acuan alokasi risiko kps
TRANSCRIPT
-
KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA DI INDONESIA:
ACUANACUANACUANACUAN ALOALOALOALOKKKKAAAASISISISI RISIKORISIKORISIKORISIKO
Sesuai amanat
Peraturan Menteri KeuanganPeraturan Menteri KeuanganPeraturan Menteri KeuanganPeraturan Menteri Keuangan NNNNo.o.o.o. 260/PMK.011/2010260/PMK.011/2010260/PMK.011/2010260/PMK.011/2010
PT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIAPT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIAPT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIAPT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA
INDONESIA INFRASINDONESIA INFRASINDONESIA INFRASINDONESIA INFRASTTTTRUCTURE GUARANTEE FUND (IIGF)RUCTURE GUARANTEE FUND (IIGF)RUCTURE GUARANTEE FUND (IIGF)RUCTURE GUARANTEE FUND (IIGF)
MarchMarchMarchMarch 2011201120112011
-
SAMBUTAN MENTESAMBUTAN MENTESAMBUTAN MENTESAMBUTAN MENTERI KEUANGAN RIRI KEUANGAN RIRI KEUANGAN RIRI KEUANGAN RI
Memahami kebutuhan akan Dukungan Fiskal Pemerintah untuk percepatan pembangunan
infrastruktur di Indonesia, khususnya dalam skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS)
atau Public Private Partnership (PPP), Pemerintah telah mendirikan PT Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (Persero) / PII untuk menyediakan penjaminan terhadap kewajiban
finansial dari institusi Pemerintah yang berkontrak dengan pihak swasta yang terkait
dengan kejadian risiko yang dipicu oleh tindakan atau tiadanya tindakan Pemerintah,
sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerjasama.
Merupakan suatu keputusan Pemerintah Indonesia untuk memberlakukan kebijakan satu
pintu (single window policy) dalam pemrosesan penjaminan, yaitu melalui PII, untuk
setiap proyek infrastruktur KPS yang tercakup dalam Peraturan Presiden No. 78 tahun
2011 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan
Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur. Dengan
demikian, PII akan menjadi pemroses tunggal untuk mengevaluasi usulan penjaminan,
menyusun struktur penjaminan, serta mengelola penjanjian penjaminan dan memproses
klaim atas jaminan yang diberikan.
Sebagai korporasi yang mandiri, diharapkan bahwa keseluruhan proses pemberian dan
pengelolaan penjaminan infrastruktur dilaksanakan secara profesional, transparan dan
konsisten untuk memberikan tingkat kenyamanan dan kepastian yang lebih, baik kepada
sektor swasta sebagai investor dan kreditur, maupun kepada Pemerintah sendiri.
Selain proses yang baik dan akuntabel, Pemerintah juga memiliki kepentingan bahwa
penyediaan penjaminan infrastruktur telah mempertimbangkan alokasi risiko dalam
Perjanjian Kerjasama yang adil dan wajar serta sesuai dengan praktik di pasar, guna
memastikan bankability dan meningkatkan kepastian keberhasilan pelaksanaan proyek
KPS.
Untuk pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Peraturan Menteri Keuangan No. 260
Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan infrastruktur Dalam Proyek
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha mengamanatkan PII untuk membuat dan
menerbitkan acuan kategori dan alokasi Risiko Infrastruktur sebagai referensi bagi PII
dalam menilai suatu Usulan Penjaminan dari Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK).
Acuan ini seyogyanya digunakan juga oleh PJPK sebagai rujukan dalam menyusun
Perjanjian Kerjasama.
Akhir kata, diharapkan dengan adanya Acuan ini, para pemangku kepentingan kunci
dalam proyek KPS di bidang infrastruktur dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik
mengenai struktur dasar dari suatu Perjanjian KPS, guna terwujudnya percepatan
pembangunan infrastruktur melalui skema KPS di Indonesia.
Agus D.W. Martowardojo
i
-
PENGANTARPENGANTARPENGANTARPENGANTAR
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) / PII dibentuk oleh Pemerintah Republik
Indonesia sebagai suatu institusi yang diharapkan dapat mendukung percepatan
pembangunan infrastruktur melalui skema KPS (PPP) di Indonesia. Peran utama PII yang
diharapkan adalah:
Sebagai penyedia dukungan kontinjen Pemerintah RI melalui penyediaan penjaminan
atas risiko kontraktual yang terkait tindakan pemerintah;
Meningkatkan kualitas transaksi KPS; dan
Mendorong pendekatan yang baku dan akuntabel untuk implementasi KPS, dengan
keberadaannya sebagai pemroses tunggal bagi penyediaan penjaminan infrastruktur.
Melalui PII, penjaminan disediakan dengan tujuan untuk memberikan kepastian lebih dalam
mencapai financial closing proyek, melalui peningkatan kelayakan kredit atau bankability dari
proyek-proyek KPS. Model bisnis PII sangat terkait erat dengan kerangka regulasi KPS dan
penjaminan saat ini, yang harus menekankan pada:
Kelayakan proyek (teknis, legal, ekonomi, finansial, sosial dan lingkungan);
Kesiapan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) untuk implementasi skema KPS;
dan
Kemampuan PJPK untuk mengelola risiko proyek yang dialokasikan secara wajar
kepada mereka.
Sehubungan dengan penekanan pada alokasi risiko yang wajar, keberadaan Acuan Alokasi
Risiko ini menjadi sangat penting sebagai referensi utama dalam mengevaluasi dan
mengalokasikan risiko untuk keperluan penyediaan penjaminan infrastruktur, sesuai amanat
regulasi.
Acuan ini juga dimaksudkan untuk menjadi referensi utama bagi:
PJPK dalam menyiapkan Perjanjian KPS dan Usulan Penjaminan (UP) yang akan
disampaikan kepada PII untuk perolehan penjaminan; dan
Investor dan penyedia dana dalam mengevaluasi potensi investasi dan pembiayaan
mereka untuk proyek-proyek KPS di Indonesia.
Namun demikian, sangatlah penting untuk dicatat bahwa dalam penerapannya, beberapa
alokasi risiko dapat berbeda dari apa yang tercantum dalam Acuan ini, mengingat adanya
kondisi khusus dari suatu proyek atau sektor tertentu, atau terkait posisi komersial yang
disepakati para pihak.
Acuan ini selanjutnya akan senantiasa disempurnakan dan ditinjau secara periodik, paling
sedikit setiap 12 bulan, dengan menggalang masukan dari berbagai pemangku kepentingan
utama, sebagaimana telah dilakukan pada saat menyusun Acuan ini, antara lain: Kementerian
Keuangan, Kementerian sektor, BKPM, Bappenas, BPPSPAM, BPJT, Pemda, Investor dan
Pengembang, Perbankan, Lembaga Multilateral, serta Konsultan dan Tenaga Ahli di bidang
risiko infrastruktur.
Sinthya Roesly, Direktur Utama
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
ii
-
DAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISI
SAMBUTAN MENTERI KEUANGAN RI .. iSAMBUTAN MENTERI KEUANGAN RI .. iSAMBUTAN MENTERI KEUANGAN RI .. iSAMBUTAN MENTERI KEUANGAN RI .. i
PENGANTARPENGANTARPENGANTARPENGANTAR DIREKTUR UTAMADIREKTUR UTAMADIREKTUR UTAMADIREKTUR UTAMA, , , , PT PEPT PEPT PEPT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR NJAMINAN INFRASTRUKTUR NJAMINAN INFRASTRUKTUR NJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA INDONESIA INDONESIA INDONESIA .......... iiiiiiii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI ...... iii...... iii...... iii...... iii
DAFTARDAFTARDAFTARDAFTAR GAMBAR ....... vGAMBAR ....... vGAMBAR ....... vGAMBAR ....... v
DAFTARDAFTARDAFTARDAFTAR TABTABTABTABEEEELLLL .... v.... v.... v.... v
DEFINIDEFINIDEFINIDEFINISI DAN ISTILAH UMUM .SI DAN ISTILAH UMUM .SI DAN ISTILAH UMUM .SI DAN ISTILAH UMUM .... vi... vi... vi... vi
PRAKARSA PEMERINTAH PRAKARSA PEMERINTAH PRAKARSA PEMERINTAH PRAKARSA PEMERINTAH UNTUK PERCEPATAN IMPUNTUK PERCEPATAN IMPUNTUK PERCEPATAN IMPUNTUK PERCEPATAN IMPLEMENTASI KPS/PPPLEMENTASI KPS/PPPLEMENTASI KPS/PPPLEMENTASI KPS/PPP .................................................................................................................................... 2222
1111 KERAKERAKERAKERANGKA REGULASI PENJAMNGKA REGULASI PENJAMNGKA REGULASI PENJAMNGKA REGULASI PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DINAN INFRASTRUKTUR DINAN INFRASTRUKTUR DINAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIAI INDONESIAI INDONESIAI INDONESIA ................................................................................................................................ 2222
2222 STRUKTUR PROYEK KPS STRUKTUR PROYEK KPS STRUKTUR PROYEK KPS STRUKTUR PROYEK KPS DI INDONESIADI INDONESIADI INDONESIADI INDONESIA .................................................................................................................................................................................................................................................................................................... 3333
2.1 STRUKTUR PROYEK KPS SECARA UMUM.............................................................................. 4
2.1.1 Struktur berbasis-penggunaan (Usage-based PPP) ............................................. 4
2.1.2 Struktur berbasis-ketersediaan (Availability-based PPP) ..................................... 5
2.1.3 Kontrak Operasi dan Pemeliharaan (O&M contract) ............................................. 6
2.2 STRUKTUR KPS PADA MASING-MASING SEKTOR INFRASTRUKTUR ............................................... 6
2.2.1 Struktur KPS sektor Air Minum........................................................................... 6
2.2.1.1. Struktur Konsesi Air Minum ......................................................................................... 7
2.2.1.2. Struktur BOT Air Minum ............................................................................................... 7
2.2.2 Struktur KPS sektor Persampahan ...................................................................... 8
2.2.3 Struktur KPS Sektor Jalan Tol ............................................................................. 9
2.2.3.1. Struktur Konsesi Jalan Tol ............................................................................................ 9
2.2.3.2. O&M Jalan Tol ............................................................................................................ 10
2.2.4 Struktur KPS Sektor Perkeretaapian .................................................................. 11
2.2.4.1. Konsesi Perkeretaapian .............................................................................................. 11
2.2.4.2. O&M Perkeretaapian................................................................................................... 12
2.2.5 Struktur KPS Sektor Kelistrikan ........................................................................ 13
2.2.5.1. BOT Kelistrikan .......................................................................................................... 13
2.2.5.2. BOO Kelistrikan .......................................................................................................... 14
2.2.6 Struktur KPS Sektor Kepelabuhanan ................................................................. 15
2.2.7 Struktur KPS Sektor Kebandaraan .................................................................... 16
3333 PENILAIAN PENILAIAN PENILAIAN PENILAIAN RISIKO UNTUK PENJAMIRISIKO UNTUK PENJAMIRISIKO UNTUK PENJAMIRISIKO UNTUK PENJAMINAN INFRASTRUKTURNAN INFRASTRUKTURNAN INFRASTRUKTURNAN INFRASTRUKTUR .................................................................................................................................................................................... 17171717
3.1 PRINSIP ALOKASI RISIKO .............................................................................................. 18
3.2 KATEGORI RISIKO KPS ................................................................................................ 18
3.3 MATRIKS RISIKO KPS PER SEKTOR .................................................................................. 22
3.3.1 Matriks Risiko KPS sektor Air Minum ................................................................ 22
3.3.1.1. BOT Air Minum ........................................................................................................... 23
3.3.1.2. Konsesi Air Minum ..................................................................................................... 27
-
3.3.2 Matriks Risiko KPS sektor Persampahan ........................................................... 31
3.3.3 Matriks Risiko KPS sektor Jalan Tol .................................................................. 35
3.3.3.1. Konsesi Jalan Tol ........................................................................................................ 36
3.3.3.2. O&M Jalan Tol ............................................................................................................ 40
3.3.4 Matriks Risiko KPS sektor Perkeretaapian ......................................................... 43
3.3.4.1. Konsesi Perkeretaapian .............................................................................................. 43
3.3.4.2. O&M Perkeretaapian................................................................................................... 47
3.3.5 Matriks Risiko KPS sektor Kelistrikan ............................................................... 50
3.3.5.1. BOT Kelistrikan .......................................................................................................... 50
3.3.5.2. BOO Kelistrikan .......................................................................................................... 54
3.3.6 Matriks Risiko KPS sektor Kepelabuhanan ........................................................ 58
3.3.7 Matriks Risiko KPS sektor Kebandaraan ............................................................ 62
4444 RINGKASANRINGKASANRINGKASANRINGKASAN ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ 66666666
-
DAFTAR GAMBARDAFTAR GAMBARDAFTAR GAMBARDAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur berbasis-penggunaan (Usage-based PPP atau Konsesi) ........................... 4
Gambar 2. Struktur berbasis-ketersediaan (Availability-based PPP) ....................................... 5
Gambar 3. Struktur Konsesi Air Minum ................................................................................. 7
Gambar 4. Struktur BOT Air Minum ...................................................................................... 8
Gambar 5. Struktur KPS Pengelolaan Sampah ........................................................................ 9
Gambar 6. Struktur Konsesi Jalan Tol ................................................................................. 10
Gambar 7. Struktur O&M Jalan Tol ...................................................................................... 11
Gambar 8. Struktur Konsesi Perkeretaapian ........................................................................ 12
Gambar 9. Struktur O&M Perkeretaapian ............................................................................ 12
Gambar 10. Struktur BOT Kelistrikan .................................................................................. 13
Gambar 11. Struktur BOO Kelistrikan ................................................................................. 14
Gambar 12. Struktur Konsesi Kepelabuhanan ..................................................................... 15
Gambar 13. Struktur Konsesi Kebandaraan ......................................................................... 16
Gambar 14. Kaitan Acuan Risiko PII dan Kerangka Regulasi Penjaminan Infrastruktur .......... 17
DAFTARDAFTARDAFTARDAFTAR TABELTABELTABELTABEL
Tabel 1. Fitur-fitur dari Opsi Struktur KPS/PPP...................................................................... 6
Tabel 3. Matriks Risiko untuk Konsesi Air Minum................................................................ 27
Tabel 4. Matriks Risiko untuk BOT Persampahan ................................................................ 31
Tabel 5. Matriks Risiko untuk Konsesi Jalan Tol .................................................................. 36
Tabel 6. Matriks Risiko untuk O&M Jalan Tol....................................................................... 40
Tabel 7. Matriks Risiko untuk Konsesi Perkeretaapian ......................................................... 43
Tabel 8. Matriks Risiko untuk O&M Perkeretaapian ............................................................. 47
Tabel 9. Matriks Risiko untuk BOT Kelistrikan ..................................................................... 51
Tabel 10. Matriks Risiko untuk BOO Kelistrikan .................................................................. 54
Tabel 11. Matrik Risiko untuk Sektor Kepelabuhanan .......................................................... 58
Tabel 12. Matriks Risiko untuk Konsesi Kebandaraan .......................................................... 62
Tabel 13. Ringkasan Matriks risiko untuk Semua Sektor dan Struktur KPS ............................ 66
v
-
DEFINISI DAN ISTILAH UMUMDEFINISI DAN ISTILAH UMUMDEFINISI DAN ISTILAH UMUMDEFINISI DAN ISTILAH UMUM
BOT Build Operate Transfer suatu kontrak KPS/PPP dimana pihak
swasta bertanggung jawab terhadap desain, konstruksi dan
operasi suatu fasilitas infrastruktur, termasuk transfer
kepemilikan setelah kontrak tersebut berakhir dari pihak swasta
ke pihak pemerintah.
BOO Build Operate Own - suatu kontrak KPS/PPP dimana pihak swasta
bertanggung jawab terhadap desain, konstruksi, operasi dan
memiliki suatu fasilitas infrastruktur, baik selama kontrak
maupun setelah kontrak tersebut berakhir
BU Badan Usaha; Badan usaha swasta yang berbentuk perseroan
terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), dan koperasi, yang merupakan mitra PJPK/CA
dalam perjanjian KPS. Juga dikenal sebagai Project Company (PC).
Financial Close suatu tanggal dimana semua perjanjian dan dokumentasi
finansial proyek ditandatangani para pihak, dan prasyarat
(conditions precedent) untuk penarikan pinjaman telah dipenuhi.
Konsesi suatu kontrak KPS dimana pihak swasta bertanggung jawab
terhadap desain, konstruksi dan operasi suatu fasilitas
infrastruktur dan pihak pengguna akhir (publik) membayar
layanan infrastruktur secara langsung kepada pihak BU yang oleh
PJPK diberikan izin pengusahaan selama jangka waktu tertentu.
KPS Kerjasama Pemerintah Swasta; Penyediaan Infrastruktur yang
dilakukan melalui Perjanjian Kerjasama atau pemberian Izin
Pengusahaan antara Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah
dengan Badan Usaha, yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk
membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur
dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau
pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan
kemanfaatan infrastruktur. Juga dikenal sebagai Public-Private
Partnership (PPP)
Off-taker Pembeli layanan infrastruktur dalam suatu perjanjian KPS
(biasanya merupakan suatu perusahaan utilitas sektor publik)
PII PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero); suatu BUMN
yang saat ini bertanggung jawab sebagai penyedia penjaminan
atas risiko kontraktual yang terkait tindakan pemerintah dalam
suatu perjanjian KPS. Juga dikenal sebagai Indonesia
Infrastructure Guarantee Fund (IIGF)
-
PJPK Penanggung Jawab Proyek Kerjasama; Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah, atau BUMN/BUMD dalam hal
berdasarkan peraturan perundang-undangan, penyediaan
infrastruktur diselenggarakan atau dilaksanakan oleh
BUMN/BUMD. Dikenal juga sebagai Contracting Agency (CA) atau
Public Authority (PA) atau Implementing Agency (IA)
vii
-
Risk Allocation Guideline 2222
PRAKARSA PEMERINTAH PRAKARSA PEMERINTAH PRAKARSA PEMERINTAH PRAKARSA PEMERINTAH UNTUK PERCEPATAN IMPUNTUK PERCEPATAN IMPUNTUK PERCEPATAN IMPUNTUK PERCEPATAN IMPLEMENTASI KPS/PPPLEMENTASI KPS/PPPLEMENTASI KPS/PPPLEMENTASI KPS/PPP
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pembangunan infrastruktur.
Dengan anggaran Pemerintah yang terbatas, ratusan triliun rupiah diharapkan
akan datang dari sektor swasta dalam beberapa tahun kedepan untuk
mendukung pembangunan infrastruktur. Pemerintah Indonesia telah
menunjukkan tekad dan semangat untuk mengatasi tantangan ini, terutama
dengan menyediakan kerangka peraturan dan kelembagaan untuk menarik
minat dari sektor swasta dalam berpartisipasi di proyek-proyek infrastruktur
dengan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPS).
Beberapa dari inisiatif yang telah dilakukan Pemerintah adalah pembentukan
lembaga-lembaga utama yang dapat mengatasi permasalahan infrastruktur
KPS melalui pemberian dukungan fiskal. Pada bulan Desember 2009,
Pemerintah mendirikan PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) (PII)
atau PII, yang juga dikenal sebagai Indonesia Infrastructure Guarantee Fund
(IIGF), sebuah badan usaha milik negara yang diberi tugas menyediakan
penjaminan untuk mengurangi eksposur sektor swasta terhadap risiko
kontraktual dari pihak pemerintah dalam proyek infrastruktur KPS.
Risiko kontraktual tersebut pada dasarnya adalah kewajiban finansial pihak
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) sebagai entitas sektor publik di
bawah kontrak KPS/PPP yang mencakup pelanggaran kontrak serta perubahan
peraturan dan perundangan. PII dan penjaminan infrastruktur ditujukan untuk
membawa kenyamanan bagi investor swasta dan pemberi pinjaman, yang
pada akhirnya diharapkan dapat mempercepat pelaksanaan proyek KPS di
Indonesia.
1111 KERANGKA REGULASIKERANGKA REGULASIKERANGKA REGULASIKERANGKA REGULASI PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIAPENJAMINAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIAPENJAMINAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIAPENJAMINAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
Dalam rangka meningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness) proyek
infrastruktur sebagai upaya mendorong partisipasi sektor swasta dalam
pembangunan infrastruktur, Jaminan Pemerintah dapat diberikan kepada
proyek infrastruktur yang dilaksanakan berdasarkan skema kerjasama antara
Pemerintah dengan badan usaha (KPS) sebagaimana diatur dalam Peraturan
Presiden no. 67 tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan
Usaha juncto Peraturan Presiden no. 13 tahun 2010 (Perpres 67/2005 juncto
13/2010). Sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan-undangan
tersebut, pemberian jaminan pemerintah dapat diberikan oleh Menteri
Keuangan melalui BUMN yang didirikan oleh Pemerintah dan diberikan tugas
khusus untuk melaksanakan penjaminan infrastruktur (Badan Usaha
Penjaminan Infrastruktur/BUPI). Berdasarkan PP no.35/2009, PII didirikan
sebagai BUPI melalui penanaman modal negara dengan tujuan menyediakan
penjaminan untuk proyek-proyek infrastruktur dengan pola KPS.
-
3333 Risk Allocation Guideline
Pemberian penjaminan infrastruktur melalui PII diatur lebih lanjut melalui
Peraturan Presiden no. 78 tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam
Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (Perpres 78/2010), dan Peraturan
Menteri Keuangan no.260/PMK.011/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha (PMK 260/2010).
PMK 260/2010 pasal 11 mengamanatkan diterbitkannya suatu acuan
mengenai kategori dan distribusi Risiko Infrastruktur antara sektor publik dan
swasta (Acuan Kategori dan Distribusi Risiko Infrastruktur atau singkatnya
Acuan Alokasi Risiko Infrastruktur), sebagai rujukan utama bagi Penanggung
Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dalam membuat Perjanjian Kerjasama,
mengajukan Usulan Penjaminan (UP) untuk Proyek Kerjasama kepada PII,
serta rujukan bagi Badan Usaha untuk ikut menanamkan modal dan
perbankan untuk mendanai Proyek Kerjasama.
Acuan Alokasi Risiko Infrastruktur ini disusun melalui konsultasi dengan
berbagai pemangku kepentingan utama (key stakeholders) antara lain
Kementerian Keuangan, Bappenas, BKPM, PJPK terkait (Kementerian/Lembaga
dan Pemerintah Daerah), investor/pengembang, perbankan, lembaga
multilateral, dan pihak-pihak lain yang mempunyai kompetensi di bidang
Risiko Infrastruktur.
Acuan Alokasi Risiko Infrastruktur ini merupakan bagian dari rangkaian
publikasi oleh PII dan melengkapi Acuan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur.
Dokumen ini merupakan referensi utama bagi PII dalam menilai kelayakan UP
yang disampaikan oleh PJPK kepada PII.
2222 STRUKTUR PROYEK KPSSTRUKTUR PROYEK KPSSTRUKTUR PROYEK KPSSTRUKTUR PROYEK KPS DI INDONESIADI INDONESIADI INDONESIADI INDONESIA
Dalam menyusun Acuan Alokasi Risiko Infrastruktur ini, struktur kerjasama
pemerintah dan badan usaha (Struktur KPS) yang dapat berlaku menurut
peraturan perundang-undangan di Indonesia dijadikan basis untuk
mengidentifikasi risiko-risiko infrastruktur. Selain dari Struktur KPS secara
umum yang dapat berlaku lintas sektor, diidentifikasi pula secara spesifik
sektor-sektor KPS yang termasuk dalam Acuan Alokasi Risiko Infrastruktur ini.
Sektor-sektor tersebut termasuk:
1. Sektor Air Minum
2. Sektor Jalan Tol
3. Sektor Pengelolaan Limbah
4. Sektor Perkeretaapian
5. Sektor Kelistrikan
6. Sektor Kepelabuhan
7. Sektor Kebandaraan
-
Risk Allocation Guideline 4444
Untuk Acuan edisi ini, ketujuh sektor di atas telah ditetapkan sebagai sektor-
sektor prioritas sesuai dengan potensi proyek yang akan dilaksanakan dalam
waktu dekat.
2.12.12.12.1 StruStruStruStrukkkkturturturtur Proyek KPS secara UmumProyek KPS secara UmumProyek KPS secara UmumProyek KPS secara Umum
Berdasarkan Perpres 67/2005 juncto 13/2010, PJPK adalah Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah, dan untuk sektor infrastruktur yang menurut
peraturan perundang-undangan diselenggarakan atau dilaksanakan oleh
BUMN/BUMD, maka PJPK proyek sektor tersebut adalah BUMN/BUMD. Perpres
67/2005 juncto 13/2010 tidak mengamanatkan bentuk-bentuk kerjasama
atau Struktur KPS tertentu. Untuk keperluan penyusunan acuan ini, struktur
KPS diklasifikasikan berdasarkan sifat dari pelayanan dan pembagian risiko
yang termuat dalam kontrak KPS. Kedua kategori utama adalah kerjasama
berbasis-penggunaan (Usage-based PPP), dan kerjasama berbasis-
ketersediaan (Availability-based PPP).
2.1.1 Struktur berbasis-penggunaan (Usage-based PPP)
Dalam struktur ini, lingkup penyediaan infrastruktur meliputi seluruh peran
atau pekerjaan yang dimungkinkan untuk dilakukan oleh pihak swasta. Hal ini
berarti BU secara langsung menyediakan layanan infrastruktur kepada
pengguna akhir, dimana PJPK dapat juga berperan sebagai regulator. Struktur
ini kerap disebut juga sebagai model Konsesi (sebagaimana dikenal luas di
Indonesia). Struktur ini umumnya ditemukan di sektor perhubungan (misal
jalan tol, kereta api) dan sektor utilitas (misal air minum).
Gambar 1. Struktur berbasis-penggunaan (Usage-based PPP atau Konsesi)
-
5555 Risk Allocation Guideline
Seperti terlihat dalam diagram di atas, PJPK secara kontraktual sepakat untuk
memberikan suatu hak pengusahaan (konsesi) untuk penyediaan layanan
infrastruktur secara keseluruhan selama periode kontrak yang disepakati.
2.1.2 Struktur berbasis-ketersediaan (Availability-based PPP)
Dalam struktur ini, lingkup penyediaan infrastruktur yang menjadi tanggung
jawab BU hanya meliputi sebagian dari seluruh peran atau pekerjaan yang
dimungkinkan untuk dilakukan pleh pihak swasta. Kebanyakan dari layanan
jenis ini mencakup penyediaan unit pembangkit/pemroses (fasilitas), dan
sebagian dari lingkup dapat mencakup penyediaan transmisi bahan baku
untuk fasilitas atau konstruksi dan operasi dari fasiltas, atau dsitribusi output
fasiltias menuju jaringan utama ke pelanggan.
BU menerima pembayaran berkala dari PJPK selama periode kontrak atas
ketersediaan layanan infrastruktur (termasuk biaya operasional yang
diteruskan atau pass-through ke PJPK). Karenanya, biasanya entitas yang
menjadi PJPK adalah instansi utilitas publik (misal PLN untuk sektor listrik).
Gambar 2. Struktur berbasis-ketersediaan (Availability-based PPP)
Skema kontraktual tipe ini bisa berupa skema Build Operate Transfer ((((BOTBOTBOTBOT))))
atau Build Operate Own ((((BOO)BOO)BOO)BOO). Dalam kedua skema, BU biasanya bertanggung
jawab atas desain, konstruksi, pembiayaan dan operasional dan pemeliharaan
(O&M) dari fasilitas yang outputnya digunakan/dibeli oleh PJPK. Perbedaan di
antara keduanya adalah, berlawanan dengan BOT, skema BOO tidak
mengharuskan pihak swasta (BU) untuk mengalihkan aset ke sektor publik
setelah kontrak KPS berakhir.
-
Risk Allocation Guideline 6666
2.1.3 Kontrak Operasi dan Pemeliharaan (O&M contract)
Sebagai tambahan terhadap 2 struktur dasar proyek KPS/PPP, mengacu juga
ke Perpres 67/2005 juncto 13/2010 dan terkait potensi implementasi di
beberapa proyek sektor jalan tol dan sektor air minum, kontrak Operasi dan
Pemeliharaan (O&M contract) juga akan didiskusikan lebih jauh dalam acuan
ini. Karena skema ini tidak mencakup konstruksi fasilitas (biasa disebut
sebagai proyek brownfield), kontrak O&M dapat mengacu pada suatu kontrak
sewa dimana BU adalah pihak yang diberikan hak dan tanggungjawab untuk
pengelolaan, operasi dan peremajaan tertentu dari suatu fasilitas
infrastruktur yang dikontrak. Selama kontrak berlangsung, pihak swasta (BU)-
lah yang menyediakan layanan infrastruktur, namun kepemilikan dari fasilitas
tersebut berada pada sektor publik.
Berikut ini ringkasan fitur-fitur struktur KPS/PPP yang dibahas di atas.
Tabel 1. Fitur-fitur dari Opsi Struktur KPS/PPP
AAAAkkkktitititifitasfitasfitasfitas Availability-based Usage-based OOOO&M&M&M&M
Kepemilikan Pemerintah Pemerintah Pemerintah
Investasi Swasta Swasta Pemerintah
Produksi ////----
Distribusi ke
Pengguna Akhir
- ////----
Pemeliharaan ////----
Penagihan ke
pelanggan
- ////----
Horison Waktu 10-20 tahun 20-30 tahun 5-15 tahun
Pelanggan Pembeli
tunggal/Pemerintah
Pelanggan ritel Pembeli tunggal/ PJPK atau
Pelanggan ritel
Sumber Arus Kas Revenue dibayar oleh
instansi utilitas
Revenue langsung
dari pelanggan ritel
Bagian dari revenue dari
tarif
2.22.22.22.2 Struktur KPS pada masingStruktur KPS pada masingStruktur KPS pada masingStruktur KPS pada masing----masing Sektor Infrastrukturmasing Sektor Infrastrukturmasing Sektor Infrastrukturmasing Sektor Infrastruktur
2.2.1 Struktur KPS sektor Air Minum
Struktur KPS di sektor air minum mengacu kepada Undang-Undang no.7 tahun
2004 tentang Sumber Daya Air (UU 7/2004), Peraturan Pemerintah no.16
tahun 2005 (PP 16/2005), serta Perpres 67/2005 juncto 13/2010. Struktur
KPS melibatkan PDAM sebagai perusahaan air minum pemerintah daerah,
sebagai PJPK (dengan persetujuan dari Badan Pengawas sebagaimana pasal 37
dari PP 16/2005). Jika proyek mencakup wilayah diluar wilayah pelayanan
PDAM, maka akan melibatkan Kepala Daerah untuk memasuki perjanjian KPS
dengan BU (sesuai pasal 64 dari PP 16/2005).
-
7777 Risk Allocation Guideline
Sejalan dengan regulasi dan implementasi proyek saat ini, ada dua jenis
struktur KPS yang merupakan turunan dari struktur KPS generik di atas.
Mereka adalah: struktur konsesi air minum (lingkup keseluruhan, struktur
berbasis penggunaan), dan struktur BOT air minum (lingkup sebagian,
struktur berbasis ketersediaan). Deskripsi dari setiap struktur dijelaskan
sebagai berikut.
2.2.1.1.2.2.1.1.2.2.1.1.2.2.1.1. Struktur Konsesi Air MinumStruktur Konsesi Air MinumStruktur Konsesi Air MinumStruktur Konsesi Air Minum
Struktur konsesi untuk sektor air minum meliputi (hampir) seluruh lingkup
yang mungkin untuk diserahkan ke pihak swasta, yaitu Transmisi, Produksi,
Operasi dan Pemeliharaan, Distribusi dan Penagihan ke Pelanggan. Biasanya
opsi ini digunakan untuk proyek baru yang membutuhkan investasi yang
signifikan bagi PDAM (sebagai pengelola sektor air minum eksisting). Risiko
pasar dan risiko kenaikan tarif merupakan jenis risiko yang paling sering
dipertimbangkan oleh pihak swasta dalam struktur ini.
Gambar 3. Struktur Konsesi Air Minum
2.2.1.2.2.2.1.2.2.2.1.2.2.2.1.2. Struktur BOT Air MinumStruktur BOT Air MinumStruktur BOT Air MinumStruktur BOT Air Minum
Dalam struktur BOT, kredibilitas PJPK memegang peranan penting dalam
kesuksesan implementasi proyek. Pihak swasta biasanya hanya bertanggung
jawab terhadap masing-masing dari Transmisi, Produksi, Operasi dan
Pemeliharaan, Distribusi atau setiap kombinasi dari masing-masing, tetapi
tidak menanggung tugas penagihan biaya secara retail. Air hasil dari proses
yang dilakukan oleh BU kemudian dijual ke PDAM sebagai PJPK (umumnya
pembeli tungga dalam Perjanjian Jual beli Air) yang nantinya akan
didistribusikan ke pelanggan retail.
-
Risk Allocation Guideline 8888
Gambar 4. Struktur BOT Air Minum
Sebagai off-taker, PDAM perlu menunjukkan kepada pihak swasta bahwa
kelayakan kredit yang dimiliki cukup untuk melakukan pembayaran periodik
selama masa kontrak.
2.2.2 Struktur KPS sektor Persampahan
Dalam sektor persampahan, proyek-proyek di Indonesia dilaksanakan
kebanyakan menggunakan skema KPS berbasis ketersediaan (infrastruktur
retail), yang mirip dengan struktur BOT air minum. Maka, deskripsi struktur
KPS di sektor ini hanya akan mencakup satu struktur, yaitu BOT persampahan.
PJPK dalam sektor ini adalah Pemerintah Daerah (misal pemerintah kabupaten,
kota atau propinsi).
Serupa dengan BOT air minum, BU swasta hanya bertanggung jawab terhadap
Produksi, Operasi dan Pemeliharaan (misal pembangunan dan operasi tempat
pembuangan akhir), tetapi tidak mengambil tugas pengumpulan sampah
maupun penagihan tarif retail. Pemerintah Daerah selaku PJPK (umumnya
selaku penyedia sampah yang mengumpulkan pembayaran pelanggan retail
dan lokasi lainnya) memberikan pembayaran atas pelayanan yang diberikan
BU di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Bergantung kepada pemilihan
teknologi yang diterapkan pada proyek, output dari proses yang dilakukan
oleh BU dapat dimanfaatkan atau dijual untuk menghasilkan pendapatan
tambahan kepada BU (misalnya penjualan listrik ke PLN selaku utilitas listrik).
-
9999 Risk Allocation Guideline
Gambar 5. Struktur KPS Pengelolaan Sampah
Pada akhir masa kontrak BOT, kepemilikan dari TPA dialihkan kepada PJPK
yang akan melanjutkan pengoperasian TPA sampai akhir usia aset tersebut.
2.2.3 Struktur KPS Sektor Jalan Tol
Pada sektor jalan tol di Indonesia, tidak seperti kedua sektor sebelumnya
(yaitu air minum dan persampahan), KPS dilakukan melalui skema berbasis
penggunaan. PJPK dalam sektor ini adalah Badan Pengatur Jalan Tol didalam
Kementerian Pekerjaan Umum.
2.2.3.1.2.2.3.1.2.2.3.1.2.2.3.1. Struktur Konsesi Jalan TolStruktur Konsesi Jalan TolStruktur Konsesi Jalan TolStruktur Konsesi Jalan Tol
Pada struktur konsesi jalan tol, pengguna akhir membayar atas pelayanan
jalan tol langsung kepada BU selaku pemegang (hak) konsesi yang juga
bertanggung jawab untuk melakukan desain, konstruksi, operasi dan
perawatan fasilitas hingga akhir masa konsesi. Konsesi biasanya diberikan
kepada BU sektor swasta menggunakan struktur BOT.
-
Risk Allocation Guideline 10101010
Gambar 6. Struktur Konsesi Jalan Tol
Mirip dengan struktur konsesi pada sektor lain, risiko permintaan dan risiko
terkait tarif adalah risiko-risiko yang menjadi fokus perhatian BU.
2.2.3.2.2.2.3.2.2.2.3.2.2.2.3.2. O&M Jalan TolO&M Jalan TolO&M Jalan TolO&M Jalan Tol
Dalam struktur ini, KPS umumnya adalah untuk proyek brownfield yang berarti
proyek tidak melibatkan desain, konstruksi dan pembiayaan fasilitas jalan tol
tersebut. Struktur ini dipilih sebagai (satu-satunya) cara yang diutamakan
untuk seksi jalan tol yang tidak komersial dan layak secara keuangan jika
biaya pembangunan diikutsertakan kedalam lingkup KPS.
Operator operasi dan pemeliharaan selaku BU memelihara fasilitas dan
mengumpulkan pembayaran layanan infrastruktur dari pengguna akhir sesuai
tarif atas nama pemerintah. Pendapatan kemudian dihitung sebagai porsi dari
tarif yang sudah diambil, untuk memberikan insentif kepada BU dalam
menjaga kualitas pelayanan.
-
11111111 Risk Allocation Guideline
Gambar 7. Struktur O&M Jalan Tol
2.2.4 Struktur KPS Sektor Perkeretaapian
Serupa dengan sektor perhubungan (darat) lainnya, KPS dilakukan melalui
infrastruktur dengan skema berbasis penggunaan (wholesale). PJPK dalam
sektor ini adalah Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian
Perhubungan / Kemenhub).
2.2.4.1.2.2.4.1.2.2.4.1.2.2.4.1. Konsesi Konsesi Konsesi Konsesi PerkeretaapianPerkeretaapianPerkeretaapianPerkeretaapian
Dalam sektor ini, struktur konsesi memberikan kewenangan bagi BU untuk
mengumpulakn pendapatan langsung dari pengguna akhir. Lingkup kerja BU
meliputi, sesuai regulasi, penyediaan dan pengoperasian layanan dan
infrastruktur perkeretaapian.
-
Risk Allocation Guideline 12121212
Gambar 8. Struktur Konsesi Perkeretaapian
2.2.4.2.2.2.4.2.2.2.4.2.2.2.4.2. O&M O&M O&M O&M PerkeretaapianPerkeretaapianPerkeretaapianPerkeretaapian
Serupa dengan struktur O&M di proyek jalan tol, skema KPS ini umumnya
dirancang untuk proyek brownfield dimana proyek tidak mencakup desain,
konstruksi dan pembiayaan pembangunan jalur kereta. Operator operasi dan
pemeliharaan selaku BU memelihara fasilitas dan mengumpulkan pembayaran
layanan infrastruktur dari pengguna akhir sesuai tarif atas nama pemerintah.
Pendapatan kemudian dihitung sebagai porsi dari tarif yang sudah diambil.
Gambar 9. Struktur O&M Perkeretaapian
Pengguna akhir (Penumpang/Kargo)
-
13131313 Risk Allocation Guideline
2.2.5 Struktur KPS Sektor Kelistrikan
Di sektor kelistrikan, KPS telah diterapkan hanya untuk bagian pembangkitan
listrik, melalui skema Pembangkit Listrik Independen (Independent Power
Producer atau IPP), dan bukan untuk bagian penyediaan layanan
infrastruktur lainnya (seperti transmisi, distribusi, dan penagihan tarif). IPP
umumnya menggunakan skema BOT atau BOO, maka dapat dikatakan bahwa
proyek-proyek yang telah dilaksanakan menggunakan skema KPS berbasis
ketersediaan (infrastruktur retail).
2.2.5.1.2.2.5.1.2.2.5.1.2.2.5.1. BOT KelistrikanBOT KelistrikanBOT KelistrikanBOT Kelistrikan
Secara kontraktual, badan usaha swasta atau IPP bertanggung jawab atas
desain, konstruksi, pembiayaan serta operasi dan pemeliharaan dari fasilitas
pembangkit listrik (pembangkit). Tenaga listrik yang dihasilkan kemudian
dijual oleh IPP kepada PLN sebagai badan usaha milik negara (juga sebagai
PJPK) melalui sebuah perjanjian pembelian listrik (Power Purchase Agreement
atau PPA). Seperti struktur BOT lainnya, pembangkit akan diserahkan kepada
PJPK pada akhir masa kerjasama.
Gambar 10. Struktur BOT Kelistrikan
PLN sebagai pembeli tunggal listrik (single off-taker) akan membayar atas
listrik dari IPP secara berkala dengan dasar pembayaran ambil-atau-bayar
(take-or-pay) selama masa perjanjian pembelian listrik. Sehingga
kemampuan PLN dalam memenuhi kewajiban finansialnya ini selalu menjadi
risiko utama yang perlu diperhatikan untuk skema ini.
-
Risk Allocation Guideline 14141414
2.2.5.2.2.2.5.2.2.2.5.2.2.2.5.2. BOOBOOBOOBOO Kelistrikan Kelistrikan Kelistrikan Kelistrikan
Sebagaimana dijelaskan dalam bagian 3.1.2, struktur Bangun Guna Milik
(BOO) sebenarnya mirip dengan Bangun Guna Serah (BOT). Struktur ini telah
diterapkan pada proyek-proyek IPP PLN sebelumnya. Namun demikian,
berdasarkan implementasi saat ini dan proyek-proyek yang telah berjalan,
PLN lebih memilih struktur BOT sebagai upaya untuk mendapatkan fasilitas
pembangkit pada saat ikatan perjanjian KPS berakhir.
Gambar 11. Struktur BOO Kelistrikan
-
15151515 Risk Allocation Guideline
2.2.6 Struktur KPS Sektor Kepelabuhanan
Dalam sektor ini, pengguna akhir dari KPS ini dapat merupakan penumpang,
perusahaan pelayaran, dan / atau perusahaan ekspedisi barang (kargo atau
kontainer). PJPK pada sektor ini adalah Otoritas Pelabuhan (OP) dibawah
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang akan memberikan pelimpahan
kewenangan berupa hak konsesi kepada BU sektor swasta untuk menarik tarif
langsung kepada konsumen atau pengguna akhir.
Walaupun pada saat ini belum ada implementasi proyek KPS pada sektor ini,
kerangka regulasi sektor pelabuhan di Indonesia memungkinkan struktur KPS
yang menyerupai sektor transportasi lainnya seperti skema berbasis
penggunaan (atau konsesi).
Pada sektor ini, konsesi diberikan oleh OP kepada BU sektor swasta untuk
menarik tarif langsung ke pengguna akhir. Lingkup pekerjaan BU mencakup,
sesuai peraturan yang berlaku, adalah mengembangkan dan mengoperasikan
baik prasarana pelabuhan maupun jasa-jasa yang ada.
Gambar 12. Struktur Konsesi Kepelabuhanan
-
Risk Allocation Guideline 16161616
2.2.7 Struktur KPS Sektor Kebandaraan
Seperti pada sektor kepelabuhanan, KPS pada sektor kebandaraan dapat
berupa jasa infrastruktur berbasis penggunaan (konsesi), dimana pengguna
akhir dari jasa ini adalah penumpang, maskapai penerbangan dan/atau
perusahaan ekspedisi barang seperti kargo. PJPK dari sektor ini adalah
Direktur Jenderal Perhubungan Udara (DJPU), Kemenhub yang melimpahkan
hak konsesi kepada badan usaha untuk menarik pendapatan secara langsung
kepada pengguna akhir. Dalam sektor ini juga belum ada proyek KPS yang
telah berhasil dilaksanakan saat ini.
Pada sektor ini, konsesi diberikan oleh PJPK kepada BU untuk menarik
pendapatan secara langsung kepada pengguna akhir. Lingkup kerja dari BU,
seperti yang diatur dalam peraturan yang berlaku, adalah mengembangkan
dan mengoperasikan baik prasarana bandara maupun jasa-jasa yang ada.
Gambar 13. Struktur Konsesi Kebandaraan
-
17171717 Risk Allocation Guideline
3333 PENILAIAN RISIKO UNTUK PENJAMINAN INFRASTRUKTURPENILAIAN RISIKO UNTUK PENJAMINAN INFRASTRUKTURPENILAIAN RISIKO UNTUK PENJAMINAN INFRASTRUKTURPENILAIAN RISIKO UNTUK PENJAMINAN INFRASTRUKTUR
Acuan Alokasi Risiko Infrastruktur ini menyediakan 1) Kategori Risiko dan 2)
Matriks Alokasi Risiko untuk dapat digunakan oleh PJPK dalam menyiapkan
alokasi risiko untuk proyek KPS, yang berlaku sebagai basis bagi PJPK dalam
menyiapkan usulan penjaminan ke PII. serta dapat berperan meningkatkan
penerapan dari kerangka manajemen risiko suatu proyek KPS.
Pada dasarnya, penjaminan infrastruktur oleh PII menjamin kewajiban
finansial PJPK dalam suatu perjanjian KPS, dimana kewajiban ini timbul akibat
risiko yang disebabkan oleh peristiwa penyebab (triggering events) berikut:
a) tindakan atau tiadanya tindakan PJPK atau Pemerintah selain PJPK
dalam hal-hal yang menurut hukum atau peraturan perundangan -
PJPK atau Pemerintah selain PJPK memiliki kewenangan atau otoritas
untuk melakukan tindakan tersebut;
b) kebijakan PJPK atau Pemerintah selain PJPK;
c) keputusan sepihak dari PJPK atau Pemerintah selain PJPK;
d) ketidakmampuan PJPK dalam melaksanakan suatu kewajiban yang
ditentukan kepadanya oleh Badan Usaha berdasarkan Perjanjian
Kerjasama (breach of contract).
Keputusan PII dalam penyediaan penjaminan risiko infrastruktur dalam suatu
proyek KPS dibuat setelah mengevaluasi, antara lain, kesesuaian draft
perjanjian KPS dengan prinsip alokasi risiko (yang tercermin didalam Acuan
Alokasi Risiko Infrastruktur ini), seperti digambarkan dalam diagram berikut.
Gambar 14. Kaitan Acuan Risiko PII dan Kerangka Regulasi Penjaminan Infrastruktur
-
Risk Allocation Guideline 18181818
3.13.13.13.1 PrinsipPrinsipPrinsipPrinsip AlAlAlAlokasiokasiokasiokasi RisikoRisikoRisikoRisiko
Penentuan kewajiban PJPK dalam Perjanjian Kerjasama proyek KPS perlu
memenuhi prinsip Alokasi Risiko. Alokasi risiko yang optimal penting
demi memaksimalkan value for money.
Prinsip yang lazim diterapkan untuk alokasi risiko adalah bahwa risiko
sebaiknya dialokasikan kepada pihak yang relatif lebih mampu
mengelolanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk
menyerap risiko tersebut. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik,
diharapkan dapat menghasilkan premi risiko yang rendah dan biaya
proyek yang lebih rendah sehingga berdampak positif bagi pemangku
kepentingan proyek tersebut.
Contoh penerapan prinsip tersebut di investasi KPS adalah sebagai
berikut:
Risiko yang berdasarkan pengalaman sulit untuk dikendalikan
pemerintah agar memenuhi asas efektivitas biaya, sebaiknya
ditanggung pihak swasta
Risiko yang berada di luar kendali kedua belah pihak, atau sama-
sama dapat dipengaruhi kedua belah pihak sebaiknya ditanggung
bersama (kejadian kahar)
Risiko yang dapat dikelola pemerintah, karena posisinya lebih baik
atau lebih mudah mendapatkan informasi dibandingkan swasta
(risiko peraturan atau legislasi) sebaiknya ditanggung pemerintah
Risiko yang walaupun sudah ditransfer, tetap memberikan eksposur
kepada pemerintah atau PJPK (menghambat tersedianya layanan
penting ke masyarakat), dimana jika Badan Usaha gagal memenuhi
kewajiban maka pemerintah dapat mengambil alih proyek
3.23.23.23.2 Kategori Risiko KPSKategori Risiko KPSKategori Risiko KPSKategori Risiko KPS
Checklist Kategori Risiko KPS dikembangkan sebagai suatu daftar kelompok
risiko yang generik, yang diharapkan dapat digunakan untuk membantu
mengidentifikasi peristiwa-peristiwa risiko spesifik kepada setiap proyek KPS.
Peristiwa-peristiwa risiko yang teridentifikasi tersebut dapat digunakan lebih
jauh untuk tahapan penilaian risiko dan pengembangan matriks/strategi
alokasi risiko.
Kategori risiko ini tidak bermaksud untuk menjadi suatu daftar risiko yang
kaku untuk setiap proyek KPS. Situasi dan kondisi spesifik dalam suatu proyek
KPS perlu juga dipertimbangkan.
1. RRRRisisisisiiiikkkko Lokasio Lokasio Lokasio Lokasi adalah kelompok risiko dimana lahan proyek tidak
tersedia atau tidak dapat digunakan sesuai jadwal yang sudah
ditentukan dan dalam biaya yang diperkirakan, atau bahwa lokasi
dapat menimbulkan suatu beban atau kewajiban bagi pihak tertentu.
Dengan demikian, risiko-risiko yang termasuk kategori ini adalah:
-
19191919 Risk Allocation Guideline
a). Risiko pembebasan lahan: risiko-risiko yang terkait proses
pembebasan lahan yang dibutuhkan proyek, yang dapat
melibatkan potensi tambahan biaya dan keterlambatan;
b). Risiko ketidaksesuain lokasi lahan: risiko bahwa lokasi lahan yang
diusulkan tidak dapat digunakan untuk proyek, dimana
penyebabnya dapat meliputi kontaminasi, penemuan artefak,
keterlambatan/penolakan perolehan persetujuan perencanaan,
status lahan, dan lainnya;
c). Risiko lingkungan: risiko timbulnya kewajiban terhadap kerugian
akibat kerusakan lingkungan yang terjadi (1) akibat aktifitas
konstruksi dan operasi selama masa proyek, atau (2) dari aktifitas
sebelum pengalihan lahan proyek dari PJPK kepada BU atau pihak
sub-kontraktor.
2. Risiko DRisiko DRisiko DRisiko Desesesesaiaiaiain, n, n, n, KKKKonstruonstruonstruonstruksksksksi i i i ddddan an an an Uji OperasiUji OperasiUji OperasiUji Operasi adalah risiko desain,
konstruksi atau uji operasi suatu fasilitas proyek atau elemen dari
prosesnya, dilakukan dengan cara yang menyebabkan dampak negatif
terhadap biaya dan pelayanan proyek. Dengan demikian, risiko yang
termasuk dalam kategori ini adalah:
a). Risiko perencanaan: risiko bahwa penggunaan lokasi proyek yang
diusulkan dalam perjanjian KPS dan, khususnya, konstruksi
fasilitas yang dibangun tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku
terkait perencanaan, tata guna lahan atau bahwa perijinan
terlambat (atau tidak dapat) diperoleh atau, kalaupun diperoleh,
hanya dapat dilaksanakan dengan biaya yang lebih besar dari yang
diperkirakan;
b). Risiko desain: risiko dimana desain dari BU tidak dapat memenuhi
spesifikasi output yang ditentukan;
c). Risiko penyelesaian: risiko dimana penyelesaian pekerjaan yang
dibutuhkan suatu proyek dapat (1) terlambat sehingga penyediaan
layanan infrastruktur tidak dapat dimulai sesuai Commercial
Operation Date (COD) yang sudah ditetapkan, atau (2) terlambat,
kecuali biaya lebih besar harus dikeluarkan untuk
mempertahankan COD yang sudah terjadwal, atau (3) terlambat
karena perubahan/variasi yang terjadi;
d). Risiko kenaikan biaya: risiko dimana pada tahap desain dan
konstruksi, biaya realiasi proyek melebihi proyeksi biaya proyek;
e). Risiko uji operasi: risiko dimana uji operasi terlambat atau hasilnya
tidak memenuhi spesifikasi PJPK atau pihak berwenang lainnya.
3. Risiko sRisiko sRisiko sRisiko sponsor ponsor ponsor ponsor adalah risiko dimana BU dan/atau sub-kontraktornya
tidak dapat memenuhi kewajiban kontraktualnya kepada PJPK.
-
Risk Allocation Guideline 20202020
4. RisikRisikRisikRisiko fo fo fo finaninaninaninanssssialialialial adalah risiko-risiko terkait aspek kelayakan finansial
proyek. Risiko-risiko tersebut dapat berupa:
a). Risiko ketidakpastian pembiayaan: risiko bahwa pihak penyedia
dana (debt dan equity) tidak akan atau tidak dapat melanjutkan
komitmen untuk menyediakan pendanaan proyek;
b). Risiko parameter finansial: risiko yang disebabkan berubahnya
parameter finansial (misalnya tingkat inflasi, nilai tukar, kondisi
pasar) sebelum kontraktor sepenuhnya berkomitmen untuk proyek
ini, berpotensi memberikan dampak buruk terhadap biaya proyek;
c). Risiko struktur finansial: risiko bahwa struktur keuangan tidak
cukup baik untuk memberikan hasil yang optimal sesuai porsi
hutang dan ekuitas selama periode proyek dan karenanya dapat
mengganggu keberlanjutan kelayakan proyek;
d). Risiko asuransi: (i) bahwa risiko-risiko yang sebelumnya dapat
diasuransikan (insurable) pada tanggal penandatanganan sesuai
dengan asuransi proyek yang telah disepakati tetapi kemudian
menjadi uninsurable atau (ii) tetap insurable tetapi dengan
kenaikan premi asuransi yang signifikan.
5. Risiko OperasionalRisiko OperasionalRisiko OperasionalRisiko Operasional adalah risiko dimana proses penyediaan layanan
infrastruktur sesuai kontrak - atau suatu elemen dari proses tersebut
(termasuk input yang digunakan atau sebagai bagian dari proses itu) -
akan terpengaruh dengan cara yang menghalangi BU dalam
menyediakan layanan kontrak sesuai dengan spesifikasi yang
disepakati dan/atau sesuai proyeksi biaya. Dengan demikian, risiko
termasuk dalam kategori ini adalah:
a). Risiko pemeliharaan: risiko dimana (i) realisasi biaya pemeliharaan
aset proyek lebih tinggi/berubah dari biaya pemeliharaan yang
diproyeksikan, atau (ii) terdapat dampak negatif akibat
pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik;
b). Risiko cacat tersembunyi (latent defect): risiko kehilangan atau
kerusakan yang timbul akibat cacat tersembunyi pada fasilitas
yang termasuk sebagai aset proyek;
c). Risiko teknologi: risiko dimana (i) teknologi yang digunakan
berpotensi gagal dalam memberikan spesifikasi output yang
diperlukan, atau (ii) perkembangan teknologi membuat teknologi
yang digunakan menjadi usang (risiko keusangan teknologi);
d). Risiko utilitas: risiko dimana (i) utilitas (misalnya air, listrik atau
gas) yang diperlukan untuk operasi proyek tidak tersedia, atau (ii)
keterlambatan proyek karena keterlambatan sehubungan dengan
pemindahan atau relokasi utilitas yang terletak di lokasi proyek;
e). Risiko sumber daya atau input: risiko kegagalan atau kekurangan
dalam penyediaan input atau sumber daya (misalnya, batubara
atau bahan bakar lainnya) yang diperlukan untuk operasi proyek,
termasuk kekurangan dalam kualitas pasokan yang tersedia;
-
21212121 Risk Allocation Guideline
f). Risiko hubungan industri: risiko setiap bentuk aksi industri -
termasuk demonstrasi, larangan bekerja, pemblokiran, tindakan
perlambatan dan pemogokan - yang terjadi dengan cara yang,
secara langsung atau tidak langsung, berdampak negatif terhadap
uji operasi, penyediaan layanan atau kelayakan proyek.
6. Risiko pendapatan (Risiko pendapatan (Risiko pendapatan (Risiko pendapatan (revenuerevenuerevenuerevenue)))) adalah risiko bahwa pendapatan proyek
tidak dapat memenuhi proyeksi tingkat kelayakan finansial, karena
perubahan yang tak terduga baik permintaan proyek atau tarif yang
disepakati atau kombinasi keduanya. Karenanya, risiko termasuk
dalam kategori ini adalah:
a). Risiko permintaan: risiko bahwa realisasi permintaan penyediaan
layanan secara tak terduga lebih rendah dari proyeksi; dan
b). Risiko tarif: risiko bahwa tarif layanan lebih rendah dari proyeksi,
karena: 1) penyesuaian tarif secara periodik tidak dilakukan sesuai
rencana atau tingkat tarif disesuaikan lebih rendah dari proyeksi,
atau 2) kesalahan estimasi tarif atau tidak terpenuhinya standar
yang disyaratkan untuk permintaan penyesuaian tarif.
7. Risiko konektivitas jaringanRisiko konektivitas jaringanRisiko konektivitas jaringanRisiko konektivitas jaringan adalah risiko terjadinya dampak negatif
akibat perubahan dari kondisi jaringan saat ini atau rencana masa
depan. Risiko yang termasuk dalam kategori ini adalah:
a). Risiko konektivitas dengan jaringan eksisting: risiko bahwa akses
ke jaringan eksisting tidak (akan) dibangun sesuai rencana;
b). Risiko pengembangan jaringan: risiko bahwa jaringan tambahan
yang dibutuhkan tidak (jadi) dibangun sesuai rencana;
c). Risiko fasilitas pesaing: risiko bahwa dibangunnya
fasilitas/infrastruktur serupa yang kemudian menyaingi output
penyediaan layanan sesuai kontrak.
8. Risiko Risiko Risiko Risiko interfaceinterfaceinterfaceinterface adalah risiko dimana metode atau standar penyediaan
layanan akan menghalangi atau mengganggu penyediaan layanan yang
dilakukan sektor publik atau sebaliknya. Risiko ini termasuk ketika
kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah tidak sesuai/tidak
cocok dengan yang dilakukan oleh BU, atau sebaliknya.
9. Risiko politikRisiko politikRisiko politikRisiko politik adalah risiko yang dipicu tindakan/tiadanya tindakan
PJPK yang tidak dapat diprediksi sebelumnya yang merugikan secara
material dan mempengaruhi pengembalian ekuitas dan pinjaman.
Risiko yang termasuk kategori ini adalah:
a). Risiko Mata Uang yang Tidak Dapat Dikonversi atau Ditransfer :
risiko bahwa pendapatan/ profit dari proyek tidak bisa dikonversi
ke mata uang asing dan/atau direpatriasi ke negara asal investor;
b). Risiko pengambilalihan: risiko tindakan pengambilalihan aset
proyek (termasuk nasionalisasi) oleh pemerintah, baik secara
langsung maupun tidak langsung, yang dapat memicu pengakhiran
kontrak proyek.
-
Risk Allocation Guideline 22222222
c). Risiko perubahan regulasi dan perundangan: risiko perubahan
undang-undang, peraturan atau kebijakan yang merugikan proyek;
d). Risiko sub-sovereign atau parastatal: risiko dimana suatu entitas
milik/bagian dari pemerintah yang bertindak sebagai PJPK dalam
proyek ini telah gagal untuk melakukan pembayaran kewajiban
kontrak atau kewajiban material lainnya (misalnya karena
keputusan sepihak);
e). Risiko perijinan: risiko dimana perijinan yang diperlukan dari suatu
otoritas pemerintah lainnya tidak dapat diperoleh atau, jika
diperoleh, diperlukan biaya yang lebih besar dari proyeksi;
f). Risiko perubahan tarif pajak: risiko perubahan tarif pajak yang
berlaku (tarif pajak penghasilan, PPN) atau pajak baru yang dapat
menurunkan pengembalian ekuitas yang diharapkan.
10. Risiko Risiko Risiko Risiko kaharkaharkaharkahar (force majeure)(force majeure)(force majeure)(force majeure) adalah risiko terjadinya kejadian kahar
yang sepenuhnya di luar kendali kedua belah pihak (misalnya bencana
alam atau akibat manusia) dan akan mengakibatkan penundaan atau
default oleh BU dalam pelaksanaan kewajiban kontraknya.
11. Risiko kepemilikan asetRisiko kepemilikan asetRisiko kepemilikan asetRisiko kepemilikan aset adalah risiko terjadinya peristiwa seperti
kejadian kehilangan (misalnya hilangnya kontrak, force majeure),
perubahan teknologi, dan lainnya, yang menyebabkan nilai ekonomi
aset menurun, baik selama atau pada akhir masa kontrak.
3.33.33.33.3 Matriks Risiko KPS per SektorMatriks Risiko KPS per SektorMatriks Risiko KPS per SektorMatriks Risiko KPS per Sektor
Setelah penggunaan Kategori Risiko KPS, peristiwa-peristiwa risiko yang telah
diidentifikasi kemudian dievaluasi menggunakan matriks alokasi risiko yang
dibuat untuk setiap sektor dan struktur (Matriks Risiko KPS). Dalam
mengembangkan matriks tersebut, prinsip alokasi risiko, best practice dan
kerangka regulasi terkait di Indonesia menjadi referensi yang digunakan.
Selanjutnya, Matriks Risiko KPS yang spesifi dapat digunakan untuk
mengalokasikan setiap peristiwa risiko kepada pihak yang secara relatif
mampu atau lebih baik dalam mengelolanya untuk setiap proyek KPS. Matriks
ini hanya merupakan referensi dan tidak bersifat kaku, mengingat alokasi
suatu risiko yang akhirnya dianggap optimal perlu mempertimbangkan situasi
dan kondisi spesifik dalam proyek yang ditinjau.
3.3.1 Matriks Risiko KPS sektor Air Minum
Matriks risiko ini dibuat untuk 2 jenis struktur KPS dalam sektor ini
sebagaimana diidentifikasi pada bagian 3.2.1, yaitu BOT Air Minum dan
Konsesi Air Minum.
-
23232323 Risk Allocation Guideline
3.3.1.1.3.3.1.1.3.3.1.1.3.3.1.1. BOT Air MinumBOT Air MinumBOT Air MinumBOT Air Minum
Matriks risiko di bawah ini mengacu pada suatu proyek air minum yang
menggunakan kontrak BOT (Built, Operate, Transfer) yang meliputi Transmisi
atau Produksi atau Operasi dan Pemeliharaan atau Distribusi atau kombinasi
diantaranya, di luar Pemungutan Tarif ke pelanggan akhir.
Tabel 2. Matriks Risiko untuk BOT Air Minum
Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan
PeristiwaPeristiwaPeristiwaPeristiwa RisikoRisikoRisikoRisiko DesDesDesDeskripsikripsikripsikripsi PubliPubliPubliPublikkkk SwastaSwastaSwastaSwasta BersamaBersamaBersamaBersama
Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi
mitigamitigamitigamitigasi sesuaisi sesuaisi sesuaisi sesuai best best best best
practicepracticepracticepractice
1. 1. 1. 1. RISIKO LOKASIRISIKO LOKASIRISIKO LOKASIRISIKO LOKASI
Keterlambatan dan
kenaikan biaya
pembebasan lahan
Keterlambatan dan kenaikan
biaya akibat ketidakjelasan dan
proses pembebasan lahan yang
berkepanjangan
x Hal ini tidak lagi menjadi
isu karena Pemerintah
akan menyediakan lahan
proyek sebelum proses
pengadaan,
Lahan tidak dapat
dibebaskan
Kegagalan perolehan lokasi
lahan proyek karena proses
pembebasan lahan yang sulit
x Hal ini tidak lagi menjadi
isu karena Pemerintah
akan menyediakan lahan
proyek sebelum proses
pengadaan
Proses pemukiman
kembali yang rumit
Keterlambatan dan kenaikan
biaya karena rumitnya isu proses
pemukiman kembali
x Hal ini tidak lagi menjadi
isu karena Pemerintah
akan menyediakan lahan
proyek sebelum proses
pengadaan
Kesulitan pada kondisi
lokasi yang tak terduga
Keterlambatan karena
ketidakpastian kondisi lokasi
x
Kerusakan artefak dan
barang kuno pada lokasi
x
Pembongkaran x
Gagal menjaga
keselamatan dalam lokasi
x
Kondisi cuaca luar biasa x
Kontaminasi/polusi ke
lingkungan lokasi
x
2. RISIKO 2. RISIKO 2. RISIKO 2. RISIKO DESDESDESDESAIAIAIAIN, N, N, N, KOKOKOKONSTRUNSTRUNSTRUNSTRUKSIKSIKSIKSI DDDDAN AN AN AN UJI OPERASIUJI OPERASIUJI OPERASIUJI OPERASI
Kenaikan biaya akibat
isu perencanaan
x
Risiko design brief Keterlambatan dan kenaikan
biaya akibat tidak jelasnya/tidak
lengkapnya design brief
x
Ekstra pekerjaan desain
yang diminta operator
x
Terlambatnya
penyelesaian konstruksi
dan mengembalikan
akses lokasi
x
Kenaikan biaya
konstruksi
x
Kesalahan desain Uji operasi teknis mengarah ke
penemuan kesalahan desain
x
-
Risk Allocation Guideline 24242424
Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan
PeristiwaPeristiwaPeristiwaPeristiwa RisikoRisikoRisikoRisiko DesDesDesDeskripsikripsikripsikripsi PubliPubliPubliPublikkkk SwastaSwastaSwastaSwasta BersamaBersamaBersamaBersama
Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi
mitigamitigamitigamitigasi sesuaisi sesuaisi sesuaisi sesuai best best best best
practicepracticepracticepractice
Risiko uji operasi Kesalahan estimasi waktu/ biaya
dalam uji operasi teknis
x
3. RISIKO 3. RISIKO 3. RISIKO 3. RISIKO SPONSOR SPONSOR SPONSOR SPONSOR
Default kontraktor
desain sebelum desain
diselesaikan
x
Kinerja subkontraktor
yang buruk
x
Default sub-kontraktor x
Default BU Default BU yang mengarah ke
terminasi/ step-in oleh financier
x
Default sponsor proyek Default pihak sponsor (atau
anggota konsorsium)
x
4. 4. 4. 4. RISIKO RISIKO RISIKO RISIKO FINANFINANFINANFINANSSSSIALIALIALIAL
Kegagalan mencapai
financial close
Ketidakmampuan mencapai
financial close karena
ketidakpastian kondisi pasar
x
Risiko struktur finansial Inefisiensi karena struktur modal
proyek yang tidak optimal
x
Risiko nilai tukar mata
uang
fluktuasi (non ekstrim) nilai
tukar mata uang
x
Risiko tingkat inflasi kenaikan (non ekstrim) tingkat
inflasi yang digunakan dalam
estimasi life-cycle cost
x
Risiko suku bunga fluktuasi (non ekstrim) tingkat
suku bunga
x
Risiko asuransi (1) Cakupan asuransi untuk risiko
tertentu tidak lagi tersedia dari
penyedia asuransi di pasaran
x
Risiko asuransi (2) Kenaikan substansial tingkat
premi terhadap estimasi awal
x
5. 5. 5. 5. RISIKO RISIKO RISIKO RISIKO OPERAOPERAOPERAOPERASISISISI
Ketersediaan fasilitas x
Tidak tersedianya
layanan
x
Buruknya layanan x
Aksi industri (1) Aksi industri (mogok, larangan
kerja,dsb) oleh staf operator
x
Aksi industri (2) Aksi industri (mogok, larangan
kerja,dsb) oleh subkontraktor
atau penyuplai
x
Kenaikan biaya O&M Kesalahan estimasi biaya O& M x
Kesalahan estimasi biaya
life cycle
x
Kenaikan biaya energi
karena inefisiensi unit
x
Tidak teraturnya
ketersediaan utilitas
x Biasanya sudah harus
diantisipasi sedini
mungkin
Berkurangnya kuantitas
input
Defisit air baku karena alasan
dalam kendali sektor publik
x
-
25252525 Risk Allocation Guideline
Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan
PeristiwaPeristiwaPeristiwaPeristiwa RisikoRisikoRisikoRisiko DesDesDesDeskripsikripsikripsikripsi PubliPubliPubliPublikkkk SwastaSwastaSwastaSwasta BersamaBersamaBersamaBersama
Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi
mitigamitigamitigamitigasi sesuaisi sesuaisi sesuaisi sesuai best best best best
practicepracticepracticepractice
Menurunnya kualitas
input
Kualitas air turun karena alasan
dalam kendali sektor publik
x
Ketidakpastian
kontinuitas input
x Tergantung lokasi
sumber air
Berkurangnya kuantitas
output
x
Menurunnya kualitas
output
x
6. 6. 6. 6. RISIKORISIKORISIKORISIKO PENDAPATANPENDAPATANPENDAPATANPENDAPATAN
Perubahan volume
permintaan output proyek
x
Pelanggan akhir gagal
bayar
x
Penyesuaian tarif
periodik terlambat
pada indeksasi tarif terhadap
tingkat inflasi
x
Tingkat penyesuaian
tarif lebih rendah dari
proyeksi
khususnya setelah indeksasi tarif
dan rebasing tarif
x
Kesalahan perhitungan
estimasi tarif
x
7. 7. 7. 7. RISIKO KONEKTIFITAS JARINGANRISIKO KONEKTIFITAS JARINGANRISIKO KONEKTIFITAS JARINGANRISIKO KONEKTIFITAS JARINGAN
Risiko jaringan (1) Kebocoran/kontaminasi dalam
jaringan eksisting
x
Risiko jaringan (2) Ingkar janji otoritas untuk membangun dan memelihara
jaringan yang diperlukan
x
Risiko jaringan (3) Ingkar janji otoritas untuk membangun fasilitas
penghubung
x
Risiko jaringan (4) Ingkar janji otoritas untuk tidak membangun fasilitas pesaing
x
8. 8. 8. 8. RISIKO RISIKO RISIKO RISIKO INTERFACE INTERFACE INTERFACE INTERFACE
Risiko interface (1) Output tidak terserap di awal
periode operasional
x klausul take or pay
dalam perjanjian jual
beli air
Risiko interface (2) Ketimpangan kualitas pekerjaan
dukungan pemerintah dan yang
dikerjakan BU.
x x Pekerjaan perbaikan oleh
pihak yang kualitas
pekerjaannya lebih
rendah
Risiko interface (3) Rework yang substantial terkait
perbedaan standar / metode
layanan yang digunakan
x Kesepakatan para pihak
sedini mungkin tentang
standar / metode yang
akan diterapkan
9. 9. 9. 9. RISIKO RISIKO RISIKO RISIKO POLITIPOLITIPOLITIPOLITIKKKK
Mata uang asing tidak
dapat dikonversi
Mata uang asing tidak
tersedianya dan/atau tidak bisa
dikonversi dari Rupiah
x Pembiayaan domestik
Akun pembiayaan luar
negeri
Penjaminan dari bank
sentral
-
Risk Allocation Guideline 26262626
Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan
PeristiwaPeristiwaPeristiwaPeristiwa RisikoRisikoRisikoRisiko DesDesDesDeskripsikripsikripsikripsi PubliPubliPubliPublikkkk SwastaSwastaSwastaSwasta BersamaBersamaBersamaBersama
Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi
mitigamitigamitigamitigasi sesuaisi sesuaisi sesuaisi sesuai best best best best
practicepracticepracticepractice
Mata uang asing tidak
dapat direpatriasi
Mata uang asing tidak bisa
ditransfer ke negara asal
investor
x Pembiayaan domestik
Akun pembiayaan luar
negeri
Penjaminan dari bank
sentral
Risiko ekspropriasi x Mediasi
Penjaminan pemerintah
Perubahan regulasi (dan
pajak) yang umum
x
Perubahan regulasi (dan
pajak) yang diskriminatif
dan spesifik
x
Keterlambatan
perolehan persetujuan
perencanaan
Hanya jika disebabkan
keputusan sepihak / tidak wajar
dari otoritas terkait
x
Gagal/terlambatnya
perolehan persetujuan
(selain perencanaan)
Hanya jika disebabkan
keputusan sepihak / tidak wajar
dari otoritas terkait
x
Keterlambatan
perolehan akses ke
lokasi proyek
Hanya jika disebabkan
keputusan sepihak / tidak wajar
dari otoritas terkait
x
Risiko parastatal (1) Wanprestasi kewajiban
kontraktual PJPK sebagai offtaker
x Asuransi Risiko Politik
Penjaminan pemerintah
Risiko parastatal (2) Privatisasi offtaker x Asuransi Risiko Politik
Penjaminan pemerintah
Terminasi akibat default
PJPK
x Penjaminan pemerintah
10. 10. 10. 10. RISIKO RISIKO RISIKO RISIKO FORCE MAJEUREFORCE MAJEUREFORCE MAJEUREFORCE MAJEURE
Bencana alam x Asuransi, bila
dimungkinkan
Force majeur politis Peristiwa perang, kerusuhan,
gangguan keamanan masyarakat
x Asuransi, bila
dimungkinkan
Cuaca ekstrim x Asuransi, bila
dimungkinkan
Force majeure
berkepanjangan
Jika di atas 6-12 bulan, dapat
mengganggu aspek ekonomis
pihak yang terkena dampak
(terutama bila asuransi tdk ada)
x Setiap pihak dapat
mengakhiri kontrak KPS
dan memicu prosedur
pembayaran nilai
terminasi proyek
11. 11. 11. 11. RISIKO KEPEMILIKAN ASETRISIKO KEPEMILIKAN ASETRISIKO KEPEMILIKAN ASETRISIKO KEPEMILIKAN ASET
Risiko nilai aset turun Kebakaran, ledakan, dsb x Asuransi
Transfer aset setelah
kontrak KPS berakhir
x Studi kelayakan bisnis
yang baik dan lengkap
(dalam PFS)
Sebagaimana tercantum dalam matriks di atas, terdapat beberapa peristiwa
risiko spesifik sektoral dalam struktur ini, sementara ada yang lain yang
berlaku di setiap sektor.
-
27272727 Risk Allocation Guideline
Risiko-risiko sektoral yang spesifik terhadap struktur ini adalah risiko
interface (tidak terserapnya output pada awal tahun operasi), risiko yang
terkait input air baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas), risiko parastatal
(cidera janji kewajiban kontraktual off-taker dan privatisasi off-taker) dan
risiko permintaan yang pada dasarnya dapat diminimalkan melalui suatu
klausul take or pay dalam perjanjian jual beli air dengan PDAM sebagai PJPK.
3.3.1.2.3.3.1.2.3.3.1.2.3.3.1.2. Konsesi Air MinumKonsesi Air MinumKonsesi Air MinumKonsesi Air Minum
Matriks risiko di bawah ini mengacu pada suatu proyek air minum yang
menggunakan struktur konsesi yang mencakup kombinasi atau keseluruhan
Transmisi, Produksi, Operasi dan Pemeliharaan, Distribusi, termasuk
Pemungutan Tarif ke pelanggan akhir.
Tabel 3. Matriks Risiko untuk Konsesi Air Minum
Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan
PeristiwaPeristiwaPeristiwaPeristiwa RisikRisikRisikRisikoooo DesDesDesDeskripsikripsikripsikripsi PubliPubliPubliPublikkkk SwastaSwastaSwastaSwasta BersamaBersamaBersamaBersama
Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi
mitigasi sesuaimitigasi sesuaimitigasi sesuaimitigasi sesuai best best best best
practicepracticepracticepractice
1. 1. 1. 1. RISIKO LOKASIRISIKO LOKASIRISIKO LOKASIRISIKO LOKASI
Keterlambatan dan
kenaikan biaya
pembebasan lahan
Keterlambatan dan kenaikan
biaya akibat ketidakjelasan dan
proses pembebasan lahan yang
berkepanjangan
x Hal ini tidak lagi
menjadi isu karena
Pemerintah akan
menyediakan lahan
proyek sebelum proses
pengadaan Lahan tidak dapat
dibebaskan
Kegagalan perolehan lokasi
lahan proyek karena proses
pembebasan lahan yang sulit
x Hal ini tidak lagi
menjadi isu karena
Pemerintah akan
menyediakan lahan
proyek sebelum proses
pengadaan Proses pemukiman
kembali yang rumit
Keterlambatan dan kenaikan
biaya karena rumitnya isu proses
pemukiman kembali
x Hal ini tidak lagi
menjadi isu karena
Pemerintah akan
menyediakan lahan
proyek sebelum proses
pengadaan Kesulitan pada kondisi
lokasi yang tak terduga
Keterlambatan karena
ketidakpastian kondisi lokasi
x
Kerusakan artefak dan
barang kuno pada lokasi
x
Pembongkaran x
Gagal menjaga
keselamatan dalam lokasi
x
Kondisi cuaca luar biasa x
Kontaminasi/polusi ke
lingkungan lokasi
x
2. RISIKO 2. RISIKO 2. RISIKO 2. RISIKO DESDESDESDESAIAIAIAIN, N, N, N, KOKOKOKONSTRUNSTRUNSTRUNSTRUKSIKSIKSIKSI DDDDAN AN AN AN UJI OPERASIUJI OPERASIUJI OPERASIUJI OPERASI
Kenaikan biaya akibat
isu perencanaan
x
Risiko design brief Keterlambatan dan kenaikan
biaya akibat tidak jelasnya/tidak
lengkapnya design brief
x
Ekstra pekerjaan desain
yang diminta operator
x
-
Risk Allocation Guideline 28282828
Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan
PeristiwaPeristiwaPeristiwaPeristiwa RisikRisikRisikRisikoooo DesDesDesDeskripsikripsikripsikripsi PubliPubliPubliPublikkkk SwastaSwastaSwastaSwasta BersamaBersamaBersamaBersama
Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi
mitigasi sesuaimitigasi sesuaimitigasi sesuaimitigasi sesuai best best best best
practicepracticepracticepractice
Terlambatnya
penyelesaian konstruksi
dan mengembalikan
akses lokasi
x
Kenaikan biaya
konstruksi
x
Kesalahan desain Uji operasi teknis mengarah ke
penemuan kesalahan desain
x
Risiko uji operasi Kesalahan estimasi waktu/ biaya
dalam uji operasi teknis
x
3. RISIKO 3. RISIKO 3. RISIKO 3. RISIKO SPONSOR SPONSOR SPONSOR SPONSOR
Default kontraktor
desain sebelum desain
diselesaikan
x
Kinerja subkontraktor
yang buruk
x
Default sub-kontraktor x
Default BU Default BU yang mengarah ke
terminasi/ step-in oleh financier
x
Default sponsor proyek Default pihak sponsor (atau
anggota konsorsium)
x
4. 4. 4. 4. RISRISRISRISIKO IKO IKO IKO FINANFINANFINANFINANSSSSIALIALIALIAL
Kegagalan mencapai
financial close
Ketidakmampuan mencapai
financial close karena
ketidakpastian kondisi pasar
x
Risiko struktur finansial Inefisiensi karena struktur modal
proyek yang tidak optimal
x
Risiko nilai tukar mata
uang
fluktuasi (non ekstrim) nilai
tukar mata uang
x
Risiko tingkat inflasi kenaikan (non ekstrim) tingkat
inflasi yang digunakan dalam
estimasi life-cycle cost
x
Risiko suku bunga fluktuasi (non ekstrim) tingkat
suku bunga
x
Risiko asuransi (1) Cakupan asuransi untuk risiko
tertentu tidak lagi tersedia dari
penyedia asuransi di pasaran
x
Risiko asuransi (2) Kenaikan substansial tingkat
premi terhadap estimasi awal
x
5. 5. 5. 5. RISIKO RISIKO RISIKO RISIKO OPERAOPERAOPERAOPERASISISISI
Ketersediaan fasilitas x
Tidak tersedianya
layanan
x
Buruknya layanan x
Aksi industri (1) Aksi industri (mogok, larangan
kerja,dsb) oleh staf operator
x
-
29292929 Risk Allocation Guideline
Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan
PeristiwaPeristiwaPeristiwaPeristiwa RisikRisikRisikRisikoooo DesDesDesDeskripsikripsikripsikripsi PubliPubliPubliPublikkkk SwastaSwastaSwastaSwasta BersamaBersamaBersamaBersama
Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi
mitigasi sesuaimitigasi sesuaimitigasi sesuaimitigasi sesuai best best best best
practicepracticepracticepractice
Aksi industri (2) Aksi industri (mogok, larangan
kerja,dsb) oleh subkontraktor
atau penyuplai
x
Kenaikan biaya O&M Kesalahan estimasi biaya O& M x
Kesalahan estimasi biaya
life cycle
x
Kenaikan biaya energi
karena inefisiensi unit
x
Tidak teraturnya
ketersediaan utilitas
x biasanya harus sudah
diantisipasi seawal
mungkin
Berkurangnya kuantitas
input
Defisit air baku karena alasan
dalam kendali sektor publik
x
Menurunnya kualitas
input
Kualitas air turun karena alasan
dalam kendali sektor publik
x
Ketidakpastian
kontinuitas input
x Tergantung lokasi
sumber air
Berkurangnya kuantitas
output
x
Menurunnya kualitas
output
x
6. RIS6. RIS6. RIS6. RISIKO PENDAPATANIKO PENDAPATANIKO PENDAPATANIKO PENDAPATAN
Perubahan volume
permintaan output proyek
x
Kesalahan estimasi
pendapatan dari model
yang dibuat sebelumnya
x
Pelanggan akhir gagal
bayar
x
Kegagalan memungut
pembayaran tarif
x
Kegagalan mengajukan
penyesuaian tarif
Gagalnya BU untuk mengajukan
penyesuaian tarif karena tidak
mampu memenuhi standar
minimal yang disepakati
x
Penyesuaian tarif
periodik terlambat
pada indeksasi tarif terhadap
tingkat inflasi
x
Tingkat penyesuaian
tarif lebih rendah dari
proyeksi
khususnya setelah indeksasi
tarif dan rebasing tarif
x
Kesalahan perhitungan
estimasi tarif
x
7. 7. 7. 7. RISIKO KONEKTIVITAS JARINGANRISIKO KONEKTIVITAS JARINGANRISIKO KONEKTIVITAS JARINGANRISIKO KONEKTIVITAS JARINGAN
Risiko jaringan (1) Kebocoran/kontaminasi dalam
jaringan eksisting
x
Risiko jaringan (2) Ingkar janji otoritas untuk membangun dan memelihara
jaringan yang diperlukan
x
Risiko jaringan (3) Ingkar janji otoritas untuk membangun fasilitas
penghubung
x
-
Risk Allocation Guideline 30303030
Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan
PeristiwaPeristiwaPeristiwaPeristiwa RisikRisikRisikRisikoooo DesDesDesDeskripsikripsikripsikripsi PubliPubliPubliPublikkkk SwastaSwastaSwastaSwasta BersamaBersamaBersamaBersama
Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi
mitigasi sesuaimitigasi sesuaimitigasi sesuaimitigasi sesuai best best best best
practicepracticepracticepractice
Risiko jaringan (4) Ingkar janji otoritas untuk tidak membangun fasilitas pesaing
x
8. 8. 8. 8. RISIKO RISIKO RISIKO RISIKO INTERFACE INTERFACE INTERFACE INTERFACE
Risiko interface (1) Output tidak terserap di awal
periode operasional
x
Risiko interface (2) Ketimpangan kualitas pekerjaan
dukungan pemerintah dan yang
dikerjakan BU.
x x Pekerjaan perbaikan oleh
pihak yang kualitas
pekerjaannya lebih
rendah
Risiko interface (3) Rework yang substantial terkait
perbedaan standar / metode
layanan yang digunakan
x Kesepakatan para pihak
sedini mungkin tentang
standar / metode yang
akan diterapkan
9. 9. 9. 9. RISIKO RISIKO RISIKO RISIKO POLITIPOLITIPOLITIPOLITIKKKK
Mata uang asing tidak
dapat dikonversi
Mata uang asing tidak
tersedianya dan/atau tidak bisa
dikonversi dari Rupiah
x Pembiayaan domestik
Akun pembiayaan luar
negeri
Penjaminan dari bank
sentral
Mata uang asing tidak
dapat direpatriasi
Mata uang asing tidak bisa
ditransfer ke negara asal
investor
x Pembiayaan domestik
Akun pembiayaan luar
negeri
Penjaminan dari bank
sentral
Risiko ekspropriasi x Mediasi
Penjaminan pemerintah
Perubahan regulasi (dan
pajak) yang umum
x
Perubahan regulasi (dan
pajak) yang diskriminatif
dan spesifik
x
Keterlambatan
perolehan persetujuan
perencanaan
Hanya jika disebabkan
keputusan sepihak / tidak wajar
dari otoritas terkait
x
Gagal/terlambatnya
perolehan persetujuan
(selain perencanaan)
Hanya jika disebabkan
keputusan sepihak / tidak wajar
dari otoritas terkait
x
Terminasi akibat default
PJPK
x Penjaminan pemerintah
10. 10. 10. 10. RISIKO RISIKO RISIKO RISIKO FORCE MAJEURE FORCE MAJEURE FORCE MAJEURE FORCE MAJEURE
Bencana alam x Asuransi, bila
dimungkinkan
Force majeur politis Peristiwa perang, kerusuhan,
gangguan keamanan masyarakat
x Asuransi, bila
dimungkinkan
Cuaca ekstrim x Asuransi, bila
dimungkinkan
-
31313131 Risk Allocation Guideline
Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan
PeristiwaPeristiwaPeristiwaPeristiwa RisikRisikRisikRisikoooo DesDesDesDeskripsikripsikripsikripsi PubliPubliPubliPublikkkk SwastaSwastaSwastaSwasta BersamaBersamaBersamaBersama
Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi Catatan atau strategi
mitigasi sesuaimitigasi sesuaimitigasi sesuaimitigasi sesuai best best best best
practicepracticepracticepractice
Force majeure
berkepanjangan
Jika di atas 6-12 bulan, dapat
mengganggu aspek ekonomis
pihak yang terkena dampak
(terutama bila asuransi tdk ada)
x Setiap pihak dapat
mengakhiri kontrak KPS
dan memicu prosedur
pembayaran nilai
terminasi proyek
11. 11. 11. 11. RISIKO KEPEMILIKAN ASETRISIKO KEPEMILIKAN ASETRISIKO KEPEMILIKAN ASETRISIKO KEPEMILIKAN ASET
Risiko nilai aset turun Kebakaran, ledakan, dsb x Insurance
Transfer of existing
business risk
Uncertainty of conditions upon
transfer of existing business
x Studi kelayakan bisnis
yang baik dan lengkap
(dalam PFS) Transfer of existing
asset risk
Unanticipated condition of
existing assets
x Studi kelayakan aset
yang baik dan lengkap
(dalam PFS)
Dibandingkan struktur BOT, beberapa risiko spesifik sektoral dialokasikan
kepada pihak yang sama, seperti peristiwa risiko yang terkait input air baku
(kualitas, kuantitas dan kontinuitas). Tetapi, karena struktur konsesi
mencakup layanan keseluruhan, BU biasanya menanggung risiko permintaan
dan risiko interface (tidak terserapnya output pada awal tahun operasi). Selain
itu, BU juga lebih rentan terhadap risiko penyesuaian tarif karena tarif ke
pengguna akhir seringkali menjadi isu politis dibandingkan sebagai isu
komersial pada saat mekanisme penyesuaian tarif tersebut harus dilakukan.
3.3.2 Matriks Risiko KPS sektor Persampahan
Matriks risiko di bawah ini mengacu pada suatu proyek dengan kontrak BOT
dimana BU bertanggung jawab atas Produksi, Operasi dan Pemeliharaan
(konstruksi dan operasi fasilitas TPA), tapi tidak bertanggung jawab untuk
pengumpulan bahan baku sampah dan pembayaran tarif dari pelanggan akhir.
Tabel 4. Matriks Risiko untuk BOT Persampahan
Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan Kategori Risiko dan
PeristiwaPeristiwaPeristiwaPeristiwa RisikoRisikoRisikoRisiko DesDesDesDeskripsikripsikripsikripsi PubliPubliPubliPublikkkk SwastaSwastaSwastaSwasta BersamaBersamaBersamaBersama
Catatan atau strategi mitigasi Catatan atau strategi mitigasi Catatan atau strategi mitigasi Catatan atau strategi mitigasi
sesuaisesuaisesuaisesuai best practicebest practicebest practicebest practice
1. 1. 1. 1. RISIKO LOKASRISIKO LOKASRISIKO LOKASRISIKO LOKASII