5.obat analgesik pada mencit

30
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi penderitanya, namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan manifestasi dari terjadinya kerusakan jaringan, dimana nyeri merupakan salah satu dari gejalanya. Karena dipandang merugikan maka inflamasi memerlukan obat untuk mengendalikannya. Obat yang dikenal sebagai analgetik-narkotik sangat berguna untuk meredakan dan menghilangkan rasa nyeri. Semua analgesik- narkotik dapat menimbulkan adiksi. maka usaha penyelidik untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan ( Neal, 2006). Analgesik adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi rasa nyeri. Efek ini dapat dicapai dengan berbagai cara : menekan kepekaan reseptor nyeri terhadap rangsangan mekanik, termik, listrik, atau kimiawi dipusat atau perifer atau dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin sebagai mediator sensasi nyeri (Warsito, 2011). Metode-metode pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan menilai kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan ras nyeri yang diinduksi pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmot), yang meliputi induksi secara maknik, termik, elekrik, dan secara kimia. Metode pengujian dengan induksi nyeri secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk mengevaluasi obat-obat analgetik kuat. Pada umumnya daya kerja analgetika dinilai pada hewan dengan mengukut besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulasi nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).

Upload: chana-electer-chulum

Post on 03-Jan-2016

857 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi

penderitanya, namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya

kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan manifestasi dari terjadinya

kerusakan jaringan, dimana nyeri merupakan salah satu dari gejalanya. Karena

dipandang merugikan maka inflamasi memerlukan obat untuk

mengendalikannya. Obat yang dikenal sebagai analgetik-narkotik sangat

berguna untuk meredakan dan menghilangkan rasa nyeri. Semua analgesik-

narkotik dapat menimbulkan adiksi. maka usaha penyelidik untuk

mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap diteruskan ( Neal, 2006).

Analgesik adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas menekan atau

mengurangi rasa nyeri. Efek ini dapat dicapai dengan berbagai cara : menekan

kepekaan reseptor nyeri terhadap rangsangan mekanik, termik, listrik, atau

kimiawi dipusat atau perifer atau dengan cara menghambat pembentukan

prostaglandin sebagai mediator sensasi nyeri (Warsito, 2011).

Metode-metode pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan menilai

kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan ras nyeri yang

diinduksi pada hewan percobaan (mencit, tikus, marmot), yang meliputi

induksi secara maknik, termik, elekrik, dan secara kimia. Metode pengujian

dengan induksi nyeri secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk

mengevaluasi obat-obat analgetik kuat. Pada umumnya daya kerja analgetika

dinilai pada hewan dengan mengukut besarnya peningkatan stimulus nyeri

yang harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan

hewan terhadap stimulasi nyeri atau juga peranan frekuensi respon nyeri

(Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).

Page 2: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa respon yang ditimbulkan oleh bahan kimia pada percobaan mencit?

2. Apa respon yang ditimbulkan oleh obat analgetika pada percobaan

mencit?

3. Apa respon yang ditimbulkan oleh reaksi termis (hot plate 51 C) pada

percobaan mencit?

4. Apa perbandingan hambatan respon nyeri yang ditimbulkan antara

kelompok yang diberi obat dengan kelompok kontrol?

1.3 Tujuan

1. Mengamati respon nyeri pada mencit yang ditimbulkan oleh bahan kimia.

2. Mengamati respon menjilat kaki depan atau meloncat (merupakan respon

nyeri pada mencit) yang ditimbulkan reaksi termis menggunakan hot plate

51 C.

3. Mengamati hambatan respon nyeri yang timbul setelah pemberian obat

analgesik.

4. Membandingkan hambatan respon nyeri yang timbul pada kelompok yang

diberi obat dengan kelompok kontrol.

5. Menjelaskan mekanisme kerja obat- obat analgesik.

1.4 Manfaat

1. Mengetahui respon yang ditimbulkan oleh bahan kimia pada percobaan

mencit.

2. Mengetahui respon yang ditimbulkan oleh obat analgetika pada percobaan

mencit.

3. Mengetahui respon yang ditimbulkan oleh reaksi termis (hot plate 51 C)

pada percobaan mencit.

4. Mengetahui perbandingan hambatan respon nyeri yang ditimbulkan antara

kelompok yang diberi obat dengan kelompok kontrol pada percobaan

mencit.

5. Mengetahui mekanisme kerja obat- obat analgetika.

Page 3: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

BAB 2

ALAT, BAHAN dan CARA KERJA

2.1 Alat dan Bahan :

Alat :

- Lempeng hot plate

- Baskom tempat mencit

Bahan:

- 2 ekor mencit

- Metampiron 100mg/cc

- Asam asetat 0.6%

- Larutan CMC 1%

- Kodein

- Larutan PZ

2.2 Cara Kerja :

1. Menimbang mencit dan mengelompokkan sesuai obat yang akan

diberikan. Kelompok I (kontrol), Kelompok II (metampiron) dan

Kelompok III (kodein)

2. Kelompok I diberi CMC 1% dan kelompok II diberi metampiron

100mg/cc

3. Menunggu 30 menit, setelah itu diberi asam asetat 0.6% secara intra

peritoneal kemudian ditunggu selama 5 menit.

4. Setelah 5 menit, mencit dimasukkan ke baskom. Kemudian jumlah liukan

mencit dihitung dan dicatat tiap 5 menit selama 30 menit.

5. Untuk mencit kelompok III diberikan kodein per oral, kemudian

menunggu 30-45 menit. Kemudian menaruh mencit tersebut ke lempeng

hot plate dengan suhu 51o C

Page 4: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

6. Waktu yang tertera di hot plate dicatat dimulai saat mencit diletakkan ke

hot plate hingga menjilat kaki

Page 5: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 NSAID

3.1.1 Definisi

Non-Steroid Anti-Inflamasi, NSAID, merupakan kelompok obat anti-

inflamasi dan analgesik yang meliputi aspirin, turunan asam propionat (misalnya

ibuprofen, fenbrufen, ketoprofen) dan obat-obatan serupa (misalnya diklofenak,

difusinal, etodolac, indometasin, meloxicam, prioxicam, sulindac , ketorolac dan

asam mefenamat) (Jean, 2009).

Tujuan NSAID adalah untuk menekan peradangan dan nyeri dengan

menghambat jalur siklooksigenase dan mencegah pelepasan mediator inflamasi

(misalnya prostacyclins, prostaglandin dan tromboksan); digunakan untuk

mengendalikan peradangan akut dan nyeri (misalnya jaringan lunak atau tulang

cedera), peradangan kronis (misalnya terkait dengan osteo-atau rheumatoid

arthritis) (Jean, 2009).

Efek samping dari penggunaan jangka panjang termasuk mengurangi

penyembuhan, kekebalan terganggu, peningkatan kerentanan terhadap infeksi,

atrofi epidermis (penipisan kulit), edema perifer, memar dan pendarahan

kecenderungan (yaitu efek antiplatelet), iritasi lambung dan / atau ulserasi,

tinnitus dan anemia (sekunder untuk perdarahan gastrointestinal) (Jean, 2009).

Kontraindikasi NSAID pada penyakit jantung iskemik, penyakit

serebrovaskular, penyakit arteri perifer dan gagal jantung, pasien dengan angina

atau penyakit jantung iskemik, atau mereka yang berisiko kecelakaan

serebrovaskular (stroke) disarankan untuk mengambil aspirin 75mg setiap hari,

NSAID saja mungkin tidak memadai untuk mengontrol nyeri pasca operasi (Jean,

2009).

Page 6: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

3.1.2 Mekanisme NSAID

Mekanisme NSAID dapat dibagi menjadi tiga, dilihat dari efek yang terjadi

pada saat peradangan, nyeri, dan demam (Dugowson, et al., 2006).

a. Anti-inflammatory effect

NSAID menyebabkan efek anti-inflamasi melalui penghambatan

prostaglandin G / H sintase, atau siklooksigenase, yang merupakan enzim

yang mengkatalisis transformasi asam arakidonat menjadi prostaglandin dan

tromboksan. Enzim ini memiliki dua bentuk, yaitu: cox-1 dan cox-2.

Penghambatan selektif cox-2 menyebabkan penurunan efek samping GI.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa aktivasi sel endotel dan ekspresi

molekul adhesi sel berperan dalam sirkulasi sel pada peradangan. NSAID

dapat menghambat ekspresi molekul-molekul adhesi sel dan dapat langsung

menghambat aktivasi dan fungsi neutrofil.

b. Analgesic effect

Meskipun NSAID diklasifikasikan sebagai analgesik ringan, NSAID

memiliki efek yang lebih signifikan pada nyeri akibat meningkatnya

sensitisasi perifer yang terjadi selama peradangan. Secara khusus, diyakini

bahwa peradangan menyebabkan penurunan ambang respon nociceptors

polimodal.

c. Antipyretic effect

NSAID menyebabkan efek antipiretik mereka dengan penghambatan sintesis

prostaglandin E2 (PGE2), yang bertanggung jawab untuk memicu

hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh selama peradangan.

(Dugowson, et al., 2006).

3.1.3 Metampiron

Metampiron di Indonesia lebih dikenal dengan nama antalgin. Metampiron

termasuk salah satu obat derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang berkhasiat

sebagai analgetik-antipiretik dan antiinflamasi. Analgesik adalah obat untuk

menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem

syaraf pusat tanpa menekan kesadaran, sedangkan antipiretik merupakan obat

Page 7: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat

yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.

Sedangkan antiinflamasi adalah mengatasi inflamasi atau peradangan (Tjay dan

Kirana, 2007).

Dalam perdagangan, biasanya metampiron diformulasikan dalam bentuk

tablet dengan dosis untuk dewasa 500-1000 mg, 3-4 kali sehari dan untuk anak-

anak 250-500 mg, 3-4 kali sehari. (Widodo,U.,dkk, 1993).

Gambar 1. Struktur Metampiron

Rumus Struktur : C13H16N3NaO4S.H2O

Nama Kimia : Natrium 2,3-dimetil-1-fenil-5-pirazolon-4-

metilaminometanasulfonat

Berat Molekul : 351,37

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan.

Kelarutan : Larut dalam air dan HCl 0,02 N.

Identifikasi : Pada 3 ml larutan 10% b/v, tambahkan 1 ml sampai 2 ml

asam klorida 0,02 N dan 1 ml besi (III) klorida 5% b/v

terjadi warna biru yang jika dibiarkan berubah menjadi

merah kemudian tidak berwarna.

Page 8: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 5,5%; lakukan pengeringan pada suhu

105°C hingga bobot tetap menggunakan 250 mg zat.

Syarat Kadar : Metampiron mengandung tidak kurang dari 99,0% dan

tidak lebih dari 101,0% C13H16N3NaO4S, dihitung

terhadap zat yang telah dikeringkan.

Sinonim : Metampiron (Ditjen POM, 2006).

Farmakologi metampiron

Metampiron termasuk derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang mudah

larut dalam air dan cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral di otak

dalam menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik.

Metampiron mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor

rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986).

Farmakodinamika metampiron

Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas

rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang

berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari efek

analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan (adiksi) dan efek samping

sentral yang merugikan.

Sebagai antipiretik, obat ini akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan

demam. Kerja analgetik metampiron lebih besar dibandingkan dengan kerja

antipiretik yang dimilikinya. Sedangkan efek antiinflamasinya sangat lemah

(Ganiswara,1981).

Farmakokinetik metampiron

Fase farmakokinetik adalah perjalanan metampiron mulai titik masuk ke

dalam badan hingga mencapai tempat aksinya. Metampiron mengalami proses

ADME yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi yang berjalan secara

simultan langsung atau tidak langsung melintasi sel membrane (Anief, 1990).

Pada pemberian secara oral senyawa diserap cepat dan sempurna dalam saluran

cerna. Terdapat 60% metampiron yang terikat oleh protein plasma, masa paru

dalam plasma 3 jam. Obat ini dimetabolisme di hati menjadi metabolit utama dan

diekskresi melalui ginjal (Widodo, 1993).

Page 9: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

Efek yang tidak diharapkan

Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama

penggunaan obat yang mengandung metampiron kadang-kadang dapat

menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut, selama

penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur (Lukmanto, 1986).

Efek samping lain yang mungkin terjadi ialah urtikaria, leukopenia, trombopenia.

Terutama pada pasien usia lanjut terjadi retensi Na dan air dengan edema. Pada

kelebihan dosis, terjadi hipotensi, nafas terengah-engah, torus otot meninggi,

rahang menutup, kehilangan kesadaran dan serangan kram/kejang cerebral

(Widodo, 1993).

3.2 Opioid

3.2.1 Definisi Analgesik Opioid

Analgesik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan nyeri,

yang dapat diakibatkan oleh suatu mediator inflamasi atau suatu rangsangan pada

pusat nyeri di sistem saraf pusat (CNS) (Eriksen J et al, 2006).

Analgesik opioid adalah obat yang daya kerjanya meniru opioid endogen

dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid. Penggunaan

analgesik opioid ini pada umumnya yaitu untuk menagani nyeri hebat, namun

obat ini juga dapat menyebabkan efek samping yang sering terjadi apabila obat ini

digunakan tanpa ada indikasi klinis, misalnya ketergantungan karena opioid dapat

meyebabkan suatu sensasi euforia (Hojsted J and Sjogren P, 2007).

Opioid dapat diklasifikasikan berdasarkan efek yang dihasilkan setelah

mengenai reseptor. Dengan cara ini opioid dapat dianggap sebagai agonis, parsial

agonis dan antagonis. Agonis berinteraksi dengan reseptor untuk menghasilkan

respon maksimal dari reseptor. Sebaliknya antagonis mengikat reseptor tapi tidak

menghasilkan respon fungsional, sementara pada saat yang sama mencegah

agonis mengikatkan diri ke reseptor (misalnya, nalokson). Agonis parsial

mengikat reseptor tetapi hanya mendapatkan respon fungsional parsial

(buprenorphine).

Page 10: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

3.2.2 Mekanisme Kerja Analgesik Opioid

Mekanisme kerja obat analgetik merupakan sebuah mekanisme fisiologis

tubuh terhadap zat-zat tertentu. Obat analgetik bekerja di dua tempat utama, yaitu

di perifer dan sentral. Analgetik opioid (analgetik central) bekerja di SSP,

memiliki daya penghalang nyeri yang hebat sekali yang bersifat depresan umum

(mengurangi kesadaran) dan efek sampingnya dapat menimbulkan rasa nyaman

(euforia). Obat ini khusus di gunakan untuk penghalau rasa nyeri hebat (Eriksen J

et al, 2006).

Golongan obat AINS bekerja diperifer dengan cara menghambat pelepasan

mediator sehingga aktifitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa

prostaglandin tidak terjadi. Sedangkan analgetik opioid bekerja di sentral dengan

cara menempati reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi

penghambatan pelepasan transmitter dan perangsangan ke saraf spinal tidak

terjadi (Hutchinson K et al, 2007).

Prostaglandin merupakan hasil bentukan dari asam arakhidonat yang

mengalami metabolisme melalui siklooksigenase. Prostaglandin yang lepas ini

akan menimbulkan gangguan dan berperan dalam proses inflamasi, edema, rasa

nyeri lokal dan kemerahan (eritema lokal). Selain itu juga prostaglandin .

meningkatkan kepekaan ujung-ujung saraf terhadap suatu rangsangan nyeri

(nosiseptif) (Hutchinson K et al, 2007).

Enzim siklooksigenase (COX) adalah suatu enzim yang mengkatalisis

sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat. Obat AINS memblok aksi dari

enzim COX yang menurunkan produksi mediator prostaglandin, dimana hal ini

menghasilkan kedua efek yakni baik yang positif (analgesia, antiinflamasi)

maupun yang negatif (ulkus lambung, penurunan perfusi renal dan perdarahan).

Aktifitas COX dihubungkan dengan dua isoenzim, yaitu ubiquitously dan

constitutive yang diekspresikan sebagai COX-1 dan yang diinduksikan inflamasi

COX-2. COX-1 terutama terdapat pada mukosa lambung, parenkim ginjal dan

platelet. Enzim ini penting dalam proses homeostatik seperti agregasi platelet,

keutuhan mukosa gastrointestinal dan fungsi ginjal. Sebaliknya, COX-2 bersifat

inducible dan diekspresikan terutama pada tempat trauma (otak dan ginjal) dan

Page 11: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

menimbulkan inflamasi, demam, nyeri dan kardiogenesis. Regulasi COX-2 yang

transien di medulla spinalis dalam merespon inflamasi pembedahan mungkin

penting dalam sensitisasi sentral (Eriksen J et al, 2006).

3.2.3 Codeine

Gambaran Umum

Seperti morfin, codein merupakan jenis opioid yang berasal dari poppy

plant. Codein dimetabolisme sebagian morfin, diyakini menjelaskan efek

analgesik. Codein merupakan opioid yang paling sering digunakan degan

digabungkan penggunaannya bersama non-opioid untuk mengatasi nyeri. 30 mg

codein dikombinasikan dengan aspirin sama dengan efek analgesic 65 mg codein.

Kombinasi dari obat mempunyai keuntungan mengurangi jumlah opioid yang

dibutuhkan untuk meringankan rasa nyeri dan penghapusan nyeri lelalui

mekasime yang berbeda, inhibisi sistesis prostanoid, dan inhibisi opioid dari

transmisi nociceptive. Ketika diberikan sendiri (tanpa ditambahkan apa-apa),

secara oral codein mempunyai sekitar satu sampai lima kali potensi dari morfin

untuk mengatasi nyeri. Pemberian codein secara intravena mempunyai tendensi

lebih hebat untuk merilis histamine dan menyebabkan vasodilatasi dan hipotensi

daripada morfin. Oleh karena itu penggunaan codein secara intravena jarang

sekali dilakukan. Codeinn sedikit adiktif dan menyebabkan sedikit euphoria

(Welch, 2008).

Indikasi

Codein digunakan untuk terapi simptomatis batuk non-produktif. Codein

merupakan obat reference standard dalm penelitian obat batuk lain. Dalam dosis

antitusif biasa, codein memiliki efek analgesic ringan dan efek sedative. Efek

analgesic codein ini dapat dimanfaatkan untuk batuk yang disertai dengan nyeri

dan ansietas (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya, 2004).

Codein diindikasikan untuk perawatan nyeri dari tingkat mild (ringan)

sampai moderate (sedang) dan digunakan juga untuk antitussive. Codein

digunakan secara luas sebagai antitussive opioid karena pada dosis antitusive

Page 12: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

mempunyai efek samping yang sedikit dan mempunyai oral bioavailability yang

bagus (Welch, 2008).

Codein (metil morfin) masih merupakan antitusif yang paling banyak

digunakan di klinik. Uji klinik terkontrol telah memperlihatkan keefektifan codein

dalam batuk eksperimen dan batuk patologik akut dan kronis (Staf Pengajar

Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2004).

Sediaan

Codein terdapat dalam bentuk tablet codein sulfat atau codein fosfat berisi

10,15, dan 20 mg. dosis biasa dewasa: 10-30 mg setiap 4-6 jam. Dosis yang lebih

besar tidak lagi menambah efek secara proporsional. Dosis anak: 1-1,5 mg/kg

BB/hari dalam dosis terbagi (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2004).

Farmakokinetik

Codein diserap baik pada pemberian oral dan puncak efeknya ditemukan 1

atau 2 jam, dan berlangsung selama 4-6 jam. Metabolism terutama di hepar, dan

diekskresi ke dalam urine dalam bentuk tidak berubah, diekskresi komplet setelah

24 jam. Dalam jumlah kecil ditemukan dalam air susu ibu (Staf Pengajar

Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2004).

Farmakodinamik

Kodein bertindak terpusat. Codein memiliki efek analgesik, yang dianggap

terutama karena konversi metabolik parsialnya dengan morfin. Kodein memiliki

sekitar seperenam aktifitas analgesik dari morfin (Anonim, 2005).

Efek samping, Interaksi Obat dan Dosis Berlebih

Efek samping dan interaksi obat dengan codein sama dengan morfin,

meskipun codein kurang intens. Overdose pada anak-anak menghasilkan efek

yang sama seperti overdose morfin, seperti depresi nafas, miosis, dan coma ;

gejala-gejala tersebut dapat diterapi dengan pemberian naloxone (Welch 2008).

Page 13: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

Dosis kecil (10-30 mg) codein sering digunakan sebagai obat batuk, jarang

ditemukan efek samping, dan kalau ada tidak lebih tinggi dari placebo. Efek

samping dapat berupa mual, pusing, sedasi, anoreksia, dan sakit kepala. Dosis

lebih tinggi (60-80 mg) dapat menimbulkan kegelisahan, hipotensi ortostatik,

vertigo, dan midriasis. Dosis lebih besar lagi (100-500 mg) dapat menimbulkan

nyeri abdomen atau konstipasi. Kadang-kadang timbul reaksi alergi, seperti

dermatitis, hepatitis, trombopenia, dan anafilaksis. Depresi pernafasan dapat

terlihat pada dosis 60 mg dan depresi nyata terjadi pada dosis 120 mg setiap

beberapa jam. Oeh karena itu, dosis tinggi berbahaya untuk penderita dengan

kelemahan pernafasan, khususnya penderita dengan retensi CO2. Dosis fatal

codein ialah 800-1000 mg. Kelebihan dosis paling sering terjadi pada anak-anak,

dan terutama harus diperhatikan pada neonaus dengan perkembangan hepar dan

ginjal yang belum sempurna atau dengan diuresis yang berkurang sehingga dapat

terjadi efek kumulatif yang memperdalam koma atau mempercepat kematian.

Antagonis opioid seperti nalokson dapat bermanfaat untuk terapi kelebihan dosis.

Potensi ketergantungan relative rendah dibandingkan jenis opioid lain. Untuk

dapat menimbulkan ketergantungan fisik, codein harus diberikan dalam dosis

tinggi setiap beberapa jam untuk jangka waktu lama, mungkin 1 bulan atau lebih

(Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya, 2004).

3.3 Nyeri

3.3.1 Definisi

Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman

emosional yang tidak menyenangkan serta termasuk suatu komponen sensori,

komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-

reaksi yang ditimbulkan oleh stimulus dalam suatu kasus nyeri. Secara umum

nyeri merupakansuatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri

didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut

International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman

perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual

Page 14: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan

(Rinaningsih, 2011).

Nyeri sangat penting sebagai mekanisme proteksi tubuh yang timbul

bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk

menghilangkan rangsang nyeri ini (Rinaningsih, 2011).

Pada Pertemuan Ilmiah Nasional I (PB PAPDI), menyatakan nyeri sebagai

perasaan atau pengalaman emosional yang disebabkan dan berhubungan dengan

terjadinya kerusakan jaringan tubuh. Persepsi nyeri sangat bersifat individual,

banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor non fisik, bukan hanya merupakan

gangguan fisik tetapi merupakan kombinasi dari faktor fisiologis, patologis,

emosional, psikologis, kognitif, lingkungan dan sosial (Isbagio, 2003).

3.3.2 Fisiologi Nyeri

Ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf

aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen

atau neuron motorik.Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang

menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak.

Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon

perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap

stimulus nyeri disebut nosiseptor. Stimulus pada jaringan akan merangsang

nosiseptor melepaskan zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin,

bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan

mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls ke otak (Torrance &

Serginson, 1997).

Kornu dorsalis dari medula spinalis dapat dianggap sebagai tempat

memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut traktus sensori

asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neural desenden

dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah

dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri. Agar nyeri

dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi

terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ

Page 15: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika

diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang menyakitkan

atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area ini disebut

“gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua input yang

menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan

nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan,

akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor

sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi

sensasi nyeri (Torrance & Serginson, 1997).

3.3.3 Mekanisme Nyeri / Fisiologi Nyeri

Teori Gate Control yang dikemukakan Melzack dan Wall merupakan teori

yang komprehensif dalam menjelaskan transmisi dan persepsi nyeri.1 Dalam teori

ini dijelaskan bahwa Substansia Gelatinosa (SG), yaitu suatu area dari sel-sel

khusus pada bagian ujung dorsal serabut saraf sumsum tulang belakang (spinal

cord) yang berperan sebagai mekanisme pintu gerbang (gating mechanism).

Mekanisme pintu gerbang ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang

datang sebelum sampai di korteks serebri dan menimbulkan persepsi nyeri

(Lavelle, 1988).

Gambar 1.. Teori Gate Control (Walton, 1998)

Page 16: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

Prinsip dasar Teori Gate Control (gambar 1), yaitu : (Walton, 1998)

1. Masuknya aktivitas saraf aferen dimodulasi oleh mekanisme pembukaan /

penutupan gerbang (gating mechanism) di dalam tanduk dorsal korda

spinalis dan batangotak. Gerbang ini merupakan inhibitor atau fasilitator

bagi aktivitas sel Transmisi (T) yang membawa aktivitas lebih jauh

sepanjang jalur saraf.

2. Gerbang dipengaruhi oleh derajat relatif dari aktivitas serabut beta A

dengan diameter besar, serabut delta A diameter kecil serta serabut C.

Serabut beta A diameter besar diaktifkan oleh stimuli tidak berbahaya dan

pada aktifitas serabut aferen besar cenderung menutup gerbang sedangkan

aktifitas serabut kecil cenderung membukanya.

3. Mekanisme kontrol serabut saraf desendens dari tingkatan yang lebih

tinggi di susunan saraf pusat dipengaruhi oleh proses kognitif,

motivasional dan afektif.Derajat mekanisme yang lebih tinggi ini juga

memodulasi gerbang. Aktivitas di dalam serabut aferen besar tidak hanya

cenderung menutup gerbang secara langsung tetapi juga mengaktifkan

mekanisme kontrol pusat yang menutup gerbang.

4. Saat gerbang terbuka dan aktivitas di dalam aferen yang baru masuk cukup

untuk mengaktifkan sistem transmisi, dua jalur asendens utama diaktifkan.

Yang pertama adalah jalur sensoris-diskriminatif, yang bersambung

dengan korteks somatosensoris serebri melalui thalamus ventroposterior.

Jalur ini memungkinkan penentuan tempat nyeri. Kedua, jalur asendens

yang melibatkan informasi retikuler melalui sistem thalamus dan limbus

medial. Jalur ini berurusan dengan rasa tidak enak, penolakan (aversif) dan

aspek emosional dari nyeri. Jalur desendens, selain berpengaruh pada

gerbang tanduk dorsal, dapat juga berinteraksi dengan kedua sistem

asendensini.

Didapat banyak asosiasi antara rasa nyeri dan depresi. Penderita depresi

sering mengeluh adanya rasa nyeri dan sebagian besar penderita nyeri kronik

menjadi depresif. Terkadang didapatkan kesulitan menemukan penyebab yang

primer (seperti masalah nyeri atau masalah depresinya) dan dalam menentukan

Page 17: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

faktor psikologis yang mengeksaserbasi rasa nyeri. Hal ini mempunyai implikasi

terapeutik dan memberi dasar rasional terhadap penggunaan obat yang

meringankan atau menghilangkan kecemasan.Sering hal ini sama efektifnya

dengan analgetik dalam menanggulangi rasa nyeri (Lumantobing, 2001).

3.3.4 Klasifikasi Nyeri

Berdasarkan Mekanisme Nyeri

1. Nyeri fisiologis, terjadinya nyeri oleh karena stimulasi singkat yang tidak

merusak jaringan, misalnya pukulan ringan akan menimbulkan nyeri yang

ringan. Ciri khas nyeri sederhana adalah terdapatnya korelasi positif antara

kuatnya stimuli dan persepsi nyeri, seperti semakin kuat stimuli maka

semakin berat nyeri yang dialami (Meliala, 2003).

2. Nyeri inflamasi, terjadinya nyeri oleh karena stimuli yang sangat kuat

sehingga merusak jaringan. Jaringan yang dirusak mengalami inflamasi

dan menyebabkan fungsi berbagai komponen nosiseptif berubah. Jaringan

yang mengalami inflamasi mengeluarkan berbagai mediator inflamasi,

seperti: bradikinin, leukotrin, prostaglandin, purin dan sitokin yang dapat

mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor secara langsung maupun tidak

langsung. Aktivasi nosiseptor menyebabkan nyeri, sedangkan sensitisasi

nosiseptor menyebabkan hiperalgesia. Meskipun nyeri merupakan salah

satu gejala utama dari proses inflamasi, tetapi sebagian besar pasien tidak

mengeluhkan nyeri terus menerus. Kebanyakan pasien mengeluhkan nyeri

bila jaringan atau organ yang berlesi mendapat stimuli, misalnya: sakit

gigi semakin berat bila terkena air es atau saat makan, sendi yang sakit

semakin hebat bila digerakkan (Meliala, 2003).

3. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului dan disebabkan adanya

disfungsi primer ataupun lesi pada sistem saraf yang diakibatkan: trauma,

kompresi, keracunan toksin atau gangguan metabolik. Akibat lesi, maka

terjadi perubahan khususnya pada Serabut Saraf Aferen (SSA) atau fungsi

neuron sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif

oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya, sehingga

menimbulkan gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan tersebut

Page 18: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

dapat melalui perubahan molekuler sehingga aktivasi SSA (mekanisme

perifer) menjadi abnormal yang selanjutnya menyebabkan gangguan

fungsi sentral (mekanisme sentral) (Meliala, 2003).

Berdasarkan Kemunculan Nyeri

Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri

dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

1. Nyeri akut, nyeri yang biasanya berhubungan dengan kejadian atau

kondisi yang dapat dideteksi dengan mudah. Nyeri akut merupakan suatu

gejala biologis yang merespon stimuli nosiseptor (reseptor rasa nyeri)

karena terjadinya kerusakan jaringan tubuh akibat penyakit atau trauma

Nyeri ini biasanya berlangsung sementara, kemudian akan mereda bila

terjadi penurunan intensitas stimulus pada nosiseptor dalam beberapa hari

sampai beberapa minggu.

Contoh nyeri akut ialah nyeri akibat kecelakaan

atau nyeri pasca bedah (Isbagio, 2003).

2. Nyeri kronik, nyeri yang dapat berhubungan ataupun tidak dengan

fenomena patofisiologik yang dapat diidentifikasi dengan mudah,

berlangsung dalam periode yang lama dan merupakan proses dari suatu

penyakit. Nyeri kronik berhubungan dengan kelainan patologis yang telah

berlangsung terus menerus atau menetap setelah terjadi penyembuhan

penyakit atau trauma dan biasanya tidak terlokalisir dengan jelas (Meliala,

2003; Isbagio, 2003) .Nyeri wajah atipikal adalah salah satu nyeri kronik

(Nuartha, 2003).

Berdasarkan Klasifikasi Nyeri Wajah

Nyeri pada wajah ataupun rongga mulut dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori

yaitu:

1. Nyeri somatik, nyeri yang dapat dihasilkan dari stimulasi reseptor-reseptor

neural ataupun saraf-saraf periferal. Jika stimulasi bermula dari bagian

superfisial tubuh, karakteristik klinisnya, seperti: nyeri dengan kualitas

menstimulasi, lokalisasi nyeri yang tepat, adanya hubungan yang akurat

Page 19: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

antara tempat lesi dan sumber nyeri serta cara menghilangkan nyeri yang

temporer dengan aplikasi anestesi topikal. Jika stimulasi bermula dari

bagian dalam tubuh, karakteristik klinisnya, seperti: nyeri dengan kualitas

mendepresikan, lokalisasi beragam dari nyeri yang menyebar, lokasi dari

nyeri bisa ataupun tidak berhubungan dengan tempat lesi, sering

menunjukkan efek-efek sekunder dari perangsangan pusat (Lavelle, 1988).

2. Nyeri neurogenik, nyeri yang dihasilkan dalam sistem sarafnya sendiri,

reseptor saraf ataupun stimulasi serabut yang tidak diperlukan.

Karakteristik klinis dari nyeri neurogenik, yaitu: nyeri seperti membakar

dengan kualitas menstimulasikan, lokalisasi baik, adanya hubungan yang

tertutup diantara lokasi dari nyeri dan lesi, pengantaran nyeri mungkin

dengan gejala-gejala sensorik, motorik dan autonomic (Lavelle, 1988).

3. Nyeri psikogenik, nyeri yang dapat memunculkan intensifikasi nyeri

somatik atau neurogenik dan juga merupakan suatu manifestasi

psikoneurotik. Karakteristik dari nyeri psikogenik, seperti: lokasi nyeri

selalu tidak mempunyai hubungan dengan suatu penyebab yang mungkin,

tindakan klinis dan respon pada pengobatan mungkin non fisiologis, tidak

diharapkan dan tidak biasa. 10

Nyeri wajah Atipikal adalah salah satu nyeri

psikogenik (Nuartha, 2003).

Page 20: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

BAB 4

HASIL PRAKTIKUM

Hasil praktikum percobaan analgetika pada mencit.

1. Percobaan I (Mengamati liukan mencit kontrol dan telah diberi obat)

Tiap 5 menit Mencit Kontrol Mencit Ekor Merah

I 10 -

II 30 17

III 20 18

IV 13 15

V 13 9

VI 8 5

Nb : Satuan dalam liukan

2. Percobaan II (Mengalami mencit yang menjilat kaki belakang)

Mencit Kontrol : 28,7 detik

Mencit Ekor Hijau : 27 detik

3. Hasil Rata-rata Percobaan Tiap kelompok

I. Jumlah Liukan

Kelompok Kontrol Ekor Merah

I 97 35

II 85 101

III 27 22

IV 94 64

V 97 35

VI 112 101

JUMLAH 512 358

85,3 59,57

Page 21: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

II. HOT PLATE

Kelompok Kontrol Ekor Hijau

I 26,1 23

II 30,6 23,4

III 26,5 49,5

IV 28,7 27

V 27 19,4

VI 29,4 38,9

JUMLAH 168,3 181,2

RATA-RATA 28,05 30,2

Nb : dalam satuan detik

Page 22: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan

Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk

mengurangi atau menghalau rasa sakit atau nyeri. Percobaan ini dilakukan

terhadap hewan percobaan, yaitu mencit (Mus muscullus). Metode

rangsang kimia digunakan berdasar atas rangsang nyeri yang ditimbulkan

oleh zat-zat kimia yang digunakan untuk penetapan daya analgetika.

Pada hasil dalam kelompok kami, kami telah menguji dua mencit

yaitu melalui dua percobaan. Percobaan yang pertama adalah percobaan

untuk melihat rasa nyeri yang dialami oleh mencit kontrol dan mencit

yang telah diberi obat terlebih dahulu, yaitu mencit yang diberi dan

Metaphiron. Kemudian kedua mencit yang telah diberi obat tersebut

kemudian disuntik dengan asam asetat untuk mengetahui efek rasa nyeri

pada mencit . Dan setelah dihitung pada saat 5 menit pertama dapat dilihat

dari hasil kami bahwa mencit berwarna putih yaitu mencit kontrol sudah

mulai meliuk-liuk merasakan nyeri, dan pada hasil kami dapat diketahui

liukan mencit sudah ada yaitu10 liukan dan sedangkan mencit yang sudah

diberi obat Metampiron pada 5 menit pertama belum merasakan liukan

rasa nyeri.

Hal ini merupakan akibat dari mencit yang telah diberikan

Metampiron yaitu salah satu obat analgesik yang berfungsi untuk

mengurangi rasa nyeri, dengan kesadaran tetap. Obat ini berinteraksi

dengan reseptor opioid sehaingga dapat memberikan efek pada sistem

saraf. Nyeri ini sendiri memberikan stimulus dan menggangu membran sel

kemudian masuk ke dalam phospolipid dalam phospolipid stimulasi ini

dibantu dengan phospolipase A dirubah menjadi asam arachinodic dan

dengan obat ini maka asam arachinodic akan menyerang prostaglandin,

namun dengan obat NSAID ini maka rangsang yang diberikan akan

Page 23: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

dihambat oleh NSAID, sehingga nyeri yang diberikan stimulus tidak

berlangsung sepenuhnya.

Dan dapat dilihat juga pada mencit yang telah diberikan

Metampiron rasa nyeri yang dirasakan berangsur-angsur berkurang secara

lebih cepat dibandingkan dengan mencit yang tidak diberikan obat.

Percobaan menggunakan metode Witkins yang ditujukan untuk

melihat respon mencit terhadap asam asetat yang dapat menimbulkan

respon menggeliat dari mencit ketika menahan nyeri pada perut. Langkah

pertama yang dilakukan adalah pemberian obat-obat analgetik pada tiap

mencit. Setelah 30 menit, mencit disuntik secara intraperitoneal dengan

larutan induksi asam asetat 0,6 %. Pemberian dilakukan secara

intraperitoneal karena untuk mrncegah penguraian asam asetat saat

melewati jaringan fisiologik pada organ tertentu. Dan laruran asam asetat

dikhawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika diberikan melalui rute

lain, misalnya per oral, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak

tahan terhadap pengaruh asam.

Setelah 5 menit dari pemberian larutan asam asetat 0,6%, mencit

menggeliat dengan ditandai perut kejang dan kaki ditarik ke belakang.

Jumlah geliat mencit dihitung setiap 5 menit selama 30 menit. Pengamatan

yang dilakukan agak rumit karena praktikan sulit membedakan antara

geliatan yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari obat atau karena mencit

merasa kesakitan akibat penyuntikan intraperitoneal pada perut mencit.

Pada percobaan untuk rasa nyeri yang diinduksi dengan hot plate

(thermis), respon nyeri diperlihatkan oleh mencit dengan menjilat telapak

kaki. Obat yang digunakan adalah kodein per oral. Suhu dari hot

plateadalah 51°C. Kodein atau methylmorphine merupakan golongan

narkotik yang pada umumnya digunakan untuk analgesik, antitussive, dan

antidiarrheal.

Disini mekanisme kerja kodein dalam menghambat rasa nyeri

adalah sebagaimana sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa

kodein merupakan salah satu golongan opioat dimana memberikan efek

Page 24: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

seperti morfin yang bila diteruskan maka akan mengakibatkan efek adiksi.

Asal obat ini pula berasal dari morphin, semisintetik, dan sintetik.

Mekanisme kerja dari kodein ini adalah berinteraksi dengan

reseptor opiat di Sistem Saraf Pusat dan memberikan efek. Reseptor yang

memodulasi transmisi nyeri yang kemudian menurunkan persepsi nyeri

dengan cara menyekat nyeri pada berbagai tingkat, terutama di otak tengah

dan medulla spinalis. Respetor opiat sendiri ada 3 yaitu, Reseptor µ (mu) :

Berperan dalam analgesia supraspinal, depresi respirasi, euforia, dan

ketergantungan, dan pada reseptor Ќ (kappa) : berperan dalam analgesia

spinal, miosi dan sedasi, dan pada reseptor δ (delta) : menyebabkan

disforia, halusinasi, stimulasi pusat vasomotor.

Dan pada percobaan Hot plate kali ini dilakukan pada dua mencit,

yaitu pada mencit berekor putih atau kontrol mencit tidak diberi apa-apa

dan dimasukkan ke dalam hot plate bersama-sama dengan ditekannya alat

memulai untuk memanaskan kaki mencit. Disini akan tampar respon rasa

nyeri pada mencit yang diletakkan pada alat percobaan hot plate pada suhu

500

C. Pada suhu ini mencit dapat merasakan rasa nyeri dengan menjilat

kaki belakang mencit ini ditandai adanya perbedaan suhu kaki mencit

dengan suhu hot plate dimana ketika mencit merasakan respon rasa nyeri

mencit akan menjilat kaki belakang mencit dengan maksud untuk

menyamakan kembali temperatur kaki mencit pada suhu yang semula. Dan

pada mencit kontrol kami didapatkan 28,7 detik mencit mulai merasakan

nyeri.

Sedangkan pada mencit yang telah diberi tanda hijau pada bagian ekor telah diberi

obat yaitu Kodein. Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa kodein

merupakan obat analgesik yang berperan untuk menghambat rasa nyeri. Namun

pada percobaan kami, mencit yang telah diberi Kodein sebelumnya jauh dapat

merasakan respon rasa nyeri lebih cepat, ini mungkin dikarenakan karena yang

pertama mencit yang kami letakkan tidak bersamaan penghitungannya dengan

saat hot plate ditekan, sehingga perhitungan detik dimulai lebih dahulu sebelum

mencit diletakkan, yang kedua alat percobaan hot plate yang kami pakai sudah

dimulai pada suhu langsung 500 C sehingga berbeda dengan mencit kontrol

Page 25: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

dimana hot plate dimulai pada suhu normal yang kemudian berangsur-angsur

naik, sehingga mencit dapat membiasakan diri terlebih dahulu.

5.2 Dikusi Pertanyaan

1. Rangsang rusak (naksus) apa saja yang dapat menimbulkan rasa nyeri?

Rangsang rusak (naksus) yang dapat menimbulkan rasa nyeri antara

lain rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis. Rangsangan tersebut

dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut

memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri.

Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan

kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas

di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh

jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di

salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan

amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan,

dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat

nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.

2. Rasa nyeri yang diamati sebenarnya adalah respon nyeri. Respon nyeri apa

saja yang dapat terlihat?

Pada percobaan yang telah dilakukan respon nyeri dilihat dengan

adanya liukan mencit. Sedangkan respon nyeri akibat rangsangan

thermal dengan hot plate ditunjukkan oleh mencit dengan menjilat

kakinya.

3. Bagaimana hasil percobaan dengan metampiron? Berikan penjelasannya!

Apakan perbedaan rasa nyeri pada kelompok I dibandingkan

kelompok II?

Pada percobaan dengan metampiron (kelompok I) mencit

memperlihatkan respon nyeri yang lebih sedikit dibanding pada

mencit kontrol (kelompok II). Hal tersebut dikarenakan metampiron

memiliki efek analgesik atau penghambat rasa nyeri, sehingga pada

percobaan dengan rangsang thermal (hot plate) mencit yang diberi

Page 26: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

suntikan metampiron hanya menunjukkan sedikit respon nyeri dengan

menjilat kakinya.

4. Apakah kegunaan khusus metampiron?

Bagaimana cara kerjanya? Apakah efek sampingnya?

Apakah kontraindikasinya?

Kegunaan khusus metampiron adalah sebagai analgesik, untuk

mengobati nyeri akut atau kronik hebat bila analgesik lain tidak

menolong. Selain itu metampiron juga memiliki efek farmakodinamik

lain seperti antipiretik, menurunkan demam bila tidak dapat diatasi

dengan antipiretik lain dan anti-Inflamasi, namun efek anti radang yang

dihasilkan rendah.

Cara kerja: metampiron adalah derivat metansulfonat dan

amidopirina yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu

mengurangi sensitivitas reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat

pengatur suhu tubuh.

Efek samping metampiron dapat muncul seperti gejala kepekaan

(ruam, alergi). Pada penggunaan teratur dan jangka panjang dapat

menyebabkan gangguan saluran cerna, tinitus (telingga berdenging),

anemia aplastik atau gangguan / terhambatnya pembentukan sel darah

merah. Efek samping lainnya yaitu peradangan mulut, hidung,

tenggorokan serta tremor, syok hingga menimbulkan agranulositosis

yaitu berkurangnya jumlah granulosit dalam darah.

Kontraindikasi metampiron:

a. Pada penderita yang alergi terhadap derivat pirazolon. Kasus

porfiria hati (amat jarang) dan defisiensi bawaan glukosa-6-fosfat-

dehidrogenase.

b. Penderita yang hipersensitif.

c. Bayi 3 bulan pertama atau dengan berat badan dibawah 5 kg.

d. Wanita hamil terutama 3 bulan pertama dan 6 minggu terakhir.

e. Penderita dengan tekanan darah < 100 mmHg

f. Penderita glaukoma sudut sempit

5. Jelaskan mekanisme kerja metampiron (NSAID)!

Page 27: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

Metampiron termasuk dalam non-steroid anti-inflamatory drug

(NSAID) yang dapat mengurangi rasa nyeri dengan menghambat enzim

siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) sehingga tidak terbentuk mediator-

mediator nyeri yaitu prostaglandin dan tromboksan.

6. Jelaskan mekanisme kerja kodein!

Kodein merupakan obat analgesik opioid yang metabolit aktifnya mengikat

dan mengaktifkan reseptor myu (µ). Kodein merangsang reseptor dalam SSP, juga

menyebabkan depresi pernapasan, vasodilasi perifer, inhibisi gerak peristaltik

usus, stimulasi dari chemoreceptors yang menyebabkan muntah, peningkatan nada

kandung kemih dan menekan refleks batuk pada medula oblongata.

Page 28: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

BAB 6

PENUTUP

Kesimulan

Analgetika merupakan obat yang digunakan untuk menghalau atau

mengurangi rasa sakit atau rasa nyeri. Metampiron merupakan obat analgesik

golongan NSAID yang berperan mengurangi rasa nyeri dengan cara mengambat

rangsang nyeri. Sedangkan Kodein merupakan analgesik golongan opioid yang

memodulasi transmisi nyeri dan menurunkan persepsi nyeri dengan cara

menyekat nyeri pada berbagai tingkat.

Page 29: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

DAFTAR PUSTAKA

1. Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press. Halaman 25

2. Anonim. 2005. CORE CODEINE PRODUCT INFORMATION. Available

from: http://www.asmi.com.au/industry/PI_codein.pdf. Accessed : May,

29th

2013. Craig,RC, Welch,SP. 2008. Modern Pharmacology with

Clinical Aplication: Opioid and Nonopioid Analgesics. 6th

ed. Richmond:

Virginia Commonwealth University 321-322

3. Ditjen POM. (2006). Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI. Halaman 77, 237

4. Dugowson,C MD, MPH And Gnanashanmugam,P MD; 2006 ;

Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs; Division of Rheumatology,

University of Washington; 17 (2006) p347–354

5. Eriksen J et al. 2006. Critical issues on opioids in chronic non-cancer pain:

An epidemiological study Pain.Vol 125 :172–179

6. Ganiswara, S., (1981). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta:

Universitas Indonesia Press. Halaman 207-210, 215-216

7. Hojsted J and Sjogren P. 2007. Addiction to opioids in chronic pain

patients: A literature review European Journal of Pain .11: 490-518

8. Hutchinson K et al. 2007. Exploring beliefs and practice of opioid

prescribing for persistent non-cancer pain by general practitioners

European Journal of Pain. 11: 93–98

9. Isbagio H. 2003.Penatalaksanaan nyeri sebagai model pendekatan

interdisiplin pada pasien geriatrik. Di dalam: Prodjosudjadi W, Setiati S,

Alwi I, eds. Pertemuan Ilmiah Nasional I. Jakarta: Pusat Informasi dan

Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2003: 168-79.

10. Kelompok Kerja Phyto Medica. 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian

Fitokimia dan Pengujian Klinis. Jakarta: Yayasan Phytomedica. hal. 3-6.

11. Lavelle CLB. Applied oral physiology. 2nd ed. London: Butterworth &

Co, 1988: 1-11.

Page 30: 5.Obat Analgesik Pada Mencit

12. Lukmanto, H. (1986). Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia.

Edisi II. Jakarta. Halaman 112

13. Lumantobing SM. 2001. Neurogeriatry. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia,pp.135-57.

14. Meliala L.2003.Nyeri orofasial, mekanisme dan farmakoterapi. Jurnal

Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi.; 1(2): 123-8.

15. Mooney, Jean ; 2009 ; Illustrated Dictionary of Podiatry and Foot Science

; ©Elsevier Limited

16. Neal, M.J, 2006 “At a Glance Farmakologi Medis” Edisi V, Erlangga,

Jakarta, hal 65

17. Nuartha AABN. 2003. Nyeri kepala dan wajah. Di dalam: Harsono, eds.

Kapita selekta neuralgia. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press, pp:

237-8, 248.

18. Rinaningsih, Wahyu. 2011. Xerostomia Akibat Penggunaan Tramadol.

Available: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/24986

19. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi, Ed.2. Jakarta: EGC. 561

20. Tjay, T., dan Kirana, R. (2007). Obat-obat Penting. Edisi VI. Jakarta: PT.

Gramedia. Halaman 312-315

21. Walton RE. 1998. Prinsip dan praktik ilmu endodonsi. Alih Bahasa:

Narlan Sumawinta, Winiarti Sidharta, Bambang Nursasongko. Jakarta:

EGC, pp: 643-59).

22. Wasito, H., 2011, Obat Tradisional Kekayaan Indonesia, Graha Ilmu,

Yogyakarta, pp. 13-14, 27.

23. Widodo, U. (1993). Kumpulan Data Klinik Farmakologik. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press. Halaman 313-314