10 kasus sqc

169
STUDI PUSTAKA: 10 KASUS STATISTICAL QUALITY CONTROL TUGAS AKHIR INDIVIDU ditujukan untuk memenuhi tugas akhir pada Mata Kuliah Pengendalian Mutu dengan Dosen Pengampu: Dr. Bambang Darmawan, M.M Oleh: Iyus Herdiyanto 1302148 DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2015

Upload: rustiawan-indra

Post on 30-Jan-2016

135 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

management control

TRANSCRIPT

Page 1: 10 Kasus SQC

STUDI PUSTAKA: 10 KASUS STATISTICAL QUALITYCONTROL

TUGAS AKHIR INDIVIDU

ditujukan untuk memenuhi tugas akhir pada Mata Kuliah Pengendalian Mutudengan Dosen Pengampu: Dr. Bambang Darmawan, M.M

Oleh:

Iyus Herdiyanto

1302148

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESINFAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIABANDUNG

2015

Page 2: 10 Kasus SQC

KASUS I:ANALISIS QUALITY CONTROL PADA

PRODUKSI SUSU SAPI DI CV CITA NASIONAL GETASAN TAHUN 2014

OlehYuliyarto

Alumni STIE AMA Salatiga

Yanuar Surya PutraDosen Tetap STIE AMA Salatiga

AbstrakDalam proses produksi susu sapi di CV Cita Nasional, permasalahan yang sering terjadiadalah produktivitas sapi perah yang rendah, disebabkan oleh bercampurnya susu denganair, kemasan bocor dan kerusakan mesin produksi, pengambilan sampel, penyusutan,distribusi yang meliputi kontaminasi udara atau suhu dan keterlambatan penanganan. Tujuanpenelitian ini adalah menganalisis quality control pada produksi susu sapi di CV CitaNasional Tahun 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah bagian quality control yang ada diCV Cita Nasional. Data yang digunakan adalah data Primer dengan cara observasi kegiatandistribusi susu dan data sekunder yang berasal dari laporan harian dan bulanan dari bagianquality control. Tipe penelitian ini menggunakan deskriptif. Jenis data dalam penelitian iniadalah data kuantitatif. Alat analisis yang digunakan adalah dengan alat bantu statistik yangterdapat pada Statistical Quality Control (SQC) dan Statistical Process Control (SPC).Adapun langkah-langkahnya dengan mengumpulkan data menggunakan check sheet, diagrampareto, Fishbone Diagram dan peta kendali p.Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan petakendali p, pada grafik kontrol titik berfluktuasi sangat tinggi dan tidak beraturan, sertabanyak terdapat titik yang keluar dari batas kendali yang mengindikasikan bahwa prosesberada dalam keadaan tidak terkendali atau masih mengalami penyimpangan. Berdasarkandiagram pareto, prioritas perbaikan yang perlu dilakukan oleh CV Cita Nasional untukmenekan atau mengurangi jumlah misdruk yang terjadi dalam produksi dapat dilakukanpada 2 jenis kerusakan atau misdruk yang dominan yaitu misdruk karena bocor kemasandan distribusi. Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui faktor penyebabkerusakan atau misdruk dalam produksi yaitu berasal dari faktor manusia, metode,material, mesin dan lingkungan kerja, sehingga diperlukan usaha memaksimalkan seluruhsumber daya dan faktor-faktor produksi yang ada di CV Cita Nasional.Kata Kunci: Quality control, Uji analisis, dan Produksi

Page 3: 10 Kasus SQC

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

1. Sistem Pengadaan Bahan Baku Susu Segar

CV. Cita Nasional dalam sehari menerima susu segar mencapai 20.000 sampai 30.000 liter.

Jumlah penerimaan susu bergantung pada permintaan pasar, produk harian, dan sisa

susu segar setelah produksi hari sebelumnya. Susu segar biasanya datang pagi hari mulai

pukul 08.00 WIB. Susu segar tersebut berasal dari KUD Cepogo, KUD Getasan, KUD

Andini Luhur, KUD Sidodadi, dan KUD Wahyu Agung. Alur penerimaan susu

dari peternak hingga sampai ke CV. Cita Nasional seperti pada gambar berikut ini:

peternak loper KUD CV Cita Nasional

Gambar 1

Alur Penerimaan Susu Segar

2. Pengujian Kualitas Bahan Baku Susu Segar

Pengujian bahan baku susu segar yang baru datang merupakan hal yang utama dalam suatu

industri pengolahan susu. Kualitas susu segar yang buruk akan berdampak pada

menurunnya kualitas produk ataupun kegagalan dalam pembuatan produk. Parameter

utama yang dilakukan dalam pengujian bahan baku susu segar di CV Cita Nasional adalah

uji alkohol 73% dan Peternak Loper KUD CV Cita Nasional organoleptik. Apabila

pada saat uji alkohol susu pecah dan organoleptik tidak standar, susu segar tersebut ditolak.

3. Pengujian Sifat Fisik

Uji sifat fisik yang dilakukan di CV. Cita Nasional antara lain: Uji Organoleptik, Uji pH,

Uji Berat Jenis, dan Uji Brix.

4. Pengujian Sifat Kimiawi

Uji sifat kimiawi yang dilakukan di CV. Cita Nasional antara lain: Uji alkohol, Uji

Kadar Lemak, Uji Total Solid (TS), Uji Mikrobiologi, Uji Antibiotik Beta Star 25, dan Uji

Pemalsuan Susu.

5. Manajemen Distribusi untuk Produk Susu yang Mudah Rusak

6. Manajemen Risiko untuk Produk Susu yang Mudah Rusak

Page 4: 10 Kasus SQC

Manajemen risiko akan selalu ada dalam setiap perusahaan, dengan mengetahui risiko

diharapkan perusahaan mampu untuk mengatasinya. Pedagang besar dan distributor hanya

melakukan penyimpanan sementara. Selama diperjalanan peralihan risiko ini bisa

memberikan dampak yang buruk kepada konsumen kalau pengecer dan konsumen tidak

menyimpan susu dengan baik atau konsumen terlambat mengkonsumsinya. Hal ini nantinya

akan menjadi dasar pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan sebagai alat perlindungan

konsumen.

7. Material Handling untuk Produk Susu yang Mudah Rusak

Penanganan bahan baku maupun barang jadi dilakukan untuk daerah hulu dan hilir.

Investasi digeser ke hilir karena penyimpanan produk dilakukan oleh pengecer, perusahaan

distributor hanya memerlukan gudang untuk penyimpanan sementara ketika produk jadi

berada diperjalanan.

8. Spesifikasi Produk

CV Cita Nasional merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pangan khususnya dalam

produk susu. Beberapa produk susu yang dihasilkan dari CV Cita Nasional antara lain susu

pasteurisasi, homogenisasi dan yoghurt.

9. Pengawasan Mutu di Laboratorium

Analisa yang dilakukan CV Cita Nasional pada produk susu meliputi produk bahan

baku, produk setengah jadi dan produk jadi. Analisa produk bahan baku dilakukan

setelah KUD penyetor datang dengan uji mutu meliputi uji suhu, uji berat jenis dan uji

organoleptik (warna, bau, rasa, kekentalan), uji alkohol, uji Resolic acid, uji pH, uji

kadar lemak, uji lemak nabati, uji gula (sukrosa), solid non fat (SNF), uji total bahan

padat (total solid) dan uji pemalsuan (dengan penambahan glukosa, penambahan lemak

nabati, penambahan pati atau tepung, penambahan formalin, penambahan peroksida dan

penambahan karbonat). Pengujian mutu pada produk setengah jadi meliputi uji

organoleptik (warna, rasa, bau), uji pH, uji alkohol, uji

kandungan lemak, dan uji tingkat kemanisan, sedangkan pengujian pada produk jadi

sama dengan produk setengah jadi dengan penambahan uji volume produk jadi.

10. Quality Control Selama Tahapan Proses Pengolahan

Page 5: 10 Kasus SQC

No Jenis Misdruk Jumlah Prosentase ProsentaseKumulatif

1 Bocor 10620,4 54,57% 54,57%2 Distribusi 4864,6 24,99% 79,56%3 Campuran air 2240 11,51% 91,07%4 Penyusutan 897,29 4,61% 95,68%5 Sample 840 4,32% 100%

Selama proses pengolahan dilakukan pengendalian kualitas secara visual, pengambilan

sampel produk setengah jadi untuk diuji kualitasnya di laboratorium, serta pengujian

kualitas produk akhir.

ANALISIS DATA

Pada CV Cita Nasional Getasan mempunyai bagian Quality Control yang bertugas

melakukan pengecekan terhadap hasil produksi. Dalam menyelesaikan permasalahan

pengendalian kualitas, akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengendalian kualitas secara statistik, langkah pertama yang akan

dilakukan adalah membuat check sheet. Check sheet berguna untuk mempermudah

proses pengumpulan data serta analisis. Selain itu pula berguna untuk mengetahui area

permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan mengambil keputusan

untuk melakukan perbaikan atau tidak. Dari hasil pengumpulan data melalui check sheet

dapat dilihat jenis misdruk yang sering terjadi adalah rusak karena campur air dengan

jumlah misdruk sebanyak 2240 liter. Jumlah jenis misdruk bocor sebanyak 10620,4 liter.

Jumlah jenis misdruk rusak karena sample sebanyak 840 liter, Selanjutnya adalah jenis

misdruk berupa penyusutan proses dan distribusi yang secara berturut-turut berjumlah

897,29 dan 4864,6 liter.

2. Diagram Pareto

Diagram pareto adalah diagram yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengurutkan dan

bekerja untuk menyisihkan kerusakan produk (misdruk) secara permanen. Dengan

diagram ini, maka dapat diketahui jenis misdruk yang palin dominan pada hasil produksi

susu sapi selama bulan Februari 2014.

Tabel 1

Jumlah Frekuensi Misdruk (berdasarkan urutan jumlahnya)

Periode Bulan Februari 2014

Page 6: 10 Kasus SQC

Berdasarkan data di atas maka dapat disusun sebuah diagram pareto dengan ukuran 80 : 20

seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2

Diagram Pareto Bulan Februari 2014

3. Diagram Sebab Akibat (Fishbone Chart )

Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang

dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penyebab kerusakan produk secara

umum dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Man (manusia)

Para pekerja yang melakukan pekerjaan yang terlibat dalam proses produksi.

b. Material (bahan baku)

Segala sesuatu yang dipergunakan oleh perusahaan sebagai komponen produk yang

akan diproduksi tersebut, terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu.

c. Machine (mesin)

Mesin-mesin dan berbagai peralatan yang digunakan dalam proses produksi.

d. Methode (metode). Instruksi kerja atau perintah kerja yang harus diikuti dalam

proses produksi.

e. Environment (lingkungan)

Keadaan sekitar perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung

mempengaruhi perusahaan secara umum dan mempengaruhi proses produksi

secara khusus.

Page 7: 10 Kasus SQC

Setelah diketahui jenis-jenis misdruk yang terjadi, maka CV Cita Nasional

perlu mengambil langkah-langkah perbaikan untuk mencegah timbulnya

kerusakan yang serupa. Hal penting yang harus dilakukan dan ditelusuri adalah

mencari penyebab timbulnya kerusakan tersebut. Sebagai alat bantu untuk

mencari penyebab terjadinya misdruk tersebut, digunakan diagram sebab

akibat atau yang disebut fishbone chart. Adapun penggunaan diagram sebab

akibat untuk menelusuri jenis masing-masing misdruk yang terjadi adalah

sebagai berikut: Kemasan bocor, distribusi, campur air, penyusutan, dan

sampel.

4. Analisis Menggunakan Peta

Kendali p

Peta kendali digunakan untuk membantu mendeteksi adanya

penyimpangan dengan cara menetapkan batas-batas kendali:

a. Upper control limit atau batas kendali atas (UCL)

b. Central line atau garis pusat atau tengah (CL)

c. Lower control limit atau batas kendali bawah (LCL)

Dari hasil perhitungan, maka selanjutnya dapat dibuat peta kendali p yang

dapat dilihat pada gambar berikut ini:

GAMBAR 3

Peta Kendali Proporsi Misdruk Bulan Februari 2014

Page 8: 10 Kasus SQC

Berdasarkan gambar peta kendali p diatas dapat dilihat bahwa data yang diperoleh

tidak seluruhnya berada dalam batas kendali yang telah ditetapkan bahkan ada

yang keluar dari batas kendali, hanya 18 (delapan belas) titik yang berada didalam

batas kendali, sehingga bisa dikatakan bahwa proses tidak terkendali. Hal ini

menunjukkan terjadi proses penyimpangan. Hal tersebut menyatakan bahwa

pengendalian kualitas di CV Cita Nasional memerlukan adanya perbaikan.

Karena adanya titik yang berfluktuasi tinggi dan tidak beraturan yang

menunjukkan bahwa proses produksi masih mengalami penyimpangan.

PENUTUP

A. Simpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian, permasalahan yang sering terjadi dalam proses

produksi

susu sapi di CV Cita Nasional adalah produktivitas sapi perah yang rendah,

bahkan kualitas susu yang tidak memenuhi standar industri

pengolahan susu. Produktivitas yang rendah bisa disebabkan oleh

bercampurnya susu

dengan air pada saat transfer dari proses ke pengemasan, kemasan bocor dan

kerusakan mesin produksi, pengambilan sampel, penyusutan, distribusi yang

meliputi kontaminasi udara atau suhu dan keterlambatan penanganan.

2. Berdasarkan data produksi yang diperoleh dari CV Cita Nasional diketahui

jumlah produksi susu sapi pada bulan februari Tahun 2014 adalah sebesar

897407,46 liter dengan misdruk yang terjadi dalam produksi sebesar

19462,29 liter. Jenis-jenis kerusakan atau misdruk yang sering terjadi pada

produksi susu sapi yaitu disebabkan karena kemasan bocor sebanyak 10620,4

liter atau 54,57 %, distribusi sebanyak 4864,6 liter atau 24,99 %, Campur air

sebanyak 2240 liter atau 11,51 %, penyusutan sebanyak

897,29 liter atau 4,61% , dan sample sebanyak 840 liter atau 4,32 %.

3. Proses pelaksanaan quality control dalam mengurangi tingkat kerusakan

produksi susu sapi di CV Cita Nasional dengan menggunakan alat bantu

statistik peta kendali p dalam pengendalian kualitas produk. Hal tersebut

menunjukkan adanya titik berfluktuasi sangat tinggi dan tidak beraturan, serta

Page 9: 10 Kasus SQC

banyak terdapat titik yang keluar dari batas kendali yang mengindikasikan

bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali atau masih mengalami

penyimpangan.

4. Berdasarkan diagram pareto, prioritas perbaikan yang perlu dilakukan oleh

CV Cita Nasional untuk menekan atau mengurangi jumlah misdruk yang

terjadi dalam produksi dapat dilakukan pada 2 jenis kerusakan atau misdruk

yang dominan yaitu misdruk karena bocor kemasan dan distribusi. Hal ini

dikarenakan kedua jenis misdruk tersebut mendominasi hampir 80% dari total

kerusakan yang terjadi pada produksi susu sapi tahun 2014 di CV Cita

Nasional.

5. Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui faktor penyebab

Kerusakan atau misdruk dalam produksi yaitu berasal dari faktor manusia atau

pekerja, metode, material atau bahan baku, mesin dan lingkungan kerja.

B. Saran

Perusahaan dapat melakukan perbaikan kualitas dengan memfokuskan perbaikan

pada jenis kerusakan atau misdruk yang memiliki jumlah besar atau dominan

dalam produksi, yang disebabkan oleh faktor manusia, mesin, metode, material

dan lingkungan. Oleh karena itu, usaha-usaha untuk mengatasi terjadinya

misdruk yang disebabkan oleh faktor tersebut dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

1. Memberikan pelatihan kepada para pekerja dan membuat sistem penilaian

kerja yang baru dengan tujuan untuk memotivasi kinerja para pekerja agar

lebih baik.

2. Melakukan pengecekan kesiapan mesin sebelum dan sesudah digunakan agar

sesuai standar operasional dan melakukan perawatan mesin secara berkala,

tidak hanya ketika mesin mengalami kerusakan saja.

3. Menambah fasilitas dengan alat-alat uji kualitas yang modern untuk

menghindari terjadinya kesalahan standar kualitas produk.

4. Memeriksa kembali bahan baku yang diterima dari pemasok dan

memisahkan bahan

baku yang rusak dengan bahan baku yang berkualitas.

Page 10: 10 Kasus SQC

5. Menambah fasilitas diruang produksi dan membuat sistem sanitasi yang sesuai

dengan kebutuhan penanganan produk susu (standar ISO) untuk

mengurangi dampak buruk yang disebabkan oleh mesin dan cuaca.

Page 11: 10 Kasus SQC

1

PENGUKURAN KUALITAS PRODUK DENGANMOTODE STATISTICAL PROCESS CONTROL

(STUDI KASUS PT. INTERMASA)

Ainul Haq

Perumahan Jatiwaringin Asri Jl. Dieng V, Blok C14 No.12

RT 01 RW 17 Pondok Gede – Bekasi 17411

[email protected]

ABSTRAK

PT. INTERMASA merupakan salah satu perusahaan jasa di bidang percetakan. Berdirisejak tahun 1972 dengan dasar suatu upaya yang mulai dari kalangan Penerbit Nasional,yang telah berkiprah rata-rata semenjak awal kemerdekaan, untuk mempunyai satuindustri offset modern. Sebagai dasar keseluruhan aktivitas PT. INTERMASA sertakomitmen seluruh personil yang ada untuk menjadikan PT. INTERMASA menjadipelaku bisnis berstandar internasional, maka sangat diperlukan penerapan QualityManagement System. Tujuan penelitian adalah mengukur kualitas produk tipepaperback dengan metode statistical process control. Metode penelitian yangdigunakan adalah metode kombinasi dari pengamatan langsung dan wawancara. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa metode statistical process control tepat digunakan untukpengukuran kualitas produk tipe paperback. Berdasarkan hasil pengukuran kualitasproduk dengan peta kendali pada proses perfect bending adalah terkendali (seragam),sedangkan pengukuran pada proses printing menghasilkan data yang tak terkendali(tidak seragam). Sedangkan penyebab cacat terbesar pada proses printing dan perfectbending berturut – turut adalah kategori kotor dan lem meleleh.

Kata Kunci: Total Quality Management, Kualitas Produk , Statistical Process Control

PENDAHULUAN

Dunia Industri telah mengalami persaingan yang ketat dewasa ini. Banyaknya industrisejenis telah menimbulkan persaingan bagi dunia industri untuk menawarkan produkyang bermutu dan memiliki daya saing yang tinggi.

PT. INTERMASA mrerupakan salah satu perusahaan jasa di bidang percetakan.Berdiri sejak tahun 1972 dengan dasar suatu upaya yang mulai dari kalangan PenerbitNasional, yang telah berkiprah rata-rata semenjak awal kemerdekaan, untukmempunyai satu industri offset modern. Sebagai dasar keseluruhan aktivitas PT.INTERMASA serta komitmen seluruh personil yang ada untuk menjadikan PT.INTERMASA menjadi pelaku bisnis berstandar internasional, maka sangat diperlukanpenerapan Quality Management System.

Typewritten text
KASUS II
Page 12: 10 Kasus SQC

2

Daily Control, merupakan komponen utama TQM dengan menggunakan alatbantu Statistical Process Control. Statistical Process Control yang dimaksud disiniadalah pengendalian mutu produk selama masih ada dalam proses. Dalam mengadakanpengendalian mutu tersebut dapat digambarkan batas atas (upper control limit) danbatas bawah (lower control limit) beserta garis tengahnya (center line). Pengendalianmutu proses statistik meliputi pengendalian mutu proses untuk data variable danpengendalian mutu proses untuk data atribut, (Ariani, 1999).

Metode statistical process control digunakan untuk mengukur kualitas produk tipepaperback sehingga diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitasproduk dimasa sekarang dan yang akan datang.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengendalian mutu statistik berkaitan dengan upaya menjamin kualitas dengan

memperbaiki kualitas proses dan upaya menyelesaiakan segala permasalahan selama

proses, ( Irawan, 2006). Pengendalian mutu proses statistik meliputi pengendalian mutu

proses untuk data variable dan pengendalian mutu proses untuk data atribut.

Pengendalian mutu proses untuk data variabel terdiri atas peta kendali rata-rata dan

range (peta X -R), peta kendali rata-rata dan standar deviasi (peta

X -S), dan peta

kendali regresi. Sedangkan pengendalian mutu proses untuk data atribut terdiri atas peta

kendali p – chart, peta kendali np – chart, peta kendali u – chart, dan peta kendali c –

chart (Ariani, 1999).

Peta Kendali C

Menurut Grant (1991), peta kendali atribut c – chart adalah peta kendali untukketidaksesuain (kecacatan) barang dimana besarnya subgroup sama. Contoh penerapanc – chart adalah jumlah ketidaksesuaian permukaaan yang diamati dalam lembaranyang dilapisi seng atau yang dicat pada daerah tertentu, jumlah ketidaksempurnaanpermukaan dalam selembar film foto, jumlah kerusakan pada titik-titik lemah dalamisolasi pada panjang tertentu kawat .

Penentuan batas-batas kendali dalam Peta Kendali c-chart adalah sebagai berikut:

UCL = c + 3 c

CL = c

LCL = c - 3 c

Page 13: 10 Kasus SQC

3

Keterangan :

a. c = proporsi cacat per subgroup

b. c = c / N c = jumlah cacat per subgroup

c. N = banyaknya pengamatan / jumlah subgroup

Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat (Cause and effect diagram) digunakan untuk menganalisispersoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan persoalan tersebut. Dengan demikiandiagram tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan sebab-sebab suatu persoalan.Cause and effect diagram juga disebut Ishikawa diagram dan dikembangkan oleh Dr.Kaoru Ishikawa. Diagram tersebut juga disebut Fishbone diagram karena berbentukseperti kerangka ikan.

Gambar 1. Diagram sebab akibatSumber: Tampubolon (2001)

METODE PENELITIAN

Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data untuk keperluan suatu penelitian.

Data yang didapat merupakan data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari

pengamatan di PT. Intermasa.

Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan penentuan cacat dominan dari seluruh proses

produksi buku tipe paperback dengan dimensi 20,8 x 13,8 cm. Kemudian dibuat peta

kendali c dan diagram fishbone. Dalam tahap ini, data-data yang telah terkumpul

diolah dengan bantuan program SPSS versi 13 dan Minitab versi 14.

Masalah Masalah

Lingkungan Bahan Prosedur

Masalah

Page 14: 10 Kasus SQC

4

Analisis Hasil

Setelah seluruh data terkumpul dan diolah dengan menggunakan program SPSS danMinitab, maka dilakukan analisis data secara lengkap dan menyeluruh terhadap hasilpenelitian dari control chart dan fishbone diagram.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Peta Kendali Pada Proses Printing dan Perfect Bending

Peta kendali digunakan untuk memonitor aktivitas dari suatu proses yang sedangberlangsung dengan menggunakan metode grafis.. Sehingga dapat diketahui apakahproses tersebut berada dalam batas kendali statistik atau tidak. Peta kendali yang sesuaidengan data yang telah diperoleh adalah peta kendali c . Peta kendali c digunakan untukmengukur banyaknya ketidaksesuaian (specific point) untuk suatu item dalam suatuperiode pengamatan. Peta kendali c digunakan untuk jumlah sampel yang konstan.

Berdasarkan perhitungan Peta kendali c maka diperoleh nilai Central Line dariproses cetak adalah sebesar 3.08. Sedangkan Lower center line dan Upper Center Lineadalah berturut-turut sebesar 0 dan 8.34. Karena titik sampel ke-12 berada diluar lowercentral limit dan upper central limit maka dapat disimpulkan bahwa data adalah tidakseragam. Sehingga perlu dilakukan perbaikan atau revisi pada peta c tersebut.

Sample

Sa

mp

leC

ou

nt

252219161310741

9

8

7

6

5

4

3

2

1

0

_C=3.08

UCL=8.34

LCL=0

1

C Chart of Jumlah cacat

Revisi Peta Kendali c dilakukan dengan cara menghilangkan data yang telahdiketahui berada di luar batas kontrol, sehingga tidak ada satupun data yang keluar daribatas kontrol.

Gambar 2. Peta Kontrol c Pada Proses Cetak (sebelum direvisi)

Page 15: 10 Kasus SQC

5

Sample

Sa

mp

leC

ou

nt

252321191715131197531

8

7

6

5

4

3

2

1

0

_C=2.84

UCL=7.896

LCL=0

C Chart of Jumlah cacat

Berdasarkan peta kendali c, yang telah direvisi tersebut, terlihat bahwa tidak adasatupun data yang keluar dari batas kontrol. Karena tidak ada satupun data yang keluardari batas kontrol, maka dapat dikatakan bahwa data berasal dari suatu sistem yangsama.

Walaupun tidak terdapat titik-titik yang berada diluar garis control limit pada petakontrol c buku tipe paperback dengan dimensi 20,8 x 13,8 , tetapi peta kontrol tersebutdikatakan tidak stabil karena terdapat penyebaran data secara ekstrim pada pengamatanke 3, 9, 16 dan 19 . Karena proses tidak stabil maka harus dicari penyebabketidakstabilannya proses tersebut. Sehingga dapat dilakukan perbaikan.

Berdasarkan perhitungan Peta kendali c maka diperoleh nilai Central Line dariproses perfect bending adalah sebesar 0.967. Sedangkan Lower center line dan UpperCenter Line adalah berturut-turut sebesar 0 dan 3.916. Karena titik-titik sampel tidakada yang berada diluar lower central limit dan upper central limit maka dapatdisimpulkan bahwa data adalah seragam.

Gambar 3. Peta Kontrol c Pada Proses Cetak (setelah direvisi)

Page 16: 10 Kasus SQC

6

Sample

Sa

mp

leC

ou

nt

28252219161310741

4

3

2

1

0

_C=0.967

UCL=3.916

LCL=0

Peta Kendali C pada Proses Perfect Bending

Walaupun tidak terdapat titik-titik yang berada diluar garis control limit pada petakontrol c tipe paperback dengan dimensi 20,8 x 13,8, tetapi peta kontrol tersebutdikatakan tidak stabil karena terdapat penyebaran data secara abnormal secaramendadak. Dimulai pada pengamatan ke -3, 7, 10, 24 dan 29. selain itu juga terdapatgelombang yang ekstrim pada pengamatan ke 9, 18, dan 28. Karena proses tidak stabilmaka harus dicari penyebab ketidakstabilannya proses tersebut. Sehingga dapatdilakukan perbaikan.

Data Frekuensi Cacat Terbesar

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa cacat terbesar dari seluruhproses produksi buku tipe paperpack dengan dimensi 20,8 x 13,8 cm dihasilkan olehdua proses utama yakni : Printing dan Perfect Bending. Data frekuensi cacat iniselanjutnya digunakan pada pembuatan Diagram Sebab Akibat (fishbone diagram)

Proses Printing merupakan proses pentahapan pengalihan gambar (tinta) dari acuancetak ke bahan yang dicetak (kertas) dengan tekanan dan kecepatan tertentu. Proses inimenyumbangkan cacat terbesar pada buku tipe paperpack dengan dimensi 20,8 x 13,8cm. Pada proses Printing terdapat beberapa jenis cacat yang dominan, dan hampir selalumuncul setelah proses tersebut. Cacat tersebut diantaranya : kotor, warna tak standaratau belang, botak, dan misregister.

a. Kotor adalah area kertas yang non-cetak yang harusnya bersih terkontaminasi tintacetak.

b. Warna tak standar atau belang. Warna cetaknya terserap tidak rata oleh kertasc. Botak yaitu tidak tercetaknya teks pada kertasd. Misregister yaitu warna cetak tidak tajam atau serasi

Gambar 4. Peta Kontrol c Pada Proses Perfect Bending

Page 17: 10 Kasus SQC

7

Berikut ini data cacat pada departemen kualitas bulan Maret 2008 untuk proses printing.

Proses Perfect binding merupakan proses penjilidan dengan cara melekatkanhelai-helai kertas menjadi satu blok naskah padat peda bagian sampul dan dililitkandengan lem. Proses ini menyumbangkan cacat kedua terbesar pada buku tipe paperpackdengan dimensi 20,8 x 13,8 cm. Pada proses Perfect binding terdapat beberapa jeniscacat yang dominan, dan hampir selalu muncul setelah proses tersebut. Cacat tersebutdiantaranya : lem meleleh dan jilid lari .

a. Lem meleleh adalah lem sebagai perekat mengalami proses meleleh pada bagianpunggung buku.

b. Jilid lari adalah terjadinya ketidak presisian antara sampul dengan isi buku.

Jenis_cacat

64 36.0 36.0 36.0

56 31.5 31.5 67.4

36 20.2 20.2 87.6

22 12.4 12.4 100.0

178 100.0 100.0

kotor

belang

botak

misregister

Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

22

36

56

64

misregister

botak

belang

kotor

Jenis_cacat

Gambar 5. Jenis Cacat Pada Proses Printing

Sumber : Departemen Kualitas, PT. Intermasa (2008)

Tabel 1. Data Frekensi Cacat Pada Proses Printing

Page 18: 10 Kasus SQC

8

Berikut ini data cacat pada departemen kualitas bulan Februari 2008 untuk

proses perfect bending.

Pembuatan Diagram Sebab Akibat (fishbone diagram)

Pembuatan diagram sebab akibat dimaksudkan untuk menunjukkan faktor-faktorpenyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktorpenyebab itu. Untuk mengetahui sebab-sebab masalah tersebut, diperlukan identifikasisecara menyeluruh, mulai dari penyebab utama, penyebab sekunder dan penyebabtersier. Sedangkan akibat (effect) merupakan permasalahan utama yang harusdipecahkan.

Fishbone diagram adalah grafik yang menyerupai tulang ikan yang digunakanuntuk menggambarkan faktor sebab dan akibat dari suatu masalah. Faktor akibattercantum di dalam kotak yang terdapat di sisi kanan kertas, sedangkan faktor penyebab

Jenis_cacat

48 61.5 61.5 61.5

30 38.5 38.5 100.0

78 100.0 100.0

lem meleleh

jilid lari

Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

30

48

jilid lari

lem meleleh

Jenis_cacat

Tabel 2. Data Frekensi Cacat Pada Proses Perfect Bending

Sumber : Departemen Kualitas, PT. Intermasa (2008)

Gambar 6. Jenis Cacat Pada Proses Perfect Bending

Page 19: 10 Kasus SQC

9

berada pada “tulang belakang” di sisi kiri dan kanan . Gambar 7 dan 8, menunjukkanFishbone diagram cacat kotor (proses printing) dan lem meleleh (proses perfectbending).

Manusia

Material

Mesindan

Peralatan

Lingkungan

Metode

Ink-rollers kotor

Tintacetak terlaluencer

Blanket sudahtua

Jumlahtintaberlebihan

Plat cetakdisimpanlebihdari 23derajat Celsius dankelembaban60%

Plat cetak terkontaminasi

Blanket longgar

Rollermengeras

Body tinta terlaluencer,cair danberminyak

Operator terburu–buru

Settinganblanket pada

slinder kurangtepat

Cek kekerasansecara

kontinu

Waktupengaturansingkat

Cause-and-EffectDiagram

Data penyebab cacat kotor pada proses printing dibagi atas 5 faktor yaitu metode,

lingkungan, manusia, material, mesin dan peralatan. Penyebab cacat berdasarkan

kategori metode terdiri atas jumlah tinta cetak yang berlebihan, blanket sudah tua, tinta

cetak terlalu encer, ink-rollers kotor. Berdasarkan kategori lingkungan terdiri atas plat

cetak terkontaminasi, plat disimpan pada suhu lebih C023 dan kelembaban 60%.

Berdasarkan kategori manusia, penyebab cacat diantaranya adalah karena operator

terburu – buru. Berdasarkan kategori material, cacat disebabkan body tinta terlalu encer,

cair dan berminyak Sedangkan berdasarkan mesin dan peralatan, cacat disebabkan oleh

roller mengeras dan blanket longgar.

Gambar 7. Diagram Sebab Akibat Cacat Kotor

Page 20: 10 Kasus SQC

10

Manusia

Material

Mesin dan

Peralatan

Lingkungan

Metode

Tekanan roll terlalu keras/longgar

Penempatan lem berlebihan

Kelembaban ruangan terlalu tinggi

Roll berkarat

Kurangnyapelumasan

Suku cadang aus

Lem kurang adhesive

Kertas lembab

Penempatananleg

Sesua ika n

dengano

plah

Setinga nt ekanan

kurang

tepat

Penggantian

Bahan

stainlesssteel &

perawan ru tin

Kondisi lemtidak

sta ndar

Kurangt epat

Cause-and-Effect Diagram

Data penyebab lem meleleh pada proses perfect bending dibagi atas 5 faktor yaitumetode, lingkungan, manusia, material, mesin dan peralatan. Penyebab cacatberdasarkan kategori metode terdiri atas penempatan lem yang berlebihan, dan tekananroll terlalu keras/longgar. Berdasarkan kategori lingkungan disebabkan olehkelembaban ruangan terlalu tinggi. Berdasarkan kategori manusia, penyebab cacatdiantaranya adalah karena penempatan anleg kurang tepat. Berdasarkan kategorimaterial, cacat disebabkan kertas lembab dan lem kurang adhesive. Sedangkanberdasarkan mesin dan peralatan, cacat disebabkan oleh suku cadang aus, kurangnyapelumasan dan roll berkarat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kualitas produk tipe paperback di PT.Intermasa, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:Metode Statistical Process Control tepat digunakan untuk pengukuran kualitas produktipe paperback.Hasil pengukuran kualitas produk dengan peta kendali pada proses perfect bendingadalah terkendali (seragam), sedangkan pengukuran pada proses printing menghasilkandata yang tak terkendali (tidak seragam).Penyebab cacat terbesar pada proses printing dan perfect bending berturut – turutadalah kategori kotor dan lem meleleh.

Setelah melakukan pengukuran produk dengan alat bantu Statistical ProcessControl, peneliti menyampaikan saran yang mudah-mudahan dapat memberikanmasukan bagi pengembangan kualitas produk di PT. Intermasa , yaitu perlunyapengendalian kualitas produk dilakukan secara terus-menerus untuk menjamin mutuproduk yang dihasilkan.

Gambar 8. Diagram Sebab Akibat Cacat Lem Meleleh

Page 21: 10 Kasus SQC

11

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, D.W. Manajemen Kualitas, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999Chang, Alat Peningkatan Mutu, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999.Feigenbaum, A. V. Kendali Mutu Terpadu, Edisi Ketiga, Terjemahan Hudaya

Kandahjaya, Erlangga, Jakarta, 1992.Grant, Pengendalian Mutu Statistik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1991.Johnson, L.,ISO 9000: Meeting The International Standards, Mc Graw-Hill

International Edition, New York, 1993.

Irawan,N., Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14,Andi,Yogyakarta, 2006.

Juran, J.M. dan Gryna, F..M. Quality Palnning and Analysis: From Product

Development Through Use, McGraw-Hill Co, Singapore, 1993.

Richardson, L., Total Quality Management, Delmar Publisher, New York, 1997.

Sallis, E., Total Quality Management In Education, Kogan Page Educational

Management Series, Kogan Page, Philadelphia, London, 1993

Scheward,W.A. Statistical Method from the Viewpoint of Quality Control,

Departement of Agriculture, Washington D.C.,1939

Snyder, M., Topics In just In Time Management, Allyn and Bacon,

Singapore, 1994.

Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Strategi,

dan Aplikasi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.

Tampubolon, D.P., Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen

Pendidikan Tinggi Menghadapi Abad ke-21, PT. Gramedia Pustaka Utama

Jakarta, 2001.

Page 22: 10 Kasus SQC

MANAJEMEN PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI ROTI MELALUI PENDEKATAN STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC)

(STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN ROTI PERUSAHAAN ROTI RIZKI KENDARI)

By. LA HATANI

ABSTRACT

The aim of this research is to analyze the quality control of bread by using statistic quality control with p-charts method . the object of this research conducted at RIZKI Kendari by using primary and secondary data. Analysis method that is used is statistic quality control (SQC). The result of this research shows that final investigation toward five types of bread, still founded that some products got damage in out of quality control or there were deviation in the quality. The final quality of production control for each bread type are as follow : chocolate bread, proportion of damage/defect about 1,90 or 7,90 % each day, pineapple jam bread about 1,76 or 7,31 % each day, peanut bread 1,29 or 5,36 % each day, butter bread about 1,83 or 7,60 % each day and green jam bread about 1,95 or 8,13 each day. Thus quality of bread production control which is handled by company so far has not really success and effective because of average proportion of damage /defect bread for the five bread types which is used as the sample about ≥ 5% or 0,05.each day

Key words : Statistical Quality Control; Management of quality control

PENDAHULUAN

Permasalahan kualitas telah mengarah pada taktik dan strategi perusahaan secara menyeluruh dalam rangka untuk memiliki daya saing dan bertahan terhadap persaingan global dengan produk perusahaan lain. Perusahaan yang fleksibel dalam memenuhi tuntutan konsumen, senantiasa berubah serta menghasilkan produk berkualitas yang kemungkinan besar akan berhasil. Tuntutan konsumen yang senantiasa berubah inilah yang perlu direspon perusahaan. Prawirosentono (2004), mengemukakan International Standar Organization (ISO) adalah badan standar yang meliputi 100 negara untuk mencapai standar mutu produk secara internasional, yang meliputi keperluan teknik (technical requirement) dan berbagai peraturan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi industri. Dan untuk meraih sertifikat tersebut, sebuah perusahaan menerapkan paradigma baru dalam manajemen, yaitu manajemen pengendalian mutu.

Menghasilkan mutu yang terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan (continous improvement) terhadap kemampuan produk, manusia, proses, dan lingkungan. Kotler (2004), menyatakan konsumen yang sangat puas atau senang dengan sebuah produk akan memiliki ikatan emosional bukan sekedar preferensi rasional, namun juga loyalitas yang tinggi. Dengan mengetahui tingkat kepuasan konsumen, perusahaan bisa menjaga loyalitas konsumen serta mempertahankan keuntungan yang stabil (Warta Bogasari, 2002).

Manajemen mutu terpadu merupakan konsep perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus yang melibatkan semua karyawan di setiap jenjang organisasi untuk mencapai kualitas yang prima dalam semua proses organisasi melalui process management. Thomas Y. Choi dan Karen Eboch, (1997), menjelaskan penerapan manajemen mutu terpadu akan mengurangi jumlah kerusakan produk akhir serta down-time produksi. Implementasi spesifikasi kualitas melalui berbagai sistem manajemen mutu yang berkesinambungan merupakan langkah yang baik yang harus dikerjakan oleh bagian produksi sebelum melepas produknya ke pasar.

Tantangan untuk meningkatkan mutu produk hingga sesuai dengan standar mutu juga dihadapi oleh Perusahaan Roti Rizki yang meurpakan salah satu yang bergerak di bidang industri makanan (roti). Jenis roti yang diproduksi adalah coklat, kacang, kacang ijo, susu ekstra, kelapa, keju, meses, sley cream, sley nenas dan roti tawar. Jumlah produksi roti yang dihasilkan dalam setiap hari sebesar 8000 bungkus atau 800 bungkus perjenis roti. Dengan demikian jumlah produksi untuk 10 jenis roti yang dihasilkan pada PERUSAHAAN ROTI RIZKI Kendari setiap bulannya sebanyak 192.000 bungkus atau rata-rata 19.200 bungkus perjenis. Produk roti merupakan produk yang dihasilkan untuk

Typewritten text
KASUS III
Page 23: 10 Kasus SQC

2

memenuhi kebutuhan yang langsung dikonsumsi konsumen. Oleh sebab itu, pihak pimpinan perusahaan harus secara hati-hati menetapkan standar kualitas produk dan melakukan pengawasan dengan teliti agar dapat memenuhi harapan pelanggannya.

Fenomena empiris menunjukkan dalam melakukan produksi roti sering terjadi penyimpangan standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan oleh kendala-kendala yang dihadapi oleh perusahaan diantaranya pencampuran adonan yang kurang tepat dan pembakaran roti yang belum baik, sehingga mengakibatkan kerusakan produk. Menurut informasi dari pihak perusahaan masalah tersebut menyebabkan kerusakan produk mencapai antara 6%-10%. Kegiatan terbaik yang diharapkan oleh perusahaan seharusnya kerusakan produk ± 5% atau 0,05. Untuk mengantisipasi hal tersebut pihak manajemen perusahaan melakukan pengawasan yang lebih intensif sehingga produksi yang dihasilkan tidak sesuai mutu produk dapat dikurangi.

Mengacu pada uraian di atas maka dapat diketahui bahwa masalah pengendalian mutu terhadap kualitas produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan merupakan suatu hal yang penting dan membutuhkan kajian yang lebih mendalam dalam bentuk penelitian tentang “Penerapan Statistical Quality Control (SQC) Dalam Manajemen Pengendalian Mutu Produksi Roti” yang nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas produksi roti dan memperluas pangsa pasar. Gambaran yang lebih jelas berkaitan dengan masalah analisis terhadap pelaksanaan manajemen pengendalian mutu yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu adanya perhatian yang serius dari pihak manajemen. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan menjelaskan pengawasan kualitas roti yang telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan serta berada dalam batas-batas pengendalian kualitas secara Statistic Quality Control (SQC) dengan metode diagram kendali P (P-charts).

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan Perusahaan Roti Rizki yang berlokasi di Kelurahan Anduonohu Kecamatan Poasia Kota Kendari. Obyek yang akan diteliti adalah proses pengolahan roti. Variabel mutu yang diamati adalah terbatas pada variabel yang tercantum dalam sertifikat mutu. Jenis data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan mengadakan observasi langsung terhadap berbagai proses yang dilaaksanakan mulai dari bahan baku sampai produk akhir. Sedangkan data sekunder meliputi data pengujian fisik/kimiawi bahan baku yang akan digunakan daalam proses produksi, serta pengawasan mutu yang telah dilakukan perusahaan, mulai dari bahan baku sampai produk akhir, selama bulan Januari 2007.

Populasi penelitian ini adalah seluruh jenis roti yang diproduksi Perusahaan Roti Rizki Kendari sebanyak 10 jenis roti dengan kapasitas produksi perhari 8.000 bungkus. Masing-masing jenis dalam setiap hari diproduksi sebanyak 800 bungkus, sehingga jumlah populasi 192.000 bungkus untuk 24 hari kerja (1 bulan ). Tehnik penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu : (1) Penarikan sampel jenis roti berdasarkan judgmend sampling atau penarikan sampel berdasarkan tujuan, dimana dari 10 jenis roti yang diproduksi oleh Perusahaan Roti Rizki peneliti hanya mengambil sampel sebanyak 5 jenis produk roti yaitu: Jenis roti coklat, roti kacang, roti keju, roti sley nenas dan roti kacang ijo; (2) Penarikan sampel produk roti yang akan diperiksa untuk setiap jenis dilakukan secara sampling random sampling yaitu sebanyak 20% atau 160 bungkus dari jumlah produksi perhari untuk masing-masing jenis produk roti yang akan diperiksa. Dengan demikian jumlah sampel roti untuk setiap jenis sebesar 3.840 bungkus atau 19.200 bungkus untuk lima jenis roti yang diperiksa.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif, yaitu data-data kuantitatif mengenai hasil produksi yang telah diperoleh akan diolah dengan menggunakan analisa Statistical Quality Control (SQC) dengan menggunakan metode Diagram Kendali P (P-charts) yang diolah melalui Software QM for Windows versi 2.1 pada Module Statistic Quality Control. Prawirosentono (2004), peta kendali (control chart) adalah untuk membatasi toleransi penyimpangan (variasi) yang masih dapat diterima, baik karena akibat kelemahan tenaga

Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen

Page 24: 10 Kasus SQC

3

kerja, mesin, dan sebagainya. Dalam statistik untuk memperoleh tingkat kepercayaan 99%, maka batas toleransi ± 3 standar penyimpangan dihitung dari standar ukuran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengawasan kualitas produksi pada perusahaan roti Perusahaan Roti Rizki Kendari dilaksanakan melalui dua tahap yaitu : (1) Pengawasan kualitas proses produksi adalah pengawasan yang dititiberatkan pada kegiatan-kegiatan dalam proses pembuatan produk yang mengarah pada pengawasan bahan baku, tenaga kerja, mesin dan metode; (2) Pengawasan kualitas hasil akhir adalah kegiatan untuk memeriksa hasil akhir produksi apakah sudah sesuai dengan rencana, dalam hal ini penentuan produk yang baik dan memenuhi standar yang ditetapkan.

Dalam melaksanakan kegiatan pengawasan kualitas produksi, perusahaan menempatkan para pengawas untuk mengawasi kegiatan proses produksi dan hasil akhir. Para pengawas tersebut termasuk tenaga kerja yang ditunjuk langsung oleh pimpinan dan ditempatkan di masing-masing bagian pembentukan, pembakaran dan bagian produk akhir. Pengawasan kualitas produk roti digunakan analisis kuantitatif yaitu Statistic Quality Control (SCQ) dengan metode diagram kendali P (P-charts) yang diolah melalui Software QM for Windows versi 2.1. Pembahasan dari masing-masing jenis produk roti yang dihasilkan pada Perusahaan Roti Rizki Kendari sebagai berikut:

1. Jenis roti coklat, dari hasil pengolahan data menunjukan besarnya nilai garis sentral yaitu 0,5278 atau 52,78%, nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,8335 atau 83,35% yang berarti jika produk yang cacat/rusak mencapai atau berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti coklat yang dilakukan pada perusahaan Perusahaan Roti Rizki Kendari dianggap tidak efektif. Sebaliknya produk cacat/rusak berada pada batas kendali bawah (LCL) menunjukan nilai sebesar 0,2221 atau 22,21% berarti proses produksi roti jenis coklat menunjukan cukup efektif.

Selanjutnya produk roti jenis coklat yang mempunyai cacat/kerusakan yang berada diluar batas kendali atas (UCL) yaitu terjadi pada hari ke-14 dan hari ke-16 sedangkan yang berada di luar batas kendali bawah (LCL) terjadi pada hari ke-18. Kemudian jenis roti coklat yang cacat/rusak sebanyak 304 bungkus atau rata-rata 12,67 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan 1,90 atau 7,90% perhari. Dengan demikian ada dua titik yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan 1 titik yang berada di luar batas kendali bawah menunjukkan terjadi kekeliruan dalam proses produksi roti jenis coklat pada Perusahaan Roti Rizki Kendari. Hal ini berarti perusahaan belum melakukan pengawasan dengan optimal atau pengawasan kualitas kurang efektif.

Mengancu dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat cacat/kerusakan roti coklat yang diproduksi Perusahaan Roti Rizki Kendari dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui Software QM for Windows dapat diilustrasikan pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Coklat

Sumber : Hasil Pengolahan data

Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen

Page 25: 10 Kasus SQC

4

2. Jenis roti sley nenas, hasil perhitungan menunjukan nilai garis sentral yaitu 0,4878 atau 48,78%, nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,7939 atau 79,39% berarti apabila ada produk yang cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti sley nenas yang dilakukan belum efektif. Sedangkan produk cacat/rusak berada pada batas kendali bawah (LCL) menunjukan nilai sebesar 0,1818 atau 18,18% berarti proses produksi roti jenis sley nenas sudah efektif. Jenis roti sley nenas yang cacat/rusak sebanyak 281 bungkus atau rata-rata 11,71 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan sebesar 1,76 atau 7,31% perhari.

Selanjutnya produk roti jenis sley nenas memiliki kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) yaitu terjadi pada hari ke-12 dengan jumlah produk yang rusak sebanyak 23 bungkus, sedangkan yang cacat/rusak di luar batas kendali bawah (LCL) tidak ada. Dengan demikian hanya terdapat satu titik yang berada diluar batas kendali menunjukkan dalam proses produksi roti jenis sley nenas telah dilakukan pengawasan dengan optimal atau efektif.

Dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat cacat/kerusakan roti sley nenas pada Perusahaan Roti Rizki dengan menggunakan p-chart dapat disajikan pada gambar 2.

Gambar 2. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti sley nenas

Sumber : Hasil Pengolahan data

3. Jenis roti kacang, hasil perhitungan menunjukan besarnya nilai garis sentral yaitu 0,3576 atau 35,76%, sedangkan nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,6512 atau 65,12% yang berarti produk yang cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti kacang yang dilakukan belum efektif sedangkan yang berada pada batas kendali bawah (LCL) menunjukan nilai sebesar 0,0641 atau 6,41% berarti proses produksi roti jenis kacang sudah efektif karena jauh kebawah jumlah proporsi dari produk cacat/rusak berarti mengurangi jumlah kerugian yang diderita oleh perusahaan.

Jumlah roti kacang yang cacat/rusak 206 bungkus atau rata-rata 8,583 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan 1,29 atau 5,36% perhari. Oleh karena itu diagram kendali P (P-charts) produk roti jenis kacang memiliki kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan di luar batas kendali bawah (LCL) tidak ada karena titik-titik yang ada masih berada pada batas pengawasan yang telah direncanakan. Dengan demikian tidak terdapat satu pun titik yang berada diluar batas kendali atas maupun kendali bawah berarti dalam proses produksi roti jenis kacang pada Perusahaan Roti Rizki Kendari telah dilakukan pengendalian dengan optimal atau pengawasan kualitas yang dilakukan sudah efektif.

Berdasarkan dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat cacat/kerusakan roti kacang dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui Software QM for Windows dapat diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen

Page 26: 10 Kasus SQC

5

Gambar 3. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Kacang

Sumber : Hasil Pengolahan data

4. Jenis Roti keju, besarnya nilai garis sentral yaitu 0,5069 atau 50,69%, sedangkan nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,8131 atau 81,31% yang berarti produk yang cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti keju yang dilakukan dianggap efektif. Kemudian batas kendali bawah (LCL) sebesar 0,2008 atau 20,08% berarti proses produksi roti jenis keju menunjukan belum efektif karena jauh di bawah jumlah proporsi dari produk cacat/rusak. Namun Jenis roti keju yang cacat/rusak 292 bungkus atau rata-rata 12,67 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan sebesar 1,83 atau 7,60% perhari.

Berdasarkan diagram kendali P (P-charts) untuk produk roti jenis keju memiliki kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) tidak ada. Sedangkan di luar batas kendali bawah (LCL) terjadi pada hari ke-9 dan ke-20 berarti ada penyimpangan pada batas pengawasan yang telah direncanakan. Dengan demikian ada dua titik yang berda di luar batas kendali bawah (LCL) berarti pengendalian atau pengawasan kualitas proses produksi roti jenis keju belum efektif . Hasil perhitungan tingkat cacat/kerusakan roti keju dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui Software QM for Windows dapat disajikan pada gambar berikut:

Gambar 4. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Rasa Keju

Sumber : Hasil Pengolahan data

5. Jenis Roti kacang ijo, hasil perhitungan menunjukan besarnya nilai garis sentral yaitu 0,5417 atau 50,69%, sedangkan nilai batas kendali atas (UCL) yaitu 0,8468 atau 84,68% yang berarti jika produk yang cacat/rusak berada di atas batas kendali atas (UCL) maka proses produksi roti kacang ijo yang dilakukan dianggap belum efektif. Kemudian batas kendali bawah (LCL) menunjukan nilai sebesar 0,2365 atau 23,65% berarti proses produksi roti jenis kacang ijo menunjukan belum

Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen

Page 27: 10 Kasus SQC

6

efektif karena jauh kebawah jumlah proporsi dari produk cacat/rusak berarti menambah jumlah kerugian yang diderita oleh perusahaan.

Diagram kendali P (P-charts) menunjukkan produk roti jenis kacang ijo memiliki kerusakan/cacat yang berada diluar batas kendali atas (UCL) terdapat pada hari ke-4 sebanyak 21 unit, hari ke-15 dan ke-24 masing-masing sebanyak 21 unit. Sedangkan di luar batas kendali bawah (LCL) terjadi pada hari ke-10 hanya 4 unit dan hari ke-20 sebanyak 3 unit berarti ada penyimpangan pada batas pengawasan yang telah direncanakan. Dengan demikian terdapat 3 titik yang berada diluar batas kendali atas (UCL) dan ada 2 titik yang berda di luar batas kendali bawah (LCL) berarti dalam proses produksi roti jenis keju pada PERUSAHAAN ROTI RIZKI Kendari belum efektif dalam melakukan pengendalian atau pengawasan kualitas. Hal ini dapat pula dilihat dari jumlah roti kacang ijo yang cacat/rusak 312 bungkus atau rata-rata 13 bungkus perhari dengan proporsi kerusakan 1,95 atau 8,13% perhari.

Selanjutnya dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat kerusakan/cacat untuk jenis roti kacang ijo dengan menggunakan p-chart yang diolah melalui Software QM for Windows dapat disajikan pada gambar berikut ini:

Gambar 4.10. Diagram Kendali P (P-charts) Untuk Jenis Roti Kacang Ijo

Sumber : Hasil Pengolahan data

KESIMPULAN

Hasil analisis Statistical Quality Control (SQC) dengan metode diagram kendali P (P-charts) diketahui bahwa tingkat pencapaian standar yang diharapkan oleh perusahaan belum tercapai. Hal ini terbukti dari hasil pemeriksaan sampel terhadap lima jenis roti masih terdapat jumlah produk yang mengalami kerusakan diluar batas-batas pengawasan kualitas atau terjadi penyimpangan kualitas.

Pengawasan kualitas produksi akhir pada Perusahaan Roti Rizki Kendari dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 160 bungkus dalam 24 hari kerja diperoleh: Jenis roti coklat proporsi kerusakan/cacat 1,90 (7,90%) perhari; roti sley nenas 1,76 (7,31%) perhari, roti kacang 1,29 (5,36%) perhari, roti keju 1,83 (7,60%) perhari dan roti kacang ijo 1,95 (8,13%) perhari. Dengan demikian proporsi rata-rata produk roti yang rusak/cacat untuk lima jenis roti yang dijadikan sampel perhari ≥ 5% atau 0,05 sehingga pengawasan kualitas produksi roti pada Karunia Mandiri secara Statistic Quality Control (SQC) belum sesuai dengan standar yang ditetapkan ≥ 5% atau 0,05.

DAFTAR PUSTAKA

Erwidodo, 1999. Laporan Hasil Penelitian Manajemen Pengkajian Pengembangan Agribisnis Berbasis Komoditas Unggulan. Pustaka. Bogor. Net

Choi. Thomas Y dan Karen Eboch. 1997. The TQM Paradox: Relation Among TQM Practices, Plant Performance, and Customer Satisfaction. Journal of Operational Management,

Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen

Page 28: 10 Kasus SQC

7

Departement of Management, Collage of Business Administration, Bowling Green State University, Bowling Green USA

Dillworth, J.B., 1992. Operation Management: Design, Planning, and Control for Manufacturing and Services. The Mc Graw-Hill Companies. Inc. Singapore

Gasperz, Vincent, 1997. Manajemen Kualitas: Penerapan Konsep-konsep Vincent Tentang Kualitas dalam Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Handoko, Hani. 1984. Manajemen Produksi dan Operasinal. BPFE. Yogyakarta Ihzan, Z. 1998. Penerapan Statistical Quality Control (SQC) dalam Memantau Mutu Produk

Teh di PT NV Tambi. Tesis-MM. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Kotler, Philip. 1994. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control,

edisi ke-8. Eglewood Cliffs, N.J., Prentice Hall, Inc Montgomery, D.C., 1990. Introduction To Statistical Quality Control. New York Prawirosentono, Suryadi. 2004. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu. Total Quality

Management Abad 21 (Studi dan Kasus). Edisi ke-2. Bumi Aksara. Jakarta Tjiptono, Fandy dan Diana Anastasia, 2000. Total Quality Management. Andi Offset. Yogyakarta Triyono, Joko. 2004. Analisis Manajemen Pengendalian Mutu Tepung Terigu di PT ISM

Bogasari Flour Mills Surabaya. Tesis-MM. Universitas Brawijaya Malang

Lampiran 1. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian dan Analisis Data

Tabel 1. Jumlah Roti Rusak/Cacat Dengan Pengamatan Atas Lima Jenis Roti Selama 24 Hari Pada Perusahaan Roti Rizki Kendari.

Coklat Sley Nenas Roti Kacang Roti Keju Kacang Ijo Hari

Σ Sampel Diperiksa Cacat/

Rusak Proporsi

Kerusakan Cacat/ Rusak

Proporsi Kerusakan

Cacat/ Rusak

Proporsi Kerusakan

Cacat/ Rusak

Proporsi Kerusakan

Cacat/ Rusak

Proporsi Kerusakan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160 160

18 12 10 15 9 6 8

15 13 12 10 20 17 23 12 22 6 5

10 7 9

16 14 15

0,1125 0,0750 0,0625 0,0938 0,0563 0,0375 0,0500 0,0938 0,0813 0,0750 0,0625 0,1250 0,1063 0,1438 0,0750 0,1375 0,0375 0,0313 0,0625 0,0438 0,0563 0,1000 0,0875 0,0938

14 13 11 9

12 8

16 11 7

13 10 23 14 9

12 17 10 8 9 7 9

15 11 13

0,0875 0,0813 0,0688 0,0563 0,0750 0,0500 0,1000 0,0688 0,0438 0,0813 0,0625 0,1438 0,0875 0,0563 0,0750 0,1063 0,0625 0,0500 0,0563 0,0438 0,0563 0,0938 0,0688 0,0813

7 10 12 9 8 7 6

11 5 7 9

13 12 6

11 5

10 10 6 7 9

14 7 5

0,0438 0,0625 0,075 0,0563 0,0500 0,0438 0,0375 0,0688 0,0313 0,0438 0,0563 0,0813 0,0750 0,0375 0,0688 0,0313 0,0625 0,0625 0,0375 0,0438 0,0563 0,0875 0,0438 0,0313

9 13 14 12 7

10 9

15 3

13 12 15 16 9

17 15 14 16 10 4

11 17 16 15

0,0563 0,0813 0,0875 0,0750 0,0438 0,0625 0,0563 0,0938 0,0188 0,0813 0,0750 0,0938 0,1000 0,0563 0,1063 0,0938 0,0875 0,1000 0,0625 0,0250 0,0688 0,1063 0,1000 0,0938

15 16 11 22 12 13 10 15 13 4

15 12 10 14 21 10 9

12 13 14 3

14 13 21

0,0938 0,1000 0,0688 0,1375 0,0750 0,0813 0,0625 0,0938 0,0813 0,0250 0,0938 0,075

0,0625 0,0875 0,1313 0,0625 0,0563 0,0750 0,0813 0,0875 0,0188 0,0875 0,0813 0,1313

Jumlah 3840 304 1,9000 281 1,7563 206 1,2875 292 1, 8250 312 1.9500 Rerata 160 12,67 0,0790 11,71 0,0731 8,58 0,0536 12,67 0, 0760 13 0.0813

Sumber : Data primer (diolah)

Dosen Fakultas Ekonomi Unhalu Jurusan Manajemen

Page 29: 10 Kasus SQC

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL)

(APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE)

Sutrisno Badri, Romadhon

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi-Universitas Widya Dharma Klaten

E-mail. [email protected]

Abstrak

Usaha pengendalian kualitas merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan.

Tujuan penelitian ini untuk (1). Memecahkan masalah yang berkaitan dengan

kerusakan produk dengan model SCQ, (2). Menentukan biya kualitas total minimum

(minimize total cost quality)

Hasil analisis control charts menunjukkan bahwa jumlah produk yang diperiksa

sebanyak 96.500 unit, rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 %. Batasan

pengawasannya: UCL sebesar 0,031 atau 3,1 %, LCL sebesar 0,021 atau 2,1 %. Sedangkan

análisis intensitas pengendalian kualitas adalah sebagai berikut: produk rusak yang benar-

benar terjadi sebanyak 2531 unit, jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang

menanggung biaya kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit. Total biaya atas kualitas

sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC

sebesar Rp. 9.452.800.

Key word: SQC, UCL, LCL, Minimum Total Cost

Typewritten text
KASUS IV
Page 30: 10 Kasus SQC

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL)

(APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE) _________________________________________________________________________

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pengendalian kualitas harus dapat mengarahkan kepada beberapa tujuan secara

terpadu, sehingga para konsumen dapat puas mempergunakan produk atau jasa dari

perusahaan. Harga produk atau jasa perusahaan tersebut harus dapat ditekan serendah-

rendahnya serta proses produksinya dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah

direncanakan sebelumnya didalam perusahaan yang bersangkutan. Pengendalian kualitas

merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan disetiap perusahaan. Apabila

pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, bagi perusahaan akan menimbulkan

tambahan biaya yaitu biaya pengawasan kualitas, dan tingkat kerusakan produk yang

dihasilkan sangat rendah atau produk rusak yang terjadi sedikit.

Sebaliknya bagi perusahaan yang tidak memperhatikan pengendalian kualitas,

dalam jangka pendek perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya pengawasan kualitas,

tetapi dalam jangka panjang perusahan sulit memasarkan produk dikarenakan tersaingi

perusahaan yang sejenis yang kualitas produknya lebih baik. Usaha pengendalian kualitas

merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas

produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut

tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas

adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang

bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan.

Jadi peranan pengendalian kualitas produk sangat penting dan berguna bagi perusahaan.

Apabila pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, maka pimpinan perusahaan akan

dapat mengambil tindakan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan, menyusun rencana yang

baik untuk masa yang akan datang, serta memperbaiki sistem pengendalian atau

pengawasan terhadap produk yang sudah dilakukan dengan baik.

Untuk mengetahui apakah peranan pengendalian kualitas sudah dilakukan dengan

baik atau belum oleh perusahaan, maka analisis yang digunakan diantaranya analisis

control charts dan analisis intensitas pengawasan kualitas. Analisis tersebut digunakan

untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan produk yang terjadi dan untuk

mengetahui biaya pengawasan kualitas yang efisien.

1.2. Formulasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka

permasalahan sebagai berikut:

Page 31: 10 Kasus SQC

1. Bagaimana menerapkan sistem pengendalian kualitas untuk meminimimkan

kerusakan produk?

2. Apakah jumlah kerusakan produk yang terjadi masih berada pada toleransi standar?

3. Berapa jumlah produk yang dapat ditoleransi sehingga mampu meminimumkan total

biaya kualitas?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan kerusakan produk dengan model SCQ

2. Menentukan biya kualitas total minimum (minimize total cost quality)

1.4. Batasan masalah

Permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Pemecahan masalah difokuskan pada pengendalian kualitas untuk meminimalisasikan

kerusakan produk dan menentukan total cost minimum.

2. Data yang dianalisis adalah data produksi tahun 2006 - 2009.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian pengendalian kualitas

Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas (manajemen perusahaaan) untuk

menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk (dan jasa) perusahaan dapat

dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Pengendalian kualitas

merupakan usaha preventif dan dilaksanakan sebelum kualitas produk mengalami

kerusakan. (Agus Ahyari, 2000: 239). Pengertian pengendalian kualitas sangat luas,

dikarenakan berhubungan dengan beberapa unsur yang mempengaruhi kualitas yang

harus dimasukkan dan dipertimbangkan.

Secara garis besar pengendalian kualitas dikelompokkan menjadi :

a. Pengendalian kualitas sebelum pengolahan atau proses yaitu pengendalian kualitas

yang berkenaan dengan proses yang berurutan dan teratur termasuk bahan-bahan

yang akan diproses.

b. Pengendalian kualitas terhadap produk jadi yaitu pengendalian yang dilakukan

terhadap barang hasil produksi untuk menjamin supaya produk jadi tidak

mengalami kerusakan atau tingkat kerusakan produk sedikit. (Sofyan Assauri,

1993: 218). Teknik yang digunakan dalam pengendalian kualitas diantaranya

dengan metode control chart. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui rata-

rata kerusakan produk dan besarnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

Tujuan pengendalian kualitas menurut (Agus Ahyari, 2000: 53) adalah:

a. Untuk meningkatkan kepuasan konsumen

b. Mengusahakan agar penggunaan biaya serendah mungkin

Page 32: 10 Kasus SQC

P

P

c. Agar dapat memproduksi selesai tepat pada waktunya

Langkah pengendalian kualitas menurut (Bounds, 1994: 76) adalah:

a. Menilai kinerja kualitas aktual

b. Membandingkan kinerja dengan tujuan

c. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan

Fungsi pengendalian mengandung makna pelaksanaan, pengukurasn dan pola

tindakan kolektif yang meyakinkan tercapainya tujuan secara luas akibat

pengendalian, yaitu:

a. Pengukuran pelaksanaan tujuan, rencana kegiatan dan kebijaksanaan yang telah

ditetapkan terlebih dahulu.

b. Analisis penyimpangan, tujuan, rencana dan kebijaksanaan untuk mencapai

penyebabnya.

c. Komunikasi hasil pengukuran terhadap individu atau kelompok yang

melaksanakan.

d. Pertimbangan alternatif atas dasar tindakan yang dapat diambil untuk koreksi

gejala adanya suatu kekurangan.

e. Menilai dan melengkapi alternatif yang baik sesuai dengan kemampuan.

2.2. Model SQC

1. Metode control chart menurut Sukanto Reksohadiprojo (1995: 142)

Analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan penyimpangan, batas atas dan batas

bawah pengawasan kualitas produk.

1) Mencari rata-rata kerusakan:

n

XP

Dimana:

= rata-rata kerusakan produk

X = jumlah produk rusak

n = jumlah produk diobservasi

2) Menentukan standar deviasi/penyimpangan:

n

ppSp

)1(

Dimana:

= rata-rata kerusakan produk

Sp = standar deviasi/penyimpangan

Page 33: 10 Kasus SQC

n = jumlah produk diobservasi

3) Menentukan batasan pengawasan.

- Batasan pengawasan atas (Upper Control Limit = UCL) UCL= P+ 3 Sp

- Batasan pengawasan bawah (Lower Control Limit = LCL) LCL = P – 3 Sp

1. Pengendalian kualitas akan berjalan baik jika kerusakan produk masih

dalam batas normal yaitu terletak antara batasan pengawasan atas (UCL)

dan batasan pengawasan bawah (LCL).

2. Apabila kerusakan produk di atas garis UCL maka perusahaan akan

mengalami kerugian yang dikarenakan jumlah kerusakan produk tinggi

dan jika jumlah kerusakan produk di bawah LCL maka perusahaan akan

memperoleh keuntungan/laba besar yang dikarenakan jumlah kerusakan

produknya sedikit.

2.3. Intensitas pengawasan kualitas

Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah produk rusak yang

optimal yaitu jumlah produk rusak dengan biaya pengawasan kualitas yang

efisien.

Biaya-biaya yang diperhitungkan adalah:

1) Biaya pengawasan kualitas

)142:1993,(.

oGitosudarmIndriyoq

oRQCC

Dimana:

QCC = total biaya pengawasan kualitas

R = jumlah produk ditest

o = biaya pengetesan setiap kali test

q = jumlah produk rusak

2) Biaya jaminan mutu/kualitas

Dirumuskan: QAC = c.q

QAC = total biaya jaminan mutu

c = biaya jaminan mutu tiap unit

q = jumlah produk rusak selama satu periode

3) Total biaya atas kualitas

Page 34: 10 Kasus SQC

TQC = QCC + QAC

Dimana:

TQC = total biaya atas kualitas

QCC = total biaya pengawasan kualitas

QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas

4) Dari kedua biaya tersebut diatas yaitu biaya pengawasan kualitas (QCC) dan

biaya jaminan mutu (QAc), maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya

tersebut dan menemukan jumlah produk rusak yang menanggung total biaya

kualitas yang rendah. Caranya adalah dengan menyamakan persamaan garis

dari kedua biaya tersebut. Titik temu itu adalah pada:

c

oRQ

.*

Dimana:

Q* = jumlah produk optimal

R = jumlah produk ditest

o = biaya pengetesan setiap kali test

c = biaya jaminan mutu tiap unit

Keterangan:

1. Q* untuk mengetahui jumlah produk rusak yang menanggung biaya

terendah.

2. Intensitas pengawasan kualitas sudah berjalan baik jika produk rusak yang

benar-benar terjadi (Q) lebih kecil dari produk rusak yang dikehendaki

(Q*).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Control Charts

Control Charts merupakan analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan dari

produk yang diperiksa, serta untuk mengetahui besarnya penyimpangan yang terjadi,

kemudian ditentukan batasan pengawasannya yaitu batas atas dan batas bawah. Data yang

diperoleh selama penelitian adalah sebagai berikut :

Page 35: 10 Kasus SQC

67,8041

12

500.96

Tabel 1. Persentase Kerusakan Produk Mebel Tahun 2009

Bulan Jumlah Produk yang Diperiksa

Jumlah Produk Rusak

Persentase Kerusakan

Januari 8.500 216 2,5

Februari 8.000 211 2,6

Maret 8.500 235 2,8

April 8.000 219 2,7

Mei 7.500 191 2,5

Juni 8.000 193 2,4

Juli 7.500 195 2,6

Agustus 8.500 226 2,7

September 8.000 224 2,8

Oktober 7.500 202 2,7

Nopember 8.000 207 2,6

Desember 8.500 212 2,5

Jumlah 96.500 2.531

Sumber : Data Penelitian

- Jumlah produk yang diperiksa = 96.500 unit

- Jumlah produk yang rusak = 2.531 unit

- Persentase kerusakan

%6,2

026,0

500.96

531.2

n

XP

- n rata-rata

Page 36: 10 Kasus SQC

- Standar Deviasi (penyimpangan)

0017746,0

0000031,0

67,8041

025324,0

67,8041

)026,01(026,0

)1(

n

PPSP

- Batasan pengawasan

Batasan Atas (Upper Control Limit = UCL)

%1,3031,0

0053238,0026,0

)0017746,0(3026,0

3

atau

SPPUCL

Batasan Bawah (Low Control Limit = LCL)

%1,2021,0

0053238,0026,0

)0017746,0(3026,0

3

atau

SPPLCL

Dari perhitungan dengan metode control charts diperoleh batas atas sebesar

0,031 atau 3,1 % dan batas bawah sebesar 0,021 atau 2,1 %. Dengan melihat batasan

pengawasan yaitu batas atas (UCL) dan batas bawah (LCL) serta kejadian selama satu

tahun, maka dikatakan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel sudah

dilaksanakan dengan baik, karena kerusakan produk yang terjadi masih dalam batas

wajar yaitu masih terletak antara batas atas dan batas bawah. Kejadian-kejadian itu

bila digambarkan tampak sebagai berikut:

Page 37: 10 Kasus SQC

Per

sen

tase

Ke

rusa

kan

(%

)

3,1 UCL

2,6 P

2,1 LCL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan

Gambar 2. Grafik Control Charts Mebel

Indikator-indikator kerusakan produk dan sebab terjadinya kerusakan produk:

1. Produk rusak digudang sebelum barang dijual seperti: kotor, pecah, cacat dan lainnya

2. Produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk,

seperti : berlubang, cacat, kotor.

3.2. Analisis Intensitas Pengawasan Kualitas

Analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengawasan terhadap

kualitas produk yang dijalankan pada PT. Mitra Sejati dan untuk mengetahui besarnya

biaya yang timbul akibat adanya kegiatan pengawasan kualitas yaitu biaya yang efisien

dengan tingkat kerusakan produk yang optimal. Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam

kegiatan pengawasan kualitas adalah:

1. Biaya pengawasan kualitas

Biaya-biaya yang merupakan biaya pengawasan kualitas adalah:

a. Biaya kerusakan bahan baku dan bahan penolong karena kurangnya perawatan

pada waktu penyimpanan di gudang dan kurang stabilnya mutu bahan baku,

sehingga pada waktu bahan baku akan diproses kualitasnya mengalami

penyusutan.

b. Biaya tenaga kerja yang terlibat dalam pengawasan kualitas. Biaya ini merupkan

biaya tambahan karena perusahaan sering mengadakan kerja lembur untuk

pemeriksaan kualitas. Besarnya biaya pengawasan kualitas dipengaruhi oleh ketat

tidaknya intensitas pengawasan kualitas produk. Hal tersebut dapat diketahui

dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

q

oRQCC

.

Dimana:

Page 38: 10 Kasus SQC

QCC = total biaya pengawasan kualitas

R = jumlah produk ditest

o = biaya pengetesan setiap kali test

q = jumlah produk rusak

2. Biaya jaminan mutu

Biaya jaminan mutu yang dikeluarkan perusahaan diakibatkan karena kerusakan

produk selama perjalanan dari perusahaan ke distributor atau ke konsumen. Biaya

jaminan mutu ini meliputi:

a. Biaya perbaikan produk yang rusak

b. Biaya penggantian produk rusak dan cacat

c. Biaya atas ditanggungnya resiko menyebabkan berkurangnya volume penjualan

karena biaya produk yang rusak atau cacat telah dibeli oleh konsumen. Besarnya

biaya jaminan mutu dapat dicari dengan menggunakan rumus:

QAC = c.q

Dimana:

QAC = total biaya jaminan mutu

c = biaya jaminan mutu tiap unit

q = jumlah produk rusak selama satu periode

3. Total Biaya Kualitas

Total biaya atas kualitas merupakan jumlah antara biaya pengawasan kualitas dengan

biaya jaminan mutu, secara matematis total biaya atas kualitas dirumuskan sebagai

berikut:

TQC = QCC + QAC

Dimana:

TQC = total biaya atas kualitas

QCC = total biaya pengawasan kualitas

QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas

Dari keadaan di atas, maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya tersebut untuk

menentukan jumlah produk rusak yang menanggung biaya kualitas yang terendah.

Titik temu itu dapat diketahui dengan rumus:

Page 39: 10 Kasus SQC

3,833.330.

108

000.730.35.

108

000.450.000.280.35.

Rp

Rp

RpRp

c

oRQ

.*

Dimana:

Q* = jumlah produk optimal

R = jumlah produk ditest/diperiksa

o = biaya pengetesan setiap kali test

c = biaya jaminan mutu tiap unit

Perhitungan intensitas pengawasan kualitas dalam penelitian ini adalah:

1. Intensitas pengawasan kualitas mebel

- R = jumlah produk yang diperiksa

= 96.500 unit

- Biaya tenaga kerja yang melakukan kegiatan pengendalian kualitas dalam satu

tahun.

7 orang tenaga kerja = 7 x 12 x 420.000

= Rp.35.280.000

- Biaya bahan baku dan bahan penolong sebesar Rp. 450.000

Dalam satu bulan melakukan kegiatan pengendalian kualitas rata-rata sebanyak 9

kali, jadi dalam satu tahun sebanyak 9 × 12 = 108 kali.

Sehingga biaya pengetesan setiap kali test (o) adalah:

o

2. Biaya jaminan mutu setiap unit (c):

- Harga jual per unit mebel sebesar Rp. 140.000, 00

-

Besarnya biaya jaminan mutu setiap unit sebesar 2 % dari harga jual.

C = Rp. 140.000, 00 × 2 %

= Rp. 2.800, 00

Page 40: 10 Kasus SQC

093.449.9.dibulatkan064,093.449.9.

674888,3378

3,833.330500.96

.

RpRp

x

q

oRQCC

- Berdasarkan data diatas, dapat dibuat persamaan total biaya pengawasan

kualitas (QCC) dan biaya jaminan mutu (QAC) sebagai berikut:

qxRp

qcQAC

q

x

q

oRQCC

800.2.

.

3,933.330500.96

.

Dari persamaan tersebut, dapat ditentukan jumlah produk rusak yang menanggung

biaya terendah (q*) yaitu:

unit

x

c

oRq

674888,3376

3,11401933

2800

3,833.330500.96

.*

Maka biaya pengwasan kualitas yang ditanggung perusahaan sebesar :

- Biaya pengawasan kualitas (QCC) :

- Biaya jaminan mutu (QAC)

QAC = c x q

= Rp. 2.800 x 3378,674888

= Rp. 9.460.289, 686 dibulatkan Rp. 9.460.290

- Jadi total biaya atas kualitas (TQC)

TQC = QCC + QAC

Page 41: 10 Kasus SQC

= Rp. 9.449.093,064 + Rp. 9.460.289,686

= Rp. 18.909.382,75 dibulatkan Rp. 18.909.383

Dari perhitungan dengan menggunakan analisis intensitas pengawasan

kualitas, jumlah produk rusak yang menanggung biaya terendah sebanyak 3376

unit dan total biaya atas kualitasnya sebesar Rp. 18.909.383 yang terdiri dari

QCC sebesar Rp. 9.449.093 dan QAC sebesar Rp. 9.460.290 Apabila diadakan

perbandingan antara q* yang dikehendaki dengan q (produk rusak) yang benar-

benar terjadi terdapat selisih sebesar 3376 - 2.531 = 845 unit. Selisih ini

menunjukkan bahwa produk rusak yang benar-benar terjadi lebih kecil dari

produk rusak yang dikehendaki. Maka dapat dikatakan bahwa intensitas

pengawasan kualitas yang dilaksanakan telah berjalan dengan baik. Sedangkan

perhitungannya akan nampak seperti dibawah ini:

- Misal q = 1000 unit

Maka :

414.925.31

1000

3,933.330500.96

.

x

q

oRQCC

QAC = c x q

= 2.800 x 1000

= 2.800.000

TQC = QCC + QAC

= 31.925.414 + 2.800.000

= 34.725.414

- Misal q = 2000 unit

707.962.15

2000

3,933.330500.96

.

x

q

oRQCC

Page 42: 10 Kasus SQC

QAC = c x q

= 2.800 x 2000

= 5.600.000

TQC = QCC + QAC

= 15.962.707 + 5.600.000

= 21.562.707

- Misal q = 3000 unit

805.641.10

3000

3,933.330500.96

.

x

q

oRQCC

QAC = c x q

= 2.800 x 3000

= 8.400.000

TQC = QCC + QAC

= 10.641.805 + 8.400.000

= 19.041.805

- Misal q = 3376 unit

579.456.9

3376

3,933.330500.96

.

x

q

oRQCC

QAC = c x q

= 2.800 x 3376

= 9.452.800

Page 43: 10 Kasus SQC

TQC = QCC + QAC

= 9.456.579 + 9.452.800

= 18.909.379

- Misal q = 5000 unit

082.385.6

5000

3,933.330500.96

.

x

q

oRQCC

QAC = c x q

= 2.800 x 5000

= 14.000.000

TQC = QCC + QAC

= 6.385.082 + 14.000.000

= 20.385.082

Perhitungan tersebut bila disusun dalam tabel tampak seperti di bawah ini :

Tabel 2. Jumlah produk rusak (q), masing-masing biaya

(QCC, QAC, TQC)

q (Unit) QCC (Rupiah) QAC (Rupiah) TQC (Rupiah)

1000 31.924.414 2.800.000 34.725.414

2000 15.962.707 5.600.000 21.562.707

3000 10.641.805 8.400.000 19.041.805

3376 9.456.579 9.452.800 18.909.379

5000 6.385.082 14.000.000 20.385.082

Sumber : data primer yang diolah

Grafik QCC, QAC, TQC (Jutaan Rupiah) ditunjukkan pada gambar berikut:

Page 44: 10 Kasus SQC

35.000.000

30.000.000

TQC

25.000.000

20.000.000

15.000.000 QAC

10.000.000

QCC

5.000.000

0 1000 2000 3000 4000 5000

(Ribuan Unit)

Gambar 3. Grafik biaya kualitas

Keterangan :

Dari grafik tersebut diatas dapat dilihat bahwa :

1. QCC akan menurun apabila jumlah produk rusak meningkat dan sebaliknya QCC

akan meningkat apabila jumlah produk rusak menurun.

2. QAC akan menurun apabila jumlah produk rusak juga menurun dan sebaliknya

QAC akan meningkat apabila jumlah produk rusak juga meningkat.

3. Dengan jumlah produk rusak sebanyak 3376 unit akan diperoleh biaya QCC

sebesar Rp. 9.456.579, biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800 dan biaya TQC = Rp.

18.909.379

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1. Kesimpulan

1. Analisis Control Charts

Analisis control charts untuk mebel sebagai berikut:

1) Jumlah produk yang diperiksa sebanyak 96.500 unit

2) Rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 %

3) Untuk batasan pengawasannya:

a. Batas atas (UCL) sebesar 0,031 atau 3,1 %

b. Batas bawah (LCL) sebesar 0,021 atau 2,1 %

Page 45: 10 Kasus SQC

Dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel

sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak masih dalam

batas yang wajar yaitu terletak antara batas atas dan batas bawah.

2. Analisis intensitas pengawasan kualitas

Intensitas pengawasan kualitas untuk mebel sebagai berikut:

1) Produk rusak yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit.

2) Jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang menanggung biaya

kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit.

3) Total biaya atas kualitas sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya

QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensitas pengawasan kualitas

terhadap mebel sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak

yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit lebih kecil dari jumlah produk

rusak yang dikehendaki sebanyak 3376 unit.

4.2. Rekomendasi

Dari hasil analisis tersebut, maka penulis memberikan saran-saran. Adapun

saran-saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:

1) Manajemen pengendalian mutu lebih meningkatkan frekuensi pemeriksaan

untuk mengurangi jumlah produk rusak walaupun harus menanggung biaya

kualitas tinggi.

2) Meningkatkan pelayanan terhadap konsumen, misalnya dengan memberikan

jaminan kualitas terhadap produk yang diberikan kepada pelanggan. Hal ini

perlu dilakukan agar konsumen atau pelanggan tetap setia kepada perusahaan,

mengingat adanya persaingan yang semakin ketat.

3) Melakukan pengendalian kualitas secara terus menerus, agar jumlah produk

rusak dapat diminimalkan menjadi lebih kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Ahyari, 2000, Manajemen Produksi, BPFE-UGM, Yogyakarta. Elwood S. Buffa dan Rakesh K. Sarin, 1999, Manajemen Operasi dan Produksi Modern, Binarupa Aksara, Jakarta. Fandi Tjiptono, 1995, Total Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta. Gasperz V, 1997, Manajemen Kualitas, PT. Gramedia, Jakarta. Indriyo Gitosudarmo, 1993, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi, BPFE-UGM, Yogyakarta. Lalu Sumayang, Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Salemba Empat, Jakarta.

Page 46: 10 Kasus SQC

Analisis Pengendalian Mutu SQC (Statistical Quality Control) PadaPT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar

Zazilatun Nadiah Mahlia Muis Debora Rira

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengendalian mutu in process tepung

terigu Gatotkaca dan Kompas pada PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.

Analisis dilakukan dengan cara mengolah data inspeksi kadar ash dan

moisture tepung terigu Gatotkaca dan Kompas dengan menggunakan alat

analisis pengendalian mutu grafik kendali dan diagram sebab akibat. Hasil

analisis dibandingkan dengan standar pengendalian mutu yang telah ditetapkan

oleh perusahaan. Berdasarkan hasil analisis diagram sebab akibat yaitu

dilakukan dengan proses observasi lapangan dan wawancara terdapat enam

faktor yang mempengaruhi pengendalian mutu in process kadar ash dan moisture

tepung terigu Gatotkaca dan Kompas ialah bahan, in process, metode uji, SDM,

lingkungan, dan mesin. Sedangkan Berdasarkan hasil analisis grafik kendali

pengendalian mutu in process kadar ash dan moisture tepung terigu Gatotkaca

dan Kompas terdapat 13 titik yang tidak memenuhi kriteria pengendalian mutu

statistikal.

Kata Kunci: analisis pengendalian mutu, diagram sebab akibat, dan grafikkendali

Typewritten text
KASUS V
Page 47: 10 Kasus SQC

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakam di PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar Jalan

Hatta no 302 (sea side) dan jalan Nusantara Baru no 36 (city side) Makassar pada

bulan Mei-Juni 2013. Perusahaan ini dipilih oleh penulis karena melihat prospek usaha

dan profesionalitas dari para karyawan dalam mengelola perusahaan tersebut.

3.2 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Merupakan jumlah dari keseluruhan obyek (satuan-satuan/individu-individu),

yang karakteristiknya hendak diduga sebagai populasi dalam penelitian ini adalah data

kadar in process ash dan moisture tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas

pada PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.

2. Sampel

Merupakan sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian.

Sampel dalam penelitian ini ialah in process produk tepung terigu PT. Eastern Pearl

Flour Mills Makassar dengan merek Gatotkaca dan Kompas. Khususnya kadar

moisture dan ash pada tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas. Dalam

pelaksanaannya pengendalian mutu dilakukan dengan cara melakukan tiga kali

inspeksi yaitu bahan baku, in process, dan produk jadi.

Page 48: 10 Kasus SQC

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

1. Data kualitatif

Merupakan data yang bukan dalam bentuk angka-angka atau tidak dapat

dihitung, dan informasi yang diperoleh dari karyawan perusahaan serta informasi-

informasi yang diperoleh dari pihak lain yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti.

2. Data Kuantitatif

Data ini merupakan data pengetesan in process dari beberapa pengambilan

sampel kadar moisture dan ash tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas yang

dapat diperoleh dengan meneliti secara langsung pada PT. Eastern Pearl Flour Mills

Makassar.

3.3.2 Sumber Data

1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh dengan metode wawancara. Wawancara

dilaksanakan dengan mendatangi langsung subyek penelitian, untuk memperoleh

informasi tentang proses pengendalian mutu pada PT. Eastern Pearl Flour Mills

Makassar. Dalam hal ini subyeknya ialah karyawan dan kepala bagian laboratorium

pengendalian mutu dan ruang produksi.

2. Data Sekunder

Terdiri dari bahan/sumber sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan

pengetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta

yang diketahui ataupun mengenai suatu gagasan. Bahan-bahan sekunder yaitu

bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat membantu

menganalisis dan memahami bahan primer, antara lain adalah hasil karya ilmiah

para sarjana dan hasil-hasil penelitian terdahulu.

Page 49: 10 Kasus SQC

3.4 Metode Pengumpulan Data

1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Digunakan untuk mengumpulkan data sekunder, landasan teori dan

informasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Studi dilakukan antara lain dengan

mengumpulkan data yang bersumber dari literatur–literatur, bahan kuliah, dan hasil

penelitian lainnya yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan

untuk mendapatkan tambahan pengetahuan mengenai masalah yang sedang

dibahas.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Melakukan pengumpulan data yang diperlukan dengan cara melakukan

pengamatan langsung pada perusahaan yang bersangkutan, baik melalui

observasi, dan wawancara. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara observasi

merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan jalan mengadakan

pengamatan langsung terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Data

dikumpulkan dari hasil analisa per dua jam dari merek yang dimonitor. Pengamatan

pun dilakukan dengan mengamati sistem atau cara kerja, proses produksi dari awal

sampai akhir, dan kegiatan pengendalian kualitas. Adapun jenis observasi yang

peneliti gunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan guna mengetahui tujuan

penelitian ini yaitu mengetahui dan menganalisis pengendalian mutu pada PT.

Eastern Pearl Flour Mills Makassar. Selain itu ada pula metode dokumentasi

merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan memanfaatkan dokumen (bahan

atau gambar-gambar penting). Adapun dokumen-dokumen yang dimaksud adalah

berupa data-data yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Sebagai data

penunjang juga diperoleh informasi dari internet dan perpustakaan.

Page 50: 10 Kasus SQC

3.5 Metode Analisis

a. Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis persoalan dan

faktor-faktor yang menimbulkan persoalan tersebut. Dalam penelitian ini

diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi mutu dari air minum dalam kemasan (AMDK), yang dianalisis

dari hasil brainstorming dengan pihak perusahaan yaitu pemilik, quality control

(QC), dan karyawan/operator produksi . Menurut (Gasperz, 2003), penggunaan

diagram sebab akibat dapat mengikuti langkah-langkah berikut :

1. Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan ungkapkan

masalah itu sebagai suatu pertanyaan masalah (problem question).

2. Bangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin, dengan menggunakan

teknik brainstorming atau membentuk anggota tim yang memiliki ide-ide

berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi.

3. Gambarkan diagram dengan pertanyaan masalah ditempatkan pada sisi

kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama seperti: material,

metode, manusia, mesin, pengukuran dan lingkungan ditempatkan pada

cabang utama (membentuk tulang-tulang besar dari ikan). Kategori utama

ini dapat diubah sesuai kebutuhan.

4. Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai dengan

menempatkan pada cabang yang sesuai .

5. Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan “mengapa?” untuk

menemukan akar penyebab, kemudian daftarkan akar-akar penyebab itu

pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk

tulang-tulang kecil dari ikan). Untuk menemukan akar penyebab, kita dapat

menggunakan teknik bertanya lima kali (five whys).

Page 51: 10 Kasus SQC

6. Interpretasi diagram sebab akibat itu dengan melihat penyebab-penyebab

yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan kesepakatan melalui

konsensus tentang penyebab itu. Selanjutnya fokuskan perhatian pada

penyebab yang dipilih melalui konsensus itu.

7. Terapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab akibat itu,

dengan cara mengembangkan dan mengimplementasikan tindakan korektif,

serta memonitor hasil-hasil untuk menjamin bahwa tindakan korektif yang

dilakukan itu efektif karena telah menghilangkan akar penyebab dari masalah

yang dihadapi.

b. Grafik Kendali

Grafik kendali Xbar dan Rbar (range) digunakan untuk menganalisis data

pada grafik kendali. Rata-rata (Xbar) adalah ukuran yang paling berguna bagi

kecenderungan terpusat. Variabilitas atau pemencaran proses dapat

dikendalikan dengan grafik pengendali untuk deviasi standar, yang dinamakan

grafik S, atau grafik pengendali untuk rentang yang dinamakan grafik R.

Rentang adalah perbedaan antara hasil pengukuran terendah dan tertinggi

dalam satu deretan. Grafik Xbar dan Rbar termasuk teknik pengendalian proses

statistik pada jalur yang paling penting dan berguna untuk memelihara mean

proses dan variabilitas proses (Montgomery, 1990).

Langkah-langkah membuat grafik kendali Xbar dan Rbar (Gasperz, 2003)

adalah :

1. Tentukan ukuran contoh (n= 4,5,6,....). Untuk keperluan praktik biasanya

ditentukan lima unit pengukuran dari setiap contoh (n = 5)

2) Kumpulkan 20 – 25 sampel

3) Hitung nilai X dan Range (R) dari tiap sampel.

Xbar = .......................................................................................... (1)

Page 52: 10 Kasus SQC

Rbar = Xmaks – Xmin.......................................................................................... (2)

Hitung nilai rata-rata dari semua Xbar, yaitu Xdouble bar yang akan digunakan

sebagai garis tengah grafik Xbar tersebut, serta nilai rata-rata dari semua

R, yaitu R yang merupakan garis tengah dari grafik R.

Misalkan tersedia m sampel, masing-masing memuat n observasi pada

karakteristik kualitas itu. Misalkan Xbar1, Xbar2,..., Xbar m adalah rata-rata tiap

sampel. Maka penaksir terbaik untuk rata-rata proses adalah mean

keseluruhan yakni :

Xdouble bar = .................................................................... (3)

Rbar = ........................................................................................ (4)

4) Hitung batas-batas kendali 3-sigma dari grafik kendali Xbar dan R. Grafik

kendali Xbar (batas-batas kendali 3-sigma):

UCL (Batas Pengendali Atas) = Xbar+ A2Rbar ............................................ (5)

CL (Garis Pusat) = Xbar .............................................................................. (6)

LCL (Batas Pengendali Bawah) = Xdouble bar- A2Rbar ...................................... (7)

Grafik kendali R (batas-batas kendali 3-sigma):

UCL = D4Rbar ................................................................................................. (8)

CL = Rbar .................................................................................................... (9)

LCL = D3Rbar ............................................................................................... (10)

Daftar nilai koefisien dalam perhitungan batas-batas grafik kendali X dan R serta

Indeks Kapabilitas Proses terdapat pada lampiran 1.

5) Buatkan grafik kendali X bar dan R bar

6) Gunakan grafik kendali dari Xbar dan Rbar untuk memantau proses yang

sedang berlangsung dari waktu ke waktu, untuk seterusnya, dan segera ambil

Page 53: 10 Kasus SQC

tindakan perbaikan apabila ada perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada

proses itu.

3.6 Definisi Operasional Variabel

1. Pengendalian Mutu

Merupakan proses pemeriksaan atau pengendalian produk untuk

memastikan proses produksi dan keluaran memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan oleh perusahaan. Pengendalian mutu adalah untuk mencapai tingkat

kualitas produk yang distandarkan oleh perusahaan sesuai dengan standar mutu yang

telah ditetapkan oleh tiap perusahaan. Variabel ini dapat diukur dengan diagram

sebab-akibat dan peta kendali.

2. Pengendalian Mutu SQC

Pengendalian mutu PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar dilakukan secara

variabel yaitu variabel yang bersangkutan dengan rata-rata pengukuran dan

besarnya deviasi-deviasi (penyimpangan). Inspeksi variabel adalah lebih penting

dalam pengawasan operasi-operasi yang sedang dilaksanakan karena hampir

semua inspeksi ini dilakukan pada pekerjaan. Deviasi-deviasi (penyimpangan) yang

dimaksudkan di sini ialah dimana untuk variabel kadar ash ± 0,2% dari target dan

untuk variabel kadar moisture ± 2% dari target pada in proces, khususnya produk

tepung terigu merek Gatotkaca dan Kompas. Pengukuran kualitas menggunakan

diagram sebab akibat dan peta kendali (p-chart). Peta kendali digunakan dalam

pengendalian mutu secara variabel yaitu untuk menentukan apakah kadar ash dan

moisture sudah berada pada batas kendali yaitu melalui digram Xbar dan Rbar .

Page 54: 10 Kasus SQC

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Tempat Penelitian

4.1.1 Sejarah Berdirinya PT. Eastern Pearl Flour Mills

Pabrik tepung terigu di Makassar didirikan pada tahun 1972 dengan status

PMA (Penanaman Modal Asing) dengan nama PT. Prima Indonesia sampai dengan

tahun 1984. Kemudian tahun 1984 menjadi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri)

dengan nama PT. Berdikari Sari Utama Flour Mills, yang beralamat di Jalan Hatta no

302 dan jalan Nusantara Baru no 36 Makassar. Namun sejak tahun 2000

PT. Eastern Pearl Flour Mills diambil alih oleh investor asing Interflour Group yang

berkantor pusat di Swiss kemudian terakhir tahun 2004 berganti nama menjadi PT.

Eastern Pearl Flour Mills.

Produk utama PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar ada empat merek

terigu yaitu merek Gunung, Kompas, Gerbang dan Gatotkaca, semua terigu yang

dihasilkan merupakan kualitas utama. Tetapi biasanya dalam penggunaannya

terdapat spesifikasi penggunaan yang berbeda.

Untuk memuaskan konsumen terigu, dalam mendapatkan terigu dengan

mudah didirikan gudang-gudang terigu di beberapa ibu kota provinsi, seperti

Samarinda, Banjarmasin, Manado, Lombok, Gorontalo dan Kupang. Untuk

menyebarluaskan pengetahuan pembuatan roti didirikan Pusat Pelatihan Bakery

(Baking School) di setiap kota yang memiliki gudang terigu PT. Eastern Pearl Flour

Mills.

Total kapasitas penggilingan gandum pada pabrik sebesar 2.800 ton/hari.

Dengan bahan baku pokok adalah biji gandum. Biji gandum diimpor dari Australia,

Kanada, Amerika Serikat dan Argentina.

4.1.2 Fasilitas Pabrik PT. Eastern Pearl Flour Mills

Page 55: 10 Kasus SQC

1. Unit milling

2. Penerimaan gandum

3. Silo gandum

4. Silo tepung dan packing produk dan by produk

5. Pelletizing (penggilingan dedak yang diolah menjadi pakan ternak)

6. Gudang tepung dan pellet silo

7. Energi meliputi listrik dan air

8. Laboratorium

9. Kantor seaside and cityside

10. Fasilitas lainnya

Adapun fasilitas lain yang dimiliki oleh PT. Eastern Pearl Flour Mills selain

tersebut di atas, yaitu: workshop, masjid, mushola, koperasi, toko koperasi, kantor

serikat pekerja, kantin, dan poliklinik.

4.1.3 Struktur Organisasi PT. Eatern Pearl Flour Mills

Struktur organisasi perusahaan pada dasarnya memperlihatkan hubungan

antara wewenang, tanggung jawab, tugas dan kedudukan para personel dalam

perusahaan. Struktur organisasi juga dimaksudkan sebagai alat kontrol serta

pengawasan bahkan dapat menciptakan persatuan dan dinamika suatu

perusahaan.

4.1.4 Penanggung Jawab Proses Produksi dan Pengendalian Mutu PT. Eastern

Pearl Flour Mills Makassar

Dengan melihat struktur organisasi perusahaan tersebut di atas, maka dapat

diuraikan tugas dan tanggung jawab dari beberapa bagian yang bertanggung jawab

secara langsung dengan proses produksi dan pengendalian mutu dari struktur

tersebut:

Page 56: 10 Kasus SQC

1. Production Development Quality Control Manager (PDQC)

Merencanakan, mengkoordinasikan, memastikan seluruh fungsi dan

tanggung jawab PDQC berjalan secara efektif yang mencakup dari gandum yang

masuk sampai produk tepung terigu siap dikirim. Memastikan semua produk tepung

terigu yang keluar dari pabrik memenuhi kriteria kualitas sesuai dengan

peruntukkannya. Menentukan gandum yang akan digiling tepat sesuai dengan

ketersediaan gandum yang ada.

2. Production Manager

Merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan serta mengendalikan

semua kegiatan dalam departemen produksi, seperti proses cleaning dan milling.

Membuat prosedur untuk program pelaksanaan pekerjaan, memastikan kelancaran

dan efisiensi semua jenis pekerjaan di departemen produksi. Memastikan sanitasi dan

hygiene terhadap mesin dan peralatan produksi.

3. Shipping Manager

Mengkoordinasikan dan mengontrol harian kegiatan shipping, loading dan

unloading untuk incoming raw material dan pengisian di silo. Mendukung dan

melaksanakan semua cakupan ISO 9.000–22.000.

4. Quality Assurance

Tugas utama Quality Assurance Manager adalah mengkoordinasikan

pengembang aktivitas jaminan mutu di PT. Eastern Pearl Flour Mills. Bertanggung

jawab atas kebenaran hasil audit yang objektif. Bertanggung jawab terhadap

implementasi process control system di lapangan. Memonitor kontraktor untuk

semua proses sertifikasi dan memelihara hubungan baik dengan external auditor.

Page 57: 10 Kasus SQC

5. Packing-Warehouse Manager

Merencanakan produksi harian, pengambilan material, mengontrol jalannya

produksi, dan kebersihan pada area flour packing serta menganalisa hasil produksi.

Memastikan pencapaian hasil produksi sesuai dengan target yang telah direncanakan

setiap bulan dan memastikan bahwa dalam pengoperasian mesin- mesin pendukung

selalu dalam keadaan normal dan sesuai dengan batas toleransi yang diizinkan untuk

pencapaian hasil produksi yang maksimal.

4.1.5 Kualitas Gandum

1. Moisture (kadar air)

Kadar air pada tepung terigu biasanya disebut kadar moisture. Maksimum

kadar moisture tepung 14,5%, jika kadar air tepung tinggi maka waktu penyimpanan

tidak boleh terlalu lama karena tepung mudah diserang mikroorganisme, dan

pertimbangan ekonomi, bila kadar air terlalu tinggi tidak diterima oleh konsumen.

Semakain tinggi kadar moisture pada tepung terigu semakin mempercepat munculnya

insect growth/mikrobiologi dan mempengaruhi aktifitas enzim yang mengakibatkan

tepung terigu mudah bau dan rusak. Kadar moisture sangat mempengaruhi kinerja

proses milling, moisture rendah mengakibatkan tidak optimalnya proses dalam

memperoleh tepung yang berada pada bagian inti gandum. Kadar moisture akan

mengalami penurunan 4-5% selama proses milling berlangsung. Ketika telah menjadi

tepung terigu, kadar moisture yang tinggi dapat mempermudah terjadinya

penggumpalan dan mempengaruhi berat tepung terigu. Pada hard wheat,

penambahan air dibutuhkan ± 24 jam agar menyerap pada bagian tepung yang

terdapat pada inti gandum yang bertujuan agar pada bagian tersebut mudah

memecah, lebih lengkapnya mengenai target dan masa penyerapan air dapat

dilihat pada tabel 4.1.

Page 58: 10 Kasus SQC

Tabel 4.1 : Target Moisture dan Masa Penyerapan AirJenis Gandum Target Moisture (%) Masa

Hard

Semi

Soft

15,5 – 16,5

14,5 – 15,5

13,0 – 14,0

18 – 24 jam

14 – 18 jam

10 – 14 jam

2. Protein

Kandungan protein dalam tepung antara 8-14% serta rantai protein tersusun

dari 21 asam amino. Protein dibedakan menjadi dua macam yaitu soluble

protein/albumin (larut dalam air) lobulin dan insoluble protein/gliadin (tidak larut

dalam air) glutenin.

Tabel 4.2 : Kandungan Protein dan Jenis GandumMerek Kandungan Protein Jenis Gandum Fungsi

Gerbang High Protein Hard Wheat Roti SpesialMie Tarik

Mie SpesialKompas Medium Protein Hard Wheat

Medium - SoftWheat

Tepung SerbaGuna Roti

ManisDonat

Jajanan PasarCake

Gatotkaca Low Protein Soft Wheat Tepung SerbaGuna

Mie EkonimisCake

BiskuitGoreng-Gorengan

Others Medium - LowProtein

Variasi dari Medium- Soft Wheat

Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)

Adapun komposisi gandum tersebut, yaitu untuk high pro wheat (gandum A1

dan A2), medium pro wheat (gandum B1, B2 dan C1), dan low pro wheat

(gandum B3 dan B4). Untuk gandum B3 penyuplainya berasal dari Australia dan

Page 59: 10 Kasus SQC

untuk gandum B4 penyuplainya berasal dari Australia, India, serta Rusia. Adapun

komposisi gandum dari produk Gatotkaca terdiri dari :

Tabel 4.3 : Komposisi Gandum dari Supplier yang SamaNama Gandum Komposisi (%) Asal

B3 80 AustraliaB4 20 Australia

Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)

Tabel 4.4 : Komposisi Gandum dari Supplier yang BedaNama Gandum Komposisi (%) Asal

B3 80 AustraliaB4 20 India dan Rusia

Sumber : PT. Eastern Pearl Flour Mills (2013)

3. Starch/Pati

Merupakan karbohidrat/pati atau bahan makanan, kandungan starch pada

tepung 60 – 70%.

4. Mineral (Ash/Abu Content)

Kadar Ash merupakan mineral anorganik yang berada pada bran/bagian luar

gandum yang muncul pada saat proses penggilingan gandum berlangsung/milling.

Ash diperoleh dari daerah antara bran dan aleurano pada gandum. Pada aleurano

terdapat banyak mineral anorganik yang nantinya akan menjadi kadar ash.

Kandungan mineral dalam tepung dapat menggambarkan banyaknya

bran/alleurone/offal/material lain yang masuk ke dalam tepung.

5. Vitamin

Tepung mengandung vitamin B-kompleks, enrichment flour atau

penambahan vitamin ke dalam tepung dan vitamin larut dalam air.

6. Granulasi

Ukuran tepung maksimal 180 mm, tailing max 0,1%, pass trough 106 50-

70%, dan berfungsi untuk mengetahui tingkat kehalusan tepung dan apakah

tercampur brab atau tidak

Page 60: 10 Kasus SQC

4.2 Uraian Produksi PT. Eastern Pearl Flour Mills

Secara umum gandum dibedakan menjadi dua jenis yaitu hard wheat (gandum

berprotein tinggi) dan soft wheat (gandum berprotein rendah). Gandum hampir

seluruhnya digunakan dalam industri pangan dalam bentuk tepung. Jadi penggilingan

gandum merupakan proses yang sangat berbeda dengan penggilingan beras, tepung

yang dibuat berwarna krem, karena zat warna zantrifil, warna tepung akan memutih

selama penyimpanan tetapi prosesnya lambat. Karena kesukaan konsumen akan

keputihan tepung penggunaan pemutih tepung telah banyak dipakai seperti benzl

peroksida, tetapi dalam hal ini perusahaan tidak menggunakan bahan pemutih.

Pengolahan gandum merupakan proses penggilingan biji-biji gandum yang

bertujuan untuk memisahkan endosperm dari dedak, benih (germ) dan untuk

menghancurkan endosperm menjadi tepung. Secara umum kegiatan-kegiatan

proses pengolahan biji gandum sampai menjadi tepung gandum (terigu) adalah

sebagai berikut :

1. Penyiapan Bahan

Pada tahap ini dimulai pada proses pemindahan gandum dari kapal ke

tempat penampungan. Gandum yang berasal dari Kanada, Australia, Argentina dan

Saudi Arabia dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu, gandum keras atau

hard wheat (Canada Western Red Springs atau CWRS), gandum lunak atau soft

wheat (Australian Standard White atau ASW), dan medium wheat (Argentina wheat,

Canada Prairie Spring atau CPS)

Biji gandum yang datang telah bersih dari ampasnya. Biji gandum tersebut

diangkut dengan kapal laut. Cara pemindahan dilakukan oleh alat penghusap

(telescope boaur) ke menara penampung melalui alat pemindah (conveyor) biji

Page 61: 10 Kasus SQC

gandum diantar ke unit penimbangan untuk disimpan di tempat penampungan (silo).

Dalam melakukan penyimpanan gandum, perusahaan hanya memiliki satu tempat

penyimpanan gandum (wheat silo) yang terletak di Sea Side Plant dengan kapasitas

simpannya adalah 117,940 mt.

Gandum yang dipesan dikirim melalui kapal pengangkut, dimana kapal

pengangkut ini memiliki lot size 25.000 mt gandum untuk satu kali kedatangan.

Berdasarkan hasil wawancara, untuk lot size gandum Gatotkaca dengan supplier yang

sama pada kapal yang sama pula, yakni gandum B3 sebesar 20.000 mt dan gandum

B4 sebesar 5.000 mt. Sedangkan untuk lot size gandum Gatotkaca dengan supplier

yang berbeda pada kapal yang berbeda, yakni gandum B3 sebesar 20.000 mt dan

gandum B4 sebesar 15.000 – 20.000 mt.

2. Pembersihan Gandum

Sebelum digiling, gandum sebagai bahan baku tepung mengandung material

asing (impurities) yang harus dipisahkan supaya tepung yang dihasilkan

mempunyai mutu yang baik. Impurities tersebut dapat berupa (benda logam, pasir,

debu, batu, kayu plastik, kulit gandum, bunga gandum, biji gandum, dan biji-bijian

lainnya. Prinsip dasar pembersihan gandum berdasarkan peralatan/mesin yang

digunakan ialah berdasarkan ukuran, tahanan dry stoner udara, berat jenis, bentuk,

panjang, sifat magnet, gesekan, dan warna.

Ada dua cara pembersihan gandum, yaitu pertama melalui saringan dan

pembersihan udara. Cara alat ini adalah gandum dimasukkan ke saringan yang

bergoyang yang disertai dengan hembusan udara, sehingga terjadi pemisahan

berdasarkan ukuran, diameter, dan berat biji. Alat ini biasa disebut TRC dan kedua

melalui separator cara alat ini bekerja untuk memisahkan gandum dengan tangkai,

batu dan besi melalui rout separator untuk memisahkan biji besi dan logam lainnya.

Selanjutnya, dibersihkan lagi dari batu-batu kerikil melalui dry stoner untuk

Page 62: 10 Kasus SQC

memisahkan kulit-kulit luar dari biji gadum, melalui conveyer kemudian gandum

dipindahkan ke air lock untuk ditampung ke silo pengkondisi (condition in bin).

3. Proses Pra Penggilingan

Gandum sebelum digiling dibasahi dengan air di “wheat dampening” hal ini

bertujuan agar endosperon mudah terpisah dari endosperon, endosperon menjadi

lunak, moisture tepung yang sesuai quality guide serta brand menjadi liat dan

elastic.

Pada waktu proses pelaksanaan dampening harus diperhatikan beberapa hal

yaitu yang pertama, waktu dampening tergantung dari sifat endosperm (hard wheat

memerlukan waktu 18-24 jam sedangkan soft wheat memerlukan waktu 4-12 jam).

Kedua, pada saat proses dampening waktu harus diperhatikan sebab waktu yang

kurang lama akan menyebabkan endosperon keras dan brand masih basah

sedangkan yang terlalu lama akan mengakibatkan endosperon lunak, lengket dan

bran menjadi kering.

Ketiga, periode pembasahan dipengaruhi oleh kelembaban awal dan

kekerasan biji gandum. Pemberian air dilakukan oleh alat penyomprot dengan uap

basah dalam ruang tertutup dan dilakukan pencampuran. Biji gandum kategori soft

wheat diberi air 14,5 – 14,8% dan untuk hard wheat 15,0 – 16,0% biji gandum

yang telah dibasahi diantar ke wheat tampering selama 38 – 48 jam (hard wheat)

dan 12 – 24 jam (soft wheat).

4. Proses Penggilingan/Milling Process

Prinsip utama proses penggilingan ialah memisahkan endosperm dari bran

dan germ. Mereduksi endosperm menjadi tepung dengan ekstraksi tinggi dan ash

content yang rendah (kualitas tepung yang baik). Proses penggilingan gandum

dibagi atas tiga proses yaitu:

a. Breaking Process atau Proses Pemecahan

Page 63: 10 Kasus SQC

Pada proses ini endosperm merelase, bran/germ memecahkan endosperm

tersebut menjadi semolina dan middling kemudian menghasilkan break flour.

Mengusahakan bran powder menjadi sekecil mungkin (ideal tidak ada bran powder).

Umumnya proses ini terdiri atas empat tingkat break first break (B1) s/d fourth break

(B4) dan lima tingkat break first break (B1) s/d fifth break (B5). Proses pemecahan

mengunakan break rollers mills (fluted rolls) dan break sifter. Pada tingkat akhir

break proses (finishing), endosperm merelase dari bran menjadi middling dan

tepung dengan menggunakan bran finisher dan vibrio finisher . Proses pemecahan

atau breaking process terdiri atas lima tahapan yaitu first break process, second

process, third break process, fourth break process, dan fifth process. First break

process (pemecahan pertama), pada tahapan ini inlet produk B1 roller/gandum yang

bersih dibuka/dipecahkan dengan memakai roller yang bergigi. Handling produk dari

roller ke plant sifter dengan pneumatic system. Plansifter , produk dari roller B1

akan diayak menjadi B2 produk atau B2 C produk dan B2 F produk, coarse semolina,

fine semolina, middling, dan tepung. Relased test, banyaknya coarse semolina, fine

semolina, middling dan tepung yang dihasilkan oleh tepung first break.

Second break process (proses pemecahan kedua), pada tahapan ini inlet

produk B2 roller yaitu B2 produk dari sifter B1 . Bran akan dipecahkan dengan

memakai fluted roller serta handling produk ke pneumatic system. Secound break

sifter produk diayak menjadi B3 C produk B3 F produk, coarse semolina, fine semolina,

middling, dan tepung. Relased test ke banyaknya coarse semolina, coarse

semolina, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses second break. Third break

proses (proses pemecahan ke tiga), pada tahapan ini inlet produk B3 C roller dan B3

F roller adalah B3 C produk dan B3 F produk dari sifter B2. Bran kandungan

endosperon sedikit akan dipecahkan menggunakan fluted roller serta

Page 64: 10 Kasus SQC

handling produck ke pneumatic system. Third break sifter 1 produk diayak menjadi

B4 C produk dan B4 F produk, tailing produk, middling, dan tepung. Relased test ke

banyak tailing produk, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini. Fourth

break process (proses pemecahan ke empat), pada tahapan ini inlet produk B4 C roller

dan B4 F roller adalah B4C produk dan B4 F produk dari sifter B3. Bran kandungan

endosperon sedikit akan dipecahkan menggunakan fluted roller serta handling

produk ke pneumatic system. Third break sifter 1 produk diayak menjadi B5 C produk

dan B5 F produk, tailing produk, dan middling. Relased test ke banyak tailing produk,

middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini. Fifth break process (proses

pemecahan ke lima), pada tahapan ini inlet produk B5 C roller dan B5 F roller adalah

B5C produk dan B5 F produk dari sifter B4. Bran akan (kandungan endosperon sangat

sedikit dan dekat dengan aleirone cell) dipecahkan menggunakan fluted roller

serta handling product ke pneumatic system. Fifth break sifter 1 produk diayak

menjadi coarse bran dan fine bran, tailing produck, middling, dan tepung. Relased test

ke banyak tailing produk, middling dan tepung yang dihasilkan oleh proses ini.

b. Purification Process/ Proses Pemurnian

Pada proses pemurnian ini terjadi pemisahan semolina dan middling dari

bran supaya semolina dan middling menjadi bersih. Mengklasifikasi semolina dan

middling bersih menjadi coarse semolina, fine semolina, coarse middling, dan fine

middling. Purifier bertujuan untuk memisahkan partikel bran yang terdapat pada

semolina atau middling sehingga pada proses zising dan proses middling endosperon

yang digiling adalah pure semolina atau pure middling dan tepung yang dihasikan

mempunyai kualitas yang baik. Prinsip kerja dari proses pemisahan oleh purifier ialah

sifting proses, aspiration proses, dan shaking proses.

Page 65: 10 Kasus SQC

c. Reduction Process

Pada proses ini semolina mereduksi menjadi middling dan tepung. Proses ini

juga disebut zising process. Mereduksi middling menjadi tepung proses ini disebut

middling process selanjutnya dilakukan tailing process. Reduction proses dibagi

atas tiga proses yaitu zising process, middling process, dan tailing process. Proses

pertama, zising process atau yang biasa disebut zising sifter adalah memisahkan bran

atau germ, memisahkan endosperm menurut ukuran dan menghasilkan tepung.

Terdiri dari 2 atau 3 tingkat saja, ekstraksi tepung tidak terlalu banyak, umumnya

dipakai smoot rool, differential speed 1,5-1,9, dan Flour cover bervariasi antara 112-

145. Proses kedua, middling proces terdiri dari 6-10 tingkat. Middling proses dibagi

menjadi tiga tingkat yaitu kualitas satu middling dari endosperm bagian tengah

(ash rendah), Kualitas dua middling dari endosperm antara tengah dan pinggir (ash

tinggi), dan kualitas 3 middling dari endosperm bagian pinggir (ash sangat tinggi).

Umumnya pada proses ini digunakan smoot roll dengan differential speed 1,2-1,5.

Proses yang ketiga, tailing proses atau biasa disebut tailing sifter yaitu memisahkan

bran atau germ, tepung, dan middling menurut ukuran. Terdiri dari 2 atau 3 tingkat

saja dengan ekstraksi tepung sedikit. Umumnya menggunakan smoot roll dengan

different speed 1,1-1,2. Pada proses ini middling mereduksi tanpa memecahkan bran

dan membuat germ menjadi flat sehingga mudah dipecahkan dengan flour cover

bervariasi antara 100 µ - 125µ.

5. Proses Pengepakan

Tepung terigu ditampung dalam silo yang terdiri dari tabung besar dialirkan

melalui pipa-pipa ke unit pengantongan yang dilengkapi dengan alat penimbang

otomatis. Kantong tepung terigu yang tersedia ditumpahkan ke alat “hopper” sehingga

secara serentak hopper terbuka dan mengalirkan tepung terigu ke

Page 66: 10 Kasus SQC

dalam kantong. Proses pengisian berlangsung setelah volume yang diinginkan

tercapai secara otomatis. Secara lengkap diagram aliran tahap proses produksi

tepung terigu sebagai berikut :

Kapal Pemindahan Gandum

Pembersihan

Pra-Penggilingan

Penggilingan

PengepakanGambar 4.2 : Diagram Aliran Proses Produksi

4.3 Hasil Produksi dan Pemanfaatannya

Produk yang dipasarkan dan diproduksi oleh PT. Eastern Pearl Flour Mills

terdiri dari dua bagian yaitu : produk utama dan produk sampingan adapun produk

utama yang dihasilkan yaitu tepung terigu dan produk sampingannya yaitu tepung

industry, brand, pollard dan pelled.

1. Tepung Terigu

Tepung terigu adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji

gandum yang sehat dan telah dibersihkan. Produk tepung terigu merupakan produk

setengah jadi dan kualitasnya antara lain dipengaruhi jumlah kandungan

gluteinnya. Pembuatan tepung terigu harus menggunakan bahan baku biji gandum

yang belum mengalami kerusakan mekanis, biologis maupun mikro biologis, biji

Page 67: 10 Kasus SQC

gandum yang akan digiling harus memenuhi standar mutu yang berlaku bagi biji

gandum.

Tepung terigu dapat dibagi dalam 3 bagian/faktor yaitu umum, khusus, dan

tambahan gizi. Umum, tepung terigu yang baik diperoleh dari tepung gandum yang

bersih, kotoran dan pembasmi hama serta memenuhi syarat-syarat sebagai bahan

utama sebelum diolah. Khusus, tepung terigu yang berkualitas dinyatakan sebagai

gabungan dari kadar protein, kekuatan glutenin, derajat warna, kadar maltose, dan

sifat fisik adonan. Tambahan gizi, tepung terigu yang mendapat bahan tambahan

untuk memenuhi peryaratan kualitas tepung terigu.

Kriteria lain yang menentukan kualitas tepung terigu yang baik meliputi

protein tepung terigu untuk pembuatan roti tawar/manis adalah 12 – 14% untuk

crakers 10 – 12% untuk kue-kue 9 – 10% dan 8 – 9% untuk biskuit dan kue pie

jenis-jenis protein yang penting dalam tepung terigu adalah albumin, globulin, dan

gliadin. Selanjutnya prosentase daya serap air (memengaruhi volume adonan

terutama pada produk mie) dan ukuran partikel sifat (memengaruhi kesan cerah

pada tepung terigu). Sebelum tahun 1998 semua penjualan dan distribusi produk-

produk PT. Eastern Pearl Flour Mills ditentukan oleh logistik (bulog). Saat ini

penjualan dan distribusi produk ditentukan oleh perusahaan sendiri dengan merek-

merek dagang: cap Gunung (isi protein min 14,0%), cap Kompas (isi protein min

11,5%) dan cap Gatotkaca (isi protein min 10,5%).

Berdasarkan ketetapan pemerintah perusahaan menyalurkan produk-produk

ke daerah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi, Maluku, Irian jaya, Nusa Tenggara

Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Selain itu

perusahaan juga menyalurkan produk berupa bran, pollar, dan pellet.

Page 68: 10 Kasus SQC

Produk ini diekspor ke luar negeri seperti Korea Selatan, Taiwan, Jepang dan

negara-negara Asia lainnya.

2. Produk Sampingan

a. Tepung industri merupakan bahan pembuat lem kayu lapis, tepung industri

ini dikemas dan dipasarkan pada perusahaan-perusahaan pembuatan kayu

lapis.

b. Brand juga merupakan produk sampingan pembuatan tepung terigu yang

dipasarkan ke konsumen untuk dijadikan sebagai pakan ternak.

c. Pollar juga merupakan produk sampingan pembuatan tepung terigu yang

dipasarkan ke konsumen untuk dijadikan sebagai pakan ternak.

d. Pellet merupakan campuran brand pollar yang dipadatkan dan juga

berfungsi sebagi pakan tenak.

4.4 Penerapan Pengendalian Mutu Perusahaan

Pengendalian mutu terhadap produk pada PT. Eastren Pearl Plour Mills

terdiri atas tiga tahapan yaitu pada bahan baku, in process, dan produk jadi.

Pengendalian mutu dilakukan di laboraturium pengendalian mutu dengan cara

melakukan inspeksi setiap produksi tepung terigu berlangsung. Pada tahapan

pertama, yaitu saat biji gandum datang di pelabuhan lalu dipindahkan dengan alat

penghusap unit penimbangan kemudian disimpan pada tempat penampungan/silo

penyimpanan. Kemudian dibersihkan dan diberi air sebelum digiling, pada tahap

inilah untuk pertama kalinya pengambilan sampel dilakukan untuk selanjutnya diuji

pada laboratorium pengendalian mutu. Pengambilan sampel pada inspeksi ini

dilakukan setiap 500 ton satu kali, hal ini dilakukan dengan cara uji kepadatan,

warna biji gandum, dan kandungan/ kadar yang dimiliki gandum apakah telah

Page 69: 10 Kasus SQC

sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Cara mengetahui kadar kandungan ash

dan moisture pada gandum yaitu dengan menggiling sendiri dengan alat giling

gandum yang dimiliki laboratorium yang selanjutnya di uji pada grain analyzer.

Pada tahapan kedua, gandum yang telah bersih di milling/digiling sesuai

dengan spesifikasinya. Pada tahapan ini terjadi inspeksi yang kedua yaitu

pengambilan sampel pada mesin milling yang bertujuan untuk mengontrol apakah

kadar/kandungan gandum yang telah digiling tetap terjaga. Inspeksi ini dilakukan

per dua jam produksi. Inspeksi dilakukan di laboratorium pengendalian mutu, pada

tahapan ini inspeksi dilakukan dengan dua metode yaitu metode manual dan praktis

yang dalam hal ialah pengujian kadar ash dan moisture . Metode standar

menggunakan oven sedangkan metode praktisnya menggunakan alat uji grain

analyzer yaitu alat pengukur ash dan moisture. Perubahan kadar ash dan kadar

moisture biasanya dipengaruhi oleh suhu, udara dan settingan mesin yang tidak

sesuai. Ketika kadar ash dan moisture tidak sesuai dengan standar, maka pihak

laboratorium wajib melaporkan/menegur pihak milling agar memerhatikan kembali

settingan mesin milling yang sedang menggiling gandum. Tindakan pengendalian

mutu tersebut merupakan upaya untuk menjaga kualitas hasil milling agar dapat

memenuhi standar yang telah ditetapkan, yaitu standar berdasarkan ISO 9.000-

22.000, SNI, dan standar yang telah ditetapkan sendiri oleh perusahaan. Standar yang

telah ditetapkan oleh perusahaan biasanya berdasarkan dengan kompetitor dan

permintaan konsumen.

Pada tahapan ketiga, yaitu pada saat produk tepung terigu sudah berada

dalam kemasan/produk jadi. Pada tahapan ini inspeksi dilakukan dengan cara

pengambilan sampel pada tepung terigu yang telah dikemas, pengambilan sampel

dilakukan tiap dua jam produksi. Tiap merek memiliki kualitas atau kadar kandungan

Page 70: 10 Kasus SQC

yang berbeda-beda maka dengan adanya pengendalian mutu ini perusahaan dapat

menjamin kualitas produknya. Tiap produk memiliki nomor produksi dan tiap nomor

produksi memiliki quality assurance. Quality assurance merupakan tanggung jawab

penuh dari laboratorium pengendalian mutu. Laboratorium memiliki data-data kadar

kandungan tiap nomor produksi produk, hal inilah yang menjadi dasar quality

assurance PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar.

4.5 Hasil Analisis

4.5.1 Analisis Diagram Sebab Akibat

Diagram ini berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor utama yang

berpengaruh pada kualitas. Empat kategori yang biasanya ada dalam diagram

sebab akibat yaitu: materi/bahan baku, mesin/peralatan, manusia, dan metode.

Inilah yang disebut 4M yang merupakan penyebab. Keempat kategori ini

memberikan suatu daftar periksa yang baik untuk melakukan analisis awal.

Berdasarkan hasil branstorming dan pengamatan yang dilakukan ditemukan

beberapa faktor yang memengaruhi mutu kadar ash dan moisture pada in process

produk tepung terigu merek gatotkaca dan kompas yaitu: bahan baku, mesin/alat,

kemasan, lingkungan, metode, dan karyawan. Diagram sebab akibat ditunjukkan pada

gambar 4.3, dan penjelasannya ialah sebagai berikut:

1. Bahan Baku

Bahan baku utama dalam produksi PT. Eastern Pearl Flour Mills adalah biji

gandum yang berasal dari beberapa negara yang terdiri atas dua jenis gandum

yaitu hard wheat dan soft wheat. Mutu biji gandum yang datang setiap harinya

berbeda-beda, kualitas biji gandum ini dipengaruhi oleh sterilisasi kontener

pengantar gandum, cuaca dan suhu. Cuaca hujan biasanya menjadi tantangan

tersendiri bagi perusahaan, yaitu dalam menjaga suhu gandum sampai pada produk

Page 71: 10 Kasus SQC

jadi. Kadar moisture dan ash bahan baku dapat berubah-ubah, untuk itu dilakukan

pengendalian agar kualitas gandum yang akan digunakan sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan. Ketika kadar ash dan moisture bahan baku tinggi akan

menghasilkan kualitas gandum yang buruk sehingga produk tidak akan diterima

oleh konsumen. Standar kualitas PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar harus lolos

dari standar yang ditetapkan yaitu SNI, ISO 22.000, dan standar tersendiri yang

telah ditetapkan oleh perusahaan.

2. Mesin/Alat

Mesin atau peralatan merupakan faktor yang sangat penting dalam

menghasilkan produk yang bermutu. Mesin/alat yang digunakan PT. Eastern Pearl

Flour Mills antara lain : silo, roller, milling, sifter, dan ruther. Beberapa alat yang

digunakan dalam pengendalian mutu pada laboratorium yaitu oven uji penguji kadar

dan grain analyzer yang mampu menganalisa berapa persen kadar kandungan

yang terdapat pada tepung terigu. Selain itu ada beberapa alat penunjang uji mutu

lainnya seperti tabung reaksi, mikroskop, alat uji tekstur tepung terigu dll. Mesin/alat

membutuhkan perawatan yang khusus agar kinerjanya optimal, perawatan yang

dilakukan berupa mensterilkan alat.

3. In Process

Pada in process terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, intinya ialah

merupakan proses penggilingan gandum yang selanjutnya akan menghasilkan tepung

terigu. Kualitas in process sangat menentukan proses milling atau penggilingan

prosess ini dipengaruhi oleh settingan mesin, suhu dan kelembaban. Settingan mesin

merupakan hal yang paling penting harus diperhatikan oleh karyawan produksi,

karena sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar ash dan moisture

gandum yang sedang digiling. Ketika kadar ash dan moisture

Page 72: 10 Kasus SQC

tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan, maka dengan

segera pihak laboratorium akan melaporkan/menegur kepada pihak milling untuk

mengecek/ merubah settingan mesin agar tetap menjaga kadar ash dan moisture

seperti yang diinginkan. Pada saat milling kadar moisture akan mengalami penurunan

4-5% hal ini terjadi karena adanya proses penggilingan yang mengakibatkan

menurunnya kadar moisture walaupun sebelum penggilingan gandum ditambahkan

air agar mudah memperoleh bagian tepung yang terdapat pada inti gandum.

Sedangkan untuk kadar ash, pada proses inilah kadar ash muncul, terjadinya

penggilingan pada gandum mengakibatkan terpecahnya/terpisahnya bagian tepung

dan bukan tepung pada gandum.

4. Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan suasana dimana karyawan melakukan

aktivitas setiap harinya yang dalam hal ini ialah lingkungan kerja pada saat proses

milling dilakukan. Beberapa faktor lingkungan yang memengaruhi kinerja karyawan

produksi pada PT. Eastern Pearl Flour Mills Makassar yaitu temperatur, suhu,

kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, kebersihan, dan penerangan. Beberapa

faktor lingkungan tersebut memengaruhi kualitas milling, suhu dan kelembaban

seringkali mempengaruhi tinggi rendahnya kadar ash dan moisture. Lingkungan

yang baik akan memengaruhi kinerja karyawan , semakin baik lingkungannya

semakin tinggi juga produktivitasnya dalam meningkatkan kualitas produk.

5. Metode Uji

In process tepung terigu Gatotkaca dan Kompas harus melewati tahap

pengujian laboratorium mutu. Laboratorium telah memiliki standar tersendiri untuk

menyatakan apakah suatu milling itu dikatakan lolos uji atau tidak yang selanjutnya

laboratorium akan menyatakan produk tersebut siap untuk dikemas. Metode uji

Page 73: 10 Kasus SQC

dilakukan per dua jam produksi, pengujian dilakukan dilaboratorium pengendalian

mutu perusahaan. pengujian kadar ash dan moisture dilakukan dengan metode

manual dan praktis. Setiap produk yang dinyatakan lolos akan mendapatkan quality

assurance. Setiap produk/merek memiliki spesifikasi kadar kandungan yang

berbeda-beda. Begitu pula dengan produk Gatotkaca dan Kompas. Standar

maksimum kadar ash Gatotkaca max 0,70% dan untuk standar maksimum kadar

moisture Gatotkaca max 14,02%. Sedangkan untuk produk Kompas memiliki

standar maksimum kadar ash max 0,60% dan untuk standar maksimum kadar

moisture max 14,20% ketika proses milling berlangsung.

6. Karyawan

Karyawan memiliki peranan yang penting terhadap mutu produk yang

dihasilkan. Karyawan produksi yang bertugas atau operator yang bertugas harus

berkonsentrasi penuh dalam mengendalikan mesin dan peralatan yang digunakan

dalam proses milling agar berfungsi sebagaimana mestinya. Kedisiplinan dan

ketelitian merupakan hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh karyawan

laboratorium dalam menguji kandungan bahan baku, in process dan produk akhir atau

setiap kali dilakukan inspeksi. Ketelitian dibutuhkan karena kegiatan menguji ini

merupakan pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap

kelangsungan hidup produk yang dihasilkan. Selain itu pula tingkat pengetahuan

karyawan akan in process sangat mempengaruhi kinerja karyawan dalam menjaga

pengendalian mutu in process

Page 74: 10 Kasus SQC

Cuaca Parameter Mutu

Hard Wheat Suhu Kadar Ash

Suhu Settingan Mesin Analisis Mutu

Soft Wheat Kelembaban Kadar MoistureSilo Penyimpanan Alat Uji

Kedisiplinan Penerangan Roller

Kebisingan Ruther

Pengetahuan Sirkulasi Udara Sifter

Kebersihan Alat Uji Lab

Ketelitian Temperatur Milling

Mutu In ProccesGatotkaca dan

Kompas

SDM Lingkungan Mesin

Gambar 4.3 : Diagram Sebab Akibat Kualitas In Procces Gatotkaca dan Kompas

Page 75: 10 Kasus SQC

59

4.5.2 Analisis Grafik kendali

Analisis grafik kendali untuk kadar ash dan moisture pada tepung terigu

Gatotkaca dan Kompas menggunakan grafik kendali X-chart dan R-chart. Grafik ini

digunakan untuk mengawasi proses yang bersifat kontinu. Grafik X-chart dan R-

chart sering digunakan pada data variabel. Grafik kendali X-chart merupakan grafik

yang menunjukkan rata-rata dari suatu proses, serta menunjukkan apakah yang

dihasilkan telah sesuai dengan standar pengendalian mutu perusahaan. Grafik kendali

R-chart merupakan grafik yang menunjukkan ketepatan terjadinya perubahan-

perubahan yang terjadi pada produk yang dihasilkan. Pengambilan sampel untuk

grafik ini adalah sebanyak lima kali sehari pada beberapa mills yaitu mills A, B, C, dan

E. Pengambilan sampel Gatotkaca diperoleh dari mills E, sedangkan sampel Kompas

diperoleh dari mills A, B, dan C. Keriteria proses tidak terkendali antara lain: satu titik

atau beberapa titik diluar batas kendali, dua atau tiga titik yang berurutan di luar batas

peringatan 2-sigma tetapi masih dalam batas kendali, empat atau lima titik yang

berturutan di luar batas 1-sigma, pola tak biasa atau tak random dalam data, dan satu

atau beberapa titik dekat satu batas peringatan atau pengendalian (Montgomery,

1990). Berikut grafik kendali untuk pengendalian mutu in process kadar ash dan

moisture Gatotkaca dan kompas:

1. Grafik Kendali Pengendalian Mutu In Process Kadar Ash Gatotkaca

Grafik kendali Xbar pengendalian mutu in process kadar ash Gatotkaca

menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena ada satu titik yang

memenuhi keriteria tidak terkendali, satu titik tersebut berada dibawah zona 1

sigma/LCL tepatnya pada sampel ke-21. Satu titik yang dinyatakan tidak terkendali

berada dibawah nilai LCL yaitu berada pada kisaran nilai 0,60 sampai 0,63. Grafik

kendali untuk kadar ash Gatotkaca dapat dilihat pada gambar 4.4. Nilai Xdouble bar

Page 76: 10 Kasus SQC

60

0,66 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 2 tidak melebihi batas standar yang

ditetapkan oleh perusahaan untuk kadar ash Gatotkaca yaitu 0,83. Sedangkan nilai

LCL 0,63 dan UCL 0,69, sesuai dengan perhitungan X-chart untuk ash Gatotkaca

yang ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar ash Gatotkaca berada pada

kisaran 0,63 sampai 0,69 dengan rata-rata 0,66.

0,69

0,66

X-Chart UCL

Mean

0,63

0,601 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Gambar 4.4 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Ash Gatotkaca

0,15R-Chart

0,1

0,05

UCL

Range

01 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Gambar 4.5 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Ash Gatotkaca

Grafik kendali Rbar untuk in process kadar ash Gatotkaca menunjukkan tidak

terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena ada dua titik yang tidak memenuhi

kriteria tidak terkendali, dua titik tersebut berada diatas zona 3 sigma/UCL tepatnya

Page 77: 10 Kasus SQC

61

pada titik ke-1 dan ke-17. Nilai Rbar ash Gatotkaca, seperti yang ditunjukkan pada

lampiran 2, nilai rata-rata/range 0,05, LCL 0, dan UCL 0,11, perhitungan nilai LCL dan

UCL dapat dilihat pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar ash Gatotkaca bervariasi

berada pada kisaran 0 sampai 0,11, dengan rata-rata 0,05. Grafik kendali Rbar dapat

dilihat pada gambar 4.5.

2. Grafik Pengendalian Mutu In Process Kadar Moisture Gatotkaca

Grafik kendali Xbar pengendalian mutu in process kadar moisture Gatotkaca

menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan berada tidak terkendali karena ada satu

titik yang memenuhi keriteria tidak terkendali, satu titik tersebut berada diatas zona

3 sigma/UCL tepatnya pada titik ke-25. Nilai Xdoeble bar 13,88 tidak melewati standar

yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 14,2, seperti yang ditunjukkan lampiran 3.

Sedangkan nilai LCL 13,68 dan UCL 14,08, nilai sesuai dengan perhitungan yang

ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar moisture Gatotkaca berada pada

kisaran 13,68 sampai 14,08 dengan rata-rata 13,88. Pada grafik Xbar terdapat satu

titik yang berada diatas nilai UCL yaitu yang berada pada kisaran nilai 14,08

sampai 14,28. Grafik kendali X-chart dapat dilihat pada gambar 4.6.

14,28X-Chart

14,08 UCL

13,88 Mean

13,681 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

LCL

Gambar 4.6 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Moisture Gatotkaca

Page 78: 10 Kasus SQC

62

Grafik kendali Rbar untuk in process kadar moisture Gatotkaca menunjukkan

tidak terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena ada empat titik yang tidak

memenuhi kriteria tidak terkendali, empat titik tersebut berada diatas zona 3

sigma/UCL tepatnya pada titik ke-8, ke-25,ke-26, dan ke-27 . Nilai Rbar moisture

Gatotkaca 0,35, seperti yang ditunjukkan pada lampiran 3. LCL 0, dan UCL 0,74

seperti ditunjukkan pada lampiran 6. Hal ini berarti kadar moisture Gatotkaca

bervariasi berada pada kisaran 0 sampai 0,74, dengan rata-rata 0,37. Grafik R bar

terdapat beberapa titik yang berada diatas UCL yaitu terdapat ada empat titik yang

berada pada kisaran nilai 0,74 sampai 1,48. Grafik R-chart dapat dilihat pada

gambar 4.7.

R-Chart1,48

1,11

0,74

0,37

01 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

UCL

Range

LCL

Gambar 4.7 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Moisture Gatotkaca

Secara keseluruhan pada grafik kendali pengendalian mutu kadar ash dan

moisture Gatotkaca terdapat delapan titik yang memenuhi kriteria tidak terkendali.

Pengendalian mutu kadar ash dan moisture Gatotkaca pada in process terlihat

masih tidak terkendali, menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus

dalam in process. Variasi penyebab khusus dapat berupa kondisi suhu dan

kelembaban pada saat in process tidak sesuai/berubah sehingga mengakibatkan

tingginya kandungan kadar ash dan moisture pada Gatotkaca. Selain itu settingan

Page 79: 10 Kasus SQC

63

mesin yang tidak sesuai juga memengaruhi tingginya kadar ash dan moisture.

Variasi penyebab khusus ini juga dapat berupa terjadinya kesalahan dalam

pengujian pada laboratorium pengendalian mutu saat melakukan pengujian kadar ash

dan moisture Gatotkaca. Walaupun dikatakan tidak terkendali menurut P-chart,

namun dikatakan terkendali oleh pihak laboratorium/perusahaan karena tidak

melewati standar pengendalian mutu yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,83

untuk ash Gatotkaca dan 14,20 untuk moisture Gatotkaca.

3. Grafik Pengendalian Mutu In Process Kadar Ash Kompas

Grafik kendali pengendalian mutu Xbar in process kadar ash Kompas

menunjukkan tidak terkendali. Dikatakan berada tidak terkendali karena ada tiga

titik yang memenuhi keriteria tidak terkendali yang berada diatas zona 3 sigma/UCL

tepatnya pada titik ke-23, ke-28, dan ke-30. Ketiga titik tersebut berada pada

kisaran nilai 0,65 sampai 0,67. Nilai Xdouble bar ash Kompas 0,65 seperti yang

ditunjukkan pada lampiran 4, tetap berada pada standar pengendalian mutu ash

Kompas yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,70. Nilai UCL 0,65 dan LCL 0,61,

sesuai dengan perhitungan pada lampiran 7. Hal ini berarti kadar ash Kompas

berada pada kisaran nilai 0,61 sampai 0,65 dengan rata-rata 0,63. Grafik X-chart

dapat dilihat pada gambar 4.8.

Grafik kendali Rbar pengendalian mutu in process kadar ash Kompas

menunjukkan terkendali. Dikatakan terkendali karena tidak ada titik yang memenuhi

kriteria tidak terkendali, semua titik berada dibawah zona 3 sigma/UCL dan diatas

zona 1 sigma. Pada nilai Rbar 0,03 ash Kompas, seperti yang ditunjukkan pada

lampiran 4. Sedangkan nilai LCL 0, dan UCL 0,06 sesuai dengan perhitungan pada

lampiran 7. Hal ini berarti kadar ash kompas bervariasi berada pada kisaran 0

Page 80: 10 Kasus SQC

64

sampai 0,06, dengan rata-rata 0,03. Grafik kendali pengendalian mutu R-chart ash

Kompas dapat dilihat pada gambar 4.9.

0,67 X-Chart

0,65

0,63

UCL

Mean

0,611 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

LCL

Gambar 4.8 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Ash Kompas

0,06 R-ChartUCL

0,03 Range

0,001 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

LCL

Gambar 4.9 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Ash Kompas

4. Grafik Pengendalian Mutu In Process Kadar Moisture Kompas

Grafik kendali Xbar untuk in process kadar moisture Kompas menunjukkan

tidak terkendali. Dikatakan tidak terkendali karena ada tiga titik yang memenuhi

keriteria tidak terkendali, tiga titik tersebut berada diatas zona 3 sigma/UCL

tepatnya pada titik ke-11, ke-15, dan ke-29. Tiga titik yang berada diatas nilai UCL

tersebut pada kisaran nilai 13,90 sampai 14,05. Nilai Xdouble bar moisture Kompas

Page 81: 10 Kasus SQC

65

13,80 seperti yang ditunjukkan pada lampiran 5 tidak melebihi batas standar yang

ditetapkan oleh perusahaan yaitu 14,2 namun pada grafik dilakukan pembulatan

menjadi 13,75. Nilai LCL 13,60 dan UCL 13,90, sesuai dengan perhitungan pada

lampiran 7. Hal ini berarti kadar moisture Kompas berada pada kisaran 13,60 sampai

13,90 dengan rata-rata 13,75. Grafik kendali pengendalian mutu moisture

Kompas dapat dilihat pada gambar 4.10.

14,05

13,9

13,75

X-ChartUCL

Mean

LCL

13,61 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Gambar 4.10 : Grafik Kendali X-Chart In Process Kadar Moisture Kompas

Grafik kendali Rbar untuk in process kadar moisture Kompas menunjukkan

terkendali. Dikatakan terkendali karena tidak ada titik yang memenuhi keriteria tidak

terkendali, semua titik berada dibawah zona 3 sigma/UCL dan diatas zona 1

sigma/LCL. Nilai Rbar moisture Kompas, seperti yang ditunjukkan pada lampiran 5

adalah sebesar 0,27, namun dilakukan pembulatan pada grafik 0,28. Nilai LCL 0,

dan UCL 0,56, sesuai dengan perhitungan yang ditunjukkan pada lampiran 7. Hal ini

berarti kadar moisture Kompas bervariasi berada pada kisaran 0 sampai 0,56,

dengan rata-rata 0,28. Grafik kendali pengendalian mutu moisture kompas dapat

dilihat pada gambar 4.11.

Page 82: 10 Kasus SQC

66

0,56

0,28

0

R-Chart

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

UCL

Range

LCL

Gambar 4.11 : Grafik Kendali R-Chart In Process Kadar Moisture Kompas

Pengendalian mutu Kadar ash dan moisture kompas pada in process

berdasarkan grafik di atas masih tidak terkendali, maka terdapat variasi penyebab

khusus pada in process. Variasi penyebab khusus yang mempengaruhi tingginya

kadar ash dan moisture Kompas dapat berupa settingan mesin milling yang tidak

tepat. Grafik Xbar dan Rbar ash dan moisture kompas menunjukkan tidak terkendali.

Dikatakan tidak terkendali karena terdapat enam titik yang memenuhi keriteria tidak

terkendali yang berada di atas zona 3 sigma/UCL. Walaupun dikatakan tidak

terkendali menurut P-chart, namun dikatakan terkendali oleh pihak

laboratorium/perusahaan karena tidak melewati standar pengendalian mutu yang

ditetapkan oleh perusahaan yaitu 0,70 untuk ash Kompas dan 14,2 untuk moisture

Kompas.

Secara kesuluruhan dengan melihat delapan grafik kendali pengendalian mutu

pada pengendalian mutu in process Gatotkaca dan Kompas, pengendalian mutu in

process Kompas lebih terkendali dibandingkan pengendalian mutu in process

Gatotkaca. Pengendalian mutu in process kompas memiliki enam titik yang tidak

terkendali sedangkan Gatotkaca memiliki delapan titik yang tidak terkendali.

Page 83: 10 Kasus SQC

28

ANALISIS KEHILANGAN MINYAK PADACRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN MENGGUNAKAN

METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL

Vera Devani1 dan Marwiji2

Abstract: PKS “XYZ” merupakan perusahaan yang bergerak di bidangpengolahan kelapa sawit. Produk yang dihasilkan adalah Crude Palm Oil (CPO)dan Palm Kernel Oil (PKO). Tujuan penelitian ini adalah menganalisakehilangan minyak (oil losses) dan faktor-faktor penyebab dengan menggunakanmetoda Statistical Process Control. Statistical Process Control adalahsekumpulan strategi, teknik, dan tindakan yang diambil oleh sebuah organisasiuntuk memastikan bahwa strategi tersebut menghasilkan produk yang berkualitasatau menyediakan pelayanan yang berkualitas. Sampel terjadinya oil losses padaCPO yang diteliti adalah tandan kosong (tankos), biji (nut), ampas (fibre), dansludge akhir. Berdasarkan Peta Kendali I-MR dapat disimpulkan bahwa kondisikeempat jenis oil losses CPO berada dalam batas kendali dan konsisten.Sedangkan nilai Cpk dari total oil losses berada di luar batas kendali rata-rataproses, hal ini berarti CPO yang diproduksi telah memenuhi kebutuhanpelanggan, dengan total oil losses kurang dari batas maksimum yang ditetapkanoleh perusahaan yaitu 1,65%.

Keywords: capabilities, oil losses, I-MR control chart, SPC

PENDAHULUANPabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan pabrik yang mengolah kelapa sawit

dengan metode dan aturan tertentu hingga menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) danPalm Kernel Oil (PKO). Dalam proses pengolahan tersebut, perusahaan selaluberupaya untuk mengoptimalkan jumlah rendemen CPO dan PKO. Salah satu sistemmanajemen yang diterapkan untuk mendapatkan jumlah rendemen yang optimaladalah menekan terjadinya kehilangan minyak (oil losses) pada CPO dan kehilanganKernel (losses PKO) selama proses produksi.

Dalam proses produksinya, PKS “XYZ” berupaya mengoptimalkan hasilrendemen serta memperbaiki mutu produk. Dengan demikian, PKS tersebut dapatdipastikan juga mengupayakan agar kehilangan minyak (oil losses) terjadi seminimalmungkin. Kehilangan minyak biasanya terjadi di beberapa titik di stasiun-stasiunkerja yang ada di lantai produksi. Besarnya nilai rata-rata losses yang terjadi dalamperiode antara 27 Februari sampai dengan 29 April 2012 adalah tandan kosong2,43%, screw press yakni terdapat pada ampas (fibre) 5,26%, biji (nut) 0,78% sertapada draf akhir (sludge akhir) 0,8%.

Dari titik-titik lokasi terjadinya oil losses tersebut, perusahaan memberikanstandar atau batasan maksimal kehilangan. Dalam pelaksanaannya, perlu adanyatindakan analisa terhadap kehilangan CPO guna mengetahui apakah persentasekehilangan CPO tersebut masih berada pada standar yang ditetapkan perusahaan serta

1 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif KasimJl. H.R. Soebrantas No. 155, Km 15,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru (28293)E-mail: [email protected]

2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif KasimJl. H.R. Soebrantas No. 155, Km 15,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru (28293)

Naskah diterima: 16 April 2014, direvisi: 12 Juni 2014, disetujui: 10 Juli 2014

Typewritten text
KASUS VI
Page 84: 10 Kasus SQC

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

29

guna mengetahui efektivitas dari alat-alat yang terdapat pada stasiun-stasiun tempatterjadinya oil losses sehingga pada akhirnya dapat menekan kehilangan CPO.

Statistical Process Control (SPC) merupakan metoda pengambilan keputusansecara analitis yang memperlihatkan suatu proses berjalan dengan baik atau tidak(Zagloel & Nurcahyo, 2013). Statistical Process Control (SPC) digunakan untukmemantau konsistensi proses yang digunakan untuk pembuatan produk yangdirancang dengan tujuan mendapatkan proses yang terkendali.

Penelitian yang dilakukan oleh Umariah, dkk. (2007) tentang analisishubungan nilai sortasi tandan buah segar (TBS) terhadap mutu dan rendemen CruidePalm Oil (CPO), serta kehilangan minyak menggunakan metoda kuantitatifdeskriptif. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai sortasi TBS yangdiperoleh berkorelasi negatif terhadap rendemen CPO, kadar kotoran CPO dankehilangan minyak dengan kontribusi berturut-turut 3%, 1% dan 0,5%, sertaberkorelasi positif terhadap Asam Lemak Bebas (ALB) Mass Passing to Digester(MPD) dan ALB CPO produksi dengan kontribusi 0,8% dan 1,7%.

Putri (2012) melakukan penelitian tentang analisis kehilangan minyak (oillosses) yang terdapat pada empty bunch, press dan finnal effluent dengan caraekstraksi menggunaan alat sokletasi. Dari hasil penelitian diperoleh kadar oil lossesyang tinggi mempengaruhi efisiensi produksi pengolahan, hal ini disebabkan olehsetiap peralatan yang tidak memiliki kemampuan dan kapasitas design yang optimal,dan kualitas tandan buah segar, sehingga oil losses yang dihasilkan menjadi tinggidan OER yang dihasilkan semakin menurun.

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk menganalisa konsistensikehilangan minyak (oil losses) pada CPO dan faktor-faktor penyebab denganmenggunakan metoda Statistical Process Control.

LANDASAN TEORIDefinisi Kualitas

Dalam dunia industri baik industri jasa maupun manufaktur mutu adalahfaktor kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan dan peningkatan posisibersaing. Kualitas merupakan sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan, bukan olehpemasaran atau manajemen. Kualitas didasarkan pada pengalaman aktual pelangganterhadap produk atau jasa, dimana diukur berdasarkan persyaratan pelanggan tersebutdinyatakan atau tidak dinyatakan, secara teknis atau bersifat subjektif dan selalumewakili sasaran yang bergerak dalam pasar yang penuh persaingan.

Kualitas didefenisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan danpenurunan variasi karakteristik kualitas dari suatu produk yang dihasilkan, agarmemenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan guna meningkatkan kepuasanpelanggan (Ariani, 2004).

Statistical Process Control (SPC)Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen dimana

mengukur karakteristik kualitas dari produk atau jasa, kemudian membandingkanhasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan serta mengambiltindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan kinerja aktual danstandar.

Pengendalian kualitas produksi dapat dilakukan dengan berbagai cara,misalnya dengan penggunaan bahan/material yang bagus, penggunaan mesin-mesin/peralatan produksi yang memadai, tenaga kerja yang terampil, dan prosesproduksi yang tepat. Dalam hal ini pengendalian kualitas secara statistik (Statistical

Page 85: 10 Kasus SQC

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

30

Quality Control) dapat digunakan untuk menemukan kesalahan produksi yangmengakibatkan produk tidak baik, sehingga dapat diambil tindakan lebih lanjut untukmengatasinya.

Statistic quality control adalah teknik yang digunakan untuk mengendalikandan mengelola proses baik manafaktur maupun jasa melalui penggunaan metodestatistik. Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalahyang digunakan untuk memonitor, mengelola, menganalisis, mengendalikan,memperbaiki produk dan proses menggunakan metode statistik (Gaspersz, 2003).

Menurut Ariani (2004), pengendalian kualitas statistik (statistic qualitycontrol) secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu pengendalian prosesstatistik (statistic process control) dan rencana penerimaan sampel produk(acceptance sampling). Berdasarkan jenis data yang digunakan pengendalian kualitasstatistik dapat dibagi atas dua golongan, yaitu pengendalian kualitas untuk datavariabel dan pengendalian kualitas untuk data atribut.

Alat Pengendalian KualitasAlat-alat pengendalian kualitas diperlukan untuk melakukan pengendalian

kualitas dimana untuk mendeteksi adanya cacat dari suatu produk. Fungsi alatpengendalian kualitas adalah meningkatkan kemampuan perbaikan prosessehinggakan diperoleh peningkatan kemampuan berkompetensi, dan meningkatkanproduktifitas sumber daya. Statistical process control dibuat dengan tujuan untukmendeteksi penyebab khusus yang mengakibatkan terjadinya kecacatan atau proses diluar kendali sedini mungkin sehingga kualitas produk dapat dipertahankan (Gasperz,2003).

Kendali proses secara statistic ini terdiri dari 7 alat pengendalian kualitas yanglebih dikenal dengan istilah seven tools. Ketujuh alat tersebut adalah:1. Diagram alir (flow chart)

Diagram alir adalah alat bantu yang memberikan gambaran visual urutan operasiyang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas. Diagram alir merupakanlangkah-langkah pertama dalam memahami suatu proses, baik administrasimaupun manufaktur. Diagram alir memberikan ilustrasi visual berupa gambarlangkah-langkah suatu proses untuk menyelesaikan tugas tertentu.

2. Diagram ParetoFungsi diagram Pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalahutama untuk peningkatan kualitas. Diagram Pareto dibuat untuk menemukan ataumengetahui masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaianmasalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan, maka akan bisa menetapkan prioritas perbaikan.Perbaikan pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yanglebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti. Dalamdiagram Pareto berlaku aturan 80/20, artinya yaitu 20% jenis kesalahan/kecacatandapat menyebabkan 80% kegagalan proses.

3. Diagram sebab akibat (cause and effect diagram)Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yangberpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas outputkerja. Dalam hal ini metode sumbang saran (brainstorming method) akan cukupefektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangankerja secara detail.

4. Lembar periksa (check sheet)

Page 86: 10 Kasus SQC

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

31

Check sheet merupakan alat yang memungkinkan pengumpulan data sebuah prosesyang mudah, sistematis, dan teratur. Alat ini berupa lembar kerja yang telahdicetak sedemikian rupa sehingga data dapat dikumpulkan dengan mudah dansingkat. Data yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai masukan data untukperalatan kualitas lain.

5. HistogramHistogram adalah salah satu metode statistik untuk mengatur data sehingga dapatdianalisa dan diketahui distribusinya. Histogram merupakan tipe grafik batangyang jumlah datanya dikelompokkan ke dalam beberapa kelas dengan rentangtertentu. Setelah data dalam setiap kelas diketahui, maka dapat dibuat Histogramdari data tersebut. Histogram tersebut dapat dilihat gambaran penyebaran datamasih sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.

6. Diagram pencar(scatter diagram)Diagram pencar (scatter diagram) digunakan untuk melihat korelasi atauhubungan dari suatu faktor penyebab yang berkesinambungan terhadap suatukarakteristik kualitas hasil kerja.

7. Peta kendali (control chart)Peta kendali adalah teknik pengendali proses pada jalur yang digunakan secaraluas untuk menyelidiki secara cepat terjadinya sebab-sebab terduga atau prosessedemikian sehingga penyelidikan terhadap proses itu dan tindakan pembetulandapat dilakukan sebelum telalu banyak unit yang tidak sesuai diproduksi.

Peta Kendali MR (Moving Range)Pembuatan peta ini diterapkan proses yang menghasilkan output relative

homogen, misalnya cairan kimia, kandungan mineral dalam air, makanan, dansebagainya. Demikian pula dengan kasus–kasus dimana inspeksi 100% digunakanuntuk proses produksi yang sangat lama.= | − | …. (1)= ∑ …. (2)= × …. (3)= × …. (4)

Kemampuan Proses Kane (Capability Process Kane)Indeks performansi Kane merefleksikan kedekatan nilai rata–rata dari proses

sekarang terhadap salah satu batas spesifikasi atas (USL) atau batas spesifikasi bawah(LSL) rumus yang digunakan pada Cpk = CPU adalah (Rao & Lawrence, 1996):= ( )× .... (5)

= ( )× .... (6)

Kriteria penilaian Cpk adalah (Rao & Lawrence, 1996):1. Jika nilai Cpk negatif, menunjukkan bahwa proses tidak memenuhi spesifikasi.2. Jika nilai Cpk = 0, menunjukkan bahwa rata-rata proses sama dengan salah satu

batas spesifikasi.3. Jika nilai Cpk < 1, menunjukkan bahwa proses menghasilkan produk tidak sesuai

dengan spesifikasi.4. Jika nilai Cpk antara 0 dan 1, menunjukkan bahwa rata-rata proses terletak dalam

Page 87: 10 Kasus SQC

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

32

batas spesifikasi tetapi beberapa bagian dari variasi proses terletak di luar batasspesifikasi.

5. Nilai Cpk secara de facto standard = 1, menunjukkan bahwa proses sesuai denganspesifikasi.

6. Jika nilai Cpk > 1, menunjukkan bahwa proses lebih baik dari spesifikasi yangdiinginkan.

METODOLOGI PENELITIANData yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah kadar oil losses CPO pada

tandan kosong (tankos), ampas (fibre), biji (nut), draf (sludge) akhir 27 Feb - 29 April2012 sebanyak 30 sampel serta standar oil losses perusahaan. Metode yang digunakanpada penelitian ini adalah metode statistical process control. Tools yang digunakanpada pengolahan data adalah histogram, control chart I–MR dan indeks kinerja Kane(Cpk). Analisa faktor-faktor penyebab terjadinya oil losses CPO menggunakanDiagram Sebab Akibat (Fishbone).

HASIL DAN PEMBAHASANBatas normal kehilangan minyak (oil losses) sesuai dengan sasaran mutu yang

diterapkan oleh perusahaan seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Batas normal kehilangan minyak

No. Keterangan Kadar Maksimum (%)1 Tankos 2,502 Biji (nut) 0,803 Ampas (fibre) 6,004 Sludge akhir 0,705 Total oil losses 1,65

Sumber: Sistem Manajemen Mutu PKS “XYZ” (2012)

Histogram Kadar Oil Losses CPO1. Histogram total oil losses CPO

Dari data hasil pengujian kadar oil losses pada semua titik sampel, maka histogramtotal oil losses CPO dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Histogram total oil losses CPO (27 Februari-29 April 2012)

2. Histogram rata-rata oil losses terhadap kondisi normal

02468

1012141618

1,58 1,59

8

Fre

kuen

si

Distribusi Frekuensi Total Oil Losses CPO(27 Februari-29 April 2012)

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

32

batas spesifikasi tetapi beberapa bagian dari variasi proses terletak di luar batasspesifikasi.

5. Nilai Cpk secara de facto standard = 1, menunjukkan bahwa proses sesuai denganspesifikasi.

6. Jika nilai Cpk > 1, menunjukkan bahwa proses lebih baik dari spesifikasi yangdiinginkan.

METODOLOGI PENELITIANData yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah kadar oil losses CPO pada

tandan kosong (tankos), ampas (fibre), biji (nut), draf (sludge) akhir 27 Feb - 29 April2012 sebanyak 30 sampel serta standar oil losses perusahaan. Metode yang digunakanpada penelitian ini adalah metode statistical process control. Tools yang digunakanpada pengolahan data adalah histogram, control chart I–MR dan indeks kinerja Kane(Cpk). Analisa faktor-faktor penyebab terjadinya oil losses CPO menggunakanDiagram Sebab Akibat (Fishbone).

HASIL DAN PEMBAHASANBatas normal kehilangan minyak (oil losses) sesuai dengan sasaran mutu yang

diterapkan oleh perusahaan seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Batas normal kehilangan minyak

No. Keterangan Kadar Maksimum (%)1 Tankos 2,502 Biji (nut) 0,803 Ampas (fibre) 6,004 Sludge akhir 0,705 Total oil losses 1,65

Sumber: Sistem Manajemen Mutu PKS “XYZ” (2012)

Histogram Kadar Oil Losses CPO1. Histogram total oil losses CPO

Dari data hasil pengujian kadar oil losses pada semua titik sampel, maka histogramtotal oil losses CPO dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Histogram total oil losses CPO (27 Februari-29 April 2012)

2. Histogram rata-rata oil losses terhadap kondisi normal

1,59 1,60 1,61 1,62 1,63 1,64

11

17

14

6

31

Persentase Losses

Distribusi Frekuensi Total Oil Losses CPO(27 Februari-29 April 2012)

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

32

batas spesifikasi tetapi beberapa bagian dari variasi proses terletak di luar batasspesifikasi.

5. Nilai Cpk secara de facto standard = 1, menunjukkan bahwa proses sesuai denganspesifikasi.

6. Jika nilai Cpk > 1, menunjukkan bahwa proses lebih baik dari spesifikasi yangdiinginkan.

METODOLOGI PENELITIANData yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah kadar oil losses CPO pada

tandan kosong (tankos), ampas (fibre), biji (nut), draf (sludge) akhir 27 Feb - 29 April2012 sebanyak 30 sampel serta standar oil losses perusahaan. Metode yang digunakanpada penelitian ini adalah metode statistical process control. Tools yang digunakanpada pengolahan data adalah histogram, control chart I–MR dan indeks kinerja Kane(Cpk). Analisa faktor-faktor penyebab terjadinya oil losses CPO menggunakanDiagram Sebab Akibat (Fishbone).

HASIL DAN PEMBAHASANBatas normal kehilangan minyak (oil losses) sesuai dengan sasaran mutu yang

diterapkan oleh perusahaan seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Batas normal kehilangan minyak

No. Keterangan Kadar Maksimum (%)1 Tankos 2,502 Biji (nut) 0,803 Ampas (fibre) 6,004 Sludge akhir 0,705 Total oil losses 1,65

Sumber: Sistem Manajemen Mutu PKS “XYZ” (2012)

Histogram Kadar Oil Losses CPO1. Histogram total oil losses CPO

Dari data hasil pengujian kadar oil losses pada semua titik sampel, maka histogramtotal oil losses CPO dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Histogram total oil losses CPO (27 Februari-29 April 2012)

2. Histogram rata-rata oil losses terhadap kondisi normal

Page 88: 10 Kasus SQC

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

33

Histogram rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal dapat dilihat padagambar 2.

Gambar 2 Perbandingan rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal

Peta Kendali I-MR dan Indeks Kinerja Kane (Cpk).1. Peta kendali kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos

Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (27 Feb - 29 Maret2012) dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padatandan kosong (27 Pebruari-30 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 3, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tandankosong menunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karenasemua sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa

0

1

2

3

4

5

6

Tankos

Maks 2.5

Rata-rata 2.43

Kad

arL

osse

s

Perbandingan Rata-Rata Oil Losses CPOterhadap Kondisi Normal

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

33

Histogram rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal dapat dilihat padagambar 2.

Gambar 2 Perbandingan rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal

Peta Kendali I-MR dan Indeks Kinerja Kane (Cpk).1. Peta kendali kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos

Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (27 Feb - 29 Maret2012) dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padatandan kosong (27 Pebruari-30 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 3, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tandankosong menunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karenasemua sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa

Tankos Biji (Nut) Ampas(Fibre)

SludgeAkhir

Total Losses

0.8 6 0.7 1.65

0.78 5.26 0.8 1.6

Perbandingan Rata-Rata Oil Losses CPOterhadap Kondisi Normal

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

33

Histogram rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal dapat dilihat padagambar 2.

Gambar 2 Perbandingan rata-rata oil losses CPO terhadap kondisi normal

Peta Kendali I-MR dan Indeks Kinerja Kane (Cpk).1. Peta kendali kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos

Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (27 Feb - 29 Maret2012) dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padatandan kosong (27 Pebruari-30 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 3, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tandankosong menunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karenasemua sampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa

Page 89: 10 Kasus SQC

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

34

proses yang menyebabkan terjadinya oli losses CPO pada tankos tergolongkonsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk

sebesar 0,54, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadalam batas kendali, tetapi hanya sebagian berada di luar batas kendali. Kondisiini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada tankos (30 Maret-27 April 2012)

Berdasarkan gambar 4, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tankosmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO pada tankos tergolong konsisten.

Gambar 5. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada tankos

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

34

proses yang menyebabkan terjadinya oli losses CPO pada tankos tergolongkonsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk

sebesar 0,54, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadalam batas kendali, tetapi hanya sebagian berada di luar batas kendali. Kondisiini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada tankos (30 Maret-27 April 2012)

Berdasarkan gambar 4, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tankosmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO pada tankos tergolong konsisten.

Gambar 5. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada tankos

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

34

proses yang menyebabkan terjadinya oli losses CPO pada tankos tergolongkonsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk

sebesar 0,54, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadalam batas kendali, tetapi hanya sebagian berada di luar batas kendali. Kondisiini dapat diartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada tankos (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada tankos (30 Maret-27 April 2012)

Berdasarkan gambar 4, dari peta kendali I-MR kadar oil losses CPO pada tankosmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO pada tankos tergolong konsisten.

Gambar 5. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada tankos

Page 90: 10 Kasus SQC

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

35

Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,48 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada tankosdiantaranya dapat dilihat pada gambar 5.

2. Peta kendali kadar oil losses CPO pada bijiPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 6, dari peta kendali I-MR revisi ke-2, diperoleh kondisi yangmenyatakan bahwa semua sampel berjumlah 26 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilaiCpk sebesar 0,46, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadi dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada di luar kendali. Dapatdiartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 7. Berdasarkan gambar 7, dari peta kendali I-MRkadar oil losses CPO pada biji (nut) menunjukkan bahwa semua sampel jugaberada di dalam batas kendali. Karena semua sampel berada di dalam bataskendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang menyebabkan terjadinyalosses CPO pada biji (nut) tergolong konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,30 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada biji diantaranyadapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 8.

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

35

Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,48 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada tankosdiantaranya dapat dilihat pada gambar 5.

2. Peta kendali kadar oil losses CPO pada bijiPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 6, dari peta kendali I-MR revisi ke-2, diperoleh kondisi yangmenyatakan bahwa semua sampel berjumlah 26 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilaiCpk sebesar 0,46, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadi dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada di luar kendali. Dapatdiartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 7. Berdasarkan gambar 7, dari peta kendali I-MRkadar oil losses CPO pada biji (nut) menunjukkan bahwa semua sampel jugaberada di dalam batas kendali. Karena semua sampel berada di dalam bataskendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang menyebabkan terjadinyalosses CPO pada biji (nut) tergolong konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,30 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada biji diantaranyadapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 8.

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

35

Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,48 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada tankosdiantaranya dapat dilihat pada gambar 5.

2. Peta kendali kadar oil losses CPO pada bijiPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji revisi ke-2 (27 Februari-29 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 6, dari peta kendali I-MR revisi ke-2, diperoleh kondisi yangmenyatakan bahwa semua sampel berjumlah 26 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilaiCpk sebesar 0,46, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses beradadi dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil berada di luar kendali. Dapatdiartikan sebagai proses yang sedikit memenuhi spesifikasi pelanggan.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada biji (30 Maret-29 April2012) dapat dilihat pada gambar 7. Berdasarkan gambar 7, dari peta kendali I-MRkadar oil losses CPO pada biji (nut) menunjukkan bahwa semua sampel jugaberada di dalam batas kendali. Karena semua sampel berada di dalam bataskendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yang menyebabkan terjadinyalosses CPO pada biji (nut) tergolong konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 0,30 mengindikasikan bahwarata-rata proses berada di dalam batas kendali, tetapi hanya sebagian kecil beradadi luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang sedikitmemenuhi spesifikasi pelanggan.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada biji diantaranyadapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 8.

Page 91: 10 Kasus SQC

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

36

Gambar 7. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji (30 Maret-29 April 2012)

Gambar 8. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada biji

3. Peta kendali kadar oil losses CPO pada ampasPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 9.Berdasarkan gambar 9 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas Proses, keadaan proses dikatakan memenuhi permintaanpelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk sebesar3,21, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar bataskendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memiliki tingkatkemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi pelanggan. Ini berartitingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 10.

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

36

Gambar 7. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji (30 Maret-29 April 2012)

Gambar 8. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada biji

3. Peta kendali kadar oil losses CPO pada ampasPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 9.Berdasarkan gambar 9 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas Proses, keadaan proses dikatakan memenuhi permintaanpelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk sebesar3,21, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar bataskendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memiliki tingkatkemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi pelanggan. Ini berartitingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 10.

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

36

Gambar 7. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada biji (30 Maret-29 April 2012)

Gambar 8. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada biji

3. Peta kendali kadar oil losses CPO pada ampasPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 9.Berdasarkan gambar 9 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas Proses, keadaan proses dikatakan memenuhi permintaanpelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk sebesar3,21, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar bataskendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memiliki tingkatkemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasi pelanggan. Ini berartitingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada ampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 10.

Page 92: 10 Kasus SQC

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

37

Gambar 9. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada ampas revisi ke-1 (27 Februari-30 Maret 2012)

Gambar 10. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padaampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 10 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 4,17 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Ini berarti tingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada ampasdiantaranya dapat dilihat pada diagram sebab akibat pada gambar 11.

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

37

Gambar 9. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada ampas revisi ke-1 (27 Februari-30 Maret 2012)

Gambar 10. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padaampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 10 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 4,17 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Ini berarti tingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada ampasdiantaranya dapat dilihat pada diagram sebab akibat pada gambar 11.

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

37

Gambar 9. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada ampas revisi ke-1 (27 Februari-30 Maret 2012)

Gambar 10. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padaampas revisi ke-1 (30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 10 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada ampas, diperoleh kondisi yang menyatakan bahwa 29 sampel berada didalam batas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telahkonsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 4,17 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Ini berarti tingkat oil losses yang terjadi kurang dari 6%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada ampasdiantaranya dapat dilihat pada diagram sebab akibat pada gambar 11.

Page 93: 10 Kasus SQC

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

38

Gambar 11. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada ampas

4. Peta kendali kadar oil losses CPO pada sludge akhirPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada sludge akhir revisi ke-1 (27 Februari-29 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 12 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, diperoleh kondisi 28 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk

sebesar -2,50, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada diluar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memilikitingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadi lebih dari 0,7%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-4 (30Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 13.

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

38

Gambar 11. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada ampas

4. Peta kendali kadar oil losses CPO pada sludge akhirPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada sludge akhir revisi ke-1 (27 Februari-29 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 12 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, diperoleh kondisi 28 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk

sebesar -2,50, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada diluar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memilikitingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadi lebih dari 0,7%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-4 (30Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 13.

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

38

Gambar 11. Diagram sebab akibat oil losses CPO pada ampas

4. Peta kendali kadar oil losses CPO pada sludge akhirPeta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-1 (27Februari-29 Maret 2012) dapat dilihat pada gambar 12.

Gambar 12. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPOpada sludge akhir revisi ke-1 (27 Februari-29 Maret 2012)

Berdasarkan gambar 12 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-1 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, diperoleh kondisi 28 sampel berada di dalam bataskendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, keadaan proses dikatakan memenuhipermintaan pelanggan jika nilai Cpk berada di luar rata-rata proses. Karena nilai Cpk

sebesar -2,50, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada diluar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses yang memilikitingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadi lebih dari 0,7%.Peta kendali I-MR kadar oil losses CPO dan Cpk pada sludge akhir revisi ke-4 (30Maret-29 April 2012) dapat dilihat pada gambar 13.

Page 94: 10 Kasus SQC

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

39

Gambar 13. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padasludge akhir revisi ke-4 (30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 13 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-4 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, dapat dilihat bahwa semua sampel telah berada di dalambatas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar -10,32 mengindikasikanbahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampumemenuhi spesifikasi pelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadilebih dari 0,7%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada sludge akhirdiantaranya dapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 14.

Gambar. 14 Diagram sebab akibat oil losses CPO pada sludge akhir

5. Peta kendali kadar total oil losses CPOPeta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk (27 Februari-29 Maret 2012)dapat dilihat pada gambar 15.Berdasarkan gambar 15 dari peta kendali I-MR revisi ke-1 total oil losses CPOmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

39

Gambar 13. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padasludge akhir revisi ke-4 (30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 13 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-4 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, dapat dilihat bahwa semua sampel telah berada di dalambatas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar -10,32 mengindikasikanbahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampumemenuhi spesifikasi pelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadilebih dari 0,7%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada sludge akhirdiantaranya dapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 14.

Gambar. 14 Diagram sebab akibat oil losses CPO pada sludge akhir

5. Peta kendali kadar total oil losses CPOPeta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk (27 Februari-29 Maret 2012)dapat dilihat pada gambar 15.Berdasarkan gambar 15 dari peta kendali I-MR revisi ke-1 total oil losses CPOmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

39

Gambar 13. Control chart I – MR dan histogram kapabilitas oil losses CPO padasludge akhir revisi ke-4 (30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 13 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-4 kadar oil lossesCPO pada sludge akhir, dapat dilihat bahwa semua sampel telah berada di dalambatas kendali. Ini menandakan bahwa proses pada kondisi tersebut telah konsisten.Namun dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar -10,32 mengindikasikanbahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang sangat rendah dan tidak mampumemenuhi spesifikasi pelanggan. Itu menandakan, tingkat oil losses yang terjadilebih dari 0,7%.Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya oil losses CPO pada sludge akhirdiantaranya dapat dilihat diagram sebab akibat pada gambar 14.

Gambar. 14 Diagram sebab akibat oil losses CPO pada sludge akhir

5. Peta kendali kadar total oil losses CPOPeta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk (27 Februari-29 Maret 2012)dapat dilihat pada gambar 15.Berdasarkan gambar 15 dari peta kendali I-MR revisi ke-1 total oil losses CPOmenunjukkan bahwa semua sampel berada di dalam batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.

Page 95: 10 Kasus SQC

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

40

Gambar 15. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO(27 Februari-29 Maret 2012)

Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 1,25 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Dengan kata lain, oil losses yang terjadi kurang dari 1,65%.Peta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk revisi ke-1 (30 Maret-29April 2012) dapat dilihat pada gambar 16.

Gambar 16. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO revisi ke-3(30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 16 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-3 total oil lossesCPO menunjukkan bahwa 23 sampel berada pada batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 2,75 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

40

Gambar 15. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO(27 Februari-29 Maret 2012)

Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 1,25 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Dengan kata lain, oil losses yang terjadi kurang dari 1,65%.Peta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk revisi ke-1 (30 Maret-29April 2012) dapat dilihat pada gambar 16.

Gambar 16. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO revisi ke-3(30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 16 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-3 total oil lossesCPO menunjukkan bahwa 23 sampel berada pada batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 2,75 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

40

Gambar 15. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO(27 Februari-29 Maret 2012)

Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 1,25 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai prosesyang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan. Dengan kata lain, oil losses yang terjadi kurang dari 1,65%.Peta kendali I-MR kadar total oil losses CPO dan Cpk revisi ke-1 (30 Maret-29April 2012) dapat dilihat pada gambar 16.

Gambar 16. Control chart I–MR dan histogram kapabilitas total oil losses CPO revisi ke-3(30 Maret-29 April 2012)

Berdasarkan gambar 16 di atas, dari peta kendali I-MR revisi ke-3 total oil lossesCPO menunjukkan bahwa 23 sampel berada pada batas kendali. Karena semuasampel berada di dalam batas kendali, maka dapat disimpulkan bahwa proses yangmenyebabkan terjadinya oil losses CPO tersebut tergolong konsisten.Dari segi kapabilitas proses, nilai Cpk sebesar 2,75 mengindikasikan bahwa rata-rata proses berada di luar batas kendali. Kondisi ini dapat diartikan sebagai proses

Page 96: 10 Kasus SQC

Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Juni 2014 ISSN 1412-6869

41

yang memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan mampu memenuhi spesifikasipelanggan.

KESIMPULANDari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kondisi oil losses CPO pada tandan kosong, menunjukkan bahwa proses beradapada batas kendali, hanya saja jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oil lossesCPO pada tankos ini hanya sedikit yang memenuhi spesifikasi kebutuhanpelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses tersebut adalahjumlah umpan (input) TBR (tandan buah rebus) dalam proses pemipilan buah dimesin threaser yang terlalu banyak.

2. Kondisi oil losses CPO pada biji (nut)) menunjukkan bahwa proses berada padabatas kendali. Tetapi jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oil losses CPO padabiji (nut) ini hanya sedikit yang memenuhi spesifikasi kebutuhan pelanggan.Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses adalah proses pencacahan buahpada pisau digester dan mesin screw press.

3. Kondisi oil losses CPO pada ampas (fibre) menunjukkan bahwa proses beradapada batas kendali. Berdasarkan kapabilitas menyatakan bahwa oil lossestersebut memenuhi kebutuhan pelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensianoil losses adalah proses pencacahan buah pada pisau digester dan mesin screwpress.

4. Kondisi oil losses CPO pada sludge akhir, menunjukkan bahwa proses yangterjadi cukup terkendali. Hanya saja jika dinilai dari segi kapabilitas proses, oillosses CPO pada sludge akhir ini tidak dapat memenuhi spesifikasi kebutuhanpelanggan. Penyebab utama ketidakkonsistensian oil losses tersebut adalahproses pengutipan minyak ada mesin sludge separator.

5. Kondisi total oil losses CPO menunjukkan bahwa proses berada pada bataskendali. Berdasarkan kapabilitas menyatakan bahwa oil losses tersebutmemenuhi kebutuhan pelanggan.

Daftar PustakaAriani, D. W. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan Kuantitatif dalam

Manajemen Kualitas. Yogyakarta: Penerbit Andi.Arifianti, R. 2013. “Analisis Produk Sepatu Tomkins”. Jurnal Dinamika Manajemen.

Vol. 4, No. 1: 46-58.Ayuni, D.; Siswandaru, K.; dan Nupikso, G. 2012. “Analisis Penerapan Statistical

Quality Control pada Beban Usaha PT. PLN”. Jurnal Organisasi danManajemen. Vol. 8, No. 1, Maret 2012, pp. 22-31.

Bakhtiar, S.; Tahir, Suharto; dan Hasni, Ria Asysyfa. 2013. “Analisa PengendalianKualitas dengan Menggunakan Metode Statistical Quality Control (SQC)”.Malikussaleh Industrial Engineering Journal. Vol. 2, No.1, pp. 29-36.

Fauzi, Y.; Widiastuti, Y.E.; Satyawibawa, I.; dan Hartono, R. 2000. Kelapa Sawit:Budidaya, Pemanfaatan Hasil & Limbah, Analisis Usaha & Pemasaran.Jakarta: Penebar Swadaya.

Fernandez, R. R. 1996. Mutu Terpadu dalam Manajemen Pembelian & Pemasok.Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Gaspersz, V. 2003. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Hadi, M. M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit Edisi Pertama. Yogyakarta:Adicita Karya Nusa.

Page 97: 10 Kasus SQC

Devani & Marwiji/Analisis Kehilangan Minyak pada ..……… /JITI, 13 (1), Jun 2014, pp. (28-42)

42

Heizer, J.; dan Barry, R. 2009. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat.Kartika, H. 2013. “Analisis Pengendalian Kualitas Produk CPE Film Dengan Metode

Statistical Process Control pada PT. MSI”. Jurnal Ilmiah Teknik Industri. Vol.1, No. 1, pp. 50-58.

Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari HuluHingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

Prasetyo, Fajar T. 2014. Analisis Pengendalian Kualitas Produk Cat Envitex denganMenggunakan Metode P-Chart dan Fishbone pada PT. Indaco CoatingsIndustry Karanganyar. Jurnal Sosioekotekno. Vol. 2, No. 1, pp. 1-12.

Rao, A. and Lawrence P. C. 1996. Total Quality Management: A Cross-functionalPerspective. New York: John Wiley & Sons.

Sukamto. 2008. 58 Kiat Meningkatkan Produktivitas dan Mutu Kelapa Sawit. Jakarta:Penebar Swadaya.

Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta:Agromedia Pustaka.

Umariah, U.; Budiyanto, B.; dan Yusril, D. 2007. Analisis Hubungan Nilai SortasiTandan Buah Segar (TBS) Terhadap Mutu dan Rendemen Crude Palm Oil(CPO), Serta Kehilangan Minyak di PTPN VII Talo Pino Bengkulu. SkripsiS1. Bengkulu: Universitas Bengkulu.

Zagloel, T.YM.; dan Nurcahyo, R. 2013. TQM Manajemen Kualitas Total dalamPerspektif Teknik Industri. Jakarta: PT. Indeks.

Page 98: 10 Kasus SQC

TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN SERVICE QUALITY DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN TINGGI

Oleh : C. Novi Primiani FPMIPA IKIP PGRI Madiun

D. Wahyu Ariani FE Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Abstract

Quality is at the top of most agenda and improving quality is probably the most important task facing any situation. Of course, we all know quality when we experience it, but describing and explaining it is a more difficult task. In our everyday life, we usully take quality for granted, especially when it is regularly provided. The best organizations, whether public or private, understanding quality and know its secret.

While, service quality characteristics especially education, are more difficuli to define than those for physical products. This because the in-clude many important subjective elements. For purposes of analysing quality it is more appropriate to view education as a service industry than as a production process. In TQM, staff members are known as internal customers and students or learners are primary external customesr or clients.

This article describes Total Quality Management and Service Quality for improving higher education organization. Two cases in Total Quality Management, and Service Quality are discussed and analyzed to show a little example of higher education organization in Indonesia that has not been performed Total Quality Management and Service Quality yet. The Result of the analysis proves this. Then, authors also show how Total Quality Management as the philosophy can be achieved in higher education organization.

Key words: total quality management, service quality, higher education,

Typewritten text
KASUS VII
Page 99: 10 Kasus SQC

178

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

quality culture.

Pendahuluan

Organisasi pendidikan adalah penghasil jasa pendidikan yang diharapkan masyarakat untuk mewujudkan kualitas sumber daya manusia melalui

sistem dan hasil pendidikan yang berkualitas. Menurut Feigenbaum (1991), kualitas pendidikan adalah faktor kunci yang tidak nampak, namun terjadi di berbagai bidang yang ditentukan oleh para pelakunya dalam membuat keputusan tentang kualitas (Owlia dan Aspinwall, 1996). Kualitas ini sangat berpengaruh dalam meningkatkan kinerja dan kepuasan pelanggan, dan dapat dilihat secara kasar dengan meningkatnya jumlah pendaftar, pening-katan kepuasan pelanggan, akuntabilitas yang lebih besar, pelayanan pada pelanggan yang lebih baik, pengurangan biaya, dan sebagainya. Walaupun demikian, ada sisi lain yang harus dilihat dalam menentukan kualitas suatu organisasi pendidikan. Institusi pendidikan tinggi berbeda dengan organ-isasi bisnis. Pemuasan kebutuhan mahasiswa sebagai pelanggan bukan merupakan bentuk terpenting dari kesempurnaan organisasi pendidikan, melainkan kualitas output dan reputasi riset akademiklah yang merupakan nilai terpenting suatu organisasi pendidikan tinggi (Bolton, 1995).

Demikianlah, suara akademisi dan staf manajerial organisasi pendidi-kan tinggi memang tidak seragam. Di satu sisi, kualitas harus ditentukan dan diukur melalui standar output. Namun di sisi lain, pengukuran kualitas dalam sistem merupakan pedoman dasar bahwa selain output (keahlian dan pengetahuan yang meningkat) juga perlu penilaian proses (pengalaman pembelajaran) yang dapat memberikan ukuran kualitas secara tepat dalam sistem pendidikan tinggi yang kompleks (Hewitt dan Clayton, 1999). Dari perspektif pedagogik, kualitas bersifat subyektif. Untuk itu, pengukuran kualitas harus menyeluruh yang didasarkan pada input, pelanggan, dan produk atau jasa secara fundamental. Lulusan pendidikan tinggi memang dituntut untuk mempunyai pengetahuan, kemampuan intelektual, kemam-puan untuk bekerja dalam organisasi moderen, keahlian untuk berhubungan dengan orang lain, dan komunikasi (Harvey dan Green, 1993).

Artikel ini akan mengupas bagaimana penerapan TQM dan Service Quality dalam organisasi pendidikan tinggi terutama dari sisi penge-lolaan

Page 100: 10 Kasus SQC

179

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

organisasinya. Setelah bagian pendahuluan ini, bagian dua mengupas konsep dan contoh analisis penerapannya yang tertuang dalam dua kasus mengenai TQM dari sisi pelanggan eksternal primer dan Service Quality dari sisi pelanggan eksternal primer. Bagian ketiga berisi bagaimana seharusnya konsep TQM tersebut diterapkan dalam organisasi pendidikan tinggi, dan bagian keempat merupakan bagian terakhir yang berupa penutup yang merupakan pelengkap tulisan ini.

Penerapan Total Quality Management dan Service Quality pada Organ-isasi Pendidikan Tinggi

Kualitas (quality) adalah keseluruhan ciri atau karakteristik produk dan jasa yang berkaitan dengan penekanannya untuk memenuhi kebu-tuhan tertentu (Feigenbaum, 1991). Menurut Patel (1994), komponen sistem kualitas meliputi: (1) kualitas pelanggan, yaitu apakah kuali-tas pelayanan mampu memberikan pada pelanggan apa yang mereka inginkan, yang diukur dari penggunaan jasa, misalnya kepuasan pelanggan atau keluhan pelanggan; (2) kualitas profesional, yaitu apakah pelayanan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan yang didefinisikan secara profe-sional, dan apakah prosedur dan standar profesional tersebut dapat dipercaya untuk menghasilkan produk atau jasa yang diinginkan; (3) kualitas proses, desain, dan operasi proses pelayanan menggunakan sumber daya dengan cara yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan pelangggan. Kualitas yang dicita-citakan ini membutuhkan keterlibatan seluruh pihak dalam organisasi bahkan menuntut perubahan budaya. Hal inilah yang disebut dengan Total Quality Management (TQM).

Total Quality Management (TQM) pada pendidikan tinggi terwujud dalam interaksi antara pengajar dan mahasiswa di kelas, atau dalam penye-suaian dengan standar akreditasi atau penilaian. Sistem yang terstruktur tersebut dapat menciptakan organisasi pembelajar. Sudah saatnya organisasi pendidikan tinggi menerapkan prinsip-prinsip TQM, karena dapat men-datangkan manfaat dari inovasi yang ditemukan melalui praktek-praktek TQM. Kesulitan penerapan TQM pada berbagai institusi pendidikan tinggi disebabkan para staf tidak dapat mengerti bagaimana elemen-elemen kunci TQM seperti statistical process control, keterlibatan mahasiswa, kerja tim,

Page 101: 10 Kasus SQC

180

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

dan sebagainya tersebut dapat digunakan dalam perkuliahan di kelas (Emulti et al., 1996). Dalam pendekatan holistik, TQM merupakan kerangka kerja yang mendukung manajemen pelayanan. Menurut Ho dan Wearn (1996) serta Woon (2000), kerangka kerja tersebut meliputi : (1) kepemimpin-an dan budaya kualitas, (2) komitmen, (3) keterlibatan secara penuh, (4) penggunaan informasi dan analisis, (5) perencanaan strategik, (6) pengembangan sumber daya manusia dan manajemen sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, (7) kepemilikan terhadap masalah yang dihadapi, (8) manajemen kualitas proses, (9) adanya pengakuan dan penghargaan, (10) kualitas dan hasil operasi, (11) tindakan pencegahan, (12) kerja tim, dan (13) berfokus pada pelanggan dan kepuasan pelanggan.

Dalam pendidikan tinggi, filosofi TQM ini juga akan membantu me-ningkatkan moral, mengurangi biaya, memperbaiki performansi organisasi, dan menanggapi kebutuhan pelanggannya. Untuk itulah maka diperlukan efektivitas organisasi, partisipasi karyawan dalam penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan, komunikasi efektif staf senior dan bawahannya, pendidikan dan pelatihan secara luas, desain yang baik dalam mengenal dan memberi penghargaan untuk memotivasi karyawan, visi yang berorientasi kualitas, benchmarking sebagai alat dalam continuous improvement untuk mewujudkan mahasiswa yang peduli, berpengetahuan, dan dapat melayani masyarakat, serta dukungan dari pimpinan (Emulti et al., 1996).

Namun, TQM bukan satu-satunya alat untuk mencapai perbaikan dan kesempurnaan. Beberapa laporan hasil penelitian mengatakan bahwa program-program TQM menghasilkan perbaikan dalam kualitas, produkti-vitas, dan persaingan hanya 20 - 30 % dari perusahaan yang menerapkan-nya (Schonberger, 1992; Radolvisky et al., 1996). TQM memang masih dipandang sebagai suatu filosofi yang sulit dicapai, apalagi di Indonesia yang budayanya masih jauh dari kerelaan untuk memberikan yang terbaik bagi pelanggan, serta masih terdapatnya berbagai ketidakkonsistenan dalam aturan, khususnya yang menyangkut organisasi pendidikan tinggi. Hambatan dalam penerapan TQM pada organisasi pendidikan tinggi seringkali berkai-tan dengan misi idealis, kurang adanya kesepakatan dalam pengertian dan penerapan kualitas, kebebasan, dan kedewasaan akademik, dan kemampuan administratif (Matthew, 1993). Sebagai gambaran bagaimana TQM belum

Page 102: 10 Kasus SQC

181

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

diterapkan pada salah organisasi pendidikan tinggi berikut adalah contoh hasil analisis data yang dapat dikumpulkan penulis.

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah TQM sudah dilak-sanakan dalam organisasi pendidikan tinggi tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada pelanggan eksternal primer, yang dalam hal ini adalah mahsiswa program sarjana (S1). Variabel yang digunakan adalah (Sallis, 1993), sebagai berikut.

(1) Pendapat responden terhadap kualitas secara keseluruhan

(2) Pendapat responden tentang kemudahan mengakses perguruan tinggi tersebut

(3) Pendapat responden tentang pelayanan seluruh staf akademik dan non akademik pada mahasiswa

(4) Pendapat responden tentang kepemimpinan perguruan tinggi ter-sebut

(5) Pendapat responden tentang kondisi lingkungan dan sumber daya fisik perguruan tinggi tersebut

(6) Pendapat responden tentang pembelajaran dan pengajaran pada perguruan tinggi tersebut

(7) Pendapat responden tentang fasilitas fisik yang tersedia bagi ma-hasiswa

(8) Pendapat responden tentang kemampuan staf akademik dan non akademiknya

(9) Pendapat responden tentang hubungan eksternal dengan masyara-kat dan masalah pemasarannya.Dalam penelitian ini digunakan pelanggan eksternal primer yang dalam

hal ini adalah mahasiswa perguruan tinggi yang masih aktif diambil seb-agai sampel. Setelah dilakukan uji validitas data dengan teknik koefisien korelasi product moment pearson dan reliabilitas data dengan cronbach’s

Page 103: 10 Kasus SQC

182

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

alpha, dilanjutkan dengan metode yang menguji beda pendapat respon-den dengan menggunakan Friedmen Test (FR-test). Hasilnya adalah 76,6 % pelanggan menyatakan pelaksanaan elemen-elemen TQM pada suatu organisasi pendidikan tinggi tersebut buruk, atau TQM memang belum di-laksanakan di perguruan tinggi tersebut. Selanjutnya dengan menggunakan uji Friedman didadapatkan bahwa nilai Fr lebih kecil dari χ2 0,05 . Hal ini berarti tidak ada perbedaan terhadap penilaian tersebut atau dapat diartikan bahwa faktor pribadi yang ada pada masing-masing individu tidak mem-punyai peran penting atau tidak berarti bagi mahasiswa selaku pelanggan eksternal primer dalam memberikan penilaian terhadap pelaksanaan filosofi Total Quality Management di organisasi pendidikan tinggi yang diteliti. Sedang yang termasuk dalam faktor individu ini dapat meliputi antara lain usia, jenis kelamin, lama studi, indeks prestasi, semangat belajar, latar belakang keluarga dan budaya, dari pelanggan ekesternal primer tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perguruan tinggi terse-but belum melaksanakan TQM, baik secara total maupun parsial pada masing-masing elemennya.

Kondisi yang dialami organisasi pendidikan tinggi tersebut memang masih jauh dari pelaksanaan TQM. Hal ini disebabkan selain dari faktor internal dalam organisasi tersebut, faktor eksternal yang berupa regulasi pemerintah juga sangat mempengaruhi. Organisasi pendidikan tinggi di Indonesia memang belum berkembang bebas seperti halnya organisasi jasa atau perusahaan manufaktur.

Selanjutnya, temuan mengenai tidak terlaksananya TQM organisasi pen-didikan tinggi tersebut didukung dengan hasil penelitian mengenai kualitas pelayanan (service quality) pada organisasi pendidikan tinggi yang sama. Kualitas pelayanan dapat dianalisis dengan melihat perbedaan antara apa yang diharapkan dengan apa yang sesungguhnya dijumpai di lapangan.

Kualitas pelayanan digambarkan oleh Parasuraman et al., (1991) sebagai suatu bentuk dari sikap, berhubungan tetapi tidak ekuivalen dengan kepuasan, yang merupakan hasil perbandingan antara harapan (expectation) dengan kinerja (perfomance). Hal ini dapat dilakukan untuk menguji apakah filosofi memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan sudah dilaksanakan, di samping beberapa variabel pendukung TQM yang sudah diuji di depan.

Page 104: 10 Kasus SQC

183

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

Dalam pengertian kita sehari-hari, kata service atau layanan dikaitkan dengan hubungan antara penjual dan pembeli, dimana dalam hal ini penjual merupakan pihak yang memberikan sedangkan pembeli merupakan pihak yang meminta. Menurut Zeithaml (2000), kualitas pelayanan memiliki 5 dimensi, yaitu sebagai berikut.(1) Tangibles (Fisik), adalah fasilitas fisik, peralatan, penampilan

karyawan dalam melayani konsumen.

(2) Reliability (Keandalan), adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang benar, tepat waktu dan dapat dian-dal-kan.

(3) Responsiveness (Perhatian), adalah kesediaan untuk membantu para konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat.

(4) Assurance (Jaminan), adalah kesediaan dan kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan.

(5) Emphaty (Empati), adalah rasa peduli, perhatian secara pribadi yang diberikan kepada konsumen.

Instrumen SERVQUAL untuk mengukur kualitas pelayanan terdiri dari dua bagian, yaitu pertanyaan yang mengukur harapan konsumen dan pertanyaan yang mengukur persepsi konsumen terhadap organisasi pendidikan tinggi tersebut.

Langkah yang dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner dengan data yang ada. Dalam pene-litian ini digunakan teknik koefisien korelasi product moment pearson dan reliabilitas dengan cronbach’s alpha. Selanjutnya, dilakukan pe-nilaian kualitas pelayanan untuk setiap dimensi dengan cara memband-ingkan hasil penilaian tentang harapan terhadap kualitas pelayanan dan persepsi terhadap kualitas pelayanan tersebut. Hasil dari bagian per-tama dan kedua ini yang kemudian dibandingkan untuk mendapatkan nilai selisih (Gap Scores) untuk setiap dimensi dari kelima dimensi yang diukur. Hasil penelitian mengenai kualitas pelayanan di organisasi pendidikan tinggi tersebut pada setiap dimensi kualitas pelayanan adalah buruk.

Page 105: 10 Kasus SQC

184

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

Total Quality Mangement (TQM) yang telah dibahas di depan, memang merupakan filosofi dan metodologi yang membantu organi-sasi termasuk organisasi penyedia jasa pendidikan untuk mengelola perubahan. Esensi dari TQM adalah perubahan budaya (culture change). Perubahan ini bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan, baik pelanggan internal yang meliputi staf edukatif dan non edukatif maupun pelanggan eksternal primer yang meliputi para peserta didik atau siswa, pelanggan eksternal sekunder yang meliputi orang tua, pemberi beasiswa, dan pemilik perusahaan, serta pelanggan eksternal tersier yang meliputi pasar tenaga kerja, pemerintah, dan masyarakat luas. Kebutuhan dan harapan seluruh pelanggan dalam bisnis pendidikan tersebut akan dapat terwujud bila dapat dicapai kepuasan pemberi jasa yang juga merupakan pelanggan internal dan pengelola beserta seluruh staf. Dan semua ini akan tercapai bila dapat terwujud mutual trust antara manajer yang dalam hal ini adalah pengelola bisnis jasa pendidikan dengan karyawan yaitu para pengajar dan staf non edukatif.

Penerapan Konsep Total Quality Management pada Organisasi Pendi-dikan Tinggi

TQM bukan pengendalian mutu (quality control) yang merupakan pen-gendalian mutu setelah proses produksi (after-the-event process). Namun TQM selalu memusatkan pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dan mengadakan pengendalian mutu sejak awal. Hal ini juga berlaku untuk sektor pendidikan. Permasalahan di sektor pendidikan yang dapat disele-saikan dengan TQM antara lain masalah kurikulum, penggunaan sumber daya yang ada secara ekonomis, bagaimana mengendalikan peningkatan biaya, penggunaan teknologi dan pembelajaran, hubungan kerjasama dengan sektor lain, dan yang berhubungan dengan peraturan pemerintah.

Untuk dapat menerapkan TQM pada lembaga pendidikan, lebih dahulu ditinjau tujuan utama lembaga pendidikan tersebut menerapkan TQM. Tujuan utama lembaga pendidikan yang menerapkan filosofi TQM adalah memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Organisasi yang baik harus menciptakan dan memelihara kedekatan hubun-gan dengan pelanggan. Kualitas harus disesuaikan dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Kualitas adalah apa yang diinginkan dan diharapkan

Page 106: 10 Kasus SQC

185

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

pelanggan, baik pelanggan internal (yaitu semua pihak yang berada dalam lingkungan pendidikan) maupun eksternal (yaitu semua pihak yang berada di luar lingkungan pendidikan tetapi sangat berpengaruh pada industri jasa pendidikan tersebut, seperti masyarakat), dan bukan apa yang dianggap oleh lembaga pendidikan sebagai yang terbaik.

Kesulitan yang dialami lembaga pendidikan adalah pelanggan pendi-dikan ikut memerankan peran penting dalam mutu belajarnya. Pelanggan mempunyai fungsi yang unik dalam menentukan mutu dari apa yang mereka terima dari dunia pendidikan. TQM menekankan pada kedaulatan pelang-gan, sehingga banyak bertentangan dengan konsep lama. Pendidikan dan pelatihan bagi pengajar dalam konsep dan pemikiran mengenai kualitas adalah elemen penting dalam perubahan budaya. TQM lebih dari sekedar menyenangkan dan membuat pelanggan lembaga pendidikan tersenyum, melainkan mengenai kemampuan lembaga pendidikan mendengarkan dan masuk dalam dialog mengenai ketakutan dan inspirasi orang-orang atau pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

Pendidikan adalah menyangkut orang yang belajar. TQM di sektor pendidikan menyangkut mutu pengalaman peserta didik atau siswa. Siswa adalah pelanggan primer. Tanpa kemampuan untuk memenuhi pendidikan yang dibutuhkan, tidak akan mungkin untuk suatu lembaga pendidikan dikatakan telah mencapai TQM. Sebuah lembaga pendidikan mempunyai kewajiban untuk membuat siswa menyadari adanya berbagai macam metode belajar yang tersedia baginya.

Banyak orang mempelajari bagaimana menggunakan prinsip TQM di kelas. Beberapa elemen mungkin terlibat dalam cara ini. Diawali dengan menyusun misi yang akan dicapai oleh siswa dan pengajar. Dari sini negosiasi dilakukan mengenai bagaimana dua bagian tersebut akan dapat mencapai misi, gaya belajar dan mengajar dan sumber daya yang dibutuhkan. Siswa dapat membicarakan rencana kegiatannya untuk memberikan petunjuk dan motivasi. Penyusunan feedback dengan mengadakan evaluasi bagi setiap siswa sangat penting untuk proses pembentukan jaminan kualitas (quality assurance). Evaluasi harus merupakan proses yang berjalan terus-menerus dan tidak boleh ditinggalkan sebelum siswa menyelesaikan sekolah tersebut. Hasil evaluasi pun harus didiskusikan dengan para siswa. Namun bukan

Page 107: 10 Kasus SQC

186

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

berarti lembaga pendidikan yang telah menerapkan filosofi TQM selalu memberikan nilai “A” bagi para siswanya bagaimana pun kondisi siswa tersebut.

Pengenalan pelaksanaan TQM tidak luput dari hambatan-hambatan yang dialami, khususnya untuk sektor pendidikan. Kenyataannya, pelaksanaan TQM merupakan pekerjaan yang berat dan memerlukan waktu lama untuk mengadakan perubahan budaya untuk quality improvement. TQM membu-tuhkan suatu kepemimpinan dan merupakan tantangan dan perubahan yang luar biasa dalam dunia pendidikan. TQM memerlukan waktu yang lama dan ketaatan staf atau manajer senior dalam pelaksanaannya. Ketakutan terhadap metode atau cara baru merupakan hambatan yang besar dalam penerapan filosofi TQM. Takut akan ketidaktahuan, takut mengerjakan segala sesuatu dengan cara yang berbeda, takut percaya pada orang lain, takut membuat kesalahan, dan sebagainya. Seluruh staf tidak akan dapat memberikan yang terbaik bila mereka tidak dipercaya dan tidak didengarkan. TQM tidak dapat dipisahkan dari rencana strategis yang digunakan untuk mencapai misi organisasi.

Oleh karena berbagai kesulitan dan hambatan dalam penerapan TQM tersebut, ada beberapa hal yang penting dan harus diperhatikan dalam menerapkan filosofi tersebut pada lembaga pendidikan. Menurut Sharples et al. (1994), yang paling penting dapat untuk melaksanakan TQM di lembaga pendidikan adalah Sebagai berikut.(1) Tanggungjawab dan dukungan (commitment) Komitman yang dimaksud adalah komitmen dari pimpinan lem-

baga pendidikan yang dikomunikasikan pada semua pihak dalam lembaga pendidikan tersebut. Sehingga timbul komitmen dari semua pihak dalam organisasi atau lembaga pendidikan terse-but.

(2) Pendidikan dan Pelatihan (education and training) Pendidikan dan pelatihan tersebut bukan hanya untuk karyawan

pelaksana atau bagian adminsitrasi, melainkan unuk semua pihak atau semua staf, baik staf edukatif maupun non edukatif. Pendidik-

Page 108: 10 Kasus SQC

187

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

an dan pelatihan ini ditujukan untuk kesiapan dalam menghadapi perubahan dan perbaikan.

(3). Penerapan dan praktek (application and practice) Sebagai suatu filosofi, TQM akan memberikan manfaat bila di-

praktekkan atau dilaksanakan. tanpa ada pelaksanaan atau praktek tersebut maka filosofi TQM hanya merupakan slogan yang berisi omong kosong belaka.

(4) Standarisasi dan pengenalan (standardization and recognition) Perlu adanya keseragaman dalam penerapan TQM sehingga kuali-

tas jasa yang disampaikan merupakan jasa yang bersifat standar (robust). Selain itu, TQM harus diperkenalkan pada seluruh pihak dalam organisasi atau lembaga pendidikan tersebut, sehingga penerapannya dapat seragam.Selanjutnya, prinsip TQM yang dapat diterapkan di dunia bis-

nis dapat juga diterapkan di dunia pendidikan dan seringkali disebut dengan Total Quality Education atau Total Quality School. Yang paling penting adalah bagaimana kepemimpinan di sektor atau lembaga pendidikan tersebut memfokuskan pada sistem daripada mengejar masalah-masalah manajemen secara mikro. Jadi, kepemimpinan yang tang-guh tersebut digunakan sebagai kekuatan dalam mengadakan perbaikan-per-baikan sistem. Menurut Fusco (1994), karak-teristik atau syarat agar TQM dapat diterapkan di sektor atau lembaga pendidikan antara lain, lembaga pendidikan tersebut harus mempunyai hal-hal sebagai berikut.

(1) Kepemimpinan yang kuatFilosofi TQM yang telah diubah menjadi TQE atau TQS akan

dapat diterapkan bila ada dukungan dan komitmen dari para pimpinan. Pimpinan di suatu lembaga pendidikan meliputi kepala sekolah atau rektor atau direktur program yang harus mendukung penerapan dan pelaksanaan filosofi tersebut. Bahkan filosofi tersebut hanya akan terwujud bila dilaksanakan secara menyeluruh, bukan hanya departe-

Page 109: 10 Kasus SQC

188

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

mental. Bahkan, para pengajar dan seluruh staf beserta mahasiswa se-bagai pelanggan ikut serta terlibat dalam pelaksanaan filosofi tersebut.

(2) Perbaikan-perbaikan sistem secara berkesinambunganSistem merupakan serangkaian proses yang merupakan satu ke-

satuan dan saling terkait satu sama lain. Sistem pada suatu lembaga pendidikan menyangkut berbagai permasalahan yang sangat luas, mu-lai dari sistem penerimaan staf pengajar dan non pengajar sampai pada sistem penerimaan mahasiswa. Dari penerapan visi dan misi suatu lem-baga pendidikan hingga penyusunan kurikulum. Semua sistem tersebut tentu saling terkait. Untuk dapat menerapkan filosofi TQE/ TQS, sistem tersebut harus selalu dibenahi, diperbaiki, dan disempurnakan secara berkesinambungan dengan memegang pada pedoman “quality first”.

(3) Metode statistik

TQE/ TQS yang kita kenal sebagai filosofi manajemen kualitas bu-kan berarti hanya merupakan slogan atau target yang pencapaiannya tanpa bukti. Oleh karenanya, setiap personil yang ada diatasnya atau yang berpijak pada filosofi tersebut harus berani berbicara berdasar-kan data atau fakta. Demikian pula penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, juga belum terbukti tanpa hitungan-hitungan kuantitatif. Jadi, kualitas bukan hanya bersifat kualitatif, tetapi juga bersifat kuantitatif.

(4) Memiliki visi dan nilai bersamaNilai dan visi yang sama mengandung arti penting dalam mencapai

kata sepakat. Sepakat dalam arti sepakat untuk menjadikan kualitas sebagai the way of life dan TQE/ TQS sebagai filosofi yang akan merubah budaya yang semula berorientasi pada hasil menjadi berorientasi pada proses yang berkualitas.

(5) Pesan dan perilaku yang konsisten yang perlu disampaikan kepada pelangganIndustri jasa, khususnya pendidikan memang sulit dilihat hasil-

nya. Bagaimana pendidikan yang berkualitas sulit dicari pengukuran-

Page 110: 10 Kasus SQC

189

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

nya. Hingga saat ini, lembaga pendidikan dikatakan berkualitas apa-bila lulusannya dapat bekerja di tempat yang enak. Namun harus kita ingat, apakah tempat yang enak itu relevan dengan kemampuan yang di- milikinya? Oleh karena itu, dalam filosofi TQE/ TQS mereka yang nantinya akan lulus dari suatu lembaga pendidikan sebaiknya ditem-patkan sebagai pelanggan. Walaupun ada sebagian orang yang meng- anggapnya sebagai input, tetapi hal ini merupakan anggapan kedua. Sebagai pelanggan, mereka tentu ingin mendapatkan pelayanan yang baik dan memuaskan. Pelayanan yang baik tersebut dapat mereka rumuskan dan mereka minta pada para karyawan dan pengajar sebagai pemberi jasa yang berhubungan secara langsung dengan pelanggan, atau pada pimpinan unit (dekan, ketua jurusan, dan sebagainya) sebagai pem-beri jasa yang secara tidak langsung berhubungan dengan pelanggan. Oleh karena itu, pihak pemberi jasa baik yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pelanggan tersebut harus mempunyai satu kata sepakat dan konsisten dengan apa yang menjadi keputusannya.

Di sisi lain, dalam industri manufaktur, pelaksanaan Total Quality Management (TQM) harus berpasangan dengan pelaksanaan Just In Time (JIT) baik sebagai filosofi untuk menghilangkan pemborosan pada semua sektor yang ada maupun Just In Time sebagai teknik pengendalian persediaan, penjadwalan, penyediaan produk dan sebagainya. Sektor jasa pendidikan juga dapat menerapkan Just In Time dalam mendukung pelak-sanaan filosofi Total Quality Management atau Total Quality Education. Pendidikan yang menganut prinsip Just In Time dapat ditunjukkan dengan partisipasi dari para peserta didik. Para peserta didik harus aktif dengan para staf akademik atau pengajar sebagai fasilitator. Para peserta didik juga harus didorong untuk selalu bekerja sama dengan orang lain. Prinsip utama JIT di sektor pendidikan tersebut adalah semua peserta didik lebih terlibat dalam proses, adanya rasa memiliki terhadap organisasi atau lembaga pendidikan tersebut, menggunakan pengalaman yang dimiliki untuk mencapai keber-hasilan, adanya dukungan atau komitmen semua pihak. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menggunakan filosofi JIT yang dicapai dengan simulasi atau dengan proses partisipasi aktif lain.

Penerapan Just In Time dalam pendidikan juga tidak terlalu banyak ber-

Page 111: 10 Kasus SQC

190

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

beda dengan penerapannya di sektor manufaktur. Pada dasarnya JIT meng-hendaki perubahan pikiran, mempertanyakan kondisi yang telah mantap, menghilangkan pemborosan atau segala aktivitas yang tidak perlu, menyu-sun kembali tata letak organisasi (layout), penyederhanaan dalam kegiatan operasi, mengembangkan fleksibilitas, mengubah pengukuran-pengukuran, mencapai perbaikan terus-menerus dan berkesinambungan, dan mutu. Menurut Tatikonda (1993), pemborosan yang terjadi pada sektor pendidikan yang harus dihindari oleh JIT antara lain topik yang berulang atau sama pada lebih dari satu mata kuliah, pemberian pre-test mengenai materi yang akan disampaikan terlalu berlebihan, sehingga hanya akan menimbulkan pengerjaan kembali produk cacat atau tidak ada proses pembelajaran yang baru, pengenalan setiap mata kuliah secara berlebihan yang sebenarnya tidak perlu di berikan, pengaturan heregistrasi yang rumit dan memakan waktu lama, dan masih bayak lagi.Oleh karena itu, mata kuliah-mata kuliah yang akan disampaikan perlu mengikuti logika dalam group of technology, yaitu dengan membagi mata kuliah-mata kuliah tersebut kedalam beberapa induk yang besar dan para dosen pengampu mata kuliah dalam satu bagian harus selalu mengadakan pembicaraan atau pembahasan mengenai materi-materi tersebut. Selain itu, pelayanan administrasi juga harus mengadakan perbaikan diri, dalam arti pemberian pelayanan kepada pelanggan eksternal primer yang dalam hal ini adalah peserta didik, harus cepat dan tepat. Hal ini akan dapat terlaksana dengan baik bila ada komitmen dari semua pihak dan didukung sarana dan prasarana yang memadai.

Selanjutnya, dalam industri jasa pendidikan, kualitas suatu jasa pen-didikan juga sangat penting, yaitu penilaian kualitas oleh pelanggan yang menikmati secara langsung jasa pendidikan yang ditawarkan. Istilah lain untuk Kaizen adalah Continuous Improvement dan Six Sigma, di mana kon-sep ini dilandasi dengan do it right the first time dengan pantang menerima, memproses, dan melanjutkan produk cacat. Perbaikan dalam proses itulah yang selalu ditekankan dalam konsep ini. Jasa pendidikan sebagai output memang tidak dapat kita perbaiki. Yang dapat kita perbaiki adalah proses penyelenggaraan program dan penyediaan jasa pendidikan.

Sementara itu, perbaikan secara terus-menerus dan berkesinam-bungan dapat dilakukan dengan cara mengadopsi praktek-praktek atau proses yang

Page 112: 10 Kasus SQC

191

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

terbaik dari organisasi penyelenggara program dan penyediaan jasa pendidi-kan lain ke dalam organisasi kita dengan disesuaikan dengan kondisi yang kita miliki. Cara ini kita kenal dengan benchmarking. Bila cara ini yang kita tem-puh, maka keterbukaan dari lembaga pendidikan atau organisasi penyelengg-ara program dan penyedia jasa pendidikan baik organisasi sebagai pengadopsi maupun yang diadopsi. Sedang cara yang dilakukan oleh Amerika untuk mengejar ketinggalannya dari Jepang dalam pengendalian mutu penyeleng-garaan program adalah dengan membuat lompatan jauh ke depan atau mem-bongkar proses yang selama ini dilakukan menjadi suatu proses yang baru dan lebih baik. Cara ini kita kenal dengan reengineering. Bila cara ini yang kita tempuh maka pembongkaran yang dilakukan harus secara menyeluruh sampain ke akar-akarnya.

Selanjutnya, dalam penerapan TQM pada industri jasa pendidikan, menurut Herbert et al. (1995) ada empat pendekatan atau cara yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut.

(1) Menggunakan filosofi atau prinsip TQM dalam memperbaiki fungsi operasi dan adminsitrasi pada sebuah lembaga pendidi-kanTQM adalah filosofi perbaikan secara terus-menerus dan ber-

kesinambungan yang dapat menyediakan bagi lembaga pendidikan seperangkat alat-alat untuk dapat memenuhi atau melebihi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan. Keinginan, kebutuhan, dan harap- an pelanggan yang dalam hal ini adalah pelanggan iinternal mau- pun eksternal terhadap seluruh kegiatan operasional dan administrasi suatu lembaga pendidikan. Oleh karena itu prinsip TQM harus diperkenalkan dan diterapkan pada fungsi-fungsi akademis dan non akademis.

Pelanggan tentu saja menginginkan pelayanan yang diberikan oleh bagian administrasi tepat waktu, cepat, benar, dan memuaskan. TQM seb-agai suatu filosofi dapat digunakan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan dalam memberikan pelayanan tersebut. Perbaikan tersebut bukan berupa perubahan total, tetapi perubahan kecil setiap hari dan menyangkut peruba-han hingga hal-hal yang kecil dengan menganut prinsip Kaizen yaitu little better everyday.

Page 113: 10 Kasus SQC

192

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

(2) Memasukkan TQM sebagai salah satu mata kuliahKombinasi perubahan lingkungan eksternal dan tekanan dunia

bisnis membuat TQM menjadi isu yang sangat penting pada suatu lembaga pendidikan. Bila TQM telah digunakan sebagai suatu pendekatan dalam men-gelola bisnis jasa pendidikan, maka secara logis juga harus dapat dimasukkan dalam kurikulum, dalam artian pada lembaga pendidikan tersebut terdapat mata kuliah yang khusus berbicara mengenai Total Quality Management. Hal ini mendorong lembaga-lembaga pendidikan untuk mengidentifikasi pelanggan primer dan memberikan kesempatan untuk mempelajari prinsip TQM.

(3) Menggunakan TQM sebagai metode pengajaran di kelasHal ini berarti TQM harus dijadikan sebagai inti dari proses

pembelajaran yang dilakukan. Menurut Peak (1995), TQM dapat digunakan sebagai metode pengajaran di kelas dengan beberapa cara, antara lain:

a. TQM menawarkan pendekatan sistematik untuk perbaikan secara terus-menerus Hal ini berarti bahwa pendidik tidak bekerja sendiri, tetapi ada parti-

sipasi semua pihak yang terkait seperti peserta didik, orang tua, pendidik, karyawan, dan orang-orang dalam dunia bisnis yang menggunakan lulusan suatu lembaga pendidikan.

b. TQM menyediakan seperangkat alat statistikAlat-alat statistik tersebut digunakan untuk menemukan akar penyebab

permasalahan dan mencari cara menghilangkannya.

c. TQM menginginkan pekerjaan yang bermutuDalam filosofi TQM, kualitas bukan hanya kualitas produk

atau jasa, melainkan yang terpenting adalah kualitas proses. Di sektor pendidikan, proses tersebut adalah proses penyelenggaraan program dan penyediaan jasa pendidikan. Jadi proses tersebut juga harus selalu men-gutamakan mutu dengan menomorsatukan kepuasan pelangan.

Page 114: 10 Kasus SQC

193

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

d. TQM menyediakan kata-kata yang umum untuk pendidik dan eksekutif bisnisPendidik menulis kembali apa yang telah diuraikan Deming, yaitu Plan-

Do-Check-Action atau Plan-Do-Study-Action. Siklus ini akan digunakan dalam memperbaiki proses pengajaran atau penyediaan jasa pendidikan.

Dengan menggunakan TQM, peran pendidik ditransformasikan atau diubah dari pemberian informasi kepada peserta didik menjadi mendengarkan peserta didik dan menjadi fasilitator yang membantu peserta didik dalam proses belajar-mengajar. Peran pengajar yang menggunakan filosofi TQM adalah mengembangkan budaya di mana peserta didik mengetahui tujuan dari apa yang mereka buat. Idenya adalah, bahwa mereka ingin belajar dan membantu mereka aktif dalam proses pendidikan tersebut.

Pada suatu sekolah atau lembaga pendidikan yang menganut filosofi TQM akan menghindari testing atau ujian sebagai pengukur keberhasil- an peserta didik. Pada point ketiga dalam Deming’s 14 Points yang men-gatakan “Hentikan pengujian untuk meningkatkan kualitas” , maka dikatakan bahwa pengujian hanya akan menunjukkan penyimpangan dari filosofi TQM dengan Continuous Quality Improvement-nya. Penggunaan alat-alat statistik dan teknik-teknik Deming akan membantu dalam mencapai keberhasilan penerapan TQM dalam jangka pendek. CQI menghendaki usaha yang terus-menerus dengan perubahan budaya sehingga keberhasilan TQM dalam jangka panjang juga akan tercapai. TQM memang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu proses belajar sehingga akhirnya akan meningkatkan mutu pengetahuan yang diperoleh mara peserta didik.

(4) Menggunakan TQM untuk mengelola kegiatan-kegiatan peneli-tianSuatu lembaga pendidikan tinggi atau universitas mempunyai misi utama

yaitu pendidikan/ pengajaran, penelitian, dan pelayanan atau pengabdian pada masyarakat. Kegiatan penelitian tidak pernah terlepas dari tri dharma perguruan tinggi. Dalam melaksanakan penelitian juga perlu pengalolaan terhadap sumber daya untuk penelitian tersebut. Oleh karena itu perlu pendi-dikan dan pelatihan dalam kegiatan penelitian tersebut. Selain itu, komitmen dari pimpinan untuk dapat mendukung kegiatan tersebut sangat diperlukan

Page 115: 10 Kasus SQC

194

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

disamping koomitmen dari para peneliti itu sendiri. Hasil penelitian terse-but juga harus selalu diperbaiki dan disempurnakan. Bisa jadi, penelitian tersebut dilakukan atas permintaan dari pihak tertentu yang mempercayai lembaga pendidikan tersebut untuk meneliti permasalahan yang terjadi pada pihak yang meminta penelitian tersebut. Sehingga, pihak yang meminta dilakukannnya penelitian itulah pelanggannya di mana kepuasannya harus diwujudkan dengan berpedoman pada filosofi TQM.

Metode-metode yang digunakan dalam penerapan TQM dan CQI untuk sektor industri atau perdagangan dapat juga digunakan pada lem-baga-lembaga pendidikan. Lebih jauh lagi, penerapan TQM dan CQI dapat meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan tersebut untuk menyediakan lulusan yang bermutu, dalam berbagai program kemampuan atau keilmuan dan keterampilan atau kejuruan.

Namun demikian, penerapan filosofi TQM di sektor pendidikan ini bukannya tanpa kendala. Menurut Hittman (1993), ada beberapa hambatan yang sering dihadapi dalam menerapkan filosofi tersebut, antara lain seb-agai berikut.(1) Sasaran dari berbagai metode perbaikan kualitas tradisional pada

lembaga-lembaga pendididkan hanya berupa kesesuaian terhadap standar

(2) Standar jaminan kualitas seringkali disusun terlalu rendah atau terlalu tinggi, sehingga program-program pendidikan akan men-galami kesulitan dalam pencapaiannya.

(3) Definisi klasik mengenai jaminan kualitas terlalu sempit.

(4) Pendekatan yang mutakhir mengkonsentrasikan hanya pada per-formansi pengajaran dan mengurangi penekanan pada kontribusi dari hal-hal yang bukan berkaitan dengan pengajaran.

(5) Pendekatan yang mutakhir yang hanya menekankan pada instruk-tur pendidikan.

Kesuksesan dalam penerapan TQM di suatu lembaga pendidikan tergantung dari visi yang digunakan oleh para guru atau dosen, guru besar, dan para

Page 116: 10 Kasus SQC

195

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

pemimpin departemen. Sasarannya adalah memperbaiki proses belajar den-gan memberdayakan para peserta didik dan meningkatkan tanggungjawabnya dalam proses belajar.

Filosofi TQM memang selalu menuntut perubahan dan perbaikan, sehingga membutuhkan waktu lama dalam penerapannya. Perubahan dan perbaikan tersebut antara lain meliputi metode pengajaran, prestasi peserta didik, komunikasi, pelayanan misalnya dalam penyediaan kantin, transpor-tasi, pemeliharaan, dan pembelian. Dengan kesadaran untuk selalu melaku-kan perbaikan secara berkesinambungan maka filosofi TQM akan terlaksana dan tujuan lembaga pendidikan untuk meningkatkan mutu dapat tercapai.

TQM di suatu lembaga pendidikan tidak mahal dan bukan bertu-juan untuk membuat kekacauan, melainkan diharapkan dapat melibat-kan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mencapai mutu pendidi-kan yang lebih baik. Di bawah payung TQM yang lebih menekankan pada budaya daripada teknik, lembaga-lembaga pendidikan akan bekerja sebagai partner dalam menyediakan kurikulum atau rencana program untuk mendukung TQM untuk meningkatkan mutu pen- didikan.

Penutup

Total Quality Management (TQM) memang merupakan suatu proses dan filosofi dasar yang akan berhasil bila diterapkan secara serentak pada semua level dalam organisasi. Penerapan TQM tidak memerlukan peralatan atau sistem manajemen baru, melainkan komitmen atau kesadaran untuk mengadakan perubahan budaya yang berorientasi pada peningkatan kualitas dan perbaikan seluruh proses secara terus-menerus, menyeluruh, dan ber-kesinambungan. TQM memang dapat diterapkan dalam organisasi apa pun tak terkecuali. Dengan memperhatikan cara penerapannya, dalam bidang apa saja filosofi tersebut diterapkan, dan bagaimana mensiasati kendala dan hambatan yang menghalangi pene-rapan tersebut pada organisasi pendidikan tinggi, maka pelaksanaan yang membutuhkan waktu lama tidak akan terasa. Selain itu, apabila diikuti dengan benar maka keberhasilan akan berada di tangan, baik individu maupun organisasi.

Page 117: 10 Kasus SQC

196

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

Daftar Pustaka

Bolton, A. 1995. A Rose By Any Other Name: TQM In Higher Education. Quality Assurance in Education, 3 (2), 13-18. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 3 April 2001.

Emulti, D., Kathwala, Y., dan Manippallil, M. 1996. Are Total Quality Management Programs In Higher Education Worth The effort ? International Journal of Quality and Reliability Management, 13 (6), 29-44. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 8 Mei 2001.

Feigenbaum, A.V. 1991, Total Quality Control (3 rd edition). New York: McGraw-Hill.

Harvey, L. dan Green, D. 1994. Defining Quality. Assessment and Evalu-ation in Higher Education, 18 (1), 9-34. dari CD-ROM.

Herbert, F. J., Dellana, S. A., dan Bass, K. E. 1995. Total Quality Management In Business School: The Faculty Viewpoint. Sam Advanced Management Journal, Autumn, 20-34. Dari CD-ROM.

Hewitt, F. dan Clayton, M. 1999. Quality and Complexity Lessons From English Higher Education. International Journal of Quality and Reliability Management, 16 (9), 838-858. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 15 Juli 2001.

Hittman, J. A. 1993. TQM and CQI in Postsecondary Education. Quality Progress Journal, 77-80. Dari CD-ROM.

Ho, S.K., dan Wearn, K. 1996. A TQM Model For Higher Education and Training. Training for Quality Journal, 3 (2), 25-33. Diakses www.emerald-library.com tanggal 2 Agustus 2001.

Matthew, W. 1993. The Missing Element in Higher Education. Journal of Quality and Participation, 4 (2), 35-42. Diakses www.emerald-library.com tanggal 5 April 2000.

Page 118: 10 Kasus SQC

197

Total Quality Management dan Service Quality dalam Organisasi Pendidikan Tinggi

Owlia, M.S. dan Aspinwall, E.M. 1996. TQM In Higher Education- A Review. International Journal of Quality and Reliability Manage-ment, 14 (5), 527-543. Diakses www.emerald-library.com tanggal 5 Mei 2001.

Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., dan Berry, L.L. 1991. Refinement and Re-assessment of The Servqual Scale. Journal of Retailing, 67, Winter, 420-450. Dari CD-ROM.

Patel, A. 1994. Quality Assurance (BS5750) in Social Services Departments. International Journal of Health Care Quality Assur-ance, 7 (2), 26-32. Diakses www.emerald-library.com tanggal 3 Agustus 2001.

Peak, M. P. 1995. TQM Transforms The Class. Management Review, September, 13-18. Dari CD-ROM.

Radolvisky, Z.D., Gotcher, J.W., dan Slattsveen, S. 1996. Imple- menting Total Quality Management: Statistical Analysis of Survey Results. International Journal of Quality and Reliability Manage-ment, 13 (1), 10-23. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 10 Maret 2001.

Sallis, E. 1993. TQM in Higher Education. Kogan Page Educational Man-agement Series. London: Kogan Page.

Schonberger, R. 1992. Total Quality Management Cuts a Broad Swathe - Though Manufacturing and Beyond. Organizational Dy-namics, Spring, 16-27. Dari CD-ROM.

Sharples, K. A., Slusher, M., Swaim, M. 1996. How TQM Can Work In Education. Quality Progress, May, 75-78. Dari CD-ROM.

Tatikonda, L. U. 1993. CMA, JIT Can Save Accounting Education: Elimi-nate Waste and Chenge The Status Quo, Management Accounting Journal, December. Dari CD-ROM.

Woon, K.C. 2000. TQM Implementation: Comparing Singapore’s Service and Manufacturing Leaders. Managing Service

Page 119: 10 Kasus SQC

198

Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2

Quality, 10 (5), 318-331. Diakses dari www.emerald-library.com tanggal 12 Agustus 2001.

Zeithaml, V.A. 2000. Service Quality, Profitability, and the Economic Worth of Customers: What We Know and What We Need to Learn. Journal of The Academy of Marketing Science, 28 (1), 67-85. Dari CD-ROM.

Page 120: 10 Kasus SQC

518 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

PENGENDALIAN KUALITAS KEMASAN PLASTIK POUCH MENGGUNAKAN STATISTICAL PROCCES CONTROL (SPC) DI PT INCASI RAYA PADANG

Rendy Kaban Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang Email: [email protected]

Abstract

PT Incasi Raya is one of the major companies in Indonesia which produce edible oils. One of the stages in the production activities are packaging products. Used packaging made of plastic material, with the capacity and different type. Plastic pouch is one of the few types of packaging used in the packaging of edible oils. Quality packaging affects the distribution of production to the consumer. If the packaging is damaged, then the product can not be

distributed to consumers. Therefore, the quality of the packaging must be kept for the successful marketing of the product. One way to implement a quality control methods Statistical Processing Control (SPC). The data used in this study is a secondary data provided by the company. Data collected is the number of production reject every month in packaging activities. The data processing of the data collection that is making control map p. The results of data processing show that many reject the production of packaging that are outside the control limits. Data that are outside the control limits indicates there is a problem

in the quality control of the company. Of all types of packaging, only one or two months of production reject packs that are in the control limits. This suggests that the dominant packaging reject each month of production is outside the control limits. Reject the production was analyzed using a causal diagram. Factors influencing the presence reject packaging production is based on the analysis of human, machine, environment, materials, and methods within the company. After analyzing of the causal diagram, the data is revision. Making a map of the proposed p controls the data that has been revised is the end result of

the data processing is done. Quality control companies are advised to be on the boundary control such as control map p recommended.

Keyword : Reject Production, Packaging, Control Limits, Plastik, Edible Oils

Abstrak

PT Incasi Raya merupakan salah satu perusahaan besar di Indonesia yang memproduksi minyak goreng. Salah satu hal tahapan dalam kegiatan produksinya adalah pengemasan produk. Kemasan yang digunakan terbuat dari bahan plastik, dengan kapasitas dan jenis yang berbeda-beda. Plastik pouch merupakan salah satu dari beberapa jenis kemasan yang

digunakan dalam pengemasan minyak goreng. Kualitas kemasan sangat berpengaruh terhadap pendistribusian hasil produksi kepada konsumen. Apabila kemasan mengalami kerusakan, maka produk tersebut tidak dapat didistribusikan kepada konsumen. Oleh karena itu, kualitas dari kemasan harus dijaga untuk keberhasilan pemasaran produk. Salah satu cara pengendalian kualitas menerapkan metode Statistical Processing Control (SPC). Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diberikan oleh perusahaan. Data yang dikumpulkan adalah jumlah reject produksi setiap bulan dalam kegiatan

pengemasan. Pengolahan data dilakukan dari pengumpulan data yaitu pembuatan peta kontrol p. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa banyak kemasan reject produksi yang

berada diluar batas kontrol. Data yang berada diluar batas kontrol menandakan terdapat masalah pada pengendalian kualitas perusahaan. Dari semua jenis kemasan, hanya satu atau dua bulan saja jumlah kemasan reject produksi yang berada dalam batas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa dominan tiap bulannya kemasan reject produksi berada diluar batas

kontrol. Terjadinya reject produksi dianalisis menggunakan diagram sebab akibat. Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya kemasan reject produksi berdasarkan analisis adalah manusia, mesin, lingkungan, material, dan metode dalam perusahaan. Setelah dilakukan

Typewritten text
KASUS VIII
Page 121: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 519

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

analisis dengan diagram sebab akibat, dilakukan revisi data. Pembuatan peta kontrol p usulan dari data yang telah direvisi merupakan hasil akhir dari pengolahan data yang dilakukan. Pengendalian kualitas perusahaan disarankan berada pada batas kendali seperti peta kontrol p usulan.

Kata Kunci : Reject Produksi, Kemasan, Batas Kontrol, Plastik, Minyak Goreng

1. PENDAHULUAN

Pendahuluan berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian dan

batasan masalah pada penyelesaian kasus.

1.1 Latar Belakang

Saat ini, berbagai perusahaan industri sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama dalam bidang manufaktur dan jasa. Oleh karena

perkembangan yang sangat pesat, setiap perusahaan memiliki pesaing yang memproduksi produk yang sama dengan produk yang dihasilkan. Untuk menarik perhatian konsumen, berbagai cara dilakukan oleh perusahaan, seperti meningkatkan kualitas produk, memberi

variasi produk, produk yang dihasilkan memiliki keunikan, sehingga konsumen merasa tertarik. Dari uraian tersebut, konsumen biasanya lebih mengutamakan kualitas produk yang dihasilkan. Agar kualitas produk yang dihasilkan lebih

maksimal, diperlukan suatu metode pengendalian mutu untuk meningkatkan kualitas produksi.

Setiap perusahaan memiliki batas toleransi terhadap kualitas produk yang ia miliki. Apabila kualitas produk berada di luar batas toleransi maka perusahaan harus

mengendalikan keadaan tersebut agar

perusahaan tidak mengalami kerugian. Kualitas produk tidak sesuai dengan yang diharapkan dapat terjadi karena kesalahan yang terjadi pada mesin, operator, maupun lingkungan kerja. Jika kesalahan terjadi pada mesin, maka harus dilakukan suatu

tindakan perbaikan pada mesin, begitu juga dengan operator dan lingkungan kerja, jika kesalahan terjadi pada bagian ini, maka perusahaan harus melakukan suatu perbaikan terhadap operator dan lingkungan pekerjaan.

PT. Incasi Raya merupakan suatu perusahaan manufaktur yang memproduksi

minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Minyak goreng yang dihasilkan disebarkan ke banyak daerah di Indonesia, baik yang di daerah Sumatera Barat maupun diluar dari daerah Sumatera

Barat. Permintaan pasar terhadap hasil

produksi perusahaan tersebut selalu tinggi di pasaran. Oleh karena itu, kualitas produk yang dihasilkan harus di jaga agar

pelanggan merasa puas menggunakan

produk tersebut. Kualitas minyak goreng yang dihasilkan cukup memuaskan di pasaran, namun salah satu kendala adalah kualitas kemasan yang kurang bagus sehingga hasil produksi yang dihasilkan tidak sesuai dengan target produksi. Pengendalian

kualitas terhadap kemasan minyak goreng tersebut harus diperhatikan, hal ini karena apabila produk telah dibawa ke pasaran namun masih mengandung kemasan yang rusak maka konsumen akan mengembalikan produk tersebut ke perusahaan. Kemasan rusak minyak goreng dapat terjadi karena

kerusakan pada proses produksi (reject

produksi) maupun kerusakan oleh pabrik (reject pabrik). Hal ini sangat perlu diperhatikan agar pelanggan tidak kecewa menggunakan produk yang dihasilkan oleh perusahaaan.

Pengendalian mutu merupakan teknik dan kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu. Dalam pengendalian mutu banyak metode yang dapat digunakan dalam penyelesaian masalah kualitas produk. Metode yang digunakan kali ini adalah metode SPC

(Statistical Processing Control). SPC (Statistical Processing Control) merupakan

suatu teknik statistik yang digunakan secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar. Pengendalian kualitas yang digunakan dalam melaksanakan pengendalian kualitas pada PT. Incasi Raya

dilakukan secara atribut, yaitu pengukuran kualitas terhadap karakteristik produk yang tidak dapat atau sulit diukur. Karakteristik yang dimaksud disini adalah kualitas produk yang baik atau cacat.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibahas di

dalam laporan kerja praktek ini adalah apakah pengendalian kualitas kemasan plastik pouch pada PT. Incasi Raya berada dalam batas kendali, apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya reject

produksi dan bagaimana tindakan terhadap reject produksi.

Page 122: 10 Kasus SQC

520 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan laporan kerja praktek ini sebagai berikut: 1. Menganalisa pengendalian kualitas

kemasan plastik pouch pada PT. Incasi Raya terhadap batas kendali.

2. Menganalisa hal-hal yang menyebabkan terjadinya reject produksi kemasan plastik pouch pada PT. Incasi Raya.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah pada pembuatan

laporan kerja praktek ini adalah : 1. Penelitian dilakukan hanya pada reject

produksi, tanpa melibatkan reject pabrik. 2. Kemasan yang diteiliti hanya terhadap

kemasan plastik pouch.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Adapun teori-teori yang melandasi penyelesaian laporan kerja praktek ini sebagai berikut:

2.1 Kualitas

Kualitas merupakan suatu istilah relatif yang sangat bergantung pada situasi. Ditinjau dari pandangan konsumen, secara subyektif orang mendefinisikan kualitas adalah sesuatu yang cocok dengan selera (fitness for use). Produk dikatakan

berkualitas apabila produk tersebut mempunyai kecocokan penggunaan bagi dirinya. Pandangan lain mengatakan kualitas adalah barang atau jasa yang dapat menaikkan status pemakai. Ada juga yang mengatakan barang atau jasa yang memberikan manfaat pada pemakai

(measure of utility and usefulness). Kualitas

barang atau jasa dapat berkenaan dengan keandalan, ketahanan, waktu yang tepat, penampilannya, integritasnya, kemurniannya, individualitasnya, atau kombinasi dari berbagai faktor tersebut [2].

Uraian di atas menunjukkan bahwa pengertian kualitas dapat berbeda-beda pada setiap orang pada waktu khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja (performance), keandalan (reliability), kemudahan pemeliharaan (maintainability) dan karakteristiknya dapat

diukur. Ditinjau dari sudut pandang produsen, kualitas dapat diartikan sebagai

kesesuaian dengan spesifikasinya. Suatu produk akan dinyatakan berkualitas oleh produsen, apabila produk tersebut telah sesuai dengan spesifikasinya [6].

Menurut Juran adapun pengertian kualitas menurut para ahli sebagai berikut [6]: 1. Kualitas adalah keseluruhan fitur dan

karakteristik produk atau jasa yang mampu memuaskan kebutuhan yang terlihat atau yang tersamar.

2. Kualitas adalah “conformance to requirement”, yaitu sesuai dengan yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu Produk memiliki kualitas apabila sesuai

dengan standar kualitas yang telah

ditentukan. 3. Kualitas adalah kesesuaian dengan

kebutuhan pasar. 4. Kualitas suatu produk adalah keadaan

fisik, fungsi, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi

selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai dengan nilai uang yang telah dikeluarkan.

Kualitas tidak bisa dipandang sebagai

suatu ukuran yang sempit, yaitu kualitas

produk semata-mata. Hal itu bisa dilihat dari beberapa pengertian tersebut diatas, dimana

kualitas tidak hanya kualitas produk saja akan tetapi sangat kompleks karena melibatkan seluruh aspek dalam organisasi serta diluar organisasi. Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima

secara universal, namun dari beberapa definisi kualitas menurut para ahli di atas terdapat beberapa persamaan, sebagaimana yang diringkas dalam Nasution yaitu: kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, kualitas mencakup produk, tenaga kerja, proses dan

lingkungan, dan kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang

dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang)[8].

2.2 Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan mulai dari sebelum proses produksi berjalan, pada saat proses produksi, hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan produk akhir. Pengendalian kualitas dilakukan agar dapat

menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang sesuai dengan standar yang diinginkan dan direncanakan, serta

memperbaiki kualitas produk yang belum sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan sebisa mungkin mempertahankan kualitas yang sesuai. Adapun pengertian

pengendalian menurut para ahli adalah sebagai berikut:

Page 123: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 521

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

1. Pengendalian dan pengawasan adalah

kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar kepastian produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang

direncanakan dan apabila terjadi penyimpangan, maka penyimpangan tersebut dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai [9].

2. Pengendalian kualitas adalah pengawasan mutu, merupakan usaha untuk mempertahankan mutu/kualitas barang

yang dihasilkan, agar sesuai dengan

spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan [9].

3. Pengendalian Kualitas adalah teknik dan aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi standar kualitas yang

diharapkan.” Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian kualitas adalah suatu teknik dan aktivitas/tindakan yang terencana yang dilakukan untuk mencapai, mempertahankan, dan

meningkatkan kualitas suatu produk dan jasa agar sesuai dengan standar yang

telah ditetapkan dan dapat memenuhi kepuasan konsumen [3].

2.3 Tujuan Pengendalian Kualitas

Menurut Assauri adapun tujuan dari

pengendalian kualitas adalah [9]: 1. Agar barang hasil produksi dapat

mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan.

2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.

3. Mengusahakan agar biaya desain dari

produk dan proses dengan menggunakan kualitas produksi tertentu

dapat menjadi sekecil mungkin. 4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat

menjadi serendah mungkin.

Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah mungkin. Pengendalian kualitas tidak dapat dilepaskan

dari pengendalian produksi, karena pengendalian kualitas merupakan bagian dari pengendalian produksi. Pengendalian

produksi baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena kegiatan produksi yang

dilaksanakan akan dikendalikan, supaya barang atau jasa yang dihasilkan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan, dimana penyimpangan-penyimpangan yang terjadi diusahakan diminimumkan. Pengendalian kualitas juga menjamin barang

atau jasa yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya pada pengendalian produksi, dengan demikian antara pengendalian produksi dan pengendalian kualitas erat kaitannya dalam pembuatan barang.

2.4 Faktor-Faktor Pengendalian

Kualitas

Menurut Montgomery faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan adalah [7]: 1. Kemampuan Proses, batas-batas yang

ingin dicapai haruslah disesuaikan

dengan kemampuan proses yang ada. Tidak ada gunanya mengendalikan suatu proses dalam batas-batas yang melebihi kemampuan atau kesanggupan proses yang ada.

2. Spesifikasi yang berlaku, Spesifikasi hasil

produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila ditinjau dari segi

kamampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini haruslah dapat dipastikan dahulu apakah spesifikasi tersebut dapat berlaku dari

kedua segi yang telah disebutkan di atas sebelum pengendalian kualitas pada proses dapat dimulai.

3. Tingkat ketidaksesuaian yang dapat diterima, Tujuan dilakukannya pengendalian suatu proses adalah dapat mengurangi produk yang berada di

bawah standar seminimal mungkin. Tingkat pengendalian yang diberlakukan

tergantung pada banyaknya produk yang berada dibawah standar yang dapat diterima.

4. Biaya kualitas, biaya kualitas sangat

mempengaruhi tingkat pengendalian kualitas dalam menghasilkan produk dimana biaya kualitas mempunyai hubungan yang positif dengan terciptanya produk yang berkualitas.

2.5 Langkah - Langkah Pengendalian

Kualitas

Standarisasi sangat diperlukan sebagai

tindakan pencegahan untuk memunculkan kembali masalah kualitas yang pernah ada dan telah diselesaikan. Hal ini sesuai dengan konsep pengendalian mutu berdasarkan sistem manajemen mutu yang berorientasi

pada strategi pencegahan, bukan pada strategi pendeteksian saja. Berikut ini adalah

Page 124: 10 Kasus SQC

522 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

langkah-langkah yang sering digunakan dalam analisis dan solusi masalah mutu [7]: 1. Memahami kebutuhan peningkatan

kualitas.

Langkah awal dalam peningkatan kualitas adalah bahwa manajemen harus secara jelas memahami kebutuhan untuk peningkatan mutu. Manajemen harus secara sadar memiliki alasan-alasan untuk peningkatan mutu dan peningkatan mutu merupakan suatu kebutuhan yang

paling mendasar. Tanpa memahami

kebutuhan untuk peningkatan mutu, peningkatan kualitas tidak akan pernah efektif dan berhasil. Peningkatan kualitas dapat dimulai dengan mengidentifikasi masalah kualitas yang terjadi atau kesempatan peningkatan apa yang

mungkin dapat dilakukan. Identifikasi masalah dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dengan menggunakan alat-alat bantu dalam peningkatan kualitas seperti brainstromming, check Sheet, atau

diagram Pareto. 2. Menyatakan masalah kualitas yang ada.

Masalah-masalah utama yang telah dipilih dalam langkah pertama perlu dinyatakan dalam suatu pernyataan yang spesifik. Apabila berkaitan dengan masalah kualitas, masalah itu harus

dirumuskan dalam bentuk informasi-informasi spesifik jelas tegas dan dapat diukur dan diharapkan dapat dihindari pernyataan masalah yang tidak jelas dan tidak dapat diukur.

3. Mengevaluasi penyebab utama Penyebab utama dapat dievaluasi dengan

menggunakan diagram sebab-akibat dan menggunakan teknik brainstromming.

Dari berbagai faktor penyebab yang ada, kita dapat mengurutkan penyebab-penyebab dengan menggunakan diagram pareto berdasarkan dampak dari

penyebab terhadap kinerja produk, proses, atau sistem manajemen mutu secara keseluruhan.

4. Merencanakan solusi atas masalah. Diharapkan rencana penyelesaian masalah berfokus pada tindakan-tindakan untuk menghilangkan akar penyebab dari

masalah yang ada. Rencana peningkatan untuk menghilangkan akar penyebab

masalah yang ada diisi dalam suatu formulir daftar rencana tindakan.

5. Melaksanakan perbaikan Implementasi rencana solusi terhadap

masalah mengikuti daftar rencana tindakan peningkatan kualitas. Dalam tahap pelaksanaan ini sangat dibutuhkan komitmen manajemen dan karyawan serta partisipasi total untuk secara bersama-sama menghilangkan akar penyebab dari masalah kualitas yang

telah teridentifikasi.

6. Meneliti hasil perbaikan. Setelah melaksanakan peningkatan kualitas perlu dilakukan studi dan evaluasi berdasarkan data yang dikumpulkan selama tahap pelaksanaan untuk mengetahui apakah masalah yang

ada telah hilang atau berkurang. Analisis terhadap hasil-hasil temuan selama tahap pelaksanaan akan memberikan tambahan informasi bagi pembuatan keputusan dan perencanaan peningkatan berikutnya.

7. Menstandarisasikan solusi terhadap masalah.

Hasil-hasil yang memuaskan dari tindakan pengendalian kualitas harus distandarisasikan, dan selanjutnya melakukan peningkatan terus-menerus pada jenis masalah yang lain.

Standarisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama terulang kembali.

8. Memecahkan masalah selanjutnya. Setelah selesai masalah pertama, selanjutnya beralih membahas masalah selanjutnya yang belum terpecahkan (jika

ada).

2.6 Alat Bantu dalam Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas secara statistik dengan menggunakan SPC (Statistical

Processing Control) mempunyai 7 alat statistik utama yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas, antara lain yaitu; check Sheet, histogram, control chart, diagram pareto, diagam sebab akibat, scatter diagram, dan diagram proses [5].

Page 125: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 523

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Gambar 1. Alat Bantu Pengendalian Kualitas

1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)

Check Sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan penganalisis data yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi data jumlah barang yang diproduksi dan jenis ketidaksesuaian beserta dengan jumlah yang dihasilkannya.

Tujuan digunakannya check sheet ini adalah untuk mempermudah proses pengumpulan data dan analisis, serta untuk mengetahui area permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan mengambil keputusan untuk melakukan perbaikan atau tidak.

Pelaksanaannya dilakukan dengan cara mencatat frekuensi munculnya karakteristik suatu produk yang berkenaan dengan kualitasnya. Data tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengadakan analisis masalah kualitas.

Adapun manfaat dipergunakannya check

sheet yaitu sebagai alat untuk : a. Mempermudah pengumpulan data

terutama untuk mengetahui bagaimana suatu masalah terjadi.

b. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi.

c. Menyusun data secara otomatis

sehingga lebih mudah untuk dikumpulkan.

d. Memisahkan antara opini dan fakta.

2. Diagram Sebar (Scatter Diagram) Scatter diagram atau disebut juga dengan peta korelasi adalah grafik yang

menampilkan hubungan antara dua variabel apakah hubungan antara dua variabel tersebut kuat atau tidak, yaitu antara faktor proses yang mempengaruhi proses dengan kualitas produk. Pada dasarnya diagram sebar (scatter diagram) merupakan suatu alat

interpretasi data yang digunakan untuk menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel dan menentukan jenis hubungan dari dua variabel tersebut, apakah positif, negatif, atau tida ada hubungan. Dua variabel yang

ditunjukkan dalam diagram sebar dapat

berupa karakteristik kuat dan faktor yang mempengaruhinya.

3. Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram) Diagram ini disebut juga diagram tulang

ikan (fishbone chart) dan berguna untuk

Page 126: 10 Kasus SQC

524 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

memperlihatkan faktor-faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan mempunyai akibat pada masalah yang kita pelajari. Selain itu, kita juga dapat

melihat faktor-faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor utama tersebut yang dapat kita lihat pada pnah-panah yang berbentuk tulang ikan. Diagram sebab-akibat ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh

seorang pakar kualitas dari Jepang yaitu

Dr. Kaoru Ishikawa yang menggunakan uraian grafis dari unsur-unsur proses untuk menganalisa sumber-sumber potensial dari penyimpangan proses. Faktor-faktor penyebab utama ini dapat dikelompokkan dalam :

a. Material (bahan baku). b. Machine (mesin). c. Man (tenaga kerja). d. Method (metode). e. Environment (lingkungan).

Adapun kegunaan dari diagram sebab-akibat adalah:

a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah.

b. Menganalisa kondisi yang sebenarnya yang bertujuan untuk memperbaiki peningkatan kualitas.

c. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.

d. Membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut.

e. Mengurangi kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk dengan keluhan konsumen.

f. Menentukan standarisasi dari operasi yang sedang berjalan atau yang akan

dilaksanakan. g. Merencanakan tindakan perbaikan.

Adapun langkah-langkah dalam membuat

diagram sebab akibat adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi masalah utama. b. Menempatkan masalah utama

tersebut disebelah kanan diagram. c. Mengidentifikasi penyebab minor dan

meletakkannya pada diagram utama.

d. Mengidentifikasi penyebab minor dan meletakkannya pada penyebab mayor.

e. Diagram telah selesai, kemudian dilakukan evaluasi untuk menentukan penyebab sesungguhnya.

4. Diagram Pareto (Pareto Analysis) Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dan

digunakan pertama kali oleh Joseph Juran. Diagram pareto adalah grafik balok dan grafik baris yang menggambarkan perbandingan masing-

masing jenis data terhadap keseluruhan. Dengan memakai diagram pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan sehingga dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah. Fungsi Diagram pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama untuk

peningkatan kualitas dari yang paling

besar ke yang paling kecil.

5. Diagram Alir/ Diagram Proses (Process Flow Chart) Diagram alir secara grafis menunjukkan sebuah proses atau sistem dengan

menggunakan kotak dan garis yang saling berhubungan. Diagram ini cukup sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk mencoba memahami sebuah proses atau menjelaskan langkah-langkah sebuah proses.

6. Histogram

Histogram adalah suat alat yang membantu untuk menentukan variasi dalam proses. Berbentuk diagram batang yang menunjukkan tabulasi dari data yang diatur berdasarkan ukurannya.

Tabulasi data ini umumnya dikenal dengan distribusi frekuensi. Histogram menunjukkan karakteristik-karakteristik dari data yang dibagi-bagi menjadi kelas-kelas. Histogram dapat berbentuk “normal” atau berbentuk seperti lonceng yang menunjukkan bahwa banyak data

yang terdapat pada nilai rata-ratanya. Bentuk histogram yang miring atau tidak

simetris menunjukkan bahwa banyak data yang tidak berada pada nilai rata-ratanya tetapi kebanyakan data nya berada pada batas atas atau bawah.

7. Peta Kendali (Control Chart)

Peta kendali adalah suatu alat yang secara grafis digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi apakah suatu aktivitas/ proses berada dalam pengendalian kualitas secara statistika

atau tidak sehingga dapat memecahkan masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Peta kendali menunjukkan

adanya perubahan data dari waktu ke waktu, tetapi tidak menunjukkan penyebab penyimpangan meskipun penyimpanan itu akan terlihat pada peta

kendali.

Page 127: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 525

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

2.7 Pengertian Statistical Processing

Control

Statistical Processing Control merupakan sebuah teknik statistik yang digunakan

secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar. Dengan kata lain, selain Statistical Process Control merupakan sebuah proses yang digunakan untuk mengawasi standar, membuat pengukuran dan mengambil tindakan perbaikan selagi sebuah produk atau jasa sedang diproduksi

[5]. Statistical Process Control merupakan

kumpulan dari metode-metode produksi dan konsep manajemen yang dapat digunakan untuk mendapatkan efisiensi, produktifitas dan kualitas untuk memproduksi produk yang kompetitif dengan tingkat yang maksimum.

Pengertian lain dari Statistical Process Control ialah suatu terminology yang mulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistika dalam memantau dan meningkatkan performansi proses

menghasilkan produk yang berkualitas [3]. Statistical Process Control biasanya

digunakan dalam permasalahan pengendalian kualitas. Statistical Process Control melibatkan penggunaan signal-signal statistik untuk meningkatkan performa dan untuk memelihara pengendalian dari

produksi pada tingkat kualitas yang lebih tinggi. 2.8 Manfaat Statistical Processing

Control

Menurut Assausri manfaat/ keuntungan melakukan pengendalian kualitas secara

statistik adalah [9]:

1. Pengendalian (control), di mana penyelidikan yang diperlukan untuk dapat menetapkan statistical control mengharuskan bahwa syarat-syarat kualitas pada situasi itu dan kemampuan

prosesnya telah dipelajari hingga mendetail. Hal ini akan menghilangkan beberapa titik kesulitan tertentu, baik dalam spesifikasi maupun dalam proses.

2. Pengerjaan kembali barang-barang yang telah scrap-rework. Dengan dijalankan pengontrolan, maka dapat dicegah

terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam proses. Sebelum terjadi hal-hal

yang serius dan akan diperoleh kesesuaian yang lebih baik antara kemampuan proses (process capability) dengan spesifikasi, sehingga banyaknya barang-barang yang diapkir (scrap) dapat

dikurangi sekali. Dalam perusahaan pabrik sekarang ini, biaya-biaya bahan

sering kali mencapai 3 sampai 4 kali biaya buruh, sehingga dengan perbaikan yang telah dilakukan dalam hal pemanfaatan bahan dapat memberikan

penghematan yang menguntungkan. 3. Biaya-biaya pemeriksaan, karena

Statistical Quality Control dilakukan dengan jalan mengambil sampel-sampel dan mempergunakan sampling techniques, maka hanya sebagian saja dari hasil produksi yang perlu untuk

diperiksa. Akibatnya maka hal ini akan

dapat menurunkan biaya-biaya pemeriksaaan.

2.9 Manfaat Statistical Processing

Control

Menurut Assausri manfaat/ keuntungan

melakukan pengendalian kualitas secara statistik adalah [9]: 1. Pengendalian (control), di mana

penyelidikan yang diperlukan untuk dapat menetapkan statistical control mengharuskan bahwa syarat-syarat

kualitas pada situasi itu dan kemampuan prosesnya telah dipelajari hingga

mendetail. Hal ini akan menghilangkan beberapa titik kesulitan tertentu, baik dalam spesifikasi maupun dalam proses.

2. Pengerjaan kembali barang-barang yang telah scrap-rework. Dengan dijalankan

pengontrolan, maka dapat dicegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam proses. Sebelum terjadi hal-hal yang serius dan akan diperoleh kesesuaian yang lebih baik antara kemampuan proses (process capability) dengan spesifikasi, sehingga banyaknya

barang-barang yang diapkir (scrap) dapat dikurangi sekali. Dalam perusahaan

pabrik sekarang ini, biaya-biaya bahan sering kali mencapai 3 sampai 4 kali biaya buruh, sehingga dengan perbaikan yang telah dilakukan dalam hal

pemanfaatan bahan dapat memberikan penghematan yang menguntungkan.

3. Biaya-biaya pemeriksaan, karena Statistical Quality Control dilakukan dengan jalan mengambil sampel-sampel dan mempergunakan sampling techniques, maka hanya sebagian saja

dari hasil produksi yang perlu untuk diperiksa. Akibatnya maka hal ini akan dapat menurunkan biaya-biaya

pemeriksaaan.

Page 128: 10 Kasus SQC

526 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

2.10 Manfaat Statistical Processing

Control

Terdapat dua jenis metode pengendalian kualitas secara statistika yang berbeda,

yaitu [9]: 1. Acceptance Sampling

Didefinisikan sebagai pengambilan satu sampel atau lebih secara acak dari suatu partai barang, memeriksa setiap barang di dalam sampel tersebut dan memutuskan berdasarkan hasil

pemeriksaan itu, apakah menerima atau

menolak keseluruhan partai. Jenis pemeriksaan ini dapat digunakan oleh pelanggan untuk menjamin bahwa pemasok memenuhi spesifikasi kualitas atau oleh produsen untuk menjamin bahwa standar kualitas dipenuhi sebelum

pengiriman. Pengambilan sampel penerimaan lebih sering digunakan daripada pemeriksaan 100% karena biaya pemeriksaan jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya lolosnya barang yang tidak sesuai kepada

pelanggan. 2. Process Control

Pengendalian proses menggunakan pemeriksaan produk atau jasa ketika barang tersebut masih sedang diproduksi (WIP/work in process). Sampel berkala diambil dari outpu proses produksi.

Apabila setelah pemeriksaan sampel terdapat alasan untuk mempercayai bahwa karekteristik kualitas proses telah berubah, maka proses itu akan diberhentikan dan dicari penyebabnya. Penyebab tersebut dapat berupa perubahan pada operator, mesin atau

pada bahan. Apabila penyebab ini telah dikemukakan dan diperbaiki, maka

proses itu dapat dimulai kembali. Dengan memantau proses produksi tersebut melalui pengambilan sampel secara acak, maka pengendalian yang konstan dapat

dipertahankan. Pengendalian proses didasarkan atas dua asumsi penting, yaitu: a. Variabilitas

Mendasar untuk setiap proses produksi. Tidak peduli bagaimana sempurnanya rancangan proses, pasti

terdapat variabilitas dalam karakteristik kualitas dari tiap unit. Variasi selama proses produksi tidak

sepenuhnya dapat dihindari dan bahkan tidak pernah dapat dihilangkan sama sekali. Namun sebagian dari variasi tersebut dapat

dicari penyebabnya serta diperbaiki.

b. Proses Proses produksi tidak selalu berada dalam keaadaan terkendali, karena lemahnya prosedur, operator yang

tidak terlatih pemeliharaaan mesin yang tidak cocok dan sebagainya, maka variasi produksinya biasanya jauh lebih besar dari yang semestinya.

2.11 Pembagian Pengendalian Kualitas

Statistik

Terdapat dua jenis metode pengendalian

kualitas secara statistika yang berbeda, yaitu [9]: 1. Acceptance Sampling

Didefinisikan sebagai pengambilan satu sampel atau lebih secara acak dari suatu partai barang, memeriksa setiap barang

di dalam sampel tersebut dan memutuskan berdasarkan hasil pemeriksaan itu, apakah menerima atau menolak keseluruhan partai. Jenis pemeriksaan ini dapat digunakan oleh pelanggan untuk menjamin bahwa

pemasok memenuhi spesifikasi kualitas atau oleh produsen untuk menjamin

bahwa standar kualitas dipenuhi sebelum pengiriman. Pengambilan sampel penerimaan lebih sering digunakan daripada pemeriksaan 100% karena biaya pemeriksaan jauh lebih besar

dibandingkan dengan biaya lolosnya barang yang tidak sesuai kepada pelanggan.

2. Process Control Pengendalian proses menggunakan pemeriksaan produk atau jasa ketika barang tersebut masih sedang diproduksi

(WIP/ work in process). Sampel berkala diambil dari output proses produksi.

Apabila setelah pemeriksaan sampel terdapat alasan untuk mempercayai bahwa karekteristik kualitas proses telah berubah, maka proses itu akan

diberhentikan dan dicari penyebabnya. Penyebab tersebut dapat berupa perubahan pada operator, mesin atau pada bahan. Apabila penyebab ini telah dikemukakan dan diperbaiki, maka proses itu dapat dimulai kembali. Dengan memantau proses produksi tersebut

melalui pengambilan sampel secara acak, maka pengendalian yang konstan dapat dipertahankan. Pengendalian proses

didasarkan atas dua asumsi penting, yaitu: a. Variabilitas

Mendasar untuk setiap proses

produksi. Tidak peduli bagaimana sempurnanya rancangan proses, pasti

Page 129: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 527

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

terdapat variabilitas dalam karakteristik kualitas dari tiap unit. Variasi selama proses produksi tidak sepenuhnya dapat dihindari dan

bahkan tidak pernah dapat dihilangkan sama sekali. Namun sebagian dari variasi tersebut dapat dicari penyebabnya serta diperbaiki.

b. Proses Proses produksi tidak selalu berada dalam keaadaan terkendali, karena

lemahnya prosedur, operator yang

tidak terlatih pemeliharaaan mesin yang tidak cocok dan sebagainya, maka variasi produksinya biasanya jauh lebih besar dari yang semestinya.

2.12 Pengendalian Proses Statistik

dengan Peta Kontrol

Peta kontrol merupakan alat yang digunakan dalam pemecahan masalah dan perbaikan mutu. Peta kontrol ini disebut juga dengan bagan kendali shewhart karena teknik ini pertama kali dikembangkan oleh

Dr. Walter A. Shewhart pada tahun 1920-an. Kendatipun peta kontrol ini nampaknya

sederhana, namun banyak ahli teknik, karyawan bagian produksi dan para pemeriksa berpendapat bahwa dalam menggunakan bagan/peta ini diperlukan pandangan yang sama yaitu bahwa mutu

terukur suatu produk yang dihasilkan selalu beragam sebagai akibat dari faktor acak. Beberapa sistem sebab acak (System of change causes) yang stabil adalah bawaan (inherent) dalam suatu skema produksi dan pemeriksaan tertentu. Keragaman dan pola yang stabil ini tidak dapat dihindari. Alasan

keragaman yang terjadi di luar pola yang stabil ini dapat ditemukan dan dikoreksi.

Fungsi utama dari peta kontrol adalah menentukan tipe variasi mana yang muncul dan apakah dibutuhkan penyesuaian dalam proses. Hal ini bisa saja hanya untuk

menyetel suatu proses yang beroperasi di dalam kontrol (hanya terdapat common causes variation) atau menyesuaikan suatu proses yang beroperasi di luar kendali (hadirnya assignable causes variation). Peta kontrol merupakan acuan terhadap proses yang sedang beroperasi.

Proses kontrol dicapai dengan pengambilan sapel secara periodic selama proses kemudian sample-sampel tersebut

diplot ke dalam sebuah peta untuik melihat apakah proses-proses tersebut berada pada batas kontronya dan Statistical Process Control tersebut merupkan salah satu upaya

pencegahan terhadapa ketidaksesuaian dan mencegah terjadinya permasalahan kualitas

dengan mengurangi produk yang cacat. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan peta kontrol, diantaranya adalah untuk mengindikasikan

hal-hal berikut (Basterfield, 1994): 1. Kapan mengambil tindakan koreksi 2. Tipe dari tindakan pencegahan yang

diperlukan 3. Kapan meninggalkan proses sendirian

(membiarkan proses berjalan apa adanya)

4. Kemampuan proses

5. Cara atau alat yang memungkinkan untuk pengembangan atau peningkatan mutu

6. Bagaimana untuk menset spesifikasi produk

Secara garis besar, peta kontrol dapat dikelompokkan atas dua bagian yaitu peta kontrol variabel dan peta kontrol atribut.

2.12.1 Peta Kontrol Variabel

Peta kontrol variabel merupakan peta

kontrol untuk karakteristik mutu yang dapat diukur dalam skala numerik, seperti

panjang, ketebalan dan kadar keasaman. Manfaat peta kontrol ini adalah [1]: 1. Untuk perbaikan mutu 2. Untuk menentukan besarnya kemampuan

proses (process capability)

3. Untuk mengambil keputusan dalam kaitannya dengan spesifikasi produk berkaitan dengan penentuan SL (Specification Limit), yaitu batas penyimpangan maksimum yang masih diizinkan untuk individual produk terbagi atas USL (Upper Specification Limit) dan

LSL (Lower Specification Limit) 4. Untuk mengambil keputusan dalam

kaitannya dengan proses produksi, mencari sebab-sebab terusut (assignable causes) dan menghilangkannya

5. Untuk mengambil keputusan dalam

kaitannya dengan item yang diproduksi

Menurut Besterfield tahapan-tahapan yang dilakukan dalam membuat peta kontrol variabel adalah [1]: 1. Pilih karakteristik mutu yang digunakan

Karakteristik mutu yang akan digunakan

dalam peta kontrol X dan R/S harus

dapat diukur dan dinyatakan dalam

angka. Satuan besaran yang digunakan dapat berupa besaran pokok dan besaran turunan.

2. Pilih subgrub yang rasional

Subgrub yang rasional maksudnya variasi yang ada dalam subgrub tersebut disebabkan oleh chance causes (kondisi

Page 130: 10 Kasus SQC

528 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

ini tentu tidak selamanya dapat dipenuhi). Untuk lebih memudahkan usaha agar subgrub yang diambil berasal dari lot yang homogen (diproduksi dalam

kondisi yang sama material, mesin, operator, dan lain sebagainya). Memilih subgrub dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Instant-Time-Method b. Period-Time-Method

Keputusan untuk menentukan ukuran

subgrub bergantung pada pertimbangan berikut: a. Peningkatan ukuran subgrub

menyebabkan batas kontrol makin mendekati garis sentral sehingga peta kontrol menjadi sensitif terhadap

variasi yang kecil sekalipun b. Jika ukuran subgrub meningkat, maka

biaya pemeriksaan per subgrub juga akan meningkat

c. Jika pemeiksaaan bersifat merusak, maka ukuran subgrub sebaiknya kecil

(antara 2 atau 3) d. Ukuran subgrub sama dengan 5,

umumnya digunakan dalam industri e. Sebaiknya ukuran subgrub sama

dengan 4 atau lebih, karena secara

statistik rata-rata dari data ( X ) yang

berada dalam subgrub ini akan

terdistribusi mendekati sebaran normal

f. Jika ukuran subgrub lebih dari 10,

maka peta X dan S lebih baik

digunakan dibandigkan peta X dan R

3. Kumpulkan data Gunakan lembar pengamatan (check

sheet) dimana check sheet tersebut selain memuat nomor subgrub, tanggal, waktu dan hasil pengukuran sebaiknya dilengkapi dengan keterangan-

keterangan tentang kondisi saat dilakukan pengukuran, guna memudahkan dalam menentukan jenis penyebab variasi

4. Tentukan garis sentral dan batas kontrol

Peta kontrol X dan R

g

X

X

g

i

i 1

(1)

UCL X = X + A2 (2)

CL X = X (3)

LCL X = X - A2 (4)

atau

UCL X = X + 3 σ X (5)

LCL X = X - 3 σ X (6)

dengan

σ X = n

(7)

g

R

R

g

i

i 1

(8)

UCLR = D4 R (9)

CLR = R (10)

LCLR = D3 R (11)

atau

UCLR = R + 3 σ R (12)

LCLR = R - 3 σ R (13)

Peta Kontrol X dan S

g

X

X

g

i

i 1

(14)

UCL X = X + A3 S

(15)

CL X = X (16)

LCL X = X - A3 S (17)

g

S

S

g

i

i 1

(18)

UCLS = B4 S (19)

CLS = S (20)

LCLS = B3 S (21)

dimana

11 1

2

nn

xxn

S

n

i

n

i

ii

i

(22)

Keterangan :

X = Rata-rata dari rata-rata subgrub

R = Rata-rata dari rentang (range)

subgrub

S = Rata-rata dari standar deviasi tiap

subgrub

Page 131: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 529

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

iX = Rata-rata subgrub ke-i

Ri = Range subgrub ke-i

Si = Standar deviasi subgrub ke-i

σ X = Standar deviasi populasi X

σ R = Standar deviasi populasi R

g = banyak subgrub n = ukuran sampel dalam subgrub

5. Lakukan revisi terhadap garis sentral dan

batas kontrol

d

d

g

inew

gg

XX

X

1

(23)

newXX (24)

UCL X = 00 AX

(25)

CL X = 0X (26)

UCL X = 00 AX

(27)

2

00

d

R

(28)

d

d

g

inew

gg

RR

R

1

(29)

newRR 0 . (30)

UCLR = D2 0

(31)

CLR = d2 0

(32)

LCLR = D1 0

(33)

d

d

g

inew

gg

SS

S

1

(34)

newSS 0 (35)

4

00

c

S

(36)

UCLS = B6 0

(37)

CLS = c4 0

(38)

LCLS = B5 0

(39)

Keterangan :

dX = Rata-rata subgrub yang berada di

luar batas kontrol dan memiliki assignable causes

gd = Banyak subgrub yang berada di luar batas kontrol dan assignable

causes

Sd = Standar deviasi subgrub yang berada di luar batas kontrol dan memiliki assignable causes

6. Terapkan dan capai tujuan

Pernyataan-pernyataan tentang kontrol

ada dua yaitu [1]: 1. Proses Dalam Kontrol

Dalam menarik kesimpulan tentang peta kontrol, biasanya terjadi 2 jenis kesalahan yaitu:

a. Kesalahan Type I (Type I Error), yaitu

menyimpulkan bahwa variasi yang disebabkan oleh assignable causes, padahal disebabkan oleh chance causes atau menyatakan proses berada di luar kontrol, padahal sebenarnya berada di dalam kontrol.

Peluang untuk kesalahan seperti ini biasanya sekitar 0.27 %.

b. Kesalahan Type II (Type II Error), yaitu menyimpulkan bahwa variasi yang disebabkan oleh chance causes, padahal disebabkan oleh assignable

causes atau menyatakan proses berada di dalam kontrol, padahal

sebenarnya berada di luar kontrol. Peluang untuk kesalahan seperti ini biasanya sekitar 99.73 %.

2. Proses di Luar Kontrol Proses dinyatakan di luar kontrol jika

suatu titik subgrub berada di luar batas kontrol. Selain itu perlu juga dilakukan analisa pada titik-titik yang berada di dalam kontrol dengan cara membagi tiga daerah di bawah dan di atas garis sentral menjadi level A, B, C seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut:

A

C

B

A

C

B

UCL = 3σ

2/3 UCL = 2σ

1/3 UCL = 1σ

1/3 LCL = 1σ

2/3 LCL = 2σ

LCL = 3σ

Gambar 2. Pembagian Daerah untuk

Analisa Peta Kontrol

Page 132: 10 Kasus SQC

530 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Kondisi-kondisi proses yang berada di

luar kontrol berdasarkan pembagian daerah tersebut adalah: a. 7 titik berurutan berada pada salah satu

sisi, di atas atau dibawah garis sentral b. 10 dari 11 titik berurutan berada pada

salah satu sisi, di atas atau dibawah garis sentral

c. 12 dari 14 titik berurutan berada pada salah satu sisi, di atas atau dibawah garis sentral

d. 6 titik berurutan nilainya terus meningkat

atau menurun e. 2 dari 3 titik berada di daerah A f. 4 dari 5 titik berurutan berada di daerah

B dan A

Analisa kondisi proses di luar kontrol juga

dapat dilakukan dengan melihat pola dari titik-titik sebaran nilai subgrub, biasanya terdapat lima pola data yaitu [1]: 1. Perubahan atau penaikan tiba-tiba dalam

tingkatan (Change or Jump in Level). Tipe ini dihubungkan dengan suatu

perubahan tiba-tiba dalam tingkatan

untuk peta X , peta R atau keduanya.

Jika kondisi ini ditemukan pada peta

kontrol X , maka biasanya menunjukkan

adanya: a. Suatu perubahan yang disengaja

ataupun tidak disengaja dalam jalinan proses.

b. Seorang operator yang baru atau tidak berpengalaman.

c. Suatu material kasar yang berbeda. d. Suatu kegagalan minor dari sebuah

bagian mesin.

Jika kondisi ini ditemukan pada peta kontrol R, maka biasanya menunjukkan

adanya: a. Operator yang tidak berpengalaman. b. Variasi yang besar dari material.

2. Perubahan tetap dalam tingkatan (Trend or Steady Change in Level) Perubahan yang tetap dalam peta kontrol merupakan hal yang sangat umum dalam fenomena industri. Beberapa penyebab munculnya kondisi ini pada peta kontrol

X adalah:

a. Penggunaan alat atau cetakan b. Penurunan kemampuan cetakan

c. Kegagalan viskositas dalam proses semen.

d. Perubahan temperatur dan kelembaban.

Jika kondisi ini ditemukan pada peta kontrol R, maka biasanya menunjukkan adanya:

a. Peningkatan kemampuan pekerja (Downward Trend).

b. Penurunan kemampuan pekerja akibat lelah, bosan atau tidak konsentrasi

(Upward Trend) c. Peningkatan dalam homogenitas

material. 3. Recurring Cycle

Reccuring cycle terjadi jika sebaran dari

titik-titik dalam peta kontrol X atau

peta R memperlihatkan sebuah

gelombang atau adanya titik-titik periodik yang rendah dan tinggi. Untuk peta

kontrol X , kondisi ini biasanya

disebabkan oleh: a. Efek-efek musiman dari material.

b. Efek berulang-ulang dari temperatur dan kelembaban (Cold Monitoring Start Up)

c. Kejadian harian atau mingguan yang bersifat kimia, mekanis maupun psikologis.

Untuk peta kontrol R, kondisi ini biasanya disebabkan oleh:

a. Kelelahan dan pemulihan saat istirahat pagi, siang maupun sore.

b. Pertukaran operator yang terlalu sering

4. Two Population (Mixture)

Situasi two population ini terjadi jika terdapat banyak titik-titik didekat atau bersisian dengan limit kontrol. Untuk peta

kontrol X , kondisi ini biasanya

disebabkan oleh:

a. Perbedaan yang besar dalam mutu material.

b. Dua atau lebih mesin dalam peta yang sama.

c. Perbedaan yang besar dalam peralatan dan metoda pengujian.

Untuk peta kontrol R, kondisi ini biasanya disebabkan oleh: a. Pekerja yang berbeda menggunakan

peta yang sama. b. Material dari pemasok yang berbeda.

5. Mistakes Kesalahan merupakan hal yang sangat memalukan dalam jaminan mutu. Pola

diluar kontrol yang disebabkan oleh kesalahan ini biasanya disebabkan oleh : a. Peralatan pengukuran yang tidak

dikalibrasi

b. Kesalahan dalam perhitungan c. Kesalahan dalam menggunakan

peralatan pengujian

Page 133: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 531

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

d. Mengambil sampel dari populasi yang

berbeda.

Adapun manfaat peta kontrol variabel ini

adalah: 1. Untuk perbaikkan mutu. 2. Untuk menentukan besarnya proses

capability/kemampuan proses. 3. Untuk mengambil keputusan dalam

kaitannya dengan spesifikasi produk. 4. Untuk mengambil keputusan dalam

kaitannya dengan proses produksi seperti

melihat pola variasi jika pola tersebut menunjukkan kondisi diluar kontrol maka dilakukan upaya pencarian sebab terusut dan menghilangkan.

5. Untuk mengambil keputusan dalam kaitannya dengan item yang diproduksi

2.12.2 Peta Kontrol Atribut

Peta kontrol atribut dalam pengendalian mutu digunakan untuk mengetahui apakah karakteristik mutu produk sesuai atau tidak dengan spesifikasi. Peta kontrol ini biasanya

dipakai karena dua alasan berikut [1]: 1. Jika pengukuran tidak mungkin dilakukan

atau tidak ada satuan yang dapat mewakili pengukuran karena karakteristik itu yang diukur tidak mempunyai nilai numerik, contohnya pemeriksaan visual terhadap warna, part yang hilang,

goresan atau kerusakan, kategori produk (good, fair, dan poor) dan lain sebagainya.

2. Jika pengukuran dapat dilakukan tetapi tidak dilakukan dengan alasan biaya, waktu, ketersedian tenaga kerja ataupun kebutuhan.

Peta kontrol atribut, secara garis besar

dikelompokan atau dua jenis yaitu [1]: 1. Peta untuk unit yang tidak sesuai (Non

Conforming Chart) Peta jenis ini didasarkan atas distribusi

binomial.

dnd qPdnd

ndP

00

)!(!

!)(

(40)

Keterangan: P(d) = Probabilitas untuk d unit yang

tidak sesuai n = Banyaknya unit dalam sampel d = Banyaknya unit yang tidak sesuai

dalam sampel

P0 = Proporsi (fraksi) tidak sesuai dalam populasi

q0 = Proporsi (fraksi) yang sesuai (1-Po) dalam populasi

Yang termasuk ke dalam peta kontrol ini adalah: a. Peta p, menunjukan proposi tidak

sesuai dalam tiap subgrup. Peta ini

dapat digunakan untuk ukuran subgrup yang tetap maupun bervariasi.

n

np

n

Dp

(41)

UCL = n

ppp

)1(3

(42)

CL = p

(43)

LCL = n

ppp

)1(3

(44)

Apabila akan melakukan revisi maka persamaan yang akan digunakan yaitu:

d

d

newnn

npnpp

(45)

Keterangan :

p

= Rata-rata proporsi non

conforming untuk banyak sampel

n = Banyaknya unit dalam sampel

dnp = Banyaknya unit tidak sesuai

dalam sampel yang dibuang

dn = jumlah sampel yang dibuang

b. Peta np, menunjukan banyaknya item

tidak sesuai. Peta ini hanya dapat digunakan jika ukuran subgrup konstan, karena jika ukuran

subgrupnya bervariasi maka garis sentral dan batas kontrol akan bervariasi pula sehingga peta ini tidak akan berarti.

UCL = )1(3 ooo npnpnp (46)

CL = onp

(47)

LCL = )1(3 ooo npnpnp

(48)

Keterangan:

n = jumlah nonconforming untuk

banyak sampel p0 = Proporsi (fraksi) tidak sesuai

dalam populasi

Kegunaan peta kontrol p dan np antara lain: a. Menentukan rata-rata tingkat mutu

Page 134: 10 Kasus SQC

532 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

b. Membawa ke pusat perhaian

manajemen terhadap perubahan perubahan proses (proporsi)

c. Memperbaiki mutu produk, karena

penggunaan peta kontrol p dapat memotivasi manajemen personalia untuk mengeluarkan ide mengenai perbaikan mutu.

d. Mengevaluasi performansi mutu dari manajemen personalia dan operasional.

e. Memberikan saran untuk

menggunakan peta kontrol X dan R

f. Menentukan kriteria penerimaan produk sebelum diserahkan ke konsumen.

2. Peta untuk ketidaksesuaian (Non Conformities Chart) Peta jenis ini didasarkan pada distribusi poisson:

0

!

)()( 0 nPe

c

nPcP

(49)

Keterangan: P(c) = Probabilitas untuk c

ketidaksesuaian

C = Jumlah dari kejadian berdasarkan klarifikasi yang diberikan terjadi dalam sebuah sampel

nP0 = rata-rata jumlah kejadian berdasarkan klarifikasi yang diberikan terjadi dalam sebuah sampel

e = 2.718281

Yang termasuk ke dalam peta kontrol ini adalah: a. Peta c, menunjukan banyaknya

ketidaksesuaian dalam tiap unit yang

diperiksa. Pada peta c ini ukuran subgrupnya adalah 1.

g

cc

(50)

UCL = cc 3 (51)

CL = c (52)

LCL = cc 3 (53)

Apabila akan melakukan revisi maka persamaan yang akan digunakan yaitu:

d

dnew

gg

ccc

(54)

Keterangan:

c = Rata-rata jumlah nonconforming

untuk satu subgrup C = Banyaknya unit nonconforming

dalam sampel g = Banyaknya subgrup

dc = jumlah nonconforming dalam

subgrup yang dibuang

dg = jumlah subgrup yang dibuang

b. Peta u, menunjukan banyaknya

ketidak sesuaian per unit. Secara matematis peta u ini ekuivalen dengan peta c tetapi bedanya pada peta u ukuran subgrupnya lebih dari 1, bisa konstan maupun bervariasi.

n

cu

(55)

UCL = n

uu 3

(56)

CL = u (57)

LCL = n

uu 3

(58)

Keterangan: C = jumlah nonconforming dalam satu

subgrup N = Banyaknya yang diinspeksi dalam

subgrup U = jumlah nonconforming/unit dalam

satu subgrup

u = Rata-rata jumlah nonconforming/

unit untuk banyak subgrup

Ada dua kondisi yang harus dipenuhi agar peta c dan peta u dapat digunakan yaitu: a. Rata-rata jumlah ketidaksesuaian

harus jauh lebih kecil dari jenis ketidaksesuaian yang mungkin terjadi.

b. Tiap-tiap kemunculan ketidaksesuaian tidak tergantung dengan yang lainnya.

Pengklasifikasian ketidaksesuaian dikelompokan dalam tiga kriteria yaitu: 1. Ketidaksesuaian kritis (critical

conformities)

Yaitu jika ketidaksesuaian tersebut membahayakan bagi penggunanya

atau menyebabkan produk tidak berfungsi.

2. Ketidaksesuaian mayor (major nonconformities) Yaitu jika ketidaksesuaian

mengakibatkan berkurangnya kinerja produk.

Page 135: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 533

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

3. Ketidaksesuaian minor (minor

nonconformities) Yaitu jika ketidaksesuaian tidak mengakibatkan berkurangnya kinerja

pruduk, tapi hanya mempengaruhi penampilan produk.

Process capability (kemampuan proses)

dari atribut ini ditentukan oleh garis sentralnya, semakin kecil garis sentral maka kemampuan proses akan semakin baik.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian ini berisi lokasi dan waktu penelitian, obyek penelitian, metode pengumpulan data, pengolahan dan analisis data.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT Incasi Raya edible oils Padang. Penelitian dilaksanakan pada pertengahan Januari 2014 sampai akhir januari 2014.

3.2 Obyek Penelitian

PT Incasi Raya Edible Oils Padang memiliki beberapa jenis kemasan, seperti kemasan jerigen dengan kapasitas yang berbeda-beda dan kemasan plastik pouch dengan kapasitas yang berbeda-beda.

Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemasan plastik pouch. Jenis-jenis kemasan plastik pouch yang diteliti adalah : 1. Kemasan plastik pouch Gurih 1 Liter 2. Kemasan plastik pouch Gurih 2 Liter 3. Kemasan plastik pouch Sari Murni 1 Liter

4. Kemasan plastik pouch Sari Murni 2 Liter

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara primer maupun sekunder. Pengumpulan data secara primer

merupakan pengumpulan data secara langsung, sedangkan pengumpulan data secara sekunder merupakan pengumpulan data yang dilakukan secara tidak langsung, misalnya data yang diperoleh dari data

perusahaan itu sendiri. Data sekunder yang diperoleh dari perusahaan tersebut adalah : 1. Rekapitulasi data reject produksi

kemasan plastik pouch Gurih 1 Liter

sepanjang tahun 2013 2. Rekapitulasi data reject produksi

kemasan plastik pouch Gurih 2 Liter sepanjang tahun 2013

3. Rekapitulasi data reject produksi kemasan plastik pouch Sari Murni 1 Liter sepanjang tahun 2013

4. Rekapitulasi data reject produksi

kemasan plastik pouch Sari Murni 2 Liter sepanjang tahun 2013

3.4 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data yang dilakukan dari data yang telah dikumpulkan adalah:

1. Perhitungan proporsi reject produksi 2. Perhitungan central line (CL) 3. Perhitungan upper control limit (UCL) 4. Perhitungan lower control limit (LCL)

Analisis pemecahan masalah yang

dilakukan antara adalah analisis yang dilakukan menggunakan Diagram Sebab

Akibat. Secara garis besar langkah-langkah yang

dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder reject produksi dan reject pabrik dari perusahaan tersebut dari bulan Januari 2013 sampai November

2013. Reject produksi merupakan kemasan

rusak yang terjadi saat proses produksi berlangsung, sedangkan reject pabrik merupakan kemasan rusak yang berasal dari pabrik pemesanan kemasan tersebut. Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4 adalah

rekapitulasi pengumpulan data yang dilakukan.

Page 136: 10 Kasus SQC

534 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Mulai

Studi

PendahuluanStudi Literatur

Pengumpulan data

Data sekunder jumlah reject produksi dari bulan

Januari 2013 sampai November 2013

Analisis Diagram Sebab Akibat

Melakukan analisis terhadap sebab dan

akibat terjadinya reject produksi

Pembuatam Peta Kontrol Usulan

1. Pembuangan data yang berada diluar batas kontrol

2. Pembuatan peta kontrol usulan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Pengolahan Data

1. Perhitungan LC. UCL, dan LCL

2. Pembuatan peta kontrol

Pembuatan Diagram Sebab Akibat

Pembuatan diagram sebab akibat

berdasarkan faktor-faktor penyebab

terjadinya reject produksi

Gambar 3. Flowchart Metodologi Penelitian

Tabel 1. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 1L

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%)

Januari 414,499 1,019 413,480 0.25

Februari 278,506 1,104 277,402 0.40

Maret 94,019 389 93,630 0.41

April 245,676 769 244,907 0.31

Mei 335,922 803 335,119 0.24

Juni 532,254 1,105 531,149 0.21

Juli 409,828 374 409,454 0.09

Agustus 247,603 466 247,137 0.19

September 445,910 675 445,235 0.15

Oktober 606,595 659 605,936 0.11

November 754,694 393 754,301 0.05

Page 137: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 535

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Tabel 2. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 2L

Tabel 3. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 1L

Tabel 4. Rekapitulasi Jumlah Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 2L

4.2 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk melihat peta kontrol kemasan plastik pouch yang rusak terdapat dalam batas kendali atau

tidak pada PT. Incasi Raya. Pengolahan data

dilakukan terhadap kemasan rusak produksi dan kemasan rusak pabrik. Metode yang digunakan dalam penentuan peta kontrol tersebut adalah metode SPC (Statistical Process Control) dengan menggunakan peta kontrol p. Peta kontrol p digunakan dalam

metode ini karena peta p dapat menunjukkan proporsi kemasan reject dalam subgroup secara jelas. Peta ini dapat digunakan pada ukuran subgroup yang tetap maupun bervariasi, sedangkan peta np

digunakan untuk subgrup yang konstan. Oleh karena subgrup pada pengumpulan data ini bervariasi, maka peta kendali yang digunakan adalah peta p. Melalui peta kontrol p, kita dapat melihat dan menentukan jumlah kemasan reject yang

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%)

Januari 68,463 208 68,255 0.30

Februari 73,013 770 72,243 1.05

Maret 179,711 640 179,071 0.36

April 71,490 250 71,240 0.35

Mei 64,380 79 64,301 0.12

Juni 299,990 322 299,668 0.11

Juli 158,450 78 158,372 0.05

Agustus 32,603 66 32,537 0.20

September 102,226 185 102,041 0.18

Oktober 192,800 227 192,573 0.12

November 225,191 89 225,102 0.04

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%)

Januari 295,144 838 294,216 0.28

Februari 183,319 785 182,436 0.43

Maret 379,414 1,101 378,276 0.29

April 205,687 765 204,876 0.37

Mei 263,018 420 262,560 0.16

Juni 544,810 1,115 543,648 0.20

Juli 369,983 322 369,442 0.09

Agustus 269,109 507 267,084 0.19

September 490,036 793 489,192 0.16

Oktober 652,088 702 651,312 0.11

November 584,366 529 583,764 0.09

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%)

Januari 165,562 579 164,886 0.35

Februari 115,669 540 115,068 0.47

Maret 253,985 853 253,122 0.34

April 149,249 555 148,674 0.37

Mei 327,628 536 326,994 0.16

Juni 400,810 477 400,320 0.12

Juli 266,684 225 266,442 0.08

Agustus 235,924 377 235,530 0.16

September 360,798 423 360,360 0.12

Oktober 477,465 355 477,078 0.07

November 494,114 305 493,800 0.06

Page 138: 10 Kasus SQC

536 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

diluar batas kontrol tiap bulannya. Berdasarkan hasil pengolahan data melalui peta kontrol p, dilakukan revisi yang menghasilkan peta kontrol baru susulan.

Pada penelitian ini dilakukan penilaian besarnya reject produksi dan reject pabrik dalam pengemasan minyak goreng dengan menggunakan peta kontrol p untuk seluruh jenis kemasan plastik pouch. Jika terdapat data yang diluar batas kendali akan dilakukan analisis terhadap hal tersebut, dan

membuat peta susulan yang dapat menjadi

acuan dalam pengendalian kualitas. Adapun pengolahan data untuk masing-masing jenis kemasan plastik pouch tersebut adalah sebagai berikut:

4.2.1 Pengolahan Kemasan Reject Produksi Gurih 1L

Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa reject

produksi cukup banyak terjadi setiap bulannya. Pengolahan data yang dilakukan dengan pembuatan peta kontrol p akan memperlihatkan secara jelas bagaimana prosporsi jumlah reject produksi. Titik-titik yang berada diluar batas kontrol akan direvisi dengan tujuan memberi usulan peta

kontrol p baru. Untuk melihat secara lebih

jelas, berikut adalah pengolahan data pembuatan peta kontrol p reject produksi yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 1L

Contoh Perhitungan Bulan Januari :

∑ =

= 0.00178

UCL = n

ppp

)1(3

= 499,414

)00178.01(0.0017830.00178

= 0.00197

LC = = 0.00178

LCL = n

ppp

)1(3

= 499,414

)00178.01(0.0017830.00178

= 0.00158

Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada

bulan selanjutnya sama dengan perhitungan nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari. Untuk melihat secara lebih jelas proporsi

kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut.

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC

Januari 414,499 1,019 413,480 0.25 0.00246 0.00197 0.00158 0.00178

Februari 278,506 1,104 277,402 0.40 0.00396 0.00202 0.00154 0.00178

Maret 94,019 389 93,630 0.41 0.00414 0.00219 0.00136 0.00178

April 245,676 769 244,907 0.31 0.00313 0.00203 0.00152 0.00178

Mei 335,922 803 335,119 0.24 0.00239 0.00199 0.00156 0.00178

Juni 532,254 1,105 531,149 0.21 0.00208 0.00195 0.00160 0.00178

Juli 409,828 374 409,454 0.09 0.00091 0.00197 0.00158 0.00178

Agustus 247,603 466 247,137 0.19 0.00188 0.00203 0.00152 0.00178

September 445,910 675 445,235 0.15 0.00151 0.00197 0.00159 0.00178

Oktober 606,595 659 605,936 0.11 0.00109 0.00194 0.00161 0.00178

November 754,694 393 754,301 0.05 0.00052 0.00192 0.00163 0.00178

Page 139: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 537

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Gambar 4. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 1L

Berdasarkan pengolahan data yang telah

dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan Agustus yang terdapat pada batas kontrol. Hal ini merupakan suatu yang kurang diperhatikan oleh perusahaan PT. Incasi Raya yang dapat berimbas terhadap

kerugian perusahaan.

4.2.2 Pengolahan Kemasan Reject

Produksi Gurih 2L

Pengolahan data yang dilakukan terhadap kemasan reject produksi Gurih 2L sama halnya dengan pengolahan pada kemasan reject produksi Gurih 1L. Pengolahan data yang dilakukan terhadap kemasan reject

produksi Gurih 2L dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 2L

Contoh Perhitungan Bulan Januari:

∑ =

= 0.00198

UCL = n

ppp

)1(3

= 463,68

)00198.01(0.0019830.00198

= 0.00249

LC = = 0.00198

LCL = n

ppp

)1(3

= 463,68

)00198.01(0.0019830.00198

= 0.00147

0.00000

0.00050

0.00100

0.00150

0.00200

0.00250

0.00300

0.00350

0.00400

0.00450

P

Bulan

ProporsiRejectProduksi(P)

UCL

LCL

LC

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC

Januari 68,463 208 68,255 0.30 0.00304 0.00249 0.00147 0.00198

Februari 73,013 770 72,243 1.05 0.01055 0.00248 0.00149 0.00198

Maret 179,711 640 179,071 0.36 0.00356 0.00230 0.00167 0.00198

April 71,490 250 71,240 0.35 0.00350 0.00248 0.00149 0.00198

Mei 64,380 79 64,301 0.12 0.00123 0.00251 0.00146 0.00198

Juni 299,990 322 299,668 0.11 0.00107 0.00223 0.00174 0.00198

Juli 158,450 78 158,372 0.05 0.00049 0.00232 0.00165 0.00198

Agustus 32,603 66 32,537 0.20 0.00202 0.00272 0.00125 0.00198

September 102,226 185 102,041 0.18 0.00181 0.00240 0.00157 0.00198

Oktober 192,800 227 192,573 0.12 0.00118 0.00229 0.00168 0.00198

November 225,191 89 225,102 0.04 0.00040 0.00227 0.00170 0.00198

Page 140: 10 Kasus SQC

538 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada

bulan selanjutnya sama dengan perhitungan nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari. Untuk melihat secara lebih jelas proporsi

kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut.

Gambar 5. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 2L

Berdasarkan pengolahan data yang telah

dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan Agustus dan September yang terdapat pada

batas kontrol. Hal ini merupakan hal yang kurang diperhatikan oleh perusahaan PT. Incasi Raya sehingga berimbas terhadap kerugian perusahaan. Perusahaan harus mengambil tindakan agar pengendalian kualitas terdapat pada batas kendali.

4.2.3 Pengolahan Kemasan Reject Produksi Sari Murni 1L

Pengolahan data yang dilakukan terhadap kemasan reject produksi Sari Murni 1L sama

halnya dengan pengolahan pada kemasan reject produksi Gurih 1L dan Gurih 2L. Pengolahan data yang dilakukan terhadap kemasan reject produksi Sari Murni 1L dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 1L

Contoh Perhitungan Bulan Januari:

∑ =

= 0.00186

UCL = n

ppp

)1(3

= 144,295

)00186.01(0.0018630.00186

= 0.00210

0.00000

0.00200

0.00400

0.00600

0.00800

0.01000

0.01200

P

Bulan

ProporsiRejectProduksi(P)

UCL

LCL

LC

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC

Januari 295,144 838 294,216 0.28 0.00284 0.00210 0.00162 0.00186

Februari 183,319 785 182,436 0.43 0.00428 0.00216 0.00156 0.00186

Maret 379,414 1,101 378,276 0.29 0.00290 0.00207 0.00165 0.00186

April 205,687 765 204,876 0.37 0.00372 0.00214 0.00157 0.00186

Mei 263,018 420 262,560 0.16 0.00160 0.00211 0.00161 0.00186

Juni 544,810 1,115 543,648 0.20 0.00205 0.00203 0.00168 0.00186

Juli 369,983 322 369,442 0.09 0.00087 0.00207 0.00165 0.00186

Agustus 269,109 507 267,084 0.19 0.00188 0.00211 0.00161 0.00186

September 490,036 793 489,192 0.16 0.00162 0.00204 0.00167 0.00186

Oktober 652,088 702 651,312 0.11 0.00108 0.00202 0.00170 0.00186

November 584,366 529 583,764 0.09 0.00091 0.00203 0.00169 0.00186

Page 141: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 539

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

LC = = 0.00186

LCL = n

ppp

)1(3

= 144,295

)00186.01(0.0018630.00186

= 0.00162

Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada

bulan selanjutnya sama dengan perhitungan nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari.

Untuk melihat secara lebih jelas proporsi kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut.

Gambar 6. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari Murni 1L

Berdasarkan pengolahan data yang telah

dilakukan dan peta kontrol p yang telah

dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan Agustus yang terdapat pada batas kontrol. Kondisi hanya 1 bulan yang berada pada peta kontrol p berulang terjadi. Hal ini

merupakan masalah yang seharusnya dipecahkan oleh perusahaan PT. Incasi Raya.

4.2.4 Pengolahan Kemasan Reject Produksi Sari Murni 2L

Pengolahan data dilakukan untuk setiap jenis kemasan agar permasalahan yang ada dalam kemasan reject produksi tersebut

dapat dilihat secara jelas. Pengolahan kemasan reject produksi Sari Murni 2L disajikan dalam Tabel 8 dan Gambar 7.

Tabel 8. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 2L

0.00000

0.00050

0.00100

0.00150

0.00200

0.00250

0.00300

0.00350

0.00400

0.00450

P

Bulan

ProporsiRejectProduksi (P)

UCL

LCL

LC

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC

Januari 165,562 579 164,886 0.35 0.00350 0.00190 0.00131 0.00161

Februari 115,669 540 115,068 0.47 0.00467 0.00196 0.00126 0.00161

Maret 253,985 853 253,122 0.34 0.00336 0.00185 0.00137 0.00161

April 149,249 555 148,674 0.37 0.00372 0.00192 0.00130 0.00161

Mei 327,628 536 326,994 0.16 0.00164 0.00182 0.00140 0.00161

Juni 400,810 477 400,320 0.12 0.00119 0.00180 0.00142 0.00161

Juli 266,684 225 266,442 0.08 0.00084 0.00184 0.00138 0.00161

Agustus 235,924 377 235,530 0.16 0.00160 0.00186 0.00136 0.00161

September 360,798 423 360,360 0.12 0.00117 0.00181 0.00141 0.00161

Oktober 477,465 355 477,078 0.07 0.00074 0.00178 0.00143 0.00161

November 494,114 305 493,800 0.06 0.00062 0.00178 0.00144 0.00161

Page 142: 10 Kasus SQC

540 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Contoh Perhitungan Bulan Januari :

∑ =

= 0.00161

UCL = n

ppp

)1(3

= 562,165

)00161.01(0.0016130.00161

= 0.00190

LC = = 0.00161

LCL = n

ppp

)1(3

= 562,165

)00161.01(0.0016130.00161

= 0.00131

Perhitungan nilai UCL, CL dan LCL pada

bulan selanjutnya sama dengan perhitungan nilai UCL, LC dan LCL pada bulan Januari.

Untuk melihat secara lebih jelas proporsi kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut.

Gambar 7. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari Murni 2L

Berdasarkan pengolahan data yang telah

dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa hanya bulan Mei

dan Agustus yang terdapat pada batas kontrol. Kondisi hanya 1 bulan atau 2 bulan yang berada pada peta kontrol p berulang terjadi. Hal ini merupakan masalah yang seharusnya dipecahkan oleh perusahaan PT. Incasi Raya.

Hal ini merupakan suatu permasalahan

yang harus diperhatikan oleh perusahaan PT. Incasi Raya supaya perusahaan tidak mengalami kerugian pada proses pengemasan yang dilakukan. Adapun penyebab kemasan reject tersebut dapat

dilihat pada Gambar 8.

4.2.5 Analisis Digram Sebab Akibat

(Cause Effect)

Berdasarkan diagram sebab akibat

diatas, dapat dilakukan perencanaan pengendalian reject produksi oleh perusahaan PT. Incasi Raya untuk mengurangi terjadinya reject produksi. Hal ini dilakukan agar reject produksi dapat diminimalisir sehingga tidak menyebabkan kerugian terhadap perusahaan tersebut.

Diagram sebab akibat disajikan pada Gambar 8.

0.00000

0.00050

0.00100

0.00150

0.00200

0.00250

0.00300

0.00350

0.00400

0.00450

0.00500

P

Bulan

ProporsiRejectProduksi (P)

UCL

LCL

LC

Page 143: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 541

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Kemasan Reject

Lingkungan

Mesin Manusia

Bahan Material

Terkena CairanTerlalu Tipis

kerusakan

mesin

kelalaian

cerobohKaret Vakum

Aus

Kesalahan

Posisi

Kemasan

Kurang

Dikibas

Terlalu Panas

Metode

Perawatan mesin kurang

Pengawasan kerja rendah

Gambar 8. Diagram Sebab Akibat Reject Produksi

Penjelasan dari masing-masing sebab

akibat terjadinya reject produksi seperti pada Gambar 8 sebagai berikut: 1. Bahan

Bahan material yang digunakan terbuat dari plastik. Kemasan plastik tersebut

cukup tipis, namun kesesuaian ketebalan seluruh plastik membuat kemasan tersebut cukup kuat digunakan sebagai kemasan dengan kapasitas minyak

goreng yang tidak lebih dari 2 Liter. Kesalahan produksi yang terjadi pada

produksi plastik tersebut menyebabkan ada sebagian plastik yang tidak memiliki ketebalan yang sama. Apabila ketebalan plastik tidak sama maka plastik tersebut akan mudah rusak ketika proses pengisian minyak goreng pada mesin pengemasan. Selain terjadi kerusakan

pada proses pengemasan, kondisi plastik yang tidak sama tebal juga dapat rusak saat proses distribusi dilakukan. Hal ini menyebabkan terjadinya kemasan reject produksi. Untuk mengantisipasi hal ini,

perusahaan seharusnya teliti dalam membeli kemasan tersebut dari

perusahaan pemasok plastik tersebut.

2. Mesin Mesin yang digunakan dalam pengemasan ini adalah mesin rotary leepack. Mesin tersebut sudah dipakai selama bertahun-tahun dengan perawatan yang kurang memadai.

Perawatan berkala yang dilakukan hanya pembersihan mesin, dan mesin tersebut akan terus digunakan sampai mesin tersebut rusak. Salah satu kerusakan

mesin yang sering terjadi adalah kerusakan pada karet vacuum. Apabila

karet vacuum telah aus, gerak karet tersebut dalam menangkap plastik pouch menjadi tidak stabil. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian antara kerja vacuum dengan rotary leepack sehingga kemasan plastik pouch dapat rusak karena kinerja rotary

leepack. Hal ini dapat diatasi dengan cara melakukan penggantian karet vacuum secara berkala sebelum karet vacuum mengalami keausan sehingga tidak berimbas pada kerusakan kemasan

plastik pouch.

3. Manusia Manusia dalam hal ini adalah operator yang ada dalam proses pengemasan tersebut. Dalam pekerjaan ini operator

Page 144: 10 Kasus SQC

542 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

sangat berperan dalam jalannya proses pengemasan. Apabila operator tidak berkerja dengan baik, hal ini akan mempengaruhi terhadap banyaknya

kemasan rusak yang dihasilkan. Kesalahan yang dilakukan oleh operator antara lain kemasan plasik pouch diposisikan secara tidak tepat pada mesin pengemasan, pengibasan kemasan yang kurang sebelum diletakkan pada mesin pengemasan, dan kelalaian dalam

bekerja. Kemasan yang tidak diposisikan

dengan tepat menyebabkan vacumm tidak dapat menjangkau kemasan dengan baik. Jika terjadi demikian, maka kemasan ini tidak akan terposisi secara baik pada rotary leepack sehingga kemasan dapat mengalami kerusakan.

Sebelum kemasan diletakkan pada mesin, kemasan terlebih dahulu dikibaskan dengan tujuan kemasan yang lengket antara satu dengan yang lainnya berpisah secara baik. Apabila kemasan tidak dikibaskan dengan baik, ada

kemungkinan plastik tidak terpisah dengan baik, hal ini menyebabkan

vacuum akan menjangkau plastik lebih dari satu. Keadaan ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada kemasan saat proses pengemasan. Kelalaian operator merupakan salah satu faktor

terjadinya kesalahan-kesalahan sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini, pimpinan harus mengawasi kerja operator agar operator bekerja dengan baik.

4. Lingkungan

Lingkungan juga mempengaruhi terjadinya adanya kemasan reject

produksi. Ketika kemasan tersebut diangkut ke lantai pengemasan, kemasan tersebut biasanya diletakkan di tempat yang langsung terkena cahaya matahari

pagi. Kemasan yang terbuat dari plastik akan mengalami perubahan jika terkena sinar matahari secara terus menerus. Hal ini dapat membuat daya tahan plastik menurun dan mudah rusak ketika kemasan plastik tersebut mengalami proses pengemasan. Kadangkala,

kemasan plastik tersebut terkena air saat berada di lantai proses pengemasan. Apabila plastik tersebut terkena air,

vacuum tidak dapat menjangkau plastik dengan baik. Hal ini juga dapat membuat kemasan tersebut mengalami kerusakan

saat proses pengemasan terjadi. Untuk mengatasi hal ini, pekerja hendaknya memposisikan kemasan tersebut ditempat yang terhindar dari cahaya

matahari dan menjaga agar bahan baku tersebut tidak terkena cairan.

5. Metode Metode kurang berperan dalam kegiatan proses pengemasan perusahaan tersebut, salah satunya adalah metode perawatan

mesin. Perawatan mesin secara berkala

tidak diterapkan dalam perusahaan ini. Metode ini merupakan salah satu metode yang cukup penting untuk menjaga performansi kinerja mesin tersebut. Perawatan yang baik terhadap mesin akan menghasilkan output produksi yang

memiliki kualitas yang lebih tinggi. Metode pengawasan kerja juga kurang diterapkan dalam perusahaan tersebut. Pengawasan kerja yang kurang berpengaruh terhadap kinerja operator mesin pengemasan tersebut. Dengan

tidak adanya pengawasan kerja yang tidak baik, operator kemungkinan

melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan standar kerja. Keadaan operator yang demikian akan mempengaruhi terjadinya kesalahan kerja yang berimbas pada terjadinya kemasan reject produksi.

Berdasarkan pengolahan data yang telah

dibuat dan analisis terhadap peta kontrol p, maka dapat dilakukan penentuan UCL dan LCL untuk peta kontrol yang baru dengan melakukan revisi terhadap data tersebut dengan cara membuang data yang berada

diluar batas kontrol. Pengolahan data dilakukan terhadap data baru, yaitu data

yang berada dalam batas kontrol setelah data diluar batas kontrol dibuang. Adapun pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

4.2.6 Pengolahan Kemasan Reject

Produksi Gurih 1L Setelah Revisi

Perhitungan data setelah revisi dilakukan agar kita dapat melihat peta kontrol p susulan yang dapat memberi gambaran bagaimana seharusnya kemasan reject

produksi yang dimiliki oleh perusahaan. Adapun pengolahan yang dilakukan terhadap data yang telah direvisi dapat dilihat pada

Tabel 9.

Page 145: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 543

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Tabel 9. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 1L Setelah Revisi

Contoh Perhitungan Bulan Agustus:

∑ =

= 0.00188

UCL = n

ppp

)1(3

= 603,247

)00188.01(0.0018830.00188

= 0.00214

LC = = 0.00188

LCL = n

ppp

)1(3

= 603,247

)00188.01(0.0018830.00188

= 0.00162

Untuk melihat secara lebih jelas proporsi kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta kontrol p tersebut merupakan peta kontrol usulan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah revisi dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah

ini.

Gambar 9. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 1L Setelah Revisi

Berdasarkan pengolahan data yang telah

dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject produksi terdapat pada batas kontrol. Keadaan reject produksi yang berada diluar batas kontrol seharusnya dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas kemasan tetap terjaga.

4.2.7 Pengolahan Kemasan Reject

Produksi Gurih 2L Setelah Revisi

Pengolahan data dan pembuatan peta kontrol p untuk kemasan reject produksi Gurih 2L setelah revisi dapat dilihat pada Tabel 10.

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC

Agustus 247,603 466 247,116 0.19 0.00188 0.00214 0.00162 0.00188

0.00000

0.00050

0.00100

0.00150

0.00200

0.00250

Agustus

P

Bulan

ProporsiRejectProduksi (P)

UCL

LCL

LC

Page 146: 10 Kasus SQC

544 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Tabel 10 Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Gurih 2L Setelah Revisi

Contoh Perhitungan Bulan Agustus:

∑ =

= 0.00186

UCL = n

ppp

)1(3

= 603,32

)00186.01(0.0018630.00186

= 0.00258

LC = = 0.00186

LCL = n

ppp

)1(3

= 603,32

)00186.01(0.0018630.00186

= 0.00115

Untuk melihat secara lebih jelas proporsi

kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta kontrol p tersebut merupakan peta kontrol

usulan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah revisi dapat dilihat pada Gambar 10 dibawah ini.

Gambar 10. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Gurih 2L Setelah Revisi

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject

produksi terdapat pada batas kontrol. Keadaan seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas kemasan tetap terjaga.

4.2.8 Pengolahan Kemasan Reject Produksi Sari Murni 1L Setelah Revisi

Pengolahan data dan pembuatan peta kontrol p untuk kemasan reject produksi setelah revisi dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini.

Tabel 11. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 1L Setelah Revisi

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC

Agustus 32,603 66 32,537 0.20 0.00202 0.00258 0.00115 0.00186

September 102,226 185 102,041 0.18 0.00181 0.00227 0.00146 0.00186

0.00000

0.00050

0.00100

0.00150

0.00200

0.00250

0.00300

Agustus September

P

Bulan

Proporsi RejectProduksi (P)

UCL

LCL

LC

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC

Agustus 269,109 507 267,084 0.19 0.00188 0.00213 0.00163 0.00188

Page 147: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 545

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Contoh Perhitungan Bulan Agustus:

∑ =

= 0.00188

UCL = n

ppp

)1(3

= 109,269

)00188.01(0.0018830.00188

= 0.00213

LC = = 0.00188

LCL = n

ppp

)1(3

= 109,269

)00188.01(0.0018830.00188

= 0.00163

Untuk melihat secara lebih jelas proporsi

kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat

peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta kontrol p tersebut merupakan peta kontrol usulan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah

revisi dapat dilihat pada Gambar 11 dibawah ini.

Gambar 11. Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari murni 1L Setelah Revisi

Berdasarkan pengolahan data yang telah

dilakukan dan peta kontrol p yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject produksi terdapat pada batas kontrol. Keadaan seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas

kemasan tetap terjaga.

4.2.9 Pengolahan Kemasan Reject Produksi Sari Murni 2L Setelah Revisi

Pengolahan data kemasan reject produksi Sari Murni 2L dan pembuatan peta kontrol p setelah data direvisi dapat dilihat

pada Tabel 12 dibawah ini.

Tabel 12. Perhitungan Reject Produksi Plastik Pouch Sari Murni 2L Setelah Revisi

0.00000

0.00050

0.00100

0.00150

0.00200

0.00250

Agustus

P

Bulan

Proporsi RejectProduksi (P)

UCL

LCL

LC

Bulan Total Reject Produksi Produksi Persentase Reject Produksi (%) Proporsi Reject Produksi (P) UCL LCL LC

Mei 327,628 536 326,994 0.16 0.00164 0.00183 0.00141 0.00162

Agustus 235,924 377 235,530 0.16 0.00160 0.00187 0.00137 0.00162

Page 148: 10 Kasus SQC

546 Jurnal Optimasi Sistem Industri, Vol. 13 No. 1, April 2014:518-547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

Contoh Perhitungan Bulan Mei:

∑ =

= 0.00162

UCL = n

ppp

)1(3

= 628,327

)00162.01(0.0016230.00162

= 0.00183

LC = = 0.00162

LCL = n

ppp

)1(3

= 628,327

)00162.01(0.0016230.00162

= 0.00141

Untuk melihat secara lebih jelas proporsi

kemasan reject, dibawah ini dapat dilihat

peta kontrol p untuk kemasan tersebut. Peta kontrol p tersebut merupakan peta kontrol usulan yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan tersebut. Peta kontrol p setelah

revisi dapat dilihat pada Gambar 12 dibawah ini.

Gambar 4.10 Peta Kontrol P Kemasan Reject Produksi Sari murni 2L Setelah Revisi

Berdasarkan pengolahan data yang telah

dilakukan dan peta kontrol p yang telah

dibuat, dapat dilihat bahwa proporsi reject produksi terdapat pada batas kontrol. Sesuai dengan hal sebelumnya, keadaan seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh PT. Incasi Raya agar kualitas kemasan tetap terjaga.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Bagian penutup berisikan kesimpulan terhadap penelitian yang telah dilakukan serta saran dari peneliti.

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh

dari pengolahan data dan analisis yang dilakukan sebagai berikut:

Pengendalian kualitas pada perusahaan PT Incasi Raya Edible Oils dengan metode statistical processing control kurang baik. Dilihat dari peta kontrol yang telah dibuat, jumlah reject produksi tiap bulan mayoritas

diluar batas kontrol.

Berdasarkan analisis diagram sebab akibat, reject produksi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: faktor mesin, manusia, material, lingkungan, dan metode. Mesin merupakan faktor utama penyebab terjadinya reject produksi.

0.00000

0.00020

0.00040

0.00060

0.00080

0.00100

0.00120

0.00140

0.00160

0.00180

0.00200

Mei Agustus

P

Bulan

Proporsi RejectProduksi (P)

UCL

LCL

LC

Page 149: 10 Kasus SQC

Pengendalian Kualitas Kemasan....(Kaban) 547

ISSN 2088-4842

OPTIMASI SISTEM INDUSTRI

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan yaitu PT Incasi Raya Edible Oils harus meningkatkan pengendalian kualitas

kemasan plastik pouch agar reject produksi tidak menyebabkan kerugian terhadap perusahaan. Untuk mengurangi terjadinya reject produksi maka perusahaan disarankan melakukan maintenance mesin secara rutin dan melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja operator. Perusahaan juga

harus memperhatikan faktor lingkungan

pada pengemasan, metode perusahaan dalam bekerja dan material plastik yang digunakan. UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Rika Ampuh Hadiguna sebagai dosen pembimbing penulisan jurnal ini dan kakak Ketrin Fadeli ST sebagai pembimbing dalam penelitian di PT Incasi Raya Edible Oils Padang, sehingga penulis dapat

menyelesaikan jurnal ini dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA [1] D.H. Besterfield, Quality Control and

Industrial Statistic (2th Edition), New

Jersey: Prentice- Hall International, Inc., 1994.

[2] V. Gasperz, Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.

[3] V. Gasperz, Total Quality Manajemen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2005.

[4] K. Gerry, Tinjauan Tata Letak dalam Perusahaan untuk Meningkatan Efisiensi dengan menggunakan Load-Distance Model, Bandung: Annur, 2010.

[5] J. Heizer dan B. Render, Manajemen

Operasi (Edisi Ke-7), Jakarta: Salemba Empat, 2006.

[6] J.M. Juran, Juran’s Quality Control (4th Edition), New York: McGrawHill, Inc., 1998.

[7] D.C. Montgomery, Pengantar Pengendalian Proses Statistik (Edisi Ke-

3), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995.

[8] M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005.

[9] A. Sofjan, Manajemen Operasi Dan Produksi. Jakarta: LP FE UI, 1998.

Page 150: 10 Kasus SQC

ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013

1090

ANALISA PENGENDALIAN MUTU MINUMAN RUMPUT LAUT DENGAN

MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL QUALITY CONTROL PADA

PT. JASUDA DI KABUPATEN TAKALAR

A.Haslindah Dosen Prodi Teknik Industri, Fak. Teknik Universitas Islam Makassar

email: [email protected]

ABSTRAK

Statistical Quality Control (pengendalian kualitas statistik) adalah teknik yang digunakan untuk mengendalikan dan

mengelolah proses baik manufaktur maupun jasa melalui penggunaan statistik. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi pada minuman rumput laut serta untuk mengetahui solusi kerusakan

minuman rumput laut tersebut. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang bagaimana pengendalian kualitas

menggunakan alat bantu statistik yang bermanfaat untuk mengendalikan tingkat kecacatan produk (misdruk) yang

terjadi pada PT. Jasuda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya produk minuman rumput laut

yang memiliki endapan dan bergelembung yaitu disebabkan oleh manusia/tenaga kerja, metode kerja dan mesin/alat

yang digunakan masih sederhana. Namun disini yang paling dominan penyebab kecacatan yaitu operator /manusia yang

kurang teliti dan peralatan yang kurang dirawat ataupun dibersihkan. Adapun solusi yaitu mangadakan program

pelatihan bagi pekerja baik yang lama maupun yang baru secara berkala, dan Memberikan pengarahan dan peringatan

kepada pekerja apabila melakukan kesalahan. Dan untuk peralatan perlunya perawatan dan pemebersihan baik sebelum

mau telah digunakan.

Kata kunci : Statistical Quality Control,misdruk, kualitas.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan bisnis meningkat

semakin ketat meskipun berada dalam kondisi

perekonomian yang cenderung tidak stabil. Hal

tersebut memberikan dampak terhadap persaingan

bisnis yang semakin tinggi dan tajam, baik di pasar

domestik maupun di pasar internasional. Setiap usaha

dalam persaingan tinggi dituntut untuk selalu

berkompetisi dengan perusahaan lain di dalam industri

yang sejenis. Salah satu cara agar bisa memenangkan

kompetisi atau paling tidak dapat bertahan di dalam

kompetisi tersebut adalah dengan memberikan

perhatian penuh terhadap kualitas produk yang

dihasilkan oleh perusahaan sehingga bisa mengungguli

produk yang dihasilkan oleh pesaing.

PT. Jasuda merupakan perusahaan yang mengolah

rumput laut menjadi berbagai produk rumput laut salah

satunya minuman rumput laut. Minuman rumput ini

memiliki kandungan iodium dan seratnnya cukup

tinggi. Produksi minuman rumput laut sebagai bahan

makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek

pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam

lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua

berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta

kemurnian produk.

Minuman rumput laut ini berbentuk gelas atau cup

sehingga dalam hal ini kualitas produk akan nampak

jelas setelah produk tersebut telah dikemas, hal ini

dapat diketahui dengan melakukan perbandingan

antara produk yang sudah jadi dengan standar produk.

Setiap kali produksi, menggunakan rumput laut

sebanyak 100 Kg, yang dapat menghasilkan 160.000

Gelas dimana isi produk Minuman rumput laut adalah

200 ml/gelas. Adapun standar normal kerusakan

minuman rumput laut pada PT. Jasuda yaitu :

bergelembung dan berubah warna. Rata-rata minuman

rumput laut yang bergelembung sekitar 200 gelas dan

minuman rumput laut yang memiliki endapan adalah

sekitar kurang lebih 300 gelas.

Berdasarkan data-data tersebut, maka perlu

dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi kualitas rumput laut dan cara

penanggulangannya agar mutu rumput laut yang

dihasilkan dapat memenuhi standar yang ditetapkan.

Mengacu pada uraian tersebut di atas maka dapat

diketahui bahwa masalah pengendalian mutu terhadap

kualitas produk yang dihasilkan oleh sebuah

perusahaan merupakan suatu hal yang penting dan

membutuhkan kajian yang lebih mendalam, oleh

karena itu peneliti menganggap penelitian dibidang

pengendalian mutu ini sangat penting dalam

mendukung perusahaan untuk memiliki daya saing

dengan produk perusahaan yang lain. Dalam hal ini

Highlight
Typewritten text
KASUS IX
Page 151: 10 Kasus SQC

ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013

1091

penelitian tentang penerapan Statistical Quality

Control (SQC).

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan

masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mengetahui penyebab kerusakan pada

minuman rumput laut

2. Bagaimana mengetahui solusi kerusakan pada

minuman rumput laut

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui penyebab kerusakan pada

minuman rumput laut.

2. Untuk megetahui solusi kerusakan pada minuman

rumput laut.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan pengetahuan tentang bagaimana

pengendalian kualitas menggunakan alat bantu

statistik dapat bermanfaat untuk mengendalikan

tingkat kecacatan produk (misdruk) yang terjadi

pada PT. Jasuda.

2. Memberikan manfaat bagi pihak manajemen PT.

Jasuda sebagai bahan masukan yang berguna

terutama dalam menentukan strategi pengendalian

kualitas yang dilakukan oleh perusahaan di masa

yang akan datang sebagai upaya peningkatan

kualitas produksi.

3. Memberikan arahan dan tambahan referensi bagi

kalangan akademisi untuk keperluan studi dan

penelitian selanjutnya mengenai topik

permasalahan yang sama.

METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan dengan

lokasi penelitian di PT. Jasuda Kabupaten Takalar.

2.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan

dengan cara :

1. Wawancara

Dalam hal ini peneliti mencari data atau informasi

dengan cara mewawancarai pimpinan PT. Jasuda

dan beberapa karyawan.

2. Studi Pustaka

Yaitu informasi dicari melalui beberapa buku

referensi maupun melalui internet.

3. Pengamatan Langsung

Yaitu dilakukan dengan melakukan pengamatan

langsung pada saat proses produksi dan mencatat

data-data yang di dapatkan.

2.3. Metode Penelitian

Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan

menggunakan metode pengendalian kualitas statistic.

Data yang digunakan adalah data atribut data variabel

yaitu data berdasarkan karakteristik yang diukur secara

sebenarnya. Data yang diambil adalah minuman yang

bergelembung dan memilliki endapan didalam

Minuman Rumput Laut. Data variable yang diperoleh

dari perusahaan diolah sebagai berikut :

1) Diagram Pareto

Diagram Pareto digunakan untuk mencari sumber

kesalahan, masalah – masalah atau kerusakan

produk dan untuk membantu memfokuskan diri

pada usaha pemecahannya. Berdasarkan data yang

diteliti tentang jenis produk rusak dapat ditentukan

ranking kategori, kemudian dihitung kumulatif

persentase dan digambarkan dalam diagram

Pareto.

2) Diagram Sebab Akibat (Fishbone Chart)

Diagram Ishikawa bertujuan untuk membantu

mengidentifikasi lokasi yang mungkin dari

terjadinya masalah – masalah mutu dan lokasi

pemeriksaan. Diagram ini mempresentasikan

hubungan antara sebab dan akibat yang terdiri dari

garis – garis dan simbol. Akibat (karateristik

kualitas) diletakkan di kanan, sedangkan sebab

diletakkan di sebelah kiri.

3) Membuat peta kontrol p.

Setelah ditentukan jumlah produk rusak maka

langkah selanjutnya adalah memplotkan data

atribut kedalam peta kontrol p.

4) Aplikasi peta control p

Batas pengendali pada peta control diaplikasikan

pada proses selanjutnya.

2.4. Flow Chart

Page 152: 10 Kasus SQC

ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013

1092

ANALISA DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisa Penelitian

Analisa dan pembahasan merupakan media

komunikasi dalam menjembatani penarikan

kesimpulan, agar kesimpulan yang diperoleh nantinya

mudah dimengerti dan dapat menghilangkan terjadinya

salah penafsiran dari penyajian penelitian yang

dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang

ada. Dalam penelitian ini analisa dan pembahasan hasil

pengolahan merupakan suatu dasar dalam melakukan

dugaan – dugaan terhadap suatu kejadian penyebab

ketidaknormalan pada proses produksi dan tindakan

yang sebaiknya dilakukan guna melakukan perbaikan

dalam proses produksi Analisa dilakukan dengan

menganalisa hasil Statistical Quality Control yaitu

hasil perhitungan peta pengendalian kualitas dan

menganalisa factor yang mempengaruhi kualitas

dengan menggunakan pengendalian kualitas diagram

sebab akibat (fish Bone).

3.1.1 Analisa Diagram Pareto

Berdasarkan pengamatan pada diagram pareto,

maka total cacat untuk endapan = 643 gelas dan

bergelembung = 358 gelas. Dengan melihat kondisi

berdasarkan jenis cacat maka presentase yang tertinggi

untuk jenis cacat :

- Jenis cacat endapan = 39,73%

- Jenis cacat bergelembun = 60,27%

Berdasarkan hasil data tersebut diatas, persentase

cacat tertinggi terjadi pada jenis cacat endapan.

3.1.2 Analisa Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat merupakan diagram yang

terdiri dari garis – garis dan simbol – simbol yang

mempresentasikan hubungan antara sebab akibat yang

digunakan untuk menentukan apakah terdapat akibat

yang jelek dan mengambil tindakan untuk

memperbaiki penyebabnya dan juga untuk

mengidentifikasi dan menganalisis suatu proses atau

situasi dan menemukan kemungkinan penyebab suatu

masalah yang terjadi.

Berdasarkan analisa diagram Pareto maka evaluasi

yang dapat diberikan untuk mengetahui penyebab

terjadinya kerusakan proses produksi dikarenakan

adanya item – item berikut:

a. Diagram Sebab Akibat Cacat Timbul Gelembung

Berdasarkan terjadinya cacat timbul gelembung

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

1) Faktor Operator

Ketelitian dan kehati – hatian agar memperoleh

hasil yang maksimal tergantung pada faktor

manusia sebagai operator. Ketidak telitian

operator pada saat melakukan pengukuran

panas pada alat pemanas dan blower angin,

selain itu kelelahan dan kejenuhan akibat

proses yang berlangsung terus menerus akan

mengurangi kinerja dari operator.

2) Faktor Peralatan

Adanya pemanasan air rumput laut dalam

tabung yang kurang merata yang disebabkan

kompor pemanas kotor atau mati pada saat

membutuhkan pemanasan air rumput laut,disini

operator harus mengamati suhu yang

diperlukan, apabila kurang panas kompor

pemanas dibesarkan, dan apabila membutuhkan

pendinginan maka blower angin yang

dinyaakan. Kegiatan ini dilakukan di saat air

rumput laut mulai dialirkan ke tabung

penampungan melalui pipa kapiler.

3) Faktor Proses

Ukuran pemanasan air rumput laut harus tetap

stabil, pemanasan yang tidak merata akan

mengakibatkan warna air rumput laut akan ikut

berubah menjadi agak gelap dan apabila

dilakukan pengepresan atau pengisian pada

gelas kemasan dan pengepresan label gelas

maka akan timbul gelembung – gelembung

udara kecil berwarna putih pada tepi atau

pinggir gelas bagian dalam.

4) Faktor Material

Pada waktu pemanasan air rumput laut terlalu

panas atau kurang panas sehingga

menimbulkan gelembung – gelembung putih

atau pengembunan pada gelas kemasan

b. Diagram Sebab Akibat Cacat memiliki Endapan

Berdasarkan terjadinya memiliki endapan

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

1) Faktor Operator

Ketelitian dan kehati – hatian agar

memperoleh hasil yang maksimal tergantung

pada faktor manusia sebagai operator. Kurang

terampil dan ketidak telitian operator dalam

proses pengepresan dan pengontrolan panas

dari air rumput laut yang kurang merata

menyebabkan terjadinya memiliki endapan

dari air rumput laut tersebut. Selain itu

kelelahan akibat kondisi suhu panas dan suara

mesin produksi dapat menyebabakan

konsentrasi operator turun.

2) Faktor Material

Proses pengepresan pada label minuman

rumput laut pada PT Jasuda dilakukan secara

semi otomatis, adanya warna pada air rumput

laut yan sudah jadi dan siap untuk proses

pengisian dan dilanjutkan pada pengepresan

label minuman rumput laut disebabkan oleh

dua hal yang biasanya sering terjadi dan

kurang mendapat perhatian serius dari

operator, dua hal tersebut adalah kurang teliti

atau kontrol pada kompor pemanasan dan

blower pendingin pada tabung penampungan

air rumput laut yang sudah jadi dan siap pada

proses pengisian pada gelas kemasan , kedua

terkontaminasinya air rumput laut dengan

kotoran dari dalam pipa kapiler dan tabung

penampungan akhir dari air rumput laut

tersebut.

3) Faktor Peralatan

Adanya keterlambatan pengisian bahan bakar

pada kompor pemansan oleh operator akibat

Page 153: 10 Kasus SQC

ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013

1093

kurang konsentrasinya operator dan kompor

pemanasan dan blower yang kotor, dan

pembersihan pipa kapiler dan tabung

penampungan akhir rumput laut secara

berkala.

4) Faktor Lingkungan

Faktor ini disebabkan karena udara panas

disekitar lingkungan kerja sehingga

mengakibatkan kesalahan operator dan

menyebabkan konsentrasi operator menurun.

Selain itu kondisi bising dari mesin – mesin

yang bekerja dan faktor mengobrol

menyebabkan ketelitian operator menurun.

Udara panas, pengap dan kondisi bising yang

dirasakan operator dapat menyebabkan

operator merasa cepat lelah dan kurang

nyaman.

3.1.3 Analisa Dengan Control Chart (P)

Dari hasil pengamatan, untuk jumlah cacat dan

persentase cacat dalam satu bulan dari keseluruhan

data yang digunakan (N = 1249 bungkus) yang terdiri

dari 180.000 bungkus, diperoleh jumlah rata-rata

persentase kecacatannya 0,69% dari jumlah yang

diamati. Dari hasil pengamatan juga diperoleh rata-rata

proporsi kecacatan P = 0,0069 dengan UCL P =

0,00747 dan LCL P = 0,0063. Hal ini menunjukkan

bahwa dalam peta control P pada grafik produk

minuman rumput laut berada dilur batas control, hal ini

menunjukkan produksi berlangsung tidak menurut

spesifikasi yang telah ditentukan. Bila hal ini berjalan

normal maka pengendalian secara statistical dapat

digunakan karena dapat menekan penyimpangan

sebesar 0,69%.

Jika batas control dapat dipertahankan dan

begitupun batas control yang telah direfisi, maka

produk yang dihasilkan mengalami penyimpangan

dapat digunakan atau memantau proses produksi

berikutnya. Untuk mengatasi ini maka faktor-faktor

yang harus diperhatikan adalah ketelitian para pekerja

harus tetap diperhatikan serta dianjurkan untuk

menggunakan alat yang lebih modern.

Sedangkan dari hasil perhitungan kapabilitas

proses dari produksi diperoleh :

Minuman rumput laut yang cacat ( ) = 0, 69%

Minuman rumput laut yang baik = 1 – P (cacat)

= 100% - 0, 69%

= 99,31%

3.2 Pembahasan

3.2.1 Diagram Pareto

Pada analisis Diagram Pareto dapat dilihat bahwa

memiliki endapan dan bergelembung memiliki data

tertinggi dan data terendah dalam diagram ini dapat

terlihat bahwa endapan dan Bergelembung merupakan

data tertinggi yang berada diluar batas normal.

3.2.2 Peta Kendali P

a. Pembahasan Peta Kendali P Memiliki endapan

Pada peta control X dan R terdapat data out of

control sehingga perlu dilakukan revisi. Setelah

revisi seluruh data memiliki endapan sudah berada

didalam batas control sehingga tidak perlu

dilakukan revisi lagi. Hal ini dipengaruhi karena

data yang digunakan selalu berubah-ubah dan

tidak tersebar normal sehingga tidak dapat

dikendalikan dan menyebabkan data banyak yang

melewati batas kontrolnnya.

b. Pembahasan Peta Kendali P Bergelembung

Pada peta control R tidak terdapat data yang out of

control, sedangkan pada diagram X terdapat 2

sampel sehingga dilakukan revisi sebanyak 1 kali.

Setelah revisi seluruh data bergelembung sudah

berada didalam batas control sehingga tidak perlu

dilakukan revisi lagi. Hal ini dipengaruhi karena

data yang digunakan selalu berubah-ubah dan

tidak tersebar normal sehingga tidak dapat

dikendalikan dan menyebabkan data banyak yang

melewati batas Controlnnya.

4.5.3 Pembahasan Kemampuan Proses

a. Memiliki endapan

untuk Memiliki endapan kemampuan kinerja

proses sangat rendah. Hal ini mengakibatkan

banyak data yang berada diluar batas normal yang

ditetakan oleh perusahaan. Untuk menanggulangi

hal ini perusahaan harus meningkatkan

pengendalian dan control terhadap proses yang

berlangsung mulai dari pasca panen sampai

dengan proses produksi.

b. Bergelembung

untuk Bergelembungkemampuan kinerja proses

sangat rendah. Hal ini mengakibatkan banyak data

yang berada diluar batas normal yang ditetakan

oleh perusahaan. Untuk menanggulangi hal ini

perusahaan harus meningkatkan pengendalian dan

control terhadap proses dan pekerja untuk lebih

memenuhi standar operasi yang telah ditetapkan.

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian, diperoleh data jenis cacat

pada produk minuman rumput laut yaitu minuman

rumput laut memiliki endapan dan bergelembung.

Setelah dilakukan pengamatan maka di dapatkan data

yaitu setiap kali melakukan proses produksi, PT Jasuda

memproduksi 6000 gelas dimana sebanyak 209 gelas

bergelembung dan 384 memiliki endapan. Dari hasil

pengamatan, untuk jumlah cacat dan persentase cacat

dalam satu bulan dari keseluruhan data yang digunakan

(N = 1249 bungkus) yang terdiri dari 180.000 bungkus,

diperoleh jumlah rata-rata persentase kecacatannya

0,69% dari jumlah yang diamati. Dari hasil

pengamatan juga diperoleh rata-rata proporsi kecacatan

P = 0,0069 dengan UCL P = 0,00747 dan LCL P =

0,0063. Hal ini menunjukkan bahwa dalam peta

control P pada grafik produk minuman rumput laut

berada dilur batas control, hal ini menunjukkan

produksi berlangsung tidak menurut spesifikasi yang

telah ditentukan. Bila hal ini berjalan normal maka

pengendalian secara statistical dapat digunakan karena

dapat menekan penyimpangan sebesar 0,69%.

Page 154: 10 Kasus SQC

ILTEK,Volume 8, Nomor 15, April 2013

1094

Jika batas control dapat dipertahankan dan

begitupun batas control yang telah direfisi, maka

produk yang dihasilkan mengalami penyimpangan

dapat digunakan atau memantau proses produksi

berikutnya. Untuk mengatasi ini maka faktor-faktor

yang harus diperhatikan adalah ketelitian para pekerja

harus tetap diperhatikan serta dianjurkan untuk

menggunakan alat yang lebih modern.

4.2 Saran

Untuk memperbaiki kualitas produk, diberikan

saran sebagai berikut :

1. Perbaikan yang dilakukan perusahaan sebaiknya

terfokus pada faktor penyebab utama terjadinya

penyimpangan mutu yaitu factor bahan baku,

metode kerja dan mesin.

2. Pihak perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan

pemilihan bahan baku yang masuk ,

mengelompokkan bahan baku yang sejenis dan

segera mengolahnya.

3. Membuat urutan prioritas dalam melaksanakan

pengendalian kualitas yang terencana dengan

memperhatikan faktor-faktor penyebab kesalaan

dalam produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Assauri Sofjan. 1999. Manajemen Produksi dan

Operasi Edisi Resivi. Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia: Jakarta

Asyari Agus. 1983. Pengendalian Produksi.

Universitas Gajah Mada: Yogyakarta

Dinas perikanan dan Kelautan Kab.

Takalar.2010.”Produksi Rumput laut”.

Douglas C. Mont Gomery, 1990, pengantar

pengendalian Kualitas Statistik, Penerbit Gadjah

Mada University Press, yogyakarta.

Febrianto, Nanang. 2006. Analisa Perancangan

Pengendalian Kualitas Statistik Pada Kelompok

Tani Wanita “Brosem” Batu malang. Universitas

Muhammadiyah Malang: Malang

Ilham, Rezkiwati D. 2005. Usulan Perbaikan Kualitas

Produk Kain Strech Dengan Menggunakan

Metode Statistical Quality Control (SQC) Pada

PT. Himalaya Tunas Texindo Bandung.

Universitas Muslim Indonesia: Makassar

Harinaldi. 2005. Prinsip-prinsip Statistika Untuk

Teknik dan sains.Erlangga.Jakarta

Husaini Usman, R Purnomo. 2006. Pengantar Statistik

edisi kedua. Penerbit Bumi Aksara.Jakarta

Ishikawa Kaon. 1988. Teknik Penuntun Pengendalian

Mutu. Mediyatama Perkasa: Jakarta

Kume Hitosi. 1989. Metode Statistik Peningkatan

Mutu. Mediayatama Sarana Perkasa: Jakarta

Rismayanti. 2011. Penerapan Metode Statistical

Quality Control Dalam Menghasilkan Produk

Minyak Kelapa Sawit Sesuai Dengan Standar Di

Pt.Varita Majutama Kabupaten Teluk Bintuni.

Universitas Muslim Indonesia: Makassar

Sucahyo Febrianto. 2004. Tugas Akhir Identifikasi

Kualitas Keramik Di Sentra Industri Kecil Dinoyo

Dan Betek Dengan Metode Pengendalian

Kualitas, Universitas Muhammadiyah Malang:

Malang

Vincent Gaspers. 1998. Statistical Process Control

Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia Pustaka

Utama: Jakarta

Waiulung Natsir M. 2009. Analisis Pengendalian

Kualitas Untuk Meningkatkan Mutu Produk

Plywood Pada PT. Wainibe Wood Industri (WWI)

Di Kota Namlea. Universitas Muslim Indonesia:

Makassar

Page 155: 10 Kasus SQC

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, 2014, 2 (2):245-259 ISSN 2355-5408, ejournal.adbisnis.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2014

ANALISIS PENGENDALIAN MUTU (QUALITY CONTROL)

CPO (CRUDE PALM OIL) PADA PT. BUANA WIRA SUBUR

SAKTI DI KABUPATEN PASER

M. Fajar Wulan D1

ABSTRAK

M. Fajar Wulan D, Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO

(Crude Palm Oil) pada PT. Buana Wirasubur Sakti di Kabupaten Paser. Di

bawah bimbingan Ir. Noercahyono, MM. selaku Pembimbing I dan Bapak Eko

Adi Widyanto, SE,. M.SA. selaku Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengendalian mutu CPO

(Crude Palm Oil) pada PT. Buana Wirasubur Sakti. Analisis dilakukan dengan

cara mengolah data inspeksi kadar asam lemak bebas, kadar air, dan kadar

kotoran dengan menggunakan alat analisis pengendalian mutu diagram

histogram, grafik kendali, dan diagram sebab akibat. Hasil analisis dibandingkan

dengan standar pengendalian mutu yang ditetapkan BSN melalui SNI 01-2901-

2006 dan standar mutu yang ditetapkan oleh konsumen PT. Buana Wirasubur

Sakti.

Berdasarkan analisis diagram histogram untuk kadar asam lemak bebas

dan kadar kotoran tidak terdapat data yang berada di luar batas, akan tetapi

pada kadar air terdapat 16 sampel berada di atas standar yang ditetapkan oleh

BSN yaitu 0,5%. Berdasarkan hasil analisis grafik kendali pengendalian mutu

CPO (Crude Palm Oil), jumlah sampel yang berada di luar batas kendali

menurut peta kontrol Xbar dan R untuk kadar asam lemak bebas sebanyak

sebelas sampel pada peta kendali Xbar dan dua sampel pada peta kendali R.

Kemudian, untuk kadar air terdapet lima sampel pada peta kendali Xbar dan dua

sampel pada peta kendali R. Serta untuk kadar kotoran terdapat tujuh sampel

apda peta kendali Xbar dan tiga sampel pada peta kendali R. Berdasarkan hasil

analisis diagram sebab akibat yaitu dilakukan dengan proses observasi lapangan

dan wawancara terdapat lima faktor yang mempengaruhi pengendalian mutu

CPO (Crude Palm Oil). Faktor itu sendiri meliputi bahan baku, lingkungan kerja,

mesin, bahan baku, manusia, dan metode karja.

Kata Kunci: analisis pengendalian mutu, diagram sebab akibat, dan grafik

kendali.

Pendahuluan

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia karena

kontribusinya terhadap perolehan devisa, peluang pengembangan pasar serta

penyerapan tenaga kerja, dan menjadikan Indonesia sebagai eksportir minyak

1 Mahasiswa, S1 Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Mulawarman, Email: [email protected]

Typewritten text
KASUS X
Page 156: 10 Kasus SQC

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

246

kelapa sawit (Crude Palm Oil- CPO) nomor satu di dunia, sebagaimana dapat

dilihat pada Tabel berikut.

Tabel

Eksportir CPO Dunia Tahun 2013

No Negara Eksportir Total Ekspor (ton)

1 Indonesia 28.000.000

2 Malaysia 19.700.000

3 Thailand 1.700.000

4 Kolombia 950.000

5 Nigeria 860.000

(sumber: bisnis.com)

Produksi CPO di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini.

Tabel

Total Produksi Sawit Indonesia

Tahun Total Produksi (ton)

2008 17.539.788

2009 19.324.294

2010 21.958.120

2011 23.096.541

2012 26.015.518

(Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan)

Era pengembangan kelapa sawit di Kalimantan Timur dimulai pada tahun

1982 yang dirintis melalui Proyek Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang dikelola

oleh PTP VI. Hingga tahun 2012, luas areal kelapa sawit mencapai 961.802 Ha,

yang terdiri dari 226.765 Ha sebagai tanaman plasma / rakyat, 17.237 Ha milik

BUMN sebagai inti, dan 717.825 Ha milik Perkebunan Besar Swasta. Adapun

produksi TBS (Tandan Buah Segar) pada tahun 2012 sebesar 5.734.464 ton atau

setara dengan 1.032.204 ton CPO (Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur,

2012)

PT. Buana Wirasubur Sakti merupakan satu dari 12 perusahaan perebusan

TBS (Tandan Buah Sawit) yang berada di Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser,

yang secara resmi didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya perusahaan ini hanya

memfokuskan pada penanaman kelapa sawit yaitu pada tahun 1991 hingga tahun

2004 dengan luas areal lahan lebih dari 900 hektar. Pada tahun 2010 PT. Buana

Wirasubur Sakti melebarkan sayapnya pada bisnis pemrosesan TBS menjadi CPO

dengan kapasitas produksi perusahaan sebesar 30 TBS/jam yang dapat

menghasilkan 120 ton CPO, 30 ton karnel, dan 30 ton cangkang karnel per hari.

(tradezz.com_PT. Buana Wirasubur Sakti)

Pasokan kelapa sawit yang diolah menjadi CPO bersumber dari kebun

kelapa sawit milik PT. Buana Wirasubur Sakti sendiri serta pasokan yang

bersumber dari petani sawit di Kecamatan Kuaro. CPO yang dihasilkan kemudian

akan dijual ke pembeli utama yaitu PT. Wilmar, PT SMART, Tbk, dan PT. KIAT

Page 157: 10 Kasus SQC

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

247

yang dikirim melalui Pelabuhan Tanah Merah di Desa Janju, Kecamatan Tana

Gerogot, Kabupaten Paser.

Kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan oleh PT. Buana Wirasubur

Sakti untuk menghasilkan produk CPO mengacu pada standar mutu CPO yang

ditetapkan oleh pembeli/pelanggan.

Pemerintah sendiri melalui BSN telah menetapkan standarisasi mutu CPO

yang dimuat dalam SNI-01-2901-2006 yaitu:

Tabel

Standar Nasional Mutu Kelapa Sawit

No Karakteristik Keterangan

1 Kadar asam lemak bebas < 5,00 %

2 Kadar air < 0,50 %

3 Kadar kotoran < 0,50 %

4 Bilangan Yodium 50-55 g / 100 g TBS

5 Warna CPO (crude palm oil) Jingga kemerah-

merahan

(SNI, 2006)

Dalam praktiknya PT. Buana Wirasubur Sakti belum menetapkan

standarisasi mutu CPO perusahaan. Selama ini standar mutu yang digunakan oleh

PT. Buana Wirasubur Sakti mengikuti kontrak kerja yang ditetapkan oleh pembeli

utamanya, yaitu PT. Willmar. Standar mutu yang ditetapkan oleh PT. Willmar

mengikui standar mutu CPO yang ditetapkan oleh BSN melalui SNI-01-2901-

2006. Akan tetapi jika mutu CPO yang dihasilkan melebihi standar kadar mutu

yang ditetapkan, maka PT. Buana Wirasubur Sakti akan memasarkannya kepada

pembeli lokal.

Salah satu cara untuk mengukur mutu produk ialah penerapan quality

conrol dengan peta kontrol (control charts). Fungsi penerapan quality control

tersebut adalah untuk melakukan pengendalian terhadap mutu dari input awal

berupa penyelesaian bahan baku, proses produksi , sampai kepada proses output

barang jadi (finished goods). Dengan adanya penerapan quality control maka

perusahaan dapat melakukan efesiensi proses produk, khususnya dalam industri

pengolahan CPO kelapa sawit. Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas,

peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai masalah

pengendalian mutu (quality control) dalam hal pengolehan buah sawit yang ada di

PT. Buana Wirasubur Sakti. Untuk itu pada penelitian ini peneliti mengambil

judul “Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil)

Pada PT. Buana Wirasubur Sakti”

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah;

Apakah pengendalian mutu CPO yang dilakukan oleh PT. Buana

Wirasubur Sakti sudah memenuhi standar SNI yang ditetapkan oleh BSN.

Page 158: 10 Kasus SQC

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

248

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses pengendalian mutu CPO yang dilakukan oleh PT.

Buana Wirasubur Sakti.

2. Untuk mengetahui apakah tingkat mutu CPO yang dihasilkan oleh PT. Buana

Wirasubur Sakti sudah memenuhi standar mutu CPO sesuai dengan standar

SNI yang ditetapkan oleh BSN.

Kerangka Dasar Teori

Pengendalian Mutu (Quality Control)

Pengertian pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari

pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi,

barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke konsumen agar barang

(jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan

(Prawirosentono, 2007:74).

Process Quality Control

Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2012:208) SQC (Statistical

Quality Control) merupakan penggunaan metode statistic untuk mengukur kinerja

produksi sekaligus untuk meningkatkan mutu keluaran. Sebaliknya, SPC hanya

bermaksud untuk melakukan pengendalian kinerja proses dengan menggunakan

metode statistik. Sehubungan dengan itu, SPC merupakan bagian dari SQC.

Minyak Sawit Kasar

Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) merupakan minyak nabati berwarna

jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses ekstraksi daging buah kelapa

sawit (mesocarp) tanaman Elais guinensis Jacq. Minyak sawit kasar terdiri dari

gliserida yang tersusun oleh serangkaian asam lemak. Komponen utama minyak

sawit adalah trigliserida dengan sebagian kecil digliserida dan mono gliserida.

Minyak sawit kasar berbentuk semipadat pada suhu kamar. Warna minyak sawit

kasar yang berwarna jingga kemerah-merahan disebabkan oleh komponen minor

yang dmiliki CPO berupa pigmen karoten (ipb.ac.id).

Metode Penelitian

Histogram

Histogram menunjukkan cakupan nilai suatu perhitungan dan frekuensi dari setiap

nilai yang terjadi. Histogram menunjukkan peristiwa yang sering terjadi dan juga

variasi dalam pengukuran (Heizer dan Render, 2004:268).

Bagan kendali

Peta Kendali

Peta Kendali Xbar digunakan untuk proses yang memiliki karakteristik yang

bersifat kontinu. Peta ini menggambarkan variasi harga rata-rata dari data yang

diklarifikasikan dalam satu kelompok. Dalam penelitian ini data dikelompokkan

berdasarkan satuan waktu hari dimana data ini diambil. Langkah langkah

penentuan peta kendali Xbar adalah dengan menentukan rentang rata-rata

Page 159: 10 Kasus SQC

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

249

kemudian menentukan batas kontrol serta mengambarkan garis Xbar dan garis

batas kontrol.

Peta Kendali R

Peta kendali R merupakan peta untuk menggambarkan rentang data dari suatu sub

grup, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil. Langkah langkah penentuan garis

central adalah dengan menentukan rentang rata-rata kemudian menentukan batas

kontrol serta mengambarkan garis R dan garis batas kontrol.

Menghitung X rata-rata dan R rata-rata (Haming dan Nurnajamuddin,

2012:208):

Perhitungan X rata-rata

Dimana:

: jumlah rata-tata dari nilai rata-rata subgrup

: nilai rata-rata subgrup ke-i

: jumlah subgrup

Perhitungan R rata-rata

Dimana:

: jumlah rata-rata rentang grup

: nilai rentang subgrup ke-i

: jumlah subgrup

Menentukan batas kontrol untuk pembuatan peta kendali X dan R (Haming

dan Nurnajamuddin, 2012:208):

X-Chart

Batas kontrol peta X: Batas kontrol atas (BKA) =

Batas kontrol bawah (BKB) =

Dimana: BKA = Batas Kontrol Atas

BKB = Batas Kontrol Bawah

A2 = Nilai Koefisien

R = Selisih Harga Xmaks dan Xmin

R-Chart

Batas kontrol peta R: Batas kontrol atas (BKA) = D4 . R

Batas kontrol bawah (BKB) = D3 . R

Dimana: BKA = Batas Kontrol Atas

BKB = Batas Kontrol Bawah

D4,D3 = Nilai Koefisien

Diagram Sebab Akibat

Menurut Heizer dan Render (2004:265) pembuatan diagram sebab akibat pada

umumnya dimulai dengan 4 kategori yaitu material, mesin/peralatan, manusia,

Page 160: 10 Kasus SQC

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

250

dan metode. Inilah yang disebut 4M yang merupakan penyebab. Penyebab

masing-masing dikaitkan dalam setiap kategori yang diikat dalam tulang ikan

yang diikat dalam tulang yang terpisah sepanjang cabang tersebut.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Histogram

Histogram Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

Dari hasil pengujian kadar Asam Lemak Bebas di atas, maka histogram

Kadar Asam Lemak Bebas dapat di lihat pada Gambar berikut:

Gambar

Hasil Uji Kadar Asam Lemak Bebas

sumber: data diolah

Berdasarkan hasil histogram untuk kadar asam lemak bebas, maka dapat

dilihat bahwa rata-rata kadar asam lemak bebas adalah 3,5%, dan tidak terdapat

yang berada di luar batas normal berdasarkan standarisasi yang ditetapkan oleh

BSN yaitu kadar Asam Lemak Bebas maksimum 5%.

Histogram Kadar Air

Dari hasil pengujian kadar Air di atas, maka histogram kadar Air dapat di

lihat pada Gambar berikut:

Gambar

Hasil Uji Kadar Air

Page 161: 10 Kasus SQC

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

251

Sumber: data diolah

Berdasarkan hasil histogram untuk kadar air, dapat dilihat bahwa rata-rata

kadar air adalah sebesar 0,36%, dan terdapat 16 atau 16,66% data yang berada di

luar batas normal berdasarkan standarisasi yang ditetapkan oleh BSN yaitu kadar

Air maksimum 0,5%.

Histogram Kadar Kotoran

Dari hasil pengujian kadar Air di atas, maka histogram kadar Air dapat di

lihat pada Gambar berikut:

Gambar

Hasil Uji Kadar Kotoran

Sumber: data diolah

Berdasarkan hasil histogram untuk kadar kotoran, dapat dilihat bahwa

rata-rata kadar kotoran adalah 0,39% dan tidak terdapat data yang berada di luar

batas normal berdasarkan standarisasi yang ditetapkan oleh BSN yaitu kadar

kotoran maksimum 0,5%.

Analisis Grafik Kendali (SPC)

Analisis grafik kendali (SPC) digunakan untuk melakukan pengendalian kinerja

proses dengan menggunakan metode statistik. Di dalam grafik kendali terdapat

garis batas kendali atas (UCL) serta garis batas kendali bawah (LCL), kedua garis

ini berfungsi untuk menentukan batas kendali kandungan mutu CPO dalam

perhitungan statistik. Berikut tahapan pembuatan grafik kendali dan R untuk

Kadar Asam Lemak Bebas (ALB), Kadar Air, dan Kadar Kotoran:

Peta dan R untuk Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

1. Perhitungan Peta Kendali Xbar Kadar Asam Lemak Bebas.

UCL = +

= 3,50 + 1,023 . 0,44

= 3,50 + 0,45351

= 3,95 %

LCL = -

= 3,50 – 1,023 . 0,44

Page 162: 10 Kasus SQC

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

252

= 3,50 – 0,45251

= 3,05 %

2. Perhitungan Peta Kendali R Kadar Asam Lemak Bebas.

UCL = D4 .

= 2,574 .0,44

= 1,13857 %

LCL = D3 .

= 0 . 0,44

= 0 %

Gambar

Grafik kendali Xbar dan R Chart Asam Lemak Bebas

sumber: data diolah

Dari peta kendali Xbar dan R di atas terdapat data yang out of control,

yaitu pada data ke 1, 2, 6, 7, 8, 11, 13, 14, 17, 26, dan 28 pada peta kendali Xbar.

Untuk peta kendali R terdapat pula data yang out of control yaitu pada data ke 24

dan 27.

Peta dan R untuk Kadar Air

1. Perhitungan Peta Kendali Xbar Kadar Asam Lemak Bebas

UCL = +

= 0,36 + 1,023 . 0,18

= 0,55 %

LCL = -

= 0,36 – 1,023 . 0,18

= 0,18 %

2. Perhitungan Peta Kendali R Kadar Air

UCL = D4 .

= 2,574 . 0,18

= 0,4676 %

LCL = D3 .

Sample

Sa

mp

le M

ea

n

28252219161310741

4,5

4,0

3,5

3,0

__X=3,500

UC L=3,959

LC L=3,041

Sample

Sa

mp

le R

an

ge

28252219161310741

2,0

1,5

1,0

0,5

0,0

_R=0,449

UC L=1,155

LC L=0

1

1

1

1

11

111

1

1

1

1

Xbar-R Chart of x1; ...; x3

Page 163: 10 Kasus SQC

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

253

= 0 . 0,18

= 0 %

Gambar

Grafik kendali Xbar dan R Chart Air

sumber: data diolah

Dari peta kendali Xbar dan R untuk kadar air di atas terdapat data yang out

of control, yaitu pada data ke 10, 11, 13, 16, dan 29 pada peta kendali Xbar. Untuk

peta kendali R terdapat pula data yang out of control yaitu pada data ke 15 dan 20.

Peta dan R untuk Kadar Kotoran

1. Perhitungan Peta Kendali Xbar Kadar Kotoran

UCL = +

= 0,04 + 1,023 . 0,02

= 0,06 %

LCL = -

= 0,04 – 1,023 . 0,02

= 0,02 %

2. Perhitungan Peta Kendali R Kadar Kotoran

UCL = D4 .

= 2,574 . 0,02

= 0,05079 %

LCL = D3 .

= 0 . 0,02

= 0 %

Sample

Sa

mp

le M

ea

n

28252219161310741

0,5

0,4

0,3

0,2

0,1

__X=0,3646

UC L=0,5504

LC L=0,1787

Sample

Sa

mp

le R

an

ge

28252219161310741

0,60

0,45

0,30

0,15

0,00

_R=0,1817

UC L=0,4677

LC L=0

1

1

1

11

1

1

Xbar-R Chart of x1; ...; x3

Page 164: 10 Kasus SQC

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

254

Gambar

Grafik kendali Xbar dan R Chart Kotoran

sumber: data diolah

Dari peta kendali Xbar dan R untuk kadar kotoran di atas terdapat data

yang out of control yaitu pada data ke 8, 10, 13, 18, 23, 26, dan 29. Untuk peta R

terdapat pula data yang out of control yaitu pada data ke 8, 10, dan 20.

Diagram Sebaba Akibat

Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan oleh PT. Buana Wirasubur Sakti adalah TBS

yang berasal dari kebun yang dimiliki oleh perusahaan dan TBS yang berasa dari

petani sawit di sekitar pabrik. Pemasok utama bahan baku (buah sawit) PT. Buana

Wirasubur Sakti adalah buah yang berasal kebun rakyat, hal ini disebabkan

perkebunan yan dimiliki perusahaan belum mampu memenuhi kebutuhan

perusahaan. Usia tanam buah sawit yang dimiliki oleh perusahaan masih muda.

Pasokan buah sawit yang dapat dipenuhi oleh perusahaan hanya 50 ton per-hari

sedangkan kapasitas produksi perharinya sebesar 500 ton. Oleh sebab itu

perusahaan untuk menutupi kekurangan pasokan bahan baku, perusahaan

menerima bahan baku yang dihasilkan oleh kebun masyarakat, dimana pasokan

bahan bakunya tidak bisa dikontrol jumlahnya.

Lingkungan Kerja

PT. Buana Wirasubur Sakti memiliki luas areal pabrik 2000 m2. Dimana

di dalamnya terdapat bagunan-bagunan pabrik yang terdiri dari pos pengamanan

yang berada di gerbang masuk pabrik, setelah itu terdapat jembatan timbang yang

digunakan untuk menimbang kendaraan yang membawa bahan baku (TBS),

kemudian terdapat ruang kantor dan laboratorium yang dimana digunakan untuk

kegiatan administrasi dan laboratorium yang digunakan untuk tempat pengujian

kadar CPO.

Loading ramp merupakan lokasi penumpukan bahan baku (TBS) yang

telah melalui proses penimbangan di jembatan timbang. Kondisi loading ramp

Sample

Sa

mp

le M

ea

n

28252219161310741

0,08

0,06

0,04

0,02

__X=0,03922

UC L=0,05941

LC L=0,01903

Sample

Sa

mp

le R

an

ge

28252219161310741

0,060

0,045

0,030

0,015

0,000

_R=0,01973

UC L=0,05080

LC L=0

111

1

111

11

1

Xbar-R Chart of x1; ...; x3

Page 165: 10 Kasus SQC

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

255

yang dimiliki PT. BWS kurang terawat, jika hujan tempat penumpukan (loading

ramp) akan berlumpur dikarenakan loading ramp yang dimiliki PT. BWS belum

memiliki atap. Sehingga, TBS yang akan diolah menjadi kotor karena terkena

lumpur dan kadar air pada buahnya akan bertambah karena tekena air hujan.

Pada bagian produksi, sering terjadi keterlambatan pembuangan limbah

hasil produksi yang terdiri dari janjangan dan ampas TBS. Hal ini tentu saja

mempengaruhi kebersihan dari lokasi produksi.

Manusia

Karyawan memiliki peranan yang penting terhadap mutu produk yang

dihasilkan. Karyawan produksi yang bertugas atau operator yang bertugas harus

berkonsentrasi penuh dalam mengendalikan mesin dan peralatan yang digunakan

dalam proses pengolahan TBS menjadi CPO agar berfungsi sebagaimana

mestinya. Kedisiplinan dan ketelitian merupakan hal yang sangat penting untuk

dimiliki oleh karyawan laboratorium dalam menguji kadar asam lemak bebas,

kadar air, serta kadar kotoran CPO. Ketelitian dibutuhkan karena kegiatan

menguji ini merupakan pekerjaan yang memiliki tanggung jawab yang sangat

besar terhadap kelangsungan hidup produk yang dihasilkan. Selain itu pula

tingkat pengetahuan karyawan akan in process sangat mempengaruhi kinerja

karyawan dalam menjaga pengendalian mutu in process.

Mesin

Perawatan rutin mesin jarang dilakukan oleh perusahaan, seringkali

penanganan terhadap kerusakan mesin terlambat. Sehingga, menghambat kinerja

perusahaan yang berakibat pada terlambatnya pemrosesan bahan baku (TBS).

Mesin yang digunakan PT. Buana Wirasubur Sakti saat ini adalah mesin

baru, sebab perusahaan meningkatkan kapasitas produksinya yangg sebelumnya

30 ton/jam menjadi 45 ton/jam.

Metode Kerja

Pada metode kerja terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, intinya

ialah merupakan proses perebusan TBS yang selanjutnya akan menghasilkan

CPO. Kualitas metode kerja juga menentukan hasil CPO yang diproduksi. Proses

ini dipengaruhi oleh bahan baku (TBS), setingan mesin, serta penampungan

sementara hasil prosuksi. Bahan baku (TBS) merupakan hal yang sangat penting

harus diperhatikan oleh karyawan bagian penyortiran, karena akan memberikan

efek domino terharap proses selanjutnya. Kemudian setingan mesin merupakan

hal yang juga penting harus diperhatikan oleh karyawan produksi, karena sangat

berpengaruh terhadap tinggi rendahnya asam lemak bebas yang akan dihasilkan

oleh CPO. Ketika kadar ALB tidak sesuai, maka dengan segera pihak

laboratorium akan melaporkan / menegur kepada pihak produksi untuk mengecek

/ merubah settingan mesin agar tetap menjaga kadar ALB seperti yang diinginkan.

Page 166: 10 Kasus SQC

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

256

Gambar

Diagram Sebab Akibat Mutu CPO

(sumber: data diolah)

Penutup

Berdasarkan analisis serta pembahasan yang telah dilakukan, maka penulis

menyimpulkan:

Proses Pengendalian Mutu.

Standar proses pengendalian mutu yang dilakukan PT. Buana Wirasubur Sakti

sebenarnya telah baik. Akan tetapi dalam penerapannya terdapat bebrrapa

poelanggaran yang terjadi saaat pelaksanaannya. Pelanggaran tersebut antara lain:

1. Stasiun Penerima Buah

Terkadang buah yang diterima di stasiun penerima buah adalah buah yang di

bawah standar yang ditetapkan oleh pabrik, hal ini terpaksa dilakukan agar

perusahaan tetap berproduksi.

2. Stasiun Penggilingan dan Pemerasan

Komposisi air yang dimasukkan ke dalam mesin penggilingan dan pemerasan

terlalu banyak. Sehingga CPO yang dihasilkan memiliki kandungan air yang

tinggi.

3. Penampungan

Penampungan CPO hasil produksi hanya disimpan di dalam sebuah tanki

berkapasitas 150.000 liter. Sehingga, kadar CPO yang dihasilkan setiap kali

produksi dapat berubah-ubah apabila sampai di tempat penampungan akhir.

Tingkat mutu CPO yang dihasilkan PT. Buana Wirasubur Sakti.

1. Histogram

Berdasarkan analisis melalui diagram histogram tiga kadar yang terkandung di

dalam CPO yaitu kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar kotoran diketahui

bahwa, untuk kadar asam lemak bebas dan kadar kotoran tidak terdapat data yang

LINGKUNGAN

KERJA

MUTU

CPO

METODE KERJA MANUSIA

MESIN BAHAN BAKU

Performa

mesin

kurang

Kurang

Perawatan

Kelelahan

dan kurang

konsentrasi

Kurangnya

ketelitian

Pemisahan

berat jenis

kadar air

Performa

screw press

rendah

Perebusan

tidak

maksimal Tingginya kadar

ALB

Penanganan

pasca panen

Induk pohon Kematanga

n yang

tidak tepat

Sortasi tidak

dilakukan dengan baik

Sampah

sisa

produksi Lingkungan

kerja kotor

Tangki

penampun

gan

Pengetah

uan dan

kedisipli

nan

Lulusan

SMP dan

SMA

Timbanga

n

Kualita

s Kuantitas

Kecanggi

han

Mesin

Page 167: 10 Kasus SQC

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

257

berada di luar batas normal yang ditetapkan oleh BSN. Akan tetapi pada kadar air

terdapat 16 sampel berada di atas standar yang ditetapkan oleh BSN yaitu 0,5%.

2. SPC (Statistical Process Control)

Hasil analisis melalui peta X dan R, diketahui bahwa tingkat pencapaian mutu

CPO yang dihasilkan belum sepenuhnya tercapai. Dimana hasil pemeriksaan

sampel CPO melalui kadar asam lemak bebas, kadar air, dan kadar kotoran masih

terdapat jumlah produk yang berada di luar batas persyaratan mutu dan

penyimpangan kualitas. Yaitu pada pengujian kadar asam lemak bebas, kadar air,

dan kadar kotoran.

Jumlah sampel yang berada di luar batas kendali menurut peta kontrol Xbar dan R

untuk kadar asam lemak bebas sebanyak sebelas sampel pada peta kendali Xbar

dan dua sampel pada peta kendali R. Kemudian, untuk kadar air terdapet lima

sampel pada peta kendali Xbar dan dua sampel pada peta kendali R. Serta untuk

kadar kotoran terdapat tujuh sampel apda peta kendali Xbar dan tiga sampel pada

peta kendali R.

Dari analisis diagram sebab akibat dapat diketahui bahwa faktor penyebab

terjadinya penyimpangan kualitas CPO adalah faktor bahan baku, metode kerja,

manusia, mesin, metode kerja, serta lingkungan kerja. Di mana faktor yang secara

umum paling berpengaruh adalah bahan baku, metode kerja, serta manusia.

Berdasakan kesimpulan di atas, maka penulis menyampaikan beberapa saran

sebagai berikut:

Dalam penyortiran bahan baku (TBS), perusahaan sebaiknya lebih teliti dan

memberikan sanksi bagi pemasok yang membawa buah mentah atau yang terlalu

matang. Sanksinya bisa berupa potongan pembayaran buah sawit atau buah

dikembalikan.

Permasalahan pada lingkungan kerja yang dimiliki oleh perusahaan adalah

areal loading yang kurang terawat dan sampah sisa produksi yang berada di

sekitar lokasi produksi. Area loading sebaiknya dibuatkan atap agar buah yang

disimpan sementara sebelum diolah tidak terkena panas berlebih dan hujan.

Pembersihan sampah sisa produksi sebaiknya juga diperhatikan, penumpukan

sampah sisa produksi dapat mempengaruhi kinerja dan konsentrasi karyawan

dalam bekerja.

Dalam penerimaan karyawan baru, sebaiknya perusahaan lebih selektif. Agar

kedepannya sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan merupakan

sumber daya yang memiliki kedisiplinan dan pengetahuan yang baik.

Perawatan terhadap mesin merupakan hal pokok yang harus diperhatikan

perusahaan. Perawatan berfungsi untuk menjaga performa mesin tetap stabil,

karena mesin produksi adalha jantung dari sebuah perusahaan pengolahan kelapa

sawit.

Kedisiplinan karyawan dalam mematuhi metode kerja yang telah ditetapkan

oleh perusahaan harus ditingkatkan. Prosudur dan metode kerja yang tepat akan

menghasilkan CPO dengan kualitas yang baik pula.

Page 168: 10 Kasus SQC

eJournal Ilmu Administrasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, 2014:245-259

258

Perusahaan sebaiknya menerapkan standar mutu CPO perusahaan, sebab saat

ini perusaan belum memiliki standar mutu CPO.

Daftar Pustaka

Haming, Murdifin dan Mahfud Nurnajamuddin, 2007, Manajemen Produksi

Modern, Jakarta: Bumi Aksara

Handoko, T. Hani, 2000, Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi,

Cetakan Ketigabelas, Yogyakarta: BPFE

Heizer, Jay dan Barry Render, 2004, Manajemen Operasi, Edisi Bahasa

Indonesia, Buku Satu, Jakarta: Salemba Empat

Mangoensoekarjo, S dan H. Semangun, 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa

Sawit. Yogyakarta: UGM-Press

Sumarni, Murti dan John Soeprihanto, 2000, Pengantar Bisnis (Dasar-dasar

Ekonomi Perusahaan), Cetakan ketiga, Jakarta: Liberty

Prawirosentono Suyadi, 2007, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu

Abad 21, Jakarta: Bumi Aksara

Reksohadiprodjo, Sukanto, 1995, Manajemen Produksi dan Operasi, Yogyakarta:

BPFE

Zulian Yamit, 2001, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Yogakarta:

Ekonomisia

Sumber Internet:

Badan Standarisasi Nasional, 2006, SNI Crude Palm Oil, Jakarta.

Company introduction, 2010, “PT. Buana Wirasubur Sakti”,

(http://www.tradezz.com/corp_1333351_PT.-Buana-Wirasubur.htm)

diakses tanggal 18 Februari 2014)

Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2012, “Komoditi Kelapa Sawit”.

(http://disbun.kaltimprov.go.id/statis-70-mitra-perusahaan-perkebunan-

.html, diakses tanggal 6 Februari 2014)

Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2012, “Mitra Perusahaan

Perkebunan”. (http://disbun.kaltimprov.go.id/statis-70-mitra-perusahaan-

perkebunan-.html, diakses tanggal 6 Februari 2014)

Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 “Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di

Indonesia, 2008 – 2012”.

(http://www.pertanian.go.id/infoeksekutif/bun/BUN-asem2012/Produksi-

KelapaSawit.pdf diakses tanggal 18 Februari 2014)

Fakultas Teknologi Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor, “Kajian Mutu

Minyak Sawit”,

(http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/53056?show=full diakses

tanggal 11 Februari 2014)

Julia, Hilda, 2009, Analisis Konsistensi Mutu Dan Rendemen CPO (crude palm

oil) di Pabrik Kelapa Sawit Tamiang PT. Padang Palma Permai. Medan:

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Page 169: 10 Kasus SQC

Analisis Pengendalian Mutu (Quality Control) CPO (Crude Palm Oil) - Fajar

259

Kencana, Rudi, 2009, Analisis Pengendalian Mutu Pada Pengolahan Kelapa

Sawit Dengan Metode Statistical Quality Control (SQC) Pada PTP.

Nusantara IVPKS Adolina, Medan: Fakultas Teknin Universitas Sumatera

Utara

Sihombing Martin, 2014,

(http://m.bisnis.com/industri/read/20130313/99/3377/produsen-cpo-

indonesia-masih-terbesar-di-dunia diakses tanggal 18 Februari 2014)

Wikipedia, 2014, “Kelapa Sawit”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit

diakses tanggal 21 Februari 2014)