bab 1, 2, 3, 4

71
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep diri secara fisiologis, emosional dan sosial dibentuk berdasarkan reaksi orang lain terhadap klien dan kemudian oleh interpretasi individu tentang reaksi ini pada diri sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh peran kesehatan, pengalaman keluarga, sosial dan okupasi, dan aktivitas intelektual dan kesenangan. Ada empat komponen dalam konsep diri, yaitu identitas, citra tubuh, harga diri dan peran. Setiap tahap perkembangan melibatkan faktor yang penting untuk perkembangan kesehatan dan konsep diri kearah yang positif. Konsep diri perawat dan tindakan keperawatan untuk gangguan konsep diri melibatkan perluasan kesadaran diri klien, mendorong eksplorasi diri, membantu dalam evaluasi diri, merumuskan tujuan berkaitan dengan adaptasi, dan mencapai keberhasilan tujuan tersebut. Proses asuhan keperawatan dalam gangguan konsep diri, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Perencanaan dan implementasi melibatkan peningkatan kesadaran diri klien, mendorong eksplorasi diri klien membantu kliendalam evaluasi diri, dan membantu klien dalam 1

Upload: citra-hafilah-shabrina

Post on 09-Dec-2014

134 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1, 2, 3, 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Konsep diri secara fisiologis, emosional dan sosial dibentuk berdasarkan

reaksi orang lain terhadap klien dan kemudian oleh interpretasi individu

tentang reaksi ini pada diri sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh peran kesehatan,

pengalaman keluarga, sosial dan okupasi, dan aktivitas intelektual dan

kesenangan. Ada empat komponen dalam konsep diri, yaitu identitas, citra

tubuh, harga diri dan peran. Setiap tahap perkembangan melibatkan faktor

yang penting untuk perkembangan kesehatan dan konsep diri kearah yang

positif.

Konsep diri perawat dan tindakan keperawatan untuk gangguan konsep

diri melibatkan perluasan kesadaran diri klien, mendorong eksplorasi diri,

membantu dalam evaluasi diri, merumuskan tujuan berkaitan dengan

adaptasi, dan mencapai keberhasilan tujuan tersebut. Proses asuhan

keperawatan dalam gangguan konsep diri, yaitu pengkajian, diagnosis,

perencanaan, implementasi dan evaluasi. Perencanaan dan implementasi

melibatkan peningkatan kesadaran diri klien, mendorong eksplorasi diri klien

membantu kliendalam evaluasi diri, dan membantu klien dalam mencapai

tujuan kembali ke kondisi normal sebelumnya.

1.2Tujuan Penulisan

a. Menjelaskan mengenai konsep diri serta komponennya

b. Menjelaskan perkembangan konsep diri

c. Menjelaskan pola normal konsep diri

d. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

e. Menjelaskan rentang respons konsep diri

f. Menjelaskan konsep berduka dan hubungannya dengan

konsep diri

1

Page 2: Bab 1, 2, 3, 4

g. Menjelaskan asuhan keperawatan pada kasus HDR

situasional

1.3Sistematika Penulisan

Pada bab 1 makalah ini, penulis memaparkan tentang

latar belakang, tujuan, sistematika, dan metode penulisan.

Pada bab 2, penulis menjelaskan mengenai tinjauan pustaka

konsep diri. Bab 3, penulis menjelaskan mengenai asuhan

keperawatan pada kasus. Bab 4 berisi kesimpulan dan saran

penulis.

1.4Metode Penulisan

Penulis menggunakan teknik kolaborasi dalam pembuatan

makalah ini. Setiap anggota kelompok memberikan resume

mereka berdasarkan materi yang diberikan dalam diskusi

kelompok kemudian disatukan sehingga menjadi resume

yang utuh dan baik.

2

Page 3: Bab 1, 2, 3, 4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diri

Konsep diri menggambarkan pandangan diri yang meliputi citra tubuh,

harga diri, permainan peran, dan identitas personal. Konsep diri berkembang

sepanjang proses kehidupan dan sulit untuk berubah. Konsep diri dipengaruhi

oleh interaksi individu dengan lingkungan dan orang lain, dan oleh

persepsinya tentang bagaimana orang lain memandang dirinya.

Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri, citra subjektif dari

diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah

sadar maupun sadar. Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang

mempengaruhi tindakan yang kita kelola terhadap situasi-situasi dan

hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk konsep diri saat usia

muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara terus

menerus mempengaruhi konsep diri. Jika seorang anak mempunyai masa

kanak-kanak yang nyaman dan stabil, maka konsep diri masa remaja anak

tersebut secara mengejutkan akan sangat stabil (Marsh, 1990 dalam Potter,

Perry 2005). Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan

konsep diri dapat menjadi sumber stres atau konflik.

Sedangkan konsep diri didefinisikan oleh Stuart dan Laraia dalam

Principles and Practice of Psychiatric Nursing sebagai “Semua ide,

kepercayaan, dan keyakinan yang merupakan pengetahuan tentang diri

seseorang dan mempengaruhi hubungan seseorang dengan orang lain”.

Konsep diri meliputi persepsi seseorang terhadap karakter dan

kemampuannya, serta interaksi dengan orang banyak dan lingkungannya,

serta nilai yang berhubungan dengan pengalaman, tujuan, dan ide.

Konsep diri adalah hal yang penting dalam memahami prinsip-prinsip

dan perilaku yang dimiliki seseorang. Kita tidak akan menemukan dua orang

dengan konsep diri yang sama. Konsep diri munculdan dipelajari melalui

pengalaman pribadi seseorang, hubungannya dengan orang banyak, dan

interaksinya dengan dunia luar.

3

Page 4: Bab 1, 2, 3, 4

Konsep diri adalah representasi seorang individu, pusat inti dari "Aku" di

mana semua persepsi dan pengalaman terorganisasi. Konsep diri adalah

kombinasi dinamis yang dibentuk selama bertahun-tahun dan didasarkan pada

hal berikut:

1. reaksi orang lain terhadap tubuh seseorang

2. persepsi berkelanjutan tentang reaksi orang lain terhadap diri

3. hubungan dengan diri dan orang lain

4. struktur kepribadian

5. persepsi terhadap stimulus yang mempunyai dampak pada diri

6. pengalaman baru atau sebelumnya

7. perasaan saat ini tentang fisik, emosional, dan sosial diri.

8. harapan tentang diri.

Jadi, konsep diri dapat diartikan sebagai pandangan atau pengetahuan

individu terhadap dirinya sendiri, yang dipengaruhi oleh interaksi seseorang

dengan orang lain dan lingkungannya, dan dibentuk sepanjang proses

kehidupan. Jika seseorang memiliki konsep diri yang sehat, maka ia memiliki

tingkat kestabilan yang tinggi dan membangkitkan perasaan negatif atau

positif yang ditunjukkan pada diri.

Sebagai perawat, memiliki konsep diri yang baik adalah penting karena

akan berpengaruh terhadap perawatan yang kita berikan, baik terhadap diri

kita sendiri maupun terhadap orang lain. Seseorang yang memiliki konsep

diri yang buruk misalnya, ia akan mengabaikan masalah kesehatannya,

misalnya dengan tidak memperhatikan pola makan maupun tidak menjaga

kebersihan tubuhnya.

2.2 Perkembangan Konsep Diri

Konsep diri tidak ada saat lahir tetapi berkembang perlahan sebagai hasil

pengalaman unik dengan diri sendiri dengan orang yang berarti dan dengan

4

Page 5: Bab 1, 2, 3, 4

sesuatu yang nyata di lingkungan. Perkembangan konsep diri merupakan

suatu proses sepanjang hidup. Pada setiap tahapan memiliki aktivitas

tersendiri (spesifik) yang membantu klien dalam mengembangkan konsep

dirinya. Tugas perkembangan (Potter & Perry, 2005):

Usia 0 sampai 1 tahun Mulai untuk mempercayai

Membedakan diri dari lingkungan

Usia 1 sampai 3 tahun

Mempunyai kontrol terhadap beberapa bahasa

Baru memulai menjadi otonom dalam berpikir

dan bertindak

Menyukai tubuhnya dan dirinya

Usia 3 sampai 6 tahun

Mengambil inisiatif

Mengidentifikasi gender

Meningkatkan kewaspadaan diri

Keterampilan berbahasa meningkat

Usia 6 sampai 12

tahun

Dapat mengatur diri sendiri (industri)

Berinteraksi dengan teman sebaya

Harga diri meningkat dengan menguasai

keterampilan baru

Menyadari kekuatan dan keterbatasan

Usia 12 sampai 20

tahun

Menerima perubahan tubuh

Mengenali tujuan untuk masa depan

Merasa positif tentang dirinya sendiri

Berinteraksi dengan lawan jenis

Pertengahan 20

sampai pertengahan

40 tahun

Memiliki kedekatan dengan keluarga dan teman

dekat

Memiliki perasaan yang stabil dan positif

mengenai diri sendiri

Pertengahan 40

sampai pertengahan

60 tahun

Dapat menerima perubahan dalam penampilan

dan ketahanan

Mengkaji kembali tujuan hidup

Menunjukan perhatian tentang penuaan

Akhir usia 60 tahunan Merasa positif tentang kehidupan dan maknanya

5

Page 6: Bab 1, 2, 3, 4

Tertarik dalam memberikan legalitas pada

generasi muda

2.2.1 Berikut ini perkembangan konsep diri sesuai tahapannya (Potter

&pPerry, 2005):

a. Bayi (Usia 0 – 1 tahun) Kepercayaan vs Ketidakpercayaan

Pemberi perawatan primer dan hubungan dengan pemberi

tersebut merupakan hal pertama yang dibutuhkan seorang bayi,

orang-orang tersebut bisa ibu, ayah, atau orang yang bertanggung

jawab dalam pemberi perawatan. Bayi akan mudah mengingat dan

menginternalisasikan kedalam pikirannya hal-hal yang

menyenangkan, namun jika terjadi hal butuk makan akan

mengakibatkan frustasi dan tersimpan dalam memori bawah

sadarnya. Artinya penting bahwa kebutuhan fisik dan emosional

bayi harus terpenuhi. Hal ini akan membentuk suatu hubungan

saling percaya.

b. Toddler (usia 1 sampai 3 tahun) Otonomi vs Rasa malu dan ragu

Pada usia ini anak lebih aktif dan mampu berkomunikasi dengan

baik. Tugas utama pada masa ini adalah membangun otonomi atau

kemandirian, dimana anak beralih dari ketergantungan total

terhadap orangtua menjadi mandiri dan menyadari bahwa dirinya

terpisah dari oranglain. Anak usia bermain belajar untuk

mengoordinasikan gerakan dan mengimitasi orang lain, mereka

belajar mengontrol tubuh mereka melalui keterampilan (seperti toilet

training). Ada sebagian dari anak-anak menganggap bahwa sebagian

dari diri mereka merupakan permanen, sehingga hal-hal seperti

memotong rambut dan menyiram limbah ke toilet dapat

menyebabkan stress. Hal ini adalah tugas orang tua dan masyarakat

untuk dengan lembut memberikan batasan pada perilaku yang

diterima.

6

Page 7: Bab 1, 2, 3, 4

c. Usia Prasekolah (usia 3 sampai 6 tahun) Inisiatif vs Rasa bersalah

Pada usia ini biasanya anak memiliki rasa penasaran yang

tinggi dan mudah mengimitasi tindakan orang terdekat disekitarnya.

Anak mulai belajar tentang berkomunikasi, cara mempengaruhi

orang lain dan memperhatikan respon orang lain terhadapnya serta

belajar mengontrol perasaan dan perilaku. Pada masa ini anak-anak

menerima saran (pandangan) dari ucapan orang lain (orang terdekat

seperti orang tua) mengenai dirinya, jika hal ini terus terulang maka

akan membuat konsep dan membentuk pola yang diinginkan.

d. Anak Usia Sekolah (usia 6 sampai 12 tahun) Rajin vs Rendah diri

Pada masa ini konsep diri dan citra tubuh anak sangat

dipengaruhi oleh orangtuanya, sekolah hanya sebagai penunjang

pembentukan tersebut, namun keduanya dapat memberikan efek

selaras atau menjadi negatif. Memasuki sekolah maka pertumbuhan

anak menjadi pesat, mereka mendapat banyak keterampilan baik

motorik sosial ataupun intelektual. Melalui permainan anak

mempelajari cara berinteraksi dengan teman sebaya, serta

keterampilan motorik dan intelektual mereka menjadi berkembang.

Anak-anak suka mengekspresikan perasaan mereka melalui

permainan, literatur gambar dan musik. Melalui media tersebut

perawat dapat mengetahui konsep diri pada anak. Konsep diri dan

citra tubuh anak terus berkembang selaras dengan perkembangan

fisik, emosional dan sosial yang dialami anak.

e. Masa Remaja (usia 12 sampai 20 tahun) Identitas vs Kebingungan

identitas

Pada masa ini remaja akan mengalami pergolakan fisik,

emosional dan sosial. Remaja dipaksa mengubah pola pandang

mental tentang dirinya yang mengalami perubahan fisik (ukuran dan

penampilan) sehingga terjadi perubahan dalam peresepsi diri dan

penggunaan tubuh. Ketika ketidaksempurnaan tubuh dirasa maka

akan menimbulkan distres yang besar. Perkembangan konsep diri

7

Page 8: Bab 1, 2, 3, 4

dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas

(Erikson, 1963 dalam Potter & Perry, 2005). Maka penting sekali

pengamanan dini. Pada remaja lebih mementingkan penampilan diri

mereka dan berupaya melakukan apapun untuk berpenampilan

menarik yang diterima dalam masyarakat. Pada masa ini juga terjadi

ketertarikan terhadap lawan jenis.

f. Masa Dewasa Muda (Pertangahan 20 sampai pertengahan 40 tahun)

Keintiman vs Isolasi

Pertumbuhan kognitif, sosial, dan perilaku terus terjadi

sepanjang hidup meskipun pada masa ini pertumbuhan fisik berhenti.

Pada masa ini merupakan periode dalam memilih,

bertanggungjawab, serta mencapai kestabilan dalam karier dan mulai

menjalin kedekatan dengan orang lain. Konsep diri dan citra tubuh

menjadi relatif stabil.

g. Masa Dewasa Tengah (pertengahan usia 40 sampai pertengahan 60

tahun) Generativitas vs Stagnasi

Tahap perkembangan (perubahan fisik seperti kebotakan dan

penumpukan lemak) terjadi karena perubahan dalam produksi

hormon dan penurunan aktivitas mempengatuhi citra tubuh yang

selanjutnya mempengaruhi konsep diri. Individu dewasa tengah

merasa minder terhadap yang lebih muda karena perubahan fisik

tubuhnya yang tidak sama dengan dulu dan mulai menyadari adanya

penuaan. Dewasa tengah sering mengalami krisis usia baya, dimana

mereka mengevaluasi setiap pengalamannya dan mengartikan

kembali tentang peran dan nulai pada dirinya. Sebagian orang secara

bertahap mulai menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi

dan menerimanya sebagai suatu proses dari kematangan. Mereka

menyadari tidak dapat kembali menjadi muda dan menganggap

pengalamannya sangat bermakna. Mereka yang menerima usianya

dan tidak ingin kembali menjadi muda menunjukan konsep diri

yang sehat.

8

Page 9: Bab 1, 2, 3, 4

h. Lansia (akhir usia 60) Integritas vs Keputusasaan

Perubahan fisik/gangguan fisik pada lansia tampak sebagai

penurunan bertahap struktur dan fungsi. Terjadi penurunan kekuatan

otot dan tonus otot lalu penurunan kepadatan tulang, serta penurunan

ketajaman pandangan adalah faktor yang memepngaruhi lansia

dalam berinteraksi dengan lingkungan. Kehilangan pendengaran

menyebabkan perubahan kepribadian, lalu kecurigaan mudah

tersinggung , tidak sabar dan menarik diri juga dapat terjadi. Lansia

menganggap alat bantu yang tidak populer disemua kalang menjadi

ancama terhadap citra tubuh seperti alat bantu dengar, namun

berbeda cerita dengan kaca mata. Harga diri lansia dapat dipengaruhi

oleh adanya keriput karena mereka menganggap dirinya jelek dalam

masyarakat yang menghargai kemudaan dan kecantikan. Aktivitas

seksual akan menghilang sejalan dengan perubahan usia meski

masih memiliki kemampuan, biasanya hal ini terjadi karena mereka

kehilangan pasangannya. Konsep diri lansia dipengaruhi oleh

pengalaman hidupnya, mereka suka bercermin kepada masa lalunya

dan membantu generasi muda dalam membangun motivasi yang

positif. Selain itu konsep diri dipengaruhi juga oleh faktor

kesehatannya.

2.2.2 Menurut Stuart dan Sundeen, ada beberapa faktor yang mempengaruhi

perkembangan konsep diri. Faktor–faktor tersebut terdiri dari:

a. Teori perkembangan

Konsep diri belum ada sewaktu lahir, namun berkembang secara

bertahap seperti mulai mengenal serta membedakan dirinya dengan

orang lain. Dalam melakukan kegiatan individu memiliki batasan

diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan

eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan

tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan

interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri

sendiri atau masyarakat serta menyamakan dengan faktanya.

9

Page 10: Bab 1, 2, 3, 4

b. Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat)

Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan

orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu

dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan

orang lain terhadap diri. Anak sangat dipengaruhi orang terdekat,

remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya,

pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus  hidup.

c. Self Perception (persepsi diri sendiri)

Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannnya,

serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu.

Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman

yang positif. Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal

dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang

positif dapat berfungsi lebih efektif, yang dapat dilihat dari

kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan

lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari

hubungan individu dan sosial yang terganggu.

Keluarga memiliki efek yang sangat besar terhadap

perkembangan konsep diri. Dalam keluarga, anak bisa memiliki

konsep diri yang negatif meskipun orangtua bermaksud baik. Karena

efek keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan konsep

diri, maka perawat pertama-tama harus mengkaji gaya hubungan

klien dengan keluarganya.

2.3 Pola Konsep Diri yang Normal

Konsep diri adalah pengetahuan tentang diri sendiri dan percampuran

kompleks antara pikiran, persepsi dan perasaan. Konsep diri memberikan

kerangka acuan yang akan mempengaruhi manajemen terhadap situasi dan

hubungan dengan orang lain. Tanpa disadari, konsep diri ini akan sangat

berpengaruh terhadap kesehatan fisik maupun mental setiap individu.

Individu yang mempunyai konsep diri yang baik akan memiliki hubungan

10

Page 11: Bab 1, 2, 3, 4

interpersonal yang baik sehingga dapat menjalin komunikasi seiring

perkembangan zaman. Sebaliknya, individu yang tidak memiliki konsep diri

yang baik tidak mampu untuk menjalin komunikasi dan beradaptasi dengan

segala perubahan zaman. Pada aspek ini perawat ikut andil dalam

pengembangannya. Perawat tidak hanya bertanggung jawab dalam

mengidentifikasi klien yang memiliki konsep diri yang negatif, tetapi juga

bertanggung jawab terhadap kemungkinan-kemungkinan yang yang dapat

membantu klien. Potter dan Perry (2005) dalam buku Fundamental Of

Nursing 7th Edition memaparkan empat komponen diri yang akan

membentuk pola konsep diri yang normal dan yang sering dipertimbangkan

oleh perawat yaitu identitas diri, citra tubuh, harga diri dan role performance.

Identitas diri mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan

dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi.

Indentitas diri merupakan karakter individu yang membedakan dirinya

dengan orang lain. Identitas diri bersifat nyata dan fakta, diantaranya nama,

umur, jenis kelamin, ras, nilai dan keyakinan, dan karakter. Untuk

membentuk sebuah identitas, setiap individu harus menjadikan tingkah laku

dan harapan sebagai suatu kesatuan yang utuh (Erikson, 1963). Pencapaian

konsep diri yang normal ditandai dengan kejelasan dari identitas yang

dimiliki seseorang.

Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara

internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaaan dan sikap yang

ditujukan pada tubuh. Pemikiran tentang citra tubuh berkaitan dengan

kesehatan, kekuatan, seksualitas, serta feminine dan maskulin yang

dipengaruhi oleh aspek kognitif dan afektif. Citra tubuh bergantung hanya

pada sebagian realitas tubuh. Seseorang umumnya tidak mengadaptasi dengan

cepat terhadap perubahan fisik. Perubahan fisik mungkin tidak dimasukkan

ke dalam citra tubuh ideal seseorang. Individu yang memiliki pola konsep

diri yang normal tidak akan dengan mudah terpengaruh oleh informasi

di media. Ia akan senantiasa mendasari gambaran diri dengan

melakukan pengamatan dan memberi perhatian khusus pada

keseimbangan antara kesehatan dan penampilan dirinya.

11

Page 12: Bab 1, 2, 3, 4

Harga diri merupakan penilaian individu akan keberhargaan dirinya yang

didapatkan dengan menganalisis seberapa banyak kemiripan diri dengan

standar yang berlaku. Harga diri diyakini sebagai hal yang sangat

fundamental dalam evaluasi diri karena ia mewakili keseluruhan penilaian

nilai individu (Judge dan Bono, 2011). Harga diri dapat dipahami dengan

memikirkan hubungan antara konsep diri seseorang dan diri ideal. Cara

terbaik untuk memperkenalkan harga diri terdiri dari empat langkah. Di

antaranya, menyediakan kesempatan, menanamkan gagasan,

membangkitkan aspirasi, dan membantu mereka untuk membangun

pertahanan terhadap serangan persepsi diri. Keempat langkah ini

diharapkan dapat membimbing individu untuk mencapai pola konsep diri

yang normal. Pola konsep diri yang normal ditandai dengan adanya

penghargaan tertinggi pada harga diri dimana setiap individu meyakini

bahwa dirinya berharga sehingga ia akan senantiasa menjalani

kehidupannya dengan semangat.

Role performance adalah suatu cara dimana individu merasakan

kemampuannya untuk memainkan sebuah peran. Peran yang diikuti oleh

individu ini berkaitan dengan harapan dan standar tingkah laku yang diyakini.

Pada umumnya, pola ini bersifat stabil dan hanya berubah ketika individu

berada dalam usia dewasa. Perlu diketahui, individu dewasa yang sukses

menjalani perannya adalah individu yang mampu membedakan harapan peran

ideal dan kemungkinan yang realistis. Pola konsep diri yang normal dalam

hal ini ditandai dengan adanya kepuasan individu pada peran yang ia

miliki. Ia mampu menjalin hubungan dengan orang lain secara dekat,

merasakan kegembiraan dari perannya dalam diri dan kelompok,

mempercayai orang lain, dan memasuki hubungan saling ketergantunga

dengan orang lain.

Secara keseluruhan pola konsep diri yang normal akan terwujud

apabila individu berusaha menciptakan konsep diri yang positif dan

yang sejalan dengan pemikiran yang realistis. Dengan kata lain, persepsi

individu harus berfokus pada bagaimana seharusnya berperilaku yang tidak

bertentangan atau melebihi batas pencapaian yang dapat diwujudkan. Dalam

12

Page 13: Bab 1, 2, 3, 4

hal ini perawat memiliki kewajiban untuk memulai menunjukkan rasa

penerimaan terhadap diri klien. Pada akhirnya, setiap individu dapat

menerima semua aspek negatif yang ada dalam diri mereka sendiri

sebagai satu kesatuan utuh.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

2.4.1 Harga diri

Harga diri adalah pemahaman individu mengenai nilai dirinya

(Potter & Perry, 2005). Harga diri positif ketika seseorang merasa

mampu, berguna, dan kompeten. Harga diri anak berhubungan dengan

penilaian anak tentang keefektifannya di sekolah, dalam keluarga dan

lingkungan sosial. Kemampuan seseorang untuk kontribusi secara

bermakna di dalam masyarakat mempengaruhi konsep diri dan harga

diri. Konsep diri dan ideal diri dapat juga mempengaruhi harga diri.

Harga diri seseorang dipengaruhi beberapa faktor (Stuart & Laraia,

2005), antara lain:

a. Penolakan orang tua

Penolakan orang tua menyebabkan anak menjadi tidak

yakin pada diri sendiri dan hubungan dengan orang lain. Ketika

anak merasa gagal untuk dicintai, maka anak akan gagal untuk

mencintai diri sendiri dan memberi cinta kepada orang lain. Hal

tersebut dapat menyebabkan harga diri rendah.

b. Harapan orang tua yang tidak realistis

Permintaan orang tua dengan standar yang tidak masuk akal

sering menuntut anak sebelum anak memiliki kemampuan untuk

itu. Ketika anak gagal dalam memenuhi harapan orang tua tersebut,

anak dapat merasa rendah diri. Hal ini dapat juga menyebabkan

harga diri rendah.

c. Kegagalan yang berulang kali

13

Page 14: Bab 1, 2, 3, 4

Persaingan atau imitasi yang gagal terhadap saudara yang

cemerlang atau orang tua yang terkemuka sering menyebabkan

rasa putus asa dan rendah diri. Kekalahan atau kegagalan yang

berulang dapat menghancurkan harga diri.

d. Kurang mempunyai tanggung jawab personal

Anak belajar mandiri dan bertanggung jawab seiring

pertumbuhan dan perkembangan. Namun, kontrol berlebihan dari

orang tua dapat menyebabkan anak merasa seperti tidak memiliki

tanggung jawab dan kemandirian. Ketika anak diberi suatu

tanggung jawab, anak merasa rendah dan kurang percaya diri untuk

melakukan tanggung jawab tersebut.

e. Ideal diri yang tidak realistik

Ideal diri yang tidak realistis dapat menurunkan harga diri

ketika seseorang gagal mencapai ideal diri tersebut. Seseorang

yang memiliki standar yang tidak masuk akal dan tidak dapat

diubah, dapat mengalami harga diri rendah ketika tidak dapat

mencapai ideal dirinya. Selain itu, seseorang yang terlalu

menekankan aturan dan ideal dirinya, dapat merasakan depresi dan

putus asa juga ketika gagal.

2.4.2 Penampilan peran

Penampilan peran adalah cara individu merasakan

kemampuannya untuk membawa keluar peran yang signifikan (Potter

& Perry, 2005). Persepsi individu terhadap kompetensinya dalam

peran mungkin tidak sesuai dengan penilaian orang lain. Individu

yang memiliki banyak peran dapat mengalami konflik peran, tetapi

agar efektif untuk menjalani semua peran, individu harus mengetahui

kelakuan dan nilai yang diharapkan. Setiap peran menemui harapan-

harapan. Penampilan peran juga dipengaruhi beberapa faktor (Stuart

& Laraia, 2005), antara lain:

a. Streotipik peran seks

14

Page 15: Bab 1, 2, 3, 4

Steriotip atau pandangan umum mengenai jenis kelamin

dapat mempengaruhi penampilan peran seseorang. Sebagai contoh,

steriotip tentang feminim (yang berhubungan dengan wanita) dan

maskulin (kejantanan). Standar masyarakat mengenai kebiasaan

jenis kelamin dapat membuat wanita dan pria mengalami konflik

peran. Jika wanita memakai kebiasaan pria, dia berisiko mendapat

kecaman terhadap kegagalannya menjadi feminim; jika dia

memakai kebiasaan feminim, dia kehilangan nilai maskulin. Begitu

juga jika pria memakai kebiasaan wanita, kemaskulinan dan

seksualitasnya dipertanyakan dan kontribusinya dapat diabaikan;

jika dia memakai kebiasaan maskulin, dia berisiko tidak dapat

mengekspresikan kehangatan, kelembutan, dan responsif dari

kebiasaan feminim.

b. Tuntutan peran kerja

Wanita masih menjadi minoritas di pekerjaan berstatus

tinggi. Namun, wanita juga sudah mencoba idealnya seperti

menikah, mengurus anak, mendapat pendidikan yang lebih tinggi,

dan bekerja di luar rumah. Situasi ini memiliki efek negatif. Hal

tersebut dapat menggantikan peran tradisional wanita. Ketika peran

baru yang dihargai, maka peran tradisional sebagai isteri menjadi

tidak dihargai. Selain itu, wanita yang mencoba peran luas, akan

dihadapi dengan konflik bekerja, menikah, rumah tangga, dan

sebagai orang tua.

c. Harapan peran budaya

Harapan peran juga mempengaruhi penampilan peran

seseorang. Harapan yang ada yaitu wanita membuat penyesuaian di

rumah dan di karier. Selain itu terdapat harapan tradisional bahwa

isteri akan menjadi pengurus utama anak dan melakukan aktivitas

lain yang masih lazim. Harapan-harapan peran tersebut

mempengaruhi penampilan peran wanita.

2.4.3 Identitas personal

15

Page 16: Bab 1, 2, 3, 4

Identitas personal mencakup pemahaman internal tentang

kepribadian, keseluruhan, dan konsistensi seseorang di berbagai

keadaan sekitar (Potter & Perry, 2005). Identitas menyatakan jelas dan

membedakan dengan yang lain. Identitas membangun keunikan diri.

Identitas diperoleh dari observasi diri dan apa yang dikatakan individu

mengenai dirinya. Seksualitas, ras, atau budaya adalah bagian dari

identitas diri. Identitas personal juga dipengaruhi beberapa faktor

(Stuart & Laraia, 2005), antara lain:

a. Ketidakpercayaan orang tua

Ketidakpercayaan orang tua menyebabkan anak merasa

hebat jika pilihannya benar dan merasa salah jika melawan ide

orang tua. Ketidakpercayaan orang tua dapat tidak menghargai

opini anak dan menyebabkan anak ragu-ragu, menuruti kata hati,

dan bertindak agar mencapai beberapa identitas. Ketika orang tua

tidak mempercayai anak, anak akan menghilangkan rasa hormat

terhadap orang tua. Hal ini dapat menyebabkan konflik antara

orang tua dan anak.

b. Tekanan dari kelompok sebaya

Teman sebaya juga dapat menyebabkan masalah yang

mengganggu pengembangan identitas. Sering kali, remaja

mengikuti kelompok teman sebaya yang dapat menyebabkan

hancurnya harga diri dan mempengaruhi konsep diri yang stabil.

Hal ini akan berpengaruh terhadap identitas personalnya.

2.4.4 Citra tubuh

Citra tubuh mencakup sikap yang berhubungan dengan tubuh,

meliputi penampilan fisik, struktur, atau fungsi (Potter & Perry, 2005).

Perasaaan mengenai citra tubuh meliputi seksualitas, feminim dan

maskulin, kemudaan, kesehatan, dan kekuatan. Gambaran mental ini

tidak selalu konsisten dengan penampilan atau struktur fisik. Citra

tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor (Potter & Perry, 2005), antara

lain:

16

Page 17: Bab 1, 2, 3, 4

a. Pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik

Perkembangan normal seperti pubertas dan penuaan dapat

mempengaruhi citra remaja atau lanjut usia terhadap tubuh sendiri.

b. Nilai dan budaya

Budaya serta nilai dan sikap masyarakat juga mempengaruhi citra

tubuh seseorang. Nilai seperti berat dan bentuk tubuh ideal serta

budaya lukis tubuh mempengaruhi citra terhadap tubuh.

2.4.5 Pengaruh konsep diri terhadap kesehatan psikososial

Konsep diri dapat mempengaruhi kesehatan psikososial klien.

Fisik, psikologis, dan sosial dapat dipengaruhi oleh sikap, kebiasaan,

kepercayaan, dan ide seseorang (Baby, 2012). Berhubungan dengan

penampilan peran, ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi peran

atau tidak adanya peran yang diinginkan, sering kali menjadi pusat

perhatian dalam fungsi psikososial klien (Videbeck, 2008). Perubahan

peran juga menjadi kesulitan klien. Hubungan dengan orang lain

penting untuk kesehatan emosional dan sosial individu.

Ketidakmampuan mempertahankan hubungan yang memuaskan dapat

terjadi akibat kesehatan jiwa.

Harga diri yang positif adalah dasar dari ciri kesehatan mental dan

juga sebagai faktor yang berkontribusi untuk kesehatan yang lebih

baik dan tingkah laku sosial yang positif melalui perannya sebagai

penahan yang menolak pengaruh negatif (Baby, 2012). Itu terlihat

secara aktif meningkatkan kesehatan, berfungsi sebagai cerminan dari

aspek-aspek kehidupan seperti pencapaian, kesuksesan, kepuasan, dan

kemampuan untuk mengatasi sakit. Konsep diri yang tidak stabil dan

harga diri yang rendah dapat berperan dalam perkembangan gangguan

mental dan masalah sosial seperti depresi, anoreksia nervosa, bulimia,

ansietas, kekerasan, penyalahgunaan zat, dan kelakuan berisiko tinggi.

Pandangan mengenai diri mempengaruhi kemampuan untuk

berfungsi (Baby, 2012). Individu dengan konsep diri yang positif

17

Page 18: Bab 1, 2, 3, 4

akan mendekati pengalaman baru dan mengambilnya dengan

kepercayaan; dia berharap diterima oleh orang lain dan sukses.

Di sisi lain, orang dengan konsep diri negatif cenderung malu dari

orang lain dan menghindari persaingan. Konsep diri sangat

mempengaruhi kesehatan. Sebagai contoh, seseorang dengan konsep

diri yang positif lebih suka merawat kesehatan fisik, emosional, dan

spiritual dirinya. Konsep diri berhubungan dengan kesehatan mental,

penyesuaian, kebahagiaan, kesuksesan, dan kepuasan.

2.5 Rentang Respon Konsep Diri

Konsep diri individu dengan individu lainnya berbeda-beda. Konsep diri

seseorang dapat terlihat ketika individu tersebut mendapatkan sebuah

stressor. Stressor dapat berupa kejadian, situasi, seseorang atau suatu obyek

yang menimbulkan stress sehingga akan menimbulkan sebuah respon.

Stressor ini dapat membuat individu kebingungan dalam melihat citra tubuh,

penampilan peran atau identitas personal. Stressor akan membuat gangguan

pada keseimbangan individu tersebut. Akibatnya, individu akan memberikan

respon. Respon inilah disebut respon konsep diri.

Respon konsep diri individu memiliki sebuah rentang. Rentang respon

konsep diri membantu individu untuk melihat dimana letak respon konsep

diri mereka ketika terdapat stressor. Rentang respon konsep diri terdiri dari

dua sisi yang mengarah saling berlawanan. Respon pertama ialah yang

mengarah ke kanan, yaitu respon maladaptif. Respon maladaptif ialah

keadaan dimana respon konsep diri individu belum baik dalam merespon

stressor. Sedangkan sisi yang lainnya adalah respon adaptif, yang menuju ke

arah kiri, konsep diri individu telah dengan baik dalam merespon stressor

dengan respon yang positif. Rentang respon konsep diri dimulai dari

aktualisasi diri yang merupakan respon paling adaptif, kemudian konsep diri

positif, harga diri rendah, kerancuan identitas, dan depersonalisasi.

18

Page 19: Bab 1, 2, 3, 4

2.5.1 Aktualisasi diri

Ketika dihadapkan pada sebuah stressor, ada individu yang akan

merespon dengan respon paling adaptif, yaitu aktualisasi diri. Individu

yang mengaktualisasikan dirinya adalah individu yang dapat

menimplementasikan atau menunjukkan potensial besar yang ada

dirinya. Individu yang mengaktualisasikan dirinya dapat melihat

realitas yang tersembunyi secara lebih cermat dan tepat. Selain itu,

individu tersebut juga memiliki sifat fleksibilitas, spontanitas,

keberanian, terbuka dan rendah hati sehingga individu dapat merespon

stressor dengan baik.

2.5.2 Konsep diri positif

Individu dengan konsep diri positif akan lebih mudah terbuka

dan secara terang-terangan dalam mengeksplor dunianya, terutama

ketika dihadapkan pada sebuah masalah. Hal ini disebabkan individu

mempunyai latar belakang sebuah rasa penerimaan sebelumnya yang

akan mendukung kesuksesan individu tersebut. Individu dengan

konsep diri positif juga tidak mudah cemas, ketakutan, atau merasa

terancam.

2.5.3 Harga diri rendah

Harga diri merupakan sebuah penilaian individu tentang

pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai

dengan ideal diri individu tersebut. Penilaian ini akan menghasilkan

19

gambar. Rentang respon konsep diri

Page 20: Bab 1, 2, 3, 4

sebuah perasaan berharga dalam diri mereka. Ideal diri merupakan

persepi individu dalam berperilaku. Individu dengan harga diri rendah

disebabkan karena banyaknya perbedaan antara konsep diri dan ideal

diri mereka. Ketika individu merasa terganggu dan respon konsep

dirinya ialah harga diri rendah maka individu akan merasa tidak

berharga dan berarti. Harga diri rendah dapat bersifat situasional dan

kronik. Harga diri rendah situasional terjadi pada suatu situasi saja dan

harga diri rendah kronik berlangsung lama. Individu dengan harga diri

rendah biasanya terlihat tidak percaya diri, pesimis, dan ingin dilihat

orang lain.

2.5.4 Kerancuan Identitas

Identitas adalah sebuah prinsip seseorang yang bersifat

sistematis. Identitas merupakan sebuah kesadaran untuk menjadi suatu

individu itu sendiri sebagai kesimpulan atas semua representasi

dirinya. Ketika individu gagal mengintegrasikan berbagai identifikasi

masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa, maka ia

mengalami kerancuan identitas. Tanda dan gejala yang dapat dilihat

ialah sifat kepribadian yang bertentangan, perasaan hampa, hubungan

interpersonal eksploitatif, tingkat kecemasan yang tinggi, serta

ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain.

2.5.5 Depersonalisasi

Depersonalisasi merupakan perasaan tidak realistis. Individu

tersebut akan merasa asing dengan dirinya sendiri. Individu juga

mengalami kesulitan untuk membedakan diri sendiri dari orang lain.

Depersonalisasi dipengaruhi oleh tingkat kecemasan yang dialami dan

20

Self-concept

Self-ideal

Low self-esteem

Self-concept

Self-ideal

High self-esteem

BA

Page 21: Bab 1, 2, 3, 4

kegagalan dalam penilaian secara realistis. Depersonalisasi terjadi

dalam berbagai penyakit klinik seperti depresi dan schizophrenia.

Tabel. Tanda dan gejala depersonalisasi

Afektif Perseptual Kognitif Perilaku

Kehilangan

identitas diri

Perasaan tidak

aman, takut,

malu

Rasa terisolasi

yang kuat

Ketidakmampuan

mencari

kesenangan atau

perasaan untuk

mencapai sesuatu

Halusinasi

pendengaran

dan

penglihatan

Kebingungan

tentang

seksualitas diri

sendiri

Kesulitan

membedakan

diri sendiri dari

orang lain

Gangguan citra

tubuh

Bingung

Disorientasi

waktu

Gangguan

berpikir

Gangguan

daya ingat

Gangguan

penilaian

Emosi pasif

dan tidak

berespons

Kurang

spontanitas

Kehilangan

kemampuan

untuk

memulai

dan

membuat

keputusan

Menarik diri

secara sosial

2.6 Konsep Berduka Kehilangan dan Kaitannya dengan Konsep Diri

Konsep diri merupakan cerminan dari persepsi seseorang terhadap

dirinya sendiri. Konsep diri memiliki 4 komponen, yaitu, citra tubuh, identitas

diri, harga diri, dan peran. Keempat komponen ini yang membangun konsep

diri seseorang. Usia dan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi

konsep diri seseorang. Konsep diri selalu berkembang dan mempunyai tugas

sendiri dalam setiap tahapannya. Konsep diri dapat berubah melalui

perkembangan alami karena pertambahan usia dan melalui stressor terhadap

keempat komponen konsep diri itu sendiri. Dalam Potter, Perry 2005, Selye

(1956) mengatakan bahwa stres adalah kehilangan dan kerusakan normal dari

21

Page 22: Bab 1, 2, 3, 4

kehidupan, bukan hasil spesifik tindakan seseorang atau respons khas

terhadap sesuatu.

2.6.1 Kehilangan

Kehilangan merupakan peristiwa dan pengalaman yang unik terjadi

pada seseorang dimana hal yang dimilikinya sudah tidak ada lagi.

Menurut Kozier, 2004 “kehilangan adalah situasi aktual dimana

sesuatu hal yang bernilai sudah tidak dapat dimiliki lagi”. Persepsi

terhadap kehilangan dapat berupa positif dan negatif sesuai dengan

nilai seseorang dalam mengartikan kehilangan. kehilangan bukan saja

dinilai dari barang atau benda, suasana yang berubah dapat

menimbulkan rasa kehilangan. Karena itu, Kehilangan dikelompokkan

menjadi empat kategori (kozier, 2004), yaitu:

a. Kehilangan aspek diri

Kehilangan bagian tubuh, fungsi tubuh, dan psikologis

merupakan bagian dari kehilangan aspek diri. kehilangan ini dapat

terjadi karena kecelakaan, penyakit, atau kehilangan kepercayaan

diri. kehilangan aspek diri erat kaitannya dengan konsep ini.

Kehilangan aspek diri dapat menyebabkan perubahan konsep diri.

b. Kehilangan objek eksternal

Kehilangan benda atau hewan merupakan bagian dari

kehilangan objek eksternal. Tingkat berduka karena kehilangan

berdasarkan nilai benda tersebut bagi seseorang.

c. Kehilangan lingkungan yang sudah dikenal

Berpisah dengan lingkungan yang sudah dekat dan kita kenal

dapat menimbulkan rasa kehilangan, seperti merasa kehilangan

setelah 4 tahun tinggal di kota tempat kuliah kemudian harus balik

lagi kerumah.

d. Kehilangan orang yang dicintai

Orang dicintai ini mencakup orang tua, suami, anak, saudara,

dll. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan, kematian, ataupun

pindah.

22

Page 23: Bab 1, 2, 3, 4

Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa klien mungkin

mengalami kehilangan maturasional (kehilangan yang diakibatkan oleh

transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya), kehilangan

situasional (kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespons

kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak dari orang yang

dicintai). Kozier (2004) menyatakan bahwa ada dua tipe kehilangan,

yaitu, aktual dan rasa. Kehilangan aktual dapat diketahui orang lain,

sedangkan kehilangan hanya dirasakan diri sendiri. Contoh kehilangan

rasa adalah ketika seorang wanita karir harus meninggalkan

pekerjaannya drmi mejaga anaknya.

Kehilangan dapat dilihat secara situasional dan bertahap.

Kehilangan anak, pekerjaan, dan kecelakaan termasuk kedalam

kehilangan situasional. Yang dimaksud dengan kehilangan bertahap

adalah ketika seorang ibu memutuskan untuk operasi mastektomi.

Kehilangan bertahap, dalam banyak kasus dapat diantisipasi

sebelumnya.

2.6.2 Duka cita, kehilangan karena kematian, dan berkabung

Duka cita adalah respon emosional yang dialami ketika merasa

kehilangan. Duka cita adalah proses mmengalami reaksi psikologis,

emosional,, dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan (Rando,

1991 dalam Potter & Perry 1997). Kehilangan karena kematian adalah

respon subjektif dari kehilangan orang yang dicintai. Berkabung

adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup

berupaya untuk melewati duka cita.

Worden (1982) menggarisbawahi empat tugas duka cita yang

memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan, dan Harper

(1987) merancang tugas dalam akronim “TEAR” (dalam Potter, Perry,

1997) :

T > untuk menerima realitas kehilangan

E > mengalami kepedihan akibat kehilangan

A > menyesuaikan lingkungan

23

Page 24: Bab 1, 2, 3, 4

R > memberdayakan kembali energi emosional ke dalam hubungan

baru

Tugas ini tidak terjadi secara urutan khusus, tetapi rasionalnya

setiap orang akan mengalami tugas tersebut secara bersamaan, atau

hanya satu atau dua yang menjadi prioritas. Proses berkabung dan

duka cita ini mempengaruhi konsentrasi, nafsu makan, komunikasi,

gangguan tidur. Gejala duka cita antara lain cemas, depresi, sulit

bernapas, penurunan berat badan dan sakit kepala.

a. Tipe Respon Duka Cita

Reaksi normal mungkin terjadi singkat atau mencegah.

Duka cita singkat terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan

dan dengan cepat kembali ke keadaaan normal dengan rasa hilang

tersebut tidak kembali muncul. Biasanya ini terjadi pada

kehilangan sesuatu yang tidak terlalu bernilai bagi dirinya atau

sudah digantikan dengan hal lain. seperti ketika seseorang

kehilangan kunci kamar, kemudian sudah diganti dengan kunci

yang baru. duka cita antisipasi tejadi ketika seorang istri yang

sudah mempersiapkan diri untuk kehilangan suaminya, ketika

suaminya dalam keadaan kritis. Respon ini ketika seseorang

mengalami kehilangan bertahap, ketika seseorang sudah tahu dan

menyadari akan mengalami kehilangan.

Dalam Potter & Perry (1997) duka cita dibagi menjadi duka

cita adaptif dan terselubung. Duka cita adaptif terjadi pada mereka

yang menerima diagnosis yang memiliki efek jangka panjang

terhadap fungsi tubuh. Dalam situasi seperti ini, duka cita adaptif

dapat mendalam lama dan dapat terbuka. Respon ini juga berkaitan

dengan kehilangan bertahap. Duka cita terselubung terjadi ketika

seseorang mengalami kehilangan yang tidak atau tidak dapat

dikenali, rasa berkabung yang luas, atau didukung secara sosial.

Respon ini terjadi pada kehilangan yang bersifat situasional.

b. Tahapan Duka Cita

1. Kubler-Ross (1969)

24

Page 25: Bab 1, 2, 3, 4

a) Denial, menolak untuk menerima kehilangan yang terjadi,

belum siap untuk menghadapi masalah selanjutnya

b) Anger, seseorang akan mengarahkan kemarahannyakepada

orang terdekat

c) Bargaining, individu mungkin berupaya untuk membuat

perjanjian dengan cara halus dan jelas untuk mencegah

kehilangan

d) Depression, kehilangan disadari dan timbul dampak nyata

dari makna kehilangan tersebut

e) Acceptance, sudah menerima, bisa jadi menyerah atau

membuat rencana baru.

2. Engel (1964) dalam Potter & Perry (1997)

a) Shock and disbelief, menolak untuk menerima kenyataan

b) Developing awarenesss, marah diarahkan ke orang terdekat

c) Restitution, ritual berkabung

d) Resolving of loss, mulai menerima support

e) Idealization, mulai menerima objek atau orang baru

f) Outcome

3. Rando (1993)

a) Penghindaran, menyangkal dan tidak percaya, shok

b) Konfrontasi, luapan emosi yang sangat tinggi ketika

seseorang melawan kehilangan

c) Akomodasi, penurunan kedukaan akut dan mulai belajar

menjalani hidup

Teori dan konsep berduka hanya cara yang dapat digunakan

klien untuk mengatasi rasa kehilangannya dalam mengantisipasi

kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan merencanakan

intervensiuntuk membantu mereka memahami duka cita dan

menghadapinya. Tahapan ini tidak terjadi dengan urutan yang

kaku. Tujuannya bukan untuk mengklasifikasi duka cita klien,

dengan demikian perawat tidak harus mengidentifikasi klien

mengalami tahapan khusus duka cita.

25

Page 26: Bab 1, 2, 3, 4

c. Faktor yang mempengaruhi respon duka cita

Usia, setiap proses perkembangan manusia memiliki respon

tersendiri terhadap kehilangan. respon balita dan dewasa tidak bisa

disamakan ketika kehilangan hal yang sama dalam dirinya.

Budaya, beberapa budaya mempunyai kebiasaan untuk

merayakan kehilangan dengan diam dan mengingat kepada Tuhan

Yang Maha Esa. Dibudaya lain merayakan kehilangan dengan

dipenuhi kemeriahan dan kemewahan.

Keyakinan Spiritual, bagi orang yang menmpunyai

spiritual yang tinggi, ketika mengahadapi kehilangan, ia akan

merasakan bahwa ia akan mengalami hal yang sama dan mulai

merenungi nasibnya. Beberapa yang lain menganggap kehilangan

merupakan siksaan atau azab dari tuhan.

Jenis kelamin, lelaki lebih tegar dan lebih pendiam ketika

mengalami kehilangan. sedangkan wanita lebih mengekspresikan

rasa kehilangannya.

Status sosioekonomik, berdasarkan oleh sistem pendukung

yang ada ketika mengalami kehilangan.

Sistem pendukung, sistem pendukung yang baik akan

membuat seserang yang merasa kehilangan dapat cepat menerima

kehilangannya.

Penyebab, penyebab kehilangan benda kesayangan oleh

orang yang disayang lebih minim dari pada disebabkan oleh

seseorang yang tidak dikenal.

Kehilangan dapat menjadi stressor terhadap konsep diri.

Setiap stressor dapat menyebabkan perubahan konsep diri. stressor

dapat berupa positif ataupun negatif, stressor negatif belum tentu

menyebabkan konsep diri negatif pula, begitu pula dengan

kehilangan. konsep diri yang positif jika mengalami kehilangan

dan perubahan dalam dirinya belum tentu mengalami perubahan

konsep diri yang positif. Dalam setiap kehilangan, seseorang akan

mengalami fase-fase dan tahapan duka cita. Konsep diri yang kuat

26

Page 27: Bab 1, 2, 3, 4

dan positif menyebabkan seseorang dapat melewati fase berkabung

dengan baik dan tidak terlalu berlebihan. Konsep diri yang

menjadikan seseorang mampu menerima kehilangan dengan baik

dan dapat mengatur dirinya dengan baik pula. Konsep diri juga

mempengaruhi seseorang terhadap respon kehilangan yang

dialaminya.

Kehilangan dapat menyebabkan perubahan konsep diri

yang baik dan sebaliknya. Perubahan konsep diri bergantung pada

bagaimana kehilangan itu terjadi. Respon pada kehilangan dapat

mengidentifikasi perubahan konsep diri ke positif atau negatif.

Setiap kehilangan akan menyebabkan perubahan konsep diri.

kehilangan dapat menjadi stressor terhadap komponen konsep diri

dan dapat menjadi bagian dari perkembangan konsep diri yang

pasti terjadi. Kehilangan erat kaitannya dengan konsep diri.

2.7 Proses Keperawatan

Pada dasarnya, proses keperawatan terkait konsep diri memiliki proses

yang sama dengan proses keperawatan lain, yaitu pengkajian, diagnosis,

intervensi, implementasi dan evaluasi. Dalam mengkaji data klien dengan

gangguan konsep diri, perawat dapat mengkaji dari berbagai sumber. Perawat

tidak hanya mengkaji melalui pertanyaan langsung saja, tetapi perawat dapat

mengkaji dengan cara mengamati perilaku nonverbal klien dan

memperhatikan isi pembicaraan klien. Dengan mengkaji hal tersebut, perawat

dapat mendapatkan petunjuk bagaimana asumsi klien, persepsi klien, dan

pandangan klien tentang hidup.

Adapun beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam mengkaji

konsep diri klien, yaitu perilaku koping, orang-orang terdekat, dan harapan

klien. Perilaku koping merupakan faktor penting dalam pengkajian karena

kita dapat mengetahui bagaimana klien menghadapi masalah. Apakah koping

tersebut sudah tepat atau belum dan apakah koping tersebut termasuk koping

yang baik dalam memecahkan masalah atau justru menambah masalah lain.

27

Page 28: Bab 1, 2, 3, 4

Faktor penting berikutnya adalah orang-orang terdekat klien. Orang-orang

terdekat klien dapat memberikan informasi untuk data pengkajian perawat.

Melalui orang-orang terdekat klien, perawat dapat mengetahui bagaimana

cara klien menghadapi masalah, pengetahuan apa yang penting untuk konsep

diri klien, dan informasi-informasi penting lainnya. Faktor terakhir yang

penting dalam pengkajian adalah harapan klien.

Selain itu, pengkajian pada proses keperawatan terkait konsep diri juga

meliputi tanda dan gejala, faktor predisposisi, stressor pencetus atau disebut

juga faktor presipitasi, sumber-sumber koping, dan mekanisme koping. Tanda

dan gejala klien dapat dilihat dan diamati melalui pertanyaan langsung dari

perawat maupun isi pembicaraan klien itu sendiri. Sebagai contoh, klien

dengan harga diri rendah akan memiliki tanda dan gejala seperti rasa bersalah

terhadap diri sendiri, mengkritik diri sendiri/orang lain, menarik diri dari

realitas, pandangan hidup yang pesimis, perasaan tidak mampu, perasaan

negatif pada tubuhnya sendiri, percaya diri kurang, mudah tersinggung atau

marah berlebihan.

Tanda dan gejala yang dikaji dapat dibagi berdasarkan gangguan konsep

diri, yaitu:

1. Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai

dan tidak realistis. Tanda dan gejala yang dapat dikaji:

a. Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya

b. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi

2. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif

terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai

keinginan. Tanda dan gejala yang dapat dikaji:

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakti dan akibat

tindakan terhadap penyakit

b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri

c. Merendahkan martabat

d. Gangguan hubungan sosial

e. Percaya diri kurang

28

Page 29: Bab 1, 2, 3, 4

f. Mencederai diri

3. Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhenti fungsi

peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah,

putus hubungan kerja. Tanda dan gejala yang dapat di kaji:

a. Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran

b. Ketidakpuasan peran

c. Kegagalan menjalankan peran yang baru

d. Ketegangan menjalankan peran yang baru

e. Kurang tanggung jawab

f. Apatis/bosan/jenuh dan putus asa

4. Gangguan identitas adalah kekaburan/ketidakpastian memandang diri

sendiri. Penuh dengan keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan

dan tidak mampu mengambil keputusan. Tanda dan gejala yang dapat

di kaji:

a. Tidak ada percaya diri

b. Sukar mengambil keputusan

c. Ketergantungan

d. Masalah dalam hubungan interpersonal

e. Ragu/ tidak yakin terhadap keinginan

f. Projeksi (menyalahkan orang lain).

Faktor predisposisi itu sendiri terbagi menjadi 3, yaitu faktor yang

mempengaruhi harga diri, penampilan peran, dan identitas sosial. Hal-hal

yang perlu diperhatikan pada faktor yang mempengaruhi harga diri adalah

penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang

berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan

pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistik. Kemudian hal-hal yang

perlu diperhatikan pada faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah

streotipik peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya. Serta

hal-hal yang perlu diperhatikan pada faktor yang mempengaruhi identitas

personal adalah, ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya,

dan perubahan dalam struktur sosial.

29

Page 30: Bab 1, 2, 3, 4

Stressor pencetus atau yang disebut juga dengan faktor presipitasi dapat

dibagi menjadi 2 sumber, yaitu sumber internal dan sumber eksternal. Hal-hal

yang perlu diperhatikan pada faktor presipitasi ini adalah trauma dan

ketegangan peran yang meliputi transisi peran perkembangan, transisi peran

situasi, dan transisi peran sehat-sakit. Sedangkan sumber koping dan

mekanisme koping sama halnya dengan faktor penting perilaku koping

sebelumnya, perawat perlu memperhatikan sumber atau koping seperti apa

yang baik untuk klien. Adapun beberapa sumber koping klien adalah

kelebihan personal yang meliputi aktivitas, hobi, seni, kesehatan, pekerjaan,

bakat, kecerdasan, kreativitas dan imaginasi, serta hubungan interpersonal.

Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah penggunaan fantasi,

disosiasi, isolasi, proyeksi, displacement, marah pada diri sendiri, dan

mengamuk. Mekanisme koping dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Jangka Pendek

a. Aktivitas yang memberi pelarian sementara

b. Aktivitas yang memberi kehidupan

c. Aktivitas yang memberi kesempatan mengganti identitas sementara

d. Aktivitas yang memberikan kekuatan/dukungan sementara

terhadap konsep diri

2. Jangka Panjang

Merupakan penutupan identitas premature yang diinginkan oleh

orang yang penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan

aspirasi dan potensi dari individu tersebut dan identitas negative

dengan mengasumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima

oleh nilai dan harapan masyarakat.

Setelah mengkaji data-data klien, hal selanjutnya yang perlu perawat

lakukan adalah menentukan diagnosis keperawatan. Dalam konsep diri,

sering terjadi data yang terisolasi merupakan karakteristik definisi untuk lebih

dari satu diagnosis keperawatan, sehingga perawat harus mengumpulkan data

yang spesifik untuk dapat memvalidasi dan membedakannya. Adapun

30

Page 31: Bab 1, 2, 3, 4

masalah keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan konsep diri

adalah:

1. Gangguan citra tubuh

2. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

3. Ideal diri yang tidak realistik

4. Gangguan identitas diri

5. Gangguan peran

6. Isolasi sosial

Selesai menentukan diagnosis, langkah selanjutnya yang harus dilakukan

perawat adalah menentukan tujuan, tindakan keperawatan, dan kriteria hasil,

atau di sebut juga dengan melakukan perencanaan. Perawat harus

menentukan tujuan umum dan khusus. Tujuan umum untuk meningkatkan

aktualisasi diri klien dengan membantu menumbuhkan, mengembangkan,

menyadari potensi sambil mencari kompensasi ketidakmampuan. Tujuan

Khusus agar klien dapat mengenal dukungan yang dibutuhkan dalam

menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan konsep diri daan

membantu klien agar lebih mengerti akan dirinya secara tepat.

Perawat harus harus meyakinkan bahwa tujuan yang dibuatnya bersifat

individual, nyata, dan dengan hasil yang dapat diukur. Perawat dalam

mencapai tujuan dengan kriteria tersebut memerlukan konsultasi dengan

klien, keluarganya, dan tim kesehatan lain. Selain itu perawat juga perlu

menentukan prioritas yang meliputi penggunaan komunikasi terapeutik untuk

menyelesaikan masalah konsep diri yang menjamin bahwa klien mampu

memenuhi kebutuhan fisiknya secara maksimal. Perawat juga perlu

berkolaborasi dengan orang-orang terdekat klien yang sebelumnya sudah

mendukung klien pada saat mengalami penurunan konsep diri.

Perawat mengembangkan tujuan dan kriteria hasil, kemudian

mempertimbangkan intervensi keperawatan untuk meningkatkan konsep diri

31

Page 32: Bab 1, 2, 3, 4

yang sehat dan membantu klien mencapai tujuan dalam melakukan

implementasi keperawatan. Perawat juga perlu melakukan promosi kesehatan

dengan cara bekerjasama dengan klien untuk membantu mereka

mengembangkan perilaku gaya hidup sehat yang mendukung konsep diri

positif. Selain itu perawat pada tatanan perawatan akut menghadapi klien

yang memerlukan adaptasi terhadap perubahan citra tubuh sebagai akibat

tindakan operasi atau perubahan fisik lainnya. Karena memenuhi semua

kebutuhan ini merupakan hal yang sulit untuk dilakukan pada waktu berada di

tatanan perawatan akut, maka rujukan dan tindakan lebih lanjut di rumah,

menjadi hal yang penting. Perawatan pemulihan dan berkelanjutan yang

dilakukan dirumah, harus sangat dimanfaatkan oleh perawat karena dalam hal

ini perawat memiliki lebih banyak kesempatan untuk bekerjasama dengan

klien agar dapat mencapai tujuan konsep diri yang lebih positif. Intervensi

keperawatan yang utama dalam tahap ini adalah menggunakan keterampilan

komunikasi untuk menjelaskan keinginan klien dan keluarga. Perawat perlu

berkolaborasi dengan klien untuk mengidentifikasi pilihan penyelesaian dan

pengembangan tujuan yang realistis guna memfasilitasi perubahan nyata dan

mendorong perilaku untuk menentukan tujuan selanjutnya.

Setelah melakukan rencana, maka perawat melakukan tindakan

berdasarkan rancangan tersebut. Hubungan terapeutik antara klien dan

perawat merupakan pusat dari fase implementasi. Pendekatan dalam

penyelesaian masalah ini meliputi beberapa tahap yaitu:

1. Memperluas kesadaran diri

2. Membantu klien menyelidiki diri

3. Membantu klien mengevaluasi diri

4. Membatu klien membuat rencana yang realistis

5. Membantu klien untuk bertanggung jawab dalam bertindak

Langkah terakhir yang perlu dilakukan perawat dalam proses ini adalah

evaluasi. Yang dapat dievaluasi perawat dalam proses keperawatan ini

adalah:

1. Klien mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit yang diderita

32

Page 33: Bab 1, 2, 3, 4

2. Klien menyebutkan aspek positif dan kemampuan dirinya

3. Klien berperan serta dalam perawatan dirinya

4. Percaya diri klien dengan menetapkan keinginan atau tujuan yang

realistis

5. Klien menerima perubahan tubuh yang terjadi

6. Klien memilih beberapa cara mengatasi perubahan yang terjadi

7. Klien adaptasi dengan cara – cara yang dipilih dan digunakan

Perawat perlu menggunakan pemikiran kritis untuk mengevaluasi

keberhasilan klien dalam mencapai setiap tujuan dan hasil yang diharapkan.

Hasil yang diharapkan klien dengan gangguan konsep diri meliputi perilaku

nonverbal yang mengindikasikan konsep diri yang positif, pernyataan tentang

penerimaan diri, dan penerimaan terhadap perubahan penampilan atau fungsi.

33

Page 34: Bab 1, 2, 3, 4

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Seorang wanita, 25 tahun, dirawat di ruang bedah untuk rencana operasi

pengangkatan rahim satu minggu yang akan datang. Saat bertemu perawat,

klien mengatakan tidak bisa tidur dan sudah dua hari mengalami diare.

Klien tampak bicara cepat dan sering meremas tangan. Hasil pemeriksaan

tanda vital menunjukkan tekanan darah 150/100 mmHg. Nadi 110x/menit,

pernafasan 25x/menit. Suami klien mengatakan sudah menikah selama 6

tahun, namun belum dikarunia anak. Mertua klien sangat mengharapkan

cucu karena suami klien merupakan anak tunggal

3.2 Proses Keperawatan

1. Pengkajian

Saat melakukan asuhan keperawatan, hal pertama yang dilakukan perawat

adalah melakukan pengkajian. Dalam mengkaji klien pada kasus di atas,

perawat harus mengumpulkan data objektif dan yang berfokus pada stressor

konsep diri baik yang aktual maupun potensial dan pada perilaku yang

berkaitan dengan perubahan konsep diri. Data objektif merupakan perilaku

yang ditunjukkan oleh klien, preokupasi mengenai citra tubuh, keengganan

untuk mencoba hal yang baru, dan interaksi verbal dan nonverbal antara klien

dan orang lain. Data subyektif dikumpulkan untuk menentukan pandangan

klien tentang diri dan lingkungannya. Persepsi orang terdekat adalah sumber

data yang penting. itu, pengkajian pada proses keperawatan terkait konsep diri

juga meliputi tanda dan gejala, faktor predisposisi, stressor pencetus atau

disebut juga faktor presipitasi, sumber-sumber koping, dan mekanisme koping.

Kegiatan Pengkajian Batasan Karakteristik

Mengkaji Identitas Klien Nama : Ny. X, Umur : 25 tahun, Alamat,

Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Suku

Riwayat penyakit

34

Page 35: Bab 1, 2, 3, 4

Mengobservasi tanda dan gejala.

Dapat dilihat dan diamati melalui

pertanyaan langsung dari perawat

maupun isi pembicaraan klien itu

sendiri dan perilaku klien.

DS: klien mengatakan tidak bisa tidur dan

mengalami diare.

DO: klien tampak berbicara cepat dan sering

meremas tangan, tekanan darah 150/100

mmHg, nadi 110x/menit, pernafasan

25x/menit.

Mengkaji Faktor Predisposisi

- Mertua klien sangat mengharapkan cucu,

terlebih lagi suami klien merupakan anak

tunggal.

- Klien belum memiliki anak walaupun sudah

menikah 6 tahun.

- Wanita seusia klien yang sudah menikah

selama 6 tahun seharusnya sudah memiliki

anak

Mengkaji Stressor pencetus (Presipitasi) - Klien mengalami transisi peran situasi yaitu

seharusnya sebagai wanita klien bisa

melahirkan anak namun karena histerektomi

dia tidak bisa melahirkan anak lagi.

Mengkaji sumber-sumber koping Pada kasus di atas, klien bisa menggunakan

sumber koping seperti melakukan hobinya,

aktivitas, seni atau hal-hal lain yang bisa

membuat dia merasa bisa menerima keadaannya

saat itu.

Mengkaji mekanisme koping Mekanisme pertahanan diri yang mungkin

dilakukan oleh klien tersebut adalah penggunaan

fantasi, disolasi, isolasi, proyeksi, displacement,

marah pada diri sendiri, dan amuk.

2. Diagnosis, Intervensi, dan Evaluasi Keperawatan

a. Ansietas

Alasan diagnosa

35

Page 36: Bab 1, 2, 3, 4

DO : tekanan darah 150/100 mmHg, adi 110x/menit, pernafasan

25x/menit, klien tampak berbicara cepat dan sering meremas tangan.

DS: Klien mengatakan tidak bisa tidur dan mengalami diare.

Tujuan

Ansietas berkurang, dibuktikan dengan tingkat ansietas hanya

ringan-sedang.

Intervensi

- Mempersiapkan klien menghadapi kemungkinan krisis

perkembangan dan/ situasional.

- Membantu Klien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor, atau

perubahan yang mengambat pemenuhan tuntutan dan peran

hidup.

- Memberikan penenangan, penerimaan, dan bantuan atau

dukungan selama masa stress.

Aktivitas Keperawatan

Independen:

- Beri penyuluhan untuk klien atau keluarga yang

menginformasikan tentang gejala ansietas

- Pada ansietas berat, dampingi klien, bicara dengan tenang, dan

berikan ketenangan dan rasa nyaman.

- Beri dorongan kepada klien untuk mengungkapkan secara verbal

pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas.

- Bantu klien untuk memfokuskan pada situasi saat ini, sebagai cara

untuk mengidentifikasi mekanisme koping untuk mengurangi

ansietas.

Kolaborasi:

Berikan obat untuk menurunkan ansietas kalau diperlukan.

36

Page 37: Bab 1, 2, 3, 4

Kriteria Evaluasi

- Klien memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal

- Klien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif

secara tepat.

- Klien dapat merencanakan strategi koping untuk situasi tersebut.

b. Risiko Harga Diri Rendah Situasional Berhubungan dengan

Hambatan Fungsi Akibat Histerektomi

Alasan Diagnosa

DS: Gangguan citra tubuh, harapan diri tidak realistis

DO: Ketakutan akan penolakan dan pengabaian dari suami dan

mertua klien

Tujuan

- Menunjukkan harga diri

- Menunjukkan penyesuaian Psikososial: perubahan hidup

Intervensi

- Meningkatkan sikap dan persepsi sadar dan tidak sadar klien

terhadap tubuhnya

- Meningkatkan motivasi klien

Tindakan Keperawatan

Independen:

- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih

dimiliki klien

- Menilai kemampuan yang dapat digunakan

- Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan

- Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan

Kriteria Hasil

37

Page 38: Bab 1, 2, 3, 4

- Mengungkapkan penerimaan diri.

- Mengatakan optimisme tentang masa depan

- Menggunakan strategi koping efektif

38

Page 39: Bab 1, 2, 3, 4

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Kasus

Seorang wanita, 25 tahun, dirawat di ruang bedah untuk rencana operasi

pengangkatan rahim satu minggu yang akan datang. Saat bertemu perawat,

klien mengatakan tidak bisa tidur dan sudah dua hari mengalami diare. Klien

tampak bicara cepat dan sering meremas tangan. Hasil pemeriksaan tanda vital

menunjukkan tekanan darah 150/100 mmHg. Nadi 110x/menit, pernafasan

25x/menit. Suami klien mengatakan sudah menikah selama 6 tahun, namun

belum dikarunia anak. Mertua klien sangat mengharapkan cucu karena suami

klien merupakan anak tunggal

4.2 Pembahasan

Dalam kasus dapat dilihat bahwa klien tampak cemas. Jika dikaji

berdasarkan masalah klien yang dikatakan sudah 6 tahun menikah namun

belum dikaruniai anak sedangkan mertua sangat mengharapkan cucu, maka

dapat dilihat bahwa klien mengalami gangguan konsep diri. Sesuai dengan

definisi konsep diri yang berbunyi “Semua ide, kepercayaan, dan keyakinan

yang merupakan pengetahuan tentang diri seseorang dan mempengaruhi

hubungan seseorang dengan orang lain”, maka klien disini berpendapat bahwa

dirinya tidak bisa mempunyai anak dan mempengaruhi hubungannya dengan

mertuanya. Klien tertekan karena dirinya tidak juga mempunyai seorang anak

sehingga dia khawatir akan pendapat mertua dan suaminya. Klien tertekan

hingga mempengaruhi fisiknya dan menyebabkan dirinya jatuh sakit.

Jika dilihat dari berbagai macam masalah konsep diri, klien dapat

mengalami gangguan dalam penampilan peran. Penampilan peran dipengaruhi

oleh beberapa faktor meliputi streotipik peran seks, peran kerja, dan harapan

budaya. Wanita mempunyai peran untuk melahirkan anak dan meneruskan

keturunan, ketika hal tersebut tidak dapat dicapai, maka wanita mengalami

gangguan dalam penampilan peran. Hal tersebut terjadi pada klien. Klien juga

39

Page 40: Bab 1, 2, 3, 4

dapat mengalami gangguan citra tubuh. Citra tubuh dipengaruhi beberapa

faktor meliputi pertumbuhan kognitif, perkembangan fisik, dan nilai budaya.

wanita dewasa yang sudah memiliki kelurga, secara perkembangan fisik,

seharusnya tubuh telah mengalami perkembangan matang, terutama untuk

melahirkan anak. Ketika seseorang merasa terganggu pada tubuhnya, maka

dapat mempunyai citra tubuh yang negatif. Hal tersebut terjadi pada Klien.

Selain itu, harga diri klien juga dapat mejadi rendah akibat ideal diri yang tidak

tercapai. Ideal diri seorang wanita dapat berupa melahirkan anak. Identitas

personal klien juga mengalami gangguan yaitu terhadap identitas sebagai

seorang wanita.

Gangguan pada komponen konsep diri dapat mengganggu kesehatan

psikososial seseorang. Pada kasus terlihat klien mengalami gangguan

psikososial. Klien tampak berbicara cepat dan meremas tangan. Hal tersebut

mungkin terjadi karena konsep dirinya yang terganggu. Klien mungkin merasa

gagal dalam menampilkan peran sebagai wanita. Selain itu, Klien dapat merasa

tidak mampu meneruskan keturunan sehingga menurunkan harga dirinya.

kejadian pada klien juga dapat menjadi stresor bagi dirinya. Stres jika tidak

dapat ditangani diri sendiri, dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan,

seperti yang terjadi pada klien. Keadaan psikososial yang terganggu dapat

diakibatkan oleh konsep diri yang tidak stabil dan berubah negatif.

40

Page 41: Bab 1, 2, 3, 4

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang dirinya yang meliputi

citra tubuh, harga diri, permainan peran, dan identitas personal. Konsep diri

berkembang sepanjang proses kehidupan dan sulit untuk berubah. Konsep diri

dipengaruhi oleh interaksi individu dengan lingkungan dan orang lain, dan

oleh persepsinya tentang bagaimana orang lain memandang dirinya. Konsep

diri yang dimiliki seseorang berkaitan erat dengan bagaimana ia bersikap jika

dihadapkan pada situasi-situasi tertentu, dan dalam berinteraksi dengan orang

lain. Konsep diri berkembang selama proses kehidupan dan berbeda pada

setiap tahapan perkembangan seseorang. Sejak seseorang dilahirkan sampai

lanjut usia, terdapat perbedaan pada konsep dirinya.

Pola konsep diri yang normal adalah penting dalam berinteraksi di setiap

tahapan perkembangan tersebut. Terdapat empat komponen yang akan

membentuk pola konsep diri yang normal, diantaranya identitas diri, citra

tubuh, harga diri dan role performance. Pola konsep diri yang normal akan

terwujud apabila individu berusaha menciptakan konsep diri yang positif dan

yang sejalan dengan pemikiran yang realistis.

Konsep diri individu dengan individu lainnya berbeda-beda. Konsep diri

seseorang dapat terlihat ketika individu tersebut mendapatkan sebuah

stressor. Respon konsep diri individu memiliki sebuah rentang. Rentang

respon konsep diri membantu individu untuk melihat dimana letak respon

konsep diri mereka ketika terdapat stressor. Rentang respon konsep diri

dimulai dari aktualisasi diri yang merupakan respon paling adaptif, kemudian

konsep diri positif, harga diri rendah, kerancuan identitas, dan

depersonalisasi.

41

Page 42: Bab 1, 2, 3, 4

5.2 Saran

Bagi seorang perawat, memiliki konsep diri yang baik adalah penting,

karena akan berpengaruh terhadap perawatan yang diberikan kepada klien.

Selain itu, perawat juga harus mengetahui perbedaan konsep diri yang

dimiliki klien dalam setiap tugas perkembangan yang berbeda, karena

manusia memiliki perbedaan konsep diri di setiap tahapan perkembangannya

yang akan memengaruhi interaksinya dengan orang lain. Pemahaman

mengenai tingkat rentang konsep diri klien terhadap stressor juga harus

dimiliki, untuk membantu klien beradaptasi terhadap stressor dengan asuhan

keperawatan yang tepat.

42

Page 43: Bab 1, 2, 3, 4

DAFTAR PUSTAKA

Baby, S. (2012). Development of self-concept and health. Social Science

International, 28, 253-263. Diperoleh dari

http://search.proquest.com/science/docview/1095604458/fulltextPDF/

13C368B66031962F0DA/8?accountid=17242

Carpenito, Juall Lynda. (2002). Diagnosis Keperawatan, Aplikasi pada Praktik

Klinis Ed. 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Goble, Frank. (2010). Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hamid, Achir Yani S & Putri, Yossie S.E. Konsep Diri Pada Klien Dewasa.

Kozier, B., Erb, Berman, A.J & Snyder (2004). Fundamental

Nursing : Concepts, Process, and Practice. Seventh edition.

New Jersey: Person Education, Inc

Kozier, B., et al. (2001). Fundamental Of Nursing: Concepts, Process, and

Practice. 5th Ed. New Jersey: Addison-Wesley Nursing.

McLeod, Saul. (2008). Self Concept. from http://www.simplypsychology.org/self-

concept.html.

Perry & Potter.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 1, Edisi 4.

Jakarta: EGC.

Potter, P.A & Perry, A.G. (1997). Fundamental nursing: Concepts,

Process, and Practice, sixth edition. St. Louis: Mosby Year Book

Potter, P.A & Perry, A.G. (2005). Fundamental nursing: Concepts,

Process, and Practice, sixth edition. St. Louis: Mosby Year Book

Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric

Nursing, Ed. 9th. Philadelphia: Mosby.

Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice Psychiatric

Nursing. 8th Ed. Philadelphia: Mosby.

43

Page 44: Bab 1, 2, 3, 4

Stuart, Gail Wiscarz. (1998). Buku Saku Keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.

Videbeck, S. L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.

Wong, Donna L. dkk. (2009). Wong buku ajar keperawatan pediatric edisi 6 vol

1. Jakarta: EGC

44

Page 45: Bab 1, 2, 3, 4

Lampiran

STRATEGI PELAKSANAAN KASUS HARGA DIRI RENDAH

Kondisi klien : Pesimis, sering menunduk

Diagnosa keperawatn : Harga Diri Rendah

Tujuan khusus : Mengidentifikasi aspek positif klien

Tujuan keperawatan : Membantu klien untuk menilai kemampuan yang

masih dapat digunakan

1. Fase Orientasi

Salam : “Assalamu’alaikum, Perkenalkan nama saya Sharra, saya

senangnya dipanggil suster Sharra. Saya adalah Mahasiswa

yang sedang praktek disini. Nama mbak siapa, ya?

Senangnya dipanggil apa? Oh, jadi anda senangnya dipanggil

Riri saja.

Evaluasi : “Saya lihat dari tadi Riri melamun, ada yang sedang

dipikirkan. Bagimana kalau kita ngobrol-ngobrol dulu Riri?

Kontrak : “Bagaimana kalau kita bercakap-cakap dulu, Riri? Mau

berapa lama kira-kira kita ngobrolnya? Oke, jadi Riri maunya

kita ngobrol-ngobrolnya 30 menit. Baiklah, mau dimana kita

ngobrolnya Riri? Oh, jadi kita ngobrolnya diruang ini saja.

2. Fase kerja

“ Bagaimana perasaan Riri saat ini? Oh jadi Riri merasa hidup Riri sudah

tidak berguna lagi dan pengen mengakhiri hidup Riri.”

“ Mengapa Riri berkata demikian? Biasanya kalau dirumah Riris ngapain

saja? Riri punya hobi apa saja? Oh, jadi Riri senangnya masak,

menggambar desain dan membuat cerita komik. Menurut Riri dari hobi

yang sudah Riri sebutkan tadi mana saja yang mungkin dan dapat kita

lakuakan sekarang?”

45

Page 46: Bab 1, 2, 3, 4

“ Bagaimana jika menggambar desain? Jadi, Riri bersedia mau

menggambar desain, kira-kira mau menggambar apa ya? Oh, Jadi Riri mau

menggambar model-model baju terbaru.”

“ Sebentar saya sediakan peralatannya ya Riri. Kira-kira Riri

menggambarnya mau ditemenin suster atau tidak. Wah bagus sekali

gambarnya Riri. Kira-kira Riri mau menggambarnya berapa banyak ni,

bagus lo gambarnya.”

“ Oh, Jadi Riri mau 5 kali sehari menggambarnya. Bagaimana kalau

kegiatan menggambarnya suster buatain jadwal buat Riri?. Apakah Riri

mau?

“ Oke, Jadi Riri bersedia ya Suter Sharra buatin jadwalnya.”

3. Fase Terminasi

Evaluasi subjektif : “Bagaimana perasaan Riri setelah kita bercakap-

cakap dan latiahan menggambar desain?

Ternyata Riri punya banyak kelebihan ya,

salah satunya tadi menggambar dan hasil

gambarnya bagus sekali. Suster senang dengan

gambar buatan Riri.”

Kontrak : “Baik besok kita akan bertemu kembali untuk

ngobrol-ngobrol kembali mengenai

kemampuan Riri yang lain yaitu membuat

cerita komik. Kira-kira besok Riri maunya kita

ketemu jam berapa? Baik! Jadi Riri maunya

kita ketemu jam 10.00 WIB dan tempatnya

diruang ini saja.”

Salam : “Baiklah, sampai jumpa Riri.”

46