abortus

28
ABORTUS Pembimbing: dr. Budi Martino, Sp.OG

Upload: dindaaputria

Post on 01-Feb-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Abortus

ABORTUS

Pembimbing:dr. Budi Martino, Sp.OG

Disusun oleh:Aria Pratama Hayanto

(07120110062)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit KandunganFakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said SukantoPeriode 20 September – 28 November 2015

Page 2: Abortus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebidanan dapat dikatakan sebagai praktik kesehatan tertua di dunia, dalam arti

menolong persalinan. Mulanya semua persalinan ditolong oleh dukun atau mereka yang

mengkhususkan diri dalam pertolongan persalinan, tanpa membolehkan tenaga medis

lainnya untuk ikut membantu melakukan hal tersebut.

Dengan pengetahuan yang serba terbatas serta jumlah tenaga ahli kebidanan dan

penyakit kandungan di Indonesia yang masih sangat kurang yaitu pada tahun 1995 terdapat

700 orang tenaga berbanding dengan 197 juta penduduk (Manuaba, 1999) bila dibandingkan

dengan negara di Asia Tenggara lain, contoh di Filipina terdapat 2.000 orang tenaga ahli

kebidanan dalam jumlah penduduk 40 juta jiwa. Maka sudah dapat dibayangkan bahwa

jumlah kematian ibu dan bayi di Indonesia menjadi paling tinggi di Asia Tenggara.

Sebagai ukuran kemmapuan pelayanan kesehatan satu negara ditetapkan berdasarkan

angka kematian ibu dan angka kematian karena melahirkan. Sementara persalinan di

Indonesia sebagian besar yaitu sekitar 70 – 80 % masih ditolong oleh dukun terutama di

pedesaan dengan kemampuan dan peralatan yang serba terbatas. Penyebab kematian terjadi

terutama karena perdarahan, infeksi, dan keracunan hamil serta terlambatnya sistem rujukan

(Manuaba, 1999).

Pemerintah sendiri telah mengupayakan berbagai cara untuk mengendalikan angka

kematian ibu dan bayi yang sangat tinggi tersebut guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pada umumnya serta kesehatan ibu pada khususnya. Dengan berkembangnya

pengetahuan dan teknologi dewasa ini, membuat model pengawasan terhadap masa

kehamilan seperti yang dikembangkan di Paris pada tahun 1901 dengan nama plea of

promaternity hospital yang bertujuan memberikan pelayanan kepada ibu selama masa

kehamilan sehingga ibu dapat menyelesaikan masa kehamilannya dengan baik dan bayi

dapat dilahirkan dengan sehat dan selamat. Di Indonesia sendiri model pengawasan tersebut

Page 3: Abortus

semakin membuka pandangan masyarakat bahwa pengawasan yang ketat pada masa

kehamilan menjadi hal yang sangat penting guna mengantarkan ibu dan bayi kepada

keadaan yang sehat dan sejahtera. Oleh karenanya di Indonesia dikembangkan model

pengawasan yang sama dengan nama BKIA yaitu Balai Kesehatan Ibu dan Anak. Dimana

BKIA menjadi bagian terpenting dari program Puskesmas dan telah tersebar dis eluruh

Indonesia yang dipimpin oleh beberapa orang dokter sehingga kemampuan pelayanannya

dapat lebih ditingkatkan. Bahkan menjelang pencapaian Indonesia Sehat 2010,

dikembangkan program Bidan di Desa guna mengupayakan masyarakat di pelosok dapat

menjangkau pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan dengan lebih mudah.

Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada masalah kebidanan ini mengingat

permasalahan yang muncul selama masa kehamilan adalah sangat kompleks yang meliputi

masalah fisik, psikologis dan sosial (Sarwono, 1991). Bahkan dengan kecenderunagn angka

kematian pada ibu yang sangat tinggi yang diakibatkan karena perdarahan, infeksi dan

keracunan pada masa kehamilan, menjadikan program pengawasan pada ibu hamil lebih

diperketat dan ditingkatkan melalui upaya ANC (Ante Natal Care).

Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada ibu hamil adalah keguguran atau

abortus. Mengingat semkain berkembnagnya pendidikan dan pengethauan masyarakat

khususnya wanita dengan emansipasinya dalam turut serta menghidupi ekonomi keluarga,

membuat kejadian abortus menjadi cukup tinggi dalam dekade terakhir. Didukung pula oleh

pengaruh budaya barat dengan pergaulan bebasnya menjadinya banyak kejadian kehamilan

tidak diinginkan menjadi meningkat sehingga kecenderungan kejadian abortus provocatus

juga meningkat. Bahkan semakin merebaknya klinik – klinik aborsi di tanah air, semakin

membuka peluang wanita untuk melakukan aborsi tanpa memikirkan akibatnya.

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka kami mengangkat permasalahan abortus

sebagai makalah, mengingat permasalahan abortus sendiri merupakan suatu permasalahan

yang kompleks bagi ibu, suami/pasangan maupun keluarga.

Page 4: Abortus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Abortus

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang sepenuhnya dan dapat

hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau

berat janin kurang dari 500 gram.1,3,4,5

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan menurut

gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan yaitu abortus yang terjadi

dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa menggunakan tindakan apa-apa sedangkan abortus

provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan

alat-alat.6

Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau abortus therapeutica dan

abortus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus yang terjadi adalah karena tindakan kita

sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan

indikasi medis). Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan

yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-

sembunyi oleh tenaga tradisional.6

Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:

a. Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion) dimana terjadi

perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam

kandungan.5

b. Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang mengancam dimana

serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih

dalam kavum uteri.5

c. Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil konsepsi yang

dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.5

Page 5: Abortus

d. Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah keluar (desidua

atau fetus), sehingga rongga rahim kosong.5

e. Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam

kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih

tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih.5

f. Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali

berturut-turut atau lebih.5

g. Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi genital.5

h. Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan

penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau peritonium.5

2.2 Etiologi

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu :

2.2.1 Faktor genetik

Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian besar abortus

spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio.3Data ini berdasarkan pada 50% kejadian

abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik yang berupa aneuploidi yang

bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis atau poliploidi dari fertilas abnormal dan

separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom.3

Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi ovum normal oleh 2

sperma (dispermi).3 Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi (30% dari

seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan diikuti dengan sindroma Turner (20-

25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir.3

Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam bentuk

tetraploidi dan triploid dapat dihubungkan dengan abortus absolut.3

Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan sitogenetik yang

berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu memandangkan kelainan struktur

Page 6: Abortus

kromoson pada pria berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor

lainnya yang bisa mengurangi peluang kehamilan.3

Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses impantasi dan

mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada kombinasi gen yang

abnormal dan gangguan fungsi uterus.3 Gangguan genetik seperti Sindroma Marfan, Sindroma

Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan pseusoxantoma elasticum merupakan gangguan jaringan ikat

yang bisa berakibat abortus.3 Kelainan hematologik seperti pada penderita sickle cell anemia,

disfibronogemi, defisiensi faktor XIII mengakibatkan abortus dengan mengakibatkan mikroinfak

pada plasenta.3

2.2.2 Faktor anatomi

Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik terutamanya abortus.

Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% pasien.3 Penyebab

terbanyak abortus kerana kelainan anatomik uterus adalah septum uterus akibat daripada

kelainan duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus unicornis (10-30%).3 Mioma

uteri juga bisa mengakibatkan abortus berulang dan infertilitas akibat dari gangguan passage dan

kontraktilitas uterus.3 Sindroma Asherman bisa mengakibatkan abortus dengan mengganggu

tempat impalntasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium.3 Kelainan kogenital arteri

uterina yang membahayakan aliran darah endometrium dapat juga berpengaruh.3 Selain itu,

kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis

mengakibatkan komplikasi anomali pada uterus dan dapat mengakibatkan abortus.6

Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat meyebabkan

abortus terutama pada kasus abortus spontan.1 Pada kelainan ini, dilatasi serviks yang “silent”

dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu.1 Wanita dengan serviks inkompeten selalu

memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau lebih dengan memperlihatkan gejala

yang minimal.1 Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan

pecahnya membran amnion akan terjadi dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim.1

faktor-faktor yang mengakibatkan serviks inkompeten adalah kehamilan berulang, operasi

Page 7: Abortus

serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas

anatomi pada serviks.1

Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada metoda yang bisa

digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten namun, setelah 14-16 minggu, USG

baru dapat digunakan untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian bawah dan serviks untuk

melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang sesuai dengan inkompeten serviks.1

2.2.3 Faktor endokrin

Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi sistem pengaturan

hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral secara keseluruhan, fase

luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya kadar progesteron sangat penting

dalam mengantisipasi abortus.3

Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester yang

pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM dengan kontrol

yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus.3

Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas endometrium terhadap

implantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah diketahui dapat mengakibatkan abortus

terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana trofoblast harus menghasilkan cukup steroid

untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7 minggu akan berakibat

abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien ini, maka kehamilan dapat

diselamatkan.3

Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang, didapatkan 17% kejadian

defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada fase luteal. Namum pada saat ini, masih blum ada

metode yang bisa terpercaya untuk mendiagnosa kelainan ini.3

Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan kehamilan.

Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus.3 Perubahan

morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi, proses migrasi trofoblas, dan

Page 8: Abortus

mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu.3 Di sini interaksi antara trofoblas

ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus berperan penting di mana sebahagian

besar leukosit adalah large granular cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B.3 Sel NK

dijumpai dalam jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar progesteron.3

Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi peningkatan sel NK untuk membunuh sel

target dengan sedikit atau tiada ekspresi HLA.3 Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan

oleh sel NK kerana sifatnya yang cepat menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya invasi optimal

untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas extravillous.3 Maka, gangguan pada sistem ini akan

berpengaruh pada kelangsungan kehamilan.

Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik ovarium dapat

merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans humoral yang penting

pada kelangsungan kehamilan.6

2.2.4 Faktor infeksi

Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian abortus. Antaranya

adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang berdampak langsung

pada janin dan unit fetoplasenta.3 Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin dan cacat berat

sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.3

Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.3

Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa mengganggu

proses implantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif juga bisa

mengakibatkan abortus.3 Infeki virus pada kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan

genetik dan anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV, koksakie

virus, dan varisella zoster.3

Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian abortus

- Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma urealitikum,

mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.3

- Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.3

Page 9: Abortus

- Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.3

- Spirokaeta: treponema pallidum.3

2.2.5 Faktor imunologi

Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Antaranya adalah SLE dan

Antiphospholipid Antibodies (aPA).3 ApA adalah antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu

yang menderita SLE.3 Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada

SLE adalah 75%.3 Menurut penelitian, sebagian besar abortus berhubungan dengan adanya aPA

yang merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid.3 Selain SLE,

antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada preemklamsia, IUGR, dan prematuritas.3

Dari international consensus workshop pada tahun 1998, klasifikasi APS adalah:3

- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang

dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)3

- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan

anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian janin di mana gambaran

sonografi normal/ satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan

berhubungan dengan preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta yang berat)3

- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali

atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6 minggu)3

- antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan CT, kegagalan

untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan plasma platlet normal dan adanya

perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid)3

aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33% pada

perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang, ditemukan infark plasenta

yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular.3

Page 10: Abortus

2.2.6 Faktor trauma

Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang yang

diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental, dan infeksi.1

Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan karena trauma .1

2.2.7 Faktor nutrisi dan lingkungan

Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan kimia atau

radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus.6 faktor-faktor yang terbukti berhubungan

dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan kafein.

Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus euploid.1 Pada wanita yang

merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko abortus adalah 2 kali lipat dari risiko pada wanita

yang tidak merokok.1 Rokok mengandung ratusan unsur toksik antara lain nikotin yang

mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.6 Karbon monoksida

juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat mamacu neurotoksin.6 Meminum

alkohol pada 8 minggu pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus spontan dan

anomali fetus.1 Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi alkohol 2

kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-tiap hari dibandingkan dengan wanita yang

tidak minum.1

Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg caffiene satu hari

dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka yang meminum lebih dari ini, risikonya

meningkat secara linier dengan tiap jumlah tambahan gelas kopi.1 Pada penelitian lain, wanita

hamil yang mempunyai level paraxantine (metabolit kafine), risiko abortus spontan adalah 2 kali

lipat daripada kontrol.1

2.2.8 Faktor kontrasepsi berencana

Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan jeli kontrasepsi tidak

berhubungan dengan risiko abortus.1 Namun, jika pada kontrasepsi yang menggunakan IUD,

intrauterine device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko aborsi khususnya aborsi septik akan

meningkat dengan signifikan.1

Page 11: Abortus

PATOLOGI

Pada permulaan, terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh nekrosis

jaringan sekitar, kemudian sebagian atau seluruh hasik konsepsi terlepas. Karena dianggap

benda asing maka uterus berkontraksi untuk mengeluarkannya. Pada kehamilan dibawah 8

minggu hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili korealis belum menembus desidua

terlalu dalam sedangkan pada kehamilan 8-14 minngu telah masuk agak dalam sehingga

sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertingga karena itu akan terjadi banyak perdarahan.

Page 12: Abortus

Web Of Caution (WOC)

Dilatasi serviks

Nyeri

Resiko defisit volume cairan

Kelemahan

Resiko gawat janin

Resiko terjadi infeksi

Kecemasan

Prostaglandin ↑ Perdarahan dan nekrose desidua

Kontraksi uterus

Defisit knowledge

Terputusnya pembuluh darah ibu

Terganggunya psikologis ibuLepasnya buah kehamilan dari implantasinya

Rangsangan pada uterus

Janin gugurUsia kehamilan dapat dipertahankan > 37 minggu atau BB janin > 2500 gram

Janin tidak dapat beradaptasiJanin dapat beradaptasi

Buah kehamilan pada usia 20 minggu dan berat < 500 gram

Etiologi:- Faktor kelainan telur.- Faktor penyakit pada ibu- Faktor suami- Faktor lingkungan

/eksogen

Page 13: Abortus

2.3 Klasifikasi abortus

Abortus dapat dibagi atas dua golongan :

1. Abortus Spontan

Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului factor-faktor mekanis ataupun

medisinalis, semata-mata disebabkan oleh factor-faktor alamiah.

2. Abortus Provakatus (induced abortion)

Adalah abortus yang disengaja, baik dengan mengunakan obat-obatan ataupun alat-alat.

Abortus ini terbagi lagi menjadi :

a) Abortus Medisinalis

Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan

dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).

b) Abortus Kriminalis atau tidak aman

Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau

tidak berdasarkan indikasi medis.

Abortus spontan, spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran) merupakan ± 20% dari semua abortus,

terdiri dari 7 macam, diantaranya :

a. Abortus imminens (keguguran mengancam) adalah Abortus ini baru mengancam dan

ada harapan untuk mempertahankan.

Tanda dan Gejala

Perdarahan per-vaginam sebelum minggu ke 20.

Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah menyertai

perdarahan.

Nyeri terasa memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali.

Tidak ditemukan kelainan pada serviks.

Serviks tertutup.

Penatalaksanaan

o Tirah baring

Page 14: Abortus

o Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik

(salbutamol atau indometasin) karena obat ini tidak dapat mencegah abortus.

o Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau

melakukan hubungan seksual

o Bila reaksi kehamilan 2x berturut-turut negative, maka sebaiknya uterus

dikosongkan (kuret)

b. Abortus incipiens (keguguran berlangsung) adalah Abortus sudah berlangsung dan

tidak dapat dicegah lagi.

Ditandai dengan adanya :

a) robeknya selaput amnion dan adanya pembukaan serviks

b) terjadi kontraksi uterus untuk mengeluarkan hasil konsepsi

c) perdarahan per vaginam masif, kadang – kadang keluar gumpalan darah.

d) nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim kuat.

Penatalaksanaan

o Bila kehamilan < 16 minggu dapat dilakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi

Vakum Manual (AVM).

Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera lakukan :

- Berikan ergometrin 0,2 mg I.M yang diulangi 15 menit kemudian jika perlu

ATAU Misoprostol 400 mg per oral dan bila masih diperlukan dapat diulang

setelah 4 jam jika perlu

- Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.

o Bila kehamilan > 16 minggu tunggu ekspulsi spontan kemudian dilakukan evakuasi

uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM).

Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera lakukan :

- Induksi oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai 8 tetes sampai 40

tetes/ menit, sesuai kondisi kontraksi uterus sampai terjadi pengeluaran hasil

konsepsi

- Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.

o Lakukan Pemantauan Pasca Abortus

Page 15: Abortus

c. Abortus incomplete (keguguran tidak lengkap) adalah Sebagian dari buah kehamilan

telah dilahirkan tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di

rahim.

Gejala Klinis :

Didapati amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas

Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan biasanya berupa stolsel (darah beku).

Sudah ada keluar fetus atau jaringan

Pada pemeriksaan dalam (V.T.) untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks

terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa jaringan pada kanalis servikalis atau kavum

uteri, serta uterus yang berukuran lebih kecil dari seharusnya.

Penatalaksanaan

- Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yg disertai perdarahan, dapat

dikeluarkan secara digital, atau cunam ovum kemudian dievakuasi

i. Bila perdarahan berhenti diberi ergometrine 0,2 mg I.M atau misoprostol

400 mg per oral

ii. Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa konsepsi dengan kuret

vakum (KV)

- Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, antibiotika prophilaksis

- Bila terjadi infeksi beri Ampicillin 1 gr dan Metronidazol 500 mg setiap 8 jam

- Bila anemia terapi dengan Fe kalau perlu transfusi darah.

d. Abortus completus (keguguran lengkap) adalah Seluruh buah kehamilan telah

dilahirkan lengkap. Kontraksi rahim dan perdarahan mereda setelah hasil konsepsi

keluar.

Tanda dan Gejala

a) Serviks menutup.

b) Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea.

c) Gejala kehamilan tidak ada.

d) Uji kehamilan negatif.

Penatalaksanaan

Page 16: Abortus

o Tidak perlu evakuasi lagi

o Observasi untuk melihat perdarahan banyak/tidak.

o Lakukan Pemantauan Pasca Abortus

o Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600mg/hari selama 2

minggu, jika anemia berat berikan tranfusi darah.

e. Missed abortion (keguguran tertunda) adalah Missed abortion ialah keadaan

dimana janin telah mati sebelum minggu ke 22 tetapi tertahan di dalam rahim

selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati.

Gejala Klinis

o Ditandai dengan kehamilan yang normal dengan amenorrhea, dapat disertai mual

dan muntah

o Pertumbuhan uterus mengecil dengan fundus yang tidak bertambah tinggi.

o Mamae menjadi mengecil

o Gejala-gejala kehamilan menghilang diiringi reaksi kehamilan menjadi

negative pada 2-3 minggu setelah fetus mati.

o Pada pemeriksaan dalam serviks tertutup dan ada darah sedikit

o Pasien merasa perutnya dingin dan kosong.

o Diutamakan penyelesaian missed abortion secara lebih aktif untuk mencegah

perdarahan dan sepsis dengan oxytocin dan antibiotika. Segera setelah

kematian janin dipastikan, segera beri pitocin 10 satuan dalam 500 cc glucose.

o Untuk merangsang dilatasis erviks diberi laminaria stift.

f. Abortus habitualis (keguguran berulang – ulang) adalah abortus yang telah

berulang dan berturut – turut terjadi sekurang – kurangnya 3 kali berturut – turut.

g. Abortus febrilis adalah Abortus incompletus atau abortus incipiens yang disertai

infeksi.

Tanda dan Gejala

Demam kadang – kadang menggigil.

Lochea berbau busuk.

Page 17: Abortus

i. Penatalaksanaan Abortus

Abortus imminens

Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka pasien:

a. Istirahat rebah (tidak usah melebihi 48 jam).

b. Diberi sedativa misal luminal, codein, morphin.

c. Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan mengurangi kerentanan otot-otot

rahim (misal gestanon).

d. Dilarang coitus sampai 2 minggu.

Abortus incipiens

Kemungkinan terjadi abortus sangat besar sehingga pasien:

a. Mempercepat pengosongan rahim dengan oxytocin 2 ½ satuan tiap ½ jam sebnayak 6

kali.

b. Mengurangi nyeri dengan sedativa.

c. Jika ptocin tidak berhasil dilakukan curetage asal pembukaan cukup besar.

Abortus incompletus

Harus segera curetage atau secara digital untuk mengehntikan perdarahan.

Abortus febrilis

a. Pelaksanaan curetage ditunda untuk mencegah sepsis, keculai perdarahan banyak

sekali.

b. Diberi atobiotika.

c. Curetage dilakukan setelah suhu tubuh turun selama 3 hari.

j. Penyulit Abortus

a. Perdarahan hebat.

b. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat menimbulkan

kemandulan.

c. Renal failure disebabkan karena infeksi dan shock.

d. Shock bakteri karen atoxin.

e. Perforasi saat curetage

Page 18: Abortus

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang ini diperlukan dalam keadaan abortus imminens, abortus habitualis dan

missed abortion :

1. Pemeriksaan ultrasonographi atau Doppler untuk menentukan apakah janin masih hidup

atau tidak, serta menentukan prognosis.

2. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion.

3. Tes kehamilan.

4. Pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan dan diagnosis pasien.

Diagnosis penunjang

1. KET : nyeri lebih hebat dibandingkan abortus.

2. Mola Hidantidosa : uterus biasanya lebih besar daripada lamanya anmenore dan muntah

lebih sering.

3. Kehamilan dengan kelainan serviks seperti karsinoma servisi uteri, polipus uteri, dsb.

Komplikasi abortus

1. Perdarahan (hemorrhage)

2. Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang

tidak ahli seperti bidan dan dukun.

3. Infeksi dan tetanus

4. Payah ginjal akut

5. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh:

- Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik

- Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik

Page 19: Abortus

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjisastro H, Safiudin AB, Rachimahadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka

Sarwono Prawihardjo, Jakarta, 2000.

2. Mochtar R, Lutan D. Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta,

1998.

3. Mansjoer A, TORCH. Editor Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI,

Setiowulan W, dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga, Jilid pertama, Media

Auesculapius FKUI, Jakarta, 2001.

4. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta:

EGC, 2005.

5. Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP, 2007.