ahlu sunah waljama'ah (aswaja)

Download Ahlu Sunah Waljama'ah (Aswaja)

If you can't read please download the document

Upload: aliem-masykur

Post on 23-Jun-2015

5.034 views

Category:

Education


10 download

TRANSCRIPT

1. AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH; Sebagai Paham Keislaman Yang Inklusif dan ToleranOleh: Khoirul Anwar Innal mubadira ila takfiri man yukhalifu al-asyari au ghairahu jahilun mujazifun[Abu Hamid Al-Ghazali]1 Biar bagaimanapun juga, tidak akan ada kesepakatan cara (wasail, metode) di kalangankaum muslimin, dan tetap akan ada perbedaan pendapat (ikhtilaf al-ara`) di antara mereka sebagai akibat sebagaimana diperkuat oleh kaidah ikhtilaf al-ummah rahmah.[KH. Abdurrahman Wahid]2PendahuluanMayoritas umat Islam dengan beragam pemahaman, keyakinan dan ritualkeislamannya berharap dan mengklaim dirinya sebagai ahlissunnah wal jamaah (aswaja).Klaim sebagai sunni (sebutan bagi pengikut aswaja) ini adalah bagian dari ekspresipemahamannya yang meyakini bahwa umat Islam telah terpecah belah menjadi beberapaaliran, namun di antara mereka yang selamat dan akan masuk sorga hanya satu, yaitu aliranyang bernama ahlissunnah wal jamaah. Sehingga orang yang merasa dirinya sebagai sunniberanggapan bahwa dirinya telah menemukan kebenaran agama, sedangkan orang lain keliru,sehingga ia berhak memberikan label sesat atau kafir kepada orang yang memilikipemahaman keislaman yang berbeda dengannya. Mengklaim dirinya sebagai orang yangpaling benar dan yang lain sesat menurut al-Quran adalah sebuah kesalahan, karena secarategas Allah berfirman bahwa yang akan menentukan kebenaran manusia dalam beragamaadalah Allah sendiri, bukan makhluknya, dan akan diputuskan kelak di akhirat, bukan didunia (QS. Al-Hajj 17). Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Faishal al-Tafriqah baina al-Islamwa al-Zandaqah, menyatakan bahwa setiap pemahaman atau madzhab keislaman dengansemua perbedaannya memiliki kemungkinan benar, karena kebenaran ada di dalam setiappendapat (al-haqq yadur fi kulli madzhab).3 Oleh karena itu menurut al-Ghazali, seseorangtidak boleh menyesatkan orang lain walaupun berlainan akidah.4Sementara di sisi lain pengertian dan cakupan aswaja sendiri tidak jelas, para ulamamendefinisikannya dengan berbeda-beda. Hal ini lantaran istilah ahlissunnah wal jamaahberikut definisinya tidak pernah disampaikan oleh Allah dan rasul-Nya secara jelas baikdalam al-Quran maupun Hadis.Oleh karena itu mengkaji apa yang dimaksud dengan ahlussunnah wal jamaah dansiapa saja yang dapat disebut dengannya adalah hal yang urgen. Hal ini lantaran termahlissunnah wal jamaah menjadi salah satu faktor yang menjadikan sebagian orang yangmerasa dirinya sebagai sunni dengan mudahnya mengklaim sebagai pemilik kebenaran,sedangkan orang lain salah dan sesat. Tulisan sederhana ini akan mendedahkan istilahtersebut dalam pandangan ulama muslim, asal usulnya, dan diakhiri dengan penjelasanaswaja sebagai paham keislaman yang inklusif dan toleran.Keberagaman Definisi Aswaja; Dari Etimologi Hingga Terminologi1 Abu Hamid al-Ghazali, Faishal al-Tafriqah baina al-Islam wa al-Zandaqah, t.p. cet. I, 1993, hal. 74.2 Abdurrahman Wahid, Pengembangan Ahlussunnah wal Jamaah di Lingkungan Nahdlatul Ulama, dalam katapengantar buku karya Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jamaah; Sebuah Kritik Historis, Jakarta: PustakaCendekiamuda, cet. I, 2008, hal. vii.3 Baca Abu Hamid al-Ghazali, Faishal al-Tafriqah baina al-Islam wa al-Zandaqah, hal. 19-23.4 Abu Hamid al-Ghazali, Faishal al-Tafriqah baina al-Islam wa al-Zandaqah, hal. 53. 1 2. Ahlussunnah wal jamaah atau biasa disingkat aswaja adalah istilah yang terdiridari tiga kata; ahlu, sunnah, dan al-jamaah.1B AhluKata ini memiliki beberapa makna, antara lain keluarga, pengikut, dan yang lainnya.Sedangkan makna terminologinya adalah pemeluk aliran atau pengikut madzhab.52B SunnahKata sunnah dalam bahasa Arab memiliki beberapa makna, antara lain tindak lakuyang baik maupun buruk (al-sirah hasanah kanat au qabihah).6 Arti lainnya adalahpenjelasan (al-bayan) sebagaimana dalam QS. al-Ahzab 62, tradisi yang berlaku dan hidup ditengah-tengah masyarakat (al-adah al-tsabitah al-mustaqirrah) sebagaimana digunakandalam QS. al-Isra` 77, mengkilapkan dan menghiasi (al-shaql wa al-tazyin), menguatkan (al-taqwiyyah),7 wajah (al-wajh), kening (al-jabhah), kurma di madinah (tamr bi al-madinah),dan yang lainnya.8 Namun yang paling masyhur dikalangan ahli bahasa adalah jalan atautindak laku (al-thariqah wa al-sirah). Ibn al-Atsir (w. 606 H.) dalam bukunya, al-nihayah figharib al-hadits wa al-Atsar, menyatakan, bahwa dalam hadis nabi Muhammad Saw. katasunnah banyak disebut, arti asal kata ini adalah jalan atau tindak laku.9Sedangkan pengertian sunnah secara terminologi para ulama mendefinisikannyabermacam-macam sesuai dengan bidang kajiannya masing-masing. Ulama hadis(muhadditsin) dan pakar teori hukum Islam (ushuliyyin) mendefinisikannya denganperkataan, perbuatan nabi Muhammad Saw. dan pengakuannya terhadap pernyataan dantindakan sahabatnya.10 Kendati muhadditsin memberikan definisi sebagaimana yangdiajukan ushuliyyin, namun keberadaan sunnah di tangan keduanya diperlakukan secaraberbeda. Di tangan ahli hadis, kajian sunnah lebih ditekankan pada pembahasan isi (matan)dan mata rantainya (sanad), sedangkan di tangan ahli ushul fikih pembahasan sunnah lebihdiprioritaskan pada kajian hukum yang dikandungnya, berisi perintah (amr), larangan (nahy),dan yang lainnya. Ahli fikih (fuqaha) mendefinisikan sunnah dengan perbuatan yangdilakukan mendapatkan pahala dan ditinggalkan tidak mendapatkan siksa. Sedangkanmenurut pakar Akidah, sunnah adalah jalan yang ditempuh oleh nabi Saw. dan sahabatnya,baik kaitanya dengan ilmu, amal, keyakinan, etika, maupun budi pekerti. Singkatnya, bagiulama ahli akidah, sunnah adalah syariat Islam itu sendiri.11Sebagian ulama berpendapat bahwa sunnah sinonim dengan hadis. Sedangkanmenurut pendapat lain, keduanya adalah dua istilah yang berbeda. Hal ini seperti yangtercermin dalam pernyataan Abdurrahman Ibn Mahdi, ia mengatakan: : . 5 Al-Fairu al-Zabadi, al-Qamus al-Muhith, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1987, hal. 1245.6 Ibn Mandzur al-Anshari, Lisan al-Arab, Beirut: Dar Shadir, cet. III, 1414, vol. XIII, hal. 225.7 Muhammad Yusri, Ilm al-Tauhid Inda Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, tp. cet. I, 2004, hal. 15.8 Lihat Abi al-Fadlal, al-Kawakib al-Lamaah fi Tahqiq al-Musamma bi Ahli al-Sunnah wa al-Jamaah,Surabaya: Maktabah wa Mathbaah al-Hidayah, tt. hal. 43-44.9 Ibn al-Atsir, al-nihyah f gharb al-hadits wa al-Atsar, Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyyah, 1979, vol. II, hal.409.10 Muhammad bin Khalifah, al-Nukhbah al-Nabhaniyyah Syarh al-Mandzumah al-Baiquniyyah, Mesir:Mathbaah Mushthafa al-Babi al-Halbi, cet. I, 1938, hal. 6-7. Tajuddin al-Subki, Jam al-Jawami, dalamHasyiyah al-Allamah al-Bannani, Beirut-Libanon: Dar Ibn Ashashah, 2007, vol. II, hal. 95-96.11 Muhammad Yusri, Ilm al-Tauhid Inda Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, vol. I, hal. 15. 2 3. Manusia itu beragam, di antara mereka ada yang menjadi pemimpin dalam sunnah sekaligusdalam hadis, sebagian ada yang hanya menjadi pemimpin dalam hadis. Orang yang menjadipemimpin dalam sunnah sekaligus hadis adalah Sufyan al-Tsauri.12Demikian pula dengan perkataan Ibn al-Shalah (w. 643 H.), pakar fikih madzhabSyafii, ketika ditanya tentang perbedaan antara sunnah dan hadis, ia menjawab: .Sunnah dalam persoalan ini adalah kebalikan bidah. Seseorang terkadang membidangihadis namun berbuat bidah. Sedangkan Imam Malik membidangi keduanya, ia mengertitentang hadis dan beritikad mengikuti madzhab yang benar, bukan madzhab ahli bidah.13 Dengan demikian menurut Ibn al-Shalah dan yang sependapat dengannya, sunnahberbeda dengan hadis. Sunnah adalah praktik keislaman nabi Saw. dan sahabatnya, sehinggakebalikannya adalah bidah. Sedangkan hadis adalah ungkapan dan perkataan nabiMuhammad Saw. serta pengakuan nabi Muhammad Saw. terhadap ungkapan dan tindakansahabat yang berkaitan dengan persoalan hukum.3B Al-Jamaah Al-jamaah adalah isim mashdar dari kata ijtamaa, yajtamiu, ijtimaan, wa jamaah.Artinya adalah perkumpulan. Oleh karena itu kata ini diungkapkan untuk menyebut kaumyang berkumpul untuk berpindah (al-qaum al-mujtamiin bi al-naql).14 Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan istilah jamaah secaraterminologi. Menurut al-Thabari ada empat pendapat: 1) Kelompok besar dari penganutagama Islam (al-sawad al-adzam min ahl al-Islam), 2) Mujtahid yang menempuh jalankelompok yang selamat (a`immah al-ulama al-mujtahidin al-mutabbiin li manhaj al-furqahal-najiyah), 3) Sahabat secara khusus, dan 4) orang-orang yang menyepakati pemimpinsyari.15 Sedangkan menurut al-Syathibi ada lima pendapat, yaitu empat pendapat di atas danpendapat yang mendefinisikan al-jamaah dengan mayoritas umat Islam (jamaah ahl al-Islam).16 Sebagian ulama lainnya mendefinisikan al-jamaah dengan sahabat nabi MuhammadSaw., ahli ilmu dan hadis, ijma, dan kelompok besar. Keberagaman definisi al-jamaah inisebenarnya memiliki inti yang sama, yaitu berkumpul untuk mengikuti apa yang telahditempuh oleh rasulullah Saw. dan sahabatnya. Jumlah perkumpulan atau kesepakatan initidak harus berjumlah banyak, melainkan dengan jumlah sedikit, bahkan hanya satu orangpun selama benar-benar mengikuti nabi Saw. dan sahabatnya maka disebut dengan al-jamaah. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Ibn Masud saat ditanya oleh Amr binMaimun. Amr bertanya kepada Ibn Masud: Bagaimana aku berjamaah? Ibn Masud menjawab:12 Abu al-Qasim al-Lalika`i, Syarh Ushul Itiqad Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, Arab Saudi: Dar Thayyibah,cet. VIII, 2003, vol. I, hal. 70.13 Ibn al-Shalah, Fatawa Ibn al-Shalah, Beirut: Maktabah al-Ulum wa al-Hikam, cet. I, 1407, hal. 213.14 Ibn Mandzur al-Anshari, Lisan al-Arab, vol. II, hal. 355-361.15 Baca Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Marifah, 1379, vol. XIII,hal. 37.16 Al-Syathibi, al-Itisham, Arab Saudi: Dar Ibn Affan, cet. I, 1992, hal. 770-771. 3 4. . Wahai Amr bin Maimun, sesungguhnya perkumpulan dengan jumlah orang banyak jugadapat dinamakan dengan memisah dari jamaah, berkumpul (berjamaah) adalah menunaikansesuatu yang sesuai dengan taat kepada Allah walaupun engkau hanya seorang.17Itu semua merupakan definisi penggalan kata yang bila disatukan menjadi ahlu-sunnah-wal jamaah. Sedangkan definisi ahlussunnah wal jamaah (gabungan tiga kata diatas) para ulama berbeda pendapat. Ibn Hazm (w. 456 H.) dalam kitabnya, al-Fashl fi al-Milalwa al-Ahwa` wa al-Nihal, mendefinisikan ahlussunnah dengan sahabat, tabiin yangmengikuti metode sahabat, ahli hadis, fuqaha yang mengikuti ahli hadis dari masa ke masa,dan orang awam yang mengikuti mereka.18Ibn Katsir mendefinisikannya dengan: . Orang-orang yang berpegang teguh pada al-Quran, hadis, pegangan generasi pertama, parasahabat, tabiin, dan pemuka umat Islam, baik pada masa lalu maupun sekarang.19 Sufyan bin Uyainah mendefinisikan ahlus sunnah wal jamaah dengan orang-orangyang menyepakati kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin Khathab, khalifah setelahnya, sertamenerima kebijakan pemimpinnya, baik kebijakan yang baik maupun tidak. Ketika Sufyan bin Uyainah ditanya oleh masyarakatnya tentang pengertian al-Sunnah wal jamaah yang disampaikan orang-orang saat itu. Sufyan menjawab: . . Al-jamaah adalah kesepakatan sahabat nabi Muhammad Saw. atas dibaiatnya Abu Bakardan Umar. Sedangkan makna al-sunnah adalah sabar terhadap para pemimpin sekalipunberbuat buruk dan dzalim.20Ibn Taimiyah (w. 728 H.) dalam bukunya, Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyyah fi NaqdliKalam al-Syiah al-Qadariyah, menyatakan: : . Yang dikehendaki dengan ahlissunnah adalah orang yang menetapkan (baca; mengakui)kepemimpinan tiga khalifah (Abu Bakar, Umar, dan Utsman). Dengan demikian semua alirankecuali aliran rafidlah yang mengakui kepemimpinan tiga khalifah tersebut dinamakan17 Abu al-Qasim al-Lalika`i, Syarh Ushul Itiqad Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, Arab Saudi: Dar Thayyibah,cet. VIII, 2003, vol. I, hal. 121.18 Ibn Hazm, al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa` wa al-Nihal, Kairo: Maktabah al-Khanji, vol. II, hal. 90.19 Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cet. I, 1419, vol. VI, hal. 285.20 Muhammad Yusri, Ilm al-Tauhid Inda Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, hal. 23 4 5. dengan ahlissunnah. Namun terkadang juga yang dikehendaki dengan istilah ahlissunnahadalah ahli hadis dan sunnah murni, sehingga aliran yang dapat dikatagorikan sebagaiahlissunnah hanya tertentu pada aliran yang menetapkan sifat bagi Allah, mengatakan al-Quran bukan makhluk, di akhirat Allah dapat dilihat, menetapkan qadar, dan yang lainnya,yakni dasar-dasar akidah yang sudah diketahui menurut Ahli hadis dan sunnah.21Muhammad Shadiq Hasan Khan memberikan definisi aswaja dengan: .Ahlussunnah wal jamaah adalah ahli hadis yang berpegang teguh pada al-Quran dan hadisrasul yang suci. Nashir al-Aql mendefinisikannya dengan:. Orang-orang yang berkumpul mengikuti sunnah dan menyepakatinya, serta mengikutikebenaran dan pemimpin umat Islam.22Al-Buraikan dalam bukunya, al-Madkhal li Aqidah Ahl al-Sunnah,mendefinisikannya dengan: . Para pengikut akidah Islam yang benar, yakni orang-orang yang berpegang teguh pada jalan(manhaj) yang ditempuh oleh rasulullah Saw. para sahabat, tabiin, pengikut tabiin hinggahari kiamat.23Mahmud Syukri al-Alusi menyatakan bahwa ahlussunnah adalah pengikut keluargarasulullah Saw., yakni orang-orang yang mengikuti thariqah keluarga rasul, dan memenuhiseruannya. Para pemuka madzhab seperti Abu Hanifah, Malik, dan yang lainnya adalah parapemimpin ahlussunnah wal jamaah karena mereka mengambil ilmu dari para leluhurnyayang mengikuti petunjuk rasul Saw. dan keluarganya.24Latar Historis Istilah AswajaDalam al-Quran maupun hadis istilah ahlussunnah wal jamaah tidak ada. Al-Qurandan hadis hanya menyebut kata sunnah. Dalam hadis disebutkan:. Ikutilah sunnahku dan sunnah khulafa` al-rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku.2521 Ibn Taimiyah, Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyyah fi Naqdli Kalam al-Syiah al-Qadariyah, Saudi: UniversitasImam Muhammad bin Suud, cet. I, 1986, vol. II, hal. 221.22 Nashir al-Aql, Mafhum Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah inda Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, hal. 75-77.23 Al-Buraikan, al-Madkhal li Aqidah Ahl al-Sunnah, hal. 13.24 Nashir bin Ali, Aqidah Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah fi al-Shahabah al-Kiram, Riyadl: Maktabah al-Rusyd, cet. I, 1993, vol. I, hal. 30.25 Menurut Abu Umar Yusuf (w. 463 H.) hadis ini shahih, lihat Abu Umar Yusuf, Jami Bayan al-Ilm waFadlluh, Arab Saudi: Dar Ibn al-Jauzi, cet. I, 1994, vol. II, hal. 923. Al-Thahawi, Syarh Musykil al-Atsar,Muassasah al-Risalah, cet. I, 1415, vol. III, hal. 223. Al-Marwazi, al-Sunnah, Beirut: Muassasah al-Kutub al-Tsaqafiyah, cet. I, 1408, hal. 27. 5 6. Melalui hadis ini para ulama memahami bahwa umat Islam harus mengikuti ajaranyang dipraktikkan oleh nabi Muhammad Saw. dan sahabatnya. Hal ini sesuai dengan QS. al-Ahzab 21 yang menyatakan bahwa pada prilaku nabi Muhammad Saw. terdapat teladan yangbaik (laqad kana lakum fi rasulillahi uswatun hasanah).Dikemudian hari tepatnya pada abad ke IV H. istilah ahlussunnah wal jamaah mulaidisebutkan dengan makna yang berkaitan dengan persoalan akidah, yakni dijadikan sebagainama kelompok umat Islam yang mengikuti pendapat Abu al-Hasan al-Asyari. Orang-orangyang masyhur sebagai sunni ini antara lain; Ahmad bin Hanbal, Malik bin Anas, al-Syafii,Abu Hanifah, al-Laits bin Sad, al-Auzai, Hammad Ibn Zaid, Hammad bin Salamah, Nuaimbin Hammad, dan Ishaq bin Rahawaih.26Al-Zabidi dalam kitabnya yang berisi komentar (syarh) atas kitab ihya ulum al-dinkarya al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Said Aqil Siraj menyatakan:. Apabila ahlussunnah disebutkan maka yang dimaksud adalah orang-orang yang mengikutipendapat al-Asyari dan Abu Manshur al-Maturidi.27Istilah ahlissunnah wal jamaah bukan istilah yang dibuat dan digunakan oleh al-Syari (Allah dan rasul-Nya) baik dalam al-Quran maupun hadis, juga bukan istilah yangsejak dulu sudah ada (lughawi), melainkan istilah baru (urfi) yang dimunculkan sebagianumat Islam yang merasa dirinya masih setia dengan ajaran rasulullah Saw. dan sahabatnya ditengah paham keislaman yang saat itu sangat beragam yang sebagian disebabkan oleh faktorkekuasaan (baca; politik) yang dimulai sudah lama, yakni sejak terjadinya perang Shiffinyang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyyah bin Abi Sufyan.Oleh karena itu dalam rentang sejarah istilah ahlussunnah wal jamaah seringkalidisandingkan dengan nama-nama partai politik masa lalu, seperti Syiah, Khawarij, dan yanglainnya. Pemahaman ini berdasarkan pada perkataan yang diklaim sebagai hadis nabiMuhammad Saw. yang menceritakan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan,semuanya akan masuk neraka kecuali satu yang selamat, yaitu ahlussunnah wal jamaah.Menurut al-Bazzar (w. 292 H.) hadis ini diceritakan oleh Nuaim bin Hammad yangriwayatnya tidak boleh diikuti.28 Perkataan tersebut sesungguhnya bukan hadis, melainkanperkataan sebagian umat Islam yang memiliki kepentingan politik untuk bersaing denganpartai-partai politik saat itu, seperti syiah, khawarij, dan yang lainnya.Berkaitan dengan hadis palsu ini al-Ghazali menyampaikan hadis serupa namundengan makna terbalik, yakni semua kelompok umat Islam akan selamat atau masuk sorgakecuali satu yang masuk neraka, yaitu orang-orang zindiq. Hadis versi al-Ghazali berbunyi:. Umatku akan terpecah belah menjadi 70 golongan lebih, semuanya akan masuk sorgakecuali orang-orang zindiq.Dengan demikian dapat diketahui bahwa istilah ahlissunnah wal jamaah yangmemiliki akar pada hadis nabi Muhammad Saw. yang memerintahkan umatnya untukmengikuti sunnahnya (alaikum bi sunnati) oleh sebagian umat Islam masa lalu yangmemiliki kepentingan politik dimanfaatkan sebagai propaganda untuk menggait hatimasyarakat supaya ikut serta mendukung kebijakan penguasa saat itu. Faktor inilah yangdikemudian hari bahkan sampai sekarang sebagian umat Islam banyak yang memahami26 Nashir bin Ali, Aqidah Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah fi al-Shahabah al-Kiram, vol. I, hal. 31.27 Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jamaah; Sebuah Kritik Historis, hal. 7.28 Al-Bazzar, Musnad al-Bazzar, Madinah: Maktabah al-Ulum wa al-Hikam, cet. I, 2009, vol. VII, hal. 186.6 7. aswaja sebagai lawan dari Syiah, dan kelompok-kelompok lain. Sehingga menurut merekaorang Syiah dan yang lainnya walaupun dalam beragama mengikuti praktik yang dilakukannabi Saw. dan sahabatnya (sunnah al-rasul wa ashhabih) tidak dapat dikategorikan sebagaiahlissunnah wal jamaah.Definisi Aswaja Versi NU Hasyim Asyari, pendiri jamiyyah Nahdlatul Ulama (NU), dalam kitabnya, RisalahAhli al-Sunnah wa al-Jamaah, menceritakan bahwa umat Islam di Jawa pada masa lalumemiliki kesatuan dalam meyakini dan menjalankan praktik keagamaannya, seragam dalambermadzhab dan mengambil referensi keagamaan (al-makhadz). Dalam hukum Islam (fikih)umat Islam di Jawa mengikuti pendapat Muhammad bin Idris al-Syafii (madzhab Syafii),dalam persoalan akidah (ushul al-din) mengikuti madzhab Abi al-Hasan al-Asyari, dalamtasawwuf mengikuti pendapat al-Ghazali dan Abi al-Hasan al-Syadzili. Namun kemudian pada tahun 1330 H. muncul beragam aliran keagamaan yangberagam, sebagian ada yang masih tetap mengikuti pendapat ulama salaf dengan mengikutimadzhab-madzhab di atas dan berpegang teguh pada kitab-kitab mutabarah, 29 mencintaikeluarga nabi Muhammad Saw. (ahlul bait), para wali, orang-orang shalih, dan mengharapberkah darinya (tabarrukan), baik di saat orang-orang shalih itu masih hidup maupun sudahwafat, ziarah kubur, talqin mayyit, memberikan sedekah kepada masyarakat sembari berharappahala sedekahnya kembali kepada mayyit, meyakini syafaat, meyakini manfaat doa,tawassul, dan yang lainnya. Sebagian umat Islam lainnya ada yang mengikuti pendapatMuhammad Abduh dan Rasyid Ridla serta mengakomodir pendapat Muhammad bin AbdulWahab (pendiri aliran wahabi), Ibnu Taimiyyah, Ibnu al-Qayyim, dan Ibnu Abdil Hadi, yakniulama-ulama yang mengharamkan ritual yang dijalankan umat Islam dan telah disepakatisebagai ritual sunnah seperti bepergian untuk ziarah ke makam rasulullah Saw. dan ritual-ritual lainnya sebagaimana yang telah disebutkan.30 Kondisi sosial keagamaan masyarakat muslim Jawa pra berdirinya NU ini merupakandasar yang mendorong Hasyim Asyari bersama kyai-kyai Jawa lainnya memberikan definisiaswaja dengan kelompok umat Islam yang dalam berfikih mengikuti salah satu dari madzhabempat, yaitu Syafii, Maliki, Hanafi, dan Hanbali, dalam bidang akidah mengikuti pendapatAbu al-Hasan al-Asyari dan Abu Manshur al-Maturidi, dan dalam bidang tasawuf mengikutipendapat Abu Hamid al-Ghazali dan Junaid al-Baghdadi. Di kemudian hari setelah para kyai membentuk organisasi sosial kemasyarakatan dankeagamaan yang diberi nama Nahdlatul Ulama aswaja dengan definisi di atas dijadikansebagai sikap keberagamaannya. Kendati ulama-ulama NU dalam beragama mengikutikepada imam-imam tersebut (taqlid), namun taqlid mereka tidak membebek buta. Dalambeberapa persoalan ulama-ulama NU menetapkan hukum yang berbeda dengan yangdiwacanakan oleh fuqaha empat yang telah ditetapkan sebagai imam-imam yang harusdiikutinya. Sebagai sampel misalnya, penerimaan ulama NU terhadap Pancasila, padahaldalam fikih madzahib al-arbaah sistem pemerintahan bagi umat Islam adalah khilafah.Dalam kaitannya dengan hubungan muslim dengan umat agama lain dalam fikih madzahibal-arbaah umat Islam dilarang berbuat baik dengan penganut agama lain, non muslim dalamkitab kuning selalu dilabeli dengan harbi (non muslim yang memusuhi umat Islam danwajib diperangi) dan dzimmiy (non muslim yang tunduk terhadap umat Islam dan29 Kitab mutabarah menurut Hasyim Asyaari adalah kitab-kitab karya al-Syafii, Maliki, Hanafi, Hanbali danulama-ulama yang mengikutinya dalam bidang fikih, karya Abu al-Hasan al-Asyari, Abu Manshur al-Maturididan yang mengikutinya dalam bidang akidah, karya al-Ghazali, Abu Manshur al-Maturidi dan yang ulama yangmengikutinya dalam bidang tasawuf.30 Baca selengkapnya, Muhammad Hasyim Asyari, Risalah Ahli al-Sunnah wa al-Jamaah, Tebuireng-Jombang: Maktabah al-Turats al-Islami, cet. I, 1418, hal. 9-14.7 8. mengadakan perjanjian damai dengan membayar pajak). Menurut fikih tersebut dalammenyikapi kafir harbi umat Islam diperintahkan untuk memeranginya hingga mereka tundukterhadap umat Islam, sedangkan kafir dzimmiy tidak boleh diperangi namun diposisikansebagai warga Negara kelas dua. Pandangan fikih ekslusif yang ditawarkan oleh a`immah al-arbaah ini oleh kyai-kyai NU sama sekali tidak dipakai. Hasyim Asyari dan ulama-ulamaNU lainnya dalam memperlakukan non muslim di Indonesia malah terbalik dari wacana fikihdi atas. Ulama-ulama NU sangat melindungi non muslim, dalam pergaulan sosialkemasyarakatan mereka memposisikan umat agama lain sama seperti umat Islam sendiri,dalam berbangsa dan bernegara mereka juga memperlakukan non muslim sama sepertidirinya sendiri, yakni memiliki hak politik yang sama sebagai warga Negara Indonesia.Kendati dalam beberapa persolan Hasyim Asyari tidak sepandang dengan imam-imam madzhab tersebut, namun ahlussunnah wal jamaah di tangan beliau didefinisikansebagaimana di atas, karena di antara sekian banyaknya produk pemikiran keislaman dalamrentang sejarah yang dianggap paling sesuai dengan Islam ala Jawa adalah para pemimpinmadzhab tersebut. Sehingga dengan menggunakan referensi dari karya-karya mereka danulama-ulama lain yang sepaham dengannya Hasyim Asyari bersama ulama-ulama NUlainnya dapat melakukan perlawanan terhadap gerakan puritan yang saat itu sedang melajukencang memberangus Islam khas Jawa yang menurut pelakunya dianggap bidah.Dengan demikian definisi aswaja yang disepakati oleh kyai-kyai pendiri NU tersebutmerupakan definisi yang sangat sesuai pada masanya, mengingat pada saat itu tantangan yangdihadapi adalah gerakan purifikasi yang mengharamkan tradisi-tradisi lokal Jawa yang sudahdimodifikasi dengan nilai-nilai keislaman oleh walisongo.Aswaja Sebagai Paham Keislaman Yang Inklusif dan ToleranSeiring dengan berubahnya problematika keagamaan yang terjadi di masyarakat yangtentunya tidak terjadi di masa Hasyim Asyari dan ulama-ulama pendiri NU lainnya, kyai-kyai NU generasi berikutnya mengusulkan definisi baru terhadap aswaja. Definisi aswajaversi baru yang sesuai dengan kondisi sosial masyarakat yang dihadapi saat itu pertama kaliditawarkan oleh Abdurrahman Wahid atau lebih akrab dipanggil Gus Dur. Namun tawaranGus Dur ini tidak sistematis. Yang sistematis adalah definisi aswaja yang ditawarkan olehSaid Aqil Siraj, yaitu: . Ahlussunnah wal Jamaah adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaanyang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi,menjaga keseimbangan dan toleran.31Prinsip moderasi (tawassuth) dijadikan sebagai landasan dalam menggali hukumIslam, yakni memadukan antara wahyu dengan rasio, sehingga aswaja tidak terlalu ngeteksterpaku pada al-nushus al-syariyyah (al-Quran dan Hadis), juga tidak liar dalammenggunakan akal pikiran atau lepas dari wahyu. Di samping itu moderasi aswaja juga dapatmenjembatani dua kelompok keislaman yang saling berseberangan, yakni kelompoktekstualis dan rasionalis. Prinsip netral (tawazun) aswaja berkelindan dengan sikapnya dalamdunia politik, yakni tidak setuju dengan kelompok garis keras yang merongrongpemerintahan, namun tidak membenarkan tindakan penguasa yang lalim. Sedangkan prinsipkeseimbangan (taadul) aswaja terefleksikan dalam ruang kehidupan sosial kemasyarakatan,31 Baca Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jamaah; Sebuah Kritik Historis, hal. 4-8.8 9. akomodatif terhadap budaya setempat, tidak mengkafirkan sesama umat Islam (ahl al-bait),dan toleran terhadap non muslim.32Melalui definisi demikian Said hendak menyatakan bahwa sesungguhnya aswaja itubukan nama salah satu aliran keislaman (firqah min al-firaq al-Islamiyyah) seperti yangdipahami oleh kebanyakan umat Islam, melainkan aswaja adalah sebuah metode berfikir(manhaj al-fikr) yang mencakup semua aspek kehidupan, baik dalam bidang keagamaan,perpolitikkan, maupun sosial kemasyarakatan yang didasarkan pada prinsip tawassuth,tawazun, dan taadul. Sehingga siapa saja, baik dari Syiah, Khawarij, NU, Muhammadiyah,maupun yang lainnya, selama menggunakan metode berfikir yang didasarkan pada sikaptawassuth, tawazun, taadul, dan tasamuh maka patut disebut sebagai ahlussunnah waljamaah.Definisi aswaja versi Said Aqil merupakan definisi aswaja yang sangat baik danrelevan dibanding definisi-definisi lainnya, karena melalui pemaknaan aswaja dengan sepertiini orang-orang yang menganutnya dapat berjiwa inklusif, toleran, dan pluralis sebagaimanayang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya. Dalam al-Quran secara tegas Allah melarangumat Islam mencaci maki kepercayaan orang lain (QS. Al-Anam 108). Nabi MuhammadSaw. bersabda, Allah sangat mencintai agama yang toleran (al-samhah).33PenutupAhlussunnah wal jamaah yang selama ini dipahami sebagai kelompok keagamaanyang seringkali disejajarkan dengan Syiah, Khawarij, dan yang lainnya sesungguhnya tidakmemiliki dasar yang kuat, baik fakta sejarah, al-Quran maupun hadis. Nama-nama kelompokkeislaman (al-firaq al-Islamiyyah) seperti Syiah dan Khawarij sebenarnya tidak lebih daripartai politik pada masa lalu yang kemudian merambah ke dunia wacana agama, sehinggaproduk pemikiran yang dihasilkannya sangat subyektif dan sarat dengan kepentingan politik.Ahlussunnah wal jamaah adalah istilah yang berakar pada hadis nabi Saw. yangmemerintahkan umat Islam untuk mengikutinya. Sehingga aswaja adalah praktikkeberagamaan yang meniru rasulullah Saw. yang sangat toleran terhadap orang-orang yangberbeda akidah dengannya, bahkan dengan orang-orang yang memusuhinya sekalipun.Dalam beberapa hadis diceritakan ketika umat Kristiani Habsyah sowan kepada NabiMuhammad Saw., nabi Saw. menempatkannya di Masjid dan beliau menjamunya dengantangan sendiri. Begitu juga kepada umat Kristiani Najran, bahkan nabi Saw. mempersilahkanmereka untuk beribadah di masjidnya.34Istilah aswaja berikut keberagaman definisinya adalah produk pemikiran ulama abadpertengahan yang memiliki konteks tertentu, namun esensinya berakar urat dari nabi Saw.Dengan demikian karena istilah dan definisi tersebut bersifat urfi maka aswaja dapatdidefinisikan dengan apa saja sesuai dengan kebutuhan masyarakat muslim, namun definisi-definisi tersebut tidak boleh menyalahi keislaman nabi Muhammad Saw. yang selalumengajarkan toleransi, moderasi, dan liberasi.32 Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jamaah; Sebuah Kritik Historis, hal. 8.33 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Dar Thuq al-Najah, cet. I, 1422, vol. I, hal. 16.34 Baca selengkapnya Khoirul Anwar, Menghapus Sekat Agama, Menghidupkan Toleransi,http://elsaonline.com/?p=1235 9 10. 10