60780132-dbd-final

58
PENDAHULUAN DAN STUDI EPIDEMIOLOGI Demam Berdarah Dengue (DBD), merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian terutama pada anak. Oleh karena itu wabah penyakit ini sering menimbulkan kepanikan masyarakat. Daerah yang mempunyai resiko untuk menjadi wabah demam berdarah dengue umumnya ialah kota atau desa dipantai yang penduduknya padat dan mobilitasnya tinggi.Kejadian luar biasa atau wabah penyakit ini dapat terjadi di daerah endemis maupun daerah yang seluruhnya tidak pernah ada kasus. Biasanya wabah demam berdarah dengue terjadi pada musim hujan, sesuai dengan musim penularan penyakit ini. Pengamatan selama dua puluh tahun terakhir ini menunjukkan bahwa di daerah endemis, wabah DBD terjadi secara periodik, setiap lima tahun. Namun demikian pada umumnya kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah sulit diramalkan sebelumnya. Di Indonesia, penyakit demam berdarah dengue cenderung semakin meningkat jumlah penderitanya dan semakin menyebar luas. Pada tahun 1968 terjadi wabah demam berdarah dengue di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dan kematian 24 orang (41,3 % ). Selanjutnya penyakit DBD ini kemudian menyebar keseluruhan tanah air Indonesia dan mencapai punjak klimaksnya pada tahun 1988, yaitu 20 tahun sejak keberadaannya di Indonesia penyakit ini mengukir puncak tertinggi serangannya. Angka insiden pada waktu itu mencapai 27,09 per 100.000 penduduk dengan angka kematian 3,2 %. Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dengan jumlah

Upload: tarmidi-midzi

Post on 05-Aug-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 60780132-DBD-final

PENDAHULUAN DAN STUDI EPIDEMIOLOGI

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sering

menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian terutama pada anak Oleh karena itu wabah

penyakit ini sering menimbulkan kepanikan masyarakat Daerah yang mempunyai resiko untuk

menjadi wabah demam berdarah dengue umumnya ialah kota atau desa dipantai yang

penduduknya padat dan mobilitasnya tinggiKejadian luar biasa atau wabah penyakit ini dapat

terjadi di daerah endemis maupun daerah yang seluruhnya tidak pernah ada kasus Biasanya

wabah demam berdarah dengue terjadi pada musim hujan sesuai dengan musim penularan

penyakit ini Pengamatan selama dua puluh tahun terakhir ini menunjukkan bahwa di daerah

endemis wabah DBD terjadi secara periodik setiap lima tahun Namun demikian pada

umumnya kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah sulit diramalkan sebelumnya Di

Indonesia penyakit demam berdarah dengue cenderung semakin meningkat jumlah penderitanya

dan semakin menyebar luas Pada tahun 1968 terjadi wabah demam berdarah dengue di Surabaya

dengan jumlah penderita 58 orang dan kematian 24 orang (413 ) Selanjutnya penyakit DBD

ini kemudian menyebar keseluruhan tanah air Indonesia dan mencapai punjak klimaksnya pada

tahun 1988 yaitu 20 tahun sejak keberadaannya di Indonesia penyakit ini mengukir puncak

tertinggi serangannya Angka insiden pada waktu itu mencapai 2709 per 100000 penduduk

dengan angka kematian 32

Pada awal tahun 2004 kita dikejutkan kembali dengan merebaknya penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD) dengan jumlah kasus yang cukup banyak Hal ini mengakibatkan

sejumlah rumah sakit menjadi kewalahan dalam menerima pasien DBD Untuk mengatasinya

pihak rumah sakit menambah tempat tidur di lorong-lorong rumah sakit serta merekrut tenaga

medis dan paramedis Merebaknya kembali kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari berbagai

kalangan Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan

kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam

mengantisipasi dan merespon kasus ini Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total

kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian

sebanyak 389 orang (CFR=153 ) Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534

orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali di

tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut Penyakit DBD sering

salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus Hal ini disebabkan karena infeksi

virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya

Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk

pilek muntah mual maupun diare Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk

bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus Oleh karena itu diperlukan kejelian

pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue patofisiologi dan ketajaman

pengamatan klinis Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap diagnosis DBD serta

pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang

memadai

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 akan

tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972 Sejak itu penyakit tersebut menyebar

ke berbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-

Timur telah terjangkit penyakit Sejak pertama kali ditemukan jumlah kasus menunjukkan

kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara

sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998 dengan

Incidence Rate (IR) = 3519 per 100000 penduduk dan CFR = 2 Pada tahun 1999 IR

menurun tajam sebesar 1017 namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu

1599 (tahun 2000) 2166 (tahun 2001) 1924 (tahun 2002) dan 2387 (tahun 2003)

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena

semakin baiknya sarana transportasi penduduk adanya pemukiman baru kurangnya perilaku

masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh

pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini

Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan

kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat

penampungan air yang sulit dibersihkan Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang

belum memperlihatkan hasil yang memuaskan

SEJARAH PERKEMBANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI INDONESIA

Di Indonesia penyakit demam berdarah dengue mulai dikenal pada tahun 1968 Sejak

awal masuknya penyakit ini di Indonesia hingga tahun 1974 upaya pemberantasan belum

diprogramkan dan upaya pemberantasannya dimasukkan dalam program pemberantasan penyakit

lain-lain Kegiatan pokok pemberantasannya meliputi penemuan kasus pengobatan penderita

serta penyemprotan dilokasi kasus DBD Mulai tahun 1974 sd 1980 dibentuk subdit Arbovirosis

pada Direktorat Jenderal PPM-PLP dan kegiatan pemberantasannya mulai diprogramkan yang

meliputi pengamatan pengobatan penderita Demikian pula dengan yang menangani

pemberantasan penyakit DBD dati-I dan dati-II Pada tahun 1980 sd 1985 program kegiatan

DBD dikembangkan dengan melaksanakan abatisasi massal bagi kota-kota dengan endemisitas

DBD tinggi yang meliputi seluruh wilayah Indonesia Abatisasi massal telah dipertajam

sasarannya sejak tahun1985 sd 1989 melalui stratifikasi desa endemis dan non endemis Di desa

abatisasi terhadap tempat-tempat penampungan air yang ditemukan jentik nyamuk Aides

Aegypti Tahun 1992 sd sekarang stratifikasi desa disempurnakan manjadi 3 strata yaitu

Endemis Sporadis dan Potensialbebas Tugas dan fungsi subdit Arbovirosis semakin jelas

dengan terbitnya SK Menkes No 581 tahun 1992 yang menetapkan bahwa upaya pemberantasan

DBD dilakukan melalui kegiatan pencegahan penemuan pelaporan penderita pengamatan

penyakit dan penyelidikan epidemiologi penanggulangan seperlunya dan penyuluhan kepada

masyarakat

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE ( DBD )

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi virus terutama menyerang

pada anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi pendarahan dan

bertendensi menimbulkan shock yang menyebabkan kematian Penyebab penyakit ini adalah

virus dengue virus ini termasuk kelompok arthopode borne virus famili Togaviridae dan

termasuk genus Flavivirus dengue terbagi empat macam yaitu

1 Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944

2 Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944

3 Dengue 3 diisolasi oleh Sather

4 Dengue 4 diisolasi oleh Sather

Akibat infeksi virus dengue dapat menimbulkan bermacam- macam gejala seperti

dibawah ini

1 Asymtomatis

2 Mild Undifferentiated Febrile Illnes

3 Dengue Fever ( demam dengue )

4 Dengue haemorrhagic Fever ( DHF-DBD )

5 Dengue Shock Syndrome ( DSS )

Untuk mendignosa penyakit DBD ini dipakai patokan kriteria klinik Who (1975) sebagai

berikut

1 Demam tinggi mendadak dan terus- menerus selama 2-7 hari

2 Manifestasi pendarahan termasuk setidak-tidaknya uji tourniquet positif dan salah satu

bentuk lain (petekie echimosis epitaksis pendarahan gusi hematomesis)

3 Pembesaran hati

4 Shock yang ditandai nadi lemah cepat sisertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mm

Hg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung jari dan kaki

penderita menjadi gelisah timbul sianosis di sekitar mulut

5 Trombositopeni (100mm3 atau kurang) biasanya ditemukan pada hari ke 3 sampai hari

ke 7 sakit Jadi paling kurang dilakukan pemeriksaan 2 kali yaitu pada hari ke 3 dan hari

ke 5 sakit

6 Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak

hematokrit pada masa konvalesan

Diagnosa klinik penyakit DBD dapat di tegakkan apabila ditemukan 2 atau 3 gejala klinik

tersebut diatas disertai trombositopeni dan Hemokonsentrasi Dengan patokan ini 87 penderita

yang tersangka penyakit demam berdarah dengue ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan oleh

pemeriksaan serologis) Untuk pemeriksaan serologis ialah dengan inovasi virus digunakan

specimen darah filter paper atau serum hasilnya dapat dilihat lebih kurang satu minggu

sedangkan untuk isolasi virus digunakan serum atau plasma atau jaringanautopsi

pasien penyakit demam berdarah dengue atau nyamuk aedes aegypti (hasilnya dapat dilihat

setelah lebih kurang 2 minggu) sehingga untuk pengobatan kurang bermanfaat karena lamanya

menunggu hasil pemeriksaan Berguna untuk konfirmasi diagnosa klinik dan untuk kepentingan

Epidemiologi pemberantasan penyakit demam berdarah dengue

VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk

Aedes aegypti dan mungkin juga Aedes alboictus kedua jenis penyakit ini terdapat hampir

diseluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari

1000 meter diatas permukaan laut Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam

penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD

dalam darahnya mengandung virus dengue Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah

(viremia) satu sampai dua hari sebelum penderita demam

PERILAKU NYAMUK AEDES AEGYPTI

Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan

tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah istirahat dan berkembang

biak sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk

Aedes Aegypti yang tepat

A PERILAKU MENCARI DARAH

- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur

- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali

- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan

jam 1500 ndash 1700

- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang

- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter

- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan

B PERILAKU ISTIRAHAT

- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk

mematangkan telur

- Tempat istirahat yang disukai

1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC

1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai

1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah

C PERILAKU BERKEMBANG BIAK

- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih

seperti

1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum

air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali

1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot

bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat

pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun

dalam volume kecil

- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air

- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran

sekitar 07 mm per butir

- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan

- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air

- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk

- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari

akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD

Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal

4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi

sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh

sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam

virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe

virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi

virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru

melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus

menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di

daerah yang padat penduduknya

Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari

301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya

menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat

atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak

ada manusia yang kebal virus DBD

PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI

Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi

kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan

siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn

jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan

1988

Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418

orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang

meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit

tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan

terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah

penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua

masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa

pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan

persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat

berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat

partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan

beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat

indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa

Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali

Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia

nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk

sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat

umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara

10-26

EPIDEMIOLOGI

1 Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat

type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan

Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu

dan tiga

2 Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan

Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)

Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan

konjungtiva epitaksis melena

Hepatomegali (pembesaran hati)

Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80

mmHg atau lebih rendah

Trombositopeni

Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit

Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit

perut diare kejang dan sakit kepala

Pendarahan pada hidung dan gusi

Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat

pecahnya pembuluh darah

3 Masa Inkubasi

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

4 Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah

pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim

penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia

5 Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut

- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang

- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang

- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang

- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang

- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang

- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang

- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang

- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan

jumlah kematian sebanyak 389 orang

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu

kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 2: 60780132-DBD-final

albopictus Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali di

tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut Penyakit DBD sering

salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus Hal ini disebabkan karena infeksi

virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya

Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk

pilek muntah mual maupun diare Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk

bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus Oleh karena itu diperlukan kejelian

pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue patofisiologi dan ketajaman

pengamatan klinis Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap diagnosis DBD serta

pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang

memadai

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 akan

tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972 Sejak itu penyakit tersebut menyebar

ke berbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-

Timur telah terjangkit penyakit Sejak pertama kali ditemukan jumlah kasus menunjukkan

kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara

sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998 dengan

Incidence Rate (IR) = 3519 per 100000 penduduk dan CFR = 2 Pada tahun 1999 IR

menurun tajam sebesar 1017 namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu

1599 (tahun 2000) 2166 (tahun 2001) 1924 (tahun 2002) dan 2387 (tahun 2003)

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena

semakin baiknya sarana transportasi penduduk adanya pemukiman baru kurangnya perilaku

masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh

pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini

Pada awalnya strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan

kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat

penampungan air yang sulit dibersihkan Akan tetapi kedua metode tersebut sampai sekarang

belum memperlihatkan hasil yang memuaskan

SEJARAH PERKEMBANGAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI INDONESIA

Di Indonesia penyakit demam berdarah dengue mulai dikenal pada tahun 1968 Sejak

awal masuknya penyakit ini di Indonesia hingga tahun 1974 upaya pemberantasan belum

diprogramkan dan upaya pemberantasannya dimasukkan dalam program pemberantasan penyakit

lain-lain Kegiatan pokok pemberantasannya meliputi penemuan kasus pengobatan penderita

serta penyemprotan dilokasi kasus DBD Mulai tahun 1974 sd 1980 dibentuk subdit Arbovirosis

pada Direktorat Jenderal PPM-PLP dan kegiatan pemberantasannya mulai diprogramkan yang

meliputi pengamatan pengobatan penderita Demikian pula dengan yang menangani

pemberantasan penyakit DBD dati-I dan dati-II Pada tahun 1980 sd 1985 program kegiatan

DBD dikembangkan dengan melaksanakan abatisasi massal bagi kota-kota dengan endemisitas

DBD tinggi yang meliputi seluruh wilayah Indonesia Abatisasi massal telah dipertajam

sasarannya sejak tahun1985 sd 1989 melalui stratifikasi desa endemis dan non endemis Di desa

abatisasi terhadap tempat-tempat penampungan air yang ditemukan jentik nyamuk Aides

Aegypti Tahun 1992 sd sekarang stratifikasi desa disempurnakan manjadi 3 strata yaitu

Endemis Sporadis dan Potensialbebas Tugas dan fungsi subdit Arbovirosis semakin jelas

dengan terbitnya SK Menkes No 581 tahun 1992 yang menetapkan bahwa upaya pemberantasan

DBD dilakukan melalui kegiatan pencegahan penemuan pelaporan penderita pengamatan

penyakit dan penyelidikan epidemiologi penanggulangan seperlunya dan penyuluhan kepada

masyarakat

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE ( DBD )

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi virus terutama menyerang

pada anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi pendarahan dan

bertendensi menimbulkan shock yang menyebabkan kematian Penyebab penyakit ini adalah

virus dengue virus ini termasuk kelompok arthopode borne virus famili Togaviridae dan

termasuk genus Flavivirus dengue terbagi empat macam yaitu

1 Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944

2 Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944

3 Dengue 3 diisolasi oleh Sather

4 Dengue 4 diisolasi oleh Sather

Akibat infeksi virus dengue dapat menimbulkan bermacam- macam gejala seperti

dibawah ini

1 Asymtomatis

2 Mild Undifferentiated Febrile Illnes

3 Dengue Fever ( demam dengue )

4 Dengue haemorrhagic Fever ( DHF-DBD )

5 Dengue Shock Syndrome ( DSS )

Untuk mendignosa penyakit DBD ini dipakai patokan kriteria klinik Who (1975) sebagai

berikut

1 Demam tinggi mendadak dan terus- menerus selama 2-7 hari

2 Manifestasi pendarahan termasuk setidak-tidaknya uji tourniquet positif dan salah satu

bentuk lain (petekie echimosis epitaksis pendarahan gusi hematomesis)

3 Pembesaran hati

4 Shock yang ditandai nadi lemah cepat sisertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mm

Hg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung jari dan kaki

penderita menjadi gelisah timbul sianosis di sekitar mulut

5 Trombositopeni (100mm3 atau kurang) biasanya ditemukan pada hari ke 3 sampai hari

ke 7 sakit Jadi paling kurang dilakukan pemeriksaan 2 kali yaitu pada hari ke 3 dan hari

ke 5 sakit

6 Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak

hematokrit pada masa konvalesan

Diagnosa klinik penyakit DBD dapat di tegakkan apabila ditemukan 2 atau 3 gejala klinik

tersebut diatas disertai trombositopeni dan Hemokonsentrasi Dengan patokan ini 87 penderita

yang tersangka penyakit demam berdarah dengue ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan oleh

pemeriksaan serologis) Untuk pemeriksaan serologis ialah dengan inovasi virus digunakan

specimen darah filter paper atau serum hasilnya dapat dilihat lebih kurang satu minggu

sedangkan untuk isolasi virus digunakan serum atau plasma atau jaringanautopsi

pasien penyakit demam berdarah dengue atau nyamuk aedes aegypti (hasilnya dapat dilihat

setelah lebih kurang 2 minggu) sehingga untuk pengobatan kurang bermanfaat karena lamanya

menunggu hasil pemeriksaan Berguna untuk konfirmasi diagnosa klinik dan untuk kepentingan

Epidemiologi pemberantasan penyakit demam berdarah dengue

VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk

Aedes aegypti dan mungkin juga Aedes alboictus kedua jenis penyakit ini terdapat hampir

diseluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari

1000 meter diatas permukaan laut Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam

penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD

dalam darahnya mengandung virus dengue Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah

(viremia) satu sampai dua hari sebelum penderita demam

PERILAKU NYAMUK AEDES AEGYPTI

Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan

tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah istirahat dan berkembang

biak sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk

Aedes Aegypti yang tepat

A PERILAKU MENCARI DARAH

- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur

- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali

- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan

jam 1500 ndash 1700

- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang

- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter

- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan

B PERILAKU ISTIRAHAT

- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk

mematangkan telur

- Tempat istirahat yang disukai

1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC

1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai

1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah

C PERILAKU BERKEMBANG BIAK

- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih

seperti

1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum

air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali

1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot

bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat

pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun

dalam volume kecil

- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air

- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran

sekitar 07 mm per butir

- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan

- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air

- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk

- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari

akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD

Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal

4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi

sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh

sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam

virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe

virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi

virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru

melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus

menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di

daerah yang padat penduduknya

Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari

301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya

menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat

atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak

ada manusia yang kebal virus DBD

PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI

Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi

kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan

siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn

jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan

1988

Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418

orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang

meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit

tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan

terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah

penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua

masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa

pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan

persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat

berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat

partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan

beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat

indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa

Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali

Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia

nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk

sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat

umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara

10-26

EPIDEMIOLOGI

1 Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat

type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan

Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu

dan tiga

2 Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan

Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)

Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan

konjungtiva epitaksis melena

Hepatomegali (pembesaran hati)

Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80

mmHg atau lebih rendah

Trombositopeni

Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit

Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit

perut diare kejang dan sakit kepala

Pendarahan pada hidung dan gusi

Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat

pecahnya pembuluh darah

3 Masa Inkubasi

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

4 Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah

pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim

penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia

5 Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut

- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang

- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang

- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang

- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang

- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang

- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang

- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang

- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan

jumlah kematian sebanyak 389 orang

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu

kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 3: 60780132-DBD-final

Di Indonesia penyakit demam berdarah dengue mulai dikenal pada tahun 1968 Sejak

awal masuknya penyakit ini di Indonesia hingga tahun 1974 upaya pemberantasan belum

diprogramkan dan upaya pemberantasannya dimasukkan dalam program pemberantasan penyakit

lain-lain Kegiatan pokok pemberantasannya meliputi penemuan kasus pengobatan penderita

serta penyemprotan dilokasi kasus DBD Mulai tahun 1974 sd 1980 dibentuk subdit Arbovirosis

pada Direktorat Jenderal PPM-PLP dan kegiatan pemberantasannya mulai diprogramkan yang

meliputi pengamatan pengobatan penderita Demikian pula dengan yang menangani

pemberantasan penyakit DBD dati-I dan dati-II Pada tahun 1980 sd 1985 program kegiatan

DBD dikembangkan dengan melaksanakan abatisasi massal bagi kota-kota dengan endemisitas

DBD tinggi yang meliputi seluruh wilayah Indonesia Abatisasi massal telah dipertajam

sasarannya sejak tahun1985 sd 1989 melalui stratifikasi desa endemis dan non endemis Di desa

abatisasi terhadap tempat-tempat penampungan air yang ditemukan jentik nyamuk Aides

Aegypti Tahun 1992 sd sekarang stratifikasi desa disempurnakan manjadi 3 strata yaitu

Endemis Sporadis dan Potensialbebas Tugas dan fungsi subdit Arbovirosis semakin jelas

dengan terbitnya SK Menkes No 581 tahun 1992 yang menetapkan bahwa upaya pemberantasan

DBD dilakukan melalui kegiatan pencegahan penemuan pelaporan penderita pengamatan

penyakit dan penyelidikan epidemiologi penanggulangan seperlunya dan penyuluhan kepada

masyarakat

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE ( DBD )

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi virus terutama menyerang

pada anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi pendarahan dan

bertendensi menimbulkan shock yang menyebabkan kematian Penyebab penyakit ini adalah

virus dengue virus ini termasuk kelompok arthopode borne virus famili Togaviridae dan

termasuk genus Flavivirus dengue terbagi empat macam yaitu

1 Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944

2 Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944

3 Dengue 3 diisolasi oleh Sather

4 Dengue 4 diisolasi oleh Sather

Akibat infeksi virus dengue dapat menimbulkan bermacam- macam gejala seperti

dibawah ini

1 Asymtomatis

2 Mild Undifferentiated Febrile Illnes

3 Dengue Fever ( demam dengue )

4 Dengue haemorrhagic Fever ( DHF-DBD )

5 Dengue Shock Syndrome ( DSS )

Untuk mendignosa penyakit DBD ini dipakai patokan kriteria klinik Who (1975) sebagai

berikut

1 Demam tinggi mendadak dan terus- menerus selama 2-7 hari

2 Manifestasi pendarahan termasuk setidak-tidaknya uji tourniquet positif dan salah satu

bentuk lain (petekie echimosis epitaksis pendarahan gusi hematomesis)

3 Pembesaran hati

4 Shock yang ditandai nadi lemah cepat sisertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mm

Hg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung jari dan kaki

penderita menjadi gelisah timbul sianosis di sekitar mulut

5 Trombositopeni (100mm3 atau kurang) biasanya ditemukan pada hari ke 3 sampai hari

ke 7 sakit Jadi paling kurang dilakukan pemeriksaan 2 kali yaitu pada hari ke 3 dan hari

ke 5 sakit

6 Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak

hematokrit pada masa konvalesan

Diagnosa klinik penyakit DBD dapat di tegakkan apabila ditemukan 2 atau 3 gejala klinik

tersebut diatas disertai trombositopeni dan Hemokonsentrasi Dengan patokan ini 87 penderita

yang tersangka penyakit demam berdarah dengue ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan oleh

pemeriksaan serologis) Untuk pemeriksaan serologis ialah dengan inovasi virus digunakan

specimen darah filter paper atau serum hasilnya dapat dilihat lebih kurang satu minggu

sedangkan untuk isolasi virus digunakan serum atau plasma atau jaringanautopsi

pasien penyakit demam berdarah dengue atau nyamuk aedes aegypti (hasilnya dapat dilihat

setelah lebih kurang 2 minggu) sehingga untuk pengobatan kurang bermanfaat karena lamanya

menunggu hasil pemeriksaan Berguna untuk konfirmasi diagnosa klinik dan untuk kepentingan

Epidemiologi pemberantasan penyakit demam berdarah dengue

VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk

Aedes aegypti dan mungkin juga Aedes alboictus kedua jenis penyakit ini terdapat hampir

diseluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari

1000 meter diatas permukaan laut Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam

penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD

dalam darahnya mengandung virus dengue Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah

(viremia) satu sampai dua hari sebelum penderita demam

PERILAKU NYAMUK AEDES AEGYPTI

Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan

tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah istirahat dan berkembang

biak sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk

Aedes Aegypti yang tepat

A PERILAKU MENCARI DARAH

- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur

- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali

- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan

jam 1500 ndash 1700

- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang

- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter

- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan

B PERILAKU ISTIRAHAT

- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk

mematangkan telur

- Tempat istirahat yang disukai

1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC

1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai

1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah

C PERILAKU BERKEMBANG BIAK

- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih

seperti

1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum

air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali

1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot

bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat

pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun

dalam volume kecil

- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air

- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran

sekitar 07 mm per butir

- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan

- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air

- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk

- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari

akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD

Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal

4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi

sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh

sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam

virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe

virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi

virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru

melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus

menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di

daerah yang padat penduduknya

Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari

301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya

menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat

atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak

ada manusia yang kebal virus DBD

PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI

Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi

kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan

siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn

jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan

1988

Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418

orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang

meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit

tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan

terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah

penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua

masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa

pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan

persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat

berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat

partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan

beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat

indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa

Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali

Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia

nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk

sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat

umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara

10-26

EPIDEMIOLOGI

1 Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat

type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan

Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu

dan tiga

2 Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan

Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)

Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan

konjungtiva epitaksis melena

Hepatomegali (pembesaran hati)

Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80

mmHg atau lebih rendah

Trombositopeni

Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit

Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit

perut diare kejang dan sakit kepala

Pendarahan pada hidung dan gusi

Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat

pecahnya pembuluh darah

3 Masa Inkubasi

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

4 Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah

pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim

penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia

5 Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut

- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang

- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang

- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang

- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang

- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang

- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang

- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang

- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan

jumlah kematian sebanyak 389 orang

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu

kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 4: 60780132-DBD-final

1 Asymtomatis

2 Mild Undifferentiated Febrile Illnes

3 Dengue Fever ( demam dengue )

4 Dengue haemorrhagic Fever ( DHF-DBD )

5 Dengue Shock Syndrome ( DSS )

Untuk mendignosa penyakit DBD ini dipakai patokan kriteria klinik Who (1975) sebagai

berikut

1 Demam tinggi mendadak dan terus- menerus selama 2-7 hari

2 Manifestasi pendarahan termasuk setidak-tidaknya uji tourniquet positif dan salah satu

bentuk lain (petekie echimosis epitaksis pendarahan gusi hematomesis)

3 Pembesaran hati

4 Shock yang ditandai nadi lemah cepat sisertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mm

Hg atau kurang) disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama ujung jari dan kaki

penderita menjadi gelisah timbul sianosis di sekitar mulut

5 Trombositopeni (100mm3 atau kurang) biasanya ditemukan pada hari ke 3 sampai hari

ke 7 sakit Jadi paling kurang dilakukan pemeriksaan 2 kali yaitu pada hari ke 3 dan hari

ke 5 sakit

6 Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebanyak

hematokrit pada masa konvalesan

Diagnosa klinik penyakit DBD dapat di tegakkan apabila ditemukan 2 atau 3 gejala klinik

tersebut diatas disertai trombositopeni dan Hemokonsentrasi Dengan patokan ini 87 penderita

yang tersangka penyakit demam berdarah dengue ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan oleh

pemeriksaan serologis) Untuk pemeriksaan serologis ialah dengan inovasi virus digunakan

specimen darah filter paper atau serum hasilnya dapat dilihat lebih kurang satu minggu

sedangkan untuk isolasi virus digunakan serum atau plasma atau jaringanautopsi

pasien penyakit demam berdarah dengue atau nyamuk aedes aegypti (hasilnya dapat dilihat

setelah lebih kurang 2 minggu) sehingga untuk pengobatan kurang bermanfaat karena lamanya

menunggu hasil pemeriksaan Berguna untuk konfirmasi diagnosa klinik dan untuk kepentingan

Epidemiologi pemberantasan penyakit demam berdarah dengue

VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk

Aedes aegypti dan mungkin juga Aedes alboictus kedua jenis penyakit ini terdapat hampir

diseluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari

1000 meter diatas permukaan laut Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam

penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD

dalam darahnya mengandung virus dengue Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah

(viremia) satu sampai dua hari sebelum penderita demam

PERILAKU NYAMUK AEDES AEGYPTI

Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan

tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah istirahat dan berkembang

biak sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk

Aedes Aegypti yang tepat

A PERILAKU MENCARI DARAH

- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur

- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali

- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan

jam 1500 ndash 1700

- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang

- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter

- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan

B PERILAKU ISTIRAHAT

- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk

mematangkan telur

- Tempat istirahat yang disukai

1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC

1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai

1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah

C PERILAKU BERKEMBANG BIAK

- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih

seperti

1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum

air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali

1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot

bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat

pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun

dalam volume kecil

- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air

- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran

sekitar 07 mm per butir

- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan

- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air

- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk

- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari

akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD

Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal

4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi

sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh

sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam

virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe

virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi

virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru

melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus

menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di

daerah yang padat penduduknya

Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari

301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya

menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat

atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak

ada manusia yang kebal virus DBD

PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI

Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi

kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan

siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn

jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan

1988

Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418

orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang

meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit

tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan

terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah

penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua

masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa

pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan

persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat

berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat

partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan

beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat

indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa

Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali

Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia

nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk

sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat

umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara

10-26

EPIDEMIOLOGI

1 Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat

type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan

Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu

dan tiga

2 Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan

Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)

Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan

konjungtiva epitaksis melena

Hepatomegali (pembesaran hati)

Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80

mmHg atau lebih rendah

Trombositopeni

Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit

Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit

perut diare kejang dan sakit kepala

Pendarahan pada hidung dan gusi

Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat

pecahnya pembuluh darah

3 Masa Inkubasi

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

4 Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah

pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim

penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia

5 Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut

- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang

- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang

- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang

- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang

- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang

- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang

- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang

- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan

jumlah kematian sebanyak 389 orang

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu

kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 5: 60780132-DBD-final

VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

Sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue di indonesia terutama ialah nyamuk

Aedes aegypti dan mungkin juga Aedes alboictus kedua jenis penyakit ini terdapat hampir

diseluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat -tempat yang mempunyai ketinggian lebih dari

1000 meter diatas permukaan laut Aedes aegypti merupakan vektor yang paling penting dalam

penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena seseorang yang menderita penyakit DBD

dalam darahnya mengandung virus dengue Virus dengue sudah mulai terdapat dalam darah

(viremia) satu sampai dua hari sebelum penderita demam

PERILAKU NYAMUK AEDES AEGYPTI

Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan

tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah istirahat dan berkembang

biak sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk

Aedes Aegypti yang tepat

A PERILAKU MENCARI DARAH

- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur

- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali

- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan

jam 1500 ndash 1700

- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang

- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter

- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan

B PERILAKU ISTIRAHAT

- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk

mematangkan telur

- Tempat istirahat yang disukai

1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC

1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai

1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah

C PERILAKU BERKEMBANG BIAK

- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih

seperti

1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum

air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali

1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot

bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat

pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun

dalam volume kecil

- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air

- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran

sekitar 07 mm per butir

- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan

- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air

- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk

- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari

akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD

Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal

4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi

sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh

sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam

virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe

virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi

virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru

melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus

menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di

daerah yang padat penduduknya

Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari

301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya

menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat

atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak

ada manusia yang kebal virus DBD

PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI

Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi

kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan

siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn

jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan

1988

Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418

orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang

meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit

tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan

terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah

penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua

masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa

pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan

persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat

berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat

partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan

beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat

indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa

Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali

Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia

nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk

sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat

umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara

10-26

EPIDEMIOLOGI

1 Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat

type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan

Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu

dan tiga

2 Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan

Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)

Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan

konjungtiva epitaksis melena

Hepatomegali (pembesaran hati)

Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80

mmHg atau lebih rendah

Trombositopeni

Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit

Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit

perut diare kejang dan sakit kepala

Pendarahan pada hidung dan gusi

Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat

pecahnya pembuluh darah

3 Masa Inkubasi

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

4 Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah

pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim

penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia

5 Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut

- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang

- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang

- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang

- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang

- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang

- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang

- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang

- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan

jumlah kematian sebanyak 389 orang

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu

kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 6: 60780132-DBD-final

- Setelah kawin nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur

- Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 ndash 3 hari sekali

- Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari dan lebih suka pada jam 0800 ndash 1200 dan

jam 1500 ndash 1700

- Untuk mendapatkan darah yang cukup nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang

- Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter

- Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan

B PERILAKU ISTIRAHAT

- Setelah kenyang menghisap darah nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 ndash 3 hari untuk

mematangkan telur

- Tempat istirahat yang disukai

1048713 Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi dapur WC

1048713 Di dalam rumah seperti baju yang digantung kelambu tirai

1048713 Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah

C PERILAKU BERKEMBANG BIAK

- Nyamuk Aedes Aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih

seperti

1048713 Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari bak mandi WC tempayan drum

air bak menara (Tower air) yang tidak tertutup sumur gali

1048713 Wadah yang berisi air bersih atau air hujan tempat minum burung vas bunga pot

bunga ban bekas potongan bambu yang dapat menampung air kaleng botol tempat

pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun

dalam volume kecil

- Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air sedikit di atas permukaan air

- Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran

sekitar 07 mm per butir

- Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan

- Telur akan menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air

- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk

- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari

akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD

Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal

4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi

sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh

sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam

virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe

virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi

virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru

melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus

menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di

daerah yang padat penduduknya

Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari

301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya

menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat

atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak

ada manusia yang kebal virus DBD

PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI

Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi

kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan

siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn

jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan

1988

Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418

orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang

meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit

tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan

terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah

penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua

masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa

pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan

persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat

berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat

partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan

beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat

indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa

Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali

Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia

nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk

sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat

umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara

10-26

EPIDEMIOLOGI

1 Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat

type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan

Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu

dan tiga

2 Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan

Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)

Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan

konjungtiva epitaksis melena

Hepatomegali (pembesaran hati)

Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80

mmHg atau lebih rendah

Trombositopeni

Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit

Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit

perut diare kejang dan sakit kepala

Pendarahan pada hidung dan gusi

Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat

pecahnya pembuluh darah

3 Masa Inkubasi

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

4 Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah

pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim

penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia

5 Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut

- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang

- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang

- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang

- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang

- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang

- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang

- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang

- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan

jumlah kematian sebanyak 389 orang

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu

kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 7: 60780132-DBD-final

- Jentik nyamuk setelah 6 ndash 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk

- Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air tetapi tidak makan dan setelah 1ndash 2 hari

akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD

Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal

4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi

sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh

sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam

virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe

virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi

virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru

melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus

menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di

daerah yang padat penduduknya

Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari

301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya

menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat

atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak

ada manusia yang kebal virus DBD

PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI

Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi

kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan

siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn

jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan

1988

Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418

orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang

meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit

tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan

terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah

penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua

masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa

pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan

persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat

berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat

partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan

beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat

indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa

Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali

Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia

nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk

sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat

umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara

10-26

EPIDEMIOLOGI

1 Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat

type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan

Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu

dan tiga

2 Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan

Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)

Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan

konjungtiva epitaksis melena

Hepatomegali (pembesaran hati)

Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80

mmHg atau lebih rendah

Trombositopeni

Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit

Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit

perut diare kejang dan sakit kepala

Pendarahan pada hidung dan gusi

Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat

pecahnya pembuluh darah

3 Masa Inkubasi

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

4 Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah

pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim

penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia

5 Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut

- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang

- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang

- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang

- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang

- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang

- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang

- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang

- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan

jumlah kematian sebanyak 389 orang

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu

kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 8: 60780132-DBD-final

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEBARAN PENYAKIT DBD

Seperti diketahui bahwa penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue Dewasa ini dikenal

4 type virus dengue di Indonesia yaitu virus dengue type 1 2 3 dan 4 Menurut teori infeksi

sekunder seseorang yang hanya terkena infeksi satu macam virus dengue saja tidak akan jatuh

sakit kecuali hanya merasa demam ringan Namun bila orang tersebut terinfeksi oleh 2 macam

virus dengue barulah yang bersangkutan akan menderita sakit DBD Penyebaran berbagai tipe

virus dengue ini dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi

virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru

melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus

menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di

daerah yang padat penduduknya

Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari

301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya

menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat

atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak

ada manusia yang kebal virus DBD

PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI

Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi

kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan

siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn

jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan

1988

Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418

orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang

meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit

tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan

terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah

penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua

masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa

pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan

persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat

berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat

partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan

beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat

indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa

Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali

Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia

nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk

sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat

umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara

10-26

EPIDEMIOLOGI

1 Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat

type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan

Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu

dan tiga

2 Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan

Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)

Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan

konjungtiva epitaksis melena

Hepatomegali (pembesaran hati)

Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80

mmHg atau lebih rendah

Trombositopeni

Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit

Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit

perut diare kejang dan sakit kepala

Pendarahan pada hidung dan gusi

Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat

pecahnya pembuluh darah

3 Masa Inkubasi

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

4 Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah

pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim

penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia

5 Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut

- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang

- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang

- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang

- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang

- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang

- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang

- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang

- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan

jumlah kematian sebanyak 389 orang

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu

kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 9: 60780132-DBD-final

virus dengue yang berpindah tempat dari suatu tempat ke tempat yang lain Di tempat yang baru

melalui gigitan nyamuk penular DBD seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus

menyebarkannya kepada orang lain di sekitarnya Penyebaran virus akan mudah terjadi di

daerah yang padat penduduknya

Dari data yang ada dewasa ini subdit arbovirosis Ditjen PPM-PLP diketahui bahwa dari

301 dati II yang ada di Indonesia 255 buah Dati II telah terjangkit DBD Ini artinya

menunjukkan bahwa 847 dati II diseluruh Indonesia telah dirambah virus dengue dan cepat

atau lambat sisa Dati II yang belum terjamah virus DBD pasti akan terjamah juga karena tidak

ada manusia yang kebal virus DBD

PENYAKIT DBD MASIH PERLU TERUS DIWASPADAI

Sejak awal tahun 90-an banyak pakar menulis agar kita semua bersiap-siap menghadapi

kemungkinan terjadinya KLB DBD tahun1993 Perkiraan ini berdasarkan hasil pengamatan

siklus peningkatan kasus DBD nasional yang 5 tahunan Dimana kita lihat terjadi peningkatn

jumlah kasus yang berulang secara teratur yaitu pada tahun 1968 1973 197778 1983 dan

1988

Ternyata jumlah penderita DBD tahun 1993 sebanyak 17418 orang meninggal 418

orang ( CFR 24 ) Sedangkan jumlah penderita pada tahun 1992 sebanyak 17620 orang

meninggal 609 orang (CFR 24 ) Secara angka kelihatan jumlah penderita menurun sedikit

tetapi angka yang sedikit ini sangat besar artinya mengingat perkiraan semua pakar yang akan

terjadi ledakan jumlah penderita tahun 1993 sesuai dengan siklus 5 tahunan peningkatan jumlah

penderita DBD secara nasional Semua ini tidak terlepas dari usaha-usaha pemerintah dan semua

masyarakat khususnya dalam usaha pencegahan penyakit DBD yang semakin intensif

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya antara lain penyuluhan melalui media massa

pencanangan gerakan pembersihan sarang nyamuk Aedes aegypti Disamping itu penurunan

persentase penderita DBD yang meninggal 24 dibanding 29 pada tahun 1992 juga sangat

berarti Ini semua berkat usaha para kliniksus di rumah sakit dan puskesmas Juga berkat

partisipasi masyarkat secara sadar untuk berobat sedini mungkin Ini berdasarkan hasil laporan

beberapa rumah sakit di Dati II di Jawa dan Bali sampai dengan bulan Mei 1994 terlihat

indikasi peningkatan jumlah penderita yang dirawat seperti DKI Jakarta Rembang Jawa

Tengah Sidoarjo Kediri Nganjuk dan Trenggelek di Jawa Timur serta RSU Denpasar Bali

Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia

nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk

sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat

umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara

10-26

EPIDEMIOLOGI

1 Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat

type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan

Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu

dan tiga

2 Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan

Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)

Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan

konjungtiva epitaksis melena

Hepatomegali (pembesaran hati)

Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80

mmHg atau lebih rendah

Trombositopeni

Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit

Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit

perut diare kejang dan sakit kepala

Pendarahan pada hidung dan gusi

Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat

pecahnya pembuluh darah

3 Masa Inkubasi

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

4 Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah

pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim

penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia

5 Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut

- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang

- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang

- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang

- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang

- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang

- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang

- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang

- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan

jumlah kematian sebanyak 389 orang

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu

kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 10: 60780132-DBD-final

Hasil survei pada tahun 1992 yang lalu menunjukkan bahwa dibeberapa kota di Indonesia

nyamuk ini masih banyak terdapat dirumah-rumah maupun ditempat - tempat umum termasuk

sekolah tempat ibadah rumah makan dan tempat penginapan Rata-rata rumah dan tempat

umum yang ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti di 26 ibu kota propinsi bervariasi antara

10-26

EPIDEMIOLOGI

1 Penyebab

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4 Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne virus (arbovirus) Keempat

type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan

Yogyakarta Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu

dan tiga

2 Gejala

Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan

Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-40 derajat Celsius)

Manifestasi pendarahan dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan

konjungtiva epitaksis melena

Hepatomegali (pembesaran hati)

Syok tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang tekanan sistolik sampai 80

mmHg atau lebih rendah

Trombositopeni

Hemokonsentrasi meningkatnya nilai Hematokrit

Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai anoreksia lemah mual muntah sakit

perut diare kejang dan sakit kepala

Pendarahan pada hidung dan gusi

Rasa sakit pada otot dan persendian timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat

pecahnya pembuluh darah

3 Masa Inkubasi

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

4 Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah

pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim

penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia

5 Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut

- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang

- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang

- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang

- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang

- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang

- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang

- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang

- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan

jumlah kematian sebanyak 389 orang

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu

kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 11: 60780132-DBD-final

Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari

4 Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Aedes albopictus betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain

Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada

waktu pagi dan siang Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang

berusia di bawah 15 tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab serta daerah

pinggiran kumuh Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim

penghujan Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musimalam serta perilaku manusia

5 Penyebaran

Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 Kasus di

Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian

sebanyak 24 orang Beberapa tahun kemudian penyakit ini menyebar ke beberapa propinsi di

Indonesia dengan jumlah kasus sebagai berikut

- Tahun 1996 jumlah kasus 45548 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1234 orang

- Tahun 1998 jumlah kasus 72133 orang dengan jumlah kematian sebanyak 1414 orang

- Tahun 1999 jumlah kasus 21134 orang

- Tahun 2000 jumlah kasus 33443 orang

- Tahun 2001 jumlah kasus 45904 orang

- Tahun 2002 jumlah kasus 40377 orang

- Tahun 2003 jumlah kasus 50131 orang

- Tahun 2004 sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26015 orang dengan

jumlah kematian sebanyak 389 orang

KEJADIAN INFEKSI VIRUS DENGUE

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi multifaktorial yang pada saat

ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus yaitu

kerentanan yang dapat diwariskan Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 12: 60780132-DBD-final

infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme

penyebab serta lingkungannya

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak serta sering

menimbulkan wabah Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam berdarah

maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya Di dalam tubuh

nyamuk virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian

besar berada di kelenjar liur Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain air liur bersama

virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku dan pada

saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain Di dalam tubuh manusia virus berkembang

biak dalam sistim retikuloendotelial dengan target utama virus dengue adalah APC (Antigen

Presenting Cells) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel

Kupffer dari hepar dapat juga terkenaViremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak

hingga 5 - 7 hari setelahnya

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 13: 60780132-DBD-final

Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monositmakrofag sel limfosit B dan

sel limfosit T Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh penderita Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala

(asomtomatik) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness) Demam

Dengue Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue

Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 1968

terjadi kecenderungan peningkatan insiden Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah

melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan kasus DBD juga meningkat

namun angka kematian menurun tajam dari 413 pada tahun 1968 menjadi 3 pada tahun

1984 dan menjadi lt3 pada tahun 1991 Sewaktu terjadi wabah berbagai serotipe virus Dengue

berhasil diisolasi diantaranya virus Dengue tipe 1 2 3 dan 4

PATOFISIOLOGI DEMAM DENGUE

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus yang sama tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan

klinis Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD Renjatan itu

disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 14: 60780132-DBD-final

masuknya virus Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima

hari gejala panas mulai Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan

memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell) Antigen yang

menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi

Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi antibodi hemagglutinasi

antibodi fiksasi komplemen Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam nyeri sendi otot malaise dan gejala

lainnya Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia tetapi trombositopenia ini bersifat ringan

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 15: 60780132-DBD-final

PATOFISIOLOGI DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang

mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah Volume plasma menurun lebih dari 20 pada

kasus-kasus berat hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura

hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler

menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja

singkat Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan

cepat menimbulkan penurunan hematokrit Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS

melibatkan 3 faktor perubahan vaskuler trombositopeni dan kelainan koagulasi Hampir semua

penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni dan banyak

diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia virus berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari Akibat

infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain anti netralisasi

antihemaglutinin anti komplemen Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan

IgM pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar

antibodi yang telah ada meningkat (booster effect)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 16: 60780132-DBD-final

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5

meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari

Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM oleh karena itu kinetik antibodi

IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder Pada infeksi primer antibodi IgG

meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada

hari kedua Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan

lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan oleh karena itu muncul

banyak teori respon imun seperti berikut Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki

aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1 Pre M dan

NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut

melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan

penderita mengalami penyembuhan selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap

serotip virus yang sama tersebut tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang

memiliki sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah hal ini terjadi

apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes Pada

infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses

berikut Virus dengue tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit

atau makrofag Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC) Antigen ini

membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex

(MHC II) Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan

TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap

infeksi tersebut maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai

imuno modulator yaitu INF gama Il-2 dan CSF (Colony Stimulating Factor) Dimana IFN gama

akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha IL-1 sebagai mayor

imunomodulator yang juga mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya

pembentukan prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM

1)

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 17: 60780132-DBD-final

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil oleh

pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi

Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan

dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka Neutrophil juga membawa superoksid

yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan

siklus GMPs Akibatnya endothel menjadi nekrosis sehingga terjadi kerusakan endothel

pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok Antigen

yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit

T CD8+ limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik sehingga semua sel mengandung

virusdihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha

PATOGENESIS

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau

Aedes albopictus Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer hepar endotel

pembuluh darah nodus limfaticus sumsum tulang serta paru-paru Data dari berbagai penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini

Dalam peredaran darah virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 18: 60780132-DBD-final

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut Infeksi virus dengue

dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-

organel sel genom virus membentuk komponen-komponennya baik komponen perantara

maupun komponen struktural virus Setelah komponen struktural dirakit virus dilepaskan dari

dalam sel Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel Semua flavivirus

memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan ldquocross reactionrdquo atau reaksi

silang pada uji serologis hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit

ditegakkan Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut tetapi tidak

ada ldquocross protektifrdquo terhadap serotip virus yang lain Secara in vitro antibodi terhadap virus

DEN mempunyai 4 fungsi biologis netralisasi virus sitolisis komplemen Antibody Dependent

Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement

Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid) M (membran) dan E

(envelope) sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M Glikoprotein

E merupakan epitop penting karena mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses

netralisasi mempunyai aktifitas hemaglutinin berperan dalam proses absorbsi pada permukaan

sel (reseptor binding) mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan

virion Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai

epitop yang memiliki serotip spesifik serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif

Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN Antibodi monoclonal

terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari

imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN Antibodi terhadap

virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda

a Antibodi netralisasi atau ldquoneutralizing antibodiesrdquo memiliki serotip spesifik yang dapat

mencegah infeksi virus

b Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan

infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 19: 60780132-DBD-final

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody

dependent enhancement (ADE)

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi

primer dengan satu jenis virus akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis

virus tersebut untuk jangka waktu yang lama Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan

sebagai berikut Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai

antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous)

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 20: 60780132-DBD-final

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang

lain maka terjadi infeksi yang berat Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut Pada

infeksi selanjutnya antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan

membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda namun tidak dapat

dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 21: 60780132-DBD-final

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan serotipe lain atau

virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel virus DEN dan molekul

antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan

reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement)

infeksi virus DEN Kompleks virus antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi

tersebut akan bersifat opsonisasi internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga

akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1 IL-6 dan TNF alpha dan juga ldquoPlatelet Activating

Faktorrdquo (PAF) Karena antibodi bersifat heterolog maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi

bebas bereplikasi di dalam makrofag informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam betuk

gambar berikut

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 22: 60780132-DBD-final

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi antigen

antibody kompleks dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah

merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh

darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas dimana hal tersebut akan mengakibatkan

syok Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang komplemen yang

farmakologis cepat dan pendek Bahan ini bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 23: 60780132-DBD-final

Pada anak umur dibawah 2 tahun yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah terinfeksi

virus DEN dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh anak tersebut telah

terjadi ldquoNon Neutralizing Antibodiesrdquo akibat adanya infeksi yang persisten sehingga infeksi

baru pertama kali sudah terjadi proses ldquoEnhancingrdquo yang akan memacu makrofag sehingga

mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan mengeluarkan IL-1 IL-6 dan TNF alpha juga PAF

Dimana bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 24: 60780132-DBD-final

Pada teori kedua (ADE) menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection T-

cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang berkontribusi

terhadap terjadinya DHF dan DSS

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 25: 60780132-DBD-final

Pada infeksi virus dengue viremia terjadi sangat cepat hanya berselang beberapa hari

dapat terjadi infeksi di beberapa tempat akan tetapi derajat kerusakan jaringan (tissue

destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadi penyebab kematian dari infeksi virus

tersebut melainkan lebih disebabkan oleh gangguan metabolik Diketahui juga bahwa akibat dari

replikasi virus di dalam sel mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik

baik in vitro maupun in vivo Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel

fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan local (local tissue injury) atau ketidakseimbangan

homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain

Sistem HLAMHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi respons

imun Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen yang berlanjut pada

proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen berdasarkan ekspresi molekul

HLAMHC kelas I (lokus ABC) dan kelas II (lokus DDRDQDP) Penelitian oleh Azaredo EL

dkk 2001 membuktikan bahwa patogenesis DBDSSD umumnya disebabkan oleh disregulasi

respon imunologik Monositmakrofag yang terinfeksi virus dengue akan mensekresi monokin

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 26: 60780132-DBD-final

yang berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBDSSD Pada penelitian invitro

oleh Ho LJ dkk 2001 ternyata Dendritic Cell yang terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi

antigen HLA B7-1 B7-2 HLA-DR CD11b dan CD83 Anehnya DC yang terinfeksi virus

dengue ini sanggup memproduksi TNF- a dan IFN-g namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12

Oberholzer dkk 2002 menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T Jadi

IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang diperantarai

limfosit Th1 yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan berbagai

subsetnya CD4+ dan CD8+ Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari sel-sel mononuklear

baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus Dengue sebaliknya pada fase

konvalesen respon proliferative kembali normal Terjadi peningkatan konsentrasi IFN- TNF-

IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam plasma pasien DBDSSD Peningkatan TNF-

berkorelasi dengan manifestasi hemoragik sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan

dengan platelet decay Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi

penekanan jumlah maupun fungsi dari limfosit T sedangkan sitokin proinflamasi TNF-

berperan penting dalam severity dan patogenesis DBDSSD begitu juga meningkatnya IL-10

akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit Hipotesis tentang patogenesis

DBDSSD seperti antibody-dependent enhancement virus virulence dan imunopatogenesis yang

diprakarsai oleh IFN-TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya

trombositopenia dan hemokonsentrasi pada DBDSSD Menurut Lei HY dkk 2001 infeksi virus

dengue akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4CD8

overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan akibat

terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut Begitu juga sistem koagulasi dan

fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue Gangguan terhadap respon imun tidak

hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari dalam tubuh akan tetapi over produksi

sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel monosit dan hepatosit Kerusakan trombosit akibat

dari reaksi silang otoantibodi anti-trombosit karena overproduksi IL-6 yang berperan besar

dalam terbentuknya otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel serta meningkatnya level

dari tPA dan defisiensi koagulasi Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang

khas terjadi pada pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari

aktivasi komplemen induksi kemokin dan kematian sel apoptotik Dihipotesiskan bahwa

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 27: 60780132-DBD-final

peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya kebocoran plasma pada

pasien DBD dan SSD Hal ini dapat dilihat dalam serum pasien DBDDSS berat terjadi

peningkatan level IL-8 dan dibuktikan secara in vitro oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur

primer dari monosit manusia yang diinfeksi dengan virus dengue tipe 2 terjadi peningkatan level

IL-8 dalam supernatan kultur yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari

NFkappaB

Penelitian oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD

menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble intercellular

adhesion molecule-1 rendah hal ini merefleksikan adanya kehilangan protein dalam sirkulasi

karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF terlarut (TNFR) yang meninggi

seiring dengan beratnya penyakit

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEHIDUPAN VEKTOR

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor adalah faktor abiotik dan

biotik Menurut Barrera et al (2006) faktor abiotik seperti curah hujan temperatur dan

evaporasi dapat mempengaruhi kegagalan telur larva dan pupa nyamuk menjadi imago

Demikian juga faktor biotik seperti predator parasit kompetitor dan makanan yang berinteraksi

dalam kontener sebagai habitat akuatiknya pradewasa juga sangat berpengaruh terhadap

keberhasilannya menjadi imago Keberhasilan itu juga ditentukan oleh kandungan air kontainer

seperti bahan organik komunitas mikroba dan serangga air yang ada dalam kontainer itu juga

berpengaruh terhadap siklus hidup Ae aegypti Selain itu bentuk ukuran dan letak kontener (ada

atau tidaknya penaung dari kanopi pohon atau terbuka kena sinar mata hari langsung) juga

mempengaruhi kualitas hidup nyamuk Factor curah hujan mempunyai pengaruh nyata terhadap

flukstuasi populasi Aeaegypti (Irpis 1972) Suhu juga berpegaruh terhadap aktifitas makan (Wu

amp Chang 1993) dan laju perkembangan telur menjadi larva larva menjadi pupa dan pupa

menjadi imago (Rueda et al 1990) Faktor suhu dan curah hujan berhubungan dengan evaporasi

dan suhu mikro di dalam kontainer (Barrera et al 2006) Di Indonesia faktor curah hujan itu

mempunyai hubungan erat dengan laju peningkatan populasi di lapang Pada musim kemarau

banyak barang bekas seperti kaleng gelas plastic ban bekas keler plastic dan sejenisnya yang

dibuang atau ditaruh tidak teratur di sebarang tempat Sasaran pembuangan atau penaruhan

barang-barang bekas tersebut biasanya di tempat terbuka seperti lahan-lahan kosong atau lahan

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 28: 60780132-DBD-final

tidur yang ada di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan Ketika cuaca berubah dari

musim kemarau ke musim hujan sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan Bila di antara tempat atau barang bekas itu berisi telur hibernasi maka

dalam waktu singkat akan menetas menjadi larva Aedes yang dalam waktu (9-12 hari) menjadi

imago Fenomena lahan tidur dan lahan kosong sering menjadi tempat pembuangan sampah

rumah tangga termasuk barang kaleng yang potensial sebagai tempat pembiakan nyamuk Pada

musim hujan imago bertina memperoleh habitat air jernih yang sangat luas untuk meletakkan

telurnya Setiap benda berlekuk atau lekukan pohon atau bekas potongan pangkal pohon bambu

juga potensial sebagai penampung air jernih yang dapat dijadikan tempat peletakkan telur bagi

serangga vector terutama Ae albopictus yang biasa hidup di luar rumah Terlebih lagi cuaca

dalam keadaan mendung dapat merangsang naluri bertelurnya nyamuk Dengan demikian

populasi nyamuk meningkat drastis pada awal musim hujan yang diikuti oleh meningkatnya

kasus DBD di daerah tersebut

PENGENDALIAN TERPADU VEKTOR VIRUS DBD

Konsep

Konsep pengendalian terpadu yang dimaksud adalah mengintegrasikan cara-cara

pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi

serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan

pada jenis serangga vector penyakit lain selain Ae aegyipti dan Ae abopictus yang berhubungan

dengan penyakit tular vaktor pada manusia Konsep pengendalaian hama terpadu itu sudah lazim

digunakan untuk mengendalikan serangga hama dan vector penyakit tanaman di seluruh dunia

yang manyangkut implementasi pola pikir dan metode yang benar dalam penanggulangan hama

dan penyakit pada waktu yang tepat Prinsip tersebut menyangkut usaha mencari dan menyusun

cara-cara alternative yang kompatibel dan efektif mengendalikan hama dan penyakit sasaran Di

Indonesia cara tersebut telah dituangkan ke dalam UU Budidaya tanaman sebagai landasan dasar

penyusunan kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia Konsep tersebut lahir sebagai jalan

keluar dari jebakan penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko tinggi

terhadap ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup (Oka 1995 Supartha 2003) Di

Amerika cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak hanya untuk vector DBD

yang ditularkan oleh Ae aegypti tetapi juga untuk pengendalian populasi vector penyakit lain

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 29: 60780132-DBD-final

seperti tikus jenis nyamuk lain dan juga lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik kimia

dan hayati (Lloyd 2003) Saat ini hanya cara pengendalian yang tepat menanggulangi penyakit

DB dan DBD adalah menurunkan populasi vector untuk mengurangi kontak antara vector

dengan manusia dan mengendalikan habitat larva dari beragam lokasi Cara ini memerlukan

pengetahuan yang memadai untuk mengenali jenis dan karakter habitat dan perilaku hidup atau

bioekologinya dan arti penting nyamuk vector tersebut sebagai penular penyakit yang mematikan

itu Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi dan strategi berbasis masyarakat untuk

menjamin keberlanjutan usaha pengendalian tersebut

Perkembangan Teknologi Pengendalian Vektor

Disadari bahwa penanggulangan penyakit DBD masih bertumpu pada pengelolaan vector

dan pemutusan siklus hidupnya Untuk itu banyak teknologi yang dikembangkan untuk

pengendalian vektor tersebut baik yang berbasis alam fisik-mekanik kimia maupun masyarakat

Rui et al (2003 dalam Kardinan 2007) mengembangkan teknologi yang dapat menghindari

nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk Lotion anti nyamuk yang telah beredar di

Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15 (Gunandini 2006) Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray)

bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pemerintah Indonesia karena

membahayakan kesehatan manusia Sementara propoxur masih diperbolehkan walaupun telah

menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India Pengendalian vektor secara space spraying

yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida

Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia (Sudyono

1983 dalam Suwasono amp Soekirno 2004) Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga

pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga (Hadi etal 1993) Cara itu sangat lazim

dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD Walaupun bahan

aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat

Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan

Jirakanjanakit (2007b) melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae aegypti menunjukkan

ketahanan terhadap insektisida pyrethroid permethrin dan deltamethrin yang umum digunakan

di Thailand Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau

membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya Pengasapan dengan Malathion 4 persen

dengan pelarut solar yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 30: 60780132-DBD-final

100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Judarwanto 2007) Dalam kondisi

seperti itu penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap

kesehatan dan lingkungan Untuk mengantisipasi peristiwa tersebut banyak juga peneliti

pestisida melakukan eksplorasi bahan aktif insektisida dari tanaman dan mikroba Kardinan

(2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk Peneliti

tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol tymol cyneol atau

estragole sebagai bahan - bahan aktif repellent (pengusir) serangga Selasih berpotensi sebagai

repelen Ae aegypti walaupun daya proteksinya masih di bawah DEET Daya proteksinya yang

tertinggi adalah sebesar 797 yang dicapai selama satu jam (Kardinan 2007) Malaysia kini

juga mengembangkan nyamuk rekayasa penjantan mandul yang dilepas di daerah nelayan Pulau

Ketam Malaysia Pelepasan nyamuk Ae egypti jantan yang telah menjalani rekayasa genetika

itu kemudian diharapkan mengawini nyamuk Ae aegypti betina di alam Dengan demikian

nyamuk betina yang ada di alam akan menetaskan telur steril yang tidak bisa menghasilkan

keturunan Cara ini masih dalam tahap uji coba yang keefektifannya belum diketahui Selain itu

cara tersebut membutuhkan teknolgi tinggi dengan biaya mahal Sementara menunggu hasil

tersebut diperlukan intensitas penggunaan teknologi yang tersedia Penggunaan bakteri Bacillus

thuringiensis israeliensis (Bti) sebagai senyawa bakteri juga dilaporkan efektif mengendalikan

larva (Lutz 2000) Bahan aktif itu telah dijual secara komersial dengan nama dagang Bactimos

Teknar dan Vectobac dalam bentuk yang bervariasi yaitu cairan granula dan briket Bahan aktif

yang dimakan oleh larva mengeluarkan toksin yang menyebabkan kematian pada larva dalam

satu hari Insektisida microba tersebut sangat selektif tidak membahayakan ikan atau organism

yang hidup di air lainnya tanaman kehiduoan liar hama atau manusia Keefektifan larvisida

tersebut bertahan sekitar 2 hari tergantung cara aplikasinya Untuk formulasi briketnya dapat

bertahan dan efektif sampai satu bulan karena pelepasan toksinya secara perlahan Pengendalian

fisik-mekanik dengan cara klasik seperti pemasangan kelambu terutama pada anak-anak sudah

dilakukan Walaupun cara tersebut efektif mencegah kontak antara vektor dengan inang namun

tidak banyak yang melakukan cara tersebut karena alasan teknis pemasangan kelambunya dinilai

rumit Cara yang sudah umum dilakukan adalah pemberantasan habitat (sarang) nyamuk melalui

gerakan serentak 3 M (menguras bak air menutup tempat yang potensial menjadi sarang

berkembang biak mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air) Tempat

penampungan air seperti bak mandi kolam pot bunga berair sudah dilakukan gerakan abatisasi

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 31: 60780132-DBD-final

Secara konseptual gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M seminggu sekali

cukup memadai untuk memotong siklus hidup nyamuk tersebut Walaupun demikian secara

factual kasus serangan penyakit masih mengikuti pola lama yaitu setiap awal musim hujan

ledakan populasi vector meningkat dan kasus serangan DBD pun mencuat Fenomena itu terjadi

karena upaya PSN dengan 3M Plus itu belum dilakukan secara sistematis serentak

berkelanjutan Gerakan serentak mengenai PSN di seluruh negeri Kuba pernah dirintis 100 tahun

yang lalu oleh Jenderal WC Gorgas untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti (Judarwanto

2007) Upaya itu dilakukan untuk memberantas demam kuning (yellow fever disease) Gerakan

yang dilakukan besar-besaran itu berhasil gemilang Gerakan itu kemudian ditiru oleh Malaysia

dan Singapura dengan menjatuhkan sanksi denda kepada kepala keluarga yang rumahnya

kedapatan jentik nyamuk Akankah gerakan seperti ini mungkin dilakukan di Indonesia

Latahkah gerakan seperti itu dilakukan melalui system Banjar di Bali Karena dari sekian banyak

teknologi modern yang ditawarkan untuk pengendalian nyamuk demam berdarah cara

pengendalian fisik-mekanik dengan PSN masih sangat relevan murah dan ramah terhadap

lingkungan Upaya itu memerlukan regulasi koordinasi sosialisasi dan amunisi (pendanaan)

untuk mengubah pola piker membangun komitmen masyarakat dan aparat Walaupun demikian

tidak ada cara tunggal yang efektif mengendalikan vector tersebut Oleh karena itu diperlukan

integrasi cara yang kompetibel yang pelaksanaannya perlu dikoordinasikan dengan pihak terkait

Prinsip Dasar pengendalian Vektor terpadu (PVT)

Prinsip dasar PVT tersebut adalah surveilen epidemiologi dan entomologis manajemen

lingkungan sehat kajian bioekologi serangga vector sosialisasi dan program aksi kesehatan

lintas instansi partisipasi aktif masyarakat Prinsip dasar itu dikembangkan dari tetra hedron

hubungan vector dengan inang lingkungan dan manusia sebagai factor utama yang patut

menyadari posisinya dalam pengelolaan terpadu vector penyakit tersebut Terkait dengan vector

tersebut perlu diketahui spesiesnya sifat bioekologisnya sifat penularan virusnya Berkaitan

dengan inang juga perlu diketahui kepadatan karakteristik social budayanya Faktor lingkungan

seperti diuraikan sebelumnya mencakup lingkungan biotic (musuh alami makanan inang

demografi) dan abiotik (geografis dan meteorologist) yang erat hubungan dengan dinamika

populasi vector Pada tahun 1980 WHO (1980) telah memberikan model pengelolaan lingkungan

untuk tujuan pengendalian vector virus DBD melalui modifikasi dan manipulasi lingkungan serta

mengubah kebiasaan dan perilaku manusianya untuk mengurangan kontak vector ndashinang ndash

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 32: 60780132-DBD-final

pathogen Keberhasilan di dalam mengelola vector tergantung dari pemahaman manusia

terhadap eksistensi dan esensi vector sebagai penular penyakit DBD yang kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh lingkungan dan inang (sehat ataupun sakit) Keberadaan manusia dalam system

tetrahedron itu dimaksudkan untuk melihat tanggung jawab dan komitmennya dalam

pengelolaan lingkungan untuk tujuan memotong siklus hidup vector dan penyakit sehingga inang

penyakit baik manusia maupun hewan peliharaannya dapat dicegah dan dikurangi kasus

sakitnya Secara sosiologis individu manusia dan kelompok masyarakat merupakan modal

manusia (human capital) dan modal social (social capital) yang perlu mendapat penekanan

dalam system pengelolaan terpadu Untuk itu partisipasi masyarakat sangat penting dalam

system PVT baik secara individu maupun kelompok Selain itu kearifan lokal yang dimiliki oleh

individu atau masyarakat Bali perlu dipelajari sebagai modal budaya (cultural capital) dalam

penanggulangan DBD di Bali Penggunaan modal social tersebut pernah sukses untuk program

KB dengan system Banjarnya Modal social dan budaya tersebut sangat memungkinkan untuk

mengefektifkan gerakan serentak pengendalian jentik nyamuk di seluruh Bali baik berkaitan

dengan PSN atau aplikasi program 3 M plusnya atau manajemen lingkungan untuk mewujudkan

kondisi bebas jentik di masing-masing rumah sebagai mana diterapkan oleh Malaysia dan

Singapura

Strategi dan Teknologi Utama

Gerakan PSN atau 3 M tersebut mesti lebih diintensifkan melalui penguatan legislasi (di

tingkat provinsi kabupaten dan desa) sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan)

secara berkelanjutan Bila kegiatan itu dapat dilakukan secara intensif dan berkelanjutan maka

masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat pada awal musim hujan dapat dikurangi

Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin Walaupun demikian sosialisasi untuk

mengubah pola pikir masyarakat ke arah itu tidak mudah untuk itu diperlukan sosialisasi dan

pengembangan teknologi-teknologi alternative terkait musuh alami insetisida botani dan

mikroba zat pengatur tumbuh dan juga regulasi melalui system karantina juga penting dirintis

yang penggunaanya disesuaikan situasi dan kondisi penyakit dan dinamika populasi dan struktur

komunitas serangga vector di lapangan Untuk penanganan kasus vector dan DBD tidak bisa

lepas dari kegiatan surveilens untuk mendapatkan informasi segar dalam penyusunan program

strategis selanjutnya baik berkaitan dengan penelitian pengembangan teknologi advokasi

edukasi masyarakat maupun pengadaan bahan teknologi sebagai antisipasi bila terjadi keadaan

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 33: 60780132-DBD-final

luar biasa (KLB) Berdasarkan hasil surveilen tersebut indicator angka bebas jentik (ABJ) dapat

diketahui peta penyebaran status Aedes hubungannya dengan kasus DBD Apakah daerah

tersebut endemis atau bukan Berdasaran indicator tersebut juga strategi dan teknologi

pengendaliannya dapat dirancang dan dijadwalkan operasionalnya Bila keadaan serangan DBD

luar biasa dan vector tinggi maka straegi dan teknologinya mesti yang bekerja cepat seperti

insektisida

PENCEGAHAN

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya yaitu

nyamuk Aedes aegypti Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode yang tepat yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) pengelolaan sampah padat modifikasi tempat perkembangbiakan

nyamuk hasil samping kegiatan manusia dan perbaikan desain rumah Sebagai contoh

Menguras bak mandipenampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menggantimenguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali

Menutup dengan rapat tempat penampungan air

Mengubur kaleng-kaleng bekas aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan bakteri (BtH-

14)

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan

Pengasapanfogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu Memberikan bubuk abate

(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air vas bunga kolam dan

lain-lain

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 34: 60780132-DBD-final

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara di atas yang disebut dengan 3M Plus yaitu menutup menguras

menimbun Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik

menabur larvasida menggunakan kelambu pada waktu tidur memasang kasa menyemprot

dengan insektisida menggunakan repellent memasang obat nyamuk memeriksa jentik berkala

dll sesuai dengan kondisi setempat

PENGOBATAN

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara

Penggantian cairan tubuh

Penderita diberi minum sebanyak 15 liter - 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau

susu) Gastroenteritis oral solutionkristal diare yaitu garam elektrolit (oralit) kalau perlu 1

sendok makan setiap 3-5 menit

rujuk segera

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah

pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan di antaranya adalah

Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien

yang menderita DBD

Meminta direkturdirektur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya

kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan

seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-

BBM program kartu sehat (SK Menkes No 143MenkesII2004 tanggal 20 Februari

2004)

Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD

Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena DBD

Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk

melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik)

Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M (Menguras

Menutup Mengubur)

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 35: 60780132-DBD-final

Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah yang terdiri dari unsur-unsur

Ikatan Dokter Anak Indonesia Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan

Asosiasi Rumah Sakit Daerah

Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp 500 juta di luar

bantuan gratis ke rumah sakit

Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan saran dan bantuan teknis

Menyediakan call center

1 DKI Jakarta Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)

2 DEPKES Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974 (021) 42802669

3 DEPKES Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043

Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue

TINDAKAN BADAN LITBANG KESEHATAN

Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Badan Litbang

Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian di antaranya

1 Penelitian Seroepidemiologi Infeksi Virus Dengue pada Anak-anak dan Remaja di Mataram

Tahun 1998

2 Penelitian Evaluasi dan Pembinaan Pokja DBD Khususnya Ibu Dasa Wisma dalam

Pelaksanaan Penanggulangan Penularan Penyakit DBD Tahun 1999

3 Penelitian Peningkatan Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) Berbasis

Masyarakat dengan Pendekatan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tahun 2000

4 Penelitian Pengembangan Metode Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Daerah

Endemis Kabupaten Grobogan Jawa Tengah Tahun 2001

5 Penelitian Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta 2003

6 Penelitian Wabah Demam Berdarah Dengue pada Sepuluh Rumah Sakit di DKI Jakarta

Tahun 2004 (Penelitian ini sedang berlangsung)

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem

surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang disebut dengan Early

Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ) EWORS adalah suatu sistem jaringan

informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 36: 60780132-DBD-final

kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes

Depkes RI) secara cepat

Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat

sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin Dalam masalah

DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi

jumlah gejalakarakteristik penyakit tempatlokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit

DATI II di Indonesia

KEBIJAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN DBD DI INDONESIA

a Dasar Kebijaksanaan

Mengingat vaksin belum tersdia maka pemberantasan DBD dilakukan dengan

memberantas vektornya Cara tepat untuk memberantas aedes aegypti adalah pemberantasan

sarang nyamuk ( PSN ) oleh masyarakat karena itu diperlukan penyuluhan dan penggerakan

PSN melalui kerja sama lintas program dan sektoral dalam kordinasi kepala wilayah Daerah

Keberhasilan upaya PSN ini memerlukan waktu yang cukup lama karena erat kaitannya dengan

perilaku masyarakat Sementara penyakit DBD cenderung menyebar luas insiden meningkat

disertai kematian oleh karena itu digunakan insectisida untuk membatasi penyebaran penyakit

dan mencegah KLB

b Kebijaksanaan Pelaksanaan ( Kepmenkes no 581 tahun 1992 )

1 penyuluhan dilaksanakan melalui berbagai jalur komunikasi dan informasi kepada masyarakat

oleh petugas pejabat kesehatan dan sektor terkait pemuka masyarakat dan orang yang

mengetahui tentangpenyakit demam berdarah dengue

2 Upaya pencegahan DBD ditingkat desa kelurahan dilaksanakan secara swadaya dan

dikordinasikan oleh Pokja DBD LKMD

3 Pembinaan pelaksanaannya dilakukan oleh Pokjanal DBD Tim Pembina LKMD ditiap tingkat

adminitraso pemerintah

4 Setiap kasus DBD dilaporkan kepada puskesmas untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi

dan penaggulangan seperlunya

5 Di desa endemis dilakukan penyemprotan dan abatisasi selektif untuk membatasi penularan

dan pencegahan KLB

c Tujuan dan sasaran serta pokok-pokok kegiatan

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 37: 60780132-DBD-final

sect Mencegah dan membatasi KLB

sect Membatasi angka kesakitan ( Insidens lt 10 per 100000 )

sect Menurunkan angka kematian ( CFR lt 25 )

sect Meningkatnya peran serta masyarakat dalam PSN sehingga ABJ dikecamatan endemis gt 95

sect Penemuan dan pengobatan penderita

sect Kewaspadaan di terhadap KLb

sect Pemeriksaan intensif dikecamaatn endemis

sect Penyemprotan massal sebelum musim penularan dan abatisasi selektif di desa Kelurahan

endemis

sect Penyuluhan melalui mesia massa

sect Pelatihan tenaga termasuk Pokjanal DBD dan kader

sect Bimbingan teknis pemantauan dan penelitiaan

d Sasaran dan tujuan program DBD pelita VI

Sasaran dan tujuan program pembernatasan penyakit DBD secara nasional pada akhir

pelita VI ( pada tahun 1999 ) adalah menurun angka kesakitan DBD hingga mencapai 10 per

100000 penduduk dengan angka kematian 2 Khusus untuk daerah endimes DBD adalah 3 per

100000 penduduk dengan angka kematian kurang dari 2 5 kondisi angka kesakitan DBD

pada akhir pelita V ( tahun 1993 )yang telah berhasildicapai program pemberantasan penyakit

DBD adalah sebesar 9 17 per 100000 penduduk dengan angka kematian sebesar 2 4

KESIMPULAN

1 Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah Virus Dengue tipe DEN 1 DEN 2 DEN 3 dan

DEN 4

2 Sejak Bulan Januari sampai dengan 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di

Indonesia sudah mencapai 26015 dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang

(CFR=153 )10 Kasus DHF tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11534 orang) dan

CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (396)

3 Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit DHF terutama pada musim penghujan

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 38: 60780132-DBD-final

4 Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus yang melibatkan seluruh masyarakat serta disesuaikan

dengan kondisi setempat

SARAN

1 Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus tidak hanya bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan

gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat

2 Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna

dan berhasil guna

PENUTUP

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu dari beberapa penyakit

menular yang menjadi masalah kesehatan utama di Indoensia Penyakit tersebut disebabkan oleh

Flavivirus yang ditularkan oleh serangga (arbovirus) Serangga yang menjadi vector penyakit

tersebut adalah Aedes aegypti (Linn) dan kedua adalah Aedes albopictus (Skuse) (Diptera

Culicidae) Diantara kedua vector tersebut Ae aegypti dikenal sebagai vector utama DBD karena

inang utamanya (99) adalah manusia dan kurang dari 1 pada hewan bila inang utama tidak

tersedia Sementara Ae albopictus mempunyai banyak inang alternative selain selain manusia

Kedua spesies nyamuk tersebut hidup di air pada fase pradewasa (telur larva dan pupa) dan di

luar air pada fase dewasa (imago) Kedua spesies itu menyukai air bersih untuk media peletakan

telur dan kelangsungan hidup pradewasanya Imago Ae aegypti lebih memilih habitat di dalam

rumah sementara Ae albopictus di luar rumah Habitat hidup pradewasa Ae aegypti lebih banyak

di lingkungan dekat rumah seperti bak mandi pot bunga tempat minum binatang peliharaan dan

sejenisnya sedangkan pradwasa Ae albopictuss banyak ditemukan di habitat luar rumah seperti

lekukan pohon yang berisi air bersih Imago jantan dan betina memakan nectar dan jus tanaman

untuk keperluan energinya sedangkan imago betina memakan cairan darah manusia dan atau

hewan untuk keperluan produksi dan pematangan telurnya Keperluan makan cairan darah itu

dilakukan setiap imago betina akan melakukan peneluran Imago betina yang mengisap darah

dari inang yang terinfeksi virus DBD dapat terinfeksi virus setelah 8 ndash 10 hari dan menjadi

penular virus tersebut pada inang sehat saat mengisap kembali cairan darah dari inang tersebut

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 39: 60780132-DBD-final

Nyamuk Ae aegypti terinfeksi mempunyai kebiasaan menggigit berulang-ulang (multiple

bitters) yang dapat menggigit beberapa orang secara bergantian sehingga sangat berpotensi

menularkan virus secara cepat dalam waktu singkat Imago terinfeksi dapat juga menularkan

virus kepada keturunnya secara transovarian sehingga keturunan yang muncul dari telur

terinfeksi tersebut sudah mampu menularkan virus ke inang sehat Dinamika populasi nyamuk

tersebut dipengaruhi oleh factor biotic (predator parasit dan makanan) dan abiotik (geografi

suhu curah hujan) Faktor lingkungan yang paling kritis terhadap pradewasa adalah ketersediaan

air dan temperatur Namun telur larva dan pupa masih dapat hidup dalam kondisi air yang

minimum Dalam keadaan habitat hidupnya kering semua pra dewasa akan mati kecuali telur

masih dapat bertahan hidup antara 3 bulan sampai 1 tahun Telur itu akan menetas bila cukup air

terutama pada saat musim hujan Ledakan populasi biasanya terjadi di awal musim hujan Untuk

menanggulangi masalah tersebut diperlukan strategi pengendalian terpadu dengan cara

mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial secara efektif ekonomis dan ekologis

untuk menekan populasi serangga vector pada aras yang dapat ditoleransi Cara-cara

pengendalian potensial tersebut dapat diambil dari teknologi yang sudah berkembang di

anataranya cara biologis fisik mekanis kimiawi dan regulasi yang penerapannya disesuaikan

dinamika populasi vector status penyakit situasi dan kondisi lingkungan serta masyarakat

setempat Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vector tersebut adalah program

manajemen lingkungan sehat untuk PSN surveilen epidemiologi dan entomologis kajian

bioekologi serangga vector pengembangan teknologi anternatif sosialisasi dan program aksi

kesehatan lintas instansi dan partisipasi aktif masyarakat Untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat tersebut diperlukan penguatan regulasi (di tingkat provinsi kabupaten dan desa)

sosialisasi koordinasi dan juga amunisi (pendanaan) secara berkelanjutan Menjadikan gerakan

PSN sebagai benteng utama usaha pengendalian vector Keintensifan dan berkelanjutan

pelaksanaan uaha tersebut dapat menekan masalah vector dan kasus DBD yang selalu mencuat

pada awal musim hujan Dengan demikian rasa aman masyarakat semakin terjamin

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010

Page 40: 60780132-DBD-final

TINGGINYA PREVALENSI DHF DAN CFR

Nama Soesilo SumitroNIM 10-2007-182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2010