abortus

19
Abortus 1. Pengertian Abortus Abortus adalah berrakhirnya kehamilan sebelun janin dapat hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya telah mencapai lebih dari 500 gram atau umur kehamilan lebih dari 20 minggu (Sastrawinata, dkk, 2004). Abortus adalah pengakhiran dengan cara apapun sebelun janin cukup berkembang untuk dapat hidup di luar kandungan. Bila abortus terjadi secara spontan, istilah keguguran lazim digunakan oleh orang-orang awam (Cunningham, 2005). Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat tertentu) pada waktu sebelum usia kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Saifuddin, 2002). Aborsi adalah suatu usaha untuk mengakhiri kehamilan dengan mengeluarkan hasil pembuahan secara paksa sebelun janin mampu bertahan hidup. Jika dilahirkan yang diterima sebagai aborsi umumnya adalah usia kehamilan hingga 20 minggu atau berat janin 500 gram (Varney, 2006). Abortus spontan adalah abortus yang tidak disengaja dan tanpa tindakan apapun. Abortus macam ini lebih sering terjadi karena di luar faktor kemampuan manusia, misalnya perdarahan atau kecelakaan. Kebanyakn abortus terjadi

Upload: ardin-neon-finottier

Post on 11-Jan-2016

5 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

abortus

TRANSCRIPT

Page 1: Abortus

Abortus

1. Pengertian Abortus

Abortus adalah berrakhirnya kehamilan sebelun janin dapat hidup di dunia luar, tanpa

mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat

badannya telah mencapai lebih dari 500 gram atau umur kehamilan lebih dari 20

minggu (Sastrawinata, dkk, 2004). Abortus adalah pengakhiran dengan cara apapun

sebelun janin cukup berkembang untuk dapat hidup di luar kandungan. Bila abortus

terjadi secara spontan, istilah keguguran lazim digunakan oleh orang-orang awam

(Cunningham, 2005).

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat tertentu) pada waktu

sebelum usia kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum

mampu untuk hidup di luar kandungan (Saifuddin, 2002). Aborsi adalah suatu usaha

untuk mengakhiri kehamilan dengan mengeluarkan hasil pembuahan secara paksa

sebelun janin mampu bertahan hidup. Jika dilahirkan yang diterima sebagai aborsi

umumnya adalah usia kehamilan hingga 20 minggu atau berat janin 500 gram

(Varney, 2006). Abortus spontan adalah abortus yang tidak disengaja dan tanpa

tindakan apapun. Abortus macam ini lebih sering terjadi karena di luar faktor

kemampuan manusia, misalnya perdarahan atau kecelakaan. Kebanyakn abortus

terjadi secara alamiah antara kehamilan minggu ke 6 (Llewellyn – Jones, 2001).

2. Etiologi Abortus

Menurut Cunningham, (2000), etiologi dari abortus antara lain :

a. Faktor janin

1) Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan

kromosom (monosomi, trisomi, poliploidi). Abnormalitas kromosom sering terjadi di

antara embrio dan janin fase awal yang mengalami abortus spontan serta menjadi

sejumlah besar kehamilan awal yang sia-sia. Penelitian menyebutkan bahwa 50 – 60

% dari abortus dini spontan berhubungan dengan anomaly kromosom pada saat

Page 2: Abortus

konsepsi

2) Embrio dengan kelainan lokal

3) Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trotbblas)

b. Faktor Ibu

1) Infeksi

Ibu yang menderita penyakit berat seperti infeksi yang disertai demam tinggi,

penyakit jantung atau paru yang kronik, keracunan, mengalami kekurangan vitamin

yang berat. Toksin, bakteri, virus atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke

janin, sehingga menyebabkan kematian janin dan kemudian terjadi abortus. Anemia

berat, keracunan, laparotomy peritonitis umum dan penyakit menahun seperti

brusellosis, momonukleosis infeksiosa, toksoplasmosis juga dapat menyebabkan

abortus walaupun lebih jarang (Arisman, 2007).

Infeksi maternal yang dapat membawa resiko bagi janin yang sedang berkembang,

terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Mookroorganisme

yang dapat menyebabkan abortus adalah (Sastrawinata, dkk, 2004):

a) Virus, misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks, varisella zoster,

vaccine, hepatitis, polio dan ensefalomielitis.

b) Bakteri, misalnya Salmonella typhi

c) Parasit, misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium

2) Penyakit vaskuler, misalnya hipertensi vaskuler

Gangguan sirkulasi plasenta akibat ibu menderita suatu penyakit atau kelainan

pembentukan plasenta. Endarteritis dapat terjadi dalam vili koreales dan

menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan

pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan terjadi sejak kehamilan muda misalnya

karena hipertensi menahun (Arisman, 2007).

3) Kelainan endokrin

Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesterone tidak mencukupi atau pada

penyakit disfungsi tiroid dan defisiensi insulin. Kenaikan insiden abortus dapat

Page 3: Abortus

disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes mellitus, dan defisiensi progesterone.

Defisiensi progesterone karena kurangnya sekresi hormone tersebut dari korpus

luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan insiden abortus. Karena progesterone

berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormone tersebut secara teoritis akan

mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan berperan dalam peristiwa kematian janin

(Cunningham, 2005).

4) Faktor imunologis

Faktor imunologis antara lain ketidakcocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human

Leokocyte Antigen) (Cunningham, 2005).

5) Trauma

Ketika ibu mengalami trauma flsik seperti kecelakaan, jatuh dan terpeleset saat

kehamilan, ibu harus memeriksakan kandungannya kepada tenaga kesehatan (dokter

atau bidan). Jika kandungan ibu cukup kuat maka kehamilan dapat bertahan sampai

saat persalinan. Bila tidak ibu akan mengeluh nyeri perut dan kadang-kadang keluar

flek-flek merah. Namun hal ini tergantung berat ringannya trauma yang dialami oleh

ibu (Klein dan Thomson, 2008). Tetapi umumnya abortus terjadi setelah trauma

tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan (Sastrawinata, dkk, 2004).

6) Kelainan uterus

Hipoplasia uterus, mioma, serviks inkompeten atau retroflexio uteri gravid

incarcerate (Sastrawinata, dkk, 2004). Ibu yang memiliki kelainan rahim yang tidak

normal, adanya tumor dalam rahim, dan kelemahan pada leher rahim, juga

mempertinggi resiko keguguran. Akibat adanya gangguan, rahim tidak dapat

mengikat janin yang berkembang, sehingga janin tidak dapat bertahan hingga waktu

persalinan tiba (Wardhani, 2003).

7) Faktor psikosomastik,

Pengaruh dari faktor ini masih dipertanyakan (Sastrawinata dkk, 2004). Ramona T.

mercer menyatakan bahwa stressor yang berasal dari internal dan eksternal dapat

Page 4: Abortus

berdampak negative terhadap psikologi ibu hamil, seperti adanya stress yang

diakibatkan oleh pengalaman dan peristiwa masa lalu yang buruk atau tidak

menyenangkan tentang kehamilan yang diperkirakan akan berdampak buruk terhadap

harga diri dan status kesehatan kehamilan ibu (Soepardan, 2005).

c. Faktor eksternal

Tembakau, alkohol, kafein, radiasi, kontrasepsi, toksin lingkungan adalah beberapa

zat yang berperan sebagai penyebab abortus (Cunningham, 2005). Faktor laen yang

memudahkan terjadi abortus diantaranya adalah keadaan neonatal, yakni ketika ibu

masih belum menyadari kehamilannya atau tidak siap dengan kehamilan pertamanya.

Juga pengetahuan yang salah tenteng masalah reproduksi manusia (karena

penerangan yang keliru) menyebabkan ibu melakukan hal-hal yang tak dapat

dibenarkan, misalnya minum jamu atau obat-obatatl dengan maksud lancer haidnya

kembali menjelang. Sikap tersebut akan menimbulkan gangguan pada pertumbuhan

hasil konsepsi. Selain keadaan tersebut, kondisi fisik juga bisa mempengaruhi

tumbuhnya benih hasil konsepsi akan mengalami keguguran, jika ibu hamil dalam

kondisi tersebut. Keadaan ini erat hubungannya dengan hormone yang dihasilkan

oleh kelenjar didalam tubuh ibu yang tidak memadai (Sarwono, 2008).

Ketika ibu hamil meminum obat, maka obat itu akan mengalir melalui darahnya

menuju bayi. Sirup batuk, pereda nyeri, obat-obatan modern dan jamu-jamuan apabila

diminum sembarangan akan menjadi sangat berbahaya. Beberapa darinya bahkan

dapat menyebabkan cacat bawaan atau ketidakmampuan bayi seperti rendahnya

tingkat kecerdasan atau anomali otak lainnya ( Arisman, 2007).

Penelitian epidemiologi mengenai merokok tembakau dan abortus spontan

menemukan bahwa merokok tembakau dapat sedikit meningkatkan resiko untuk

terjadinya abortus spontan. Namun, hubungan antara merokok dan abortus spontan

tergantung pada faktor-faktor lain termasuk konsumsi alcohol, perjalanan reproduksi,

waktu gestasi untuk abortus spontan, kariotipe fetal, dan status sosioekonomi.

Peningkatan angka kejadian abortus spontan pada wanita alkoholik mungkin

Page 5: Abortus

berhubungan dengan akibat tak langsung dari gangguan terkait alkoholisme (Wahid,

2008).

3. Klasifikasi Abortus Spontan

a.Abortus Imminens

1) Pengertian Abortus Imminens

Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan

sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih di dalam uterus, dan tanpa adanya

dilatasi serviks (Wiknjosastro, 2005). Terjadi perdarahan bercak yang menunjukan

ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini,

kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan (Saifuddin, 2002).

2) Tanda dan Gejala Abortus Imminens

Menurut Sastrawinata, dkk (2004), tanda dan gejala abortus imminens antara lain :

a) Pengeluaran darah sedikit atau bercak pervaginam dan dapat berlanjut beberapa

hari atau berulang.

b) Nyeri perut bagian bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi.

c) Ostium uteri tertutup

d) Uterus sesuai umur kehamilan

3) Penanganan Abortus Imminens

a) Observasi perdarahan (Saifuddin, 2002)

b) Bedrest selama 3 x 24 jam (Sastrawinata dkk, 2004)

c) Periksa USG untuk menentukan janin masih hidup (Mansjoer, 2001)

d) Hindari koitus (Saifuddin, 2002)

e) Kuretase bila reaksi kehamilan 2 kali berturut turut negative (Mochtar, 1998)

b. Abortus Incipiens

1) Pengertian Abortus Incipiens

Perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih

berada dalam kavum uteri. J£ondisi ini menunjukan proses abortus sedang

Page 6: Abortus

berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus incomplete atau complete (Saiffudin,

2002).

2) Tanda dan Gejala Abortus Incipiens

a) Perdarahan sedang hingga banyak (Saifiiddin, 2002)

b) Pembukaan serviks dan atau pecah ketuban (Varney, 2006)

c) Ostium terbuka, buah kehamilan masih di dalam rahim (Sastrawinata dkk, 2004)

d) Besar uterus sesuai usai kehamilan (Saifiiddin, 2002)

e) Nyeri pada abdomen bagian bawah atau pada punggung (Varney, 2006)

3) Penanganan Abortus Incipiens

Menurut Sastrawinata dkk, (2004), penangan abortus incipiens adalah :

a) Evakuasi

b) Uterotonik pasca evakuasi

c) Antibiotic selama 3 hari

c. Abortus Incomplete

1) Pengertian Abortus Incomplete

Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar

dari kavum uteri melalui kanalis servikalis (Saifuddin, 2002). Abortus incomplete

didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina,

tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus

berlangsung banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena

masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus

alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan

mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri (Sastrawinata dkk, 2004).

2) Tanda dan Gejala Abortus Incomplete

a) Kram perut bagian bawah (Saifuddin, 2002)

b) Perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri atau kontraksi rahim ada, dan

bila perdarahan banyak dapat terjadi syok (Sastrawinata dkk, 2004).

Page 7: Abortus

c) Pemeriksaan dalam, ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah kehamilan

(Sastrawinata dkk, 2004).

3) Penanganan Abortus Incomplete

Menurut Mansjoer (2001), penanganan abortus incomplete meliputi :

a) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infuse cairan NaCl fisiologis atau

ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah.

b) Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan

ergometrin 0, 2 mg intramuscular.

c) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran

plasenta secara manual.

d) Berikan antibiotic untuk mencegah infeksi.

d. Abortus Complete

1) Pengertian Abortus Complete

Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan

dari kavum uteri (Saifuddin, 2002). Kalau telur rahim dengan lengkap, abortus

disebut komplet. Pada setiap abortus penting untuk selalu memeriksa jaringan yang

dilahirkan apakah komplet atau tidak dan untuk membedakan dengan kelainan

trofoblas (molahidatidosa) (Sastrawinata dkk, 2004).

2) Tanda dan Gejala Abortus Complet

a) terdapat sedikit atau bahkan tanpa nyeri perut bagian bawah (Saifuddin, 2002).

b) Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap (Sastrawinata dkk, 2004).

c) Ostium tertutup uterus lebih kecil dari umur kehamilan atau ostium terbuka kavum

uteri dalam keadaan kosong (Sastrawinata dkk, 2004).

3) Penanganan Abortus Complet

Penanganan abortus complete adalah (Mansjoer, 2001):

a) Bila keadaan pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 sampai 5hari.

b) Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfuse darah

Page 8: Abortus

c) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi

d) Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral

e. Missed Abortion

1) Pengertian Missed Abortion

Abortus tipe ini adalah abortus dimana janin telah meninggal, tetapi hasil konsepsi

masih ada di salam rahim selama beberapa jangka waktu yang lebih panjang (dua

minggu atau lebih) (Varney, 2006). Keadaan dimana janin telah mati seminggu

setelah janin mati sebelum minggu ke- 20, tetapi tertahan di dalam rahim selama

beberapa minggu setelah janin mati (Sastrawinata dkk, 2004).

2) Tanda dan Gejala Missed Abortion

Tanda dan gejala missed abortion adalah (Varney, 2006):

a) Spotting atau perdarahan disertai atau nyeri abdomen atau nyeri punggung pada

saat kematian janin (bisa ada, bisa tidak).

b) Penambahan tinggi fundus uteri bukan saja terhenti, tetapi tidak beberapa lama

kemudian, rahim pun menjadi lebih kecil (akibat maserasi janin dan penyerapan

cairan amnion).

c) Kelenjar susu yang sebelumnya mengalami perubahan kembali ke keadaan semula

d) Wanita tertentu mengalami penurunan berat badan beberapa pon

e) Amenore menetap

f) Tidak ada denyut jantung janin setelah usia kehamilan tertentu

3) Penanganan Missed Abortion

Penanganan missed abortion adalah (Sastrawinata dkk, 2004):

a) Perbaikan keadaan umum

b) Darah segar

c) Fibrinogen

d) Evakuasi dengan kuret, bila umur kehamilan >12 minggu didahului dengan

pemasangan dilator (laminaria stiff)

Page 9: Abortus

f. Abortus Habitualis

1) Pengertian Abortus Habitualis

Abortus Habitualis adalah istilah yang diberikan ketika seorang wanita mengalami

abortus spontan sebanyak tiga kali atau lebih secara berurutan (Varney, 2006).

Wanita yang mengalami abortus habitualis memiliki kesempatan mengalami abortus

lagi sebesar 30%, jika ia terhindar dari hasil akhir ini, ia akan mempunyai resiko lebih

tinggi dari pada wanita yang tidak mengalami abortus untuk mendapatkan bayi

preterm, namun tidak mempunyai 75% kemungkinan melahirkan bayi sehat aterm

(Llewellyn dan Jones, 2001).

Menurut Sastrawinata, dkk (2004), kejadian ini lebih sering terjadi pada primi tua,

etiologi abortus ini adalah kelainan genetic (kromosomal), kelainan hormonal

(imunologik), dan kelainan anatomis.

2) Penanganan Abortus Habitualis

Wanita yang mendapatkan abortus habitualis memerlukan support dan perhatian yang

besar (Llewelyn dan Jones, 2001). Konseling tentang penggunaan alat kontrasepsi

dan kembali melakukan hubungan seksual dalam kurun waktu dua hingga empat

minggu, serta konseling tentang kehamilan dimasa mendatang. Tanpa memperhatikan

tipe abortus spontan, semua ibu dengan Rh-negatif pasca abortus titer antibodinya

negative harus mendapat immunoglobin Rh dalam waktu 72 jam setelah abortus

berlangsung (Varney, 2006).

Penggunaan alat kontrasepsi dan kembali melakukan hubungan seksual dalam kurun

waktu dua hingga empat minggu, serta konseling tentang kehamilan dimasa

mendatang. Tanpa memperhatikan tipe abortus spontan, semua ibu dengan Rh-negatif

pasca abortus titer antibodinya negative harus mendapat immunoglobin Rh dalam

waktu 72 jam setelah abortus berlangsung (Varney, 2006).

Page 10: Abortus

C. Faktor Resiko Abortus

Resiko terjadinya abortus meningkat bersamaan dengan peningkatan jumlah

pekerjaan, jarak kehamilan, paritas, usia ibu, dan riwayat abortus.

1. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan rutin sehari-hari, yang dilakukan oleh seseorang ibu

dengan rnaksud uuntuk memperoleh penghasilan (Notoatmodjo, 2007). Pekerjaan

yang dapat menyebabkan abortus atau menggaggu kehamilan seperti pabrik rokok,

dan pabrik-pabrik lainnya yang dapat mempengaruhi janin. Pekerjaan sebagai

radiology karena radiasi dapat menyebabkan abortus (Saifuddin, 2002).

Menurut analisis professional bahwa rnaksud pekerjaan atau aktifitas bagi ibu hamil

bukan hanya pekerjaan keluar rumah atau institusi tertentu, tetapi juga pekerjaan atau

aktifitas sebagai ibu rumah tangga dalam rumah, termasuk pekerjaan sehari-hari di

rumkah dan mengasuh anak (Kusmiyati dkk, 2008).

Pekerjaan adalah bekerja atau tidaknya seorang ibu diluar rumah untuk memperoleh

penghasilan yang dapat membantu perekonomian keluarga. Namun yang menjadi

masalah adalah kesehatan reproduksi wanita, karena apabila bekerja pada tempat

yang berbahaya seperti : bahan kimia, radiasi dan jika terpapar bahan tersebut dapat

mengakibatkan abortus. Karena pada kehamiian trimester pertama, dimana embrio

berdiferensi untuk membentuk system organ. Jadi bahan berbahaya yang masuk

kedalam tubuh wanita hamil dapat mempengaruhi perkembangan hasil konsepsi.

Dalam keadaan ibu yang seperri ini dapat mengganggu kehamilannya dan dapat

mengakibatkan terjadinya abortus

Page 11: Abortus

Dalam menghadapi masalah social ekonomi tersebut, seorang wanita jika terjadi

kehamiian yang tidak diinginkan, maka ditempuh jalan yang dapat mengeluarkannya

dari masalah tekanan sosial ekonomi tersebut dengan cara menggugurkan

kandungannya karena apabila anak tersebut dilahirkan akan menjadi beban yang berat

dalam kehidupannya (Wiknjosastro, 2003)

2. Paritas

Salah satu resiko terjadinya abortus dikarenakan oleh jumlah paritas yang meningkat

(Cunningham, 2005). Sedangkan menurut Llewellyn dan Jones (2001), frekuensi

terjadinya abortus meningkat bersama dengan meningkatnya angka graviditas, 6%

kehamilan pertama atau kedua berakhir dengan abortus, angka ini meningkat menjadi

16% pada kehamilan ketiga dan seterusnya.

Uterus yang meregang adalah etiologi dari abortus. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa paritas yang meningkat menjadi salah satu faktor resiko ibu untuk terjadi

abortus (Sastrawinata, dkk, 2004).

Paritas 2-3, merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.

Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal

lebih tinggi. Resiko pada paritas satu dapat ditangani dengan asuhan obstetrik yang

lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan

keluarga berencana. Sebagian kehamiian pada paritas tinggi adalah tidak

dirertcanakan (Sarwono, 2002).

3. Usia ibu

Secara biologis para wanita dianjurkan mengandung di usia muda, tapi usia ideal

untuk mengandung sebaiknya usia 20-29 tahun. Kesuburan seorang ibu juga

dipengaruhi oleh usia, sehingga pasangan usia lanjut membutuhkan lebih lama untuk

dapat mengandung (Neil, 2001).

Menurut Cunningham (2005), kejadian abortus meningkat sebesar 12% pada wanita

usia kurang dari 20 tahun dan meningkat sebesar 26% pada usia lebih dari 40 tahun.

Sedangkan menurut Llewellyn dan Jones (2001), abortus lebih sering terjadi pada

wanita berusia diatas 30 tahun dan meningkat diatas usia 35 tahun. Periode umur

Page 12: Abortus

seseorang wanita dalam masa reproduksi dibagi menjadi 3 periode. Periode menunda

kehamilan (35 tahun) (Hanafi, 2004).

Usia 20-35 tahun merupakan waktu yang tepat karena tubuh lebih prima dalam

menerima kehamilannya. Hal ini berdampak positif karena memungkinkan wanita

aktif mengasuh dan membesarkan anak dalam waktu yang panjang. Menutur

Musbikin (2008), masa emas usia reproduktif wanita terbatas, batasan ini terkait

dengan faktor reproduksi wanita yang berada pada kondisi yang optimal pada usia

20-35 tahun. Kehamilan yang terjadi pada usia 35 tahun), terjadi penurunan

kemampuan fisik karena terjadinya proses degeneratif sehingga menimbulkan

komplikasi termasuk abortus.

4. Riwayat Abortus

Setiap satu dari enam kehamilan berakhir dengan keguguran spontan dan sering pula

dijumpai seorang wanita yang mengalami satu atau lebih keguguran spontan setiap

hamil. Seorang wanita yang mengalami dua kali keguguran spontan berturut-turut,

dan tidak dapat mempertahankan kehamilannya hingga cukup bulan, memiliki 35%

kemungkinan untuk mengalami keguguran kembali pada kehamilan berikutnya.

Kejadian tersebut bisa dikarenakan oleh serviks inkompeten. Etiologi dari serviks

inkompeten adalah riwayat trauma pada serviks seperti trauma sewaktu dilatasi dan

kuretase (Cunningham, 2005).

Bila abortus yang tidak ditangani secara suci hama (steril), yakni bebas kuman.

Kadang-kadang ibu tidak menyadari kehamilannya, sehingga menyangka pendarahan

yang dialaminya Cuma pendarahan biasa saja. Keadaan ini menyebabkan hasil

konsepsi tidak dikeluarkan sebagaimana mestinya dan hasil konsepsi yang tidak

keluar itu akan menyebabkan peradangan yang menjalar ke kandungan, selanjutnya

kedalam saluran telur dan bisa mengakibatkan penyumbatan saluran telur. Keadaan

ini yang menimbulkan kegagalan pada kehamilan berikutnya, karena sperma tidak

bisa bertemu dengan sel telur. Seperti diketahui, perjumpaan sperma dengan sel telur

yang membuahkan hasil konsepsi itu biasanya berlangsung di dalam saluran telur.

Keadaan itu kadang-kadang juga bisa terjadi pada pertolongan abortus yang tidak

Page 13: Abortus

ditangani secara baik. Kuman akan masuk ke dalam kandungan bersama-sama

dengan alat yang tidak suci hama. Pendarahan yang menjalar sampai ke rongga perut,

merupakan ancaman yang lebih hebat. Bukan hanya keturunan yang tidak bisa

diperoleh, tetapi juga membahayakan ibu (Sarwono, 2008).