upaya strategis menurunkan aki dan akb

Upload: ayunda-septi-naay

Post on 17-Jul-2015

1.805 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5/14/2018 Upaya Strategis Menurunkan AKI Dan AKB

    1/6

    UPAYA STRATEGIS MENURUNKAN AKI DAN AKBIda Yustina

    Abstract: Indonesia is still a highest country in the South-East Asia Region that have amaternal mortality ratio: 307 per 100.000 live births. Depkes notice "four T" (too old,too young, too many children, too near the birth's distance) are causes of the high ratio.Continuous strategic efforts are still needed to combat it, such as the regulation ofwoman age in marriage, to intensity of mid-wife's role, and empowerment thecommunity as a process to make them have capacity to take care their health bythemselves.Keywords: regulation, participation, empowerment

    PENDAHULUANNegara-negara di dunia memberiperhatian yang cukup besar terhadap Angka

    Kematian Ibu (AKJ) dan Angka Kematian Bayi(AKB), sehingga menempatkannya di antaradelapan tujuan yang dituangkan dalamMillennium Development Goals (MDGs) , yangharus dicapai sebelum 2015. Komitmen yangditandatangani 189 negara pada September 2000itu, pada prmsipnya bertujuan untukmeningkatkan taraf hidup dan kesejahteraanmanusia. Hingga kini, AKI Indonesia tercatatmasih merupakan yang tertinggi di AsiaTenggara atau keempat di wilayah Asia Pasifik,yakni mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup.Penyebab lang sung kematian ibu tersebutterutama adalah perdarahan (40-50%), infeksi,eklamsia, partus lama dan aborsi yangterkomplikasi. Menurut Departemen Kesehatan(2001), tingginya AKJ di Indonesia yangsekaligus merupakan indikator rendahnya derajatkesehatan reproduksi, akibat terlalu banyaknyaibu hamil yang mempunyai keadaan "4 terlalu",yakni terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyakanak, dan terlalu dekat jarak antar kelahiran.Tentunya kondisi-kondisi seperti rendahnyaakses terhadap pelayanan kesehatan, dan biayapersalinan yang relatif mahal bagi sebahagianbesar masyarakat kita juga memberi kontribusiyang signifikan bagi tingginya AKI.

    Pihak-pihak yang mempunyai perhatianterhadap AKI menyadari bahwa AKI memberikontribusi dalam menentukan kualitassumberdaya manusia Indonesia. United NationsDevelopment Programme (UNDP) yang setiaptahunnya membuat laporan tentang HumanDevelompent Index (HDI) misalnya,Ida Yustina adalah Dosen FKM USU

    menggunakan angka kematian ibu melahirkansebagai salah satu indikator, selain indikator-indikator kesehatan Iainnya seperti angkakematian bayi, tingkat harapan hidup, dan aksesterhadap pelayanan kesehatan, untuk menentukanperingkat sumberdaya manusia, Dalam kontekslIDI ini, Iaporan UNDP pada 2006 menempatkanIndonesia pada peringkat 108 dari 177 negara didunia. Urutan ini termasuk daIam kategorimedium human development.

    Meski berbagai upaya telah dilakukanbanyak pihak terutama pemerintah untukmenurunkannya, hingga kini AKJ masih sajamenjadi masaIah utama dalam kesehatanreproduksi. Kondisi "4 terlalu" yang disinyalirDepartemen Kesehatan tampaknya masih banyakdijumpai di masyarakat, terutama terlalu muda.Dari hasil penelitian penulis pada masyarakatnelayan, buruh, dan petani di KabupatenKarawang Provinsi Jawa Barat pada tahun 2003,rata-rata usia menikah perempuannya masih 17tahun. Adapun jumlah anak yang dimilikikeluarga rata-rata berada dalam kisaran 1 hingga2 anak. Dalam hal jarak anak, meski motifuyaIebih didominasi alasan ekonomi, jarak antaranak cenderung semakin jauh. Untuk mengaturjarak anak, masyarakatnya relatif telah mandiridalam penggunaan alat kontrasepsi. Namundemikian, tetap saja alasan pengaturan tersebutkarena motif ekonomi, bukan karena alasan-alasan kesehatan reproduksi. Dengan kata lain,masyarakat menggunakan kalkulasi ekonomi;jika memiliki anak, hal itu mengandung artibiaya. Jika menggunakan ciri-ciri orang modemyang disampaikan Inkeles, alasan terse butsekaligus menunjukkan bahwa masyarakat kitatelah mengalami transisi, dari cara berpikir yangtradisional ke modem.

  • 5/14/2018 Upaya Strategis Menurunkan AKI Dan AKB

    2/6

    Yustina, Upaya Strategis Menurunkan AKJ dan AKBDalam konteks "4 terlalu", menikah e li

    usia muda hingga kini masih cenderung tinggiterjadi di masyarakat, terutama masyarakatpedesaan, sebagai hasil produk budaya di manaperernpuan masih cenderung dianggap sebagaiperawan tua jika pada usia tertentu belummenikah. Bahkan dalam banyak masyarakat,batasan cukup umur untuk menikah ditandaidengan datangnya menstruasi. Kondisi initentunya tidak mendukung bagi upaya rnenekanAKI. Terlebih jika mengacu pada batasan usiayang "aman" bagi proses kehamilan danmelahirkan yang dinyatakan Depkes (2001), usiadi bawah 20 tahun akan memberi risiko kematianibu dan bayi 2 hingga 4 kali lebih tinggidibanding kehamilan pada usia 20 hingga 35tahun.PEMBAHASANMembatasi Usia Perkawinan

    Disadari atau tidak, masih banyakperempuan yang menikah di bawah usia 20tahun, yang notabene hamil dan melahirkan padausia berisiko tinggi itu. Memang, padasebahagian besar perempuan (terutama yangmempunyai pendidikan relatif baik danpekerjaan), menikah di atas usia 20 tahun sudahjamak dilakukan. Namun jika melihat kondisisosial dan ekonomi bangsa kita, persentase yangmenikah pada usia di bawah 20 tahun masih jauhlebih besar jumlahnya. Kondisi terse but didukungbatasan usia menikah yang hingga kini masihmengacu pada Pasal 7 UU No. 111974 tentangPerkawinan yang mengizinkan perempuanmenikah jika sudah mencapai usia 16 tahun.

    Kultur masyarakat dan kondisi dipedesaan juga masih banyak yang secara tidaklangsung "membuat" perempuan menikah padausia muda. Meski tidak dituangkan dalamketentuan yang mengikat, namun kulturmasyarakat masih banyak yang menganggap"tidak laku" perempuan yang belum menikahpada usia tertentu. Akibatnya, karena enggandisebut "perawan tua", banyak perempuan yangmemilih menikah pada usia muda meskikeberlangsungan perkawinan itu sendiri banyakyang kandas pada usia dini. Bahkan tidak jarangjika di sebahagian tempat masyarakat kita,predikat janda dinilai lebih "bergengsi"ketimbang perawan tua. Predikat "sudah pernahlaku" lebih bergengsi ketimbang "tidak laku".

    1 4 2

    Persoalan menikah muda bagiperempuan di pedesaan memang sesuatu yangkompleks. Selain tuntutan kultural, rendahnyapendidikan, ekonomi keluarga, tidak adanyapeluang kerja, juga menjadi faktor-faktorpenyebab "percepatan" menikahnya perempuan.Bagi keluarga yang memiliki anak perempuan,relatif cepatnya menikah di lain pihakmengandung arti pengurangan beban ekonomimereka. Bahkan ada kultur masyarakat yangmenganggap bahwa memiliki anak perempuanjauh lebih "menguntungkan" ketimbang anaklaki-laki. Dalam kultur semacam ini perkawinandinilai akan cepat memberi "keuntungan" bagikeluarga perernpuan karena mendapatkan "gantirugi" berwujud materi sebagai "pengganti" anakperempuannya yang diambil.

    Tidak mudah memang untukmengatasinya, apalagi itu menyangkut budaya.Pendidikan di masyarakat perlu ditingkatkanuntuk secara perlahan mengubah budaya tersebut.Di pihak lain, pembuat undang-undang di negeriini juga sudah saatnya mengatur kembali UU No.1/1974 tentang Perkawinan. Diperlukanpengaturan barn tentang batasan usia menikahterutama bagi perempuan, yang relevan dengansituasi masyarakat terkini dan sesuai dengankonsep kesehatan reproduksi. Batasan usiamenikah yang tertera pada undang-undangtersebut jelas tidak mendukung bagi upayamenekan AKI.Partisipasi dan Pemberdayaan

    Pembangunan pada prinsipnyamerupakan upaya mengubah suatu kondisikepada kondisi lain yang tentunya lebih baik.Dalarn proses pembangunan apa pun, peran aktifmasyarakat lab yang menjadi kunci keberhasilanpembangunan, yang biasa diistilabkan denganpartisipasi. Tanpa partisipasi dari masyarakat,pembangunan sulit efektifmencapai tujuannya.

    Jika dikaitkan dengan partisipasimasyarakat sebagai salah satu faktor penentukeberhasilan pembangunan, pertanyaannyaadalah sudah optimalkah partisipasi masyarakatkita dalam sektor kesehatan? Di lain pihak, sudahoptimalkah upaya Departemen Kesehatan selakupenyelenggara pembangunan kesehatan dalarnmenciptakan partisipasi masyarakat di manasalah satu dari empat misi pembangunankesehatan adalah mendorong kemandirianmasyarakat untuk hidup sehat? Sudahkahelemen-elemen sistem kesehatan kita

  • 5/14/2018 Upaya Strategis Menurunkan AKI Dan AKB

    3/6

    mewujudkan paradigma pernbangunan kesehatanyang kini rnenitikberatkan pendekatannya padaupaya preventif dan promotif, tanpameninggalkan upaya kuratif dan rehabilitatif?

    Partisipasi aktif dan positif rnasyarakatdalarn konteks pernbangunan, khususnyapernbangunan kesehatan, tentu tidak terjadibegitu saja. Apalagi mengingat kondisimasyarakat kita yang jika dilihat dari kualitassurnber daya manusianya, mayoritas rnasihbanyak yang hams ditingkatkan. Untuk dapatberpartisipasi, diperlukan suatu pra-kondisi padamasyarakat dalarn arti masyarakat hams terlebihdahulu berdaya. Dengan kata lain, keberdayaanmenjadi syarat untuk berpartisipasi, karen amerupakan sesuatu yang sulit bagi rnasyarakatketika mereka dikehendaki berpartisipasi narnunmereka sendiri tidak berdaya. Dengan demikian,jika partisipasi masyarakat saat ini dirasakanmasih relatif rendah dalam bidang kesehatan,kernungkinan besar hal itu dikarenakan merekarnasih belurn berdayanya sebahagian besarmasyarakat kita.

    Mernang tidak sedikit penduduk kitayang sudah berdaya, yang diyakini dapatmemelihara kesehatannya secara mandiri. Narnundibanding yang tidak berdaya, persentase yangtidak berdaya jelas jauh lebih besar, yangtentunya memerlukan "bantuan" untukmernfasilitasi mereka agar berdaya. Untuk dapatberdaya, sarana kesehatan mutlak dibutuhkan.Namun yang t a l c kalah pentingnya dalam upayamembangun partisipasi masyarakat adalahmendidik masyarakat melalui pendidikan non-formal semacam penyuluhan. Sarana kesehatanmenjadi kurang artinya ketika masyarakat tidakberpartisipasi dalam wujud pemanfaatan danpemeliharaannya secara optimal. Partisipasi aktifmasyarakat pada gilirannya akan melahirkankemandirian masyarakat dalam memeliharakesehatannya.

    Sarna seperti pembangunan bidangkesehatan lainnya, upaya mengatasi AKI jugatidak mungkin dapat dilakukan pemerintahsendiri tanpa partisipasi masyarakat. Demikianjuga dengan upaya mengatasi AKB di manaIndonesia hingga kini masih berada di urutan atasdi antara negara-negara anggota South East AsiaMedical Information Center (SEAMIC).Pengadaan sarana pelayanan kesehatan besertafasilitasnya harus secara simultan dilakukandengan aktivitas mendidik masyarakat secaraberkelanjutan, sehingga masyarakat secara

    Jurnal Wawasan, Oktober 2007, Volume 13, Nomor 2

    mandiri dapat menolong dirinya (helpthemselves) dalam menghadapi rnasalahnya.

    Dalam upaya meningka1kan partisipasimasyarakat sebagaimana yang diharapkan,program-program pemberdayaan masyarakatkhususnya dalam bidang kesehatan reproduksihams ditingka1kan. Pada sebahagian besarmasyarakat yang karena budaya paraperempuannya tidak berada dalam posisipengarnbil keputusan, memberdayakan orang-orang yang berada di lingkaran perempuanterutama suami, orang tua, harus dilakukan secaraterintegratif. Sebab memberdayakan perempuansemata, tanpa meliba1kan orang-orang dilingkarannya, bukan merupakan langkah yangstrategis, bahkan dapat menimbulkan aspek-aspekyang negatif. Dalarn kultur Indonesia yangpatrilineal, di mana sebahagian besar pengambilkeputusan rnasih berada di tangan laki-Iaki,memberdayakan satu komponen secara parsial(perempuan saja misalnya) tidak menjaminperubahan pada lingkaran lainnya. Olehkarenanya, sasaran pemberdayaan hams diperluas.

    Pemberdayaan masyarakat memang telahmenjadi salah satu strategi yang telah dinyatakanDepartemen Kesehatan untuk rnendorongkemandirian masyarakat agar hidup sehat, yangmerupakan salah satu misi dalam upaya rnencapaiIndonesia Sehat 2010. Sebagaimana diketahui,dalam rangkaian reformasi di bidang kesehatandan menghadapi arus globalisasi, DepartemenKesehatan telah membuat visi baru pembangunankesehatan sebagai upaya meningka1kan kualitassurnberdaya manusia Indonesia, sehingga nantinyadapat bersaing dengan sumberdaya manusianegara-negara lainnya.

    Pemerintah menyadari bahwa apa punperanan yang dimainkan pemerintah, tanpapartisipasi aktif masyarakat untuk menjagakesehatannya secara mandiri, pembangunankesehatan yang diharapkan tidak akan efektifdalam mencapai sasaran. Disadari pula bahwapendekatan kuratif dan rehabilitatif saja tidakmungkin dapat menciptakan Indonesia Sehat2010, sehingga paradigma pembangunankesehatan diubah menjadi upaya kesehatanterintegrasi menuju kawasan sehat denganmenekankan peran aktif masyarakat. Dalamparadigma bam ini, penekanan terletak padaupaya promotif dan preventif, tanpa mengabaikanpendekatan kuratif dan rehabilitatif.

    Meski demikian, di lapangan bentuknyata dari visi, misi, dan strategi tersebut belurn

  • 5/14/2018 Upaya Strategis Menurunkan AKI Dan AKB

    4/6

    Yustina, Upaya Strategis Menurunkan AKI dan AKBoptimal dilaksanakan, Orientasi pelayanankesehatan masyarakat di tingkat puskesmasmisalnya, masih cenderung pada kegiatan yangbersifat pengobatan (kuratif). Kegiatan-kegiatanyang memberdayakan (baca: mendidik)masyarakat dengan tujuan meningkatkanpartisipasi masyarakat masih belum banyakdilakukan. Posyandu sebagai salah satu fasilitaskesehatan yang dekat dengan masyarakat, yangseyogyanya dapat digunakan sebagai saranauntuk memberdayakan masyarakat dalam upayamengurangi AKI saat ini aktivitasnya lebihbanyak pada penimbangan dan pemberianvitamin A pada anak balita. Padahal dibandingdengan fasilitas kesehatan lainnya, jumlahposyandu terbilang paling banyak di Indonesia,yang cukup potensial untuk digunakan sebagaisarana pemberdayaan dimaksud. Menumtstatistik potensi desa Indonesia yang dikeluarkanBPS (2003), dari 68.816 desa yang ada, sebanyak90,4% di antaranya mempunyai posyandu.

    Memberdayakan masyarakat denganpendidikan sebagai "roh'tnya dengan demikianharus lebih ditingkatkan untuk mengakselerasipeningkatan kualitas sumber daya manusia,khususnya dalam mengatasi AKI. Suatu prosespendidikan memang tidak segera kelihatanhasilnya, namun untuk jangka panjang, hal iniakan lebih berkelanjutan dibanding kegiatan-kegiatan temporer lainnya yang hasilnya jugabersifat temporer. Dalam kaitan itu diperlukanupaya yang sungguh-sungguh dari pihak-pihakterkait untuk menciptakan partisipasi masyarakatdalam menjaga kesehatannya secara mandiri.Semua pihak hams menyadari, bahwamasyarakat lah yang menjadi pelaku utamadalam pemeliharaan kesehatannya, sehinggaupaya yang hams dilakukan adalah menciptakankemandirian, bukan ketergantungan. Untuk itusudah saatnya program-program pemberdayaankesehatan masyarakat yang berke1anjutan lebihdiprioritaskan di samping program-program yangbersifat jangka pendek,Bidan Desa

    Untuk mengatasi AKI, dalam jangkapendek, pemerintah juga hendaknya menatakembali bidan desa yang kecenderungannya saatini terus berkurang. Keberadaan bidan saat inimasih memegang peranan penting sebagai tenagakesehatan terdepan di masyarakat, terutamamasyarakat di pedesaan. Ketika program bidandesa diluncurkan pada tahun 1994, bidan desa

    1 4 4

    yang diturunkan mencapai 54 ribu dengan statusPegawai Tidak Tetap (P'Tf) ke seluruh desa diIndonesia. Namun kini jumlahnya menyusutsekitar 30 ribuan. Bila jumlah desa di Indonesiasaat ini mencapai 70 ribu, artinya sekitar 40 ribudesa saat ini tidak memiliki tenaga bidan (tiapdesa idealnya memiliki 1 bidan desa). Kondisi initentunya sangat memprihatinkan, karena akanmembawa dampak pada AKI dan AKB.Tentunya selain dalam jumlah, kualitas bidanjuga perlu mendapat perhatian dari pemerintahdengan melakukan berbagai program pelatihan.

    Hasil-hasil penelitian menunjukkanbahwa bidan desa tidak lagi menjalankanfungsinya secara optimal di desa, karena selaintidak tinggal di desa (alasan untuk ini diantaranya fasilitas mmah tidak layak ataumenikah), insentif yang diberikan kepada merekarelatif kecil, sehingga hal itu pula yangmenyebabkan banyak bidan desa tidak lagimenjalankan tugas dan fungsinya secara baik,Fenomena yang ada menunjukkan bidan desasekarang ini banyak yang menjalankan pelayananumum kepada masyarakat, untuk mencaritambahan bagi ekonominya. Akibatnya, tugasdan fungsi pokoknya seperti menolongpersalinan, pemeriksaan kehamilan, danimunisasi kurang optimal dilakukan.Biaya Bersalin

    Di sisi lain, karena biaya persalinanmemiliki pengaruh yang kuat dalam perilakupersalinan di masyarakat, perlu juga dipikirkanupaya untuk memfasilitasi persalinan bagimasyarakat yang kurang mampu, misalnya denganmemberi subsidi yang besar (bahkan jikamemungkinkan untuk mengratiskan) persalinanyang dibantu oleh bidan. Dengan earn ini, dalamjangka pendek, AKI diharapkan dapat tunm, karenamenurut hasil penelitian penulis, perilakumenggunakan tenaga dukun beranak dalampersalinan lebih bennotifkan biaya yang relatifmurah dibanding tarif bidan. Dari hasil penelitiantersebut, sebenamya terdapat kecenderunganmasyarakat untuk memanfaatkan jasa peJayananyang diberikan pemerintah seperti bidan desa dalampertoJongan persalinan. Namun karena menurutukuran mereka jasa bidan desa relatif mahal, makatenaga dukun beranak masih digunakan dalampersalinan, meski dalam pemeriksaan kehamilanmereka melakukannya ke bidan.

  • 5/14/2018 Upaya Strategis Menurunkan AKI Dan AKB

    5/6

    PENUTUP

    Pada akhirnya, dalam jangka panjang,semua upaya untuk menekan AKI kembalitergantung pada partisipasi masyarakat. Untuk itumasyarakat perlu diberi pemahaman yangmenyelumh tentang apa, mengapa, danbagaimana mereka berpartisipasi sehingga AKI,termasuk AKB Indonesia, dapat diturunkanseeara signifikan. Meskipun komponen programkesehatan reproduksi sebenarnya bukanlahprogram bam, namun sesuai dengan komitmenIndonesia dalam Konferensi Internasional tentangKependudukan dan Pembangunan (ICPD) diKairo, maka yang perlu diperhatikan parastakeholder kesehatan masyarakat adalah adanyaperubahan paradigma dalam memberikanpelayanan kesehatan dengan menempatkanmanusia sebagai subyek (sebelumnya lebih

    Jurnal Wawasan, Oktober 2007, Volume 13 , Nomor 2

    cenderung sebagai objek). Konsekwensi dariparadigma ini menempatkan penyelenggarapelayanan kesehatan masyarakat sebagaifasilitator dan motivator, sebab masyarakat labyang pada akhimya diharapkan menjagakesehatannya secara mandiri.Perhatian stakeholder untuk melakukanprogram-program memberdayakan masyarakatkhususnya untuk memberi pemahaman tentangkesehatan reproduksi oleh karenanya sangatdiperlukan. Jika hal 1111 dapat terwujud,penurunan AKI diharapkan dapat memberikontribusi pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia, dan peringkat kita tidaklagi dalam kategori medium, tetapi mampumenembus high human development, sejajardengan negara-negara maju lainnya.

  • 5/14/2018 Upaya Strategis Menurunkan AKI Dan AKB

    6/6

    Yustina, Upaya Strategis Menurunkan AKI dan AKBDAFTAR PUSTAKA

    Departemen Kesehatan RI. 2001. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) diIndonesia 2001- 2010.

    ___ . 2001. Yang Perlu diketahui Petugas Kesehatan tentang Kesehatan Reproduksi. Jakarta:Depkes bekerja sama dengan WHO.

    ___ . 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat danKabupaten/Kota Sehat.Hadipranoto, Sri, dan Hem Santoso (editor). 2001. Sketsa Kesehatan Reproduksi.

    146