akuntansi s2

32
TUGAS ETIKA PROFESI DAN BISNIS Disusun oleh: Nama: IWAN SANTOSO, S.E., Ak, A. NP!: "#$%&%&&"% PROGRA! PASASAR'ANA ( !AGISTER AKUNTANSI UNI)ERSITAS PE!BANGUNAN NASIONA* %&"# 1

Upload: iwan-santoso

Post on 04-Nov-2015

228 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Akuntansi S2 Tugas UTS

TRANSCRIPT

TUGAS ETIKA PROFESI DAN BISNIS

Disusun oleh:

Nama: IWAN SANTOSO, S.E., Ak, CA.

NPM: 1462020012PROGRAM PASCASARJANA - MAGISTER AKUNTANSI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

2014

Kata pengantar

Puji syukur saya kehadirat Allah SWT karena telah menyelesaikan tugas mata kuliah Etika Profesi dan Bisnis mengenai permasalahan-permasalahan dalam Etika Profesi dan Bisnis. Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Gideon Setyo B. selaku dosen mata kuliah Etika Profesi dan Bisnis. Harapan saya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam mendapatkan informasi dan gambaran mengenai etika dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen dan Etika Sektor Publik/Etika Birokrasi. Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna sehingga dengan segala kerendahan hati saya mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan penyusunan makalah ini di masa yang akan datang.

Daftar IsiKata pengantar....................................................................................................................... 2Daftar isi................................................................................................................................. 3Bab 1....................................................................................................................................... 4 Pendahuluan : ........................................................................................... 4

Bab 2......................................................................................................... 09Pembahasan : .........09

Bab 3......................................................................................................... 30Kesimpulan dan Saran : .................................................................................. 30BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika bisnis adalah bagian dari filsafat. Secara garis besar pengertian filsafat, etika dan etika bisnis berhubungan erat satu sama lain.

Filsafat dalam arti luas adalah suatu usaha sistematis untuk memahami pengalaman manusia secara pribadi dan kolektif/kelompok. Berbeda dengan teologi maka filsafat menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman manusia dan bukan mengandalkannya pada wahyu Ilahi.

Dalam masyarakat, manusia mengadakan hubungan-hubungan antara lain hubungan agama, keluarga, perdagangan, politik dan sebagainya. Sifat hubungan ini sangat rumit dan coraknya berbagai ragam. Hubungan antara manusia ini sangat peka, sebab sering dipengaruhi oleh emosi yang tidak rasional. Manusia selalu berusaha agar tercapai kerukunan dan kebahagiaan di dalam suatu masyarakat. Timbullah peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang kita sebut etik, etika, norma, kaidah, tolak ukur.

Kebanyakan orang tidak senantiasa sadar akan fungsi etika. Salah satu sebabnya, etika menjadi bagian yang integral dari pribadi seseorang sehingga tidak lagi dipersoalkan oleh yang bersangkutan. Artinya seseorang jarang sekali memikirkan etika yang dimilikinya, kecuali bila ia merasa bahwa dalam hubungannya dengan orang lain etika tersebut mendapat tantangan. Pada saat tertentu kita pasti berhadapan dan berinteraksi dengan orang yang memiliki etika yang berbeda. Sasaran etika adalah moralitas (etika merupakan filsafat tentang moral). Moralitas adalah istilah yang dipakai untuk mencakup praktek dan kegiatan yang membedakan apa yang baik dan apa yang buruk, aturan-aturan yang mengendalikan kegiatan itu dan nilai-nilai yang tersimbul di dalamnya yang dipelihara atau dijadikan sasaran oleh kegiatan praktek tersebut.1.2 Dasar Teori

Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya adalah prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok. Makna kedua menurut kamus lebih penting etika adalah kajian moralitas. Tapi meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri, sedangkan moralitas merupakan subjek.

A. MoralitasMoral berasal dari kata mos dalam bahasa latin, yang bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata cara atau adat istiadat (http//:staff.uny.ac.id) Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:592), moral diartikan sebagai aklak, budi pekerti, atau susila.Sehingga moralitas dapat dipahami sebagai pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat.

Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti selalu katakan kebenaran, membunuh orang tak berdosa itu salah. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam kejujuran itu baik dan ketidakadilan itu buruk. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.Hakekat standar moral :

1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.

2. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.

3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.

4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.

5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.

Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.

B. EtikaEtika berasal dari dari kata Yunani Ethos (jamak ta etha), berarti adat istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yg baik, aturan hidup yg baik dan segala kebiasaan yg dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yg lainEtika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal standar, yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek.

Etika merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut.

C. Etika BisnisEtika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.

Menurut Zimmerer (1996:20), etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan.

Menurut Ronald J. Ebert dan Ricky M. Griffin (2000:80), etika bisnis adalah istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan perilaku dari etika seseorang manajer atau karyawan suatu organisasi.Menurut K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogjakarta: PenerbitKanisius, 2000, Hal. 5), Etika Bisnis adalah pemikiran refleksi kritis tentang moralitas dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.

Etika Bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005)

Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks. (Hill dan Jones, 1998)

Etika bisnis adalah standar etika yang berkaitan dengan tujuan dan cara membuat keputusan bisnis. (Steade et al (1984: 701) dalam bukunya Business, Its Natura and Environment An Introduction).

Etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. (Business & Society - Ethics and Stakeholder Management, Caroll&Buchholtz.Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.Sarina H. Manaroinsong dalam jurnal Etika Bisnis menulis keutamaan, sasaran dan lingkup etika bisnis.a. Keutamaan Etika bisnis

Dalam bisnis modern, para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesional di bidangnya. Perusahaan yang unggul bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis,manajerial dan finansial yang baik akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat,maka konsumen benar-benar raja. Kepercayaan konsumen dijaga dengan memperlihatkan citra bisnis yang baik dan etis.

Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang menjamin kepentingan dan hak bagi semua pihak, maka perusahaan harus menjalankan bisnisnya dengan baik dan etis.

Perusahaan modern sangat menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang harus dieksploitasi demi mendapat keuntungan.

Kenneth Blanchard dan Norman Vincent Peale: perlakuan yang baik terhadap karyawan telah menaikkan keuntungan perusahaan sebesar 20% atau telah menurunkan harga produk perusahaan tersebut sebesar 20%.

b. Sasaran dan Lingkup Etika Bisnis

Etika bisnis bertujuan untuk menghimbau pelaku bisnis agar menjalankan bisnisnya secara baik dan etis.

Untuk menyadarkan masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat luas akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapapun juga.

Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis.

D. Integritas Integritas berasal dari bahasa Latin integer; incorruptibility , firm adherence to a code of especially moral a acristic values, yaitu , sikap yang teguh mempertahankan prinsip , tidak mau korupsi, dan menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral. Definisi integritas secara kamus :Integrity is a personal quality of fairness that we all aspire to unless you're a dishonest, immoral scoundrel, of course.

Having integrity means doing the right thing in a reliable way. It's a personality trait that we admire, since it means a person has a moral compass that doesn't waver. It literally means having

Dalam kamus Indonesia terkait mutu, sifat, atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yg utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yg memancarkan kewibawaan; kejujuran

Integritas bukan hanya sekedar bicara, pemanis retorika, tetapi juga sebuah tindakan. Bila kita menelusuri karakter yang dibutuhkan para pemimpin saat ini dan selamanya mulai dari integritas, kredibilitas dan segudang karakter mulia yang lainnya-pastilah akan bermuara pada pribadi agung manusia pilihan al-mustofa Muhammad saw. Yang di utus untuk menyempurnakan karakter manusia.BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengambilan Keputusan Moral dalam Etika Bisnis

Scholars George dan John Steiner telah mengidentifikasi enam sumber utama etika dalam arena bisnis Amerika .1. Warisan genetik . Sifat-sifat kebaikan sering dikaitkan dengan perilaku etis mungkin , dalam beberapa ukuran , menjadi produk dari sifat genetik diperkuat dari waktu ke waktu oleh proses evolusi .2. Agama. Moralitas agama jelas merupakan kekuatan utama dalam membentuk etika sosial kita .3. Sistem filsafat . Filosofi telah berperan dalam perkembangan moral masyarakat kita .4. Pengalaman budaya . Nilai-nilai individu dibentuk dalam ukuran besar oleh norma-norma masyarakat .5. Sistem hukum. Hukum merupakan pendekatan kasar dari standar etika masyarakat . Dengan demikian , hukum berfungsi untuk mendidik kita tentang kursus etika dalam kehidupan.6. Kode etik . Steiner dan Steiner mengidentifikasi tiga kategori utama dari aturan-aturan tersebut . Kode perusahaan , biasanya singkat dan sangat umum , mengungkapkan luas harapan tentang perilaku fit . Kedua , kebijakan operasi perusahaan sering mengandung dimensi etika . Ketiga , banyak asosiasi profesi dan industri telah mengembangkan kode etik .Secara pengertian pengambilan keputusan (desicion making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama, menyusn alternatif yang akan dipilih dan sampai pada pengambilan keputusan yang terbaik.Secara umum, pengertian pengambilan keputusan telah dikemukakan oleh banyak ahli, diantaranya adalah :

1. G. R. Terry : Mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin.2. Claude S. Goerge, Jr : Mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan diantara sejumlah alternatif.3. Horold dan Cyril ODonnell : Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.4. P. Siagian : Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas alternatif dan tindakan.

Pengambilan keputusan semata-mata bukan karena kepentingan pribadi dari seorang si pengambil keputusannya. Beberapa hal kriteria dalam pengambilan keputusan yang etis diantaranya adalah :1) Pendekatan bermanfaat (utilitarian approach), yang dudukung oleh filsafat abad kesembilan belas , pendekatan bermanfaat itu sendiri adalah konsep tentang etika bahwa prilaku moral menghasilkan kebaikan terbesar bagi jumlah terbesar.

2) Pendekatan individualisme adalah konsep tentang etika bahwa suatu tindakan dianggap pantas ketika tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang indivudu.

3) Konsep tentang etika bahwa keputusan yang dengan sangat baik menjaga hak-hak yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

hak persetujuan bebas. Individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut secara sadar dan tidak terpaksa setuju untuk diperlakukan.

hak atas privasi. Individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan di luar pekerjaanya.

hak kebebasan hati nurani. Individu dapat menahan diri dari memberikan perintah yang melanggar moral dan norma agamanya.

hak untuk bebas berpendapat. Individu dapat secara benar mengkritik etika atau legalitas tindakan yang dilakukan orang lain.

hak atas proses hak. Individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berhak atas perlakuan yang adil.

hak atas hidup dan keamanan. Individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan ancaman terhadap kesehatan dan keamananya.

Pengambilan keputusan moral seseorang dapat dijelaskan melalui teori Kohlberg, dalam hal ini Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori Piaget, yaitu dengan pendekatan organismik (melalui tahap-tahap perkembangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior).Tahap-tahap perkembangan moral Kohlberg terdiri dari 3 tingkat, yang masing-masing tingkat terdapat 2 tahap, yaitu:I. Tingkat Pra Konvensional (Moralitas Pra-Konvensional) ( perilaku anak tunduk pada kendali eksternal:

Tahap 1: Orientasi pada kepatuhan dan hukuman ( anak melakukan sesuatu agar memperoleh hadiah (reward) dan tidak mendapat hukuman (punishment) Tahap 2: Relativistik Hedonism ( anak tidak lagi secara mutlak tergantung aturan yang ada. Mereka mulai menyadari bahwa setiap kejadian bersifat relative, dan anak lebih berorientasi pada prinsip kesenangan. Menurut Mussen, dkk. Orientasi moral anak masih bersifat individualistis, egosentris dan konkrit.II. Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional) ( fokusnya terletak pada kebutuhan social (konformitas). Tahap 3: Orientasi mengenai anak yang baik ( anak memperlihatkan perbuatan yang dapat dinilai oleh orang lain. Tahap 4: Mempertahankan norma2 sosial dan otoritas ( menyadari kewajiban untuk melaksanakan norma-norma yang ada dan mempertahankan pentingnya keberadaan norma, artinya untuk dapat hidup secara harmonis, kelompok sosial harus menerima peraturan yang telah disepakati bersama dan melaksanakannya

III. Tingkat Post-Konvensional (Moralitas Post-konvensional) ( individu mendasarkan penilaian moral pada prinsip yang benar secara inheren. Tahap 5: Orientasi pada perjanjian antara individu dengan lingkungan sosialnya ( pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungan sosialnya, artinya bila seseorang melaksanakan kewajiban yang sesuai dengan tuntutan norma social, maka ia berharap akan mendapatkan perlindungan dari masyarakat. Tahap 6: Prinsip Universal ( pada tahap ini ada norma etik dan norma pribadi yang bersifat subjektif. Artinya: dalam hubungan antara seseorang dengan masyarakat ada unsur2 subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan/perilaku itu baik/tidak baik; bermoral/tidak bermoral. Disini dibutuhkan unsur etik/norma etik yang sifatnya universal sbg sumber utk menentukan suatu perilaku yang berhubungan dengan moralitas.Menurut Kohlberg, seorang Manager harus melewati ketiga level tersebut dengan baik. Kohlberg menemukan bahwa banyak orang dewasa yang tidak pernah melewati atau keluar dari Level 2. Konsekuensinya, apabila Kohlberg benar, banyak manager yang akan bersikap tidak beretika, yang secara sederhana karena mereka tidak memilki kedewasaan moral.Tanggung Jawab Perusahaan

Menurut K. Bertens dalam buku Pengantar Etika Bisnis menyebutkan beberapa hal mengenai tanggung jawab perusahaan.1. Tanggung Jawab legal dan tanggung jawab moral perusahaan

Perusahaan harus mempunyai tanggung jawab legal, karena sebagai badan hukum ia memiliki status legal. Karena merupakan badan hukum, perusahaan mempunyai banyak hak dan kewajiban legal yang dimiliki juga oleh manusia perorangan , seperti menuntut di pengadilan, dituntut di pengadilan, mempunyai milik, mengadakan kontrak, dll. Seperti subyek hukum biasa (manusia perorangan), perusahaan pun harus mentaati perturan hukum dan memenuhi hukumannya, bila terjadi pelanggaran. Suatu korporasi adalah suatu makhluk buatan, tidak terlihat, tidak terwujud, dan hanya berada di mata hukum. Karena semata mata ciptaan hukum, ia hanya memiliki ciri-ciri yang oleh akta pendiriannya diberikan kepada (Hakim Agung, Marshal,1819).Ciri-ciri yang ditentukan dalam akte pendirian korporasi bisa mengakibatkan bahwa korporasi itu berperan penting dan mempunyai dampak besar atas dunia di sekelilingnya. Supaya mempunyai tanggung jawab moral, perusahaan perlu berstatus moral atau dengan kata lain perusahaan merupakan pelaku moral. Pelaku moral (moral agent) bisa melakukan perbuatan yang kita beri kualifikasi etis atau tidak etis. Salah satu syarat penting adalah miliki kebebasan atau kesanggupan mengambil keputusan bebas.

Apakah pimpinan perusahaan atau orang-orang pembentuk perusahaan merupakan pelaku moral. Mereka masing-masing miliki status moral. Yang dipersoalkan adalah apakah perusahaan sendiri merupakan pelaku moral, terlepas dari orang yang termasuk dalam perusahaan ini. Ada argument pro dan kontra. Disatu pihak harus diakui bahwa hanya individu atau manusia perorangan yang mempunyai kebebasan untuk mengambil keputusan, dan akibatnya hanya individu yang dapat memikul tanggung jawab. Tetapi di lain pihak suli juga untuk menerima pandangan bahwa perusahaan hanyalah semacam benda mati yang dikemudikan oleh para manager.Perusahaan yang mepunyai sejarah tertentu yang sering dilukiskan pada kesempatan yubileum 100 tahun berdirinya atau sebagainya., perusahaan bisa tumbuh , perusahaan bisa menjalankan pengaruh atas politik local, kita sering mendengar ada corporate culture yang tertentu, dan sebagainya. Ciri-ciri tersebut tidak mungkin ditemukan pada benda mati.Menurut Peter Frence 1979, corporate can be full-fledge moral person and have whatever previleges, rights and duties as are. In the normal course of affairs, accorded to moral persons. Pernyataan ini jelas membela status moral perusahaan. Ada keputusan yang diambil oleh korporasi yang hanya bisa dihubungkan dengan korporasi itu sendiri dan tidak dengan beberapa orang yang bekerja untuk korporasi tersebut.

2. Pandangan Milton Friedman tentang tanggung jawab social perusahaan

Yang dimaksud disini adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan bisa diarahkan kepada banyak hal : kepada diri sendiri, kepada para karyawan, kepada perusahaan lain, dsb. Namun yang paling disoroti adalah tanggung jawab moral terhadap masyarakat dalam kegiatan perusahaan tsb.

Tanggung jawab perusahaan adalah meningkatkan keuntungan menjadi sebanyak mungkin. Tanggung jawab ini diletakkan dalam tangan manajer. Pelaksanaanya tentu harus sesuai dengan aturan-aturan main yang berlaku di masyarakat, baik dari segi hukum, maupun dari segi kebiasaan etis.Menurut Friedman maksud dari perusahaan adalah perusahaan publik dimana kepemilikan terpisah dari manajemen. Para manajer hanya menjalakan tugas yang dipercayakan kepada mereka oleh para pemegang saham. Sehingga tanggung jawab social boleh dijalankan oleh para manajer secara pribadi, seperti juga oleh orang lain, akan tetapi sebagai manajer mereka mereka mewakili pemegang saham dan tanggung jawab mereka adalah mengutamakan kepentingan mereka, yakni memperoleh keuntungan sebanyak mungkin.

Friedman menyimpulkan bahwa doktrin tanggung jawab social dari bisnis merusak system ekomoni pasar bebas. Terdapat satu dan hanya satu tanggung jawab social untuk bisnis, yakni memanfaatkan sumber dayanya dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatkan keuntungan, selama masih dalam batas aturan main, artinya melibatkan diri dalam kompetisi yang terbuka dan bebas tanpa penipuan atau kecurangan.

3. Tanggung jawab ekonomis dan tangung jawab sosial

Masalah tanggung jawab sosial perusahaan dapat menjadi lebih jelas, jika kita membedakan dari tanggung jawab lain. Bisnis selalu mempunya dua tanggung jawab : tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab social.Jika Milton Friedman menyebutkan peningkatan keuntungan perusahaan sebagai tanggung jawab sosialnya, sebenarnya hal ini justru membicarakan tanggung jawab ekonomi saja, bukan tanggung jawab social. Kinerja setiap perusahaan menyumbangkan kepada kinereja ekonomi nasioal sebuah Negara.Tanggung jawab social perusahaan adalah tanggung jawab terhadap masyarakat di luar tanggung jawab ekonomis. Secara positif perusahaan bisa melakukan kegiatan yang tidak membawa keuntungan ekonomis dan semata-mata dilangsungkan demi kesejahteraan masyarakat atau salah satu kelompok di dalamnya. Secara negative perusahaan bisa menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang sebenarnya menguntungkan dari segi bisnis, tetapi akan merugikan masyarakat atau sebagian masyarakat.Dalam mengambil keputusan, perusahaan tentu tidak boleh menutup mata terhadap akibat-akibat sosialnya., tetapi jika sudah diusahakan perbaikan ekononomis dan tidak berhasil mereka tidak wajib menerima kerugian ekonomis itu demi suatu tujuan diluar bisnis.

4. Kinerja social perusahaan

Ada beberapa alasan mengapa bisnis menyalurkan sebagian labanya kepada karya amal melalui yayasan independent. Alasan pertama berkaitan dengan perusahaan-perusahaan itu berstatus public. Rapat umum pemegang saham dapat menyetujui bahwa sebagian laba tahunan disisihkan untuk karya amal sebuah yayasan khusus. Disamping alasan financial seperti pajak, alasan lain lagi adalah bahwa pemimpin perusahaan tidak bisa ikut campur dalam urusan suata yayasan independent, dan dengan demikian bantuan mereka lebuh tulus, bukan demi kepentingan perusahaan saja.Upaya kinerja sosial perusahaan sebaiknya tidak dikategorikan sebagai pelaksanaa tanggung jawab sosial perusahaan. Walaupun secara langsung tidak dikejar keuntungan, namun usaha-usaha kinerja social perusahaan ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab ekonomis perusahaan.Konsepsi kinerja sosial perusahaan ini memang tidak asing terhadap tanggung jawab ekonomis perusahaan, tetapi konsepsi ini sangat cocok juga dengan paham stakeholders management.

Menurut Zimmerer, ada beberapa macam pertanggungjawaban perusahaan, yaitu:

1. Tanggung jawab terhadap lingkungan. Perusahaan harus ramah lingkungan, artinya perusahaan harus memerhatikan, melestarikan, dan menjaga lingkungan, misalnya tidak membuang limbah yang mencemari lingkungan, berusaha mendaur ulang limbah yang merusak lingkungan, dan menjalin komunikasi dengan kelompok masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya.

2. Tanggung jawab terhadap karyawan. Tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan dapat diakukan dengan cara:

a. Mendengarkan dan menghormati pendapat karyawan

b. Meminta input kepada karyawan

c. Memberikan umpan balik positif maupun negative

d. Selalu menekankan tentang kepercayaan kepada karyawan

e. Membiarkan karyawan mengetahui apa yang sebenarnya mereka harapkan

f. Memberikan imbalan kepada karyawan yang bekerja dengan baik

g. Memberi kepercayaan kepada karyawan

Prinsip-prinsip Etika Bisnis

Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.

Prinsip Kejujuran, antara lain:

Kejujuran dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.

Kejujuran dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga sebanding.

Kejujuran dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.

Prinsip Keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional, objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.

Prinsip Saling Menguntungkan menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak & menuntut agar persaingan bisnis haruslah melahirkan win solution. Prinsip Integritas Moral dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaan.

Realisasi Moral bisnis

Norma etis berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Kalau di Amerika, bertindaklah sebagaimana dilakukan orang Amerika( kubu komunitarian ). Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara itu.

Norma sendirilah yang paling benar dan tepat. Bertindaklah di mana saja sesuai dengan prinsip yang dianut dan berlaku di negaramu sendiri. Pandangan ini mewakili kubu moralisme universal, bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral berlaku universal (prinsip yang dianut sendiri juga berlaku di negara lain).

Tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali (De George menyebutnya sebagai denganimmoralis naif). Pandangan ini sama sekali tidak benar.

Pendekatan-Pendekatan stakeholders

Pendekatan stakeholder ialah cara mengamati dan menjelaskan secara analitis bagaimana berbagai unsur akan dipengaruhi dan juga mempengaruhi keputusan dan tindakan bisnis, memetakan hubungan-hubungan yang terjalin.

Pendekatan Stakeholder dalam kegiatan bisnis pada umumnya untuk memperlihatkan siapa saja yang mempunyai kepentingan, terkait, dan terlibat dalam bisnis itu.

Kelompok stakeholders:

Kelompok primer yaitu pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Perusahaan harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.

Kelompok sekunder yaitu pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.

(ETIKA BISNIS ~ Sarina H. Manaroinsong #16210388 @4EA21)

2.2 ETIKA INTEGRITAS Etika Integritas secara total yang berikut adalah disampaikan oleh Stephen R. Covey

Dalam bukunya yang berjudul The Seven Habit of Effective People Stephen R. Covey membahas hal-hal yang kritis tentang integritas dalam bisnis dan tindakan. Menurut Covey, We can grow our own goodness in our organizations if our integrity is a natural consequence of our humility and courage. Dapatkah kita pikir adanya perbedaan dalam bisnis apabila seorang pengambil keputusan bertindak dalam Integritas yang terbaik ? Ethical Movement pada beberapa tahun yang lalu telah menyebabkan banyak organisasi salah jalan. Banyak pemimpin organisasi telah bingung antara etika dengan isu hukum atau saat mereka mengambil tindakan dengan pendekatan terpisah dari pendekatan integritas dan alamiah dalam etika.Dengan pendekatan alami, seorang eksekutif akan melihat segala sesuatunya dari kacamata Etika, secara konsekuen, secara menyeluruh, tidak dalam kerangka yang berbeda-beda.

Dalam pendekatan alami juga semua dilakukan secara tulus (sincere) , yang berasal dari bahasa latin Sin dan Cere yang berarti tanpa polesan, tanpa kosmetik, tanpa sesuatu yang menutupi muka, tanpa mengandalkan personal, relasi dan penampilan, terlihat apa adanya. Etika personal adalah terlihat apa adanya.Untuk eksekutif yang telah kehilangan integritas, penampilan adalah mereka. Mereka hidup dan bekerja dalam dunia penampilan yang bukan diri mereka sendiri. Mereka selalu khawatir terhadap apa yang orang lain lihat bukan pada siapa mereka. Mereka adalah aktor yang selalu memoles penampilan mereka dan memelihara citra mereka.

Moto seorang eksekutif seharusnya to be rather than to seem , Menjadi seseorang yang utuh daripada dalam kepura-puraan. Sayangnya kepura-puraan telah menggantikan integritas aslinya. Pura-pura adalah lawan dari kenyataannya. Secara menyeluruh dan terpadu, bukan bagian dari kelompok.Kita tidak akan memiliki anak integritas apabila ada kekurangan dalam ibu kerendahan hati, atau memiliki kerendahan hati tapi kurang keberanian dalam bertindak dalam keyakinan. Malah kita akan berada dalam kemunafikan.

Menurut Stephen R. Covey, Integritas hanya dapat dilahirkan dari 2 karakter : kerendahan hati dan keteguhan hati.Generasi pertama adalah kerendahan hati dan keteguhan hati.

Kerendahan hati berarti merealisasikan prinsip-prinsip tak berbatas waktu dan hukum alam dengan mengesampingkan nilai sosial, nilai dan hasrat pribadi.

Sedangkan keteguhan hati merupakan puncak kualitas dari nilai yang telah teruji dimana setiap nilai akan diuji. Suka atau tidak kita akan menyelaraskan nilai-nilai kita, hidup kita dan kebiasaan hidup kita pada prinsip-prinsip tersebut. Rendah hati berbeda dengan keteguhan hati, saat diri kita berenang dalam arus utama yang bertentangan dengan nilai-nilai alami maka disinilah keteguhan hati bekerja.

Generasi kedua : Integritas. Saat seseorang sudah memiliki kerendahan hati dan keteguhan hati maka akan melahirkan Integritas. Integritas berarti kita memadukan prinsip dengan sekitarnya dan dimana rasa aman diri berasal dari dalam bukan dari luar. Hal ini juga berarti integritas merupak level tertinggi dari kejujuran dan kredibiltas dalam semua hubungan (relationship).

Kita tidak memiliki integritas apabila tidak memiliki kerendahan hati, atau memiliki kerendahan hati tapi tidak memilki keteguhan hati dalam keyakinan. Malah kita akan menjadi seorang pengekor, munafik (hipokrit) dan bermasalah dalam etis kepribadian. Dengan kata lain rasa aman diri kita berasal dari luar dimana derajatnya tergantung sejauh mana tingkat ketergantungan kita terhadap luar.Generasi ketiga : buah integritas. Generasi ketiga adalah banyak buah atau anak-anak integritas. Anak pertama dari integritas adalah wisdom (bijaksana). Kita akan menilai segala sesuatu secara lebih baik. Kita tidak akan dalam kondisi overactive, tidak akan dikhotomi, tidak akan menjadi sumber bencana, tidak akan berlaku ekstrim. Kita akan menjalani hidup secara seimbang dengan kebijaksanaan (wisdom), akan melihat segala sesuatu secara perspektif yang benar dan seimbang. Tidak akan bereaksi berlebihan ataupun kurang bereaksi.

Anak kedua dari integritas adalah Abundance Mentality (mentalitas kelimpahan). Apabila timbul dari dalam maka kita tidak akan terus menerus membandingkan dengan yang lain. Segala sesuatu dilihat secara melimpah dan sangat luas. Anak ketiga dari integritas adalah synergy. Kamu akan datang dengan idea yang lebih baik, pemikiran transformasi dan semangat win-win dalam kemitraan saat ada merasakan ada ancaman atau bagaimana kita membandingkan dengan yang lain. Kita akan menyampaikan ide-ide dengan berani dan penuh pertimbangan untuk menemukan alternatif yang terbaik, tidak secara sederhana menyilakan atau memenuhi tuntutan yang lain. Buah manis yang lain dari pribadi dan organisasi yang berintegritas adalah relationships of thrust (hubungan yang saling percaya) dengan semua pemegang kepentingan (stakeholders). Secara jelas, kepercayaan akan meningkat saat kita membangun kredibilitas tinggi berdasarkan pada kepercayaan. Secara sederhana kita tidak akan memilki hubungan yang utuh tanpa integritas pribadi yang asli apa adanya. Pada keuntungan pada line bisnis termasuk persaingan , fleksibilitas, kemampuan respon, kualitas, nilai tambah ekonimis dan pelayanan pelanggan, tergantung pada hubungan kepercayaan.2.3 Penerapan Psikologi ke dalam Etika Bisnis (Psycoethics)

Anita Roddick, adalah wanita pengusaha asal Inggris, pendiri perusahaan kosmetik The Body Shop yang memproduksi dan menjual produk kecantikan dari bahan-bahan alami dan ramah lingkungan.

Lahir tahun 1942 di Littlehampton, Sussex, England dari keluarga imigran Yahudi-Italia, nama kecilnya adalah Anita Lucia Perilli. Ibunya mengelola sebuah kafe, dan keempat anaknya diminta membantu sepulangnya mereka dari sekolah dan pada akhir pekan.

Masa sekolah dilewatkannya di St Josephs Convent, dan diteruskannya di Maude Allen Secondary Modern. Selanjutnya Anita masuk sekolah guru di Bath College of Higher Education (sekarang Universitas Bath Spa). Ia senang pergi berkelana keliling dunia ke Tahiti, Australia, dan Afrika Selatan, dan akhirnya diperkenalkan oleh ibunya dengan seorang penyair Skotlandia bernama Gordon Roddick. Anita dan Gordon menikah pada tahun 1970, ketika mereka sudah memiliki seorang putri dan Anita sedang hamil putri kedua. Mereka berdua membuka rumah makan, dan mengembangkan bisnis dengan membuka sebuah hotel.

Sewaktu suaminya berkelana di Amerika, Anita Roddick membuka toko The Body Shop dengan uang hasil pinjaman. Toko pertama didirikannya di Brighton pada tahun 1976, dan belum banyak mempunyai barang. Ketika baru dibuka, tokonya hanya menjual sejumlah krim dan produk perawatan rambut.

Pada tahun 1990, Roddick membantu pendirian majalah The Big Issue yang keuntungan penjualannya digunakan untuk membantu tunawisma. Selain itu, Roddick mendirikan yayasan amal Children On The Edge untuk membantu anak-anak yang kurang beruntung di Eropa Timur dan Asia. Roddick juga banyak membantu sejumlah organisasi amal termasuk Greenpeace. Pada bulan Februari 2007, Roddick mengumumkan dirinya menderita Hepatitis C menahun, dan mempromosikan yayasan Hepatitis C Trust, dan ikut serta melakukan kampanye penanggulangan Hepatitis.

Bennett "Ben" Cohen (lahir 18 Maret 1951) adalah seorang Amerika pengusaha, aktivis, dan dermawan. Dia adalah co-pendiri perusahaan es krim Ben & Jerry . Lahir di Brooklyn, New York dan dibesarkan di kota Merrick di Long Island oleh orang tuanya Frances dan Irving, Cohen pertama kali bertemu dan berteman dengan mitra bisnis masa depannya, Jerry Greenfield , dalam kelas olahraga SMA kelas tujuh pada tahun 1963. Dalam tahun berikutnya, Cohen menemukan pekerjaan sebagai tukang es krim sebelum kuliah di Colgate UniversitySekitar 1977, Ben telah memutuskan untuk masuk ke bisnis makanan dengan teman lamanya Jerry Greenfield , dan pada bulan Mei tahun depan, dua orang membuka Ben & Jerry Homemade Ice Cream Parlor di Burlington, Vermont. Mereka awalnya berniat untuk memulai bisnis bagel, tetapi menemukan biaya peralatan mahal dan beralih ke es krim sebaliknya, memilih Burlington sebagai lokasi karena itu adalah kota perguruan terkemuka yang tidak memiliki sebuah toko es krim.

Ben & Jerry langsung menjadi hit di Burlington, gambar orang banyak dengan es krim yang dicampur krim lokal segar dan susu dengan rasa baru liar dan "sebagian besar dari bahan-bahan apa pun yang mereka merasa baik."Ben & Jerry secara bertahap berkembang menjadi bisnis nasional dan salah satu yang usaha terbesar perusahaan es krim di Amerika Serikat. Selanjutnya Cohen menggunakan keuntungan dari es krim tersebut untuk aktif secara sosial, umumnya melalui Ben & Jerry Yayasan. Yayasan menerima 7,5% dari semua keuntungan Ben & Jerry Leona Helmsley

Ambisius dalam bekerja, termasuk mengalahkan kepentingan keluarga demi karier & bisnis Perjalanan karier dimulai dari bawah sampai bisa memiliki usaha sendiri

Menyusul tuduhan oleh kontraktor yang belum dibayar yang kerja yang dilakukan di rumahnya telah dibebankan pada perusahaan, dia diselidiki dan dihukum karena penggelapan pajak penghasilan dan kejahatan lainnya pada tahun 1989. Meskipun memiliki awalnya menerima hukuman dari 16 tahun, Helmsley diminta untuk melayani hanya 19 bulan penjara dan dua bulan di bawah tahanan rumah.

Michael Milken

Didakwa atas pemerasan dan penipuan sekuritas pada tahun 1989 dalam insider trading investigasi. Sebagai hasil dari tawar-menawar pembelaan , ia mengaku bersalah atas surat berharga dan pelanggaran pelaporan tetapi tidak untuk pemerasan atau insider trading. Milken dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara, didenda $ 600 juta, dan secara permanen dilarang dari industri sekuritas oleh Securities and Exchange Commission . Hukumannya kemudian dikurangi menjadi dua tahun untuk bekerja sama dengan kesaksian terhadap mantan rekan-rekannya dan untuk perilaku yang baik.

Sejak dibebaskan dari penjara, Milken telah mendanai penelitian medis . Dia adalah co-pendiri Milken Family Foundation, ketua Milken Institute , dan pendiri filantropi medis mendanai penelitian melanoma , kanker dan penyakit yang mengancam jiwa lainnya.

VENTURING BEYOND COMPLIANCE

Menurut identifikasi Lynn Sharp Paine, pendekatan yang dilakukan untuk mendukung business ethics dalam perusahaan/korporasi ada 2 hal :

1. Legal Compliance

2. Integritas Organisasi

Strategi tsb ditempuh dengan beberapa cara :

Ethos kerja

Objektiv

Leadership

Metods

Asumsi behavior

Keterbatasan pendekatan Compliance based

Tidak responsif terhadap permasalahan keseharian

Sulit memberikan solusi pada area abu-abu

Tidak memberikan kesempatan pada personal empowerment

Tidak bisa melihat detail permasalahan pada industri

Tantangan pendekatan Integrity based

Pembuatan framework ethic

Alignment antara praktis & prinsip

Harus bisa mengatasi sinisme publik

Memecahkan konflik ethics

Navigasi dengan kompas Ethic

Purpose : tujuan organisasi

People : Siapa subyek & obyek? Apa wewenangnya?

Power : Otoritas Organisasi & kemampuan bertindak

Prinsip : Kewajiban organisasi

2.3 Etika dalam Pelayanan Publik.

Setiap masyarakat atau bangsa pasti mempunyai pegangan moral yang menjadi landasan sikap, perilaku dan perbuatan mereka untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Dengan pegangan moral itu mana yang baik dan mana yang buruk, benar dan salah serta mana yang dianggap ideal dan tidak. Oleh karena itu dimana pun kita bermasyarakat, berbangsa dan bernegara peranan etika tidak mungkin dikesampingkan. Semua warganegara berkepentingan dengan etika.Sebagaimana diketahui, birokrasi atau administrasi publik memiliki kewenangan bebas untuk bertindak dalam rangka memberikan pelayanan umum serta menciptakan kesejahteraan masyarakat Untuk itu, kepada birokrasi diberikan kekuasaan regulatif, yakni tindakan hukum yang sah untuk mengatur kehidupan masyarakat melalui instrumen yang disebut kebijakan publik.Sebagai suatu produk hukum, kebijakan publik berisi perintah (keharusan) atau larangan. Barangsiapa yang melanggar perintah atau melaksanakan perbuatan tertentu yang dilarang, maka ia akan dikenakan sanksi tertentu pula. Inilah implikasi yuridis dari suatu kebijakan publik. Dengan kata lain, pendekatan yuridis terhadap kebijakan publik kurang memperhatikan aspek dampak dan / atau kemanfaatan dari kebijakan tersebut. Itulah sebabnya, sering kita saksikan bahwa kebijakan pemerintah sering ditolak oleh masyarakat (public veto) karena kurang mempertimbangkan dimensi etis dan moral dalam masyarakat. Oleh karena itu, suatu kebijakan publik hendaknya tidak hanya menonjolkan nilai-nilai benar salah, tetapi harus lebih dikembangkan kepada sosialisasi nilai-nilai baik buruk. Sebab, suatu tindakan yang benar menurut hukum, belum tentu baik secara moral dan etis. Dalam wacana kebijakan publik, telah lama didengungkan akan makna pentingnya orientasi pada pelayanan publik. Titik fokusnya pun terarah pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan publik, bukan pada si pembuat kebijakan tersebut. Namun demikian semakin dikaji dan ditelaah kedalaman makna dari konsepsi pelayanan publik tersebut, maka dalam dunia nyata semakin jauh makna hakiki dari pelayanan publik tersebut diimplementasikan secara tepat.Organisasi publik (pemerintah) sebagai institusi yang membawa misi pelayanan publik, akhir-akhir ini semakin gencar mengkampanyekan dan saling berlomba untuk memberikan dan mengimplementasikan makna hakiki dari pelayanan publik tersebut, namun demikian di dalam pelaksanaannya masih jauh dari harapan yang diinginkan. Secara umum ada dua hal yang sangat berperan bagi organisasi pemerintah (birokrasi) di dalam mengimplementasikan konsepsi mengenai pelayanan publik tersebut. Yang pertama adalah faktor komitmen untuk melaksanakan kebijakan yang sudah ada. Disini birokrasi dituntut untuk mempunyai komitmen yang jelas melalui visi dan misi organisasi untuk melaksanakan fungsi pelayanan dengan baik. Yang kedua adalah faktor aparatur pelaksana (birokrat) yang menjalankan fungsi pelayanan tersebut. Disini setiap individu yang menjalankan fungsi pelayanan harus mengacu pada komitmen organisasional yang telah dituangkan di dalam visi dan misi organisasi tersebut. Jika kedua hal tersebut dijadikan sebagai acuan di dalam pelaksanaan fungsi pelayanan, maka akan membentuk suatu etika yang dijadikan sebagai pedoman di dalam setiap perilaku birokrat untuk melaksanakan tugasnya dengan sepenuh hati.Isu tentang etika birokrasi di dalam pelayanan publik di Indonesia selama ini kurang dibahas secara luas dan tuntas sebagaimana terdapat di negara maju, meskipun telah disadari bahwa salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan publik di Indonesia adalah masalah moralitas. Etika sering dilihat sebagai elemen yang kurang berkaitan dengan dunia pelayanan publik. Padahal, dalam literatur tentang pelayanan publik dan administrasi publik, etika merupakan salah satu elemen yang sangat menentukan kepuasan publik yang dilayani sekaligus keberhasilan organisasi di dalam melaksanakan pelayanan publik itu sendiri.Elemen ini harus diperhatikan dalam setiap fase pelayanan publik, mulai dari penyusunan kebijakan pelayanan, desain struktur organisasi pelayanan, sampai pada manajemen pelayanan untuk mencapai tujuan akhir dari pelayanan tersebut. Dalam konteks ini, pusat perhatian ditujukan kepada aktor yang terlibat dalam setiap fase, termasuk kepentingan aktor-aktor tersebut apakah para aktor telah benar-benar mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan-kepentingan yang lain. Misalnya, dengan menggunakan nilai-nilai moral yang berlaku umum, seperti nilai kebenaran (truth), kebaikan (goodness), kebebasan (liberty), kesetaraan (equality), dan keadilan (justice), kita dapat menilai apakah para aktor tersebut jujur atau tidak dalam penyusunan kebijakan, adil atau tidak adil dalam menempatkan orang dalam unit dan jabatan yang tersedia, dan bohong atau tidak dalam melaporkan hasil manajemen pelayanan.Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh birokrasi, maka telah terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan fungsi pelayanan publik, yang ditandai dengan adanya pergeseran paradigma dari rule government yang lebih menekankan pada aspek peraturan perundang-undangan yang berlaku menjadi paradigma good governance yang tidak hanya berfokus pada kehendak atau kemauan pemerintah semata, tetapi melibatkan seluruh komponen bangsa, baik birokrasinya itu sendiri pihak swasta dan masyarakat (publik) secara keseluruhan.Alasan mendasar mengapa pelayanan publik harus diberikan adalah adanya public interest atau kepentingan publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlah yang memiliki tanggung jawab atau responsibility. Dalam memberikan pelayanan ini pemerintah diharapkan secara profesional melaksanakannya, dan harus mengambil keputusan politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, berapa banyak, dimana, kapan, dsb. Padahal, kenyataan menunjukan bahwa pemerintah tidak memiliki tuntunan atau pegangan kode etik atau moral secara memadai. Asumsi bahwa semua aparat pemerintah adalah pihak yang telah teruji pasti selalu membela kepentingan publik atau masyarakatnya, tidak selamanya benar. Banyak kasus membuktikan bahwa kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan struktur yang lebih tinggi justru mendikte perilaku seorang birokrat atau aparat pemerintahan. Birokrat dalam hal ini tidak memiliki independensi dalam bertindak etis, atau dengan kata lain, tidak ada otonomi dalam beretika.Konsep Etika Dalam Pelayanan Publik.Keban (2001) mengatakan bahwa dalam arti yang sempit, pelayanan publik adalah suatu tindakan pemberian barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung jawabnya kepada publik, baik diberikan secara langsung maupun melalui kemitraan dengan swasta dan masyarakat, berdasarkan jenis dan intensitas kebutuhan masyarakat, kemampuan masyarakat dan pasar. Konsep ini lebih menekankan bagaimana pelayanan publik berhasil diberikan melalui suatu delivery system yang sehat. Pelayanan publik ini dapat dilihat sehari-hari di bidang administrasi, keamanan, kesehatan, pendidikan, perumahan, air bersih, telekomunikasi, transportasi, bank, dan sebagainya. Tujuan pelayanan publik adalah menyediakan barang dan jasa yang terbaik bagi masyarakat. Barang dan jasa yang terbaik adalah yang memenuhi apa yang dijanjikan atau apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian pelayanan publik yang terbaik adalah yang memberikan kepuasan terhadap publik, kalau perlu melebihi harapan publik.Dalam arti yang luas, konsep pelayanan public (public service) identik dengan public administration yaitu berkorban atas nama orang lain dalam mencapai kepentingan publik (J.L.Perry, 1989: 625). Dalam konteks ini pelayanan publik lebih dititik beratkan kepada bagaimana elemen-elemen administrasi publik seperti policy making, desain organisasi, dan proses manajemen dimanfaatkan untuk mensukseskan pemberian pelayanan publik, dimana pemerintah merupakan pihak provider yang diberi tanggung jawab.Bertens (2000) menggambarkan konsep etika dengan beberapa arti, salah satu diantaranya dan biasa digunakan orang adalah kebiasaan, adat atau akhlak dan watak. Filsuf besar Aristoteles, kata Bertens, telah menggunakan kata etika ini dalam menggambarkan filsafat moral, yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Bertens juga mengatakan bahwa di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan Purwadaminta, etika dirumuskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral), sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), istilah etika disebut sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.Dengan memperhatikan beberapa sumber diatas, Bertens berkesimpulan bahwa ada tiga arti penting etika, yaitu etika (1) sebagai nilai-nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, atau disebut dengan sistim nilai; (2) sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering dikenal dengan kode etik; dan (3) sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk, yang acapkali disebut filsafat moral.Pemikiran tentang etika yang dikaitkan dengan pelayanan publik mengalami perkembangan sejak tahun 1940-an melalui karya Leys (dalam Keban, 1994). Leys mengatakan bahwa seorang administrator dianggap etis apabila ia menguji dan mempertanyakan standard-standard yang digunakan dalam pembuatan keputusan dan tidak mendasarkan keputusannya semata-mata pada kebiasaan dan tradisi yang sudah ada.Pada sekitar tahun 1950-an mulai berkembang pola pemikiran baru melalui karya Anderson (dalam Keban, 1994) untuk menyempurnakan aspek standard yang digunakan dalam pembuatan keputusan. Karya Anderson menambah satu point baru, bahwa standard-standard yang digunakan sebagai dasar keputusan tersebut sedapat mungkin merefleksikan nilai-nilai dasar dari masyarakat yang dilayani.Kemudian pada tahun 1960-an muncul kembali pemikiran baru lewat tulisan Golembiewski (dalam Keban, 1994) yang menambah elemen baru, yaitu standar etika yang mungkin mengalami perubahan dari waktu ke waktu dan karena itu administrator harus mampu memahami perkembangan dan bertindak sesuai standard-standard perilaku tersebut.Sejak permulaan tahun 1970-an ada beberapa tokoh penting yang sangat besar pengaruhnya terhadap konsepsi mengenai etika administrator publik, dua diantaranya seperti yang dikatakan oleh Keban (1994) adalah John Rohr dan Terry L. Cooper. Rohr menyarankan agar administrator dapat menggunakan regime norms yaitu nilai-nilai keadilan, persamaan dan kebebasan sebagai dasar pengambilan keputusan terhadap berbagai alternatif kebijaksanaan dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Dengan cara demikian maka administrator publik dapat menjadi lebih etis (being ethical). Sementara itu menurut Cooper etika sangat melibatkan substantive reasoning tentang kewajiban, konsekuensi dan tujuan akhir; dan bertindak etis (doing ethics) adalah melibatkan pemikiran yang sistematis tentang nilai-nilai yang melekat pada pilihan-pilihan dalam pengambilan keputusan. Pemikiran Cooper bahwa administrator yang etis adalah administrator yang selalu terikat pada tanggung jawab dan peranan organisasi, sekaligus bersedia menerapkan standard etika secara tepat pada pembuatan keputusan administrasi.Paradigma Etika Dalam Pelayanan Publik.Menurut Fadillah (2001) etika pelayanan publik adalah suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik. Oleh sebab itu maka etika mempersoalkan baik-buruk, dan bukan benar-salah tentang sikap, tindakan dan perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya, baik dalam masyarakat maupun organisasi publik, maka etika mempunyai peran penting dalam praktek administrasi publik.Dalam paradigma dikotomi politik dan administrasi sebagaimana dijelaskan oleh Wilson (dalam Widodo, 2001) menegaskan bahwa pemerintah memiliki dua fungsi yang berbeda, yaitu fungsi politik yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan (public policy making) atau pernyataan apa yang menjadi keinginan negara, dan fungsi administrasi, yaitu berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut.Dengan demikian kekuasaan membuat kebijakan publik berada pada kekuasaan politik (political master), dan melaksanakan kebijakan politik tadi merupakan kekuasaan administrasi publik. Namun karena administrasi publik dalam menjalankan kebijakan politik tadi memiliki kewenangan secara umum disebut discretionary power, keleluasaan untuk menafsirkan suatu kebijakan politik dalam bentuk program dan proyek, maka timbul suatu pertanyaan, apakah ada jaminan dan bagaimana menjamin bahwa kewenangan itu digunakan secara baik dan tidak secara buruk ? Atas dasar inilah etika diperlukan dalam administrasi publik. Etika dapat dijadikan pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparat birokrasi dalam menjalankan kebijakan politik, dan sekaligus digunakan sebagai standar penilaian apakah perilaku aparat birokrasi dalam menjalankan kebijakan tersebut dapat dikatakan baik atau buruk.Saran klasik di tahun 1900 sampai 1929 untuk memisahkan administrasi dari politik (dikotomi) menunjukan bahwa administrator sungguh-sungguh netral, bebas dari pengaruh politik ketika memberikan pelayanan publik. Akan tetapi kritik bermunculan menentang ajaran dikotomi administrasi politik pada tahun 1930-an, sehingga perhatian mulai ditujukan kepada keterlibatan para administrator dalam keputusan-keputusan publik atau kebijakan publik. Sejak saat ini mata publik mulai memberikan perhatian khusus terhadap permainan etika yang dilakukan oleh para birokrat pemerintahan. Penilaian keberhasilan seorang administrator atau aparat pemerintah tidak semata didasarkan pada pencapaian kriteria efisiensi, ekonomi, dan prinsip-prinsip administrasi lainnya, tetapi juga kriteria moralitas, khususnya terhadap kontribusinya terhadap public interest atau kepentingan umum (Henry, 1995).Hummel (dalam Widodo, 2001) mengatakan bahwa birokrasi sebagai bentuk organisasi yang ideal telah merusak dirinya dan masyarakatnya dengan ketiadaan norma-norma, nilai-nilai dan etika yang berpusat pada manusia. Sementara itu Kartasasmita (1997) mengatakan bahwa birokrasi melenceng dari keadaan yang seharusnya. Birokrasi selalu dilihat sebagai masalah teknis dan bukan masalah moral, sehingga timbul berbagai persoalan dalam bekerjanya birokrasi publik.Sementara itu pemahaman mengenai pelayanan publik yang disediakan oleh birokrasi merupakan wujud dari fungsi aparat birokrasi sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Sehingga maksud dari pelayanan publik adalah demi mensejahterakan masyarakat. Dalam kaitan itu maka Widodo (2001) mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang banyak atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi publik sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditentukan.Sehubungan dengan hal tersebut Thoha (1998) mengatakan bahwa kondisi masyarakat saat ini terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat. Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah.Dengan kondisi masyarakat yang semakin kritis, birokrasi publik dituntut mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dala memberikan pelayanan publik, yaitu dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis, dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha, 1998).Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas aparat birokrasi harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, efisien, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, reponsif, adaptif dan sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi, 1989).Selanjutnya pelayanan publik yang profesional adalah pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan, yaitu aparatur pemerintah (Widodo, 2001). Ciri-cirinya adalah : (1) efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran; (2) sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan; (3) kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai : (a) prosedur dan tata cara pelayanan; (b) persyaratan pelayanan, baik teknis maupun administratif; (c) unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan; (d) rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; dan (e) jadwal waktu penyelesaian pelayanan; (4) keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak; (5) efisiensi, mengandung arti : (a) persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk layanan yang berkaitan; (b) dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait; (6) ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; (7) responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dalam aspirasi masyarakat yang dilayani; dan (8) adaptif, adalah cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami perkembangan.Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.Dari paparan tersebut di atas maka dapat pula dikatakan bahwa etika sangat diperlukan dalam praktek administrasi publik untuk dapat dijadikan pedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh administrasi publik. Disamping itu perilaku birokrasi tadi akan mempengaruhi bukan hanya dirinya sendiri, tetapi juga masyarakat yang dilayani. Masyarakat berharap adanya jaminan bahwa para birokrat dalam menjalankan kebijakan politik dan memberikan pelayanan publik yang dibiayai oleh dana publik senantiasa mendasarkan diri pada nilai etika yang selaras dengan kedudukannya. Birokrasi merupakan sebuah sistem, yang dalam dirinya terdapat kecenderungan untuk terus berbuat bertambah baik untuk organisasinya maupun kewenangannya (big bureaucracy, giant bureaucracy), perlu menyandarkan diri pada nilai-nilai etika. Dengan demikian maka etika (termasuk etika birokrasi) mempunyai dua fungsi, yaitu : pertama sebagai pedoman, acuan, referensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakannya dalam organisasi tadi dinilai baik, terpuji dan tidak tercela; kedua, etika birokrasi sebagai standar penilaian apakah sifat, perilaku dan tindakan birokrasi publik dinilai baik, tidak tercela dan terpuji.Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun bagi birokrasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya antara lain adalah : (1) efisiensi, artinya tidak boros, sikap, perilaku dan perbuatan birokrasi publik dikatakan baik jika mereka efisien; (2) membedakan milik pribadi dengan milik kantor, artinya milik kantor tidak digunakan untuk kepentingan pribadi; (3) impersonal, maksudnya dalam melaksanakan hubungan kerjasama antara orang yang satu dengan lainnya secara kolektif diwadahi oleh organisasi, dilakukan secara formal, maksudnya hubungan impersonal perlu ditegakkan untuk menghindari urusan perasaan dari pada unsur rasio dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab berdasarkan peraturan yang ada dalam organisasi. Siapa yang salah harus diberi sanksi dan yang berprestasi selayaknya mendapatkan penghargaan; (4) merytal system, nilai ini berkaitan dengan rekrutmen dan promosi pegawai, artinya dalam penerimaan pegawai atau promosi pegawai tidak di dasarkan atas kekerabatan, namun berdasarkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), sikap (attitude), kemampuan (capable), dan pengalaman (experience), sehingga menjadikan yang bersangkutan cakap dan profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dan bukan spoil system (adalah sebaliknya); (5) responsible, nilai ini adalah berkaitan dengan pertanggungjawaban birokrasi publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya; (6) accountable, nilai ini merupakan tanggung jawab yang bersifat obyektif, sebab birokrasi dikatakan akuntabel bilamana mereka dinilai obyektif oleh masyarakat karena dapat mempertanggungjawabkan segala macam perbuatan, sikap dan sepak terjangnya kepada pihak mana kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki itu berasal dan mereka dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan publik (pelayanan publik yang profesional dan dapat memberikan kepuasan publik); (7) responsiveness, artinya birokrasi publik memiliki daya tanggap terhadap keluhan, masalah dan aspirasi masyarakat dengan cepat dipahami dan berusaha memenuhi, tidak suka menunda-nunda waktu atau memperpanjang alur pelayanan. Berkaitan dengan nilai-nilai etika birokrasi sebagaimana digambarkan di atas, maka dapat pula dikatakan bahwa jika nilai-nilai etika birokrasi tersebut telah dijadikan sebagai norma serta diikuti dan dipatuhi oleh birokrasi publik dalam melaksanakan tugas da kewenangannya, maka hal ini akan dapat mencegah timbulnya tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme, ataupun bentuk-bentuk penyelewengan lainnya dalam tubuh birokrasi, kendatipun tidak ada lembaga pengawasan. Namun demikian harus dimaklumi pula bahwa etika birokrasi belum cukup untuk menjamin tidak terjadi perilaku KKN pada tubuh birokrasi. Hal yang lebih penting adalah kembali kepada kepribadian dari masing-masing pelaku (manusianya). Dengan kata lain bahwa kontrol pribadi dalam bentuk keimanan dan keagamaan yang melekat pada diri setiap individu birokrat sangat berperan dalam membentuk perilakunya. Dengan adanya kontrol pribadi yang kuat pada diri setiap individu maka akan dapat mencegah munculnya niat untuk melakukan tindakan-tindakan mal-administrasi (penyelewengan).Menurut Keban (2001) Kode etik pelayanan publik di Indonesia masih terbatas pada beberapa profesi seperti ahli hukum dan kedokteran sementara kode etik untuk profesi yang lain masih belum nampak. Ada yang mengatakan bahwa kita tidak perlu kode etik karena secara umum kita telah memiliki nilai-nilai agama, etika moral Pancasila, bahkan sudah ada sumpah pegawai negeri yang diucapkan setiap apel bendera. Pendapat tersebut tidak salah, namun harus diakui bahwa ketiadaan kode etik ini telah memberi peluang bagi para pemberi pelayanan untuk mengenyampingkan kepentingan publik. Kehadiran kode etik itu sendiri lebih berfungsi sebagai alat kontrol langsung bagi perilaku para pegawai atau pejabat dalam bekerja. Dalam konteks ini, yang lebih penting adalah bahwa kode etik itu tidak hanya sekedar ada, tetapi juga dinilai tingkat implementasinya dalam kenyataan. Bahkan berdasarkan penilaian implementasi tersebut, kode etik tersebut kemudian dikembangkan atau direvisi agar selalu sesuai dengan tuntutan perubahan jaman.Kita mungkin perlu belajar dari negara lain yang sudah memiliki kedewasaan beretika. Di Amerika Serikat, misalnya, kesadaran beretika dalam pelayanan publik telah begitu meningkat sehingga banyak profesi pelayanan publik yang telah memiliki kode etik. Salah satu contoh yang relevan dengan pelayanan publik aalah kode etik yang dimiliki ASPA (American Society for Public Administration) yang telah direvisi berulang kali dan terus mendapat kritikan serta penyempurnaan dari para anggotanya. Nilai-nilai yang dijadikan pegangan perilaku para anggotanya antara lain integritas, kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek, menaruh perhatian, keramahan, cepat tanggap, mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan lain, bekerja profesional, pengembangan profesionalisme, komunikasi terbuka dan transparansi, kreativitas, dedikasi, kasih sayang, penggunaan keleluasaan untuk kepentingan publik, beri perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya dirahasiakan, dukungan terhadap sistim merit dan program affirmative action.BAB III STUDI KASUS DAN KESIMPULAN

3.1. Studi KasusContoh Kasus : Kasus Proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang terungkap berkat adanya whistle blowing yaitu Muhammad Nasaruddin yang melaporkan kasus (P3SON) Hambalang kepada KPK. Muhammad Nasaruddin yang pada saat itu menjabat sebagai Bendahara Partai Demokrat melaporkan kepada KPK atas tindakan beberapa kader Partai Demokrat dalam Kasus Korupsi Proyek (P3SON) Hambalang yang terlibat dalam kasus tersebut yaitu antara lain Anas Urbaningrum, Andi Mallarangen, dan Angelina Sondakh. BPK RI menemukan beberapa penyimpangan dalam proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Berdasarkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, kerugian negara mencapai Rp464 miliar. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI menyimpulkan terdapat beberapa permasalahan yaitu:

1. Indikasi penyimpangan dan atau penyalahgunaan wewenang yaitu terkait dengan proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak, BPK juga menemukan adanya pencabutan PMK nomor 56/PMK.02/2010 yang diganti dengan PMK nomor 194/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diduga mengalami penurunan makna substantif dalam proses persetujuan Kontrak Tahun Jamak. PMK 194/11 patut diduga bertentangan dengan Pasal 14 UU No. 1 Tahun 2004, dilakukan untuk melegalisasi dugaan penyimpangan yang telah terjadi pada kasus P3SON Hambalang dan berpotensi melegalisasi penyimpangan semacam kasus Hambalang untuk tahun-tahun berikutnya. Pencabutan PMK 56 Tahun 2010 dan mengganti dengan PMK 194 Tahun 2011 mengindikasikan adanya pembenaran atas ketidakbenaran;2. Berbagai indikasi penyimpangan yang dimuat pada LHP mengakibatkan terjadinya indikasi kerugian negara sebesar Rp463,67 miliar, yaitu senilai total dana yang telah dikeluarkan oleh negara untuk pembayaran proyek pada tahun 2010 dan 2011;

3. Indikasi kerugian Negara tersebut didasarkan pada fakta-fakta sebagai berikut.a. Aspek Formal:1) Bahwa Kemenpora tidak pernah memenuhi persyaratan untuk melakukan studi amdal terlebih dahulu sebelum mengajukan izin lokasi, site plan, dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Pemerintah Kabupaten Bogor atau menyusun Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) mengenai proyek pembangunan P3SON Hambalang sebagaimana yang diamanatkan UndangUndang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.2) Bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas proyek pembangunan P3SON Hambalang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, sehingga selayaknya permohonan tersebut ditolak. Proses pemberian persetujuan yang dilakukan pada tingkat Direktorat Jenderal (Ditjen) Anggaran sampai dengan Menteri Keuangan dipercepat dengan mengabaikan pemenuhan persyaratan yang diatur berdasarkan ketentuan berlaku.3) Diduga telah merekayasa pelelangan untuk memenangkan KSO AW dalam proses pemilihan rekanan pelaksana proyek pembangunan P3SON Hambalang.4) Bahwa bangunan tersebut secara keseluruhan belum dapat digunakan sesuai peruntukannya karena belum selesai dibangun. hingga saat laporan hasil pemeriksaan investigatif disusun belum dilakukan amandemen kontrak dan sejak Mei 2012 KSO AW sudah menghentikan pekerjaan fisik.Dengan demikian tujuan pembangunan P3SON Hambalang sebagaimana dimuat pada KAK tidak dapat tercapai, yaitu antara lain mengintegrasikan sekolah olahraga dan pusat pelatihan atlit elit nasional ke dalam satu sistem manajemen.b. Aspek Teknis:1) Bahwa lokasi proyek Hambalang berada dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM.2) Bahwa hasil soil investigation oleh Laboratorium Teknik Sipil Geoinvestt yang dilakukan pada saat perencanaan konstruksi menunjukkan kondisi tanah yang bersifat cemented clay yaitu kondisi tanah yang apabila bertemu dengan air akan menjadi hancur, dan apabila terkena udara luar akan rapuh. Perencanaan infrastruktur tidak menunjukkan adanya kegiatan yang dilakukan untuk menangani tanah kondisi tanah tersebut terlebih dahulu.3) Bahwa berdasarkan penelitian Kementerian Pekerjaan Umum telah terjadi pergerakan tanah khususnya di zona selatan kawasan. Di beberapa segmen kawasan terjadi longsor baik lokal maupun memanjang, meskipun sudah dilakukan upaya perbaikan, namun masih terjadi longsor.4) Kondisi sebagaimana diuraikan di atas dapat berpengaruh terhadap bangunanbangunan yang telah dibangun, yang dapat mengakibatkan bangunan tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya dan tidak layak untuk dilanjutkan pembangunannya.Berdasarkan alasan-alasan formal dan teknis sebagaimana diuraikan di atas. BPK berpendapat bahwa seluruh pembayaran yang telah dilakukan oleh negara tidak memberikan manfaat sesuai tujuan yang telah ditetapkan.3.2. Kesimpulan

Etika yaitu studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Antara etika dengan etiket terdapat persamaan yaitu etika dan etiket menyangkut perilaku manusia dan kedua-duanya mengatur perilaku manusia secara normative. Profesi adalah kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa Etika Profesi Akuntansi adalah suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.

31