a. obatrepository.poltekkes-tjk.ac.id/747/4/6. bab ii.pdfcontohnya adalah parasetamol, vitamin c,...

21
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obat 1. Pengertian obat Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah, meringankan, maupun menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2007). Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah penyakit berikut gejalanya (Tjay dan Rahardja, 2007). 2. Penggolongan obat berdasarkan tingkat keamanan Pengertian penggolongan obat yang menyatakan bahwa penggolongan obat yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi. Pengertian tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1993. Penggolongan obat ini terdiri dari: obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika. a. Obat bebas Obat golongan ini termasuk obat yang relatif paling aman, dapat diperoleh tanpa resep dokter, selain di apotek juga dapat diperoleh di warung-warung. Obat bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau. Contohnya adalah parasetamol, vitamin c, asetosal (aspirin), antasida daftar obat esensial (DOEN), dan obat batuk hitam (OBH) (Priyanto, 2010). Gambar 2.1 Penandaan obat bebas (Sumber: Priyanto, 2010)

Upload: others

Post on 20-May-2020

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obat

1. Pengertian obat

Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh

semua makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah,

meringankan, maupun menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2007).

Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang

dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah

penyakit berikut gejalanya (Tjay dan Rahardja, 2007).

2. Penggolongan obat berdasarkan tingkat keamanan

Pengertian penggolongan obat yang menyatakan bahwa penggolongan

obat yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan

penggunaan serta pengamanan distribusi. Pengertian tersebut tercantum dalam

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1993.

Penggolongan obat ini terdiri dari: obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib

apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.

a. Obat bebas

Obat golongan ini termasuk obat yang relatif paling aman, dapat diperoleh

tanpa resep dokter, selain di apotek juga dapat diperoleh di warung-warung.

Obat bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau.

Contohnya adalah parasetamol, vitamin c, asetosal (aspirin), antasida daftar

obat esensial (DOEN), dan obat batuk hitam (OBH) (Priyanto, 2010).

Gambar 2.1 Penandaan obat bebas

(Sumber: Priyanto, 2010)

7

b. Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas atau obat yang masuk dalam daftar “W” menurut

bahasa Belanda “W” singkatan dari “Waarschung” artinya peringatan. Jadi

maksudnya obat yang bebas penjualannya disertai dengan tanda peringatan.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-obatan

kedalam daftar obat “W” memberikan pengertian obat bebas terbatas adalah

Obat Keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila

penyerahannya memenuhi persyaratan yang sebagaimana telah datur dalam

PERMENKES NOMOR : 919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

2380/A/SK/VI/83, tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran

warna biru dengan garis tepi berwarna hitam. Tanda khusus harus diletakan

sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenal sebagaimana yang

dijelaskan pada gambar 2 di bawah. Contohnya obat flu kombinasi (tablet),

chlorpheniramin maleat (CTM), dan mebendazol (Priyanto, 2010).

Gambar 2.2 Penandaan dan Peringatan Obat Bebas Terbatas

(Sumber: Priyanto, 2010)

8

c. Obat keras

Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari

“Gevaarlijk” artinya berbahaya maksudnya obat dalam golongan ini

berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan/memasukan

obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras,

memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai

berikut:

1) Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa

obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.

2) Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk

dipergunakan secara parental, baik degan cara suntikan maupun dengan cara

pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.

3) Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah

dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan

manusia.

4) Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras: obat itu sendiri dalam

substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu, terkecuali apabila

dibelakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau ada pengecualian Daftar

Obat Bebas Terbatas.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah

lingkaran bulatan warna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf

K yang menyentuh garis tepi lihat gambar 3. Contoh obat ini adalah

amoksilin, asam mefenamat (Priyanto, 2010).

Gambar 2.3 Penandaan Obat Keras

(Sumber: Priyanto, 2010)

8

c. Obat keras

Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari

“Gevaarlijk” artinya berbahaya maksudnya obat dalam golongan ini

berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan/memasukan

obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras,

memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai

berikut:

1) Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa

obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.

2) Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk

dipergunakan secara parental, baik degan cara suntikan maupun dengan cara

pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.

3) Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah

dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan

manusia.

4) Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras: obat itu sendiri dalam

substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu, terkecuali apabila

dibelakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau ada pengecualian Daftar

Obat Bebas Terbatas.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah

lingkaran bulatan warna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf

K yang menyentuh garis tepi lihat gambar 3. Contoh obat ini adalah

amoksilin, asam mefenamat (Priyanto, 2010).

Gambar 2.3 Penandaan Obat Keras

(Sumber: Priyanto, 2010)

8

c. Obat keras

Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari

“Gevaarlijk” artinya berbahaya maksudnya obat dalam golongan ini

berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan/memasukan

obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras,

memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai

berikut:

1) Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa

obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.

2) Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk

dipergunakan secara parental, baik degan cara suntikan maupun dengan cara

pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.

3) Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah

dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan

manusia.

4) Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras: obat itu sendiri dalam

substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu, terkecuali apabila

dibelakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau ada pengecualian Daftar

Obat Bebas Terbatas.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah

lingkaran bulatan warna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf

K yang menyentuh garis tepi lihat gambar 3. Contoh obat ini adalah

amoksilin, asam mefenamat (Priyanto, 2010).

Gambar 2.3 Penandaan Obat Keras

(Sumber: Priyanto, 2010)

9

Obat keras dibedakan menjadi beberapa golongan, yaitu Obat Wajib

Apotek (OWA), obat daftar G, dan psikotropika :

1) Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di

apotek kepada pasien tanpa resep dokter (Keputusan Menteri Kesehatan No :

347/MENKES/VII/1990).

Contoh : Antiparasit (obat cacing, mebendazol); Obat Kulit Topikal

(antibiotik, tetrasiklin); Obat Saluran Napas (obat asma, ketotifen).

Daftar ini menetapkan obat-obat keras yang dapat dibeli di apotek tanpa resep

dokter dalam jumlah dan potensi terbatas. Pasien diharuskan memberikan

nama dan alamatnya yang didaftarkan oleh apoteker bersama nama obat yang

diserahkan. Daftar tersebut meliputi antara lain pil anti-hamil, obat-obat

lambung tertentu, obat antimual metokolpramid, laksan bisakodil, salep

sariawan triamsinolon, obat-obat pelarut dahak bromheksin, asetil- dan karbo-

sistein, obat-obat nyeri atau demam asam mefenamat, glisfenin dan

metamizol. Disamping itu daftar tersebut juga mencakup sejumlah obat keras

dalam bentuk salep atau krim, antibiotik, seperti kloramfenikol, eritromisin,

tetrasiklin, dan gentamisin, dan zat-zat antijamur (mikonazol, ekonazol,

nistatin dan tolnaftat) .

2) Obat G mencakup semua obat keras yang hanya dapat dibeli di apotek

berdasarkan resep dokter, seperti antibiotika, hormon kelamin, obat kanker,

obat penyakit gula, obat malaria, obat jiwa, jantung, tekanan darah tinggi, obat

anti-pembekuan darah dan semua sediaan dalam bentuk injeksi

3) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan

saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku. Psikotropika dibagi menjadi :

a) Psikotopika golongan 1 adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, dan

mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :

brolamfetamin (DOB), tenamfetamin (MDA), dan lisergida (LSD).

b) Psikotropika golongan II dapat digunakan untuk pengobatan dan dapat

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

10

mempunyai potensi kuat mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :

amfetamin, deksamfetamin, dan metamfetamina.

c) Psikotropika golongan III dapat digunakan untuk pengobatan dan banyak

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi sedang mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :

katina, amobarbital, buprenofrina, dan pentobarbital.

d) Psikotropika golongan IV dapat digunakan untuk pengobatan dan sangat luas

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :

alprazolam, barbital, diazepam dan fenobarbital (Undang – Undang RI No : 3

tahun 2017).

4) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebebkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam

golongan–golongan (Undang – Undang RI No : 2 tahun 2017).

Dalam kemasannya narkotika ditandai dengan lingkaran berwarna merah

sebagaimana gambar 4. Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

a) Narkotika golongan I, digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia

laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contohnya: heroina, katinona,

amfetamin dan metamfetamin.

b) Narkotika golongan II dan III, yang berupa bahan baku, baik alami maupun

sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.

Contohnya : fentanil, morfina, petidina, dan kodeina.

Gambar 2.4 Penandaan Obat Narkotika

(Sumber: Priyanto, 2010)

10

mempunyai potensi kuat mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :

amfetamin, deksamfetamin, dan metamfetamina.

c) Psikotropika golongan III dapat digunakan untuk pengobatan dan banyak

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi sedang mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :

katina, amobarbital, buprenofrina, dan pentobarbital.

d) Psikotropika golongan IV dapat digunakan untuk pengobatan dan sangat luas

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :

alprazolam, barbital, diazepam dan fenobarbital (Undang – Undang RI No : 3

tahun 2017).

4) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebebkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam

golongan–golongan (Undang – Undang RI No : 2 tahun 2017).

Dalam kemasannya narkotika ditandai dengan lingkaran berwarna merah

sebagaimana gambar 4. Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

a) Narkotika golongan I, digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia

laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contohnya: heroina, katinona,

amfetamin dan metamfetamin.

b) Narkotika golongan II dan III, yang berupa bahan baku, baik alami maupun

sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.

Contohnya : fentanil, morfina, petidina, dan kodeina.

Gambar 2.4 Penandaan Obat Narkotika

(Sumber: Priyanto, 2010)

10

mempunyai potensi kuat mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :

amfetamin, deksamfetamin, dan metamfetamina.

c) Psikotropika golongan III dapat digunakan untuk pengobatan dan banyak

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi sedang mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :

katina, amobarbital, buprenofrina, dan pentobarbital.

d) Psikotropika golongan IV dapat digunakan untuk pengobatan dan sangat luas

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :

alprazolam, barbital, diazepam dan fenobarbital (Undang – Undang RI No : 3

tahun 2017).

4) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,

baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebebkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam

golongan–golongan (Undang – Undang RI No : 2 tahun 2017).

Dalam kemasannya narkotika ditandai dengan lingkaran berwarna merah

sebagaimana gambar 4. Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

a) Narkotika golongan I, digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia

laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contohnya: heroina, katinona,

amfetamin dan metamfetamin.

b) Narkotika golongan II dan III, yang berupa bahan baku, baik alami maupun

sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.

Contohnya : fentanil, morfina, petidina, dan kodeina.

Gambar 2.4 Penandaan Obat Narkotika

(Sumber: Priyanto, 2010)

11

d. Daftar Obat Wajib Apotik (OWA)

Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan

tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek. Berdasakan surat keputusan

Menteri Kesehatan Nomor : 347/MenKes/SK/VII/1990 adapun beberapa

contoh daftar Obat Wajib Apotek terdapat di lampiran 1.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 924/MENKES/PER/X/1993

tentang daftar Obat Wajib Apotek No.terdapat di lampiran 1.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1176/Menkes/SK/X/1999

daftar obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di

apotek, daftar obat wajib apotek No. 3 dan No. 4 terdapat di lampiran 1.

3. Penggolongan obat berdasarkan efek terapi atau penggolongan obat

berdasarkan penyakit.

Efek terapi adalah efek utama yang diharapkan dapat memberikan efek

sesuai dengan tujuan pengobatan

a. Obat susunan saraf pusat

Analgesik antipiretik dan Anti-inflamasi nonsteroid (AINS)

Analgesik adalah obat yang mampu mengurangi dan melenyapkan rasa

nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang dapat

menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat

yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi

(Anief, 2010).

Anti-inflamasi nonsteroid adalah obat-obat yang memiliki efek analgesik

dan daya anti-radang, sehingga obat-obat jenis ini digunakan dalam

pengobatan reuatik. Contohnya ibuprofen, diklofenak, ketoprofen, naproksen

(Tjay Tan Hoan dan Rahardja, 2007).

b. Obat-obat gangguan saluran pencernaan

Penyakit saluran cerna yang paling sering terjadi adalah radang

kerongkongan (refluxoesophagitis), radang mukosa lambung (gastritis), tukak

lambung-usus (Tjay Hoan Tan dan Rahardja, 2007). Selain itu diare juga

merupakan penyakit gangguan saluran pencernaan. Obat-obat gangguan

saluran pencernaan diantaranya antasida dan obat diare.

12

1) Antasida

Antasida atau zat pengikat asam (anti = lawan, acidus = asam) adalah

basa-basa lemah yang digunakan untuk mengikat secara kimiawi dan

menetralkan asam lambung (Tjay Hoan Tan dan Rahardja, 2007).

Contoh : natrium bikarbonat, sukralfat, bismuth subsitrat, magnesium

trisilikat, magnesium hidroksida dan hidrotalsit (Tjay dan Rahardja, 2007).

2) Obat diare

Diare adalah buang air besar dalam bentuk cair lebih dari tiga kali dalam

sehari, biasanya disertai sakit dan kejang perut (Depkes, 2007). Jenis-jenis

diare antara lain :

a) Diare akut, disebabkan oleh infeksi usus, infeksi bakteri, obat-obat tertentu

atau penyakit lain. Gejala diare akut adalah tinja cair, terjadi mendadak, badan

lemas kadang demam dan muntah, berlangsung beberapa jam sampai beberapa

hari.

b) Diare kronik, yaitu diare yang menetap atau berulang dalam jangka waktu

lama, berlangsung selama 2 minggu atau lebih.

c) Disentri adalah diare disertai dengan darah dan lendir. Diare yang hanya

sekali-sekali tidak berbahaya dan biasanya sembuh sendiri. Tetapi diare yang

berat bisa menyebabkan dehidrasi dan bisa membahayakan jiwa. Dehidrasi

adalah suatu keadaan dimana tubuh kekurangan cairan tubuh yang dapat

berakibat kematian, terutama pada anak/bayi jika tidak segera diatasi. Bila

penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat

menyebabkan kematian, terutama pada bayi dan anak-anak di bawah umur

lima tahun.

Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah (Tjay dan

Rahardja, 2007).

(1) Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab

diare, seperti antibiotic, sulfonamide, kinolon, dan furazolidon.

(2) Obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan

beberapa cara, yakni:

(a) Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk

resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu dan alkaloidanya, derivate-

13

derivat petidin (difenoksilat dan loperamida), dan antikolinergika (atropine,

ekstrak belladonna).

(b) Adstringensia, yang menciutkan selaput lender usus, misalnya asam samak

(tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismuth, dan aluminium.

(c) Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang ada pada permukaannya dapat

menyerap dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari makanan

(udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga mucilagines, zat-zat lendir yang

menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu lapisan

pelindung, umpamanya kaolin, pectin, (suatu karbohidrat yang terdapat antara

lain dalam buah apel) dan garam-garam bismuth, serta aluminium.

(3) Spasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang

sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan

oksifenonium.

Contoh obat diare: Norit dan Oralit ( Depkes,2007).

c. Obat saluran pernafasan

1) Obat batuk

Batuk merupakan refleks yang terangsang oleh iritasi paru-paru atau

saluran pernapasan. Bila terdapat benda asing selain udara yang masuk atau

merangsang saluran pernapasan, otomatis akan batuk untuk mengeluarkan

atau menghilangkan benda tersebut. Batuk biasanya merupakan gejala infeksi

saluran pernapasan atas (misalnya batuk-pilek, flu) dimana sekresi hidung

dan dahak merangsang saluran pernapasan. Batuk juga merupakan cara untuk

menjaga jalan pernapasan tetap bersih. Ada dua jenis batuk yaitu batuk

berdahak dan batuk kering. Batuk berdahak adalah batuk yang disertai dengan

keluarnya dahak dari batang tenggorokan. Batuk kering adalah batuk yang

tidak disertai keluarnya dahak (Depkes, 2007).

Sesuai dengan jenis batuk, maka obat batuk dapat dibagi menjadi 2

kelompok yaitu (Depkes RI, 2007) :

14

a) Ekspektoran

Obat ini bekerja melalui suatu reflex dari lambung yang menstimulasi

batuk. Diperkirakan bahwa sekresi dahak yang bersifat cair diperbanyak

secara reflektoris atau dengan jalan efek langsung terhadap sel-sel kelenjar

(Tjay dan Rahardja, 2007).

Contoh obat ekspektoran: Gliseril Guaiakolat, Bromheksim, Kombinasi

Bromheksin dengan Gliseril Guaiakolat, Obat Batuk Hitam (OBH).

b) Antitusif

Bekerja sentral pada susunan saraf pusat menekan pusat batuk dan

menaikkan ambang rangsang batuk. Contoh obat antitusif : dekstrometorfan

HBr, difenhidramin HCl (Depkes, 2007).

2) Obat influenza

Flu adalah suatu infeksi saluran pernapasan atas. Orang dengan daya

tahan tubuh yang tinggi biasanya sembuh sendiri tanpa obat. Pada anak-anak,

lanjut usia dan orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah lebih cenderung

menderita komplikasi seperti infeksi bakteri sekunder. Flu ditularkan melalui

percikan udara pada saat batuk, bersin, dan tangan yang tidak dicuci setelah

kontak dengan cairan hidung/mulut (Depkes, 2007). Obat Yang Dapat

Digunakan:

a) Antipiretik/analgetik

Untuk menghilangkan rasa sakit dan menurunkan demam: paracetamol,

asetosal, afebrin, afitamol dan alphagesik.

b) Antihistamin

Antihistamin dapat menghambat kerja histamin yang menyebabkan

terjadinya reaksi alergi. Obat yang tergolong antihistamin antara lain:

Klorfeniramin maleat/klorfenon/CTM, Difenhidramin HCl.

c) Ekspektoran

Untuk mengencerkan dahak: griseril guaiakolat, ammonium klorida dan

bromheksin.

d) Antitusif

Untuk menekan batuk: dekstrometorfan HBr, noskapin dan difenhidramin

HCl.

15

e) Dekongestan

Dekongestan mempunyai efek mengurangi hidung tersumbat. Obat

dekongestan oral antara lain : Fenilpropanolamin, Fenilefrin, Pseudoefedrin

dan Efedrin. Obat tersebut pada umumnya merupakan salah satu komponen

dalam obat flu (Depkes, 2007).

3) Golongan Antifungi

Obat golongan antifungi yang digunakan dalam obat kulit topikal

antimanjur, antara lain klortimazol, ekonazol, mikonazol dan isokonazol.

4) Vitamin dan mineral

a) Vitamin

Vitamin adalah zat-zat kimia organis dengan komposisi beraneka-ragam,

yang dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk memelihara

fungsi metabolism normal. Vitamin bukan merupakan ‘bahan bakar’ atau

bahan untuk membangun tubuh. Kebutuhannya berkisar dari beberapa mcg

(microgram), misalnya vitamin B12, samapai ratusan mg (vitamin C dan E)

(Tjay dan Rahardja, 2007).

Contoh vitamin: Vitamin B, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin E, Vitamin

D, Vitamin K.

b) Mineral

Mineral adalah zat-zat anorganik, yang seperti vitamin dalam jumlah kecil

bersifat esensial bagi banyak proses metabolisme dalam tubuh. Yang paling

banyak dibutuhkan adalah kalium (K) dan natrium (Na) ca 2-3 g, kalsium (Ca)

ca 1 g, dan magnesium (Mg) ca 0,3 g, juga fosfor (P) dan klorida (Cl).

4. Sumber Pengetahuan Terhadap Aturan Pakai

a. Informasi yang harus diketahui oleh kader kesehatan untuk disampaikan

kepada pasien,adalah

1) Cara minum obat sesuai anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.

Penggunaan obat tanpa petunjuk langsung dari dokter hanya boleh untuk

penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas serta untuk masalah kesehatan

yang ringan

2) Waktu minum obat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan :

a) Pagi, berarti obat harus diminum antara pukul 07:00 – 08:00 WIB

16

b) Siang, berarti obat harus diminum antara pukul 12:00 – 13:00 WIB

c) Sore, berarti obat harus diminum antara pukul 17:00 – 18:00 WIB

d) Malam, berarti obat harus diminum antara pukul 22:00 - 23:00 WIB

3) Aturan minum obat yang tercantum dalam etiket harus dipatuhi. Bila tertulis :

a) 1 (satu) kali sehari, berarti obat tersebut diminum waktu pagi hari atau malam

hari, tergantung dari khasiat obat tersebut.

b) 2 (dua) kali sehari, berarti obat tersebut harus diminum pagi dan malam hari.

c) 3 (tiga) kali sehari, berarti obat tersebut harus diminum pada pagi, siang dan

malam hari.

d) 4 (empat) kali sehari, berarti obat tersebut haus diminum pada pagi, siang,

sore dan malam hari.

e) Minum obat sampai habis, berarti obat harus diminum sampai habis, biasanya

obat antiotika.

4) Penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas tidak dimaksudkan untuk

penggunaan secara terus – menerus.

5) Hentikan penggunaan obat apabila tidak memberikan manfaat atau

menimbulkan hal–hal yang tidak diinginkan, segera hubungi tenaga kesehatan

terdekat.

6) Sebaiknya tidak mencampur berbagai jenis obat dalam satu wadah.

7) Sebaiknya tidak melepas etiket dari wadah obat karena pada etiket tersebut

tercantum cara penggunaan obat dan informasi lain yang penting.

8) Bacalah cara penggunaan obat sebelum minum obat, demikian juga periksalah

tanggal kadaluarsa.

9) Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.

10) Tanyakan kepada apoteker di apotek atau petugas kesehatan di poskesdes

untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap (Depkes,

2008).

b. Informasi dalam kemasan atau brosur

Pada umumnya informasi obat yang dicantumkan adalah :

1) Nama obat Nama obat pada kemasan terdiri dari nama dagang dan nama zat

aktif yang terkandung didalamnya. Contoh : - Nama Dagang : Panadol - Nama

Zat Aktif : Parasetamol/ Acetaminophen

17

2) Komposisi obat Informasi tentang zat aktif yang terkandung didalam suatu

obat, dapat merupakan zat tunggal atau kombinasi dari berbagai macam zat

aktif dan bahan tambahan lain.

3) Indikasi Informasi mengenai khasiat obat untuk suatu penyakit.

4) Aturan pakai Informasi mengenai cara penggunaan obat yang meliputi waktu

dan berapa kali obat tersebut digunakan.

5) Peringatan perhatian Tanda Peringatan yang harus diperhatikan pada setiap

kemasan obat bebas dan obat bebas terbatas.

6) Tanggal kadaluwarsa tanggal yang menunjukkan berakhirnya masa kerja obat.

7) Nama Produsen Nama Industri Farmasi yang memproduksi obat.

8) Nomor batch/lot Nomor kode produksi yang dikeluarkan oleh Industri

Farmasi.

9) Harga Eceran Tertinggi Harga jual obat tertinggi yang diperbolehkan oleh

pemerintah.

10) Nomor registrasi Adalah tanda ijin edar absah yang diberikan oleh pemerintah

(Depkes, 2008).

5. Bentuk Sediaan Obat

Bentuk padat : serbuk, tablet, pil, kapsul, dan supositoria (Syamsuni,

2007).

a. Serbuk

Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan

untuk pemakaian oral/dalam atau untuk pemakaian luar.

b. Tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan

pengisi.

c. Pil

Pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat mengandung satu atau lebih

bahan obat.

d. Kapsul

Kapsul adalah bentuk sediaan padat yang terbungkus dalam suatu cangkang

keras atau lunak yang dapat larut.

18

e. Supositoria

Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang

diberikan melalui rektul, vagina, atau uretra.

Bentuk cair/larutan : potio, sirup, eliksir, obat tetes, gargarisma, injeksi,

infus intravena, lotio, dan mixture (Syamsuni 2007).

a. Larutan

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang

terlarut.

b. Larutan Oral

Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,

mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis

atau berwarna yang larut dalam air atau campuran konsolven-air.

c. Sirup

Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar

tinggi.

d. Eliksir

Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap,

selain obat mengandung juga zat tambahan, seperti gula atau zat pemanis lain,

zat warna, zat pewangi, dan zat pengawet, dan digunakan sebagai obat dalam.

e. Suspensi

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk

halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.

Bentuk setengah padat : salep/unguentum, krim, pasta, gel, occulenta

(salep mata) (Syamsuni, 2007).

a. Salep (Unguenta)

Salep adalah sediaan setengah padat ditunjukan untuk pemakaian topical pada

kulit atau selaput lender.

b. Krim

Krim adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat

terlarut terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

19

c. Pasta

Pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat

yang ditujukan untuk pemakaian topikal.

d. Gel

Gel merupakan sistem semi padat terdiri dari suspense yang dibuat dari

partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi

oleh suatu cairan.

Bentuk gas : inhalasi/spray/aerosol (Syamsuni, 2007).

B. Swamedikasi

1. Definisi swamedikasi

Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan

obat-obat sederhana yang dibeli bebas di apotik atau toko obat, atas inisiatif

sendiri tanpa nasihat dokter (Tjay dan Raharja, 1993 dalam Wahyuningtyas,

2010).

Pengobatan sendiri atau kerap pula disebut sebagai “swamedikasi”

merupakan alternatif yang ditempuh oleh kebanyakan masyarakat, namun

penting untuk dipahami bahwa swamedikasi yang tepat, aman, dan rasional

tidak dengan cara menobati tanpa terlebih dahulu mencari informasi umum

yang bisa diperoleh tanpa harus melakukan konsultasi dengan pihak dokter.

Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain

itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek,

utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat

wajib apotek (Zeenot, 2013).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi swamedikasi

Beberapa faktor yang memengaruhi praktek pengobatan sendiri

(swamedikasi) adalah sebagai berikut (Djunarko dan Hendrawati, 2011).

a. Kondisi ekonomi. Mahal dan tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan oleh

rumah sakit, klinik, dokter dan dokter gigi merupakan salah satu penyebab

masyarakat berusaha mencari pengobatan yang lebih murah untuk penyakit-

penyakit yang relatif ringan dengan beralih ke swamedikasi.

20

b. Berkembangnya kesadaran akan arti penting kesehatan bagi masyarakat

karena meningkatnya sistem informasi, pendidikan dan kehidupan sosial

ekonomi sehingga meningkatkan pengetahuan untuk melakukan swamedikasi.

c. Promosi obat bebas dan obat bebas terbatas yang gencar dari pihak produsen

baik melalui media cetak maupun elektronik, bahkan sampai beredar ke

pelosok-pelosok desa.

d. Semakin banyak obat yang dahulu termasuk obat keras dan harus diresepkan

dokter, dalam perkembangan ilmu kefarmasiaan yang ditinjau dari khasiat dan

keamanan obat diubah menjadi obat tanpa resep (obat wajib apotek, obat

bebas terbatas, dan obat bebas) sehingga memperkaya pilihan masyarakat

terhadap obat.

3. Obat-obatan swamedikasi (obat tanpa resep)

Obat yang digunakan dalam swamedikasi adalah obat tanpa resep. Di

Indonesia yang termasuk obat tanpa resep meliputi Obat Wajib Apotek

(OWA) atau obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien

tanpa resep dokter, obat bebas terbatas (obat yang aman dan manjur apabila

digunakan sesuai petunjuk penggunaan dan peringatan yang terdapat pada

label), dan obat bebas (obat yang relatif aman tanpa pengawasan) (Djunarko

dan Hendrawati, 2011).

4. Kriteria obat tanpa resep

Kriteria obat tanpa resep berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor : 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat Yang Dapat

Diserahkan Tanpa Resep, pasal 2 adalah sebagai berikut (Djunarko dan

Hendrawati, 2011).

a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada :

1) wanita hamil

2) anak dibawah umur dua tahun

3) orang berusia di atas 65 tahun

b. Swamedikasi dengan obat tidak memberikan risiko pada kelanjutan

penyakitnya.

c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus

dilakukan oleh tenaga kesehatan.

21

d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia.

e. Obat dimaksudkan memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk swamedikasi.

Berdasarkan kriteria obat tanpa resep dua hal yang harus dipenuhi oleh

sediaan obat tanpa resep :

a. Terjamin aman

b. Terjamin manjur/berkhasiat

5. Sumber informasi pemilihan obat

Informasi obat bisa kita dapatkan dimana saja, salah satunya melalui

media masa, dimana media masa adalah chanel, saluran, sarana, atau alat yang

digunakan dalam proses komunikasi masa yakni, komunikasi yang diarahkan

kepada orang banyak (chanel of mass comunication). Berdasarkan fungsinya

sebagai penyalur informasi kesehatan, media ini dibagi menjadi tiga yaitu

(Notoatmodjo, 2012) :

a. Media masa cetak

Media masa cetak merupakan media komunikasi pertama yang dikenal

manusia sebagai media yang memenuhi ciri-ciri komunikasi masa (satu arah,

melembaga, umum, serempak). Media masa cetak berbentuk booklet, leaflet,

flyer, flif chart, rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar dan poster.

b. Media masa elektronik

Media masa elektronik adalah media yang proses bekerjanya berdasar

pada prinsip elektronik dan elektromagnetis. Media masa elektronik

menyampaikan berita atau informasi dengan cara memperdengarkan suara dan

memperlihatkan gambar, serta dengan menampilkan proses terjadinya suatu

peristiwa, seperti pada televisi, radio, slide dan film strip.

c. Media papan (Billboard)

Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi

dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan disini

juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel

pada kendaraan-kendaraan umum (bus atau taksi).

.

22

C. Apotek

1. Definisi apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2014, Apotek adalah sarana

pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.

2. Tugas dan fungsi apotek

Tugas dan fungsi apotek :

a. Tempat pengabdian profesi seseorang apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatan.

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,

pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang

diperlukan masyarakat secara meluas dan merata

3. Gambaran umum apotek Karta Farma

Apotek Karta Farma berlokasi di Pasar Karta Raharja, Tulang Bawang

Udik, Tulang Bawang Barat. Apotek ini didirikan oleh Aprida Restiana.

Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Riska Handari, S.Si., Apt. Apotek

Karta Farma memiliki Surat Izin Apotek dengan nomor :

503/001/IV.3/TBB/2014.

23

D. Kecamatan Tulang Bawang Udik

Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah salah satu kabupaten di Provinsi

Lampung, Indonesia. Kabupaten ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri

Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008 sebagai pecahan dari

Kabupaten Tulang Bawang. Tulang Bawang Udik merupakan salah satu

kecamatan yang berada di Kabupaten Tulang Bawang Barat yang berbatasan

dengan Kabupaten Mesuji dibagian Utara, Kecamatan Tulang Bawang Tengah

bagian Timur, Kabupaten Lampung Utara bagian Selatan, Kecamatan

Tumijajar bagian Barat. Tulang Bawang Udik memiliki 1 Apotek, 1

Puskesmas, 2 Klinik Dokter.

Berdasarkan profil kesehatan kabupaten Tulang Bawang Barat tahun

2017, berikut ini adalah daftar 10 penyakit terbanyak di kabupaten Tulang

Bawang Barat pada tahun 2017.

Tabel 2.1 Daftar 10 Penyakit Terbanyak Di Kabupaten Tulang BawangBarat Tahun 2017

Jenis Penyakit Banyaknya Kasus padaTahun 2017

Vertigo 25.733Hipertensi 7.820Scabies 6.416Caries gigi 6.984Commond Cold 4.839Rheumatoid Artritis 4.841Anemia 4.513Penyakit kulit 5.700Penyakit usus lainnya 4.509Penyakit mata 3.844

(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tulang Bawang Barat, 2017)

24

E. Kerangka Teori

Gambar 2.5 Kerangka Teori

F. Kerangka konsep penelitian

Gambaran Swamedikasi:

1. Pemilihan obat berdasarkan tingkat keamanan.

2. Penggolongan obat berdasarkan farmakologi.

3. Penggolongan obat berdasarkan bentuk sediaan.

4. Sumber pengetahuan terhadap aturan pakai.

5. Sumber informasi dalam pemilihan obat

6. Alasan yang mempengaruhi dalam melakukan upaya swamedikasi

Gambar 2.6 Kerangka Konsep

Sakit

Pelayanan Kesehatan Swamedikasimenggunakan

Swamedikasi di warungSwamedikasi di TokoObat

Swamedikasi di Apotek

Gambaran Swamedikasi di Masyarakat :

1. Pemilihan obat berdasarkan tingkat keamanan2. Penggolongan obat berdasarkan efek farmakologi3. Penggolongan obat berdasarkan bentuk sediaan4. Sumber pengetahuan terhadap aturan pakai5. Sumber informasi dalam pemilihan obat6. Alasan yang mempengaruhi dalam melakukan

upaya swamedikasi

25

G. Definisi Operasional

Tabel 2.2 Definisi Operasional

No Variabel DefinisiOperasional

Cara Ukur AlatUkur

Hasil Ukur SkalaUkur

1. Penggolonganberdasarkanjenis kelaminresponden

Penggolonganrespondenberdasarkanjenis kelamin

Wawancara Lembarwawancara

1. Laki-laki2.Perempuan

Nominal

2. PenggolonganberdasarkanUsia responden

Penggolonganrespondenberdasarkan usia

Wawancara Lembarwawancara

1.<17 Tahun2.17-25 Tahun3.26-35 Tahun4.36-45 Tahunn5.>45 Tahun

Ordinal

3. Penggolonganobatberdasarkantingkatkeamanan

Pemilihan obatberdasarkantingkatkeamanan obat

Observasi Cheklist 1. Obat bebas2.Obat bebasterbatas3. Obat wajibapotek (OWA)

Ordinal

4. Pemilihan obatberdasarkanefek terapi ataufarmakologinya

Pemilihan obatberdasarkankegunaan/indikasi yangsesuai denganpenyakit yangdiderita

Observasi Cheklist 1. Analgesik danantipiretik2.Anti-inflamasinonsteroid(AINS)3. Obat diare4. Obat batuk5. Obatinfluenza6. Golonganantifungi7. Vitamin danmineral8. Lainnya

Nominal

5. Bentuk sediaan Bentuk sediaanobat yang seringdigunakan olehpengunjungapotek untukpengobatansendiri

Observasi Cheklist 1.Tablet2.Kaplet3.Sirup4.Krim5.Kapsul6.Suppositoria7.Lainnya

Nominal

6. Mengetahuisumbermasyarakatterhadap aturanpakai

Sumberpengetahuanyang di dapatmasyarakatterhadap obattentang aturanpakai

Wawancara Cheklist 1.Informasiyang di berikanoleh petugaskesehatan diapotek2.Brosur obat3.Pengobatansebelumnya

Nominal

26

4.Lainnya

7. Mengetahuisumberinformasipemilihan obat

Sumberinformasipemilihan obatyang didapatdalampengobatansendiri

Wawancara Cheklist 1. Mediaelektronik

2. Media masacetak

3. Media papan(billboard)

4. Tetangga5. Teman6. Petugas

kesehatan7. Lainnya

Nominal

8. Alasan dalammelakukanpengobatansendiri

Alasan yangmembuatpengunjunglebih memilihuntukmelakukanpengobatansendiri

Wawancara Cheklist 1. Karenapenyakitmasih ringan

2. Karenapengaruhiklan

3. Pengobatansebelumnya

4. Biayaberobat kedokter atauklinikkesehatanmahal

5. Lainnya

Nominal