4. masalah dalam multibudaya
TRANSCRIPT
MASALAH MULTIBUDAYA DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI MANCANEGARA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Belajar dan Pembelajaran
yang dibina oleh Ibu Dr. Dahlia, M.S
Oleh
Kelompok 8
Biologi Kelas A/ Off A
1. Alfian Oktavijayanti (110341421527)
2. Ary Maf’ula (1103414215 )
3. Esti Novianti (110341421528)
4. Mareta Ariswara Edi (11034142150 )
The Learning University
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2013
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 3
1.2. Rumusan Masalah............................................................................ 4
1.4. Tujuan.............................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 5
2.1 Definisi Pembelajaran Multikultural................................................ 5
2.2 Latar Belakang Munculnya pendidikan multikultural di Indonesia. 8
2.3 Masalah dalam multikultural Pembelajaran sains di mancanegara.. 10
2.4 Cara Mengatasi Masalah dalam Multikultural Pembelajaran Sains di Mancanegara ................................................................................... 12
BAB III PENUTUP............................................................................................ 16
3.1. Kesimpulan...................................................................................... 16
3.2. Saran................................................................................................. 16
DAFTAR RUJUKAN......................................................................................... 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku dan ras, yang mempunyai
budaya, bahasa, nilai, dan agama atau keyakinan berbeda-beda. Bila bangsa
ini ingin menjadi kuat dalam era demokrasi, diperlukan sikap saling menerima
dan menghargai dari tiap orang yang beraneka ragam itu sehingga dapat saling
membantu, bekerja sama membangun negara ini lebih baik. Perkembangan
pembangunan nasional dalam era industrialisasi di Indonesia telah
memunculkan dampak yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat.
Konglomerasi dan kapitalisasi dalam kenyataannya telah menumbuhkan bibit-
bibit masalah yang ada dalam masyarakat seperti ketimpangan antara yang
kaya dan yang miskin, masalah pemilik modal dan pekerja, kemiskinan,
perebutan sumber daya alam dan sebagainya. Di tambah lagi kondisi
masyarakat Indonesia yang plural baik dari suku, agama, ras dan geografis
memberikan kontribusi terhadap masalah-masalah sosial seperti ketimpangan
sosial, konflik antar golongan, antar suku dan sebagainya.
Merebaknya krisis sosio-kultural dalam masyarakat dapat dilihat
dalam berbagai bentuk, misalnya; disintegrasi sosial -politik yang bersumber
dari euphoria yang nyaris kebablasan; hilangnya kesabaran sosial dalam m
enghadapi sulitnya kehidupan menyebabkan masyarakat kita mudah
mengamuk dan melakukan berbagai tindakan anarkis, masyarakat mulai
kehilangan kemampuan untuk berempati, bersopan santun, saling
menghormati dan menghargai terhadap perbedaan keragaman. Bangsa kita
mulai kehilangan identitas kultural nasional dan lokal; padahal identitas
nasional dan lokal sangat diperlukan untuk mewujudkan integrasi sosial,
kultural dan politik masyarakat dan negara –bangsa Indonesia.
Untuk itu dipandang sangat penting memberikan pembelajaran
multibudaya di Indonesia. Hal ini dapat mewujudkan dan mempertahankan
keutuhan bangsa dan negara Indonesia yang multibudaya, terutama agar
peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan
3
masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena suku, ras, agama
dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi pembelajaran multibudaya?
1.2.2 Bagaimana latar belakang timbulnya multibudaya di Indonesia?
1.2.3 Apa saja masalah-masalah yang timbul dalam pembelajaran
multibudaya dalam pembelajaran sains di mancanegra?
1.2.4 Bagaimana solusi untuk mengatasi masalah-masalah dalam
pembelajaran multibudaya dalam sains di mancanegara?
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan definisi pembelajaran multibudaya
1.3.2 Mengetahui latar belakang timbulnya multibudaya di Indonesia
1.3.3 Mendeskripsikan masalah-masalah multibudaya yang timbul dalam
pembelajaran sains di mancanegara
1.3.4 Menjelaskan solusi untuk mengatasi masalah-masalah dalam
pembelajaran multibudaya dalam sains di mancanegara
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pembelajaran Multibudaya
Pembelajaran Multibudaya adalah kebijakan dalam praktik pendidikan
dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan
manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, kelas. Pendidikan Multibudaya
adalah suatu sikap dalam memandang keunikan manusia dengan tanpa
membedakan ras, budaya, jenis kelamin, seks, kondisi jasmaniah atau status
ekonomi seseorang. Pendidikan Multibudaya (Multicultural education)
merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar
belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan
untuk membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat,
sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat
membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya,
keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas. Pendidikan Multibudaya
didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-
prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh
kelompok budaya di dalam masyarakat. Pembelajaran Multibudaya pada
dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas
multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi
yang ideal bagi bangsanya (Akhmadi. A. 2013).
Dalam konteks yang luas, pendidikan Multibudaya mencoba
membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada
perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya
yang berbeda. Dengan demikian sekolah dikondisikan untuk mencerminkan
praktik dari nilai-nilai demokrasi. Kurikulum menampakkan aneka kelompok
budaya yang berbeda dalam masyarakat, bahasa, dan dialek; dimana para
pelajar lebih baik berbicara tentang rasa hormat di antara mereka dan
menunjung tinggi nilai-nilai kerjasama, dari pada membicarakan persaingan
dan prasangka di antara sejumlah pelajar yang berbeda dalam hal ras, etnik,
budaya dan kelompok status sosialnya.
5
Pembelajaran berbasis Multibudaya didasarkan pada gagasan filosofis
tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-
hak manusia. Hakekat pendidikan multikultural mempersiapkan seluruh siswa
untuk bekerja secara aktif menuju kesamaan struktur dalam organisasi dan
lembaga sekolah. Pendidikan Multibudaya bukanlah kebijakan yang
mengarah pada pelembagaan pendidikan dan pengajaran inklusif dan
pengajaran oleh propaganda pluralisme lewat kurikulum yang berperan bagi
kompetisi budaya individual.
Pembelajaran berbasis Multibudaya berusaha memberdayakan siswa
untuk mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya,
memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok
orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung. Pendidikan
Multibudaya juga membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari
pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam
mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan
siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok
masyarakat. Pendidikan Multibudaya diselenggarakan dalam upaya
mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari
berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki,
dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis.
Pengertian multibudaya sangat beragam, kemudian konsep dan
prakteknya cenderung berkembang, maka Parekh (1997) membedakan
Multibudaya ke dalam lima macam, yaitu:
1. Multibudaya isolasionis, mengacu kepada kehidupan masyarakat
dimana berbagai kelompok kultural yang menjalankan kehidupaannya
secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu
sama lain. Contoh-contoh kelompok seperti ini adalah masyarakat yang
ada pada sistem “millet” di Turki Usmani atau masyarakat Amish di
Amerika Serikat. Kelompok ini menerima keragaman, tetapi pada saat
yang sama berusaha mempertahankan budaya mereka secara terpisah dari
masyarakat lain umumnya.
6
2. Multibudaya akomodatif, dalam masyarakat yang plural, mereka yang
memiliki kultur dominan membuat penyesuaian-penyesuaian dan
akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas.
Masyarakat multikultural akomodatif merumuskan dan menerapkan
undang-undang, hukum dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara
kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk
mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan mereka; sebaliknya
kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multibudaya
akomodatif ini dapat ditemukan di I nggris, Prancis, dan beberapa negara
Eropa lain.
3. Multibudaya otonomis, yakni masyarakat plural di mana kelompok -
kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality)
dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam
kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Concern pokok
kelompok-kelompok kultural terakhir ini adalah untuk mempertahankan
cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok
dominan; mereka menantang kelompok kultural dominan dan berusaha
menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis
sebagai mitra sejajar. Jenis multibudaya didukung misalnya oleh
kelompok Quebecois di Kanada, dan kelompok-kelompok Muslim
imigran di Eropa, yang menuntut untuk bisa menerapkan syari`ah,
mendidik anak -anak mereka pada sekolah Islam, dan sebagainya.
4. Multibudaya kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural di mana
kelompok-kelompok kultural tidak terlalu concern dengan kehidupan
kultural otonom; tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang
mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
Kelompok budaya dominan tentu saja cenderung menolak tuntutan ini,
dan bahkan berusaha secara paksa untuk menerapkan budaya dominan
mereka dengan mengorbankan budaya kelompok-kelompok minoritas.
Karena itulah kelompok-kelompok minoritas menantang kelompok
kultur dominan, baik secara intelektual maupun politis, dengan tujuan
menciptakan iklim yang kondusif bagi penciptaan secara bersama-sama
7
sebuah kultur kolektif baru yang egaliter secara genuine. Jenis
Multibudaya seperti ini, sebagai contoh, diperjuangkan masyarakat kulit
Hitam di Amerika Serikat, Inggris dan lain-lain.
5. Multibudaya kosmopolitan, yang berusaha menghapuskan batas –batas
kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana
setiap individu tidak lagi terikat dan committed kepada budaya tertentu
dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam eksperimen-eksperimen.
2.2 Latar Belakang Timbulnya Multibudaya di Indonesia
Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau
pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik, sosial,
ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya Secara generik,
pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan
untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang
berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan
penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua
siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan
dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-
pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan
warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral
yang berjalan untuk kebaikan bersama (Tilaar, H.A.R. 2004).
Negara bangsa Indonesia terdiri atas sejumlah besar kelompok-kelompok
etnis, budaya, agama dan lain-lain. Hefner mengilustrasikan Indonesia
sebagaimana juga Malaysia dan Singapura memiliki warisan dan tantangan
multikulturalisme budaya (cultural multiculturalism) secara lebih mencolok,
sehingga dipandang sebagai “lokus klasik” bagi bentukan baru “masyarakat
multikultur” (cultural society). Kemultikulturan masyarakat Indonesia paling tidak
dapat dilihat dari dua cirinya yang unik, yaitu secara horizontal, ia ditandai oleh
kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa,
agama, adat, serta perbedaan kedaerahan, dan secara vertikal ditandai oleh adanya
perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup
tajam. Kondisi tersebut tergambar dalam prinsip bhinneka tunggal ika, yang
8
berarti meskipun Indonesia adalah berbeda-beda, tetapi terintegrasi dalam
kesatuan. Namun demikian, pengalaman Indonesia sejak masa awal kemerdekaan,
khususnya pada masa demokrasi terpimpin Presiden Soekarno dan masa Orde
Baru Presiden Soeharto memperlihatkan kecenderungan kuat pada politik
monokulturalisme (Tilaar, H.A.R. 2004).
Wacana multikulturalisme Indonesia yang semakin mendapat tempat
dalam masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa kondisi, yang Pertama,
desentralisasi mendorong ditingkatkannya batas-batas identitas kebudayaan di
Indonesia, baik identitas etnik, agama maupun golongan. Integrasi sosial dan
nasional mendapat tantangan besar dari perubahan yang terjadi. Kedua,
desentralisasi politik masa kini sangat kurang memperhatikan dimensi
kebudayaan. Keputusan untuk melaksanakan desentralisasi lebih pada keputusan
politik oleh para elit politik partai ketimbang mempertimbangkan dimensi
kebudayaan yang sesungguhnya sangat mendasar dan penting. Ketiga, ketika
batas-batas kebudayaan itu semakin nyata dan tajam, dan orientasi primordialisme
mulai memicu konflik yang tajam antar etnik, agama, dan golongan, dan gejala ini
dikuatirkan mengancam integrasi bangsa, para elit politik tergesa-gesa mencari
obat penawarnya, mencari strategi untuk membangun kembali integrasi bangsa
dan kebudayaan mulai diperhatikan (Banks, James. 1993).
Berkaitan dengan beberapa kondisi di atas, bangunan Indonesia Baru dari
hasil reformasi adalah sebuah “masyarakat multikultural Indonesia”. Berbeda
dengan masyarakat majemuk yang menunjukkan keanekaragaman suku bangsa
dan kebudayaan suku bangsa, multikulturalisme dikembangkan dari konsep
pluralisme budaya dengan menekankan pada kesederajatan kebudayaan yang ada
dalam sebuah masyarakat. Multikulturalisme ini mengusung semangat untuk
hidup berdampingan secara damai (peaceful co-existence) dalam perbedaan kultur
yang ada baik secara individual maupun secara kelompok dan masyarakat.
Individu dalam hal ini dilihat sebagai refleksi dari kesatuan sosial dan budaya di
mana mereka menjadi bagian darinya. Dengan demikian, corak masyarakat
Indonesia yang bhinneka tunggal ika bukan lagi keanekaragaman suku bangsa dan
kebudayaannya tetapi keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat
Indonesia (Tilaar, H.A.R. 2002)
9
Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan
multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang
menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan
jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di
antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga
memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat
beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam
pengambilan keputusan secara demokratis (Tilaar, H.A.R. 2002).
2.3 Masalah-Masalah yang Timbul Dalam Pembelajaran Multibudaya
Dalam Pembelajaran Sains Di Mancanegara
a. Problem Pendidikan Multikultural di Indonesia
Problema pendidikan multicultural di Indonesia memiliki keunikan yang
tidak sama dengan problema yang dihadapi oleh negara lain.Problem ini
mencakup hal-hal kemasyarakatan yang akan dipecahkan dengan Pendidikan
Multikultural dan problem yang berkaitan dengan pembelajaran berbasis budaya.
b. Problema kemasyarakatan penyebab munculnya konflik budaya adalah :
a. Keragaman Identitas Budaya Daerah
Keragaman ini menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman
budaya daerah dapat memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal
membangun Indonesia multicultural. Namun kondisi aneka budaya itu sangat
berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan
kecemburuan sosial.
b. Pergeseran Kekuasaan dari Pusat ke Daerah
Sejak dilanda arus reformasi dan demokratisasi, terjadilah pergeseran
kekuasaan dari pusat ke daerah yang membawa dampak besar terhadap pengakuan
budaya local dan keragamannya.
c. Kurang kokohnya nasionalisme
keragaman budaya ini membutuhkan adanya kekuatan yang menyatukan
seluruh pluralisme negeri ini. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa,
kepribadian nasional dan ideologi negara merupakan harga mati yang tidak bisa
ditawar lagi dan berfungsi sebagai integrating force.Saat ini Pancasila kurang
10
mendapat perhatian dan kedudukan yang semestinya sejak isu kedaerahan
semakin semarak.
d. Fanatisme sempit
Fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun yang salah adalah
fanatisme sempit menganggap bahwa kelompoknyalah yang paling benar. Paling
baik dan kelompok lain harus dimusuhi.Gejala fanatisme sempit yang banyak
menimbulkan korban ini banyak terjadi di tanah air ini.
e. Konflik kesatuan nasional dan multicultural
Ada konflik yang menarik antara kepentingan kesatuan nasional dengan
gerakan multicultural. Di satu sisi ingin mempertahankan kesatuan bangsa dengan
berorientasi pada stabilitas nasinal dan adanya yang ingin memisahkan diri dari
kakuasaan pusat dengan dasar pembenaran budaya.
f. Kesejahteraan ekonomi yang tidak merata
Keterlibatan orang dalam berbagai peristiwa detruktif yang marak terjadi di
tanah air ini karena orang mengalami tekanan di bidang ekonomi.
g. Keberpihakan yang salah dari media massa, khususnya tv swasta dalam
memberitakan peristiwa (Wati, W. 2009).
Permasalahan yang bisanya muncul dalam pembelajaran multikultural sains
1. Pengajar terkadang terlalu terfokus pada pelajaran sains tapi tidak
memperhatikan pelajaran multikulturalnya
2. Tidak semua buku handout sains mencakup pembelajaran multikultural
sains
3. Tidak semua materi pembelajaran sains bisa menggunakan pembelajaran
multikultural sains.
4. Pengajar sulit menerapkan pembelajaran multikultural karena kurangnya
pemahaman tentang pembelajaran yang multikultural.
5. Perbedaan multibudaya menyebabkan pemahaman sains tiap pembelajar
berbeda
6. Perbedaan bahasa seringkali menjadi penyebab ambigiutas dalam sains
apalagi di mancanegara yang harus menggunakan bahasa Internasional dan
tidak semua orang bisa (Rifa’i. dkk. 2009)
11
2.4 Solusi untuk Mengatasi Masalah-Masalah dalam Pembelajaran
Multibudaya
Indonesia sebagai negara yang dihuni oleh masyarakat multikultural
ditunjukkan antara lain dengan: (1) terdapat lebih dari 700 bahasa yang digunakan
sehari-hari oleh setiap kelompok masyarakatnya; dan (2) memiliki penduduk
berbeda agama yang terdiri atas islam, kristen, katolik, hindu, dan budha.
Keberagaman masyarakat indonesia dituangkan dalam moto nasional "bhinneka
tunggal ika" (unity in diversity). Moto tersebut melambangkan segala perbedaan
kultural sebagai dasar kebijakan, doktrin, filosofis, ideologis, dan realitas sejak
awal pembentukan bangsa dan negara Indonesia (Rehardja, S. 2011).
Dalam pembelajaran sains banyak masalah yang ditimbulkan seperti yang
telah diungkapkan di atas. Berkaitan dengan hal tersebut, pendidikan multikultural
menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan
yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya
yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status
sosial, gender, kemampuan, umur dan ras. Strategi pendidikan ini tidak hanya
bertujuan agar siswa mudah mempelajari pelajaran yang dipelajarinya, tetapi juga
untuk meningkatkan kesadaran mereka agar selalu berperilaku humanis, pluralis
dan demokratis (Rehardja, S. 2011). Berikut adalah cara menyelesaikan masalah
multibudaya melalui pendidikan multikultural:
Content-Oriented Programs:
Program ini merupakan hal yang paling umum dikenal dan menekankan pada
materi yang berkaitan dengan multikultural. Tujuan utamanya yaitu
mengintegrasikan materi tentang kelompok cultural yang berbeda-beda yang
dikaitkan dalam pembelajaran sains dalam kurikulum dan buku pelajaran
untuk meningklatkan pengetahuan peserta didik tentang kelompok cultural.
Student-Oriented Programs:
Program ini ini memperhatikan kelompok siswa minoritas, karena pendidikan
multikultural merupakan suatu upaya untuk merefleksikan tumbuhnya
Socially-Oriented Programs:
12
Program ini mempunyai dampak yang cukup luas dalam peningkatan
toleransi budaya dan rasial dan mengurangi bias kedua hal tersebut (Ramli, R.
2010).
Ada beberapa Oreintasi yang seharunya dibangun dan diperhatikan antara lain
meliputi:
1. Orientasi kemanusiaan. Kemanusian atau humanisme merupakan sebuah
nilai kodrati yang menjadi landasan sekaligus tujuan pendidikan.
Kemanusian besifat universal, global, diatas semua suku, aliran, ras,
golongan dan agama.
2. Orientasi kebersamaan. Kebersamaan atau kooperativisme merupakan
sebuah nilai yang sangat mulia dalam masyarakat yang plural dan
heterogen. Kebersamaan yang hakiki juga akan membawa kepada
kedamaian yang tidak ada batasannya.
3. Orientasi kesejahteraan. Kesejahteraan atau welvarisme merupakan suatu
kondisi sosial yang menjadi harapan semua orang. Kesejahteraan selama
ini hanya dijadikan sebagai slogan kosong. Kesejahteraan sering
diucapkan, akan tetapi tidak pernah dijadikan orientasi oleh siapapun.
Konsistensi terhadap sebuah orientasi harus dibuktikan dengan prilaku
menuju pada terciptanya kesejahteraan masyarakat.
4. Orientasi propesional. Propesional merupakan sebuah nilai yang
dipandang dari aspek apapun adalah sangat tepat. Tepat landasan, tepat
proses, tepat pelaku, tepat ruang, tepat waktu, tepat anggaran, tepat
kualitatif, tepat kuantitatif, dan tepat tujuan.
5. Orientasi mengakui pluralitas dan heterogenitas. pluralitas dan
heterogenitas merupakan sebuah kenyataan yang tidak mungkin ditindas
secara fasis dengan memunculkan sikap fanatisme terhadap sebuah
kebenaran yang diyakini oleh orang banyak.
6. Orientasi anti hegemoni dan anti dominasi. hegemoni dan dominasi
hegemoni adalah dua istilah yang sangat populer bagi kaum tertindas
(Mania, 2000).
13
Cara menyelesaikan masalah multibudaya di pembelajaran sains di
mancanegara:
Menyadari arti penting dalam pendidikan multikultural yang terfokus pada
berbagai macam perbedaan dalam ras, kesukuan, tingkatan sosial-
ekonomi, jender, agama, dan kekhususan atau keunikan individu.
Sekolah harus mempertimbangkan pada pendekatan khsusus dalam
merancang pendidikan multikultural.
Guru harus mengatur dan mengorganisir isi, proses, situasi, dan kegiatan
sekolah secara multikultur, tiap siswa dari berbagai suku, jender, ras,
berkesempatan untuk mengembangkan dirinya dan saling menghargai
perbedaan itu. Guru perlu menekankan diversity dalam pembelajaran,
antara lain dengan1) mendiskusikan sumbangan aneka budaya dan orang
dari suku lain dalam hidup bersama sebagai bangsa; dan 2) mendiskusikan
bahwa semua orang dari budaya apa pun ternyata juga menggunakan hasil
kerja orang lain dari budaya lain. Dalam pengelompokan siswa di kelas
mapun dalam kegiatan di luar kelas guru diharapkan memang melakukan
keanekaan itu. Usaha untuk mengembangkan sikap penghargaan ini masih
panjang, terlebih karena kadang ada kecurigaan terhadap budaya lain
(Rooshardini, 2011).
Berusaha mengerti keragaman budaya daerah.
Menggunakan bahasa latin/ ilmiah untuk menyamakan istilah-istilah
dalam pembelajaran sains (Ramli, R. 2010).
Memperkokoh nasionalisme dan toleransi antar siswa dalam pembelajaran
sains
Menghargai pendapat siswa yang berbeda etnis
Terdapat patokan permisalan dan satuan internasional
Terdapat kesepakatan internasional misalnya melalui KITT
Keanekaragaman budaya dan keunikan sains. Ini dianggap sebagai suatu
yang istimewa bila kita melakukan proses integrasi di dalam kegiatan
pengajarannya. Di dalam menentukan tujuan-tujuan pembelajaran, metode
dan pendekatan, serta penilaian-penilaian, selayaknya prinsip-prinsip
pendidikan multikultural harus benar-benar diterapkan oleh pengajar.
14
Sebagai contoh, pengajar yang kurang memahami prinsip pendidikan
multikultural maka penilaian yang dilaksanakan akan kurang efektif ketika
mengobservasi pola interaksi dan kerjasama di dalam kelompok tanpa
memperhatikan kultur yang beragam. Setiap budaya akan menampilkan
cirinya masing-masing, dan ini yang harus terlebih dahulu dipahami oleh
pengajar sebelum menilai. Selain aspek penilaian, penetapan aspek tujuan
pembelajaran, metode dan pendekatan sangat tergantung pada pemahaman
seorang pengajar terhadap latar belakang budaya peserta belajar (Hanum,
F. 2011).
Selain itu ada faktor penting yang harus berperan untuk mengatasi
masalah multikultural siswa yaitu peran orangtua dalam menanamkan
nilai-nilai yang lebih responsive multikultural dengan mengedepankan
penghormatan dan pengakuan terhadap perbedaan yang ada di sekitar
lingkungannya (agama, ras, golongan) terhadap anak atau anggota
keluarga yang lain. Serta didalam keluarga, orang tua juga menanamkan
dan memberi contoh perilaku agar kita bisa mencintai,
menjaga, ,memahami dan melestarikan rasa kebudayaan, ras, agama,
bahasa yang beraneka ragam yang kita miliki.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pendidikan Multibudaya adalah suatu sikap dalam memandang keunikan
manusia dengan tanpa membedakan ras, budaya, jenis kelamin, seks,
kondisi jasmaniah atau status ekonomi seseorang.
2. Latar belakang munculnya pendidikan multukultura adalah perbedaan
sejumlah besar kelompok-kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain.
3. Masalah dalam pembelajaran multikultural dalam sains di mancanegra
diantaranya pengajar sulit menerapkan pembelajaran multikultural karena
kurangnya pemahaman tentang pembelajaran yang multicultural,
erbedaan multibudaya menyebabkan pemahaman sains tiap pembelajar
berbeda, perbedaan bahasa seringkali menjadi penyebab ambigiutas dalam
sains apalagi di mancanegara yang harus menggunakan bahasa
Internasional dan tidak semua orang bisa
4. Cara menyelesaikan masalah multibudaya di pembelajaran sains di
mancanegara adalah menyadari arti penting dalam pendidikan
multikultural yang terfokus pada berbagai macam perbedaan dalam ras,
kesukuan, tingkatan sosial-ekonomi, jender, agama, dan kekhususan atau
keunikan individu dan menguasai bahasa Internasional
3.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa agar memahami pembelajaran multikultural yang
lebih menekankan pentingya toleransi antar siswa
2. Bagi guru atau dosen agar dapat mengatasi permasalahan
multikultural dalam pembelajaran sains bahkan yang mencangkup
mancanegara.
16
Daftar Rujukan
Akhmadi. A. 2013. Pendidikan Multikultural. Online. (http//www.Bdksurabaya.kemenag.go.id).diakses pada tanggal 19 Oktober 2013
Banks, James. 1993. Multicultural Eeducation: Historical Development,Dimension, and Practice. Review of Research in Education. online.(http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2F.%2Findex.php%2Fjpmis%2Farticle%2Fdownload%2F962%2Fpdf&ei=2CQUvGaH8iUrgf6koDoBA&usg=AFQjCNG5LRCt1EzkBT5VKEAbAMvq3yC8QA&bvm=bv.52434380,d.bmk).20 Oktober 2013
Parekh, Bikhu, (1997), “National Culture and Multiculturalism”, http://catalogue.nla. gov.au/Record/72038#details. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2013
Hanum, F. 2011. Konflik Dalam Perspektif Pendidikan Multikultural. Online. (http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/ Konflik Dalam Perspektif Pendidikan Multikultural.pdf). di akses tanggal 19 Oktber 2013
Mania, 2000. Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran. Online (http://ejurnal.uin-alauddin.ac.id/artikel/06%20Pendidikan%20Multikultural%20 20Sitti%20Mania.pdf). Di akses tanggal 19 oktober 2013
Ramli, Ranum. 2010. Analisis Substansi Pendidikan Multikultural Sains di buku pelajaran Biologi untuk SMA. Online. (http://www.gobookee.org/get_book.php?u=aHR0cDovL3NpcHBlbmRpZGlrYW4ub3JnL2ZpbGVfdXBsb2FkLzAxLkFydGlrZWwlMjA3JTIwRmViJTIwMjAxMSUyMEhlcm1hbmElMjAtJTIwS29uZmxpayUyMGRsbSUyMCUyMFBlcnNwZWslMjBQZW5kZCUyME11bHRpa3VsLnBkZgpLb25mbGlrIERhbGFtIFBlcnNwZWt0aWYgUGVuZGlkaWthbiBNdWx0aWt1bHR1cmFs). Di akses tanggal 19 oktober 2013
Rehardja, S. 2011. Need Assessment untuk Pengembagan Model Pembelajaran Multikultural di Sekolah Dasar Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Online. (http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/needasessmenmultikultural.pdf). Di akses tanggal 19 oktober 2013
Rifai, Achmad dan Tri Anni, Catharina. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Rooshardini, 2011. Mengintegrasikan Pendidikan Multikultural dan Karakter dalam Pembelajaran Fisika. Online. (http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/ Mengintegrasikan
17
Pendidikan Multikultural dan Karakter dalam Pembelajaran Fisika.pdf). di akses tanggal 19 Oktober 2013
Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme, Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik Transformatif Untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Wati, widya. 2009. Makalah Strategi Pembelajaran Teori Belajar dan Pembelajaran . Online. (http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-humanisme-406226.html) . di akses tanggal 20 Oktober 2013.
18