referat hnp - fauziah damayanti
TRANSCRIPT
RADICULAR SYNDROME( HERNIA NUKLEUS PULPOSUS )
REFERAT
Oleh
Fauziah Damayanti
NIM 112011101040
Pembimbing :
Dr. Supraptiningsih., Sp.S
SMF SARAF RSD dr.SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
1
RADICULAR SYNDROME( HERNIA NUKLEUS PULPOSUS )
REFERAT
disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik MadyaSMF/Lab. Ilmu Penyakit Saraf RSD dr. Soebandi Jember
Oleh
Fauziah Damayanti
NIM 112011101040
Pembimbing :
Dr. Supraptiningsih., Sp.S
SMF SARAF RSD dr.SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2
2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL............................................................................... i
HALAMAN JUDUL.................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 3
2.1 Radicular Syndrome................................................................ 3
2.1.1 Anatomi............................................................................. 3
2.1.2 Definisi dan Manifestasi Klinis ………………………… 5
2.2 Hernia Nukleus Pulposus........................................................ 13
2.2.1 Definisi …………………………………………………. 13
2.2.2 Faktor penyebab ………………………………………… 13
2.2.3 Anatomi ………………………………………………… 15
2.2.4 Epidemiologi …………………………………………… 20
2.2.5 Etiologi …………………………………………………. 20
2.2.6 Patogenesis ……………………………………………… 21
2.2.7 Gejala Klinis ……………………………………………. 21
2.2.8 Diagnosis ……………………………………………….. 22
2.2.9 Penatalaksanaan ………………………………………… 34
2.2.10 Prognosis ……………………………………………… 35
BAB 3. KESIMPULAN............................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 37
3
BAB 1.PENDAHULUAN
Radicular syndrome merupakan kumpulan gejala dari nyeri radikuler pada
nyeri punggung belakang (NPB) yang dapat disebabkan oleh proses degenerative,
akylosing spondilitis, infeksi, osteokhondritis, proses metabolic, neoplasma dan
kelainan struktur. Sekitar 40 % pasien biasanya disebabkan oleh suatu penonjolan
nukleus pulposus kedalam kanalis spinalis atau yang disebut dengan Hernia
Nukleus Pulposus (HNP) yang menyebabkan kompresi pada radiks (Maliawan S.
2009). Gejalanya berupa ischialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus
iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut
menjalar sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar terkena akan
timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus
berat dapat terjadi kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon patela (KPR) dan
Achilles (APR) (Perdossi 1996).
NPB merupakan keluhan yang spesifik dan paling banyak dikonsultasikan
pada dokter umum. Hampir 70 – 80 % penduduk negara maju pernah
mengalaminya. Di Amerika Serikat prevalensinya dalam satu tahun berkisar
antara 15%-20% sedangkan insidensi berdasarkan kunjungan pasien baru ke
dokter adalah 14,3% (Maliawan S.2009). Di Inggris dilaporkan prevalensi NPB
pada populasi lebih kurang 16.500.000 pertahun, yang melakukan konsultasi ke
dokter umum lebih kurang antara 3 – 7 juta orang (Lubis I.2003). Sementara di
Indonesia walaupun data epidemiologic mengenai NPB belum ada namun
diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia antara 65 tahun pernah
menderita nyeri punggung dan prevalensinya pada laki-laki 18,2% dan pada
perempuan 13,6%. Sekitar 40% pasien NBP disebabkan oleh HNP (Maliawan
S.2009).
4
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi (purwanto.2003).
Perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah seimbang, yaitu : 1 : 1
(Ramachandran TS.et all.2008). Usia yang paling sering adalah usia 30 – 50 tahun
(Feske S.et all.2003). HNP lumbalis paling sering terjadi yaitu sekitar 90% kasus
dan mengenai diskus intervertebralis L5 – S1 dan L4 – L5 atau servikal dan
jarang sekali pada daerah torakal (Purwanto.2003).
5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 RADICULAR SYNDROME (Nerve Root Syndromes)
2.1.1 Anatomi
Gambar 1 Nervus spinalis
Nervus spinalis (31 pasang) dibentuk oleh penggabungan antara radiks
anterior (ventral) dan posterior (dorsal) pada foramen intervertebrale. Semua saraf
tersebut adalah saraf gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi ke
6
korda melalui neuron aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen.
Setelah keluar dari kanalis spinalis, serabut saraf dari nervus spinalis membentuk
3 pleksus, yaitu pleksus servikalis, brakialis dan lumbosakral.1,2,3
Iritasi pada serabut sensorik di bagian radiks posterior maupun di bagian
saraf spinal dapat menimbulkan nyeri radikular, yaitu nyeri yang terasa
berpangkal pada tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan
dermatomal radiks posterior yang bersangkutan. Kawasan sensorik setiap radiks
posterior adalah dermatom. Pada permukaan thoraks dan abdomen dermatom itu
selapis demi selapis, sesuai dengan urutan radiks posterior pada segmen-segmen
medulla spinalis C3-C4 dan T3-T12. Tetapi pada permukaan lengan dan tungkai
kawasan dermatomal tumpang tindih oleh karena saraf spinal tidak langsung
menuju ke ekstrimitas, melainkan menyusun pleksus dan fasikulus terlebih dahulu
kemudian menuju ke lengan dan tungkai. Karena itulah maka penataan lamellar
dermatom C5-T2 dan L2-S3 menjadi agak kabur.1
7
Gambar 2. Dermatom
2.1.2 Definisi dan Manifestasi Klinis
Radicular syndrome merupakan kumpulan gejala dari nyeri radikuler pada
nyeri punggung belakang (NPB) yang dapat disebabkan oleh proses degenerative,
akylosing spondilitis, infeksi, osteokhondritis, proses metabolic, neoplasma dan
kelainan struktur. Sekitar 40 % pasien biasanya disebabkan oleh suatu penonjolan
nukleus pulposus kedalam kanalis spinalis atau yang disebut dengan Hernia
Nukleus Pulposus (HNP) yang menyebabkan kompresi pada radiks.4 Gejalanya
8
berupa ischialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan nervus iskhiadikus). Nyeri
biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai di bawah
lutut. Bila saraf sensorik yang besar terkena akan timbul gejala kesemutan atau
rasa tebal sesuai dengan dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan
otot dan hilangnya refleks tendon patela (KPR) dan Achilles (APR) (Perdossi
1996).5
Tabel 2.3 Manifestasi klinis secara umum pada radicular syndrome 6
Nyeri biasanya terjadi pada lesi akut dan distribusinya sesuai
radiks yang terkena.
Defisit sensorik dermatom. Mungkin sulit untuk menunjukkan
terjadinya defisit sensorik pada lesi monoradicular, karena adanya
dermatom yang tumpang tindih.
Paresis otot yang dipersarafi oleh radiks yang terkena.
9
Atrofi otot umumnya ditemukan, tetapi biasanya kurang jelas dari
pada lesi saraf tepi dan biasanya tidak terlihat sampai 3 minggu
setelah lesi muncul.
Fasikulasi jarang terlihat pada lesi radikuler.
Refleks yang dipengaruhi oleh akar saraf akan berkurang.
Beberapa refleks otot intrinsik (Refleks proprioseptif) tercantum
dalam Tabel 2.7, beberapa refleks otot ekstrinsik (exteroceptive
refleks) tercantum dalam Tabel 2.8
Tanda-tanda dan gejala spinal seperti nyeri, postur abnormal, atau
bloking gerakan merupakan gambaran dari lokasi lesi, baik intra
atau paraspinal (tumor atau herniated disk).
Defisit sensorik paravertebral diobservasi ketika lesi radiks terletak
pada proksimal sampai keluarnya ramus dorsal (yaitu di foramen
intervertebralis atau proksimalnya, seperti pada herniasi diskus
intervertebra).6
Gambar 3. Radicular pain
10
11
Tabel 2.4 Inervasi muskulus ekstrimitas superior
12
Tabel 2.5 Inervasi muskulus ekstrimitas inferior
13
Tabel 2.6 Radicular syndrome
14
15
Tabel 2.7 reflek proprioseptif
16
Tabel 2.8 reflek enterosepif
2.2 HERNIA NUKLEUS PULPOSUS
17
2.2.1 Definisi
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari discus
melalui robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal menekan
medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga
menimbulkan gangguan.
Gambar 3. Herniated Nucleus Pulposus
2.2.2 Faktor Penyebab
Faktor yang mempengaruhi timbulnya radicular syndrome pada hernia
nervus pulposus (HNP) terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat dirubah dan
faktor resiko yang dapat dirubah. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah berupa
usia, jenis kelamin, riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya. Sedangkan
faktor risiko yang dapat dirubah terdiri dari pekerjaan dan lingkungan kerja,
aktivitas, olahraga berat dalam waktu yang lama, merokok, berat badan berlebihan 7
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya radicular syndrome pada
HNP ditinjau dari teori H.L. Blumn dibedakan menjadi empat faktor, yaitu: faktor
biologi, faktor perilaku, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan.
Tabel 2.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi radicular syndrome
18
Faktor Biologi Faktor PerilakuFaktor Lingkungan
Faktor Pelayanan Kesehatan
- laki-laki lebih banyak dari wanita
- Usia >40 tahun (degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus)
- Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
- Postur tubuh yang tinggi
- merokok
- berat badan berlebihan
- Sering mengangkat atau menarik barang-barang berat
- Sering membungkuk, membungkuk tiba-tiba atau gerakan memutar diluar jangkauan
- latihan fisik yang berat dalam jangka waktu yang lama
- Olahraga tidak teratur
- Faktor psikososial seperti orang yang berpikir perjaannya berat, penuh tekanan dan gelisah
- Tergelincir saat berjalan
- Duduk lama
- Lingkungan pekerjaan misalnya Perawat yang mengharuskannya untuk membungkuk mengangkat, mendorong pasien
- Tempat pekerjaan dengan pencahayaan yang kurang
- lingkungan kerja yang licin, kasar, naik atau turun.
- Lingkungan rumah dimana letak sumur dan kamar mandi yang berjauhan sehingga perlu mengangkat air setiap hari dan sumber air bersih berupa sumur mengharuskan untuk menimba
- Informasi yang belum memadai mengenai hal – hal yang bisa menyebabkan nyeri radikuler dan HNP
- Belum lengkapnya sarana dan prasarana untuk diagnosa HNP (contoh : rontgen, MRI)
- Kurangnya sosialisasi tentang bagaimana posisi yang benar dan tepat saat beraktivitas dan bekerja untuk mengurangi kejadian sindroma radikuler dan HNP.
2.2.3 Anatomi Vertebra
19
Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang
membentuk punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang vertebra pada
manusia yang dibagi menjadi 7 tulang cervical (leher), 12 tulang thorax (thoraks
atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang bergabung membentuk bagian sacral, dan 4
tulang membentuk tulang ekor (coccyx).
Gambar 4. Anatomi tulang vertebre anterior, posterior, dan lateral.
20
Gambar 5. Ligamen-ligamen yang terdapat pada vertebre
a. Anatomi Vertebra Servikal
Tulang vertebra servikal berjumlah 7 buah dan dihubungkan oleh
jaringan ligament yang kompleks. Bagian anteriornya disebut korpus,
yang pada masing-masing tingkat dipisahkan oleh diskus intervertebralis,
kecuali antara tulang C1 dan C2. Bagian anterior korpus vertebra
diperkuat oleh ligament longitudinal anterior dan ligament longitudinal
posterior pada bagian posteriornya. Bagian posterior disebut arkus, yang
disusun oleh sepasang pedikel yang membentuk sisinya dan lamina yang
pipih yang melengkapi bagian belakang arkus. Korpus dan arkus vertebra
yang memiliki 7 prosesus (4 prosesus artikularis, 2 prosesus tranversus,
dan 1 prosesus spinosus) melingkupi ruang yang disebut foramen vertebra,
yang membentuk kanalis vertebralis yang dilalui oleh medulla spinalis.8
b. Anatomi Vertebra Lumbal
Tiap-tiap diskus intervertebralis lumbal menempel pada korpus
vertebra di atas dan di bawahnya yang dibatasi oleh suatu lempeng
kartilago hialin yang tipis. Struktur yang melingkari kanalis spinalis
posterior dibentuk oleh 2 pedikel, 2 lamina, dan prosesus spinosus. Arkus
21
lamina antar vertebra dihubungkan oleh ligamentum flavum. Konus
medularis merupakan bagian kaudal medulla spinalis, yang terletak
setinggi korpus vertebra L1 dan berakhir sebagai filum terminale. Kanalis
spinalis pada area lumbal berisi kantung duramater-arakhnoid berbentuk
silindris yang mengandung cairan serebrospinal dan akar-akar saraf
motorik dan sensorik lumbal dan sacral yang berbentuk seperti ekor kuda
(kauda ekuina). Kauda ekuina adalah sekumpulan serabut saraf spinal,
terdiri dari saraf L2-L5, S1-S5, dan saraf koksigeal, dimana semuanya
berasal dari konus medularis medulla spinalis.8
Pada sisi kiri dan kanan tiap level spinal ada akar saraf yang
mengandung komponen sensorik dan motorik yang keluar dari kantong
duramater. Saraf tersebut berjalan pada bagian lateral kantong dura
sepanjang kira-kira 2,54 cm baru kemudian membelok keluar dari kanalis
spinalis pada 1 level di bawahnya. Sebagai ilustrasi adalah akar saraf L5
akan keluar dari kanalis spinalis melalui foramen intervertebralis L5-S1
tepat di bagian kaudal pedikel L5.8
Gambar 6. Lumbar vertebre
c. Anatomi Diskus Intervertebralis
22
Gambar 7. Diskus intervertebralis
Di antara masing-masing ruas tulang vertebra yang menyusun tulang
belakang manusia terdapat bantalan yang disebut diskus intervertebralis. Diskus
intervertebralis terdiri dari 3 bagian, yaitu annulus fibrosus, nucleus pulposus, dan
lempeng kartilago. Anulus fibrosus merupakan cincin yang tersusun atas 10
sampai 12 lapisan jaringan ikat yang konsentrik dan fibrokartilago. Bagian
anteriornya diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan posteriornya
oleh ligamentum longitudinalis posterior. Nukleus pulposus terletak di dalam
annulus fibrosus pada posisi yang sedikit eksentrik kea rah posterior. Pada anak-
anak, konsistensinya agak cair dan akan bertambah padat seiring bertambahnya
usia.8
Sifat setengah cair dari nukleus pulposus, memungkinkannya berubah
bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain,
seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis.
23
Gambar 8. Nucleus Pulposus
Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya
adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang merupakan bagian peka
nyeri adalah:
Lig. Longitudinale anterior
Lig. Longitudinale posterior
Korpus vertebra dan periosteumnya
Articulation zygoapophyseal
Igamentum supraspinosum
Fasia dan otot
2.2.4 Epidemiologi
Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari populasi. HNP lumbalis paling
sering (90%) mengenai diskus intervetebralis L5-S1, L4-L5. Biasanya nyeri
pinggang bawah (NPB) oleh karena HNP lumbalis akan membaik dalam waktu
kira-kira 6 minggu.
HNP paling sering terjadi pada pria dewasa, dengan insiden puncak pada
dekade ke-4 dan ke-5. HNP lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan
yang banyak membungkuk dan mengangkat. Karena ligamentum longitudinalis
24
posterior pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian tengahnya, maka protrusi
discus cenderung terjadi ke arah postero lateral, dengan kompresi radiks saraf.
2.2.5 Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
Degenerasi diskus intervertebralis
Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
Trauma berat atau terjatuh
Mengangkat atau menarik benda berat
Faktor resiko
1. Faktor Resiko yang tidak dapat dirubah yakni umur, jenis kelamin, dan riwayat
trauma sebelumnya
2. Faktor resiko yang dapat diubah diantaranya pekerjaan dan aktivitas, olah raga
tidak teratur, latihan berat dalam jangka waktu yang lama, merokok, berat badan
berlebih, batuk lama dan berulang.
2.2.6 Patofisiologi
Setiap diskus intervertebralis tersusun atas annulus fibrosus (cincin
fibrous) dan nucleus pulposus yang terletak pada tengah diskus. Sesuai perjalanan
usia, diskus lama-lama akan mengalami perubahan struktur, mengering dan
menjadi kurang elastik. Dapat terjadi rupture karena kelemahan serabut dari
annulus fibrosus yang membuat material dari diskus dapat keluar.
Pada awalnya, nucleus pulposus mengalami herniasi melalui cincin
konsentrik annulus fibrosus yang robek dan menyebabkan cincin lain di bagian
luar yang masih intak menonjol setempat (fokal). Keadaan ini dinamakan
protusio. Bila proses tersebut berlanjut, sebagian materi nucleus akan menyusup
keluar dari diskus (ekstrusio) ke anterior ligamentum longitudinalis superior atau
terus masuk ke dalam kanalis spinalis.
25
Biasanya protusio atau ekstrusio diskus posterolateral akan menjepit akar
saraf ipsilateral pada tempat keluarnya saraf dari kantong dura. Jepitan saraf ini
akan menampilkan gejala dan tanda radikuler sesuai dengan distribusi
persarafannya.
Herniasi diskus dapat terjadi pada midline, tetapi lebih sering terjadi pada
satu sisi. Keluhan nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral tetapi lebih berat
ke satu sisi. Penyebabnya sering oleh karena trauma fleksi, dan terutama trauma
berulang dapat mengenai ligamentum longitudinal posterior dan annulus fibrosus
yang telah mengalami proses degenarasi. Sciatica, yang ditandai dengan nyeri
yang menjalar ke arah kaki sesuai dengan distribusi dermatof saraf yang terkena,
adalah gejala yang pada umumnya terjadi dan ditemukan pada 40% dari pasien
dengan HNP.
26
2.2.7 Gejala Klinis
a. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun). Nyeri menyebar sesuai dengan distribusi saraf skiatik.
b. Sifat nyeri berubah dari posisi berbaring ke duduk,nyeri mulai dari punggung
dan terus menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai bawah.
c. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat
batuk atau mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan
nyeri berkurang saat beristirehat atau berbaring.
d. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan kekuatan
otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
e. Nyeri bertambah bila daerah L5-S1 (garis antara dua krista iliaka) ditekan.
f. Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan anggota
badan bawah/tungkai
g. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi
dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang
memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen.
h. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada
sisi yang sehat.
2.2.8 Diagnosis
A. Anamnesis
a. Awitan
Penyebab mekanis NPB menyebabkan nyeri mendadak yang timbul
setelah posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot,
peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain
timbul bertahap.
b. Lama dan frekuensi serangan
27
NBP akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa
bulan. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya.
Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan
eksaserbasi selama 2-4 minggu.
c. Lokasi dan penyebaran
Kebanyakan NPB akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di
daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di
tungkai bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai
juga dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak
mempunyai pola penyebaran yang tetap.
d. Faktor yang memperberat/memperingan
Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat
aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk,
bersin atau manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri
lebih berat atau menetap jika berbaring.
e. Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat
membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara NPB
dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-
masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai
yang lebih banyak dari pada NPB dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya
radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri NPB
lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu
kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala
NPB yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala
merupakan gejala khas dari suatu NPB yang terjadinya secara mekanis.
28
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan
bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya
berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan
meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk,
bersin dan mengejan sewaktu defekasi.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat
nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya
skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh
spasme otot paravertebral.
- Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
- Ekstensi ke belakang seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada
stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini
akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi
pada saraf spinal.
- Fleksi kedepan secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP,
karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus
protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan
meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer
effect).
- Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke
depan ke lateral kanan dan kiri.Fleksi ke depan, ke
suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral
menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
- Nyeri NPB padaekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan
kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak
29
patognomonik.
b. Palpasi
- Adanya nyeri/tenderness pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan
suatu keadaan psikologis di bawahnya.
- Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan
menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan
ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis
yang berat dapat diraba adanya ketidak- rataan (step-off) pada palpasi di
tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis
dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang
lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
- Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna
pada diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level
kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang
bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks
L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
- Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada
hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan UMN. Dari pemeriksaan
refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.
- Pemeriksaan motoris harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan
kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin
dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.
- Pemeriksaan sensorik pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena
membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti
diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom
yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi
lokalisasi dibanding motoris.
30
- Tanda-tanda perangsangan meningeal :
Tanda Laseque menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal
khususnya L5 atau S1.Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada
lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan
graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada
tungkai pasien terutama di betis dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam
keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan
lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda
laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler.
Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan
tanda kemungkinan herniasi diskus. Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang
dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks
sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda
Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat
pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan
pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien.
Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu
sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (<30
tahun).
Tanda Laseque kontralateral(contralateral Laseque sign) dilakukan dengan
cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan
menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang
sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP.
Tes Bragard modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama
seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
Tes Sicard sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari
kaki.
Tes valsava pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila
timbul nyeri
31
C. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos vertebre
Foto polos posisi AP dan lateral dari vertebra lumbal dan panggul (sendi
sakro-iliaka), Foto polos bertujuan untuk melihat adanya penyempitan diskus,
penyakit degeneratif, kelainan bawaan dan vertebra yang tidak stabil. Pada kasus
disk bulging, radiografi polos memperlihatkan gambaran tidak langsung dari
degenerasi diskus seperti kehilangan ketinggian diskus intervertebralis, vacuum
phenomen dalam bentuk gas di disk, dan osteofit endplate
Gambar 9. Gambaran vacuum phenomena
Dalam kebanyakan kasus hernia nucleus pulposus (HNP), foto polos
tulang belakang lumbosakral atau tulang belakang leher tidak diperlukan. Foto
polos tidak dapat memperlihatkan herniasi, tetapi digunakan untuk menyingkirkan
kondisi lainnya misalnya, fraktur, kanker, dan infeksi.
32
Gambar 10. Gambaran Rontgen Polos Lumbal
2. CT scan
adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas
dan kemungkinan karena kelainan tulang.
3. Mielografi
berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien yang
sebelumnyadilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal
33
Gambar 11. Myelografi pada rontgen
4. CT mielografi
dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan lebih jelas ada
atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani
operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi terhadap
stenosis foraminal dan kanal vertebralis.
34
Gambar 12.
Potongan sagital myelogram CT menunjukkan, besar kalsifikasi, ekstrusi diskus
posterior menyebabkan kompresi spinal yang parah di tingkat T5-6
5. MRI (akurasi 73-80%)
Merupakan pemeriksaan non-invasif, dapat memberikan gambaran secara
seksional pada lapisan melintang dan longitudinal. Biasanya sangat sensitif pada
HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan
ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana
yang paling terkena. MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis
belum jelas ,kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak
35
suntuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena
infeksi atau neoplasma. Pada MRI, HNP muncul sebagai fokus, tonjolan asimetris
bahan diskus melampaui batas-batas dari anulus. HNP sendiri biasanya
hipointense. Selain itu, fragmen bebas dari diskus dengan mudah terdeteksi pada
MRI.
Gambar 13. Gambaran MRI
Mengenai keterbatasan MRI, pada beberapa individu dengan perangkat
implan (misalnya, alat pacu jantung) atau dengan logam dalam tubuh, mungkin
tidak mampu menjalani MRI karena disfungsi alat pacu jantung atau elektroda
memanas yang mungkin timbul dari MRI. Dokter dapat mengintruksikan
pemeriksaan yang lain.
36
Menurut gradasinya, herniasi dari nukleus pulposus yang terjadi terbagi atas:
Pro truded intervertebral disc, dimana nukleus terlihat menonjol ke suatu
arah tanpa kerusakan anulus fibrosus.
Pro lap sed intervertebral disc, dimana nukleus berpindah tetapi masih
tetap dalam lingkaran anulus fibrosus.
Ekstruded intervertebral disc, dimana nukleus keluar dari anulus fibrosus
dan berada di bawah ligamen longitudinalis posterior.
Sequestrated intervertebral disc, dimana nukleus telah menembus ligamen
longitudinalis posterior.
37
Gambar 14. Gradasi HNP
Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostic yang sangat
berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk
menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester
diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.
Mumenthaler (1983) menyebutkan adanya 25% false negative diskus prolaps
pada mielografi dan 10% false positive dengan akurasi 67%
6. Diskography
Discography adalah pemeriksaan radiografi dari diskus intervertebralis dengan
bantuan sinar-x dan bahan media kontras positif yang diinjeksikan ke dalam
nukleus pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus fibrosus yang rusak,
dimana kontras hanya bisa penetrasi/menembus bila ada suatu lesi dengan cara
memasukkan jarum ganda untuk menegakkan diagnosa. Dengan adanya MRI
maka pemeriksaan ini sudah tidak begitu populer lagi karena invasive.
38
Gambar 15. Diskografi
Gambar 16. MR discography
39
2.2.9 Penatalaksanaan
a. Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
- 1.Penderita dengan gejala klinis ringan :
• Mencegah gerakan-gerakan yang menimbulkan keluhan
dan tirah-baring pada saat timbul keluhan.
• Analgesik, bila perlu.
• Fisioterapi, seperti terapi panas, korset lumbal.
2.Penderita dengan gejala nyeri pinggang hebat :
• Tirah-baring (alas keras, pada posisi yang dirasakan enak).
• Analgesik, antispasmodik (diasepam), anti-inflamasi
(aspirin, NSAID).
• Fisioterapi, seperti traksi pinggul.
b. Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
Dengan cara-cara konservatif ( 3-4 mgg) tidak berhasil.
“Midline disk protrusion” yang menimbulkan gejala kompresi cauda
equina.
Kompresi akar saraf yang menimbulkan kelumpuhan otot, seperti foot
drop.
- Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau
pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk
memperbaiki luka pada spinal.
40
- Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap
dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan
neurology utama seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.
2.2.10 Prognosis
a. Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi
konservatif
b. Sebagian kecil akan berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
c. Pada pasien yang dioperasi 90% akan membaik terutama nyeri tungkai,
kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%
41
BAB 3. KESIMPULAN
Hernia Nukleus Pulposus yaitu keluarnya nukleus pulposus dari discus
melalui robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal menekan
medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga
menimbulkan gangguan.
Gangguan ini berupa nyei pinggang yang sering dikeluhkan oleh orang
awam. Walaupun etiologi nyeri pinggang bawah terdapat berbagai sebab, tetapi
HNP merupakan penyakit yang tidak boleh diabaikan begitu saja.
Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari populasi. HNP lumbalis paling
sering (90%) mengenai disk intervetebralis L5-S1, L4-L5. Biasanya NPB oleh
karena HNP lumbalis akan membaik dalam waktu kira-kira 6 minggu. Tindakan
pembedahan jarang diperlukan kecuali pada keadaan tertentu.
Untuk mendiagnosis HNP butuh pemeriksaan radiologi. MRI merupakan
pilihan dari berbagai pemeriksaan radiologi karena memiliki spesitifitas dan
sensitivitas yang tinggi. Tidak seperti pada pemeriksaan foto polos yang hanya
dapat melihat komponen tulang vertebre saja tetapi dari pemeriksaan foto polos
dapat mencurigai kearah HNP dapat dilakukan sehingga perlu pemeriksaan lebih
lanjut seperti myelografi, MRI, ataupun diskografi
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke-14. PT Dian
Rakyat. Jakarta. 2009
2. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. EGC. 2004
3. Mathias dan Michael. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology. 5 th edition.
Thieme
4. Maliawan S. Diagnosis dan tatalaksana HNP lumbal. Dalam : Mahadewa
TGB. Maliawan S.Editors. Diagnosis dan tatalaksana kegawat daruratan
tulang belakang. Jakarta. Sagung Seto.2009: h ;62-87
5. Rumawas RT. Nyeri pinggang bawah (Pandangan umum). Kumpulan
makalah lengkap Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia
(PERDOSSI). Palembang; 1996.
6. Mark dan Heinrich. Neurology 4th edition. Thieme.
7. Yulvitrawasih. 2011. Hindari HNP. http://rumah-sakit-islam-cempaka-
putih-Index2.php.htm.
8. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi V.Jakarta.2014.
9. Sidharta, Priguna. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik
Umum. PT Dian Rakyat. Jakarta.1999
10. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius. Jakarta. 2004
11. http://emedicine.medscape.com/article/340014-imaging
12. http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview
13. http://emedicine.medscape.com/article/340014-overview
14. http://www.dokterbedahtulang.com
43
44
45