alergi susu sapi pada anak

40
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya referat ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada dr. R. Soerjatmono, SpA selaku pembimbing sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kompetensi kepaniteraan klinik SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Kediri. Penulis berharap referat ini juga dapat menjadi literatur atau sumber informasi pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak khususnya mengenai penyakit Alergi Susu Sapi Pada Anak. Akhir kata, tiada gading yang tak retak, penulis menyadari banyak kekurangan didalam penyusunan referat ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang berguna demi penyusunan referat selanjutnya. Pare, 12 Mei 2012 Penulis 1

Upload: christin-karwelo

Post on 07-Aug-2015

394 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Alergi Susu Sapi Pada Anak

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya referat

ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga menyampaikan terima kasih

kepada dr. R. Soerjatmono, SpA selaku pembimbing sehingga referat ini dapat

terselesaikan dengan tepat waktu.

Referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kompetensi

kepaniteraan klinik SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Kediri. Penulis

berharap referat ini juga dapat menjadi literatur atau sumber informasi

pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak khususnya mengenai penyakit Alergi Susu

Sapi Pada Anak.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak, penulis menyadari banyak

kekurangan didalam penyusunan referat ini. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang berguna demi penyusunan referat

selanjutnya.

Pare, 12 Mei 2012

Penulis

1

Page 2: Alergi Susu Sapi Pada Anak

DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR……………………………………………………………..2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………3

BAB I. PENDAHULUAN….…..………………………………………………....4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………...………………………………………..6

BAB III. KESIMPULAN….……………………………………………………..26

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………27

2

Page 3: Alergi Susu Sapi Pada Anak

BAB I

PENDAHULUAN

Sumber nutrisi terbaik bagi bayi baru lahir adalah air susu ibu (ASI).

Setelah melalui masa pemberian ASI secara ekslusif yang umumnya berlangsung

3-6 bulan, bayi mulai diberikan susu formula sebagai pengganti air susu ibu

(PASI). PASI lazimnya dibuat dari susu sapi, karena susunan nutriennya dianggap

memadai dan harganya terjangkau. (1)

Susu sapi dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada anak-anak

yang paling sering dan paling awal dijumpai dalam kehidupan. Alergi susu sapi

merupakan suatu penyakit berdasarkan reaksi imunologis yang timbul sebagai

akibat dari susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi. (2)

Hippocrates pertama kali melaporkan adanya reaksi terhadap susu sapi

sekitar tahun 370 SM. Dalam dekade belakangan ini prevalensi dan perhatian

terhadap alergi susu sapi semakin meningkat. Susu sapi sering dianggap sebagai

penyebab alergi makanan pada anak-anak yang paling sering. Beberapa penelitian

pada beberapa negara di seluruh dunia menunjukan prevalensi alergi susu sapi

pada anak-anak pada tahun pertama kehidupan sekitar 2%. Sekitar 1-7% bayi

pada umumnya menderita alergi terhadap protein yang terkandung dalam susu

sapi. Sedangkan sekitar 80% susu formula bayi di pasar menggunakan bahan

dasar susu sapi.(2)

Pada sumber lain dikatakan bahwa alergi terhadap protein susu sapi/Cow’s

milk protein allergy (CMPA) terjadi pada 2-6% dari anak-anak, dengan prevalensi

tertinggi pada usia tahun pertama. Sekitar 50% anak telah ditunjukkan sembuh

dari CMPA pada usia tahun pertama, atau 80-90% dalam tahun kelimanya. Alergi

pada susu sapi 85% akan menghilang atau menjadi toleran sebelum usia 3 tahun.

Penanganan alergi terhadap susu sapi adalah menghindari susu sapi dan makanan

yang mengandung susu sapi, dengan memberikan susu kedelai sampai terjadi

toleransi terhadap susu sapi. Perbedaan kontras antara penyakit alergi terhadap

3

Page 4: Alergi Susu Sapi Pada Anak

susu sapi dan makanan lain pada bayi adalah bahwa dapat terjadi toleransi secara

spontan pada anak usia dini.(2),(3),(5),(6)

Alergi protein susu sapi dapat berkembang pada anak-anak yang diberi

ASI atau pada anak-anak yang diberi susu formula. Namun, anak-anak yang

diberi ASI biasanya memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk menjadi alergi

terhadap makanan lainnya. Biasanya, anak yang diberi ASI dapat mengalami

alergi terhadap susu sapi jika bayi tersebut bereaksi terhadap kadar protein susu

sapi yang sedikit yang didapat dari diet ibu saat menyusui. Pada kasus lainnya,

bayi-bayi tertentu dapat tersensitisasi terhadap protein susu sapi pada ASI ibunya,

namun tidak mengalami reaksi alergi sampai mereka diberikan secara langsung

susu sapi. (4)

Pada makalah ini akan dibahas mengenai alergi susu sapi pada anak,

sehingga pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang definisi, manifestasi

klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan alergi susu sapi pada anak.

4

Page 5: Alergi Susu Sapi Pada Anak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak

organ dan sistem tubuh yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan

keterlibatan mekanisme sistem imun. (2)

Reaksi alergi yang terjadi ini diprovokasi oleh protein yang ada dalam

susu sapi. Susu merupakan protein yang spesifik untuk tiap spesiesnya, karenanya

protein dalam susu sapi memang sesuai untuk usus sapi, tetapi belum tentu sesuai

dengan usus manusia. Bagi kebanyakan bayi, protein susu sapi merupakan protein

asing yang pertama kali dikenalnya saat ia mendapat susu formula. (1)

2.2 Prevalensi dan Insidensi

Dalam survei nasional ahli alergi anak, tingkat prevalensi alergi susu sapi

dilaporkan 3,4% di Amerika Serikat. Sedangkan di Denmark, pada studi kohort

dari 1.749 bayi baru lahir dari pusat Kota Odense yang dimonitor secara

prospektif untuk pengembangan intoleransi terhadap protein susu sapi selama

tahun pertama kehidupan, dilaporkan besarnya insidensi dalam 1 tahun adalah

2,2%. (6)

Sebuah penelitian prospektif menunjukkan bahwa 42% bayi yang

mengalami gejala akibat intoleransi protein susu sapi terjadi dalam waktu 7 hari

(70% dalam waktu 4 minggu) setelah pemberian susu sapi. Intoleransi protein

susu sapi telah didiagnosis pada 1,9-2,8% dari populasi umum bayi berumur 2

tahun atau lebih muda di berbagai negara di Eropa bagian utara, namun kejadian

turun menjadi sekitar 0,3% pada anak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun. (6)

2.3 Patofisiologi dan Manifestasi KlinisProtein susu sapi adalah salah satu dari alergen utama yang terlibat dalam kedua jenis alergi, dan diagnosis yang tepat sangat

penting untuk manajemen yang tepat. (5) Susu sapi mengandung lebih dari 20 fraksi protein. Dalam dadih, dapat diidentifikasi 4 kasein (yaitu,

S1, S2, S3, S4) yang jumlahnya sekitar 80% dari protein susu. 20% protein sisanya, pada dasarnya adalah protein glubular (misalnya,

5

Page 6: Alergi Susu Sapi Pada Anak

laktoalbumin, lactoglobulin, bovine serum albumin), yang terkandung dalam air dadih. Kasein sering dianggap kurang imunogenik karena

strukturnya yang fleksibel, tidak padat. Secara historis, lactoglobulin merupakan alergen utama dalam intoleransi protein susu sapi. Namun,

polisensitisasi beberapa protein terjadi pada sekitar 75% dari pasien dengan alergi terhadap protein susu sapi.(6)

PROTEIN

COMPONENT

MOLECULAR

WEIGHT (kD)

PERCENTAGE

OF TOTAL

PROTEIN

ALERGINISITAS

STABILITY IN

THE

TEMPERATURE

100 C

β -lactoglobulin 18.3 10 +++ ++

Casein 20-30 82 ++ +++

α -lactalbumin 14.2 4 ++ +

Serum albumin 67 1 + +

Immunoglobulins 160 2 + -

Tabel 2.1 Karakteristik komponen protein pada susu sapi.(2)

Anak-anak adalah kelompok usia yang paling sering terkena penyakit ini

dan harus diikuti dengan hati-hati karena adanya komplikasi yang parah dari

pembatasan diet seperti keterlambatan pertumbuhan berat badan, kwashiorkor,

hipokalsemia dan rakitis. Istilah "intoleransi protein sapi" sering digunakan dalam

kasus-kasus gejala non spesifik yang dikaitkan dengan susu, apakah termasuk

jenis reaksi imun mediasi IgE atau non-IgE, mekanisme patologi ini disebabkan

oleh reaksi imun terhadap protein susu. (5)

Alergi terhadap makanan (atau dalam hal ini susu sapi) mengacu pada

reaksi imun terhadap protein dalam makanan dan dapat dibagi menjadi 2 (dua)

jenis mekanisme yaitu reaksi mediasi IgE dan non-IgE (kebanyakan adalah

selular) (gambar 2.1). Reaksi mediasi IgE dapat diketahui melalui tes diagnostik

yang telah disahkan, sedangkan reaksi imun mediasi non IgE yang dapat timbul

dalam saluran gastrointestinal belum diketahui dan dijelaskan dengan baik dan

lebih sulit untuk dikenali. Beberapa reaksi dapat juga melibatkan kedua jenis

mekanisme tersebut atau berevolusi sekunder menuju alergi mediasi IgE. (5)

2.3.1 Alergi Susu Mediasi IgE

A. Patofisiologi

Alergi susu mediasi IgE terjadi ketika organisme gagal untuk

mendapatkan daya tahan (toleransi) terhadap alergen makanan. Alergen makanan

6

Page 7: Alergi Susu Sapi Pada Anak

utama pada anak-anak ialah panas, asam, dan protease yang stabil, glikoprotein

yang water soluble dengan ukuran 10-70 kd. Contohnya yaitu protein dalam susu

(kasein), kacang (vicilin), dan telur (ovumucoid) dan protein transfer lemak yang

tidak spesifik yang ditemukan pada buah apel (Mald 3). (5)

Ketika antigen makanan dicerna, makanan diproses dalam usus dimana

terdapat banyak mekanisme fisik yang kompleks (lendir, asam, sel epitel dan

asam) dan proteksi imunologis. Hilangnya pelindung seperti keadaan netralisasi

pH lambung dapat membuat alergi. Serupa seperti pada bayi dimana pelindung-

pelindung usus (aktivitas enzim dan produksi IgA) masih belum matang sehingga

meningkatkan prevalensi alergi makanan pada masa bayi. (5)

Antigen presenting cells (APC), khususnya sel epitel usus dan sel

dendritik, dan sel T memiliki peran utama pada daya tahan oral melalui ekspresi

IL-10 dan IL-4. Bakteri komensal usus juga mempengaruhi respon imun mukosa.

Daya tahan dibentuk dalam 24 jam pertama setelah lahir dan memproduksi

molekul imunomudulator yang memiliki efek bermanfaat dalam pembentukan

imun respon. Studi saat ini telah menunjukan bahwa ketidakseimbangan

komposisi dari bakteri mikrobiota menjadi faktor utama terjadinya alergi, asma

atau inflammatory bowel disease. (5)

Alergi yang dimediasi IgE dimulai dari sensitisasi. Alergen dicerna,

diinternalisasi dan diekspresikan pada permukaan APC. APC berinteraksi dengan

limfosit T dan menghasilkan transformasi dari limfosit B menjadi sel sekretori

antibodi. Setelah dibentuk dan dilepaskan ke sirkulasi, IgE mengikat, melalui

bagian Fc, ke reseptor sel mast yang memiliki afinitas yang tinggi, meninggalkan

reseptor spesifik alergen mereka yang ada untuk berinteraksi dengan alergen di

masa depan suatu saat nanti. (5)

Proses alergi yang dibentuk tanpa dimediasi oleh IgE kurang begitu

dimengerti namun fase pengenalan antigen awal kemungkinan adalah sama, dan

merangsang reaksi inflamasi utama melalui mediasi sel T dan eosinofil, meliputi

aktivasi sitokin-sitokin yang berbeda seperti IL-5.(5)

Hubungan yang terbentuk dari sejumlah sel mast/antibodi IgE yang

berikatan dengan basophil yang cukup oleh alergen merangsang proses intra-

7

Page 8: Alergi Susu Sapi Pada Anak

seluler, hal ini menyebabkan degranulasi sel, dengan pelepasan histamin dan

mediator peradangan lainnya. (5)

B. Manifestasi Klinis

Alergi susu sapi ditandai oleh berbagai variasi manifestasi klinis yang

terjadi setelah meminum susu. (11) Manifestasi paling berbahaya dari reaksi

mediasi IgE akibat alergi susu ialah anafilaksis. Setelah degranulasi sel mast,

pelepasan mediator inflamasi mempengaruhi berbagai sistem organ. (5) Gejala

yang dapat timbul ialah pruritus, urtikaria, angio-edema, muntah, diare, nyeri

perut, sulit bernapas, sesak, hipotensi, pingsan, dan syok. (11),(5) Gejala pada kulit

merupakan gejala paling sering, meskipun, sampai 20% reaksi anafilaksis dapat

muncul tanpa adanya manifestasi pada kulit khususnya pada anak-anak. Onset

munculnya gejala dari reaksi anafilaksis yang diinduksi makanan bervariasi

namun mayoritas reaksi muncul dalam hitungan detik sampai 1 jam pertama

setelah terpapar. (5)

Diantara gejala-gejala akibat alergi makanan, seringkali terdapat dermatitis

atopi. Memang, telah diketahui bahwa 30% anak-anak yang menderita dermatitis

atopi yang sedang sampai berat memiliki hubungan dengan alergi makanan yang

memperparah eksema. Makanan yang berpengaruh ialah susu sapi, dengan

ditemukannya IgE spesifik pada kebanyakan pasien. (5)

Reaksi cepat Reaksi Lambat

Anafilaksis

Urtikaria akut

Akut angioedema

Sesak

Rhinitis

Batuk kering

Muntah

Edema laryngeal

Asma akut dengan stres

Dermatitis atopi

Diare kronis, diare berdarah, anemia

defisiensi besi, konstipasi, muntah kronis,

kolik

Terganggunya pertumbuhan

Enteropati dengan kehilangan protein

dengan hipoalbuminemia

Sindrom enterokolitis

Esofagogastroenteropati eosinofilik yang

8

Page 9: Alergi Susu Sapi Pada Anak

pernapasan diketahui dari biopsi

Tabel 2.2 Onset reaksi cepat dan lambat alergi susu sapi pada anak-anak.(3)

Gambar 2.2 Dermatitis atopi pada bayi pada wajah akibat alergi protein. (6)

2.3.2 Alergi Susu Sapi Gastrointestinal

A. Patofisiologi

Mekanisme dasar yang mengarah pada alergi belum diketahui dengan

baik. Berbagai faktor, yag berhubungan dengan pasien (faktor genetik, flora usus)

dan yang tidak berhubungan (seperti waktu, dosis, frekuensi eksposure alergen)

yang saling berinteraksi dengan patogenesis penyakit. Alergi gastrointestinal,

kebanyakan pasien mengalami reaksi hipersensitivitas tipe IV dengan respon yang

abnormal dari limfosit TH2. Produk ini meningkatkan jumlah mediator inflamasi,

seperti IL-4 dan IL-5, seperti kemokin, yang menyebabkan aktivasi eosinofil.

Pada beberapa pasien, alergi campuran dari mediasi IgE dan non IgE dapat terjadi

dan tes diagnostik harus dilakukan untuk kedua jenis alergi tersebut. (5)

B. Manifestasi Klinis

Pasien dengan alergi susu gastrointestinal dapat muncul dengan berbagai

macam gejala, berdasarkan lokalisasi dari inflamasi (Tabel 2.3). (5)

Alergi Pada

Usus Mediasi

Non IgE atau

Campuran

Gejala-Gejala Komplikasi Tes Diagnostik Evolusi Penatalaksanaan

Kolitis Makanan

Dan Susu

Perdarahan rectum

dengan pengeluaran

lendir pada bayi

Anemia Eliminasi diet untuk

ibu atau hydrolyzed

milk (bayi yang tidak

diberi ASI), biopsy

kolon jika resisten

terhadap kultur feses

Resolusi

dalam 6-12

bulan

Diet eliminasi

diikuti tes

pemberian ulang

setelah 6 bulan

9

Page 10: Alergi Susu Sapi Pada Anak

Esofagus

Eosinofilik

Regurgitasi, refluks,

anoreksia, disfagi

atau menolak

makanan, muntah,

nyeri lambung

Kegagalan

pertumbuhan,

kehilangan berat

badan, striktur

esofagus

Endoskopi, biopsy,

tes kutaneus dan

epikutaneus, diet

asam amino dan tes

provokasi oral

Terus

menerus ada

Diet eliminasi,

steroid sistemik

atau topical

(ditelan)

Food Protein-

Induced

Enterocolitis

Syndrome

(FPIES)

Muntah terus-

menerus dan/atau

diare 2-4 jam setelah

makan/minum

Leukositosis, syok

hipovolemik,

asidosis metabolic,

hipotensi

Riwayat sugestif, tes

epikutaneus dan/atau

tes provokasi oral

Resolusi

dalam 2-5

tahun

Diet eliminasi

diikuti tes

pemberian ulang

Food Protein

Induced

Enteropathy

Gejala insidious,

abdominal

discomfort, disfagia,

kehilangan berat

badan, muntah, diare

Hipereosinofilia,

hematemesis/rectal

bleeding, anemia

defisiensi besi,

hipoalbuminemia,

kegagalan

pertumbuhan

Endoskopi, biopsy,

tes skin prick’s dan

epikutaneus, tes

provokasi oral

Resolusi

dalam 1-2

tahun

Diet eliminasi

Tabel 2.3 Alergi makanan mediasi non IgE

Gastroenteropathies Eosinofilik

Gastroenteropathies eosinofilik didefinisikan infiltrasi eosinofil pada

dinding usus. Terdapat 3 (tiga) bentuk keadaan klinis yang dijelaskan: kolitis yang

diinduksi susu, oesophagitis eosinofilik dan enterocolitis yang diinduksi protein

makanan. Prevalensi kelainan-kelainan tersebut semakin meningkat. Diagnosis

banding dari eosinofilia usus sangat luas dan meliputi inflamatory bowel disease,

infeksi parasit, sindrom hipereosinofilia dan hipersensitivitas obat. Tidak ada tes

diagnostik yang patognomonis dan diagnosis alergi eosinofilia gastroenterologi

harus berdasarkan keadaan klinis, tes kulit, biopsi dan/atau oral food challenges.

Colitis Akibat Makanan dan Susu Sapi (Food and cow’s milk colitis)

Alergi susu sapi merupakan salah satu penyebab yang umum dari

terjadinya kehilangan darah kronis dan anemia pada masa neonatal, dengan darah

samar atau perdarahan rectum pada feses dan diare, meskipun begitu diare

berdarah yang masif jarang terjadi. (8) Pendarahan rektal merupakan gejala yang

mengkhawatirkan tetapi pada umumnya jinak dan self limiting tetapi dapat

dikaitkan dengan alergi susu pada sekitar 20% kasus. Bayi yang terkena dapat

timbul dengan pendarahan anus yang terisolasi dengan mengeluarkan lendir pada

10

Page 11: Alergi Susu Sapi Pada Anak

jam pertama kehidupan, dapat melalui dalam rahim, atau sebelum 3 sampai 6

bulan pertama kehidupan tetapi biasanya tetap dalam kondisi umum yang sangat

baik. Biopsi rektal menunjukkan peradangan eosinofilik yang khas dengan erosi

epitel, microabscess atau fibrosis. Gejala diakibatkan oleh protein susu sapi yang

terkandung dalam susu formula atau ASI, dan setengah dari pasien ini didiagnosis

ketika menggunakan ASI eksklusif. (5)

Kebanyakan dari bayi hanya alergi terhadap susu tapi sekitar 20% juga

dapat bereaksi terhadap telur, dan protein makanan lain walaupun jarang.

Kemajuan klinis biasanya sangat baik seiring dengan perbaikan gejala dalam

waktu lima hari setelah diet bebas susu sapi bagi ibu. Bila diet pada ibu

mengalami kegagalan, diet bebas telur juga dapat dilakukan. Alergi ini biasanya

sembuh dalam beberapa bulan, sehingga pemberian susu kembali dapat dilakukan

antara 6 dan 12 bulan. (5)

Oesofagitis Eosinofilik (Eosinophilic oesophagitis)

Penyakit ini baru diidentifikasi dalam 15 tahun terakhir dan studi

menunjukkan prevalensi yang semakin meningkat. Penyakit ini terutama

mempengaruhi orang-orang berusia dekade kedua atau ketiga, tetapi semakin

banyak pula dilaporkan dalam literatur-literatur pediatrik. Penyakit ini

didefinisikan dengan terjadinya suatu infiltrasi eosinofil pada esofagus, dan terkait

dengan gejala refluks yang resisten terhadap terapi proton pump inhibitor (PPI). (5)

Pasien biasanya mengeluhkan gejala sakit seperti ketidaknyamanan,

disfagia dan cenderung untuk menghindari makan makanan berserat atau kering.

Gejala pada anak-anak biasanya tidak khas, seperti sakit perut, muntah atau

regurgitasi dan anoreksia, atau kegagalan pertumbuhan. Endoskopi dapat

menampilkan berbagai gambaran dari area normal sampai putih atau merah

merata dengan beberapa striktur esofagus, dengan aspek tracheiformis yang khas.

Biopsi menunjukkan infiltrasi padat dari dinding oleh eosinofil (> 15-20/

Lapang pandang). Esofagitis ini dapat sipersulit oleh adanya stenosis esofagus dan

impaksi makanan. Eosinofilik esofagitis biasanya disebabkan oleh alergi makanan

dengan campuran mediasi IgE dan non IgE, khususnya pada anak-anak dan

remaja. (5)

11

Page 12: Alergi Susu Sapi Pada Anak

Identifikasi alergen harus dikoordinasikan dengan spesialis karena dapat

melibatkan berbagai antigen. Diet bebas unsur asam amino atau formula semi-

unsurnya dapat menyebabkan perbaikan gejala sebanyak 30-70% pada pasien ini.

Namun demikian, penggunaan steroid topikal atau sistemik sering dibutuhkan,

terutama jika makanan penyebab tidak dapat diidentifikasi secara jelas atau jika

peradangan sudah berlangsung lama. (5)

Enterokolitis yang Diinduksi Protein Makanan (Food protein-induced

enterocolitis)

Alergi ini dapat muncul dengan gejala yang luar biasa seperti muntah terus

menerus dan/atau diare lendir berdarah yang dapat membuat lemas dan syok

hipovolemik. Gejala dapat muncul seringkali 2 (dua) jam setelah makan atau

minum. Anak-anak dengan gejala-gejala ini seringkali menjadi suspek terjadinya

sepsis. Jumlah hitung darah selama fase akut adalah leukositosis yang dipenuhi

oleh sel-sel muda (neutrofil non segmen). Mekanismenya belum jelas namun

diketahui dipengaruhi oleh reaksi mediasi IgE dan non IgE. Biopsi kolon

memperlihatkan abses kripta dengan infiltrasi inflamasi yang difus. Alergi ini

dapat juga disebabkan oleh protein pada makanan daripada susu, seperti halnya

reaksi terhadap kedelai, ikan, nasi, kentang dan ayam. (5)

Riwayat dari eneterocolitis yang diinduksi susu biasanya membaik setelah

usia 2-3 tahun, namun perubahan penyakitnya dapat lebih panjang pada pasien

dengan enterokolitis yang diinduksi protein padat. Pasien dengan manifestasi

klinis yang tidak jelas harus dilakukan tes diagnostik menggunakan endoskopi dan

biopsi yang bertujuan untuk menghilangkan diagnosis penyakit eosinofilik. (5)

2.4 Diagnosis

Proses diagnosis alergi susu sapi pada dasarnya adalah sama dengan

proses diagnosa alergi makanan. Seperti penyakit pada umumnya, proses diagnosa

dimulai dari penelusuran dan evaluasi riwayat penyakit, dilanjutkan dengan

pemeriksaan klinis secara seksama. Hal yang khusus dilakukan dalam investigasi

alergi makanan adalah pembuatan catatan harian diet, uji eliminasi dan provokasi,

uji kulit, dan pemeriksaan kadar IgE. (1)

12

Page 13: Alergi Susu Sapi Pada Anak

Dalam anamnesis, perhatian difokuskan pada reaksi alergi yang terjadi,

dan kaitannya dengan makanan yang dimakannya. Setelah berbagai bahan

makanan yang dicurigai menjadi penyebab alergi diperoleh, diagnosa

dikonfirmasi dengan pemeriksaan berupa uji eliminasi dan uji provokasi. (1)

Prinsip uji eliminasi adalah menghindarkan bahan makanan yang menjadi

tersangka, dalam hal ini adalah protein susu sapi, selama 2 minggu. Dalam kurun

waktu ini diobservasi apakah gejala alergi yang ada berkurang atau tidak. Bila

gejala berkurang, dapat dilanjutkan uji provokasi untuk mengkonfirmasinya lagi,

yaitu dengan pemberian kembali bahan makanan tersebut, dan dicatat reaksi yang

terjadi. Jika makanan tersangka memang penyebab alergi, maka gejala akan

berkurang saat makanan dieliminasi dan muncul kembali lagi saat diprovokasi. (1)

Di samping penggunaan cara tersebut, cara pemeriksaan yang dapat dipakai juga

adalah dengan pemeriksaan kadar IgE dan uji kulit. Kadar IgE yang meninggi

dalam darah dapat dipergunakan sebagai petunjuk status alergi pada pasien, dan

memang kadar IgE ini seringkali didapatkan meninggi pada penderita alergi susu

sapi. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh Hidvegi dkk, diduga kadar total

IgE serum dan IgG anti--casein memiliki nilai prognostik; yaitu bila didapatkan

peningkatan pada awal penyakit, toleransi terhadap susu sapi akan dicapai lebih

lambat atau bahkan dapat pula sifat alergi yang terjadi bersifat menetap. (1)

Uji kulit yang dilakukan, disebut skin prick tests. Namun demikian perlu

diketahui bahwa uji kulit ini memiliki nilai prediktif positif yang rendah, karena

tingginya hasil positif palsu. Interpretasi ini perlu diperhatikan, sebab bila

tatalaksana dilakukan berdasarkan hasil positif ini, maka dapat saja terjadi

penghindaran makanan yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan. Di sisi lain, tes

ini juga memiliki nilai prediktif negatif yang tinggi, dengan demikian bila

didapatkan hasil yang negatif maka diagnosa alergi makanan dapat dianggap kecil

kemungkinannya. (1)

Walau demikian dalam praktek klinisnya sehari-hari, diagnosa lebih sering

ditegakkan berdasarkan gejala dan respons klinis dari uji eliminasi dan provokasi.

Pemeriksaan secara laboratoris hanya bersifat pelengkap. Sedangkan penggunaan

uji kulit pada anak, selain karena masalah akurasinya yang kurang, perlu juga

13

Page 14: Alergi Susu Sapi Pada Anak

dipertimbangkan faktor ketidaknyamanan yang akan timbul, mengingat penderita

umumnya berusia di bawah 2-3 tahun. (1)

Walaupun tampaknya mudah, pada beberapa keadaan diagnosis dapat menjadi

sulit dan membingungkan. Hal ini terjadi misalnya karena adanya reaktivasi dari

makanan lain. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah protein susu sapi dapat

menimbulkan alergi baik dalam bentuk murni, atau bisa juga dalam bentuk lain

seperti es krim, keju, dan kue yang menggunakan susu sapi sebagai bahan

dasarnya. (1)

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Selain dari manifestasi klinis yang ada, untuk mendiagnosis adanya alergi

susu sapi pada anak dapat dilakukan beberapa tes penunjang atau tes diagnostik.

Berikut ini adalah tes untuk menilai alergi terhadap susu sapi, yaitu:

2.5.1 Skin Prick Test (SPT)

SPT merupakan tes yang cepat dan tidak mahal untuk mendeteksi

sensitisasi mediasi kelainan IgE dan dapat dikerjakan pada bayi dengan baik. Nilai

prediksi negatif adalah baik (>95%) dan dipastikan dengan tidak adanya reaksi

mediasi IgE. Meskipun, hasil respon yang positif tidak pasti menunjukan bahwa

makanan merupakan penyebabnya (kurang spesifik), dan hanya menunjukan

sensitivitas terhadap makanan (atopi, pada keadaan tidak adanya gejala alergi). (5)

SPT kurang begitu berguna pada kelainan alergi usus yang sensitif

terhadap makanan daripada alergi yang dimediasi oleh IgE. Pada alergi mediasi

non IgE, seperti Food protein-induced enterocolitis atau colitis akibat susu

menghasilkan hasil tes yang negatif. Meskipun begitu, SPT bergunan dalam

mengeluarkan diagnosis banding alergi mediasi IgE atau dalam keadaan patologi

yang disebabkan mekanisme kombinasi, khususnya esofagitis eosinofilik dimana

14

Page 15: Alergi Susu Sapi Pada Anak

SPT dapat membantu mengetahui penyebab dari alergennya.

Gambar 2.3 Skin Prick’s Test. (7)

2.5.2 Atopy Patch Test

Pada tes ini, makanan diberikan selama 48 jam pada kulit menggunakan

patch yang tertutup. Tes positif menunjukan terjadinya eritema, indurasi dan/atau

lesi vesikulus yang muncul 24 -48 jam kemudian pada lokasi patch. Secara teoritis

mekanismenya sama dengan mekanisme limfosit sel T yang serupa dengan

terjadinya mekanisme enteropati. Meskipun begitu, sel T dari lokasi yang berbeda

mengekspresikan marker awal yang berbeda, seperti CLA (Cutaneus Lymphocyte

Antigen) untuk kulit dan α4β7-integrin untuk usus, yang mana dapat merubah

sensitivitas dan spesifisitas dari tes. Tes ini telah diteliti pada kasus dermatitis

yang parah dimana sensitivitasnya sekitar 65%. Telah ditunjukkan bahwa tes ini

membantu untuk mengetahui penyebab makanan pada esofagitis pada anak-anak

tetapi seringkali hasilnya negatif pada pasien dewasa. (5)

15

Page 16: Alergi Susu Sapi Pada Anak

Gambar 2.4 Atopy Patch Test. (9)

2.5.3 Diet Eliminasi dan Tes Tantangan Pemberian Makanan (Oral Food

Challenge)

Bila diagnosis masih belum jelas, oral food challenge merupakan standar

emas. Sebuah protokol diterbitkan oleh Bock SA pada tahun 1988 dan protokol

standar telah diusulkan oleh European Academy of Allergy and Clinical

Immunology pada tahun 2004. Pasien mencerna, lebih dari 2 jam, secara progresif

meningkatkan jumlah dari makanan yang diduga membuat alergi. Prosedur

dihentikan ketika muncul gejala klinis (tes positif) atau setelah jumlah makanan

yang dimakan sudah mencapai batasnya dan reaksi alergi tidak muncul. Karena

terdapat reaksi anafilaksis, tes ini harus dipimpin secara ketat, oleh tenaga medis

yang terlatih, dan kesiapan peralatan resusitasi. Protokol ini lama, mahal, dan

dapat menyebabkan kecemasan atau ketidaknyamanan reaksi klinis, namun

pemeriksaan ini merupakan indikasi pasti pada pasien dengan diagnosis yang

tidak jelas. (5)

Dasar dari diagnosis food-induced gastrointestinal allergy ialah respon

terhadap diet eliminasi, dengan timbulnya gejala yang berulang ketika diberikan

makanan atau susu. Disebabkan reaksi alergi biasanya tertunda, diet eliminasi

harus dilakukan untuk setidak-tidaknya 1 (satu) bulan sebelum diberikan

tantangan makanan (food challenge). Namun, identifikasi penyebab makanan 16

Page 17: Alergi Susu Sapi Pada Anak

seringkali berat dan dokter kadang-kadang harus meresepkan diet ketat yang

"oligo-antigen". (5)

Pada beberapa sindrom alergi seperti food protein-induced enterocolitis,

tantangan pemberian makanan dapat menyebabkan reaksi klinis berbahaya yang

mengarah kepada syok hipovolemik. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk

memasang jalur intravena dan memiliki supervisi medis dengan fasilitas resusitasi

dan penatalaksanaan segera. (5)

2.5.4 Uji In Vitro

Dalam uji in vitro seperti ECP (Eosinophilic Cationic Protein), tes aktivasi

basophil atau tes proliferasi limfosit tidak menunjukkan sensitivitas atau

spesifisitas dalam mendiagnosis alergi makanan. (5)

Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan Edit Hidvégi dan rekan-

rekan (2001) yang menyimpulkan bahwa normalisasi kadar serum ECP dapat

menjadi indikasi berhentinya alergi susu sapi. Oleh karena itu, pengukuran serum

ECP mungkin dapat membantu dalam menentukan waktu yang optimal untuk

mengulang uji pemberian tantangan makanan, sehingga hasilnya akan cenderung

lebih negatif. Penurunan kadar yang signifikan dari serum ECP 2 jam setelah uji

awal pemberian tantangan makanan dapat dijelaskan oleh fakta bahwa protein ini

dikeluarkan ke dalam lumen usus.(11)

2.5.5 Dosis Antibodi Serum IgE

Pemeriksaan kuantitif dari antibodi IgE spesifik terhadap makanan sering

menjadi langkah yang berikutnya. Alergen yang diduga diikat ke matriks padat

dan dipaparkan ke serum pasien. Antibodi IgE spesifik untuk alergen mengikat ke

matriks protein dan dideteksi menggunakan antibodi spesifik sekunder pada

bagian Fc dari IgE manusia. Hampir sama dengan skin test, sensitisasi dapat

muncul tanpa reaksi klinis, dan tes tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis

alergi makanan tanpa adanya riwayat klinis alergi makanan. Meskipun begitu,

meningkatnya konsentrasi dari spesifik IgE akibat makanan berhubungan dengan

meningkatnya kemungkinan reaksi klinis. (5)

17

Page 18: Alergi Susu Sapi Pada Anak

Meskipun memiliki sensitivitas yang baik, pada sebagian kecil pasien

dengan reaksi gejala klinis alergi yang sesuai namun serum IgE spesifik akibat

makanan tidak dapat dideteksi.(5)

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Diet Eliminasi

Penatalaksanaan utama alergi makanan (dalam hal ini susu sapi) adalah

diet eliminasi. Pasien dan keluarganya harus diajarkan untuk selalu membaca

label makanan yang mengandung susu atau produknya (mentega, kasein,

lactalbumin, lactoglobulin atau laktosa). (5)

Pada anak kecil, diet eliminasi harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan

memerlukan tindak lanjut medis yang terus-menerus, karena diet eliminasi secara

serius dapat mengganggu kualitas hidup dan membuat efek samping yang parah.

Ketika alergi susu sapi didiagnosis pada bayi, dokter harus merekomendasikan

kepada orangtua penggunaan makanan pengganti susu berdasarkan extensively

hydrolysed susu sapi dan harus mengobservasi pasien untuk menentukan waktu

yang paling tepat untuk diberikan kembali susu sapi tersebut. (5)

Extensively hydrolysed formulas merupakan disusun oleh campuran

peptida dan asam amino yang diproduksi dari kasein susu sapi atau air dadih dan

dapat ditoleransi pada 95% anak yang alergi terhadap susu. Jika gejalanya tetap

persisten, maka dapat digunakan formula asam amino, khususnya pada anak

dengan alergi beberapa makanan dan gangguan pertumbuhan. (5) Dibandingkan

dengan eHF, Soy formula (SF) atau susu kedelai merangsang reaksi yang lebih

sering pada anak-anak yang mengalami alergi protein susu sapi berusia kurang

dari 6 bulan. Soy formula dapat menginduksi terjadinya gejela-gejala

gastrointestinal.(3) Susu kedelai, tidak sesuai dengan kebutuhan gizi anak-anak

secara sempurna. Selain itu, meskipun tidak adanya protein homolog dan reaksi

silang alergi, sekitar 10% dari reaksi mediasi IgE dan 60% dari anak-anak reaksi

mediasi non IgE juga alergi terhadap kedelai. (5)

Kebanyakan orang tua ingin mengganti susu sapi dengan susu binatang

mamalia lainnya atau susu kedelai. Meskipun begitu, sebenarnya setiap pasien

alergi susu sapi memiliki reaksi silang dengan susu biri-biri betina atau susu

18

Page 19: Alergi Susu Sapi Pada Anak

kambing, lagi pula susu-susu tersebut tidak memiliki nutrisi yang adekuat untuk

memenuhi kebutuhan bayi dan dapat menyebabkan anemia megaloblastik

disebabkan kekurangan asam folat. Beberapa studi menyarankan bahwa susu unta

dan keledai memiliki imunitas yang lebih baik namun komposisi lainnya sangat

berbeda dari ASI sehingga tidak dapat digunakan. (5) Susu kambing sering

menyebabkan terjadinya reaksi alergi pula lebih dari 90% anak dengan alergi

protein susu sapi, dan 15% pada susu keledai, selain itu juga memiliki harga yang

mahal. Susu binatang mamalia lainnya bukanlah pilihan nutrisi yang adekuat. (3)

Amino acid formula (AAF) tidak bersifat alergenik, namun kekurangannya

ialah mempunyai harga yang mahal dan rasa yang tidak enak. (3)

Nasi bersifat alergenik dan seringkali berpengaruh pada terjadinya

sindrom enterocolitis pada bayi-bayi di Australia. Namun data yang berbeda

ditunjukan oleh efek pada pertumbuhan dari protein yang terkandung di dalam

nasi. Pada anak-anak di Itali, rice formula dapat ditoleransi pada anak dengan

alergi protein susu sapi. (3)

Rice formula dapat digunakan sebagai pilihan pada kasus-kasus tertentu

apalagi dengan rasa yang lebih baik dan harga yang lebih murah. (3)

Dengan demikian, extensively hydrolysed formula adalah pengganti susu

sapi yang direkomendasikan pada kasus alergi susu bayi dan anak-anak kecil. (5)

2.6.2 Pengobatan Darurat

Dokter harus memberikan penjelasan fungsi dari pengobatan darurat pada

kasus-kasus paparan yang accidental (tidak disengaja). Pengobatan ini meliputi

antihistamin untuk reaksi-reaksi kulit ringan dan gastrointestinal, dan penggunaan

adrenalin yang dapat disuntik sendiri untuk reaksi sistemik atau reaksi pada

pernapasan. Kortikosteroid dapat juga diberikan untuk mencegah gejala-gejala

fase rebound dan fase lambat namun pasien harus diberikan inform consent

dengan jelas tentang fase lambat tersebut dan penggunaan adrenalin yang tidak

terlambat. (5)

19

Page 20: Alergi Susu Sapi Pada Anak

2.6.3 Evolusi

Alergi susu mediasi IgE pada anak-anak telah ditunjukkan mencapai

resolusi pada kebanyakan pasien sebelum usia 3 (tiga) tahun. Oleh karena itu, bayi

harus dievaluasi secara teratur oleh seorang spesialis, yang akan menentukan

waktu yang paling tepat untuk pengenalan susu ulang. Namun, sekitar 20% dari

pasien akan tetap alergi untuk jangka waktu yang lebih lama. Faktor prognosis

bergantung pada kadar IgE spesifik terhadap susu dan kadarnya menurun dari

waktu ke waktu.(5)

2.6.4 Algoritma Penatalaksanaan Alergi Susu Sapi Di Bawah 1 tahun

Ketika alergi pada susu sapi diketahui, bayi harus diberikan diet bebas

protein susu sapi selama 2-4 minggu. 4 minggu dimaksudkan untuk gejala

gastrointestinal kronis. Bayi sebaiknya diberi makan dengan eHF atau SF pada

anak-anak berusia lebih dari 6 bulan dan tanpa gejala gastrointestinal. (3)

Jika gejalanya membaik pada diet yang ketat, pemberian tantangan

makanan sasu sapi merupakan tindakan diagnostic wajib untuk menentukan

diagnosis. Jika tes pemberian tantangan makanan positif, anak harus mengikuti

diet eliminasi dan mengulangi tes pemberian tantangan makanan setelah 6 bulan

dan pada beberapa kasus dilulang 9-12 bulan kemudian. Jika tes pemberian

tantangan makanan negatif, diet yang bebas sudah dilakukan. (3)

Susu sapi pengganti digunakan pada bayi kurang dari 12 bulan. Pada anak

yang alergi protein susu sapi yang lebih tua, eHF dan AAF kurang berguna karena

diet yang adekuat lainnya dapat didapatkan secara mudah. (3) Gejala akut yang

parah seperti edema laryngeal, asma akut dengan kesulitan respiratori, anafilaksis.

Jika terdapat salah satu dari gejala ini sebagai akibat dari alergi protein

susu sapi, bayi harus mengikuti diet bebas susu sapi. Sebagai penggantinya, eHF

atau SF atau AAF dapat digunakan. Penggunaan eHF dan SF harus dilakukan

dibawah supervisi medis karena kemungkinan terjadinya reaksi alergi. Jika

diberikan AAF maka AAF diberikan selama 2 (dua) minggu kemudian bayi dapat

dirubah kembali SF atau eHF. (3)

Pada anak dengan gejala alergi gastrointestinal parah yang lambat dengan

pertumbuhan yang buruk, anemia atau hipoalbuminemia atau esofagogastropati

20

Page 21: Alergi Susu Sapi Pada Anak

eosinofilik, dianjurkan untuk memulai diet eliminasi menggunakan AAF

kemudian diganti eHF. Efek dari diet tersebut dicek kembali dalam 10 (sepluluh)

hari untuk sindrom enterocolitis, 1-3 minggu untuk enteropati dan 6 minggu untuk

esofagogastropati eosinofilik. (3)

Pada anak dengan anafilaksis dan tes IgE yang positif atau reaksi

gastrointestinal yang parah, tes pemberian tantangan makanan tidak boleh

dilakukan sebelum 6-12 bulan setelah reaksi alergi terakhir. Anak tersebut

dilarang minum susu sapi sampai usia 12 bulan, tetapi pada anak dengan sindrom

enterocolitis dilat=rang diberikan susu sapi sampai usia 2-3 tahun. (3)

Anak dengan gejala reaksi alergi yang parah harus dirujuk ke pusat

spesialistik. eHF atau AAF digunakan pada anak kurang dari usia 12 bulan dan

pada anak lebih tua dengan gejala gastrointestinal yang parah. Pada anak dengan

usia > 12 bulan dengan anafilaksis, penggantian susu sapi tidak diperlukan. (3)

Pada bayi yang diberikan ASI eksklusif, gejala yang diduga berhubungan

dengan alergi protein susu sapi ialah sampir selalu reaksi mediasi non IgE sebagai

dermatitis atopi, muntah, diare, kolik. (3)

Pada bayi dengan gejala mederat-parah, protein susu sapi, telur dan

makanan lain harus dipantang oleh ibu hanya jika terdapat riwayat yang jelas.

Oleh karena itu, bayi tersebut harus durujuk ke klinik spesialis. Diet eliminasi

pada ibu dilakukan selama 4 minggu. Jika tidak terdapat perbaikan maka diet

harus di stop. Jika gejalanya membaik, dianjurkan ibu meminum susu sapi dengan

jumlah yang banyak selama 1 minggu. Jika terjadi gejala alergi, ibu harus

melanjutkan dietnya dengan diberikan siet tambahan kalsium. Bayi dapat disapih

serupa dengan bayi yang sehat, namun susu sapi harus dihindari sampai usia 9-12

bulan, dan sekurang-kurangnya 6 bulan dari permulaan diet. Jika jumlah ASI

kurang, eHF dan SF (jika usia > 6 bulan) dapat juga diberikan. (3)

Jika setelah diberikan susu sapi kembali gejala tidak muncul, maka

makanan yang sebelumnya dilarang dapat diberikan kembali satu per satu pada

ibu. (3)

21

Page 22: Alergi Susu Sapi Pada Anak

Laktosa

Konsep alergi terhadap laktosa sudah sangat mendarah daging bahwa

laktosa dapat merangsang terjadinya alergi dikemukakan dalam diagnosis banding

terhadap efek samping dari makanan ketika penyebabnya tidak jelas. Reaksi alergi

terhadap laktosa telah ditunjukan oleh studi kasus yang melaporkan terjadinya

reaksi alergi yang cepat setelah pemberian royal jelly. Pabrik-pabrik lebih senang

penggunaan laktosa dari ekstraksi susu daripada yang disintesis disebabkan alasan

harga namun jarang disebutkan pada label dari produk tersebut. Sehingga para

ahli alergi menganjurkan untuk menghindari makanan yang mengandung laktosa

dikhawatirkan adanya paparan dari protein residu kepada anak yang alergi

terhadap susu sapi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Alessandro dan rekan-

rekannya (2003) menemukan bahwa pemberian diet bebas laktosa atau laktosa

residu pada makanan pada anak dengan alergi terhadap susu sapi adalah tidak

perlu. Malahan, dapat terjadi ketidakseimbangan nutrisi atau defisiensi gizi yang

dapat disebabkan oleh pembatasan diet produk susu, khususnya laktosa. Penelitian

tersebut memiliki kesimpulan bahwa pada anak yang hipersensitif terhadap susu

sapi, secara klinis masih memilki toleransi terhadap laktosa dan aman dikonsumsi

sebagai makanan atau sebagai obat dengan komposisi laktosa di dalamnya.(10)

2.7 Pencegahan

Pencegahan alergi dilakukan sedini mungkin. Hal ini dapat dilakukan

sebelum anak tersensitisasi protein susu sapi, yaitu pada masa intrauterin.

Pencegahan dapat dilakukan dengan mengkonsumsi susu sapi yang hipoalergi

yaitu susu sapi partially hydrolyzed untuk merangsang pembentukan terjadinya

toleransi di masa yang akan datang. Ketika reaksi alergi tetap terjadi setelah

pemberian susu yang hipoalergi, maka pemberian susu harus digantikan oleh susu

lain seperti susu kedelai. (2)

Pada bayi, berdasarkan rekomendasi Eropa dan Amerika sebenarnya

bergantung pada pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan, diikuti dengan

penundaan pengenalan makanan padat pada anak dengan risiko atopik (seperti

atopik orang tua atau saudara kandung, atau anak-anak dengan dermatitis atopik).

Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa bayi yang terkena alergi makanan

22

Page 23: Alergi Susu Sapi Pada Anak

(dalam hal ini susu sapi) pada awal kehidupan bayi melalui rute oral cenderung

kurang akan memiliki alergi terhadap makanan dari bayi tanpa eksposur tersebut.

Alergi susu sapi seringkali terdapat pada anak yang memiliki alergi makanan

lainhya pada usia yang lebih tua. Pencegahan dan pengobatan yang baik adalah

penting dalam mencegah alergi terhadap makanan di masa yang akan datang.

Secara umum terdapat 3 (tiga) fase pencegahan terhadap alergi susu, yaitu: (2),(5)

Pencegahan Primer

Yang dilakukan sebelum tersensitisasi. Dilakukan sejak prenatal pada

janin dengan keluarga yang memiliki bakat dermatitis atopi. Menghindari dengan

cara memberikan susu sapi yang hipoalergi, seperti susu sapi partially hydrolyzed,

dengan tujuan untuk merangsang toleransi dari alergi susu sapi pada masa yang

akan datang, disebabkan masih mengandung sedikit partikel dari susu sapi,

sebagai contoh dengan merangsang IgG blocking agent. Tindakan pencegahan ini

juga dilakukan pada makanan alergi makanan lainnya, dan juga menghindari

merokok. (2)

Pencegahan Sekunder

Dilakukan setelah sensitisasi tetapi manifestasi penyakit alergi tidak

muncul. Kondisi sensitisasi ditentukan oleh pemeriksaan IgE spesifik dalam

serum atau darah tali pusat, atau dengan uji kulit. Saat tindakan yang optimal

adalah usia 0-3 tahun. Penghindaran dilakukan dengan cara mengganti susu sapi

menjadi susu sapi non alergenik, seperti susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau

pengganti susu sapi seperti susu kedelai yang tidak membuat terjadinya sensitisasi

terjadinya manifestasi penyakit alergi. ASI eksklusif tampaknya juga dapat

mengurangi risiko alergi. (2)

Pencegahan Tertier

Dilakukan pada anak-anak yang telah mengalami manifestasi sensitisasi

dan menunjukkan penyakit alergi awal seperti dermatitis atopik atau rinitis, tetapi

belum menunjukkan gejala alergi yang lebih berat seperti asma. Saat tindakan

yang optimal adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun. (2)

23

Page 24: Alergi Susu Sapi Pada Anak

Penghindaran juga dilakukan dengan memberikan susu sapi hidrolisat

sempurna atau pengganti susu sapi. Penyediaan obat preventif seperti setirizin,

imunoterapi, imunomodulator tidak direkomendasikan karena belum terbukti

secara klinis bermanfaat. (2)

2.8 Prognosis

Antigenitas dan alergenitas protein susu sapi ini diketahui berkaitan

dengan umur 8 dan alergi yang terjadi kebanyakan berkurang atau menghilang di

usia 2-3 tahun. Bahkan ada pula yang menyatakan alergi susu sapi hanya terjadi

pada tahun pertama kehidupan. Berdasarkan inilah pada usia tersebut dapat dicoba

diberikan lagi susu sapi sedikit-sedikit dan dilihat apakah alergi susu sapi masih

ada atau tidak. (1),(5)

Bayi dengan alergi susu sapi memiliki risiko yang lebih besar untuk

mengalami alergi terhadap bahan makanan lain. Mereka juga memiliki risiko yang

lebih besar untuk mengalami asma atau bentuk alergi lainnya dalam usia

selanjutnya. Untuk itu, bagi anak yang mengalami alergi susu sapi, dianjurkan

untuk menghindari makanan yang juga memiliki sifat alergenitas tinggi, seperti

kacang, ikan, atau makanan laut, sampai usia 3 tahun.4 Walaupun demikian anak

yang memiliki alergi susu sapi tak selalu alergi terhadap daging sapi atau bulu

sapi, bahkan penelitian yang telah dilakukan hanya mendapatkan angka kurang

dari 10% dari penderita alergi susu sapi yang mengalami reaksi terhadap daging

sapi. Di samping itu, proses pemanasan maupun pengolahan juga akan semakin

menurunkan sifat alegenitas daging sapi ; karenanya daging sapi yang dimasak

secara baik sangat jarang menimbulkan masalah pada penderita protein susu sapi.

Dalam kaitannya dengan sifat alergi yang dimilikinya, berbagai penelitian

telah memperlihatkan pola hubungan berkesinambungan proses sensitisasi alergen

dengan perkembangan dan perjalanan alergi yang dikenal dengan nama allergic

march, yaitu perjalanan alamiah penyakit alergi. Secara klinis, allergic march

terlihat berawal sebagai alergi pada saluran cerna (umumnya berupa diare karena

alergi susu sapi) yang akan berkembang menjadi alergi pada lapisan kulit

(dermatitis atopi) dan kemudian alergi pada saluran napas (asma bronkial, rinitis

alergi). (1)

24

Page 25: Alergi Susu Sapi Pada Anak

BAB III

KESIMPULAN

Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak

organ dan sistem tubuh yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan

keterlibatan mekanisme sistem imun, yang disebabkan oleh kandungan protein di

dalam susu sapi. Alergi susu sapi seringkali diduga terjadi pada pasien, disertai

banyak gejala klnis. Sindrom klinis yang terjadi sebagai akibat alergi pada susu

dapat bermacam-macam, meskipun demikian dapat diketahui dengan baik.

Penatalaksanaan alergi dapat dilakukan kepada bayi maupun juga kepada ibu yang

memberikan ASI-nya. Dan pencegahan saat ini sudah dapat dilakukan semenjak

masih dalam kandungan.

25

Page 26: Alergi Susu Sapi Pada Anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Sampson HA. Food allergy. Part I: Immunopathogenesis and clinical

disorders. J.Allergy Clin Immunol 1999;103:717-28

2. Sampson HA. Food allergy. Part II: Diagnosis and management. J.Allergy

Clin Immunol 1999;103:981-9

3. Sicherer Sh, Sampson HA. Food hypersensitivity and atopic dermatitis:

Pathophysiology,epidemiology,diagnosis and management. J Allergy Clin

Immunol 1999;104:s114-s122

4. Burks AW, James JM, Hiegel A, Wilson G, et al. Atopic dermatitis and

food hypersensitivity reactions. J Pediatr 1998;132:132-6

5. Bishop MJ, Hasting. Natural history of cow’s milk allergy. Clinical

outcome. J Pediatr 1990;116:862-7

6. William LW, Bock SL. Skin testing and food challenges for evaluation of

food allergy. Immun and allergy clinics of North Amer 1999;19:479-93

7. Ishizaka K, Ishizaka T, Hornbrook MM. Physiochemical properties of

human reaginic antibody. J Immunol 1966;97:75-84

8. Zeiger RS, Sampson HA, Bock SA, Burks JR, et al. Soy allergy in infants

and children with IgE associated cow’s allergy. J Pediatr 1999;134:614-22

26