acara 3

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu geologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai proses bentuk dan kandungan yang ada didalam bumi. Dalam ilmu geologi terdapat beberapa cabang ilmu, salah satunya yaitu Mineralogi dan Petrologi. Mineralogi merupakan ilmu yang menitik beratkan pada studi mengenai pengamatan dan pendeskripsian mineral – mineral penyusun batuan. Pengamatan melalui sayatan tipis merupakan salah satu cara untuk mengetahui mineral – mineral penyusun batuan. Untuk mempermudah melalukan pengamatan sayatan tipis, umumnya menggunakan mikroskop polarisasi. Dalam penggunaannya, mikroskop polarisasi dapat menggunakan analisis menggunakan nikol sejajar dan nikol silang. Namun, pada praktikum ini hanya membahas mengenai nikol sejajar. Praktikum mengenani nikol sejajar sangat membantu praktikan untuk menentukan penamaan suatu

Upload: diandwipermana12

Post on 22-Dec-2015

232 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

laporan mo

TRANSCRIPT

Page 1: ACARA 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu geologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai proses bentuk dan

kandungan yang ada didalam bumi. Dalam ilmu geologi terdapat beberapa cabang

ilmu, salah satunya yaitu Mineralogi dan Petrologi.

Mineralogi merupakan ilmu yang menitik beratkan pada studi mengenai

pengamatan dan pendeskripsian mineral – mineral penyusun batuan. Pengamatan

melalui sayatan tipis merupakan salah satu cara untuk mengetahui mineral – mineral

penyusun batuan.

Untuk mempermudah melalukan pengamatan sayatan tipis, umumnya

menggunakan mikroskop polarisasi. Dalam penggunaannya, mikroskop polarisasi

dapat menggunakan analisis menggunakan nikol sejajar dan nikol silang. Namun,

pada praktikum ini hanya membahas mengenai nikol sejajar. Praktikum mengenani

nikol sejajar sangat membantu praktikan untuk menentukan penamaan suatu mineral.

Oleh karena itu, praktikum mengenai nikol sejajar sangat membantu praktikan dalam

hal pendeskripsian suatu mineral.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Maksud dilakukan praktikum ini yaitu sebagai salah satu metode untuk

praktikan lebih memahami dan mengetahui cara mendeskripsikan mineral melalui

sayatan tipis.

Page 2: ACARA 3

1.2.2 Tujuan

Tujuan dilakukan praktukum ini yaitu :

1. Praktikan dapat mendeskripsikan mineral melalui pengamatan nikol sejajar

2. Praktikan dapat mengetahui kegunaan dari nikol sejajar.

1.3 Alat dan Bahan

1.3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu

1. Mikroskop polarisasi

2. Lap kasar

3. Lap halus

4. Penggaris

5. Penghapus

6. Pulpen

7. Pensil

8. Kertas A4

9. Buku penuntun praktikum

10. Buku Rocks and Mineral

11. Pensil warna, dan

12. LKP (Lembar Kerja Praktikum)

1.3.2 Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu

1. Sampel sayatan tipis

Page 3: ACARA 3

1.4 Prosedur Kerja

Tahapan – tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan praktikum ini yaitu

sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Melengkapi alat dan bahan yang akan digunakan pada praktikum

kemudian menyiapkan alat – alatnya yang akan digunakan dalam praktikum.

2. Tahap Praktikum

Meletakkan sayatan tipis pada meja preparat kemudian menggunakan

nikol sejajar untuk mengamati sayatan tipis

3. Tahap Pengerjaan Laporan

Membuat laporan setelah kegiatan praktikum selesai. Laporan

pertama diasistensikan di laboratorium petrografi kemudian asistensi

selanjutnya kepada asisten masing – masing kelompok.

Page 4: ACARA 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Mikroskop

Mikroskop merupakan suatu alat bantu yang memungkinkan kita untuk dapat

mengamati obyek yang berukuran sangat kecil. Alat ini membantu memecahkan

persoalan manusia tentang organisme yang berukuran kecil.

Mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan tentang peri kehidupan makhluk-

makhluk kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop . Makhluk-

makhluk kecil tersebut disebut dengan mikroorganisme.

Antonie Van Leeuwenhoek (1632-1723) adalah orang yang pertama kali

mengetahui adanya dunia mikroorganisme tersebut.

Bentuk kehidupan dari dunia mikroba yang pertama kali beliau amati adalah

bekteri atau kuman. Dari pengamatan tersebut Anthonie Van leeuwenhoek berhasil

menemukan suatu bentuk kehidupan yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.

Bentuk kehidupan tersebut kemudian dinamakan animal cules, yang tidak lain adalah

bakteri atau kuman. Leeuwenhoek menggambarkan bentuk kehidupan temuannya,

yaitu bulat atau kokus, batang atau basil, dan spiral yang sampai saat ini digunakan

sebagai bentuk dasar morfologi bakteri.

Dengan mikroskop ciptaannya ia dapat melihat bentuk makhluk-makhluk

kecil yang sebelumnya tidak diduga sama sekali keberadaannya. Mikroskop buatan

Leeuwenhoek itu memberikan pembesaran sampai 300 kali. Hasil pengamatan

tersebut berasal dari berbagai objek seperti air selokan, air hujan, kotoran gigi,

potongan rambut, dan kerokan kuku.

Page 5: ACARA 3

Antara tahun 1674 sampai 1683 ia terus menerus mengadakan hubungan

dengan lembaga Royal Society di Inggris. Ia melaporkan hal-hal yang diamatinya

dengan mikroskop itu kepada lembaga tersebut. Laporan-laporan itu disertai dengan

gambar-gambar mikroorganisme yang beraneka ragam. Di dalam sejarah

mikrobiologi, Leeuwenhoek dapat dianggap sebagai penemu mikroskop.

Sementara itu, Robert Hooke (1665) seorang ilmuan asal Inggris, juga

melakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop terhadap sel tumbuhan dan

jaringan hewan. Selanjutnya pada tahun 1838-1839, Mathias Schleiden dan Theodor

Schwann melakukan penelitian terhadap sel makhluk hidup dan disimpulkan bahwa

semua makhluk hidup tersusun dari sel-sel.

Pada abad XIX ahli optika menawarkan mikroskop untuk dijual ke segala

penjuru kota-kota Eropa. Pada tahun 1880 telah dibuat mikroskop kompoun

(compound microscope), dan pada tahun 1903 diperkenalkan mikroskop medan gelap

(dark-field microskope), ultraviolet illumination (1925), electron microscope yang

diperkenalkan pada tahun 1940, dan phase contrast microscope pada tahun 1944.

2.2. Nikol Sejajar

Ada beberapa sifat – sifat optik mineral yang dapat teramati tanpa

menggunakan analisator atau nikol sejajar.

2.2.1 Warna

Warna merupakan pencerminan dari kenampakan daya serap atau absorpsi

panjang gelombang dari cahaya yang masuk pada mineral anisotropic. Pengamatan

warna mineral secara megaskopis dengan contoh setangan sangat berbeda dengan

pengamatan warna secara microskopis. Hanya suatu pendekatan teoritis bahwa pada

Page 6: ACARA 3

umumnya mineral yang berwarna pucat sampai putih dalam contoh setangan

cenderung akan nampak tidak berwarna atau transparan di dalam sayatan tipis,

sebaliknya mineral – mineral yang berwarna gelap atau hitam secara megaskopis

akan nampak berbagai variasi warna dalam sayatan tipis. Sedangkan mineral yang

kedap cahaya atau tidak tembus cahaya, akan berwarna gelap atau hitam.

Idiochromatic adalah warna asli mineral sedangkan allochromatic adalah

warna akibat adanya pigmen lain seperti inklusi kristal – kristal halus atau adanya

elektron – elektron dari logam – logam transisi (Cr, Fe, Mn, dll)

2.2.2 Pleokroisme

Gejala perubahan warna mineral pada ortoskop tanpa nikol atau nikol sejajar

bila meja objek diputar hingga 900, disebut dengan pleokroisme. Untuk semua jenis

mineral, masing – masing mempunyai sifat pleokroisme yang berbeda.

Jenis – jenis pleokroisme mineral dapat dibagi kedalam 2 (dua) golongan, yaitu :

1. Dwikroik, bila terjadi perubahan dua warna yang berbeda, contoh pada

mineral bersistem kristal heksagonal dan tetragonal

2. Trikroik, bila terjadi perubahan tiga warna yang berbeda, conto pada mineral

bersistem kristal ortorombik, monoklin, dan triklin.

Bila satu mineral mempunyai pleokroisme trikroik dalam satu sayatan tipis, maka

mineral tersebut tidak akan memperlihatkan 3 (tiga) kali perubahan warna.

Perubahan tiga warna akan terlihat jika membuat sayatan dengan dua arah yang

berbeda.

Pleokroisme lemah : jika perbedaan warna absorpsi tidak begitu mencolok

Pleokroisme kuat : jika perbedaan warna yang terjadi sangat kontras.

Page 7: ACARA 3

2.2.3 Penentuan Bentuk atau Struktur Kristal Mineral

Bentuk mineral adalah bentuk mineral dalam kondisi dua dimensi, tetapi

berkat bantuan struktur dalam mineral yang dapat teramati seperti halnya bidang

belah atau "cleveage" maka dapat ditafsirkan akan struktur kristal dari mineral

tersebut. Dengan demikian berdasarkan kenampakan bentuk mineral dalam kondisi 2

dimensi, maka mineral dapat direfleksikan kedalam bentuk kondisi 3 dimensi.

Bentuk-bentuk mineral yang dapat teramati secara mikroskop sebagai berikut:

1. Bentuk Luar Kristal

1. Euhedral atau Idiomorfik atau bentuk sempurna.

2. Subhedral atau Hipidiomorfik atau kurang sempurna.\

3. Anhedral atau Xenomorfik atau tidak sempurna.

2. Bentuk dalam kristal

1. Prismatik

2. Rhombik

3. Poligonal

4. Kubik

Bentuk luar mineral akan mencerminkan genesa atau kejadian mineral tersebut

sebagai berikut:

1. Terbentuk paling awal dalam betuan beku akan terbentuk euhedral dan

terbentuk dalam fase yang sangat lamban.

2. Terbentuk pertengahan kristalnya akan berbentuk subhedral dan terbentuk

dengan reaksi cukup lambat.

Page 8: ACARA 3

3. Terbentuk paling akhir maka mineralnya akan terbentuk anhedral dengan

reaksi cukup lambat dan ruangan yang tersisa makin sempit.

2.2.4 Penentuan Relief Mineral

Relief adalah kenampakan yang timbul akibat adanya perbedaan indeks

bias mineral dengan media di sekitarnya. Semakin besar perbedaan indeks bias

tersebut, maka semakin tinggi relief suatu mineral. Bedasarkan perbedaan indeks

bias tersebut maka disusunlah cara untuk memerikan relief mineral yang terdiri

atas beberapa macam mineral yang terdiri atas beberapa macam sebagai berikut:

a. Mineral berelief tinggi misalnya zirkon,

b. Mineral bersifat sedang misalnya mineral-mineral feromagnesia seperti

kelompok piroksin dan kelompok amfibol,

c. Mineral berelief rendah misalnya adalah kelompok mineral-mineral silika

seperti kuarsa dan kelompok feldspar.

Pada pengamatan relief ini ada beberapa hal yang patut diperhatikan antara

lain adalah sebagai berikut:

a. Relief akan nampak pada bagian pinggir atau pada batas kontak antara

mineral dengan medium disekitarnya dalam hal ini adalah balsam Kanada.

b. Jika pada bagian tepi mineral tidak tampak adanya batas yang tegas antara

mineral dengan balsam Kanada, maka yang harus diperhatikan berikutnya

adalah bidang belah atau retakan-retakan yang terdapat didalamnya.

c. Pengamatan indeks bias ini didasarkan atas tingkat ketegasan bidang

kontak tersebut yang dapat menentukan tinggi rendahnya indeks bias

mineral tersebut.

Page 9: ACARA 3

2.2.5 Penentuan Indeks Bias Mineral

Indeks bias mineral dapat diartikan sebagai salah satu nilai (konstanta) yang

menunjukkan perbandingan sinus sudut datang (i) dengan sinus sudut bias fraksi (r),

maka indeks bias (n) juga merupakan fungsi dari perjalanan sinar di dalam medium

yang berbeda.

Ada 2 jenis mineral yang diketahui dengan baik indeks biasnya yang mewakili

indeks bias tertinggi dan terendah:

a. Opal dengan indeks bias (n) = 1,40000

b. Intan dengan indeks bias (n) = 1,46476

Dikenal ada 2 metode yang dapat dipakai dalam penentuan indeks bias ini

adalah sebagai berikut:

a) Metode Garis "Becke"

b) Metode Illuminasi Miring

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Page 10: ACARA 3

3.1.1 Sampel Pertama

No. Urut : 1

No. Peraga : 03

Pembesaran Obyektif : 5x

Perbesaran Okuler : 10x

Perbesaran Total : 5 x 10 = 50x

Bilangan Skala : 1/50 = 0,02

Kedudukan : {47 ; 14,8}

Warna Absobsi : Gelap Maksimum

Pleokroisme : Kuat (Dwikroik)

Intensitas : Kuat

Bentuk : Euhedral

Indeks Bias : Nmin > Ncb

Belahan : 1 arah

Pecahan : Rata

Relief : Tinggi

Inklusi :

Warna : Hitam

Bentuk : Bulat

Ukuran : 1.8 x 0.02 = 0.36 mm

Ukuran Mineral : 1030 x 0,02 = 20,6 mm

Nama Mineral : Biotit

3.1.2 Sampel Kedua

Page 11: ACARA 3

No. Urut : 2

No. Peraga :

Pembesaran Obyektif : 5x

Perbesaran Okuler : 10x

Perbesaran Total : 5 x 10 = 50x

Bilangan Skala : 1/50 = 0,02

Kedudukan : {60.8 ; 11,8}

Warna Absobsi : Kuning Kecoklatan

Pleokroisme : Rendah

Intensitas : Tinggi

Bentuk : Euhedral – Subhedral

Indeks Bias : N min > N cb

Belahan : 2 arah

Pecahan : Uneven

Relief : Tinggi

Inklusi :

Warna :

Bentuk :

Ukuran :

Ukuran Mineral : 118 x 0,02 = 2,36 mm

3.1.3 Sampel Ketiga

No. Urut : 3

No. Peraga : 02

Page 12: ACARA 3

Pembesaran Obyektif : 5x

Perbesaran Okuler : 10x

Perbesaran Total : 5 x 10 = 50x

Bilangan Skala : 1/50 = 0,02

Kedudukan : {57.5 ; 19,8}

Warna Absobsi : Tidak berwarna

Pleokroisme : Tidak ada

Intensitas : Lemah

Bentuk : Euhedral - Subhedral

Indeks Bias : N min > N cb

Belahan : -

Pecahan : Uneven

Relief : Rendah

Inklusi : -

Warna :

Bentuk :

Ukuran :

Ukuran Mineral : 120 x 0,02 = 2,4 mm

3.2 Pembahasan

3.2.1 Sampel Pertama

Page 13: ACARA 3

Pada pengamatan pertama mineral yang diamati menggunakan perbesaran

lensa okuler 10x serta perbesaran lensa objektif 5x. Dimana dari perbesaran tersebut

kita dapat memperoleh perbesaran total 50x dan dapat diketahui bilangan skalanya

yaitu 0.02. Kedudukan (47;14.8) dengan warna absorbsinya gelap maksimum.

Mineral ini memiliki pleokroisme kuat, dengan jenis dwikroik. Mineral ini juga

memiliki intensitas sedang hingga tinggi dan memiliki bentuk euhedral. Indeks bias

mineral ini Nmin > Ncb. Mineral ini memiliki belahan 1 arah dan memiliki pecahan

rata. Relief pada mineral ini tinggi. Mineral ini juga memiliki inklusi dengan warna

hitam, bentuk bulat dan ukuran 0.36 mm. Mineral ini memiliki ukuran sekitar 20.6

mm dan berdasarkan deskripsinya ditentukan mineral ini merupakan mineral Biotit.

Mineral ini banyak ditemukan pada batuan beku intrusif, pegmatit, serta

lamprofiris, dan sedikit pada batuan metamorf. Mineral biotit dapat berasosiasi

dengan mineral lain seperti Orthoclase, Hornblende, Quartz, Albite, Calcite,

Magnetite, Apatite, Diopside, dan Almandine.

3.1.2 Sampel Kedua

Pada pengamatan kedua mineral yang diamati menggunakan perbesaran lensa

okuler 10x serta perbesaran lensa objektif 5x. Dimana dari perbesaran tersebut kita

dapat memperoleh perbesaran total 50x dan dapat diketahui bilangan skalanya yaitu

0.02. Kedudukan (60.8;11.3) dengan warna absorbsinya kuning kecoklatan. Mineral

ini memiliki pleokroisme rendah. Mineral ini juga memiliki intensitas tinggi dan

memiliki bentuk euhedral – subhedral. Indeks bias mineral ini Nmin > Ncb. Mineral

ini memiliki belahan 2 arah dan memiliki pecahan uneven. Relief pada mineral ini

tinggi. Mineral ini memiliki ukuran sekitar 2.36 mm.

Page 14: ACARA 3

3.2.3 Sampel Ketiga

Pada pengamatan ketiga mineral yang diamati menggunakan perbesaran lensa

okuler 10x serta perbesaran lensa objektif 5x. Dimana dari perbesaran tersebut kita

dapat memperoleh perbesaran total 50x dan dapat diketahui bilangan skalanya yaitu

0.02. Kedudukan (57.5;19.8) dengan warna absorbsinya tidak berwarna. Mineral ini

tidak memiliki pleokroisme. Mineral ini juga memiliki intensitas lemah dan memiliki

bentuk euhedral – subhedral. Indeks bias mineral ini Nmin > Ncb. Mineral ini tidak

memiliki belahan dan memiliki pecahan uneven. Relief pada mineral ini rendah..

Mineral ini memiliki ukuran sekitar 2.4 mm.

BAB IV

PENUTUP

Page 15: ACARA 3

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan prakktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengamatan menggunakan menggunakan nikol sejajar dapat menentukan

kedudukan, warna absorbsi, pleokroisme, intensitas, bentuk, indeks bias,

belahan, pecahan, relief, inklusi, ukuran mineral, serta nama mineral.

2. Kegunaan dari pengamatan menggunakan nikol sejajar yaitu dapat

menentukan sifat – sifat optik mineral.

4.2 Saran

4.2.1 Saran Untuk Laboratorium

Peralatan yang ada di harapkan dapat dijaga dan dipelihara dengan baik.

Selain itu, sampel mineral – mineral yang ada dilaboratorium diharapkan dapat

dijaga.

4.2.1 Saran Untuk Asisten

Penyampaian dan pemberian materi tentang pengenalan mikroskop Polarisasi

sudah sangat jelas. Tetapi diharapkan memberikan waktu tambahan bagi praktikan

untuk mengerjakan laporannya.seharusnya koordinator asisten rajin-rajin

memberikan senyum.

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: ACARA 3

Graha, Doddy S. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: Penerbit Nova.