143929017-referat-solutio-plasenta.pdf

Upload: april-mitchell

Post on 12-Oct-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sjhjlkagddsdhdgjewhddbdf

TRANSCRIPT

  • REFERATPERDARAHAN ANTEPARTUM

    Disusun oleh

    ATIKAH BINTI SU AZMI (11-2008-140)

    Dokter Pembimbing

    Dr. Afra, SpOG

    FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

    KEPANITERAAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

    RUMAH BAKTHI TUDHA

    DEPOK

    2 JANUARI 2013-2 APRIL 2013

  • D a f t a r i s i

    Bab i pendahuluan

    Bab ii Perdarahan antepartum ( hap )

    1. placenta previa2. solutio placenta

    bab iii kesimpulan

    daftar pustaka

    Bab i

  • pendahuluan

    Peningkatan angka mortalitas dan morbiditas akhir akhir ini,banyak disebabkan karena kurang sigapnya instansi kesehatan dalam mengambil tindakan yang dianggap perlu, setelah mengetahui kondisi pasien bermasalah dan tidak mengikuti perkembangan kehamilan pasien yang mengalami kasus bermasalah , juga dapat mendukung peningkatan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi di samping faktor lingkungan, gizi , pendidikan , pergaulan , sosial ekonomi yang tidak mendukung dalam usaha memenuhi kriteria yang baik dalam penanganan ibu saat awal kehamilan , kehamilan lanjut , masa persalinan dan sesudah persalinan. Dari sekian banyak kasus bermasalah yang harus diantisipasi adalah perdarahan pada usia kehamilan lanjut , perdarahan setelah kelahiran , dan kelainan volume cairan amnion pada ibu hamil . Perdarahan kehamilan lanjut ( antepatum hemorrhagic ) terdiri dari plasenta previa , solutio plasenta dan vasa previa , tapi di sini akan dibahas plasenta previa dan solutio plasenta karena faktor yang paling banyak menimbulkan angka mortalitas.

    Masalah diangkat agar segala sesuatunya yang mengancam keadaan ibu dan bayinya dapat diantisipasi dan agar angka morbiditas dan mortalitas pada ibu dan anak dapat ditekan sehingga menuju ke masyarakat yang bahagia dan sejahtera.

    Pengawasan antenatal sebagai cara untuk mengetahui atau menanggulangi kasus kasus dengan perdarahan antepartum memegang peranan yang terbatas. Sehingga dibutuhkan beberapa pemeriksaan dan perhatian untuk mengurangi kesulitan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan dan perhatian yang dimaksud ialah penentuan golongan darah ibu dan golongan darah calon donornya, pengobatan anemia dalam kehamilan, memperhatikan kemungkinan adanya plasenta previa, mencegah dan mengobati penyakit hipertensi menahun. Para ibu yang menderita anemia dalam kehamilan akan sangat rentan terhadap infeksi dan pendarahan, walaupun perdarahan hanya sedikit. Pengalaman membuktikan bahwa kematian ibu karena perdarahan lebih sering terjadi pada ibu yang menderita anemia sebelumnya.

  • BAB II PENDARAHAN ANTERPARTUM

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    Solusio plasenta merupakan terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum

    janin lahir diberi beragam sebutan, yaitu placental abruption, abruptio placentae dan di inggris,

    accidental hemorrhage (pendarahan tak disengaja). Ungkapan pemisahan premature plasenta

    yang berimplantasi normal merupakan istilah deskriptif karena membedakan plasenta yang

    terpisah secara premature tetapi tertanam jauh dari os interna serviks, dari plasenta yang

    tertanam di os interna yaitu plasenta previa. Namun, nama ini terlalu panjang sehingga

    digunakan istilah yang lebih singkat yaitu solusio plasenta (placental abruption). Kata latin

    abruption placentae yang berarti mengoyak plasenta hingga remuk, mengisyaratkan kejadian

    yang mendadak, suatu gambaran klinis yang dijumpai pada sebagian besar kasus penyulit ini.1

    Beberapa jenis pendarahan akibat solusio plasenta biasanya merembes di antara selaput

    ketuban dan uterus, dan kemudian lolos keluar melalui serviks, menyebabkan pendarahan

    eksternal. Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari tubuh, tetapi tertahan di antara plasenta

    yang terlepas dan uterus serta menyebabkan pendarahan tersembunyi. Solusio plasenta dapat

    total atau parsial. Solusio plasenta dengan pendarahan tertutup menimbulkan bahaya yang lebih

    besar bagi ibu, tidak saja karena kemungkinan koagulopati konsumtif tetapi juga karena jumlah

    darah yang keluar sulit diperkirakan. Umumnya lebih bahaya karena jumlah pendarahan yang

    keluar tidak sesuai dengan beratnya syok. Pendarahan pada solusio plasenta terutama berasal

    dari ibu, namun dapat juga berasal dari anak.2

  • BAB 2

    DEFINISI

    Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur

    plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.1Solusio plasenta

    adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri)

    setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.2Jika separasi ini terjadi di bawah

    kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens (3). Sedangkan

    Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya

    plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku

    apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram (3). Nama lain

    yang sering dipergunakan dalam kepustakaan, yaitu:

    1) Abruption placentae

    2) Ablation placentae

    3) Accidental haemorrhage

    4) Premature separation of the normally implanted placenta2

  • Gambar 2. 1 Solusio Plasenta (Placental abruption) (10).

    FREKUENSI, INTENSITAS DAN MAKNA

    Frekuensi diagnosis solusio plasenta akan bervariasi karena criteria yang digunakan

    untuk mendiagnosis berbeda-beda. Intensitas solusio sering bervariasi bergantung pada seberapa

    cepat wanita yang bersangkutan mencari pertolongan dan mendapat perawatan setelah gejala

    muncul. Apabila tertunda, kecenderungan pemisahan luas yang menyebabkan kematian janin

    akan meningkat pesat. Frekuensi solusio plasenta yang dilaporkan adalah sekitar 1 dari 200

    pelahiran.

    Di Parkland Hospital sejak tahun 1988 sampai1999, insiden solusio lebih dari 169.000 pelahiran

    adalah 1 dari 290. Insiden serta keparahan solusio plasenta menurun seiring dengan waktu.

    Dengan menerapkan criteria pemisahan plasenta yang luas sehingga menyebabkan kematian

    janin, insidennya adalah 1 dari 420 pelahiran dari tahun 1956 sampai 1967. Seiring dengan

    berkurangnya jumlah wanita berparitas tinggi yang dirawat serta tersedianya perawatan praatal

    secara luas di masyarakat dan membaiknya transportasi darurat, frekuensi solusio yang

    menyebabkan kematian janin telah menurun menjadi sekitar 1 dari 830 pelahiran dari tahun 1974

    sampai 1989. Dari tahun 1988 sampai 1999, angka ini menurun menjadi 1 dari 1550.1

  • INSIDENS

    Kejadian solusio plasenta sangat bervariasi dari 1 diantara 75 sampai 830 persalinan dan

    merupakan penyebab dari 20-35 % dari kematian perinatal. Walaupun angka kejadiannya

    cenderung menurun akhir-akhir ini, namun morbiditas perinatal masih cukup tinggi, termasuk

    gangguan neurologis pada tahun pertama kehidupan. Solusio plasenta sering berulang pada

    kehamilan berikutnya. Kejadiannya tercatat sebesar 1 diantara 8 kehamilan.2

    KLASIFIKASI

    a. Membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta (3):

    1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.

    2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.

    3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.

    b.Membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (2):

  • 1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar

    2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma

    retroplacenter

    3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .

    Tabel 1: Perbedaan solusio plasenta dengan pendarahan tersembunyi dan pendarahan

    keluar.(2)

  • Pendarahan Keluar

    (Revealed Hemorrhage)

    Pendarahan Tersembunyi

    (Concealed Hemorrhage)

    Biasanya inkomplet Pelepasan biasanya komplet Jarang terjadi toksemia Sering terjadi toksemia Merupakan 80% dari solusio plasenta Merupakan 20% dari solusio plasenta

    c. Solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu (3):

    1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan,

    janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar

    fibrinogen plasma lebih 150 mg%.

    2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat

    janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan,

    kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

    3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,

    pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

    ETIOLOGI

    Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang

    menjadi predisposisi :

    1. Faktor hipertensi

    Hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia (1,3). Pada penelitian di Parkland,

    ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh

    dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi

    yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan

    dengan adanya hipertensi pada ibu (2,3).

  • 2. Faktor trauma

    Trauma yang dapat terjadi antara lain :

    - Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

    - Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar

    atau tindakan pertolongan persalinan.

    - Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

    Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi

    pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari

    seluruh kasus solusio plasenta.

    3. Faktor paritas ibu

    Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83

    kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18

    pada primipara (1). Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio

    plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi

    paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (2,3,5).

    4. Faktor usia ibu

    Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan

    kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan

    karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun (1,2,3,).

    5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila

    plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma (1,2,3).

    6. Faktor pengunaan kokain

  • Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan

    katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah

    uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara

    definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan

    berkisar antara 13-35% (1).

    7. Faktor kebiasaan merokok

    Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai

    dengan 25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada

    ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada

    mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio

    plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan (1,2)

    8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

    Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta

    adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi

    dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta

    sebelumnya.

    PATOGENESIS.

    Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan

    terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau

  • plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan

    pelepasan plasenta dari dinding uterus (2,3).

    Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom

    subkhorionik (4).

    Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta

    dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas.

    Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan

    cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna

    kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot

    uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam

    menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi

    bertambah besar, kemudian akan mendesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh

    plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus.

  • Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah

    juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara

    otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi

    uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire,dimana pada kondisi ini dapat

    dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau

    ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri

    dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat

    diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post

    partum yang hebat (2,3).

    Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang

    banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-

    mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada

    keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan

    darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya (3).

    GAMBARAN KLINIS

  • Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas

    pengelompokannya menurut gejala klinis (2,5,7):

    1. Solusio plasenta ringan

    Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan

    sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam,

    warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak

    tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah

    diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin

    tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan

    kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna

    kehitam-hitaman(2,5,7).

    2. Solusio plasenta sedang

    Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per

    tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta

    ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang

    tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan

    pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml.

    Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup

    mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus

    dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih

    hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal

  • mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta

    berat (2,5,7).

    3. Solusio plasenta berat

    Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.

    Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat

    tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan

    keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi.

    Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan

    darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal (2,5,7).

    KOMPLIKASI

    Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang

    terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat

    terjadi pada ibu :

    1. Syok perdarahan

    Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat

    dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah

    diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang

    tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada

    pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah

    perdarahan yang terlihat (2,3,10).

  • Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan

    segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan

    kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat

    nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan

    penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya

    perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikantekanan darah. Pemberian

    terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan

    koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena

    pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet

    dan faktor pembekuan (19).

    2. Gagal ginjal

    Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta,

    pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya

    terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan

    penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler.

    Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal

    mendadak (2,5). Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran

    urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal

    meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan

    infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan

    pembekuan darah (2).

    3. Kelainan pembekuan darah

  • Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh

    hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM

    dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang

    ditelitinya (5).

    Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg

    %,berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg%

    maka akan terjadi gangguan pembekuan darah (2,5,8).

    Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase (8,17):

    a. Fase I

    Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah,

    disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler

    (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan

    karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi

    consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang

    menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat

    mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan

    kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria 1

    b. Fase II

    Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali

    peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan

    fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar

    fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan

    pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di

  • klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik

    karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga

    hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu 1

    4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)

    Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah

    perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan

    gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa

    disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada

    kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan (6).

    Komplikasi yang dapat terjadi pada janin 4 :

    1. Fetal distress

    2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan

    3. Hipoksia dan anemia

    4. Kematian

    DIAGNOSIS

    Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai

    contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas

    sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal

    tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat

    langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung

    ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan

  • koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui

    sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat (2,3).

    Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio

    plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta (2,3) :

    Tabel 2. Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

    No. Tanda atau Gejala Frekuensi (%)

    1. Perdarahan pervaginam 782. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 663. Gawat janin 604. Persalinan prematur idiopatik 225. Kontraksi berfrekuensi tinggi 176. Uterus hipertonik 177. Kematian janin 15

    Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda

    dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.

    Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya

    tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta

    sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang

    datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita

    menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi

    perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin (7,8).

    Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :

    1. Anamnesis 4

    - Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat

    yang dirasa paling sakit.

  • - Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong(non-

    recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman

    - Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak

    bergerak lagi).

    - Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat

    anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.

    - Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

    2. Inspeksi 4

    - Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

    - Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.

    - Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

    3. Palpasi 4

    - Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

    - Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik

    waktu his maupun di luar his.

    - Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.

    - Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

    4. Auskultasi 4

    Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas

    140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih

    dari satu per tiga bagian.

    5. Pemeriksaan dalam 4

    - Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.

  • - Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his

    maupun di luar his.

    - Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke

    bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering

    meragukan dengan plasenta previa.

    6. Pemeriksaan umum

    - Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit

    vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat,

    kecil dan filiformis.

    7. Pemeriksaan laboratorium

    - Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.

    - Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada

    solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah

    hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation

    test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif

    fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).

    8. Pemeriksaan plasenta

    Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di

    bagian plasenta yang terlepas dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya

    menempel di belakang plasenta, yang disebuthematoma retroplacenter.

    9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

    Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :

    - Terlihat daerah terlepasnya plasenta

  • - Janin dan kandung kemih ibu

    - Darah

    - Tepian plasenta

    Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta (4).

    DIAGNOSIS BANDING

    Plasenta previa

    Ruptur uteri

    Tabel 3: Perbedaan antara solusio plasenta dan plasenta previa(2)

    SOLUSIO PLASENTA PLASENTA PREVIA

    Pendarahan Dengan nyeri

    Segera disusuli partus

    Keluar hanya sedikit

    Tanpa nyeri

    Berulang sebelum partus

    Keluar banyakSelaput ketuban Robek normal Robek marginal

    Palpasi Bagian anak sukar ditentukan Bagian anak masih tinggi

    Bunyi jantung anak Biasanya tidak ada Biasanya jelas

  • Pemeriksaan dalam Tidak teraba plasenta

    Ketuban menonjol

    Teraba jaringan plasenta

    Cekungan plasenta Ada impresi pada jaringan

    Plasenta karena hematom

    Tidak ada

    TERAPI

    Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala

    klinis, yaitu:

    a. Solusio plasenta ringan

    Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan

    (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring

    dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan (2).

    Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas,

    pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus

    segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi

    disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan (4).

    b. Solusio plasenta sedang dan berat

  • Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit

    meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria (5).

    Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi

    sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan (5). Amniotomi akan

    merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat

    mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam

    sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom

    subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat

    dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus

    yang mungkin saja telah mengalami gangguan (4).

    Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah

    nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang

    baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap

    oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat

    diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada

    penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan

    preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan

    infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin

    dan mengatasi kelainan pembekuan darah (4).

    Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan

    pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu

    pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan

  • pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah

    kelainan pembekuan darah (4).

    Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika

    itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-

    satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria (4).

    Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan

    tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan

    histerektomi perlu dilakukan (4).

    Prognosis

    Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya

    perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan,

    dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu

    pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut

    disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal (5).

    Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada

    literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus

    solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas

    dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih

    dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio

    sesaria dapat mengurangi angka kematian janin (5)

  • PLASENTA PREVIA

    Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.

    1. Plasenta previa totalisOstium internum servisis tertutup sama sekali oleh jaringan plasenta

    2. Plasenta previa parsialisOstium internum terttutup sebagian oleh jaringan plasenta

    3. Plasenta previa marginalisTepi plasenta terletak pada bagian pinggir ostium internum

    4. Plasenta letak rendahPlasenta tertanam dalam segmen bawah uterus sehingga tepi plasenta sebenarnya tidak mencapai ostium internum tetapi terletak sangat berdekatan dengan ostium tersebut.

    Penentuan derajat placenta previa tergantung pada pembukaan yang terjadi saat pemeriksaan yang dilakukan.

    Etiologi

    Usia Lanjut Di Rumah Sakit Parkland pada tahun 1988-1999, terjadi 1 kasus dalam 1500 untuk kelompok usia dibawah ibu 19 tahun dan 1 kejadian plasenta previa untuk 100 kehamilan pada usia ibu di atas 35 tahun.

    Multiparitas Babinszki dan rekan (1999) melaporkan bahwa terjadi peningkatan insidensi

    sebesar 2,2 % pada wanita dengan angka partus di atas 5 kali.

    Riwayat Persalinan Cesarean Miller dan rekan (1996) mencatat adanya peningkatan 3 kali lipat pada

    wanita yang memiliki riwayat section sebelumnya.

  • Merokok Williams dan rekan (1991) menemukan bahwa resiko terjadinya plasenta

    previa meningkat 2 kali bila dikaitkan dengan aktivitas merokok. Hipoksemia akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang perhari).

    Riwayat Aborsi Penelitian terkini menemukan suatu kaitan yang jelas antara kejadian

    plasenta previa dengan aborsi sebelumnya. (Annath et al 1997, Macones et al 1997).

    Ras Wanita amerika yang berasal dari keturunan Asia 86% lebih banyak

    dibandingkan wanita kulit putih (Taylor et al 1995).

    Perluasan area implantasi plasenta Seperti pada kehamilan kembar, eritoblastosis, diabetes mellitus.

    Mioma uteriCurettage yang berulang-ulangt

    Keadaan endometrium yang kurang baik, menyebabkan bahwa plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Karena luasnya, mendekati atau menutup ostium internum.

    Implantasi telur yang rendah

    PatofisiologiPada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan

    mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuk segmen bawah bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana yang diketahui tapak plasenta terbentuk daripada jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbih menjadi bagian daripada uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Dengan demikian pula pada serviks mendatar dan membuka ada bagian

  • tapak plasenta yang lepas.Pada tempat laserasi itu akan terjadi pendarahan yang berasal dari sirkulasi

    maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim, pendarahna pada plasenta previa berapa pun pasti kana terjadi. Pendarahan itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampuberkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimiliki sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Pendarahan akan berhenti akarena terjadi pembekuan kecuali ada laserasi yang mengenai sinus yang besar dari plasenta yang pada pendarahan yang berlangsung lebih banyak dan lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim akn berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian pendarahan. Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri.

    Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum, pendarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bahagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta parsialis atau letak rendah, pendarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Pendarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada pendarahan berikutnya. Pendarahan pertama susah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadian umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat pendarahan berada dekat dengan ostium uteri internum, maka pendarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mamu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian jarang koagulopati pada plasenta previa.

    Hal yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah invasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah di bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana.

  • Gambaran klinikPerdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan

    pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi, perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya,apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester ketiga , akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu SBR telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, SBR akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada SBR, pelebaran SBR dan pembukaan serviks tidak dapat di ikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna kehitam hitaman. Sumber Perdarahanan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot SBR untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang terletak normal. Makin rendah letak plsenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai.

    Turunnya bagian terbawah janin ke dalam PAP akan terhalang karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk PAP yang mungkin karena plasenta previa sentralis: mengolak ke samping karena plasenta previa parsialis : menonjol diatas simpisis karena plasenta previa posterior : atau bagian terbawah janin sukar di tentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan dan tuanya kehamilan pada waktu persalinan. Perdarahan mungkin masih dapat diatasi dengan transfusi darah, akan tetapi persalinan terpaksa diselesaikan dengan janin yang masih premature tidak selalu dapat dihindarkan.

  • Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta telah lahir, perdarahan postpartum sering kali terjadi karena kekurangan mampuan serabut otot SBR untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dari bekas insersio plasenta atau karena perlukaan serviks dan SBR yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah besar , yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung per vaginam.( Sarwono Prawiroharjo.2007.hal.360 361 )

    Diagnosis

    - Dengan USG , penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan menimbulkan rasa nyeri.

    - Dengan pemeriksaan luar.Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila presentasi kepala biasanya kepalanya masih terapung di atas pintu atas panggul.

    - Pemeriksaan in spekulo. Bertujuan mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina.

    Anamnesis perdarahan tanpa keluhan, perdarahan berulang. Klinis kelainan letak dari perabaan fornises teraba bantalan lunak pada presentasi kepala.

    Pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya dibenarkan bila dilakukan di kamar operasi yang telah siap untuk melakukan operasi segera.

    Diagnosis palsenta previa ( dengan perdarahan sedikit ) yang terapi ekspektatif ditegakkan dengan pemeriksaan USG.( Obstetri Patologi.Unpad.2005.hal 87 88 ) Anamnesis. Pedarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa rasa nyeri, tanpa alasan terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat di nilai dari anamnesa, melainkan dari pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan fisikPemeriksaan luarInspeksi - Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit, darah beku dan sebagainya

  • - Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan anemisPalpasi - Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah- Sering dijupai kesalahan letak janin - Bagian terbawah janin belum turun , apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul - Bila cukup pengalaman, dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim terutama pada ibu yang kurus.Pemeriksaan dalam sangat berbahaya sehingga kontraindikasi untuk dilakukan kecuali fasilitas operasi segera tersedia. Pemeriksaan dengan Alat- Pemeriksaan inspekulo, adanya darah dari ostium uteri eksernum- Pemeriksaan USG1. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat mencapai 100 % identifikasi plasenta previa2. Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan berkisar 95 % - MRI dapat digunakan untuk membantu identifikasi plasenta akreta, inkreta, dan plasenta perkreta .( www.debyblogspot.com/plasenta previa )

    Komplikasi

    KOMPLIKASI :Pada ibu :

    Syok hipovolemik Infeksi sepsis Kelainan koagulopati sampai syok. kematian

    Pada janin : Hipoksia Anemia Kematian

  • Penanganan PENATALAKSANAAN :

    Secara umum (perdarahan pervaginam) :

    Semua pasien dengan perdarahan pervaginam pada kehamilan trimester ketiga, dirawat di rumah sakit tanpa dilakukan pemeriksaan dalam.

    Bila pasien dalam keadaan syok karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian :

    o infus cairan dan o tranfusi darah

    Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :

    o Keadaan umum pasien, kadar hb.o Jumlah perdarahan yang terjadi.o Umur kehamilan/taksiran BB janin.o Jenis plasenta previa.o Paritas dan kemajuan persalinan.

    Penatalaksanaan plasenta previa

    1. konservatif /ekspektif2. aktif

    a. persalinan pervaginamb. persalinan perabdominal

    1. Konservatif / Penanganan Ekspektif ( Kriteria ) :

    1. keadaan umum ibu dan janin baik2. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.3. Perdarahan sedikit / minimal / tidak ada

    ( kadar Hb masih dalam batas normal : 8 gr % )

  • 4. Belum ada tanda-tanda persalinan.5. Tempat tinggal pasien dekat rumah sakit (menempuh perjalanan 15 menit).

    Perawatan konservatif berupa :

    Istirahat total untuk menghindari bleeding, Tujuan utama adalah mencapai kehamilan minggu ke-36 pada

    saatbayi sudah siap dikeluarkan.

    Infus D 5% dan elektrolit Spasmolitik. Hematik. tokolitik, roboransia. Awasi perdarahan, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin. Memberikan antibiotik bila ada indikasi. Pemeriksaan USG, Hb, hematokrit, masa perdarahan, masa

    pembekuan, Golongan darah mobilisasi bertahap (bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan

    setelah melakukan perawatan konservatif) Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit tidak boleh melakukan senggama. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien

    ditunggu sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif.

    2. Penanganan aktif bila :

    Jika perdarahannya ringan dilakukan observasi dengan usaha mempertahankan kehamilan

    Jika perdarahan ringan dengan persalinan masih lama, bisanya dianjurkan untuk menjalani tirah baring total

    umur kehamilan 37 minggu, BB janin 2500 gram. Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.

  • Ada tanda-tanda persalinan. Keadaan umum pasien tidak baik ( ibu anemis Hb < 8 gr% ) Jika perdarahannya hebat, dilakukan transfusi darah berulang. Biasanya perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan. Anak mati (IUFD)

    Penanganan aktif berupa :

    1. Persalinan pervaginam2. Persalinan per abdominal ( SC )

    Persalinan per vaginam.

    Hampir selalu dilakukan operasi sesar karena cenderung terjadi pelepasan plasenta sebelum waktunya.

    Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak sudah meninggal atau premature :

    o Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi) jika his lemah, diberikan oksitosin drips.

    o Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC dimaksud untuk mengosongkan rahim hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan . Seksio sesarea juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering terjadi pada persalinan pervaginam.

    o Tindakan versi Braxton-Hicks : mengadakan tamponade plasenta dengan bokong untuk menghentikan perdarahan dan menyelamatkan ibu. Bahayanya, robekan pada serviks dan segmen bawah rahim. Syarat untk melakukannya adalah : pembukaan yang harus dapat dilalui oleh 2 jari supaya dapat menurunkan kaki.

    Pada pemeriksaan dalam didapatkan :

    1. Plasenta previa marginalis2. Dangerous plasenta tidak teraba pada periksa dalam

  • 3. Plasenta previa letak rendah4. Plasenta lateralis atau marginalis dimana :

    janin mati dan serviks sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan / hanya

    sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drip oksitosin pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan)

    Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.Komplikasi persalinan pervaginam :

    Perdarahan dan syok. Infeksi. Laserasi serviks. Plasenta akreta. Prematuritas atau lahir mati. Prolaps plasenta.

    Persalinan per abdominal ( Indikasi seksio sesaria ) :

    Presentase abnormal. Gawat janin / bayi mengalami kekurangan oksigen Plasenta previa totalis. Plasenta previa pada primigravida. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang Anak berharga terjadi fetal distress / gawat janin ibu mengalami perdarahan hebat / sangat cepat tanpa henti / Profause

    bleeding. Dangerous placenta Plasenta previa lateralis

    o Dapat terjadi pada : Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.

  • Sebagian besar OUI ditutupi plasenta. Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).

    Suspect terjadinya CPD / Panggul sempit. Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang).

    PROGNOSISDengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta rendah sekali atau tak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan pasif pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki, walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama.

  • BAB III

    Kesimpulan

    Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah separasi

    prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa kehamilan

    lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah

    yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta ini terlepas dari

    implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.

    Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa oleh

    karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada /

    tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak pemandangan

    yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena

    dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah keluar sukar

    diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok.

    Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat didapatkan

    korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular menahun, 15,5% disertai pula oleh pre eklampsia.

    Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya

    tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.

    Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit menegakkan diagnosisnya

    dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan persalinan prematur idopatik,

    sampai kemudian terjadi gawat janin, perdrhan hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertomi

    uterus yang menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala tunggal tetapi lebih sering

    berupa gejala kombinasi.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Cunningham FG et al : Obstetrical Hemorrhage in Williams Obstetrics , 22nd ed,

    McGraw-Hill, 2005

    2. Sastrawinata.S, Martaadisoebrata.D, Wirakusumah.F, Pendarahan Antepartum. Obstetri

    Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 2. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas

    Padjadjaran. 2005. 91-98.

    3. Prawiroharjo, Sarwono: Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka, 2009: 677-681:

    448-458.

    4. Chang YL, Chang SD, Cheng PJ: Perinatal outcome in patiets with abruption plcenta

    with and without antepartum hemorrhage. Int J Gynaecol Obstet75;193,2001

    5. Clark SL. Placentae previa and abruptio placentae. In: Creasy RK, Resnik R, eds.

    Maternal Fetal Medicine. 5th ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 2004:715.

    6. DeCherney AH. Nathan L : Third Trimester Bleeding in Current Obstetrics and

    Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies, 2003

    7. Furushashi M, Kuraochi O, Suganuma N: Pregnancy following placental abruption. Arch

    Gynecol Obstet 267:11, 2002

    8. Oyelese Y, Ananth CV. Placental abruption. Obstet Gynecol. Oct 2006;108(4):1005-16

    9. Shad H Deering, MD, Abruptio Placentae .

    http://emedicine.medscape.com/article/252810-overview Dec 22, 2008, retrieved

    September 24, 2009

    10. Yayan Akhyar Israr. Di unduh pada 25 Juli 2012. Di unduh dari

    http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/karakteristik-kasus-solusio-plasenta-di-

    bagian-obstetri-dan-ginekologi-rsud-arifin-achmad-pekanbaru-periode-1-januari-2002-

    31-desember-2006/