5. mengukur kecepatan efektif...

61
5. Mengukur Kecepatan Efektif Membaca Seperti telah dijelaskan di muka, KEM itu merupakan perpaduan antara kecepatan membaca dengan kemampuan memahami isi bacaan. Kecepatan rata-rata baca merupakan cermin dari tolok ukur kemampuan visual, yakni kemampuan gerak motoris mata dalam melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin dari kemampuan kognisi, yakni kemampuan berpikir dan bernalar dalam mencerna masukan grafis yang diterimanya lewat indera mata. Untuk menentukan KEM seseorang diperlukan data mengenai rata-rata kecepatan bacanya dan persentase pemahaman isi bacaan. Data mengenai rata-rata kecepatan baca dapat diketahui apabila jumlah kata yang dibaca dan waktu tempuh bacanya diketahui. Cara menghitung rata-rata kecepatan baca adalah dengan cara membagi jumlah kata yang dibaca dengan waktu tempuh baca. Sebagai contoh, jika seseorang dapat membaca sebanyak 2500 perkataan dalam waktu 5 menit, artinya kecepatan rata-rata baca pembaca tersebut adalah 500 kpm (2500 : 5 = 500). Sementara itu, untuk memperoleh data tentang persentase pemahaman isi bacaan yang objektif (bukan perkiraan), tentu diperlukan suatu alat untuk mengukurnya. Alat tersebut berupa tes (masalah ini akan dibicarakan dalam bab tersendiri). Untuk menentukan persentase pemahaman seseorang terhadap bahan bacaan yang dibacanya ialah dengan cara membagi sekor bobot tes pemahaman isi bacaan yang dapat dijawab pembaca dengan benar dengan bobot/skor ideal kemudian diperkalikan dengan 100 (persen). Misalnya, jika seseorang dapat menjawab dengan benar tes pemahaman isi bacaan sebanyak 32 dari sekor ideal 50, maka persentase pemahaman isi bacaan pembaca yang bersangkutan adalah 64% (32/50 X 100% = 64%).

Upload: phamdiep

Post on 07-Mar-2019

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

5. Mengukur Kecepatan Efektif Membaca

Seperti telah dijelaskan di muka, KEM itu merupakan perpaduan antara kecepatan

membaca dengan kemampuan memahami isi bacaan. Kecepatan rata-rata baca merupakan

cermin dari tolok ukur kemampuan visual, yakni kemampuan gerak motoris mata dalam

melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin dari

kemampuan kognisi, yakni kemampuan berpikir dan bernalar dalam mencerna masukan

grafis yang diterimanya lewat indera mata.

Untuk menentukan KEM seseorang diperlukan data mengenai rata-rata kecepatan

bacanya dan persentase pemahaman isi bacaan. Data mengenai rata-rata kecepatan baca

dapat diketahui apabila jumlah kata yang dibaca dan waktu tempuh bacanya diketahui. Cara

menghitung rata-rata kecepatan baca adalah dengan cara membagi jumlah kata yang dibaca

dengan waktu tempuh baca. Sebagai contoh, jika seseorang dapat membaca sebanyak 2500

perkataan dalam waktu 5 menit, artinya kecepatan rata-rata baca pembaca tersebut adalah

500 kpm (2500 : 5 = 500).

Sementara itu, untuk memperoleh data tentang persentase pemahaman isi bacaan

yang objektif (bukan perkiraan), tentu diperlukan suatu alat untuk mengukurnya. Alat

tersebut berupa tes (masalah ini akan dibicarakan dalam bab tersendiri). Untuk menentukan

persentase pemahaman seseorang terhadap bahan bacaan yang dibacanya ialah dengan cara

membagi sekor bobot tes pemahaman isi bacaan yang dapat dijawab pembaca dengan benar

dengan bobot/skor ideal kemudian diperkalikan dengan 100 (persen). Misalnya, jika

seseorang dapat menjawab dengan benar tes pemahaman isi bacaan sebanyak 32 dari sekor

ideal 50, maka persentase pemahaman isi bacaan pembaca yang bersangkutan adalah 64%

(32/50 X 100% = 64%).

Page 2: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Berpedoman kepada pengertian KEM, yakni perpaduan antara kemampuan visual

dan kemampuan kognisi, maka contoh-contoh penghitungan KEM untuk data di atas dapat

ditentukan KEM-nya. Dari hasil penghitungan rata-rata kecepatan baca diperoleh data 500

kpm; dari hasil penghitungan persentase pemahaman isi bacaan diperoleh data 64%. Maka

penghitungan KEM-nya adalah 500 X 64% = 320 kpm. Angka terakhir ini (320 kpm)

merupakan kecepatan efektif membaca yang sudah menyertakan pengukuran dua unsur

penyokong kegiatan baca, yakni kemampuan gerak mata dalam melihat lambang-lambang

cetak dan kemampuan memahami isi bacaan. Sementara angka 500 kpm itu merupakan

kemampuan kecepatan rata-rata baca yang belum menyertakan unsur pemahaman isi

bacaan.

Selanjutnya, berdasarkan ilustrasi di atas, sekarang kita dapat membuat beberapa

alternatif rumus KEM yang dapat dipergunakan untuk menghitung dan menentukan KEM

seseorang. Alternatif rumus-rumus tersebut antara lain sebagai berikut ini.

(1) K B

---- X ---- = ... kpm

Wm SI

(2) K B

----- X ---- = ... kpm

Wd:60 SI

(3) K B

Page 3: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

---- (60) X ---- = ... kpm

Wd SI

Keterangan:

a) K : jumlah kata yang dibaca

b) Wm : waktu tempuh baca dalam satuan menit

c) Wd : waktu tempuh baca dalam satuan detik

d) B : sekor bobot perolehan tes yang dapat dijawab dengan benar

e) SI : sekor ideal atau sekor maksimal

f) kpm: kata per menit

Untuk memudahkan proses pengukuran/penghitungan KEM, ikutilah prosedur kerja

di bawah ini.

1) Tandailah bacaan anda/pembaca, di mana anda/pembaca memulai bacaan dan di mana

pula berakhirnya, kemudian hitunglah jumlah kata yang telah (berhasil) anda baca itu

dengan jalan:

(a) menghitung jumlah kata per baris (sebagai sampel);

(b) menghitung jumlah baris per halaman, lalu dikalikan dengan hasil penghitungan butir

(a) menghasilkan jumlah kata per halaman.

(c) menghitung jumlah halaman yang berhasil dibaca;

(d) memperkalikan hasil penghitungan (b), yakni jumlah kata per halaman dengan hasil

penghitungan (c), yakni jumlah halaman, menghasilkan jumlah seluruh kata yang

telah dibaca.

Page 4: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Contoh :

• Jumlah kata per baris = 11

• Jumlah baris per halaman = 35

• Jumlah halaman yang dibaca = 10

maka akan diperoleh:

• Jumlah kata per halaman 11 X 35 = 385 kata

• Jumlah kata yang dibaca (secara keseluruhan) adalah 10 x 385 = 3850 kata.

2) Catatlah waktu tempuh baca dengan jalan:

(a) catat waktu mulai membaca, misalnya pk. 10.15

(b) catat waktu berakhirnya membaca, misalnya pk 10.20.30

(c) hitung waktu tempuh baca dengan jalan (b - a) atau 10.20.30 - 10.15 = 5 menit 30

detik atau 330 detik.

3) Hitung rata-rata kecepatan bacanya dengan jalan membagi jumlah kata (langkah 1) dan

waktu tempuh baca (langkah 2) jika waktu tempuh baca dalam bentuk menit gunakan

rumus (1), jika menggunakan satuan detik gunakan (2) atau (3). Penghitungan untuk

contoh di atas menjadi seperti berikut ini.

*) Menggunakan rumus (1):

3850 ------ = 700 kpm 5.5

*) Menggunakan rumus (2) atau (3):

Page 5: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

3850 3850 ------ X 60 = 700 kpm atau ------- = 700 kpm 330 330:60

4) Tentukan persentase pemahaman isi bacaan yang anda capai dengan cara membagi

sekor bobot perolehan yang benar dengan sekor idealnya, kemudian dikalikan dengan

100%.

Contoh: diberikan 30 soal pemahaman isi bacaan dengan

pembagian sebagai berikut:

I. 20 soal, bobot 2 ---> 20 X 2 = 40

II. 10 soal, bobot 1 ---> 10 X 1 = 10

------

Sekor idealnya adalah = 50

Seandainya anda dapat menjawab 17 soal dengan benar dari nomor-nomor soal berikut: 1-

6, 9, 12, 15-19, 22-25, 28; maka penghitungan sekor perolehan yang anda capai adalah

sebagai berikut.

Page 6: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

I. 18 butir X 2 = 36

II. 5 butir X 1 = 5

-------

Sekor perolehan = 41 atau 41:50 X 100% = 82%

5) Tentukan KEM-nya dengan jalan memperkalikan hasil langkah (3) (rata-rata kecepatan

baca) dengan hasil langkah (4) (pemahaman isi bacaan).

Untuk contoh data di atas, penghitungan KEM-nya tampak seperti berikut ini.

(a) dengan rumus (1):

3850 41 3850

------ X ---- = ------> ------ X 82% =

5.5 50 5.5

700 X 0.82 = 574 kpm 700 X 82% = 574 kpm

(b) dengan rumus (2):

Page 7: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

3850 41 3850

------ X 60 ---- = ------ X 60 82% =

330 50 330

700 X 0.82 = 574 kpm 700 X 82% = 574 kpm

(c) dengan rumus (3):

3850 41 3850

------ X ---- = ------ X 82% =

330:60 50 330:60

700 X 0.8 = 574 kpm 700 X 82% = 574 kpm

Dengan menggunakan rumus mana pun kita menghitung KEM, pada akhirnya akan

menghasilkan angka yang sama, yakni 574 kpm.

Page 8: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Berbekal rumus penghitungan KEM tersebut, kita berkesimpulan bahwa untuk

sampai pada penggunaan rumus tersebut terdapat sejumlah persiapan yang harus kita

persiapkan untuk menghitung KEM. Persiapan-persian dimaksud meliputi:

(a) menyediakan teks/wacana sebagai bahan bacaan;

(b) menyiapkan alat pengukur waktu: jam tangan, stopwatch;

(c) perangkat tes (tes bacaan).

6. KEM, Tujuan Membaca, dan Krakteristik Bahan

Pembaca yang efisien mempunyai kecepatan baca yang fleksibel sesuai dengan

bahan bacaan yang dihadapinya dan tujuan membacanya. Berikut ini disajikan rincian rata-

rata kecepatan baca yang disesuaikan dengan keperluan baca.

a) Kecepatan 1000 kpm atau lebih biasa digunakan pada saat membaca skimming atau

scanning, manakala pembaca hendak mengenal bahan bacaan yang akan dibaca,

mencari jawaban atas pertanyaan tertentu, megetahui struktur organisasi bacaan,

mencari gagasan pokok, mendapatkan kesan umum su atu bacaan, dan lain-lain.

b) Kecepatan antara 500-800 kpm (tinggi) digunakan untuk membaca bahan bacaan yang

mudah/ringan atau yang sudah dikenal, membaca novel/cerpen ringan untuk

mengetahui jalan ceritanya.

c) Kecepatan antara 350-500 kpm (cepat) digunakan untuk membaca bacaan mudah yang

bersifat deskriptif/informatif dan bacaan fiksi yang agak sulit untuk menikmati

keindahan sastranya atau mengantisipasi akhir cerita.

d) Kecepatan antara 250-350 kpm (rata-rata) digunakan untuk membaca fiksi yang

kompleks guna menganalisis watak tokoh dan jalan cerita atau bahan-bahan nonfiksi

Page 9: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

yang agak sulit untuk mendapatkan detail informasi, mencari hubungan atau membuat

evaluasi tentang ide penulis.

e) Kecepatan antara 100-125 kpm (lambat) digunakan untuk mempelajari bacaan yang

sukar, bahan bacaan ilmiah yang bersifat teknis, analisis nilai sastra klasik,

memecahkan persoalan yang dirujuk bacaan yang bersifat instruksional (petunjuk).

Kecepatan rata-rata di atas hendaknya disertai dengan minimal 70% pemahaman isi

bacaan, karena kecepatan rata-rata tersebut masih merupakan kecepatan kasar yang

belum menyertakan pemahaman isi bacaan. Berdasarkan hasil studi para ahli membaca

di America, kecepatan yang memadai untuk siswa tingkat akhir sekolah dasar kurang

lebih 200 kpm, siswa tingkat lanjutan pertama antara 200-250 kpm, siswa tingat

sekolah lanjutan atas antara 250-325 kpm, dan tingkat mahasiswa antara 325-400 kpm

dengan pemahaman isi minimal 70%. Dengan demikian, bila dihitung KEM-nya

masing-masing akan menjadi seperti berikut:

* tingkat SD : 200 x 70% = 140 kpm

* tingkat SMTP : 200 x 70% s.d. 250 x 70% = 140 - 175 kpm

* tingkat SMTA : 250 x 70% s.d. 350 x 70% = 175 - 245 kpm

* tingkat PT : 350 x 70% s.d. 400 x 70% = 245 - 280 kpm.

RANGKUMAN

KEM merupakan kependekan dari kecepatan efektif membaca, yakni sebuah istilah

untuk mencerminkan kemampuan membaca yang sesungguhnya yang dicapai oleh

Page 10: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

pembaca. Dua unsur penyokong kegiatan/proses membaca, yakni unsur visual (kemampuan

gerak motoris mata dalam melihat dan mengidentifikasi lambang-lambang grafis) dan unsur

kognisi (kemampuan otak dalam mencerna dan memahamai lambang-lambang grafis)

sudah terliput dalam rumus KEM. Oleh karena itu, KEM dapat ditentukan dengan jalan

memperkalikan kecepatan rata-rata baca dengan persentase pemahaman isi bacaan.

Untuk mencapai KEM yang tinggi diperlukan latihan dan pembiasaan. KEM

seseorang dapat dibina dan ditingkatkan melalui proses berlatih. Ada dua faktor utama yang

diduga sebagai faktor pemengaruh KEM, yakni faktor dalam (internal) dan faktor luar

eksternal. Yang dimaksud dengan faktor dalam adalah faktor yang berada di dalam diri

pembaca itu sendiri. Yang termasuk ke dalam faktor ini, misalnya intelegensi, minat dan

motivasi, sikap baca, kompetensi kebahasaan, tujuan baca dll. Yang dimaksud dengan

faktor luar adalah faktor-faktor yang berada di luar pembaca. Faktor ini dapat dibedakan

lagi ke dalam dua hal, yakni faktor-faktor yang berkenaan dengan bacaan (keterbacaan dan

organisasi bacaan) dan sifat-sifat lingkungan baca (guru, fasilitas, model PBM, teknik-

teknik membaca, dan lain-lain).

Pembaca yang fektif dan efisien adalah pembaca yang fleksibel, yakni pembaca

yang dapat menyesuaikan atau mengatur kelenturan waktu tempuh baca dengan tujuan

membaca dan berbagai kondisi baca yang ada, seperti karakteristik dan tingkat kesulitan

bacaan, minat baca, strategi membaca, dan lain-lain. Tujuan dan kondisi baca itu turut

menentukan KEM minimal yang harus dikuasai seorang pembaca. Secara garis besar KEM

dapat digolongkan ke dalam klasifikasi sangat tinggi, tinggi, cepat, rata-rata, dan lambat.

KEM minimal untuk klasifikasi pembaca adalah: SD (140 kpm), SLTP (140-175 kpm),

SLTA (175-245 kpm), PT (245-280 kpm) .

Page 11: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

LATIHAN

Sekarang mari kita berlatih menggunakan rumus KEM untuk mengukur kecepatan

efektif membaca diri sendiri.

Petunjuk

Sebelum kita mencoba mempraktikkan rumus pengukuran KEM ini, terlebih dahulu

silakan anda baca dulu wacana/teks berikut. Jangan lupa untuk mencatat, kapan anda mulai

membaca dan kapan berakhirnya.

A.TEKS

mulai pukul : .........

Masalah hubungan antara intelegensi dan kreativitas serta peranan masing-masing

terhadap keberhasilan dalam pendidikan dan dalam hidup pada umumnya telah lama

menjadi pokok pembahasan dan penelitian para ahli.

Merupakan suatu kenyataan bahwa intelegensi atau IQ yang tinggi belum tentu

menjamin keberhasilan dalam pendidikan, apalagi dalam karir. Karena itu timbul

pertanyaan, faktor-faktor apa kecuali intelegensi yang menentukan keberhasilan dalam

studi? Ukuran-ukuran atau test-test apa yang sebaiknya digunakan untuk mengetahui bakat

dan untuk meramalkan apakah seorang anak akan dapat menyelesaikan suatu pendidikan

Page 12: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

dengan hasil yang memuaskan? Sejauh mana kreativitas seseorang ikut berperan? Apakah

persamaan dan perbedaan antara intelegensi dan kreativitas?

Sebenarnya ada dua anggapan yang mengaburkan pengertian mengenai intelegensi

dan kreativitas. Pertama, anggapan bahwa hasil test intelegensi sudah mencerminkan semua

kemampuan mental dan proses-proses kognitif. Kedua, aggapan bahwa kreativitas semata-

mata berhubungan dengan bakat artistik, dan oleh karena itu, anggapan ini telah membatasi

usaha-usaha untuk mengidentifikasi dan memupuk kemampuan-kemampuan kognitif yang

berkaitan dengan fungsi kreatif di luar bidang seni.

Seorang tokoh yang berjasa menjelaskan pengertian tentang intelegensi dan

kreativitas serta hubungan antara keduanya ialah J.P. Guilford (1956).Dalam modelnya

tentang struktur intelek manusia, Guilford mendemonstrasikan bahwa intelek manusia

meliputi tidak kurang dari 120 faktor, dan bahwa test intelegensi konvensional hanya

mengukur sebagian kecil dari faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, mungkin saja bahwa

seorang anak yang berdasarkan test intelegensi tertentu mencapai IQ yang tinggi, dalam

kenyataannya kurang berhasil. Atau sebaliknya, seorang pemuda yang diramalkan kurang

memnuhi syarat untuk pendidikan tinggi ternyata bisa jadi sarjana. Hal ini disebabkan test

intelegensi yang dipakai belum tentu meliputi semua keterampilan yang dibutuhkan dalam

bidang studi tertentu. Apalagi di samping faktor intelegensi, faktor kepribadian dan

lingkungan juga ikut berperan.

Berkenaan dengan intelegensi dan kreativitas, keduanya merupakan fungsi dari

kemampuan kognitif manusia, akan tetapi meliputi dimensi yang berbeda. Menurut

Guilford, tes intelegensi terutama mengukur apa yng disebutnya "pemikiran konvergen",

yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan

Page 13: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

informasi yang diberikan, sedangkan tes kreativitas terutama mengukur "pemikiran

divergen", yaitu kemampuan untuk memberikan macam-macam alternatif jawaban

berdasarkan informasi yang diberikan. Guilford menekankan bahwa sistem pendidikan

yang tradisional kurang memperhatikan pengembangan dari kemampuan berpikir divergen,

padahal kemampuan ini sangat penting dalam proses pemecahan masalah pada umumnya,

dan khususnya di mana dibutuhkan gagasan-gagasan yang inovatif.

dari: INTELEGENSI BAKAT

berakhir pukul : ............ dan TEST IQ

Disusun oleh Fakultas Psikologi UI

B. Pertanyaan Bacaan

I. 1. Jawablah pertanyaan bacaan berikut dengan membubuhkan tanda silang (X) pada

huruf di depan alternatif jawaban yang anda anggap paling tepat!

1) Pernyataan berikut salah, kecuali ...

a. Hasil tes intelegensi mencerminkan kemampuan mental dan proses kognitif seseorang.

b. Kreativitas hanya berhubungan dengan hal yang bersifat artistik atau seni.

c. Intelegensi yang tinggi menjamin keberhasilan studi seseorang.

d. Intelegensi dan kreativitas merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan studi.

2) Tes yang memungkinkan si penjawab memberikan beberapa alternatif jawaban,

digunakan untuk mengukur ...

a. intelegensi

b. kreatisitas

Page 14: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

c. intelegensi dan kreativitas

d. kreatis\vitas dan prestasi belajar

3) Faktor-faktor yang termasuk fungsi kognitif manusia adalah ...

a. intelegensi dan kepribadian

b. kreativitas dan kepribadian

c. intelegensi dan kreativitas

d. bakat dan kreativitas

4) Tema sentral bacaan di atas adalah ...

a. Pernan intelegensi dan kreativitas dalam keberhasilan pendidikan.

b. Hubungan intelegensi, kreativitas, dan kepribadian.

c. Faktor-faktor penentu keberhasilan pendidikan

d. Tes pemikiran konvergen dan pemikiran divergen

5) Kemampuan berpikir divergen berguna terutama dalam hal ...

a. pembuatan keputusan

b. proses pemecahan masalah

c. pembiuatan kesimpulan yang logis

d. peningkatan intelegensi

II. 1) Hitunglah jumlah kata pada teks di atas!

(a) jumlah kata per baris : ...............

Page 15: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

(b) jumlah baris : ...............

(c) jumlah kata seluruhnya : ...............

2) Hitunglah waktu tempuh baca anda!

(a) mulai membaca pukul : ...............

(b) berakhir/selesai pukul : ...............

(c) waktu tempuh baca anda : ...............

III. 1) Silakan tentukan KEM yang anda capai berdasarkan rumus KEM yang paling anda

kuasai! Sebelumnya, periksa dan cocokkan hasil jawaban anda dalam menjawab

pertanyaan bacaan dengan kunci jawaban berikut.

(1) d (2) b (3) c (4) a (5) b

2) Lihat daftar KEM pada uraian di muka. Apakah KEM yang anda capai sudah memadai

untuk peringkat anda (mahasiswa)?

3) Silakan anda berlatih pada teks-teks lain. Jika ada teman yang mau membantu

menyiapkan soal pemahaman bacaan, itu lebih baik. Anda boleh membuat pertanyaan

sendiri dengan berpedoman pada kata tanya: apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan

bagaimana. Boleh juga dengan cara "heuristik", yaitu menaksir sendiri kira-kira berapa

persen pemahaman anda terhadap bacaan tersebut. Tentu saja taksiran ini merupakan

taksiran kasar. Oleh karena itu, KEM-nya juga bersifat taksiran kasar.

4) Buatlah grafik perkembangan KEM untuk melihat perkembangan KEM yang anda capai.

Page 16: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Berikut disajikan contoh grafik perkembangan KEM yang dapat anda gunakan untuk

melihat perkembangan KEM yang anda

atau murid anda capai.

Tabel Latihan KEM

No. Judul Bacaan Jumlah Kata Waktu Pemahaman Isi KEM

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Grafik perkembangan pencapaian KEM

500

Page 17: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

450

400

350

300

250

200

150

100

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(dst

)

Latihan ke-…

KEM

Page 18: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

BAHAN AJAR MEMBACA DAN KETERBACAAN

1. Pendahuluan

Sebagai seorang guru, guru bidang studi apa pun, tuntutan memilihkan bahan

bacaan yang layak untuk siswanya merupakan hal yang tidak bisa diabaikan. Terlebih-lebih

untuk guru bahasa Indonesia, karena pengajaran membaca secara formal dibebankan

kepada guru bidang studi bahasa Indonesia. Meskipun buku paket atau buku teks sebagai

buku pegangan dasar dalam melaksanakan kegiatan belajar dewasa ini sangat banyak

jumlahnya, namun tidak berarti guru harus terpaku dengan satu macam bahan ajar yang

ada.

Untuk pengajaran membaca, persoalan penyediaan bahan ajar membaca tidaklah

terikat oleh ketentuan buku paket atau buku teks tertentu. Dalam kenyataan yang

sesungguhnya dalam kehidupan di masyarakat, keragaman bahan bacaan untuk konsumsi

baca ini terasa sangat kental. Bahan bacaan tersebut dapat berupa buku teks, buku ilmiah,

surat kabar, majalah, pamplet-pamplet, dan lain-lain.Kesemua bahan bacaan tersebut

berpeluang untuk dijadikan bahan ajar membaca atau mungkin untuk tugas membaca.

Masalahnya, apakah semua bahan bacaan yang tersedia serta mudah didapat tersebut layak

untuk konsumsi baca siswa kita? Bagaimana kita dapat menentukan kriteria kelayakan

dimaksud? Seberapa jauh peran guru dalam memilihkan bahan bacaan yang layak baca

untuk para siswanya?

Pertanyaan-pertanyaan di atas tampaknya memacu kita untuk mencari jawabnya.

Pada bab ini, kita akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi melalui bahasan

Page 19: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

"keterbacaan". Bahasan bab ini mudah-mudahan dapat membantu para guru bahasa untuk

dapat menentukan tingkat keterbacaan wacana yang cocok untuk para siswanya.

Keterbacaan merupakan istilah dalam bidang pengajaran membaca yang

memperhatikan tingkat kesulitan materi yang sepantasnya dibaca seseorang. Melalui bab

ini, anda akan kami ajak untuk mengenal berbagai konsep dan formula keterbacaan yang

biasa digunakan untuk menentukan tingkat kesulitan materi bacaan. Dengan demikian,

setelah membaca bab ini, anda diharapkan dapat menggunakan berbagai formula

keterbacaan untuk kepentingan penentuan tingkat keterbacaan berbagai ragam bacaan.

Secara rinci, diharapkan anda dapat:

(a) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keterbacaan;

(b) menjelaskan sekurang-kurangnya empat bentuk formula keterbacaan;

(c) menunjukkan perbedaan langkah/prosedur kerja pemakaian formula-formula

keterbacaan;

(d) menggunakan formula-formula keterbacaan tersebut untuk menentukan tingkat kesulitan

materi bacaan.

2. Pengertian dan Latar Belakang Sejarah Keterbacaan

Keterbacaan merupakan alih bahasa dari readability.Bentukan Readability

merupakan kata turunan yang dibentuk oleh bentuk dasar readable, artinya dapat dibaca

atau terbaca. Konfiks ke-an pada bentuk keterbacaan mengandung arti hal yang berkenaan

dengan apa yang disebut dalam bentuk dasarnya. Oleh karena itu, kita dapat mendefinisikan

"keterbacaan" sebagai hal atau ihwal terbaca-tidaknya suatu bahan bacaan tertentu oleh

Page 20: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

pembacanya. Jadi, "keterbacaan" ini mempersoalkan tingkat kesulitan atau tingkat

kemudahan suatu bahan bacaan tertentu bagi peringkat pembaca tertentu.

Keterbacaan (readability) merupakan ukuran tentang sesuai-tidaknya suatu bacaan

bagi pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat kesukaran/kemudahan wacananya.

Untuk memperkirakan tingkat keterbacaan bahan bacaan, banyak dipergunakan

orang berbagai formula keterbacaan. Perkiraan-perkiraan tentang tingkat kemampuan

membaca berguna terutama bagi guru yang mempunyai perhatian terhadap metode

pamberian tugas membaca atau bagi pemilihan buku-buku dan bahan bacaan lainnya yang

layak dibaca.

Tingkat keterbacaan biasanya dinyatakan dalam bentuk peringkat kelas. Oleh

karena itu, setelah melakukan pengukuran keterbacaan sebuah wacana, orang akan dapat

mengetahui kecocokan materi bacaan tersebut untuk peringkat kelas tertentu, misalnya

peringkat enam, peringkat empat, peringkat sepuluh, dan lain-lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keterbacaan masih selalu menjadi objek

penelitian para ahli. Perhatian terhadap masalah tersebut, dimulai sejak berabad-abad yang

lalu. Klare (1963) menjelaskan bahwa Lorge (1949) pernah bercerita tentang upaya

Talmudists pada tahun 900 berkenaan keterbacaan wacana. Dia menentukan tingkat

kesulitan wacana berdasarkan kriteria kekerapan kata-kata yang digunakan.

Meskipun kajian tentang keterbacaan itu sudah berlangsung berabad-abad, namun

kemajuannya baru tampak setelah statistik mulai ramai digunakan. Teknik statistik itu

memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi faktor-faktor keterbacaan yang penting-

penting untuk menyusun formula yang dapat dipergunakan guna memperkirakan tingkat

kesulitan wacana. Menurut Klare (1963), kajian-kajian terdahulu menunjukkan adanya

Page 21: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

keterkaitan dengan keterbacaan. Gray dan Leary mengidentifikasi adanya 289 faktor yang

mempengaruhi keterbacaan, 20 faktor di antaranya dinyatakan signifikan.

Dewasa ini sudah ada beberapa formula keterbacaan yang lazim digunakan untuk

memperkirakan tingkat kesulitan sebuah wacana. Formula-formula keterbacaan yang

terdahulu, memang bersifat kompleks dan menuntut pemakainya untuk memiliki

kecermatan menghitung berbagai variabel. Penelitian yang terakhir membuktikan bahwa

ada dua faktor utama yang berpengaruh terhadap keterbacaan, yakni: (a) panjang-

pendeknya kalimat, dan (b) tingkat kesulitan kata. Pada umumnya, semakin panjang

kalimat dan semakin panjang kata-kata, maka bahan bacaan dimaksud semakin sukar.

Sebaliknya, jika kalimat dan katanya pendek-pendek, maka wacana dimaksud tergolong

wacana yang mudah.

Formula-formula keterbacaan yang dewasa ini sering digunakan untuk mengukur

keterbacaan wacana, tampaknya berkecenderungan kepada dua tolok ukur tadi. Panjang

kalimat dan kesulitan kata merupakan dua faktor utama yang melandasi alat-alat pengukur

keterbacaan yang mereka ciptakan. Formula-formula keterbacaan yang mengacu pada

kedua patokan tersebut, misalnya formula keterbacaan yang dibuat Spache, Dale & Chall,

Gunning, Fry, Raygor, Flesh, dan lain-lain.

3. Kaitan Keterbacaan dengan Penyediaan Bahan Ajar Membaca

Salah satu penggunaan rumus keterbacaan dapat dilihat pada upaya guru dalam

memperkirakan tingkat kesulitan wacana. Perkiraan-perkiraan tentang tingkat kemampuan

membaca berguna, terutama bagi guru yang memiliki perhatian terhadap metode pemberian

Page 22: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

tugas membaca atau bagi pemilihan buku-buku teks atau bahan bacaan lainnya. Guru-guru

dipandang perlu untuk memiliki kemahiran dalam memperkirakan tingkat kesulitan materi

cetak. Sebab, bagaimana pun salah satu faktor pendukung keberhasilan belajar anak adalah

tersedianya sumber ilmu yang dapat diperoleh dan dicerna anak dengan mudah. Salah satu

cara untuk beroleh ilmu pengetahuan dimaksud melalui kegiatan membaca. Lebih baik jika

kegiatan membaca dimaksud adalah kegiatan membaca mandiri yang tidak memerlukan

bimbingan pihak lain.

Sehubungan dengan hal itu, penyediaan sarana baca yang berupa koleksi-koleksi

bacaan (buku-buku teks, majalah-majalah, kliping-kliping, surat kabar, jurnal, pamflet-

pamflet, dan lain-lain) perlu dimiliki, bukan saja oleh pihak sekolah melainkan oleh setiap

kelas. Dengan demikian, setiap sekolah di samping harus memiliki perpustakaan sekolah

juga harus memiliki perpuatakaan-perpustakaan kelas yang terletak di setiap sudut masing-

masing kelas.

Koleksi-koleksi bacaan pada perpustakaan kelas hendak-nya koleksi-koleksi bacaan

yang memang layak untuk peringkat mereka. Pertimbangan tingkat kelayakan dimaksud,

tidak saja didasarkan atas pertimbangan berbagai nilai (seperti nilai isi, manfaat,

pendidikan, moral, estetika, etika, dan lain-lain) melainkan juga harus dipertimbangkan

tingkat kesulitan dari masing-masing materi cetak dimaksud. Bahan-bahan bacaan tersebut

hendaknya memenuhi tingkat keterbacaan sesuai dengan tuntutan dan karakteristik

pembacanya.

Di samping hal-hal tersebut d atas, penggunaan rumus-rumus keterbacaan akan

sangat bagi guru untuk mempersiapkan atau mengubah tingkat keterbacaan materi bacaan

yang hendak diajarkannya. Meskipun bahan bacaan untuk kepentingan bahan ajar sudah

Page 23: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

tersedia banyak di luar, namun tuntutan bagi setiap guru untuk dapat berperan dan

bertindak sebagai penulis tampaknya bukanlah pandangan yang keliru. Peran guru sebagai

penulis tampak semakin jelas pada saat mereka dihadapkan pada pekerjaan-pekerjaan

berikut, misalnya, mempersiapkan tes, membuat rencana pengajaran, menyusun program

pengajaran, membuat surat kepada orang tua siswa, atau kegiatan tulis-menulis lainnya.

Dalam mempersiapkan bahan-bahan seperti yang kita jelaskan tadi, guru hendaknya

mempertimbangkan tingkat keterbacaan bahan yang ditulisnya itu. Bukankah si penulis

(guru) berkeinginan hasil tulisannya tersebut terbaca pihak lain sebagai sasaran

pembacanya.

Keterampilan mengubah tingkat keterbacaan wacana perlu dimiliki setiap guru.

Pengubahan keterbacaan itu sendiri dapat dilakukan dengan jalan meninggikan taraf

kesulitan wacananya atau mungkin sebaliknya, menurunkan tingkat kesulitan wacana

tersebut. Kegiatan ini perlu dilakukan guru, jika guru memandang para siswanya wajib

mengetahui isi konten (isi materi) dari wacana itu dan tidak menemukan sumber bacaan

lain yang tingkat keterbacaan wacananya cocok dengan peringkat siswanya.

4. Keterbatasan-keterbatasan Formula Keterbacaan

Formula-formula keterbacaan yang pemakaiannya dewasa ini tengah populer, di

samping memiliki kelebihan juga mengandung kelemahan. Sebagaimana telah dijelaskan di

muka, bahwa formula-formula keterbacaan yang dipakai sekarang ini mendasarkan

formulanya pada dua hal yakni panjang-pendeknya kalimat dan tingkat kesulitan kata.

Kedua faktor yang menjadi landasan bagi formula-formula keterbacaan ini mengundang

Page 24: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

pertanyaan pada kita. Bagaimana dengan konsep-konsep yang terkandung dalam wacana

yang bersangkutan? Bukankah konsep-konsep makna yang terkandung dalam suatu wacana

yang tidak terjakau oleh pembacanya akan berdampak pada keterpahaman pembacanya.

Sering kita dapati kasus, seseorang tidak dapat memahami wacana yang dibacanya

meskipun wacana tersebut telah memenuhi kriteria keterbacaan untuk peringkat pembaca

yang bersangkutan. Mengapa hal itu terjadi?

Pertimbangan panjang-pendek kata dan tingkat kesulitan kata dalam pemakaian

formula keterbacaan, semata-mata hanya didasarkan pada pertimbangan struktur

permukaan teks. Struktur yang secara visual dapat dilihat. Adapun konsep yang terkandung

dalam bacaan sebagai struktur dalam dari bacaan tersebut tampaknya tidak terperhatikan.

Dengan kata lain, rumusan formula-formula keterbacaan yang sering digunakan untuk

mengukur tingkat keterbacaan itu tidak memperhatikan unsur semantis.

Keterbatasan formula keterbacaan ini semakin terasa manakala kita dihadapkan

pada bahan bacaan dari jenis fiksi, terutama puisi. Meskipun puisi menggunakan kata-kata

dan kalimat-kalimat yang pendek-pendek, namun tingkat keterbacaan puisi justru malah

menjadi rendah atau sulit dibaca. Hal ini semakin memperkuat bukti bahwa unsur semantis

tidak dapat terjangkau oleh alat ukur keterbacaan yang ada.

Selanjutnya, mungkin timbul pertanyaan pada diri kita, bagaimana halnya dengan

kriteria kesulitan kata yang disebut-sebut sebagai faktor penentu formula keterbacaan?

Bukankah jika kita berbicara tentang tingkat kesulitan kata berarti kita tengah berbicara

tentang makna (unsur semantis)? Tolok ukur tingkat kesulitan kata di sini tidak didasarkan

atas unsur semantisnya (seperti yang kita duga), melainkan didasarkan atas unsur panjang-

pendek kata yang bersangkutan. Seperti halnya kriteria kesulitan kalimat, kriteria kesulitan

Page 25: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

kata juga didasarkan atas wujud (struktur) yang tampak. Jika sebuah kalimat atau kata

secara visual tampak lebih panjang, artinya kalimat atau kata tersebut tergolong sukar.

sebaliknya, jika sebuah kalimat atau kata yang secara visual tampak pendek, maka kalimat

atau kata yang bersangkutan tergolong mudah.

Mari kita perhatikan contoh-contoh kalimat berikut.

A. Ini Budi.

Ini ibu Budi.

Ibu Budi sedang memasak.

Ini Wati.

Wati kakak Budi.

Wati sedang menyiram bunga.

Pak Ahmad ayah Budi.

Beliau sedang membaca koran.

Mereka berempat tinggal di kampung Cimanggu.

tempat tinggalnya tidak jauh dari pasar.

B. Ini Budi yang dilahirkan dari pasangan ibu dan bapak Ahmad dan berkakakkan seorang

perempuan bernama Wati. Jika ibu Budi memasak, kakaknya melakukan pekerjaan lain,

yakni menyiram bunga; sedangkan ayahnya membaca koran. Mereka berempat tinggal di

kampung Cimanggu yang letaknya tidak jauh dari pasar yang berada di kampungnya.

Mari kita bandingkan kalimat-kalimat yang tertulis pada contoh A dan kalimat-

kalimat yang tertulis pada contoh B. Ditinjau dari segi informasi/maksud kalimat, kedua

Page 26: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

contoh penyajian kalimat-kalimat tersebut tidaklah berbeda secara berarti. Kedua bentuk

penyajian kalimat tersebut mengandung informasi dan maksud yang sama. Namun dilihat

dari segi penuangan ide ke dalam wujud-wujud kalimat, seperti tampak pada contoh

penyajian kalimat bentuk A dan bentuk B, terdapat perbedaan yang sangat mencolok.

Contoh penyajian A menggunakan kalimat-kalimat yang relatif pendek-pendek; sementara

contoh penyajian B menggunakan kalimat-kalimat kompleks yang relatif panjang-panjang.

Contoh wacana A lazim kita dapati pada buku-buku ajar (bahan ajar membaca) untuk

peringkat pemula, atau terdapat pada buku-buku pelajaran kelas I sekolah dasar. Sementara

contoh wacana B merupakan sajian bahan ajar untuk anak-anak sekolah dasar yang relatif

lebih tinggi kelasnya (misalnya kelas 4-5 SD).

Bagaimana kesimpulan anda setelah melihat dan membaca kedua bentuk penyajian

kalimat-kalimat di atas? Contoh penyajian A yang menggunakan kalimat-kalimat yang

pendek-pendek jauh lebih mudah ketimbang contoh penyajian B, bukan?Dengan kata lain,

tingkat keterbacaan wacana pada wacana A tergolong tinggi bila dibandingkan dengan

tingkat keterbacaan wacana B. Semakin tinggi tingkat keterbacaan sebuah wacana, semakin

mudah wacana tersebut. sebaliknya, semakin rendah tingkat keterbacaan sebuah wacana

semakin sukar wacana tersebut.

Untuk menolokukuri tingkat kesulitan sebuah kalimat dengan kriteria

panjang_pendek kalimat tampaknya tidak mengundang masalah. Pada kenyatannya,

kalimat kompleks jauh lebih sulit ketimbang kalimat sederhana atau kalimat tunggal.

Bagaimanapun, kalimat kompleks tentu sarat dengan ide, sarat gagasan, sarat dengan

konsep; sedangkan kalimat tunggal hanya mengandung sebuah ide, sebuah gagasan, sebuah

Page 27: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

konsep tertentu. Pada kalimat kompleks terjadi pemadatan konsep atau ide. Oleh karena itu,

kalimat tersebut akan jauh lebih sukar ketimbang kalimat-kalimat tunggalnya.

Bagaimana halnya dengan kriteria kesulitan kata? Apakah panjang-pendeknya

sebuah kata benar-benar dapat dijadikan indikator bagi tingkat kesulitan kata yang

bersangkutan. Mari kita perhatikan deretan kata-kata berikut.

A. - era B. - zaman

- asa - harapan

- rona - cahaya/air muka

- makar - muslihat

Bila kita bandingkan deretan kata pada contoh A dan deretan kata pada contoh B,

manakah di antara kedua contoh deretan kata tersebut yang menurut anda memiliki tingkat

kesulitan yang relatif lebih tinggi? Apa alasannya? Deretan kata-kata yang terdapat pada

contoh B, tampaknya merupakan kata-kata yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari,

dalam percakapan yang bersifat umum. Kosakata yang terdapat pada contoh B relatif akrab

dengan kehidupan keseharian kita. Lain halnya dengan kosakata yang terdapat pada contoh

A. Kata-kata tersebut rasanya tidak terlalu akrab dengan kehidupan keseharian kita. Oleh

karenanya, kita merasa asing dengan kosakata tersebut. Akibatnya, ditinjau dari sudut

semantisnya, deretan kata yang terdapat pada contoh A relatif lebih sulit ketimbang deretan

kata yang terdapat pada contoh B. Padahal dari segi bentuk, deretan kata yang terdapat pada

contoh A jauh lebih pendek-pendek ketimbang deretan kata yang terdapat pada contoh B.

Page 28: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Hal lain yang menjadi keterbatasan formula-formula keterbacaan terletak pada

penggunaan slang, satir, makna ganda, atau minat pembaca. Formula keterbacaan itu,

tampaknya tidak bisa digunakan untuk bacaan fiksi (karya sastra), terlebih-lebih pada karya

sastra berupa puisi. Puisi memiliki bentuk yang khas dengan struktur-struktur kalimat yang

jauh bebeda dari struktur-struktur kalimat pada karya nonfiksi, seperti buku teks misalnya.

Keterbatasan-keterbatasan tersebut hendaknya menjadi bahan pertimbangan kita pada saat

menentukan tingkat keterbacaan wacana.

5. Penggunaan Formula-formula Keterbacaan

Untuk mengukur bahan bacaan di kelas-kelas rendah, formula yang lazim dipakai

ialah formula keterbacaan dari Spache. Formula tersebut dibuat pada tahun 1953. Dua

faktor utama yang menjadi dasar dari penggunaan formula tersebut ialah panjang rata-rata

kalimat dan persentase kata-kata sulit. Melalui berbagai pengkajian, formula-formula itu

telah dibuktikan keabsahan dan keterpercayaannya untuk memperkirakan tingkat

keterbacaan wacana. Akan tetapi, formula spache itu kompleks dan penggunaannya

memakan banyak waktu.

Rumus yang sering digunakan di kelas-kelas empat sampai kelas enam belas ialah

rumus yang dibuat oleh Dale & Chall. Rumus ini mula-mula diperkenalkan pada tahun

1947. Sama halnya dengan rumus Spache, rumus Dale-Chall pun menggunakan panjang

kalimat dan kata-kata sulit sebagai faktor-faktor penentu tingkat kesulitan bacaan. Rumus

ini pun cukup kompleks dan memakan banyak waktu.

Page 29: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Grafik Fry merupakan hasil upaya untuk menyederhanakan dan mengefisienkan

teknik penentuan tingkat keterbacaan wacana. Faktor-faktor tradisional: panjang-pendek

kalimat dan kata-kata sulit masih tetap digunakan. Namun, kesukaran kata diperkirakan

dengan cara melihat jumlah suku katanya. Dijelaskan oleh Fry bahwa formula keterbacaan

yang dikembangkannya itu (Grafik Fry) dan formula Spache berkorelasi 0.90, sedangkan

dengan formula Dale-Chall berkorelasi 0.94. Korelasi yang tinggi itu menunjukkan adanya

keajegan rumus-rumus dan ketepercayaan penggunaan alat ukur yang diciptakannya.

5.1 Formula Keterbacaan Fry: Grafik Fry

5.1.1 Bagaimana Memahami Grafik Fry

Sekarang mari kita kenali formula keterbacaan dari Edward Fry yang kemudian kita

kenal dengan sebutan "Grafik Fry". Grafik keterbacaan yang diperkenalkan Fry ini

merupakan formula yang dianggap relatif baru dan mulai dipublikasikan pada tahun 1977

dalam majalah "Journal of Reading". Grafik yang asli dibuat pada tahun 1968.

Sebelum sampai pada penggunaan grafik dimaksud untuk menentukan tingkat

keterbacaan wacana, sebaiknya kita kenali dulu grafik dimaksud dengan sebaik-baiknya.

Jangan lupa, bahwa formula ini mendasarkan formula keterbacaannya pada dua faktor

utama, yakni panjang-pendeknya kata dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah

(banyak-sedikitnya) suku kata yang membentuk setiap kata dalam wacana tersebut. Silakan

anda perhatikan formula (Grafik Fry) dimaksud, seperti tertera di bawah ini. Hal ini penting

anda camkan agar pada saat mengenali grafik Fry, anda sudah paham cara

Page 30: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

menggunakannya. Hal ini akan menjadi dasar pertimbangan kita pada saat melakukan

penafsiran terhadapnya. Berikut contoh grafiknya.

Grafik Fry

GRAFIK

(Lihat Copy aslinya)

Page 31: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Apa yang bisa anda jelaskan mengenai grafik tersebut? Di bagian atas grafik kita

dapati deretan angka-angka seperti berikut: 108, 112, 116, 120, dan seterusnya. Angka-

angka dimaksud menunjukkan data jumlah suku kata per seratus perkataan, yakni jumlah

kata dari wacana sampel yang dijadikan sampel pengukuran keterbacaan wacana.

Pertimbangan penghitungan suku kata pada grafik ini merupakan cerminan dari

pertimbangan faktor kata sulit, yang dalam formula ini merupakan salah satu dari dua

faktor utama yang menjadi landasan bagi terbentuknya formula keterbacaan dimaksud.

Angka-angka yang tertera di bagian samping kiri grafik, seperti angka 25.0, 20,

18.7, 14.3 dan seterusnya menunjukkan data rata-rata jumlah kalimat per seratus perkataan.

Hal ini merupakan perwujudan dari landasan lain dari faktor penentu formula keterbacaan

ini, yakni faktor panjang-pendek kalimat.

Angka-angka yang berderet di bagian tengah grafik dan berada di antara garis-garis

penyekat dari grafik tersebut menunjukkan perkiraan peringkat keterbacaan wacana yang

diukur. Angka 1 menunjukkan peringkat 1, artinya wacana tersebut cocok untuk pembaca

dengan level peringkat baca 1; angka 2 untuk peringkat baca 2, angka 3 untuk peringkat

baca 3, dan seterusnya hingga pada peringkat universitas.

Daerah yang diarsir pada grafik yang terletak di sudut kanan atas dan di sudut kiri

bawah grafik merupakan wilayah invalid. Maksudnya, jika hasil pengukuran keterbacaan

wacana jatuh pada wilayah gelap tersebut, maka wacana tersebut kurang baik karena tidak

memiliki peringkat baca untuk peringkat mana pun. Oleh karena itu, wacana yang demikian

sebaiknya tidak digunakan dan diganti dengah wacana lain.

Ketika anda membaca keterangan "seratus perkataan" pada grafik tersebut, mungkin

anda bertanya-tanya, mengapa demikian? Mengapa harus "seratus" perkataan? Angka

Page 32: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

tersebut merupakan jumlah kata yang dianggap sebagai jumlah yang representatif untuk

mewakili sebuah wacana. Meskipun yang akan diukur keterbacaannya itu berupa buku

yang tebalnya lebih kurang 500 halaman, pada saat dilakukan pengukuran keterbacaan, kita

tidak perlu mengukur seluruh buku tersebut sejak halaman pertama hingga halaman

terakhir buku itu. Kita cukup mengambil sampel dari bacaan tersebut sebanyak 100

perkataan. Memang, terdapat ketentuan khusus untuk pengukuran keterbacaan bahan-bahan

bacaan yang relatif tebal seperti halnya buku; yakni pengukuran keterbacaan wacana itu

harus dilakukan sebanyak tiga kali dengan sampel wacana yang berbeda-beda. Sampel

pertama mungkin diambil dari halaman-halaman awal sebuah buku; sampel kedua dari

bagian tengah buku; dan sampel terakhir dari halaman-halaman akhir buku itu.

Mungkin anda bertanya-tanya dalam hati, apakah pengukuran keterbacaan wacana

yang dilakukan terhadap sampel wacana sebanyak 100 perkataan itu hasilnya benar-benar

dapat mencerminkan tingkat keterbacaan wacana secara keseluruhan? Apalah artinya

sepenggal wacana yang terdiri atas 100 perkataan bila dibandingkan dengan ketebalan

sebuah buku yang tipis sekalipun? Sekarang mari kita bandingan proses pengukuran

keterbacaan dimaksud dengan proses pengukuran suhu tubuh oleh para dokter. Jika para

dokter mendeteksi suhu tubuh seseorang dengan stetoskop, dia hanya akan memilih bagian-

bagian tubuh tertentu dari tubuh si pasien sebagai sampel. Misalnya saja, dokter akan

memilih bagian ketiak atau mulut untuk dijadikan sampel pengukuran suhu tubuh

seseorang. Meskipun begitu, hasil dari pengukuran dimaksud merupakan cerminan dari

ukuran suhu tubuh si pasien secara keseluruhan. Untuk mengetahui suhu tubuh seseorang,

dokter tidak perlu melakukan pengukuran suhu tubuh tersebut mulai dari ujung rambut

sampai ujung kaki, melainkan memilih bagian-bagian tertentu dari tubuh tersebut yang

Page 33: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

dianggap dapat mewakili seluruh suhu tubuh. Dengan beranalogi pada proses kerja

pengukuran suhu oleh para dokter, maka proses pengukuran keterbacaan wacana itu pun

cukup dilakukan terhadap sampel wacana, dan wacana yang dianggap representatif jika

berjumlah sekurang-kurangnya sebanyak 100 perkataan.

Selanjutnya, bagaimana prosedur kerja untuk penggunaan formula keterbacaan dari

Fry ini? Berikut ini akan diberikan sejumlah petunjuk yang harus diikuti dalam

menggunakan grafik ini untuk mengukur keterbacaan wacana.

5.1.2 Petunjuk penggunaan Grafik Fry (1977):

Langkah (1)

Pilihlah penggalan yang representatif dari wacana yang hendak diukur tingkat

keterbacaannya tersebut dengan mengambil 100 buah perkataan daripadanya. Yang

dimaksud dengan kata dalam hal ini ialah sekelompok lambang yang di kiri dan kanannya

berpembatas. Dengan demikian, lambang-lambang berikut, seperti Budi, IKIP, 1999, =,

masing-masing dianggap sebagai satu perkataan. Yang dimaksud dengan "representatif"

dalam memilih penggalan wacana ialah pemilihan wacana sampel yang benar-benar

mencerminkan teks bacaan. Wacana yang diselingi dengan gambar-gambar, kekosongan-

kekosongan halaman, tabel-tabel, rumus-rumus yang mengandung banyak angka-angka,

dan lain-lain dipandang tidak representatif untuk dijadikan sampel wacana.

Langkah (2)

Page 34: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Hitunglah jumlah kalimat dari seratus buah perkataan tersebut hingga perpuluhan

yang terdekat. Maksudnya, jika kata yang termasuk ke dalam hitungan 100 buah perkataan

(sampel wacana) tidak jatuh di ujung kalimat, maka penghitungan kalimat tidak akan selalu

utuh, melainkan akan ada sisa. Sisanya itu tentu berupa sejumlah kata yang merupakan

bagian dari deretan kata-kata yang membentuk kalimat utuh. Karena keharusan

pengambilan sampel wacana berpatokan pada angka 100, maka sisa kata yang termasuk ke

dalam hitungan seratus itu diperhitungkan dalam bentuk desimal (perpuluhan).

Perhatikan contoh wacana berikut!

Pada suatu hari Inu ikut ayahnya ke bank. Di bank itu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

banyak orang. Di loket tabungan ada yang mengambul uang.

12 13 14 15 16 17 18 19 20

Ada juga yang menyimpan uang. Di loket yang lain orang-

21 22 23 24 25 26 27 28 29

orang juga antre. Ada juga beberapa petugas bank duduk

30 31 32 33 34 35 36 37 38

di luar loket-loket antrean. Mereka melayani orang-orang

Page 35: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

39 40 41 42 43 44 45

yang bertanya tentang cara-cara menabung atau hal-hal la-

46 47 48 49 50 51 52 53

in. Ayah Inu berada di barisan loket tabungan.

54 55 56 57 58 59 60

Inu menunggu ayahnya di ruang tunggu. Dia memperhatikan

61 62 63 64 65 66 67 68

kesibukan orang-orang di tempat itu. Waktu Inu melihat sa-

69 70 71 72 73 74 75 76 77

tu kursi kosong di depan petugas yang melayani pertanyaan,

78 79 80 81 62 83 84 85

dia segera berdiri. Inu mendekati kursi itu. Petugas pun

86 87 88 89 90 91 92 93 94

mengerti, lalu dia mempersilakan Inu duduk dan menawarkan

85 96 97 98 99 100

Page 36: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

bantuan yang mungkin dapat dia berikan.

Keterangan: Angka-angka yang tedapat di bawah setiap kata pada wacana di atas

menunjukkan penghitungan sampel wacana. Kata yang digarisbawahi merupakan akhir dari

sampel wacana, karena kata tersebut merupakan kata terakhir yang termasuk ke dalam

hitungan 100 perkataan.

Jika kita melakukan penghitungan rata-rata jumlah kalimat untuk wacana di atas

akan kita dapati 12 kalimat utuh ditambah 8 kata pada kalimat terakhir dari jumlah kata

seluruhnya pada kalimat terakhir tersebut sebanyak 16 buah. Kedua belas kalimat utuh

yang terdapat dalam wacana tersebut adalah sebagai berikut ini:

(1) Pada suatu hari .... ke bank.

(2) Di bank itu .... orang.

(3) Di loket tabungan ... uang.

(4) Ada juga ... uang.

(5) Di loket yang ... antre.

(6) Ada juga .... antrean.

(7) Mereka melayani... lain.

(8) Ayah Inu ... tabungan.

(9) Inu menunggu ... tunggu.

(10)Dia memperhatikan .... itu.

(11)Waktu Inu .... berdiri.

(12)Inu mendekati ... itu.

Page 37: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Kalimat terakhir berbunyi:

Petugas pun mengerti, lalu dia mempersilakan Inu duduk//dan menawarkan bantuan yang

mungkin dapat dia berikan.

Kalimat terakhir ini (kalimat ke-13) tidak seluruhnya terpakai ke dalam hitungan

seratus. Kata keseratusnya jatuh pada kata duduk. Kata tersebut merupakan kata ke-8 dari

16 kata yang terdapat pada kalimat terakhir tersebut. Dengan demikian, rata-rata jumlah

kalimat pada wacana sampel di atas adalah 12 + 8/16 kalimat. Jika dihitung ke dalam

sistem perpuluhan (desimal) akan menghasilkan angka 12,5 kalimat.

Contoh lain, jika kalimat terakhir itu terdiri atas 17 perkataan dan hanya ada satu

kata yang termasuk ke dalam hitungan 100 kata, maka bagian kalimat yang terakhir itu

adalah 0,058 dibulatkan menjadi 0,1 kalimat. Jika jumlah kalimat sebelumnya ada 10 buah,

maka jumlah kalimat seluruhnya adalah 10,1 kalimat. Demikianlah cara menghitung rata-

rata jumlah kalimat dari sampel wacana yang hendak diukur tingkat keterbacaannya.

Langkah (3)

Hitunglah jumlah suku kata dari wacana sampel yang 100 buah perkataan tadi.

Sebagai konsekuensi dari batasan kata (seperti dijelaskan pada langkah (1) di atas yang

memasukkan angka dan singkatan sebagai kata, maka untuk angka dan singkatan, setiap

lambang diperhitungkan sebagai satu suku kata. Misalnya, 234 terdiri atas 3 suku kata,

IKIP terdiri atas 4 suku kata.

Page 38: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Berpatokan pada contoh wacana kita di atas (pada langkah 2), mari kita praktikkan

cara menghitung suku kata dimaksud. Caranya, berilah tanda di atas setiap kata tersebut

dengan angka-angka yang menunjukkan jumlah suku kata dari kata yang bersangkutan.

Perhatikan contoh berikut!

2 3 2 2 2 3 1 1 1 1 2

Pada suatu hari Inu ikut ayahnya ke bank. Di bank itu

2 2 1 2 3 3 1 3 2

banyak orang. Di loket tabungan ada yang mengambil uang.

2 2 1 3 2 1 2 1 2 2

Ada juga yang menyimpan uang. Di loket yang lain orang-

orang juga antre. Ada juga beberapa petugas bank duduk

di luar loket-loket antrean. Mereka melayani orang-orang

yang bertanya tentang cara-cara menabung atau hal-hal la

in. Ayah Inu berada di barisan loket tabungan.

Inu menunggu ayahnya di ruang tunggu. Dia memperhatikan kesibukan orang-orang

di tempat itu. Waktu Inu melihat satu kursi kosong di depan petugas yang melayani

pertanyaan, dia segera berdiri. Inu mendekati kursi itu. Petugas pun mengerti, lalu dia

mempersilakan Inu duduk// dan menawarkan bantuan yang mungkin dapat dia berikan.

Page 39: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Demikianlah cara ini kita kerjakan, hingga kita menemukan jumlah suku kata untuk

seluruh kata yang termasuk ke dalam hitungan 100. Dari penghitungan suku kata terhadap

sampel wacana di atas, kita akan memperoleh hitungan jumlah suku kata sebanyak 228

suku kata.

Langkah (4)

Perhatikan Grafik Fry. Kolom tegak lurus menunjukkan jumlah suku kata per

seratus kata dan baris mendatar menunjukkan jumlah kalimat per seratus kata. Data yang

kita peroleh pada langkah (2), yakni rata-rata jumlah kalimat dan data yang kita peroleh

pada langkah (3), yakni rata-rata jumlah suku kata diplotkan ke dalam grafik untuk mencari

titik temunya. Pertemuan antara baris vertikal (jumlah suku kata) dan baris horizontal

(jumlah kalimat) menunjukkkan tingkat-tingkat kelas pembaca yang diperkirakan mampu

membaca wacana yang terpilih itu. Jika persilangan baris vertikal dan baris horizontal itu

berada pada daerah gelap atau daerah yang diarsir, maka wacana tersebut dinyatakan tidak

absah. Guru harus memilih wacana lain dan mengulangi langkah-langkah yang sama seperti

yang telah kita jelaskan tadi.

Langkah (5)

Tingkat keterbacaan ini bersifat perkiraan. Penyimpangan mungkin terjadi, baik ke

atas maupun ke bawah. Oleh karena itu, peringkat keterbacaan wacana hendaknya

ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat. Sebagai contoh, jika titik pertemuan dari

persilangan baris vertikal untuk data suku kata dan baris horizontal untuk data jumlah

kalimat jatuh di wilayah 6, maka peringkat keterbacaan wacana yang diukur tersebut harus

Page 40: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

diperkirakan sebagai wacana dengan tingkat keterbacaan yang cocok untuk peringkat, 5

yakni (6-1), 6, dan 7 yakni (6+1).

5.1.3 Beberapa Catatan Penting tentang Grafik Fry

Pertama, untuk mengukur tingkat keterbacaan sebuah buku (yang biasanya relatif

tebal jumlah halamnnya), pengukuran keterbacaan ini hendaknya sekurang-kurangnya

dilakukan sebanyak tiga kali percobaan dengan pemilihan sampel yang berbeda-beda. Si

pengukur hendaknya mengambil tiga pilihan sampel wacana, yakni wacana dari bagian

awal buku, dari bagian tengah buku, dan dari bagian akhir buku. Untuk artikel dan jurnal,

atau surat kabar, pengkuran keterbacaan wacananya cukup dilakukan satu kali, kecuali jika

penulisnya berbeda-beda.

Dalam mengukur tingkat keterbacaan sebuah buku, setelah si pengukur menempuh

langkah-langkah petunjuk penggunaan Grafik Fry, selanjutnya hitunglah hasil rata-ratanya.

Data hasil rata-rata inilah yang kemudian akan dijadikan dasar untuk menentukan tingkat

keterbacaan wacana buku tersebut.

Sebagai contoh, mari kita perhatikan perumpamaan berikut. Dari hasil penghitungan

pengukuran keterbacaan wacana dari ketiga sampel itu (bagian awal, tengah, dan akhir

buku), misalnya kita peroleh data seperti berikut:

Page 41: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Wacana Sampel Jumlah suku kata Jumlah kalimat

Bagian I 124 6.6

Bagian II 141 5.5

Bagian III 158 6.8

Jumlah 423 18.9

Rata-rata 141 6.3

Jika angka rata-rata tersebut diplotkan ke dalam Grafik Fry, ternyata titik temu dari

persilangan kedua data tersebut akan jatuh di wilayah 7. Artinya, tingkat keterbacaan buku

yang bersangkutan cocok untuk peringkat 6, 7, dan 8.

Kedua, Grafik Fry merupakan hasil penelitian terhadap wacana bahasa Inggris.

Seperti kita ketahui, struktur bahasa Inggris sangat berbeda dengan struktur bahasa

Indonesia, terutama dalam hal sistem suku katanya. Untuk memperoleh gambaran

mengenai hal ini, mari kita perhatikan contoh sederhana berikut.

1) I go to school.

2) Saya pergi ke sekolah.

Pada contoh kalimat 1) (bahasa Inggris) kita dapati 4 suku kata; sedangkan dalam

kalimat 2) (bahasa Indonesia) kita dapati 8 suku kata. Dalam bahasa Inggris, pada

Page 42: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

umumnya sering kita jumpai kata-kata yang bersuku tunggal. Coba saja kita periksa

kosakata nama diri dalam bahasa Inggris, misalnya: hand, foot, leg, lip, mouth, tooth, head,

hair dan seterusnya; kemudian mari kita bandingkan dengan kosakata berikut: tangan, kaki,

bibir, mulut, gigi, kepala, rambut. Berdasarkan contoh-contoh berikut, kita berkesimpulan

bahwa sistem pola suku kata dalam bahasa Indonesia pada umumnya mempunyai ciri

dwisuku atau bahkan lebih. Keadaan ini sangat berbeda dengan sistem persukukataan

dalam bahasa Inggris. Dari 100 buah perkataan dalam bahasa Indonesia, pada umumnya

akan diperoleh jumlah suku kata di atas 200-an.

Berdasarkan kenyataan tersebut, dapatlah dipastikan bahwa berdasarkan Grafik Fry

tidak akan pernah didapati wacana bahasa Indonesia yang cocok untuk peringkatperingkat

kelas rendah, seperti kelas 1 dan 2, sebab titik pertemuan antara garis yang menunjukkan

rata-rata jumlah kalimat dan rata-rata jumlah suku kata akan selalu jatuh pada daerah yang

diarsir. Melihat kasus contoh wacana yang kita sajikan di bagian muka kita dapati jumlah

kalimat 12.5; sedangkan jumlah suku katanya ada 228. Setelah kita plotkan ke dalam

Grafik Fry, maka titik temu dari persilangan garis untuk kedua data tersebut jatuh melewati

daerah yang diarsir (wilayah gelap). Oleh karena itu, tingkat keterbacaan wacana tersebut

tidak bisa ditentukan atau wacana tersebut tidak memiliki peringkat baca yang cocok untuk

peringkat kelas mana pun. Tetapi, apakah kesimpulan itu benar? Bukankah kalau kita

mencoba mengukurnya dengan kadar pertimbangan kita (bukan alat ukur), hal itu mustahil

terjadi, mengingat contoh wacana kita itu diambil dari bacaan untuk siswa sekolah dasar.

Berdasarkan contoh kasus tersebut, kita boleh berkesimpulan bahwa Grafik Fry

tidak bisa digunakan untuk mengukur keterbacaan wacana bahasa Indonesia kecuali jika

dilakukan pemodifikasian terhadap alat tersebut. Meskipun penyesuaian yang akan kami

Page 43: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

tawarkan ini bukan merupakan patokan yang baku, namun tawaran ini didasari oleh sebuah

penelitian kecil-kecilan yang telah kami lakukan. Untuk sekedar pedoman bagi para

pemakai alat ukur keterbacaan dari Fry, jika menggunakan formula ini untuk mengukur

keterbacaan wacana bahasa Indonesia, petunjuk langkah-langkah penggunaan Grafik Fry

masih harus ditambah satu langkah lagi, yakni memperkalikan hasil penghitungan suku

kata dengan angka 0.6. Angka ini diperoleh dari hasil penelitian (sederhana) kami yang

memperoleh bukti bahwa perbandingan antara jumlah suku kata bahasa Inggris dengan

jumlah suku kata bahasa Indonesia itu 6:10 (6 suku kata dalam bahasa Inggris kira-kira

sama dengan 10 suku kata dalam bahasa Indonesia).

Mengambil data pengukuran terhadap contoh wacana kita di atas, maka akan

diperoleh data jumlah kalimat sebanyak 12.5. data jumlah suku kata 228 X 0.6 = 136.8

dibulatkan menjadi 137. Jika diplotkan ke dalam Grafik Fry, titik temu dari persilangan

kedua data tersebut akan jatuh di wilayah 4. Dengan demikian, wacana tersebut cocok

untuk peringkat kelas 3, 4, dan 5 sekolah dasar. Contoh wacana tersebut, memang diambil

dari buku Lancar Berbahasa Indonesia 2 untuk Sekolah Dasar Kelas 4, karangan Dendy

Sugono, diterbitkan oleh Depdikbud tahun 1993. Dengan hasil pengukuran tadi, tampaknya

sang pengarang telah memilih dan menentukan wacana dengan tingkat keterbacaan yang

tepat untuk sasaran pembacanya.

5.1.4 Daftar Konversi untuk Grafik Fry

Kadang-kadang guru perlu mengevaluasi bacaan yang terdiri atas kata-kata yang

jumlahnya kurang dari seratus buah, seperti pertanyaan-pertanyaan dalam tes, petunjuk

Page 44: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

untuk melakukan kegiatan tertentu, pengumuman-pengumuman singkat, atau petunjuk-

petunjuk penggunaan obata-obatan tertentu.

Untuk menentukan tingkat keterbacaan wacana-wacana yang demikian, yang

jumlah katanya kurang dari seratus perkataan, para ahli telah menemukan jalan pemecahan

yang cukup sederhana. Mereka telah melakukan penyesuaian terhadap prosedur

penggunaan Grafik Fry dengan mengajukan daftar konversi Grafik Fry.

Prosedur kerja yang disarankan ialah dengan menempuh langkah-langkah berikut

ini:

Langkah (1)

Hitunglah jumlah kata dalam wacana yang akan diukur tingkat keterbacaannya itu

dan bulatkan pada bilangan puluhan yang terdekat. Jika wacana tersebut terdiri atas 54 buah

kata, misalnya, maka jumlah tersebut diperhitungkan sebagai 50; jika jumlah wacana itu

ada 26 buah, maka bilangan kebulatannya ialah 30.

Langkah (2)

Hitunglah jumlah suku kata dan kalimat yang ada dalam wacana tersebut. Kegiatan

ini dilakukan dengan cara yang sama seperti langkah 2 dan 3 pada petunjuk penggunaan

Grafik Fry (seperti telah kita demonstrasikan) pada penjelasan terdahulu.

Langkah (3)

Page 45: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Selanjutnya, perbanyak jumlah kalimat dan suku kata (hasil perhitungan langkah 2

tersebut) dengan angka-angka yang ada dalam Daftar Konversi seperti yang tampak di

bawah ini. Dengan demikian, guru dapat menggunakan lagi Grafik Fry menurut tata tertib

seperti yang sudah dijelaskan terdahulu.Dengan kata lain, data yang diplotkan ke dalam

grafik adalah data yang telah diperbanyak dengan daftar konversi.

DAFTAR KONVERSI UNTUK GRAFIK FRY

jika jumlah kata dalam wacana itu

berjumlah:

perbanyaklah jumlah suku-kata dan

kalimat dengan bilangan berikut:

30 3,3

40 2,5

50 2,0

60 1,67

70 1,43

80 1,25

90 1,1

Mari kita perhatikan contohnya. Dalam contoh di bawah ini, kita umpamakan setiap

tanda garis putus menunjukkan suku kata dan kemlompok tanda garis putus-putus tersebut

kita umpamakan sebagai kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Selanjutnya, coba anda

Page 46: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

tentukan tingkat keterbacaan wacana tersebut! Cocok untuk kelas berapakah wacana

tersebut?

Wacana jumlah

suku-kata

---- -- -- -- -- --- ---- - --- -, 25

- --- -- -- -- --? -- -- - -- - 20

-- --- -- - -- --- --? 15

______________

Jumlah 60

Jika kita ingin menentukan tingkat keterbacaan wacana (contoh) di atas, maka akan

kita dapati data berikut ini.

(a) Jumlah kata dalam wacana tersebut ada 34 buah, pada daftar konversi diklasifikasikan

ke dalam golongan angka 30

(b) Jumlah kalimatnya ada 2 buah.

(c) Jumlah suku katanya ada 60 suku kata.

(d) Angka konversi untuk perbanyakan jumlah kalimat dan jumlah suku kata untuk jumlah

kata 30 adalah 3.3. Dengan demikian jumlah kalimat dan jumlah suku kata hasil konversi

menjadi:

* jumlah kalimat : 2 X 3.3 = 6.6

* jumlah suku kata: 60 X 3.3 = 198

Page 47: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

(e) Setelah diplotkan ke dalam Grafik Fry, titik temu dari persilangan data kalimat (6.6)

dengan data suku kata (198) itu jatuh pada wilayah universitas. Artinya tingkat keterbacaan

wacana tersebut, cocok untuk peringkat universitas.

5.2 Formula Keterbacaan Raygor: Grafik Raygor

5.2.1 Bagaimana Memahami Grafik Raygor

Anda telah mahir menggunakan Grafik Fry, bukan? yakinkah anda bahwa grafik

tersebut dapat digunakan untuk wacana-wacana dalam bahasa Indonesia? Pertanyaan itu

akan dapat anda jawab setelah membandingkan kedua kalimat berikut ini.

a) I watch TV every night.

b) Saya menonton TV setiap malam.

Kedua kalimat di atas itu, masing-masing terdiri atas lima kata. Namun, jumlah

suku kata dalam kedua kalimat tersebut tidak sama, bahkan sangat berbeda. Kalimat bahasa

Inggris (a) yang mempunyai makna yang sama dengan kalimat bahasa Indonesia (b) itu

terdiri atas tujuh suku kata, sedangkan kalimat bahasa Indonesia yang ada di bawahnya itu

mengandung 11 suku kata. Jumlah suku yang ada dalam 100 kata terpilih dalam bahasa

Indonesia umumnya terdiri atas 200 suku atau lebih. Apa sebabnya? Kata-kata bahasa

Indonesia pada umumnya terdiri atas dua suku kata atau lebih. Jika demikian, apa artinya?

Page 48: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Cobalah periksa lagi Grafik Fry itu! Dapatkah anda sekarang menjawab pertanyaan kedua

di atas?

Karena Grafik Fry mengandung kelemahan yang sukar untuk diatasi, di bawah ini

diperkenalkan grafik lain yang mempunyai prinsip-prinsip yang mirip dengan prinsip

Grafik Fry. Formula keterbacaan dimaksud adalah Grafik Raygor yang diperkenalkan oleh

Alton Raygor. Selanjutnya grafik ini dikenal dengan sebutan "Grafik Raygor". Formula ini

tampaknya mendekati kecocokan untuk bahasa-bahasa yang menggunakan huruf Latin.

Untuk mengenali formula ini, mari kita perhatikan grafik berikut, Grafik Raygor.

Grafik Raygor seperti tampak terbalik jika dibandingkan dengan Grafik Fry.

Namun, kedua formula keterbacaan tersebut sesungguhnya mempunyai prinsip-prinsip

yang mirip. Garis-garis penyekat peringkat kelas dalam Grafik Raygor tampak memancar

menghadap ke atas, sedangkan dalam Grafik Fry menghadap ke bawah. Posisi yang

demikian itu sesuai dengan penempatan urutan data jumlah kalimat yang berlawanan pula.

Grafik Fry meletakan kalimat terpendek pada bagian atas grafik, sedangkan Grafik Raygor

meletakkannya di bagian bawah. Sisi tempat jumlah suku kata digunakan untuk

menunjukkan kata-kata panjang yang dinyatakan "jumlah kata sulit", yakni kata yang

dibentuk oleh enam buah huruf atau lebih.

5.2.2 Petunjuk Penggunaan Grafik Raygor

Prosedur penggunaan Grafik Raygor sesungguhnya hampir sama dengan Grafik

Fry. Langkah-langkah yang harus ditempuh meliputi sejumlah langkah berikut.

Page 49: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Langkah (1)

Menghitung 100 buah perkataan dari wacana yang hendak diukur tingkat

keterbacaannya itu sebagai sampel. Deretan angka tidak dipertimbangkan sebagai kata.

Oleh karenanya, angka-angka tidak dihitung ke dalam penghitungan 100 buah kata.

Langkah (2)

Menghitung jumlah kalimat sampai pada persepuluhan terdekat. Prosedur ini sama

dengan prosedur Fry dalam menghitung rata-rata jumlah kalimat.

Langkah (3)

Menghitung jumlah kata-kata sulit, yakni kata-kata yang dibentuk oleh 6 huruf atau

lebih. Kriteria tingkat kesulitan sebuah kata di sini didasari oleh panjang-pendeknya kata,

bukan oleh unsur semantisnya. kata-kata yang tergolong ke dalam kategori sulit itu ialah

kata-kata yang terdiri atas enam atau lebih huruf. Kata-kata yang jumlah hurufnya kurang

dari enam, tidak digolongkan ke dalam kategori kata sulit.

Langkah (4)

Hasil yang diperoleh dari langkah 2) dan 3) itu dapat diplotkan ke dalam Grafik

Raygor untuk menentukan peringkat keterbacaan wacananya.

Sebagai bahan latihan, mari kita praktikkan penggunaan Grafik Raygor tersebut

pada wacana berikut.

Wacana

Page 50: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Suatu ciri khas pada manusia adalah ia selalu ingin tahu; dan setelah ia memperoleh

pengetahuan tentang sesuatu, maka segera kepuasannya disusul lagi dengan kecenderungan

untuk ingin lebih tahu lagi. Begitulah seterusnya, sehingga tak sesaat pun ia sampai pada

kepuasan mutlak untuk menerima realitas yang dihadapinya sebagai titik terminasi yang

mantap. Ketidakmungkinan untuk merasa mantap pada suatu status pengetahuan ini dapat

diterangkan dari berbagai sudut. Salah satu sebab yang paling dasar ialah apa yang

menjelma kepada manusia sebagai realitas alamiah dianggapnya sebagai kenyataan

dwipurwa: di satu pihak dia mengamati alamnya sebagai sesuatu yang mempunyai aspek

statis, akan tetapi ia pun mengamati terjadinya perubahan-perubahan, perkembangan-

perkembangan, dan lain sebagainya yang menguatkan adanya aspek dinamis dari gejala-

gejala itu sendiri (Buitendijk, 1948).

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!

Ada berapa buah kalimat yang terdapat

dalam wacana di atas itu ? ........ buah

Berapa jumlah kata-kata sukar

yang ada di dalamnya ? ........ buah

Wacana itu cocok untuk kelas untuk kelas

berapa ? ........

Page 51: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Grafik yang mana yang lebih cocok bagi anda? Apa alasannya? Mana yang lebih

mudah menggunakannya, Grafik Fry atau Grafik Raygor?

Setelah anda menemukan daerah tingkat keterbacaan wacana di atas itu dalam

Grafik Raygor, bagaimana pendapat anda? Dapatkah grafik itu dipergunakan untuk

mengukur keterbacaan wacana-wacana bahasa Indonesia?

Anda mungkin berpendapat bahwa Grafik Raygor lebih mudah dan lebih cocok

untuk wacana-wacana bahasa Indonesia. Namun, anda tidak boleh lupa bahwa grafik ini

belum banyak diteliti keampuhannya. Grafik Fry lebih banyak digunakan untuk mengetahui

tingkat keterbacaan wacana bahasa Inggris, sebab grafik tersebut telah diteliti secara lebih

seksama daripada Grafik Raygor.

Baldwin dan Kaupman (1979) telah melakukan penelitian mengenai keampuhan

dari penggunaan kedua formula keterbacaan ini. Hasil penelitian itu membuktikan bahwa

terdapat korelasi yang cukup tinggi antara tingkat keterbacaan wacana-wacana yang diukur

dengan menggunakan Grafik Fry dan tingkat keterbacaan wacana-wacana yang diukur

dengan Grafik Raygor. Koefisien korelasi yang dihasilkannnya ialah (r) 0.87. Dari 100

buah wacana yang diteliti, ternyata ada 50 buah hasil percobaan yang menunjukkan hasil

pengukuran yang sama antara pengukuran keterbacaan dengan menggunakan Grafik

Raygor dengan hasil pengukuran keterbacaan dengan menggunakan Grafik Fry.

Satu hal yang perlu dicatat sebagai kelebihan dari penggunaan Grafik Raygor, yakni

dalam hal efisiensi waktu.Pengukuran keterbacaan wacana dengan Grafik Raygor ternyata

jauh lebih cepat daripada melakukan pengukuran keterbacaan dengan menggunakan Grafik

Fry.

Page 52: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

5.3 Pengubahan Tingkat Keterbacaan wacana

Dengan pengetahuan yang anda peroleh mengenai Grafik Fry dan Grafik Raygor itu

anda disarankan untuk memeriksa tingkat keterbacaan buku-buku yang digunakan untuk

setiap bidang studi. Setelah mengetahui tingkat keterbacaan bukubuku tersebut, anda

disarankan pula untuk mencoba mengubah wacana-wacana itu dengan keyakinan bahwa

pekerjaan yang anda lakukan itu bermanfaat dan merupakan ibadah yang berpahala. Tugas

kita sebagai guru dalam hal ini memang cukup berat. Tahukah Anda cara menurunkan

tingkat kesulitan wacana? Ya benar, dengan jalan memperpendek kalimat-kalimatnya dan

mengganti kata-kata sulit dengan kata-kata yang lebih mudah.

Cobalah bandingkan kedua wacana berikut!

Wacana 1

Secara sepintas saja kita segera mengetahui bahwa advertensi di dalam majalah-

majalah itu tidak ayal lagi, bermaksud untuk menarik pembaca agar mempunyai perhatian

yang lebih bersungguh-sungguh mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan

berat badan. Para diktator dalam bidang mode membuat sebagian besar anggota

masyarakat, terutama wanita, sadar akan masalah berat badan yang sangat menentukan

penampilan seseorang. Pada masa sekarang para penulis advertensi mencoba berupaya

Page 53: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

meyakinkan sang kurus dan sang gendut berada dalam kedudukan yang sama asalkan

mereka mau membeli barang-barang yang mereka tawarkan: mesin berlatih, jamu ini dan

jamu itu, makanan-makanan tertentu, obat-obatan tertentu, dan seterusnya. Mereka berjanji

bisa membuat kita tampak atau bisa tampak seperti model yang terpampang dalam gambar

advertensi. Biasanya mereka gagal karena tidak sadar bahwa setiap orang itu berbeda.

Wacana di atas dapat diubah menjadi seperti ini.

Wacana 2

Anda pernah membaca majalah? Di dalam majalah itu mungkin ada pembicaraan

tentang berat badan. Pada umumnya orang sangat memperhatikan berat badannya. Orang

yang memperhatikan urusan mode, membuat kita terpaku dalam urusan berat badan.

Sekarang para juru iklan masih terus melakukan hal yang sama. Ada juru iklan yang

menyuruh anda membeli mesin berlatih. Juru iklan yang lain menjajakan jamu-jamu untuk

menurunkan atau menaikkan berat badan. Semua iklan itu berupaya membuat kita

gandrung akan penampilan seperti yang tampak dalam gambar. Namun, tujuan hidup orang

tidak sama. Iklan tidak memperhatikan perbedaan-perbedaan itu.

Perbedaan apa yang tampak dalam kedua wacana di atas itu? Jika anda

memperhatikan dengan baik kedua wacana tersebut, akan segera tampak dua hal yang

berbeda di dalamnya. Kalimat pada wacana pertama berkesan panjangpanjang dan

mengandung ide lebih banyak daripada kalimat-kalimat dalam wacana kedua. Wacana

kedua menggunakan kata-kata yang lebih mudah daripada kata-kata yang digunakan dalam

Page 54: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

wacana pertama. Kata advertensi diganti dengan kata iklan, kata terpampang diganti

dengan kata tampak.

Mengubah struktur kalimat mungkin lebih mudah daripada mengganti kata-kata

sulit dengan kata-kata mudah. Bacaan yang bagus seringkali mengandung kalimat-kalimat

yang panjang yang mengandung rincian pikiran atau ide. Cobalah perhatikan kalimat

deskriptif di bawah ini.

Pada umumnya, setiap bunga mempunyai bagian yang disebut poros, ialah bagian

yang menumbuhkan organ-organ reproduksi yang penting (benang sari dan putik) dan

lazim juga bagian-bagian tambahan (kelopak bunga dan bunga), yang dapat berperan

sebagai daya tarik terhadap serangga penyerbuk dan sebagai pelindung bagian-bagian yang

esensial.

Waktu anda membaca wacana di atas, apa yang terjadi dalam pikiran anda? Apakah

anda berupaya untuk memproses dan menyusun fakta yang berbeda-beda itu?

Seraya membaca kalimat di atas, sebaiknya anda memproses dan menata berbagai

fakta ke dalam rincian-rinciannya, misalnya:

1) Setiap bunga mempunyai bagian yang disebut ---- ----

2) Organ-organ reproduksi yang penting itu ada dua ---- ----

3) Organ-organ yang penting itu ialah putik dan benang sari.

4) Kelopak bunga dan daun bunga pun tumbuh pada -----

5) Kelopak dan mahkota bunga itu merupakan pemikat.

6) Kelopak dam mahkota bunga itu melindungi organ-organ inti.

Page 55: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Untuk menurunkan tingkat kesulitan bacaan, fakta-fakta sebaiknya dinyatakan

dengan jalan menggunakan kalimat-kalimat yang pendek-pendek daripada menggunakan

kalimat yang panjang-panjang dan kompleks. Hal tersebut membantu pembaca menata

fakta yang dikemukakan dalam wacana. Di samping itu juga biasanya membantu

memperbaiki pemahaman, sebab fakta itu diperkenalkan dalam takaran yang lebih kecil

(kalimat pendek-pendek). Wacana di atas itu dapat diubah menjadi wacana seperti berikut

ini.

Pada umumnya, setiap bunga terdiri atas satu poros bunga. Organ-organ reproduksi

poros bunga yang penting itu ialah benang sari dan putik. Organ reproduksi tambahannya

adalah kelopak bunga dan bunga. Organ ini berfungsi sebagai daya tarik terhadap serangga

dalam proses penyerbukan dan berfungsi sebagai pelindung.

Bagaimana pendapat anda tentang kedua bentuk penyajian wacana di atas?

Mungkin anda berpendapat bahwa wacana yang kedua lebih mudah dipahami karena

informasi yang disampaikannya dinyatakan dalam empat buah kalimat yang relatif lebih

pendek-pendek. Dengan kalimat yang pendekpendek, pembaca akan mempunyai

kesempatan untuk memproses setiap fakta dalam pernyataan yang terpisahpisah. Ketika

kita membaca wacana yany pertama, yang belum diubah, kita harus berupaya menganalisis

kalimat yang kompleks itu agar dapat memahami isi dan informasi yang terkandung di

dalamnya.

Cara kedua untuk menurunkan tingkat keterbacaan wacana ialah dengan jalan

mengurangi jumlah silabi (suku kata) dengan cara mensubstitusikan kata-kata yang pendek

untuk kata-kata yang panjang. Untuk melaksanakan upaya tersebut anda dapat

menggunakan kamus sinonim. Jika kata-kata pengganti sukar dicari maka anda lebih baik

Page 56: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

mengubah panjang kalimat. Mengganti kata-kata sulit memang perlu, tetapi mengubah

panjang kalimat sehingga jumlah kalimat tersebut bertambah, biasanya jauh lebih mudah.

Di bawah ini ada beberapa petunjuk yang dapat anda ikuti untuk menurunkan

tingkat keterbacaan sebuah wacana.

1) Carilah kata-kata sukar yang terdapat dalam wacana itu. Biasanya, kata-kata yang lebih

panjang lebih sukar untuk dibaca. Kata-kata yang multisilabik atau yang berhuruf 6 buah

atau lebih, tergolong ke dalam kata sukar, atau bisa juga kata tersebut kurang akrab

dengan kita karena frekuensi pemakaiannya tidak tinggi.

2) Ganti kata-kata sukar dengan kata-kata yang lebih mudah. Upayakan agar kata-kata

sukar itu dapat diganti dengan sinonim yang lebih mudah. Substitusikan kata-kata yang

lebih pendek dan lebih mudah itu pada tempat kata-kata sukar tadi.

3) Bacalah kalimat-kalimat dalam wacana tersebut untuk mengetahui kemungkinan

memendekannya dengan jalan membaginya menjadi dua atau tiga buah kalimat.

Camkanlah bahwa penurunan tingkat keterbacaan itu lebih mudah dilakukan dengan

jalan memperbanyak kalimat, sehingga pikiran-pikiran penulis dapat dinyatakan dengan

takaran yang lebih kecil-kecil.

4) Tulis kembali wacana tersebut dengan menggunakan kata-kata yang lebih mudah dan

kalimat-kalimat yang pendek.

5) Ukurlah tingkat keterbacaan wacana yang baru itu untuk mengetahui penurunannya.

Anda jangan keliru. Jumlah kata sebelum dan sesudah diperbaiki tidak perlu tetap,

boleh jadi bertambah, mungkin juga berkurang. Tujuan anda bukanlah mempertahankan

jumlah kata, melainkan mengubah wacana supaya sesuai dengan tingkat kemampuan siswa

Page 57: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

anda. Jika jumlah kata dalam wacana tersebut berkurang anda dapat mengukur tingkat

keterbacaan wacana tersebut dengan menggunakan daftar konversi seperti yang telah anda

pelajari di muka.

RANGKUMAN

Tingkat keterbacaan dapat diartikan sebagai tingkat kesukaran/kemudahan wacana.

Berdasarkan hasil penelitian mutakhir diperoleh bukti bahwa faktor utama yang

mempengaruhi keterbacaan ada dua hal, yakni panjang-pendeknya kalimat dan tingkat

kesulitan kata yang juga ditandai oleh jumlah huruf dan atau silabi yang membentuknya.

Dari sekian banyak formula keterbacaan yang diperkenalkan orang, Grafik Fry dan

grafik Raygor merupakan dua alat keterbacaan yang dipandang praktis dan mudah

menggunakannya. Namun, karena alat tersebut diciptakan untuk mengukur wacana bahasa

Inggris, maka pemakaiannya untuk wacana bahasa Indonesia masih harus disesuaikan.

Cara menggunakan kedua formula keterbacaan tersebut sekurang-kurangnya harus

menempuh lima langkah pokok, yakni (1) memilih penggalan wacana yang representatif

sebanyak 100 kata, (2) menghitung rata-rata jumlah kalimat, (3) menghitung jumlah suku

kata (untuk Fry) dan menghitung jumlah kata sulit (untuk Raygor), (4) mencari titik temu

dari persilangan data (2) dan (3) dalam grafik; dan (5) menentukan tingkat keterbacaan

wacana dengan jalan mengurangi dan menambah satu tingkat dari ukuran yang sebenarnya.

TUGAS DAN LATIHAN

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jelas!

Page 58: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

1) Kemukakan dua faktor utama yang mempengaruhi keterbacaan, serta berikan penjelasan

dan ilustrasinya!

2) Setelah anda bandingkan prosedur penggunaan Grafik Fry dan Grafik Raygor, coba anda

jelaskan persamaan dan perbedaan dari kedua formula tersebut.

3) Bagaimana pendapat anda tentang penggunaan kedua formula keterbacaan tersebut

untuk mengukur keterbacaan wacana bahasa Indonesia? Berikan alasan dan contoh-

contohnya!

4) Jelaskan langkah-langkah kerja yang harus dilakukan si penulis jika dia ingin mengubah

tingkat keterbacaan wacana, baik untuk kepentingan penurunan atau penaikan tingkat

keterbacaan wacana.

5) Turunkanlah tingkat keterbacaan wacana berikut ke peringkat keterbacaan yang lebih

rendah.

Wacana

FLORIDA

Dalam tahun 1565 orang-orang Spanyol mendirikan sebuah kota yang diberi nama

St. Augustine, kota kediaman mereka yang tertua yang terletak di North America, di mana

mereka tinggal secara tetap. Sebagian besar kota Florida masih berusia sangat muda, namun

demikian negara bagian ini memiliki kota tertua yang bernama Cape Canaveral, yang

merupakan lambang abad antariksa, karena dari kota inilah pesawat-pesawat luar angkasa

dilontarkan. Pantai Miami merupakan tempat hiburan bagi ribuan pengunjung setiap hari.

Page 59: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

Hutan kayu sebelah utara Florida merupakan sumber kayu kertas yang kaya.

Perkebunan jeruk Florida Tengah menghasilkan buah jeruk yang tidak kecil jumlahnya

ditambah penghasilan dari daerah Florida bagian selatan yang selalu menghasilkan sayur-

sayuran yang segar, jagung, kacang-kacangan, dan tomat, yang kesemua itu dikirimkan ke

daerah yang lebih dingin di musim salju.

Page 60: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

MODUL 4: BAHAN AJAR MEMBACA DAN KETERBACAAN

Pendahuluan

Kegiatan Belajar 1: Pengertian dan Latar Belakang Sejarah Keterbacaan

Rangkuman

Perlatihan 1

Tes Formatif 1

Kegiatan Belajar 2: Kaitan Keterbacaan dengan Penyediaan Bahan Ajar Membaca

Rangkuman

Perlatihan 2

Tes Formatif 2

Kegiatan Belajar 3: Keterbatasan-keterbatasan Formula Keterbacaan

Rangkuman

Perlatihan 3

Tes Formatif 3

Kegiatan Belajar 4: Keterbatasan-keterbatasan Formula Keterbacaan

Rangkuman

Perlatihan 3

Tes Formatif 3

Page 61: 5. Mengukur Kecepatan Efektif Membacafile.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/... · melihat lambang-lambang grafis. Pemahaman isi bacaan merupakan cermin

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

DAFTAR PUSTAKA