al kindi tugas kelar

40
Di susun : Zaki Hidayatulloh Nim : 09 (PEMI) 1492 Mata Kuliah : Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam Dosen : Dr. Amroeni Drajat, M.Ag Semester : Satu AL - KINDI Pendahuluan Dalam lingkungan Islam tradisional, terdapat anggapan lazim bahwa filosof pertama yang muncul dalam dunia Muslim adalah seorang Persia bernama Iranshahri yang mencoba membawa filsafat ke timur yang dianggap sebagai rumah asalnya oleh para filosof sesudahnnya dari Al- Farabi hingga Suhrawardi. Tetapi figur ini masih sekedar nama. Tidak ada yang menandai dari tulisan-tulisannya yang masih tersisa yang memungkinkan kita menyebutnya sebagai pendiri filsafat Islam. Tapi Filsafat Peripetik, atau Masysya’i, yang hanya merupakan satu madzhab diantara madzhab -madzhab dalam dunia Islam- tapi merupakan satu- satunya madzhab yang begitu dikenal di barat dan sering diidentifikasi sebagai filsafat Islam yang sebenarnya- didirikan oleh Abu Yusuf Ya’kub Al-Kindi. 1 Abu Yusuf Ya’kub Ibn Ishaq Al-Kindi (185-252 H/ 801- 866 M) umumnya diakui sebagai filosof Muslim pertama. Namun, ini tidak berarti bahwa kaum Muslim sebelum Al- 1 . Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, Ircisod, Yogyakarta, 2006, hal. 27-28. 1

Upload: zaki-dayat

Post on 27-Jun-2015

266 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Al Kindi Tugas Kelar

Di susun : Zaki HidayatullohNim : 09 (PEMI) 1492Mata Kuliah : Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam IslamDosen : Dr. Amroeni Drajat, M.AgSemester : Satu

AL - KINDI

Pendahuluan

Dalam lingkungan Islam tradisional, terdapat anggapan lazim bahwa filosof

pertama yang muncul dalam dunia Muslim adalah seorang Persia bernama Iranshahri

yang mencoba membawa filsafat ke timur yang dianggap sebagai rumah asalnya oleh

para filosof sesudahnnya dari Al-Farabi hingga Suhrawardi. Tetapi figur ini masih

sekedar nama. Tidak ada yang menandai dari tulisan-tulisannya yang masih tersisa

yang memungkinkan kita menyebutnya sebagai pendiri filsafat Islam. Tapi Filsafat

Peripetik, atau Masysya’i, yang hanya merupakan satu madzhab diantara madzhab -

madzhab dalam dunia Islam- tapi merupakan satu-satunya madzhab yang begitu

dikenal di barat dan sering diidentifikasi sebagai filsafat Islam yang sebenarnya-

didirikan oleh Abu Yusuf Ya’kub Al-Kindi.1

Abu Yusuf Ya’kub Ibn Ishaq Al-Kindi (185-252 H/ 801-866 M) umumnya

diakui sebagai filosof Muslim pertama. Namun, ini tidak berarti bahwa kaum Muslim

sebelum Al-Kindi tidak mempunyai perhatian sama sekali terhadap gagasan-gagasan

filsafat Yunani. Sebaliknya, beberapa pengetahuan filsafat, meskipun sepotong-

potong, dapat dinisbahkan pada ilmu kalam Mu’tazilah awal. Beberapa tokoh utama

mereka – seperti Abu Al-Hudzail Al-‘Allaf dan Al-Nazhzham telah membangun

teologi yang didasarkan pada unsur-unsur filsafat Yunani. 2

Pengaruh filsafat Yunani terhadap ilmu kalam Mu’tazilah awal memang

terbukti dan juga dibenarkan oleh para teolog dan heresiografer Muslim awal. Akan

tetapi, pengaruh ini tetap agak marjinal; faktanya, tak seorang pun dari kalangan

teolog Mu’tazilah awal ini mengembangkan sebuah sistem ensiklopedis filsafat

1 . Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, Ircisod, Yogyakarta, 2006, hal. 27-28.

2 . Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (editor), Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, terj. History Of Islamic Philosophy, Mizan Media Utama, Bandung, 2003, hal. 207.

1

Page 2: Al Kindi Tugas Kelar

Yunani, karena hal itu memang diluar bidang minat mereka. Al-Kindilah orang yang

mengupayakan dengan keras upaya ini dan karena itu dapat disebut sebagai filosof

Muslim pertama, sementara para tokoh ilmu kalam Mu’tazilah hanya berhenti sebagai

teolog, bukan filosof. 3

Dengan demikian, jasa Al-Kindilah yang membuat filsafat dan ilmu Yunani

dapat diakses dan yang telah membangun fondasi filsafat dalam Islam dari sumber-

sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian diantaranya kemudian diteruskan dan

dikembangkan oleh Al-FArabi.

Biografi

Nama Al-Kindi dari nama sebuah suku, yaitu : Banu Kindah yaitu suku

keturuan Kindah, yang berlokasi di daerah selatan Jazirah Arab dan mereka ini

mempunyai kebudayaan yang tinngi. Al-Kindi (801 – 873 M), di dunia barat terkenal

dengan nama Al-Kindus, beliau adalah keturunan bangsawan Arab dari kerajaan

Kindah (Yaman).4

Nama lengkapnya adalah Abdul Yusuf Ya’qub Bin Ishaq Bin Ash-Shabah Bin

‘Imran Bin Isma’il Bin Muhammad Bin Al-Ash’ats Bin Qeis Al-Kindi. Sesepuh Al-

Kindi yang paling dini memeluk Islam ialah Al-Asy’ats Bin Qeis, seorang yang

memimpin perutusan kabilah Kindah menghadap Rasul Allah SAW. Ia pun termasuk

diantara sahabat yang meriwayatkan hadist-hadist nabi. Dalam perang Shiffin

dibawah pimpinan Ali Bin Abi Thalib ia pemegang panji kabilah Kindah. Anak lelaki

Al-Asy’ats ‘Abdurrahman Bin Al-Asy’ats melancarkan pemberontakan terhadap Al-

Hajjaj Bin Yusuf (Penguasa Bani Umayyah Di Hijaz Dan Iraq) hingga terbunuh

dalam pertempuran. Sejak itu semua anak keturuan Al-Asy’ats (Bani Al-Asy’ats)

tidak mempunyai kedudukan apa-apa didalam dinasti Bani Umayyah. Kendatipun

begitu keluarga (kabilah) Al-Kindi di Kufah masih tetap dihormati orang.

Demikianlah keadaanya sampai munculnya kekuasaan Bani ‘Abbas. Orang-orang

Bani Kindah kembali menempati kedudukan yang terpandang. Ishaq Bin Ash-

3. Opcit, Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, hal 208.4. Sudarsono, Filsafat Islam, Pt. Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 21

2

Page 3: Al Kindi Tugas Kelar

Shabbah menjabat penguasa didaerah Kufah, dari zaman khalifah Al-Mahdi hingga

khalifah Harun Al-Rasyid. Ia dikarunia seorang anak lelaki bernama Ya’qub, yang

pada zaman keemasan Islam terkenal sebagai seorang filosof, Al-Kindi.5

Latar Belakang Intelektual

Pendidikan dasar ditempuh Al-Kindi di tanah kelahirannya. Kemudian, dia

melanjutkan dan menamatkan pendidikan di Baghdad. Al-Kindi mempelajari

berbagai cabang ilmu keagamaan seperti hukum syari’at dan ilmu kalam. Ia

menerjemahkan beberapa buku filsafat Suryani yang dikuasainya dengan baik dan

memperbaiki penerjemahan buku-buku lain, seperti Theologia (Ar-Rububiyyah atau

Ketuhanan) yang diterjemahkan oleh Ibn Na’imah Al-Himshi. Maka beberapa

sejarawan Arab memandang Al-Kindi sebagai salah seorang penerjemah,

sebagaimana yang dikatakan oleh penulis buku Thabaqatul-Athibba (golongan

dokter), bahwa: “Para penerjemah yang mahir dalam Islam ada empat orang: Hunain

Bin Ishaq, Ya’qub Al-Kindi, Tsabit Bin Qurrah dan ‘Umar Bin Al-Farkhan At-

Thabari”. Ibn Juljul juga mengatakan: “Al-Kindi menguasai ilmu kedokteran, filsafat,

ilmu pasti, semantic, pandai mengubah lagu, menguasai ilmu ukur (geometri), aljabar,

ilmu falak dan astronomi”.

Khalifah juga mempercayainya untuk berkiprah di Baitulhikmah (House of

Wisdom) yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari

berbagai bahasa, seperti Yunani. Tidaklah mengherankan jika Al-Kindi menguasai

banyak macam ilmu pengetahuan, karena ia tumbuh dan dibesarkan di Kufah yang

merupakan kota pusat perkembangan ilmu, khususnya ilmu kimia.6

Al-Kindi sangat ingin memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada

“sesama pemakai bahasa Arab” (ahl lisanina), seperti yang sering ia tandaskan, dan

menentang para teolog (mutakallimin) ortodoks yang menolak pengetahuan asing.

Selama masih mendapat perlindungan khalifah, ia bebas melakukan apa saja dan

5 . Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, terj. Pustaka Firdaus, Jakarta, cetakan ke-8 1997, hal. 64.

6 . Ibid, Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, hal. 66.

3

Page 4: Al Kindi Tugas Kelar

tidak merasa terpaksa membela posisi filsafatnya seperti halnya para ilmuwan

sebelumnya.

Sepanjang Al-Kindi berpegang teguh pada ajaran-ajaran yang dianut kaum

Neoplatonis Yunani akhir, yang sebagian besar umat Kristen, yang percaya pada satu

Tuhan yang menciptakan dunia dari ketiadaan, ia masih dianggap selaras dengan

hukum Islam. Akan tetapi setelah ia mengambil doktrin-doktrin filsafat pagan,

khususnya doktri Aristoteles, ia telah dianggap menyimpang dari kebenaran wahyu

Islam. Pandangan yang dikemukakannya selalu mengatasnamakan Aristoteles- yaitu

bahwa seseorang mesti menerima sumbangan pemikiran bagi kebenaran, dari

manapun datangnya, bahkan dari filsafat Yunani dengan penuh rasa syukur- tidak

sesuai dengan postulat eksklusif Islam sebagai satu-satunya pewarta kebenaran.7

Tentang persoalan agama, Al-Kindi setuju dengan teologi Mu’tazilah dimana

ia berusaha memberikan stuktur filosofis dan membangun relasi antara filsafat dan

agama atau iman dan akal. Bagi Al-Kindi terdapat dua tipe pengetahuan yang

mungkin (diperlukan oleh manusia) : pengetahuan Ilahi (Al-‘Ilm Al-Ilahi) dan

pengetahuan Manusiawi (Al-‘Ilm Al-Insani). Bentuk pengetahuan tertinggi adalah

filsafat. Pengetahuan yang pertama (pengetahuan ilahi) lebih tinggi dari yang kedua,

karena ia bisa mencapai kebenaran-kebenaran yang tidak akan pernah dapat dicapai

pengetahuan manusia.

Dengan kehadiran Al-Kindi, tema-tema dan gagasan-gagasan dari sumber

Helenistik mulai direnungkan dalam background Islam dan dikaji dalam bahasa baru.

Plato dan Aristoteles, kaum NeoPlatonis dan Stoic, kaum Hermetisis dan

Phythagorian, para ahli fisika dan matematika, semuanya memberikan sumbangan

elemen-elemen pada struktur madzhab baru yang muncul bersama Al-Kindi.

Madzhab inilah yang disamping masih meyakini konsistensi batin dan tuntutan-

tuntutan logika dari disiplin-disiplin yang dipakai, juga menerima elemen-elemen

yang memiliki kaitan jelas dengan kebutuhan-kebutuhan intelektual dan psikologis

bagi komponen tertentu dari masyarakat Islam yang baru. Dengan demikian ia

menciptakan sebuah prespektif intelekutual yang sesuai tidak hanya dengan

7 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, hal. 211.

4

Page 5: Al Kindi Tugas Kelar

kemungkinan yang musti diwujudkan tapi juga dengan kebutuhan yang harus

dipenuhi.8

Kondisi Sosial Politik

Al-Kindi mendapat kepercayaan dan dukungan dari Khalifah Abbasiyah ke-7

dan ke-8, Al-Ma’mun (W. 218 H/ 833 M), dan saudara sekaligus penerusnya, Al-

Mu’tashim memberikan dorongan kuat kepadanya. Kepada Al-Mu’tasim ia

mendedikasikan karyanya Fi Al-Alfasafah Al-Ula, dan beberapa risalah lainnya

dipersembahkan bagi putra khalifah, Ahmad, yang pendidikannya juga dipercayakan

kepadanya.

Sehubungan dengan hal ini Ibn Nubatah mengatakan dalam bukunya berjudul

Sarhul –‘Uyyun: “ Kerajaan Al-Mu’tashim diperindah oleh Al-Kindi dengan buku-

buku yang ditulisnya”. Nama Al-Kindi terus marak hingga zaman khalifah Al-

Mutawakkil. Pada zaman inilah ia menjadi sasaran intrik dan fitnah dari mereka yang

iri hati, sampai ia dijatuhi hukuman oleh Al-Mutawakkil dan perpustakaannya yang

terkenal dengan nama Al-Kindiyyah disita kemudian dijadikan milik Al-

Mutawakkil.9

Tidak seperti kolega semasanya, Hunain Ibn Ishaq, Al-Kindi tidak menguasai

bahasa Yunani dan Syiria. Oleh karena itu ia menggunakan karya terjemahan,

misalnya terjemahan-terjemahan Ibn Na’imah, Eustathius (Asthat) dan Ibn Al-

Bithriq. Akan tetapi Al-Kindilah orang yang telah membuka lahan baru ditanah yang

subur dan memperkenalkan tejemahan-terjemahan pertama filsafat Yunani kepada

dunia Arab.10

Kegiatan penerjemahan ini berlangsung pada pemerintah khalifah Harun Al-

Rasyid yang sangat mendukung perkembangan ilmu dikalangan umat Muslimin, dan

pada ketika pemenrintahnya yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dan perdagangan

8 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, hal. 33.9 . Opcit, Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, hal. 66.10 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, hal 209.

5

Page 6: Al Kindi Tugas Kelar

adalah Bagdad. Usaha khalifah Harun Al-Rasyid adalah membangun sebuah

lembaga, tempat para ilmuwan yang disebut “Baitul Hikmah”.11

Khazanah Intelektual

Ibn Al-Nadim mencatat sekitar 260 judul karya Al-Kindi, suatu bibliografi

ilmiah yang sangat besar jumlahnya, meskipun banyak di antarnya mungkin hanya

karangan kecil. Menurut konstruksi Ibn Al-Nadim, risalah-risalah Al-Kindi meliputi

seluruh ensiklopedi ilmu (sains) klasik : filsafat, logika, aritmetika, musik, astronomi,

geometri, kosmologi, kedokteran, astrologi dan sebagainya. Sampai sekarang hanya

sedikit naskah, kira-kira sepuluh persen dari seluruh karyanya, yang telah diteliti dan

diedit. Beberapa karya mungkin telah hilang selama pemerintahan khalifah Al-

Mutawakkil (232-247 H/ 847-861 M) yang sangat gigih menentang kecenderungan-

kecenderungan berpikir rasional pada zamannya dan menyita perpustakaan Al-Kindi.

Sejarawan terkenal abad ke-8 H/ke-14 M, Ibn Khaldun lebih jauh

menambahkan bukti lenyapnya naskah-naskah tersebut ketika mengatakan, bahwa

kitab-kitab Al-Kindi tidak diketahui lagi orang telah melihatnya, barangkali karya itu

telah hilang dibuang ke sungai tigris oleh hulagu, penguasa tartar, ketika bangsa

Tartar mengambil alih Bagdad dan membunuh khalifah terakhir, Al-Mu’tashim.12

Kecenderungan Al-Kindi pada filsafat Aristoteles, yang telah terlihat dalam

risalahnya, Risalah Fi Hudud Al-Asyya, juga dalam Fi Al-Falsafah Al-Ulya. Dalam

menulis risalah ini, Al-Kindi sangat banyak mengutip dari Metaphysics Aristoteles.

Meskipun Al-Kindi mengelaborasi banyak gagasan yang berasal dari metaphysics-

nya Aristoteles, karyanya, Fi Al-Falsafah La-Ula, bukan sekadar penjelasan terhadap

buku tersebut karena ternyata ia juga menyadarkan secara luas pada karya-karya

Aristoteles lainnya. Oleh karena itu, banyak konsepsi Al-Kindi mecerminkan gagasan

yang diungkapkan oleh Aristoteles dalam karya-karyanya Physics, De Anima, dan

Categoriae, disamping memberikan ringkasan Metaphysics-nya Aristoteles, ia

11 . Opcit, Sudarsono, Filsafat Islam, hal. 22 12 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, hal 208.

6

Page 7: Al Kindi Tugas Kelar

melengkapi Fi Al-Falsafah Al-Ula dengan memanfaatkan bahan dari karya-karya

Aristoteles lainnya.13

Sekalipun nama Al-Kindi termasuk diantara nama tokoh yang paling terkenal

dalam sejarah Islam, hanya sedikit karya dan risalahnya dalam bahasa Arab yang

diketahui hingga tiga puluh tahun yang lalu ketika sejumlah besar karyanya

ditemukan di Istambul, yang memungkinkan para sarjana mengkaji langsung

gagasan-gagasannya dari pernyataan-pernyataannya sendiri. Terdapat empat puluh

risalah yang masih tersisa dan hanya merupakan potongan kecil dari kumpulan besar

(korpus) yang telah ia tulis, jika kita merujuk pada judul karya-karyanya.14

Dalam risalahnya tentang musik, Al-Kindi menyebutkan beberapa jenis

musik. Ada yang dapat membangkitkan daya dorong pada manusia, ada yang dapat

membangkitkan impian khayal, ada yang dapat mengobarkan semangat dan adapula

yang dapat menimbulkan perasaan sedih dan kesal. Keistimewaaan lainnya lagi yang

dimiliki Al-Kindi ialah pengetahuan teorinya tentang pengaruh percampuran warna.

Misalnya, jika merah dicampur dengan kuning akan menimbulkan warna baru yang

dapat menggerakkan perasaan harga diri. Demikian pula mengenai campuran

wewangian, yang menurut Al-Kindi bisa menimbulkan pengaruh kejiwaan tertentu.15

Karya-Karya Al-Kindi

Sebagai seorang filsuf yang sangat produktif, diperkirakan karya yang pernah

di tulis oleh al-kindi dalam berbagai bidang tidak kurang dari 270 buah.

Dalam bidang filasafat diantaranya adalah16 :

a) Kitab al-falsafah al-Dakhilat wa al-Masa`il al-Mantiqiyah wa al-Muqtashah

wa ma fawqa al-Thabiiyyah ( tentang filsafat yang diperkenalkan dan masalah

– masalah logika dan muskil, serta metafisika).

13 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, hal 215.14 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, hal. 30.15 . Opcit, Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, hal. 73.16 . one.indoskripsi.com/click/5985/0 -

7

Page 8: Al Kindi Tugas Kelar

b) Kitab al-kindi ila al-Mu`tashim Billah fi al-falsafah al-Ula ( tentang filsafat

pertama ).

c) Kitab Fi Annahu al-Falsafah illa bi` jlm al-Riyadiyah (tentang filsafat tidak

dapat dicapai kecuali dengan ilmu pengetahuan dan matyematika ).

d) Kitab fi qashd Aristhathalisfi al-Maqulat (tentang maksud – maksud

Aristoteles dalam kategori – kategorinya).

e) Kitab fi Ma`iyyah al-Ilm wa Aqsamihi (tantang sifat ilmu pengetahuan dan

klasifikasinya).

f) Risalah fi Hudud al-Asyya`wa Rusumilah ( tentang definisi benda – benda

dan uraiannya ).

g) Risalah fi Annahu jawahir la Ajsam(tentang substansi – substansi tanpa

badan).

h) Kitab fi ibarah al-jawami` al-Fikriyah(tentang ungkapan – ungakapan

mengenai ide – ide komprehensif).

i) Risalah Fi Hudud Al-Asyya

j) Risalah al Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyah(sebuah tulisan filosofis tentang

rahasia – rahasia spiritual).

k) Risalah fi al-Ibanah an al-Illat al-Fa`ilat al-Qaribah li al-kawn wa al Fasad

(tentang penjelasan mengenai sebab dekat yang aktif terhadap alam dan

kerusakannya).

Kitab Pemecah Kode17

Sebagai ilmuwan serba bisa, Al-Kindi tak cuma melahirkan pemikiran di

bidang filsafat saja. Salah satu karyanya yang termasuk fenomenal adalah Risalah Fi

Istikhraj al-Mu’amma. Kitab itu mengurai dan membahas kriptologi atau seni

17 . mentoringku.wordpress.com/.../al-kindi-filosof-Islam-pertama/

8

Page 9: Al Kindi Tugas Kelar

memecahkan kode. Dalam kitabnya itu, Al-Kindi memaparkan bagaimana kode-kode

rahasia diurai.

Teknik-teknik penguraian kode atau sandi-sandi yang sulit dipecahkan

dikupas tuntas dalam kitab itu. Selain itu, ia juga mengklasifikasikan sandi-sandi

rahasia serta menjelaskan ilmu fonetik Arab dan sintaksisnya. Yang paling penting

lagi, dalam buku tersebut, A-Kindi mengenalkan penggunaan beberapa teknik

statistika untuk memecahkan kode-kode rahasia. Kriptografi dikuasainya, lantaran dia

pakar di bidang matematika. Di area ilmu ini, ia menulis empat buku mengenai sistem

penomoran dan menjadi dasar bagi aritmatika modern. Al-Kindi juga berkontribusi

besar dalam bidang geometri bola, bidang yang sangat mendukungnya dalam studi

astronomi

Bekerja di bidang sandi-sandi rahasia dan pesan-pesan tersembunyi dalam

naskah-naskah asli Yunani dan Romawi mempertajam nalurinya dalam bidang

kriptoanalisa. Ia menjabarkannya dalam sebuah makalah, yang setelah dibawa ke

Barat beberapa abad sesudahnya diterjemahkan sebagai Manuscript on Deciphering

Cryptographic Messages. ”Salah satu cara untuk memecahkan kode rahasia, jika kita

tahu bahasannya adalah dengan menemukan satu naskah asli yang berbeda dari

bahasa yang sama, lalu kita hitung kejadian-kejadian pada tiap naskah Pilah menjadi

naskah kejadian satu, kejadian dua, dan seterusnya,” kata Al-Kindi.

Setelah itu, lanjut Al-Kindi, baru kemudian dilihat kepada teks rahasia yang

ingin dipecahkan. Setelah itu dilanjutkan dengan melakukan klasifikasi simbol-

simbolnya. ”Di situ kita akan menemukan simbol yang paling sering muncul, lalu

ubahlah dengan catatan kejadian satu, dua, dan seterusnya itu, sampai seluruh

simbol itu terbaca.” Teknik itu, kemudian dikenal sebagai analisa frekuensi dalam

kriptografi, yaitu cara paling sederhana untuk menghitung persentase bahasa khusus

dalam naskah asli, persentase huruf dalam kode rahasia, dan menggantikan simbol

dengan huruf.

9

Page 10: Al Kindi Tugas Kelar

Pemikiran Utama

Filsafatnya

Menurut Al-Kindi, filsafat hendaknya diterima sebagai bagian dari

kebudayaan Islam. Berdasarkan ini, para sejarawan Arab awal menyebutnya “Filosof

Arab”. Memang, gagasan-gagasannya itu berasal dari Aristotelianisme Neo-Platonis,

namun juga benar bahwa ia juga meletakkan gagasan-gagasan itu dalam konteks

baru. Dengan mendamaikan warisan-warisan Hellenistis dengan Islam, ia meletakkan

asas-asas sebuah filsafat baru. Pendamaian ini untuk jangka lama, menjadi ciri utama

filsafat ini. Al-Kindi mengkhususkan diri pada semua ilmu pengetahuan yang dikenal

pada masanya, tulisan-tulisannya memberikan cukup bukti, menjadikan filsafat

sebagai suatu studi menyeluruh yang mencakup seluruh ilmu. Al-Farabi, Ibn Sina,

Ibn Rusyd mulanya ilmuwan, kemudian menjadi filosof. Karena itu, Al-Nadim

menempatkan Al-Kindi dalam kelompok filosof alami.18

Filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran. Filosof Muslim

sebagaimana filosof Yunani, percaya bahwa kebenaran jauh berada diatas

pengalaman; bahwa kebenaran itu abadi di alam adialami. Batasan filsafat, dalam

risalah Al-Kindi tentang filsafat awal, berbunyi demikian; “filsafat adalah

pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia,

karena tujuan para filosof dalam berteori ialah mencapai kebenaran, dan dalam

praktek, ialah menyesuaikan dengan kebenaran”. Pada akhir risalahnya, ia menyifati

Allah dengan istilah “kebenaran”, yang merupakan tujuan dari filsafat. “maka satu

yang benar (al wahid al haq) adalah yang pertama, sang pencipta, sang pemberi rizki

semua ciptaan-Nya ……”. Pandangan ini berasal dari filsafat Aristoteles, tetapi

‘penggerak tak tergerakkan’ (unmovable mover)-nya Aristoteles diganti dengan sang

‘pencipta’. Perbedaan ini menjadi inti system filsafat Al-Kindi.

Filsafat dibagi menjadi dua bagian utama: studi-studi teoritis, yakni fisika,

matematika, dan metafisika; dan studi-studi praktis, yaitu etika, ekonomi dan politik.

Kemudian dapat diklasifikan sebagai berikut : “Teori dan praktek merupakan awal

18 Ibn al-Nadhin, al-Fihrist, Kairo, h. 255, dalam M.M. Syarif, M.A, Para Filosof Muslim, History of Muslim Philosophy (terj), Mizan, Bandung, 1993. h. 15

10

Page 11: Al Kindi Tugas Kelar

kebajikan. Masing-masing dibagi menjadi fisika, matematika, dan teologi. Praktek

dibagi menjadi bimbingan diri, keluarga dan masyarakat.”19 Ibn Nabatah, yang juga

mengutip Al-Kindi, hanya menyebutkan bagian-bagian teoritisnya. “ilmu-ilmu

filsafat terdiri atas tiga hal, pertama, pengajaran (ta’lim), yaitu matematika, yang

bersifat mengantar; kedua, ilmu alam, yang bersifat terakhir; dan ketifa, ilmu agama,

yang bersifat paling tinggi.”20 Batasan filsafat dan pembagiannya, dalam filsafat

muslim, sebagaimana disebutkan diatas, masih bersifat tradisional. Filsafat pertama

atau metafisika merupakan pengetahuan tentang sebab pertama, karena seluruh

filsafat lainya tercakup dalam pengetahuan ini.

Filsafat Al-Kindi, walau terkonstruk “bahasa” Yunani, Ia tetap didudukkan di

posisi pertama sebagai pencetus filsafat pertama di dunia Arab. Dalam karangannya

tentang definisi benda-benda dan uraiannya, ia mencatat enam buah definisi yang

mewakili candikeawan-candikeawan zamannya, seperti berikut;

1. Philosophy (filsafat) terdiri atas dua perkataan, philo, teman, dan shopia,

kearifan. Filsafat adalah cinta kearifan. Berdasar etimologi Yunani.

2. Filsafat adalah percobaan manusia untuk berbuat yang terbaik atau melebihi

keunggulan Ilahi sejauh hal itu mungkin. Definisi fungsional.

3. Filsafat adalah praktek kematian. Kematian berarti pemisahan jiwa dan raga.

4. Filsafat adalah “Ilmunya segala ilmu” dan “kearifan dari segala kearifan”.

5. Filsafat adalah pengetahuan manusia tentang dirinya.

6. Hal ihwal filsafat sebenarnya dilukiskan sebagai ilmu pengetahuan tentang

haecceitas, esensi, dan sebab-sebab segala hal sampai batas kemampuan

manusia.21

Al-Kindi juga membagi akal mejadi tiga, yakni akal yang bersifat potensial,

akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual, dan akal yang telah

19 Rosenthal, Journal of the american society, vol 76, no. 1 h. 27-31, dalam M.M. Syarif, M.A, Para Filosof Muslim, History of Muslim Philosophy (terj), Mizan, Bandung, 1993. h. 15

20 . Ibn Nabatah, Syarh Risalah Ibn Zaidun, Kairo, h. 113. dalam dalam M.M. Syarif, M.A, Para Filosof Muslim, History of Muslim Philosophy (terj), Mizan, Bandung, 1993. h. 16.

21 . bismirindu.wordpress.com Nalar Al-Kindi

11

Page 12: Al Kindi Tugas Kelar

mencapai tingkat kedua dari aktualitas. Akal yang bersifat potensial, papar Al-Kindi,

tak bisa mempunyai sifat aktual, jika tak ada kekuatan yang menggerakkannya dari

luar. Oleh karena itu, menurut Al-Kindi, masih ada satu macam akal lagi, yakni akal

yang selamanya dalam aktualitas.22

Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya

pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Sebagaimana Plato,

ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir

sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor

kuda yang menarik kereta tersebut. Jika akal budi dapat berkembang dengan baik,

maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang

hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan

al-Kindi seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi

sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja.23

Selain metafisika, Al-Kindi juga tertarik pada matematika dan ilmu-ilmu

kealaman. Usahanya untuk mengkaji seluruh spektrum ensiklopedis ilmu

membuktikan dirinya sebagai pengikut Aristoteles yang sebenarnya. Bahkan dalam

hal kecenderungan kukuhnya pada matematika ia melampaui Aristoteles. Al-Kindi

mengelaborasi sistem untuk memperhitungkan kemanjuran obat. Ini diperlukan

karena para dokter (tabib) telah beralih dari obat yang sederhana ke obat yang

kompleks. Al-Kindi membagi racikan-racikan bahan medis ke dalam pelbagai

tingkatan berdasarkan daya dan khasiat penyembuhannya. Dalam salah satu risalah

medisnya, Al-Kindi kembali mengaitkan kedokteran dengan matematika dengan

memberikan rumusan untuk memperkirakan masa-masa kritis penyakit yang sedang

berkembang.24

22 . mentoringku.wordpress.com/.../al-kindi-filosof-Islam-pertama/23 . www.averroes.or.id/.../al-kindi-sejarah-singkat-dan-pemikirannya.html -biografi 24 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, hal. 218.

12

Page 13: Al Kindi Tugas Kelar

Keselarasan Filsafat dan Agama.

Al-Kindi mengarahkan filsafat muslim ke arah kesesuaian antara filsafat dan

agama. Filsafat berlandaskan akal pikiran, sedang agama berlandaskan wahyu.

Logika merupakan metode filsafat; sedang iman, yang merupakan kepercayaan

kepada hakikat-hakikat yang disebutkan dalam Al-Quran sebagaimana yang

diwahyukan kepada nabi-Nya, merupakan jalan agama. Keselarasan antara filsafat

dan agama didasarkan pada tiga alasan : pertama, ilmu agama merupakan bagian dari

filsafat. Kedua, wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling

bersesuaian. Ketiga, menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.25

Filsafat merupakan pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu, dan ini

mengandung teologi (Ar-Rububyyah), ilmu tauhid, etika dan seluruh ilmu

pengetahuan yang bermanfaat. Para nabi telah memerintahkan untuk mencari

kebenaran dan berbuat kebajikan. Demikian pula, pencarian filsafat juga perlu, karena

hal ini merupakan keharusan untuk mempelajarinya. Dalam risalah, “jumlah karya

Aristoteles”, Al-Kindi membedakan secara tajam antara agama dan filsafat dan ia

membandingkan antara agama Islam dengan filsafat Aristoteles. Ilmu Ilahiah yang

membedakannya dari filsafat ialah Islam, sebagaimana diturunkan kepada Rasulullah

dan termaktub dalam Al-Quran. 26

Dengan demikian, Al-Kindi telah membuka pintu bagi penafsiran filosofis

terhadap Al-Quran, sehingga menciptakan persesuaian antara agama dan filsafat.

Dalam karangannya The Worship (sujud) of The Primum Mobile, ayat: “bintan-

gemintang dan tetumbuhan bersujud” ditafsirkan dengan berpijak pada aneka makna

sajdah; yang berarti : sujud dalam shalat, kepatuhan, perubahan dari ketaksempurnaan

menjadi sempurna, mengikuti aturan secara ikhlas. Arti terakhir inilah yang

dipergunakan untuk arti sujudnya bintang-gemintang. Suasana langit dihidupkan dan

menyebabkan pertumbuhan dan keruntuhan kehidupan didunia. Gerak primum mobile

disebut ‘bersujud’ dalam arti mematuhi Allah.

25 opcit, M.M. Syarif, M.A, Para Filosof Muslim, History of Muslim Philosophy (terj), Mizan, Bandung, 1993. h. 17.

26 Ibid, M.M. Syarif, M.A, Para Filosof Muslim, h. 18.

13

Page 14: Al Kindi Tugas Kelar

Kesimpulannya, Al-Kindi adalah filosof pertama dalam Islam, yang

menyelaraskan antara agama dan filsafat. Ia memberikan jalan bagi Al-Farabi, Ibn

Sina dan Ibn Rusyd. Ia memberikan dua pandangan berbeda, pertama, mengikuti

jalur ahli logika, dan menfilsafatkan agama, kedua, memandang agama sebagai

sebuah ilmu ilahiah, dan menempatkannya diatas filsafat. Ilmu ilahiah ini diketahui

lewat jalur para nabi. Tetapi melalui penafsiran filosofis, agama menjadi selaras

dengan filsafat.

Pendirian filosofis Al-Kindi sendiri merefleksikan doktrin-doktrin yang ia

peroleh dari sumber-sumber Yunani klasik dan, diatas segalanya, Neoplatonik.

Risalahnya Risalah Fi Hudud Al-Asyya’ secara keseluruhan dipandang sebagai basis

pandangan-pandangannya sendiri. Ia diduga meringkas definisi-definisi dari literatur

Yunani dengan niat hendak memberikan ringkasan filsafat Yunani dalam bentuk

definisi, kebanyakan definisi itu adalah definisi harfiah yang dipinjam dari

Aristoteles. Subyek dan susunannya sesuai benar dengan sumber NeoPlatonik.

Pada definisi pertama, Tuhan disebut “sebab pertama”, mirip dengan “gen

pertama”-nya Plotinus, suatu ungkapan yang juga digunakan Al-Kindi, atau dengan

istilahnya “yang Esa adalah sebab dari segala sebab”, definisi-definisi berikutnya

dalam risala Al-Kindi dikemukakan dalam susunan yang membedakan antara alam

atas dan alam bawah. Yang pertama ditandai dengan definisi-definisi akal, alam dan

jiwa, diikuti dengan definisi-definisi yang menandai alam bawah, dimulai dengan

definisi badan (jirm), penciptaan (ibda’), materi (hayula’), bentuk (shurah) dan

sebagainya.27

Oleh karena itu Al-Kindi memahami alam atas sebagai wujud-wujud spiritual

yang tidak diciptakan dan alam bawah sebagai wujud-wujud temporal yang

diciptakan. Jiwa merupakan wujud spiritual yang tidak diciptakan, sementara materi,

ruang dan waktu merupakan terbatas, diciptakan dan jasmaniah. Kedua alam tersebut,

atas dan bawah pada mulanya berasal dari sumber yang satu dan sama, yang

27 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, hal. 210.

14

Page 15: Al Kindi Tugas Kelar

merupakan sebab bersama dari segala sesuatu. Dari sumber paling awal inilah, yakni

Tuhan, segala sesuatu kemudian berlangsung secara terus-menerus.28

Teks risalah terpanjang Al-Kindi yang tersisa pada masa kita sekarang ini

adalah Fi Al-Falsafah Al-Ula (hanya bagian pertama). Ini adalah nama lain dari

metafisika. Aristoteles menyebut metafisika sebagai “Filsafat Pertama”. Al-Kindi

dengan meminjam sebutan ini menjelaskan maknanya sebagai berikut:

Pengetahuan tentang sebab pertama sesungguhnya disebut “filsafat

pertama”, karena filsafat-filsafat lainnya terkandung dalam

pengetahuannya. Oleh karena itu, sebab pertama adalah pertama dalam

kemuliaan, pertama dalam genus, pertama dalam derajat berkenaan

dengan pengetahuan yang paling pasti; dan pertama dalam waktu, karena

ia adalah sebab dalam waktu. Oleh karena itu sebab pertama dapat

dieksplorasi, dan akal pertamalah yang mentransmisikan “pengetahuan

yang paling pasti” tentangnya.29

Pendapat Al-Kindi yang memandang pembahasan mengenai Tuhan sebagai

bagian filsafat yang paling tinggi kedudukannya, sama dengan pendapat Aristoteles

dalam bukunya Metaphysica, yang dikalangan Arab disebut dengan nama “Kitab Al-

Huruf”. Dalam buku itu Aristoteles membahas soal Tuhan yang disebutnya

“Penggerak Yang Tidak Bergerak”, dan itu merupakan kesimpulan terakhir

Aristoteles. Menurut Aristoteles, Tuhan adalah penggerak alam wujud ini, sedangkan

Al-Kindi, Tuhan adalah Pencipta Langit dan Bumi. Al-Kindi sebagai orang pertama

yang memasukkan kedalam filsafat Islam teori penggolongan filsafat menjadi ilmu

pasti, ilmu alam dan ilmu ketuhanan.30

Tuhan

Suatu pengetahuan memadai dan meyakinkan tentang Tuhan merupakan

tujuan akhir filsafat. Filsafat, sebagaimana namanya, merupakan tujuan suatu kajian

Yunani, karena itu Al-Kindi berupaya keras menyodorkan filsafat Yunani kepada

28 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, hal. 211.29 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, hal. 213.30 . Opcit, Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, hal. 71.

15

Page 16: Al Kindi Tugas Kelar

orang-orang Arab. Gagasan dasar Islam tentang Tuhan adalah Keesaan-Nya,

penciptaan oleh-Nya, dari ketakadaan, dan ketergantungan semua ciptaan kepada

Nya. Sifat-sifat ini, dalam al-Quran, dinyatakan secara tak filosofis atau dialektis.

Ketunggalan, ketakterlihatan, ketakterbagian, dan kepenyebaban gerak merupakan

sifat-sifat-Nya yang dinyatakan oleh para filosof Yunani sebelumnya. Ketika Al-

Kindi menyebut semua itu ia tak lebih dari pengalih konsepsi Helenistis tentang

Tuhan. Keaslian Al-Kindi terletak pada upayanya mendamaikan konsep Islam tentang

Tuhan dengan gagasan-gagasan filosofis Neo-Platonis terkemudian.31 Al-Kindi

menyifati Tuhan dengan istilah-istilah baru. Ia tinggi dan disifati hanya dengan

sebutan-sebutan negative. “Ia bukan materi, tak berbentuk, tak berjumlah, tak

berkualitas, tak berhubungan; juga Ia tak dapat disifati dengan cirri-ciri yang ada (al-

ma’qulat). Ia tak berjenis, tak terbagi dan tak berkejadian. Ia abadi.... oleh karena itu,

Ia Maha Esa (wahdah). Selain-Nya berlipat.

Untuk memahami posisi Al-Kindi, kita mesti merujuk pada kaum tradisionalis

dan Mu’tazilah. Kaum Mu’tazilah, yang semasa dengan Al-Kindi, secara akal

menafsirkan sifat-sifat Allah demi memantapkan Kemahaesaan-Nya mereka

memecahkan masalah ini berdasarkan hubungan antara zat Allah dan sifat-sifat-Nya.

Kaum Mu’tazilah dan para filosof sama-sama menolak sifat-sifat Tuhan seperti ini.

Al ghazali dengan tepat berkata dalam kitabnya thahatufut al falasifah, bahwa “para

filosof sepakat dengan kaum Mu’tazilah bahwa tidak mungkin menganggap bahwa

‘tahu, kuasa, berkehendak, berasal dari prinsip utama.

Al-Kindi, filosof muslim pertama, mengikuti kaum Mu’tazilah dalam menolak

sifat-sifat tersebut. Tetapi pendekatannya dalam memecahkan masalah tersebut

berbeda. Pertama, yang menjadi perhatiannya bukanlah zat Allah sifat-sifatnya; tetapi

hal dapat disifatinya zat Allah. Kedua, segala sesuatu dapat didefinisikan, karena itu

mereka dapat diketahui dengan menentukan jenis-jenis mereka, kecuali Allah yang

tak berjenis. Dengan kata lain, dalam pencariannya, Al-Kindi mengikuti jalur ahli

“logika”.32

31 . Opcit, M.M. Syarif, M.A, Para Filosof Muslim. h. 2132 . Ibid, M.M. Syarif, M.A, Para Filosof Muslim. h. 22

16

Page 17: Al Kindi Tugas Kelar

Dalih-dalih Al-Kindi tentang kemaujudan Allah bertumpu pada keyakinanya

ada hubungan sebab akibat. Sebab-sebab yang disebutkan oleh Aristoteles, adalah

bendawi, formal, efisien dan final. Dalam filsafat Al-Kindi, sebagaimana diulang

dalam tulisan-tulisannya, Tuhan adalah sebab efisien. Ada dua macam sebab efisien;

pertama, sebab efisien sejati dan aksinya adalah ciptaan dari ketiadaan (ibda’).

Kedua, semua sebab efisien yang lain adalah lanjutan, yaitu, sebab-sebab tersebut ada

lantaran sebab-sebab lain, dan sebab-sebab itu sendiri adalah sebab-sebab dari efek-

efek lain. Secara kias, sebab-sebab itu sama sekali bukanlah sebab-sebab sejati. Ia

berkehendak dan tak pernah bergantung kepada sesuatupun. Pemikirannya di bidang

metafisika lebih dititik beratkan kepada masalah hakikat Tuhan, Al-Kindi

mengemukakan tiga jalan untuk membuktikan adanya Tuhan, yaitu :

I. Tidak mungkin ada benda yang ada dengan sendirinya, jadi wajib ada yang

menciptakannya dari ketiadaaan dan pencipta itu adalah Tuhan.

II. Dalam alam tidak mungkin ada keragaman tanpa keseragaman atau

keseragaman tanpa keragaman. Tergabungnya keragaman dan keseragaman

bersama-sama, bukanlah karena kebetulan, tetapi karena suatu sebab. Sebab

pertama itulah Tuhan.

III. Kerapian alam tak mungkin terjadi tanpa ada yang merapikan (mengatur)nya.

Yang merapikan atau yang mengaturnya itulah Tuhan.33

Bagi Al-Kindi, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mulia. Filsafatnya

tentang keesaan Tuhan selain didasarkan pada wahyu juga proposisi filosofis.

Menurut dia, Tuhan tak mempunyai hakikat, baik hakikat secara juz’iyah atau aniyah

(sebagian) maupun hakikat kulliyyah atau mahiyah (keseluruhan).

Dalam pandangan filsafat Al-Kindi, Tuhan tidak merupakan genus atau

species. Tuhan adalah Pencipta. Tuhan adalah yang Benar Pertama (al-Haqq al-

Awwal) dan Yang Benar Tunggal. AL-Kindi juga menolak pendapat yang

menganggap sifat-sifat Tuhan itu berdiri sendiri. Tuhan haruslah merupakan keesaan

33 . Opcit, Sudarsono, Filsafat Islam, hal. 26.

17

Page 18: Al Kindi Tugas Kelar

mutlak. Bukan keesaan metaforis yang hanya berlaku pada obyek-obyek yang dapat

ditangkap indera.

Menurut Al-Kindi, Tuhan tidak memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut lain

yang terpisah dengan-Nya, tetapi sifat-sifat dan atribut-atribut tersebut haruslah tak

terpisahkan dengan Zat-Nya. Jiwa atau roh adalah salah satu pembahasan Al-Kindi.

Ia juga merupakan filosof Muslim pertama yang membahas hakikat roh secara

terperinci. Al-Kindi membagi roh atau jiwa ke dalam tiga daya, yakni daya nafsu,

daya pemarah, dan daya berpikir. Menurutnya, daya yang paling penting adalah daya

berpikir, karena bisa mengangkat eksistensi manusia ke derajat yang lebih tinggi.

Alam, dalam system Aristoteles, terbatas oleh ruang, tetapi tak terbatas oleh

waktu, karena gerak alam seabadi penggerak tak tergerakkan (unmovable mover).

Keabadian alam, dalam pemikiran Islam, ditolak, karena Islam berpendirian bahwa

alam diciptakan. Masalah ini senantiasa menjadi salah satu masalah penting filsafat

Islam. Filosof-filosof muslim, dalam menghadapi masalah ini mencoba mencari

pemecahan yang sesuai dengan agama. Ibn sina dan ibn rusyd dituduh sebagai atheis,

karena mereka sependapat dengan Aristoteles; mereka berpendapat bahwa alam ini

kekal. Al-Kindi berbeda dengan para filosof besar penggantinya, menyatakan alam ini

tak kekal.

Ruh dan Akal

Al-Kindi terkacaukan oleh ajaran-ajaran Plato, Aristoteles, dan Plotanius

tentang ruh. Dia meminjam ajaran plotinus tentang ruh, dan mengikuti pola

Aristoteles dalam berteori tentang akal. Dalam sebuah risalah pendek “tentang ruh”,

sebagaimana dikatakannya, ia meringkaskan pandangan-pandangan “Aristoteles,

Plato dan filosof-filosof lainnya”. Sebenarnya, gagasan yang dipaparkan itu dipinjam

dari Enneads.34

Ruh adalah suatu wujud sederhana, dan zatnya terpancar dari sang pencipta,

persis sebagaimana sinar terpancar dari matahari. Ruh bersifat spiritual, ketuhanan,

34 . Opcit, M.M. Syarif, M.A, Para Filosof Muslim. h. 25

18

Page 19: Al Kindi Tugas Kelar

terpisah dan berbeda dari tubuh. Bila dipisahkan dari tubuh, maka ruh memperoleh

pengetahuan tentang segala yang ada didunia, dan melihat hal yang dialami. Setelah

berpisah dari tubuh, ia menuju kea lam akal, kembali ke nur sang pencipta, dan

bertemu dengan-Nya. Tiga bagian ruh adalah nalar, keberangan dan hasrat. Orang

yang meninggalkan kesenangan-kesenangan jasmani, dan berupaya mencapai hakikat

segala sesuatu, adalah orang yang baik dan sangat sesuai dengan Sang Pencipta.

Menurut Al-Kindi, bukan tiga macam akal, tetapi empat. Ia membagi akal

terbiasa menjadi dua : akal yang memiliki pengetahuan tanpa mempraktekkannya,

dan akal yang mempraktekkan pengetahuan. Yang pertama, seperti penulis yang telah

belajar menulis, dan karenanya ia memiliki seni menulis ini ; sedang yang kedua

seperti orang yang mempraktekkan seni menulis itu.

1. Pertama, akal yang selalu bertindak.

2. Kedua, akal yang secara potensial berada di dalam ruh.

3. Ketiga, akal yang telah berubah, di dalam ruh, dari daya menjadi actual.

4. Keempat, akal yang kita sebut akal yang kedua.35

Yang dimaksudkannya dengan akal ‘kedua’ yaitu tingkat kedua aktualitas,

sebagaimana dipaparkan diatas dalam membedakan antara yang cuma memiliki

pengetahuan dan yang mempraktekannya.

Satu teori lengkap tentang pengetahuan dijelaskan dalam karya lainnya. Ada

dua macam bentuk : bendawi dan nonbendawi. Bentuk pertama yaitu yang bersifat

inderawi, karena hal-hal yang terasa tercipta dari materi dan bentuk. Ketika ruh

memperoleh bentuk materi, maka ia menjadi satu, yaitu bentuk materi itu. Demikian

pula, bila ruh memperoleh bentuk-bentuk rasional yang nonbendawi, mereka menyatu

dengan ruh. Dengan begini, ruh benar-benar menjadi rasional. Sebelum itu, ruh

adalah rasional dalam bentuk daya. Yang kita sebut akal adalah genus-genus dan

spesies.

Al-Kindi tiba-tiba beralih dari pembahasan epistemologis ke pembahasan

ontologi tentang kesatuan semesta dan asal muasalnya. Yang bersifat alam semesta

35 El-Ehwani, Islamic philosophy, kairo, 1951, h. 51-52, dalam M.M. Syarif, M.A, Para Filosof Muslim, History of Muslim Philosophy (terj), Mizan, Bandung, 1993. h. 27

19

Page 20: Al Kindi Tugas Kelar

adalah akal, bila bersatu dengan ruh. Maka timbulah pertanyaan, apakah akal itu satu

atau banyak. Dalam satu hal ia satu, dan dalam hal lain ia banyak. Mengikuti uraian

Plotinus, Al-Kindi terus menuju ke metafisikal dari yang satu. Sebagaimana disebut

diatas, ia mengacaukan metafisika Aristoteles tentang kemaujudan dengan metafisika

Plotinus. Karena ini, ia tak mampu mengupayakan suatu sistem terpadunya. Inilah

yang mampu dilakukan Al-Farabi sang bapak kedua.

Pengaruh Pemikiran

Pengetahuan tentang hakikat sesuatu, yang menjadi tujuan utama filsafat,

tidak hanya dibatasi pada dunia indrawi. Bagi Al-Kindi filsafat juga mencakup

pengetahuan tentang ketuhanan. Ini mendorong penggabungan fisika dan metafisika,

sains dan teknologi. Bagi generasi-generasi Muslim belakangan, penggabungan ini

menjadi amat keterlaluan. Kaum mukmin mengecam para filosof karena

menganggap spekulasi intelektual lebih tinggi dari pada tradisi (Al-Quran dan

Hadist) yang dihormati, dan menetapkan kebenaran rukun-rukun iman melalui

pemikiran (penalaran akal) dan bukan melalui tradisi. Oleh karena itu, filsafat Al-

Kindi, dan khususnya teologi naturalnya, telah menyemaikan benih-benih konflik

antara kaum ortodoks dan intelektual dalam Islam.36

Al-Kindi telah berjasa dalam usahanya menjadikan filsafat sebagai salah satu

khazanah pengetahuan Islam setelah disesuaikan lebih dahulu agama. Dalam

risalahnya yang dihadiahkan kepada ahmad bin al-mu’tashim billah tentang filsafat

“pertama” (metaphysic) Al-Kindi menyatakan pendapatnya, baik agama maupun

filsafat kedua-duanya menghendaki kebenaran. Filsafat yang mempunyai kedudukan

serta martabat yang tertinggi dan termulia ialah filsafat “pertama” (filsafat

metaphysic), yaitu pengetahuan tentang “Kebenaran Pertama”(al-haqqqul-awwal)

yang merupakan illah (sebab pokok) bagi semua kebenaran (al-haqq).37

Popularitas Al-Kindi juga tersebar ke barat latin melalui terjemahan tulisan-

tulisan filosofis dan ilmiahnya. Kenyataannya, ia merupakan salah satu tokoh yang

36 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, hal. 216.37. Opcit, Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, hal. 69.

20

Page 21: Al Kindi Tugas Kelar

paling terkenal di negeri barat, khususnya dalam bidang astrologi dimana ia dihormati

sebagai otoritas yang tak tergugat. Tentu saja ia diakui banyak orang sebagai salah

satu dari sembilan “hakim” astrologi. Kemasyhurannya pada era pertengahan begitu

melambung sehingga ia memberikan pengaruh besar pada renaisans. Pada periode

tersebut Al-Kindi tercatat sebagai salah satu dari dua belas tokoh intelektual yang

paling penting dan paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia.

Dalam diri Al-Kindi terlihat hampir semua karakter yang diselamatkan kepada

filosof-ilmuwan berikutnya. Ia adalah seorang yang memiliki minat universal,

gandrung terhadap logika, ilmu-ilmu alam, kedokteran dan musik, juga teologi dan

metafisika. Ia juga seorang muslim yang saleh sementara pada saat yang sama ia

berusaha menemukan kebenaran dari sumber manapun yang mungkin ia dapat.

Tapi juga terdapat ciri khusus pada diri Al-Kindi. Dalam filsafat, ia lebih

dekat pada madzhab Aleksandria yang diadopsi oleh Al-FArabi. Ia juga lebih

menyukai silogisme hipotetik dan disjunktif yang digunakan oleh kaum neoplatonis

Athena, Proclus dan selanjutnya dikritik oleh Al-FArabi yang lebih mengikuti

Aristoteles dan menganggap bentuk pembuktian sebagai bentuk demonstrasi yang

lemah. Al-Kindi juga memperlihatkan minatnya pada ilmu-ilmu ghaib (occult

sciences) yang tidak terlihat hampir pada semua filosof-ilmuwan sesudahnya.38

Dengan kehadiran Al-Kindi, tema-tema dan gagasan-gagasan dari sumber

helenistik mulai direnungkan dalam background Islam dan dikaji dalam bahasa baru.

Plato dan Aristoteles, kaum neoplatonis dan stoic, kaum hermetisis dan pythagorian,

para ahli fisika dan matematika, semuanya memberikan sumbangan elemen-elemen

pada struktur madzhab baru yang muncul bersama Al-Kindi ini. Madzhab inilah

yang, disamping masih meyakini konsistensi batin dan tuntutan-tuntutan logika dari

disiplin-disiplin yang dipakai, juga menerima elemen-elemen yang memiliki kaitan

jelas dengan kebutuhan-kebutuhan intelektual dan psikologis bagi komponen-

komponen tertentu dari masyarakat Islam yang baru. Dengan demikian ia

menciptakan sebuah prespektif intelektual yang sesuai tidak hanya dengan

38 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, hal. 32.

21

Page 22: Al Kindi Tugas Kelar

kemungkinan yang musti diwujudkan tapi juga dengan kebutuhan yang harus

dipenuhi, sebuah prespektif yang diciptakan dalam pandangan dunia menyeluruh

dalam Islam.

Setelah Al-Kindi, banyak tokoh bermunculan yang memiliki minat universal

terhadap hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan dan seni serta filsafat dan teologi.

Mereka adalah tokoh-tokoh yang menggabungkan minat umum seorang ilmuwan

renaisans dan filosof seniman-ilmuwan dengan minat khusus dalam diri seorang

teolog dan ahli filsafat agama era pertengahan. Mereka menjadi sekelompok orang

yang, disamping mengembangkan pengetahuan hingga mencapai puncak filsafat dan

ilmu pengetahuan, dapat memenuhi kebutuhan mereka atas kausalitas didalam Islam

dan tidak melahirkan pemisahan antara agama dan ilmu pengetahuan seperti yang

terjadi didunia barat setelah abad pertengahan. Al-Kindi merupakan contoh pertama

dari madzhab filosof-ilmuwan yang baru ini dalam dunia Islam dan dalam banyak hal

ia tampil sebagai contoh bentuk (pattern) bagi para ahli hikmah yang muncul

sesudahnya serta yang bersama-sama memperoleh visinya tentang semesta.

Salah seorang murid langsung Al-Kindi yang paling terkenal adalah Ahmad

Bin Thayyib Al-Sarakhsi,39 seorang guru shi’ah khalifah Al-Mu’tadid, yang

kemudian dicampakkan setelah membocorkan rahasia sang khalifah. Seorang lagi

yang mungkin perlu disebut di antara murid-murid Al-Kindi adalah Abu Ma’syar Al

Balkhi, seorang astrolog termasyur yang dikenal barat era pertengahan sebagai

Abulmassar (bentuk-bentuk iklim) dan Al Masalik Wa Al Mamalik (cara-cara dan

kerajaan-kerajaan), yang merupakan karya awal terpenting diantara karya geografi

dalam Islam dan merupakan sumber bagi risalah-risalah terkenal berikutnya dari Al-

Istakhri dan Ibnu Hawqal. Mereka inilah yang menyebarluaskan pengaruh Al-Kindi,

khususnya dalam ilmu pengetahuan, dan menjembatani pemisah temporal yang

memisahkan Al-Kindi dari penerus sejatinya sebagai seorang filosof-ilmuwan.40

Daftar Pustaka

39 . Opcit, Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, hal. 34.40 . Ibid, Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, hal. 35.

22

Page 23: Al Kindi Tugas Kelar

- Hossein Nasr, Seyyed, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, Ircisod,

Yogyakarta, 2006.

- Hossein Nasr, Seyyed, The Heart Of Islam Pesan-Pesan Universal Islam

Untuk Kemanusiaan, Mizan, Bandung, 2003.

_________________, Sains dan Peradaban dalam Islam, Penerbit Pustaka,

Bandung, 1986.

_________________, dan Iliver Leaman (editor), Ensiklopedi Tematis

Filsafat Islam, terj. History Of Islamic Philosophy, Mizan, Bandung, 2003.

- Sudarsono, Filsafat Islam, Pt. Rineka Cipta, Jakarta, 1997.

- Fuad Al-Ahwani, Ahmad, Filsafat Islam, terj. Pustaka Firdaus, Jakarta,

cetakan ke-8 1997

- Ibn al-Nadhin, al-Fihrist, Kairo

- Rosenthal, Journal of The American Society, vol 76, no. 1

- Ibn Nabatah, Syarh Risalah Ibn Zaidun, Kairo

- M.M. Syarif, M.A, Para Filosof Muslim, History of Muslim Philosophy (terj),

Mizan, Bandung, 1993

- El-Ehwani, Islamic Philosophy, Kairo, 1951

- Abu Zahrah, Imam Muhammad, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, terj.

Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah, Dar al-Fikri al-‘Arabi, Mesir, Logos,

Jakarta, 1996

- Hasyim, Umar, Apakah Anda Termasuk Golongan Ahlus Sunnah Wal

Jama’ah ?, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1978.

- Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, jilid 2, PT. Al Husna Zikra, Jakarta,

cet ke-IV.

- Abdul Karim, Muhammad Bin, Al Syahrastani, Milal Wa Al Nihal

diterjemahkan Asywadie Syukur, PT. Bina Ilmu, Surabaya.

- Ali Awaji, Ghalib bin, Firaaqul Mu’ashirah, - cet. I th. 1414 H/1993 M

23

Page 24: Al Kindi Tugas Kelar

- Syaltût, Syaikh Mahmud, Tahqiq: Syaikh Ali Hasan , Al-Bid'ah Asbâbuha wa

Madharuha , Dâr Ibnul-Jauzi, Cetakan Kedua, Tahun 141H.

- Taqi Misbah, Muhammad, Buku Daras Filsafat Islam, Mizan, 2003

- Cecep Taufikurrohman, Aliran Pemikiran Modern Dan Pengaruhnya

Terhadap Studi Islam , · Disampaikan pada acara: Up-Grading Anggota

Lembaga Buhuts Islamiyyah Pwk. PP Persis, Cairo, 12 Oktober 2006/19

Ramadhan 1427 H

- Qomar Prof. Dr. Mujamil, M. Ag , Epistemologi Pendidikan Islam dari

metode rasional hingga metode kritik, penerbit erlangga, 2002.

- Farghal, Hasan. 1994. “Pokok Pikiran Tentang Hubungan Ilmu Dengan

Agama”. Dalam Abdul Hamid Abu Sulaiman. Permasalahan Metodologis

Dalam Pemikiran Islam. Jakarta: Media Da’wah.

- Ramly, Andi Muawiyah. 2000. Peta Pemikiran Karl Marx [Materialisme

Dialektis dan Materialisme Historis]. Yogyakarta : LKiS.

- An-Nabhani, Taqiyuddin. 2001. Nizham Al-Islam. Tanpa Tempat Penerbit :

Hizbut Tahrir

- mentoringku.wordpress.com/.../al-kindi-filosof-Islam-pertama/

- www.averroes.or.id/.../al-kindi-sejarah-singkat-dan-pemikirannya.html -

biografi.

- one.indoskripsi.com/click/5985/0 –

- bismirindu.wordpress.com Nalar Al-Kindi

- Effendi, Mochtar, DR. S.E, Ensiklopedi Agama dan Filsafat. Penerbit

Universitas Sriwijaya, 2001

- Abdullah, Taufik, Prof, Dr Dkk, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, PT Ichtiar

Baru Van Hoeve, Jakarta, tanpa tahun.

- Ichtiar Baru Van Hoeve, Ensiklopedi Islam, PT Ichtiar Baru Van Hoeve,

Jakarta, 1994.

- Mahmudunnasir, Syed, Islam Konsepsi Dan Sejarahnya, PT. Rosda Karya,

Bandung, 2005.

24

Page 25: Al Kindi Tugas Kelar

- L. kraemer, joel, renaisans islam kebangkitan intelektual dan budaya pada

abad pertengahan, mizan, bandung, 2003.

- Muthahhari, murtadha, filsafat moral islam kritik atas berbagai pandangan

moral, penerbit huda, Jakarta, 2004.

- Muhammad, afif, dr, m.a, dari teologi ke ideologi telaah atas metode dan

pemikiran teologi sayyid qutb, penerbit pena merah, bandung, 2004.

- Schoun, Frithjof, Islam dan Filsafat Perenial, (terj) Islam and The Perennial

Philosophy, Mizan, Bandung, 1993.

- Osman Bakar, Hierarki Ilmu, Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu

menurut Al-Farabi, Al-Ghazali, Quthb Din Al-Syirazi, Mizan, Bandung, 1997.

- M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan

Integratif-Interkonektif, Cet I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Februari 2006.

- Brian Fay, Sosial Theory and political Practice, London, Geogre Allen &

Unwin, 1984.

- Budhy Munawar-Rachman, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum

Beriman, (Cet I, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004.

- Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual, Bandung, Mizan, 1991.

- Djohan Effendi, dan Ismet Natsir, Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan

Harian Ahmad Wahib, LP3ES, Jakarta, 1981.

- Dr. Nurcholis Madjid, Jejak Pemikiran Dari Pembaharu Sampai Guru

Bangsa, Cet;II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.

25

Page 26: Al Kindi Tugas Kelar

26