4. bab 1 dan 2

Upload: dinny-novia-w

Post on 05-Mar-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sle

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangLupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE) merupakan penyakit autoimun,1,2,3,4,5,6 yaitu inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis,1,2,4 perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam.1,2 Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi.1,2,5 Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE.1,2 Autoimun menggambarkan suatu kondisi dimana sistem imun didalam tubuh tidak mampu membedakan antara kuman dan benda asing dari luar tubuh dengan sel-sel atau jaringan tubuh sendiri, sehingga sistem imun menyerang sel-sel dan jaringan tubuh sendiri.5 Oleh karena penampilan penyakitnyasangat beragam dan gejala serta tanda-tandanya banyak menyerupai penyakit lain, maka penyakit ini juga dikenal dengan istilah penyakit seribu wajah.5 Istilah ini menggambarkan bahwa pada penderita lupus bisa muncul gejala yang tidak khasdan samar-samar, yang menyebabkan kesulitan dalam mengenali penyakit lupus ini.5Insiden tahunan SLE di Amerika serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk, sementara prevalensi SLE di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk, dengan rasio gender wanita dan laki-laki antara 9-14:1.1,2 Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia, namun insidensi SLE dilaporkan cukup tinggi di Palembang.2 Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien SLE atau 10.5% dari total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010.1Manifestasi klinis SLE sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun.1 Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien SLE di Eropa yang diikuti selama 10 tahun, manifestasi klinis terbanyak berturut-turut adalah artritis sebesar 48,1%, ruam malar 31,1%, nefropati 27,9%, fotosensitivititas 22,9%, keterlibatan neurologik 19,4% dan demam 16,6% sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai adalah miositis 4,3%, ruam diskoid 7,8 %, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi subkutaneus akut 6,7%.1Morbititas dan mortalitas pasien SLE masih cukup tinggi.1,2,5 Berturut-turut kesintasan (survival) SLE untuk 1-5, 5-10, 10-15, 15-20, dan 20 tahun adalah 93-97%, 84-95%, 70-85%, 64-80%, dan 53-64%.1 Kesintasan 5 tahun pasien SLE di RSCM adalah 88% dari pengamatan terhadap 108 orang pasien SLE yang berobat dari tahun 1990-2002.1 Angka kematian pasien dengan SLE hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum.1 Pada tahun-tahun pertama mortalitas SLE berkaitan dengan aktivitas penyakit dan infeksi (termasuk infeksi M. tuberculosis, virus, jamur dan protozoa), sedangkan dalam jangka panjang berkaitan dengan penyakit vaskular aterosklerosis.1,2Mengingat manifestasi klinis, perjalanan penyakit SLE sangat beragam dan risiko kematian yang tinggi maka diperlukan upaya pengenalan dini serta penatalaksanaan yang tepat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiLupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE) merupakan penyakit autoimun,1,2,3,4,5,6 yaitu inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui serta manifestasi klinis,1,2,4 perjalanan penyakit dan prognosis yang sangat beragam.1,2,6 Etiopatogenesis SLE belum jelas diketahui.4,6 Autoimun menggambarkan suatu kondisi dimana sistem imun didalam tubuh tidak mampu membedakan antara kuman dan benda asing dari luar tubuh dengan sel-sel atau jaringan tubuh sendiri, sehingga sistem imun menyerang sel-sel dan jaringan tubuh sendiri.5 Oleh karena penampilan penyakitnyasangat beragam dan gejala serta tanda-tandanya banyak menyerupai penyakit lain, maka penyakit ini juga dikenal dengan istilah penyakit seribu wajah.1,5 Istilah ini menggambarkan bahwa pada penderita lupus bisa muncul gejala yang tidak khasdan samar-samar, yang menyebabkan kesulitan dalam mengenali penyakit lupus ini.5Kata lupus pertama kali digunakan pada tahun 1200 sebelum masehi, untuk menggambarkan suatu kelainan pada muka yang disebut dengan ulserasi.5 Kata lupus sendiri berasal dari bahasa latin yang berarti serigala.5,6 Istilah ini bersumber dari bercak pada kulit yang terlihat menyerupai gigitan dari serigala.5Bercak kemerahan yang khas pada lupus disebut malar butterfly rash, yaitu bercak kemerahan yang melintas diatas hidung dan menyebar ke kedua pipi yang gambarannya menyerupai kupu-kupu.5Selain mengenai kulit dan selaput lendir, lupus juga menyerang sendi, ginjal, jantung, paru-paru, pembuluh darah, dan otak.5

2.2 EpidemiologiInsiden tahunan SLE di Amerika serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk, sementara prevalensi SLE di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk, dengan rasio gender wanita dan laki-laki antara 9-14:1.1,2 Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia, namun insidensi SLE dilaporkan cukup tinggi di Palembang.2 Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien SLE atau 10.5% dari total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010.1Dilaporkan bahwa pada 1000 pasien SLE di Eropa yang diikuti selama 10 tahun, manifestasi klinis terbanyak berturut-turut adalah artritis sebesar 48,1%, ruam malar 31,1%, nefropati 27,9%, fotosensitiviti 22,9%, keterlibatan neurologik 19,4% dan demam 16,6% sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai adalah miositis 4,3%, ruam diskoid 7,8 %, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi subkutaneus akut 6,7%.1Morbititas dan mortalitas pasien SLE masih cukup tinggi.1,2,5 Berturut-turut kesintasan (survival) SLE untuk 1-5, 5-10, 10-15, 15-20, dan 20 tahun adalah 93-97%, 84-95%, 70-85%, 64-80%, dan 53-64%.1 Kesintasan 5 tahun pasien SLE di RSCM adalah 88% dari pengamatan terhadap 108 orang pasien SLE yang berobat dari tahun 1990-2002.1 Angka kematian pasien dengan SLE hampir 5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum.1 Penyakit ini menyerang wanita muda dengan insiden puncak usia 15-40 tahun selama masa reproduktif. Prevalensi LES di berbagai negara sangat bervariasi antara 2,9/100.000-400/100.000. LES lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, Cina, dan mungkin saja Filipina.7

2.3 EtiologiLupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis dengan etiologi yang belum diketahui.1,2,5 Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta lingkungan atau kombinasinya diduga berperan dalam patofisiologi SLE.1,2,5 Faktor lingkungan meliputi paparan sinar matahari, merokok, stres, obat-obatan tertentu, dan infeksi virus.5 Faktor genetik berperan penting sebagai faktor penyebab lupus.5 Meskipun demikian tidak semua orang mempunyai kecenderungan (predisposisi) genetik akan menderita lupus.5 Hanya sekitar 10% penderita lupus mempunyai orang tua atau saudara kembar yang juga menderita lupus.5 Penting sekali untuk memperhatikan faktor-faktor yang dapat mencetuskan atau memperberat gejala-gejala lupus.5 Beberapa faktor antara lain : paparan sinar matahari, kerja berat dan kurang istirahat, mengalami stres, menderita infeksi, trauma, menghentikan obat-obat lupus, dan penggunaan obat-obat tertentu.5

2.4 Kecurigaan akan penyakit SLEKecurigaan akan penyakit SLE perlu dipikirkan bila dijumpai 2 (dua) atau lebih kriteria sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu:1,51. Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih.2. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat badan.3. Muskuloskeletal: artritis, artralgia, miositis4. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitiviti, lesi membrana mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis.5. Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik6. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen7. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal,lesi parenkhim paru.8. Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis9. Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali)10. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia11. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis transversus, gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer.Kecurigaan tersebut dilanjutkan dengan melakukan eksklusi terhadap penyakit lainnya.

2.5 PatogenesisFaktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi ikat komplemen ( yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin.Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C2,C4, atau C1q.8,9 Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel fagosit gagal membersihkan sel apoptosis sehingga komponen nuklear akan menimbulkan respon imun.Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra violet, tembakau, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada self-immunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita lupus, dan memegang peranan dalam fase induksi yanng secara langsung mengubah sel DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit.8,9,10 Faktor lingkungan lainnya yaitu kebiasaan merokok yang menunjukkan bahwa perokok memiliki resiko tinggi terkena lupus, berhubungan dengan zat yang terkandung dalam tembakau yaitu amino lipogenik aromatik.11 Pengaruh obat juga memberikan gambaran bervariasi pada penderita lupus. Pengaruh obat salah satunya yaitu dapat meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lainnya yaitu peranan agen infeksius terutama virus dapat ditemukan pada penderita lupus. Virus rubella, sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan apoptosis.9,10Faktor ketiga yang mempengaruhi patogenesis lupus yaitu faktor hormonal. Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa penelitian menunjukkan terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormonestrogen dengan sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada pasien LES.12,13,14 Autoantibodi pada lupus kemudian dibentuk untuk menjadi antigen nuklear ( ANA dan anti-DNA). Selain itu, terdapat antibodi terhadap struktur sel lainnya seperti eritrosit, trombosit dan fosfolipid. Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks imun, yang diikuti oleh aktivasi komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi pada banyak jaringan, termasuk kulit dan ginjal.15,16

2.6 Derajat Berat Ringannya Penyakit SLESeringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan SLE, terutama menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan pemantauan efek samping obat yang diberikan pada pasien.1 Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah dengan ditetapkannya gambaran tingkat keparahan SLE.1

Penyakit SLE dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa.1

Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:1. Secara klinis tenang2. Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.

Penyakit SLE dengan tingkat keparahan sedang manakala ditemukan:1. Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)2. Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)3. Serositis mayor

Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu:1. Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna.2. Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru, infark paru, ibrosis interstisial, shrinking lung.3. Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.4. Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.5. Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).6. Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi.7. Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit 3+ bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatifataub Silinder seluler : - dapat berupa silinder eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran.

Gangguan neurologika. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik (misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidak-seimbangan elektrolit).ataub. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik (misalnya uremia, ketoasidosis, atau ketidak-seimbangan elektrolit).

Gangguan hematologika. Anemia hemolitik dengan retikulosisataub. Lekopenia 100 mg prednison atau setara perhari

Terapi pulse : >250 mg prednison atau setara perhari untuk 1 hari atau beberapa hari

Indikasi Pemberian KortikosteroidPembagian dosis KS membantu kita dalam menatalaksana kasus rematik. Dosis rendah sampai sedang digunakan pada SLE yang relatif tenang. Dosis sedang sampai tinggi berguna untuk SLE yang aktif. Dosis sangat tinggi dan terapi pulse diberikan untuk krisis akut yang berat seperti pada vaskulitis luas, nephritis lupus, lupus cerebral.1

Tabel 5. Farmakodinamik Pemakaian Kortikosteroid Pada Reumatologi.1Ekivalen dosis glukokortikoid(mg)AktivitasRelatif glukokortikoidAktivitas relatifmineralokorticoid*IkatanproteinWaktu paruh di plasma(jam)Waktu paruh biologi (jam)

Kerja pendek

Kortison250,80,8-0.58

kortisol2011++++1.5-28

Kerja menengah

Metilprednisolon450.5->3.518-36

Prednisolon540.6++2.1-3.518-36

Prednison540.6+++3.4-3.818-36

Triamcinolon450++2- >518-36

Kerja panjang

Deksametason0.7520-300++3-4.536-54

Betametason0.620-300++3-536-54

*Klinis; retensi natrium dan air, kalium berkurangSimbol : - =tidak; ++ tinggi, +++ tinggi ke sangat tinggi; ++++=sangat tinggi

Efek Samping KortikosteroidEfek samping kortikosteroid tergantung kepada dosis dan waktu, dengan meminimalkan jumlah KS, akan meminimalkan juga risiko efek samping. Efek samping yang sering ditemui pada pemakaian kortikosteroid dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 6. Efek Samping Yang Sering Ditemui Pada Pemakaian Kortikosteroid.1SistemEfek Samping

SkeletalOsteoporosis, osteonekrosis, miopati

Gastrointestinal Penyakit ulkus peptikum (kombinasi dengan OAINS), Pankreatitis, Perlemakan hati

Immunologi Predisposisi infeksi, menekan hipersensitifitas tipe lambat

Kardiovaskular Retensi cairan, hipertensi, meningkatkan aterosklerosis, aritmia

Ocular Glaukoma, katarak

Kutaneous Atrofi kulit, striae, ekimosis, penyembuhan luka terganggu, jerawat, buff alo hump, hirsutism

Endokrin Penampilan cushingoid, diabetes melitus, perubahan metabolisme lipid, perubahan nafsu makan dan meningkatnya berat badan, gangguan elektrolit, Supresi HPA aksis, supresi hormon gonad

Tingkah laku Insomnia, psikosis, instabilitas emosional, efek kognitif

HPA, hypothalamic-pituitary-adrenal; OAINS, obat anti inflamasi non steroid.Cara Pemberian Kortikosteroid

Cara pengurangan dosis kortikosteroidKarena berpotensial mempunyai efek samping, maka dosis KS mulai dikurangi segera setelah penyakitnya terkontrol. Tapering harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari kembalinya aktivitas penyakit, dan defisiensi kortisol yang muncul akibat penekanan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) kronis. Tapering secara bertahap memberikan pemulihan terhadap fungsi adrenal. Tapering tergantung dari penyakit dan aktivitas penyakit, dosis dan lama terapi, serta respon klinis.1Sebagai panduan, untuk tapering dosis prednison lebih dari 40 mg sehari maka dapat dilakukan penurunan 5-10 mg setiap 1-2 minggu. Diikuti dengan penurunan 5 mg setiap 1-2 minggu pada dosis antara 40-20 mg/hari. Selanjutnya diturunkan 1-2,5 mg/hari setiap 2-3 minggu bila dosis prednison < 20 mg/hari. Selanjutnya dipertahankan dalam dosis rendah untuk mengontrol aktivitas penyakit.1

Sparing agen kortikosteroidIstilah ini digunakan untuk obat yang diberikan untuk memudahkan menurunkan dosis KS dan berfungsi juga mengontrol penyakit dasarnya. Obat yang sering digunakan sebagai sparing agent ini adalah azatioprin, mikofenolat mofetil, siklofosfamid dan metotrexate. Pemberian terapi kombinasi ini adalah untuk mengurangi efek samping KS.1

Rekomendasi Pengobatan SLE meliputi edukasi dan konseling, rehabilitasi medik dan medika mentosa Pemberian terapi kotrikosteroid merupakan lini pertama, cara penggunaan, dosis dan efek samping perlu diperhatikan Terapi pendamping (sparing agent) dapat digunakan untuk memudahkan menurunkan dosis kortikosteroid, mengontrol penyakit dasar dan mengurangi efek samping KS.

Pengobatan SLE berdasarkan aktivitas penyakitnyaa Pengobatan SLE RinganPilar pengobatan pada SLE ringan dijalankan secara bersamaan dan berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang penting agar tujuan di atas tercapai, yaitu:Obat-obatan Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan. Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan pengelolaan nyeri dan inflamasi. Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan potensi ringan) Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet klorokuin 250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa mata pada saat awal akan pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan, sementara hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5 mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) dan periksa mata setiap 6-12 bulan. Kortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari atau yang setara.Tabir surya: Gunakan tabir surya topikal dengan sun protection factor sekurang-kurangnya 15 (SPF 15)b Pengobatan SLE SedangPilar penatalaksanaan SLE sedang sama seperti pada SLE ringan kecuali pada pengobatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan tertentu serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada serosistis yang refrakter: 20 mg / hari prednison atau yang setara. c Pengobatan SLE Berat atau Mengancam NyawaPilar pengobatan sama seperti pada SLE ringan kecuali pada penggunaan obat-obatannya. Pada SLE berat atau yang mengancam nyawa diperlukan obat-obatan sebagaimana tercantum di bawah ini.

Algoritma penatalaksanaan SLE dapat dilihat di bawah ini1

Bagan 1. Algoritme penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik. Terapi SLE sesuai dengan keparahan manifestasinya.TR tidak respon, RS respon sebagian, RP respon penuhKS adalah kortikosteroid setara prednison, MP metilprednisolon, AZA azatioprin, OAINS obat anti inflamasi steroid, CYC siklofosfamid, NPSLE neuropsikiatri SLE.

2.12 PrognosisPrognosis untuk SLE bervariasi dan tergantung pada keparahan gejala, organ-organ yang terlibat, dan lama waktu remisi dapat dipertahankan. SLE tidak dapat disembuhkan, penatalaksanaan ditujukan untuk mengatasi gejala. Prognosis tergantung sejauh mana gejala-gejala dapat diatasi.628