2 tinjauan pustaka · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi...

22
9 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Mangrove Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Ekosistem mangrove tumbuh dengan baik didaerah pesisir yang terlindung seperti delta dan estuaria (Bengen 2001). Zonasi ekosistem mangrove dibentuk oleh keadaan topografi, frekuensi pasang surut, lamanya penggenangan, komposisi dan stabilitas sedimen tempat tumbuh (tipe substrat), salinitas air dan tanah, dinamika ‘propagule’ dan dinamika pemakanan biji mangrove atau organisme yang berasosiasi dengan mangrove. Pada keadaan tertentu hanya ditemukan satu zona (Saptarini et al. 1996). Sementara itu zonasi ekosistem magrove terbagi atas daerah yang dekat dengan laut dengan substrat sedikit berpasir, daerah seperti ini sering ditumbuhi oleh Avicennia spp Sedangkan pada daerah pinggir daerah ini terdapat area yang sempit, berlumpur tebal dan teduh sehingga Avicennia tidak dapat tumbuh, jenis yang berasosiasi pada daerah ini adalah Sonneratia spp. (Bengen 2002a) Dahuri (2003) mengatakan bahwa di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan satu jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis yang merupakan mangrove sejati (true mangrove). Vegetasi mangrove dapat dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, vegetasi pendukung, dan vegetasi asosiasi. 2.1.1 Fungsi Ekosistem Mangrove Keberadaan ekosistem pada suatu kawasan tentu saja banyak memberikan fungsi dan manfaat bagi lingkungan secara biotik, dan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Menurut Bengen (2002), ekosistem mangrove memiliki beberapa fungsi bioekologis dan sosioekologis yaitu: Fungsi perlindungan terhadap abrasi laut Fungsi menangkap sedimen

Upload: tranlien

Post on 12-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

9

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi tropis yang didominasi

oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

daerah pasang surut pantai berlumpur. Ekosistem mangrove tumbuh dengan baik

didaerah pesisir yang terlindung seperti delta dan estuaria (Bengen 2001). Zonasi

ekosistem mangrove dibentuk oleh keadaan topografi, frekuensi pasang surut,

lamanya penggenangan, komposisi dan stabilitas sedimen tempat tumbuh (tipe

substrat), salinitas air dan tanah, dinamika ‘propagule’ dan dinamika pemakanan

biji mangrove atau organisme yang berasosiasi dengan mangrove. Pada keadaan

tertentu hanya ditemukan satu zona (Saptarini et al. 1996). Sementara itu zonasi

ekosistem magrove terbagi atas daerah yang dekat dengan laut dengan substrat

sedikit berpasir, daerah seperti ini sering ditumbuhi oleh Avicennia spp Sedangkan

pada daerah pinggir daerah ini terdapat area yang sempit, berlumpur tebal dan

teduh sehingga Avicennia tidak dapat tumbuh, jenis yang berasosiasi pada daerah

ini adalah Sonneratia spp. (Bengen 2002a)

Dahuri (2003) mengatakan bahwa di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis

tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat,

44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan satu jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43

jenis yang merupakan mangrove sejati (true mangrove). Vegetasi mangrove dapat

dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, vegetasi pendukung, dan vegetasi

asosiasi.

2.1.1 Fungsi Ekosistem Mangrove

Keberadaan ekosistem pada suatu kawasan tentu saja banyak memberikan

fungsi dan manfaat bagi lingkungan secara biotik, dan manfaat sosial ekonomi

bagi masyarakat sekitarnya.

Menurut Bengen (2002), ekosistem mangrove memiliki beberapa fungsi

bioekologis dan sosioekologis yaitu:

� Fungsi perlindungan terhadap abrasi laut

� Fungsi menangkap sedimen

Page 2: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

10

� Fungsi sebagai daerah penghasil makanan

� Sebagai spawning ground, nursery ground dan feeding ground

� Sebagai daerah bersarang burung

� Habitat alami yang memberikan kesinambungan ekologis

� Fungsi mencegah terjadinya keasaman tanah

� Fungsi perlindungan dari bahaya angin laut

� Fungsi menghambat intrusi air laut

� Daerah penghasil kayu

� Daerah penghasil ikan

� Daerah pariwisata

Manfaat lain dari tumbuhan mangrove adalah bahwa bijinya mengandung

antioksidan dan bahan aktif untuk melindungi kulit dari sengatan sinar ultraviolet.

Dari hasil penelitian hingga praklinis membuktikan bahwa biji mangrove

(Xylocarpus granatin) mengandung flavonoid dan tanin. Manfaatnya sangat besar

untuk mencegah terjadinya kanker kulit akibat sering terbakar sinar matahari.

Ekstrak biji mangrove mengandung Sun Protector Filter (SPF) 22. Sementara itu,

Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk tabir surya SPF-nya minimal 15. Maka

tabir surya dari mangrove itu lebih dari cukup untuk melindungi kulit dari

sengatan matahari (Linawati, 2003).

2.1.2 Kerusakan Ekosistem Mangrove

Kerusakan vegetasi merupakan tipe dan intensitas dari efek manapun, efek

yang terjadi pada satu ataupun lebih tipe vegetasi yang datang dari luar ekosistem

baik yang bersifat sementara ataupun permanen akan mengurangi nilai finansiil

atau akan merubah kemampuan pertumbuhan dan reproduksi.

Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

jenis (Kusmana dan Onrizal, 1998):

a) Gangguan Fisik Mekanis, yang meliputi: Abrasi pinggir pantai atau pinggir

sungai, sedimentasi dengan laju yang tidak terkendali, banjir yang

menyebabkan melimpahnya air tawar, dan gempa bumi yang disertai dengan

tsunami.

Page 3: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

11

b) Ganguan Kimia, yang meliputi: Pencemaran air, tanah dan udara, serta adanya

hujan asam.

c) Ganguan Biologi, yang meliputi: Adanya konversi mangrove untuk kegiatan

pemukiman, industri, pertambakan, pertanian, pertambangan, sarana angkutan

dan penggunaan lahan non kehutanan. Kegiatan penebangan pohon yang tidak

memperhatikan azas kelestarian hutan, serta adanya invasi Acrostichum

aureum (piay) dan adanya jenis semak belukar lanilla.

Proses berkurangnya lahan mangrove di beberapa provinsi disebabkan bisa

disebabkan oleh beberapa factor berikut ini (Kusmana 1998):

a) Konversi ekosistem mangrove menjadi bentuk lahan penggunaan lain, seperti

pemukiman, pertanian, industri, pertambangan dan lanilla.

b) Kegiatan eksploitasi hutan yang tidak terkendali oleh preusan-perusahaan Hak

Pengelola Hutan (HPH) serta penebangan liar dan bentuk perambahan hutan

lanilla.

c) Polusi di perairan estuary, pantai, dan lokasi-lokasi perairan lainnya dimana

terdapat tumbuhan mangrove.

d) Terjadinya pembelokan aliran sungai maupun proses sedimentasi dan abrasi

yang tidak terkendali.

Kriteria Baku Kerusakan Mangrove sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

merupakan cara untuk menentukan status kondisi mangrove yang diklasifikasikan

dalam kriteria yaitu:

a) Baik (Sangat Padat);

b) Baik (Sedang);

c) Rusak

Kriteria baku kerusakan mangrove dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1 Kriteria baku kerusakan mangrove

No Kriteria Penutupa

n (%)

Kerapatan

(pohon/ha)

1 Baik Sangat Padat >75 >1500 2 Sedang >50 – <75 1000 – <1500 3 Rusak Jarang <50 <1000

Sumber: Kepmen LH No.201 Tahun 2004.

Page 4: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

12

2.1.3 Rehabilitasi Ekosistem Mangrove

Mangrove memiliki kemampuan memperbaiki habitatnya sendiri dengan

mengembangkan strategi establishmen, pertumbuhan dan perkembangan, serta

regenerasi. Namun pada kondisi-kondisi tertentu regenerasi alami pada mangrove

akan terhambat terutama bila terjadi perubahan kondisi fisik habitat kearah yang

tidak normal seperti halnya perubahan hidrologi. Bila kondisi ini yang terbentuk

maka tindakan perbaikan habitat secara konvensional (penanaman) sering tidak

berhasil meskipun dilakukan secara berulang-ulang (Djamaluddin, 2004).

Menurut Permenhut Nomor: P.70/Menhut-II/2008 Tentang Pedoman Teknis

Rehabilitasi Hutan dan Lahan, bahwa sasaran lokasi kegiatan rehabilitasi hutan

mangrove adalah di dalam kawasan hutan pada hutan lindung yang

terdeforestasi, hutan produksi (yang tanahnya miskin/ kritis dan tidak dibebani

hak serta tidak dicadangkan/proses perizinan untuk pembangunan hutan tanaman-

HTI/HTR), serta Taman Hutan Raya (Tahura) yang dikelola oleh

Kabupaten/Kota, dan di luar kawasan hutan pada lahan tegakan mangrove yang

telah mengalami degradasi/deforestasi sehingga terganggu fungsi ekologis, sosial

dan ekonominya. Disamping itu rehabilitasi dilakukan pula pada kawasan pantai

berhutan bakau, sesuai Keppres No. 32 Tahun 1990 dimana perlindungan

terhadap kawasan ini dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai

pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota

laut disamping sebagai perlindungan pantai dari pengikisan air laut serta

perlindungan usaha budidaya di belakangnya.

Rehablitasi perlu dipertimbangkan untuk dilakukan ketika suatu sistem telah

berubah dalam tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi memperbaiki atau

memperbaharui diri secara alami. Pada kondisi seperti ini ekosistem homeostasis

telah berhenti secara permanen, dan proses kedua untuk perbaikan secara alami

pasca kerusakan telah terhambat oleh karena beberapa kondisi (Lewis 1982, diacu

dalam Djamaludin 2004). Untuk banyak kasus seringkali pengelola suatu program

rehabilitasi melakukan penanaman mangrove sebagai kegiatan pertamanya.

Sebaiknya kegiatan rehabilitasi yang dilakukan berdasarkan diketahuinya

penyebab hilangnya ekosistem mangrove di wilayah tersebut, kemudian baru

dilakukan penanganan penyebab tersebut dan perbaikan habitat mangrove yang

Page 5: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

13

ada. Bibit mangrove ditanam hanya jika mekanisme alami tidak memungkinkan

dan apabila secara hidrologi telah memungkinkan (Djamaluddin 2004).

Menurut Lewis (1982) diacu dalam Djamaluddin (2004) semua habitat

mangrove dapat memperbaiki kondisi alami dalam waktu 15-20 tahun, jika paling

tidak dua kondisi ini terpenuhi:

a) Kondisi normal hidrologi tidak terganggu.

b) Ketersedian biji dan bibit mangrove serta jaraknya tidak terganggu atau

terhalangi.

Jika kondisi hidrologi pada kondisi normal tetapi biji mangrove tidak dapat

mendekati daerah rehabilitasi, maka rehabilitasi dapat dilakukan secara

konvensional yaitu melalui penanaman. Secara umum rehabilitasi mangrove dapat

dilakukan tanpa penanaman, maka rehabilitasi fisik dilakukan dengan terlebih

dahulu melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau tekanan lingkungan

lainnya yang menghalangi perkembangan mangrove. Jika aliran air terhalangi dan

ditemukan adanya tekanan lain maka hal tersebut harus ditangani terlebih dahulu,

dan perlu dipastikan ketersediaan bibit alami. Bila bibit alami tidak tersedia maka

perlu dilakukan penanaman untuk membantu perbaikan secara alami

(Djamaluddin 2004).

Sangat disayangkan banyak kegiatan rehabilitasi mangrove langsung

dimulai dengan aktivitas penanaman tanpa mempertimbangkan mengapa

perkembangan secara alami tidak terjadi. Seringkali kegiatan seperti ini

mengakibatkan terjadinya kegagalan, haltersebut dapat dilihat pada beberapa

proyek yang telah dilakukan Di Indonesia. Ada lima tahap yang penting yang

perlu diperhatikan untuk rehabilitasi mangrove, yaitu:

a) Memahami autekologi (ekologi tiap jenis mangrove), pola reproduksi,

distribusi benih dan keberhasilan pembentukan bibit.

b) Memahami pola hidrologi normal yang mengatur distribusi dan keberhasilan

pembentukan dan pertumbuhan jenis mangrove yang menjadi target.

c) Memperkirakan perubahan lingkungan mangrove asli yang menghalangi

pertumbuhan alami mangrove.

Page 6: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

14

d) Disain program rehabilitasi fisik untuk memperbaiki hidrologi yang layak, dan

jika memungkinkan digunakan benih alami mangrove untuk melakukan

penanaman.

e) Hanya melakukan penanaman bibit, memungut, atau mengolah biji setelah

memperhatikan langkah-langkah tersebut diatas.

Faktor yang paling penting dalam mendesain suatu kegiatan rehabilitasi

mangrove adalah pengenalan hidrologi (frekuensi dan durasi pasang surut) yang

berlaku pada suatu komunitas mangrove yang berdekatan dengan area rehabilitasi.

Pengumpulan data akan memerlukan biaya yang cukup besar karena akan

mengamati batas air pasang surut, serta melakukan survei terhadap mangrove

yang tumbuh sehat untuk mendapatkan suatu penampang distribusi spasial,

kemiringan, dan morfologi suatu ekosistem mangrove yang kemudian menjadi

model kontruksi. Penimbunan dan penggalian kembali bekas galian diperlukan

untuk membentuk tingkat kemiringan yang sama serta ketinggian relatif terhadap

batas areal yang ditentukan untuk memastikan hidrologinya sudah tepat

(Djamaluddin 2004).

Areal dimana penimbunan dilakukan terhadap lahan yang pernah ditumbuhi

mangrove, dilakukan pengerukan kembali lahan tersebut untuk mencapai tanah

humus mangrove sebelumnya, atau dapat pula disesuaikan dengan ketinggian

magrove yang ada disekitarnya. Bentuk lain dari rehabilitasi mangrove yaitu

melibatkan penggabungan kembali areal-areal hidrologi yang terpisah ke situasi

jangkauan air yang normal (Djamaludin, 2004).

Penanaman mangrove hanya diperlukan jika pertumbuhan alami tidak

mungkin terjadi akibat kurangnya bibit/kecambah (propagade) taupun kondisi

tanah yang kurang mendukung. Ketika penanaman diperlukan, penempatan bibit

Rhizophora yang telah matang secara langsung ke dalam hunus dapat

mempercepat pertumbuhan mangrove. Proses tersebut tidak dapat dilakukan pada

mangrove jenis lainnya karena diperlukan pelepasan kulit biji dari kecambah

sebelum pembentukannya, serta diperlukan akar yang menyentuh permukaan

tanah secara langsung dengan kotiledon yang terbuka. Kematian bibit pada tahap

awal jarang terjadi, namun tingkat keberhasilannya hanya sekitar 50 persen.

Meskipun penanaman pada musim panas adalah yang ideal, tetapi bibit mangrove

Page 7: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

15

dapat juga ditanam sepanjang tahun dengan hasil yang memuaskan (Djamaluddin

2004).

Illegal logging termasuk yang terjadi pada kawasan hutan mangrove telah

menyebabkan perubahan iklim yang ekstrim di berbagai perjuru dunia, sehingga

rehabilitasi ekosistem mangrove dapat juga digunakan sebagai salah satu solusi

pengurangan dampak pemanasan global tersebut, terutama di negara-negara

kepulauan. Aksi nyata yang dapat dilakukan adalah reforestasi pada ekositem

mangrove yang rusak, untuk program jangka panjang diperlukan kejelasan dan

manfaat dari adanya ekosistem mangrove terhadap masyarakat setempat. Salah

satu program yang dianjurkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah

silvofishery yang menerapkan kegiatan yang ramah lingkungan dengan

menggabungkan tumbuhan dengan perikanan. Program ini dapat menerapkan

sistem empang parit atau empang inti, empang parit merupakan sistem dimana

tumbuhan mangrove berada ditengah-tengah kolam dengan dikelilingi oleh parit,

sedangkan empang inti merupkan kebalikannya yaitu parit yang dibuat dikelilingi

oleh tumbuhan mangrove. Sistem ini sebenarnya dapat memberikan banyak

keuntungan antara lain adalah kontruksi kolam akan lebih stabil karena adanya

perakaran dan kualitas air akan lebih baik karena tersaring akar. Sistem ini juga

akan terbantu oleh proses dekomposisi material organik karena adanya mikrobia

pada dasar (debris) dan daun mangrove yang jatuh bersifat alelopaty dapat

menurunkan patogen pada ikan. Selain itu sistem silvofishery juga dapat

mengurangi intrusi air laut karena berfungsi sebagai greenbelt dan merupakan

mitigasi terhadap climate change karena dapat menyerap karbondioksida dari

udara. Oleh karena itu masyarakat setempat dapat berpartisipasi aktif dalam

mengelola ekosistem mangrove sekaligus melakukan mitigasi terhadap perubahan

iklim (Primavera. 2000}.

2.2 Kegiatan Budidaya Di Wilayah Pesisir

Kegiatan budidaya di wilayah pesisir berupa budidaya pada tambak

merupakan kegiatan pemeliharaan dan pembesaran biota perairan dalam suatu

perairan tambak dalam waktu tertentu untuk mendapatkan hasilnya dengan cara

memanennya. Pengertian tambak adalah kolam ikan yang dibuat pada lahan pantai

Page 8: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

16

laut dan menggunakan air laut (bercampur dengan air sungai) sebagai

penggenangnya. Tambak berasal dari kata ”nambak” yang berarti membendung

air dengan pematang sehingga terkumpul pada suatu tempat. Bentuk tambak

umumnya persegi panjang dan tiap petakan dapat meliputi areal seluas 0,5 sampai

2 ha. Deretan tambak dapat mulai dari tepi laut terus ke pedalaman sejauh 1-3 km

(bahkan ada yang mencapai 20 km) tergantung sejauh mana air pasang laut dapat

mencapai daratan (Hardjowigeno 2001). Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka

(2001), berdasarkan letak tambak terhadap laut dan muara sungai yang memberi

air ke tambak, maka dapat dibedakan tiga jenis tambak, yaitu:

(a) Tambak layah, adalah tambak yang terletak dekat sekali dengan laut atau lebih

jauh, tetapi air laut masih dapat menggenangi tambak tanpa mengurangi

salinitas yang menyolok, sehingga tambak tersebut berisi air laut yang

berkadar garam 30 ‰.

(b) Tambak biasa, adalah tambak yang terletak di belakang tambak layah dan

selalu terisi campuran air asin dari laut dan air tawar dari sungai, setelah kedua

macam air tersebut tertahan dalam petakan tambak, maka terciptalah air payau

dengan kadar garam 15 ‰.

(c) Tambak darat, adalah tambak yang terletak jauh dari pantai laut. Tambak ini

kurang memenuhi syarat untuk produksi biota air payau karena salinitasnya

rendah (5-10 ‰).

Biota perairan yang umum dibudidayakan di tambak antara lain: udang

vaname (Litopenaeus vannamei), udang windu (Penaeus monodon), udang putih

(Penaeus merguensis), bandeng (Chanoschanos), kakap (Lates calcalifer), nila

merah (Oreochromis niloticus), dan rumput laut (Euchema spp). Di wilayah

Kalimantan mulai muncul usaha budidaya kepiting bakau (Scylla serrata) di

tambak. Udang windu dan uadng vaname merupakan komoditas yang paling

populer dibudidayakan, karena permintaan pasar luar negeri yang semakin

meningkat dengan harga yang relatif tinggi. Komoditas lain yang cukup banyak

diusahakan, terutama di tambak tradisional adalah bandeng. Perkembangan

teknologi budidaya bandeng cenderung lambat, namun merupakan komoditas

yang banyak diproduksi dan dikonsumsi.

Page 9: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

17

Untuk memperoleh produksi tambak yang diharapkan, kegiatan budidaya

tambak udang harus memperhatikan daya dukung lahan. Poernomo (1992)

menyatakan daya dukung tambak dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: tipe

dasar pantai, tipe garis pantai, arus, amplitudo pasang surut, elevasi, mutu tanah,

air tawar, jalur hijau, dan curah hujan. Dari daya dukung tersebut maka dapat

ditentukan tingkat teknologi budidaya yang tepat, yaitu tradisional, semi intesif,

atau intensif.

Pada umumnya tambak Di Indonesia yang dikelola dengan tidak

menggunakan kincir, sedikit menggunakan pakan, serta menerapkan pemupukan

sudah mampu memproduksi udang antara 500-750 kg/ha/4 bulan. Tambak yang

dikelola dengan sistem tradisional ini akan memberikan kelangsungan produksi

yang lebih lestari dibanding sistem intensif (Widigdo 2002). Di Philipina tambak

yang lestari dan memiliki mutu produk yang baik adalah tambak yang

menerapkan teknologi rendah (tradisional) dengan target produksi sekitar 600-750

kg/ha/4 bulan (Widigdo 2002). Sejalan dengan itu, Poernomo (1992) menyatakan

bahwa tambak semi intensif mempunyai target produksi antara 2-4 ton/ha,

sedangkan untuk tambak ekstensif target produksinya antara 500-750 kg/ha.

Tambak yang dikelola dengan sistem ekstensif akan memberikan kelangsungan

produksi yang lestari daripada sistem semi intensif.

2.2.1 Perikanan dan Rehabilitasi Mangrove

Dalam mengakomodasi kebutuhan lahan dan lapangan pekerjaan, hutan

mangrove dapat dikelola dengan model silvofishery atau wanamina yang dikaitkan

dengan program rehabilitasi pantai dan pesisir. Kegiatan silvofishery berupa

empang parit pada kawasan hutan mangrove, terutama di areal Perum Perhutani

telah dimulai sejak tahun 1978. Empang parit ini pada dasarnya adalah semacam

tumpangsari pada hutan jati, di mana ikan dan udang sebagai pengganti tanaman

polowijo, dengan jangka waktu 3-5 tahun masa kontrak (Wirjodarmodjo dan

Hamzah 1984). Semula, empang parit ini hanya berupa parit selebar 4 m yang

disisihkan dari tepi areal kegiatan reboisasi hutan mangrove, sehingga

keluasannya mencapai 10-15% dari total area garapan. Jarak tanam 3 m x 2 m,

dengan harapan 4-5 tahun pada akhir kontrak, tajuk tanaman sudah saling

Page 10: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

18

menutup (Wirdarmodjo dan Hamzah, 1984; Perum Perhutani Jawa Barat, 1984).

Sejak tahun 1990 dibuat sistem pola terpisah (komplangan) dengan 20 % areal

untuk budidaya ikan dan 80% areal untuk hutan dengan pasang surut bebas. Dari

sistem silvofishery semacam ini dengan pemeliharaan bandeng dan udang liar

dapat dihasilkan keuntungan sebesar Rp 5.122.000,-/ha/tahun untuk 2 kali panen

setiap tahun (Perum Perhutani 1995). Dalam membandingkan pola silvofishery di

Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, pola komplangan menunjukkan perbandingan

relatif lebih baik daripada pola empang parit, baik dalam hal produktivitas

perairan maupun pertumbuhan mutlak, kelangsungan hidup maupun biomassa

bandeng yang dipelihara pada masing-masing pola (Sumedi dan Mulyadhi, 1996).

Selisih pertumbuhan mutlaknya hanya 9,6 g sedangkan biomassanya 7,1 kg/m3.

Hasil ini berbeda dengan penelitian Poedjirahajoe (2000) yang mengemukakan

bahwa justru pola empang parit menghasilkan bandeng pada usia 3 bulan dengan

berat rata-rata 1 kg lebih berat dibandingkan dengan pola komplangan. Namun

demikian, kedua sistem ini turut membantu dalam meningkatkan pendapatan

petambak. Masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan mangrove dengan sistem

ini cukup besar. Data dari KPH Purwakarta menunjukkan bahwa dari luas areal

mangrove seluas 14.535 ha dapat melibatkan sebanyak 4.342 KK dalam kegiatan

silvofoshery (Perhutani Purwakarta, 2005). Kontribusi dari usaha budidaya

tambak dengan luas total 208.000 ha dapat menghasilkan 129.279 ton ikan dan

udang yang apabila ditaksir, nilainya melebihi dari Rp 138 milyar. Kegiatan ini

pun dilaporkan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 117.034 KK yang sudah

barang tentu dapat memberikan penghasilan yang lebih baik bagi petani kecil

(Fitzgerald and Savitri. 2002).

2.2.2 Budidaya Perikanan Yang Ramah Lingkungan

Pada Code of Conduct for Responsible Fisheries Artikel 9 Mengenai

Pembagunan Budidaya (FAO. 1995) mensyaratkan antara lain bahwa :

a) Pemerintah harus mempromosikan pembangunan bertanggung jawab dan

manajemen dalam akuakultur, termasuk melakukan evaluasi efek dari kegiatan

akuakultur terhadap keragaman genetic dan kesatuan ekosistem berdasarkan

kajian ilmiah terbaik.

Page 11: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

19

b) Pemerintah seharusnya membuat dan selalu mengupdate rencana dan strategi

pengembangan akuakultur, seperti halnya untuk menentukan pengembangan

akuakoltur yang ramah lingkungan dan memungkinkan terjadinya

keseimbangan sumberdaya untuk kegiatan akuakultur dan aktivitas lainnya.

c) Pemerintah seharusnya membuat prosedur yang spesifik untuk menilai

lingkungan budidaya dan akibat lainnya seperti buangan air, penggunaan lahan,

pengguanaan obat-obatan dan bahan kimia,dan aktivitas lainnya.

d) Pemerintah seharusnya mendorong teknologi budidaya yang bertanggungjawab

terhadap masyarakat umum, pelaku usaha, dan petani ikan.

e) Pemerintah seharusnya mendorong partisipasi aktif petani ikan dan masyarakat

sekitar dalam pengembangan penerapan manajemen budidaya perikanan yang

bertanggung jawab.

Menurut Fitzgerald dan William (2002), penerapan sistem tambak

silvofishery harus berdasarkan pada alasan yang tepat, prinsip dasarnya adalah

keberlanjutan pembangunan dan pertimbangan manajemen harus menjadi utama

dalam pembangunan, misalnya penerimaan dan dampak dari keberadaan populasi

alami terhadap spesies budidaya harus dapat diterima termasuk adanya benih dan

tingkat kelangsungan hidup. Desakan pertumbuhan populasi pada kawasan

mangrove akan memberikan pengaruh terhadap isu lingkungan, konservasi, sosial

dan ekonomi. Pembangunan adalah sesuatu yang dinamis, banyak hal yang

mengikuti proses tersebut setiap saat termasuk aktivitas, penelitian, teknologi

penanggulangan dan hal ini seharusnya terlihat dari kebijakan politik dan regulasi

serta strategi penerapan dengan melakukan revisi secara berkala. Pengembangan

silvofishery harus dilaksanakan dengan berdasarkan pada kondisi lingkungan yang

khusus dan disesuaikan dengan daya dukung lingkungan tersebut. Pembangunan

harus memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seacara ekonomi ekonomi dengan

tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Pendekatan terintegrasi akan

memeberikan peluang terhadap aktivitas ekonomi dengan tetap menerapkan

program konservasi dan rehabilitasi terhadap ekosistem mangrove.

Seperti disebutkan Bagarinao and Primavera (2005) pada Code of Practice

for Sustainable Use of Mangrove Ecosystem for Aquaculture in Southeast Asia,

artikel 10 menyebutkan bahwa : Pemerintah seharusnya mendorong usaha skala

Page 12: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

20

kecil yang mengintegrasikan antara sistem pengelolaan mangrove dan akuakultur

(mangrove friendly), yaitu yang tidak merusak, berkelanjutan dan memberikan

manfaat kepada masyarakat nelayan. Pada artikel selanjutnya disebutkan bahwa

pemerintah seharusnya memberikan teknologi dan informasi yang tepat pada para

petani ikan mengenai manjemen terbaik untuk penerapan pada kawasan

mangrove. Teknologi tepat guna yang dapat diterapkan pada kawasan mangrove,

antara lain adalah :

a) Sistem silvofishery.

b) Budidaya kepiting sistem karamba.

c) Budidaya ikan sistem karamba.

d) Budidaya kerang sistem rakit pada saluran air.

e) Budidaya rumput laut sistem longline pada saluran air, dan lainya.

2.3 Tambak Sistem Silvofishery

Pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk pengembangan usaha tambak secara

ideal perlu mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dan kelestarian ekosistem

kawasan mangrove. Dalam upaya tersebut, dapat dikembangkan suatu pola

pemanfaatan kawasan secara lestari dan berwawasan lingkungan yaitu melalui

pengembangan tambak sistem wanamina (sylvofishery).

Wanamina atau tambak tumpangsari, merupakan suatu pola agroforestry

yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan

mangrove yang berpenduduk padat. Pola ini yaitu berupa kombinasi antara

tambak/empang dengan tanaman mangrove (bakau), yang diharapkan di satu sisi

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan di sisi lainnya kelestarian

kawasan mangrove tetap terpelihara. Pola ini pertama kali diterapkan di Burma,

dan berhasil dengan baik.

Pada dasarnya prinsip sylvofishery merupakan upaya perlindungan kawasan

hutan mangrove dengan memberikan hasil lain dari segi perikanan. Hal ini dapat

dimengerti karena sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan

hutan mangrove bermata pencaharian sebagai nelayan. Dengan demikian

pengembangan sistem tambak tumpangsari, disamping memang sesuai dari segi

kondisi ekologis, juga selaras dengan pola hidup masyarakat di sekitarnya.

Page 13: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

21

Model tambak tumpangsari yang telah mulai banyak diterapkan di beberapa

areal pertambakan di Indonesia ada 5 macam, yaitu model empang tradisional,

komplangan, empang terbuka, model Tasik Rejo, dan model Kao-kao. Pendekatan

perbaikan kondisi ekosistem mangrove di luar ke-5 model tersebut di atas yaitu

perbaikan pada model tambak terbuka yang sama sekali tidak terdapat vegetasi

mangrove. Caranya yaitu dengan menanam mangrove di sepanjang saluran

primer dan sekunder, sempadan sungai, dan sempadan pantai.

Menurut PerMenHut No. P.70/Menhut-II/2008, silvofishery atau wanamina

adalah pola tanam tumpangsari tambak pada daerah hutan:

a) Penanaman tumpangsari tambak dilaksanakan seperti halnya dengan

penananam murni, tetapi dikombinasikan dengan kegiatan pertambakan.

Penanaman selain pada tanggul juga dilakukan di pelataran tambak sesuai

dengan rancangan;

b) Cara penanaman dapat secara langsung dengan buah/benih atau menggunakan

bibit yang telah disiapkan. Jarak tanam disesuaikan dengan kondisi lapangan;

penyulaman maksimal 10 persen;

c) Pola tumpangsari tambak (sylvofishery/wanamina) terdiri dari 4 (empat)

macam model yaitu: empang parit tradisional, komplangan, empang parit

terbuka dan kao-kao (Gambar 2).

Gambar 2 Macam-macam model silvofishery: empang parit tradisional, komplangan, empang parit terbuka dan kao-kao.

Page 14: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

22

Sistem silvofishery yang banyak dikembangkan di Indonesia secara umum

ada dua model, yaitu empang parit atau lebih dikenal dengan tambak tumpang sari

dan komplangan.

2.3.1 Pola Empang Parit

Silvofishery atau sering disebut sebagai wanamina adalah suatu bentuk

kegiatan yang terintegrasi (terpadu) antara budidaya air payau dengan

pengembangan mangrove pada lokasi yang sama. Konsep silvofishery ini

dikembangkan sebagai salah satu bentuk budidaya perikanan berkelanjutan

dengan input yang rendah. Pendekatan antara konservasi dan pemanfaatan

kawasan mangrove ini memungkinkan untuk mempertahankan keberadaan

mangrove yang secara ekologi memiliki produktivitas relatif tinggi dengan

keuntungan ekonomi dari kegiatan budidaya perikanan.

Pola empang parit merupakan model silvofishery yang umum dikem-

bangkan dengan membuat saluran air tempat membudidayakan/memelihara ikan

ataupun udang. Saluran air ini mengelilingi lahan yang digunakan untuk

silvofishery, sedangkan tumbuhan mangrove dapat ditanam di bagian tengah,

sehingga terdapat perpaduan antara tumbuhan mangrove (wana/silvo) dan

budidaya ikan (mina/fishery). Kondisi ini dapat diterapkan pada areal bekas

tambak yang akan direhabilitasi dengan memanfaatkan pelataran tambak (bagian

tengah) untuk ditanami mangrove, sedang-kan bagian caren atau parit tetap

dibiarkan seperti semula. Dengan menggunakan sistem empang parit ini, maka

lahan yang akan di-reforestasi dapat mencapai sekitar 80% dari luasan tambak.

Penanaman mangrove dapat dilakukan dengan jarak tanam 1 x 1 meter antar

individu mangrove (Bengen, 2000). Namun demikian, menurut Fitzgerald (1997),

kepadatan mangrove yang ditanam dapat bervariasi antara 0,17-2,5 pohon/m2.

Kepadatan mangrove tersebut akan mempengaruhi sistem budidaya

perikanan, karena produktivitas tambak silvofishery sangat tergantung pada

bahan-bahan organik yang berasal dari serasah tumbuhan mangrove. Kepadatan

vegetasi yang rendah cocok diterapkan untuk tambak ikan bandeng, sedangkan

kepadatan vegetasi yang lebih tinggi sesuai untuk diterapkan pada budidaya udang

Page 15: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

23

dan kepiting bakau. Jenis mangrove yang ditanam umumnya adalah bakau

(Rhizophora sp) atau dapat juga menggunakan jenis api-api (Avicennia spp).

Kanal untuk memelihara ikan/udang berukuran lebar 3-5 m dan kedalaman

sekitar 40-80 cm dari muka pelataran. Dengan berbagai modifikasi disain dasar

tersebut, maka luasan perairan terbuka yang dapat digunakan untuk memelihara

ikan/udang dapat disesuaikan hingga mencapai 40-60%. Berbagai jenis ikan,

seperti bandeng, kerapu lumpur, kakap putih, dan baronang, serta berbagai jenis

udang dan kepiting bakau dapat dipelihara secara intensif di kanal tersebut.

Menurut Fitzgerald dan William (2002), model empang parit menunjukan

hasil yang terbaik dalam upaya reforestasi pada daerah kolam, keberadaan

mangrove ini sangat penting karean dapat mencapai 80% dari luas kolam yang

ada dan akan dipengaruhi oleh pasang surut air pada kolam. Kanal pada kalam

tersebut memiliki lebar 3-5 meter dan kedalaman 40-80 cm dari permukaan

tengah kolam,.ada banyak variasi pada model dasar ini untuk meningkatkan

luasan permukaan air. Berbagai jenis ikan, udang dan kepiting dapat budidayakan

pada kolam dengan model ini.

Produktivitas kolam silvofishery ini sangat ditentukan oleh pemanfaatan

pupuk hijau yaitu untuk mendorong terjadinya rantai makanan. Pengkayaan unsur

organik pada daerah ini berasal dari sisa pohon mangrove, adapun kepadatan

pohon mangrove berkisar antara 0,17-2,5 pohon/m2 pada system empang parit.

Debris dan produksi organik dalam kolam sangat dipengaruhi faktor lain seperti

keragaman pertumbuhan flora dan fauna non-mangrove (missal algae) yang

membentuk bagian penting rantai makanan bagi spesies yang dibudidayakan

Kepadatan mangrove hendaknya disesuaikan dengan spesies budidaya yang

dilaksanakan, misalnya untuk ikan bandeng sebaiknya menggunakan kerapatan

mangrove rendah (0,2 pohon/m2), sedangkan untuk budidaya udang dan kepiting

dapat menggunakan tingkat kerapadatan yang lebih tinggi (Fitzgerald & William.

2002).

Selanjutnya menurut Fitzgerald and William (2002), model tambak empang

parit ini memiliki beberapa kelemahan jika dibandingkan model tambak

konvensional, yaitu :

a) Biaya kontruksi perunit lebih besar.

Page 16: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

24

b) Pengelolaan yang lebih sulit.

c) Sirkulasi air berkurang sehingga berpotensi menyebabkan perairan lebih

stagnan dengan kadar oksigen yang rendah.

d) Spesies yang dibudidayakan lebih terbatas (Misal : rumput laut akan terhalang

pohon, pertumbuhan akan terhambat).

e) Pohon mangrove akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke kolam sehingga

menyebabkan produktivitas phytoplankton dan algae bentik rendah.

f) Berpotensi adanya racun dari tannin pohon mangrove.

Aplikasi dari tambak silvofishery ini harus berdasarkan sebab yang jelas dan

terukur, misalnya kegiatan pemanfaatan pada daerah yang memiliki sensitivitas

lingkungan seperti pada kawasan ekosistem mangrove. Pemilihan model

silvofishery yang akan diterapkan sangat tergantung dan berdasarkan pada status

ekosistem mangrove tersebut. Hal itu juga harus dikaitkan dengan kondisi

pendekatan integrasi berdasarkan coastal zone management. Kondisi ini

memerlukan pendekatan yang tinggi antara nilai mangrove dan nilai manfaat

ekonomi dari usaha budidaya air payau.

2.3.2 Model Komplangan

Model atau pola komplangan merupakan suatu sistem silvofishery dengan

desain tambak berselang-seling atau bersebelahan dengan lahan yang akan

ditanami mangrove. Lahan untuk mangrove dan empang terpisah dalam dua

hamparan yang diatur oleh saluran air dengan dua pintu air yang terpisah. Luas

areal yang akan digunakan untuk silvofishery dengan model ini disarankan antara

2-4 ha, sehingga nantinya akan dikembangkan ukuran tambak yang standar untuk

memelihara ikan/udang minimal adalah 1 ha. Model ini merupakan suatu metode

budidaya air payau dengan input yang rendah dan menghasilkan dampak negatif

yang minimal terhadap lingkungan (ekosistem).

Sistem komplangan yang diterapkan tegak lurus dengan garis pantai

memungkinkan sejumlah aliran air tawar menuju ke mangrove di dalam areal

greenbelt. Model ini juga dapat menjaga kelimpahan keanekaragaman

sumberdaya hayati. Dalam pelaksanaannya, silvofishery model komplangan ini

Page 17: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

25

lebih cocok diterapkan pada areal dengan kepemilikan yang jelas, seperti lahan

milik pemerintah atau ahan-lahan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat.

Clough (2002) memberikan rekomendasi manajemen teknis dari kegiatan

silvofishery yang telah dilaksanakan mencakup tiga bidang yaitu: budidaya udang,

silvikultur pada mangrove dan diversifikasi budidaya. Selain itu, rekomendasi

yang dibuat pada kajian bidang ekonomi, sosial dan isu-isu perkembangan

kebijakan. Untuk perbaikan pada kegiatan budidaya udang, rekomendasi

difokuskan pada peningkatan kualitas air dan kualitas sedimen, teknik stok untuk

benih udang windu, dan stok udang liar dan teknik pemanenan.

Selanjutnya menurut Fitzgerald and William (2002) beberapa hal yang harus

dipertimbangkan dalam desain kolam silvofishery adalah sebagai berikut:

a) Rasio antara mangrove area dan area air kolam.

b) Rasio antara area air dan panjang tanggul kolam (menunjukan luas area

produksi dengan nilai ongkos investasi).

c) Rasio lebar pintu untuk memasukan benih alam dan flushing tambak (50

cm/ha).

d) Tidal flushing rate and tidal flushing range.

e) Mengalirkan air pada kolam ketika air stagnan, yaitu terjadi kadar oksigen

rendah terutama pada air bagian bawah.

f) Ukuran panjang dan lebar kanal dan,

g) Posisi lokaasi, keadaan tanah, kelimpahan stok alami.

Menurut Clough et.al. (2002), Untuk meningkatkan hasil pada tambak

sistem silvofishery, ada beberapa yang perlu diperhatikan yaitu :

a) Menjaga kedalaman air kolam pada kisaran 1 meter dengan mengurangi

lumpur yang ada, ketika lumpur sering menjadi permasalahan utama maka 30

% dari luas kolam harus digali pada kedalaman 1,5 meter termasuk saluran

pembuangannya.

b) Mengurangi pergantian air ketika panen udang alam yaitu setiap 15 hari saat

pasang purnama, atau menerapkan siklus panen menjadi 45-60 hari, dengan

mengganti air permukaan saja dan memasukan bibit udang pada saat pasang.

Page 18: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

26

c) Meminimalkan efek yang merugikan dari pengangkatan sedimen pada dasar

terhadap kolam dan ekosistem mangrove. Idealnya tanah dari lumpur kolam

ditempatkan pada satu area yang luas untuk dijadikan kebun tanaman.

d) Melaksanakan pendederan benih udang yang baik, untuk Penaeus monodon

disiapkan 10-20% dari luas kolam dilakasanakan selama 20-30 hari dengan

pemberian pakan setiap hari berupa ikan rebus dan telur. Pada kolam

pembesaran kepadatan 1-2 individu/m2 dengan monitoring setiap 10-15 hari,

diharapkan pada akhir pemeliharaan SR berkisar antara 30-40 persen.

Untuk manajemen pemeliharaan mangrove disarankan beberapa hal

mengenai pananaman dan penjarangan sebagai berikut :

a) Padat penanaman berkisar 7000-10.000 pohon/ha.

b) Untuk selanjutnya penjarangan pertama dapat dilakukan umur 7-8 tahun

menjadi 5000 pohon/ha.

c) Dan penjarangan yang kedua pada umur 12 tahun, yaitu menjadi 2000 pohon

perhektar.

d) Panen total dilakukan pada mangrove berumur 18-20 tahun.

e) Perbedaan umur tanam dari masing- masing petani adalah 2-4 tahun, yang

tidak kalah penting adalah flexibilitas penerapan hal diatas oleh para petani.

f) Diversifikasi tanaman dan jenis budidaya sangat dimungkinkan sesuai kondisi,

misalnya penanaman jenis pohon buah yang toleran terhadap salinitas, atau

jenis pohon kayu yang lain, atau budidaya kepiting bakau selain budidaya

udang dan ikan.

g) Lebih penting lagi adalah rekomendasi strategi pembangunan jangka panjang

untuk pemanfaatan tanah dan alokasi sumberdaya yang mengakibatkan

perubahan topografi sehingga menyebabkan sedimentasi dan erosi pada muara

sungai.

Dengan penerapan sistem silvofishery kita dapat memberikan manfaat

ekonomi dari kawasan mangrove dengan tetap menjaga aspek kelestarian

lingkungan. Dalam hal ini dapat kita lihat, sistem ini memberikan manfaat secara

terbatas pada upaya pemulihan pada kolam-kolam yang sudah tidak produktif

(misalnya karena terkena penyakit) sehingga tetap dapat memberikan manfaat

ekonomi, selain adanya kegiatan rehabilitasi. Peningkatan nilai penerimaan secara

Page 19: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

27

ekonomi akan memperluas peluang diterimanya sistem silvofishery sebagai suatu

aktivitas yang memberikan nilai ekonomi di kawasan mangrove, sistem ini juga

dapat menjadi alternatif aktivitas ekonomi untuk mengatasi permasalahan

kemiskinan dan mengurangi tekanan dari kegiatan pembangunan terhadap

kawasan mangrove. Untuk itu perlu dijadikan pertimbangan dalam setiap kegiatan

pembangunan dan strategi manajemen dikawsan pesisir, dan dapat memberikan

jalan yang tepat untuk perubahan pelaksanaan budidaya intensif diluar kawasan

mangrove (Fitzgerald et al. 2002)

Selanjutnya Fitzgerald and William (2002), menyatakan bahwa para petani

Di Indonesia menerima pendapatan kotor sekitar US$580 pertahun/ha (dengan

kisaran US$323-946), sedangkan penerimaan bersihnya sekitar US$356

pertahun/ha. Seorang petani biasa mengelola 1,5-10 hektar tambak silvofishery.

Data menunjukan bahwa hasil produksi per unit tambak diperoleh pada luasan

kolam yang tidak terlalu besar, riset selanjutnya diperlukan untuk menentukan dan

mengevalusi masing-masing model tambak sivofishery.

Seperti disebutkan pada Bagarinao and Primavera (2005) artikel 20

menyebutkan bahwa : Pemerintah seharusnya mempertimbangkan adany labeling

produk dan sertifikasi pada produk budidaya dan perikanan yang ramah

lingkungan (mangrove friendly), hal tersebut untuk meningkatkan kepedulian

konsumen tentang produk ramah lingkungan dan memberikan insentif tambahan

pada para petani ikan. Pada artikel selanjutnya disebutkan bahwa pemerintah

harus melaksanakan penelitian, transfer teknologi, pelatihan,desiminasi informasi,

komunikasi dan penyebaran pendidikan terhadap masyarakat tentang pentingnya

konservasi dan Mangrove-Friendly Aquaculture (MFA).

Menurut David and Mirera (2008), peningkatan kesejahteraan masyarakat

merupakan upaya yang asangat penting agar mereka dapat tetap menjaga

ekosistem mangrove yang ada pada kawasan tersebut. Beberapa kegiatan

dilakukan untuk mendukung hal tersebut, antara lain adalah: Budidaya kepiting

dalam karamba, penyediaan bibit dan penanaman mangrove, kampanye peduli

mangrove, penanaman pohon bambu, dan pembuatan jembatan menuju kawasan

karamba kepiting.

Page 20: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

28

Menurut Soewardi (2010) tahapan dalam melaksanakan kajian penerapan

tambak sistem silvofishery dengan melakukan kajian pada sapek bioteknis dan

aspek sosial ekonomi, dengan rincian sebagai berikut:

A. Aspek Bioteknik

1. Identifikasi teknologi budidaya yang telah diterapkan petambak

2. Menentukan kesesuaian air, lahan dan daya dukung kawasan

3. Merancang layout disain umum demplot silvofishery

4. Merancang layout disain umum kawasan silvofishery

5. Menyusun Standard Operation Procedure untuk tambak silvofishery

B. Aspek Sosio-ekonomis

1. Identifikasi gambaran umum wilayah calon lokasi kegiatan

2. Identifikasi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di lokasi proyek

3. Identifikasi persepsi masyarakat terkait dengan proyek ini

4. Membuat permodelan sosial-ekonomi untuk pengelolaan pertambakan pola

silvofishery.

2.4 Analisis Kelayakan

Menurut Kadariah (1998), dalam mengukur atau menilai adanya suatu

proyek yang akan atau yang telah didirikan digunakan kriteria sebagai berikut:

2.4.1 Net Present Value (NPV)

Net present value merupakan selisih anatara present value dari benefit

dengan present value dari biaya. Suatu proyek akan diterima bila nilan NPV-nya

positif, bila NPV-nya bernilai sama dengan nol maka proyek tersebut

mengembalikan persis sebesar social opportunity cost of capital atau disebut juga

proyek dalam keadaan break event, dan bila NPV-nya bernilai negative maka

proyek ditolak kecuali bila ada pertimbangan lain misalnya proyek pemerintah

yang dapat memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat (Gray et al,

2005).

Page 21: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

29

2.4.2 Net benefit cost ratio (Net B/C)

Net benefit cost ratio merupakan perbandingan antara benefit bersih dari

tahun-tahun yang bersangkutan yang telah dipresent valuekan, dimana benefit

bersih (Bt – Ct) dari pembilang bernilai positif dan penyebut adalah nilai (Ct – Bt)

dari tahun-tahun dimana (Bt – Ct) bernilai negatife. Kriteria Net B/C adalah

proyek diterima apabila Net B/C ≥ 1, dan ditolak apabila Net B/C < 1 (Gray et al.

2005).

2.4.3 Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari

proyek sama dengan nol (Gittinger, 2008). Selanjutnya Kadariah et al (1978)

menyatakan bahwa IRR juga dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan atas

investasi suatu proyek asalkan setiap benefit bersih yang diwujudkan setiap tahun

secara otomatis ditanamkan kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan

keuntungan (i) yang sama, yang diberi berbunga selama sisa umur proyek.

Kriteria IRR adalah bahwa apabila nilai IRR lebih besar atau sama dengan

tingkat suku bunga yang berlaku (discount rate), maka proyek dinyatakan layak,

dan sebaiknya bila IRR lebih kecil dari discount rate yang berlaku, maka proyek

dinyatakan tidak layak (Gray et al. 2005)..

2.5 Kelembagaan

Secara umum terdapat dua jenis pengertian kelembagaan atau institusi,

pertama adalah institusi sebagai organisasi dan kedua adalah institusi sebagai

aturan main atau “rules of the game”. Institusi sebagai suatu organisasi biasanya

menunjukan pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam

pemerintahan, koperasi, bank, rumah sakit, dan sejenisnya. Institusi sebagai

“rules of the game” merupakan aturan main, norma-norma, larangan-larangan,

kontrak, dan lain sebagainya dalam mengatur dan mengendalikan perilaku

individu dalam masyarakat atau organisasi (North 1990; Rodgers 1994). Bromley

(1992) mengibaratkan organisasi sebagai hardware dan institusi adalah

softwarenya.

Page 22: 2 TINJAUAN PUSTAKA · biji mangrove atau organisme yang ... dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, ... Penyebab kerusakan ekosistem mangrove dapat di kategorikan kedalam tiga

30

Suatu institusi terdiri dari tiga unsur utama yaitu batas jurisdiksi

(jurisdiction boundary), hak kepemilikan (property rights) dan aturan representasi

(rules of representations). Satu institusi berbeda dengan institusi lainnya apabila

satu atau lebih dari unsur-unsur tersebut berbeda. Untuk memahami institusi lebih

mendalam dan dapat melihat dampak perubahan alternatif institusi terhadap

performa, kita perlu terlebih dahulu mempelajari unsur-unsur dari institusi itu

sendiri (Schmid and Allan 1987).

Landasan kerangka analitik institusi adalah mempelajari dampak

perubahan alternatif institusi terhadap perubahan prilaku manusia yang akhirnya

akan menghasilkan performa yang berbeda. Perubahan institusi hanya akan

menghasilkan performa yang berbeda apabila perubahan tersebut dapat

mengkontrol sumber interdependensi antar individu seperti: Inkompatibilitas,

ongkos eksklusi tinggi (high exclusion cost), ongkos transaksi, skala ekonomi,

joint impact good,dan seterusnya. Kemampuan suatu institusi mengkordinasikan,

mengendalikan, atau mengontrol interdependensi antar partisipan sangat

ditentukan oleh kemampuan institusi tersebut mengendalikan sumber

interdependensi. Oleh karena itu pengetahuan mengenai sumber interdependensi

dan alternatif institusi sangat penting karena kesalahan dalam pemahaman sumber

interdependensi akan menyebabkan perubahan institusi tidak efektif (Schmid and

Allan 1987).