acara 1-penyakit valen

27
LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN ACARA 1 PENGENALAN JAMUR PATOGEN (JAMUR, BAKTERI, VIRUS, NEMATODA) YANG DIJUMPAI PADA BAHAN PASCAPANEN Disusun oleh : Nama : Valentina E F A NIM : 11525 / PN Asisten : LABORATORIUM KLINIK TUMBUHAN JURUSAN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

Upload: valentina-erline

Post on 01-Jul-2015

631 views

Category:

Documents


44 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN

ACARA 1

PENGENALAN JAMUR PATOGEN (JAMUR, BAKTERI, VIRUS,

NEMATODA) YANG DIJUMPAI PADA BAHAN PASCAPANEN

Disusun oleh :

Nama : Valentina E F A

NIM : 11525 / PN

Asisten :

LABORATORIUM KLINIK TUMBUHAN

JURUSAN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011

ACARA 1

PENGENALAN JAMUR PATOGEN (JAMUR, BAKTERI, VIRUS, NEMATODA) YANG

DIJUMPAI PADA BAHAN PASCAPANEN

I. TUJUAN

Mengenal patogen-patogen yang banyak dijumpai pada bahan pasca panen.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu penyebab kerusakan bahan pangan, khususnya biji-bijian adalah kontaminasi

jamur selama penyimpanan. Mikotoksin yang umum mencemari biji-bijian adalah aflatoksin dan

fumonisin. Selain itu, okratoksin dan patulin merupakan mikotoksin yang juga dapat mencemari

biji-bijian. Sebanyak 72,2% biji jagung di Thailand terkontaminasi baik oleh fumonisin maupun

aflatoksin (Yoshizawa dkk., 1996).

Jamur yang sering menyerang biji kacang-kacangan pasca panen diantaranya adalah

Aspergillus spp. Spesies dari genus Aspergillus diketahui terdapat di mana-mana dan hampir

dapat tumbuh pada semua substrat. Jamur ini akan tumbuh pada buah busuk, sayuran, biji-bijian,

roti, dan bahan pangan lainnya. Koloni Aspergillus terlihat dengan warna hijau, kuning, krem,

hitam atau coklat (Novaldianto (2007) cit Akin dan Wagianto, (2007)).

Kebanyakan patogen yang menyerang hasil pertanian dalam sismpanan mengadakan

infeksinya di lapangan pada fase prapanen. Semua biji-bijian, buah, umbi, dan sebagainya,

membawa banyak spora pada waktu dipanen. Beberapa macam di antara jasad renik ini dapat

menyebabkan terjadinya penyakit simpanan dalam keadaan uang cocok. Pemanenan dan

penanganan buah pasti menyebabkan terjadinya luka, tetapi harus diusahakan agar luka yang

terjadi sesedikit mungkin. Gangguan-gangguan fisiologi dapat melemahkan pertahanan luar

bahan-bahan yang disimpan sehingga dapat ditembus oleh jasad renik. Demikian pula infeksi

patogen tertentu dapat membuka jalan bagi infeksi patogen lain (Semangun, 1996).

Patogen yang beserta dengan biji-biji dapat sangat mengurangi nilai gizi biji dan juga

mengurangi gaya tumbuhnya. Selama disimpan sebagai gabah, kandungan karbohidrat dan

protein beras menurun. Perlu diketahui juga bahwa biji yang berjamur (berkapang) dapat

menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia dan ternak. Gandum barli yang berkudis dan

jagung yang berjamur diberitakan dapat menyebabkan ganngguan pada ternak dan unggas (Lim

and Khoo, 1985).

Jamur termasuk division Thallophyta, sub divisio Fungi. Jamur adalah golongan

organisme yang tubuh vegetatifnya (struktur somatisnya) berupa thalus, tidak mempunyai

klorofil, tidak mempunyai berkas pengangkutan. Struktur somatisnya biasanya berbentuk benang

halus yang bercabang-cabang, mempunyai dinding yang tersusun dari khitin, selulosa atau

kedua-duanya, dan mempunyai inti sejati (eukaryotic) yang biasanya dapat dilihat dengan

mikroskop cahaya dengan mudah. Jamur umumnya tidak dapat bergerak, tetapi beberapa dari

anggota Phycomycetes yang rendah mempunyai sel yang dapat bergerak dengan pertolongan

bulu cambuk (flagellum) dan tidak berdinding. Benang hifa yang merupakan tubuh vegetatif

jamur dapat memanjang dengan pertumbuhan ujung (Triharso, 2004).

Sebagian besar jamur memiliki tubuh vegetatif yang terdiri atas filamen memanjang,

saling bersambungan, bercabang, bersifat mikroskopis, dan berdinding sel yang jelas. Tubuh ini

disebut miselium dan cabang tunggal atau filamen disebut hifa. Pada beberapa jenis jamur,

miselium terdiri atas banyak sel yang mengandung satu atau dua inti persel (seluler). Miselium

lain bersifat senositik yaitu mengandung banyak inti. Keseluruhan miselium ini berupa satu sel

multi inti yang bersambungan, turbular seperti pipa. Miselium ada yang bercabang dan ada yang

tidak bercabang; dibagi oleh beberapa dinding melintang (septa), setiap segmen akan menjadi

hifa multi inti (Agrios, 1988).

Jika miselium dalam bentuk parasit atau saprofit mulai berkembang dari satu titik,

perkembangan selanjutnya akan terjadi secara radial menuju kesegala arah, kecuali untuk

beberapa substrat. Hal ini terlihat dari bercak-bercak daun karena cendawan berbentuk bulat

sesuai dengan sifat berkembangnya secara radial menuju ke segala arah. Demikian juga buah-

buahan busuk memiliki bercak-bercak yang bulat. Namun, luka pada kulit kayu umumnya sedikit

memanjang atau agak elips. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan membujur dari cendawan

lebih cepat dari pada pertumbuhan melintang (Pracaya, 2008).

Jamur bereproduksi secara seksual atau aseksual, terutama dengan membentuk spora.

Spora merupakan struktur khusus untuk perbanyakan atau bereproduksi yang dibentuk secara

aseksual melalui bagian miselium yang dimodifikasi atau secara seksual melalui fusi sel jantan

dan sel betina. Spora dapat berfungsi untuk multiplikasi, diseminasi, dan alat pertahanan pada

kondisi ekstrim. Tubuh jamur dapat berbentuk spora, miselium, plasmodium, dan badan buah

yang tiap bagiannya berpotensi untuk tumbuh membentuk jamur lengkap (Sinaga, 2003).

Menurut Jutono etal (1973), Pengamatan morfologi jamur benang sangat penting untuk

identifikasi dan determinasi. Dalam pengamatan morfologi secara mikroskopik beberapa hal

yang perlu diperhatikan adalah :

1. Hifa : bersepta atau tidak, transparan atau berwarna.

2. Spora seksual : meliputi oospora, askospora, basidiospora, atau bentuk lain.

3. Spora aseksual : meliputi sporangiospora, konidiospora, artrospora (oidia), atau bentuk yang

lain; warna, ukuran, dsb.

4. Badan buah : bila sporangium ditentukan bentuk, warna, ukuran, letak. Bila penghasil

konidia ditentukan tipe, asal, ukuran, dan letak sterigmata; berkonidiatunggal; berantai; dsb.

5. Dasar badan buah : berupa kolumela, vesikula.

6. Tangkai (pendukung) badan buah : meliputi konidiofora, sporangiofor; tunggal atau dalam

bentuk khas; bercabang atau tidak.

7. Adanya bentuk-bentuk khusus : misalnya stolon, rhizoid, sel kaki, apofisa, khlamidospora,

sklerotia, dsb.

Perkembangan penyakit dalam biji-bijian yang disimpan dapat sangat dikurangi oleh

pemanenan dan menanganan yang dilakukan dengan hati-hati dan penyimpanan dengan suhu dan

kelembaban yang optimum. Dianjurkan agar biji padi (gabah) yang disimpan mempunyai

kandungan air yang kurang dari 13-14% (Smith et al, 1966).

III. METODOLOGI

Praktikum Pengelolaan Hama dan Penyakit Pasca Panen Acara 1 yang berjudul

”Pengenalan Jamur Patogen yang Dijumpai pada Bahan Pascapanen Secara Mikroskopis”

dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 15 Maret 2011 di Laboratorium Klinik Tumbuhan,

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta. Dalam praktikum ini dipergunakan beberapa alat dan bahan untuk mendukung

pelaksanaan praktikum. Alat-alat yang dipergunakan adalah mikroskop, gelas benda (obyek

glass), dan gelas penutup (deck glass). Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah preparat

jamur untuk pengamatan secara mikroskopis (Gloeosporium sp., Chalaropsis sp.,

Botryodioplodia sp., Pestalotia sp., Colletotrichum sp., Trichoderma sp., Penicillium sp.,

Aspergilus sp., Ceratocystis sp., Fusarium sp., Phytophthora sp., Soybean Mozaic Virus, dan

Nematoda Sista Kentang).

Adapun cara kerja dari praktikum kali ini adalah diamati dan diperhatikan sifat miselium,

bentuk organ penghasil konidium beserta konidiumnya, dan warnanya. Kemudian dibuat gambar

yang menunjukkan bentuk jamur yang telah diamati serta dicatat perbesaran pada lensa objektif

dan okuler. Tidak lupa juga untuk dicatat inang jamur yang diamati.

IV.HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

1. Gloeosporium sp. pada Apel

Sumber gambar : http://www.kliniktani.com/wp-content/uploads/2010/05/busuk-

300x221.jpg

Bercak-bercak hitam menutupi jaringan busuk yang keras, dapat dihilangkan dengan

mudah dari daging disekitarnya. Pada bercak-bercak terbentuk massa spora yang berwarna

merah jambu dalam kondisi lembab. Cendawan ini menyukai tempat yang lembab. Cara

penularan cendawan ini adalah dengan bantuan hembusan angin atau guyuran air hujan. Selain

itu juga disebarkan oleh serangga atau mungkin oleh tangan manusia yang kotor (Aak, 2010).

2. Gloeosporium sp. pada Cabai

Sumber gambar :

http://www.agro.basf.it/it/deploy/media/it/images/lexicon_img_40_per_cent/118d.jpg

Penyebab busuk buah pada cabai. Gejala awal yang terlihat adalah timbulnya bercak dan

pada bagian tengah bercak terdapat spora jamur berwarna kuning sampai kuning kecoklatan.

Pada serangan parah, bercak semakin tersebar, terjadi busuk kering dan terdapat miselium jamur

berwarna kuning kecoklatan pada bagian bercak.

Pada buah di bawah kulit terdapat bagian yang warnanya berubah menjadi coklat muda.

Bagian ini melebar dan pusatnya mengendap, sehingga mirip dengan kerucut. Di bawah kutikula

terjadi titik-titik hitam yang terdiri dari aservulus jamur yang kemudian menembus katikula.

Pada cuaca yang lembab, aservulus menghasilkan banyak konidium yang menyerupai massa

yang lengket berwarna merah jambu.

3. Penicillium sp. pada Kedondong

Sumber gambar :

http://www.waterscan.rs/images/virusi-bakterije//bacterie-penicillium.jpg

Pencillium memiliki habitat kosmopolit dan jenis yang beragam. Umumnya bersifat

saprofit dan beberapa bersifat parasit pada tanaman tingkat tinggi . Penicillium secara

mikroskopis memiliki bentuk konidiofor yang khas. Konidiofor muncul tegak dari miselium,

sering membentuk sinnemata, dan bercabang mendekati ujungnya. Ujung konidiofor memiliki

sekumpulan fialid dengan konidia berbentuk globus atau ovoid, tersusun membentuk rantai

basipetal (Barnett dan Hunter, 1998).

Penicilium sp. menyebabkan suatu kebusukan buah yang bersifat merusak. Awal gejala

dimulai pada bidang lembut yang basah di kulit, yang diikuti oleh pengembangan dari suatu

koloni yang melingkar dari kapang putih, sampai dengan 4 cm. Setelah 24-36 jam pada 24°C.

Spora (conidia) bentuk di pusat koloni, yang diselimuti oleh suatu pita lebar dari miselium yang

putih. Luka menyebar dengan cepat (Crop Protection Compendium, 2005).

4. Colletotrichum sp. pada Jambu biji

Sumber gambar :

http://www.biology.ed.ac.uk/research/groups/jdeacon/microbes/colleto3.jpg

Colletotrichum sp. mempunyai banyak aservulus, tersebar di bawah kutikula atau pada

permukaan, berwarna hitam dengan banyak seta. Seta berwarna coklat tua, bersekat, halus dan

meruncing ke atas. Konidium berwarna hialin, berbentuk tabung (silindris), ujung-ujungnya

tumpul atau bengkok seperti sabit. Konidia hialin, falcate dengan puncak kulminasi yang akut

dan memancung sempit dasar, tidak bersekat, uninukleat, 18-23 × 2·5-4 µm. Konidium dapat

disebarkan oleh angin. Cendawan pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji,

sehingga dapat menginfeksi persemaian yang tumbuh dari benih yang sakit. Cendawan yang

menyerang daun dan batang tidak dapat menginfeksi buah. Cendawan dapat bertahan dalam

sisa-sisa tanaman sakit. Pada musim kemarau pada lahan yang berdrainase baik

perkembangan penyakit kurang. Perkembangan penyakit sangat baik pada suhu 30 °C.

Perkembangan lebih cepat pada buah yang lebih tua, sedangkan pada buah muda lebih cepat

gugur karena infeksi (Semangun, 1996).

5. Diplodia sp. pada Belimbing

Sumber gambar :

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7f/Diplodia_blight5337086.jpg

Botryodiplodia adalah jamur yang diketahui dapat menyebabkan stem end rot pada buah

dan merupakan salah satu penyebab kerusakan pada buah. Jamur ini menyerang pada batang

pohon, di mana serangan biasanya diawali karena luka akibat benda tajam. Pada minggu ke 3

belum terjadi serangan, baru pada minggu ke 4 terjadi serangan walupun masih tergolong

rendah. Serangan paling banyak muncul pada minggu ke 6, dimana serangan botryodiplodia

mencapai hampir 16%. Botryodiplodia dewasa berwarna coklat bersekat.

Cendawan membentuk piknidium dengan konidium berbentuk jorong bersel satu dan

hialin pada waktu muda, tetapi kemudian konidium bersel 2 dan berwarna gelap setelah dewasa.

6. Pestalotia sp.

Sumber gambar :

http://www.botany.hawaii.edu/faculty/wong/Bot201/Deuteromycota/Pestalotia_2.jpg

Gejala yang ditimbulkan Pestalotia sp. yaitu bercak pada daun yang tidak beraturan

berwarna abu-abu pada pusatnya. Jamur menyebabkan penyakit pada petiole daun dan ujung

daun serta menimbulkan bercak daun. Tidak seperti patogen bercak lainnya, Pestalotia sp.

menyerang semua bagian daun dari bawah sampai atas. Jamur ini membutuhkan luka dari

patogen primer untuk penetrasi tanaman inang.

7. Aspergillus sp. pada Bawang Putih

Sumber gambar :

http://permimalang.files.wordpress.com/2008/11/aspergillusniger.jpg

Kepala konidia khas berbentuk bulat kemudian merekah menjadi beberapa kolom dan

berwarna kekuningan hingga hijau tua. Konidiofor berwarna hialin, kasar dan dapat mencapai

panjang 1 mm (ada yang sampai 2,5mm). Vesikula berbentuk bulat hingga semibulat dan

berdiameter 2,5-4,5 µm, berdiameter 3-6 µm, hijau pucat dan berduri, Sklerotia eseringkali

dibentuk pada koloni yang baru, bervariasi dalam ukuran dan dimensi dan berwarna coklat

hingga hitam. Jamur ini menyebabkan busuk pada umbi bawang putih (Agrios, 1988).

Aspergillus sp. umum ditemukan di tanah, beberapa juga dapat diisolasi dari rizosfir

tanaman pertanian seperti tomat, kentang, gandum, ubi kayu, kopi, tembakau, dan sebagainya

(Moreau dan Moss, 1979). Secara mikroskopis Aspergillus sp. mudah dikenali dan dibedakan

dari kapang marga lain, yaitu memiliki konidiofor yang tegak, tidak bersepta, tidak bercabang,

dan ujung konidiofor membengkak membentuk vesikel. Pada permukaan vesikel ditutupi fialid

yang menghasilkan konidia. Konidia tersusun 1 sel (tidak bersepta), globus, memiliki warna

yang beragam, dan tersusun membentuk rantai basipetal (Barnett, 1955). Aspergillus sp yang

diisolasi, secara visual koloninya tampak memiliki lapisan basal berwarna putih hingga kuning

dengan lapisan konidiofor yang lebat berwarna coklat tua hingga hitam. Tangkai konidiofor

(stipe) tidak berornamentasi/berdinding halus dan berwarna transparan (hialin). Kepala konidia

berwarna hitam dan berbentuk bulat. Konidia berbentuk bulat hingga semi bulat, berwarna coklat

tua. Konidia terbentuk dari fialid yang menumpang pada metula (tipe biseriate) dan membentuk

formasi sikat melingkar (radiate collumnar).

8. Phytophthora sp. pada Jipang

Sumber gambar : http://botit.botany.wisc.edu/toms_fungi/images/phytspor.jpg

Phytophthora berasal dari bahasa Yunani, phyto yang berarti tanaman dan phthora yang

artinya merusak, jamur ini disebut juga jamur air karena selain di tanah dan daerah daun

sebagian besar siklus hidupnya dapat terjadi di air (Erwin dan Ribeiro, 1996). Phytophthora yang

ditumbuhkan pada media biakan atau jaringan tanaman dalam keadaan lembab, umumnya tidak

berpigmen, dan apabila dilihat di bawah mikroskop, miseliumnya berwarna hyalin. Miselium

bercabang dan memiliki struktur seperti tabung. Pertumbuhan umumnya terjadi pada ujung hifa

(Erwin dan Ribeiro, 1996).

Spesies Phytophthora sp. menghasilkan spora aseksual pada kondisi lingkungan yang

mendukung (suhu dan kelembaban optimum). Spora aseksual disebut sporangium. Sporangia

dibentuk pada sporangiofor. Ukuran dan bentuk sporangia bermacam-macam (ovoid, obovoid,

ellipsoid, limoniform (seperti lemon) dan pyriform (seperti buah pir). Sporangium berkecambah

dan akar membentuk tabung kecambah apabila kontak dengan tanaman (Erwin dan Ribeiro,

1996). Zoospora merupakan spora seksual yang dihasilkan melalui peleburan gamet jantan

(oogonium) dan betina (antheredium). Zoospora dapat menyebar melalui percikan air dan aliran

air dipermukaan tanah. Spora ini memiliki flagel yang dapat membantu pergerakannya

mendekati inang (Erwin dan Ribeiro, 1996)

Jamur ini dapat bertahan dalam tanah dan mengadakan infeksinya terutama melalui tanah

dan disini dapat membentuk sporangium dan spora kembara. Jamur terutama dipencarkan oleh

air hujan dan air pengairan yang mengalir di atas permukaan tanah. Infeksi ke pangkal batang

dibantu oleh adanya luka, misalnya yang disebabkan oleh alat-alat pertanian. Di dalam kebun P.

cactorum dapat terbawa oleh aliran air bersama-sama dengan tanah. Selain itu jamur dapat

terangkut jauh karena terbawa oleh bibit (okulasi) dan tanah yang menyertai bibit ini (Semangun,

2004).

9. Fusarium sp. pada Cassava

Sumber gambar : http://farm4.static.flickr.com/3262/4603437627_b42f669362.jpg

Cendawan membentuk miselium bersekat, mula-mula tidak berwarna semakin tua

warnanya menjadi krem dan akhirnya tampak benang-benang berwarna oker. Miselium tua

membentuk klamidospora. Cendawan membentuk mikrokonidium bersel satu, tidak berwarna,

bersekat dua atau tiga. Cendawan dapat bertahan lama dalam tanah, dan tanah yang terinfeksi

sulit untuk dibebaskan kembali. Cendawan menginfeksi akar terutama melalui luka, menetap

dan berkembang di berkas pembuluh. Setelah jaringan pembuluh mati dan keadaan udara

lembab, cendawan membentuk spora yang berwarna putih keunguan pada akar yang

terinfeksi. Cendawan dapat tersebar karena pengangkutan bibit, melalui tanah yang terbawa

angin, air, atau melalui alat pertanian. Daerah sebaran Fusarium spp. meliputi daerah dingin

dengan suhu 5ºC sampai daerah tropik dengan suhu 20ºC, dan dapat hidup baik padanwilayah

kering dengan curah hujan tahunan < 250 mm sampai daerah basah dengan curah hujan di

atas 1000 mm per tahun (Semangun, 1996).

10. Fusarium sp. pada Melon

Sumber gambar :

http://1.bp.blogspot.com/_18HBcmJ0ugg/S9rXg7aBsbI/AAAAAAAAArc/

mzicn_wTU7Q/s1600/Fusarium.jpg

Secara makroskopis, Fusarium memiliki bentuk miselium seperti kapas. Miseliumnya

tumbuh cepat dengan bercak-bercak berwarna merah muda, abu-abu, atau kuning. Di bawah

mikroskop, konidiofor Fusarium tampak bervariasi, bercabang atau tidak bercabang. Beberapa

jenis Fusarium memiliki dua bentuk dasar konidia yaitu mikrokonidia dan makrokonidia,

konidia berwarna transparan, dan bersepta. Makrokonidia melengkung seperti bulan sabit dan

memiliki sel kaki (pedicellate) yang jelas. Sel ujung makrokonidia berbentuk agak

membengkok, umumnya bersepta 3, tetapi dapat bersepta hingga 5. Bersifat parasit pada

tanaman tingkat tinggi dan saprofit pada bagian tanaman yang membusuk (Barnett and Hunter,

1998).

11. Ceratocystis sp. pada Ubi Jalar

Sumber gambar :

http://1.bp.blogspot.com/_tv1n5CDVmkw/TJ81fMgpxUI/AAAAAAAAADY/

Ga64_W5CxPc/s1600/Ceratocystis_fimbriata_peritheces.jpg

Konidium jamur berbentuk tabung, seperti terpotong dibagian ujungnya, tanpa warna,

berdinding halus, dan berukuran (11-25(15)) x (4-5,5) mm. Konidiofornya kurus, muncul

secara lateral dari hifa, bersekat, berfialid, tanpa warna sampai berwarna cokelat pucat,

panajang mencapai 160 mm, dan menghasilkan konidium dibagian ujung yang terbuka.

Klamidiosporanya berada dibagian akhir dan berupa rantai, berbentuk bulat sampai bulat

telur, berdinding tebal, berwarna cokelat, dan berukuran (9-18) x (6-13) mm. Jamur umumnya

merupakan jamur patogen luka yang disebarkan oleh serangga atau manusia. Jamur juga

mempunyai inang luas karena tersebar luas (Agrios, 1988).

12. Colletotrichum sp. pada Pepaya

Sumber gambar :

http://portal.cbit.uq.edu.au/Portals/32/Images/Disease/1515%20&%201560-

Colletotrichum/1515-Papaya-rot.jpg

Marga Colletotrichum mempunyai seta (rambut–rambut) berwarna gelap pada

aservulusnya. Colletrotichum gleosporioides menyebabkan mati pucuk pada ranting-ranting

pohon jeruk yang lemah. C.durionis menyebabkan bercak daun pada durian. C. falcatum

menyebabkan busuk merah pada batang tebu. C. glycines menyebabkan bercak–bercak pada

polong kedelai (Semangun, 1996). Pada buah-buah matang yang terinfeksi terlihat gejala

khas, yaitu bercak-bercak hitam pada bagian kulit kemudian sedikit demi sedikit melekuk dan

bersatu, sehingga daging buah akhirnya membusuk. Cendawan mempunyai hifa bersepta,

berwarna hialin yang kemudian berubah menjadi gelap. Konidium berbentuk jorong atau

bulat telur pada bagian ujungnya membulat, tidak bersepta dengan warna hialin. Infeksi pada

buah yang masih hijau terjadi melalui pori-pori, sedangkan infeksi pada buah matang terjadi

melalui lentisel. Buah terinfeksi dapat segera timbul gejala, tetapi umumnya merupakan

infeksi laten dan baru timbul gejala setelah beberapa bulan. Buah yang saat dipanen terlihat

sehat, dapat berkembang secara nyata menunjukan gejala antraknosa pada saat proses

pematangan. Penyakit ini tersebar di negara-negara penghasil pepaya. Pengendalian budidaya

tanaman sehat di lapangan, akan membentuk kondisi buah pepaya selanjutnya menjadi lebih

baik, Pencelupan ke dalam air panas (< 55 ºC) selama 5 menit atau ke dalam air panas (52-

53ºC) dicampur fungisida (benomil) selama 5 menit (Agrios, 1988).

13. Trichoderma sp. pada Salak

Sumber gambar :

http://filebox.vt.edu/users/chagedor/biol_4684/Microbes/trichoderma.jpg

Pada Trichoderma yang dikultur, morfologi koloninya bergantung pada media tempat

bertumbuh. Pada media yang nutrisinya terbatas, koloni tampak transparan, sedangkan pada

media yang nutrisinya lebih banyak, koloni dapat terlihat lebih putih. Konidia dapat terbentuk

dalam satu minggu, warnanya dapat kuning, hijau atau putih. Pada beberapa spesies dapat

diproduksi semacam bau seperti permen atau kacang (Samuels et. al., 2011).

Reproduksi aseksual Trichoderma menggunakan konidia. Konidia terdapat pada struktur

konidiofor. Konidiofor ini memiliki banyak cabang. Cabang utama akan membentuk cabang.

Ada yang berpasangan ada yang tidak. Cabang tersebut kemudian akan bercabang lagi, pada

ujung cabang terdapat fialid. Fialid dapat berbentuk silindris, lebarnya dapat sama dengan batang

utama ataupun lebih kecil. Fialid dapat terletak pada ujung cabang konidiofor ataupun pada

cabang utama. Konidia secara umum kering, namun pada beberapa spesies dapat berwujud

cairan yang berwarna hijau bening atau kuning. Bentuknya secara umun adalah elips, jarang

ditemukan bentuk globosa. Secara umum konidia bertekstur halus. Pada Trichoderma juga

ditemukan struktur klamidospora. Klamidospora ini diproduksi oleh semua spesies Trichoderma.

Bentuknya secara umum subglobosa uniseluler dan berhifa, pada beberapa spesies,

klamidosporanya berbentuk multiseluler. Kemampuan Trichoderma dalam memproduksi

klamidospora merupakan aspek penting dalam proses sporulasi (Samuels et. al., 2011).

14. Chalaropsis sp.

Sumber gambar : http://cryo.naro.affrc.go.jp/sougou/joho/chala_th.GIF

Nama lain dari Chalaropsis sp. adalah Chalara sp. Chalara sp. ditemukan polifiletik

dengan menggunakan subunit parsial kecil dan besar urutan rDNA. Pada media agar, laju

pertumbuhan Chalaropsis sp sangat lambat. Chalaropsis sp menghasilkan aleurioconidia, yang

diproduksi oleh urutan rantai atau tunggal. Dinding dari aleurioconidia tebal dan berwarna gelap,

terkadang memiliki dinding dan tidak memiliki dinding. Aleuroconidia dihasilkan sendiri atau

pada rantai khusus hifa. Konidia dihasilkan dalam phialides, berbentuk silinder, berdinding tebal

dan gelap. Teleomorphs dari Chalaropsis adalah Ceratocystis.

15. Soybean Mosaic Virus pada Kedelai

Sumber gambar : http://www.biology-blog.com/images/blogs/10-2008/segments-

soybean-mosaic.jpg

Virus dapat menular secara mekanis, terbawa oleh biji tanaman sakit dan oleh beberapa

macam kutu daun secara nonpersisten. Kutu daun yang dapat bertindak sebagai vektor antara lain

Aphis glycines, Aphis craccivora dan Myzus persicae.

Virus mempunyai titik pemanasan inaktivasi 65-70°C selama 10 menit, titik pengenceran

terakhir 1 : 1000-10000. Virus mosaic kedelai termasuk golongan Potato virus Y dengan zarah

berbentuk batang lentur dengan panjang rata-rata 750 nm. Dalam sel tanaman sakit terdapat

badan asing yag mirip dengan cakra.

16. Potato Cyst Nematode pada Kentang

Sumber gambar :

http://www.eppo.org/QUARANTINE/nematodes/Globodera_rostochiensis/

HETDRO_01.jpg.

Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis) merupakan nematoda parasit yang

dapat menyebabkan kehilangan hasil pada tanaman kentang. G. rostochiensis merupakan

organisme pengganggu tumbuhan baru yang menyerang tanaman kentang di Indonesia. G.

rostochiensis menyerang tanaman kentang dengan merusak jaringan akar dan pada kondisi

kurang menguntungkan dapat membentuk sista. Nematoda sista kentang ini dapat menurunkan

hasil antara 32-71%.

Berasal dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan. Pertama kali ditemukan di Jerman

pada 1913, meskipun diperkirakan telah tiba di Eropa melalui kentang impor pada abad ke-19.

Pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 1941, di Kanada pada tahun 1960-an, dan

di Meksiko pada 1970-an, juga ditemukan di berbagai lokasi di seluruh Asia, Afrika, dan

Australia.

V. KESIMPULAN

1. Preparat yang diamati pada saat praktikum adalah Gloeosporium sp., Chalaropsis sp.,

Botryodioplodia sp., Pestalotia sp., Colletotrichum sp., Trichoderma sp., Penicillium sp.,

Aspergilus sp., Ceratocystis sp., Fusarium sp., Phytophthora sp., Soybean Mozaic Virus, dan

Nematoda Sista Kentang.

2. Setiap jamur memiliki morfologi dan karakteristik yang berbeda-beda.

3. Jamur patogen organ vegetatifnya berupa miselium sedangkan organ generatifnya berupa

spora seksual.

DAFTAR PUSTAKA

Akin, H.M. dan Wagianto. 2007. Kumpulan Abstrak Jurusan Proteksi Tanaman. <http://www.unila.ac.id/~fp/index.htm >. Diakses pada tanggal 27 Maret 2011.

Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. 3d Ed. Acad. Press., San Diego.

CAB International. 2005. Crop Protection Compendium. 2005 Edition. Wallingford, UK: Centre for Agriculture and Bioscience International. www.cabicompendium.org/cpc. CD-ROM.

Erwin, D. C. and Ribeiro, O. K. 1996. Phytophthora Diseases Worldwide. APS Press, MN, USA.

Samuels, G.J., Chaverri, P., Farr, D.F., & McCray, E.B. 2011. Trichoderma : Overview of The Genus.<http://nt.ars-grin.gov/taxadescriptions/keys/frameGenusOverview.cfm?gen=Trichoderma>. Diakses tanggal 27 Maret 2011.

Jutono, J. Soedarsono, S. Hartadi, S. Kabirun, Suhadi, dan Soesanto. 1973. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Lim T.K. and K.C. Khoo. 1985. Diseases and Disorders of Mango in Malaysia. Tropical Press, Kuala Lumpur.

Pracaya. 2003. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sinaga, M.S.2003. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Semangun, H. 2004. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Smith, M.A., L.P. McColloch, and B.A. Friedman. 1966. Market Diseases of Asaparagus, Onion, Beans, Peas, Carrots, Celery, and Related Vegetables. US Dept. Agric. Handbook, USA.

Triharso. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Yoshizawa, T., A. Yamashita, and N. Chokethaworn. 1996. Occurrence of Fumonisins and Aflatoxins in corn, Thailand.