2. case dina fitri fauziah - diabetes melitus tipe 2.docx

28
Case Report Session DIABETES MELITUS TIPE 2 Oleh : Dina Fitri Fauziah 0910311018 Preseptor : dr. Edison, M.PH ROTASI II PUSKESMAS NANGGALO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2014

Upload: dina-fitri-fauziah

Post on 09-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Laporan Kasus

TRANSCRIPT

Case Report Session

DIABETES MELITUS TIPE 2

Oleh :Dina Fitri Fauziah0910311018

Preseptor :dr. Edison, M.PH

ROTASI II PUSKESMAS NANGGALOFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga case report session yang berjudul Diabetes Melitus Tipe 2 ini dapat penulis selesaikan. Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik Rotasi II Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu menyusun makalah ini, khususnya kepada dr. Edison, M.PH selaku pembimbing dan juga kepada rekan-rekan dokter muda.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah pengetahuan dan pemahaman serta dapat meningkatkan pelayanan, khususnya untuk pelayanan primer kasus-kasus kompetensi 4, pada masa yang akan datang.

Padang, November 2014

Penulis

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1. DefinisiDiabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia. Penyakit ini terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, ataupun kedua-duanya, sehingga menyebabkan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Gustaviani, 2006; Dewi, 2012).

1.2 EpidemiologiDiabetes melitus merupakan ancaman global dan serius dari kelompok penyakit tidak menular. Suatu penelitian melaporkan bahwa prevalensi DM pada penduduk dunia dengan rentang usia 20 79 tahun mencapai 6,4% atau 285 juta orang pada tahun 2010. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 7,7% atau 439 juta orang pada tahun 2030. Prevalensi DM di dunia antara tahun 2010 dan 2030 akan meningkat sebesar 69% pada kelompok usia dewasa di negara berkembang dan sekitar 20% di negara maju (Shaw et al., 2010). Sementara itu, International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa terdapat 366 juta (8,3%) orang penderita DM di seluruh dunia pada tahun 2011. Angka ini diperkirakan akan bertambah menjadi 552 juta (9,9%) pada tahun 2030 jika tidak dilakukan usaha untuk menekan pesatnya laju peningkatannya (Whiting et al., 2011).

1.3 Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 21.3.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah1. Usia Risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 meningkat seiring dengan peningkatan usia, terutama sejak usia 45 tahun ke atas (Sooriappragasarao, 2011). Hal ini mungkin disebabkan karena berkurangnya aktivitas fisik dan bertambahnya berat badan seiring dengan pertambahan usia (Shaw et al., 2010). Oleh sebab itu, ADA menganjurkan dilakukannya pemeriksaan skrining DM terhadap orang yang berusia 45 tahun ke atas dengan interval 3 tahun sekali (Kurniawan, 2010). 1. Jenis kelaminBeberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda mengenai jenis kelamin yang paling berisiko menderita DM. Centers for Disease Control and Prevention menyatakan bahwa perempuan lebih rentan terkena diabetes dibandingkan laki-laki. Hal ini dibuktikan dari data yang menyebutkan bahwa lebih dari 50% penderita diabetes melitus di Amerika Serikat adalah perempuan (CDC, 2010). Namun, penelitian lainnya menyatakan bahwa kasus DM lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan (Grant et al., 2009).1. RasKelompok ras kulit hitam, Hispanik, Indian, dan Kepulauan Asia Pasifik merupakan ras yang paling rentan menderita diabetes. Prevalensi diabetes di kelompok ras tersebut sekitar 2 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih (Hicks, 2008; CDC, 2010). 1. Riwayat keluargaRiwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 (Baptiste-Roberts et al., 2007; Valdez, 2007). Menurut WHO, beberapa penelitian menemukan bahwa individu dengan keluarga derajat pertama yang menderita DM tipe 2 memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk juga menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki riwayat keluarga. Selain itu, kembar monozigot juga lebih berisiko menderita MD tipe 2 dibandingkan dengan kembar dizigot. Menurut ADA, selain karena faktor genetik, hal ini juga dapat terjadi akibat kecenderungan anak untuk meniru kebiasaan diet yang buruk dan kurangnya latihan fisik yang dilakukan oleh orang tua atau keluarga mereka. 1.3.2 Faktor Risiko yang Dapat Diubah1. ObesitasObesitas didefinisikan sebagai indeks massa tubuh yang lebih dari 25 kg/m2 berdasarkan standar Asia Pasifik (WHO, 2000). Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DM tipe 2 (Adiningsih, 2011). Obesitas menyebabkan terjadinya peningkatan massa jaringan adiposa yang dikaitkan dengan resistensi insulin yang akan menyebabkan terganggunya proses penyimpanan dan sintesis lemak (Sugondo, 2006; Suyono, 2006). Obesitas juga dikaitkan dengan faktor diet yang tidak baik dan dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan trigliserida > 250 mg/dl) yang juga merupakan faktor risiko DM tipe 2 (Sooriappragasarao, 2011).1. Kurangnya aktivitas fisikAktivitas fisik yang kurang merupakan salah satu faktor risiko DM tipe 2 (Sooriappragasarao, 2011). Menurut hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (susenas) 2004, kecenderungan faktor resiko DM tipe 2 terutama di sebabkan oleh aktivitas fisik yang kurang sebanyak 82,9% (Adiningsih, 2011).Selain faktor-faktor di atas, faktor lainnya yang terkait dengan peningkatan risiko terkena diabetes adalah penderita sindroma ovarium polikistik atau keadaan lainnya yang terkait dengan resistensi insulin, sindroma metabolik, riwayat TGT atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT), serta riwayat penyakit kardiovaskuler, seperti stroke dan penyakit jantung koroner (Sooriappragasarao, 2011).

1.4 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2Diabetes melitus tipe 2 awalnya terjadi akibat sekresi fase 1 hormon insulin yang inadekuat. Sekresi fase 1 atau acute insulin secretion response (AIR) merupakan sekresi insulin yang terjadi segera setelah adanya rangsangan terhadap sel beta, seperti pada keadaan post prandial (setelah makan). Sekresi fase 1 yang inadekuat ini mengakibatkan hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) atau lonjakan glukosa darah setelah makan (postprandial spike). Selain akibat sekresi fase 1 insulin yang inadekuat, HAP juga disebabkan oleh resistensi insulin di jaringan tubuh. Namun, pada tahap dini perjalanan penyakit, hiperglikemia lebih dominan disebabkan oleh gangguan fase 1 sekresi insulin (Manaf, 2006). Kinerja fase 1 sekresi insulin yang inadekuat ini pada awalnya dapat dikompensasi dengan peningkatan sekresi insulin secara berlebihan pada fase 2 (sustained phase atau latent phase) sehingga kadar glukosa darah tetap normal. Namun, lama-kelamaan akan terjadi kelelahan atau disfungsi sel beta yang disebut juga dengan tahap dekompensasi (Manaf, 2006). Menurut De Fronzo (2008) dalam Suyono (2011), terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan penurunan fungsi sel beta, yaitu glukotoksisitas, lipotoksisitas, penimbunan amiloid, resistensi insulin, dan efek inkretin. Pada tahap dekompensasi tersebut, terjadi defisiensi insulin abolut sehingga fase 2 sekresi insulin juga tidak mampu mempertahankan keadaan normoglikemia. Secara klinis, keadaan ini disebut dengan toleransi glukosa terganggu (TGT) atau Impaired Glucose Tolerance (IGT). Tahap ini juga disebut dengan prediabetes yang memperlihatkan kadar glukosa darah 2 jam post prandial sebesar 140 200 mg/dl pada tes toleransi glukosa oral (TTGO). Seiring dengan perjalanan penyakit, tingkat resistensi tubuh terhadap insulin semakin tinggi sehingga kadar glukosa darah semakin meningkat. Peranan resistensi insulin sebagai penyebab hiperglikemia semakin dominan semenjak konversi fase TGT menjadi fase DM Tipe 2 (Manaf, 2006). Fase DM ini ditandai dengan kadar glukosa darah puasa sebesar 126 mg/dl, atau gula darah sewaktu sebesar 200 mg/dl, atau hasil TTGO sebesar 200 mg/dl (Gustaviani, 2006).1.5 DiagnosisDiagnosis DM pada umumnya akan diperkirakan dengan ditemukannya gejala khas DM berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gejala lain yang mungkin ditemukan pada pasien DM adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada pasien wanita. Kemudian, diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Sampel darah yang digunakan dapat berasal dari darah vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria kadar gula darah yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO (Suyono, 2011).Jika terdapat keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang memberikan hasil 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Selain itu, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM (Gustaviani, 2006). Jika tidak terdapat keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja memperlihatkan hasil yang abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik berupa kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau kadar glukosa darah 2 jam post prandial pada TTGO 200 mg/dl (Gustaviani, 2006).Tahap pemeriksaan TTGO adalah sebagai berikut:1. Subjek pemeriksaan tetap makan dan melakukan kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan selama tiga hari sebelum pemeriksaan.1. Subjek pemeriksaan berpuasa minimal 8 jam sejak malam hari sebelum pemeriksaan. Subjek masih diperbolehkan untuk minum air putih.1. Lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.1. Subjek pemeriksaan meminum larutan glukosa 75 gram dalam air sebanyak 250 ml dalam waktu 5 menit.1. Lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah pada waktu 2 jam setelah pembebanan glukosa pada tahap ke-4.1. Selama proses pemeriksaan, subjek pemeriksaan tetap beristirahat dan tidak merokok.

Keluhan Khas (+)Keluhan Khas (-)GDP

GDSatau126

200