151891159-lp-cmlmonjjbh

20
CML (CHRONIC MYELOID LEUKIMIA) 1. Definisi Leukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang mengalami transformasi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen sumsum normal. Leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum: leukemia limfositik dan leukemia mieloid (Guyton and Hall, 2007). Leukemia mieloid kronik (LMK) atau chronic myeloid leukemia (CML) merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel leukemianya berasal dari transformasi sel induk mieloid. CML termasuk kelainan klonal (clonal disorder) dari sel induk pluripoten dan tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif. Nama lain untuk leukemia myeloid kronik, yaitu chronic myelogenous leukemia dan chronic myelocytic leukemia. (I Made, 2006). Atul & Victor (2005) menambahkan bahwa CML yang merupakan gangguan mieloproliferatif klonal ini ditandai dengan peningkatan neutrofil dan prekusornya pada darah perifer dengan peningkatan selularitas sumsum tulang akibat kelebihan prekusor granulosit. 2 Etiologi Etiologi CML masih belum diketahui. Menurut Jorge et al., (2010) Beberapa asosiasi menghubungkannya dengan faktor genetik dan faktor lingkungan, tetapi di kebanyakan kasus, tidak ada faktor yang dapat di identifikasikan. 1

Upload: novita-putri-ningsih

Post on 12-Sep-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

OJH8YYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYYY

TRANSCRIPT

CML (CHRONIC MYELOID LEUKIMIA)1. DefinisiLeukemia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang mengalami transformasi dan ganas, menyebabkan supresi dan penggantian elemen sumsum normal. Leukemia dibagi menjadi 2 tipe umum: leukemia limfositik dan leukemia mieloid (Guyton and Hall, 2007).Leukemia mieloid kronik (LMK) atau chronic myeloid leukemia (CML) merupakan leukemia kronik, dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel leukemianya berasal dari transformasi sel induk mieloid. CML termasuk kelainan klonal (clonal disorder) dari sel induk pluripoten dan tergolong sebagai salah satu kelainan mieloproliferatif. Nama lain untuk leukemia myeloid kronik, yaitu chronic myelogenous leukemia dan chronic myelocytic leukemia. (I Made, 2006).Atul & Victor (2005) menambahkan bahwa CML yang merupakan gangguan mieloproliferatif klonal ini ditandai dengan peningkatan neutrofil dan prekusornya pada darah perifer dengan peningkatan selularitas sumsum tulang akibat kelebihan prekusor granulosit.2 EtiologiEtiologi CML masih belum diketahui. Menurut Jorge et al., (2010) Beberapa asosiasi menghubungkannya dengan faktor genetik dan faktor lingkungan, tetapi di kebanyakan kasus, tidak ada faktor yang dapat di identifikasikan. Agung (2010) mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang menyebabkan CML, yaitu faktor instrinsik (host) dan faktor ekstrinsik (lingkungan).a. Faktor Instrinsik1. Keturunan dan Kelainan KromosomLeukemia tidak diwariskan, tetapi sejumlah individu memiliki faktor predisposisi untuk mendapatkannya. Risiko terjadinya leukemia meningkat pada saudara kembar identik penderita leukemia akut, demikian pula pada suadara lainnya, walaupun jarang. Pendapat ini oleh Price atau Wilson (1982) yang menyatakan jarang ditemukan leukemia Familial, tetapi insidensi leukemia terjadi lebih tinggi pada saudara kandung anak-anak yang terserang dengan insiden yang meningkat sampai 30 % pada kembar identik (monozigot), (Agung ,2010).Kejadian leukemia meningkat pada penderita dengan kelainan fragilitas kromosom (anemia fancori) atau pada penderita dengan jumlah kromosom yang abnormal seperti pada sindrom Duwa, sindrom klinefelter dan sindrom turner.2. Defisiensi Imun dan Defisiensi Sumsum TulangSistem imunitas tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi sel yang berubah menjadi sel ganas. Gangguan pada sistem tersebut dapat menyebabkan beberapa sel ganas lolos dan selanjutnya berproliferasi hingga menimbulkan penyakit. Hipoplasia dari sumsum tulang mungkin sebagai penyebab leukemia (Agung ,2010).b. Faktor Ekstrinsik1. Faktor RadiasiAdanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi, dibuktikan dengan tingginya insidensi leukemia pada ahli radiologi (sebelum ditemukan alat pelindung), penderita dengan pembesaran kelenjar tymus, Ankylosing spondilitis dan penyakit Hodgkin yang mendapat terapi radiasi. Diperkirakan 10 % penderita leukemia memiliki latar belakang radiasiSebelum proteksi terhadap sinar rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar. Penduduk Hiroshima dan Nagasaki yang hidup sesudah ledakan bom atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LMK sampai 20 kali lebih banyak. Demikian pula pada penderita ankylosing spondilitis yang diobati dengan sindar radioaktif lebih dari 2000 rads mempunyai insidensi LMA 14 kali lebih banyak (Agung ,2010).2. Bahan Kimia dan Obat-obatanBahan-bahan kimia terutama Hydrokarbon sangat berhubungan dengan leukemia akut pada binatang dan manusia. Remapasan Benzen dalam jumlah besar dan berlangsung lama dapat menimbulkan leukemia. Penelitian Akroy et al (1976) telah membuktikan bahwa pekerja pabrik sepatu di Turki yang kontak lama dengan benzen dosis tinggi banyak yang menderita LMA. Kloramfenikol dan fenilbutazon diketahui menyebabkan anemia aplastik berat, tidak jarang diketahui dikahiri dengan leukemia, demikian juga dengan Arsen dan obat-obat imunosupresif (Agung ,2010).3. Infeksi VirusVirus menyebabkan leukemia pada beberapa dirating percobaan di laboratorium. Peranan virus dalam timbulnya leukemia pada manusia masih dipertanyakan. Diduga yang ada hubungannya dengan leukemia adalah Human T-cell leukemia virus (HTLV-1), yaitu suatu virus RNA yang mempunyai enzim RNA transkriptase yang bersifat karsinogenik (Agung ,2010).Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Timbulnya leukemia dipengaruhi antara lain oleh umur, jenis kelamin, strain virus, faktor imunologik serta ada tidaknya zat kimia dan sinar radioaktif. Sampai sekarang tidak atau belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukemia pada manusia adalah virus. Walaupun demikian ada beberapa hasil penelitian yang menyokong teori virus sebagai penyebab leukemia, antara lain enzyme reverse transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalan virus onkogenik seperti retrovirus tipe-C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang (Agung ,2010).3 PatofisiologiPada orang normal, tubuh mempunyai tiga jenis sel darah yang matur1. Sel darah merah, yang berfunsi untuk mengangkut O2 masuk ke dalam tubuh dan mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh keluar lewat paru2. Sel darah putih, yang berfungsi untuk melawan infeksi dan sebagai pertahanan tubuh3. Trombosit, yang befungsi untuk mengontrol faktor pembekuan di dalam darahSel-sel darah yang belum menjadi matur (matang) disebut sel-sel induk (stem cells) dan blasts. Kebanyakan sel-sel darah menjadi dewasa didalam sumsum tulang dan kemudian bergerak kedalam pembuluh-pembuluh darah. Darah yang mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah dan jantung disebut peripheral blood (Sherwood,2001). Tetapi pada orang dengan Chronic Myelogenous Leukemia(CML), proses terbentuknya sel darah terutama sel darah putih di sumsum tulang mengalami kelainan atau mutasi. Hal ini disebabkan karena kromosom 9 dan kromosom 22 (Hoffbrand, 2005).Diagnosis CML dapat ditegakkan dengan adanya kromosom Philadelphia (Ph) yang khas, terdapat pada kromosom 22 yang abnormal. Terjadinya translokasi t(9;22)(q34;q11) antara kromosom 9 dan 22. Hal ini diakibatkan dari proses protoonkogen Abelson (ABL) di kromosom 9 dipindahkan pada gen Break Cluster Region (BCR) di kromosom 22 dan sebaliknya, bagian kromosom 22 pindah ke kromosom 9 (Hoffbrand, 2005).Gen BCR-ABL pada kromosom Ph menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel induk pluripoten pada system hematopoiesis. Pada klon ini selain proliferasiny ayang berlebihan, juga dapat bertahan hidup lebih lama dibandingkan sel nirmal, karena gen BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis. Dampak kedua mekanisme ini adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang akhirnya mendesak system hematopoiesis yang lainnya (Fadjari, 2006).Protein yang normal mempunyai aktivitas tirosin kinase 145 kD (Hoffbrand,2005). Akan tetapi pada CML akan terjadi perubahan struktur, sehingga akan mengakibatkan perubahan. Terdapat 3 tipe perubahan pada gen BCR-ABL(Fadjari, 2006):1. Perubanan terjadi pada gen BCR di daerah e13-e14 pada ekson 2 yang dikenal sebagai major break cluster region (M-bcr). Gen BCR-ABL akan mensintesis protein dengan berat molekul 210 kD, selanjutnya ditulis dengan p 210BCR-ABL. Pada pasien terdapat trombositopenia2. Perubahan terjadi pada gen BCR di daerah 54,4-kb atau el yang dikenal dengan minor break cluster region (m-bcr) dan mensintesa p 190, yang dapat mengakibatkan monositosis yang prominen pada pasien3. Perubahan terjadi pada gen BCR di daerah e19-e20, dikenal sebagai micro break cluster region (-bcr), yang selanjutnya akan terbentuk p230 yang dapat mengakibatkan netrofilia dan/atau trombositosis.Mekanisme terbentuk dan waktu yang dibutuhkan untuk membentuk Ph menjadi CML dengan gejala klinis yang jelas masih belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli berpendapat akibat pengaruh radiasi, sedangkan yang lain berpendapat karena pengaruh mutasi spontan (Fadjari, 2006).4. KlasifikasiMenurut Victor et al., (2005) leukemia myeloid kronik (CML) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:a. Leukemia myeloid kronik, Ph positif (CML, Ph+) (leukemia granulositik kronik, CGL).b. Leukemia mieloid kronik, Ph negative (CML, Ph-)c. Leukemia myeloid kronik juvenilisd. Leukemia netrofilik kronike. Leukemia eosinofilikf. Leukemia mielomonositik kronik (CMML) Tetapi, sebagian besar (>95%) CML tergolong sebagai CML, Ph+ (I Made, 2006).Perjalanan penyakit CML, menurut I Made (2006); Agung (2010) dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:1. Fase Kronik : pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blast dan sel premielosit kurang dari 5% di dalam darah dan sumsum tulang.Fase ini ditandai dengan over produksi granulosit yang didominasi oleh netrofil segmen. Pasien mengalami gejala ringan dan mempunyai respon baik terhadap terapi konvensional.2. Fase Akselerasi atau transformasi akut : fase ini sangat progresif, mempunyai lebih dari 5% sel blast namun kurang dari 30%. Pada fase ini leukosit bisa mencapai 300.000/mmk dengan didominasi oleh eosinofil dan basofil. Sel yang leukemik mempunyai kelainan kromosom lebih dari satu (selainPhiladelphiakromosom). 3. Fase Blast(Krisis Blast) : pada fase ini pasien mempunyai lebih dari 30% sel blast pada darah serta sumsum tulangnya. Sel blast telah menyebar ke jaringan lain dan organ diluar sumsum tulang. Pada fase ini penyakit ini berubah menjadi Leukemia Myeloblastik Akut atau Leukemia Lympositik Akut. Kematian mencapai 20%.

5.Manifestasi KlinisManifestasi klinis CML, menurut I Made (2006) dan Victor et al., (2005) tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut, yaitu :a. Fase kronik terdiri atas :1. Gejala hiperkatabolik : berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat pada malam hari.2. Splenomegali hampir selalu ada, sering massif.3. Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.4. Gejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.5. Gangguan penglihatan dan priapismus.6. Anemia pada fase awal sering tetapi hanya ringan dengan gambaran pucat, dispneu dan takikardi.7. Kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check up atau pemeriksaan untuk penyakit lain.b. Fase transformasi akut terdiri atas :Perubahan terjadi perlahan-lahan dengan prodormal selama 6 bulan, di sebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru, antara lain : demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang semakin progresif. Respons terhadap kemoterapi menurun, lekositosis meningkat dan trombosit menurun (trombosit menjadi abnormal sehingga timbul perdarahan di berbagai tempat, antara lain epistaksis, menorhagia).

c.Fase Blast (Krisis Blast) :Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa didahului masa prodormal keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis). Tanpa pengobatan adekuat penderita sering meninggal dalam 1-2 bulan.

6.Pemeriksaan PenunjangI Made (2006) memaparkan beberapa pemeriksaan penunjang untuk CML, yaitu :a)Laboratorium1. Darah rutin :a. Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase transformasi akut), bersifat normokromik normositer.b. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 m.2. Gambaran darah tepi :a. Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan kemudian biasanya lebih dari 100.000/mm3.b. Menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai netrofil, komponen paling menonjol adalah segmen netrofil (hipersegmen) dan mielosit. Metamielosit, promielosit, dan mieloblast juga dijumpai. Sel blast < 5%. Sel darah merah bernukleus.c. Jumlah basofil dalam darah meningkat.d. Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal lebih sering meningkat.e. Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase) selalu rendah.b) Gambaran sumsum tulanga. Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Gambarannya mirip dengan apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap seri myeloid, dengan komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30 %. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.b. Sitogenik : di jumpai adanya Philadelphia (Ph1) kromosom pada 95 % kasus.c. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.d. Kadar asam urat serum meningkat.e. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric protein bcr-abl pada 99% kasus (I Made, 2006).

c) Pemeriksaan Penunjang LainMenurut Agung (2010), ada beberapa pemeriksaan penunjang lain untuk penyakit CML, antara lain:a. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP pada sumsum tulang.Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.b. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.c. David et al., (2009) menambahkan pemeriksaan lain, yaitu tes untuk mendeteksi adanya kromosom Philadelphia.

7.Diagnosis BandingPemeriksaan darah tepi dan sumsung tulang merupakan situasi klinis yang dapat menegakkan diagnosis adanya CML, pada beberapa pasien CML kadang tidak ditemukan kromosom Ph. Sehingga di butuhkan suatu standar untuk menegakkan suatu diagnosis.- Diagnosis CML dalam fase akselerasi menurut WHO :1. Blast 10-19% dari WBC pada darah tepi dan atau dari sel sumsum tulang berinti.2. Basofil darah tepi >20%.3. Thrombositopenia persisten (1000x109/L) yang tidak responsif terhadap terapi.4. Peningkatan ukuran lien atau WBC yang tidak responsif pada terapi.5. Bukti sitogenik evolusi klonal (I Made, 2006).- Diagnosis CML pada fase krisis blastik menurut WHO :1. Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum tulang berinti.2. Proliferasi blast ekstrameduler.3. Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsi sumsum tulang (I Made,2006).Diagnosis banding pada fase kronis adalah trombositosis esensial, pada trombositosis ditemukan adanya fosfatase normal atau meningkat sedangkan CML selalu rendah dan tidak ditemukannya Ph kromosom seperti halnya yang selalu ditemukan Ph kromosom pada penderita CML. Untuk fase krisis blast yaitu leukemia mieloid akut dan sindrom mielodislasia (Victor et al., 2006).Tidak ditemukannya Ph kromosom pada penderita CML yaitu pada kasus penderita yang menderita CML tipe juvenillis yang asering dijumpai pada pasien berumur kurang dari 4 tahun. Cirinya tidak adanya Ph kromosom, peningkatan Hb janin, trombositopenia, monositosis yang menonjol, dan CML juvenillis jarang mengalami transformasi blastik dan meninggal akibat infeksi atau kegagalan organ akibat sebukan monosit dan makrofag (Victor et al., 2006).

8.Penatalaksanaana.MedikamentosaPenatalaksanaan CML tergantung pada fase penyakit, yaitu :1. Fase Kronika. Busulphan (Myleran), dosis : 0,1-0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat di hentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek smaping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (I Made, 2006).b. Hydroxiurea, bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dna mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya perlu diberikan seumur hidup (Victor et al., 2005). Dosis mulai dititrasi dari 500 mg sampai 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000-15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit (I Made, 2006).c. Interferon juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan dapat menunda onset transformasi akut, memperpanjang harapan hidup menjadi 1-2 tahun (Atul & Victor, 2005). IFN- biasanya digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh hidroksiurea. IFN- merupakan terapi pilihan bagi kebanyakan penderita leukemia Mielositik (CML) yang terlalu tua untuk transplantasi sumsum tulang (BMT) atau yang tidak memiliki sumsum tulang donor yang cocok. Interferon alfa diberikan pada rata-rata 3-5 juta IU / d subkutan (Emmanuel, 2010). Tujuannya adalah untuk mempertahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l). Hampir semua pasien menderita gejala penyakit mirip flu pada beberapa hari pertama pengobatan. Komplikasi yang lebih serius berupa anoreksia, depresi, dan sitopenia. Sebagian kecil pasien (sekitar 15%) mungkin mencapai remisi jangka panjang dengan hilangnya kromosom Ph pada analisis sitogenik walaupun gen fusi BCR-ABL masih dapat dideteksi melalui PCR. (Victor et al., 2005).d. STI571, atau mesylate imatinib (Gleevec), merupakan obat yang sedang diteliti dalam percobaan klinis dan tampaknya memberikan hasil yang menjanjikan. Zat STI 57I adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tiroksin kinase sehingga dapat menekan proliferasi seri myeloid. Gleevec mengontrol jumlah darah dan menyebabkan sumsum tulang menjadi Ph negative pada sebagian besar kasus. Obat ini mungkin menjadi lini pertama pada CML, baik digunakan sendiri atau bersama dengan interferon atau obat lain (Atul & Victor, 2005; Emmanuel, 2010; Victor et al., 2005; I Made, 2006)e. Transplantasi sumsum tulang alogenik (stem cell transplantation, SCT) sebelum usia 50 dari saudara kandung yang HLA-nya cocok memungkinkan kesembuhan 70% pada fase kronik dan 30% atau kurang pada fase akselerasi (Atul & Victor, 2005).2. Fase Akselerasi dan Fase BlastTerapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti leukemia akut, AML atau ALL, dengan penambahan STI 57I (Gleevec) dapat diberikan. Apabila sudah memasuki kedua fase ini, sebagian besar pengobatan yang dilakukan tidak dapat menyembuhkan hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit. (Atul & Victor, 2005; I Made, 2006).b. Non-Medikamentosa RadiasiTerapi radiasi dengan menggunakan X-Rays dosis tinggi sinar-sinar tenaga tinggi secara external radiation therapy untuk menghilangkan gejala-gejala atau sebagian dari terapi yang diperlukan sebelum transplantasi sumsum tulang (Atul & Victor, 2005).9.PrognosisSekitar 20-30% penderita meninggal dalam waktu 2 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis dan setelah itu sekitar 25% meninggal setiap tahunnya.Banyak penderita yang bertahan hidup selama 4 tahun atau lebih setelah penyakitnya terdiagnosis, tetapi pada akhirnya meninggal padafase akselerasiataukrisis blast.Angka harapan hidup rata-rata setelahkrisis blasthanya 2 bulan, tetapi kemoterapi kadang bisa memperpanjang harapan hidup sampai 8-12 bulan (Agung, 2010).

10.Asuhan keperawatan

I. PENGKAJIANPengkajian pada leukemia meliputi :a. Riwayat penyakitb. Kaji adanya tanda-tanda anemia :1).Pucat2).Kelemahan3).Sesak4).Nafas cepatc. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia1).Demam2).Infeksid. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :1).Ptechiae2).Purpura3).Perdarahan membran mukosae. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :1).Limfadenopati2).Hepatomegali3).Splenomegalif. Kaji adanya pembesaran testisg. Kaji adanya :1).Hematuria2).Hipertensi3).Gagal ginjal4).Inflamasi disekitar rectal5).Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)

II. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada kasus AML, antara lain: Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan : Tidak adekuatnya pertahanan sekunder Gangguan kematangan sel darah putih Peningkatan jumlah limfosit imatur Imunosupresi Penekanan sumsum tulang (efek kemoterapi)

Kekurangan volume cairan tubuh /risiko tinggi, berhubungan dengan : Kehilangan berlebihan, misalnya: muntah, perdarahan Penurunan pemasukan cairan : mual, anoreksia

Nyeri ( akut ) berhubungan dengan : Agen fiscal ; pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang diinvasi dengan sel leukemia. Agen kimia ; pengobatan antileukemia.

III. Intervensi KeperawatanNoDiagnosaTujuanIntervensi

1Resiko infeksi berhubungan dengan : Tidak adekuatnya pertahanan sekunder Gangguan kematangan sel darah putih Peningkatan jumlah limfosit imatur Imunosupresi Penekanan sumsum tulang (efek kemoterapi)Infeksi tidak terjadi1. Tempatkan anak pada ruang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi2. Berikan protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua staf petugas3. Awasi suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan chemoterapi. 4. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, batuk.5. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut secara periodic. Gunakan sikat gigi halus untuk perawatan mulut.6. Awasi pemeriksaan laboratorium : WBC, darah lengkap7. Berikan obat sesuai indikasi, misalnya Antibiotik8. Hindari antipiretik yang mengandung aspirin

2Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan : Kehilangan berlebihan, seperti: muntah, perdarahan Penurunan pemasukan cairan : mual, anoreksia.Volume cairan tubuh adekuat, ditandai dengan TTV dbn, stabil, nadi teraba, haluaran urine, BJ dan PH urine, dbn.1. Awasi masukan dan pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kasat mata dan keseimbangan cairan. Perhatikan penurunan urine pada pemasukan adekuat. Ukur berat jenis urine dan pH Urine. 2. Timbang BB tiap hari. 3. Awasi TD dan frekuensi jantung4. Evaluasi turgor kulit, pengiisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa.5. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan / perdarahan, ex : sikat gigi atau gusi dengan sikat yang halus.6. Berikan diet halus.7. Berikan cairan IV sesuai indikasi8. Berikan sel darah Merah, trombosit atau factor pembekuan

3Nyeri akut berhubungan dengan : Agen fiscal: pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang diinvasi dengan sel leukemia. Agen kimia ; pengobatan antileukemia.rasa nyeri hilang/berkurang1. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk nonverbal,rewel, cengeng, gelisah 2. Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan stress 3. Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas denganan bantal 4. Ubah posisi secara periodic dan berikan latihan rentang gerak lembut. 5. Berikan tindakan ketidaknyamanan; mis : pijatan, kompres 6. Berikan obat sesuai indikasi.

DAFTAR PUSTAKABetz, CL & Sowden, LA. 2002.Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC. Brunner& Suddarth. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC. ES Jaffe et al.2001.World Health Organization Classification of Tumours. Lyon, ARC Press, Fauci, Anthony S.; Kasper, Dennis L. ; Longo, Dan L.; Braunwald, Eugene;Hauser, Stephen L.; Jameson, J. Larry; Loscalzo, Joseph;. 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th edition. USA: McGraw-hill, Guyton.1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III. Jakarta : EGC. JM Bennett et al: Ann Intern Med 103:620, 1985.Joyce Engel. 1999. Pengkajian Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC. Kurnianda, Johan. 2007. Leukimia Mieloblastik Akut dalam buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan FK UIPrice, S A dan Wilson, L M. 2006.Patofisiologi , Konsep klinis proses-proses penyakit . Jakarta : EGC, .Whaleys and Wong. 2001.Clinical Manual of Pediatric Nursing. Edisi 4. USA : Mosby.12