abortus habitualis

12
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kadungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. 1 Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Sekitar 5 % dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan sekitar 1 % dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan .2 Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20 % dari semua kehamilan. 1,2 Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi 1

Upload: giskardi

Post on 06-Nov-2015

52 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

abortus

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANGAbortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kadungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Sekitar 5 % dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang berurutan, dan sekitar 1 % dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan.2Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20 % dari semua kehamilan. 1,2Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali adalah 30-45%.1

2. TUJUANTujuan dari referat ini adalah untuk mengetahui ;1) Definisi2) Etilologi3) Patofisiologi4) Manifestasi klinis5) Diagnosis6) Penatalaksanaan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIAbortus (aborsi, abortion) adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup. Definisi ini terbatas pada terminasi kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir.4Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Angka kejadian jenis abortus ini adalah 0,4 % dari semua kehamilan. Wanita yang mengalami peristiwa tersebut, umumnya tidak mengalami kesulitan untuk menjadi hamil, akan tetapi kehamilannya tidak dapat berlangsung terus dan terhenti sebelum waktunya.4,6

B. ETIOLOGIWalaupun terjadinya abortus berturut-turut mungkin kebetulan, namun wajar untuk memikirkan adanya sebab dasar yang mengakibatkan peristiwa berulang ini. Sebab dasar ini dalam kurang lebih 40% tidak diketahui; yang diketahui, dapat dibagi dalam 3 golongan:a. Kelainan pada zigot.Agar bisa terjadi kehamilan, dan kehamilan itu dapat berlangsung terus dengan selamat, perlu adanya penyatuan antara spermatozoon yang normal dan ovum yang normal pula.Kelainan genetik pada suami atau istri dapat menjadi sebab kelainan pada zigot dengan akibat terjadinya abortus. Dapat dikatakan bahwa kelainan kromosomal yang dapat memegang peranan dalam abortus berturut-turut, jarang terdapat. Dalam hubungan ini dianjurkan untuk menetapkan kariotipe pasangan suami istri, apabila terjadi sedikit-dikitnya abortus berturut-turut 3 kali, atau janin yang dilahirkan menderita cacat.3,4b. Gangguan fungsi endometrium, yang menyebabkan gangguan implantasi ovum yang dibuahi dan/atau gangguan dalam pertumbuhan mudigah.61. Kelainan hormonalPada wanita dengan abortus habitualis, dapat ditemukan bahwa fungsi glandula tiroidea kurang sempurna, oleh sebab itu pemeriksaan fungsi tiroid pada wanita-wanita dengan abortus berulang perlu dilakukan; pemeriksaan ini hendaknya dilakukan diluar kehamilan.Wanita dengan diabetes mellitus yang kadar hbA1c tinggi pada trisemester pertama, risiko abortus dan malformasi janin meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus.Selain itu gangguan fase luteal dapat menjadi sebab infertilitas dan abortus muda yang berulang. Gangguan fase luteal bisa menyebabkan disfungsi tuba dengan akibat transpor ovum terlalu cepat, motilitas uterus yang berlebihan, dan kesukaran dalam nidasi karena endometrium tidak dipersiapkan dengan baik.42. Gangguan nutrisiPenyakit-penyakit yang mengganggu persediaan zat-zat makanan untuk janin yang sedang tumbuh, dapat menyebabkan abortus. Anemia yang berat, penyakit menahun dan lain-lain dapat mempengaruhi gizi penderita.53. Penyakit infeksiPenyakit infeksi menahun yang dapat menjadi sebab kegagalan kehamilan ialah lues, disebut pula mikoplasma hominis yang ditemukan di serviks uteri, vagina dan uretra. Penyakit infeksi akut dapat abortus pada saat terjadinya infeksi, tetapi tidak menjadi sebab abortus habitualis.54. Kelainan imunologikSaat kehamilan, system pertahanan tubuh ibu berhadapan dengan hasil konsepsi berupa host-defense reaction berdasar pada pengenalan dari antigen fetal dan placental. Untuk menghindari rejeksi dari semi-allogenic konseptus, system pertahanan tubuh ibu terdepresi dalam kehamilan yang normal.Peningkatan dari aktivitas sel sitotoksik terjadi dari aktivas inatural killer cells, leukosit, limfosit dan makrofag yang ditemukan pada wanita dengan abortus habitualis. Makrofag dapat memproduksi sitokin seperti IL-2, Tumor Necrosis Factor, Interferon, dimana sitokin-sitokintersebut terjadi peningkatan produksi pada materno-fetal interface. Sitokin-sitokin tersebut menyebabkan terjadinya aktivitas embriotoksik maupun perusakan pada trofoblas placenta.Inkomtabilitas karena Rh faktor dapat menyebabkan abortus berulang, tetapi hal ini biasanya menyebabkan gangguan pada kehamilan diatas 28 minggu.1,2,4,65. Faktor psikologisDibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus berulang dan keadaan mental, akan tetapi masih belum jelas sebabnya. Yang peka terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secarra emosional, dan bergaul dalam dunia pria dan menganggap kehamilan suatu beban yang berat.3c. Kelainan pada anatomik uterus yang dapat menghalangi berkembangnya janin di dalamnya dengan sempurna.Kelainan bawaan dapat menjadi sebab abortus habitualis, antara lain hipoplasia uterus, uterus subseptus, uterus bikornis, dan sebagainya. Akan tetapi pada kelainan bawaan seperti uterus bikornis, sebagian besar kehamilan dapat berlangsung terus dengan baik. Diantara kelainan-kelainan yang timbul pada wanita dewasa terdapat laserasi serviks uteri yang luas, tumor uterus khususnya mioma, dan serviks uteri yang inkompeten.3,6

C. PATOFISIOLOGIKelainan pada zigotmalfungsi endometriumkelainan anatomik

Perdarahan desidua basalis

Nekrosis jaringan sekitarnya

Benda Asing

Kontraksi Uterus

Ekspulsi 3 D. GEJALA DAN TANDAPerdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu selama 3 kali kehamilan berturut-turut atau lebih.3

E. DIAGNOSISDisamping pemeriksaan umum dengan memperhatikan gizi dan bentuk badan penderita, dilakukan pula pemeriksaan suami-istri, antara lain pemeriksaan darah dan urin rutin, pemeriksaan golongan darah, faktor Rh, dan tes terhadap sifilis; selanjutnya pada istri dibuat kurve harian glukosa darah dan diperiksa fungsi tiroid, dan pada suami diperiksa sperma.4Perlu diselidiki apakah ada kelainan anatomik, baik kelainan bawaan atau kelainan yang terjadi setelah melahirkan. Laserasi serviks uteri dan adanya mioma uteri dapat ditemukan pada pemeriksaan ginekologi, sedang mioma uteri submukosum, uterus septus dan serviks uteri inkompeten dapat diketahui dengan histerografi.6

F. PENATALAKSANAANJika pada penderita abortus habitualis ditemukan kelainan bawaan seperti uterus bikornus atau uterus septus, dan ada keyakinan bahwa tidak ada faktor lain yang menyebabkannya, dapat dilakukan operasi plastik uterus seperti operasi menurut strassman.6Laserasi luas serviks uteri memerlukan trakhelorafia. Pada serviks yang inkompeten, diluar kehamilan dapat dilakukan operasi menurut Shirodkar, sedang dalam kehamilan operasi menurut Mac Donald.7Selain terapi yang bersifat kausal, maka penderita dengan abortus habitualis perlu mendapat perhatian khusus saat dia hamil. Pasien harus banyak istirahat, perlu dicegah usaha-usaha yang melelahkan.4Pada hamil muda sebaiknya jangan bersanggama. Makanan harus adekuat protein, karbohidrat, mineral dan vitamin. Khususnya dalam masa organogenesis pemberian obat-obatan harus dibatasi, dan obat-obat teratogenik dilarang. Terapi hormonal umumnya tidak diperlukan kecuali jika ada gangguan fungsi tiroid, atau gangguan fase luteal.5

BAB IIIRINGKASAN

Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Sebab-sebab abortus habitualis dibagi dalam 3 golongan; kelainan pada zigot, gangguan fungsi endometrium, dan kelaianan anatomik pada uterus. Penanganan pada abortus habitualis bergantung pada etiologinya. Pada kelainan anatomi, mungkn dapat dilakukan operasi Shirodkar atau Mac Donald.4,6,7

DAFTAR PUSTAKA1. Qublan HS. Habitual Abortion: Causes, Diagnosis and Treatment. Reviews in Gynaecological Practice 3 2003; 75802. Hviid TVF. HLA-G in human reproduction: aspects of genetics, function and pregnancy complications. Hum. Reprod. Update 2006; 12; (3): 209-232.3. Salmon JE et al. The antiphospholipid syndrome as a disorder initiated by inflammation: implications for the therapy of pregnant patients Nat ClinPractRheumatol20073:1401474. Prawiharjono S, et Wiknjosastro H. 2009. Ilmu Kandungan Edisi kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.5. Prawiharjono S, et Wiknjosastro H. 2009. Ilmu Kebidanan Edisi kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.6. Cunningham G, et al, 2006. Williams Obstetric Edisi 21 Volume 2. Jakarta: EGC.7. Martaadisoebrata D, et al, 2005. Obstetri Patologi Edisi 2. Jakarta: EGC.

7