acfta dan biaya produksi islami

24
1 BIAYA PRODUKSI ISLAMI : ALTERNATIF SOLUSI BAGI UKM MENGHADAPI ERA ACFTA Hikmah Endraswati STAIN Salatiga Abstract The membership of Indonesia in ACFTA made the businessman primarly in UKM felt to worry. Because China's product had flooded market in Indonesia with better quality and relative cheaper price. But actually, this trade agreement opened exports opportunity to China will be bigger. China with the 1,3 milliar population in those country was interested for cooperation in the international trading. Various efforts were done to increase product competitiveness of UKM in Indonesia. One of [the] alternative solution was islamic production cost application, where total cost did not increase because used of capital not be charged with the interest rate. Key words : ACFTA, free trade, islamic production cost I. PENDAHULUAN Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between The Association of Southeast Asian Nations and The People’s Republic of China (ACFTA) telah ditandatangani pada tanggal 4 November 2004 di Phnom Penh, Kamboja oleh para Kepala Negara ASEAN dan RRC. Keikutsertaan Indonesia dalam ACFTA membuat banyak pelaku usaha terutama UKM di Indonesia merasa khawatir. Karena produk China sudah membanjiri pasar di Indonesia dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang relatif murah. Namun sebetulnya, perjanjian perdagangan ini membuka peluang ekspor ke China menjadi lebih besar lagi. Sebagai negara berpenduduk 1,3 miliar jiwa, menjalin kerja sama perdagangan dengan China menjadi menarik. Dalam setahun,

Upload: fkamaliyah

Post on 05-Nov-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ekonomi islam

TRANSCRIPT

  • 1

    BIAYA PRODUKSI ISLAMI :

    ALTERNATIF SOLUSI BAGI UKM MENGHADAPI ERA ACFTA

    Hikmah Endraswati

    STAIN Salatiga

    Abstract

    The membership of Indonesia in ACFTA made the businessman primarly

    in UKM felt to worry. Because China's product had flooded market in Indonesia

    with better quality and relative cheaper price. But actually, this trade agreement

    opened exports opportunity to China will be bigger. China with the 1,3 milliar

    population in those country was interested for cooperation in the international

    trading. Various efforts were done to increase product competitiveness of UKM in

    Indonesia. One of [the] alternative solution was islamic production cost

    application, where total cost did not increase because used of capital not be

    charged with the interest rate.

    Key words : ACFTA, free trade, islamic production cost

    I. PENDAHULUAN

    Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation

    between The Association of Southeast Asian Nations and The Peoples Republic

    of China (ACFTA) telah ditandatangani pada tanggal 4 November 2004 di Phnom

    Penh, Kamboja oleh para Kepala Negara ASEAN dan RRC. Keikutsertaan

    Indonesia dalam ACFTA membuat banyak pelaku usaha terutama UKM di

    Indonesia merasa khawatir. Karena produk China sudah membanjiri pasar di

    Indonesia dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang relatif murah.

    Namun sebetulnya, perjanjian perdagangan ini membuka peluang ekspor

    ke China menjadi lebih besar lagi. Sebagai negara berpenduduk 1,3 miliar jiwa,

    menjalin kerja sama perdagangan dengan China menjadi menarik. Dalam setahun,

  • 2

    produksi domestik bruto (PDB) China bisa mencapai 6,9 triliun dollar AS. Selain

    itu, produk Indonesia yang semula banyak diekspor ke Amerika dan Uni Eropa

    setiap tahunnya semakin berkurang. Di sisi lain, tren ekspor produk ke China

    semakin bertambah. Nilai ekspor Indonesia Maret 2010 mencapai US$12,63

    miliar atau mengalami peningkatan sebesar 13,11 persen dibanding ekspor

    Februari 2010. Sementara bila dibanding Maret 2009 mengalami peningkatan

    sebesar 46,61 persen. Ekspor nonmigas ke Jepang Maret 2010 mencapai angka

    terbesar yaitu US$1,35 miliar, disusul Cina US$1,09 miliar, dan Amerika Serikat

    US$1,09 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 33,20 persen. Sementara

    ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar US$1,41 miliar. Menurut sektor, ekspor

    hasil industri periode Januari-Maret 2010 naik sebesar 37,54 persen dibanding

    periode yang sama tahun 2009, demikian juga ekspor hasil pertanian naik 15,19

    persen serta ekspor hasil tambang dan lainnya naik 96,09 persen.

  • 3

    Tabel 1

    Tabel 2

  • 4

    Tabel 3

    Tabel 4

  • 5

    Dewasa ini, banyak negara di dunia sudah mengikatkan diri pada

    perjanjian perdagangan seperti ini, karena jika tidak mengikuti pola perdagangan

    ini, maka tidak akan menikmati bea masuk yang lebih murah ketika mengekspor

    barang ke negara lain. Indonesia akan merugi jika secara sepihak memutuskan

    mundur dari Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China. Apabila Indonesia

    mundur dari kesepakatan itu, produk Indonesia akan semakin tidak kompetitif jika

    dipasarkan di kawasan ASEAN dan China. Jika Indonesia menolak pelaksanaan

    Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN- China (ACFTA), ekspor Indonesia akan

    dikenai tarif standar oleh China yakni 10-20 persen. Pada saat negara-negara

    ASEAN lainnya bisa memperoleh fasilitas bea masuk 0 persen, Indonesia dikenai

    tarif standar. Karena itulah produk Indonesia akan semakin tidak kompetitif.

    Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen

    Perdagangan, Diah Maulida, nilai ekspor China ke ASEAN sepanjang sepuluh

    bulan 2009 mencapai 102,67 miliar dollar AS. Barang-barang ekspor China

    sebagian besar berupa komputer dan perkakasnya serta ponsel.

    Sementara itu, produk impor China umumnya berupa hasil bumi dan komoditas.

    Impor dari ASEAN ke China bernilai hingga 105,06 miliar dollar AS. Berarti,

    China sebetulnya defisit 2,38 miliar dollar AS. Meskipun defisit, pengusaha

    Indonesia tetap merasa terancam dengan banjirnya produk China di pasar

    domestik. Karena nilai ekspor Indonesia ke China kecil sekali, hanya 13,55 miliar

    dollar AS atau 1,35 persen dari total impor China.

    Dari total nilai ekspor ini, ekspor produk pertanian mencapai 4,8 miliar dollar AS.

    Produk pertambangan mencapai 1,8 miliar dollar AS, dan produk industri

  • 6

    mencapai 109,6 juta dollar AS. Karena itulah ACFTA menjadi peluang besar

    untuk meningkatkan ekspor ke China.

    ACFTA bisa membuka peluang pasar produk Indonesia ke China. Namun,

    hal itu harus diiringi dengan penguatan daya saing usaha kecil dan menengah

    (UKM) Indonesia, terutama untuk tekstil, alas kaki, dan mainan anak. Selain itu

    pemerintah perlu memberikan kesiapan sarana infrastruktur yang memadai seperti

    kecukupan kebutuhan listrik sehingga UKM menjadi kompetitif.

    II. PEMBAHASAN

    1. Definisi ACFTA

    Definisi ACFTA menurut Departemen Keuangan RI adalah

    kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan

    perdagangan bebas dengan negara China.

    2. Tujuan ACFTA

    Tujuan Framework Agreement ACFTA adalah (a) memperkuat dan

    meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak; (b) meliberalisasikan

    perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan

    tariff; (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang

    saling menguntungkan kedua pihak; (d) memfasilitasi integrasi ekonomi

    yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani

    gap yang ada di kedua belah pihak. Untuk melaksanakan ACFTA, ada

    beberapa barang yang masuk dalam EHP. Tujuan The Early Harvest

  • 7

    Programme (EHP) adalah mempercepat implementasi penurunan tariff

    barang.

    Tabel 3. Cakupan Produk yang Masuk EHP ACFTA

    Chapter Deskripsi

    01 Hewan hidup

    02 Daging dan produk daging dikonsumsi

    03 Ikan

    04 Produk susu

    05 Produk hewan lainnya

    06 Pohon hidup

    07 Sayuran dikonsumsi

    08 Buah-buahan dikonsumsi dan nuts

    3. Teori Perdagangan Internasional

    Menurut David Ricardo dalam Samuelson (2000), suatu negara

    masih memungkinkan untuk meraih keuntungan dari perdagangan

    internasional meskipun secara absolut produknya tidak unggul. Sebab

    keuntungan dari perdagangan internasional bisa diciptakan dengan

    memproduksi dan mengekspor barang yang memiliki produktivitas tinggi

    atau keunggulan komparatif. Sebaliknya, negara yang bersangkutan lebih

    baik mengimpor produk yang tidak memiliki keunggulan komparatif.

    Pendapat ini dipertegas oleh pemikiran Hecksher Ohlin, yaitu suatu

    negara hendaknya berspesialisasi pada produk yang dibuat dengan

    kelimpahan sumber daya. Jadi, negara yang dilimpahi sumber daya alam

    hendaknya mengekspor produk yang diproduksi dengan sumber daya alam

    berlimpah. Sebaliknya, negara itu sebaiknya mengimpor produk yang

    dihasilkan dengan sumber daya alam yang langka.

  • 8

    Meskipun kenyataannya kedua teori ini mengandung kelemahan,

    seperti bersifat statis dan mengabaikan aspek mobilitas sumber daya, kita

    bisa mengambil sedikit kelebihan dari teori ini. Teori ini kemudian

    dipadukan dengan teori perdagangan lain yang lebih komprehensif, seperti

    keunggulan kompetitif dan daya saing ekspor.

    Bagaimana jika terjadi liberalisasi yang memungkinkan sumber

    daya bergerak dengan mudah lintas negara? Mungkinkah suatu negara

    masih bisa menciptakan keuntungan dari perdagangan internasionalnya?

    Liberalisasi perdagangan dapat menciptakan dua efek, yaitu trade creation

    dan trade divertion. Tulisan ini hanya fokus pada trade creation. Trade

    creation terjadi jika ada pengalihan perdagangan dari negara anggota yang

    biayanya mahal ke negara anggota yang biayanya murah. Artinya,

    kegiatan impor akan beralih ke negara-negara yang struktur biayanya

    murah.

    Bagaimana caranya memiliki struktur biaya murah? Jika kita

    merunut lagi teori di atas, solusinya adalah berspesialisasi pada produk

    yang bisa dihasilkan dengan kelimpahan sumber daya alam dan sumber

    daya manusia yang produktif. Struktur biaya rendah sebenarnya dapat

    diciptakan dengan melakukan spesialisasi pada produk unggul tersebut.

    Dengan spesialisasi, seluruh sumber daya akan dikerahkan untuk

    menciptakan produk tersebut. Hasilnya, akan tercipta skala ekonomi.

    Dengan skala ekonomi, struktur biaya akan menurun seiring peningkatan

    hasil yang lebih besar.

  • 9

    4. Biaya Produksi Islami

    Abdurrahman Ibnu Khaldun atau Abu Zayd menyatakan bahwa

    kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara

    tersebut. Kekayaan suatu negara ditentukan oleh tingkat produksi

    domestik dan neraca pembayaran yang positif dari negara tersebut.

    a. Tingkat Produksi Domestik

    Sektor produksi menjadi motor pembangunan yang menyerap

    tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan menimbulkan

    permintaan atas faktor produksi lainnya. Menurut Lipsey (2000) dalam

    teori ekonomi kemampuan untuk memproduksi sesuatu digambarkan oleh

    grafik Production Possibility Frontier (PPF). Misalnya orang memiliki

    pilihan untuk memproduksi dua jenis barang yaitu beras dan jagung

    dengan sumber daya yang dimilikinya. Sumbu X menggambarkan

    kemampuan memproduksi beras, sedang sumbu Y untuk jagung. Kurva

    PPF menggambarkan tingkat produksi maksimal yang mungkin dicapai

    dengan sumber daya yang dimiliki. Semakin besar PPF berarti semakin

    tinggi tingkat produksinya, semakin tinggi tingkat kekayaan negara

    tersebut.

    b. Neraca Pembayaran Positif

    Ibnu Khaldun menegaskan bahwa neraca pembayaran yang positif

    akan meningkatkan kekayaan negara tersebut. Neraca pembayaran yang

    positif menggambarkan dua hal yaitu (1) tingkat produksi negara tersebut

  • 10

    untuk suatu jenis komoditi lebih tinggi daripada tingkat permintaan

    domestik negara tersebut atau supply lebih besar dibanding demand,

    sehingga memungkinkan negara tersebut melakukan ekspor, (2) tingkat

    efisiensi negara tersebut lebih tinggi dibandingkan negara lain. Dengan

    efisiensi yang lebih tinggi maka komoditi suatu negara mampu masuk ke

    negara lain dengan harga yang lebih kompetitif. Dalam level makro

    bahasan kita adalah kemampuan suatu produksi suatu negara, sedangkan

    dalam level mikro bahasan kita adalah kemampuan produksi suatu

    produsen. Secara grafis, pendapat Ibnu Khaldun dapat digambarkan

    dengan tingkat utilitas yang berada di luar PPF. Hal ini berarti negara yang

    melakukan perdagangan internasional akan menikmati tingkat

    kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan dengan tidak melakukan

    perdagangan internasional.

    Dalam ilmu ekonomi konsep ini dikenal dengan gain from trade.

    Tanpa adanya perdagangan, maka tingkat kesejahteraan tertinggi dicapai

    ketika kurva utilitas bersinggungan dengan PPF yaitu pada titik autarky

    (titik memenuhi kebutuhan sendiri). Sedangkan adanya perdagangan akan

    mendorong kurva utilitas ke tingkat yang lebih tinggi yang tidak mungkin

    dicapai oleh PPF.

    Pada titik autarky, relative price antara beras dan jagung

    digambarkan oleh garis harga (price line-Pau). Sekarang seandainya

    produsen ini mempunyai tingkat efisiensi yang relatif lebih tinggi dalam

    memproduksi beras dari produsen lain, maka ia akan mengalokasikan

  • 11

    lebih banyak sumber daya untuk memproduksi beras. Sehingga jumlah

    beras yang diproduksinya menjadi Qb2, dan jumlah jagung yang

    diproduksinya menjadi turun menjadi Qj2. Kelebihan produksi beras ini

    diperdagangkan dengan harga yang berlaku Pp. Dengan price line yang

    baru ini, produsen dapat menaikkan utilitasnya.

    Gambar 1 Kurva Teori Produksi Ibn Khaldun (Sumber : Adiwarman,

    2001)

    c. Faktor Produksi

    Menurut pandangan Baqir Sadr (1979) ilmu ekonomi dapat dibagi

    menjadi dua bagian yaitu Philosophy of Economics dan Science of

    Economics. Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvensional

    terletak pada philosophy of economics, bukan pada science of economics.

    Philosophy of Economics memberikan ruh pemikiran dengan nilai-nilai

    Beras

    Pau

    Beras

    Jagung

    Qb1 Qb2 pp

    Jagung

    Qj1

    Qj2

  • 12

    Islam dan batasan-batasan syariah. Sedangkan science of economics berisi

    alat-alat analisa ekonomi yang dapat digunakan. Dengan kerangka

    pemikiran ini, maka faktor produksi dalam ekonomi islam tidak berbeda

    dengan faktor produksi dalam ekonomi konvensional yaitu tenaga kerja,

    bahan baku dan bahan penolong dan modal. Diantara ketiga faktor

    produksi ini, faktor modal menjadi berbeda karena ekonomi konvensional

    menetapkan bunga sedangkan ekonomi islam tidak. Pengenaan bunga

    pada faktor produksi memberikan dampak yang luas bagi tingkat efisiensi

    produksi. Kurva berikut ini sumbu X mencerminkan kuantitas dan sumbu

    Y mencerminkan penerimaan (Rp)

    Gambar 2 Kurva Total Cost (Sumber : Lipsey, 2000)

    d. Kurva Biaya

    Biaya yang dikeluarkan oleh produsen terdiri dari biaya variabel

    dan biaya tetap. Sehingga TC = FC + VC. Fixed cost (FC) besarnya tidak

    dipengaruhi oleh berapa banyak output atau produk yang dihasilkan.

    Karena itu, FC digambarkan sebagai garis horizontal dimana berapapun

    output yang dihasilkan, biayanya tetap. Salah satunya adalah biaya bunga.

    Q

    Rp

    FC

    TC TR

  • 13

    Besarya bunga tergantung pada berapa banyak kredit yang diterima

    produsen dan bukan pada berapa banyak ouput yang dihasilkan.

    Variable cost (VC) ditentukan oleh berapa banyak output yang

    dihasilkan. Misalnya untuk setiap 1 kg beras yang dihasilkan

    membutuhkan biaya Rp. 1000,- berarti untuk menghasilkan 2 kg beras

    dibutuhkan biaya Rp. 2000,-. Dengan adanya beban bunga, maka FC akan

    naik dan demikian pula dengan TC. Hal ini tidak terjadi pada sistem bagi

    hasil. Naiknya TC akan mendorong BEP dari titik Q menjadi Q1.

    Gambar 3 Kurva Biaya Produksi dengan Suku Bunga (Sumber :

    Adiwarman, 2001)

    e. Kurva Penerimaan

    Jika harga beras 1 kg adalah Rp. 5500,- maka penerimaan untuk 2

    kg beras adalah Rp. 11.000,-. Dengan adanya beban bunga yang harus

    dibayar tidak akan mempengaruhi penerimaan. Oleh karena itu kurva

    penerimaan dalam sistem bunga Tri = TR. Sementara dalam sistem bagi

    hasil yang terpengaruh adalah penerimaannya. Misalnya, telah terjadi

    Q

    Rp

    FC

    FCi

    TC

    TCi TR

    Q Qi

  • 14

    kesepakatan bagi hasilnya adalah 70 : 30 dari penerimaan (70% untuk

    produsen dan 30% untuk pemodal). Bila terjual satu kg maka bagi hasil

    yang diterima produsen adalah Rp 3850,- dan bila dua kg maka menjadi

    Rp. 7700,-

    Jadi dalam sistem bunga yang berubah adalah TC dimana kurva

    TC akan bergeser pararel ke kiri atas, sedangkan dalam sistem bagi hasil

    yang berubah adalah kurva TR. Kurva TR akan berputar ke arah jarum

    jam dengan titik 0 sebagai sumbu putarannya. Semakin besar nisbah bagi

    hasil yang diberikan kepada pemodal (ekstrimnya limit dari nisbah 0:100)

    semakin kurva TR mendekati sumbu horizontal sumbu X.

    Titik BEP adalah titik impas yaitu ketika kurva TR berpotongan

    dengan kurva TC, atau secara matematis titik BEP terjadi ketika TR = TC.

    Dengan berputarnya kurva total penerimaan dari TR menjadi TRrs, titik

    BEP yang tadinya ada pada jumlah output Q sekarang menjadi pada

    jumlah output Qrs.

    Dari sisi BEP, kita tidak dapat mengatakan bahwa sistem bunga

    akan berproduksi pada tingkat output yang lebih kecil, lebih besar atau

    sama dengan tingkat output sistem bagi hasil. Di kedua sistem ini kita

    mendapatkan bahwa Qi > Q dan Qrs > Q. Apakah Qi > Qrs atau Qi < Qrs

    atau Qi = Qrs ditentukan dari berapa besar bunga dibandingkan dengan

    berapa besar nisbah bagi hasil. Perbedaannya adalah pada penyebabnya,

    bila Qi disebabkan naiknya TC, maka Qrs disebabkan berputarnya TR.

  • 15

    Dalam akad muamalat Islam, dikenal akad mudharabah yaitu akad

    antara si pemodal dengan si pelaksana. Antara si pemodal dan si pelaksana

    harus disepakati nisbah bagi hasil yang akan menjadi pedoman pembagian

    apabila usaha tersebut menghasilkan keuntungan. Namun apabila usaha

    tersebut menimbulkan kerugian, maka pemodal akan menanggung sesuai

    penyertaan modalnya. Jika pelaksana menanggung rugi, maka disebabkan

    karena ia lalai atau melanggar syarat yang telah disepakati bersama.

    Selain menyepakati nisbah bagi hasil, mereka juga harus sepakat

    siapa yang menanggung biaya. Apabila biaya ditanggung oleh pelaksana,

    maka yang dilakukan adalah revenue sharing. Dan sebaliknya jika

    disepakati yang menanggung biaya adalah pemodal, maka yang dilakukan

    adalah profit sharing. Berputarnya TR ke arah jarum jam dengan titik 0

    sebagai sumbu putarannya, adalah keadaan yang menggambarkan akad

    revenue sharing.

    Gambar 4 Kurva Produksi Dengan Revenue Sharing (Sumber :

    Adiwarman, 2001)

    Rp

    Q

    FC

    TC

    TR TRrs

    Q Qrs

  • 16

    Apabila yang disepakati adalah mudarabah yang biaya-biayanya

    ditanggung oleh si pemodal, atau dengan kata lain, dengan system profit

    sharing, maka kurva total penerimaan berputar ke arah jarum jam dengan

    titik BEP sebagai sumbu putarannya. Tingkat produksi sebelum titik BEP

    tercapai (Q < Qps) adalah keadaan dimana total biaya lebih besar daripada

    total penerimaan (TC > TR). Dalam keadaan ini belum ada keuntungan

    yang dapat dibagihasilkan. Sesuai kesepakatan bahwa biaya ditanggung

    pemodal, maka kerugian menjadi tanggung jawab pemodal. Karena itu,

    kurva TR berputar ke arah jarum jam dengan titik BEP sebagai sumbu

    putarannya.

    Perbedaan kedua antara system revenue sharing dengan system

    profit sharing dalam akad mudarabah adalah pada seberapa jauh kurva TR

    berputar. Pada system revenue sharing, kurva TR akan berputar sampai

    mendekati garis horizontal sumbu X. Sedangkan dalam system profit

    sharing, kurva TR hanya akan berputar di dalam TR dan TC, yaitu area

    yang menggambarkan besarnya keuntungan. Dalam system profit sharing,

    TR tidak dapat berputar melewati TC, karena pada area itu sudah tidak ada

    lagi keuntungan yang akan dibagihasilkan.

    Apabila di dalam akad mudarabah ditentukan bahwa penyertaan si

    pelaksana harus nihil, maka penyertaan pemodal harus 100%, maka dalam

    akad musyarakah penyertaan modal berasal dari dua orang. Keduanya

    harus menyepakati nisbah bagi hasil yang akan menjadi pedoman

    pembagian apabila usaha tersebut menghasilkan keuntungan. Namun,

  • 17

    apabila usaha tersebut menghasilkan kerugian, maka kerugian ditanggung

    sesuai dengan penyertaan modalnya. Jika A memberikan modal 100 juta

    dan B memberikan modal 200 juta, maka dengan nisbah 50:50, jika

    keuntungan yang diperoleh adalah 10 juta, maka masing-masing akan

    memperoleh 5 juta, sedangkan jika menderita kerugian, misalnya Rp. 9

    juta, maka masing-masing A akan memikul kerugian Rp. 3 juta dan B

    memikul kerugian Rp. 6 juta.

    Secara grafis, keadaaan merugi digambarkan oleh area sebelum

    tercapainya BEP dimana Q < Qps, sedangkan keadaan keuntungan

    digambarkan oleh area setelah tercapainya BEP. Pembagian keuntungan

    tidak perlu simetris seperti pada pembagian kerugian karena pembagian

    keuntungan berdasarkan nisbah sementara pembagian kerugian

    berdasarkan penyertaan modal.

    Gambar 5 Kurva Produksi dengan Profit Sharing (Sumber : Adiwarman,

    2001)

    Q

    Rp

    TR

    TC

    TRps

    Qps

  • 18

    5. Keterkaitan ACFTA dengan Biaya Produksi Islami

    ACFTA seakan membuka tabir keterlenaan diri kita akan konsep

    efisiensi, konsistensi kebijakan, koordinasi kebijakan, keberlanjutan

    program, kepatuhan pada hukum, itikad politik, pelestarian budaya lokal,

    serta jati diri. Agar produk UKM di Indonesia dapat bersaing dengan

    produk dari China maupun dari negara ASEAN lainnya, maka

    implementasi biaya produksi islami merupakan salah satu solusinya karena

    pengenaan bunga pada faktor produksi memberikan dampak yang luas

    bagi tingkat efisiensi produksi.. Dengan biaya produksi islami, total cost

    tidak akan berubah (atau meningkat), tetapi yang berubah adalah total

    revenue yang diterima pengusaha apakah berdasarkan revenue sharing

    atau profit sharing. Karena total cost tidak naik, maka harga produk juga

    tidak akan mengalami peningkatan. Kalau harga produk menjadi lebih

    rendah dengan menggunakan konsep biaya produksi islami, maka akan

    meningkatkan daya saing produk UKM. Total cost yang tidak meningkat

    ini harus pula diimbangi dengan peningkatan kualitas dan kreativitas

    pengusaha UKM agar memiliki ciri unik yang tidak dimiliki atau sulit

    ditiru oleh pengusaha lainnya.

    6. Perkembangan Implementasi ACFTA

    a. Penolakan ekspor buah-buahan Indonesia. Pada bulan April 2006,

    perusahaan eksportir buah-buahan nasional PT Friendship Prima telah

    melayangkan complain adanya penolakan ekspor produk papaya,

  • 19

    mangga dan salak oleh Kepabeanan RRC, alasannya Indonesia hanya

    diperbolehkan mengekspor manggis, pisang, dan longan. Pada

    konsultasi bilateral RI RRC di Hanoi, Vietnam, Indonesia telah

    meminta klarifikasi dari pihak China atas penolakan ekspor buah-

    buahan tersebut., tetapi tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan

    karena instansi yang berwenang tidak ikut serta dalam sidang.

    b. Konsesi Tariff Bea Masuk Cocoa Powder dan Chili Powder China-

    Indonesia. Pada pertemuan bilateral disela sidang ke 21 TNC/TNG

    ACFTA, Delegasi China menawarkan konsesi tariff bebas bea masuk

    (0%) atas produk cocoa powder Indonesia ke China atau turun dari 15

    %.yang berlaku saat ini. Sebagai kompensasinya China mengusulkan

    agar Indonesia dapat memberikan preferensi tarif (0%) untuk produk

    chili powder, atau turun dari 5% yang berlaku saat ini

    7. Solusi terhadap Pelaksanaan ACFTA yang Sudah dan Harus

    Dilakukan Pemerintah Bagi UKM

    a. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) mampu menjadi jalan keluar

    bagi KUKM dalam menghadapi perdagangan bebas ASEAN-China

    (ACFTA). Dana sekitar Rp 20 triliun tiap tahunnya selama lima

    tahun ke depan dapat dipinjamkan kepada rakyat melalui KUR.

    Relaksasi untuk mempermudah pelaku KUKM mengakses KUR

    seperti bagi kredit mikro di bawah Rp 5 juta tidak dipersyaratkan

  • 20

    agunan dan BI checking serta bagi calon debitur yang memiliki

    kredit konsumtif tetap dimungkinkan mengakses KUR. Penyaluran

    KUR sejak Januari 2008 sampai Januari 2010 mencapai Rp 17,542

    triliun melayani 2,4 juta debitur dengan rata-rata kredit Rp 7,24

    juta/orang. Bank Indonesia mencatat bahwa perbaikan dalam

    penyaluran kredit perbankan mulai ada, terutama untuk kredit

    modal kerja atau KMK. Berdasarkan data Februari 2010, nilai

    kredit yang disalurkan perbankan rata-rata sekitar Rp 7 triliun per

    minggu. Pertumbuhan kredit masih sekitar 10 persen secara yoy

    (year on year) dan belum berubah. Penyaluran kredit yang terus

    membaik diharapkan akan mendongkrak kegiatan perekonomian

    sehingga hal itu bisa menyejahterakan rakyat. Pertumbuhan kredit

    yang terus membaik tersebut terutama untuk KMK dan kredit

    investasi.

    b. Mendorong UKM untuk menghasilkan produk dengan kandungan

    lokal yang tinggi karena lebih tahan terhadap krisis. Sementara

    pertumbuhan produk yang kandungan impornya tinggi malah

    negatif. Karena komponen impor sangat terpengaruh oleh fluktuasi

    nilai tukar.

    c. Setidaknya ada empat produk yang akan terdampak perdagangan

    bebas ASEAN-China, yaitu tekstil, manufaktur, kendaraan, dan

    besi. Pemerintah daerah perlu memetakan daerah yang memiliki

    kemampuan memproduksi keempat macam produk itu, untuk

  • 21

    kemudian diperkuat kemampuannya guna mengimbangi produk

    yang sama dari negara-negara ASEAN dan China.

    d. Dalam menghadapi ACFTA, pemerintah pusat dan daerah terus

    meningkatkan keterampilan tenaga kerja sehingga proses produksi

    dapat lebih efisien.

    e. Kerja sama perdagangan antar pemerintah kabupaten semakin

    diperkuat. Seiring itu, masing-masing daerah perlu

    mengembangkan one village one product. Spesialisasi produk pada

    satu daerah akan membuat perdagangan lebih mudah terjangkau

    dan tersentral.

    f. Pemasaran produk lokal lewat internet agar jangkauan area

    pemasaran menjadi lebih luas. Pemasaran lewat internet sudah

    dilakukan oleh beberapa pemerintah kabupaten untuk

    mempromosikan produk unggulan masing-masing daerah.

    g. Efisiensi biaya lebih diperlukan untuk memenangkan persaingan

    dalam ACFTA daripada melakukan proteksi terhadap produksi

    dalam negeri.

    h. Pemerintah perlu membuat kebijakan yang pro pengusaha nasional.

    Salah satu langkah konkret menghadapi persaingan ACFTA adalah

    soal pengadaan barang dan jasa dengan penggunaan produk dalam

    negeri.

  • 22

    i. Pemerintah mendorong pengrajin untuk menghasilkan produk

    handmade dan meningkatkan kreativitas perajin. Karena meniru

    kerajinan handmade akan lebih sulit daripada produksi massal.

    j. Meningkatkan kebersamaan antara perajin untuk mempermudah

    permodalan misalnya dengan cara membentuk koperasi.

    k. Regulasi sangat diperlukan untuk keberlangsungan UKM yang

    mengatur tentang keadilan berbisnis. Sejak tahun 2008, regulasi

    tentang hal ini sudah digagas, yaitu UU No 20 Tahun 2008 tentang

    UMKM. Undang-undang tersebut mengatur perizinan, kemitraan

    usaha, tat acara sanksi administrasi, dan pengembangan usaha

    UMKM. UU Nomor 20 Tahun 2008 mengatur tentang perizinan

    UMKM mudah, murah, cepat dengan penyelenggaraan satu pintu.

    Keberadaan undang-undang ini berusaha untuk melindungi

    UMKM agar tidak terimbas dengan perusahaan besar.

    l. Masalah kemitraan seringkali mematikan industri UKM. Hal ini

    disebabkan perusahaan besar lebih mudah mendapatkan mitra

    karena secara kualitas pasti sudah terjamin, tetapi tidak berarti

    UKM tidak berkualitas. Karena itu, dibentuk pula Komisi

    Pengawas Persaingan Usaha untuk mengawasi jalannya hubungan

    kemitraan usaha. Ada beberapa produk yang termasuk dalam `early

    harvest` program seperti produk hortikultura dan daging yang akan

    segera dihapuskan tarifnya sampai nol persen.

  • 23

    m. Pemerintah dan pelaku bisnis diharapkan dapat bermain cerdik

    dalam perdagangan bebas. Misalnya, untuk mengurangi laju

    barang-barang China yang masuk Indonesia khususnya makanan

    dan daging, pemerintah bisa menggunakan alibi kondisi sosial

    religius masyarakat Indonesia sebagai rem. produk-produk China

    khususnya daging, makanan, dan minuman harus dijamin

    kehalalannya melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI), katanya.

    Jika tidak halal berarti barang tersebut tidak bisa masuk Indonesia.

    Pemerintah juga bisa menggunakan alibi barang-barang itu harus

    memenuhi kualifikasi standar nasional Indonesia (SNI).

    III. SIMPULAN

    Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ACFTA

    merupakan peluang besar bagi produk Indonesia untuk meningkatkan pangsa

    pasarnya khususnya di kawasan ASEAN dan China. Kerjasama perdagangan

    ini sangat menguntungkan karena adanya pembebasan tariff untuk beberapa

    produk yang telah disepakati, sehingga produk dapat dijual dengan harga

    relatif lebih murah. Apabila Indonesia mundur dari perjanjian perdagangan

    ini, justru akan merugikan produk Indonesia sendiri, karena tidak dapat

    menikmati bebas tariff perdagangan antara Negara ASEAN dengan China

    sehingga produk Indonesia menjadi semakin tidak kompetitif.

    Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan daya saing produk

    Indonesia salah satunya adalah dengan implementasi biaya produksi islam

  • 24

    yang fokus pada faktor produksi modal. Konsep ini menawarkan penggunaan

    modal tanpa bunga, sehingga total cost tidak akan naik, dan selanjutnya harga

    juga tidak akan naik, dan pada akhirnya akan mendorong pada daya saing

    yang lebih baik.

    DAFTAR PUSTAKA

    Karim., Adiwarman Azwar, 2001, Islamic Microeconomics, Muamalat Institute,

    IIIT, Jakarta

    Lipsey, 2000, Introduction to Micro Economics, John Willey & Sons, New York

    Samuelson, 2000, Introduction to Macro Economics, John Willey & Sons, New

    York

    .., 2010, Data Perkembangan Ekspor Impor Indonesia, Biro Pusat Statistik,

    Jakarta

    , 2008, ACFTA, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta

    www. Kompas.com