3. bab ii acc.docx

26
 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri didefinisikan semua ide, pikiran, keyakinan, kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan dan sosial yang mal adaptif. 2. Pembagian Konsep Diri  1. Citra Tubuh (  Body image) Citra tubuh adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar, sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan, potensi tubuh saat ini dan masa lalu secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman yang baru. Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain. Kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan (Keliat, 1992).

Upload: wisnue-cool

Post on 16-Oct-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

32

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Diri1. Pengertian Konsep DiriKonsep diri didefinisikan semua ide, pikiran, keyakinan, kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia.Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan dan sosial yang mal adaptif.2. Pembagian Konsep Diri1. Citra Tubuh (Body image)Citra tubuh adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar, sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan, potensi tubuh saat ini dan masa lalu secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman yang baru. Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain. Kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan (Keliat, 1992).Citra tubuh berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan memberi rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992). Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan.Banyak faktor dapat yang mempengaruhi citra tubuh seseorang, seperti, munculnya stresor yang dapat menggangu integrasi citra tubuh. Stresor-stresor tersebut dapat berupa :1. Operasi.Seperti : mastektomi, amputasi ,luka operasi yang semuanya mengubah citra tubuh. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain lain.2. Kegagalan fungsi tubuh.Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonalisasi yaitu tidak mengakui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.3. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuhSeperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa, klien mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.

4. Tergantung pada mesin.Seperti : klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik sehingga penggunaan intensif care dipandang sebagai gangguan.5. Perubahan tubuh berkaitanHal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal.6. Umpan balik interpersonal yang negatifUmpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri.7. Standar sosial budayaHal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-beda pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada citra tubuh individu, seperti adanya perasaan malu.Beberapa gangguan pada citra tubuh tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti :1. Syok Psikologis.Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.2. Menarik diri.Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.3. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan citra tubuh yang baru.Tanda dan gejala dari gangguan citra tubuh di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan citra tubuh yaitu :1. Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.2. Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.3. Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.4. Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.5. Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.6. Mengungkapkan keputusasaan.7. Mengungkapkan ketakutan ditolak.8. Depersonalisasi.9. Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.2. Ideal diri ( Self ideal )Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Standart dapat berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan-harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya) dan kepada siapa ia ingin melakukan. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang dipengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan keuntungan dan harapan. Pada masa remaja ideal diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua guru dan teman.Menurut Ana Keliat ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri:a. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannyab. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diric. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.Individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri, sehingga ia akan tampak menyerupai apa yang ia inginkan. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 1992).3. Harga diri ( Self esteem)Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa sebarapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart & Sundeen, 1998).Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu selalu sukses, maka cenderung harga diri tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain (Keliat, 1992).Ada 4 cara untuk meningkatkan harga diri pada individu (Stuart dan Sundeen, 1995), yaitu memberi kesempatan untuk berhasil, menanamkan gagasan, mendorong aspirasi dan membantu membentuk pertahanan diri (koping).Harga diri yang rendah berhubungan dengan hubungan interpersonal yang buruk yang mengakibatkan individu cenderung melakukan kesalahan-kesalahan yang berangkat dari sebab-sebab internal (Carpenito, 2000). Karakteristik gangguan harga diri meliputi tampak atau tersembunyi, menyatakan kekurangan dirinya, mengekspresikan rasa malu atau bersalah, menilai dirinya sebagai individu yang tidak memiliki kesempatan, ragu-ragu untuk mencoba sesuatu atau situasi yang baru, mengingkari masalah yang nyata pada orang lain, melemparkan tanggung jawab terhadap masalah, memberi alasan untuk kegagalan sendiri, sangat sensitif terhadap kritikan dan merasa hebat.Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah (Stuart dan Sundeen, 1995) meliputi mengeritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, gangguan dalam berhubungan, rasa diri penting yang berlebihan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, keluhan fisik, pandangan hidup yang bertentangan, penolakan terhadap kemampuan personal, destruktif terhadap diri sendiri, pengurangan diri, menarik diri secara sosial, penyalahgunaan zat, menarik diri dari realitas dan kecemasan.Gangguan harga diri ada 2 macam : harga diri rendah kronis dan harga diri rendah situasi (Carpenito,2000).a. Harga diri rendah kronis adalah suatu kondisi penilaian diri yang negatif berkenpanjangan pada seseorang atas dirinya.Karakteristiknya antara lain :1) Mayor : untuk jangka waktu lama/kronis : pernyataan negatif atas dirinya, ekspresi rasa malu/ bersalah, menilai diri seperti tidak mampu menghadapi kejadian tertentu, ragu-ragu untuk mencoba sesuatu yang baru.2) Minor : sering menemui kegagalan dalam pekerjaan, tergantung pendapat orang lain, presentasi tubuh buruk, tidak asertif, bimbang, dan sangat ingin mencari ketentraman.b. Harga diri rendah situasionalSuatu keadaan dimana seseorang memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang dirinya dalam berespon terhadap peristiwa (kehilangan, perubahan).Karakteristik antara lain :1) Mayor : Kejadian yang berulang/ berkala dari penilaian yang negatif dalam berespon terhadap peristiwa yang pernah dilihat secara positif, menyatakan perasaan negatif tentang dirinya (putus asa, tidak berguna)2) Minor : Pernyataan negatif atas dirinya, mengekspresikan rasa malu/ bersalah, penilaian diri tidak mampu mengatasi peristiwa/ situasi kesulitan membuat keputusan, mengisolasi diri.4. Peran ( Role performance )Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat (Keliat, 1992). Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi dimasyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktrur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan , posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat, 1992).Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai, dan peran yang terlalu banyak. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan sebagai berikut:a. Kejelasan perilaku dan penghargaan yang sesuai dengan peran.b. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukanc. Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang diemband. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku perane. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peranSepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran. Transisi peran tersebut dapat di kategorikan menjadi beberapa bagian, seperti :1. Transisi Perkembangan.Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus di lalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri.2. Transisi Situasi.Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.3. Transisi Sehat Sakit.Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan citra tubuh dan berakibat diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu citra tubuh, identitas diri, peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat di cetuskan oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah persepsi klien terhadap ancaman. Selain itu dapat saja terjadi berbagai gangguan peran, penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh :1. Konflik peran interpersonalIndividu dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang selaras.2. Contoh peran yang tidak adekuat.3. Kehilangan hubungan yang penting4. Perubahan peran seksual5. Keragu-raguan peran6. Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan proses menua7. Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran8. Ketergantungan obat9. Kurangnya keterampilan sosial10. Perbedaan budaya11. Harga diri rendah12. Konflik antar peran yang sekaligus di perankanGangguan-gangguan peran yang terjadi tersebut dapat ditandai dengan tanda dan gejala, seperti :1. Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan peran2. Mengingkari atau menghindari peran3. Kegagalan transisi peran4. Ketegangan peran5. Kemunduran pola tanggung jawab yang biasa dalam peran6. Proses berkabung yang tidak berfungsi7. Kejenuhan pekerjaan5. Identitas Diri ( Personal identity )Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi, dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart & Sundeen, 1992, dikutip Keliat A, 1999).Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat, akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat, 1992). Identitas jenis kelamin berkembang sejak bayi secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita yang banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis.Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat ditandai dengan:a. Memandang dirinya secara unikb. Merasakan dirinya berbeda dengan orang lainc. Merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri dan dapat mengontrol diri.d. Mempunyai persepsi tentang citra tubuh, peran dan konsep diriKarakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari prilaku dan perasaan seseorang, seperti :1. Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan berbeda dengan orang lain2. Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya3. Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai dan prilaku secara harmonis4. Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya5. Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang6. Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan (Meler dikutip Stuart and Sudeen, 1991)3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diriMenurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).1. Teori perkembangan.Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.2. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.3. Self Perception ( persepsi diri sendiri )Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu. B. Tinjauan Gangren Diabetik1. Pengertian Gangren diabetikGangren atau pemakan luka didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang; perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar), proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999).Gangren adalah proses luka atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi ( Askandar, 2001)2. Klasifikasi Suatu klasifikasi yang sangat praktis dan sangat erat dengan pengelolaan adalah klasfikasi yang berdasar pada pejalanan alamiah gangren diabetik / kaki diabetik ( Edmons 2004-2005 ) : Stage 1 : Normal footStage 2 : High risk footStage 3 : Ulcerated footStage 4 : Infected footStage 5 : Nekrotic footStage 6 : Unsalvable footUntuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiastrist / chiropodist maupun oleh dokter umum / dokter keluarga.Untuk stage 3 dan 4, kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai, umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik.Untuk stage 5 dan stage 6, merupakan kasus rawat inap yang memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter bedah, terutama dokter ahli bedah vaskuler atau ahli bedah plastik dan rekontruksi.Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.Gambaran klinis KDI :- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.- Pada perabaan terasa dingin.- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.- Didapatkan ulkus sampai gangren.2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.3. PatofisiologiTerjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yangluas. Faktor aliran darah yang kurangjugaakan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diebetes.4. Faktor ResikoFaktor risiko terjadi ulkus diabetik pada penderita diabetes melitus menurut Lipsky :a). Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :1) Umur 60 tahun.2) Lama DM 10 tahun.b). Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah (termasuk kebiasaan dan gaya hidup):1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).2) Obesitas.3) Hipertensi.4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.6) Insusifiensi vaskuler karena adanya aterosklerosis yang disebabkan:a) Kolesterol total tidak terkontrol.b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.c) Trigliserida tidak terkontrol.7) Kebiasaan merokok.8) Ketidakpatuhan diet DM.9) Kurangnya aktivitas Fisik.10) Pengobatan tidak teratur.11) Perawatan kaki tidak teratur.12) Penggunaan alas kaki tidak tepat5. Tanda Gejala Tanda dan gejala ulkus diabetikum yaitu :1) Sering kesemutan2) Nyeri kaki saat berkurang3) Sensasi rasa berkurang4) Kerusakan jaringan (nekrosis)5) Penurunan denyut nadi arteri dorsal pedis, tibialis dan poplitea6) Kaki menjadi atrofi, dingin, kuku menebal7) Kulit kering6. Dampak Masalah yang Muncul Pada Klien DM Dengan Gangren Diabetik Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :1. Dampak pada individuPola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehatPada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.2) Pola nutrisi dan metabolismeAkibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.3) Pola eliminasiAdanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.4) Pola tidur dan istirahatAdanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.

5) Pola aktivitas dan latihanAdanya luka gangren dan kelemahan otot otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.6) Pola seksual dan reproduksiAngiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.7) Pola sensori dan kognitifPasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.8) Pola tata nilai dan kepercayaanAdanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.2. Dampak pada keluargaDengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya.3. Dampak SosialPenderita DM dengan gangren yang tidak dapat menerima keadaan sakitnya akan mempunyai pandangan negatif misalnya klien merasa putus asa, tidak berguna dapat menyebabkan klien merasa depresi. Hal tersebut menyebakan interaksi sosial dan hubungan interpersonal terganggu (Price & Wilson, 1995).4. Dampak EkonomiPengobatan DM yag disertai gangren dialkukan dalam jangka waktu yang lama dan kompleks serta membutuhkan biaya yang besar sehingga berdampak pada masalah ekonomi kelurga. Dampak ekonomi terlihat jelas akibat biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan ( Price & Wilson, 1995).7. Perawatan Luka Diabetika. Mencuci lukaMencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline. (Gitarja, 1999).b. DebridementDebridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka. Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis). Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan sistem autolysis dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara teraman dilakukan pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk menghindari resiko infeksi (Gitarja W, 1999).c. Terapi AntibiotikaPemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat kuman gram positip dan gram negatip. Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman (Sutjahyo A, 1998).

d. NutrisiFaktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik biasanyadiberikan diet B1 dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori protein (Tjokroprawiro, A, 1998).e. Pemilihan jenis balutanTujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi eksudat / cairan luka yanag keluar berlebihan, membuang jaringan nekrosis / slough (support autolysis), kontrol terhadap infeksi / terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost effektive). Jenis balutan: absorbent dressing, hydroactive gel, hydrocoloid (Gitarja, 1999).Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb lebih 12 g/dl dan albumin darah dipertahankan lebih 3,5 g/dl. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara ketat, Karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar sembuh.C. Konsep Diri Pada Klien DM Dengan Gangren Diabetik1. Citra TubuhCitra tubuh adalah cara pandang pasien DM tehadap bagian tubuhnya yang terdapat gangren. Biasanya pasien merasa malu dan jelek berhubungan dengan keadaan fisik yang dirasakan tidak sempurna lagi dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya, apalagi kalau gangren yang terdapat pada bagian tubuhnya menimbulkan bau yang tidak sedap. 2. Ideal DiriIdeal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku. Kondisi fisik pasien gangren diabetik yang tidak utuh lagi menyebabkan pasien memiliki kelemahan dan tidak memiliki kemampuan dalam melakukan sesuatu hal yang berdampak pada perasaan putus asa.3. Harga DiriPerilaku yang berhubungan dengan harga diri pada pasien DM dengan gangren yakni mengkritik diri sendiri, perasaan tidak berharga karena penyakitnya, rasa bersalah, mudah tersinggung, pesimis, gangguan berhubungan, menarik diri, kecemasan tinggi, tidak atau kurang penerimaan terhadap diri.4. Penampilan PeranPasien gangren diabetik umumnya memandang negatif terhadap peran jenis kelamin yang dimilikinya, baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai seorang suami. Pandangan negatif terhadap peran jenis tersebut menyebabkan pasien merasa tidak berhasil menjalankan perannya sebagai seorang ibu atau seorang suami yang menjadi tulang punggung keluarga karena ia tidak bisa bekerja dan pasien segan untuk melakukan kegiatan sosial.5. Identitas DiriDengan latar belakang sebagai penderita DM dengan gangren diabetik menyebabkan pasien kehilangan rasa percaya diri, merasa tidak ada yang bisa dibanggakan dari dirinya, merasa tidak mandiri dan bergantung pada bantuan dari orang lain untuk melakukan sesuatu. D. Kerangka Konsep PenelitianKonsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dengan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti. Kerangka konseptual adalah konsep yang dipakai sebagai landasan berpikir dalam kegiatan penelitian (Nursalam,2003).Klien diabetes melitus dengan gangren diabetik dapat menyebabkan terganggunya konsep diri yang meliputi aspek citra tubuh, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri yang berespon dalam rentang adaptif dan mal adaftif.Kerangka konseptualnya dapat kita lihat pada skema kerangka pikir berikut :

Adaftif

Konsep diri :Citra tubuhIdeal diriHarga diriPeranIdentitas diri

Pasien DM + Gangren

Mal Adaftif

Keterangan : Diteliti :Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Gambaran Konsep Diri Klien DM Dengan Gangren Diabetik9