zakat hasil tangkapan laut di kelurahan kamal muara

85
ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.) Oleh : Saidah Hijriah NIM :1110043100037 KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2015 M

Upload: trankhuong

Post on 12-Jan-2017

241 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN

KAMAL MUARA KECAMATAN PENJARINGAN

JAKARTA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.)

Oleh :

Saidah Hijriah

NIM :1110043100037

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H / 2015 M

Page 2: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “ZAKAT HASIL TAGKAPAN LAUT DI KELURAHAN

KAMAL MUARA KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA” telah

diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi

Perbandingan Mazhab Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

pada tanggal 22 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi

Perbandingan Mazhab dan Hukum.

Jakarta, 22 Oktober 2015

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, MA

NIP. 196912161996031001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua : Fahmi Muhammad Ahmadi, MSi ( ............................. )

NIP. 197412132003121002

Sekretaris : Hj. Siti Hana, S.Ag, Lc, MA ( ............................. )

NIP.197402162008012013

Pembimbing I : Fahmi Muhammad Ahmadi, MSi ( ............................. )

NIP. 197412132003121002

Pembimbing II: Hj. Ummu Hana Yusuf Saumin,MA ( ............................. )

NIP.150277548

Penguji I : Drs. Sirril Wafa, MA ( ............................. )

NIP. 196003181991031001

Penguji II : Dr, H. Ahmad Tholabi Kharlie, MA ( ............................. )

NIP 197608072003121001

Page 3: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

ii

1437 H/2015 M

Page 4: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA
Page 5: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

iv

ABSTRAK

Saidah Hijriah, NIM 1110043100037, Zakat Hasil Tangkapan Laut di

Kelurahan Kamal Muara Kec. Penjaringan Jakarta Utara, Program Studi

Perbandingan Mazhab dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fiqih,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

1436/2015M.

Nelayan di Kelurahan Kamal mempunyai beberapa metode dalam pencarian

dilaut diantaranya pertambakan dan hasil tangkapan laut menggunakan perahu yang

dimiliki oleh juragan. Dari pendapatan-pendapatan tersebut dapat digolongkan

sebagai pendapatan yang berpotensi zakat atau tidak. Apabila pendapatan-pendapatan

tersebut tergolong pendapatan yang berpotensi zakat, maka bagaimanakah cara

penghitungan zakatnya.

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan

menggunakan instrumen penelitian lapangan (field research), dan penelitian

kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode

studi kepustakaan (library research), metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif, yakni penulis berusaha menyajikan fakta-fakta yang

objektif sesuai dengan kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat

penelitian dilakukan.

Hasil analisis ini disimpulkan bahwa pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal

Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara belum dapat digolongkan sebagai

pendapatan yang berpotensi zakat, khususnya untuk nelayan yang hasil tangkapan

dari laut, karena pendapatan tersebut belum mencapai nishab (kuota), ada beberapa

faktor diantaranya kondisi cuaca saat ini, dan pengaruh limbah terhadap air laut yang

tercemar. Lain halnya dengan pendapatan yang di peroleh melalui pertambakan maka

harus dikeluarkan zakatnya karena penghasilan yang besar dan mecapai nisab dan

cara perhitungannya adalah dengan setiap kali panen kemudian diambil zakatnya

tanpa harus menunggu setahun, hal itu di qiyaskan pada zakat pertanian, begitupun

jika hasil nelayan yang menangkap ikan dilaut pengeluaran zakatnya sama dengan

hasil pertambakan yaitu di qiyas-kan dengan zakat pertanian yang prosentasenya

sebesar 5% - 10%.

Pembimbing : Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si.

Ummu Hana Yusuf Saumin, MA.

Daftar Pustaka : Tahun 1969-2013.

Page 6: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

vi

KATA PENGANTAR

Dengan penuh kerendahan hati, kutengadahkan kedua tangan ini. Untuk

sekedar meluapkan rasa, kemudian sujud syukur kepada Allah SWT. bibir dan hati ini

seakan menyatu menyimpulkan kata “Alhamdulillah” segala puji kupersembahkan

kepada-Nya. Karena penulis dapat menuntaskan kewajiban studinya, yaitu penulisan

skripsi guna memenuhi syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Syari’ah pada

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat teriring salam penulis haturkan kepada suri tauladan umat, sang

baginda Rasulullah SAW, para keluarga, sahabat dan orang-orang yang tercerahkan

untuk membumikan hukum-hukumnya. Dalam kesempatan ini pula, penulis

menghaturkan banyak terimakasih atas kerjasama dan bantuannya, baik moril

maupun materiil. Karena penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak

mungkin terwujud tanpa orang-orang disekelilingku. Untuk itu penulis

sepantasnyalah menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Bapak, Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak (Abah) Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si, selaku ketua jurusan PMH

dan dosen pembimbing sekaligus kyai dan guru yang telah rela meluangkan

waktunya dan selalu sabar memberikan masukan, arahan dan kritikan yang

konstruktif serta mendo’akan penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan,

dan Ibu Siti Hana Harun Lc, selaku sekeretaris Jurusan PMH yang telah

memberikan arahan, bimbingan dan dorongan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

3. Ibu Hj. Ummu Hanah Yusuf Saumin, MA, selaku dosen pembimbing yang

telah banyak memberikan arahan, meluangkan waktu dengan penuh

keikhlasan, dan kesabaran serta dukungan do’a, waktu, dan motivasi sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Bapak/Ibu dosen Fakultas Syari’ah dan hukum yang telah memberi ilmu,

pengalaman dan nasehat kepada penulis. Semoga ilmu yang penulis dapatkan

dari Bapak/Ibu dapat bermanfaat dunia dan akhirat serta menjadi amal

kebaikan bagi Bpak/Ibu dosen.

5. Seluruh staf karyawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kerjasamanya

dalam pelayanan yang terbaik dalam pengumpulan materi skripsi dan

kelancaran administrasi.

6. Pejabat Kantor Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta

Utara, beserta jajarannya yang telah membantu proses kelancaran dalam

memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.

Page 7: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

vi

7. Para relawan yang telah bersedia untuk diwawancarai sehingga membantu

kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.

8. Ayahanda tercinta (Sanusi) dan Ibunda tersayang (Jubaedah) yang selalu

menjadi penyejuk hati, penenang jiwa, penyemangat hidup, yang tak pernah

kenal lelah untuk terus berkorban bagi anaknya. Senyum mu adalah

penyemangat penulis dalam menjalani kehidupan ini, serta doa yang tak

pernah terhingga sepanjang masa untuk keberhasilan studi penulis, mudah-

mudahan Allah SWT selalu memberikan limpahan rahmat dan kasih sayang-

Nya, segala hormat dan cinta yang tak terhingga penulis persembahkan.

Seluruh keluarga besarku, yang senantiasa memberikan motivasi dan

dukungan agar penulis tetap semangat dalam menempuh studi di kampus

tercinta ini dan selalu memberikan keceriaan dalam bingkai kebersamaan baik

suka maupun duka.

9. Kepada sahabat-sahabat penulis dan teman-teman Perbandingan Mazhab

Fikih angkatan 2010 yang telah memberikan bantuan berupa dorongan moral

kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini dan memberikan kesan

tersendiri bagi penulis selama menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Besar harapan bagi penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

siapa saja yang memerlukannya dan dapat memberikan khazanah baru dalam

dunia akademik. Sebagai manusia yang dhoif, yang memiliki keterbatasan dan

kekurangan, tentunya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya,

hanya kepada Allah SWT juga kita memohon agar apa yang telah kita lakukan

menjadi sesuatu investasi yang sangat berharga dan kelak dapat membantu

kita di yaumil akhir.

Jakarta, 16 Oktober 2015M

03 Muharram 1437H

Page 8: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii

ABSTRAK ........................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ............................................. 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ....................................................... 7

D. Review Study Terdahulu ................................................................ 8

E. Metode Penelitian ............................................................................ 10

F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT

A. Definisi dan Dasar Hukum Zakat .................................................... 13

1. Definisi Zakat .............................................................................. 13

2. Dasar Hukum Zakat .................................................................... 16

B. Syarat Wajib dan Rukun Zakat dalam Islam ................................... 19

1. Syarat Wajib ................................................................................ 19

2. Rukun Zakat.................................................... ............................ 22

3. Macam-Macam Zakat ................................................................. 23

4. Orang-Orang Yang Berhak Menerima Zakat ............................ 23

C. Jenis-jenis Harta Kekayaan yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya ..... 32

1. Jenis Kekayaan ......................................................................... 32

2. Zakat Modal Usaha .................................................................... 37

Page 9: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

viii

3. Zakat Rikaz ................................................................................ 37

4. Zakat ma’din .............................................................................. 38

5. Zakat Hasil Laut ......................................................................... 49

D. Tujuan dan Hikmah Zakat ............................................................... 41

1. Tujuan Zakat .............................................................................. 41

2. Hikmah Zakat ............................................................................ 43

BAB III PENDAPATAN NELAYAN DI KELURAHAN KAMAL MUARA

KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA

A. Gambaran Umum Kelurahan Kamal Muara ..................... ............... 47

1. Letak Geografis .......................................................................... 47

2. Keadaan Demografis .................................................................. 49

3. Keadaan Sosiologis .................................................................... 49

B. Sistem Penangkapan Nelayan Kelurahan Kamal Muara........... ...... 50

BAB IV ANALISIS ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT KELURAHAN

KAMAL MUARA KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA

UTARA

A. Analisis Hukum Islam Tentang Zakat Hasil Tangkapan Laut ......... 53

B. Analisis Tentang Pendapatan Nelayan Yang Berpotensi Zakat ...... 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 69

B. Saran-saran ....................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71

LAMPIRAN – LAMPIRAN

Page 10: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, yang merupakan ibadah kepada

Allah dan sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan, untuk

mempersucikan dan mempertumbuhkan harta serta jiwa pribadi para wajib zakat,

mengurangi penderitaan masyarakat, memelihara keamanan serta meningkatkan

pembangunan. Pada hakikatnya bagian dari peraturan Islam tentang kehartabendaan

(Nizamul Islam al-Mali wal Ijtima’i), dibahas dalam kitab as-siyasah asy-syar’iyyah.

Adapun disebutkannya dalam ibadah adalah karena ia menjadi saudara kandung dari

shalat.1

Zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah

SWT.mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang

berhakmenerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.2

Zakat diwajibkan secara

resmi di Mekah pada masa awal perkembangan Islam.Pada saat itu, zakat tidak

dibatasi seberapa besar harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dan tidak pula jumlah

yang harus dikeluarkan zakatnya.Semua itu diserahkan kepada kesadaran dan

kemurahan hati kaum muslimin. Pada tahun kedua setelah hijriah, menurut

1Yusuf al-Qardhawi, Fiqhu al-Zakah, cet. ke-1 (Beirut: Darul Irsyad, 1969), hlm.7.

2Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, hlm.

7.

Page 11: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

2

keterangan yang paling masyhur, mulai ditetapkan kadar dan jumlah dari setiap jenis

harta yang harus dikeluarkan zakatnya.3

Zakat merupakan salah satu ibadah kepada Allah SWT setelah manusia

dikarunia keberhasilan dalam bekerja dengan melimpahnya harta benda. Bagi orang

muslim, pelunasan harta semata-mata sebagai cermin kualitas imannya kepada Allah

SWT kepentingan zakat merupakan kewajiban agama seperti halnya sholat dan

menunaikan ibadah haji. Islam memandang bahwa harta benda kekayaan adalah

mutlak milik Allah SWT. sedangkan manusia dalam hal ini hanya sebatas pengurusan

dan pemanfaatannya saja. Harta adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan

pembelajarannya diakhirat nanti. Dengan demikian, setiap muslim yang kekayaannya

telah mencapai nisab dan hawl berkewajiban untuk mengeluarkan zakat baik zakat

fitrah maupun zakat mal.4

Yusuf Qardawi menyatakan bahwa zakat adalah kewajiban yang besifat

tetap dan terus menerus. Ia akan berjalan terus selama islam dan kaum muslimin ada

dimuka bumi ini, kewajiban tersebut tidak akan dapat dihapuskan oleh siapapun.

Seperti halnya shalat, zakat merupakan tiang agama dan pokok ajaran islam. Ia

merupakan ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT, karenanya memerlukan

keikhlasan ketika menunaikannya. Disamping sebagai ibadah yang mengandung

3Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Jakarta: Cakrawala Publishing, Cet, ke-3, 2012, hlm. 57.

4Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqh Kontemporer, Jakarta:

Salemba Diniyah, 2002, hlm. 2.

Page 12: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

3

berbagai hikmah yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

umat.5

Ada banyak sekali usaha yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan

kekayaan. Salah satunya adalah mencari penghasilan di laut, di Kelurahan Kamal

Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, merupakan salah satu wilayah pesisir di

Kecamatan Penjaringan,ditinjau dari letak geografisnya yang berhadapan dengan

Laut Jawa menyebabkan Kelurahan Kamal Muara mempunyai potensi sumber daya

kelautan yang cukup besar untuk dapat dimanfaatkan masyarakat pesisir khususnya

nelayan. Di Kelurahan Kamal Muara, sebagian mata pencaharian penduduknya

adalah nelayan yang menangkap ikan dilaut kemudian hasilnya dijual. Ada dua

metode dalam pencarian nafkah dilaut diantaranya penangkapan ikan dengan

menggunakan perahu dan pertambakan kerang hijau yang hanya menggunakan alat

sederhana seperti tali dan bambu, yang mereka pasang di sekitar pinggir pantai Kamal

Muara.

Pertambakan di Kamal Muara hanya ada pertambakan kerang hijau, tidak

ada pertambakan ikan, dikarenakan lokasinya yang tidak memadai untuk

menjadikannya sebagai pertambakan ikan. Dari masing-masing pertambakan, nelayan

mempunyai beberapa ternak dalam pertambakan kerang hijau, dari penghasilan yang

didapat dari pertambkan sangat mencukupi kebutuhan mereka, bahkan bisa

membiayai anak-anak mereka sampai ke jenjang perkuliahan. Sedangkan nelayan

5Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, hlm.

57.

Page 13: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

4

yang menggunakan perahu dalam pencarian ikan terdiri dari dua macam yaitu juragan

(pemilik perahu) dan nelayan buruh. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka

pendapatan yang diperoleh pun berbeda-beda, pendapatan juragan jauh lebih banyak

jika dibandingkan dengan pendapatan nelayan buruh, karena juragan adalah selaku

pemilik modal, modal awal yang dibutuhkan untuk melaut didapatkan dari

perorangan dalam hal ini didapatkan dari juragan/pemilik kapal. Tetapi dalam

pembagian hasilnya, dibagikan sesuai dengan jumlah nelayan buruh, setelah dipotong

dengan awal modal.Sedangkan nelayan yang mempunyai pertambakan kerang hijau

mereka mempunyai anak buah untuk mengerjakan pertambakan tersebut.Kegiatan ini

mampu mendatangkan keuntungan bagi para nelayan.

Berdasarkan besarnya potensi laut dan didukung dengan pemanfaatan yang

maksimal oleh para nelayan, maka dapat dikatakan bahwa para nelayan mendapatkan

kesejahteraan yang cukup layak karena mereka menguasai laut yang berpotensi

besar,Para nelayan tidak setiap musim melaut.Biasanya jika musim barat6 tiba para

nelayan tidak ada yang pergi melaut dikarenakan cuaca dilaut sangat buruk,

gelombang tinggi, badai dan angin kencang hampir setiap saat terjadi pada musim ini.

Musim barat biasanya dimanfaatkan oleh para nelayan untuk memperbaiki perahu,

mesin dan jaring jika ada yang rusak, dan akan digunakan lagi pada saat musim barat

telah usai. Pada saat melaut biasanya satu perahu diisi kurang lebih 3 sampai 5 orang

6Musim barat yakni musim yang dipengaruhi oleh angin barat, artinya angijn yang bertiup

dari arah barat, dan arus selatan, artinya arus yang menerjang arah selatan yang mengakibatkan perahu

nelayan sulit berlayar.

Page 14: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

5

dengan lama perjalanan 7-15 hari atau sedikitnya para nelayan melaut dua kali dalam

satu bulan, dan ada juga nelayan yang setiap harinya pulang. Penghasilan yang

didapat tidak menentu, kadang bisa mencapai puluhan juta rupiah, kadang juga hanya

ratusan ribu rupiah dan bahkan bisa juga tidak mendapatkan hasil sama sekali.

Disamping itu mayoritas penduduk Kelurahan Kamal, Kecamatan Penjaringan

adalah muslim, bagi seorang muslim suatu kewajiban baginya untuk menunaikan

perintah agama yaitu membayar zakat hasil penangkapan ikan dilaut, setelah ia

mendapatkan keberhasilan dalam usahanya dengan melimpahkan harta benda. dengan

pendapatan yang demikian selama ini para nelayan disana belum mengeluarkan zakat

pendapatan nelayan, dikarenakan kurangnya pemahaman dan informasi mengenai

zakat pendapatan itu sendiri.

Pemahaman para nelayan di Kelurahan Kamal Muara tentang zakat hanya

seputar zakat fitrah dan zakat mal yang sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat al

Qu’randan hadits Nabi, yaitu meliputi pertanian, peternakan, perdagangan, emas dan

perak, dan harta rikazatau harta terpendam. Padahal dengan menggunakan metode

analogy (qiyas) zakat tidak hanya pada harta yang telah disebutkan diatas saja, akan

tetapi terdapat pula sumber-sumber zakat baru yang sesuai dengan perekonomian

modern saat ini, sumber zakat tersebut adalah zakat profesi, zakat perusahaan, zakat

surat-surat berharga (saham dan obligasi), zakat perdagangan mata uang, zakat hewan

ternak yang diperdagangkan, zakat madu dan produksi hewan, zakat investasi

properti (pabrik, gedung dan yang sejenisnya), zakat asuransi syari’ah, zakat tanaman

Page 15: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

6

anggrek, ikan hias, sarang burung wallet, dan sektor modern lainnya yang sejenis, dan

zakat sektor rumah tangga modern.7

Akibat dari kurangnya pemahaman mengenai persoalan tersebut dan zakat

pendapatan tidak disebutkan dalam al Qur’an dan hadits secara langsung

sebagaimana zakat-zakat diatas, maka masyarakat Kamal Muara menganggap bahwa

tidak ada zakat untuk penghasilan/pendapatan yang telah diperoleh dari

pekerjaan/profesi mereka (nelayan). Akan tetapi, jika seseorang nelayan memperoleh

pendapatan yang cukup banyak atau lebih dari biasanya, maka nelayan tersebut akan

membagikan uang atau ikan hasil tangkapannya kepada kerabat dan para tetangga

mereka yang kurang mampu. Namun perlu diingat bahwa pembagian tersebut bukan

dimaksudkan untuk menunaikan zakat tetapi hanya untuk sadaqah.

Dari kedua macam pendapatan diatas, apakah pendapatan-pendapatan

tersebut dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat atau tidak.

Apabila pendapatan-pendapatan tersebut tergolong pendapatan yang berpotensi zakat,

maka bagaimanakah cara penghitungannya karena ada syarat-syarat yang harus

dipenuhi oleh seorang muslim untuk menunaikan kewajiban membayar zakat agar

sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

Sehubungan dengan latar belakang diatas, penulis tertarik mengkaji masalah

tersebut.Penulis berpendapat bahwa kasus tersebut layak untuk diteliti dan dikaji

7Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani Press,

2002), hlm.93-123.

Page 16: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

7

lebih lanjut. Dalam hal ini penulis mencoba menyusun sebagai karya skripsi penulis

dengan judul: “ZAKAT HASIL TANGKAPANLAUT di Kel. Kamal Muara Kec.

Penjaringan Jakarta Utara”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini tidak melebar dari yang diinginkan, maka penulis

membatasi fokus pembahasan masalah hanya sebatas bagaimanacara pengeluaran zakat

hasil tangkapan ikan laut pada masyarakat di Kel.Kamal muara Kec.penjaringan.

Dari pembatasan masalah diatas, dan kemudian supaya pembahasan lebih

terfokus sesuai dengan judul skripsi yang penuliskemukakan, maka dapat di rumuskan

masalahnyasebagai berikut:

1. Apakah pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan

dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat?

2. Apabila pendapatan nelayan tersebut dapat digolongkan sebagai pendapatan

berpotensi zakat, maka bagaimanakah cara penghitungan zakatnya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini terangkum beberapa tujuan diantaranya:

1. Untuk mengetahui pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan

Penjaringan yang dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat.

2. Memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai bagaimana cara perhitungan

zakatnya.

3. Untuk tercapainya pemberdayaan zakat secara benar.

Page 17: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

8

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk memenuhi perbendaharaan isi perpustakaan fakultas Syari’ah dan Hukum

dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bagi kalangan akademisi dan masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat

memberiskan kontribusi besar keilmuan bagi yang berminat untuk mengkaji

aspek-aspek yang berhubungan dengan dinamika perkembangan hukum Islam di

Indonesia.

3. Sebagai informasi sekaligus menambah pengetahuan tentang kewajiban

melaksanakan zakat pendapatan nelayan bagi para nelayan pada umumnya dan

khususnya bagi para nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan

Jakarta Utara.

D. Review Studi Terdahulu

Untuk menghindari penelitian dengan objek yang sama, maka diperlukan

kajian terdahulu. Berdasarkan pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan

terhadap beberapa sumber kepustakaan terkait dengan permasalahan yang dibahas

dalam penulisan skripsi ini, penulis telah membaca skripsi, baik dari Fakultas

Syari’ah dan Hukum, maupun Fakultas lain, bahkan Universitas lain yang terkait

dengan permasalahan yang akan dibahas, namun karakteristiknya berbeda-beda.

Adapun beberapa karya yang mempunyai korelasi dengan permasalahan yang akan

diangkat oleh penulis antara lain sebagai berikut:

Deni Jazuli, dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2005), pada tulisannya

yang berjudul “Pembagian Hasil Nelayan di Desa Weru Kecamatan Paciran

Page 18: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

9

Kabupaten Lamongan Jawa Timur Ditinjau dari Hukum Islam”. Pembahasan dalam

penelitian ini tentang bagaimana kerjasama bagi hasil penangkapan ikan di Desa

Weru yang berdasarkan adat istiadat yang berlangsung di sana. Selanjutnya juga

dijelaskan mengenai cara-cara bagi hasil penangkapan ikan di desa Weru yang

menurut Hukum Islam telah sesuai dengan syari’at islam.

Muhammad Ali, dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2003) pada

tulisannya yang berjudul “Praktek Jual Beli Hasil Laut Antara bakul dan Nelayan di

Desa Gebang Mekar Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon. Tulisan ini

memfokuskan bagaimana terajadinya praktek jual beli hasil laut antara bakul dan

nelayan, kemudian dijelaskan pula dalam hal transaksi di anatara mereka dan

bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap praktek tersebut.

Sri Wahyuni, dari UIN Sunan Kalijaga (2006), “Etos Kerja Nelayan di

Desa Torjek Kecamatan Kangayan Kabupaten Sumenep”.Tulisan ini membahas

tentang pandangan nelayan terhadap pekerjaannya, nelayan di Desa Torjek memiliki

pandangan bahwa kerja merupakan suatu keharusan dan kewajiban bagi setiap

manusia untuk memenuhi kebutuhannya, kemudian mengenai perilaku nelayan dalam

bekerja dilihat dari sikap kerjanya, ketekunan dalam bekerja, efisiensi kerjanya dan

pemanfaatan hasilnya. Sedangkan yang membedakan dari penelitian ini membahas

tentang zakat hasil tangkapan ikan laut, jika pendapatannya mencapai nishab maka

wajib mengeluarkan zakat sesuai ketentuan syari’ah berdasarkan analogi qiyas.

Dengan demikian sangat jelas terlihat beda antara penelitian yang penulis susun

dengan penelitian-penelitian tersebut di atas.

Page 19: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

10

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan

menggunakan instrumen penelitian lapangan (field research), dan penelitian

kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode

studi kepustakaan (library research), yaitu suatu metode yang dilakukan dengan

mengumpulkan data-data dan bahan-bahan penelitian melalui studi kepustakaan yang

diperoleh melalui kajian undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada

dibawahnya serta bahan-bahan yang lainnya yang berhubungan dengan data-data

penelitian.8

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif, yakni penulis berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan

kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan.9

2. Sumber Data

a. Primer, adapun data primer berasal dari study kepustakaan, seperti: kitab-kitab

Fiqh, seperti: Kitab Zakat karangan Yusuf Qardhawi, Wahbah al-Zuhayly, kitab-

kitab hadits seperti Shahih al-Bukhari.

b. Sekunder yaitu didapat dari buku-buku yang berkaitan dengan tema dalam skripsi

ini.

8 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2006).

9 Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm.

200.

Page 20: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

11

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggunakan

beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Teknik observasi adalah suatu cara mengumpulkan data dengan pengamatan dan

pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang diteliti.10

Tujuan pengamatan ini

adalah untuk memperoleh data sebagaimana mestinya.

b. Teknik interview atau wawancara adalah metode pengumpulan data dengan

menggunakan tanya jawab langsung, yang dikerjakan secara sistematik dan

dilandaskan pada tujuan penelitian.11

Interview yang digunakan adalah bebas

terpimpin, artinya dilakukan dengan kerangka-kerangka pertanyaan baru yang

berhubungan dengan permasalahan.Metode ini digunakan dalam melaksanakan

wawancara dengan para nelayan di kelurahan Kamal Muara seputar pelaksanaan

zakat hasil laut yang mereka praktekkan.

4. Teknik Penulisan Skripsi

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2012”.

F. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini penulis membagi pembahasan ke dalam (5) lima Bab,

dimana masing-masing bab mempunyai sub bahasan, hal ini dimaksudkan untuk

10

Sutrisno Hadi, Metode Rised, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987, hlm. 62.

11Sutrisno Hadi, Metode Rised, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987, hlm.. 193.

Page 21: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

12

memberikan penekanan pembahasan mengenai topik-topik tertentu dalam penulisan

skripsi ini sehingga mendapatkan gambaran dan penjelasan yang utuh. Lebih

jelasnya, gambaran sistematika pembahasan penulisan skripsi ini sebagai berikut:

BAB I Merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Menguraikan kewajiban zakat secara umum yang terdiri dari

pengertian, dan dasar hukum zakat,macam-macam zakat, harta yang

wajib dizakati, orang-orang yang berhak menerima zakat, serta tujuan

dan hikmah zakat.

BAB III Dideskripsikan tentang gambaran umum wilayah yang dijadikan

tempat penelitian, yang bertujuan untuk mengetahui keadaan

masyarakat di daerah tersebut, juga akan diuraikan mengenai letak

geografisnya agar dapat diketahui dengan jelas letak daerah tersebut,

kemudian akan diuraikan pula mengenai pendapatan nelayan di

Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.

BAB IV Adalah bagian yang berisi analisa dari data-data yang telah diperoleh

sebagaimana diuraikan dalam bab tiga yaitu mengenai pendapatan

nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta

Utara.

BAB V Merupakan kesimpulan penutup yang terdiri atas kesimpulan

penelitian ini, saran-saran dan penutup.

Page 22: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

13

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT

A. Definisi dan Dasar Hukum Zakat

1. Definisi Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-

barakatu “keberkahan”, al-namaa, “pertumbuhan dan perkembangan”, al-Taharah,

“kesucian”, dan al-Salah, “keberesan”.1 Menurut terminologi istilah zakat adalah

nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu pula yang

diwajibkan oleh Allah SWT. untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang

yang berhak menerimanya.2

Zakat menurut syara‟, Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi berkata:

ف ء هخصىص هي ها ل هخصىص على أوصا الزكا ة اسن صزيح ألخذ شي

3هخصىصة لطا ئفة هخصىصة

Artinya:“Zakat itu nama bagi pengambilan tertentu dari harta yang tertentu,

menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan yang

tertentu.”

Kata zakat merupakan kata dasar dari zaka memiliki beberapa arti, yaitu

berkembang, bertumbuh, dan bertambah.4 Menurut lisan al Arab, kata zaka

1Majma Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir: daar al-Ma‟arif, 1972) Juz I,

hlm.396.

2Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqh Kontemporer, (Jakarta:

Salemba Diniyah, 2002), hlm. 10.

3Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Hubaid, Al-Bishri, Al-Baghdadi, Cet.1 Juz 3, 1984,

hlm. 71.

Page 23: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

14

mengandung arti suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Zakat menurut istilah fiqh adalah

sejumlah harta tertentu yang harus diserahkan kepada orang-orang yang berhak

menurut syari‟at Allah SWT.5 Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama

mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dan lainnya, akan

tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan

persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk

diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.

Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan pengertian menurut istilah

sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan

menjadi berkah, tumbuh, bertambah, suci dan beres (baik).

Adapun definisi zakat yang telah dikemukakan oleh beberapa ulama,

diantaranya: Ulama‟ Madzhab Maliki mendefinisikan dengan “mengeluarkan

sebagian yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang

mewajibkan zakat) kepadaorang yang berhak menerimanya (mustahiqq)-nya.”

Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl(setahun), bukan barang

tambang dan bukan pertanian.6

Ulama‟ Madzhab Hanafi mendefinisikannya dengan “pemilikan bagian

tertentu dari harta tertentu yang dimiliki seseorang berdasarkan ketetapan Allah

4Ahmad Warso Munawar, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka

Progresif, 1997), hlm. 577.

5Mursyidi, Akutansi Zakat Kontemporer, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), hlm. 75

6Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1995), cet. Ke-6 hlm. 83.

Page 24: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

15

Ta‟ala.” Definisi inipun hanya untuk zakat harta karena pengertian “harta tertentu”

dimaksudkan sebagai harta yang telah mencapai nisab. Ulama‟ Madzhab Syafi‟i

mendifinisikan dengan “sesuatu yang dikeluarkan dari harta/jiwa dengan cara

tertentu.” Dalam definisi ini secara jelas ditunjukkan bahwa zakat yang mereka

maksudkan adalah zakat harta dan zakat fitrah. Ulama‟ Madzhab Hambali

mendefinisikan dengan “hak wajib pada harta tertentu bagi (merupakan hak)

kelompok orang tertentu pada waktu yang tertentu pula.” Definisi inipun hanya

menyangkut harta saja.7

Dari definisi diatas jelaslah bahwa zakat menurut terminologi fuqoha,

dimaksudkan sebagai penunaian, yakni penunaian hak yang wajib yang terdapat

dalam harta.8 Zakat merupakan salah satu sendi agama Islam yang menyangkut harta

benda dan bertujuan kemasyarakatan. Sedangkan zakat dalam undang-undang

Republik Indonesia nomor 38 pasal 1 ayat 2 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat

diformulasikan sebagai harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan

yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan

kepada yang berhak menerimanya.9 Menurut Quraisy Shihab yang perlu diperhatikan

bahwa zakat adalah satu ketetapan Tuhan menyangkut harta, bahkan saadaqah dan

infaqpun demikian. Karena Allah menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan

7Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 6 Cet I, (Jakarta: Ichtiar Baru van

Hove Ichtiar, 1996)

8Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqh Kontemporer, (Jakarta:

Salemba Diniyah, 2002), hlm. 10.

9Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.

Page 25: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

16

untuk umat manusia seluruhnya maka harta harus diarahkan guna kepentingan

bersama.10

Berdasarkan pendapat dan ketentuan diatas, zakat merupakan perintah Tuhan

untuk menciptakan kesejahteraan umat manusia dan pemerataan ekonomi. Penulis

memahami zakat sebagai sarana ibadah sosial, disitu dapat diambil pengertian bahwa

zakat yang berarti kemurnian dan kebersihan. Islam menggunakan makna itu untuk

menyebut tindakan menyisihkan sebagian kekayaan untuk diberikan kepada orang-

orang yang memerlukan termasuk untuk membiayai kebutuhan umat. Hal tersebut

amatlah penting karena pada dasarnya di dalam harta benda yang kita miliki itu ada

hak orang Islam. Dengan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya itu,

kekayaan tersebut menjadi bersih.

2. Dasar Hukum Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Zakat juga merupakan

salah satu kewajiban yang ada didalamnya.11

Hukum mengeluarkan zakat adalah

fardhu „ain. Zakat telah di wajibkan di Madinah, pada bulan Syawal tahun kedua

Hijriah, yaitu setelah kepada umat Islam diwajibkan berpuasa Ramadhan.12

Tetapi,

zakat tidak diwajibkan atas para nabi, pendapat yang terakhir ini disepakati para

ulama karena zakat dimaksudkan sebagai penyucian untuk orang-orang yang berdosa

10

M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 23.

11Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1995), cet. Ke-6 hlm. 89.

12Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Lemabaga Penelitian UIN), hlm. 159.

Page 26: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

17

sedangkan para nabi terbebas dari hal demikian.Lagi pula, mereka mengemban titipan

Allah; disamping itu mereka tidak memiliki harta, dan tidak diwarisi.13

Zakat dalam Al-Qura‟an disebut sebanyak 82 kali.14

Adapun mengenai dasar

hukum banyak termaktub didalam Al-Quran‟an, Sunnah, dan Ijma‟/kesepakatan

ulama.15

a. Al-Qur’an

1) Surat Al-Baqarah: 43

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta

orang-orang yang ruku. (QS. Al-Baqarah: 43)

Wajhu Dalalah:

Lafadz َأِقْيُوىالَصَلىة merupakan perintah (amr) yang bermakna wajib,

maka dari itu, dalam hal ini tidak ada perbedaan dikalangan para ulama

terhadap kewajibannya sholat.

Lafadz “َوَءاُتىالَزَكىَة” juga bermakna perintah yang bermakna wajib,

yang juga mempunyai arti menyerapkan dan memberi.16

13

Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1995), cet. Ke-6 hlm. 89.

14Mohd. Salleh Hj. Din, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: CED, 2005), cet. Ke-1, hlm. 7.

15Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Jakarta: YPI RUHAMA, 1993),cet ke-

4, hlm. 9.

16Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Gholib, Tafsir At-Thobri, (Beirut: Daarul

Fikr) hlm. 342.

Page 27: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

18

Lafadz“َواْرَكُعىَهَع الَزِكِعْيي”ulama berbeda pendapat dalam mengartikan

kalimat perintah, dalam ayat ini ada yang mengatakan bahwa makna kalimat

perintah dalam ayat ini adalah sunnah dan ada yang mengatakan bahwa kalimat

perintah ini adalah wajib. Ulama yang mengatakan ayat ini bermakna sunnah

maka berpendapat bahwa sholat berjama‟ah itu sunnah tidak wajib, dan adapun

ulama yang mengatakan kalimat perintah dalam ayat ini wajib, maka ulama itu

berpendapat bahwa sholat jama‟ah itu wajib.17

b. As-Sunnah

Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin

Umar Rasulullah bersabda:

حوذا رسىل ااهلل، واقام الصالة،اهلل وأى هاالة أى ال اله داالسالم على خوس شها

.وايتاءالزكاة، والحخ، وصىم رهضاى18

Artinya: “Islam itu ditegakkan atas lima pilar: syahadat yang menegaskan

bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah,

mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan berpuasa

pada bulan ramadlan” (HR. Bukhari Muslim)

c. Ijma’ Ulama’

Adapun dalil berupa ijma‟ ialah adanya kesepakatan semua (ulama)

umat islam di semua negara kesepakatan bahwa zakat adalah wajib. Bahkan para

sahabat Nabi SAW. sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan

mengeluarkan zakat. Dengan demikian barang siapa mengingkari kefardhuannya,

17

Abul Fada‟ Ismail bin Umar bin Katsir bin Al Qursy Ad Damsyiqi Tafsir Ibnu Katsier,

(Beirut, Daarul Fikr) hlm.109.

18

Imam Al Bukhari, Shahih Al Bukhari, Kitab al- Iman, (Beirut: Dar al-Fikr, 1991), I:10.

Hadits riwayat Bukhari dari Ibnu Umar.

Page 28: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

19

berarti dia kafir atau jika sebelumnya dia merupakan seorang Muslim yang

dibesarkan di daerah Muslim, menurut kalangan para ulama murtad. Kepadanya

diterapkan hukum-hukum orang murtad. Seseorang hendaknya menganjurkannya

untuk bertobat. Anjuran itu dilakukan sebanyak tiga kali.Jika dia tidak mau

bertobat, mereka harus dibunuh. Barang siapa mengingkari kefardhuan zakat

karena tidak tahu, baik karena baru memeluk Islam maupun karena dia hidup di

daerah yang jauh dari tempat ulama, hendaknya dia beritahu tentang hukumnya.

Dia tidak dihukumi sebagai orang kafir sebab dia memiliki uzur.19

B. Syarat Wajib dan Rukun Zakat dalam Islam

Berbicara masalah zakat, maka perlu dibagi tentang syarat wajib zakat

(muzakki) yaitu orang yang berdasarkan ketentuan hukum Islam diwajibkan

mengeluarkan zakat atas harta yang dimilikinya dan rukun zakat.Menurut

kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah merdeka, Islam, baligh, berakal,

memiliki harta kekayaan dengan persyaratan tertentu. Untuk lebih jelasnya penulis

akan uraikan dibawah ini:

1. Syarat Wajib Zakat

a. Islam

Menurut ijma‟ zakat tidak wajib bagi orang kafir karena zakat merupakan

ibadah mahdhah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang yang suci.20

Hal ini

19 Wahbah Al-Zuhaily, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1995), cet. Ke-6, hlm. 90.

20

Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1995), cet. Ke-6, hlm.99.

Page 29: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

20

sejalan dengan sabda Rasulullah SAW yang disampaikan kepada Muaz bin Jabal

ketika diutus ke Yaman menjadi Kadi bahwasanya Rasul bersabda: “jika engkau

berhadapan dengan ahlul kitab maka tindakan pertama adalah menyeru mereka

agar bersyahadat. Jika mereka menyambut seruan itu, maka mereka bahwa Allah

mewajibkan sholat lima kali sehari semalam, mewajibkan berzakat yang diambil

dari harta orang-orang kaya dan diserahkan kepada fakir miskin.” Jadi jelaslah

bahwa yang wajib dikenai zakat adalah orang kaya muslim.21

b. Merdeka

Menurut ijma‟ para ahli fiqih, zakat tidak diwajibkan atas hamba sahaya

karena secara hukum mereka tidak mempunyai hak milik, tidak memiliki harta.22

Begitu pula budak mukatab (budak yang dijanjikan kemerdekaannya) tidak wajib

mengeluarkan karena kendatipun dia memiliki harta, hartanya tidak dimiliki secara

penuh.23

Madzhab maliki berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat pada harta

milik seorang hamba sahaya baik atas nama hamba sahaya itu sendiri maupun atas

nama tuannya karena harta milik hamba sahaya tidak sempurna (naqish), padahal

zakat pada hakikatnya hanya diwajibkan pada harta yang dimiliki secara penuh.24

c. Baligh dan berakal

21

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, 1987.

22Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam,1987.

23 Ally As‟ad, Fathul Muin jilid 2, (Kudus: Menara Kudus), hlm. 2.

24Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1995),cet. Ke-6 hlm.99.

Page 30: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

21

Syari‟at ini dikemukakan oleh madzhab Hanafi. Oleh sebab itu, anak

kecil dan orang gila tidak dikenai kewajiban zakat. Karena keduanya tidak

termasuk dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti sholat dan

puasa. Akan tetapi, jumhur ulama fiqh tidak menerima syarat ini dengan

berpendirian bahwa apabila anak kecil atau orang gila memiliki harta satu nishab

atau lebih maka wajib dikeluarkan zakatnya dengan alasan bahwa Al Qur‟an

maupun hadits tidak membedakan apakah pemiliknya baligh dan berakal atau

tidak.25

Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi

agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang

muslim. Syarat-syarat itu adalah:26

a. Pemilikan yang pasti. Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang

punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.

b. Berkembang. Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan

sunnatullah maupun bettambah karena ikhtiar atau usaha manusia.

c. Melebihi kebutuhan pokok. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu

melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk

hidup wajar sebagai manusia.

25

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam,1988.

26Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf (Jakarta:Universitas

Indonesia UI-Press, 1988), cet. Ke-1, hlm. 41.

Page 31: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

22

d. Bersih dari hutang. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari

hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada

sesama manusia.

e. Mencapai nishab. Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan

zakatnya.

f. Mencapai hawl. Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat,

biasanya dua belas bulan atau setiap kali menuai atau panen.

Ada 2 kelompok benda zakat yaitu zakat modal dan zakat pendapatan,

persyaratan “berlaku satu tahun” hanya diterapkan pada zakat modal, misalnya

ternak, uang dan harta benda dagang. Sedangkan pada zakat pendapatan,

persyaratan “berlaku satu tahun” tidak diberlakukan, karena zakat yang

dikeluarkannya adalah pada saat pendapatan diterima.27

2. Rukun Zakat

Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta), dengan

melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir, dan

menyerahkannya kepadanya, atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya; yakni

imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.28

27Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Az-Zakah, hlm. 161.

28Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1995), cet. Ke-6, hlm.97-98.

Page 32: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

23

3. Macam-Macam Zakat

Zakat terdiri dari dua macam yakni:

1. Zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga

badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertrentu

setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu.

2. Zakat Fitrah adalah zakat pengeluaran wajib dilakukan oleh setiap Muslim yang

mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari

raya Idulfitri.29

4. Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat (Mustahiq Zakat)

Para ulama madzhab sependapat bahwa golongan yang berhak menerima

zakat itu ada delapan, dari semuanya sudah disebutkan dalam al-Qur‟an Surat at-

Taubah (9) ayat 60, seperti berikut:

Artinya:“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,

orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang

dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang

berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam

perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah

Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah (9): 60)

29

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, (Jakarta:Universitas

Indonesia UI-Press, 1998), cet. Ke-1, hlm. 42.

Page 33: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

24

Berdasarkan ayat diatas dapat kita ketahui golongan penerima zakat yaitu:

1. Fakir

Menurut pandangan mayoritas (jumhur) ulama fikih, fakir adalah orang yang

tidak memiliki harta dan penghasilan yang halal, atau yang mempunyai harta yang

kurang dari nishab zakat dan kondisinya lebih buruk dari pada orang miskin.30

Oleh

karena itu fakir menjadi prioritas utama dalam menyalurkan dana zakat.

2. Miskin

Miskin adalah orang yang memiliki mata pencaharian tetap, tetapi

penghasilannya belum cukup untuk keperluan minimal bagi kebutuhan diri dan

keluarganya.31

Miskin menurut mayoritas (jumhur) ulama adalah orang yang tidak

memiliki harta dan tidak mempunyai pencarian yang layak untuk memenuhi

kebutuhannya.32

Secara umum pengertian yang dipaparkan oleh para ulama mazhab untuk

fakir dan miskin tidak jauh dari indikator ketidakmampuan secara materi untuk

memenuhi kebutuhannya, atau indikator (kemampuannya) mencari nafkah (usaha),

dimana dalam hasil usaha tersebut belum bisa memenuhi kebutuhannya. Dengan

demikian, indikator umum yang ditekankan para imam mazhab adalah:33

30

Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat (Jakarta: Qultum Media, 2008), hlm.

140.

31Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm.

155.

32Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat, hlm. 141.

33M. Arief Mufraini, Akutansi dan Manajemen Zakat: Mengomunikasikan Kesadaran dan

Membangun Jaringan (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 183.

Page 34: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

25

a. Ketidakmapuan pemenuhan kebutuhan materi.

b. Ketidakmampuan dalam mencari nafkah.

3. Amil

Para pemungut zakat atau amilin adalah orang yang ditugaskan oleh imam

kepala pemerintah atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat. Dengan demikian

mereka adalah pemungut-pemungut zakat, termasuk para penyimpan, pengembala-

pengembala ternak, dan yang mengurus administrasinya.34

Oleh karena itu, amil zakat berhak mendapat bagian dari kuota amil yang

diberikan oleh pihak mengangkat mereka dengan catatan bagian tersebut tidak

melebihi dari upah yang pantas. Supaya total gaji para amil dan biaya administrasi itu

tidak lebih dari seperdelapan zakat.35

Sehingga mustahik yang lain akan tetap

mendapat bagian dari dana zakat sesuai dengan porsinya.

4. Muallaf

Muallaf adalah orang yang sudah masuk Islam tetapi keislamannya masih

lemah maka ia diberi zakat agar imannya semakin kuat. Jadi tujuan pemberian zakat

terhadapnya adalah untuk melunakkan hatinyaagar tetap dalam Islam. Pada mulanya

golongan ini terdiri dari orang-orang kafir Quraisy yang turut serta pada perang

Hunain dan kepada mereka diberikan berbagai macam sedekah oleh Rasulullah

SAW.terutama sekali harta rampasan, bahkan kadang-kadang bagian mereka lebih

34

Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008),hlm.

163.

35Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat, hlm. 143.

Page 35: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

26

besar dari bagian orang Islam sendiri. Gunanya ialah untuk membujuk dan

menjinakkan hati mereka, agar mereka berniat masuk agama Islam.

Sebagian ulama berpendapat, bahwa muallaf itu sendiri dari kaum Yahudi

dan Nasrani yang telah memeluk Islam.Sebagiannya pula berpendapat, terdiri dari

kepala-kepala orang-orang musyrik yang mempunyai pengaruh dan pengikut yang

banyak.Kepada mereka diberikan zakat, agar mereka memeluk Islam, dan dengan itu

ikut serta pula pengikut mereka yang banyak itu. Rasulullah SAW. pernah

memberikan harta yang banyak kepada mereka seperti Abu Sufyan bin Harb, Haris

bin Hisyam, Suhail bin Amru, Huwaitib bin Abdul Uzza, masing-masingnya

mendapat 100 ekor unta.

Apakah golongan muallaf itu masih didapati sampai akhir zaman? Umar bin

Khattab, Hasan, Sya‟bi berkata, sudah habis masa muallaf itu, karena Islam telah

menjadi kuat. Demikian pendapat yang kuat dalam mazhab Malik dan ahli

rakyu.Menurut keterangan sebagian ulama dari kalangan Hanafiah, para sahabat telah

ijmak mengatakan sebagaimana yang dikatakan Umar itu.Berkata jumhur ulama,

bagian mereka tetap ada, karena kadang-kadang imam merasa perlu untuk membujuk

mereka ke dalam Islam, seperti biaya dan perbelanjaan dakwah Islam yang amat

diperlukan, istimewa pada masa sekarang ini.

Kalau kita perhatikan alasan Umar yang menghentikan bagian golongan

muallaf itu karena katanya Islam itu telah kuat, maka dengan alasannya itu juga, jika

Page 36: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

27

Islam itu masih lemah atau telah lemah, tentu bagian mereka itu akan diperoleh

kembali, karena umat perlu akan yang demikian itu.36

5. Riqab

Riqab adalah pembebasan budak dan usaha menghilangkan segala bentuk

perbudakan.37

Dalam kajian fikih klasik yang dimaksud dengan para budak, dalam

hal ini jumhur ulama, adalah perjanjian seorang muslim (budak belian) untuk bekerja

dan mengabdi kepada majikannya, dimana pengabdian tersebut dapat dibebaskan bila

si budak belian memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah uang, namun si budak

belian tersebut tidak memiliki kecukupan materi untuk membayar tebusan atas

dirinya tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada

orang itu agar dapat memerdekakan diri mereka sendiri.38

Menurut Mawardi dalam kitabnya Ahkam Al-Sulthaniyah yang telah

ditafsirkan, melihat kondisi sekarang ini tidak terdapatnya lagi budak-budak yang

mesti dimerdekakan, karena perbudakan itu telah dihapuskan, tentulah untuk

sementara bagiannya itu ditiadakan, tapi tidak berarti dihapuskan sama sekali. Karena

andaikata perbudakan itu timbul pula kembali, maka dengan sendirinya bagian itu

akan ada pula.39

36

Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-1,hlm. 494-495.

37Peraturan Gubernur Provinsi daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 51 Tahun 2006,

pasal 1, Ayat 24.

38M. Arief Mufraini, Akutansi dan Manajemen Zakat:(Mengomunikasikan Kesadaran dan

Membangun Jaringan), hlm. 200.

39 Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam,(Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-1,hlm. 495-496.

Page 37: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

28

Mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka kuota zakat mereka

dialihkan ke golongan mustahiq lain menurut pendapat mayoritas ulama fikih

(jumhur). Namun sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu

para tentara muslim yang menjadi tawanan.

6. Gharimin

Gharimin adalah orang-orang yang mempunyai hutang dan sulit untuk

membayarnya.40

Orang yang berhutang berhak menerima bagian zakat golongan ini

adalah:

Orang yang berhutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa

dihindarkan, dengan syarat-syarat sebagai berikut:41

a. Utang itu tidak timbul karena kemaksiatan.

b. Utang itu melilit pelakunya.

c. Sudah tidak sanggup lagi melunasi utangnya.

d. Utang itu sudah jatuh tempo, atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu diberikan

kepada orang yang berhutang.

Untuk konteks kemaslahatan, tegas masdar perlu definisi kekinian atas

konteks gharim yaitu tidak hanya dinisbahkan pada hutang perorangan atau kepailitan

40

Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat(Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), hlm.

179.

41Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat Jakarta: (Qultum Media, 2008), hlm.

147.

Page 38: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

29

perorangan, namun juga lembaga-lembaga Islam yang karena manajemennya tidak

begitu baik jatuh pailit atau berhutang.42

7. Sabilillah

Sabil artinya ialah jalan.43

Sabilillah adalah usaha dan kegiatan perorangan

atau badan yang bertujuan untuk menegakkan kepentingan agama atau kemaslahatan

umat.44

Pada dasarnya sabilillah itu dimaknai dengan thariq at-taqarrub ila Allah

(jalan mendekatkan diri kepada Allah) yang meliputi amalan kebajikan, baik untuk

invidu maupun masyarakat, seperti yang telah disinggung dalam makna mufradat.

Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat mengenai makna sabilillah yang terdapat

dalam ashnaf mustahiq zakat ini. Perbedaan berikut ialah sebagai berikut:

a. Mazhab Hanafi

Para ulama Hanafiyah sebenarnya tidak sepakat dalam mendifinisikan

sabilillah.Akan tetapi, secara umum dapat dikatakan bahwa sabilillah bagi mereka

adalah orang yang berjuang dalam kebajikan, sperti menuntut ilmu dan tentara

yang berjuang melawan musuh-musuh Islam.Mazhab ini juga membuat

persyaratan sabilillah yang berhak menerima zakat, yaitu fakir ataupun miskin.

b. Mazhab Maliki

42

Masdar F. Mas‟udi, Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam,

(Jakarta Pustaka Firdaus, 1993), hlm. 150. 43

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: Pustaka

Rizki Putra, 1999), hlm. 185.

44Peraturan Gubernur Provinsi daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 51 Tahun 2006,

pasal 1, Ayat 24.

Page 39: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

30

Menurut kaum Malikiyah, sabilillah itu adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan perang, baik tentara maupun alat yang digunakan untuk berperang, dan

mereka juga sepakat bahwa sabilillah berhak menerima zakat walaupun kaya.

c. Mazhab Asy-Syafi’I dan Hambali

Kedua mazhab ini berpendapat, sabilillah itu adalah para tentara yang melawan

musuh Islam yang tidak mendapat gaji dari pemerintah, para pejuang diberi zakat

walaupun mereka kaya.

Yusuf Al-Qardhawi mengenai makna sabilillah yaitu sebagai berikut:45

a) Jihad termasuk dalam kategori sabilillah.

b) Zakat itu diberikan pada individu para pejuang.

c) Tidak boleh memberi zakat atas nama sabilillah kepada jalan kebajikan atau

kemaslahatan umum, seperti membangun masjid, madrasah, ataupun jembatan.

Akan tetapi, banyak ulama muta’akhkhirin yang memaknai sabilillah dengan

arti yang lebih luas sesuai dengan makna dasarnya, seperti Rasyid Ridha, dan

Saltut.Menurut mereka, sabilillah tidak hanya individu para pejuang tetapi segala

kebajikan, seperti membangun masjid dan madrasah.Pendapat ini juga dipegang oleh

Muhammad Mahmud Hijazi. Dengan demikian, menurut mereka masjid, madrasah,

serta jalan kebajikan lainnya berhak mendapatkan bagian dari zakat atas nama

sabilillah.46

45 Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Az-Zakah, hlm. 643-644.

46 Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam, (Jakarta: Amzah, 2013), cet. Ke-1, hlm. 97-98.

Page 40: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

31

8. Ibnu Sabil

Ibnu sabil sebagaimana diterangkan dalam al-Qur‟an yang dimaksud ibnu

sabil ialah musafir yang perjalanannya bukan untuk melakukan maksiat. Dalam hal

ini ia boleh menerima zakat karena melakukan perjalanan ibadah atau perjalanan

yang sifatnya adalah mubah seperti perjalanan untuk mencari barangnya yang

hilang.47

Para fuqoha selama ini mengartikan ibnu sabil dengan musafir yang

kehabisan bekal.Pengertian ini sampai saat sekarang masih sangat relevan. Tetapi

pengertian yang telah ada belum mencakup seluruhnya. Kini ketika keadaan

masyarakat sudah menjadi kompleks, maka perlu menengok arti awal dari ibnu

sabil.Anak jalanan, sebagaimana yang difahami pada saat ini adalah mengacu pada

pengertian orang-orang yang tengah dalam keadaan tuna wisma, atau terpental dari

tempat tinggalnya.Bukan karena kefakiran dan kemiskinan yang dideritanya,

melainkan lebih disebabkan oleh hal-hal yang bersifat kecelakaan. Pengertian

tersebut tentunya lebih luas lagi dari sekedar hanya pelancong yang kehabisan bekal.

Tentunya dalam konteks pentasarufan zakat untuk golongan ini dapat dialokasikan

untuk para pengungsi, baik mereka mengungsi karena pergolakan politik dan perang

maupun karena bencana alam.48

47

Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, (Surabaya: PT. Bina

Ilmu,1997), cet. Ke-2, hlm. 405.

48 Masdar F. Mas‟udi, Agama Keadilan: Risalah Zakat (pajak) dalam Islam, (Jakarta:

Pustaka Firdaus),hlm.162.

Page 41: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

32

C. Jenis-Jenis Harta Kekayaan yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya

1. Jenis Kekayaan

Benda yang harus dizakati ialah emas, perak, harta simpanan, hasil bumi,

binatang ternak, dagangan, hasil usaha, hasil jasa (honorarium) yang berjumlah besar,

harta rikaz, harta makdin, dan hasil laut.

a. Emas dan perak.

Dasar hukum wajib zakat emas, perak, simpanan: Al-Qur‟an surat At-Taubah (9):

35.

Artinya:“pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam nerakajahannam, lalu

dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan pinggang mereka (lalu

dikatakan kepada mereka). inilah hartabendamu yang kamu simpan untuk

dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu

simpan itu.”(At-Taubah: 35).

Tafsirnya

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Abbas yang bercerita, “Tatkala

turun ayat “emas dan perak” ini menjadi resahlah sahabat Rasulullah dan mengeluh.

“Tidak seorang di antara kami yang dapat meninggalkan harta untuk anaknya

sekarang ini.” Maka pergilah Umar diikuti oleh Tsauban bertanya kepada rasulullah

saw. “Ya Nabi Allah, menjadi resahlah para sahabatmu karena ayat ini.”49

49Salim Bahreisy dan Said Bahreisy Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier,(Surabaya: PT.

Bina Ilmu, 1988), Jilid 4, hlm.. 46-47.

Page 42: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

33

Emas simpanan dikenakan zakat baik berupa mata uang atau batangan asal

dalam simpanan telah cukup satu tahun (haul) dan jumlahnya cukup senisab (yaitu 20

dinar atau kurang lebih 94 gram emas) zakatnya 2 ½ persen.Perak simpanan juga

dikenakan zakat, baik berupa mata uang atau batangan yang dalam simpanan telah

cukup satu tahun (hawl) dan jumlahnya cukup senisab (yaitu 200 dirham, sama

dengan 27 7/9 real Mesir, sama dengan 555 ½ qurus Mesir atau lebih kurang 672

gram). Emas dan perak simpanan yang masing-masing kurang dari senisab tidak

perlu dikumpulkan agar menjadi senisab yang kemudian dikeluarkan

zakatnya.Misalnya seorang yang mempunyai simpanan 10 dinar emas, (setengah

nisab) dan 100 dirham perak (setengah nisab) tidak dikenakan zakat pada kedua-

duanya.

b. Harta Dagangan.

Dasar hukum wajib zakat dagangan ialah Al-Qur‟an surat Al-Baqarah (2):

267.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian

dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami

keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang

Page 43: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

34

buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu

sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata

terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha

Terpuji. (QS. Al-Baqarah (2): 267).

Syarat wajib zakat dagang adalah jumlah nilainya ada senisab emas (20

dinar) dan harus sudah berjalan setahun.Jadi zakat dagang harus dilakukan setiap

setahun sekali.Cara pelaksanaannya ialah setelah dagang berjalan satu tahun, uang

kontan yang ada dan segala macam barang dagangan ditaksir, kemudian jumlah

yang didapat dikeluarkan zakatnya 2 ½ %. Dari hasil zakat dagangan ini, jika

semua pedagang muslim berzakat akan terkumpul sejumlah zakat yang besar

sekali.

c. Hasil Bumi.

Dasar hukum zakat hasil bumi ialah Al-Qur‟an surat Al-An‟am: 141.

Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan ang

tidak berjunjung, pohon korma,tanam-tanaman yang bermacam-macam

buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan

tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya(yang bermacam-macam

itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya

(dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu

Page 44: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

35

berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang

berlebih-lebihan”. (QS. Al-An’am: 141).

Tafsirnya:

Ibnu Umar, Atha‟, Mujahid dan Sa‟id bin Jubair mengatakan ayat ini

“muhkamat”. Wajiblah atas orang yang mengetam atau menuai, meberikan sedikit

hasilnya itu kepada orang miskin yang datang meminta kepadanya. Namun Ibnu

Abbas, Muhammad bin Hanafiah, Hasan, Nakha‟i, Thawus, Abu Tsa‟tsa‟,

Qatadah, Dhahhak, dan Ibnu Juraih mengatakan, bahwa ayat ini telah di nasakh-

kan oleh ayat zakat. Itulah yang dipilih Ibnu Jarir, karena ayat adalah ayat

makkiyah, sedang ayat zakat adalah ayat madaniah, jadi ayat madaniyah itu me-

nasakh-kan ayat makkiyah.50

Zakat hasil bumi tanpa syarat hawl, sebab setiap kali panen harus

dikeluarkan zakatnya. Sedangkan panen hasil bumi ada yang sekali setahun, ada

yang dua kali, ada yang tiga kali, bahkan ada yang empat kali. Setiap kali panen

jika hasilnya ada senisab dikeluarkan zakatnya dan jika tidak cukup senisab tidak

usah hasil panen itu dikumpulkan dengan hasil panen yang lain guna mengejar

nisab.

d. Binatang ternak.

Binatang ternak di Indonesia yang dikenakan zakat adalah sapi, kerbau dan

kambing. Zakat ini harus dengan syarat haul.

Adapun nisabnya sebagai berikut:

50

Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-1,hlm. 417-418.

Page 45: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

36

Kambing

1) Mulai dikenakan zakat (senisab) setelah ada sejumlah 40 ekor

2) Dari jumlah 40 s/d 120 zakatnya seekor kambing

3) Dari jumlah 121 s/d 200 zakatnya dua ekor kambing

4) Dari jumlah 201 s/d 300 zakatnya tiga ekor kambing

5) Selebihnya setiap ada 100 ekor zakatnya satu kambing

Sapi

1) Mulai dikenakan zakat (senisab) setelah ada sejumlah 30 ekor sapi.

2) Dari jumlah 30 s/d 39 zakat seekor sapi berumur setahun lebih, sapi ini diberi

nama “Tabii”.

3) Dari jumlah 40 s/d 59 zakatnya seekor sapi berumur dua tahun lebih, sapi ini

diberi nama “Musinnah”.

4) Dari jumlah 60 s/d 69 zakatnya dua ekor sapi berumur satu tahun lebih.

5) Dari jumlah 70 s/d 79 zakatnya dua ekor sapi, seekor berumur satu tahun lebih,

seekor beumur dua tahun lebih.

6) Selebihnya dari itu setiap ada tambahan 30 zakatnya seekor sapi tabii, dan

setiap ada tambahan 40 zakatnya seekor sapi musinnah. (jadi jika ada 120 ekor

dapat dianggap 30 kali 4 atau 40 kali 3).

Kerbau

Zakat kerbau persis sama dengan zakat sapi.

Unta

Di Indonesia tidak ada unta, karena itu tidak perlu dibahas zakatnya disini.

Page 46: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

37

2. Zakat Modal Usaha (Syirkah)

Sejumlah orang mengumpulkan modal meskipun masing-masing tidak sama

besarnya, untuk usaha misalnya mendirikan pabrik atau berdagang, jika harta usaha

itu cukup senisab dan telah berjalan cukup setahun, harus dikeluarkan zakatnya.

Zakat ini adalah zakat syirkah/koperasi.Oleh karena itu janganlah diperhitungkan

besar kecilnya modal masing-masing anggota.

Demikian disebutkan dalam Fikhussunnah jilid I halaman 371:

“Menurut ulama syafi‟iyah, bahwa setiap bagian dari modal yang dicampur

itu mempengaruhi dalam zakat, sehingga modal dua orang atau beberapa

orang itu seperti modal seorang.Yang kemudian hal itu dapat

memeprngaruhi ada tidaknya zakat.”

Sekedar penjelasan misalnya: modal itu sekiranya dipecah-pecah tidak wajib

zakat, karena masing-masing belum ada senisab, akan tetapi karena modal itu

dikumpulkan menjadi satu dan jumlah itu cukup senisab , maka kesemuanya itu

terkena zakat.51

3. Zakat Rikaz

Rikaz adalah barang yang dikumpulkan tanpa mengeluarkan biaya dan kerja

keras.Al-Babarty dibuku al-Inayah, menyatakan “Dan harta yang keluar dari dalam

perut bumi terbagi menjadi tiga macam, yaitu barang simpanan, barang tambang, dan

rikaz.Barang simpanan adalah barang yang ditimbun oleh manusia sendiri didalam

51

Pedoman Zakat 9 Seri, (Jakarta: Proyek Penigkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan

Wakaf, 1998)

Page 47: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

38

tanah. Barang tambang adalah suatu benda yang diciptakan Allah SWT.yang biasa

terdapat didalam perut bumi.Sedangkan rikaz merupakan gabungan diantara

keduanya.52

Menurut Hukum Islam, rikaz ada permasalahannya sebagai berikut:

“Kata Imam Malik: persoalan yang tidak ada perbedaan pendapat dikalangan

Malikiyah dan saya mendengar para ahli ilmu mengatakan bahwa rikaz itu

adalah barang terpendam yang ditemukan dari pendaman zaman kuno yang

diperoleh tanpa pengeluaran uang, tidak dengan biaya dan tidak dengan daya

upaya berat, itulah rikaz. Adapun yang ditemukan dengan pembayaran uang

dan dengan kerja keras dan berat itupun kadang-kadang dapat dan kadang-

kadang tidak dapat, maka itu bukan rikaz.”

Zakat rikaz adalah sebagai berikut:

“Rikaz yang wajib dikeluarkan zakat seperlima (20 persen) ialah berupa apa

saja yang ada harganya, seperti emas, perak, besi, timah, kuningan, barang

berbentuk wadah/hiasan dan yang serupa itu.Kaidah itu adalah pendapat

Imam Hanafi, Hambali, Ishak, Ibnu Mundir, riwayat dari Imam Malik dan

salah satu daripendapat Syafi‟i.”

Adapun zakat rikaz dan siapa yang memilinya adalah sebagai berikut:

“Diatas telah diperjelas, bahwa rikaz itu barang terpendam orang-orang

zaman kuno dan zakatnya seperlima. Adapun yang keempat perlima (80 persen) bagi

pemilik tanah yang pertama jika ia masih ada, jika ia telah wafat maka bagi para ahli

warisnya jika masih ada dan diketahui. Dan jika mereka sudah tidak ada maka yang

empat perlima itu dimasukkan ke baitul mal, inilah pendapat Abu Hanifah, Maliki,

Syafi‟I dan ahmad (4 mazhab).

4. Zakat Ma’din

Harta Ma‟din ialah sebagaimana dijelaskan berikut ini:

“Imam Ahmad berpendapat bahwa makdin itu ialah benda yang dikeluarkan

dari bumi, terjadi dibumi, tapi bukan bumi (bukan dari tanah) sedangkan harta

itu berharga.

52

Abdul Al-Hamid Mahmud Al-Ba‟iy, Ekonomi Zakat: sebuah kajian moneter dan keuangan

syari‟ah, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006), hlm. 42-43.

Page 48: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

39

Harta ma‟din yang berupa besi, baja, tembaga, kuningan, timah, minyak,

batu bara dan lain-lain di Indonesia dikuasai oleh Negara, oleh karena itu di sini tidak

usah dibicarakan. Adapun yang berupa batu-batuan, emas dan perak, oleh pemerintah

masyarakat masih diperbolehkan menambangnya. Makdin inilah yang dikenakan

zakat, ialah 2 ½ %. Adapun nisabnya seharga nisab emas, ialah 20 dinar atau 94

gram. Zakat makdin tidak mempergunakan syarat haul.

Demikian dasar hukumnya, “Syarat wajib zakat makdin ialah jika keadaan

atau nilai harganya senisab emas dan zakatnya 2 ½ %., dan tasaruf zakat ini sama

dengan tasaruf zakat yang lain-lain. Demikian pendapat Imam Maliki, Syafi‟i, dan

Hambali.”53

5. Zakat Hasil Laut

Imam Ahmad berpendapat, bahwa barang yang dihasilkan dari laut seperti

ikan, mutiara dan lain-lain dikenakan zakat jika jumlah harganya sejumlah harga hasil

bumi senisab. Pendapat itu diperkuat oleh Abu Yusuf dari mazhab Hanafi terutama

mengenai batu-batuan.54

Sedangkan menurut Prof. Dr. Muhammad Abu Zahrah

berpendapat bahwa ikanyang dihasilkan dari laut hendaknya diqiyaskan kepada hasil

pertambangan. Karena kekuasaan Negara atas laut kini telah ditetapkan, khususnya

perairan yang ada dipinggiran Negara maupun yang ada dalam wilayahnya. Dewasa

ini perairan pinggiran itu telah ditetapkan 12 mil dari pantai suatu Negara.Sementara

53

Pedoman Zakat 9 Seri, (Jakarta: Proyek Penigkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan

Wakaf, 1998)

54Pedoman Zakat 9 Seri, (Jakarta: Proyek Penigkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan

Wakaf, 1998), hlm. 135-150.

Page 49: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

40

hasil ikan pun kini telah menjadi sumber kekayaan yang dinikmati orang banyak,

yang kadang-kadang tidak kalah melimpahnya dibanding dengan hasil pertambangan.

Jadi hasil dari ikan laut itu dipungut seperlimanya, dengan dasar qiyas kepada mutiara

dan ambar, dan juga qiyas kepada hasil tambang. Memang setahu kita, Jumhur Al-

Fuqoha tidak menganggap perlu dipungutnya seperlima dari hasil ikan. Tapi itu

hukum di jaman mereka, karena kekuasaan atas lautan dimasa itu belum tetap, dan

juga dikarenakan orang yang berburu ikan waktu itu hanyalah sekedar mencari makan

untuk sehari. Lain dari ituperikanan belumlah menjadi sasaran perhatian dan

pendidikan, dan hasilnya pun belum diatur secara sistematis seperti sekarang ini.

Padahal seandainya para Fuqoha itu sempat hidup dizaman sekarang, mereka pasti

mengambil keputusan seperti keputusan kita kini.Jadi perbedaan diantara kita dengan

mereka hanyalah peerbedaan waktu dan jaman saja, bukan perbedaan dalil ataupun

alasan.55

Adapun industri ikan ataupun lainnya yang menggunakan bahan dari

kekayaan laut, zakatnya diqiaskan kepada zakat perniagaan seharga 2,5 % dari modal

dan keuntungan, pada tiap-tiap akhir tahun apabila mencapai nishab.56

Bagi ulama yang mewajibkan zakat, ada tiga pendapat yang menetapkan

besar zakat yang dikeluarkan.

55

Syauqi Isma‟il Syahhatih, Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, (METROPOS: Pustaka

Dian/Antar Kota. 1987), cet. Ke-1, hlm. 301-302. 56

Muhammad, Zakat Profesi Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer, (Salemba

Diniyah), hlm. 334.

Page 50: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

41

1. Zakat 20 % diqiyaskan pada ghanimah dan barang tambang yang dihasilkan dari

perut bumi.

2. Zakatnya 10 % diqiyaskan dengan zakat pertanian.

3. Zakat 2,5 % diqiyaskan dengan zakat perdagangan.

Menurut pendapat Imam Malik dan Syafi‟i besar zakatnya harus

dibedakan, sesuai dengan berat ringannya mengusahakannya, besar biaya atau

tidaknya pengelolaannya, apakah 20 %, 10% atau 2,5 %.57

D. Tujuan dan Hikmah Zakat

1. Tujuan Zakat

Zakat sebagai salah satu rukun Islam mempunyai kedudukan yang sangat

penting.Hal ini dapat dilihat dari segi tujuan dan fungsi zakat dalam meningkatkan

martabat hidup manusia dalam masyarakat.Zakat mempunyai tujuan yang banyak

(multi purpose). Tujuan-tujuan itu dapat ditinjau dari berbagai aspek:

a. Hubungan manusia dengan Allah

Zakat sebagai sarana beribadah kepada Allah sebagaimana halnya sarana-

saranalain adalah berfungsi mendekatkan diri kepada Allah, makin taat manusia

menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah, maka ia makin dekat

dengan Allah. nabi Muhammad melukiskan bagaimana dekatnya manusia dengan

Allah, apabila ia suka menolong manusia lain.58

57

M. Ali Hasan, Tuntunan Puasa Dan Zakat, (Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2001), hlm.

183-184.

58Zakiyah Darajad Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Jakarta: YPI RUHAMA, 1993), cet.

Ke-4,hlm.233.

Page 51: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

42

b. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri

Dari satu segi zakat menggambarkan kaitan manusia dengan harta

benda.Adakalanya manusia memandang harta benda itu sebagai alat mencapai

tujuan hidup. Maka dari itu, zakat merupakan salah satu cara memberantas

pandangan hidup materialistis. Manusia dididik untuk melepaskan sebagian harta

benda yang dimilikinya, dan secara pelan-pelan menghilangkan pandangan yang

menjadikan materi sebagai tujuan hidup.Islam benar-benar mengecam perilaku

sombong, kikir boros, egois dalam pengertian hanya memikirkan dirinya

saja.Setiap investasi, baik berupa materi, waktu maupun ucapan dinilainya sebagai

amal. Jadi tidak ada yang sia-sia, dan dari situlah maka berbuat kebajikan kepada

yang lain yang membutuhkan adalah merupakan amal dan seharusnya menjadi

kepuasan batin dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.59

c. Hubungan manusia dengan manusia lain (masyarakat)

Di dalam masyarakat selalu terdapat perbedaan tingkat kemampuan dalam bidang

ekonomi, sehingga melahirkan adanya golongan ekonomi lemah dan golongan

ekonomi kuat.Dalam keadaan perbedaan ekonomi yang lebih menyolok terdapat

pula dalam masyarakat adanya golongan fakir miskin, karena tujuan pertama dari

zakat adalah memenuhi kebutuhan orang-orang fakir.Masyarakat fakir miskin

59

A. Qodri Azizy, Membangun Fondasi Ekonomi Umat (Meneropong Prospek

Berkembangnya Ekonomi Islam). (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), cet. Ke-I, hlm. 140.

Page 52: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

43

adalah pertama dari pengeluaran zakat.60

Dalam hal ini diharapkan akan timbul

gairah usaha memperbaiki hidup bagi yang miskin, sehingga keadaan kehidupan

didepan mereka lebih meningkat dari sebelumnya. Akhirnya dengan dorongan

zakat, jurang perbedaan ekonomi antara yang kaya dan yang miskin makin

berkurang dan pergaulan mereka dalam masyarakat bertambah baik, karena

diantara mereka tumbuh rasa persaudaraan saling bantu membantu.61

d. Hubungan manusia dengan harta benda.

Pada umumnya manusia beranggapan bahwa semua harta kekayaan yang

dimilikinya di dunia ini adalah hak miliknya mutlak tidak dapat di ganggu

gugat.Zakat merupakan sarana pendidikan bagi manusia bahwa harta benda atau

materi itu bukanlah tujuan hidup dan bukan hak milik mutlak dari manusia yang

memilikinya, tetapi merupakan titipan Allah.

Zakat juga bertujuan menciptakan masyarakat yang berbahagia yang dapat

merasakan keberkatan harta benda yang diperolehnya, karena hak-hak orang lain

atau hak agama atas harta itu sudah diberikan.

2. Hikmah Zakat

Zakat mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia,

baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzaki), penerimanya (mustahiq),

60

Yusuf Qardhawi, Musykilat al-Faqr wa Kaifa’Ala Joha al-Islam, Ter. A.

MaimunSyamsuddin, A. Wahid Hasan, “Theologi Kemiskinan : Doktrin Dasar dan Solusi Islam

atasProblem Kemiskinan”.(Yogyakarta: 2002), cet. Ke-1, hlm.131.

61Zakiyah Darajad Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Jakarta: YPI RUHAMA, 1993), cet.

Ke-4, hlm. 236-237.

Page 53: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

44

harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan.Hikmah dan

manfaat tersebut antara lain tersimpul sebagai berikut:62

a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya,

menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,

menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan

hidup, sekaligus membersihkan mengembangkan harta yang dimiliki.

b. Karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong,

membantu, dan membina mereka, terutama fakir miskin kerah kehidupan yang

lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup

dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya

kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin

timbul dari kalangan mereka, ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki

harta yang cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi

kebutuhan para mustahik, terutama fakir miskin yang bersifat konsumtif dalam

waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada

mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab kehidupan

mereka menjadi miskin dan menderita.Kebakhilan dan keengganan berzakat,

disamping akan menimbulkan sifat hasad dan dengki dari orang-orang miskin dan

menderita, juga akan mengundang azab Allah SWT.

62

Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani,

2002), h. 9-15.

Page 54: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

45

c. Sebagai pilar amal bersama (jama‟i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan

hidupnya dan para mujahid seluruh waktunya digunakan untuk berjihad dijalan

Allah SWT, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan

kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan

keluarganya. Disamping sebagai pilar amal bersama, zakat merupakan salah satu

bentuk konkret jaminan sosial yang disyari‟atkan oleh ajaran Islam.Melalui zakat,

kehidupan orang-orang fakir, miskin dan orang-orang menderita lainnya akan

terpelihara dengan baik. Zakat merupakan salah satu bentuk perintah Allah

SWT.untuk senantiasa melakukan tolong-menolong kebaikan dan takwa.

d. Sebagai salah satu sumber bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang

harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial

maupun ekonomi, sekaligus sebagai sarana pengembangan kualitas sumber daya

manusia muslim. Hampir semua ulama sepakat bahwa orang yang menuntut ilmu

berhak menerima zakat atas nama golongan fakir dan miskin maupun sabilillah.

e. Untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah

membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang

lain dari harta yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan

Allah SWT yang terdapat dalam

f. Dari sisi pembanguna kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen

pemerataan pendapatan. Zakat yang dikelola dengan baik, memungkinkan terjadi

pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan, economic with equity.

Monzer Kahf menyatakan zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada

Page 55: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

46

distribusi harta yang egaliter dan bahwa sebagai manfaat dari zakat, harta akan

selalu beredar. Zakat akan mencegah akumulasi harta pada suatu tangan dan pada

saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan

mempromosikan distribusi. Zakat juga merupakan institusi yang komphrensif

untuk distribusi harta karena hal ini menyangkut harta setiap muslim secara

praktis, saat harta telah sampai melewati nishab.

g. Dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman untuk

berzakat, berinfak dan bersedekah. Menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong

umatnya untuk menjadi orang kaya, sehingga dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya. Zakat yang dikelola dengan baik akan mampu membuka lapangan kerja

dan usaha yang luas, sekaligus penguasaan aset-aset oleh umat Islam.63

63

Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002),

hlm. 9-15.

Page 56: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

47

BAB III

PENDAPATAN NELAYAN DI KELURAHAN KAMAL MUARA

KECAMATAN PENJARINGAN

A. Gambaran Umum Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta

Utara

1. LetakGeografis

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 2561/2003

tanggal 30 Juli 2003 tentang pemecahan, penyatuan, penetapan batas perubahan nama

Kelurahan di DKI Jakarta dan penegasan dari Walikota Jakarta Utara bahwa wilayah

Kelurahan Kamal Muara merupakan pecahan dan gabungan dari Kelurahan Kapuk,

Kelurahan Tegal Alur dan Kelurahan Kamal. Bahwa mengenai batas wilayah

Kelurahan Kamal Muara mempunyai luas wilayah -+1.053 Ha dengan batas-batas

sebagai berikut:

Sebelah Utara : Pantai LautJawa

SebelahTimur : Kali Cengkareng Drain

Sebelah Selatan : Sepanjang jalan Kapuk Kamal

Sebelah Barat : Desa Dadap Kabupaten Tangerang Banten

Berdasarkan data dari badan pusat statistic Kelurahan Kamal Muara,

Page 57: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

48

luas tanah dan proyek pertanahan akan dilampirkan sebagai berikut:

1. Luas Wilayah Menurut Status Tanah

Wilayah Kelurahan Kamal Muara yang luasnya -+ 1.053 Ha tanahnya pada

umumnya adalah tanah Negara dan tanah HGB, sedangkan sebagian adalah tanah

garapan. Namun demikian tanah garapan sebagian sudah memiliki hak dengan

mengurus Sertifikat baik secara perorangan maupun melalui prona. Untuk yang HGB

sebagian sudah diurus peningakatannya menjadi SHM.1

2. Wilayah Menurut Peruntukannya

Wilayah Kelurahan menurut peruntukannya adalah untuk pemukiman,

perindustrian/pergudangan dan kawasan hutan lindung. Untuk kawasan pemukiman

yang sudah lama adalah wilayah RW. 01 dan RW. 04 dan yang baru dan sedang

berkembang ada diwilayah RW.03, 05, dan 06. Untuk kawasan

perindustrian/pergudangan ada di wilayah RW. 06 yang tanamannya berupa pohon

bakau yang dikenal dengan tamanWisata Alam (TWA).

3. Wilayah MenurutJenis Tanah

Keadaan Wilayah Kelurahan Kamal Muara sebagian besar adalah berupa

empang yang pada akhirnya diurug yang sekarang dijadikan pemukiman itu hampir

disepanjang pesisir laut jawa yang masuk wilayah Kelurahan Kamal Muara.

4. PemindahanHakAtas Tanah

Administrasi pertahanan yang dilakukan oleh Kasi Pemerintah dan Tramtib

hanya sebatas pelayanan kepada masyarakat yang memiliki Surat Jual Beli Bangunan

1BukuMonografiKelurahan Kamal Muara 2015

Page 58: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

49

diatas Tanah Negara sedangkan yang memiliki Sertifikat HGB dan Sertifikat Hak

Milik diarahkan pejabat PPAT/Notaris.

2. KeadaanDemografisKelurahan Kamal Muara

Sebagai suatu wilayah yang terletak di pesisir pantai Laut Jawa sebagian

wilayahnya berupa rawa dan banyak berdiri industry dan pergudangan maka sebagian

besar penduduk Kelurahan Kamal Muara mata pencahariannya sebagian nelayan dan

buruh pabrik. Dengan kondisi wilayah seperti itu maka menyebabkan banyaknya

pendatang sehingga terbentuk masyarakat yang heterogen dengan suku dominan

Bugis, Jawa, Sunda, Palembang, dan keturunan Cina.2

3. KeadaanSosiologisKelurahan Kamal Muara

a. BidangSosial

Dalam rangka pengumpulan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh. Pemerintah

Kelurahan Kamal Muara bekerjasama dengan pengurus RT/RW, memberikan

sosialisasi kepada masyarakat, menghimbau para dermawan. Hal itu dilakukan guna

menggugah kesadaran warga sehingga ZIS yang ditargetkan oleh Pemerintah Tingkat

Kota Administrasi Jakarta Utara bisa tercapai bahkan bisa melampaui. Adapun target

tahun 2015 ditetapkan sebesar Rp. 100.000.000,-

b. Bidang Agama

Dengan Penduduk kelurahan Kamal Muara yang heterogen yakni bermacam

suku, etnis, dan agama namun dalam kehidupan dalam bertoleransi antar umat sangat

baik. Mayoritas penduduk untuk saat ini adalah beragama Islam.

2BukuMonografiKelurahan Kamal Muara 2015

Page 59: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

50

c. BidangKesehatan

Dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan maupun pengetahuan kesehatan

Pemerintah Kelurahan Kamal Muara bekerja sama dengan Puskesmas Kelurahan

Kamal Muara memberikan pembinaan dan penyuluhan kesehatan secara langsung

dan juga melalui kader kesehatan yang dibina, dan juga telah diberikan Kartu Jakarta

Sehat yang kemudian mulai bulan Januari diberikan JKN oleh BPJS untuk berobat

kepada keluarga tidak mampu yang berguna untuk berobat dengan pembayaran iuran

bulanan pembebasan dari biaya.

d. KeadaanSosialPendidikan

Tingkat pendidikan warga Kamal Muara tergolong cukup baik, yang dapat

dilihat dengan adanya penduduk yang menyelesaikan pendidikannya ditingkat sarjana

( S-1 sampai S-2 ). Meskipun masih terdapat penduduk dengan status pendidikannya

yang masih rendah atau bahkan putus sekolah. Masih ada remaja yang mengalami

putus sekolah karena kurangnya motivasi yang kuat dari lingkungan keluarga ketika

anak tidak mau sekolah dan seakan membiarkan, bahkan ada yang kurangnya mental

yang disebabkan perekonomiannya terbatas.3

B. Sistem Penangkapan Nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan

Penjaringan Jakarta Utara

Pada masa sekaran gini, ada beberapa hal yang memang menjadi bahan

perbincangan mengenai modernisasi yang majemuknya profesi manusia. Salah

satunya profesi manusia yang semakin beraneka ragam, yaitu industri-industri dan

3BukuMonografiKelurahan Kamal Muara 2015

Page 60: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

51

sejenisnya dari berbagai profesi yang dapat memberikan penghasilan tetap dan

merupakan asset yang besar bagi sejumlah orang. Khususnya sebagian masyarakat

Kamal Muara berprofesi sebagai nelayan, yang mencari penghasilan dilaut. Hasil

tangkapan laut bias didapat melalui beberapa metode pertama melalui pertambakan

kerang hijau yang menggunakan bamboo dan tali, dan kedua melalui tangkapan yang

diperoleh dengan cara menggunakan perahu.

Penulis terlebih dahulu menjelaskan tntang hasil tangkapan melalui

pertambakan, tambak adalah kolam buatan, biasanya didaerah pantai, yang diisi air

dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur). Hewan yang

dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang. Jenis hewan air

yang diperoleh melalui pertambakan di Kamal Muara adalah kerang hijau, dengan

menggunakan alat sederhana yaitu bamboo dan tali. Seperti yang diungkapkan oleh

Bapak H. Lala, beliau adalah seorang yang mempunyai pertambakan kerang hijau di

Kamal Muara, beliau mempunyai beberapa ternak pertambakan kerang hijau, yang

setiap kali panen 5 bulan sekali, penghasilan yang di dapat dalam 1 bulan mencapai

60 juta.4 Selanjutnya H. Ile beliau juga mempunyai beberapa pertambakan kerang

hijau yang penghasilanya dalam satu bulan mencapai 20 sampai 30 juta. Hanya

dengan menggunakan modal awal 3 sampai 4 juta.5

Selanjutnya penjelasan mengenai hasil tangkapan laut yang dilakukan oleh

paranelayan di Kamal Muara, dari hasil penelitian penulis terhadap para nelayan

4WawancaradenganBapak H. Lalatgl 20 September 2015

5WawancaradenganBapak H. Ile tgl 20 September 2015

Page 61: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

52

Kamal Muara, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Boy, selaku juragan (pemilik

perahu) yang mempunyai beberapa anak buah, beliau memaparkan bahwa modal

awal yang dikeluarkan untuk biaya melaut yaitu Rp. 1.055.000,-yang digunakan

untuk beberapa keperluan yang ingin dibeli, seperti solar, es balok, dan lain

sebagainya. Dengan membawa peralatan sederhana seperti jala, jaring, dan lainlain.

Keuntungan bersih yang didapat oleh Bapak Boy selaku juragan (pemilikperahu)

dalam sehari sebesar Rp. 70.000 itu sudah bersih dan sudah termasuk memberi upah

kepada anak buahnya.6

Lain lagi menurut Bapak Sana selaku pemilik perahu, dan mempunyai

beberapa awak kapal, yang berkontribusi kepada beliau sebesar Rp.200.000 per-orang

sebagai ganti bahan bakar perahu. Modal awalnya sebesar Rp.1.000.000. Berbeda

dengan Bapak Boy yang setiap harinya pulang dalam melaut, kalau Bapak Sana dan

para awak kapalnya menempuh perjalan selama tiga hari, dengan tujuan dari pulau

satu kepulau yang lain, beliau berangkat melaut delapan kali dalam satu bulan.

Pendapatan kotor yang didapat oleh Bapak Sana sebesar Rp. 1.000.000,- dari

pendapatan kotor tersebut, beliau membagi hasilnya menjadi tiga, dua untuk para

awak kapal, dan yang satu untuk beliau sendiri, dikarenakan perahu ini milik Bapak

sana, jadi beliaulah yang mendapatkan bagian terbesar dari hasil tangkapannya dilaut,

dengan kisaran jumlah pendapatan bersih yang beliau terima yaitu Rp.500.000,- per

tiga hari.7

6WawancaradenganBapak Boy tgl 25 September 2015

7WawancaradenganBapak Sana tgl 25 September 2015

Page 62: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

53

BAB IV

ANALISIS ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL

MUARA KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA

A. Analisis Hukum Islam TentangZakat Hasil Tangkapan Laut

Zakat secara harfiah berarti berkembang, kesucian, pengembangan,

pembersih dan berkah bagi manusia, dikatakan bahwa tanaman dianggap berkembang

jika telihat segar. Harta akan berkembang jika diberkati oleh Allah SWT. Sedangkan

secara istilah zakat adalah: “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT.

menyerahkan kepada orang-orang yang berhak”.1 Menurut Yusuf Al-Qardhawi,

zakat juga bisa berarti mengeluarkan jumlah harta tertentu itu sendiri atau perbuatan

seseorang untuk mengeluarkan hak wajib dari harta itu sendiri dan bagian tertentu

yang dikeluarkan dari harta itupun dinamakan zakat.2 Dengan demikian, perintah

untuk mengeluarkan zakat bukan hanya pada zakat hewan, tanaman, emas, dan perak,

ataupun pada perdagangan. Akan tetapi, zakat mencakup semua harta kekayaan yang

dihasilkan dengan usaha profesi dan usaha dari produk pembibitan hewan karena

tujuan utama dari zakat itu sendiri adalah memenuhi kebutuhan orang-orang fakir.3

Hal ini berdasarkan firman Allah yang berbunyi:

1M. Baghir Al-Habsyi, Fiqh Praktis: Menurut al-Qur‟an, as-Sunnah, dan Pendapat Para

Ulama (Bandung: Mizan Media Utama, 2002), hlm. 3.

2Yusuf al-Qardhawi, Fiqh az-Zakah (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1969), hlm. 37.

3Yusuf al-Qardhawi, Musykilatul Faqr Wakaifa „Alajaha, diterj. Maimun Syamsudin dan

Wahid Hasan, Teologi Kemiskinan (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), hlm. 133.

Page 63: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

54

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian

dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami

keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang

buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri

tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata

terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha

Terpuji.”(QS Al-Baqarah: 267)

Menurut Saikh Sulaiman al-Ujaili kata “anfiqu” yang berasal dari kata

infaq, yang maksudnya adalah zakat, dan kata “ma kasabtum” maksudnya adalah

emas, perak, harta dagangan dan binatang ternak, jadi ayat diatas secara tekstual

menegaskan bahwa empat macam harta tersebut wajib dikeluarkan zakatnya.

Sedangkan Syaikh Khozin memberikan suatu pendapat bahwa secara tekstual dan

melihat keumumannya, ayat diatas menjelaskan tentang kewajiban zakat dari semua

hasil bumi dalam jumlah berapapun, namun menurut Imam Syafi‟i ayat diatas masih

di takhshish (di khususkan) oleh hadits atau yang lain, sehingga menurut beliau hasil

bumi yang wajib di zakati hanyalah biji-bijian yang bisa dijadikan makanan pokok

serta buah anggur dan korma, yang semuanya harus sudah mencapai kadar satu

nishab. Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, ayat diatas menurut beliau dibiarkan

dalam keumumannya (tidak di takhshish) sehingga semua hasil bumi dalam jumlah

Page 64: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

55

berapapun harus di zakati.Sementara ulama mufassir lainnya ada yang berpendapat

maksud dari kata “anfiqu” diatas adalah shodaqoh sunnat.4

Yusuf al-Qardhawi menegaskan bahwa komoditi yang dihasilkan dari laut

haruslah dikeluarkan zakatnya seperti halnya dengan ikan. Yusuf Al-Qardhawi

melihat bahwa hasil ikan itu sangat besar dan menghasilkan uang yang sangat

banyak, apalagi menggunakan teknologi canggih seperti yang dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan. Oleh karena itu tidak wajar sama sekali apabila ikan tidak

terkena kewajiban zakat berdasarkan penganalogian terhadap barang tambang, hasil

pertanian, dan lain-lain. Abu Ubaid meriwayatkan dari Yunus bin Ubaid.

وقد روي أبى عبيد عه يىوس به عبيد قال: كتب عمز به عبد العزيز إلً عاملة

ذ مه السمك شيأ حتً يبلغ مائي درهم .علً عمان : أن ال يأخ5

Artinya:“Umar pernah mengirim surat kepada petugasnya di Oman agar ia tidak

memungut apa pun dari ikan yang kurang harganya dari 200 dirham.Bila

bernilai 200 dirham, yaitu sebesar nisab uang, maka harus di pungut

zakatnya”.

Imam Abu Ubaid sendiri dalam kitab Al-Amwal mengatakan, “kami tidak

pernah mengetahui ada seorang ulama pun yang mempraktikan tentang pembayaran

zakat ikan”. Beliau juga menulis pada zaman Rasulullah tidak ada penghasilan

kekayaan yang dikeluarkan dari laut.6 Oleh karena itu kami Menurut pendapat Imam

Malik dan Syafi‟i, besar zakatnya harus dibedakan, sesuai dengan berat ringannya

4Fakhruddin, Muhammad bin Umar bin HusainAr-Rozi, Tafsir Al-Kabir (Lebanon:

Darul Fikr, 1981), Juz 2, hlm. 10.

5Yusuf al-Qardhawi, Fiqh az-Zakah, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2006), hlm. 453.

6Aby Ubaydin al-Qasimi Ibnu Sallam, Al-Amwal (New York: dar as-Salam, 2009), hlm. 347.

Page 65: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

56

mengusahakannya, besar biaya atau tidaknya pengelolaannya, apakah 20% atau

2,5%.7

Menurut Yusuf al-Qardhawi meskipun tidak ada dalil yang secara ekspilit

menjelaskan adanya kewajiban untuk zakat hasil laut namun ada metode pengambilan

hukum dengan qiyas atau analogi yaitu mengaitkan sesuatu yang belum ada nashnya

karena suatu illat sebab yang sama. Berdasarkan hal itu maka barang-barang yang

dikeluarkan dari laut lebih beralasan apabila dikeluarkan zakatnya, berdasarkan

analogi dengan kekayaan tambang dan hasil pertanian. Adapun mengenai berapa

besar zakatnya haruslah diatur oleh yang berwenang sesuai dengan yang diterapkan

oleh Umar. Hal ini karena syari‟at menggariskan bahwa besar kecilnya zakat dari

bijian dan buah-buahan berdasarkan kesulitan dan berat atau ringannya usaha

pengairannya, yaitu sebesar 5% dan bisa 10%. Hal ini berdasarkan hadis Abdullah

bin Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Saw. bersabda:

بالنضح: نصفالعشر ا: العشر،وما سقيوالعيون،او كان عثرّي فيما سقت السماء

Artinya: “Pada pertanian yang tadah hujan atau mata air atau yang menggunakan

penyerapan akar (Atsariyan) diambil sepersepuluh dan yang disirami

dengan penyiraman maka diambil seperduapuluh.” (HR. al-Bukhari)

7M. Ali Hasan, Tuntunan Puasa Dan Zakat, hlm. 183-184.

Page 66: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

57

Demikian pula halnya dengan perolehan nelayan di kamal muara dalam

penangkapan ikan, dilihat dari kondisi cuaca, dan menggunakan modal besar atau

kecil. Sebagaimana telah penulis kemukakan pada paparan diatas, bahwasanya hadits-

hadits pemikirannya Yusuf al-Qardhawi dalam menetapkan suatu hukum

menggunakan 3 dasar hukum yaitu al-Qur‟an, as-Sunnah dan logika. Dengan

demikian Yusuf al-Qardhawi mempunyai metode dalam menetapkan hukum syara‟

yang mana berdasarkan pada kaidah-kaidah hukum Islam. Dalam hal ini dalil-dalil

tentang zakat hasil laut yang mana pertama menurut Yusuf al-Qardhawi adalah

dengan menggunakan al-Qur‟an. Disini seperti halnya dengan ulama yang lainnya

dimana al-Qur‟an adalah sumber dasar hukum yang pertama, hanya perbedaannya

adalah pada penafsiran ayat istinbath hukumnya.

Menurut Yusuf al-Qardhawi diwajibkan zakat hasil laut menggunakan

metode dalalah aam, dan dalalah nash. Sebelum penulis menguraikan lebih lanjut,

maka perlu penulis paparkan terlebih dahulu tentang dalalah „aam dan dalalah nash,

sebagaimana telah disebutkan dalam ilmu ushul fiqh. Menurut Syekh al-Khudri,

dalalah „aam adalah lafadz yang menunjukkan kepada pengertian yang didalamnya

tercakup sejumlah obyek atau satuan yang banyak. “Al-„aam ialah lafadz yang

menunjukkan kepada pengertian dimana didalamnya tercakup sejumlah obyek atau

satuan yang banyak.8

8 Syeikh Muhammad al-Khudri, Ushul al-Fiqh, (Mesir: Dar al-Fikr, 1998), hlm. 142.

Page 67: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

58

Dari pengertian tersebut, dapat dipahami hakekat itu sendiri dilihat dari segi

karakteristik lafadz-lafadz itu adalah karena lafadz-lafadz itu sendiri dilihat dari segi

karakteristik dan nilainya mengandung arti banyak dan tidak menunjuk kepada obyek

tertentu saja. Dengan kata lain, suatu lafadz-lafadz dikategorikan kepada yang umum

jika kandungan maknanya tidak memberikan batasan jumlah obyek yang tercakup

didalamnya, yang menjadi permasalahannya sekarang adalah dalalah lafadz-lafadz

al-„am itu qat‟I ataukah zany? Tentang hal ini, kalangan ulama ushul pun saling

berbeda pendapat. Mazhab hanafi berpendapat bahwa adalah lafadz al-„aam itu qat‟i,

bukan zanny, sama halnya dengan dalalah lafadz khas dari segi maknanya karena

lafadz al-„aam itu mengandung makna pasti, tegas sampai ada dalil yang

menyalahinya. Dalam hal ini mazhab Hanafi mengemukakan dengan dasar kaidah

sebagai berikut:

“Apabila terdapat sesuatu lafadz yang umum, maka maksud seluruh satuan-

satuannya yang terdapat di dalamnya adalah qathiy, sampai ada dalil yang

mengkhususkan dan membatasi sebagian dari satuan-satuan yang mencakup

di dalamnya”.

Kemudian dari kalangan jumhur ulama. Seperti mazhab Syafi‟i menyatakan

bahwa dalalah lafadz al-„am itu adalah zany, bukan qati, oleh karena itu, setiap

lafadz al-„am harus di takhsis sebelum diamalkan, bahkan kalangan Syafi‟iyah

menegaskan: “lafadz al-„am tidak dapat diamalkan, kecuali setelah dikhususkan

sebagian dari satuan-satuannya”. Dalam hal ini, Yusuf al-Qardhawi menggunakan

kaidah-kaidah yang pertama yaitu lafadz al-„aam, sebagaimana mereka beristinbath

dari ayat-ayat berikut:

Page 68: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

59

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan

mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu

(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka.Allah Maha Mendengar

lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103)

Tafsirnya:

Allah SWT. dalam ayat ini memerintahkan Rasul-Nya memungut zakat dari

umatnya untuk menyucikan dan membersihkan mereka dengan zakat itu. Juga

diperintahkan agar beliau berdoa dan beristighfar bagi mereka yang menyerahkan

bagian zakat. Ayat ini dijadikan alasan oleh orang-orang yang menolak menyerahkan

zakat kepada Khalifah Abu Bakar sesudah wafatnya Rasulullah saw. mereka

berpendapat bahwa hanya Rasulullah sendirilah yang patut menerima dan memungut

zakat, karena perintah Allah dalam ayat ini ditujukan kepada beliau pribadi. Akan

tetapi pendapat mereka itu ditolak oleh Abu Bakar dan bahkan mereka, karena

penolakan menyerahkan zakat yang wajib itu dinyatakan sebagai orang-orang murtad

yang patut diperangi. Maka karena sikap tegas Abubakar r.a. akhirnya menyerahlah

orang-orang pembangkang itu dan kembali ke jalan yang benar. Berkata Abubakar

r.a. mengenai peristiwa ini, “Demi Allah, andaikan mereka menolak menyerahkan

Page 69: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

60

kepadaku seutas tali yang pernah mereka serahkannya sebagai kewajiban berzakat

kepada Rasulullah niscaya akan kuperangi mereka karena penolakannya itu.9

Menurut Yusuf al-Qardhawi, ayat tersebut menunjukkan adanya keumuman

tentang disyariatkannya kewajiban untuk mengeluarkan zakat atas harta benda yang

dimiliki tanpa adanya pentakhsisan pada suatu harta benda tertentu.Sedangkan

menurut hemat penulis, dalil-dalil tersebut sangatlah relevan untuk dijadikan hujjah

bahwa hasil laut wajib dikeluarkan zakatnya.Karena dalil-dalil tersebut masih bersifat

umum, maka dari itu suatu jenis kekayaan suatu harta tidak dapat membedakan antara

satu jenis kekayaan terhadap kekayaan yang lainnnya.

Dalam arti luas ahli tahqiq mengatakan bahwa “ijtihad ialah qiyas dan

mengeluarkan (mengistinbathkan) hukum dari kaidah-kaidah syara‟ yang umum.10

Sedangkan ulama ushul menetapkan bahwa ijtihad itu artinya mempergunakan segala

kesanggupan untuk mengeluarkan hukum syara dari kitabullah dan hadits Rasul.Hal

inilah yang jadi landasan hukum bagi Yusuf al-Qardhawi dimana zakat hasil laut di-

qiyaskan dengan zakat barang tambang atau bisa juga dengan zakat pertanian karena

merupakan penghasilan yang diperoleh dari bumi dinilai sama dengan penghasilan

yang diperoleh dari laut. Yusuf al-Qardhawi juga berkeyakinan bahwa syariat islam

tidak membeda-bedakan dua hal yang sama, dan tidak mempersamakan dua hal yang

berbeda .

9Abul Fada‟ Ismail bin Umar bin Katsir bin Al Qursy Ad Damsyiqi Tafsir Ibnu Katsier,

(Beirut, Daarul Fikr), hlm. 677.

10Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam Semarang: Pustaka Rizki Putra,

1997, hlm. 50.

Page 70: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

61

B. Analisis Tentang Pendapatan Nelayan yang Berpotensi Zakat Hasil

Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa zakat mal adalah

ibadah maaliyah ijtima‟iyyah, artinya ibadah di bidang harta yang memiliki

kedudukan yang sangat penting dalam membangun masyarakat. Karena ibadah

maaliyah ijtima‟iyyah tidak dilaksanakan tersendiri, tetapi harus dalam hubungan

dengan sesama manusia dalam masyarakat, dan tidak pula merupakan hubungan

langsung antara manusia dengan Tuhannya, tetapi manusia sesama manusia, yaitu

melalui amalnya terhadap sesama manusialah maka manusia dapat melaksanakan

ibadah ijtima‟iyyah atau ibadah sosial.

Seperti ibadah lainnya, seorang muslim dituntut untuk mencapai tingkat

kesempurnaan tertentu dalam pelaksanaan ibadah zakat. Untuk itu dalam menentukan

dan menghitung zakat adalah hal yang wajar jika seorang muslim diwajibkan untuk

menentukan dan menghitung kewajiban zakat malnya dengan tingkat kepatutan dan

kehati-hatian tertentu. Apalagi terdapat seperangkat prinsip-prinsip akutansi yang

dapat dijadikan alat pendekatan kesempurnaan ibadah. Membayar zakat adalah

kewajiban yang sangat penting bagi muslim bahkan agama Islam sangat

menganjurkan kepada umat muslim untuk menjadi dermawan dalam membelanjakan

setiap kekayaannya. Namun demikian dalam menjalankan kewajiban zakat, umat

muslim tetap harus hati-hati dan bisa memastikan bahwa aset pendapatan yang

dihitung tidak berlebihan dan pengeluarannya tidak terkurangi.

Page 71: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

62

Yusuf al-Qardhawi mengatakan bahwa hasil laut hukumnya wajib

dikeluarkan zakatnya karena hasil laut suatu kekayaan yang diberikan Allah SWT.

kepada hamba-hamba-Nya dan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.

kepada Allah SWT. yang telah menganugrahkan kenikmatan-Nya. Sebagaimana

Firman Allah dalam QS.an-Nahl: 14

Artinya: “Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat

memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan

dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera

berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-

Nya, dan supaya kamu bersyukur.”(QS. an-Nahl: 14).

Firman Allah tersebut di atas menguatkan pendapat Yusuf al-Qardhawi

tentang wajibnya mengeluarkan zakat dari penghasilan hasil laut selain mengambil

pendapat para ulama yang dianggapnya lebih kuat tentang zakat hasil laut

berdasarkan beberapa alasan, pertama keumuman nash (ayat al-Qur‟an) diantara

firman Allah SWT tersebut sebagai berikut:

Page 72: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

63

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan

Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)

Pada ayat pertama terdapat keumuman nash pada kata “ اِلِهْمَأْمَى ” (harta

benda mereka) yang merupakan bentuk jamak dari kata dasar “مال”, dimana

mencakup semua macam dan jenis-jenis harta benda. “امؤال” disini umum, yang

mempunyai arti: sebagian dari tiap-tiap macam dan jenis harta benda. Jenis harta

benda tersebut diantaranya adalah: emas dan perak, tanam-tanaman, hasil usaha dan

hasil bumi serta menyeluruh, yang mencakup: 1. Perdagangan, 2. Peternakan, 3.

Pertambangan, dan lain sebagainya.11

Jadi, memang benar apa yang diungkapkan

oleh Yusuf al-Qardhawi bahwa pada ayat ini tidak membeda-bedakan satu jenis

kekayaan suatu harta.

Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang memenuhi kebutuhan

ekonominya dengan cara berlayar atau melaut. Ada beberapa metode bagi nelayan

dalam mencari penghasilan dilaut, yang pertama dengan cara pertambakan,

pertambakan disini yaitu ternak kerang hijau, yang hasilnya sangat menguntungkan,

11

Syaichul Hadi Purnomo, Perumusan Zakat Dewasa ini: Sumber-sumber penggalian,

pengelolaan, dan sasaran Penggunaannya (Surabaya: C.V. Blok, 1981), hlm. 30.

Page 73: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

64

memang terkadang pendapatannya tidak selalu besar. Yang kedua dalam pencarian

melaut dengan menggunakan perahu, untuk perolehan dnegan menggunakan perahu

ini kadang-kadang nelayan memperoleh hasil yang tidak banyak, karena tergantung

kondisi cuaca. Dalam bab sebelumnya telah dipaparkan tentang pendapatan hasil

tangkapan laut, hasil observasi dan wawancara dengan para nelayan di Kelurahan

Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, bahwa pendapatan nelayan yang berpotensi

zakat hanya dilakukan oleh nelayan yang mempunyai pertambakan karena hasil

keuntungan yang sangat besar. Sedangkan pendapatan nelayan yang pencarian hasil

tangkapan melalui perahu tidak dikenakan zakat, karena mencapai nisab dan memang

belum sesuai syariat hukum Islam, tetapi jika pendapatan nelayan melaui perahu ini

hasilnya mencapai nishab, maka menurut penulis hasil tangkapan laut tersebut di qiyas-kan

dengan zakat hasil bumi karena sifatnya sama. Dari hasil bumi ada barang yang tumbuh

dengan sendirinya dan ada juga yang diproses melalui usaha terlebih dahulu begitupun hasil

laut. Dalam hal ini, penulis lebih sependapat dengan ungkapan Yusuf al-Qardhawi dimana

hasil laut yaitu di qiyas-kan dengan zakat hasil pertanian. Karena penulis memandang bahwa

hasil laut banyak macamnnya dan ada yang didapat dengan mudah dan ada yang melalui

proses penambangan.

Adapun mengenai besar dan nishab zakat hasil laut menurut Yusuf al-

Qardhawi itu harus ditetapkan berdasarkan sulit, mudah, banyak dan harga barang itu.

Jadi Yusuf al-Qardhawi menyerahkan berpendapat bahwa besar kecilnya jumlah

zakat yang dikeluarkan itu diserahkan kepada ijtihad dan keputusan para ahli, apakah

20% atau 5%. Menurut penulis pendapat Yusuf al-Qardhawi tersebut terkesan kurang

Page 74: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

65

jelas namun penulis menyadari bahwa penetapan zakat hasil laut memang terlalu

sukar karena disamping tidak adanya dalil yang khusus juga banyak barang ragam

dari hasil eksploitasi laut, namun demikian zakat hasil laut seperti di ungkapkan

Yusuf al-Qardhawi bisa di qiyas-kan (dianalogikan) dengan zakat pertanian, baik

dalam nishab maupun kadar dan prosentasenya.

Menurut Yusuf al-Qardhawi hasil ikan yang ditangkap itu sangat besar dan

menghasilkan uang yang sangat banyak apa lagi di zaman sekarang ini penangkapan ikan

bukan saja oleh para nelayan tetapi juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar dan

menggunakan peralatan canggih. Oleh karenanya menurut Yusuf al-Qardhawi berpendapat

bahwa sangat tidak wajar apabila ikan tidak dikenakan zakat berdasarkan penganalogian

barang tambang, hasil pertanian, dan lain-lain.

Dengan demikian penulis berpendapat bahwa ungkapan Yusuf al-Qardhawi

tentang wajibnya zakat hasil laut sangatlah relevan dengan kondisi saat ini, dimana

perkembangan zaman dan teknologi semakin canggih sehingga masyarakat saat ini

sangat mudah menagkap ikan bahkan dalam jumlah yang relative besar dan

menghasilkan milyaran rupiah tiap tahunnya. Seperti pendapatan yang diperoleh oleh

Bapak H. Lala dan Bapak H. Ile pendapatan mereka sangat besar jadi pendapatan

mereka di qiyas-kan dengan zakat pertanian, dimana halnya pertanian yang tadah

hujan diambil sepersepuluh zakatnya, begitu juga untuk ikan tergantung cuaca yang

bagus, berdasarkan landasan hadits berikut ini.

Page 75: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

66

فيما سقت السماء والعيىن،او كان عثزّيا: العشز،وما سقي بالىضح: وصفالعشز

Artinya: “Pada pertanian yang tadah hujan atau mata air atau yang menggunakan

penyerapan akar (Atsariyan) diambil sepersepuluh dan yang disirami

dengan penyiraman maka diambil seperduapuluh.” (HR. al-Bukhari)

Ijtihad menurut Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy ialah kesanggupan

mengistinbathkan hukum syar‟i dari dalil syara (kitabullah dan sunnatur Rasul), dan

ijtihad ini terbagi terbagi dua. Pertama, mengambil hukum dari dharir nash, yaitu

penetapan hukum yang dilengkapi oleh nash; kedua penetapan hukum dari

memahamkan nash,umpamanya sesuatu nash mempunyai „illat, maka disamakan

nash itu hukum inilah yang dinamai qiyas.12

Hal ini juga sesuai dengan kaidah hukum: “Hukum itu berputar atas „illat

hukumnya, ada tidak adanya hukum”.13

Artinya dalam kaidah tersebut jika „illatnya

ada, hukum ada dan jika „illatinya tidak ada (situasi dan kondisi telah berubah), maka

hukumnya tidak ada, dengan ini penulis memandang bahwa adanya kewajiban untuk

mengeluarkan zakat terhadap hasil laut seperti ambar, mutiara, rumput dan juga ikan

terdapat „illat hukum yang mewajibkannya dan penganalogian dengan zakat barang

tambang dan pertanian.Yang terpenting di sini adalah bahwa tujuan zakat yang utama

adalah memenuhi kebutuhan orang-orang fakir.

12

Muhammad hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam Semarang: Pustaka Rizki Putra,

1997, hlm.51.

13Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994. hlm. 124.

Page 76: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

67

Cara menentukan kadar nishab zakat hasil laut (setara dengan harga 520 kg

beras),dan besaran harta yang dizakatkan antara 5 - 10%, dan dilaksanakan setiap kali

panen, contoh cara perhitungan zakat yang harus dikeluarkan oleh Bapak H.Lala

sebagai berikut:Pendapatan yang diperoleh selama satu bulan sebesar Rp.

60.000.000,- dikurangi biaya operasioanl Rp.4000.000,- sisa Rp. 56.000.000,-

sedangkan kadar zakatnya 10%. Jadi Rp. 56.000.000 x 10 : 100 = Rp. 5.600.000,-.

Jadi Bapak H. Lala harus mengeluarkan zakat sebesar Rp.5.600.000,- pada setiap kali panen (

perhitungannya 5 bulan sekali dalam memanen kerang hijau).

Selanjutnya penulis akan menjelaskan perhitungan zakat yang harus dikeluarkan

oleh nelayan yang mencari ikannya dilaut meskipun pendapatannya belum mencapai

nisab,jika pendapatannya besar maka wajib dikeluarkan zakatnya, prosentase perhitungannya

sama dengan zakat hasil pertambakan diatas yang di qiyas-kan dengan zakat pertanian, cara

perhitungannya sebagai berikut: Jika pendapatan juragan sudah bersih dan sudah termasuk

dihitung modal yang berjumlah Rp.4.900.000,- x 10 : 100 = Rp. 490.000,-. Jadi zakat yang

harus dikeluarkan oleh nelayan selaku juragan yaitu sebesar Rp. 490.000,-.

Karena zakat bukan hanya sekedar kreatifitas positif atau amal shaleh yang

bersifat individual, lebih dari itu zakat adalah usaha membangun tatanan masyarakat

yang teratur di bawah naungan negara, dengan departemen khusus yang bertugas

untuk menghimpun dan mendistribusikannya, sebab zakat merupakan bagian dari

pendapatan dan kekayaan masyarakat yang berkecukupan yang menjadi hak dan

karena itu harus diberikan kepada yang berhak, terutama untuk memberantas

kemiskinan dan penindasan. Dengan taraf yang berbeda-beda pendapatan yang

Page 77: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

68

diperoleh dari usaha diberbagai sektor seperti pertanian, pertambangan, perindustrian,

jasa dan perdagangan perlu dipotong dengan biaya produksinya setiap panennya atau

dalam hitungan setahun, tetapi didistribusikannya dapat dilakukan sepanjang waktu.14

Dalam hal ini, menurut penulis zakat hasil laut di analogikan dengan zakat pertanian

karena kalau kita lihat bahwa zakat pertanian besar zakatnya disesuaikan dengan

tingkat kesusahan dan harga barang tersebut memang benar bahwa meng-istinbathkan

hukum dari kaidah-kaidah syara yang bersifat umum.

14

M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1999), hlm. 446.

Page 78: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penyusun mendeskripsikan dan menganalisa pendapatan nelayan

di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara dalam pembahasan

penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam Al-Quran dan Hadis tidak disebutkan secara jelas tentang zakat hasil ikan

laut dan pertambakan, dasar hukumnya masih bersifat umum sehingga harus

dianalisis menurut konteksnya. Zakat hasil laut memang terlalu sukar karena

disamping tidak adanya dalil yang khusus juga banyak barang ragam dari hasil

eksploitasi laut, namun demikian zakat hasil laut seperti di ungkapkan Yusuf al-

Qardhawi bisa di qiyas-kan (dianalogikan) dengan zakat pertanian, baik dalam

nishab maupun kadar dan prosentasenya.

2. Pendapatan nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta

Utara belum dapat digolongkan sebagai pendapatan yang berpotensi zakat,

khususnya untuk nelayan yang hasil tangkapan dari laut, karena pendapatan

tersebut belum mencapai nishab (kuota), ada beberapa faktor diantaranya kondisi

cuaca saat ini, dan pengaruh limbah terhadap air laut yang tercemar. Lain halnya

dengan pendapatan yang di peroleh melalui pertambakan maka harus dikeluarkan

zakatnya karena penghasilan yang besar dan mecapai nisab dan cara

Page 79: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

70

perhitungannya adalah dengan setiap kali panen kemudian diambil zakatnya

tanpa harus menunggu setahun, hal itu di qiyaskan pada zakat pertanian,

begitupun jika hasil nelayan yang menangkap ikan dilaut pengeluaran zakatnya

sama dengan hasil pertambakan yaitu di qiyas-kan dengan zakat pertanian

dengan prosentase 5% - 10%.

B. Saran-saran

1. Dengan adanya karya ini diharapkan dapat membantu para nelayan pada

umumnya dan khususnya nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan

Penjaringan Jakarta Utara, menentukan apakah pendapatan yang diperolehnya

telah memenuhi persyaratan kewajiban mengeluarkan zakat atau belum. Apabila

pendapatan tersebut telah memenuhi persyaratan, maka seyogyanya para nelayan

mengeluarkan zakat untuk setiap pendapatan yang diperolehnya, karena

mengeluarkan zakat untuk umat muslim yang telah memenuhi syarat adalah

wajib hukumnya.

2. Kepada insan akademisi (mahasiswa, peneliti, dan lain sebagainya), sedianya

hasil penelitian ini bisa dijadikan rujukan awal dan sementara, untuk kemudian

dikembangkan dengan penelitian-penelitian yang lebih mendalam, sehingga

berguna, baik bagi pengembangan keilmuan fiqh Islam, maupun bagi

kesejahteraan dan keadilan ekonomi masyarakat, terutama masyarakat Kelurahan

Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, sesuai dengan kehendak

dan tujuan syari’at (maqashid al-syari’ah).

Page 80: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

71

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Abu Hasan bin Muhammad bin Hubaid, al-Bishri, al-Baghdadi, 1984

Ali, Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: (UI Press)

1988

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka

Cipta, 2006

Azizy, A. Qodri, Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2004

Ba’iy, Abdul al-Hamid Mahmud, Ekonomi Zakat, Jakarta: PT. Grafindo Persada,

2006

Bahreisy, Salimdan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier,

Surabaya: PT. BinaIlmu, 1988

Bakry, Nazar, Fiqhdan Ushul Fiqh, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994

Bukhari, Imam, Shahih al-Bukhari Kitab al-Imam, Beirut: Daar al-Fikr, 1991

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove,

1996

Daradjat, Zakiah, Zakat Pembersih Hartadan Jiwa, Jakarta: YPI RUHAMA,

1993

Din, Mohd SallehHj, Zakat dan Wira usaha, Jakarta: CED, 2005

Fakhruddin, Fiqhdan Manajemen Zakat di Indonesia. UIN-Malang Press, Malang:

2008.

Habsyi, M. Baghir, Fiqh Praktis, Bandung: Mizan Media Utama, 2002

Hadi, Sutrisno, Metode Riset, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1987.

Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani

Press, 2002

Hasan, Abdul Halim, Tafsir al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006

Page 81: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

72

Hasan, M. Ali, TuntunanPuasadan Zakat, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2001

Hasbi, Furqon, 125 Masalah Zakat, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008.

Husaini, Imam Taqiyuddin Abu Bakar, Kifayatul Akhyar, Surabaya: PT. Bina

Ilmu, 1997

Ismail, Abu Fada’ bin Umar bin Katsir bin al-Qursy ad-Damsyiqi, Tafsir Ibnu

Katsier, Beirut: DaarulFikr

Katsier, Ibnu, Shahih tafsir Ibnu Katsier, Riyadh: Pustaka Ibnu katsir, 2001

Khudri, Syeikh Muhammad, Ushul al-Fiqh, Mesir: Daar al-Fikr, 1998

Kurnia, Hikmat, dan Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat, Jakarta: Qultum Media,

2008

Lughah al-Aarabiyah, Majma, al-Mu’jam al-Wasith, Mesir: Daar al-Ma’arif, 1972

Mas’udi, Masdar F, Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam,

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993

Mufraini, M. Arief, Akutansidan Manajemen Zakat, Jakarta: Kencana, 2006

Muhammad, Abu Ja’far bin Jarir bin Yazid bin Gholib, Tafsir at-Thobri, Beirut:

DaarulFikr

Muhammad, Fakhruddin bin Umar bin Husain ar-Rozi, Tafsir al-Kabir, Lebanon:

DarulFikr, 1981

Muhammad, ZakatProfesi, Wacana Pemikiran dalam Fikih Kontemporer, Jakarta:

SalembaDiniyah, 2002

Munawar, Ahmad Warso, al-Munawir Kamus Arab- Indonesia, Surabaya: Pustaka

Progresif, 1997

Mursyidi, Akutansi Zakat Kontemporer, Bandung: RemajaRosdaKarya, 2003

Pedoman Zakat 9 Seri, Jakarta: Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam

Zakat dan Wakaf, 1998

Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, 2006

Page 82: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA

73

Purnomo, Syaichul Hadi, Perumusan Zakat Dewasa ini: Sumber-Sumber

Penggalian, Pengelolaan, dan Sasaran Penggunaannya, Surabaya: C.V,

Blok, 1981

Qadir Abdurrachman, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial Jakarta: Raja

GrafindoPersada: 2001

Qardhawi, Yusuf, Fiqhaz-Zakah, Kairo: Maktabah Wahbah, 2006

Qardhawi, Yusuf, Fiqhu al-Zakah, Beirut: DarulIrsyad, 1969

Qardhawi, Yusuf, Musykilat al-Faqrwa Kaifa ‘AlaJoha al-Islam, Terj. A. Maimun

Syamsudin, dan A. Wahid Hasan, Teologi Kemiskinan, Yogyakarta: 2002

Qardhawi, Yusuf, Risalah Zakat Fitrah, Surabaya: Pustaka Progresif, 1991.

Qudamah, Ibnu, al-Mughni, Jakarta: PustakaAzzam, 2013.

Rahardjo, M. Darmawan, Islam dan Transformasi Ekonomi, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1999

Rofiq, Ahmad, Fikih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2012

Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang: Pustaka

Rizki Putra, 1999

Shihab, Quraish, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1994

Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Bandung: Alfabeta, 2004.

Syahhatih, Syauqi Isma’il, Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, Metropos:

Pustaka Dian/Antar Kota, 1987

Ubaydin, Aby al-Qasimi Ibnu Sallam, Al-Amwal, Nwe York: Dar as-Salam, 2009

Undang-undang Republik Indonesia, Tentang Pengolaan Zakat, 1999

Z, Zurinal, dan Aminuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2008.

Zuhayly, Wahbah, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 1995

Page 83: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA
Page 84: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA
Page 85: ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL MUARA