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan
pihak keluarga pasangan. Seluruh wanita pada anggota ini memiliki hubungan
yang akrab dengan mertua mereka. Mereka dapat berkomunikasi dengan baik dan
merasa dapat memenuhi kriteria menantu yang ideal bagi mertuanya. Meskipun
demikian, sebagian besar memiliki pendapat pribadi bahwa mertua mereka terlalu
turut campur dalam urusan rumah tangga mereka, dan mereka secara pribadi lebih
memilih untuk menghindari komunikasi dan pertemuan yang intens dengan pihak
keluarga suami.
Aspek terakhir adalah penyesuaian terhadap peran sebagai orang tua.
Setiap pasangan suami istri akan dihadapkan dengan kehadiran anak, sehingga
peran mereka dalam pernikahan pun ikut berubah bersamaan dengan kehadiran
anak. Penyesuaian yang baik pada aspek ini ditujukkan dengan keberhasilan
setiap pihak pasangan dalam membentuk hubungan yang harmonis baik antara
suami dengan istri maupun orang tua dengan anak. Tiga puluh tujuh orang wanita
anggota ini mengaku bahwa kehamilan pertama mereka adalah kehamilan yang
diharapkan, sehingga mereka memiliki kesiapan untuk menjalankan peran sebagai
orang tua. Perilaku yang muncul setelah anak lahir adalah para wanita ini
Bab 2 Tinjauan Pustaka
42
mengabaikan kebutuhan gizi utama anak, lebih memilih untuk mengabaikan anak
saat mereka sedang sibuk dengan aktivitas sosial mereka dengan sesama anggota
perkumpulan ini, dan apabila mereka merasa tidak bisa menghadapi kondisi anak
yang rewel mereka memilih orang tua mereka untuk mengambil alih tugas
mengurus anak selama beberapa jam sampai kondisi anak sudah membaik.
Apabila kelima aspek penyesuaian pernikahan tersebut dapat dicapai
dengan baik, maka dapat dikatakan pasangan berhasil mencapai penyesuaian
pernikahan yang baik. Karakteristik keberhasilan penyesuaian pernikahan
menurut Hurlock diantaranya terdapat kebahagiaan antara suami dan istri yang
ditunjukkan dengan pasangan yang bahagia memperoleh kepuasan dari peran-
peran yang mereka jalankan. Mereka juga memiliki cinta yang matang dan stabil,
mempunyai penyesuaian seksual yang baik dan menerima peran sebagai orangtua.
Selain itu juga adanya hubungan yang baik antara orangtua dan anak. Ketiga
adalah penyesuaian yang baik pada anak, yang ditunjukkan dengan keberhasilan
anak dalam menyesuaiakan diri dengan teman-temannya dan sekolahnya. Selain
itu, penyesuaian pernikahan yang baik ditandai dengan adanya kemampuan dari
anggota keluarga untuk memahami pandangan yang berbeda dari anggota
keluarganya. Dalam penyesuaian pernikahan yang baik, masing-masing anggota
akan menikmati saat-saat kebersamaan mereka. Karakteristik kelima adalah
penyesuaian keuangan yang baik. Terlepas dari besarnya penghasilan, hal
terpenting yang harus dilakukan suatu keluarga adalah mengatur pemasukan dan
pengeluaran rumah tangga, sehingga keluarga terhindar utang. Karakteristik yang
terakhir adalah penyesuaian dengan keluarga pasangan terjalin dengan baik.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
43
Tiga puluh tujuh orang wanita yang menjadi subjek penelitian ini menikah
sebelum usia 23 tahun dan tanpa paksaan dari pihak lain. Biasanya pasangan
suami istri yang menikah atas dasar keinginan sendiri lebih memungkinkan untuk
membentuk keluarga dan rumah tangga yang harmonis dan bahagia. Akan tetapi,
perilaku yang muncul setelah 37 orang wanita itu menikah berlawanan dengan
anggapan kesiapan mereka sebelum melakukan pernikahan. Wanita-wanita ini
tidak memberikan ASI, Sering melakukan pertemuan sampai larut malam dengan
mengabaikan perhatian kepada anak dan suami. Mereka melakukan hal-hal yang
dilarang oleh suami secara sembunyi-sembunyi, bahkan mengabaikan
keselamatan anak saat sedang sibuk berinteraksi dengan sesama anggota
perkumpulan. Selain itu, mereka kurang menjaga keharmonisan rumah tangga
dengan mengabaikan perintah suami, mengabaikan tugas-tugas sebagai Ibu rumah
tangga dan sebagai seorang Ibu, hingga melakukan perselingkuhan, dan kerap kali
mengajukan cerai jika situasi tidak berjalan sesuai dengan keinginan mereka.
Perilaku-perilaku yang ditunjukkan oleh 37 wanita tersebut menunjukkan
penyesuaian pernikahan yang buruk.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
44
Skema Kerangka Pikir
ASPEK-ASPEK PENYESUAIAN PERNIKAHAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pasangan : 1. Kemampuan dan
kemauan untuk menunjukkan afeksi
2. Kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi
3. Kemampuan dan kemauan untuk menyesuaikan antara konsep pasangan ideal dengan keadaan
4. Kemampuan untuk beradaptasi dengan latar belakang, minat, dan kepentingan yang berbeda
5. Konsep peran : mengabaikan perintah suami, melakukan perselingkuhan, sering pergi hingga larut malam, sering menggugat cerai
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian seksual : 1. Sikap terhadap
seks 2. Konsep
mengenai peran seksual
3. Dorongan seksual
4. Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi
Faktor –faktor yang mempengaruhi penyesuaian keuangan : 1. Pengelolaan
uang : penghasilan istri tidak digunakan untuk keperluan rumah tangga, hanya untuk aktivitas sosial
2. Keterbukaan mengenai keuangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan : 1. Sikap terhadap
keluarga yang lebih tua : akrab namun memandang mertua sebagai pihak yang selalu turut campur
2. Keinginan pasangan untuk mandiri
3. Keterlibatan dengan anggota keluarga pasangan: menghindari komikasi dan menghabiskan waktu bersama mertua dan keluarga suami
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap peran sebagai orang tua : 1. Sikap terhadap
kehamilan : takut gemuk, tidak memperhatikan gizi
2. Sikap terhadap peran sebagai orang tua
3. Harapan orang tua terhadap anak
4. Perasaan keseimbangan tugas orang tua : mengabaikan kebutuhan gizi anak, mengabaikan keselamatan anak
5. Sikap terhadap perubahan peran
Karakteristik keberhasilan penyesuaian pernikahan : 1. Kebahagiaan suami-istri 2. Hubungan yang baik antara
anak dan orang tua 3. Penyesuaian yang baik dari
anak-anak 4. Mampu menghadapi
perbedaan pendapat dengan baik
5. Adanya kebersamaan 6. Penyesuaian keuangan yang
baik 7. Penyesuaian dengan keluarga
pasangan yang baik
Penyesuaian pernikahan yang baik
Penyesuaian pernikahan yang buruk
Bab 3 Metodologi Penelitian
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini
digunakan rancangan penelitian non-eksperimental, dengan metode studi
deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan
untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu
keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Penelitian
deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya
menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala, atau keadaan
(Arikunto, 2009).
Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi
atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat yang diselidiki (Nazir, 1988). Penelitian deskriptif mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut: (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu, (2)
menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu
persatu, dan (3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada
perlakuan (treatment) (Kountur, 2003).
Variabel yang akan diteliliti adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian pernikahan pada wanita kelompok arisan di kota
Bandung.
Bab 3 Metodologi Penelitian
46
3.2. Indentifikasi Variabel
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan pada wanita kelompok arisan
di kota Bandung. Karena bersifat deskriptif, maka dalam penelitian ini tidak
ada variabel bebas (dependent variable) maupun variabel terikat. Teori
penyesuaian pernikahan dalam penelitian ini mengacu pada teori yang
dikemukakan oleh Elizabeth Hurlock.
Untuk memperoleh data yang relevan, maka perlu dilakukan
pengukuran terhadap variabel yang telah didefinisikan secara konseptual.
Pengukuran tersebut dapat dilakukan setelah terlebih dahulu dibuat definisi
operasionalnya. Melalui definisi operasional ini, kemudian akan ditetapkan
pelaksanaan pengukuran variabel yang akan diukur.
3.2.1. Definisi Konseptual Penyesuaian Pernikahan
Penyesuaian pernikahan adalah proses adaptasi antara suami dan
istri, dimana suami dan istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan
menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses penyesuaian diri
(Hurlock, 2002)
Hurlock membagi penyesuaian pernikahan ke dalam lima aspek
penyesuaian, yaitu :
Bab 3 Metodologi Penelitian
47
1. Penyesuaian Terhadap Pasangan
Penyesuaian dengan pasangan adalah penyesuaian yang pertama kali
dihadapi oleh setiap individu yang menikah. Hubungan interpersonal
memainkan peran penting dalam pernikahan dan hal tersebut lebih sulit
daripada dalam kehidupan pekerjaan sebab dalam pernikahan terdapat
banyak permasalahan yang diakibatkan oleh banyak faktor yang tidak
muncul dalam kehidupan individual. Aspek ini memiliki banyak faktor
yang dapat mempengaruhi keberhasilannya, diantaranya :
a. Kemampuan dan kemauan untuk menunjukkan afeksi
kesanggupan untuk membentuk hubungan yang mesra dan saling
memberi serta menerima cinta masing-masing sehingga mereka
tidak mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang
hangat dan intim.
b. Kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi
Kemampuan pasangan untuk saling mengkomunikasikan
kebutuhan, minat dan harapan-harapan sehingga mereka dapat
menghindari kesalah pahaman dalam hubungan rumah tangga.
c. Kemampuan dan kemauan untuk menyesuaikan antara konsep
pasangan ideal dengan keadaan
Kemampuan pasangan untuk menyesuaikan antara konsep
pasangan ideal yang dimiliki dirinya dengan kondisi pasangan
yang ada.
Bab 3 Metodologi Penelitian
48
d. Kemampuan untuk beradaptasi dengan latar belakang, minat, dan
kepentingan yang berbeda.
Setiap Pasangan memiliki kecenderungan latar belakang budaya,
agama dan pola asuh, selain itu berbeda juga dalam hal minat dan
kepentingan yang dimiliki oleh kedua pasangan. Oleh karena itu,
setiap pasangan dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan
perbedaan-perbedaan tersebut.
e. Konsep peran
Setiap pasangan memiliki harapan dan konsep mengenai peran
suami atau istri. Dalam hal ini, bagaimana kemampuan
pasangannya untuk memainkan peran sesuai dengan harapan dan
konsep yang dimiliki pasangannya.
2. Penyesuaian seksual
Penyesuaian ini merupakan penyesuaian yang paling sulit dalam
pernikahan dan salah satu penyebab pertengkaran dan
ketidakbahagiaan dalam pernikahan apabila pasangan tidak dapat
membentuk kesepakatan yang memuaskan. Biasanya pasangan tidak
memiliki pengalaman yang cukup dan mungkin mereka tidak mampu
mengendalikan emosinya. Fakor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan aspek ini, yaitu :
Bab 3 Metodologi Penelitian
49
a. Sikap terhadap seks
Hal ini sangat dipengaruhi oleh cara pria dan wanita dalam
menerima informasi mengenai seksual selama masa anak dan
remaja. Dalam hal ini, bagaimana pasangan bisa memiliki sikap
menyenangkan dalam penyesuaian seksual dengan pasangannya.
b. Konsep mengenai peran seksual
Hal ini mencangkup peran yang dimainkan oleh pasangan dalam
pernikahan. Dalam hal ini bagaimana pasangan bisa membuat
kesepakatan mengenai harapan-harapan peran seksual yang
dimainkan dalam rumah tangga. Peran tersebut terdiri dari
konsep tradisional dimana terdapat perbedaan hak antara wanita
dengan pria, serta konsep egalitarian dimana terdapat persamaan
hak antara pria dan wanita.
c. Dorongan seksual
Variasi dalam minat dan kenikmatan dalam hubungan seksual
dapat mempengaruhi penyesuaian seksual. Dalam hal ini
kesepakatan pasangan dalam hal, variasi, minat, dan bagaimana
kemampuan pasangan mengendalikan emosi ketika mencari
kenikmatan dalam hubungan seksual.
d. Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi
Kesepakatan pasangan mengenai penggunaan alat kontrasepsi.
Bab 3 Metodologi Penelitian
50
3. Penyesuaian Keuangan
Cukup tidaknya keuangan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
terutama kebutuhan primer dan sekunder memberikan pengaruh yang
kuat terhadap penyesuaian individu dengan pernikahan. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi keberhasilan aspek ini, yaitu :
a. Pengelolaan uang
Kemampuan pasangan untuk mengelola keuangan, baik itu
pemasukan yang digabungkan maupun pengeluaran yang
berubah sebelum pasangan menikah. Baik pada pasangan yang
keduanya bekerja maupun pada pasangan dengan hanya suami
yang bekerja.
b. Keterbukaan pasangan mengenai masalah keuangan
Kemampuan pasangan untuk saling terbuka mengenai masalah-
masalah keuangan seperti harapan-harapan pasangan dalam
pemenuhan kebutuhan, bagaimana pasangan menggunakan
penghasilan yang ada, penggabungan pendapatan pasangan dan
lain sebagainya.
4. Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan
Dengan pernikahan, setiap individu secara otomatis memperoleh
kelompok keluarga baru. Mereka itu adalah anggota keluarga pasangan
dengan usia yang berbeda, yang kerapkali memiliki minat dan nilai
Bab 3 Metodologi Penelitian
51
yang berbeda, bahkan mungkin memiliki perbedaan dari segi
pendidikan, budaya, dan latar belakang sosialnya. Suami istri harus
dapat mempelajari dan menyesuaikan diri dengan hal-hal tersebut
apabila mereka menginginkan hubungan yang akrab dengan sanak
saudara mereka. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
aspek ini, yaitu :
a. Sikap terhadap keluarga yang lebih tua
Kemampuan pasangan untuk menunjukkan sikap yang positif
terhadap mertua dan pihak keluarga lain yang memiliki usia lebih
tua.
b. Keinginan pasangan untuk mandiri
Kemampuan pasnagan untuk mandiri dalam mengatur kehidupan
rumah tangga dan menolak dengan cara baik terhadap campur
tangan keluarga dalam urusan rumah tangga.
c. Kerlibatan dengan anggota keluarga pasangan
Kesediaan pasangan untuk merawat anggota keluarga pasangan
dan mengatur pemberian bantuan keuangan kepada anggota
keluarga pasangan.
5. Penyesuaian terhadap peran sebagai orang tua
Dengan lahirnya seorang anak, keluarga terkadang bingung dan
mengalami stres dengan tingkat yang berbeda-beda terutama saat
Bab 3 Metodologi Penelitian
52
kehadiran anak pertama karena hal tersebut mengubah hubungan
kelurga yang dwitunggal menjadi tritunggal. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan aspek ini, yaitu :
a. Sikap terhadap kehamilan
Kemampuan pasangan untuk memberntuk sikap positif terhadap
kehamilan.
b. Sikap terhadap peran sebagai orang tua
Kemampuan pasangan untuk menunjukkan kesadaran bahwa anak
merupakan unsur penting yang akan membentuk kebahagiaan
suatu pernikahan.
c. Harapan orang tua terhadap anak
Kemampuan pasangan untuk menerima anak yang kurang sesuai
dengan harapan. Misalnya, jenis kelamin, jumlah anak, dan lain
sebagainya.
d. Perasaan keseimbangan tugas orang tua
Kemampuan pasangan untuk mengasuh dan membesarkan anak.
e. Sikap terhadap perubahan peran
Kemampuan pasangan untuk belajar memainkan peran yang lebih
berorietasi kepada keluarga daripada pasangan.
Bab 3 Metodologi Penelitian
53
3.2.2. Definisi Operasional Variabel
Penyesuaian pernikahan merupakan proses wanita kelompok arisan
yang menjadi anggota situs belanja online X yang menikah sebelum usia 23
tahun dalam menyesuaikan diri dengan peran dan tugasnya sebagai seorang
istri, ibu rumah tangga dan sebagai seorang ibu. Proses adaptasi tersebut
merupakan keseluruhan dari penyesuaian dalam menghadapi segala
permasalahan dan konflik-konflik yang mungkin dihadapi dalam kehidupan
rumah tangga seperti menghadapi dan menanggapi suami sebagai kepala
rumah tangga, masalah-masalah seksual, keuangan dalam rumah tangga,
keluarga dari pihak suami, dan peran baru sebagai orang tua.
1. Penyesuaian pernikahan yang pertama kali muncul adalah penyesuaian
dengan pasangan atau suami sebagai kepala rumah tangga dalam
keluarga yang baru. Aspek ini terdiri dari item-item yang
menggambarkan bagaimana para wanita dalam menyesuaikan diri
dengan suami. Penyesuaian ini memiliki faktor-faktor sebagai berikut
:
a. Kemampuan dan kemauan dalam menunjukkan afeksi
Faktor ini mengukur kemampuan dan kemauan istri dalam
menunjukkan afeksi, yaitu kemampuan dan kemauan istri dalam
membangun hubungan yang hangat dan intim dengan suami, meliputi
kemampuan dan kemauan istri dalam membentuk hubungan yang
mesra, saling memberi dan menerima cinta dari suami.
Bab 3 Metodologi Penelitian
54
b. Kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi
Dalam faktor ini diukur kemampuan dan kemauan istri untuk
berkomunikasi dengan suami, yaitu kemampuan dan kemauan istri
untuk menghindari kesalahpahaman dalam hubungan berumah tangga.
meliputi kemampuan dan kemauan istri dalam mengkomunikasikan
kebutuhan, minat dan harapan-harapannya kepada suami.
c. Kemampuan dan kemauan untuk menyesuaikan antara konsep
pasangan ideal dengan keadaan
Faktor ini mengukur kemampuan istri untuk menyesuaikan antara
konsep pasangan ideal yang dibentuk selama masa hidupnya dengan
keadaan nyata yang ada pada suami.
d. Kemampuan untuk beradaptasi dengan latar belakang, minat, dan
kepentingan yang berbeda
Faktor ini mengukur bagaimana kemampuan istri dalam
membentuk penyesuaian dengan latar belakang agama, minat dan
kepentingan suami yang berbeda yang meliputi perbedaan budaya,
kelas sosial, ekonomi dan pendidikan.
e. Konsep peran
Faktor ini mengukur bagaimana kemampuan istri menghindari
konflik yang timbul akibat konsep peran yang terbentuk. Konsep peran
tersebut meliputi harapan-harapan istri mengenai peran yang
dimainkan suami dalam kehidupan berumah tangga.
Bab 3 Metodologi Penelitian
55
2. Penyesuaian yang kedua adalah penyesuaian seksual. Aspek ini terdiri
dari item-item yang menggambarkan kemampuan penyesuaian istri
dalam kehidupan seksual dengan pasangannya dalam pernikahan,
apakah memuaskan atau tidak. Faktor-faktor yang mempengaruhi
aspek ini diantaranya :
a. Sikap terhadap seks
Faktor ini mengukur bagaimana kemampuan istri untuk memiliki
sikap yang positif mengenai penyesuaian seksual dengan suami.
b. Konsep mengenai peran seksual
Faktor ini mengukur bagaimana kemampuan istri untuk membuat
kesepakatan mengenai harapan peran seksual yang dimainkan dalam
pernikahan, baik dalam konsep tradisional ataupun egalitarian.
c. Dorongan seksual
faktor ini mengukur kemampuan istri dalam menjaga
keharmonisan rumah tangga melalui variasi seksual istri yang
cenderung periodik atau tidak tetap bersama suami. Variasi seksual
tersebut meliputi minat-minat dan kenikmatan-kenikmatan seksual istri
dalam melakukan hubungan seksual bersama suami.
d. Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi
Faktor ini mengukur bagaimana kemampuan istri membentuk
sikap yang positif terhadap penggunaan alat kontrasepsi, dalam hal ini
meliputi upaya istri dalam menghindari konflik dan ketegangan dalam
Bab 3 Metodologi Penelitian
56
rumah tangga. terutama dalam membentuk kesepakatan dengan suami
mengenai penggunaan alat kontrasepsi.
3. Penyesuaian yang muncul selanjutnya adalah penyesuaian keuangan.
Aspek ini berisi item-item yang menggambarkan pengelolaan
keuangan dalam rumah tangga para wanita. Faktor-faktor yang
mempengaruhi aspek ini diantaranya :
a. Pengelolaan keuangan
Faktor ini mengukur kemampuan istri untuk Mengelola keuangaan
dengan baik. Upaya tersebut dilihat dari bagaimana istri mengelola
penghasilan, baik yang digabungkan dengan suami maupun hasil dari
pihak suami saja, dan bagaimana istri dalam mengelola pengeluaran
setelah menikah.
b. Keterbukaan pasangan mengenai masalah keuangan
Dalam faktor ini mengukur keterbukaan istri mengenai masalah
keuangan dalam rumah tangga. keterbukaan tersebut meliputi
keterbukaan mengenai harapan-harapan dalam pemenuhan kebutuhan,
keterbukaan penggunaan keuangan, keterbukaan mengenai
penggabungan penghasilan apabila istri memiliki penghasilan.
4. Penyesuaian selanjutnya adalah penyesuaian dengan pihak keluarga
pasangan. Aspek ini berisi item-item yang menggambarkan bagaimana
Bab 3 Metodologi Penelitian
57
istri beradaptasi dengan keluarga dari suami. Baik itu orang tua
(mertua), saudara sekandung dari suami, maupun beradaptasi dalam
situasi-situasi yang melibatkan keluarga dari suami. Faktor-faktor yang
mempengaruhi aspek ini di antaranya :
a. Sikap terhadap keluarga yang lebih tua.
faktor ini mengukur bagaimana kemampuan istri dalam
membentuk sikap yang positif terhadap mertua dan keluarga suami
yang berusia lebih tua.
b. Keinginan pasangan untuk mandiri
faktor ini mengukur kemampuan istri dalam membentuk rumah
tangga yang mandiri bersama suami. Kemandirian tersebut dinilai dari
sejauh mana istri dapat membangun rumah tangga tanpa adanya turut
campur dari pihak keluarga, dan dinilai melalui reaksi istri terhadap
bantuan dan masukan yang diberikan keluarga, serta reaksi yang baik
atas keluarga yang turut campur dalam urusan rumah tangga .
c. Keterlibatan dengan anggota keluarga pasangan
faktor ini mengukur kesediaan istri untuk terlibat dengan anggota
keluarga pasangan, yaitu upaya untuk menghindari kesulitan dan
ketegangan dengan keluarga pasangan. Keterlibatan istri tersebut
meliputi merawat dan memberikan bantuan baik fisik maupun finansial
kepada anggota keluarga pasangan.
Bab 3 Metodologi Penelitian
58
5. Penyesuaian yang terakhir adalah penyesuaian terhadap peran sebagai
orang tua. Aspek ini berisi item-item yang mengukur bagaimana
proses istri dalam beradaptasi dengan peran baru sebagai orang tua.
proses tersebut mencakup sikap, harapan-harapan, dan perasaan istri
dalam kaitannya dengan peran baru sebagai orang tua dan dalam
tugasnya mengurus anak. Faktor-faktor yang mempengaruhi aspek ini
diantaranya :
a. Sikap terhadap kehamilan.
faktor ini mengukur bagaimana kemampuan istri membentuk sikap
yang positif selama masa kehamilan. Pembentukan sikap ini meliputi
kondisi fisik dan emosional istri selama masa kehamilan.
b. Sikap terhadap peran sebagai orang tua.
Faktor ini mengukur bagaimana kemampuan istri membentuk sikap
yang positif terhadap peran sebagai orang tua, yakni upaya untuk
membentuk pernikahan yang bahagia. Pernikahan yang bahagia
tersebut terbentuk dari kesadaran istri mengenai pentingnya kehadiran
anak dalam pernikahan.
c. Harapan orang tua terhadap anak.
faktor ini mengukur kemampuan istri untuk menerima anak yang
kurang sesuai dengan harapan. Harapan-harapan tersebut meliputi jenis
kelamin anak, jumlah anak, karakteristik anak, dan lain sebagainya.
Bab 3 Metodologi Penelitian
59
d. Perasaan keseimbangan orang tua.
faktor ini mengukur kemampuan istri untuk mengasuh dan
membesarkan anak dengan tidak menimbulkan rasa cemas sebagai ibu.
e. Sikap terhadap perubahan peran.
faktor ini mengukur bagaimana kemampuan istri membentuk Sikap
yang positif terhadap perubahan peran sebagai seorang ibu.
3.3. Populasi dan Sampel
Karakteristik Populasi :
a. Anggota perkumpulan situs belanja Online X di Bandung yang
mengikuti arisan secara rutin.
b. Berada pada usia tahap dewasa awal / dini.
Karakteristik Sampel :
a. Anggota perkumpulan situs belanja Online X di Bandung yang
mengikuti arisan secara rutin.
b. Menikah sebelum usia 23 tahun.
c. Menikah atas dasar keinginan sendiri dan kesiapan mental.
d. Memiliki anak.
e. Menganut konsep peran seksual tradisional dari segi fungsi, namun
cenderung membentuk konsep peran seksual egalitarian dari segi
perilaku.
Bab 3 Metodologi Penelitian
60
Teknik sampling yang digunakan adalah non random sampling
dengan jenis sampling purposive, yakni jenis sampling yang digunakan
berdasarkan karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian.
3.4. Instrumen Penelitian
Untuk mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
pernikahan pada wanita kelompok arisan di bandung, digunakan alat ukur
yang peneiliti buat sesuai dengan konsep teori dari Hurlock (2002).
Responden diminta untuk menentukan apakah pernyataan tersebut
sesuai atau tidak sesuai dengan kebiasaan dirinya. Setiap item memiliki
alternatif jawaban yang menunjukkan frekuensi tingkah laku yang
dilakukan oleh responden dalam kehidupan nyata sehari-hari. Setiap item
dapat dikelompokkan sebagai item favorable (yang memihak pada objek
ukur atau yang mengindikasikan tingginya atribut yang diukur) atau
sebagai item un-favorable (yang tidak memihak pada objek ukur atau yang
mengindikasikan rendahnya atribut yang diukur.
Dalam ilmu statistik, jenis data dibedakan menjadi empat macam
skala pengukuran, yaitu nominal, ordinal, interval, dan rasio. Skala nominal
merupakan skala yang paling lemah dari semua skala pengukuran yang ada.
Skala ini membedakan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain
berdasarkan nama. Pada skala ordinal semua data dianggap bersifat
kualitatif dan setara. Skala ordinal pengukuran didasarkan pada jumlah
relatif beberapa karakteristik khusus yang dimiliki oleh setiap peristiwa.
Bab 3 Metodologi Penelitian
61
Oleh karena itu, pengukuran skala ordinal memungkinkan penyusunan
peringkat dari masing-masing peristiwa yang terjadi. Pada skala ordinal
terdapat klasifikasi data berdasarkan tingkatan.Pada skala interval,
pembedaan peristiwa dapat diurutkan. Antara peringkat satu dengan yang
lain memiliki arti. Dengan kata lain, selain bisa dibuat dalam peringkat data
dapat pula dikuantitatifkan. Skala rasio merupakan pengukuran yang paling
tinggi. Skala rasio adalah hasil pengukuran untuk nilai yang sesungguhnya,
bukan kategori seperti pada skala nominal, ordinal maupun interval.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert,
suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan
merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei.
Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan suatu
laporan yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu menanggapi
pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan
mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan
yang tersedia. Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang
mengukur baik tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu
pernyataan. Empat skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner
skala Likert yang memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan
"netral" tak tersedia. Disediakan empat pilihan skala dengan format seperti
Bab 3 Metodologi Penelitian
62
ALTERNATIF JAWABAN
NILAI PERNYATAAN FAVOURABLE
NILAI PERNYATAAN UNFAVOURABLE
1 = Tidak Pernah 1 4 2 = pernah 2 3 3 = Sering 3 2
5 = Selalu 4 1
Pernyataan-pernyataan pada alat ukur tersebut diturunkan
berdasarkan pada subaspek-subaspek sebagai berikut, keseluruhannya
terdapat 19 kombinasi. Penyesuaian pernikahan yang dimaksudkan dalam
konsep teori dalam perhitungan tersebut sebagai total positif. Penyesuaian
pernikahan yang baik dapat dilihat dari jumlah skor tertinggi yang
diperoleh (total positif tinggi) dan semakin rendah jumlah skor yang
diperoleh semakin buruk penyesuaian pernikahan yang dimilikinya (total
positif rendah).
Untuk menentukan penyesuaian pernikahan yang baik dan buruk
dengan menggunakan nilai tengah dari alat ukur yaitu dari skor minimal
diurutkan sampai dengan skor maksimal, lalu diambil nilai tengahnya.
Bab 3 Metodologi Penelitian
63
3.5. KISI-KISI ALAT UKUR ASPEK FAKTOR INDIKATOR NOMOR ITEM
(+) (-)
Penyesuaian
dengan pasangan
Kemampuan dan kemauan dalam
menunjukkan afeksi
Membentuk hubungan yang mesra
1,3,5 7,9,11
Memberi dan menerima cinta
2,4,6 8,10,12
Kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi
mengkomunikasikan kebutuhan, minat,
dan harapan-harapan
13,16,17,19
21,23,25,27
Konsep pasangan ideal
Menyesuaikan antara konsep pasangan
ideal dengan keadaan nyata
14,15,18,20
22,24,26
Kesamaan latar belakang, minat, dan
kepentingan
Penyesuaian dengan perbedaan-perbedaan
yang dimiliki
28,30,32,34
36,38,29,40
Konsep peran Harapan-harapan peran suami
29,31,33,35
37,41,42,43
Penyesuaian seksual
Sikap terhadap seks Sikap positif mengenai
penyesuaian seksual dengan suami
44,46,48,50
51,53,55,57
Konsep mengenai peran seksual
Kesepakatan peran seksual dalam rumah
tangga
45,47,49 52,54,56
Dorongan Seksual Minat-minat dan kenikmatan-
kenikmatan seksual
58,60,2 63,65,67
Sikap Terhadap Penggunaan alat
kontrasepsi
Sikap positif penggunaan kontrasepsi
59,61 64,66
Kesepakatan penggunaan alat
kontrasepsi
70,72 75,77
Penyesuaia Keuangan
Pengelolaan Keuangan
Mengelola pemasukandan pengeluaran
68,69,71, 73
74,76,78
Bab 3 Metodologi Penelitian
64
ASPEK FAKTOR INDIKATOR NOMOR ITEM
(+) (-)
Keterbukaan pasangan mengenai masalah keuangan
Keterbukaan Harapan-harapan
pemenuhan kebutuhan
79.81,83,85 86,88,90
Keterbukaan Penggunaan keuangan
80,82,84 87,89,91
Penyesuaian dengan pihak
keluarga pasangan
Sikap terhadap keluarga yang lebih
tua
Sikap positif terhadap mertua dan anggota keluarga lain yang berusia lebih tua
92,94,96,98 99,100, 102,103
Keinginan pasangan untuk mandiri
Reaksi terhadap bantuan, masukan dan campur tangan
keluarga
93,95 101,104
Keterlibatan dengan anggota keluarga
pasangan
Merawat keluarga yang lebih tua
106,108, 109
112,114
memberikan bantuan fisik dan finansial
105,107, 110
111,113, 115
Penyesuaian terhadap peran
sebagai orang tua
Sikap terhadap kehamilan
Sikap positif terhadap kondisi fisik kehamilan
116,118, 120,122,
124
125,127, 129,131,
133
Sikap positif terhadap kondisi emosional
kehamilan
117,119, 121,123
126,128, 130,132
Sikap terhadap peran sebagai orang
tua
Kesadaran esensial tentang kehadiran
anak
135,137, 139,141
4,146, 148,149
Harapan orang tua terhadap anak
menerima jenis kelamin, jumlah dan karakteristik anak
134,136, 138,140,
142
143,145, 147,150
Perasaan keseimbangan orang
tua
Perasaan tidak cemas dalam mengasuh dan membesarkan anak
151,153, 155,157,
158
159,161, 163,165,
167
Sikap terhadap perubahan peran
Sikap positif terhadap peran ibu
152,154, 156
160,162, 164,166
Bab 3 Metodologi Penelitian
65
3.6. Metoda Pengambilan Data
Untuk memperoleh informasi peneliti menggunakan alat
pengumpulan data berupa kuesioner terdiri dari 136 item yang disusun
berdasarkan teori penyesuaian pernikahan yang dikembangkan oleh
Hurlock (2002)
3.7. Uji Coba Alat Ukur
3.7.1 Validitas
Uji validitas alat ukur adalah untuk mengatahui apakah alat ukur
yang digunakan memiliki taraf kesesuaian dan ketepatan dalam melakukan
penilaian, atau dengan kata lain apakah alat ukur tersebut sudah benar-
benar mengukur apa yang ingin diukur. Prosedur pengujian validitas yang
digunakan adalah construct validity, yaitu metode validitas yang digunakan
untuk melihat antara hasil pengukuran satu alat tes dengan konsep teoritik
yang dimilikinya.
Langkah-langkah pengujian validitas adalah sebagai berikut:
1. Memberikan skor pada alat ukur penyesuaian pernikahan setiap item
dari responden..
2. Membuat rangking dari skor setiap item pada alat ukur faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan dari setiap responden.
Bab 3 Metodologi Penelitian
66
3. Menghitung korelasi antara skor item pada setiap faktor dengan skor
total keseluruhan item dari seluruh responden dengan menggunakan
rumus koefisien korelasi dari rank Spearman (rs), yaitu
Keterangan :
rs : koefisien korelasi rank Spearmen
R(Xi) : rank pada data X untuk data yang ke-i (rank pada skor setiap item
setiap aspek dari seluruh responden)
R(Yi) : rank pada data Y untuk data yang ke-i (rank pada skor total
keseluruhan item setiap aspek dari seluruh responden)
n : banyaknya data
I : 1,2, …. , n
6. Menentukan validitas untuk setiap item, apakah item dapat dipakai,
direvisi atau tidak dapat dipakai dengan membandingkan nilai
koefisien korelasi yang dapat diperoleh dengan kriteria dari Guilford
(1995), yaitu:
0,00 – 0,19 = item tidak dapat dipakai
0,20 – 0,39 = item direvisi
0,40 – 1,00 = item dapat dipakai
Bab 3 Metodologi Penelitian
67
3.7.2. Reliabilitas
Konsep reliabilitas berlandaskan pada konsistensi skor yang
dicapai individu yang sama dalam atribut psikologis yang sama, walaupun
diukur pada waktu yang berbeda ataukah menggunakan instrument yang
berbeda (Noor, 2009). Karena alat ukur yang digunakan merupakan data
ordinal dan jumlah item positif serta item negatifnya tidak seimbang maka
rumusan Koefesien Reliabilitas untuk instrumen penelitian yang berupa
skor berskala ukur ordinal, digunakan persamaan koefesien-α ( Cronbach,
1951) untuk menghitungnya. Teknik reliabilitas dalam penelitian adalah
teknik split half.
−
−=
∑2
2
11
x
j
S
S
k
kα
Keterangan :
k adalah banyaknya belahan item
2xS adalah varians dari item ke-i
∑ 2jS adalah total varians dari keseluruhan item
Si2
2( )
( 1)iX X
n
−−
∑=
3.8. Teknik Analisis Data
Menurut Patton, analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian
Bab 3 Metodologi Penelitian
68
dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data. Untuk sampai pada analisis data,
sebelumnya dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data.
Pengumpulan data yaitu pencarian data yang diperlukan,
yang dilakukan terhadap berbagai jenis data dan berbagai bentuk
data yang ada pada tangan peneliti serta melakukan pencatatan data
di lapangan.
2. Reduksi data.
Reduksi data yaitu proses pemilihan pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data-data
kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi
data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan dan membuang yang tidak perlu
dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehigga
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Miles, 1992:
15-16). Dengan mereduksi data, data-data yang ada baik hasil
pengamatan, wawancara maupun yang berasal kuesioner dan
diadakan pemilihan-pemilihan untuk menggolongkannya ke dalam
suatu pola yang lebih luas.
3. Sajian data.
Sajian data yaitu suatu rakitan organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan atau sekumpulan
Bab 3 Metodologi Penelitian
69
informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Setelah data
dikumpulkan dan diorganisasikan dengan memilah-milah data
yang dibutuhkan kemudian disajikan dalam bentuk uraian-uraian
naratif.
4. Penarikan kesimpulan.
Kesimpulan atau verifikasi yaitu merupakan suatu tinjauan
ulang pada catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau
sebagai makna yang muncul dari data yang harus diuji
kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya yang merupakan
validitas (Miles, 1992: 16) atau dapat juga diartikan sebagai
kesimpulan dari data-data yang diperlukan atau dikumpulkan atau
kemudian diorganisasikan melalui reduksi data dan sajian data.
Model analisis interaktif menunjukkan bahwa komponenen
pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan
kesimpulan saling berinteraksi. Berdasarkan hal tersebut maka
peneliti bergerak dari pengumpulan data yang berupa kalimat-
kalimat yang diperoleh dari wawancara, observasi dan kuesioner.
Setelah terkumpul dimulailah mereduksi data yaitu menyeleksi,
memfokuskan, menyederhanakan data kasar yang diperoleh.
Selanjutnya peneliti merakit informasi data yang telah direduksi
secara teratur agar mudah dilihat, dimengerti, dalam bentuk yang
Bab 3 Metodologi Penelitian
70
lengkap, sehingga pada akhirnya penarikan kesimpulan dapat
dilakukan dengan mudah.
Bila kesimpulan dirasa kurang mantap, maka peneliti dapat
kembali mengadakan pengamatan untuk mengumpulkan data
kembali kemudian mereduksi dan menyajikan data kembali dan
pada akhirnya menarik kesimpulan yang lebih tepat dan mantap
yang sesuai dengan harapan peneliti.
3.8.1. Median
Median menentukan letak tengah data setelah data disusun menurut
urutan nilainya. Bisa juga nilai tengah dari data-data yang terurut. Simbol
untuk median adalah Me. Dengan median Me, maka 50% dari banyak data
nilainya paling tinggi sama dengan Me, dan 50% dari banyak data nilainya
paling rendah sama dengan Me. Dalam mencari median, dibedakan untuk
banyak data ganjil dan banyak data genap. Untuk banyak data ganjil,
setelah data disusun menurut nilainya, maka median Me adalah data yang
terletak tepat di tengah. Median bisa dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
Bab 3 Metodologi Penelitian
71
3.9. Prosedur Penelitian
Secara keseluruhan prosedur dari penelitian ini terdiri dari 5 (lima)
tahap, yaitu :
1. Tahap Persiapan
a. Mempersiapkan surat ijin yang diperlukan untuk melakukan
penelitian dari Fakultas Psikologi UNISBA.
b. Melakukan observasi dan wawancara awal pada wanita kelompok
arisan yang menjadi anggota perkumpulan situs belanja online X di
bandung penelitian untuk menjaring masalah yang akan diteliti.
c. Melakukan studi kepustakaan.
d. Menyusun proposal penelitian sesuai dengan permasalahan yang
akan diteliti.
e. Menetapkan populasi dan sampel penelitian.
f. Menetapkan rancangan penelitian dan alat ukur yang akan
digunakan dalam penelitian.
g. Menetapkan jadwal pengambilan data.
2. Tahap Pengambilan Data
a. Menemui seluruh sampel penelitian untuk meminta kesediaan
untuk mengambil data dari responden.
b. Melakukan pengambilan data penyesuaian pernikahan pada seluruh
sampel.
3. Tahap Pengolahan Data
a. Melakukan skoring dari data yang telah diperoleh.
Bab 3 Metodologi Penelitian
72
b. Melakukan tabulasi data dan memasukkannya ke dalam table.
c. Mengolah data.
4. Tahap Pembahasan
a. Menginterpretasikan dan membahas hasil analisis statistik
berdasarkan teori yang digunakan.
b. Membahas dan menarik kesimpulan dari hasil interpretasi.
c. Memberikan saran atas manfaat dari hasil penelitian yang telah
dilakukan.
5. Tahap Akhir
a. Penelitian secara menyeluruh dilaporkan dalam bentuk tertulis.
b. Melakukan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan terhadap
laporan hasil penelitian sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban
dari peneliti atas penelitian yang dilakukan.
Bab 4 Hasil & pembahasan
73
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian berupa gambaran
hasil dan pembahasan data yang diperoleh dari penyebaran angket sebagai
data primer. Adapun data lain yang diperoleh melalui data sekunder yaitu
melalui wawancara dan studi kepustakaan yang digunakan sebagai data
penunjang untuk melengkapi dan mengembangkan analisis data primer.
Analisis data ini dilakukan untuk mengetahui pembentukan penyesuaian
pernikahan yang diukur melalui faktor-faktor yang mempengaruhi
penyesuaian pernikahan wanita kelompok arisan yang menjadi anggota
perkumpulan situs belanja online X di Bandung.
4.1 Hasil
4.1.1 Gambaran Penyesuaian Pernikahan
Berdasarkan pengukuran terhadap 37 wanita subjek penelitian
didapatkan data mengenai penyesuaian pernikahan. Data penyesuaian
pernikahan ini diperoleh dengan memberikan kuesioner dari item-item
mandiri yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori yang dikembangkan
oleh Hurlock (2002). Berikut ini hasil dan gambaran pengukuran terhadap
37 subjek :
Bab 4 Hasil & pembahasan
74
Tabel 4.1 Persentase Penyesuaian Pernikahan
Variabel Rendah Tinggi Total
F % F % F % Penyesuaian Pernikahan 23 62.16 14 37.84 37 100
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penyesuaian pernikahan
memiliki median 340, sehingga subjek yang memiliki nilai kurang dari
340 dapat dikatakan memiliki penyesuaian pernikahan yang rendah, dan
subjek yang memiliki nilai lebih dari 340 dapat dikatakan memiliki
penyesuaian pernikahan yang tinggi.
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa 23 wanita
memperoleh hasil di bawah median dan 14 orang wanita memperoleh hasil
di atas median. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat 62,16%
wanita kelompok arisan yang menjadi anggota perkumpulan situs belanja
online X ini memiliki penyesuaian pernikahan yang buruk dan 37,84%
wanita memiliki penyesuaian pernikahan yang baik. Data di atas di
visualisasikan dalam diagram bundar sebagai berikut :
Bab 4 Hasil & pembahasan
75
Diagram 4.1 Diagram frekuensi dan Presentase Penyesuaian Pernikahan
4.1.2. Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian yang
Buruk
Berdasarkan perhitungan skor pada setiap faktor yang
mempengaruhi penyesuaian pernikahan, didapatkan faktor-faktor yang
memberikan pengaruh paling besar pada 37 orang responden yang
mengindikasikan penyesuaian pernikahan yang buruk. Dari perhitungan
skor tersebut kemudian di dapatkan median (nilai tengah), dari nilai tengah
tersebut kemudian di hitung jumlah responden dengan skor mentah yang
berada di bawah median. Semakin tinggi frekuensi jumlah responden yang
memiliki nilai di bawah median pada suatu faktor mengindikasikan
semakin besar faktor tersebut memberikan kontribusi pada terbentuknya
penyesuaian pernikahan yang buruk. Hasil tersebut dapat dilihat dari tabel
4.2 sebagai berikut.
Bab 4 Hasil & pembahasan
76
Tabel 4.2 Persentase Skor Faktor-faktor pada Penyesuaian Pernikahan yang Buruk
Faktor Rendah
Median F %
Kemampuan dan kemauan untuk menunjukkan afeksi 21 56.76 25
Kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi 23 62.16 15
Kemampuan dan kemauan untuk menyesuaikan antara konsep pasangan ideal
dengan keadaan 21 56.76 15
Kemampuan untuk beradaptasi dengan latar belakang, minat, dan kepentingan yang
berbeda 20 54.05 17.5
Konsep peran 21 56.76 12.5 Sikap terhadap seks 23 62.16 15
Konsep mengenai peran seksual 23 62.16 15 Dorongan seksual 20 54.05 15
Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi 22 59.46 15 Pengelolaan uang 22 59.46 17.5
Keterbukaan mengenai keuangan 21 56.76 20 Sikap terhadap keluarga yang lebih tua 21 56.76 17.5
Keinginan pasangan untuk mandiri 21 56.76 10 Keterlibatan dengan anggota keluarga
pasangan 23 62.16 25
Sikap terhadap kehamilan 20 54.05 32,5 Sikap terhadap peran sebagai orang tua 22 59.46 17.5
Harapan orang tua terhadap anak 22 59.46 17.5 Perasaan keseimbangan tugas orang tua 21 56.76 25
Sikap terhadap perubahan peran 22 59.46 12.5
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa seluruh faktor memiliki persentase
di atas 50% dari jumlah responden yang memiliki nilai di bawah median.
Hal tersebut menandakan bahwa seluruh faktor memberikan kontribusi
pada terbentuknya penyesuaian pernikahan yang buruk pada responden.
Faktor dengan jumlah responden sama dengan atau lebih dari 62,16%
yang memiliki nilai dibawah median dianggap sebagai hal yang
memberikan kontribusi tinggi pada terbentuknya penyesuaian pernikahan
Bab 4 Hasil & pembahasan
77
yang buruk. Fakor-faktor dengan kontribusi tinggi berada pada jumlah
frekuensi responden sebanyak 23 orang, diantaranya adalah kemampuan
dan kemauan untuk berkomunikasi yaitu kemampuan untuk
mengkomunikasikan kebutuhan, minat, dan harapan-harapan, sikap
terhadap seks yaitu kemampuan untuk membentuk sikap positif mengenai
penyesuaian seksual dengan suami, konsep mengenai peran seksual yaitu
kesepakatan peran seksual dalam rumah tangga, dan keterlibatan dengan
anggota keluarga pasangan yaitu kesediaan untuk merawat keluarga yang
lebih tua dan kesediaan untuk memberikan bantuan fisik dan finansial.
4.1.3. Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian
Pernikahan yang Baik
Berdasarkan perhitungan skor pada setiap faktor yang
mempengaruhi penyesuaian pernikahan, didapatkan faktor-faktor yang
dianggap memberikan kontribusi paling besar pada 37 orang responden
yang mengindikasikan penyesuaian pernikahan yang baik. Dari
perhitungan skor tersebut kemudian di dapatkan median (nilai tengah),
dari nilai tengah tersebut kemudian di hitung jumlah responden dengan
skor mentah yang berada di atas median. Semakin tinggi frekuensi jumlah
responden yang memiliki nilai di atas median pada suatu faktor
mengindikasikan semakin besar faktor tersebut memberikan kontribusi
pada terbentuknya penyesuaian pernikahan yang baik. Hasil tersebut dapat
dilihat dari tabel 4.3 sebagai berikut
Bab 4 Hasil & pembahasan
78
Tabel 4.3 Persentase Skor Faktor-faktor pada Penyesuaian Pernikahan yang Baik
Faktor Tinggi
Median F %
Kemampuan dan kemauan untuk menunjukkan afeksi 16 43.24 25
Kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi 14 37.84 15
Kemampuan dan kemauan untuk menyesuaikan antara konsep pasangan ideal
dengan keadaan 16 43.24 15
Kemampuan untuk beradaptasi dengan latar belakang, minat, dan kepentingan yang
berbeda 17 45.95 17.5
Konsep peran 16 43.24 12.5 Sikap terhadap seks 14 37.84 15
Konsep mengenai peran seksual 14 37.84 15 Dorongan seksual 17 45.95 15
Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi 15 40.54 15 Pengelolaan uang 15 40.54 17.5
Keterbukaan mengenai keuangan 16 43.24 20 Sikap terhadap keluarga yang lebih tua 16 43.24 17.5
Keinginan pasangan untuk mandiri 16 43.24 10 Keterlibatan dengan anggota keluarga
pasangan 14 37.84 25
Sikap terhadap kehamilan 17 45.95 32,5 Sikap terhadap peran sebagai orang tua 15 40.54 17.5
Harapan orang tua terhadap anak 15 40.54 17.5 Perasaan keseimbangan tugas orang tua 16 43.24 25
Sikap terhadap perubahan peran 15 40.54 12.5
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa tidak ada faktor yang memiliki
persentase lebih dari 50% dari jumlah responden yang memiliki nilai di
atas median. Hal tersebut menandakan bahwa keseluruhan faktor
memberikan kontribusi rendah terhadap pembentukan penyesuaian
pernikahan yang baik pada responden. Faktor dengan jumlah responden
sama dengan atau lebih dari 45,95% yang memiliki nilai di atas median
dianggap sebagai hal yang memberikan kontribusi tinggi terhadap
Bab 4 Hasil & pembahasan
79
pembentukan penyesuaian pernikahan yang baik. Fakor-faktor dengan
pengaruh paling besar berada pada jumlah frekuensi responden sebanyak
17 orang, diantaranya adalah Kemampuan untuk beradaptasi dengan latar
belakang, minat, dan kepentingan yang berbeda yaitu penyesuaian dengan
perbedaan-perbedaan yang dimiliki, dorongan seksual yaitu minat-minat
dan kenikmatan-kenikmatan seksual, dan sikap terhadap kehamilan yaitu
kemampuan untuk membentuk sikap positif terhadap kondisi fisik dan
emosial kehamilan.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Penyesuaian Pernikahan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan
wanita kelompok arisan yang menjadi anggota perkumpulan situs belanja
online X di kota Bandung.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 37 orang wanita yang
menjadi anggota pada perkumpulan ini, diperoleh data mengenai
penyesuaian pernikahan yang terbentuk yang mana sejumlah 62,16%
memiliki penyesuaian pernikahan yang buruk dan 37,84% wanita
memiliki penyesuaian pernikahan yang baik. Hal tersebut memberikan
gambaran bahwa sebagian besar wanita anggota perkumpulan situs belanja
online X ini cenderung memiliki penyesuaian pernikahan yang buruk.
Kondisi penyesuaian yang buruk ini sejalan dengan ciri-ciri perkembangan
Bab 4 Hasil & pembahasan
80
dewasa awal seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (2002) yang
diantaranya merupakan usia banyak masalah, usia tegang dalam hal emosi
serta masa perubahan nilai. Hal tersebut menandakan bahwa pasangan
yang menikah di usia dewasa awal lebih rentan terhadap terjadinya
kegagalan emosi yang berhubungan dengan persoalan-persoalan
pernikahan, dan reaksi emosi yang ditunjukkan biasanya berupa
kekhawatiran-kekhawatiran dan rasa ketakutan. Kegagalan individu dalam
menyelesaikan persoalan pernikahannya menandakan bahwa individu
tersebut belum siap untuk memasuki tahap ini. Seorang dosen dari
Universitas Negeri Yogyakarta, Farida Harahap (2009: 36) menyatakan
bahwa tugas perkembangan dewasa awal diantaranya adalah hidup dalam
satu keluarga, mengelola keluarga, belajar mengasuh anak, dan bergabung
dengan suatu aktivitas atau perkumpulan sosial. Dengan gambaran kondisi
subjek penelitian menandakan bahwa yang terjadi pada wanita dalam
perkumpulan ini adalah mereka belum mampu menjaga keseimbangan
keseluruhan tugas perkembangan sehingga terjadi masalah terutama yang
mengakibatkan penyesuaian pernikahan yang terbentuk menjadi buruk.
Sejalan dengan pernyataan-pernyataan tersebut di atas, maka yang
terjadi pada 37,84% responden yang membentuk penyesuaian pernikahan
yang baik adalah mereka telah dapat memenuhi salah satu tugas
perkembangan dewasa awal yakni membangun rumah tangga dan
menyesuaikan diri dengan peran barunya sebagai seorang istri dan seorang
ibu. Di saat pasangan melakukan penyesuaian terhadap satu sama lain
Bab 4 Hasil & pembahasan
81
muncul ketegangan emosional, kemudian akan muncul masalah lain
karena melakukan penyesuaian dengan kedudukan pasangan sebagai orang
tua (Hurlock, 1993). Sejalan dengan pernyataan tersebut maka para wanita
tersebut telah dapat menyesuaikan diri satu sama lain baik itu dengan
pasangan maupun dengan peran-peran barunya dan para wanita ini telah
dapat mengontrol emosinya selama penyesuaian tersebut berlangsung.
Kriteria penyesuaian pernikahan menurut Hurlock (1980) diantaranya
Kebahagiaan suami dan istri, hubungan yang baik antara orang tua dan
anak, penyesuaian yang baik pada anak, mampu menghadapi perbedaan
pendapat dengan baik, adanya kebersamaan, penyesuaian keuangan yang
baik, dan penyesuaian dengan keluarga pasangan yang baik. Sejalan
dengan pernyataan tersebut maka, yang terjadi pada para wanita ini adalah
mereka mampu membentuk hubungan yang baik antara orangtua dan anak,
mampu mengatasi perbedaan pendapat di dalam keluarga, mampu
menikmati saat-saat kebersamaan di dalam keluarga, mampu mengatur
pemasukan dan pengeluaran rumah tangga, dan mampu menghindari
konflik dengan keluarga pasangan.
4.2.2 Pembahasan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian
Pernikahan yang Buruk
Terdapat Sembilan belas faktor yang mempengaruhi penyesuaian
pernikahan dari aspek-aspek penyesuaian pernikahan berdasarkan teori
Hurlock (2002). Berikut akan dibahas mengenai faktor-faktor yang
Bab 4 Hasil & pembahasan
82
memberikan kontribusi tinggi terhadap pembentukan penyesuaian yang
buruk pada seluruh wanita kelompok arisan yang menjadi anggota
perkumpulan situs belanja online X ini. Beberapa faktor yang dipersepsi
para wanita sebagai faktor yang memberikan kontribusi tinggi terhadap
pembentukan penyesuaian pernikahan yang buruk, diantaranya
kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi, sikap terhadap seks,
konsep mengenai peran seksual, dan keterlibatan dengan anggota keluarga
pasangan. Sedangkan faktor-faktor yang dianggap sebagai faktor yang
memberikan kontribusi kecil terhadap pembentukan penyesuaian
pernikahan yang buruk diantaranya kemampuan untuk beradaptasi dengan
latar belakang, minat, dan kepentingan berbeda, dorongan seksual, dan
sikap terhadap kehamilan. Berikut pembahasan mengenai masing-masing
faktor.
Pertama adalah faktor kemampuan dan kemauan untuk
berkomunikasi. Secara keseluruhan sebagian besar wanita pada
perkumpulan ini memiliki kesulitan dalam membentuk hubungan
interpersonal yang baik dengan pasangannya. Kesulitan tersebut apabila
dilihat dari faktor berasal dari kemampuan dan kemauan istri untuk
berkomunikasi dengan suami, yaitu kemampuan dan kemauan istri untuk
menghindari kesalahpahaman dalam hubungan berumah tangga. meliputi
kemampuan dan kemauan istri dalam mengkomunikasikan kebutuhan,
minat dan harapan-harapannya kepada suami, serta kemampuan dan
kemauan untuk berkomunikasi yang buruk. Sadarjoen (2005) menyatakan
Bab 4 Hasil & pembahasan
83
bahwa konflik cenderung diasosiasikan sebagai komunikasi yang rusak
atau pecah. Jika persoalan perbedaan karakter di antara kedua orang
sebagai pasangan suami istri dapat diupayakan untuk memperoleh
kejelasan melalui keterbukaan dalam berkomunikasi, maka kedua belah
pihak dapat memiliki pemahaman yang lebih dalam mengenali karakter
masing-masing. Hasil penelitian Sriningsih (2005) juga membuktikan
bahwa berkomunikasi langsung dengan orang yang dianggap sebagai
sumber penyebab masalah merupakan cara utama untuk melakukan
antisipasi ketika terlibat masalah dalam pernikahan.
Selanjutnya pada faktor sikap terhadap seksual, lebih dari 60%
wanita pada perkumpulan ini juga tidak dapat membentuk kesepakatan
seksual yang memuaskan bersama suami. Hal tersebut menandakan bahwa
mereka membentuk sikap terhadap seks yang negatif. Secara umum,
seksual bisa menjadi masalah dalam terbentuknya penikahan yang
harmonis dan seksual pun menjadi alasan masyarakat melakukan
pernikahan, oleh sebab itu sikap positif mengenai masalah seksual menjadi
salah satu kunci terbentuknya keharmonisan rumah tangga. Menurut
konsultan seksologi Dr. Ferryal Loetan, ASC&T, DSRM, Mkes (2012),
masalah seksual sering muncul dikarenakan tidak ada keterbukaan antara
suami istri mengenai masalah seksual. Selain itu suami istri kerap
mengabaikan masalah-masalah seksual karena menganggap seks bukan
satu-satunya syarat keharmonisan maupun kebahagiaan rumah tangga.
Menurut Ferryal pada dasarnya hubungan seksual merupakan manifestasi
Bab 4 Hasil & pembahasan
84
hubungan perasaan kasih sayang paling mendalam di antara suami istri.
Hingga, dengan hubungan seksual terganggu, bukan tak mungkin
keretakan rumah tangga perlahan-lahan muncul apabila masing-masing
tidak saling berterus-terang. (www.tabloitnova.com).
Faktor selanjutnya adalah konsep mengenai peran seksual.
Maksudnya disini adalah bagaimana kesepakatan yang terbentuk antara
suami istri mengenai peran yang akan mereka mainkan dalam rumah
tangga. konsep peran seksual menurut Hurlock (1998) adalah konsep
tradisional dan konsep egalitarian, yang pada masing-masing memiliki
perbedaan tugas dan fungsi baik pada istri maupun pada suami dalam
kehidupan rumah tangga. Kemungkinan yang terjadi adalah, konsep peran
seksual yang terbentuk tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau
harapan yang diinginkan para wanita ini, sehingga terbentuk
ketidakpuasan istri pada peran yang dimainkannya atau pada peran yang
dimainkan suami.
Faktor terakhir yang akan dibahas adalah faktor keterlibatan
dengan anggota keluarga pasangan. Keterlibatan yang dimaksud adalah
kesediaan istri untuk terlibat dengan anggota keluarga pasangan, yaitu
upaya untuk menghindari kesulitan dan ketegangan dengan keluarga
pasangan. Keterlibatan istri tersebut meliputi merawat dan memberikan
bantuan baik fisik maupun finansial kepada anggota keluarga pasangan.
Masalah pihak ketiga (Ipar, Mertua, dan lain-lain) memang seringkali
menjadi persoalan yang sensitif, terutama jika menyangkut masalah
Bab 4 Hasil & pembahasan
85
keuangan. Seorang konsultan hukum dan pernikahan Erly Marliah, SH
(2009) menyatakan, sebelum melaksanakan pernikahan, penting untuk
berfikir bahwa pihak keluarga dari pasangan adalah juga merupakan
keluarga yang patut dihormati dan sayangi. Akan tetapi keterlibatan
ataupun campur tangan pihak lain yang terlalu dalam, seperti halnya
mertua ataupun ipar dalam urusan rumah tangga, dapat mengakibatkan
keretakan hubungan pernikahan. Dalam hal ini pasangan haruslah
mempunyai prinsip yang kuat dan memilah bahwa perkataan dari pihak
ketiga, baik itu mertua ataupun ipar tidak selamanya benar dan tidak
mendukung hubungan perkawinan. Terutama apabila mertua ataupun ipar
mempunyai sifat dan kebiasaan yang buruk, yang justru memperuncing
masalah dengan pasangan. Perlu bersikap waspada perihal masalah dalam
rumah tangga sekecil apapun jangan sampai terdengar dan diketahui oleh
pihak lain karena hal tersebut dapat memancing pihak lain untuk terlibat
dalam persoalan rumah tangga yang sedang terjadi. Doktor Psikologi
Fakults Psikologi UI, Sukiat (2010) menyatakan konflik tersebut bisa
timbul dikarenakan perbedaan kultur. Kehidupan rumah tangga memang
tak bisa dilepaskan dari keberadaan ipar. Terutama perkawinan di
Indonesia yang pada dasarnya adalah perkawinan yang melibatkan
keluarga besar. Dengan demikian, baik adik, kakak, ayah, maupun ibu,
seringkali terlibat atau melibatkan diri ke dalam hidup perkawinan.
Bahkan, dalam soal-soal yang pribadi pun seperti masalah keuangan,
mereka pun biasanya ikut terlibat. Dikarenakan kepentingan keluarga
Bab 4 Hasil & pembahasan
86
besar tersebut masih sering diperhitungkan, maka membantu ipar dalam
soal keuangan pun sering dilakukan. Kemudian, ada juga keluarga yang
mengharuskan perlunya saling tolong-menolong, terutama dalam masalah
keuangan. Apabila suami dan istri berasal dari kultur dan memiliki
kebiasaan yang sama bahwa dalam persoalan membiayai ipar dan boleh
dilakukan kapan saja serta untuk keperluan apapun, maka hal tersebut
tidak akan menjadi masalah dalam rumah tangga. Namun, apabila satu
pihak berkeberatan dengan tradisi tersebut, maka hal tersebut bisa
menimbulkan konflik dan tak jarang menjadi penyebab perceraian dalam
rumah tangga. Menurut Sukiat, toleransi baik semasa pacaran maupun
setelah menikah diperlukan untuk mengatasi masalah keterlibatan ipar dan
keluarga lain dalam keuangan rumah tangga yang artinya adanya saling
menghargai dan menghormati. Keterbukaan pasangan mengenai kebiasaan
membiayai, sistem nilai yang dianut dalam keluarga dan konsep mengenai
kekerabatan yang di anut, dapat mengurangi timbulnya konflik
keterlibatan pihak ketiga (seperti ipar, mertua, dan lain-lain) dalam rumah
tangga. Apabila diperlukan, maka bersikap tegas lah kepada pihak ketiga
mengenai keterlibatannya tersebut, hal tersebut dapat membantu
menciptakan saling pengertian di antara kedua belah pihak untuk
menghindari terjadi perpecahan dalam dua keluarga. Terakhir, bersikap
saling terbuka dengan suami dalam mencari solusi salah satunya adalah
dengan membuat dan mengatur kembali skala prioritas dalam rumah
tangga agar tindakan-tindakan yang diakukan baik itu mengenai keuangan
Bab 4 Hasil & pembahasan
87
maupun hal lain tidak menimbulkan masalah dalam rumah tangga. Sejalan
dengan pernyataan-pernyataan tersebut, maka yang terjadi dengan para
wanita ini adalah belum memiliki prinsip yang kuat, belum mampu
menanamkan rasa toleransi dengan suami mengenai bantuan yang
diberikan kepada pihak keluarga pasangan, belum mampu bersikap tegas
mengenai keberatan istri dalam memberikan bantuan-bantuan tersebut, dan
belum bisa bersikap terbuka dalam mencari solusi perihal keterlibatan
pihak keluarga pasangan ini.
4.2.3. Pembahasan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian
Pernikahan yang Baik
Pada bagian ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang
dianggap sebagai faktor-faktor yang memberikan kontribusi tinggi dan
rendah terhadap pembentukan penyesuaian pernikahan yang baik. Faktor-
faktor yang dipersepsi para wanita kelompok arisan sebagai faktor yang
memberikan kontribusi tinggi terhadap pembentukan penyesuaian
pernikahan yang baik adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan latar
belakang, minat, dan kepentingan yang berbeda, dorongan seksual, dan
sikap terhadap kehamilan. Sedangkan faktor-faktor yang dianggap sebagai
faktor yang memberikan kontribusi rendah terhadap pembentukan
penyesuaian pernikahan yang baik adalah kemampuan dan kemauan untuk
berkomunikasi, sikap terhadap seks, sikap terhadap peran seksual, dan
keterlibatan dengan anggota keluarga pasangan.
Bab 4 Hasil & pembahasan
88
Faktor pertama adalah Kemampuan untuk beradaptasi dengan latar
belakang, minat, dan kepentingan yang berbeda. Adaptasi yang dimaksud
meliputi perbedaan budaya, kelas sosial, ekonomi dan pendidikan.
Wismanto (2005) menyatakan bahwa proses pengenalan antar pasangan
itu berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dunia. Sehingga
adaptasi antara suami istri berlangsung sepanjang hidupnya dalam
pernikahan. Pasangan suami istri harus banyak belajar tentang pasangan
masing-masing dan diri sendiri yang mulai dihadapkan dengan berbagai
masalah. Dua kepribadian (suami istri) saling menempa untuk dapat sesuai
satu sama lain, dapat memberi dan menerima (www.jawaban.com).
Menurut Adriana S. Ginanjar, psikolog dari Universitas Indonesia dalam
buku Mari Bicara, masalah terumum pada awal pernikahan adalah dalam
penyesuaian diri terhadap peran baru sebagai suami dan istri. Bukan hal
mudah, karena akan ada perbedaan dari kebiasaan sehari-hari, harapan
terhadap pernikahan, cara berkomunikasi, serta nilai-nilai kehidupan.
Salah satu kunci keberhasilan penyesuaian diri adalah menyadari
perbedaan di antara keduanya merupakan hal normal dan penting bagi
pemenuhan kebutuhan masing-masing. Saat memilih pasangan di masa
pacaran, pasti terjadi pemilihan kualitas agar merasa lebih penuh. Maka,
agar tidak memperbesar masalah, jangan lari dari hal itu, tetapi pegang
dalam pikiran, bahwa tak akan terdapat kesamaan visi jika sama-sama
bersikeras. Disarankan untuk sama-sama memperbesar toleransi dan
penerimaan. Bila pasangan berusaha saling menerima perbedaan dan
Bab 4 Hasil & pembahasan
89
akhirnya menghargai keunikan masing-masing, maka pernikahan akan
berjalan harmonis. Berdasarkan pernyataan berikut, maka keberhasilan
para wanita dalam beradaptasi dengan perbedaan-perbedaan yang dimiliki
pasangan berasal dari penerimaan, rasa toleransi, komunikasi yang baik,
dan rasa menghargai.
Faktor kedua adalah dorongan seksual. Maksudnya disini adalah
kesepakatan yang terbentuk mengenai mengenai variasi dan minat seksual
serta dapat mengendalikan emosi ketika mencari kenikmatan dalam
hubungan seksual bersama suami. Menurut Waltigo (1984) adanya saling
pengertian antara suami istri mengenai dorongan seksual yang akan
menghindarkan ketidakpuasan dalam melakukan hubungan seksual.
Sehingga jelaslah bahwa kesulitan para wanita ini terletak pada adanya
saling pengertian mengenai dorongan seksual masing-masing individu.
Meskipun demikian, kecilnya frekuensi wanita yang memiliki kesulitan
pada faktor-faktor di atas menandakan bahwa faktor ini kemungkinan
besar bukan merupakan penyebab terbentuknya penyesuaian pernikahan
yang buruk. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa hal-hal yang menyebabkan para wanita dapat mencapai
kepuasan pada variasi dan minta-minat seksual berasal dari adanya saling
pengertian mengenai dorongan seksual masing-masing individu.
Faktor terakhir adalah sikap terhadap kehamilan. Nia Nurdiansyah
dalam buku Buku Pintar Ibu & Bayi (2011) menyatakan bahwa kondisi
emosional ibu selama hamil mempengaruhi perkembangan janinnya.
Bab 4 Hasil & pembahasan
90
Perasaan takut dan cemas berlebihan selama periode kehamilan
berpengaruh buruk bagi pembentukan sikap ibu terhadap kehadiran
bayinya kelak. Beberapa ibu menyimpan ketakutan menjadi gemuk akibat
kehamilan dan masa menyusui. Sebagian lagi menyimpan perasaan takut
berlebihan akan sensasi sakit yang akan dialami saat proses kehamilan.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
yang terjadi pada 17 orang wanita ini adalah mereka mampu mengatasi
dan mengontrol perasaan takut dan cemas berlebih, serta para wanita
tersebut dapat menjaga kondisi emosi selama masa hamil.
Bab 5 Simpulan & Saran
91
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan mengenai hasil
penelitian yang telah dilakukan, dan memberikan saran praktis sesuai dengan hasil
penelitian tersebut.
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan kepada 37 orang wanita
arisan di Bandung, dapat disimpulkan bahwa :
1. Faktor-faktor yang memberikan kontribusi tinggi terhadap pembentukan
penyesuaian pernikahan yang buruk yaitu : kemampuan dan kemauan
untuk berkomunikasi yaitu kemampuan untuk mengkomunikasikan
kebutuhan, minat, dan harapan-harapan, sikap terhadap seks yaitu
kemampuan untuk membentuk sikap positif mengeni penyesuaian seksual
dengan suami, konsep mengenai peran seksual yaitu kesepakatan peran
seksual dalam rumah tangga, dan keterlibatan dengan anggota keluarga
pasangan yaitu kesediaan untuk merawat keluarga yang lebih tua dan
kesediaan untuk memberikan bantuan fisik dan finansial.
2. Faktor-faktor yang memberikan kontribusi tinggi terhadap pembentukan
penyesuaian pernikahan yang baik yaitu: Kemampuan untuk beradaptasi
dengan latar belakang, minat, dan kepentingan yang berbeda yaitu
penyesuaian dengan perbedaan-perbedaan yang dimiliki, dorongan seksual
Bab 5 Simpulan & Saran
92
yaitu minat-minat dan kenikmatan-kenikmatan seksual, dan sikap terhadap
kehamilan yaitu kemampuan untuk membentuk sikap positif terhadap
kondisi fisik dan emosial kehamilan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti merumuskan beberapa hal yang
dapat disarankan sebagai berikut:
1. Wanita dengan penyesuaian pernikahan yang buruk
Para wanita ini diharapkan untuk dapat memperbaiki hal-hal yang
memberi kontribusi tinggi terhadap pembentukan penyesuaian pernikahan
yang buruk pada mereka. Seperti memperbaiki cara berkomunikasi dengan
suami sehingga bisa lebih efisien dan terbuka salah satunya adalah dengan
saling terbuka mengenai apa yang dirasakan masing-masing mengenai
ketidaksetujuan terhadap suatu hal, terbuka mengenai hal-hal yang dapat
mempengaruhi pandangan para wanita mengenai aktivitas seksual bersama
suami, membicarakan dan membentuk suatu kesepakatan bersama suami
mengenai konsep peran seksual yang akan dimainkan dalam rumah tangga
mereka termasuk terbuka mengenai ketidaksetujuan mereka terhadap
konsep peran seksual yang saat ini dimainkan dalam rumah tangga,
terakhir adalah membicarakan rasa keberatan para wanita mengenai
keterlibatan-keterlibatan pihak ketiga dalam kehidupan rumah tangga, dan
membentuk kesepakatan mengenai prioritas dalam rumah tangga.
2. Wanita dengan penyesuaian pernikahan yang baik
Bab 5 Simpulan & Saran
93
Para wanita ini diharapkan untuk mempertahankan hal-hal yang
memberikan kontribusi tinggi pda pembentukan penyesuaian pernikahan
yang baik pada mereka, dan memperbaiki hal-hal yang bisa menyebabkan
terbentuknya penyesuaian pernikahan yang buruk. Seperti
mempertahankan rasa saling menerima, toleransi, saling menghargai
bersama suami, mempertahankan variasi-variasi dan minat-minat dalam
melakukan aktivitas seksual bersama suami agar kehidupan seksual dapat
semakin baik, yang terakhir adalah mejaga stabilitas emosi, mengontrol
perasaan takut dan cemas apabila sedang hamil.
3. Peneliti yang tertarik.
Kepada peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
penyesuaian pernikahan untuk dapat lebih menjelaskan secara detail dan
mempelajari lagi secara mendalam mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian pernikahan dengan menggunakan rujukan dari
teori lain, serta dapat memberikan saran yang lebih spesifik kepada objek
penelitian yang memiliki penyesuaian pernikahan yang buruk.
ix
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, E.B. (2002). Psikologi Perkembangan 5th edition. Erlangga: Jakarta. Beardsley, W & Sanford, C. (1994). Membina Hubungan Yang Harmonis
(terjemahan). Jakarta: Arcan. Clinebell, H.J. & Clinebell, C.H. (2005). The happiness Marriage Dyer, E.D,. (1983). Courtship, Marriage, and Family: American Style. Illionis:
The Dorsey Press. Gunarsa, S.D. (1982). Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia. Hassan, R. (2004, 19 Juni). Usia Lima Tahun Perkawinan Rawan. Diakses 28
Pebruari 2012 dari http://www.republika. Ajzen, I. 1984. Attitudes. In R. J. Corsini (Ed.), Wiley ecyclopedia of Psychology,
vol. 1: 99-100. New York: Wiley. Orbuch, Terri L. 2009. 5 Simple Steps to Take Your Marriage From Good to
Great. New York: Random House Publishing Group Schwartz, P. 2006. Finding Your Perfect Match. London: Penguin Group Coleman, P. 2005. The Complete Idiot’s Guide to Intimacy. New York: Alpha
Books Kirton, M. 1989. Adaptors and Innovators: Styles of Creativity and Problem
Solving. New York: Routledge McWalters, Malcolm. 1990. Understanding Psychology. Australia: McGraw-Hill
Book Company. Siegel, Sidney. 1997. Statistika Nonparametrik. PT. Gramedia : Jakarta. Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Edisi Keenam. Bogor : Ghalia Indonesia Nurdiansyah, Nia. 2011. Buku Pintar Ibu & Bayi. Jakarta : Bukune
x
Internet : http://kosmo.vivanews.com , di akses pada 30 Oktober 2011 http://islandsexualhealth.org/ , di akses pada 26 Maret 2012 www.bps.go.id, di akses pada 25 November 2011 http://carapedia.com/pengertian_definisi_peran_info2184.html , di akses pada 12 Juni 2012 http://cyberman.cbn.net.id/cbprtl/cyberman/detail.aspx?x=Tips&y=cyberman|0|0|8|92 , di akses pada 9 November 2012 http://www.bidakaraweddingexpo.com/strategi-beradaptasi-di-awal-pernikahan/ , di akses pada 18 November 2012 http://blog.ub.ac.id/rakamahendras/2012/03/14/mean-median-modus-dan-standar-deviasi/ , di akses pada 18 November 2012 http://konsultasihukumperkawinan.blogspot.com/2009/07/alasan-umum-penyebab-perceraian.html , di akses pada 18 November 2012 http://beta.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Pasangan/Ipar-Menggerogoti-Keuangan-Keluarga , di akses pada 18 November 2012
xi
LAMPIRAN
Lampiran - 1
Uji Validitas Alat Ukur Penyesuaian Pernikahan
No rs Keterangan
No rs Keterangan
No rs Keterangan
Item Item Item
1 0.736 Diterima 36 0.736 Diterima 71 0.742 Diterima 2 0.763 Diterima 37 0.792 Diterima 72 0.725 Diterima 3 0.235 Ditolak 38 0.776 Diterima 73 0.529 Diterima 4 0.161 Ditolak 39 0.018 Ditolak 74 0.550 Diterima 5 0.654 Diterima 40 0.416 Diterima 75 0.467 Diterima 6 0.444 Diterima 41 0.649 Diterima 76 0.721 Diterima 7 0.561 Diterima 42 -0.060 Ditolak 77 0.696 Diterima 8 0.681 Diterima 43 0.224 Ditolak 78 0.699 Diterima 9 0.538 Diterima 44 0.511 Diterima 79 0.255 Ditolak
10 0.508 Diterima 45 0.515 Diterima 80 0.690 Diterima 11 0.770 Diterima 46 0.160 Ditolak 81 0.667 Diterima 12 0.702 Diterima 47 0.778 Diterima 82 0.160 Ditolak 13 0.062 Ditolak 48 0.476 Diterima 83 0.495 Diterima 14 0.686 Diterima 49 0.637 Diterima 84 0.078 Ditolak 15 0.474 Diterima 50 0.201 Ditolak 85 0.534 Diterima 16 0.700 Diterima 51 0.548 Diterima 86 0.745 Diterima 17 0.451 Diterima 52 0.605 Diterima 87 0.774 Diterima 18 0.527 Diterima 53 0.442 Diterima 88 0.155 Ditolak 19 0.231 Ditolak 54 0.624 Diterima 89 0.195 Ditolak 20 0.463 Diterima 55 0.742 Diterima 90 0.645 Diterima 21 0.713 Diterima 56 0.511 Diterima 91 0.449 Diterima 22 0.476 Diterima 57 0.433 Diterima 92 0.555 Diterima 23 0.438 Diterima 58 0.594 Diterima 93 0.672 Diterima 24 0.687 Diterima 59 0.324 Diterima 94 0.578 Diterima 25 -0.036 Ditolak 60 0.464 Diterima 95 0.487 Diterima 26 0.569 Diterima 61 0.218 Ditolak 96 0.791 Diterima 27 0.454 Diterima 62 0.541 Diterima 97 0.731 Diterima 28 0.659 Diterima 63 0.558 Diterima 98 0.143 Ditolak 29 0.421 Diterima 64 0.532 Diterima 99 0.666 Diterima 30 0.553 Diterima 65 0.270 Ditolak 100 0.546 Diterima 31 0.426 Diterima 66 0.484 Diterima 101 0.679 Diterima 32 0.177 Ditolak 67 0.361 Diterima 102 0.468 Diterima 33 0.710 Diterima 68 0.399 Diterima 103 0.487 Diterima 34 0.563 Diterima 69 0.637 Diterima 104 0.251 Ditolak 35 0.502 Diterima 70 0.637 Diterima 105 0.481 Diterima
Lampiran - 2
Lanjutan Uji Validitas Alat Ukur Penyesuaian Pernikahan
No rs Keterangan
No rs Keterangan
Item Item
106 0.754 Diterima 137 0.601 Diterima 107 0.440 Diterima 138 0.455 Diterima 108 0.405 Diterima 139 0.640 Diterima 109 0.686 Diterima 140 0.737 Diterima 110 -0.035 Ditolak 141 0.501 Diterima 111 0.558 Diterima 142 0.415 Diterima 112 0.431 Diterima 143 0.561 Diterima 113 0.645 Diterima 144 0.279 Ditolak 114 0.422 Diterima 145 0.474 Diterima 115 0.576 Diterima 146 0.294 Ditolak 116 0.422 Diterima 147 0.528 Diterima 117 0.197 Ditolak 148 0.545 Diterima 118 0.710 Diterima 149 0.532 Diterima 119 0.577 Diterima 150 0.601 Diterima 120 0.553 Diterima 151 0.474 Diterima 121 0.745 Diterima 152 0.428 Diterima 122 0.819 Diterima 153 0.380 Diterima 123 0.763 Diterima 154 0.619 Diterima 124 -0.065 Ditolak 155 0.617 Diterima 125 0.434 Diterima 156 0.697 Diterima 126 0.657 Diterima 157 0.725 Diterima 127 -0.061 Ditolak 158 0.541 Diterima 128 0.263 Ditolak 159 0.495 Diterima 129 0.503 Diterima 160 0.498 Diterima 130 0.512 Diterima 161 0.753 Diterima 131 0.139 Ditolak 162 0.722 Diterima 132 0.786 Diterima 163 0.719 Diterima 133 0.486 Diterima 164 0.221 Ditolak 134 0.636 Diterima 165 0.676 Diterima 135 0.207 Ditolak 166 0.650 Diterima 136 0.551 Diterima 167 0.127 Ditolak
Lampiran - 3
Lanjutan Uji Reliabilitas Alat Ukur Penyesuaian Pernikahan
No Item Ganjil Item Genap
Subjek
1 187 189 2 162 161 3 192 190 4 167 168 5 170 175 6 95 96 7 169 170 8 105 106 9 167 170
10 153 151 11 199 200 12 176 211 13 169 163 14 95 94 15 116 115 16 185 180 17 186 184 18 147 145 19 259 260 20 168 122 21 81 97 22 110 107 23 98 124 24 174 175 25 82 84 26 165 160 27 237 236 28 231 230 29 237 230 30 167 174
rstt 2 (rstt) 1 + rstt rstot
0.962 1.924 1.962 0.981
Lampiran - 4
Data Mentah beserta Kriteria Alat Ukur Penyesuaian Pernikahan
Subjek Skor Kriteria
1 376 Tinggi 2 323 Rendah 3 382 Tinggi 4 335 Rendah 5 345 Tinggi 6 191 Rendah 7 339 Rendah 8 211 Rendah 9 337 Rendah
10 304 Rendah 11 399 Tinggi 12 387 Tinggi 13 332 Rendah 14 189 Rendah 15 231 Rendah 16 365 Tinggi 17 370 Tinggi 18 292 Rendah 19 519 Tinggi 20 290 Rendah 21 178 Rendah 22 217 Rendah 23 222 Rendah 24 349 Tinggi 25 166 Rendah 26 325 Rendah 27 473 Tinggi 28 461 Tinggi 29 467 Tinggi 30 341 Tinggi 31 233 Rendah 32 320 Rendah 33 367 Tinggi 34 287 Rendah 35 266 Rendah 36 307 Rendah 37 242 Rendah
Median 340
Lampiran - 5
Tabel Frekwensi dan Prosentase Penyesuaian Pernikahan
Variabel Rendah Tinggi Total
F % F % F % Penyesuaian Pernikahan 23 62.16 14 37.84 37 100
Rendah
Tinggi
Lampiran - 6
Data Mentah beserta Kriteria Aspek-aspek Alat Ukur Penyesuaian Pernikahan
No Aspek 1 Aspek 2 Aspe 3 Aspek 4 Aspek 5
Subjek Skor Kriteria Skor Kriteria Skor Kriteria Skor Kriteria Skor Kriteria
1 94 Tinggi 66 Tinggi 41 Tinggi 59 Tinggi 116 Tinggi
2 81 Rendah 57 Rendah 36 Rendah 50 Rendah 99 Rendah
3 96 Tinggi 67 Tinggi 42 Tinggi 59 Tinggi 118 Tinggi
4 83 Rendah 57 Rendah 37 Rendah 52 Rendah 106 Tinggi
5 84 Rendah 63 Tinggi 38 Tinggi 53 Tinggi 107 Tinggi
6 48 Rendah 34 Rendah 21 Rendah 29 Rendah 59 Rendah
7 83 Rendah 65 Tinggi 36 Rendah 52 Rendah 103 Rendah
8 53 Rendah 37 Rendah 23 Rendah 33 Rendah 65 Rendah
9 83 Rendah 62 Tinggi 37 Rendah 54 Tinggi 101 Rendah
10 76 Rendah 53 Rendah 34 Rendah 47 Rendah 94 Rendah
11 100 Tinggi 70 Tinggi 44 Tinggi 62 Tinggi 123 Tinggi
12 97 Tinggi 67 Tinggi 43 Tinggi 60 Tinggi 120 Tinggi
13 83 Rendah 54 Rendah 37 Rendah 51 Rendah 107 Tinggi
14 47 Rendah 33 Rendah 21 Rendah 29 Rendah 59 Rendah
15 58 Rendah 41 Rendah 25 Rendah 36 Rendah 71 Rendah
16 91 Tinggi 65 Tinggi 40 Tinggi 56 Tinggi 113 Tinggi
17 93 Tinggi 65 Tinggi 41 Tinggi 57 Tinggi 114 Tinggi
18 73 Rendah 52 Rendah 32 Rendah 45 Rendah 90 Rendah
19 130 Tinggi 92 Tinggi 57 Tinggi 80 Tinggi 160 Tinggi
20 73 Rendah 50 Rendah 32 Rendah 45 Rendah 90 Rendah
21 45 Rendah 31 Rendah 20 Rendah 27 Rendah 55 Rendah
22 54 Rendah 38 Rendah 24 Rendah 34 Rendah 67 Rendah
23 56 Rendah 39 Rendah 24 Rendah 34 Rendah 69 Rendah
24 87 Tinggi 62 Tinggi 38 Tinggi 54 Tinggi 108 Tinggi
25 42 Rendah 29 Rendah 18 Rendah 26 Rendah 51 Rendah
26 81 Rendah 56 Rendah 33 Rendah 48 Rendah 107 Tinggi
27 118 Tinggi 83 Tinggi 52 Tinggi 74 Tinggi 146 Tinggi
28 116 Tinggi 81 Tinggi 51 Tinggi 71 Tinggi 142 Tinggi
29 117 Tinggi 82 Tinggi 52 Tinggi 72 Tinggi 144 Tinggi
30 87 Tinggi 55 Rendah 38 Tinggi 53 Tinggi 108 Tinggi
31 58 Rendah 41 Rendah 26 Rendah 36 Rendah 72 Rendah
32 80 Rendah 56 Rendah 35 Rendah 49 Rendah 100 Rendah
33 92 Tinggi 65 Tinggi 40 Tinggi 57 Tinggi 113 Tinggi
34 72 Rendah 51 Rendah 31 Rendah 44 Rendah 89 Rendah
35 67 Rendah 47 Rendah 29 Rendah 41 Rendah 82 Rendah
36 77 Rendah 54 Rendah 34 Rendah 47 Rendah 95 Rendah
37 61 Rendah 42 Rendah 27 Rendah 37 Rendah 75 Rendah
Median 85 60 37.5 52.5 105
Tabel Frekwensi dan Prosentase Aspek2 Penyesuaian Pernikahan
Variabel
Penyesuaian dgn Pasangan Penyesuaian Seksual Penyesuaian Keuangan Penyesuaian dgn Pihak Keluarga PasanganPenyesuaian thd Peran sebagai Orang Tua
Penyesuaian dgn Pasangan
Penyesuaian Seksual
Penyesuaian Keuangan
Penyesuaian dgn Pihak Keluarga Pasangan
Penyesuaian thd Peran sebagai Orang Tua
Tabel Frekwensi dan Prosentase Aspek2 Penyesuaian Pernikahan
Rendah Tinggi
F % F %24 64.86 13 35.1422 59.46 15 40.5423 62.16 14 37.84
Penyesuaian dgn Pihak Keluarga Pasangan 22 59.46 15 40.54Penyesuaian thd Peran sebagai Orang Tua 20 54.05 17 45.95
0 10 20 30 40 50
Penyesuaian dgn Pasangan
Penyesuaian Seksual
Penyesuaian Keuangan
Penyesuaian dgn Pihak Keluarga Pasangan
Penyesuaian thd Peran sebagai Orang Tua
Lampiran - 7
Tabel Frekwensi dan Prosentase Aspek2 Penyesuaian Pernikahan
Total
% F % 35.14 37 100 40.54 37 100 37.84 37 100 40.54 37 100 45.95 37 100
60 70
Tinggi
Rendah
Lampiran - 8
Tabel Frekwensi dan Prosentase Faktor faktor-faktor Penyesuaian Pernikahan
Faktor Rendah
Median F %
Kemampuan dan kemauan untuk
menunjukkan afeksi 21 56.76 25
Kemampuan dan kemauan untuk
berkomunikasi 23 62.16 15
Kemampuan dan kemauan untuk
menyesuaikan antara konsep pasangan ideal
dengan keadaan
21 56.76 15
Kemampuan untuk beradaptasi dengan latar
belakang, minat, dan kepentingan yang
berbeda
20 54.05 17.5
Konsep peran 21 56.76 12.5
Sikap terhadap seks 23 62.16 15
Konsep mengenai peran seksual 23 62.16 15
Dorongan seksual 20 54.05 15
Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi 22 59.46 15
Pengelolaan uang 22 59.46 17.5
Keterbukaan mengenai keuangan 21 56.76 20
Sikap terhadap keluarga yang lebih tua 21 56.76 17.5
Keinginan pasangan untuk mandiri 21 56.76 10
Keterlibatan dengan anggota keluarga
pasangan
23 62.16 25
Sikap terhadap kehamilan 20 54.05 32,5
Sikap terhadap peran sebagai orang tua 22 59.46 17.5
Harapan orang tua terhadap anak 22 59.46 17.5
Perasaan keseimbangan tugas orang tua 21 56.76 25
Sikap terhadap perubahan peran 22 59.46 12.5
Lampiran - 9
Faktor Tinggi
Median F %
Kemampuan dan kemauan untuk
menunjukkan afeksi 16 43.24 25
Kemampuan dan kemauan untuk
berkomunikasi 14 37.84 15
Kemampuan dan kemauan untuk
menyesuaikan antara konsep pasangan ideal
dengan keadaan
16 43.24 15
Kemampuan untuk beradaptasi dengan latar
belakang, minat, dan kepentingan yang
berbeda
17 45.95 17.5
Konsep peran 16 43.24 12.5
Sikap terhadap seks 14 37.84 15
Konsep mengenai peran seksual 14 37.84 15
Dorongan seksual 17 45.95 15
Sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi 15 40.54 15
Pengelolaan uang 15 40.54 17.5
Keterbukaan mengenai keuangan 16 43.24 20
Sikap terhadap keluarga yang lebih tua 16 43.24 17.5
Keinginan pasangan untuk mandiri 16 43.24 10
Keterlibatan dengan anggota keluarga
pasangan
14 37.84 25
Sikap terhadap kehamilan 17 45.95 32,5
Sikap terhadap peran sebagai orang tua 15 40.54 17.5
Harapan orang tua terhadap anak 15 40.54 17.5
Perasaan keseimbangan tugas orang tua 16 43.24 25
Sikap terhadap perubahan peran 15 40.54 12.5
top related