06 bab vi pendekatan dan metodologi ded pelabuhan

69
Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua Tahun Anggaran 2015 Dokumen Penawaran VI-1 BAB VI PENDEKATAN DAN METODOLOGI 6.1 Kegiatan Yang Dilaksanakan Kegiatan yang dilaksanakan meliputi : 1) Studi Reconnaissance Untuk mendapatkan studi recoinnaissance yang baik, maka harus dilakukan studi terdahulu dan survey pendahuluan. Review studi terdahulu berupa studi-studi terdahulu yang berhubungan dengan kondisi eksisting dan rencana lokasi pengembangan. Studi terdahulu dapat dilakukan terhadap Rencana Induk Pelabuhan daerah dan/atau nasional, peraturan dan keputusan yang berpengaruh dan DED Pelabuhan eksisting. Sedangkan Survey Reconnaissance (survey pendahuluan) adalah pengamatan lokasi berupa: - Mengamati fasilitas pelabuhan eksisting dan perbandingannya terhadap master plan sesuai dengan kebutuhan eksisting apakah sesuai dengan masterplan. - Pengumpulan data-data sekunder meliputi kondisi pelabuhan yang ada (informasi teknis dan operasional) dan masterplan/rencana pengembangan pelabuhan. - Mengamati secara visual kerusakan-kerusakan yang terjadi pada fasilitas pelabuhan, melakukan identifikasi dan pemetaan kerusakan seperti: a) Deformasi berlebih baik lokal (tekuk) maupun global (lendutan) b) Retak pada elemen struktur beton c) Korosi pada besi tulangan dan baja profil elemen struktur d) Penurunan tanah dan longsoran pada timbunan - Di samping itu, dilakukan pula pengumpulan data-data sekunder meliputi kondisi pelabuhan yang ada (informasi teknis dan operasional) dan masterplan/rencana pengembangan pelabuhan. 2) Survey Bathimetri dan Topografi Wilayah survey bathimetri seluas ± 40 Ha dan topografi seluas ± 20 Ha (luas dapat berubah sesuai dengan hasil survey reconnaissanse) untuk mendapatkan gambaran tentang konfigurasi dasar laut/sungai di sekitar pelabuhan eksisting, profil/potongan melintang pantai, laut/sungai dan areal darat, koordinat fasilitas pelabuhan eksisting. 3) Survei Hidrooceanografi Yakni survey untuk mengukur kedudukan pasang surut, kedudukan dan arah arus, arah gelombang dominan, tinggi gelombang dan periode gelombang dan kondisi areal darat beserta fasilitasnya, serta pengambilan sampel sedimen dasar dan layang yang diuji komposisinya di laboratorium. 4) Survey dan Penyelidikan Tanah Pekerjaan ini berupa penelitian di lapangan dan di laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui struktur dan jenis tiap lapisan tanah di bawah permukaan. Data hasil penyelidikan tanah ini dimaksudkan sebagai data untuk perencanaan konstruksi dermaga di lokasi bersangkutan. Hasil tersebut harus memadai sebagai analisa perencanaan dan perhitungan yang meliputi: - Perencanaan sistem pondasi - Analisa daya dukung untuk pondasi

Upload: soetiyoenoewahyoe

Post on 15-Dec-2015

537 views

Category:

Documents


189 download

TRANSCRIPT

Page 1: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-1

BAB VI

PENDEKATAN DAN METODOLOGI

6.1 Kegiatan Yang Dilaksanakan

Kegiatan yang dilaksanakan meliputi :

1) Studi Reconnaissance

Untuk mendapatkan studi recoinnaissance yang baik, maka harus dilakukan studi

terdahulu dan survey pendahuluan.

Review studi terdahulu berupa studi-studi terdahulu yang berhubungan dengan

kondisi eksisting dan rencana lokasi pengembangan. Studi terdahulu dapat dilakukan

terhadap Rencana Induk Pelabuhan daerah dan/atau nasional, peraturan dan

keputusan yang berpengaruh dan DED Pelabuhan eksisting.

Sedangkan Survey Reconnaissance (survey pendahuluan) adalah pengamatan lokasi

berupa:

- Mengamati fasilitas pelabuhan eksisting dan perbandingannya terhadap master

plan sesuai dengan kebutuhan eksisting apakah sesuai dengan masterplan.

- Pengumpulan data-data sekunder meliputi kondisi pelabuhan yang ada (informasi

teknis dan operasional) dan masterplan/rencana pengembangan pelabuhan.

- Mengamati secara visual kerusakan-kerusakan yang terjadi pada fasilitas

pelabuhan, melakukan identifikasi dan pemetaan kerusakan seperti:

a) Deformasi berlebih baik lokal (tekuk) maupun global (lendutan)

b) Retak pada elemen struktur beton

c) Korosi pada besi tulangan dan baja profil elemen struktur

d) Penurunan tanah dan longsoran pada timbunan

- Di samping itu, dilakukan pula pengumpulan data-data sekunder meliputi kondisi

pelabuhan yang ada (informasi teknis dan operasional) dan masterplan/rencana

pengembangan pelabuhan.

2) Survey Bathimetri dan Topografi

Wilayah survey bathimetri seluas ± 40 Ha dan topografi seluas ± 20 Ha (luas dapat

berubah sesuai dengan hasil survey reconnaissanse) untuk mendapatkan gambaran

tentang konfigurasi dasar laut/sungai di sekitar pelabuhan eksisting, profil/potongan

melintang pantai, laut/sungai dan areal darat, koordinat fasilitas pelabuhan

eksisting.

3) Survei Hidrooceanografi

Yakni survey untuk mengukur kedudukan pasang surut, kedudukan dan arah arus,

arah gelombang dominan, tinggi gelombang dan periode gelombang dan kondisi

areal darat beserta fasilitasnya, serta pengambilan sampel sedimen dasar dan layang

yang diuji komposisinya di laboratorium.

4) Survey dan Penyelidikan Tanah

Pekerjaan ini berupa penelitian di lapangan dan di laboratorium yang bertujuan

untuk mengetahui struktur dan jenis tiap lapisan tanah di bawah permukaan. Data

hasil penyelidikan tanah ini dimaksudkan sebagai data untuk perencanaan konstruksi

dermaga di lokasi bersangkutan. Hasil tersebut harus memadai sebagai analisa

perencanaan dan perhitungan yang meliputi:

- Perencanaan sistem pondasi

- Analisa daya dukung untuk pondasi

Page 2: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-2

- Perencanaan retaining wall dan analisa slip circle

Kegiatan yang dilakukan pada saat survey penyelidikan tanah meliputi :

- Boring laut: 3 (tiga) titik

- Uji lapangan Undisturbed dan disturbed soil

- Uji Laboratorium Undisturbed dan disturbed soil

5) Survey Kondisi Fasilitas Pelabuhan Eksisting

Jika berdasarkan hasil survey reconnaissance diperlukan adanya pengecekan kondisi

eksisting struktur secara detail seperti pengecekan mutu dan tingkat kerusakan pada

beton di dermaga dan trestle, pengecekan causeway, pengecekan tiang pancang

dan kerusakan secara keseluruhan pada fasilitas pelabuhan. Survey detail kondisi

fasilitas pelabuhan eksisting yang akan dilakukan disesuaikan dengan jenis

permasalahan yang terjadi di lokasi seperti: hammer test, core drill, compression

test, sand cone test, Pile integrity dan uji karbonasi pada tulangan jika secara visual

terdapat kelainan khusus.

6) Desain Perencanaan Konstruksi

Lingkup pekerjaan pembuatan desain meliputi perhitungan konstruksi, rencana

kerja, dan syarat-syarat (RKS), Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan gambar rencana.

Selain itu dilakukan pula perhitungan konstruksi/rehabilitasi fasilitas pelabuhan

meliputi:

- Desain konsep penanggulangan yang sesuai dengan jenis kerusakan yang terjadi

untuk memperbaiki fasilitas pelabuhan yang rusak.

- Perhitungan konstruksi desain perbaikan atau perkuatan fasilitas pelabuhan,

rencana kerja, dan syarat-syarat (RKS), Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan

gambar rencana detail.

Berikut adalah flow chart dari kegiatan Detail Engineering Design (DED)

Pengembangan / Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua.

Page 3: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-3

Tidak

Ya

Diskusi

Tidak

Ya

Diskusi

Data Master

Plan

Pelabuhan

dan Layout

Pelabuhan

Survei kondisi

Konstruksi

eksisting :

Hammer test

Core drill

Compression

test

Sand cone

test

Pile integrity

Uji karbonasi

Survey Pendahuluan

Pekerjaan Persiapan

Laporan Pendahuluan

Mulai

Pengumpulan Data Sekunder dan Studi

Terdahulu yang terkait

Survey Topografi / Bathimetri,

dan Inventory sarana-

prasarana

Survey Hydro-

oceanografi:Pasang surut,

Gelombang, dan Arus Laut

Investigasi

Geoteknik

Perhitungan &

Penggambaran Hasil

Pengukuran

Simulasi arus, Gelombang,

Sebaran sedimen

Analisa

Laboratorium

Peta Bathimetri /Topografi &

cross sectionnya

Analisa Hydrodinamika

laut Analisa

Geoteknik

Laporan Antara

Tidak

Ya

Analisis &Perhitungan

Detail Desain Dermaga

Stabil ?

A

Penggambaran

Page 4: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-4

Gambar 6.1. Flow Chart Rencana Penyelesaian Pekerjaan DED Pengembangan/Rehabilitasi

Pelabuhan Serui Provinsi Papua

6.2 Tahap Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data dibagi menjadi dua, yakni pengumpulan data primer dan

sekunder.

6.2.1 Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder meliputi :

Informasi mengenai Rencana Induk Pelabuhan Serui

Informasi Studi terdahulu seperti Studi Kelayakan, Pra Kelayakan dan lain-lain.

DED Pelabuhan Serui eksisting

Data angin dari stasiun BMG terdekat, dalam hal ini Stasiun BMG Biak

Data hidrooceanografi seperti arus, gelombang dan sedimen.

Data harga satuan Kabupaten Serui

6.2.2 Pengumpulan Data Primer

Survey primer yang dilakukan untuk mendapatkan data-data mengenai :

6.2.2.1 Penyelidikan Tanah

Pekerjaan lapangan disyaratkan mengikuti prosedur ASTM. Pengeboran

dilaksanakan sampai kedalaman -30 meter dari dasar laut dengan pengambilan contoh

tanah dan pelaksanaan SPT setiap interval 2 meter (SPT pertama kali dilaksanakan

pada kedalaman -1 meter dari dasar laut).

Pelaksanaan SPT diberhentikan setelah SPT > 60 sebanyak 3 (tiga) kali untuk

penurunan berturut-turut setinggi 30 cm sampai dengan ketebalan minimal 5 meter,

sedangkan pengeborannya sendiri tetap dilakukan sampai – 30 meter dari dasar laut.

Apabila sampai pada kedalaman – 30 meter dari dasar laut belum dijumpai

lapisan tanah keras (SPT > 60) maka hal tersebut harus segera dilaporkan kepada

Pengguna Jasa untuk mendapat petunjuk lebih lanjut.

Apabila sangat diperlukan, kedalaman pengeboran dapat ditambah atau dikurangi

dengan persetujuan Pengguna Jasa. Penambahan/pengurangan akan diperhitungan

sebagai pekerjaan tambah kurang.

1) Metode Pelaksanaan Pengeboran

Sebelum pelaksanaan pengeboran dimulai, semua peralatan yang akan

dipergunakan dalam pekerjaan tersebut harus sudah dipersiapkan terlebih dahulu

A

Perhitungan

BOQ & RAB

Diskusi

Laporan Akhir

Laporan Akhir Sementara

Selesai

Tidak

Ya Pembuatan Dokumen Tender

Laporan

Penunjang

Page 5: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-5

di tempat sehingga pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar. Pengeboran

dilakukan dengan alat bor yang mempunyai kemampuan dan memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

- Mampu menembus tanah keras dengan nilai N-60

- Kemampuan alat bor dapat mencapai kedalaman 100 m

- Mesin diesel kapasitas 80 PK

- Water pump dengan kapasitas (50 s/d 60 liter/menit)

- Casing dengan diameter minimum 97 mm

- Drilling rod (4,05 cm)

- Tabung sampel panjang 50 cm dan diameter 7,5 cm

- Mata bor klep

- Tabung SPT

- Piston dan piston rod untuk keperluan pengambilan undisturbed sample

Kapasitas pompa harus cukup besar sehingga terjamin bahwa sisa pengeboran

yang keluar dari lubang harus selalu diamati agar diketahui bila ditemui perubahan

lapisan tanah yang dibor dengan melihat perubahan jenis tanah yang keluar.

Lubang bor yang terjadi sewaktu pengeboran harus dilindungi dengan casing agar

tidak terjadi kelongsoran sehingga diperoleh hasil pengeboran yang baik dan teliti.

Pada setiap tambahan kedalaman tertentu, casing harus diturunkan sampai dasar

lubang dengan menambah sambungan pada bagian atas casing. Untuk tanah lunak

(soft soil) sistem pengeboran harus dilaksanakan dengan casing system yaitu

mengebor dengan casing yang berputar (drilling rod) dan ujung casing diberi mata

bor.

2) Data dan Hasil Pekerjaan Lapangan

Dari setiap pengeboran harus dilakukan pencatatan pelaksanaan pekerjaan

terutama masalah teknis lapangan yang ditemui. Hasil pekerjaan lapangan tersebut

dituangkan ke dalam bor-log yang menggambarkan:

- Elevasi muka tanah terhadap Datum

- Number of blows pada standard penetration test dan kedalamannya (dalam

angka dan grafik)

- Kedalaman tanah dimana undisturbed sample diambil

- Elevasi lapisan batas atas dan bawah dari setiap perubahan lapisan tanah yang

ditemui selama pengeboran

- Deskripsi dari jenis tanah untuk tiap interval kedalaman

- Hal-hal lain (khusus) yang ditemui/terjadi pada saat pengeboran dilaksanakan

- Penjelasan teknis dari penyimpangan-penyimpangan atau kejanggalan yang

terjadi selama pengeboran.

3) Undisturbed Sampling

Untuk setiap interval kedalaman 2 meter diambil undisturbed sample dan untuk

pertama kalinya diambil sampel pada kedalaman – 3 m dari muka tanah yang

bersangkutan. Tabung contoh tanah (tube sample) yang disyaratkan adalah

seamless tube sampler ukuran OD 3 inch dan ID 2 7/8 inch (ID = Internal

Diameter, OD = Outer Diameter), tebal tabung 1/16 inch, dengan panjang 50 cm.

Tabung yang dipakai tipe fixed-piston sampler terbuat dari baja atau kuningan.

Tebal tabung: baja 1,5 ± 0,1 mm dan ID 75 ± 0,5 mm. Bila akan dipakai ID yang

lain dari harga di atas harus dipenuhi persyaratan Degree of disturbance:

A(%) = 100 (OD2- ID2) < 10 %

ID2

Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi pada waktu pengambilan contoh tanah

adalah:

Page 6: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-6

- Dasar lubang bor di mana akan diambil contoh tanah harus bersih dari sisa

pengeboran dengan memompakan air ke dalam lobang bor yang berfungsi

untuk membersihkan sisa-sisa tanah yang tertinggal, lama mencuci minimum 5

menit sebelum diadakan pengambilan sampel.

- Ujung bawah casing pada saat itu harus berada pada dasar lubang bor untuk

menghindari adanya longsoran-longsoran pada dasar lubang dan sisa

pengeboran (sludge)

- Segera setelah lubang bor bersih, tabung contoh tanah ditekan ke dalam

tanah dengan tekanan tenaga manusia. Penekanan harus dilakukan dengan

hati-hati, continuous (single movement) dan perlahan agar air yang terdapat

dalam tabung diberi kesempatan keluar melalui katup (ball-valve) yang

terdapat pada kepala tabung (connector head). Dalam segala hal tidak

diperkenankan menekan tabung dengan pukulan.

- Sebelum tabung ditarik dari dalam tanah, tabung harusdiputar 3600 untuk

melepaskan tabung bersama isinya dari tanah dan kemudian diangkat keluar

dari dalam tabung.

- Tanah pada kedua ujung tabung harus dibuang secukupnya dan ruangan itu

kemudian diberi parafin panas sebagai penutup dan pelindung tanah dalam

tabung. Tebal parafin pada bidang bawah minimum 1 cm dan pada bidang

atas minimum 3 cm.

- Untuk pelaksanaan uji laboratorium, sampel dapat dipotong di lapangan

dengan hati-hati sesuai dengan panjang yang diperlukan dan tidak boleh

merusak keaslian sampel sisanya yang belum diuji.

- Pengangkutan sampel harus dilakukan hati-hati, dijaga dari guncangan dan

beda temperatur yang tinggi (panas sinar matahari dll), sedapat mungkin

pengujian dilakukan pada laboratorium yang dekat jaraknya dengan lokasi

pengeboran (bila terdapat laboratorium yang memenuhi syarat).

- Untuk jenis tanah khusus yang sukar diambil undisturbed sampel-nya dengan

cara biasa, harus digunakan tabung sampel yang sesuai: soft cohessive soil

dengan alat piston sampler, non cohessive soil dengan alat piston sampler

atau core cutter sampler, dan hard cemented soil dengan core barrel.

4) Standard Penetration Test (SPT)

Pelaksanaan SPT pertama kali pada kedalaman -1 meter dari sea bed, SPT kedua

dan selanjutnya dimulai setelah pengambilan undisturbed sample pada kedalaman

-3 meter dari sea bed (interval 2 meter).

Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi adalah:

- Tabung SPT harus mempunyai ukuran diameter OD 2 inch/profil ID 138 inch,

panjang 24 inch menggunakan split spoon sampler type.

- Hammer yang dipakai untuk melakukan penumbukan seberat 140 lbs (63,5

kg), tinggi jatuh bebas hammer adalah 30 inch (±75 cm).

- Sebelum melakukan percobaan SPT, casing harus diturunkan sampai dasar

lubang. Lubang bor kemudian dibersihkan dari sisa pengeboran dari tanah

yang ada di dasar lubang bor seperti yang diuraikan pada undisturbed

sampling (h.1), h.2), h.3).

- Perhitungan dilakukan sebagai berikut:

a. Tabung SPT ditekan ke dalam dasar lubang sedalam 15 cm.

b. Untuk setiap interval 10 cm dilakukan perhitungan jumlah pukulan untuk

memasukkan tabung ke dalam tanah sampai dicapai 3 x 10 cm.

- Tabung diangkat ke permukaan tanah dan split spoon sampler dibuka. Sludge

yang terdapat dalam tabung harus dibuang, kemudian terhadap sampel

diadakan klasifikasi. Unified soil classification dipergunakan untuk menyusun

Page 7: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-7

soil description atau lithology. Tanah tersebut dapat dipakai untuk

laboratorium test. Untuk itu sampel harus dimasukkan dalam kantong plastik

yang ditutup dengan baik dan diberi identitas nomor boring dan

kedalamannya.

- Percobaan SPT dihentikan setelah didapatkan harga SPT-60 sebanyak 3 (tiga)

kali berturut-turut (pengeboran tetap dilaksanakan hingga kedalaman -30

meter dari seabed dengan memakai core tube system/diamond bit).

Gambar 6. 2. Contoh hasil Grafik Standart Penetrasi Test di Teluk Ampimoi Kab. Yapen

(Sumber: SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

Page 8: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-8

6.2.2.2 Topografi dan Batimetri

Dalam Pekerjaan Perencanaan Dermaga, Survey Topografi dan Bathimetri

merupakan bagian yang penting dalam rangkaian pekerjaan ini dikarenakan pada

bagian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kondisi terakhir Topografi di

darat dan Bathimetri perairan di lokasi lapangan secara detail.

A. Survey Topografi

Pengukuran Topografi jenis Detail Situasi untuk calon lokasi ini dilakukan untuk

memperoleh gambaran yang akurat.

Peralatan yang dipergunakan untuk Survey Topografi pada pekerjaan ini adalah :

a. 1 set Total Station Merk Sokkia Type SET 610 K

b. 1 set Garmin GPS map 76CSx

c. 2 buah Stick dan Prisma Reflector Target

d. 1 buah Tripod Aluminium

e. 1 buah Rollmeter Band 50m

f. Peralatan pendukung (payung, paku payung, data ukur dll.)

Sebelum dilakukan Survey Pengukuran terlebih dahulu kita pasang Bench Mark (BM)

sebagai titik simpanan/referensi yang nantinya akan dipergunakan pada waktu

Pelaksanaan Fisik Bangunan. Posisi penempatan BM harus diatur sedemikian rupa

sehingga aman dari gangguan alam maupun manusia.

Bench Mark (BM) dibangun minimum 2 (dua) buah pada posisi yang aman dan saling

terlihat dengan ketinggian berdasarkan LWS dan jarak antara kedua BM minimal 100

cm. BM tersebut dibuat dari beton dengan ukuran 40x40x150 cm3 yang ditanam

sedalam 100 cm dari permukaan tanah dan diplot dalam peta.

Penempatan BM harus mempertimbangkan rencana pengembangan pelabuhan,

sehingga BM dapat bermanfaat untuk jangka waktu lama dan mudah pengawasannya.

BM berfungsi sebagai titik awal pemetaan, dicat dengan warna biru muda dan pada

bagian atas ditulis BM.1 HUBLA dan BM.2 HUBLA serta tanggal pembuatan. Setelah

pekerjaan survey selesai, BM harus diserahkan kepada pejabat setempat dengan Berita

Acara.

Pengukuran detail/rinci akan menggunakan Total Station Merk Sokkia Type SET 610 K

dan dikombinasikan dengan spot height untuk elevasi bangunan. Pengukuran

detail/rinci disertai dengan gambar sket yang jelas sehingga secara keseluruhan akan

memberikan gambaran yang jelas lokasi yang bersangkutan.

Penentuan posisi (x, y, z) titik detail dilakukan pengukuran situasi dengan metoda

pengukuran Tachymetri. Adapun spesifikasi teknis pengukuran situasi detail adalah

sebagai berikut:

a. Titik detail terikat terhadap patok BM yang sudah punya nilai koordinat (dari hasil

GPS) dan Elevasi (dari hasil pengamatan pasang surut air laut).

b. Pengambilan data menyebar ke seluruh areal yang dipetakan dengan kerapatan

disesuaikan dengan kondisi lapangan.

c. Pengukuran titik-titik detail dilakukan dengan cara Tachymetry dengan jarak antara

masing-masing titik-titik maksimum adalah 20 m untuk daerah datar dan 10 m untuk

daerah bergelombang.

d. Semua kenampakan yang ada baik alamiah maupun buatan manusia seperti bukit,

lembah, jalan, bangunan, dan lain-lain diambil sebagai titik detail dan kerapatan titik

detail dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk Topografi dan kelengkapannya dapat

digambarkan sesuai keadaan lapangan.

e. Alat ukur yang digunakan Total Total Station Merk Sokkia Type SET 610 K atau yang

sejenis.

Page 9: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-9

U

B

A

Pengukuran situasi lokasi sumbu rencana bangunan dimaksudkan untuk mendapatkan

data lapangan yang aktual dengan kondisi saat pengukuran di lokasi, agar dapat

disajikan dalam bentuk peta situasi.

Gambar 6. 3. Sket Pengukuran Detail Situasi

Data ukur detail situasi hasil pengukuran lapangan dihitung dengan metoda

Tachymetri. Alat berdiri pada titik A yang telah diketahui (x, y, z) maka titik B dapat

dihitung.

Berdasarkan gambar, TB dapat diketahui tingginya dari titik TB yang telah diketahui

elevasinya.

TB = TA + Δh

Δh = BtTamBbBa

2sin1002

1

Untuk menghitung jarak datar (Dd).

Dd = D0 cos2m

= 100.(Ba-Bb).cos2m

Keterangan :

TA : tinggi titik A yang telah diketahui (x, y, z)

TB : tinggi titik B yang akan ditentukan

Δh : beda tinggi antara titik A dan titik B

Ba : bacaan diafragam benang atas

Bb : bacaan diafragam benang bawah

Bt : bacaan diafragam benang tengah

Ta : tinggi alat

Dd : jarak optis 100(Ba-Bb)

Az : azimuth

Page 10: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-10

MUKA AIR

TRANSDUCER

PERAHU

TIANG ANTENA

ANTENA GPS

B. Survey Bathimetri

Survey Bathimetri sebagai salah satu cara untuk mengetahui kedalaman suatu perairan

, menjadi persyaratan yang mutlak dalam perencanaan suatu dermaga. Dalam

Pekerjaan Perencanaan Dermaga ini selain di lakukan Survey Bathimetri di Lokasi

Rencana Dermaga juga dilakukan Survey Bathimetri untuk memperoleh manuver dan

Alur Pelayaran Kapal yang memenuhi persyaratan.

Survey Bathimetri dilakukan dengan metode Akustik / SONAR (Sound Navigation and

Ranging). Metode ini merupakan pendeteksian benda-benda atau target di dalam laut/

danau dengan mempertimbangkan proses perambatan suara, karakteristik suara,

media dan kondisi target. Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang

diterima dari target atau obyek di dalam air. Metode ini sangat fleksibel untuk luasan

yang kecil, maupun sedang.

Survey Bathimetri dalam pekerjaan ini juga memakai echosounder dimana metode ini

memiliki detail ketelitian yang baik dan dapat memperoleh cakupan daerah kerja yang

cukup luas serta terhubung dengan GPS (Global Position System) sebagai penentu

posisi koordinat dengan bantuan sinyal dari satelit.

Gambar 6. 4. Kegiatan Survey Bathimetri

Berikut adalah urutan pekerjaan survey bathimetri:

1. Koordinat titik-titik dalam peta hidrografi harus mengunakan koordinat geografis

(disarankan menggunakan GPS), atau dapat menggunakan koordinat lokal (x,y)

atau UTM (dengan persetujuan Pengguna Jasa).

2. Pengukuran-pengukuran sudut dalam penentuan titik referensi dan beacon

maupun azimuth menggunakan theodolit Wild T2.

3. Semua perhitungan agar dilampirkan dalam laporan.

Page 11: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-11

4. Pengukuran jarak basis lebih dari 200 m diukur dengan alat ukur optik (Theodolit

Wild T2), untuk jarak basis kurang dari 200 m boleh memakai alat pengukur

panjang pita baja (meetbond).

5. Kedalaman diukur dengan alat perum gema (echosounder) dengan ketelitian yang

tinggi dan telah mendapat persetujuan dari Pengguna Jasa. Alat perum gema yang

dimaksud adalah alat gema yang mencatat kedalaman baik secara analog maupun

digital.

6. Setiap hari Penyedia Jasa Konsultansi harus melakukan bar-check terhadap alat

echosounder yang dipakai sebelum dan sesudah pekerjaan sounding. Salah satu

hasil bar-check dilampirkan dalam laporan (bar-check untuk setiap beda kedalaman

1 m, jarak kedalaman minimal 5x = 5 m, lebih dalam lebih teliti).

7. Bidang surutan yang dipakai sebagai dasar pengukuran dan data-data pengamatan

pasang surut yang asli di lapangan harus dibawa untuk diperlihatkan kepada Tim

Evaluasi saat pembahasan Laporan Antara.

8. Bidang surutan yang dipakai adalah 0,00 m-LWS.

9. Semua kertas echosounder hasil pengukuran dan data-data sudut asli di lapangan

harus dibawa untuk diperlihatkan kepada Tim Evaluasi saat pembahasan Laporan

Antara.

10. Posisi pemeruman

Posisi sounding ditentukan dengan salah satu dari cara-cara sebagai berikut:

a) Cara Snellius dengan mengunakan 2 buah sextant

Dalam Laporan Antara harus dilampirkan data-data lapangan dengan urutan

sebagai berikut:

- Titik-titik yang dipakai dan rencana lembar-lembar busur (arch-sheet).

- Perhitungan lembar-lembar busur yang sudah dicek.

- Daftar seluruh pasangan sudut dari tiap posisi fixed sounding (dalam daftar

rapih).

b) Cara perpotongan dua jarak dengan mengunakan alat elektronik (MRS III dan

sejenisnya).

c) Cara gabungan jalur arah dan jarak dengan menggunakan pengukur sudut

elektronik.

Untuk cara-cara dalam butir a), b) dan c) dalam Laporan Antara harus

dilampirkan data-data lapangan dengan urutan sebagai berikut:

- Sketsa titik-titik lengkap dengan pembagian lembarnya (sheet).

- Daftar sudut-sudut dan jarak-jarak lengkap dengan formula/cara

perhitungan (dalam daftar rapih).

d) Cara gabungan Raai dan potongan/cutting (dipergunakan untuk areal yang

tidak luas)

11. Bila terdapat areal di dekat garis pantai yang tidak dapat di-sounding, maka

kedalamannya harus diukur dengan bandul pengukur hand-load atau disipat datar

(levelling) dari darat.

12. Selama pekerjaan sounding, kecepatan kapal harus tetap dipertahankan konstan

(maksimum 4 knot) dan berada dalam satu jalur, dengan posisi echosounder tetap

diaktifkan.

13. Haluan perum diusahakan tegak lurus pantai atau dermaga, sedangkan untuk

pengontrolan kedalaman pada jalur sounding dilakukan dengan cara sounding

silang minimal 3 jalur.

14. Jarak antar raai pada area rencana pengembangan adalah 10,0 m, sedangkan

diluar area pengembangan 25,0 m.

15. Secara bersamaan selain kita mempersiapkan perahu beserta peralatan

echosounder kita juga melakukan pengamatan pasang surut. Bak Ukur pasang

Page 12: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-12

surut kita pasang di lokasi yang memungkinkan kita dapat memantaunya selama

pekerjaan berlangsung dengan terlebih dahulu ketinggian bak ukur kita ukur

elevasinya terhadap Bench Mark Referensi.

16. Pengamatan Pasang Surut dilakukan setiap 30 atau 20 menit agar diperoleh nilai

muka air yang sesuai setiap menitnya saat data hasil sounder kita olah

17. Peralatan yang harus kita seting terlebih dahulu di badan perahu adalah

Transducer dan antena GPS sesuai dengan gambar dibawah.

C. Pekerjaan Pemetaan

1) Metode Pemetaan

Perhitungan dalam pembuatan peta hidrografi disajikan dalam lintang/bujur

(apabila didapatkan BM berkoordinat geografis) dengan metode:

- Ellipsoide : bessel 1841.

- Proyeksi : mercator.

- Skala peta : untuk kolam pelabuhan 1:1.000, untuk alur pelayaran 1:2.500.

- Meridian utama yang dipakai adalah Jakarta Baru.

- Dalam hal tidak didapatkan titik tetap, koordinat geografis bisa menggunakan

sistem lokal (X,Y) atau UTM (dengan persetujuan Pengguna Jasa).

- Peta menggunakan kertas ukuran A1 dan bila luas daerah yang disurvey

melebihi ukuran di atas, peta dibagi dalam beberapa lembar. Peta harus dibuat

dengan skala besar yang memperlihatkan area survey secara keseluruhan.

- Peta hidrografi dan topografi dibuat di atas kertas kalkir dengan posisi selalu

menghadap Utara.

- Penulisan angka-angka kedalaman pada masing-masing jalur maksimum 10

cm untuk skala 1:1.000 dan maksimum 25 m untuk skala 1:2.500.

- Jarak antara lajur sounding adalah 25 m, kecuali untuk daerah di sekitar

rencana dermaga digunakan jarak antara 10 m.

2) Ruang Lingkup Pemetaan

Peta yang akan disajikan harus memperhatikan/ menggambarkan keadaan-

keadaan penting seperti:

- Daerah dangkal.

- Karang tenggelam maupun timbul.

- Kerangka kapal tenggelam.

- Rintangan-rintangan yang masuk dalam kategori rintangan navigasi.

- Garis kedalaman/ketinggian (kontur).

a. Untuk hidrografi, kontur yang ditarik adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 15,

20, dst.

b. Untuk topografi, kontur yang ditarik adalah: 1, 2, 3, dst (interval 1 meter).

- Garis pantai dibuat lebih tebal, agar terlihat beda antara daratan dan

perairan.

- Daerah ketinggian antara 0,00 m-LWS dan garis pantai supaya diberikan

angka-angka ketinggian (hal ini perlu mendapat perhatian khusus).

- Pada peta dicantumkan nilai LWS (muka surutan) terhadap MSL (duduk

tengah) dan HWS (muka air tertinggi), serta hubungan antara pasang

surut dan BM.

- Simbol-simbol yang dipakai dalam penggambaran seperti: karang, pantai

berpasir, kerangka kapal dan lain-lain harus mengacu kepada buku Peta

Laut No. 1 yang diterbitkan Dishidros TNI-AL atau Bakosurtanal.

Page 13: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-13

3) Gambar Potongan

Untuk lokasi tertentu (alternatif rencana dermaga dan trestle) diharuskan membuat

gambar-gambar potongan melintang setiap jarak 25 m dengan skala vertikal 1:100

dan skala horizontal 1:500 atau 1:1.000 sejumlah minimum 3 profil untuk setiap

alternatif (kecuali bila ada ketentuan lain dalam aanwijzing). Dalam gambar harus

terlihat posisi potongan profil.

6.2.2.3 Survei Hidrooceanografi

Pekerjaan Hidrooceanografi seperti yang tergambarkan dalam diagram alir berikut

ini (gambar 6.5):

Gambar 6. 5. Diagram Alir Pekerjaan Hidroocanografi

A. Pengamatan Pasang Surut

Maksud pengamatan pergerakan pasang surut adalah untuk menentukan kedudukan

air tertinggi, duduk tengah dan air terendah yang dicapai maupun kedudukan LWS.

Pengamatan/pencatatan pergerakan muka air dilakukan minimum selama 15×24 jam

terus menerus secara manual oleh pengamat/surveyor atau menggunakan alat

pencatat otomatis (automatic tide gauge). Kertas rekaman atau hasil pencatatan

dibawa untuk diperlihatkan kepada Tim Evaluasi Teknis saat pembahasan Laporan

Antara dengan Tim Evaluasi Teknis.

Untuk perhitungan-perhitungan konstanta harmonis, duduk tengah, air tinggi yang

dapat dicapai maupun LWS mempergunakan metode Admiralty (tidak diperkenankan

menggunakan formula penentuan air terendah untuk Indian Low Water Spring). Uraian

Data Survey Hidro-Oseanografi

Data Arus : Average Cell

Cell1 (dasar perairan)

Cell 2

Cell 3 (tengah perairan)

Cell 4

Cell 5 (permukaan)

Grafik Hubungan Arus dan kecepatan arus

Grafik analisis current rose dalam bentuk gambar mawar arus & tabel

Grafik analisis world current untuk mengetahui residu arus

Analisa arus serta verifikasi dengan data pemodelan

Data angin dari BMG

Wind rose dan table mawar angin

Analisis hubungan kondisi angin dan gelombang angin

Data gelombang

Tinggi dan periode gelombang signifikan harian

Analisis deformasi gelombang

Verifikasi pemodelan gelombang

Data pasang surut

Grafik pasut pengamatan

Pengolahan data pasut dgn metode admiralty

Page 14: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-14

perhitungan dengan metode Admiralty agar disampaiakan dengan urutan sebagai

berikut:

- Rumus umum yang dipakai dalam perhitungan.

- Perhitungan konstanta harmonis dan elevasi duduk tengah (DT) atau MSL.

- Perhitungan elevasi 0,00 LWS dan air tinggi yang dapat dicapai.

- Sketsa urutan tiap elevasi air untuk 0,00 LWS, DT, AT yang dapat dicapai

berdasarkan perhitungan.

Elevasi LWS harus dipindahkan ke bangunan gudang atau dermaga yang ada pada

bagian yang aman, terlindung dan mudah terlihat.

Gambar 6. 6. Foto Bak Ukur Pengamatan Pasang Surut

B. Pengukuran Arus

Pengukuran arus sebaiknya dilakukan pada saat pasang purnama (spring tide) dan

pasang perbani (neap tide) masing-masing selama 24 jam.

Kecepatan arus diukur dengan peralatan ADCP tipe Multi Cell Argonout-XR. Pada

pengukuran kecepatan aliran dengan ADCP, kecepatan aliran diukur pada 3 titik

kedalaman (d), yaitu pada 0.2 d, 0.6 d, dan 0.8 d. Pengukuran ini harus bersamaan

dengan periode pengukuran pasang surut agar kedalaman aliran saat pengukuran

kecepatan dapat diketahui. Data arus diukur selama 5 kali 24 jam (lima hari), dengan

interval perekaman waktu adalah setiap 10 menit sekali.

A B

C D

Page 15: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-15

Gambar 6.7. A: satu set perlengkapan ADCP; B: proses pemasangan ADCP; C: proses

pemantauan ADCP setiap pagi hari; dan D: proses download perekaman data ADCP.

Data Arus diukur di periran dalam di sekitar rencana dermaga pelabuhan. Data

pengukuran lapangan dilakukan selama 5 hari, maka didapatkan besar dan arah arus

total. Besar dan arah arus ini diuraikan komponennya menjadi komponen U (timur-

barat) dan V (utara-selatan). Besar komponen U didapat dari rumus :

sin180

Total

DirU V

Sedangkan besar komponen V didapat dari :

cos180

Total

DirV V

Dengan nilai adalah 3,14 dan dir merupakan arah arus. Hasil dari perhitungan

komponen U dan V ini kemudian di plot kedalam grafik. Perangkat lunak yang

digunakan dalam plot grafik ini adalah CD-Oceanography.

Gambar 6.8. Wave and Current Deploy By Sontek Argonout XR

Gambar 6.9. Contoh Data Hasil Pengukuran Kecepatan Arus Maksimum, Minimum

dan Rata-rata di Perairan Teluk Ampimoi.

(Sumber : SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

Page 16: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-16

Gambar 6.10. Contoh Data Hasil Pengukuran Kecepatan Arus Kedalaman Rata-Rata Di

Perairan Teluk Ampimoi .

(Sumber : SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

.

Gambar 6.11. Contoh Hasil Pengukuran Current Rose Kedalaman Cell 8 (Gbr Kiri) Dan

Edalaman Cell 9 (Gbr Kanan) Di Perairan Teluk Ampimoi.

(Sumber : SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

Gambar 6.12. Contoh Hasil Scatter Plot Kecepatan Arus Kedalaman Cell 8 (Gbr Kiri) Dan

Kedalaman Cell 9 (Gbr Kanan) Di Perairan Teluk Ampimoi.

(Sumber : SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

Page 17: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-17

C. Gelombang

Data gelombang diukur di perairan dalam di Laut Jawa di sekitar rencana

Pelabuhan Batu Bara. Data gelombang diukur untuk mendapatkan parameter

gelombang seperti tinggi gelombang (H) dan periode gelombang (T).

Pengambilan data gelombang menggunakan Wave and Current Deploy By

Sontek Argonout XR. Data gelombang diukur selama 120 jam (lima hari).

Gambar 6.13. Contoh Tinggi Gelombang Harian Hasil Pembacaan ADCP Pada Permukaan

Air Di Perairan Teluk Ampimoi.

(Sumber : SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

Gambar 6.14. Contoh Periode Gelombang Harian Hasil Pembacaan ADCP Pada Permukaan

Air Di Perairan Teluk Ampimoi.

(Sumber : SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

Page 18: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-18

Gambar 6.15. Contoh Raw Data Tinggi Dan Periode Gelombang Hasil Pembacaan ADCP

Pada Permukaan Air Di Perairan Teluk Ampimoi.

(Sumber : SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

Gambar 6.16. Grafik Pengamatan Pasang Surut Perairan Teluk Ampimoi Tanggal 15

Juli 2012 Sampai Dengan 20 Juli 2012. (Sumber : SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

Page 19: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-19

Gambar 6.17. Grafik Verifikasi Permodelan Dengan Data Pengamatan Pasang Surut

Perairan Teluk Ampimoi Tanggal 15 Juli 2012 – 20 Juli 2012. (Sumber : SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

Gambar 6.18. Grafik Permodelan Pasang Surut Perairan Teluk Ampimoi Tanggal 15

Juli 2012 – 30 Juli 2012.

(Sumber : SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

6.2.2.4 Survey Kondisi Fasilitas Pelabuhan Eksisting

Pengujian dengan metode Non Destructive yaitu pengujian Hammer Test dengan

alat Concrete Test Hammer Silver Schimidt, pengujian ini dilakukan dengan

memberikan beban impact pada permukaan beton dengan suatu masa yang diaktifkan

dengan menggunakan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari

masa tersebut akibat tumbukan yang terjadi dapat memberikan indikasi kekerasan

beton tersebut. Standar yang digunakan dalam pengujian ini adalah ASTM C-805 [4].

Pengujian Core Drill yang nantinya dilakukan uji compression test. Uji Core Drill

merupakan metode Destructive yang secara langsung mendeterminasi kekuatan beton

sebenarnya pada suatu struktur. Umumnya nilai Core Drill diperoleh untuk

mengevaluasi dan menilai apakah kekuatan suatu struktur beton sesuai dengan mutu

yang direncanakan, karena sampel Core diambil secara langsung dari struktur yang

Page 20: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-20

diamati ACI 214.4R-03 [1]. Ukuran diameter Core yang digunakan adalah 4 inchi

dengan standar yang digunakan dalam pengujian ini adalah ASTM C-42.

A. Uji Hammer Beton

Adalah pengujian kuat tekan beton yang sifatnya non distructive / tidak merusak,

terutama digunakan pada bangunan yang sudah berdiri. Permukaan beton yang akan

diuji dibersihkan terlebih dahulu dengan batu gerinda, sehingga permukaan bersih dan

rata. Ukuran bidang untuk pengujian 10 x 10 cm. Alat yang digunakan adalah

SilverSchmidt Concrete Hammer Test tipe N. Cara pengujian dengan cara permukaan

beton “dipukul”, yaitu dengan menekan alat sehingga akan menghasilkan pantulan /

rebound, nilai pantulan dibaca pada skala yang tersedia. Untuk 1 bidang (1 titik)

pengujian dilakukan sebanyak 9 kali, hasil pukulan kemudian dibaca. Semakin banyak

bidang yang diuji akan semakin teliti penggambaran mutu beton yang diuji. Pengetesan

dilakukan dengan menggunakan hammer digital.

(a) (b)

Gambar 6.19. Pengujian hammer pada kolom (a) dan pada pelat (b)

Dilaksanakan dengan prosedur kerja sebagai berikut.

a) Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi :

- setiap elemen struktur yang diuji harus diberi identitas

- Hammer yang dipakai harus sudah dikalibrasi dengan testing anvil sesuai

ketentuan yang berlaku atau petunjuk dari pabrik pembuatnya ;

- bila acara visual tampak kelainan khusus, diharuskan melakukan uji karbonasi

sebelum dilakukan hammer test;

- hasil pengujian harus ditandatangani oleh teknisi pelaksana yang ditunjuk sebagai

penanggung jawab pengujian ;

- laporan pengujian harus disyahkan oleh kepala laboratorium dengan dibubuhi

nama, dan tanda tangan ;

- dilakukan sebagai indikator menilai keseragaman mutu beton

b) Bidang Uji harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

- permukaan beton yang akan diuji harus merupakan permukaan yang padat,

halus, dan tidak dilapisi oleh plesteran atau bahan pelapis lainnya;

- bidang uji yang dipilih harus kering dan halus, bebas dari tonjolan-tonjolan atau

lubang-lubang;

Page 21: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-21

- lokasi-lokasi bidang uji harus ditentukan sesuai dengan dimensi elemen struktur

dan jumlah nilai uji yang diperlukan untuk perhitungan perkiraan kekuatan beton;

- permukaan bidang uji diberi tanda batas lokasi untuk titik-titik uji dengan

minimum berukuran seluas 100 x 100 mm2

;

- permukaan bidang uji yang kasar harus digerinda halus sebelum diuji ;

- bidang uji pada struktur yang berumur lebih dari enam bulan harus digerinda rata

sampai kedalaman 5 mm sebelum diuji, jika hasil ujinya akan dibandingkan

dengan hasil uji beton yang berumur lebih muda

- Arah pukulan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

- arah pukulan pada suatu lokasi bidang uji harus sama ;

- pada pengujian dengan arah pukulan tidak horisontal, nilai lenting rata-rata harus

dikoreksi dengan nilai inklinasi sesuai dengan petunjuk penggunaan alat hammer

test yang bersangkutan

c) Perkiraan Kuat Tekanan berdasarkan nilai lenting yang diperoleh atau yang telah

dikoreksi nilai inklinasinya dengan menggunakan table atau kurva korelasi pada

petunjuk penggunaan alat Hammer yang dipakai menguji.

d) Cara Uji :

- tentukan lokasi bidang uji pada elemen struktur yang akan diperiksa dan diberi

tanda batas yang jelas;

- bersihkan permukaan bidang uji dari plesteran atau pelapis pelindung lainnya ;

- ratakan permukaan bidang uji dengan gerinda

- sentuhkan ujung peluncur pada permukaan titik uji dengan posisi tegak lurus

bidang uji ;

- secara perlahan tekankan hammer dengan arah tegak lurus bidang uji sampai

terjadi pukulan pada titik uji ;

- lakukan 10 kali pukulan pada satu lokasi bidang uji dengan jarak terdekat antara

titik-titik pukulan 25 mm ;

- catat semua nilai pembacaan yang ditunjukkan oleh skala ;

- hitung nilai rata-rata pembacaan ;

- nilai pembacaan yang berselisih lebih dari 5 satuan terhadap nilai rata-rata tidak

boleh diperhitungkan, kemudian hitung nilai rata-rata sisanya ;

- semua nilai pembacaan harus diabaikan apabila terdapat dua atau lebih nilai

pembacaan yang berselisih 5 satuan terhadap nilai rata-ratanya ;

- koreksi nilai akhir rata-rata sesuai inkilinasi pukulan bila arah pukulan tidak

horisontal

- hitung perkiraan nilai kuat tekan kubus atau silinder beton dengan menggunakan

tabel atau kurva korelasi yang terdapat pada petunjuk penggunaan Hammer yang

bersangkutan;

B. Core Drill

Pengambilan sampel untuk pengujian kuat tekan beton menggunakan bor diameter 70

mm, benda uji yang diambil merupakan sampel dari elemen struktur kolom, balok dan

pelat pada bangunan.

Page 22: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-22

Gambar 6.20. Pengambilan Beton Sampel Core Drill Pada Kolom

Gambar 6.21. Pengambilan beton

sampel core drill pada balok

Gambar 6.22. Pengambilan beton

sampel core drill pada pelat

Pengujian kuat tekan sampel core drill dilaksanakan dengan metoda semi-destructive

testing core–drill berdasarkan ASTM C 42/C 42M – 04 : Standard test Methode for

obtaining and Testing Drilled Cores and Sawed Beams of Concrete. Sampel yang

diambil dengan mengebor bidang konstruksi berbentuk silinder diameter benda uji 70

mm dengan tinggi bervariasi dari 100 mm – 200 mm.

Sebelum dilakukan pengujian, benda uji dipotong kemudian didiamkan minimal 1x24

jam agar kadar air sesuai dengan yang terpasang di lapangan. Agar permukaan benda

uji dapat rata maka digunakan capping dari belerang, baik pada permukaan atas

maupun bawah. Pengujian kuat tekan dilakukan dengan mesin uji tekan Computer

Control Servo Hydraulic Concrete Compression Testing Machine, Hung-Ta seri HT

8391PC. Pada benda uji dilakukan pengamatan visual berupa pola keretakan serta

interlocking antara agregat kasar dengan mortar semen.

Page 23: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-23

Gambar 6.23. Benda Uji Core Drill Sebelum

Di Uji

Gambar 6.24. Set Up Pengujian

Core Drill

Gambar 6.25. Benda Uji Core Drill Setelah Di Uji

Perhitungan dari hasil pengujian adalah sebagai berikut :

Kokoh Tekan :

MPa

Dimana :

P : Gaya tekan (N)

A : Luas bidang tekan (mm2)

Berdasarkan ASTM C39/C39M, jika terjadi perbandingan antara L/D diluar 1,8-2,2 maka

ada faktor koreksi, hasil kokoh tekan dikalikan dengan faktor koreksi L/D. Untuk

konversi kokoh tekan kubus (K menurut PBI 71), hasil kokoh tekan silinder setelah

dikoreksi faktor L/D dibagi koefisien 0.83.

Tabel 6.1. Faktor koreksi L/D

L/D 1.75 1.50 1.25 1.00

Faktor Koreksi 0.98 0.96 0.93 0.87

Sebelum dilakukan pengambilan sampel core drill, bidang yang akan di bor dilakukan

pemetaan mutu beton menggunakan hammer. Setiap bagian yang akan di bor core

drill, terlebih dahulu dilakukan hammer test.

Uji core drill ini bertujuan untuk memperoleh benda uji beton dalam bentuk silinder

langsung dari lapangan, dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut.

a) Pengambilan Beton Inti

Page 24: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-24

- Perbandingan panjang terhadap diameter yang lebih tepat adalah a) 2,0 jika kuat

tekan yang dihasilkan dibandingkan terhadap kuat tekan silinder, b) 1,0 jika kuat

tekan dibandingkan terhadap kuat tekan kubus.

- Perbandingan ukuran agregat maksium dalam beton dengan diameter beton inti

harus lebih besar dari 1:3, atau diameter benda uji beton inti untuk benda uji

kuat tekan harus lebih dari tiga kali ukuran nominal maksimum dan agregat kasar

dalam beton keras

- Benda uji beton iti yang akan digunakan utuk pengujian kekuatan harus

diambilkan dari beton keras yang umumnya tidak boleh kurang dari 14 hari.

- Sebelum memutuskan untuk melakukan pengeboran beton inti, perlu

mempertimbangkan terlebih dahulu tujuan pengujian dan penginterpretasian

data.

- Beton inti harus diambil:

1) Pada titik yang jauh dan sambungan dan tepid an elemen struktur dari pada

tempat – tempat yang sedikit mungkin atau tidak ada tulangan.

2) Tegak lurus pada komponen struktur beton yang posisinya horizontal/vertikal,

harus dipilihkan pada tempat yang tidak boleh membahayakan struktur, yaitu

tidak boleh terlalu dekat dengan sambungan.

b) Pengeboran

- Jika tidak ditetapkan, pengeboranbeton inti harus tegak lurus pada permukaan

sedemikian rupa sehingga tidak merusak beton inti. Posisi alat bor harus dijaga

agar tidak berubah posisi atau bergoyang selama pengeboran

- Diameter beton inti dengan ukuran minimum 100 mm

- Pengukuran beton inti, sesuai metode uji ASTM C 174

- Factor pebandingan perlu ditentukan, apakah terhadap kuat tekan kubus atau

terhadap kuat tekan silinder.

- Benda uji yang cacat karena terlalu banyak terdapat rongga adanya

serpihan/agregat kasar yang lepas, tulangan besi yang lepas dan ketidakteraturan

dimensi, tidak boleh digunakan untuk uji kuat tekan.

c) Pengujian dan Hasil

- Pengujian harus dilakukan sesuai dengan SNI 03-1974-1990 Metode Pengujian

Kuat Tekan Beton. Beton inti tidak boleh diuji dalam keadaan retak, atau lepas

lapisan kapingnya. Bersihkan permukaan benda uji dan pasir dan kotoran lain.

Jika benda uji yang akan diuji masih basah, keringkan permukaannya. Catat

kondisi permukaan pada saat di uji.(basah atau kering)

- Kuat tekan benda uji ditentukan dengan membagi beban maksimum dengan luas

penampang yang dihitung dan diameter rata-rata dan dinyatakan hasilnya sampai

ketelitian 0,5 MPa atau 0,5 N/mm2 .

C. Compression Strength Test

Dilakukan untuk memperoleh data kuat tekan beton di laboratorium sebagai

pembanding hasil uji hammer test. Dilaksanakan dengan prosedur kerja sebagai

berikut.

- Tempatkan benda uji pada alat compression strength test

- Lakukan uji tekan sesuai prosedur standar terhadap benda uji (sample core drill)

dari lapangan dan catat hasilnya

- Lakukan evaluasi terhadap hasil pengujian tes tekan.

D. Sand Cone test

Uji ini ilakukan untuk mengetahui kepadatan tanah timbunan. Dilaksanakan dengan

prosedur kerja sebagai berikut.

Page 25: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-25

- Tempatkan alat sand cone pada lokasi tanah timbun yang akan diuji

- Lakukan pengujian sand cone sesuai prosedur standar dan catat hasilnya dalam

formulir standar

- Lakukan evaluasi terhadap hasil pengujian, apakah kepadatannya mencapai 90%

kepadatan maksimum atau tidak

- Jumlah pengujian sebanyak 4 (empat) titik per lokasi.

E. Pile Integrity Test (PIT)

Uji ini dilakukan pada tiang pancang untuk mengetahui apakah terjadi patahan pada

tiang pancang dan letak lokasi patahannya. Dilaksanakan dengan prosedur kerja

sebagai berikut.

- Tempatkan alat sensor PIT pada lokasi tiang yang akan diuji.

- Lakukan pengujian PIT sesuai prosedur standar dan catat hasilnya dalam formulir

standar

- Lakukan evaluasi terhadap hasil pengujian, apakah terjadi patahan atau tidak.

- Jumlah titik pengujian diambil sebanyak 20% dari jumlah titik tiang pancang yang

ada.

6.3 Pekerjaan Analisa Data

6.3.1 Analisa Data Geologi Teknik / Mekanika tanah

Analisa data geologi teknik / mekanika tanah harus dilakukan oleh Laboratorium

Teknik yang telah diakreditasi oleh pemerintah. Pada contoh-contoh tanah yang terambil,

baik tanah asli maupun contoh tanah yang terganggu akan dilakukan beberapa macam

percobaan laboratorium, sehingga data parameter dan sifat-sifat tanahnya dapat

diketahui. Jenis dan macam percobaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Pekerjaan survei mekanika tanah berupa pemboran inti (Rotary Core Drilling), pada

hakekatnya untuk mendapatkan nilai dari standar penetrasi test (SPT) selanjutnya

dijadikan sebagai dasar didalam mengambil keputusan untuk menentukan jenis pondasi

yang sesuai dengan kondisi karakteristik dari lapisan tanah di kawasan lokasi pekerjaan,

untuk mengetahui sifat-sifat keteknikan dari lapisan tanah dengan tepat dibutuhkan

sejumlah pengujian antara lain :

Pemboran Inti (Rotary Core Drilling) sebanyak 1 titik di pelabuhan perintis teluk

Ampimoi Kabupaten Kepulauan Yapen dan 1 titik di pelabuhan penyeberangan Waren

Kabupaten Waropen, kedalaman masing – masing 30.00 meter, berguna untuk

mengetahui susunan lapisan tanah dari mulai permukaan hingga pada kedalaman yang

mampu sebagai dasar tumpuan pondasi.

Standart Penetrasi Test (SPT), Interval 2.00 meter, berguna sebagai dasar perhitungan

daya dukung tanah.

Pemeriksaan contoh tanah terganggu (disturbed sample) yang representative dari

lapisan tanah.

Pemeriksaan laboratorium contoh tanah tidak terganggu / tanah asli (undisturbed

sample) , bertujuan untuk mengetahui secara pasti sifat dari karakteristik dari jenis

tanah tersebut.

Selain pemboran inti untuk mendapatkan nilai SPT, juga dilakukan pemeriksaan

laboratorium terhadap tanah yang berada di lokasi pekerjaan seperti di bawah ini.

Pemeriksaan Kadar Air, Berat Jenis, dan Berat Isi Tanah

Analisa Hydrometer

Pemeriksaan Konsistensi Atterberg

Percobaan Pemampatan (B)

Pengujian Triaxial (Quick Test)

Page 26: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-26

Letak titik titik pengambilan contoh tanah asli adalah sama dengan titik bor. Contoh

tanah diambil pada setiap lapisan tanah yang berbeda strukturnya. Semua hasil analisa

data geologi teknik harus mendapatkan persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum digunakan

untuk tahapan perencanaan selanjutnya.

6.3.2 Analisa Data angin

Data angin sekunder dari Badan Meteorologi dan Geofisika BMG Biak yag diukur di

darat dan dilakukan dalam waktu beberapa tahun pengukuran. Data angin sekunder untuk

dapat digunakan sebagai peramalan gelombang, harus ditransformasikan terlebih dahulu

menjadi data angin laut dan dilakukan koreksi. Koreksi dilakukan untuk mengkondisikan

angin darat sebagai angin yang terjadi di laut. Tahapan koreksi terhadap data angin

dilakukan berdasarkan metode Breschneider (1954) oleh Resio dan Vincent (1977) dalam

CERC (1984).

Gambar 6.26. Keadaan Angin Di Perairan Pulau Owi, Biak, Selama 10 Tahun Terakhir

(Thn 1999 - 2009).

(Sumber : Data BMKG Kelas I Frans Kaisiepo, Biak, Papua)

6.3.3 Peramalan Gelombang Karena Angin

Angin yang bertiup di atas permukaan laut merupakan pembangkit utama

gelombang. Sifat-sifat gelombang dipengaruhi oleh tiga bentuk angin (Hutabarat dan

Evans, 1984), yaitu :

1. Kecepatan angin, umumnya semakin kencang angin yang bertiup semakin besar

gelombang yang terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan yang tinggi dan

panjang gelombang yang besar.

2. Waktu angin bertiup, tinggi kecepatan dan panjang gelombang seluruhnya cenderung

untuk meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit

gelombang mulai bertiup.

3. Jarak tanpa rintangan dimana angin bertiup (fetch), di lautan bebas kemungkinan lebih

besar dan sering mempunyai panjang gelombang sampai beberapa ratus meter.

Page 27: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-27

Gambar 6.27. Diagram alir proses pembentukan gelombang dengan data angin

Angin yang bertiup di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air.

Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga permukaan

air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas

permukaan air, apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi semakin besar

dan secara berkelanjutan akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat

angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk (Triatmodjo, 1999).

Fetch Pelabuhan Serui yang diperhitungkan yaitu dari arah Barat Daya, Selatan, dan

Tenggara. Perhitungan fetch tersebut dijelaskan sebagai berikut :

a. Perhitungan Fetch Arah Barat Daya

Perhitungan fetch arah Barat Daya pada Pelabuhan Serui diperlihatkan pada gambar

6.28.

FINISH

no (duration limited)

no (fully developed)

yes

(fecth limited)

yes (non fuly

developed)

F = Fmin

START

Page 28: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-28

Gambar 6.28 : Perhitungan Fetch Arah Barat Daya

Hasil perhitungan fetch arah Barat Daya pada Pelabuhan Serui diperlihatkan pada

tabel 6.2.

Tabel 6.2. Perhitungan Fetch Arah Barat Daya

Fetch Arah Barat Daya

No. Sudut (∆) Cos ∆ Xi (km) Xi cos ∆ (km)

1 42 0,74 1,67 1,24

2 36 0,81 1,85 1,50

3 30 0,87 1,85 1,60

4 24 0,91 1,97 1,80

5 18 0,95 2,05 1,95

6 12 0,98 2,22 2,17

7 6 0,99 200,00 198,90

8 0 1,00 200,00 200,00

9 6 0,99 200,00 198,90

10 12 0,98 200,00 195,63

11 18 0,95 200,00 190,21

12 24 0,91 200,00 182,71

13 30 0,87 134,65 116,61

14 36 0,81 125,62 101,63

15 42 0,74 116,75 86,76

Total 13,51 1481,62

Fetch Eff. 109,661

b. Perhitungan Fetch Arah Selatan

Perhitungan fetch arah Selatan pada Pelabuhan Serui diperlihatkan pada gambar 6.29.

Page 29: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-29

Gambar 6.29. Perhitungan Fetch Arah Selatan

Hasil perhitungan fetch arah Barat Daya pada Pelabuhan Serui diperlihatkan pada

tabel 6.3.

Tabel 6.3. Perhitungan Fetch Arah Selatan

Fetch Arah Selatan

No. Sudut (∆) Cos ∆ Xi (km) Xi cos ∆ (km)

1 42 0,74 200,00 148,63

2 36 0,81 200,00 161,80

3 30 0,87 200,00 173,21

4 24 0,91 200,00 182,71

5 18 0,95 146,55 139,38

6 12 0,98 129,90 127,06

7 6 0,99 121,90 121,23

8 0 1,00 204,70 204,70

9 6 0,99 82,80 82,35

10 12 0,98 62,45 61,09

11 18 0,95 59,40 56,49

12 24 0,91 57,04 52,11

13 30 0,87 57,88 50,13

14 36 0,81 60,40 48,86

15 42 0,74 60,68 45,09

Total 13,51 1654,83

Fetch Eff. 122,481

c. Perhitungan Fetch Arah Tenggara

Perhitungan fetch arah Tenggara pada Pelabuhan Serui diperlihatkan pada gambar

6.30.

Page 30: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-30

Gambar 6.30. Perhitungan Fetch Arah Tenggara

Hasil perhitungan fetch arah Barat Daya pada Pelabuhan Serui diperlihatkan pada

tabel 6.4.

Tabel 6.4. Perhitungan Fetch Arah Tenggara

Fetch Arah Tenggara

No. Sudut (∆) Cos ∆ Xi (km) Xi cos ∆ (km)

1 42 0,74 89,90 66,81

2 36 0,81 65,50 52,99

3 30 0,87 59,70 51,70

4 24 0,91 58,20 53,17

5 18 0,95 57,40 54,59

6 12 0,98 59,30 58,00

7 6 0,99 60,18 59,85

8 0 1,00 65,56 65,56

9 6 0,99 84,86 84,40

10 12 0,98 98,62 96,46

11 18 0,95 103,28 98,23

12 24 0,91 117,98 107,78

13 30 0,87 123,01 106,53

14 36 0,81 151,81 122,82

15 42 0,74 150,83 112,09

Total 13,51 1190,97

Fetch Eff. 88,149

Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk

daratan yang mengelilingi laut. Daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya

dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut

terhadap arah angin. Dengan menggunakan Peta Dishidros, dapat diketahui daerah

pembentukan gelombang/fetch dan panjang fecth. Nilai fetch dihitung sebesar 45o kekiri

dan 45o kekanan dari arah datangnya angin dan nilai fetch dibatasi oleh bentuk daratan

yang mengelilingi laut.

Page 31: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-31

6.3.4 Data Pasang Surut

Data pasut hasil pengukuran lapangan yang diperoleh kemudian diplot pada grafik

pasangsurut, sehingga dari grafik ini didapatkan nilai MSL. Data pasang surut diolah

dengan menggunakan Metode Admiralty.

6.3.5 Data sedimen

Sampel sedimen dikeringkan dengan oven, setelah kering kemudian digerus hingga

hancur. Hasil gerusan kemudian diayak dengan menggunakan ayakan bertingkat (sieve

shaker), masing-masing sedimen yang tertinggal pada setiap tingkatan ayakan kemudian

ditimbang beratnya dan dihitung prosentasenya menurut ukuran butir.

6.3.6 Pemodelan Gelombang dan Arus

Iklim gelombang dan arus berperan sangat penting dalam seluruh pekerjaan pantai.

Namun dalam berbagai kasus, hanya terdapat sedikit data gelombang untuk perencanaan

dan konstruksi teknis. Pengamatan lapangan dan pemodelan fisik gelombang dan arus

membutuhkan biaya yang besar dan memakan waktu. Oleh karena itu untuk memperoleh

informasi mengenai iklim gelombang dapat digunakan teknik pemodelan matematik.

Informasi mengenai kondisi gelombang pada beberapa permasalahan pantai

merupakan hal yang mendasar dan penting. Kondisi gelombang yang paling penting untuk

keperluan studi perencanaan dan evaluasi pekerjaan meliputi tinggi gelombang, periode

gelombang dan arah gelombang dominan. Biasanya parameter-parameter gelombang

tersebut diperoleh dari model transfromasi gelombang yang mentransformasikan data

gelombang dari laut dalam ke daerah dekat pantai. Selama perambatannya dari laut

dalam ke dekat pantai, parameter-parameter gelombang tersebut mengalami perubahan

karena pengaruh perubahan kedalaman serta kondisi di dekat pantai, misalnya pengaruh

dari bangunan-bangunan pantai. Untuk memodelkan fenomena tersebut dapat digunakan

model numerik yang dapat memodelkan kombinasi refraksi dan difraksi gelombang. Salah

satu diantaranya adalah model numerik yang didasarkan pada mild slope equation (MSE).

Model numerik yang berdasarkan MSE dapat dikembangkan untuk mempelajari

mengenai iklim gelombang di sekitar pantai. Permasalahan yang sulit dalam

memperkirakan gelombang di dekat pantai adalah menentukan dimana terjadinya

gelombang pecah. Dalam studi ini digunakan model gelombang CGWAVE yang

dikembangkan oleh University of Maine bekerja sama dengan U.S. Army Corpsof

Engineers, Waterways Experiment Station. CGWAVE adalah model prediksi gelombang

yang serba guna. Model ini dapat digunakan untuk memperkirakan pola gelombang di

dalam kolam pelabuhan, daerah pantai terbuka, muara sungai, dan di sekitar bangunan

pantai. CGWAVE adalah model finite elemen yang dihubungkan dengan model SMS

(Surface water Modelling System) untuk mengefisienkan pre dan post processingnya.

Sedangkan untuk pemodelan arus dapat menggunakan SMS v 8.1 atau di atasnya

Simulasi model gelombang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai

perubahan tinggi gelombang yang terjadi pada daerah perairan di luar pelabuhan, alur

masuk pelabuhan, dan kolam pelabuhan. Simulasi gelombang dilakukan pada kondisi

elevasi muka air rencana (elevasi pada saat kondisi muka air pasang tertinggi). Sedangkan

simulasi aru digunakan untuk mengetahui besarnya arus (terutama arus permukaan) yang

disebabkan oleh pasang surut.

Data pokok yang diperlukan untuk simulasi model gelombang dan arus adalah data

kedalaman pada perairan Pelabuhan, pasang surut serta kondisi gelombang (tinggi,

periode dan arah). Data kedalaman perairan diperoleh dari peta batimetri yang dibuat

berdasarkan hasil survey lapangan. Data kedalaman tersebut kemudian didigitasi dengan

menggunakan fasilitas yang ada pada software SMS untuk selanjutnya dibuat jaring

elemen sebagai domain simulasi. Data gelombang di perairan lepas Pelabuhan diperoleh

Page 32: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-32

dari hasil pengamatan di lapangan . Data gelombang lepas pantai yang diperlukan berupa

informasi gelombang harian.

Prosedur Simulasi Gelombang dan arus

Prosedur dalam simulasi model gelombang an arus dibagi menjadi beberapa tahap

sebagai berikut :

a. Menentukan konsep model.

Pada tahap ini dilakukan penentuan kondisi batas area yang akan dimodelkan yang

meliputi :

batas area daratan dan perairan,

batas perairan yang akan dimodelkan dengan perairan yang tidak dimodelkan.

b. Pembangkitan jaring elemen.

Setelah batas area yang akan dimodelkan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah

pembangkitan jaring elemen pada area tersebut. Jaring elemen pada simulasi model

gelombang dengan program CGWAVE dan SMS ini berbentuk elemen segitiga.

c. Data masukan

Setelah elemen area terbentuk tahap selanjutnya adalah pemasukan parameter atau

data kondisi batas. Kondisi batas tersebut meliputi amplitudo, arah dan periode

gelombang, gaya gravitasi bumi, serta jumlah iterasi dan ketelitian yang akan dicapai

(tingkat konvergensi hitungan).

d. Running simulasi model gelombang

Setelah input data selesai langkah selanjutnya adalah proses running (eksekusi) model

simulasi gelombang.

e. Keluaran hasil simulasi.

Hasil dari running model simulasi model gelombang dengan CGWAVE dan SMS dapat

ditampilkan berupa grafik, gambar kontur dan animasi.

Berikut adalah contoh hasil pemodelan gelombang dan arus pada berbagai alternative

layout Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC).

Gambar 6.31. Contoh Kontur Permodelan Tinggi Gelombang Kala Ulang di Teluk Amphimoi

Zona 1 (Arah datang gelombang : Barat Daya).

(Sumber: SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

Page 33: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-33

Gambar 6.32. Contoh Kontur Permodelan Tinggi Gelombang Kala Ulang di Teluk Amphimoi

Zona 2 (Arah datang gelombang : Barat Daya)

(Sumber: SID Pelabuhan Perintis Ampimoi, 2012)

Gambar 6.33. Contoh Hasil Permodelan Arus pada Kondisi Surut menuju Pasang (Zona 2).

6.4 Dasar-Dasar Perencanaan Dermaga

6.4.1 Kapal

a. Beberapa Definisi Kapal

Panjang, lebar dan sarat (draft) kapal yang akan menggunakan pelabuhan

berhubungan langsung pada perencanaan pelabuhan dan fasilitas-fasilitas yang

harus tersedia di pelabuhan.

Page 34: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-34

Gambar 6.34. Dimensi Kapal

Displacement Tonnage, DPL (Ukuran Isi Tolak) adalah volume air yang

dipindahkan oleh kapal, dan sama dengan berat kapal. Ukuran Isi Tolak Kapal

bermuatan penuh disebut dengan Displacement Tonnage Loaded, yaitu berat kapal

maksimum. Apabila kapal sudah mencapai Displacement Tonnage Loaded masih

dimuati lagi, kapal akan terganggu stabilitasnya sehingga kemungkinan kapal

tenggelam menjadi besar. Ukuran isi tolak dalam keadaan kosong disebut dengan

Displacement Tonnage Light, berat kapal tanpa muatan. Dalam hal ini berat kapal

adalah termasuk perlengkapan berlayar, bahan bakar, anak buah kapal dan

sebagainya.

Deadweight Tonnage, DWT (Bobot Mati) yaitu berat total muatan kapal di

mana kapal dapat mengangkut dalam keadaan pelayaran optimal (draft maksimum).

Jadi DWT adalah selisih antara Displacement Tonnage Loaded dan Displacement

Tonnage Light.

Gross Register Tons, GRT (Ukuran Isi Kotor) adalah volume keseluruhan ruang

kapal (1 GRT = 2,83 m³ = 100 ft³).

Netto Regieter Tons, NRT (Ukuran Isi Bersih) adalah ruangan yang disediakan

untuk muatan dan penumpang, besarnya sama dengan GRT dikurangi dengan

ruangan-ruangan yang disediakan untuk nahkoda dan anak buah kapal, ruang

mesin, gang, kamar mandi, dapur, ruang peta. Jadi NRT adalah ruangan-ruangan

yang dapat didayagunakan, dapat diisi dengan muatan yang membayar uang

tambang.

Sarat (Draft) adalah bagian kapal yang terendam air pada keadaan muatan

maksimum, atau jarak antara garis air pada beban yang direncanakan (designed

load water line) dengan titik terendah kapal.

Panjang total (legth overall, Loa) adalah panjang kapal dihitung dari ujung

depan (haluan) sampai ujung belakang (buritan).

Panjang garis air (legth between perpendiculars, Lpp) adalah panjang antara

kedua ujung design load water line.

Lebar kapal (beam) adalah jarak maksimum antara dua sisi kapal.

b. Jenis Kapal

Selain dimensi kapal, karakteristik kapal seperti tipe dan fungsinya juga

berpengaruh terhadap perencanaan pelabuhan. Tipe kapal berpengaruh pada tipe

pelabuhan yang akan direncanakan. Sesuai dengan fungsinya, kapal dapat

dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai berikut ini.

1. Kapal penumpang

Kapal yang digunakan untuk mengangkut penumpang, pada umumnya kapal

penumpang mempunyai ukuran yang relative lebih kecil.

2. Kapal barang

Kapal barang khusus dibuat untuk mengangkut barang. Pada umumnya kapal

barang mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada kapal penumpang. Kapal

ini jugga dapat dibedakan menjadi beberapa macam sesuai dengan barang yang

Lpp

Loa

d

B

Page 35: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-35

diangkut, seperti biji-bijian, barang-barang yang dimasukkan dalam peti kemas

(container), benda cair (minyak, bahan kimia, gas alam, gas alam cair dsb.).

a) Kapal barang umum (general cago ship)

Kapal ini digunakan untuk mengangkut muatan umum (general cargo). Muatan

tersebut bisa terdiri dari bermacam-macam barang yang dibungkus dalam peti,

karung dan sebagainya yang dikapalkan oleh banyak pengirim untuk banyak

penerima di beberapa pelabuhan tujuan.

b) Kapal barang curah (bulk cargo ship)

Kapal ini digunakan untuk mengangkut muatan curah yang dikapalkan dalam

jumlah banyak sekaligus. Muatan curah ini bias berupa bera, gandum, batu

bara, bijih besi dan sebagainya.

c) Kapal tanker

Kapal ini digunakan untuk mengangkut minyak, yang umumnya kapal ini

mempunyai ukuran sangat besar.

d) Kapal khusus (special designed ship)

Kapal ini dibuat khusus untuk mengangkut barang tertentu seperti daging

yang harus diangkut dalam keadaan beku, kapal pengangkut gas alam cair

(liquefied natural gas, LNG), dan sebagainya.

c. Karakteristik Kapal

Daerah yang diperlukan untuk pelabuhan tergantung pada karakteristik kapal

yang akan berlabuh. Pengembangan pelabuhan di masa mendatang harus meninjau

daerah perairan untuk alur, kolam putar, penambatan, dermaga, tempat

pembuangan bahan pengerukan, daerah daratan yang diperlukan untuk

penempatan, penyimpanan dan pengangkutan barang-barang. Kedalaman dan lebar

alur pelayaran tergantung pada kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan.

Kuantitas angkutan (traffic) yang diharapkan menggunakan pelabuhan juga

menentukan apakah alur untuk satu jalur atau dua jalur. Luas kolam pelabuhan dan

panjang dermaga sangat dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran kapal yang akan

berlabuh.

Untuk keperluan perencanaan pelabuhan tersebut maka berikut ini diberikan

dimensi dan ukuran kapal secara umum, seperti dalam di bawah ini (tabel 6.5).

Page 36: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-36

Tabel 6.5. Karakteristik Kapal

(Sumber : Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2003)

6.4.2 Pemilihan Lokasi Dermaga

Pemilihan lokasi untuk membangun dermaga meliputi daerah pantai dan daratan.

Pemilihan lokasi tergantung pada bebrapa faktor seperti kondisi tanah dan geologi,

kedalaman dan luas daerah perairan, perlindungan pelabuhan terhadap gelombang, arus

dan sedimentasi. Tinjauan daerah peraiaran menyangkut luas perairan yang diperlukan

untuk alur pelayaran, kolam putar (turning basin), penambatan dan tempat berlabuh, dan

kemungkinan pengembangan dermaga di masa mendatang. Berbagai faktor yang

mempengaruhi penentuan lokasi dermaga adalah sebagai berikut :

Biaya pembangunan dan perawatan bangunan-bangunan pelabuhan, termasuk

pengerukan pertama yang harus dilakukan.

Biaya operasional dan pemeliharaan, terutama pengerukan endapan di alur dan

kolam pelabuhan.

a. Topografi dan Geologi

Keadaan topografi daratan dan bawh laut harus memungkinkan untuk

membangun pelabuhan dan kemungkinan untuk pengembangan di masa mendatang.

Daerah daratan harus cukup luas untuk membangun fasilitas pelabuhan seperti

dermaga, jalan dan sebagainya. Apabila daerah daratan sempit maka pantai harus

cukup luas dan dangkal untuk memungkinkan perluasan daratan dengan melakukan

penimbunan pantai tersebut. Daerah yang akan digunakan untuk perairan pelabuhan

Page 37: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-37

harus mempunyai kedalaman yang cukup sehingga kapal-kapal bisa masuk ke

pelabuhan.

b. Tinjauan Pelayaran

Dermaga yang akan dibangun harus mudah dilalui kapal-kapal yang akan

menggunakannya. Kapal yang berlayar dipengaruhi oleh faktor-faktor alam seperti

angin, gelombang dan arus yang dapat menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada

badan kapal. Faktor tersebut semakin besar apabila pelabuhan terletak di pantai yang

terbuka ke laut, dan sebaliknya pengaruhnya berkurang pada pelabuhan yang terletak

di daerah yang terlindungi secara alam. Pada umumnya angin dan arus mempunyai

arah tertentu yang dominan. Diharapkan bahwa kapal-kapal yang sedang memasuki

pelabuhan tidak mengalami dorongan arus pada arah tegak lurus sisi kapal. Demikian

juga, sedapat mungkin kapal-kapal harus memasuki pelabuhan pada arah sejajar

dengan arah angin dominan. Gelombang yang mempunyai amplitudo besar akan

menyebabkan diperlukannya kedalaman saluran pengantar yang lebih besar, karena

pada keadaan tersebut kapal-kapal berisolasi (bergoyang naik turun dengan fluktuasi

muka air).

c. Tinjauan Sedimentasi

Pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang cukup bagi pelayaran di daerah

perairan pelabuhan memerlukan biaya yang cukup besar. Pengerukan ini dapat

dilakukan pada waktu membangun pelabuhan maupun selama perawatan. Pengerukan

selama perawatan harus sedikit mungkin.

Pelabuhan harus dibuat sedemikian rupa sehingga sedimentasi yang terjadi harus

sedikit mungkin (kalau bisa tidak ada). Untuk itu di dalam perencanaan pelabuhan

harus ditinjau permasalahan sedimentasi.

Proses erosi dan sedimentasi tergantung pada sedimen dasar dan pengaruh

hidrodinamika gelombang dan arus. Jika dasar laut terdiri dari material yang mudah

bergerak, maka arus dan gelombang akan mengerosi sedimen dan membawanya

searah dengan arus. Sedimen yang ditranspor tersebut bisa berupa bed load

(menggelinding, menggeser di dasar laut) seperti misalnya pasir atau melayang untuk

sedimen suspensi (lumpur, lempung). Apabila kecepatan arus berkurang (misalnya di

perairan pelabuhan) maka arus tidak lagi mengangkut sedimen sehingga akan terjadi

sedimentasi di daerah tersebut. Proses sedimentasi ini sulit untuk ditanggulangi, oleh

karena itu masalah ini harus diteliti dengan baik untuk dapat memprediksi resiko

pengendapan. Sedimen yang ada di daerah pantai bisa berupa pasir atau sedimen

suspensi. Sedimen suspensi biasanya berasal dari sungai-sungai yang bermuara di

pantai.

d. Tinjauan Gelombang dan Arus

Gelombang menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada kapal dan bangunan

pelabuhan. Unutk menghindari gangguan gelombang terhadap kapal yang berlabuh

maka dinuat bangunan pelindung yang disebut pemecah gelombang (breakwater).

Di dalam tinjauan pelayaran, diharapkan bahwa kapal-kapal dapat masuk ke

pelabuhan menurut alur pelayaran lurus (tanpa membelok) dan alur tersebut harus

searah dengan arah penjalaran gelombang terbesar dan arah arus. Suatu mulut

pelabuhan yang besar akan besar akan memudahkan kapal memasuki pelabuhan.

Akan tetapi pada umumnya persyaratan-persyaratan untuk kemudahan pelayaran

tidak bisa semuanya terpenuhi. Mulut pelabuhan yang besar dan menghadap arah

datangnya gelombang akan menyebabkan masuknya energi gelombang yang besar ke

pelabuhan, sehingga menggangu kapal yang sedang berlabuh. Demikian juga mulut

Page 38: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-38

pelabuhan yang menghadap arah arus juga akan menyebabkan sedimentasi di

pelabuhan.

Oleh karena itu harus diambil kompromi sehingga di dapat pelabuhan yang andal

dan memungkinkan kapal-kapal dapat berlabuh dengan mudah.

e. Tinjauan Kedalaman Air

Kedalaman laut sangat berpengaruh pada perencanaan pelabuhan. Di laut yang

mengalami pasang surut variasi muka air kadang-kadang cukup besar. Menurut

pengalaman, tinggi pasang surut yang kurang dari 5 meter masih dapat dibuat

pelabuhan terbuka. Bila pasang surut lebih dari 5 meter, maka terpaksa dibuat suatu

pelabuhan tertutup yang dilengkapi dengan pintu air untuk memasukkan dan

mengeluarkan kapal. Di sebagian besar perairan Indonesia, tinggi pasang surut tidak

lebih dari 2 meter sehingga digunakan pelabuhan terbuka.

Untuk pelayaran, kapal-kapal memerlukan kedalaman air yang sama dengan

sarat (draft) kapal ditambah dengan suatu kedalaman tambahan. Kedalaman air untuk

pelabuhan didasarkan pada frekuensi kapal-kapal dengan ukuran tertentu yang masuk

ke dalam pelabuhan. Jika kapal-kapal terbesar masuk ke pelabuhan hana satu kali

dalam beberapa hari, maka kapal tersebut hanya boleh masuk pada waktu air pasang.

Sedang kapal-kapal kecil harus dapat masuk ke pelabuhan pada setiap saat.

6.4.3 Ukuran dan Bentuk Pelabuhan

Ukuran pelabuhan ditentukan oleh jumlah dan ukuran kapal-kapal yang akan

menggunakan serta kondisi lapangan yang ada. Ditinjau dari segi biaya, ukuran pelabuhan

harus sekecil mungkin, tetapi masih memungkinkan pengoperasian yang mudah.

Pemakaian kapal tunda untuk membantu gerak kapal di dernaga juga berpengaruh pada

ukuran pelabuhan. Luas minimum pelabuhan adalah ruang yang diperlukan untuk

dermaga ditambah dengan kolam putar (turning basin) yang terletak di depannya. Ukuran

kolam putar tergantung pada ukuran kapal dan kemudahan gerak berputar kapal, yang

dapat dibedakan dalam empat macam.

a. Ukuran ruang optimum untuk dapat berputar dengan mudah memerlukan diameter

empat kali panjang kapal yang menggunakannya.

b. Ukuran menengah ruang putar dengan dengan sedikit kesulitan dalam berputar

mempunyai diameter dua kali dari panjang kapal terbesar yang menggunakannya.

Gerak putaran akan lebih lama dan dapat dilakukan oleh kapal dan bantuan kapal

tunda.

c. Ruang putaran kecil yang mempunyai diameter kurang dari dua kali panjang kapal.

Gerakan berputar dapat dilakukan dengan menggunakan jangkar dan bantuan kapal

tunda.

d. Ukuran minimum ruang putaran kapal harus mempunyai diameter 20% lebih panjang

dari panjang kapal terbesar yang menggunakannya. Dalam hal ini untuk membantu

perputaran, kapal harus ditambatkan pada suatu titik tetap, misalnya dengan

pelampung, dermaga atau jangkar.

6.4.4 Perencanaan Fasilitas Dasar

6.4.4.1 Alur Pelayaran

Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam

pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang terhadap

pengaruh gelombang dan arus. Perencanaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan

ditentukan oleh kapal terbesar yang akan masuk ke pelabuhan dan kondisi meteorology

dan oseanografi.

Page 39: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-39

Dalam perjalanan masuk ke pelabuhan melalui alur pelayaran, kapal mengurangi

kecepatannya sampai kemudian berhenti di dermaga. Secara umum beberapa daerah

yang dilewati selama perjalanan tersebut yaitu :

Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan

Daerah pendekatan di luar alur masuk

Alur masuk di luar pelabuhan dan kemudian di daerah terlindung

Saluran menuju ke dermaga, apabila pelabuhan berada di dalam daerah daratan

Kolam putar

Alur pelayaran ini ditandai dengan alat bantu pelayaran yang berupa pelampung

dan lampu-lampu. Pada umumnya daerah-daerah tersebut mempunyai kedalaman yang

sangat kecil, sehingga diperlukan pengerukan untuk mendapatkan kedalaman yang

diperlukan.

1) Pemilihan Karakteristik Alur

Alur masuk ke pelabuhan sempit dan dangkal. Alur-alur tersebut merupakan

tempat terjadinya arus, terutama yang disebabkan oleh pasang surut. Sebuah kapal

yang akan mengalami/menerima arus dari depan akan dapat mengatur (maneuver),

tetapi apabila arus berasal dari belakang kapal akan menyebabkan gerakan yang

tidak baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur masuk ke

pelabuhan adalah sebagai berikut :

Keadaan traffic kapal

Keadaan geografi dan meteorologi di daerah alur

Sifat-sifat fisik dan variasi dasar saluran

Fasilitas-fasilitas atau bantuan-bantuan yang diberikan pada pelayaran

Karakteristik maksimum kapal-kapal yang mengunakan pelabuhan

Kondisi pasang surut, arus dan gelombang.

Suatu alur masuk ke pelabuhan yang lebar dan dalam akan memberikan

keuntungan-keuntungan baik langsung maupun tidak langsung, seperti :

Jumlah kapal yang dapat bergerak tanpa tergantung pada pasang surut akan

lebih besar

Berkurangnya batasan gerak dari kapal-kapal yang mempunyai draft besar

Mengurangi waktu penungguan kapal-kapal yang hanya dapat masuk ke

pelabuhan pada waktu air pasang

Mengurangi waktu transit barang-barang

Selain keuntungan-keuntungan tersebut, dalam menentukan karakteristik alur

ini perlu ditinjau pula biaya pengerukan yang lebih besar apabila alur tersebut lebar

dan dalam, di banding dengan alur yang sempit dan dangkal.

2) Kedalaman Alur

Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di alur masuk

harus cukup besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan

kapal bermuatan penuh.

Kedalaman air ini ditentukan oleh berbagai faktor, kedalaman air total adalah

H = d + G + R + P + S + K

Dimana :

d = draft kapal

G = gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat

R = ruang kebebasan bersih

P = ketelitian pengukuran

S = pengendapan sedimen antara dua pengerukan

K = toleransi pengerukan

Page 40: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-40

Gambar 6.35. Kedalaman Alur Pelayaran

Kedalaman air diukur terhadap muka air refrensi. Biasanya muka air refrensi

ini ditentukan berdasarkan nilai rata-rata dari muka air surut terendah pada saat

pasang besar (spring tide) dalam periode panjang, yang disebut LLWS (lower low

water springtide).

Beberapa definisi yang terdapat dalam gambar 2.23 adalah sebagai berikut ini.

Elevasi dasar alur nominal adalah elevasi di atas di mana tidak terdapat rintangan

yang menggangu pelayaran. Kedalaman elevasi ini adalah jumlah dari draft kapal

dan ruang kebebasan bruto yang dihitung terhadap muka air rencana. Ruang

kebebasan bruto adalah jarak antara sisi terbawah kapal dan elevasi dasar alur

nominal, pada draft kapal maksimum yang diukur pada air diam. Ruang ini terdiri

dari ruang gerak vertikal kapal karena pengaruh gelombang dan squat dan ruang

kebebasan bersih. Ruang kebebasan bersih adalah ruang minimum yang tersisa

antara sisi terbawah kapal dan elevasi dasar alur nominal kapal, pada kondisi kapal

bergerak dengan kecepatan penuh dan pada gelombang dan angin terbesar. Ruang

kebebasan bersih minimum adalah 0,5 meter untuk dasar laut berpasir dan 1,0

meter untuk dasar karang.

Elevasi pengerukan alur ditetapkan dari elevasi dasar alur nominal dengan

memperhitungkan beberapa hal berikut ini.

Jumlah endapan yang terjadi antara yang terjadi antara dua periode

pengerukan

Toleransi pengerukan

Ketelitian pengukuran

a) Draft Kapal

Draft kapal ditentukan oleh karakteristik kapal terbesar yang menggunakan

pelabuhan, muatan yang diangkut, dan juga sifat-sifat air seperti berat jenis,

salinitas dan temperatur. Tabel 2.4 memberikan draft kapal untuk berbagai

ukuran. Nilai yang ada dalam tabel tersebut perlu ditambah dengan angka koreksi

Page 41: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-41

karena adanya salinitas dan kondisi muatan. Angka koreksi minimum adalah

sebesar 0,3 meter.

b) Squat

Squat adalah pertambahan draft kapat terhadap muka air yang disebabkan

oleh kecepatan kapal. Squat ini diperhitungkan berdasarkan dimensi dan

kecepatan kapal dan kedalaman air. Kecepatan air di sisi kapal akan naik

disebabkan karena gerak kapal. Berdasarkan hukum Bernoulli, permukaan air

akan turun karena kecepatan bertambah. Squat akan tampak jelas di saluran

sempit, tetapi juga terjadi di saluran dengan lebar tak terhingga. Dua faktor yang

menentukan besar squat adalah kedalaman alur pelayaran dan kecepatan kapal.

Squat dihitung berdasarkan kecepatan maksimum yang diijinkan.

Besar squat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut yang

didasarkan pada percobaaan di laboratorium.

Dengan :

Δ = volume air yang dipindahkan (m³)

Lpp = panjang garis air (m)

Fr = angka Fraude = V / √gh (tak berdimensi)

g = percepatan gravitasi (m/d²)

h = kedalaman air (m)

c) Gerak Kapal karena Pengaruh Gelombang

Gerak kapal relatif terhadap posisinya pada waktu tidak bergerak di air diam

adalah penting di dalam perencanaan alur pelayaran dan mulut pelabuhan. Gerak

vertikal kapal digunakan untuk menentukan kedalaman alur, sedang gerak

horisontal terhadap sumbu alur yang ditetapkan adalah penting untuk

menentukan lebar alur. Gambar di bawah ini (Gambar 2.24) adalah beberapa

gerakan kapal karena pengaruh gelombang.

Kenaikan draft yang disebabkan oleh gerak tersebut kadang-kadang sangat

besar. Untuk kapal yang lebar, pengaruh rolling dapat cukup besar, terutama bila

frekuensi rolling kapal sama dengan frekuensi gelombang.

Gambar 6.36. Pengaruh Gelombang pada Gerak Kapal

3) Lebar Alur

Lebar alur biasanya diukur kaki sisi-sisi miring saluran atau pada kedalaman

yang direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor, yaitu :

Page 42: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-42

Lebar, kecepatan dan gerakan kapal

Traffic kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur

Kedalam alur

Apakah alur sempit atau lebar

Stabilitas tebing alur

Angin, gelombang, arus dan arus melintang dalam alur

Gambar 6.37. Lebar Alur

Tabel 6.6. Lebar Alur Menurut OCDI

Panjang Alur Kondisi Pelayaran Lebar

Relatif panjang

Kapal sering

bersimpangan 2 Loa

Kapal tidak sering

bersimpangan 1,5 Loa

Selain dari alur atas

Kapal sering

bersimpangan 1,5 Loa

Kapal tidak sering

bersimpangan Loa

(Sumber : Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2003)

4) Layout Alur Pelayaran

Untuk mengurangi kesulitan dalm pelayaran, sedapat mungkin trase alur

pelayaran ,erupakan garis lurus. Apabila hal ini tidak mungkin, misal karena adanya

dasar karang, maka sumbu alur dibuat dengan beberapa bagian lurus yang

dihubungkan dengan busur lingkaran. Faktor-faktor yang berpengaruh pada

pemilihan trase adalah kondisi tanah dasar laut, kondisi pelayaran (angin, arus,

gelombang), peralatan bantu (lampu-lampu, radar) dan pertimbangan ekonomis.

Secara garis besar trase alur ditentukan oleh kondisi lokal dan tipe kapal yang akan

menggunakannya. Beberapa ketentuan berikut ini perlu diperhatikan dalam

merencanakan trase alur pelayaran.

Sedapat mungkin trase alur harus mengikuti garis lurus.

Satu garis lengkung akan lebih baik daripada sederetan belokan kecil dengan

interval pendek.

Page 43: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-43

a

R

Garis lurus yang menghubungkan dua kurva lengkung harus mempunyai panjang

minimum 10 kali panjang kapal terbesar.

Sedapat mungkin alur tersebut harus mengikuti arah arus dominan, untuk

memperkecil alur melintang.

Jika mungkin, pada waktu kapal terbesar masuk pada air pasang, arus

berlawanan dengan arah kapal yang datang.

Gerakan kapal akan sulit apabila dipengaruhi oleh arus atau angin melintang. Hal

ini dapat terjadi ketika kapal bergerak dari daerah terbuka ke perairan terlindung.

Untuk itu maka lebar alur dan mulut pelabuhan harus cukup luas.

Pada setiap alur terdapat apa yang disebut titik tidak boleh kembali di mana kapal

tidak boleh berhenti atau berputar, dan mulai dari titik tersebut kapal-kapal

diharuskan melanjutkan sampai ke pelabuhan. Titik tersebut harus terletak

sedekat mungkin dengan mulut pelabuhan dengan merencanakan/membuat

tempat keluar yang memungkinkan kapal-kapal yang mengalami kecelakaan

dapat meninggalkan tempat tersebut, atau dengan membuat suatu lebar

tambahan.

Apabila terdapat belokan maka belokan tersebut harus berupa kurva lengkung.

Jari-jari busur pada belokan tergantung pada sudut belokan terhadap sumbu alur.

Apabila arus melintang tidak ada dan kecepatan berkisar antara 7 dan 9 knot, jari-

jari minimum untuk kapal yang membelok tanpa bantuan kapal tunda adalah seperti

pada gambar 2.26.

R ≥ 3 L, untuk α < 25°

R ≥ 5 L, untuk 25° < α < 35°

R ≥ 10L, untuk α > 35°

dengan,

R : jari-jari belokan (m)

L : panjang kapal (m)

α : sudut belokan (°)

Gambar 6.38. Alur Pada Belokan

5) Kolam Pelabuhan

Kolam pelabuhan harus tenang, mempunyai luas dan kedalaman yang cukup,

sehingga memungkinkan kapal berlabuh dengan aman dan memudahkan bongkar

muat barang. Selain itu tanah dasar harus cukup baik untuk bias menahan angker

dari pelampung penambat. OCDI (The Overseas Coastal Area Development Institute

of Japan) memberikan beberapa besaran untuk menentukan dimensi kolam

pelabuhan. Daerah kolam yang digunakan untuk menambatkan kapal, selain

penambatan di depan dermaga dan tiang penambat, mempunyai luasan air yang

melebihi daerah lingkaran dengan jari-jari yang diberikan dalam tabel 6.7 Sedangkan

pada pelampung penambat, daerah perairan mempunyai jari-jari yang diberikan

dalam tabel 6.8. Pada kolam yang digunakan untuk penambatan di depan dermaga

atau tiang penambat, mempumyai daerah peairan yang cukup. Panjang kolam tidak

kurang dari panjang total kapal (Loa) ditambah dengan ruang yang diperlukan untuk

Page 44: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-44

penambatan yaitu sebesar lebar kapal, sedangkan lebarnya tidak kurang dari yang

diperlukan untuk penambatan dan keberangkatan kapal yang aman. Lebar kolam di

antara dua dermaga yang berhadapan ditentukan oleh ukuran kapal, jumlah

tambatan dan penggunaan kapal tunda. Apabila dermaga digunakan untuk

tambatan tiga kapal atau kurang, lebar kolam di antara dermaga adalah sama

dengan panjang kapal (Loa). Sedang dermaga untuk empat kapal atau lebih, lebar

kolam adalah 1,5 Loa.

Tabel 6.7. Luas Kolam untuk Tambatan

Penggunaan Tipe

Tambatan

Tanah Dasar atau

Kecepatan Angin

Jari-jari (m)

Penungguan di

lepas pantai

atau Bongkar

muat barang

Tambatan

bias

berputar

360°

Pengangkeran baik Loa + 6H

Pengangkeran jelek Loa + 6H + 30

Tambatan

dengan dua

jangkar

Pengangkeran baik Loa + 4,5H

Pengangkeran jelek Loa + 4,5H + 25

Penambatan

selama ada

badai

Kec. Angin 20 m/d Loa + 3H + 90

Kec. Angin 30 m/d Loa + 4H + 145

H = kedalaman air

(Sumber : Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2003)

Tabel 6.8. Luas Kolam untuk Tambatan Pelampung

Tipe Penambatan Luas

Tambatan pelampung tunggal Lingkaran dengan jari-jari (Loa +

25 m)

Tambatan pelampung ganda Segiempat dengan panjang dan

lebar (Loa + 50 m) dan L/2

(Sumber : Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2003)

a) Kolam Putar

Luas kolam putar yang digunakan untuk mengubah arah kapal minimum

adalah luasan lingkaran dengan jari-jari 1,5 kali panjang kapal total (Loa) dari

kapal terbesar yang menggunakannya. Apabila perputaran kapal dilakukan

dengan bantuan jangkar atau menggunakan kapal tunda, luas kolam putar

minimum adalan luas lingkaran dengan jari-jari sama dengan panjang total kapal

(Loa).

b) Kedalaman Kolam Pelabuhan

Dengan memperhitungkan gerak osilasi kapal karena pengaruh alam seperti

gelombang, angin dan arus pasang surut, kedalaman kolam pelabuhan adalah 1,1

kali draft kapal pada muatan penuh di bawah elevasi muka air rencana.

Kedalaman tersebut diberikan dalam tabel 6.9.

Tabel 6.9. Kedalaman Kolam Pelabuhan

Bobot Kedalaman (m)

Bobot Kedalaman

(m)

Kapal Penumpang (GRT)

Kapal Minyak (DWT)

500 3,5

700 4,0

1,000 4,0

1,000 4,5

Page 45: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-45

2,000 4,5

2,000 5,5

3,000 5,0

3,000 6,5

5,000 6,0

5,000 7,5

8,000 6,5

10,000 9,0

10,000 7,0

15,000 10,0

15,000 7,5

20,000 11,0

20,000 9,0

30,000 12,0

30,000 10,0

40,000 13,0

Kapal Barang (DWT)

50,000 14,0

700 4,5

60,000 15,0

1,000 5,0

70,000 16,0

2,000 5,5

80,000 17,

3,000 6,5

Kapal Ferry (GRT)

5,000 7,5

1,000 4,5

8,000 9,0

2,000 5,5

10,000 10,0

3,000 6,0

15,000 11,0

4,000 6,5

20,000 11,5

6,000 7,5

30,000 12,0

8,000 8,0

40,000 13,0

10,000 8,0

50,000 14,0

13,000 8,0

Kapal Barang Curah (DWT)

Kapal Peti Kemas (DWT)

10,000 9,0

20,000 12,0

15,000 10,0

30,000 13,0

20,000 11,0

40,000 14,0

30,000 12,0

50,000 15,0

40,000 12,5

50,000 13,0

70,000 15,0

90,000 16,0

100,000 18,0

150,000 20,0

(Sumber : Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2003)

c) Ketenangan di Pelabuhan

Kolam pelabuhan harus cukup tenang daik dalam kondisi biasa maupun

badai. Kolam di depan dermaga harus tenang untuk memungkinkan penambatan

selama 95% - 9,75% dari hari atau lebih dalam satu tahun.

Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang di kolam di depan

fasilitas tambatan ditentukan berdasarkan jenis kapal, ukuran dan kondisi

bongkar muat, yang dapat diberikan dalam tabel 6.10.

Tabel 6.10. Tinggi Gelombang Kritis di Pelabuhan

Ukuran Kapal Tinggi Gelombang Kritis untuk

Bongkar Muat

Kapal Kecil 0,3 meter

Kapal Sedang dan Besar 0,5 meter

Kapal Sangat Besar 0,7 – 1,5 meter

(Sumber : Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2003)

Page 46: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-46

Catatan :

Kapal kecil : Kapal kurang dari 500 GRT yang selalu

menggunakan kolam untuk kapal kecil.

Kapal sedang dan besar : Kapal selain kapal kecil dan sangat besar.

Kapal sangat besar : Kapal lebih dari 500.000 GRT yang

menggunakan dolphin besar dan tambatan di

laut.

6.4.4.2 Dermaga

Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan

menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan

penumpang. Dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran kapal yang merapat

dan bertambat pada dermaga tersebut. Dalam mempertimbangkan ukuran dermaga

harus didasarkan pada ukuran-ukuran minimal sehingga kapal dapat bertambat atau

meninggalkan dermaga maupun melakukan bongkar muat barang secara aman, cepat

dan lancar.

Dermaga dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu wharf atau quai dan jetty atau

pier atau jembatan.

Wharf adalah dermag ayang paralel dengan pantai dan biasanya berimpit dengan

garis pantai. Wharf juga dapat berfungsi sebagai penahan tanah yang dibelakangnya.

Jetty atau pier adalah dermaga yang menjorok ke laut. Berbeda dengan wharf yang

digunakan untuk merapat pada satu sisinya, pier bisa digunakan pada satu sisi atau

dua sisinya. Jetty ini biasanya sejajar dengan pantai dan dihubungkan dengan daratan

oleh jembatan yang biasanya membentuk sudut tegak lurus dengan jetty, sehingga pier

dapat berbentuk T atau L.

1) Pemilihan Tipe Dermaga

Dermaga dibangun untuk melayani kebutuhan tertentu. Pemilihan tipe

dermaga sangat dipengaruhi oleh kebutuhan yang akan dilayani (dermaga

penumpang atau barang yang bias berupa barang satuan, curah atau cair),

ukuran kapal, arah gelombang dan angin, kondisi topografi dan tanah dasr laut,

dan yang paling penting adalah tinjauan ekonomi untuk mendapatkan bangunan

yang paling ekonomis. Pemilihan tipe dermaga didasarkan pada tinjauan berikut

ini.

a) Tinjauan Topografi Daerah Pantai

Di perairan yang dangkal sehingga kedalaman yang cukup agak jauh dari

darat, penggunaan jetty akan lebih ekonomis karena tidak diperlukan

pengerukan yang besar. Sedang di lokasi di mana kemiringan dasar cukup

curam, pembuatan pier dengan melakukan pemancangan tiang di perairan

yang dalam menjadi tidak praktis dan sangat mahal. Dalam hal ini pembuatan

wharf adalah lebih tepat. Di suatu daerah yang akan dibangun daerah industry

dekat pantai, di mana daerah daratan rendah maka diperlukan penimbunan

dengan menggunakan pasir hasil pengerukan di laut. Untuk menahan tanah

timbunan diperlukan dinding penahan tanah. Dinding penahan tanah tersebut

dapat juga digunakan sebagai dermaga dengan menambah fasilitas tambatan,

bongkar muat, perkerasan di halaman dermaga dan sebagainya. Dermaga ini

disebut bulkhead wharf (wharf penahan tanah).

b) Jenis Kapal yang Dilayani

Dermaga yang melayani kapal minyak (tanker) dan kapal barang curah

mempunyai konstruksi yang ringan dibanding dengan dermaga barang

potongan (general cargo), karena dermaga tersebut tidak memerlukan

Page 47: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-47

peralatan bongkar muat barang yang besar (kran), jalan kereta api, gudang-

gudang dan sebagainya. Untuk melayani kapal tersebut penggunaan pier akan

lebih ekonomis. Oleh karena minyak dikeluarkan dari kapal pada satu titik

(tempat pengeluaran minyak) dengan menggunakan pipa, maka lebar dan

panjang dermaga dapat diperpendek. Umtuk itu diperlukan dolphin guna

mengikat bagian haluan dan buritan kapal. Penjelasan tentang dolphin

diberikan dalam pembahasan alat penambat. Dermaga yang melayani barang

potongan dan peti kemas menerima beban yang besar di atasnya, seperti

kran, barang yang dibongkar muat, peralatan transportasi (kereta api, truk).

Untuk keperluan tersebut dermaga tipe wharf akan lebih cocok. Untuk kapal

tanker atau kapal barang curah yang sangat besar, sementara kapal sebesar

itu jarang menggunakan pelabuhan. Untuk melayani kapal tersebut dibuat

tambatan di lepas pantai, dan bongkar muat barang dilakukan oleha kapal

yang lebih kecil atau menggunakan pipa bawah laut.

c) Daya Dukung Tanah

Kondisi tanah sangat menentukan dalam pemilihan tipe dermaga. Pada

umumnya tanah di dekat daratan mempunyai daya dukung yang lebih besar

daripada tanah di dasar laut. Dasar laut umumnya terdiri dari endapan yang

belum padat. Ditinjau dari daya dukung tanah, pembuatan wharf atau dinding

penahan tanah lebih menguntungkan. Tetapi apabila tanah dasar berupa

karang pembuatan wharf akan mahal karena untuk memperoleh kedalaman

yang cukup di depan wharf diperlukan pengerukan. Dalam hal ini pembuatan

pier akan lebih murah karena tidak diperlukan pengerukan dasar karang.

2) Wharf

Wharf adalah dermaga yang dibuat sejajar pantai dan dapat berimpit dengan

garis pantai atau tegak menjorok ke laut. Wharf dibangun apabila garis

kedalaman laut hampir merata dan sejajar dengan garis pantai. Wharf biasanya

digunakan untuk pelabuhan barang potongan atau peti kemas di mana

dibutuhkan suatu halaman terbuka yang cukup luas untuk menjamin angkutan

barang. Perencanaan wharf harus memperhitungkan tambatan kapal, peralatan

bongkar muat barang dan fasilitas transportasi darat. Karakteristik kapal yang

akan berlabuh mempengaruhi panjang wharf dan kedalaman yang diperlukan

untuk merapatnya kapal.

Menurut strukturnya wharf dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

Dermaga konstruksi terbuka di mana lantai dermaga didukung oleh tiang-tiang

pancang.

Dermaga konstruksi tertutup atau solid, seperti dinding massa, kaison, turap

dan dinding penahan tanah.

Gambar 6.39 adalah contoh wharf konstruksi terbuka. Balok dan lantai struktur

utama berada di bagian bawah yang didukung tiang-tiang, dan di atasnya diberi

timbunan untuk menambah berat sehingga mempunyai stabilitas yang lebih baik.

Page 48: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-48

Gambar 6.39. Wharf Kontruksi Terbuka

Wharf tipe tertutup biasanya berimpit dengan garis pantaidan juga berfungsi

sebagai penahan tanah di belakangnya. Gambar 6.40 adalah wharf tipe tertutup

yang terbuat dari sel turap baja, yang sering digunakan apabila kedalaman air

tidak lebih besar dari 15 meter dan tanah dasar mampu mendukung bangunan

massa di atasnya. Bagian dari sel tersebut biasanya dibuat slab beton dan dinding

untuk menahan tanah di belakangnya. Sel terbuat dari turap baja yang dipancang

melingkar dam mampu menahan gaya tarik untuk menahan bahan isian di

dalamnya, sehingga membentuk dinding massa (gravitas) yang cukup berat dan

mampu menahan penggulingan.

Gambar 6.40. Wharf Penahan Tanah dari Turap Berbentuk Sel

Gambar 6.41 adalah wharf dari turap yang dipancang ke dalam tanah. Turap

terbuah dari kayu, beton atau baja. Dalam hal gambar tersebut bagian atas turap

ditahan oleh tali baja dan angker yang diletakkan pada jarak yang aman. Sedang

dalam gambar 6.42 bagian atas turap ditahan oleh tiang pancang miring yang

dapat menahan tarikan. Apabila kedalaman air kecil dan tanah dasar cukup baik,

turap bisa dipancang sampai kedalaman yang cukup besar dan dapat berfungsi

sebagai kantilever.

Page 49: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-49

Gambar 6.41. Turap Penahan Tanah dengan Angker

Gambar 6.42. Turap Penahan Tanah dengan Tang Miring

Kaison beton juga banyak digunakan sebagai wharf seperti yang ditunjukkan

dalam gambar 6.43. dalam gambar tersebut kaison diletakkan pada pondasi dari

tumpukan batu. Bagian dalam kaison diisi dengan batu untuk menambah berat

bangunan sehingga lebih stabil terhadap tekanan tanah di belakangnya. Kaison

bisa dibuat di tempat kering dan kemudian diturunkan dengan melakukan

pengerukan tanah kolam pelabuhan di depannya, seperti terlihat daam gambar

6.44.

Page 50: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-50

Gambar 6.43. Wharf dari Kaison

Gambar 6.44. Metode Pemasangan Kaison

3) Pier atau Jetty

Pier adalah dermaga yang dibangun dengan membentuk sudut terhadap garis

pantai. Pier dapat digunakan untuk merapat kapal pada satu sisi atau kedua

sisinya. Pier berbentuk jari lebih efisien karena ddapat digunakan untuk merapat

kapal pada kedua sisinya untuk panjang dermaga yang sama. Perairan di antara

dua pier yang berdampingan disebut slip. Gambar 6.45 adalah contoh pier

berbentuk T dan L dan gambar 6.46 menunjukkan pier berbentuk jari.

Page 51: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-51

Gambar 6.45. Pier Berbentuk T dan L

Gambar 6.46. Pier Berbentuk Jari

Gambar 6.47 adalah pier / jetty untuk bertambatnya kapal tanker. Jetty dapat

digunakan untuk merapat kapal pada kedua sisinya. Kapal merapat pada blesting

dolphin dan pengikatan dilakukan dengan mooring dolphin (dolphin penambat).

Page 52: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-52

Gambar 6.47. Jetty Kapal Tanker

4) Ukuran Dermaga

Panjang dermaga direncanakan sesuai dengan panjang kapal dan jumlah kapal

yang akan bersandar. Lebar apron tergantung pada alat bongkar muat (kran)

yang digunakan, jumlah jalur kereta api dan truk. Gambar 6.49 memberikan lebar

apron untuk berbagai kondisi operasi yang berbeda. Misalnya A adalah luas

gudang yang melayani satu tambatan, maka beberapa ukuran lain adalah sebagai

berikut ini.

Gambar 6.48. Dimensi Wharf

Panjang dermaga :

Lp = n . Loa + (n-1) 15 + 50

d = Lp – 2e

b = 3A / (d – 2e)

Dimana :

Lp : panjang dermaga

A : luas gudang

L : panjang kapal yang ditambat

b : lebar gudang

n : jumlah kapal yang ditambat

a : lebar apron

e : lebar jalan

nilai a dan e dapat dilihat dalam gambar 6.49

Page 53: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-53

Gambar 6.50 dan 6.51 adalah beberapa ukuran pier jari yang digunakan untuk

dua dan empat tambatan. Slip yang digunakan untuk empat tambatan harus

cukup besar untuk gerakan kapal yang masuk dan keluar dengan bantuan kapal

tunda. Apabila A dan B adalah luas gudang transit dan lebar kapal, maka

beberapa ukuran yang lain adalah :

1. Pier dua tambatan 2. Pier empat tambatan

Panjang pier : Panjang pier :

Lp = Loa + 50 m Lp = 2Loa + 65 m

Lebar pier : Lebar pier :

Bp = 2a + b Bp = 2a + b

Lebar slip: Lebar slip:

S = 2B + 35 m S = 2B + 50 m

Panjang gudang : Panjang gudang :

d = L – (c + e) d = L – (c + e)

Lebar gudang : Lebar gudang :

b = A / d b = A / d

Nilai a dan c dapat dilihat dalam gambar 6.49.

Gambar 6.49. Lebar Apron

Page 54: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-54

Gambar 6.50. Pier berbentuk jari untuk dua tambatan

Gambar 6.51. Pier berbentuk jari untuk empat tambatan

5) Gaya-Gaya Yang Bekerja Pada Dermaga (Gaya Horisontal/Lateral Pada Dermaga)

Gaya-gaya yang bekerja pada dermaga dapat dibedakan menjadi gaya

horizontal/lateral dan vertikal. Gaya lateral meliputi gaya benturan kapal pada

dermaga, gaya tarikan kapal dan gaya gempa. Sedangkan gaya vertikal adalah

berat sendiri bangunan dan beban hidup.

a) Gaya Benturan Kapal

Pada waktu merapat pada dermaga kapal masih mempunyai kecepatan

sehingga akan terjadi benturan antara kapal dengan dermaga. Dalam

perencanaan dianggap bahwa benturan maksimum terjadi apabila kapal

bermuatan penuh menghantam dermaga pada sudu 10° terhadap sisi depan

dermaga.

Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga tergantung pada

energi benturan yang diserap oleh sistem fender yang dipasang pada

Page 55: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-55

dermaga. Gaya benturan bekerja secara horisontal dan dapat dihitung

berdasarkan energi benturan. Hubungan antara gaya dan energi benturan

tergantung pada tipe fender yang digunakan. Energi benturan dapat dihitung

dengan persamaan :

dimana :

E = energi benturan (ton meter)

V = komponen tegak lurus sisi dermaga dari kecepatan kapal

pada saat membentur dermaga (m/det)

W = displacement (berat) kapal

G = percepatan gravitasi

Cm = koefisien massa

Ce = koofisien eksentrisitas

Cs = koefisien kekerasan (diambil 1)

Cc = koefisien bentuk dari tambatan (diambil 1)

Kecepatan merapat kapal salah satu faktor penting dalam perencanaan

dermaga dan sistem fender, yang dapat ditentukan dari nilai pengukuran

atau pengalaman. Secara umum kecepatan merapat kapal diberikan dalam

tabel di bawah ini.

Tabel 6.10. Kecepatan Merapat Kapal pada Dermaga

Ukuran Kapal

(DWT)

Kecepatan Merapat

Pelabuhan

(m/dt) Laut Terbuka (m/dt)

< 500 0,25 0,3

500 < 10.000 0,15 0,2

10.000 < 30.000 0,15 0,15

> 30.000 0,12 0,15

(Sumber : Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2003)

Koefisen massa tergantung pada gerakan air di sekeliling kapal, yang

dapat dihitung dengan persamaan :

dimana :

Cb = koefisien blok kapal

d = draft kapal (m)

B = lebar kapal (m)

Lpp = panjang garis air (m)

γo = berat jenis air laut (t/m³)

Kapal yang merapat ke dermaga membentuk sudut terhadap dermaga,

sehingga pada waktu bagian kapal menyentuh dermaga, kapal akan berputar

sehingga sejajar dengan dermaga. Sebagian energi benturan yang

W . V²

2.gE = Cm . Ce . Cs . Cc

π . d

2 . Cb . BCm = 1 +

W

Lpp . B . d . γo

Cb =

Page 56: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-56

1

1 + (l / r)²Ce =

ditimbulkan oleh kapal akan hilang oleh perputaran tersebut. Sisa energi

akan diserap oleh dermaga.

Koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dan

energi kinetik kapal yang merapat, dan dapat dihitung dengan rumus berikut:

dimana :

l = jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat berat

kapal sampai titik sandar

r = jari-jari putaran di sekeliling pusat berat kapal pada

permukaan air

Kapal barang : Lpp = 0,846 . Loa1,0193

Kapal tangker : Lpp = 0,852 . Loa1,0201

Gambar 6.52. Posisi Kapal saat Merapat

Gambar 6.53. Koefisien Blok

Titik kontak pertama antara kapal dan dermaga adalah suatu titik

dari ¼ panjang kapal pada dermaga dan ⅓ panjang kapal pada

dolphin, dan nilai l adalah :

Page 57: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-57

Dermaga : l =¼ Loa

Dolphin : l = ⁄ Loa

b) Gaya Akibat Angin

Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan

menyebabkan gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya pada dermaga.

Apabila arah angin menuju ke dermaga, maka gaya tersebut berupa gaya

benturan ke dermaga, sedang jika arahya meninggalkan dermaga akan

menyebabkan gaya tarikan kapal pada alat penambat. Besar gaya angin

tergantung pada arah hembus angin, dan dapat dihitung dengan persamaan:

Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah halua (α = 0°)

Rw = 0,42 . Qa Aw

Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah buritan (α = 180°)

Rw = 0,5 . Qa Aw (2.43)

Gaya lateral apabila angin datang dari arah lebar (α = 90°)

Rw = 1,1 . Qa Aw (2.44)

dimana :

Qa = 0,063 . V² (2.45)

dengan:

Rw = gaya akibat angin (kg)

Qa = tekanan angin (kg/m²)

V = kecepatan angin (m/dt)

Aw = proyeksi bidang yag tertiup angin (m²)

c) Gaya Akibat Arus

Seperti halnya angin, arus yang bekerja pada bagian kapal yang

terendam air juga akan menyebabkan terjadinya gaya pada kapal yang

kemudian diteruskan pada dermaga dan alat penambat. Besar gaya yang

dirimbulkan oleh arus diberikan oleh persamaan berikut :

Gaya tekanan karena arus yang bekerja dalam arah haluan :

Rf = 0,14 . S . V² (2.46)

Gaya tekanan karena arus yang bekerja dalam arah sisi kapal :

Rf = ½ . ρ . C . V² . B’ (2.47)

dimana :

R = gaya akibat arus (kg)

S = luas tampang kapal yang terendam air (m²)

ρ = rapat massa air laut ( ρ = 104,5 kgf d/m4 )

C = koefisien tekanan arus

V = Kecepatan arus (m/dt)

B’ = luas sisi kapal dibawah muka air (m²)

d) Gaya Tarikan Kapal pada Dermaga

Gaya tarikan dapat juga dihitung dengan cara berikut ini (OCDI,1991) :

Gaya tarikan kapal pada bollard diberikan dalam Tabel 2.11 untuk

berbagai ukuran kapal dalam GRT. Selain gaya tersebut yang bekerja

secara horisontal, bekerja juga gaya vertikal sebesar ½ dari nilai yang

tercantum dalam tabel.

Gaya tarikan kapal pada bitt diberikan dalam Tabel 2.11 untuk berbagai

ukuran kapal dalam GRT, yang bekerja dalam semua arah.

Page 58: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-58

Gaya tarikan kapal dengan ukuran yang tidak tercantum dalam Tabel 6.11

(kapal dengan bobot kurang dari 200 ton dan lebih dari 100.000 ton) dan

fasilitas tambatan pada cuaca buruk harus ditentukan dengan

memperhatikan cuaca dan kondisi laut, konstruksi alat penambat dan data

pengukuran gaya tarikan.

Tabel 6.11. Gaya Tarikan Kapal

Bobot Kapal (GRT) Gaya Tarik pada

Bollard (ton)

Gaya Tarik pada Bitt

(ton)

200 - 500 15 15

501 – 1.000 25 25

1.001 – 2.000 35 25

2.001 – 3.000 35 35

3.001 – 5.000 50 35

5.001 – 10.000 70 50 (25)

10.001 – 15.000 100 70 (25)

15.001 – 20.000 100 70 (35)

20.001 – 50.000 150 100 (35)

50.001 – 100.000 200 100 (50)

Nilai dalam kurung adalah untuk gaya pada tambatan yang dipasang di sekitar tengah kapal yang

mempunyai tidak lebih dari 2 tali pengikat

(Sumber : Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2003)

e) Fender dan Alat Penambat

Kapal yang merapat ke dermaga masih mempunyai kecepatan baik yang

digerakkan oleh mesinnya sendiri (kapal kecil) maupun ditarik oleh kapal

tunda (untuk kapal besar). Pada waktu merapat tersebut akan terjadi

benturan antara kapal dan dermaga. Walaupun kecepatan kapal kecil tetapi

karena massanya sangat besar, maka energi yang terjadi karena benturan

akan sangat besar. Untuk menghindari kerusakan pada kapal dan dermaga

karena benturan tersebut maka di depan dermaga diberi bantalan yang

berfungsi sebagai penyerap energi benturan. Bantalan yang ditempatkan di

depan dermaga disebut dengan fender.

Pada waktu kapal melakukan bongkar muat barang atau selama

menunggu di perairan pelabuhan, kapal harus tetap berada di tempatnya

dengan tenang. Untuk itu kapal harus diikat pada alat penambat. Gerak kapal

bisa disebabkan oleh gelombang, arus atau angin yang dapat menimbulkan

gaya tarikan kapal ke alat penambat. Alat penambat harus mampu menahan

gaya tarik yang ditimbulkan oleh kapal.

1) Fender

Fender berfungsi sebagai bantalan yang ditempatkan di depan

dermaga. Fender akan menyerap energi benturan antara kapal dan

Page 59: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-59

dermaga. Gaya yang harus ditahan oleh dermaga tergantung pada tipe

dan konstuksi fender dan defleksi dermaga yang diijinkan. Fender juga

melindungi rusaknya cat badan kapal karena gesekan antara kapal dan

dermaga yang disebabkan oleh gerak karena gelombang, arus dan

angin. Fender harus dipasang di sepanjang dermaga dan letaknya harus

sedemikian rupa sehingga dapat mengenai kapal. Oleh karena kapal

mempunyai ukuran yang berlainan maka fender harus dibuat agak tinggi

pada sisi dermaga. Ada beberapa tipe fender yaitu fender kayu, fender

karet dan fender gravitasi.

a) Fender Kayu

Fender kayu bisa beurpa batang-batang kayu yang dipasang

horisontal atau sejumlah batang kayu vertikal. Panjang fender sama

dengan sisi atas dermaga sampai muka air. Fender kayu ini

mempunyai sifat untuk menyerap energi.

b) Fender Karet

Karet banyak digunakan sebagai fender. Bentuk paling

sederhana dari fender ini berupa ban-ban luar mobil yang dipasang

pada sisi depan di sepanjang dermaga. Fender ban mobil ini

digunakan kapal-kapal kecil.

Fender karet mempunyai bentuk berbeda seperti fender tabung

silinder dan segiempat, blok karet berbentuk segiempat dan fender

Raykin. Sesuai dengan perkembangan kapal tanker dengan ukuran

yang sangat besar, telah dikembangkan pula fender karet untuk bisa

menahan benturan kapal-kapal tanker raksasa, yang dikenal dengan

fender karet tipe V dan H.

c) Fender Gravitasi

Selain jenis fender seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

telah dikembangkan pula fender gravitas yang digantung di

sepanjang dermaga. Fender ini terbuat dari tabung baja yang diisi

dengan beton dan sisi depannya diberi pelindung kayu dengan berat

sampai 15 ton. Apabila terbentur kapal, fender tersebut akan

bergerak ke belakang dan ke atas, sedemikian sehingga kapal dapat

dikurangi kecepatannya, karena untuk dapat menggerakkan ke

belakang diperlukan tenaga yang cukup besar. Prinsip kerja fender

ini adalah mengubah energi kinetis menjadi energi potensial.

Dengan memasang sejumlah fender di sepanjang dermaga, energi

benturan kapal dapat diserap. Besar energi yang diserap tiap fender

tergantung pada bentuk kapal dan gerak kapal pada waktu

membentur dermaga.

2) Perencanaan Fender

Kapal yang merapat ke dermaga membentuk sudut terhadap sisi

dermaga dan mempunyai kecepatan tertentu. Dalam perenanaan fender

dianggap bahwa kapal bermuatan penuh dan merapat dengan sudut 10°

terhadap sisi depan dermaga.

Pada saat merapat tersebut sisi depan kapal membentur fender, dan

hanya sekitar setengah dari bobot kapal yang secara efetif menimbulkan

energi benturan yang diserap olhh fender dan dermaga. Kecepatan

merapat kapal diproyeksikan dalam arah tegak lurus dan memanjang

dermaga. Komponen dalam arah tegak lurus sisi dermaga diperhitungkan

untuk merencanakan fender.

Page 60: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-60

Energi yang diserap oleh sistem fender dan dermaga biasanya

ditetapkan ½ E. Setengah energi yang lain diserap oleh kapal dan air.

Dianggap bahwa energi yang harus diserap oleh sistem fender dan

dermaga adalah ½ E. Tahanan tarik dari nol sampai maksimum, dan

kerja yang dilakukan oleh dermaga adalah :

K = ½ F d

Gambar 6.54 menunjukkan kapal yang membentur dermaga pada

saat merapat. Energi yang membentur dermaga adalah ½ E. Karena

benturan tersebut fender memberikan gaya reaksi F. Apabila d adalah

defleksi fender, maka terdapat hubungan berikut ini.

½ E = ½ F d

½

V² = ½ F d

F =

dengan :

F : gaya bentur yang serap sistem fender.

d : defleksi fender.

V : komponen kecepatan dalam arah tegak lurus sisi dermaga.

W : bobot kapal bermuatan penuh.

Gambar 6.54. Benturan Kapal pada Dermaga

Tipe fender yang digunakan dan penempatannya pada sisi depan

dermaga harus dapat melindungi dan menyerap energi benturan dari

semua jenis dan ukuran kapal untuk berbagai elevasi muka air laut.

Dalam arah horisontal jarak antara fender harus ditentukan

sedemikian rupa sehingga dapat menghindari kontak langsung antara

kapal dan dinding dermaga.

Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan jarak

maksimum antara fender.

L = 2 . √(r² - (r – h)²)

dimana :

L = jarak maksimum antara fender (m)

r = jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal (m)

h = tinggi fender (m)

Apabila data jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal tidak diketahui,

maka persamaan berikut dapat digunakan sebagai pedoman untuk

perhitungan.

Kapal barang dengan bobot 500 – 50.000 DWT

Log r = -1,055 + 0,650 . log . (DWT)

KAPAL

PIER

E

10°

V = kecepata

n kapal

v = V sin 10°

Fd/2

Page 61: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-61

Kapal tanker dengan bobot 5.000 + 200.000 DWT

Log r = -0,133 + 0,440 . log . (DWT)

OCDI (1991) memberikan jarak interval antara fender sebagai fungsi

kedalaman air seperti yang diberikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 6.12. Jarak Antara Fender

Kedalaman Air (m) Jarak Antara Fender (m)

4 ~ 6

6 ~ 8

8 ~ 10

4 ~7

7 ~ 10

10 ~ 15

(Sumber : Pelabuhan, Bambang Triatmodjo, 2003)

3) Alat Penambat

Alat penambat adalah suatu konstruksi yang digunakan untuk

keperluan sebagai berikut :

Mengikat kapal pada waktu berlabuh agar tidak terjadi pengeseran

atau gerak kapal yang disebabkan oleh gelombang, arus dan angin.

Menolong berputarnya kapal.

Alat penambat ini bisa diletakkan di darat (dermaga) dan di dalam

air. Menurut macam konstruksinya alat penambat dapat dibedakan

menjadi tiga macam berikut ini :

Boulder pengikat

Pelampung penambat

Dolphin

a) Boulder / Alat Pengikat

Kapal yang berlabuh ditambatkan ke dermaga dengan mengikat

tali-tali penambat ke bagian haluan, buritan dan badan kapal. Tali-

tali penambat tersebut diikatkan pada alat penambat yang dikenal

dengan bitt yang dipasang di sepanjang sisi dermaga. Bitt dengan

ukuran yang lebih besar disebut dengan bollard (corner mooring

post) yang diletakan pada kedua ujung dermaga atau di tempat

yang agak jauh dari sisi muka dermaga.

Bitt digunakan untuk mengikat kapal pada kondisi cuaca normal.

Sedangkan bollard selain untuk mengikat pada kondisi normal dan

pada kondisi badai, juga dapat digunakan untuk mengarahkan kapal

merapat ke dermaga atau untuk membelok / memutar terhadap

ujung dermaga. Alat penambat ini ditanam pada dermaga dengan

menggukan baut yang dipasang memlalui pipa yang ditempatkan di

dalam beton. Dengan cara tersebut memungkinkan mengganti baut

jika rusak. Alat pengikat ini biasanya terbuat dari besi cor berbentuk

silinder yang pada ujung atasnya dibuat tertutup dan lebih besar

sehingga dapat menghalangi keluarnya tali kapal yang diikatkan.

Supaya tidak menggangu kegiatan di dermaga maka tinggi bolder

dibuat tidak boleh lebih dari 50cm diatas lantai dermaga. Gambar

6.55 menunjukkan kedua tipe alat pengikat. Jarak dan jumlah

minimum bitt untuk beberapa ukuran kapal diberikan dalam tabel

6.12.

Page 62: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-62

Gambar 6.55. Bentuk Alat Pengikat

Tabel 6.12. Penempatan Bitt

Ukuran Kapal

(GRT)

Jarak Maksimum

(m)

Jumlah Minimal /

Tambatan

<2.000 10 -15 4

2.001 – 5.000 20 6

5.001 – 20.000 25 6

20.001 – 50.000 35 8

50.001 – 100.000 45 8

b) Pelampung Penambat (Mooring Buoy)

Pelampung penambat berada di dalam kolam pelabuhan atau di

tengah laut. Kapal-kapal yang akan bongkar muat tidak selalu dapat

langsung merapat pada pada dermaga karena dermaga sedang

dipakai, diperbaiki atau lainnya. Dengan demikian kapal harus

menunggu di luar dermaga dan berhenti. Bila kapal berapa di luar

lindungan pemecah gelombang, kapal dapat berlabuh dengan cara

membuang jangkarnya sendiri. Tetapi di luar lindungan pemecah

gelombang tidak selalu tenang, sehingga dianjurkan untk berlabuh

di dalam lindungan pemecah gelombang. Mengingat luas daerah

lindungan pemecah gelombang adalah terbatas, maka kapal yang

berlabuh dengan menggunakan jangkarnya sendiri dapat

mengganggu kapal- kapal yang lain, karena kapal dapat berputar

360°, sehingga memerlukan tempat yang luas. Untuk mengurangi

gerakan berputar ini perlu diadakan pelampung penambat.

Selain sebagai pengikat kapal, pelampung penambat dapat juga

dipakai sebagai penolong untuk berputarnya kapal. Di tempat-

tempat yang agak sempit, berputarnya kapal dapat membahayakan

kapal lainnya yang sedang berlabuh. Untuk mengurangi resiko ini

maka kadang-kadang ditengah antara dua pier dipasang pelampung

yang dapat dipakai sebagai pembantu untuk berputar. Pelampung

penambat ini juga dapat dipakai sebagai pembantu pengereman.

Pelampung penambat juga bisa digunakan untuk penambatan

lepas pantai. Apabila kapal yang akan berlabuh berbobot sangat

besar yang mempunyai draft (sarat) besar, misalnya kapal tangker

bisa mencapai 500.000 DWT dengan sarat lebih dari 27 m. Biasanya

pelabuhan tidak direncanakan untuk bisa melayani kapal tersebut,

karena perairan pelabuhan dan alur pelayaran harus sangat dalam,

yang berarti diperlukan pengerukan dalam jumlah sangat banyak.

Untuk itu maka muatan dari kapal raksasa tersebut dipindahkan ke

Page 63: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-63

kapal lebih kecil yang membawanya ke dermaga. Cara seperti ini

memerlukan biaya operasi yang lebih besar, tetapi masih lebih baik

dibanding jika harus membuat pelabuhan yang sangat dalam atau

membuat jetty yang sangat panjang. Untuk keadaan seperti ini, dan

terutama apabila muatan berbentuk benda curah, maka penggunaan

tambatan lepas pantai adalah yang paling sesuai.

Penambatan kapal bisa dilakukan dengan jangkarnya sendiri

atau dengan sebuah pelampung atau sekelompok pelampung atau

kombinasi antara jangkar dan pelampung. Jumlah pelampung

penambat tergantung pada ukuran kapal, angin, arus, gelombang,

keadaan dasar laut, dan pertimbangan ekonomis.

Pelampung penambat terdiri dari beberapa komponen yaitu

pelampung penambat, beton pemberat, jangkar, dan rantai antara

jangkar dan pelampung. Pelampung tersebut dari drum besar

dimana terdapat pengait pada sisi atas untuk mengikat kapal dan

pada sisi bawah yang dihubungkan dengan rantai jangkar.

c) Dolphin

Dolphin adalah konstruksi yang digunakan untuk menambat

kapal tangker berukuran besar yanng biasanya digunakan bersama-

sama dengan pier dan wharf untuk memperpendek panjang

bangunan tersebut. Dolphin ini banyak digunakan pada pe1ayanan

bongkar muat barang curah. Alat penambat ini direncanakan untuk

bisa menahan gaya horisontal yang ditimbulkan oleh benturan kapal,

tiupan angin dan dorongan arus yang mengenai badan kapal pada

waktu ditambatkan. Gaya-gaya tersebut dapat dihitung dengan cara

yang sama seperti dalam perencanaan dermaga. Dolphin dapat

dibedakan menjadi dua macam yaitu dolphin penahan (breasting

dolphin) dan dolphin penambat (mooring dolphin).

Dolphin penahan mempunyai ukuran lebih besar, karena

direncanakan untuk menahan benturan kapal kelika berlabuh dan

menahan tarikan kapal karena pengaruh tiupan angin, arus dan

gelombang. Alat penambat ini dilengkapi dengan fender untuk

menahan benturan kapal, dan boulder untuk menempatkan tali

kapal, guna menggerakkan kapal di sepanjang dermaga dan

menahan tarikan kapal. Dolphin penambat tidak digunakan untuk

menahan benturan, tetapi hanya sebagai penambat. Pelampung

penambat diletakkan di belakang dermaga dan membentuk sudut

sekitar 45° terhadap haluan dan buritan kapal. Pelampung

penambat juga dilengkapi dengan boulder. Gaya tarik maksimal satu

tali pengikat tidak lebih dari 50 ton.

6.5 Desain Perencanaan Konstruksi Dermaga

Untuk perencanaan dermaga, data-data di bawah ini akan digunakan sebagai dasar

untuk penetapan alternatif sistem konstruksi dengan pertimbangan biaya pembangunan dan

umur rencana bangunan yang paling menguntungkan. Beberapa hal yang menyangkut

perencanaan dermaga yang harus diperhatikan adalah :

a. Tata letak fasilitas pelabuhan yang dibutuhkan/direncanakan.

b. Posisi alur (access channel), labuh jangkar (anchorage) dan kolam pelabuhan (turning

basin).

c. Sistem struktur bangunan atas dermaga dan fasilitas pelabuhan lainnya.

Page 64: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-64

Beban horisontal

d. Bahan bangunan yang akan digunakan dan sumber materialnya.

e. Perencanaan sistem pondasi.

f. Dokumen tender dan gambar-gambar perencanaan standar.

Sistem pelaksanaan pembangunan dermaga dan fasilitas pelabuhan yang dibutuhkan

dalam hal sistem struktur, bahan bangunan, sistem pondasi lapangan terkait dengan kondisi

lapangan, peralatan, mobilisasi dan logistik.

Beban yang bekerja pada bangunan atas dermaga yaitu beban-beban di bawah ini:

Berat sendiri konstruksi dermaga.

Beban hidup di atas dermaga.

Beban akibat sandar dan tambat kapal dengan memperhatikan jenis kapal yang

direncanakan untuk singgah.

Beban gempa.

Beban karena pengaruh cuaca (terutama angin).

Beban akibat arus dan gelombang.

Berikut adalah Klasifikasi dimensi kapal untuk perencanaan dermaga:

Tabel 6.13. Klasifikasi Dimensi Kapal untuk Perencanaan Dermaga

Dimensi Kapal

(DWT)

Faceline

(m-LWS)

Panjang Dermaga

(m’)

s.d. 500 4 50

501 – 1.000 5 70

1.001 – 2.000 6 80

2.001 – 3.000 8 90

3.001 – 4.000 10 100

4.001 – 5.000 11 120

> 5.000 12 140

6.5.1 Beban Rencana

Beban Horisontal (lateral load)

Beban horisontal yang bekerja pada dermaga terdiri dari gaya benturan kapal

saat bersandar dan gaya tarik kapal saat melakukan penambatan di dermaga. Untuk

mencegah hancurnya dermaga karena pengaruh benturan kapal, maka gaya

benturan kapal diperhitungkan berdasarkan bobot kapal dengan muatan penuh dan

dengan memasang fender di sepanjang tepi dermaga.

Gambar 6.56. Skema Pembebanan Horisontal Pada Dermaga

Page 65: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-65

Beban Mati dan Beban hidup

B

C A

Beban Vertikal (vertical load)

Beban vertikal terdiri dari total beban mati konstruksi dermaga dengan total

beban hidup yang bekerja pada konstruksi dermaga tersebut.

Gambar 6.57. Skema pembebanan vertikal pada dermaga

6.5.2 Konstruksi Dermaga

Perhitungan konstruksi dermaga meliputi perhitungan lantai dermaga dan

perhitungan balok, yaitu balok memanjang, dan balok melintang. Pembebanan yang

terjadi pada plat lantai dan balok dermaga meliputi beban mati (dead load) yang berupa

beban sendiri, beban air hujan dan beban hidup (life load) yang berupa beban orang dan

barang. Perencanaan beban tersebut berdasarkan peraturan pembebanan yang berlaku

dan peraturan perencanaan beton bertulang menggunakan SKSNI-T15-1991-03.

Gambar 6.58. Skema pembebanan plat lantai dermaga

6.5.3 Pondasi Dermaga

Berdasarkan hasil survey soil, hidrografi, pembebanan dan pemilihan sistem

konstruksi fasilitas pelabuhan, kemudian dikerjakan perencanaan sistem pondasi. Sistem

pondasi yang direncanakan juga harus memperhitungan bahan bangunan yang akan

digunakan dan sistem pelaksanaanya serta lingkungan pekerjaan (di air laut atau di air

tawar). Setiap alternatif sistem pondasi akan mempengaruhi berbagai parameter lainnya,

sehingga untuk menetapkan alternatif sistem pondasi perlu dibahas kembali parameter-

parameter yang mempengaruhi.

Pada umumnya pondasi tiang pancang dipancang kedalam tegak lurus ke dalam

tanah, tetapi apabila diperlukan untuk dapat menahan gaya-gaya horisontal maka tiang

pancang akan dipancang miring. Agar dapat merencanakan pondasi tiang pancang yang

benar, maka perlu mengetahui beban-beban yang bekerja pada konstruksi di atas

bangunan tersebut.

a. Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang

1. Terhadap Kekuatan Bahan

Dengan menggunakan rumus (dalam Sardjono, 1991) :

Page 66: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-66

P tiang = b x A tiang

= 0,33 f’c x A tiang

Dimana :

A tiang = Luas penampang dasar tiang pancang

P tiang = Kekuatan tiang yang diijinkan (kg)

b = Tegangan tiang terhadap permukaan (N/mm2)

f’c = Mutu beton (N/mm2)

2. Terhadap Pemancangan

Dengan rumus pancang A. Hiley dengan tipe single acting drop hammer. (Bowles,

1993, dalam Sardjono, 1996) :

WpW

x Wpe W x

C3 C2 C12

1

H x W x Ef RU

2

dimana :

Ef = Efisiensi alat pancang

Wp = Berat sendiri tiang pancang

W = Berat hammer

e = Koefisien pengganti beton

H = Tinggi jatuh hammer

= Penurunan tiang akibat pukulan terakhir

C1 = Tekanan izin sementara pada kepala tiang dan penutup

C2 = Simpangan tiang akibat tekanan izin sementara

C3 = Tekanan izin sementara

Ru = Batas maksimal beban (ton)

Pa = Batas beban izin yang diterima tiang

N = Angka Keamanan

Pa = 1/n x Ru

3. Terhadap Kekuatan Tanah

Dengan rumus daya dukung pondasi tiang pancang (dalam Sardjono, 1991) :

53

qA Q c kJHP

dimana :

Q = daya dukung pondasi tiang pancang (ton)

A = luas penampang tiang pancang (cm²)

p = nilai conus (kg/cm2)

JHP = nilai total friction

k = keliling penampang tiang

Dari perhitungan daya dukung tiang pancang di atas diambil nilai terkecil.

b. Perhitungan Efisiensi Tiang

Efisiensi grup tiang pancang berdasarkan perumusan dari ”Uniform Building Code”

dari AASHO (dalam Sardjono, 1991) :

Eff =

m.n

1 - m m 1 -n

90 - 1

n

dimana :

m = jumlah baris

Page 67: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-67

n = jumlah tiang dalam satu baris

θ = arc tan (d/s)

d = diameter tiang

s = jarak antar tiang (as ke as)

Dengan memperhitungkan efisiensi, maka daya dukung tiang pancang tunggal

menjadi (dalam Sardjono, 1991) :

Pall = Eff x P tiang

c. Perhitungan Tekanan Pada Kelompok Tiang (gaya vertikal)

Dengan menggunakan rumus (dalam Sardjono, 1996) :

Pmax =

2

max

2

max

Y

x

x

x

x

y

y

n

YM

Xn

XM

n

V

dimana :

Pmax = Beban maksimum yang diterima oleh tiang pancang

V = Jumlah total beban normal

n = Banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang pancang

X max = Absis terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok tiang

Y max = Ordinat terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok tiang

2x = Jumlah kuadrat absis-absis tiang pancang

2y = Jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang pancang

nx = Banyaknya tiang pancang dalam satu baris dalam arah sumbu X

ny = Banyaknya tiang pancang dalam satu baris dalam arah sumbu Y

d. Penulangan Tiang pancang

Untuk perhitungan penulangan tiang pancang, diambil pada kondisi momen-momen

yang terjadi yaitu momen akibat pengangkatan satu titik dan pengangkatan dua titik

serta akibat beban di atasnya.

e. Beban Lateral untuk Tiang Tunggal

Perhitungan beban lateral untuk tiang tunggal (H), dipergunakan untuk mencari

defleksi pada tiang.

Untuk menghitung beban lateral (Hu) dapat dicari dengan rumus Brooms (dalam

Sardjono, 1991):

Gambar 6.59. Beban Lateral pada Tiang Tunggal

Page 68: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-68

Menurut cara Brooms, defleksi yang terjadi dapat dicari dengan rumus (dalam

Sardjono, 1996) :

hL

HYo

2

2

Gambar 6.60. Defleksi Tiang Pancang

dimana :

Yo = defleksi tiang yang terjadi akibat beban horizontal

H = beban horizontal yang terjadi

L = Zf = jarak antara dasar tiang sampai permukaan tanah

h = koefisien modulus tanah = 350 kN/m3 = 35 t/m3

( untuk tanah keras h = 350 s/d 700 kN/m3)

6.6 Penyusunan Dokumen Tender dan Gambar Pelaksanaan

Dokumen tender sesuai dengan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 terdiri

dari

Gambar-gambar konstruksi

Rencana kerja dan syarat-syarat teknis

Spesifikasi umum dan khusus

Bill of Quantity (BQ)

Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Analisa Harga Satuan

Perhitungan konstruksi

Termasuk dalam dokumen tender:

a. Sistem pelaksanaan dan peralatan yang akan digunakan dalam pelaksanaan

pekerjaan.

b. Kesesuaian dengan keadaan alam dan sifat operasional lokasi pembangunan.

Persyaratan peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan, mencakup:

a. Alat pancang apung

b. Mobile crane

c. Ponton (dalam jumlah cukup)

d. Tug boat

e. Work boat

Gambar pelaksanaan harus dapat memberi pedoman kepada pelaksana dalam

mewujudkan konstruksi yang direncanakan. Pedoman tersebut antara lain menyangkut:

posisi konstruksi, dimensi konstruksi, volume konstruksi, elevasi konstruksi, tahapan

Page 69: 06 Bab Vi Pendekatan Dan Metodologi DED Pelabuhan

Pengadaan Jasa Konsultansi Detail Engineering Design Pembangunan/Rehabilitasi Pelabuhan Serui Provinsi Papua

Tahun Anggaran 2015

Dokumen Penawaran

VI-69

konstruksi, dll. Seluruh gambar pelaksana harus dilengkapi dengan skala, ukuran, elevasi

berdasarkan lebih kurang 0,00 m-LWS, kualitas yang akan dicapai (misalkan: mutu baja,

mutu beton), dll. Seluruh gambar pelaksanaan dibuat dengan menggunakan komputer (CAD)

dan soft copy-nya diserahkan bersama Laporan Akhir kepada Pengguna Jasa. Gambar

pelaksanaan meliputi:

a. Gambar lay-out (dilengkapi dengan garis kontur, arah mata angin, skala posisi

BM, dll)

b. Gambar denah (misalkan posisi tiang, balok, dll)

c. Gambar potongan memanjang dan melintang

d. Gambar detail

Pada setiap kolom keterangan pada gambar kontruksi, dilengkapi dengan keterangan

gambar dan spesifikasi teknis yang terkait.

Gambar konstruksi dilengkapi dengan grafik pasang surut, bor log,korelasi (statigrafi)

tanah antar bor log, tataletak rencana fasilitas pelabuhan dengan keterangan titik sondir dan

boring, denah fasilitas pelabuhan, tampak, potongan dan detail konstruksi.

Dalam gambar pelaksanaan dilampirkan data: grafik pasang surut, profil tanah, peta

hidrografi dan topografi.

6.7 Acuan Standar Rencana konstruksi dermaga

Technical Standard and Commenteries for Port and Harbour Fasilities in

Japan, The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, 2010

Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 03-

2847-2002

Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung

SNI 03-1726-2002

Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, SNI 03-

1729-2002

dll.