aki akb
TRANSCRIPT
BAB I
PRNDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia masih belum
memuaskan, terbukti dari masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB). Kematian dan kesakitan ibu hamil,
bersalin,nifas dan bayi baru lahir masih merupakan masalah besar negara
berkembang termasuk Indonesia. Di Negara-negara miskin, sekitar 25 – 50%
kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan dan nifas. WHO memperkirakan diseluruh dunia setiap
tahunnya lebih dari 585.000 ibu meninggal pada saat hamil atau bersalin.
Adalah bidan dimana tugas pokok yang harus dijalani yaitu menekan angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), dengan cara
memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), dan pelaksana asuhan
kebidanan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi bidan?
2. Bagaimana dengan jumlah angka kematian ibu ?
3. Apa saja elemen dasar keselamatan ibu ?
4. Apa saja upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu ?
5. Bagaimana dengan jumlah angka kematian bayi ?
6. Apa saja masalah kesehatan yang terjadi pada bayi ?
7. Masalah apa saja yang masih menjadi kendala untuk menurunkan angka
kematian bayi ?
8. Bagaimana cara menyelesaian masalah tersebut ?
9. Bagaimana peran bidan dalam kasus AKI dan AKB ?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi bidan.
2. Untuk mengetahui angka kejadian kematian ibu.
3. Untuk mengetahui elemen dasar keselamatan ibu.
4. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka
kematian ibu.
5. Untuk mengetahui angka kejadian kematian bayi.
6. Untuk mengetahui masalah kesehatan yang terjadi pada bayi.
7. Untuk mengetahui masalah yang masih menjadi kendala untuk
menurunkan angka kematian bayi.
8. Untuk mengetahui cara menyelesaian masalah tersebut ?
9. Untuk mengetahui peran bidan dalam kasus AKI dan AKB ?
D. Sistematika Penulisan
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Sistematika Penulisan 3
BAB II TINJAUAN TEORI 4
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 20
A. Kesimpulan 20
B. Saran 20
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan Program
Pendidikan Bidan, diakui oleh Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi
izin untuk menjalankan praktek kebidanan. Bidan dalam menjalankan fungsi
dan tugasnya didasarkan pada kompetensi dan kewenangan yang diberikan
yang diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES)
No.900/MENKES/SK/VIII/2000. Bidan sebagai suatu profesi disiapkan
melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya secara professional. Keberadaan bidan di
Indonesia sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan
bayinya.
B. Keselamatan Ibu
Secara keseluruhan diperkirakan bahwa setiap tahunnya 585.000 wanita
meninggal akibat kehamilan dan persalinan; 99 persen dari kematian tersebut
terjadi di Negara berkembang. (Sumber: Family care international and safe
motherhood Inter-Agency Group. Safe Motherhood Fact Sheets: 11 Fact sheets
prepared from the safe motherhood technical consultation in Sri Lanka. 18-23
october 1997. Faminy care international (1998)) wanita di Afrika Barat dan
Timur menghadapi resiko kematian ibu paling tinggi; demikian pula wanita di
beberapa Negara Asia berisiko tinggi.
Sebagian besar (60-80%) kematian ibu disebabkan oleh perdarahan saat
melahirkan, persalinan macet, sepsis, tekanan darah tinggi pada kehamilan, dan
komplikasi dari aborsi yang tidak aman (Sumber: WHO. Revised 1990
3
Estimates of Maternal Mortality: a nw approach by WHO and UNICEF.
Geneva: world health organization (1997)) (lihat Gambar 1). Komplikasi
kehamilan/persalinan atau yang menyebabkan kematian ibu tak bias
diperkirakan sebelumnya, dan sering terjadi beberapa jam atau hari setelah
persalinan. (sumber: Li, X.F. et al. the postpartum period: the key to maternal )
perdarahanpenyebab tidak langsung lain**penyebab langsung lain*persalinan/partus maceteklamsiasepsisaborsi
24%
13%
15%
12%
20%
8% 8
%
* penyebab langsung lain meliputi kehamilan ektopik, emboli, dan komplikasi anestesi.
** penyebab tidak langsung meliputi anemia, malaria, dan penyakit jantung.
sumber: Family Care International, 1998
Kematian seorang ibu sangatlah berpengaruh terhadap kesehatan dan
kehidupan anak-anak yang ditinggalkanya mempunyai kemungkinan tiga
hingga sepuluh kali lebih besar untuk meninggal dalam waktu dua tahun bila
dibandingkan dengan mereka yang masih mempunyai kedua orangtua.(sumber:
Tinker, A. Safe Motherhoodas an economic and social investment. Presentation
4
at safe motherhood technical consultation in Srilanka. 18-23 october 1997
(1997)).
Di samping itu, anak-anak yang ditinggalkan ibunya sering kali tidak
mendapatkan pemeliharaan kesehatan serta pendidikan yang memadai seiring
pertumbuhannya. Kematian pemeliharaan kesehatan serta pendidikan yang
memadai seiring pertumbuhannya. Kematian seorang ibu mempunyai dampak
yang lebih luas sampai di luar lingkungan keluarganya; ia adalah pekeja yang
produktif yang hilang – yang memelihara dan membimbing generasi penerus,
merawat para lanjut usia, dan menyumbangkan stabilitas di masyarakat.
Upaya keselamatan ibu (safe motherhood initiative) dicanangkan pada
tahun 1987 oleh badan-badan internasional dan pemerintah guna meningkatkan
kesadaran dunia tentang pengaruh kematian dan kesakitan ibu serta untuk
mendapatkan pemecahan masalahnya. Pada waktu itu dibentuk kerjasama antar
kelompok untuk mendapatkan ibu yang sekarang meliputi WHO, UNICEF,
UNFPA, Bank Dunia, Population Council dan IPPF. Tujuan upaya
keselamatan ibu tahun 2000. Pengalaman secara global menunjukkan bahwa
kematian ibu dapat dicegah dan berbagai penelitian tentang strategi untuk
mengurangi kematian ibu telah dihasilkan. Namun, ternyata sulit untuk
mendokumentasikan penurunan angkan kematian ibu yang terukir. (Sumber:
Family care international and safe motherhood Inter-Agency Group. Safe
Motherhood Fact Sheets: 11 Fact sheets prepared from the safe motherhood
technical consultation in Sri Lanka. 18-23 october 1997. Faminy care
international (1998). Graham, W.J et al. demonstrating programme impact on
maternal mortality. Health policy and planning 11(1):16-20 (1996).
Campbell,o.et al. lessons learnt: a decade of measuring the impact of safe
motherhood programmes. DFID research work, programme on population and
reproductive health (augst 1997)) data yang tersedia menunjukkan bahwa
kematian ibu tetap tinggi di banyak Negara (lihat Tabel 1).
5
Komitmen dalam upaya keselamatan ibu diperbaharui ketika keselamatan
ibu pada bulan oktober 1997 di Sri Lanka). Tokoh-tokoh perwakilan dari
pemerintah, penyandang dana internasional, dan lembaga swadaya masyarakat
berkumpul di Washington, DC, pada symposium internasional keselamatan ibu
pada hari kesehatan sedunia, tanggal 7 april 1998. Pesan yang disampaikan
sangat jelas, yaitu: persalinan dapat dan harus diupayakan agar aman bagi ibu
dan bayi.
Makalah ini menelaah elemen yang telah menjadi bagian dari program
keselamatan ibu, mengambil pelajaran dari pengalaman lapangan, dan
menganjurkan kebijaksanaan dan implikasinya terhadap program pada masa
yang akan datang. Kesimpulan dan pernyataan-pernyataan yang dihasilkan
pada symposium internasional tentang keselamatan ibu 1998.
1. Elemen dasar keselamatan ibu
Upaya-upaya yang bertujuan menyelamatkan ibu dalam kaitannya
dengan kehamilan sangat bervariasi di berbagai Negara, tergantung pada
sumber daya yang ada dan lingkungan social budaya setempat. Selama
bertahun-tahun upaya menurunkan kematian dan kesakitan ibu mencakup
pelayanan keluarga berencana promosi pelayanan antenatal, perbaikan
pelayanan obstetric esensial (lihat kotak pada halaman 4) dan perbaikan
status social-ekonomi wanita. (sumber: Family care international and safe
motherhood Inter-Agency Group. Safe Motherhood Fact Sheets: 11 Fact
sheets prepared from the safe motherhood technical consultation in Sri
Lanka. 18-23 october 1997. Faminy care international (1998). Maine, D.
Save motherhood program: options and issues. New York: center for
6
population and family health, Columbia university school of public health
(1991)). semua upaya keselamatan ibu menuntut hubungan yang erat antar
berbagai tingkat system pelayanan kesehatan, terutama antara pelayanan
kesehatan masyarakat dengan tingkat rujukan primer (rumah sakit
kabupaten).
Focus pelayanan di tingkat masyarakat ditingkat masyarakat adalah
upaya pencegahan, termasuk pelayanan persalinan yang aman dan bersih.
Pada tingkat ini, strategi untuk meningkatkan kesadaran tentang sebab-
sebab kematian ibu dan kebutuhan pelayanan yang cepat, memadai dan
tepat waktu untuk pelayanan – keluarga berencana, antenatal, persalinan,
dan pelayanan nifas – sangat penting. Deteksi dini komplikasi dan rujukan
ke fasilitas rujukan yang memadai juga penting, karena banyak komplikasi
dan rujukan ke fasilitas rujukan yang memadai juga penting, karena
banyak komplikasi obstetric yang tidak dapat ditangani di tingkat
masyarakat. Penjaga gawang yang dapat berperan di masyarakat dalam
masalah rujukan ini meliputi anggota keluarga, dukun bayi, kader dan
tenaga kesehatan setempat.
Focus pelayanan di tingkat rujukan primer adalah penanganan dan
pengobatan komplikasi. Pelayanan rujukan primer seharusnya mampu
memberikan pelayanan obstetric esensial, termasuk penanganan
komplikasi abortus. Komunikasi efektif antara petugas di tingkat
pelayanan kesehatan dasar dan tingkat rujukan primer sangat penting.
Walaupun komplikasi telah terdeteksi secara dini di tingkat masyarakat,
namun keterlambatan merujuk dan membawa ibu ke fasilitas rujukan yang
memadai dapat membahayakan jiwa ibu dan bayinya.
“kematian dan kecacatan pada ibu dan calon ibu merupakan tragedy yang
berpengaruh bagi semuanya: bagi keluarga, lingkungan masyarakat
disekitarnya, masyarakat luas dan terutama bagi anak-anak.” –carol
bellamy, direktur eksekutif UNICEF, Hari kesehatan sedunia, 1998.
7
2. Upaya menurunkan kematian ibu
Penyebab langsung dari kematian ibu sudah diketahui dan dapat
ditangani, meskipun pencegahannya terbukti sulit. Penyebab tak langsung
kematian dan kesakitan ibu meliputi kondisi kesehatan dan penyakit yang
dideritanya, misalnya malaria dan penyakit kardiovaskuler. Faktor yang
melatar belakangi kematian ibu meliputi keseluruhan faktor social, budaya,
ekonomi, dan politik yang kompleks serta tidak mudah untuk
mengatasinya. Tak ada satupun intervensi tunggal yang dapat
menyelesaikan tragedy kematian ibu; kajian terhadap berbagai strategi
dalam decade terakhir mengarah kepada pelajaran yang dapat dipetik
sebagai berikut.
a. Mencegah kehamilan yang tak diinginkan.
Membantu ibu menghindarkan kehamilan yang tak diinginkan akan
mengakibatkan berkurangnya kehamilan, berkurangnya kematian
karena persalinan dan berkurangnya aborsi. Keluarga berencana
merupakan salah satu intervensi kesehatan ibu dan anak yang
diperkenalkan di Matlab, Bangladesh sejak 1976 sebagai bagian dari
kegiatan untuk menurunkan AKI dan AKB. Data yang dikumpulkan
didaerah tersebut antara akhir tahun 1970-an dan akhir tahun 1980-an
menunjukkan bahwa keluarga berencana dapat menyumbang angka
kematian ibu sebesar 2 % per tahun, terutama kematian yang
disebabkan oleh penyebab langsung dan kematian karena aborsi.
Pemakaian kontrasepsi meningkat dari 8% kurang menjadi 48% selama
kurum waktu tersebut. (sumber: fauveau, v. et al. the effect of maternal
and child health and family planning services on mortality: is
prevention enough? British medical journal 301:103-107 (july
14.1990))
8
Tabel 1
Resiko Kematian Akibat Kehamilan Selama Kehidupan Wanita, 1990
Wilayah Resiko Kematian
Afrika 1 dan 16
Asia 1 dari 65
Amerika Latin dan Karibia 1 dari 130
Eropa 1 dari 1400
Amerika Utara 1 dari 3700
Semua Negara berkembang 1 dari 48
Semua Negara maju 1 dari 1800
Sumber: Family Care International 1998
Perbaikan pelayanan keluarga berencana dengan penyediaan
konseling yang terpusat pada kebutuhan klien dan berbagai pilihan
metoda KB (termasuk kontrasepsi darurat), serta penyediaan pelayanan
yang terjangkau bagi siapa saja yang membutuhkan (termasuk remaja),
merupakan komponen penting dalam setiap upaya menurunkan
kematian ibu. Selain itu, dalam keadaan keterbatasan sumber daya,
pelayanan keluarga berencana mungkin lebih mudah diterapkan lebih
dahului dari pada intervensi lain yang ditujukan untuk menurunkan
angka kematian ibu (kematian ibu per 100.000 wanita usia reproduksi
(sumber: Fortney,J.A. the importance of family planning in reducing
maternal mortality. Studies in family planning 18(2): 109-1 14 (march-
april 1987)). Namun, keluarga berencana tidak akan berpengaruh pada
angka kematian ibu (kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup); karena
untuk menurunkannya diperlukan intervensi obstetric khusus.
b. Mengurangi akibat aborsi yang tidak aman
9
Meskipun aborsi tidak aman merupakan penyebab kematian ibu
yang mudah dicegah dan ditangani, namun keadaan ini menjadi
penyebab paling sedikit 13 persen dari seluruh kematian ibu didunia –
satu dari delapa kematian ibu tertinggi karena aborsi yang tidak aman
terdapat di Amerika Latin dan kepulauan Karibia, yaitu lebih dari 20
persen. (Tinker, A. Safe Motherhoodas an economic and social
investment. Presentation at safe motherhood technical consultation in
Srilanka. 18-23 october 1997 (1997)) ketersediaan pelayanan keluarga
berencana yang dapat diterima tampaknya berkaitan dengan penurunan
jumlah aborsi dan kematian karena aborsi. Di Mexico City misalnya,
peningkatan penggunaan kontrasepsi sebesar 24 % antara tahun 1987
hingga 1992 berkaitan dengan penurunan angka aborsi sebanyak 39 %.
Di Kazakstan, peningkatan pemakaian pil dan IUD sebanyak 32% pada
awal tahun 1990-an menghasilkan turunnya angka aborsi 15%.
(Sumber: singh, s. and sedgh, g. the relationship of abortion to trends in
contraception and fertility in brazil, Columbia and mexico,
international family planning perspectives 23(1):4-14 (march 1997).
Salter, c. et al. care for postabortion complications: saving women;s
lives. Population reports series L. No. 10 (September 1997))
Kematian karena komplikasi aborsi dapat dicegah jika keadaan
tersebut diketahui lebih awal dan perawatan dilakukan dengan baik.
Pelayanan pasca-aborsi, yang diperkenalkan pada Konferensi
Internasional tentang kependudukan dan pembangunan 1994,
direkomendasika sebagai strategi yang efektif untuk menurunkan angka
kematian ibu melalui tiga komponen terpadu, yaitu: penanganan darurat
aborsi tidak lengkap dan pasca-aborsi, dan keterkaitan dengan
pelayanan kesehatan reproduksi yang lain. Pengalaman di Gahana
menunjukkan strategi yang layak dan dapat diterima dalam upaya
desentralisasi pelayanan pasca-aborsi, dan telah menghasilkan
10
peningkatan akses terhadap pelayanan keluarga berencana pasca-aborsi
serta pelayanan kesehatan reproduksi lainnya. (sumber: billings, D.L.
Training midwives to improve postabortion care. A summary- report of
a study tour in Ghana. October 12-19, 1997. IPAS (February 1998))
“kematian akibat aborsi yang tidak aman adalah paling mudah untuk
dicegah. Upaya untuk menurunkan kematian ibu hingga 50 % yang
dirumuskan 10 tahun oleh beberapa Negara mestinya telah tercapai
sepenuhnya bila kematian ibu karena aborsi yang tidak aman dapat
dihapuskan.” –Ingar Brueggemann, secretariat jendral IPPF, hari
kesehatan sedunia 1998
c. Pelayanan antenatal
Pelayanan antenatal sangat penting untuk mendeteksi secara dini
komplikasi kehamilan dan dalam mendidik wanita tentang kehamilan.
Isi pelayanan antenatal diberbagai Negara sangat bervariasi, dan
mencakup berbagai jenis pelayanan termasuk penyuluhan kepada
pasien, pengobatan penyakit yang ada, pengobatan komplikasi dan
skrining/penjaringan faktor resiko. (ke16&19) komponen penting
pelayanan antenatal meliputi:
1) skrining dan pengobatan anemia, malaria, dan penyakit menular
seksual (PMS).
2) deteksi dan penanganan komplikasi yang potensial, kapan dan
bagaimana cara memperoleh pelayanan rujukan.
3) penyuluhan tentang komplikasi yang potensial, kapan dan
bagaimana cara memperoleh pelayanan rujukan.
d. Manajemen komplikasi obstetric yang memadai
Sebagian besar komplikasi obstetric yang berkaitan dengan kematian
ibbu tidak dapat diramalkan atau dicegah, tetapi hampir semuanya dapat
11
ditangani jika pelayanan yang memadai tersedia. Bila keadaan gawat
darurat sudah terdeteksi, maka kelangsungan hidup tergantung pada
kecepatan mendapat pelayanan obstetric esensial. Komponen kunci
pelayanan obstetric esensial dapat dilihat pada kotak dibawah.
Kebanyakan pelayanan obstetric esensial dapat diberikan pada
tingkat pelayanan dasar, oleh bidan atau dokter umum. Transfuse darah
dan tindakan operasi harus dapat diberikan di rumah sakit kabupaten
oleh dookter umum terlatih atau oleh ahli kebidanan.
Jika komplikasi tidak dapat ditangani di tingkat pelayanan dasar,
bidan/dokter puskesmas harus memberikan pertolongan pertama dan
merujuk secepatnya. Penggunaan protocol pengobatan standar dapat
mendorong agar semua tenaga dan fasilitas kesehatan melakukan
prosedur tetap dan menangani komplikasi secara tepat, disamping
menempatkan dasar untuk pemantauan mutu pelayanan obstetric.
Transportasi gawat darurat pun harus selalu tersedia.
e. Keterampilan kebidanan
Ketersediaan tenaga persalinan terlatih yang dapat melaksaksanakan
pertolongan persalinan yang aman dan bersih, mengenal dan menangani
komplikasi obstetric (sendiri atau merujuk) akan mampu mengurangi
angka kematian ibu. Pelayanan kebidanan yang berkualitas untuk para
ibu, yang kebanyakan diberikan dirumah, telah memberikan kontribusi
nyata terhadap penurunan angka kematian ibu. Namun, tentu saja
keefektivitas pelayana kebidanan juga tergantung pada ketersediaan
infrastruktur pelayanan kesehatan yang memberikan fasilitasi untuk
konsultasi dan rujukan bagi ibu yang memerlukan pelayanan obstetric
gawat.
12
C. Keselamatan Bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) dan angka Kematian Balita (AKBal) di
Indonesia masih cukup tinggi . Berdasarkan SDKI 2007, pada tahun 1990
angka kematian bayi sebesar 68 per 1000 kelahiran hidup (KH). Data terakhir ,
AKB menjadi 34/1000 KH dan AKBal 44/1000 KH. Walaupun angka ini telah
turun dari tahun 1990, penurunan ini masih jauh dari target MDG tahun 2015
dimana AKB diharapkan turun menjadi 23 dan AKBal 32 per 1000 kelahiran
hidup. Jika dibandingkan dengan Negara tetangga di Asia Tenggara seperti
Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina AKB dan AKBal di negara kita
jauh lebih tinggi.
Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita adalah masalah yang
terjadi pada bayi baru lahir/ neonatal (umur 0-28 hari). Masalah neonatal ini
meliputi asfiksia (kesulitan bernafas saat lahir), Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) dan infeksi. Diare dan pneumonia merupakan penyebab kematian
berikutnya pada bayi dan balita, disamping penyakit lainnya serta dikontribusi
oleh masalah gizi.
13
Terdapat disparitas angka kematian bayi dan balita yang cukup besar antar
provinsi. Provinsi dengan AKB – AKBalita tertinggi (Sulbar: AKB 74/1000
KH dan AKBalita 96/1000KH) memiliki nilai 4 kali lebih besar daripada
14
provinsi dengan AKB dan AKBalita terendah (DIY: AKB 19/1000 KH dan
AKBalita 22/1000 KH).
(KH = Kelahiran Hidup)
a. Masalah Kesehatan Bayi dan Balita di Indonesia
1) Masalah pada Neonatus
Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah pada
masa neonatus (bayi baru lahir umur 0-28 hari). Komplikasi yang
menjadi penyebab kematian terbanyak adalah asfiksia, bayi berat lahir
rendah dan infeksi.
Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan ditangani. Namun
terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga
kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan
dengan baik, terlambatnya deteksi dini dan kesadaran orang tua untuk
mencari pertolongan kesehatan.
2) Penyakit Infeksi
Masalah kedua penyebab kematian pada bayi dan terutama balita
adalah penyakit infeksi, diare dan pneumonia. Pencegahan, deteksi dini,
serta penanganan yang cepat dan tepat dapat menekan kematian yang
diakibatkan penyakit ini Diare erat kaitannya dengan perilaku hidup
bersih dan sehat, ketersediaan air bersih, serta sanitasi dasar.
15
Pneumonia terkait erat dengan indoor and outdoor pollution (polusi di
dalam dan di luar ruangan), ventilasi, kepadatan hunian, jenis bahan
bakar yang dipakai, kebiasan merokok, status gizi, status imunisasi dan
lama pemberian ASI . Sosialisasi yang terkait dengan upaya
pencegahan dan deteksi dini serta mengurangi faktor resiko menjadi hal
penting.
3) Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Gangguan pertumbuhan akibat gizi buruk tidak hanya terjadi di
daerah yang kurang pangan. Tidak hanya juga terjadi pada keluarga
dengan kondisi sosial ekonomi rendah. Bahkan di daerah penghasil
pangan masih terjadi kasus gizi buruk. Pun di perkotaan dan ditengah
keluarga dengan kondisi sosial ekonomi menengah. Penyebab gizi
kurang dan gizi buruk dapat dipilah menjadi tiga hal, yaitu:
pengetahuan dan perilaku serta kebiasaan makan; penyakit infeksi;
ketersediaan pangan.
Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) dari tahun 2007 ke 2010, untuk gizi kurang tetap
13,0 dan untuk gizi buruk, dari 5,4 menjadi 4,9.
16
4) Penyebab Kematian Bayi dan Balita Tak Langsung
Beberapa faktor menjadi penyebab tidak langsung kematian bayi dan
balita. Dari sisi kebutuhan (demand), antara lain adalah sosial ekonomi
yang rendah, pendidikan ibu, kondisi sosial budaya yang tidak
mendukung, kedudukan dan peran perempuan yang tidak mendukung,
akses sulit, serta perilaku perawatan bayi dan balita yang tidak sehat.
Sementara ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang belum
merata, kesinambungan pelayanan KIA yang belum memadai,
pembiayaan pelayanan KIA yang belum memadai, menyumbangkan
masalah dari sisi supply.
17
b. Masalah dalam penurunan Angka kematian Bayi dan Balita
1) Tenaga Kesehatan
Bila dilihat ketersediaan bidan di desa, masih banyak desa yang
tidak memiliki bidan. Hanya provinsi di pulau Jawa dan sebagian kecil
Sumatera yang melebihi 80% desa yang memiliki bidan. Papua dan
Papua Barat barkisar antara 20-40%, sebagian besar provinsi di pulau
Kalimantan baru 40-60% desa yang memiliki bidan. Dari
penyebarannya terlihat, sebagian besar masih berkumpul di pulau Jawa.
Kendala bagi keberadaan bidan di desa antara lain:
a) Di kabupaten tertentu jumlah bidan tidak sesuai dengan jumlah
desa. Untuk itu perlu dilihat ketersediaan dan pemanfaatan perawat
di desa.
b) Bidan desa tidak bertempat di desa sesuai dengan Surat Keputusan
Bupati.
c) Tidak adanya reward dan punishment bagi bidan desa.
18
2) Pembiayaan
Berbagai kegiatan dan program kesehatan anak untuk menurunkan
angka kematian bayi dan balita yang telah terbukti efektif perlu
dilaksanakan oleh pemerintah daerah ,baik kabupaten maupun provinsi,
dan pemangku kepentingan (stakeholders).
Karenanya dibutuhkan alokasi dana APBD yang sesuai dengan
kebutuhan program dan kegiatan tersebut. Sumber pembiayaan KIA
sendiri dapat dirinci sebagai berikut:
a) APBD Kabupaten/Kota
b) APBD Provinsi
c) Dana APBN, melalui dana dekonsentrasi (dana dekon), TP (Tugas
Perbantuan), DAK (Dana Alokasi Khusus), DAU (Dana Alokasi
Umum), BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), Jamkesmas
Nasional
d) Donor, dapat berupa Company Social Responsibillities (CSR),
dana masyarakat mandiri, dana hibah yang tidak mengikat,bantuan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik dalam negeri maupun
luar negeri.
Beranjak dari pengalaman selama ini, banyak daerah yang
mengandalkan dana dari pusat. Sudah diketahui bersama, banyak
kendala pengucuran dana dari pusat ke daerah. Antara lain karena
alokasi dana yang tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan - karena
sifatnya yang supporting-, pencairan dana yang membutuhkan proses
panjang, ataupun penggunaannya yang terbatas.
Untuk itu pemerintah daerah haruslah mengalokasikan dana yang
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan proses pemetaan dan perencanaan
yang matang demi tercapainya tujuan program ini. Mengacu pada PP
38/2007 tentang pembagian urusan pemerintahan, sudah selayaknya
19
pemerintah daerah menjadikan APBD sebagai prioritas penggunaan
dana dalam kegiatan KIA. Adapun dana yang berasal dari pemerintah
provinsi dan pusat, lebih bersifat sebagai pendukung.
c. Penatalaksanaan
1) Millenium Development Goals
Millenium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan
millenium adalah komitmen 189 kepala negara yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan umat manusia yang akan dicapai pada
tahun 2015. Komitmen ini ditindak lanjuti dengan perencanaan masing-
masing negara, sesuai kebutuhan masing-masing. Tersedia kerangka
konsep internasional untuk bekerja bersama menuju tujuan yang sama,
memastikan pembangunan manusia menyentuh semua orang di semua
tempat. Bila tujuan pembangunan milenium tercapai, separuh dari
kemiskinan dunia bisa teratasi, puluhan juta jiwa tertolong dan milyaran
lainnya akan mendapat kesempatan memperoleh keuntungan dari
ekonomi global.
20
Tujuan
MDGs telah diterjemahkan ke dalam Rencana Pembangunan
Menengah Nasional (RPJM) tahun 2005-2009 dan RPJM 2010-2014
melalui Peraturan Presiden no 7 tahun 2005 dan no 5 tahun 2010.
Targetnya adalah menurunkan kematian balita sebesar dua pertiganya
dari keadaan tahun 1990 dengan indikator proksi
a) Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23 per 1.000
kelahiran hidup
b) Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBal) menjadi 32 per 1.000
kelahiran hidup
c) Proporsi imunisasi campak pada anak yang berusia 1 tahun,
mencakup 90 % dari seluruh sasaran
Penurunan angka kematian bayi dan balita dapat dikatakan sesuai
harapan (on track). Namun perlu upaya yang keras agar dapat mencapai
21
target MDG bila dilihat lambatnya penurunan angka kematian baik bayi
maupun balita. Untuk itu perlu dukungan pemerintah daerah, DPRD,
organisasi profesi, organisasi terkait, dan stakeholders lainnya dalam
menurunkan angka kematian bayi dan balita tersebut.
Intervensi yang sudah dilakukan dalam program kesehatan anak :
a) Pemberdayaan masyarakat melalui penggunaan buku KIA, Inisiasi
Menyusui Dini (IMD), Perawatan Metode Kanguru
b) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dengan penerapan
MTBS, manajemen asfiksia, manajemen BBLR, persalinan oleh
tenaga kesehatan, kunjungan rumah, pengadaan obat program, dan
peningkatan kompetensi petugas
c) Pembiayaan kesehatan dengan Jamkesmas, Jamkesda, dana
dekonsentrasi dan BOK (Banatuan Operasional Kesehatan);
d) Survailans kesehatan melalui penggunaan kohort bayi, kohort anak
balita, PWS KIA, Otopsi Verbal, Audit Maternal Perinatal
d. Yang harus dilakukan bidan
a) Perawatan anak di tingkat rumah tangga dan keluarga, deteksi
dini penyakit serta perilaku mencari pertolongan.
Mendorong peningkatan perilaku hidup sehat di masyarakat
termasuk partisipasi mereka dalam kesehatan ibu dan anak.
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pencegahan dan
deteksi dini penyakit.
Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam upaya kesehatan
dengan penggunaan buku KIA.
Penggunaan bagan MTBS dalam penanganan balita sakit
Mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat
b) Meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan
22
Penempatan bidan di semua desa
Penempatan dokter, bidan, dan perawat di semua puskesmas dan
jaringannya
Kunjungan rumah
Pengadaan obat program
Penyediaan alat kesehatan
Memperbaiki fasilitas dan sistem rujukan
Pelatihan, penyegaran pengetahuan, kursus bagi tenaga
kesehatan
Perbaikan kurikulum dan metode pendidikan disesuaikan
dengan kebutuhan program (pre service), peningkatan in service
training
c) Advokasi pada pemerintah daerah / penentu kebijakan untuk:
Peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat / keluarga
Memperbaiki sistem dan manajemen program
Mobilisasi dukungan keuangan di daerah untuk KIA untuk
pembiayaan yang lebih proporsional
Peningkatan anggaran KIA di daerah dengan pendekatan investasi
(lebih promotif-preventif).
Berdasarkan kebijakan desentralisasi dan SPM, mengambil
keputusan dengan memprioritakan investasi dan intervensi efektif
KIA
Membangun kemitraan yang efektif dengan lintas program dan
lintas sektor
Penyediaan SDM Kesehatan di seluruh puskesmas, pustu dan
desa.
BAB III
23
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan Program
Pendidikan Bidan, diakui oleh Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi
izin untuk menjalankan praktek kebidanan. Bidan dalam menjalankan fungsi
dan tugasnya didasarkan pada kompetensi dan kewenangan yang diberikan
yang diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES)
No.900/MENKES/SK/VIII/2000. Bidan sebagai suatu profesi disiapkan
melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya secara professional. Keberadaan bidan di
Indonesia sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan
bayinya.
Jadi sudah menjadi tugas tenaga kesehatan khususnya bidan untuk membatu
pemerintah menekan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.
B. Saran
1. Kepada mahasisiwi Poltekkes TNI-AU Ciumbuleuit Bandung Prodi
Kebidanan agar lebih dapat memahami tentang masalah kebidanan di
komunitas khususnya tentang kematian ibu dan bayi.
2. Bagi petugas kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat mengetahui
tindak lanjut penanganan masalah kebidanan di komunitas khususnya
tentang kematian ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
24
25