87133390 konstipasi dan patofisiologinya

7
KONSTIPASI DAN PATOFISIOLOGINYA Konstipasi yang di masyarakat dikenal dengan sembelit sebenarnya bukan merupakan konstipasi suatu penyakit, melainkan suatu keluhan yang muncul akibat kelainan fungsi dari kolon dan anorektal. Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, kesulitan keluarnya feses, harus mengejan, jumlah feses yang kurang, konsistensinya keras dan kering, terdapat rasa sakit, sensasi buang air besar tidak puas, defekasi kurang dari tiga kali dalam seminggu PATOFISIOLOGI Kebiasaan buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari sekali. Seseorang dikatakan mengalami konstipasi bila buang air besarnya kurang dari 3 kali perminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar harus mengejan secara berlebihan. Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian mencampur, melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak diserap, serta memadatkannya menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai mekanisme gerakan yang sangat kompleks. Pada keadaan normal secara teratur kolon harus dikosongkan sekali dalam 24 jam. Diduga pergerakan tinja dari bagian proksimal kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi beberapa kali sehari, lewat gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan yang

Upload: suci-joe-armstrong

Post on 23-May-2017

231 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: 87133390 Konstipasi Dan Patofisiologinya

KONSTIPASI DAN PATOFISIOLOGINYA Konstipasi yang di masyarakat dikenal dengan sembelit sebenarnya bukan merupakan

konstipasi

suatu penyakit, melainkan suatu keluhan yang muncul akibat kelainan fungsi dari kolon dan anorektal. Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi buang air besar, kesulitan keluarnya feses, harus mengejan, jumlah feses yang kurang, konsistensinya keras dan kering, terdapat rasa sakit, sensasi buang air besar tidak puas, defekasi kurang dari tiga kali dalam seminggu

PATOFISIOLOGI

Kebiasaan buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari

sekali. Seseorang dikatakan mengalami konstipasi bila buang air besarnya kurang dari 3 kali

perminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar harus

mengejan secara berlebihan.

Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian mencampur,

melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak diserap, serta memadatkannya

menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai mekanisme gerakan yang sangat

kompleks. Pada keadaan normal secara teratur kolon harus dikosongkan sekali dalam 24 jam.

Diduga pergerakan tinja dari bagian proksimal kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi

beberapa kali sehari, lewat gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan

yang berlangsung lama. Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada di batang otak,

dan telah dilatih sejak masa anak-anak.

Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat mengalami gangguan, yaitu kesulitan atau

hambatan pasase bolus di kolon atau rektum, sehingga timbul kesulitan defekasi. Gangguan

pasase bolus dapat diakibatkan oleh suatu penyakit atau karena kelainan psikoneurosis. Yang

termasuk gangguan pasase bolus oleh suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme

(bakteri, parasit, virus), kelainan organ, misalnya tumor baik jinak maupun ganas, pasca

bedah di salah satu bagian saluran cerna ( gastrektomi, kolesistektomi).

Untuk mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi, perlu diingat kembali bagaimana

mekanisme kerja kolon. Begitu makanan masuk ke dalam kolon, kolon akan menyerap air

dan membentuk bahan buangan sisa makanan, atau tinja. Kontraksi otot kolon akan

Page 2: 87133390 Konstipasi Dan Patofisiologinya

mendorong tinja ini ke arah rektum. Begitu mencapai rektum, tinja akan berbentuk padat

karena sebagian besar airnya telah diserap. Tinja yang keras dan kering pada konstipasi

terjadi akibat kolon menyerap terlalu banyak air. Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon

terlalu perlahan-lahan, sehingga menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama.

Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon atau pada fungsi

anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas primer, penggunaan obat-obat tertentu atau

berkaitan dengan sejumlah besar penyakit sistemik yang mempengaruhi traktus

gastrointestinal.

Konstipasi dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun pengosongan rektum. Pengisian

rektum yang tidak sempurna terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif (misalnya, pada kasus

hipotiroidisme atau pemakaian opium, dan bila ada obstruksi usus besar yang disebabkan

oleh kelainan struktur atau karena penyakit hirschprung). Statis tinja di kolon menyebabkan

proses pengeringan tinja yang berlebihan dan kegagalan untuk memulai reflek dari rektum

yang normalnya akan memicu evakuasi. Pengosongan rektum melalui evakuasi spontan

tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan oleh reseptor tekanan pada otot-otot rektum,

serabut-serabut aferen dan eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau otot-otot perut dan

dasar panggul. Kelainan pada relaksasi sfingter ani juga bisa menyebabkan retensi tinja.

Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun penyebabnya. Tinja yang besar

dan keras di dalam rektum menjadi sulit dan bahkan sakit bila dikeluarkan, jadi lebih sering

terjadi retensi. Distensi rektum dan kolon mengurangi sensitifitas refleks defekasi dan

efektivitas peristaltik. Akhirnya, cairan dari kolon proksimal dapat merembes disekitar tinja

yang keras dan keluar dari rektum tanpa terasa. Gerakan usus yang tidak disengaja

(encopresis) mungkin keliru dengan diare.

PENYEBAB KONSTIPASI :

1. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur

Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan BAB

yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks

ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan

untuk defekasi habis.

Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini sedangkan pada orang

dewasa mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.

Page 3: 87133390 Konstipasi Dan Patofisiologinya

Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu

menggunakan pispot atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan

rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari

konstipasi adalah membiasakan BAB yang teratur.

2. Ketidaksesuaian diet

Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga menghasilkan

produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan

rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna.

Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan

makanan tersebut.

3. Peningkatan stres psikologi

Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak

peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat

menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang

berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya

jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi.

4. Latihan yang tidak cukup

Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum melemah, termasuk otot

abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Secara tidak

langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan kurangnya nafsu

makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk merangsang refleks

pada proses defekasi.

5. Penggunaan laxative yang berlebihan

Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar.

Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan

keinginan BAB – refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna

laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami

efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).

6. Obat-obatan

Banya obat menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di antaranya seperti ;

morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik,

melambatkan pergerakan dari colon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat.

Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek

menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan

Page 4: 87133390 Konstipasi Dan Patofisiologinya

konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada

sebagian orang.

7. Umur

Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua turut

berperan menyebabkan konstipasi.

8. Proses penyakit

Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya

obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat

orang menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemampuan klien untuk buang

air besar; terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.

Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika BAB dapat menyebabkan stres

pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi). Ruptur merusak mereka jika

tekanan cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya

napas. Gerakan ini dapat menciptakan masalah yagn serius pada orang dengan sakit

jantung, trauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan

tekanan intratorakal dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan, tingkatan ini dapat

dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika regangan terjadi.

Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan pencegahan yang terbaik.

AKIBAT KONSTIPASI

Sebagaimana diketahui, fungsi kolon di antaranya melakukan absorpsi cairan elektrolit, zat-

zat organik misalnya glukose dan air, hal ini berjalan terus sampai di kolon descendens. Pada

seseorang yang mengalami konstipasi, sebagai akibat dari absorpsi cairan yang terus

berlangsung, maka tinja akan menjadi lebih padat dan mengeras. Tinja yang keras dan padat

menyebabkan makin susahnya defekasi, sehingga dapat menimbulkan haemorrhoid.

Sisa-sisa protein di dalam makanan biasanya dipecahkan di dalam kolon dalam bentuk indol,

skatol, fenol, kresol dan hydrogen sulfide. Sehingga akan memberikan bau yang khas pada

tinja. Pada konstipasi juga akan terjadi absorpsi zat-zat tersebut terutama indol dan skatol,

sehingga akan terjadi intestinal toksemia. Bila terjadi intestinal toksemia maka berbahaya

pada penderita dengan sirosis hepatis . Pada kolon stasis dan adanya pemecahan urea oleh

bakteri mungkin akan mempercepat timbulnya “ hepatik encepalopati” pada penderita sirosis

hepatis.